Anda di halaman 1dari 15

Legal Aspect In Economics

Tugas Personal 02
(Minggu 7 / Sesi 11)
Dosen: Batara Mulia Hasibuan S.H., M.H

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA


BANDUNG
2020

Soal:
1. Hubungan kerja antara pekerja dan pemberi kerja baru terjadi sejak
disepakatinya perjanjian kerja. Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan diatur

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


tentang 2 (dua) jenis perjanjian kerja. Sebutkan dan jelaskan masing-masing
perbedaan kedua jenis perjanjian kerja tersebut disertai dengan contoh !
Jawab:
Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi
kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Dalam ketentuan
Pasal 1 (14) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan:
"Perjanjian kerja  pada dasarnya harus memuat pula ketentuan-ketentuan yang
berkenaan dengan hubungan kerja itu, yaitu hak dan kewajiban pekerja/buruh dan hak
dan kewajiban pengusaha".
Ketentuan-ketentuan ini dapat pula ditetapkan dalam peraturan perusahaan yaitu
peraturan yang secara sepihak ditetapkan dalam peratuan perusahaan. Dapat pula
ditetapkan dalam suatu perjanjian, hasil musyawarah antara serikat pekerja (serikat
pekerja seluruh Indonesia misalnya) dengan pihak pengusaha, perjanjian ini
disebut Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Secara hukum dikenal 2 (dua) macam Perjanjian Kerja (PK) yaitu:
1. Pekerja Kontrak (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu = PKWT); dan 
2. Pekerja Tetap (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu = PKWTT).

Dibawah ini akan dijelaskan mengenai PKWT dan PKWTT


I. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
PKWT adalah Perjanjian Kerja antara Buruh dengan pengusaha yang ditentukan
berdasarkan pada jangka wqaktu tertentu. Menurut Pasal 56 ayat 2 (UU No.13 Tahun
2003, Pembuatan PKWT berdarkan atas jangka waktu dan selesainya pekerjaan
tertentu. Prinsip hukum dari PKWT yang mendasarkan pada jangka waktu tertentu,
dapat diadakan untuk paling lama dua tahun dan diperpanjang satu kali paling lama
satu tahun. Pekerja Kontrak diartikan secara hukum adalah Pekerja dengan status
bukan Pekerja tetap atau dengan kalimat lain Pekerja yang bekerja hanya untuk waktu
tertentu berdasar kesepakatan antara Pekerja dengan Perusahaan pemberi kerja.

Dalam istilah hukum Pekerja kontrak sering disebut “Pekerja PKWT”, maksudnya


Pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
Pengusaha tidak boleh mengubah status Pekerja Tetap menjadi Pekerja Kontrak.
Apabila itu dilakukan akan melanggar hukum. Secara aturan hukum tidak mengatur
eksplisit mengenai hal ini, namun justifikasi yang dapat disampaikan adalah bahwa
status pekerja dari pekerja tetap menjadi pekerja kontrak adalah sama saja dengan

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


penurunan status. Penurunan status pekerja dari tetap menjadi kontrak adalah masuk
kategori Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dari perusahaan dan dalam satu
waktu yang sama pengusaha mengangkat kembali pekerja (tetap) tersebut menjadi
pekerja kontrak.
UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Pasal 56 menyatakan:
 Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk
waktu tidak tertentu.
 Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas:
1. jangka waktu; atau
2. selesainya suatu pekerjaan tertentu.
Salah satu hal yang sangat penting yang harus diperhatikan oleh Pekerja Kontrak
adalah Pekerja Kontrak harus memiliki/mendapatkan Surat Perjanjian Kerja yang
ditandatangani oleh Pengusaha dan Pekerja yang bersangkutan. Prof. Imam
Soepomo berpendapat hubungan hukum antara pekrja/buruh dengan pengusaha,
terjadi setelah diadakan perjanjian, dimana pekerja/buruh menyatakan
kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah, dan dimana
pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan buruh denan
membayar upah. Perjanjian kerja yang menimbulkan hubungan kerja mempunyai
unsur: Pekerjaan; Upah; dan Perintah. 
Dengan demikian agar dapat disebut perjanjian kerja harus dipenuhi tiga unsur, yaitu
sebagai berikut:
a. Ada orang dibawah pimpinan orang lain
Adanya unsur perintah menimbulkan adanya pimpinan orang lain. Dalam
perjanjian kerja unsur perintah ini memegang peranan yang pokok, sebab tanpa
adanya unsur perintah, hal itu bukan perjanjian kerja. Dengan adanya unsur
perintah dalam perjanjian kerja, kedudukan kedua belah pihak tidak sama yaitu
pihak satu kedudukannya diatas (pihak yang memerintah) sedangkan pihak lain
kedudukannya dibawah (pihak yang diperintah). Kedudukan yang tidak sama ini
disebut hubungan subordinasi serta ada yang menyebutnya hubungan kedinasan.
Oleh karena itu kalau kedudukan kedua belah pihak tidak sama atau ada
subordinasi, disitu ada perjanjaian kerja. Sebaliknya jika kedudukan kedua belah
pihak sama atau ada koordinasi, disitu tidak ada perjanjian kerja, melainkan
perjanjian yang lain.
b. Penunaian Kerja

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


Penunaian kerja maksudnya melakukan pekerjaan. Disini tidak dipakai istilah
melakukan pekerjaan sebab istilah tersebut mempunyai arti ganda. Istilah
melakukan pekejaan dapat berarti persewaan tenaga kerja atau penunaian kerja.
Dalam penunaian kerja yang tersangkut dalam kerja adalah tenaga manusia,
sehingga upah sebagai kontraprestasi dipandang dari sudut ekonomis. Dalam
penunaian kerja yang tersangkut dalam kerja adalah manusia itu sendiri sehingga
upah segbagi kontraprestasi dipandang dari sudut social ekonomis.
c. AdanyaUpah
Upah menurut Pasal 1 angka 30 undang-undang ketenagakerjaan adalah hak
pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan
dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan
dibayarkan menurut suatu perjanjain kerja, kesepakatan, atau peraturan
perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya
atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah dan/atau akan dilakukan. Jadi, upah
adalah imbalan termasuk tunjangan yang diterima pekerja/buruh.

Ketentuan Umum PKWT Menurut Kepmenaker No. 100 Tahun 2004 Tentang
Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
 Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disebut PKWT adalah
perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan
hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu.
 Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu yang selanjutnya disebut PKWTT adalah
perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan
hubungan kerja yang bersifat tetap.

 Pengusaha adalah:
1. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan
suatu perusahaan milik sendiri;
2. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri
sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
3. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di
Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b
yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
 Perusahaan adalah:
1. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang
perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar
upah atau imbalan dalam entuk lain;
2. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain.
 Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain.
 Syarat kerja yang diperjanjikan dalam PKWT, tidak boleh lebih rendah daripada
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menteri dapat
menetapkan ketentuan PKWT khusus untuk sektor usaha dan atau pekerjaan
tertentu.

Jenis Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)


Perjanjian kerta waktu tertentu selanjutnya disebut PKWT diatur secara khusus dalam
Pasal 56 s/d 63 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan dan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor:
KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT), dalam praktek sebagai panduan teknis adalah Keputusan Menteri terebut diatas.
Jenis-jenis PKWT yang dapat dilakukan Pekerja/Pekerja Kontrak Berdasar Pasal 59 UU
No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yaitu:
1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu
yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu
tertentu, yaitu :
 pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
 pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu
lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
 pekerjaan yang bersifat musiman; atau
 pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk
tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
2) Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang
besifat tetap.
Penjelasan Pasal 59 ayat (2):
Yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap dalam ayat ini adalah pekerjaan
yang sifatnya terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan
bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan
musiman. Pekerjaan yang bukan musiman adalah pekerjaan yang tidak tergantung

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


cuaca atau suatu kondisi tertentu. Apabila pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang
terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu, dan merupakan bagian dari
suatu proses produksi, tetapi tergantung cuaca atau pekerjaan itu dibutuhkan karena
adanya suatu kondisi tertentu maka pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan musiman
yang tidak termasuk pekerjaan tetap sehingga dapat menjadi obyek perjanjian kerja
waktu tertentu. Sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Tranmigrasi Republik
Indonesia: Kep. 100/Men/VI/2004 Ketentuan PKWT khusus untuk sector usaha dan
atau pekerjaan tertentu, yaitu:
a. Pekerjaan yang sekali selesaiatau yang sementara sifatnya
PKWT Untuk Pekerjaan Yang Sekali Selesai Atau Sementara Sifatnya Yang
Penyelesaiannya Paling Lama 3 (tiga) Tahun:
 PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah
PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu. Dibuat untuk
paling lama 3 (tiga) tahun.
 Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT sebagaimana
dimaksud dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan maka PKWT
tersebut putus demi hukum pada saaat selesainya pekerjaan.
 Dalam PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu harus
dicantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai.
 Dalam hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu namun
karena kondisi tertentu pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan, dapat
dilakukan pembaharuan PKWT.
 Pembaharuan sebagaimana dimaksud dilakukan setelah melebihi masa
tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perjanjian kerja.
 Selama tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud tidak ada
hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha.
 Para pihak dapat mengatur lain dari ketentuan dalam ayat (5) dan ayat (6)
yang dituangkan dalam perjanjian.
Dalam Pasal 3 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), yaitu :
1. PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah
PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu.
2. PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat untuk paling lama 3
(tiga) tahun. 

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


3. Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat diselesaikan lebih cepat dari yang
diperjanjikan maka PKWT tersebut putus demi hukum pada saaat selesainya
pekerjaan.

b. PKWT Untuk Pekerjaan Yang Bersifat Musiman


Dalam Pasal 4 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), yaitu:
1. Pekerjaan yang bersifat musiman adalah pekerjaan yang pelaksanaannya
tergantung pada musim atau cuaca.
2. KWT yang dilakukan untuk pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
hanya dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu.
Pasal 5 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu (PKWT), yaitu:
1. Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan untuk memenuhi pesanan atau
target tertentu dapat dilakukan dengan PKWT sebagai pekerjaan musiman.
2. PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) hanya diberlakukan untuk pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan
tambahan.

c. PKWT Untuk Pekerjaan Yang Berhubungan Dengan Produk Baru


Dalam Pasal 8 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), yaitu :
1. PKWT dapat dilakukan dengan pekerja/buruh untuk melakukan pekerjaan
yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan
yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
2. PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk
jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk satu
kali paling lama 1 (satu) tahun.
3. PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dilakukan
pembaharuan.

d. Perjanjian Kerja Harian Atau Lepas

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


Dalam Pasal 10 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), yaitu: 
1. Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan
volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan
dengan perjanjian kerja harian atau lepas.
2. Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh
satu) hari dalam 1 (satu)bulan. 
3. Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3
(tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas
berubah menjadi PKWTT.
 Perjanjian kerja harian lepas yang memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dikecualikan dari ketentuan jangka waktu PKWT pada
umumnya.
 Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh pada pekerjaan
sebagaimana dimaksud wajib membuat perjanjian kerja harian lepas
secara tertulis dengan para pekerja/buruh.
 Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dapat dibuat berupa
daftar pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud
sekurang-kurangnya memuat:
a. nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja.
b. nama/alamat pekerja/buruh.
c. jenis pekerjaan yang dilakukan.
d. besarnya upah dan/atau imbalan lainnya.
 Daftar pekerja/buruh sebagaimana dimaksud disampaikan kepada
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak mempekerjakan
pekerja/buruh.
Jika Buruh bekerja pada hari minggu atau hari hari besar yang ditetapkan
Pemerintah, maka itu dikategorikan sebagai Lembur dengan perhitungan Upah
Lembur. Cara Perhitungan Upah lembur adalah kini diatur dalam Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
KEP.102/MEN/VI/2004 dengan Ketentuan sebagai berikut:
1. Pada hari Kerja Biasa. Untuk satu Jam pertama dibayar 1 ,5 upah sejam
dan untuk tiap-tiap jam berikutnya dibayar 2 x upah sejam.

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


2. Pada Hri Istrahat, mingu dan libur resmi. Untuk batas 7 jam kerja pada
hari minggu atau (senin-Jumat) dan 5 Jam kerja pada hari kerja pendek
(sabtu) dibayar 2 x upah sejam dan untuk satu jam berikutnya dibayar 3 x
upah sejam sedangkan untuk tiap-tiap jam beikutnya dibayar 4 x upah
sejam.

Pencatatan PKWT:
 PKWT wajib dicatatkan oleh pengusaha kepada instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
kerja sejak penandatanganan.
 Untuk perjanjian kerja harian lepas maka yang dicatatkan adalah daftar pekerja/buruh.
Pembatasan waktu maksimal bagi masa kerja bagi Pekerja Kontrak berdasarkan UU
No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 59 ayat (4) yang
menyatakan: "Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu
tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun". Dan Pasal
59 ayat (6) yang menyatakan: "Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya
dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari
berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja
waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua)
tahun".
Jadi, Pekerja Kontrak dapat dikontrak maksimal selama 2 (dua) tahun dan dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk selama maksimal 1 (satu) tahun. Namun apabila
Pengusaha merasa cocok dengan kinerja Pekerja Kontrak, dapat dilakukan pembaruan
PKWT dengan ketentuan hanya boleh dilakukan sekali untuk waktu maksimal 2 (dua)
tahun. Akibat hukum bagi Pengusaha yang mempekerjakan Pekerja Kontrak namun
tidak seperti aturan diatas Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, Pasal 59 ayat (7) yang menyatakan:  "Perjanjian kerja untuk waktu
tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat
(2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu
tidak tertentu". Berdasar aturan hukum tersebut misalnya jika ada Pekerja yang
dikontrak 5 (lima) tahun maka Pekerja tersebut secara hukum, setelah 3 (tiga) tahun
waktu ia bekerja menjadi Pekerja tetap. Masa Percobaan tidak dapat di terapkan pada
Pekerja Kontrak/PKWT. Hal ini berdasar Pasal 58 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan, yang menyatakan:

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa
percobaan kerja.
2. Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi
hokum.
Jadi, Pekerja Kontrak yang diminta oleh Perusahaan untuk menjalani Masa
Percobaan secara hukum tidak benar. 
PKWT yang sudah ditandantangani tidak dapat diputuskan secara sepihak oleh
pengusaha. Jika salah satu pihak melakukan pemutusan PKWT secara sepihak maka
sesuai dengan Pasal 62 UU No. 13 Tahun 2003 menetapkan bahwa:
“Apabila Salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka
waktu yang ditetapkan dalam PKWT, atau akhirnya hubungan kerja bukan karena
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri
hubungan keja wajib membayar ganti-rugi kepada pihak lainnya sebesar upah buruh
sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja".
Semetara itu, Pasal 61 Ayat (1) UU No. 13 /2003 mengatur Perjanjian Kerja Berakhir
apabila:
 Pekerja Meninggal Dunia;
 Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
 Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga
penyelesaian Perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap; atau
 Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan
berkahirnya hubungan kerja.
Dari uraian diatas sangat jelas, bahwa PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan
yang bersifat menetap yaitu pekerjaan yang sifatnya terus-menerus, tidak terputus-
putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam
satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman. Apabila pekerjaan itu tidak
terus-menerus, terputus-putus, dibatasi waktu dan bukan merupakan bagian dari suatu
proses produksi, tergantung cuaca atau pekerjaan tersebut merupaka pekerjaan
musiman \yang tidak termasuk pekerjaan tetap. Sehingga dapat dijadikan objek
perjanjian kerja waktu tertentu.

II. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu  yang selanjutnya disebut PKWTT adalah
perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan
kerja yang bersifat tetap. PKWTT dapat dibuat secara tertulis maupun secara lisan dan
tidak wajib mendapatkan pengesahan dari instansi ketenagakerjaan terkait. Jika
PKWTT dibuat secara lisan, maka klausul-klausul yang berlaku di antara mereka
(antara pengusaha dengan pekerja) adalah klausul-klausul sebagaimana yang di atur
dalam UU Ketenagakerjaan. PKWTT dapat mensyaratkan masa percobaan kerja
paling lama 3 (tiga) bulan. Selama masa percobaan pengusaha wajib membayar upah
pekerja dan upah tersebut tidak boleh lebih rendah dari upah minimum yang berlaku.
Dalam Pasal 15 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu (PKWT):
1.  PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin berubah
menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja.
2. Dalam hal PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan sebagaimanadimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2), atau Pasal 5 ayat (2), maka PKWT berubah menjadi PKWTT
sejak adanya hubungan kerja.
3. Dalam hal PKWT dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk
baru menyimpang dari ketentuan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3), maka PKWT
berubah menjadi PKWTT sejak dilakukan penyimpangan.
 Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30 (tiga
puluh) hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan
lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, maka PKWT berubah menjadi
PKWTT sejak tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut.
 Dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
dengan hubungan kerja PKWT sebagaimana dimaksud di atas, maka hak-hak
pekerja/buruh dan prosedur penyelesaian dilakukan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan bagi PKWTT.

Tabel Perbedaan antara PKWT dan PKWTT

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


Sumber referensi:
http://artonang.blogspot.com/2016/02/jenis-jenis-perjanjian-kerja.html tgl 23/01/20
https://libera.id/blogs/perbedaan-pkwt-vs-pkwtt/ tgl 24/01/20

2. Saat ini PT. PLN (Perusahaan Listrik Negara) memberikan mekanisme


berlangganan listrik atau membeli listrik dengan menggunakan cara prabayar,
melalui Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik Prabayar (SPJBTL). Kontrak
pembelian listrik ini sudah disiapkan oleh pihak PLN sebelumnya, masyarakat
tinggal menandatangi saja tanpa bisa melakukan negosiasi pada syarat-syarat yang
tercantum dalam perjanjian.

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


Berikan penjelasan dan analisa kalian apakah perjanjian semacam ini
diperbolehkan oleh undang-undang?
Jawab:
PT. PLN (Persero) membagi dua golongan tarif tenaga listrik, yaitu: Tarif Tenaga
Listrik Reguler dan Tarif Tenaga Listrik Pra Bayar yang diatur dalam ketentuan Pasal 2
Peraturan Menteri dan Sumber Daya Mineral Nomor 30 Tahun 2012 Tentang Tarif
Tenaga Listrik Yang Disediakan Oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perusahaan
Listrik Negara (Selanjutnya disebut Permen ESDM Tarif Tenaga Listrik PLN). Tarif
tenaga listrik reguler adalah tarif tenaga listrik yang dibayarkan setelah pemakaian
tenaga listrik oleh konsumen, sedangkan tarif tenaga listrik pra bayar adalah tarif tenaga
listrik yang dibayarkan sebelum pemakaian tenaga listrik oleh konsumen. Pada sistem
listrik pra bayar yang sedang berjalan, customer melakukan pengisian dengan membeli
kode token listrik melalui ATM, Pos Penjualan Pulsa Listrik ataupun melalui Internet
Banking. Setelah menentukan nilai pulsa listrik dan melakukan pembayaran, customer
akan mendapatkan 20digit kode token dengan nominal tertentu untuk dimasukkan ke
meter listrik prabayar. Meter listrik prabayar akan mendeteksi 20digit kode tersebut dan
melakukan update pada memori. Customer dapat mengetahui total kredit pulsa yang
dimiliki melalui layar Liquid Crystal Display (LCD) pada meter listrik.
Perjanjian jual beli tenaga listrik pra bayar termasuk kedalam perjanjian bernama
(nominaat), yaitu perjanjian yang tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam buku
III KUHPerdata. Perjanjian jual beli tenaga listrik ini menganut asas hukum yaitu asas
kebebasan berkontrak dan asas kekuatan yang mengikatnya perjanjian (pacta sunt
servanda). Asas kebebasan berkontrak yaitu asas yang berkenaan dengan isi perjanjian,
asas ini dapat disimpulkan dari perkataan “semua perjanjian” dalam rumusan Pasal 1338
ayat (1) KUHPerdata yang memberi pengertian bahwa setiap orang memiliki kebebasan
untuk membuat perjanjian, akan tetapi perjanjian tersebut tidak dilarang oleh undang-
undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan tidak bertentangan dengan ketertiban
umum. Sedangkan asas pacta sunt servanda yaitu asas yang berkenaan dengan akibat
perjanjian, asas ini dapat disimpulkan dari rumusan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata dari
perkataan “berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya”, yaitu para
pihak wajib mentaati isi perjanjian yang mereka buat sebagaimana mereka mentaati
undang-undang dan pihak ketiga termasuk hakim wajib menghormati perjanjian yang
dibuat oleh para pihak, dalam arti tidak ikut campur, menambah, atau mengurangi isi
perjanjian.
Mengenai perjanjian jual beli tenaga listrik pra bayar dengan nomor:
PJBTL181100121408216456 yang dilakukan pihak PLN dengan pelanggan dapat

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


dilakukan dengan cara yang telah diatur dalam perjanjian tersebut. Prosedur pemasangan
listrik pra bayar tercantum dalam ketentuan Pasal 3 mengenai syarat penyambungan
dalam perjanjian jual beli tenaga listrik pra bayar, yang dibuat oleh pihak PLN:
Ketentuan-ketentuan tentang penyambungan listrik ini adalah sebagaimana diatur dalam
Pasal 3 yang menyatakan:
a. Menandatangani surat pernyataan Pelanggan yang menyatakan bertanggung jawab
atas Instalasi Milik Langganan (IML) apabila Instansi Milik Langganan belum siap
dan atau Sertifikat Laik Operasi (SLO) belum terbit dan kesanggupan melakukan
pengujian kelaikan operasi terhadap Instalasi Listrik Milik Pelanggan;
b. Membayar Biaya Penyambungan (BP) dan Biaya Materai kepada PIHAK
PERTAMA dan mendapatkan Identitas Pelanggan;
c. Membeli Stroom Perdana sebesar minimal Rp.20.000,00 (Dua Puluh Ribu Rupiah)
di kantor PIHAK PERTAMA;
d. Menyediakan tempat untuk pemasangan Alat Pengukur dan Pembatas (APP) dan
instalasi PIHAK PERTAMA seperti tiang listrik, penghantar dan gardu apabila
diperlukan PIHAK PERTAMA;
e. Apabila dilokasi bangunan yang akan dilakukan penyambunganterdapat Putusan
Pengadilan dan atau Ketentuan Pemerintah sehingga bangunan tersebut harus
dibongkar, maka proses penyambungan harus dibatalkan dan biaya penyambungan
tidak dapat dikembalikan;
f. Apabila dilokasi bangunan yang akan dilakukan penyambungan terdapat kewajiban
terkait dengan jual beli tenaga listrik sebelumnya yang belum diselesaikan, maka
PIHAK KEDUA wajib melunasinya kepada PIHAK PERTAMA.

Pada prakteknya perjanjian ini tidak dilakukan sesuai dengan yang diperjanjikan,
karena pihak kedua tidak memiliki Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (untuk
selanjutnya disebut dengan SPJBTL) yang dikeluarkan oleh PT. PLN (Persero) sehingga
kewajiban pihak pertama untuk menyediakan Alat Pembatas dan Pengukur (selanjutnya
disebut dengan APP) tidak dapat dilaksanakan sebab pihak kedua tidak memenuhi syarat
penyambungan.
Salah satu contohnya di Rayon Panam, Pekanbaru. Permasalahannya adalah
adanya pemasangan listrik pra bayar tanpa adanya perjanjian jual beli tenaga listrik pra
bayar terlebih dahulu. Karena pelanggan tersebut telah melakukan penunggakan
pembayaran rekening listrik selama tiga bulan, kemudian pelanggan tersebut melunasi
rekening listrik dan biaya keterlambatan kepada pihak PLN dengan saksi pihak PLN

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic


melakukan pemutusan rampung berupa penghentian penyaluran tenaga listrik dengan
mengambil seluruh instalasi listrik pasca bayar dan menyambungkan kembali penyaluran
aliran listrik dengan menggantinya menjadi instalasi listrik pra bayar. Sehingga
pelanggan tidak dapat menggunakan listrik pasca bayar lagi yaitu tarif tenaga listrik yang
dibayarkan setelah pemakaian tenaga listrik oleh pelanggan.

Sumber referensi: https://media.neliti.com/media/publications/34402-ID-perjanjian-jual-


beli-tenaga-listrik-pra-bayar-antara-pelanggan-dengan-pt-pln-are.pdf tgl 24/01/20

LAWS6095 – Legal Aspect in Economic

Anda mungkin juga menyukai