HAJI
Disusun oleh:
Kelompok 7
1. Luffy Ardiansyah (1801105047)
2. Rohmah Nurjanah (1801105056)
3. Khulyatin Dyah Saputri (1801105122)
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang ”Haji”
dengan sebaik-baiknya guna menyelesaikan tugas mata kuliah Ibadah/Akhlak.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak karena tanpa bantuan
dari berbagai pihak, kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk
itu dengan senang hati kami menerima kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk kami. Semoga makalah ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi penulis juga
bagi para pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...............................................................................................2
D. Manfaat penulisan.............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Definisi dan Hukumnya..........................................................................................3
B. Latar Belakang Sejarah...........................................................................................5
C. Rukun dan Wajib Haji.............................................................................................8
D. Larangan dan Sunnah Haji....................................................................................12
E. Cara Pelaksanaan Ibadah Haji..............................................................................15
F. Hikmah Ibadah Haji...............................................................................................15
BAB III PENUTUP................................................................................................18
A. Kesimpulan.....................................................................................................18
B. Saran...............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia diciptakan Allah agar beribadah. Hal tersebut sesuai dengan QS.
Al-Dzariyat (51): 56.
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku” (QS. Al-Dzariyat (51): 56).
Salah satu ibadah yang diwajibkan oleh Allah SWT adalah ibadah haji.
Menunaikan ibadah haji juga merupakan rukun islam yang ke-5. Ibadah haji
diwajibkan bagi umat muslim yang mampu. Apabila orang yang mampu namun
tidak melaksanakan haji, maka ia akan berdosa.
1
4. Apa saja rukun dan wajib haji?
5. Apa saja larangan dan sunnah haji?
6. Bagaimana cara pelaksanaan ibadah haji?
7. Apa hikmah melaksanakan ibadah haji bagi umat muslim?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini sebagai
berikut:
1. Bagi Mahasiswa
Makalah ini dapat digunakan sebagai bahan referensi tentang definisi dan
hukum haji, rukun dan wajib haji, larangan dan sunnah haji, cara pelaksanaan
ibadah haji, serta hikmah ibadah haji.
2. Bagi Masyarakat Umum
Makalah ini dapat digunakan sebagai bacaan yang bermanfaat untuk
memperluas pegetahuan tentang ibadah haji.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Ma’rifat Iman, dkk., Ibadah-Akhlak untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: UHAMKA Press, 2011, h.
205. Lihat juga Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1983, Juz III-IV, h.19. Lihat juga
Majelis Tarjih PP. Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih, Jakarta: 1996. Lihat juga Hasbi al-
Shiddieqy, Kuliah Ibadah, Jakarta: Bulan Bintang, 1968, cet. IV, h. 67.
2
Ma’rifat Iman, dkk., Ibadah-Akhlak untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: UHAMKA Press, 2011, h.
206.
3
Ibid.
3
Artinya: “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat
beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan
menjadi petunjuk bagi semua manusia.”(96). ”Padanya terdapat tanda-tanda yang
nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu)
menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,
yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.
Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya
(tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”(97).
Artinya: “Islam didirikan atas lima perkara yaitu bersaksi bahwa tiada
sesembahan yang berhak disembah secara benar kecuali Allah dan Muhammad
adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke
baitullah dan berpuasa pada bulan ramadhan.” (HR Bukhari dan Muslim)
4
Dengan demikian, hukum melaksanakan ibadah haji adalah wajib, dan
dianggap murtad bagi siapa yang mengingkarinya.4 Haji hanyalah diwajibkan
sekali dalam seumur hidup manusia, sebagaimana dijumpai dalam hadits
Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari Abu Hurairah: “Rasulullah SAW
berkhotbah kepada kami. Beliau bersabda: “Wahai manusia! Allah telah
memfardhukan haji bagi kamu, maka laksanakanlah! Kemudian seseorang
bertanya: “Apakah haji itu dikerjakan setiap tahun ya Rasulullah?” Rasulullah
SAW kemudian diam, sampai laki-laki itu mengulang pertanyaan itu tiga kali.
Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Kalau saya katakana benar, pasti akan
wajib setiap tahun, tetapi kalian tidak akan mampu” (HR. Ahmad bin Hanbal,
Muslim dan al-Nasdi).
Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda: “Ikutilah amalan haji dengan
umrah karena kedua amalan itu meniadakan sifat kikir dan dosa sebagaimana ahli
logam membuat karat dari besi, perak dan emas. Tiada lain pahala yang diterima
haji yang mabrur kecuali surga” (HR. al-Tirmidzy, al-Nasai, dan Ibnu Majah dari
Ibnu Mas’ud).
4
Ma’rifat Iman, dkk., Ibadah-Akhlak untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: UHAMKA Press, 2011, h.
207.
5
Ma’rifat Iman, dkk., Ibadah-Akhlak untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: UHAMKA Press, 2011, h.
208.
5
di ‘Arafah, sedangkan ibadah umrah tidak perlu melakukannya. Selain itu, setiap
melakukan ibadah haji selalu diiringi dengan melakukan ibadah umrah, sedangkan
tidak setiap umrah dapat melakukan ibadah haji sekaligus.
B. Latar Belakang Sejarah
Demikian juga firman Allah dalam QS. Al-Hajj: 26-27 sebagai berikut:
6
dengan Aku dan sucikanlah rumahKu Ini bagi orang-orang yang thawaf, dan
orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku’ dan sujud.”(26). “Dan
berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang
kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang
dari segenap penjuru yang jauh.”(27)
7
Ma’rifat Iman, dkk., Ibadah-Akhlak untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: UHAMKA Press, 2011, h.
210.
8
Ibid.
7
karena Allah. Dan Shafa dan Marwah adalah satu syiar antara berbagai syiar Allah
dan kita, tidak ada sangkut-paut dengan berhala itu.9
Ada sesuatu yang unik dalam pelaksanaan ibadah haji dibanding dengan
ibadah-ibadah yang lainnya. Dimana rukun dan wajib biasanya menyatu, tidak
dibedakan antara yang satu dengan yang lain. Namun, dalam ibadah haji terdapat
perbedaan yang prinsipil antara rukun haji dan wajib haji.
Rukun haji adalah suatu perbuatan yang harus dikerjakan yang tidak boleh
digantikan dengan sesuatupun. Sehingga jika tertinggal salah satunya
mengaibatkan tidak sah hajinya. Sedangkan wajib haji ialah sesuatu yang harus
dikerjakan namun bila tertinggal salah satunya karena sesuatu hal, boleh diganti
dengan membayar dan (denda yang haarus dibayarkan/ditunaikan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan).
8
1. Ihram
Ihram ialah berniat mulai mengerjakan haji atau umrah, dengan memakai
pakaian ihram (warna putih). Pakaian ihram laki-laki tidak berjahit, namun
bagi wanita boleh berjahit.
2. Wuquf di Arafah
Wuquf adalah berhenti (hadir) di padang Arafah pada waktu yang
ditentukan, yaitu mulai dari tergelincir matahari (waktu zhuhur) tanggal 9
Dzulhijjah sampai terbit fajar tanggal 10 Dzulhijjah. Artinya, orang yang
sedang mengerjakan haji itu wajib berada di padang Arafah pada waktu
tersebut. Dalam sebuah sabda Rasulullah SAW. Diterangkan :
“Dari ‘Abd al-Rahman bin Ya’mur, bahwasannya orang-orang Nejd telah
datang kepada Rasulullah SAW. Sewaktu beliau sedang wukuf di Arafah.
Mereka bertanya kepada beliau kemudian menyuruh orang supaya
mengumumkan: “Haji itu Arafah.” Artinya, yang terpenting urusan haji ialah
hadir di Arafah. Barang siapa yang dating pada malam sepuluh sebelum terbit
fajar, sesungguhnya ia telah mendapat waktu yang sah.” (HR. lima Ahli
Hadits).
Berdasarkan hadits tersebut, suatu hal yang mesti diketahui oleh setiap
jama’ah haji, bahwasannya kehadiran di padang Arafah pada waktu-waktu
yang telah ditentukan itu penting, karean inti haji adalah Arafah. Dan wukuf
nilah yang menjadi pokok perbedaan haji dengan umrah, bahwa dalam
pelaksanaan ibadah umrah tidak diharuskan melakukan wuquf di Arafah.
3. Thawaf
Thawaf ialah mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali. Thawaf rukun/thawaf
yang merupakan rukun haji ini dinamakan Thawaf Ifadah.
Cara melakukan thawaf ialah : Pertama, harus suci dari hadats dan najis.
Kedua, menutup aurat. Ketiga, Ka’bah berada di sebelah kiri orang yang
thawaf. Keempat, memulai thawaf dari Hajar al-Aswad (batu hitam) yang ada
di salah satu sudutu Ka’bah yang dinamakan rukun Yamani, dengan cara
menyapunya (kafau dapat, bahkan boleh mrnciumnya, namun kalau tidak dapat
cukup melambaikan tangan sewaktu berada di arah Hajar al-Aswad tersebut).
Kelima, thawaf itu dilakukan tujuh kali (dari Hajar al-Aswad ke Hajar al-
9
Aswad terhitung tujuh kali). Keenam, melakukan thawaf hendaknya berda di
dalam Masjid al-Haram.Sewaktu tahwaf membaca : “Mahasuci Allah, segala
puji bagi-Nya, tiada Tuhan melainkan Allah, Allah Maha Besar, tiada daya
dan kekuatan kecuali dari Allah.”
4. Sa’i
Sa’i ialah berlari-lari kecil di antara bukit Shafa dan bukit Marwah sebanyak
tujuh kali, dimulai dari Shafa dan diakhiri di Marwah. Dimana pada saat ini,
jarak diantara dua bukit itutelah dibuatkan penghubung berupa atap dan
berlantai marmer, sehingga orang-orang yang melakukan Sa’i tidak lagi merasa
kepanasan oleh teriknya matahari.
5. Tahallul
Tahallul ialah penghalalan atas beberapa larangan dalam ibadah haji dengan
cara menggunting rambut minimal tiga helai. Tahallul ada dua macam :
Tahallul pertama, adalah penghalalan atas beberapa larangan haji seperti
dibolehkannya melepas pakaian ihram, menggunting kuku, memakai wangi-
wangian, menutup kepala. Setelah tahallul pertama, pelaksanaan rukun haji
telah selesai, namun wajib hajinya belum selesai. Tahallul kedua, adalah
penghalalan atas keseluruhan larangan dalm ibadah haji, seperti melakukan
akad nikah.
6. Tertib
Yaitu menertibkan urutan pelaksanaan rukun, yang dahulu didahulukan, yang
kemudian dikemudiankan, seperti melakukan thawaf lebih didahulukan
darpada melakukan sa’i, dan seterusnya.
11
Ma’rifat Iman, dkk., Ibadah-Akhlak untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: UHAMKA Press, 2011, h.
214.
10
ditentukan untuk melakkukan ihram, seperti : Yalamlam, Dzulhulaifah, juhfah,
Qarn al-Manhazil, Dzatu ‘Irqin, Birr ‘Ali, Jeddah, dll.
Secara terperinci, Sulaiman Rasyid menerankan mengenai miqat makani ini
sebagai berikut :
a. Mekah, ialah miqat bagi orang yang tinggal di Mekah. Maka penduduk
Mekah yang hendak berhaji, hendaklah mereka berihram dari rumah
masing-masing.
b. Dzulhulaifah, ialah miqat bagi orang yang dating dari arah Madinah dan
negeri-negeri yang sejajar dengan Madinah.
c. Juhfah, ialah miqat bagi orang yang datang dari arah Siria, Mesir, Maghribi,
dan negeri-negeri yang sejajar dengannya. Juhfah itu sendiri merupakan
kampung diantara Mekah dan Madinah yang kini telah lenyap.oleh karena
itu miqat ditentukan di kampung yang dekat dengannya yaitu kampung
Rabig.
d. Yalamlam, ialah suatu bukit, mqat bagi orang yang datang dari arah Yaman,
India, Indonesia, dan negeri-negeri yang sejajar dengannya.
e. Qarnul Manzil, ialah miqat bagi yang datang dari arah Najd serta negeri-
negeri yang sejajar dengannya.
f. Dzatu ‘Irqin, ialah miqat bagi orang yang datang dari arah Iraq dan negeri-
negeri ygan sejajar dengannya.
g. Bagi orang yang tinggal di daerah Mekah dan miqat-miqat tersebut diatas,
maka miqat mereka adalah daerah mereka masing-masing.
2. Bermalam di Muzdalifah
Yang dimaksud dengan bermalam di Muzdalifah ( mabit di Muzdalifah )
adalah setelah melakukan wuquf di Arafah, para jama’ah melakukan perjalanan
menuju Muzdalifah, jangan melanjutkan perjalanan (karena yang melanjutkan
perjalanan dikenakan dam/denda). Yang dilakukan di Muzdalifah di waktu
malam itu ialah mencari/mengambil batu-batu kerikil dengan menggunakan
lentera atau lampu senter untuk melontar jumrah di Mina keesokan harinya.
3. Melontar Jumrah al-‘Aqabah
Melontar Jumrah ialah melempar suatu batu yang dinamai Jumrah
al-‘Aqabah. Penentuan miqat ini ditetapkan oleh Rasulullah SAW. Namun
11
karenasituasi dan kondisi dan demi kenyamanan jama’ah haji, maka ketentuan
berikutnya ditetapkan oleh Pemerintah Arab Saudi, dan sewaktu-waktu dapat
berubah sesuai situasi dan kondisi.
Jumrah ada tiga, berbentuk tiga buah tugu sebagai perlambang syaitan
(yang dulu menggoda Nabi Ibrahim, Ismail, dan Siti Hajar). yaitu sewaktu
Ibrahim mau menyembelih Ismail atas perintah Allah. Ketiganya digona oleh
syaitan agar tidak melakukannya, namun ketiga orang tersebut tidak tergoda
dan kemudian masing-masing melempari syaitan dengan batu sebanyak tujuh
lontaran batu kerikil. Pelontaran terhadap Jumrah al-‘Aqabah ini
dilakukanpada tanggal 10 Dzulhijjah yakni di Hari Raya (Hari Raya Idul
Adha).
4. Melontar Tiga Jumrah
Ketiga Jumrah dilontar masing-masing dengan tujuh buah batu kerikil,
yang dilakukan pada hari Tasyriq, yakni tanggal 11, 122, dan 13 Dzulhijjah.
Pelontaran terhadap ketiga jumlah itu hendaknya berurutan, mulai Jumrah al-
Ula, kemudian Jumrah al-Wustha, dan terakhir Jumrah al-Aqabah.
5. Bermalam di Mina
Yakni menginap di Mina selama tiga hari, yaitu di hari-hari tasyriq, tempat
dimana terletak ketiga jumrah. Jarak Mina dengan Mekkah sekitar 5 km. dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah Ummul Mukminin, Ia berkata :
“Rasulullah SAW. Telah tinggal di Mina selama hari tasyriq, beliau melontar
jumrah apabila matahari telah cenderung ke sebelah Barat, tiap-tiap jumrah
dilontarkan dengan tujuh batu kerikil.” (HR Ahmad dan Abu Dawud).
6. Thawaf Wada’
Yakni mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali, sebagaimana cara
melakukan Thawaf Ifadah. Thawaf Wada’ ini adalah thawaf perpisahan
sebagai symbol perpisahan melakukan ibadah haji. Setelah itu para jama’ah
haji melakukan tahallul kedua, yang merupakan pembebasan atas seluruh
larangan haji.
7. Meninggalkan larangan haji
12
Yakni menjauhkan diri dari segala larangan (muharramat) dalam
pelaksanaan ibadah haji. Mengenai larangan-larangan haji akan dibahas dalam
bab selanjutknya berikut ini.
D. Larangan dan Sunnah Haji
Arti: Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. Jika kamu
terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban
12
Ma’rifat Iman, dkk., Ibadah-Akhlak untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: UHAMKA Press, 2011, h.
218.
13
yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban
sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada
gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah,
yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa)
aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam
bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia
tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga
hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali.
Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah)
bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram
(orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah
dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.
14
Adapun beberapa kesunatan dalam ibadah haji adalah sebagai berikut:13
1. Melakukan haji ifrad yaitu melakukan haji saja tanpa disertai/dibarengi dengan
umrah. Hal ini sebagaimana diterangkan pada bab selanjutnya.
2. Membaca do’a talbiyah (bagi laki-laki dengan suara yang keras, bagi
perempuan sekedar didengar oleh dirinyya sendiri) selama dalam ihram sampai
melontar jumrah al-‘aqabah pada hari raya haji. Bacaannya sebagai berikut :
“Ya Allah, akumemenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu, ya Allah akau
memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji bagi-Mu dan nikmat
adalah dari-Mu. Engkaulah yang menguasai segala sesuatu, tiada sekutu
bagi-Mu.”
3. Berdo’a setelah membaca talbiyah, yakni dengan meminta keridhaan Allah,
supaya diberikan surge, dan meminta perlindungan kepada-Nya dari siksa api
neraka.
4. Membaca dzikir sewaktu thawaf (sewaktu diantara Rukun Yamani dan Hajar
Aswad). Sebagaimana ynag diajarkan oleh RAsulullah SAW. Yaitu membaca
do’a sapujagat: “Ya Allah, berilah kebaikan kepada kami di dunia dan
kebaikan di akhirat, serta peliharalah kami dari siksa api neraka”.
5. Shalat dua raka’at sesudah thawaf.
6. Memasuki Ka’bah, sebagaimana sabda RAsulullah SAW. yang diriwayatkan
oleh Ibnu ‘Abbas bahwasannya Nabi Muhammad SAW telah bersabda:
“Barang siapa yang masuk ke Baitullah (Ka’bah), ia telah masuk ke dalam
kebaikan, serta ia keluar mendapat ampunan.” (HR. al-Baihaqiy).
E. Cara Pelaksanaan Ibadah Haji
13
Ma’rifat Iman, dkk., Ibadah-Akhlak untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: UHAMKA Press, 2011, h.
221.
14
Ma’rifat Iman, dkk., Ibadah-Akhlak untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: UHAMKA Press, 2011, h.
222.
15
dam/denda, hanya saja melaksanakannya membutuhkan waktu dan tenaga
ekstra, karena harus menyelesaikan haji terlebih dahulu, baru kemudian
melakukan ibadah umrah.
2. Haji Qiran ialah mengerjakan ibadah haji dan umrah secara berbarengan
(serentak). Cara ini dikenakan dam/denda dengan menyembelih seekor
kambing yang sah untuk qurban, atau berpuasa sepuluh hari (tiga hari sewaktu
masih melakukan ihram sampai hari raya, tujuh hari dilakukan setelah sampai
negeri masing-masing.
3. Haji Tamattu yaitu mendahulukan melakukan ibadah umrah daripada ibadah
haji(diwaktu musim haji). Cara pelaksanaan ibadah haji inipun dikenakan
denda. Sebagaimana Firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 196.
F. Hikmah Ibadah Haji
1. Aspek Historis-Geografis
Ditinjau dari segi ini, ibadah haji mengandung pelajaran untuk menghargai
jasa-jasa para pendahulu, yaitu para Nabi terdahulu. Bahwa diutusnya Rasulullah
SAW dan salah satu syariatnya adalah ibadah haji menunjukkan penghargaan dan
pelanjut keberlangsungan ajaran dan jasa-jasa perjuangan Nabi Ibrahim serta Siti
Hajar sebagai kakek dan nenek moyangnya, yang telah mendirikan rumah ibadah
pertama di muka bumi ini bagi manusia. Perjuangan berat ketiga pendahulunya itu
dilestarikan bukan dalam bentuk prasasti atau peninggalan-peninggalan berbentuk
fisik, namun dengan menapaktilasi perjalanan para pendahulunya, yaitu
diwujudkan dengan perilaku perbuatan ibadah, sehingga orang yang menunaikan
ibadah haji dapat merasakan langsung perjuangan berat dalam menunaikan ibadah
haji yang pelaksanaannya disamakan dengan jihad fi sabilillah.
16
sahabat dalam menegakkan agama Allah, menaklukkan medan yang berat, yang
terdiri dari luasnya padang pasir yang kering dan tandus. Dengan demikian, akan
dapat memotivasi setiap bentuk amaliah ibadah seberat apa pun, hendaknya
dilakukan dengan tabah dan penuh kesabaran, serta selalu penuh harap mendapat
pertolongan Allah.
2. Aspek Sosiologis
Ibadah haji diperuntukkan bagi seluruh umat Islam sedunia dari berbagai
kultur dan RAS. Sehingga akan dapat dirasakan keragaman budaya umat Islam
yang diikat dalam satu kesatuan aqidah Islam. Akan terlihat pula betapa islam
mengajarkan egalitarianisme, persamaan derajat dan HAM. Maka wajar jika
Ka’bah dilambangi sebagai pemersatu dunia. Banyak orang juga menyebutkan
bahwa pelaksanaan ibadah haji merupakan kongres dunia.
Dengan demikian, orang yang telah berhaji adalah orang yang telah
memiliki pengalaman tingkat dunia, telah memiliki wawasan yang luas, karena
telah melihat berbagai macam corak kebudayaan dunia luar. Maka wajar pula jika
para Haji setelah pulang ke negerinya masing-masing menjadi orang yang
dihormati dan mendapat tempat yang tinggi dalam masyarakat namun tetap
menjadi orang yang tawadhu, karena menghayati pakaian yang dikenakan
sewaktu haji adalah warna pakaian yang akan dikenakan ketika berakhir
hidupnya.
3. Aspek Pedagogis
17
melakukan introspeksi dan evaluasi diri, sehingga dirinya tidak merasa sebagai
orang terbaik, karena ternyata kebaikan yang ada pada dirinya juga didapatkan
pada orang lain itu lebih baik dari dirinya.
Oleh karenanya, dengan ibadah haji akan memunculkan suatu sifat utama
dengan selalu menghargai orang lain dan mencintainya, sebagaimana menghargai
dan mencintai dirinya sendiri. Pada dirinya akan tertanam suatu sifat yang akan
memunculkan sikap saling harga-menghargai, yang pada akhirnya akan tercipta
suasana penuh kedamaian dalam kebersamaan. Ibadah haji yang dilaksanakan
dengan penuh ikhlas karena Allah akan memberikan makna penyucian diri secara
maksimal, yang dapat diibaratkan seperti bayi yang baru dilahirkan.
4. Aspek Ekonomis
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
19
DAFTAR PUSTAKA
20