Anda di halaman 1dari 23

IBADAH/AKHLAK

HAJI

Disusun oleh:
Kelompok 7
1. Luffy Ardiansyah (1801105047)
2. Rohmah Nurjanah (1801105056)
3. Khulyatin Dyah Saputri (1801105122)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang ”Haji”
dengan sebaik-baiknya guna menyelesaikan tugas mata kuliah Ibadah/Akhlak.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak karena tanpa bantuan
dari berbagai pihak, kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk
itu dengan senang hati kami menerima kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk kami. Semoga makalah ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi penulis juga
bagi para pembaca.

Jakarta, 8 Desember 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...............................................................................................2
D. Manfaat penulisan.............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Definisi dan Hukumnya..........................................................................................3
B. Latar Belakang Sejarah...........................................................................................5
C. Rukun dan Wajib Haji.............................................................................................8
D. Larangan dan Sunnah Haji....................................................................................12
E. Cara Pelaksanaan Ibadah Haji..............................................................................15
F. Hikmah Ibadah Haji...............................................................................................15
BAB III PENUTUP................................................................................................18
A. Kesimpulan.....................................................................................................18
B. Saran...............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia diciptakan Allah agar beribadah. Hal tersebut sesuai dengan QS.
Al-Dzariyat (51): 56.

Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku” (QS. Al-Dzariyat (51): 56).

Salah satu ibadah yang diwajibkan oleh Allah SWT adalah ibadah haji.
Menunaikan ibadah haji juga merupakan rukun islam yang ke-5. Ibadah haji
diwajibkan bagi umat muslim yang mampu. Apabila orang yang mampu namun
tidak melaksanakan haji, maka ia akan berdosa.

Dalam melakukan ibadah haji, terdapat syarat-syarat dan tata cara


pelaksanaan ibadah haji yang harus dilakukan dengan benar agar ibadah haji yang
dijalankan diterima oleh Allah SWT. Ibadah haji yang diterima oleh Allah SWT
akan mendapat balasan surga nantinya maka dari itu ibadah haji harus dilakukan
sesuai aturan yang ditetapkan oleh Allah.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut:

1. Apa definisi haji secara etimologis dan terminologis?


2. Apa hukum haji bagi umat muslim?
3. Bagaimana latar belakang sejarah ibadah haji?

1
4. Apa saja rukun dan wajib haji?
5. Apa saja larangan dan sunnah haji?
6. Bagaimana cara pelaksanaan ibadah haji?
7. Apa hikmah melaksanakan ibadah haji bagi umat muslim?
C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini sebagai
berikut:

1. Mengetahui definisi haji secara etimologis dan terminologis


2. Mengetahui hukum haji bagi umat muslim
3. Mengetahui latar belakang sejarah ibadah haji
4. Mengetahui rukun dan wajib haji
5. Mengetahui larangan dan sunnah haji
6. Mengetahui cara pelaksanaan ibadah haji yang benar
7. Mengetahui hikmah ibadah haji bagi yang menjalankan
D. Manfaat penulisan

Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini yaitu:

1. Bagi Mahasiswa
Makalah ini dapat digunakan sebagai bahan referensi tentang definisi dan
hukum haji, rukun dan wajib haji, larangan dan sunnah haji, cara pelaksanaan
ibadah haji, serta hikmah ibadah haji.
2. Bagi Masyarakat Umum
Makalah ini dapat digunakan sebagai bacaan yang bermanfaat untuk
memperluas pegetahuan tentang ibadah haji.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi dan Hukumnya

Secara etimologis lafazh “al-hajj” difathahkan, bisa juga dibaca dengan


“al-hijj” memiliki kesamaan arti dengan qashdu yaitu berarti sengaja bermaksud
menuju sesuatu, yaitu menuju rumah Allah.1 Ibadah haji telah disepakati oleh
seluruh umat islam sebagai salah satu rukun Islam yang lima. Menurut Jumhur
Ulama, pertama kali diwajibkan pada tahun 6 Hijriah, namun Ibnu Qayyim al-
Jauziyyah dalam kitabnya “al-Huda” berpendapat ibadah haji diwajibkan pada
tahun ke-9 atau ke-10 Hijriah. Mana yang benar, hal ini masih diperselisihkan di
kalangan para ulama.

Ka’bah adalah rumah pertama yang didirikan untuk manusia beribadah


kepada Allah Yang Maha Esa. Allah memerintahkan Nabi Ibrahim As. untuk
mendirikan ka’bah dengan dibantu oleh puteranya Ismail. Ka’bah dipelihara
kesuciannya dan dilarang menjadikan ka’bah sebagai tempat membuat keonaran
serta Allah memberikan syi’at-syi’at agung di dalamnya seperti maqam tempat
Ibrahim shalat dan sumur Zamzam yang tidak pernah kering.2

Secara terminologis haji berarti bermaksud dengan sengaja mengunjungi


Baitullah (Ka’bah) menurut syarat-syarat dan rukun-rukun yang tertentu, karena
memenuhi panggilan Allah semata.3 Ayat yang menunjukkan kewajibannya
adalah QS. Ali Imran: 96-97.

1
Ma’rifat Iman, dkk., Ibadah-Akhlak untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: UHAMKA Press, 2011, h.
205. Lihat juga Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1983, Juz III-IV, h.19. Lihat juga
Majelis Tarjih PP. Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih, Jakarta: 1996. Lihat juga Hasbi al-
Shiddieqy, Kuliah Ibadah, Jakarta: Bulan Bintang, 1968, cet. IV, h. 67.
2
Ma’rifat Iman, dkk., Ibadah-Akhlak untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: UHAMKA Press, 2011, h.
206.
3
Ibid.

3
Artinya: “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat
beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan
menjadi petunjuk bagi semua manusia.”(96). ”Padanya terdapat tanda-tanda yang
nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu)
menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,
yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.
Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya
(tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”(97).

Di samping itu Rasulullah SAW bersabda:

Artinya: “Islam didirikan atas lima perkara yaitu bersaksi bahwa tiada
sesembahan yang berhak disembah secara benar kecuali Allah dan Muhammad
adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke
baitullah dan berpuasa pada bulan ramadhan.” (HR Bukhari dan Muslim)

4
Dengan demikian, hukum melaksanakan ibadah haji adalah wajib, dan
dianggap murtad bagi siapa yang mengingkarinya.4 Haji hanyalah diwajibkan
sekali dalam seumur hidup manusia, sebagaimana dijumpai dalam hadits
Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari Abu Hurairah: “Rasulullah SAW
berkhotbah kepada kami. Beliau bersabda: “Wahai manusia! Allah telah
memfardhukan haji bagi kamu, maka laksanakanlah! Kemudian seseorang
bertanya: “Apakah haji itu dikerjakan setiap tahun ya Rasulullah?” Rasulullah
SAW kemudian diam, sampai laki-laki itu mengulang pertanyaan itu tiga kali.
Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Kalau saya katakana benar, pasti akan
wajib setiap tahun, tetapi kalian tidak akan mampu” (HR. Ahmad bin Hanbal,
Muslim dan al-Nasdi).

Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda: “Ikutilah amalan haji dengan
umrah karena kedua amalan itu meniadakan sifat kikir dan dosa sebagaimana ahli
logam membuat karat dari besi, perak dan emas. Tiada lain pahala yang diterima
haji yang mabrur kecuali surga” (HR. al-Tirmidzy, al-Nasai, dan Ibnu Majah dari
Ibnu Mas’ud).

Dari hadits tersebut, maka dalam setiap pembahasan haji seringkali


disinggung pula tentang umrah, yang secara etimologis bermakna “ziarah”. 5 Ada
kemiripan di antara kedua ibadah tersebut, yakni dalam praktek kedua-duanya
sama-sama mengunjungi Baitullah, sehingga ibadah umrah mendapat julukan
“haji kecil”. Namun, secara signifikan terdapat perbedaan mendasar antara ibadah
haji dengan umrah. Ibadah haji dilakukan pada waktu-waktu tertentu, yaitu di
bulan-bulan haji. Bulan-bulan haji itu waktunya sejak awal bulan Syawwal
sampai dengan terbitnya matahari pad tanggal 10 Dzulhijjah. Sedangkan umrah
boleh dilakukan di bulan-bulan haji, yaitu dilakukan secara berbarengan dengan
ibadah haji, atau dapat pula dilakukan di luar bulan haji (kapan saja).
Perbedaannya lagi adalah bahwa dalam ibadah haji diwajibkan melakukan wuquf

4
Ma’rifat Iman, dkk., Ibadah-Akhlak untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: UHAMKA Press, 2011, h.
207.
5
Ma’rifat Iman, dkk., Ibadah-Akhlak untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: UHAMKA Press, 2011, h.
208.

5
di ‘Arafah, sedangkan ibadah umrah tidak perlu melakukannya. Selain itu, setiap
melakukan ibadah haji selalu diiringi dengan melakukan ibadah umrah, sedangkan
tidak setiap umrah dapat melakukan ibadah haji sekaligus.
B. Latar Belakang Sejarah

Pelaksanaan ibadah haji ditetapkan sepenuhnya oleh Rasulullah SAW .


berdasarkan petunjuk Allah SWT. Praktek pengalamannya pada prinsipnya
menapaktilasi perjalanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail As. Setelah Nabi Ibrahim
As. membangun Baitullah, mengajak umat manusia melakukan haji ke Baitullah,
menyuruh anak-cucunya bertempat tinggal di sekitarnya. Sejak itulah orang-orang
Arab melakukan haji ke Baitullah, dan hal itu dilakukan terus-menerus dengan
prinsip beribadah hanya mengharap ridha Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan
sesuatu apapun.6 Sebagaimana ayat berikut:

“Dan ingatlah, ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah


bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami
(amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui.”

Demikian juga firman Allah dalam QS. Al-Hajj: 26-27 sebagai berikut:

“Dan (ingatlah), ketika kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat


Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun
6
Ma’rifat Iman, dkk., Ibadah-Akhlak untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: UHAMKA Press, 2011, h.
209.

6
dengan Aku dan sucikanlah rumahKu Ini bagi orang-orang yang thawaf, dan
orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku’ dan sujud.”(26). “Dan
berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang
kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang
dari segenap penjuru yang jauh.”(27)

Setelah beberapa abad kemudian, mereka melakukan perubahan tentang


tata cara beribadah haji sebagimana yang dilakukan pada masa Nabi Ibrahim As.
Dengan perubahan itu, mereka mempersekutukan Allah dengan berhala-berhala,
mengangkat berhala di atas Baitullah, dan meletakkan di sekelilingnya. Mereka
meminta pertolongan kepada berhala dan menjadikannya sebagai pemberi syafa’at
selain Allah. Mereka menyembelih hewan qurban untuk berhala dan menyebut
nama-nama berhala ketika menyembelih. Mereka melakukan thawaf dengan
telanjang dan sebagian mereka tidak melakukan wuquf di Arafah bersama yang
lain, karena mereka merasa derajatnya di atas derajat manusia yang lain, sebab
mereka mempunyai kewenangan mengurus Baitullah.7

Mengenai pernyataan di atas, Hamka menjelaskannya dengan lebih detail,


yaitu bahwa sebelum negeri Makkah ditaklukkan oleh Rasulullah dan kaum
Muslimin pada tahun ke-8 hijriah, maka pada tahun ke-7 hijriah sudah berlaku
juga umratul qadha, pengganti umrah yang tidak jadi pada tahun ke-6 hijriah,
padahal di Makkah masih ada berhala, di Ka’bah masih terdapat 360 berhala.8

Bahkan di bukit Shafa, masih terdapat berhala Lata sehingga menghalangi


orang Islam yang datang untuk melakukan ritual Sa’i (berjalan cepat antara Shafa
dan Marwah). Maka ada sahabat Rasulullah yang ragu-ragu tentang Sa’i di antara
Shafa dan Marwah itu karena melihat masih ada berhala lata yang berdiri di sana.
Lalu datanglah ayat bahwa Sa’i di antara Shafa dan Marwah itu tidak ada
halangan diteruskan sebab kita melakukan Sa’i itu adalah semata-mata ibadat

7
Ma’rifat Iman, dkk., Ibadah-Akhlak untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: UHAMKA Press, 2011, h.
210.
8
Ibid.

7
karena Allah. Dan Shafa dan Marwah adalah satu syiar antara berbagai syiar Allah
dan kita, tidak ada sangkut-paut dengan berhala itu.9

Karena terdapat berbagai perubahan itulah maka diutuslah Nabi


Muhammad SAW. yang dengan tegas mengatakan bahwasannya kedatangannya
adalah hendak membangkitkan kembali ajaran asli Nabi Ibrahim, ajaran Hanif dan
Muslim. Lurus menuju Allah dan berserah diri kepadaNya. Maka kedatangan
Nabi Muhammad adalah memperkuat kembali ajaran Nabi Ibrahim itu,
menghidupkan kembali sendi pokok ajaran beliau. Oleh sebab itu Ka’bah
bukanlah semata-mata sebuah rumah kuno yang antik dan menjadi sekedar tujuan
wisata ruhani bagi wisatawan, sebagaimana Persaiapolis, reruntuhankota Athena,
Babilonia dan lain-lain. Akan tetapi ia adalah rumah ibadah tauhid pertama yang
didirikan di dunia ini, supaya terus hidup sebagai pusat tempat beribadah umat
Islam sedunia. Oleh sebab itu Nabi Muhammad meneruskan perintah Allah atas
Nabi Ibrahim, agar semua manusia datang ke tempat itu.
C. Rukun dan Wajib Haji

Ada sesuatu yang unik dalam pelaksanaan ibadah haji dibanding dengan
ibadah-ibadah yang lainnya. Dimana rukun dan wajib biasanya menyatu, tidak
dibedakan antara yang satu dengan yang lain. Namun, dalam ibadah haji terdapat
perbedaan yang prinsipil antara rukun haji dan wajib haji.

Rukun haji adalah suatu perbuatan yang harus dikerjakan yang tidak boleh
digantikan dengan sesuatupun. Sehingga jika tertinggal salah satunya
mengaibatkan tidak sah hajinya. Sedangkan wajib haji ialah sesuatu yang harus
dikerjakan namun bila tertinggal salah satunya karena sesuatu hal, boleh diganti
dengan membayar dan (denda yang haarus dibayarkan/ditunaikan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan).

Rukun haji ada enam, yaitu:10


9
Ibid. h. 211.
10
Ma’rifat Iman, dkk., Ibadah-Akhlak untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: UHAMKA Press, 2011, h.
212.

8
1. Ihram
Ihram ialah berniat mulai mengerjakan haji atau umrah, dengan memakai
pakaian ihram (warna putih). Pakaian ihram laki-laki tidak berjahit, namun
bagi wanita boleh berjahit.
2. Wuquf di Arafah
Wuquf adalah berhenti (hadir) di padang Arafah pada waktu yang
ditentukan, yaitu mulai dari tergelincir matahari (waktu zhuhur) tanggal 9
Dzulhijjah sampai terbit fajar tanggal 10 Dzulhijjah. Artinya, orang yang
sedang mengerjakan haji itu wajib berada di padang Arafah pada waktu
tersebut. Dalam sebuah sabda Rasulullah SAW. Diterangkan :
“Dari ‘Abd al-Rahman bin Ya’mur, bahwasannya orang-orang Nejd telah
datang kepada Rasulullah SAW. Sewaktu beliau sedang wukuf di Arafah.
Mereka bertanya kepada beliau kemudian menyuruh orang supaya
mengumumkan: “Haji itu Arafah.” Artinya, yang terpenting urusan haji ialah
hadir di Arafah. Barang siapa yang dating pada malam sepuluh sebelum terbit
fajar, sesungguhnya ia telah mendapat waktu yang sah.” (HR. lima Ahli
Hadits).
Berdasarkan hadits tersebut, suatu hal yang mesti diketahui oleh setiap
jama’ah haji, bahwasannya kehadiran di padang Arafah pada waktu-waktu
yang telah ditentukan itu penting, karean inti haji adalah Arafah. Dan wukuf
nilah yang menjadi pokok perbedaan haji dengan umrah, bahwa dalam
pelaksanaan ibadah umrah tidak diharuskan melakukan wuquf di Arafah.
3. Thawaf
Thawaf ialah mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali. Thawaf rukun/thawaf
yang merupakan rukun haji ini dinamakan Thawaf Ifadah.
Cara melakukan thawaf ialah : Pertama, harus suci dari hadats dan najis.
Kedua, menutup aurat. Ketiga, Ka’bah berada di sebelah kiri orang yang
thawaf. Keempat, memulai thawaf dari Hajar al-Aswad (batu hitam) yang ada
di salah satu sudutu Ka’bah yang dinamakan rukun Yamani, dengan cara
menyapunya (kafau dapat, bahkan boleh mrnciumnya, namun kalau tidak dapat
cukup melambaikan tangan sewaktu berada di arah Hajar al-Aswad tersebut).
Kelima, thawaf itu dilakukan tujuh kali (dari Hajar al-Aswad ke Hajar al-

9
Aswad terhitung tujuh kali). Keenam, melakukan thawaf hendaknya berda di
dalam Masjid al-Haram.Sewaktu tahwaf membaca : “Mahasuci Allah, segala
puji bagi-Nya, tiada Tuhan melainkan Allah, Allah Maha Besar, tiada daya
dan kekuatan kecuali dari Allah.”
4. Sa’i
Sa’i ialah berlari-lari kecil di antara bukit Shafa dan bukit Marwah sebanyak
tujuh kali, dimulai dari Shafa dan diakhiri di Marwah. Dimana pada saat ini,
jarak diantara dua bukit itutelah dibuatkan penghubung berupa atap dan
berlantai marmer, sehingga orang-orang yang melakukan Sa’i tidak lagi merasa
kepanasan oleh teriknya matahari.
5. Tahallul
Tahallul ialah penghalalan atas beberapa larangan dalam ibadah haji dengan
cara menggunting rambut minimal tiga helai. Tahallul ada dua macam :
Tahallul pertama, adalah penghalalan atas beberapa larangan haji seperti
dibolehkannya melepas pakaian ihram, menggunting kuku, memakai wangi-
wangian, menutup kepala. Setelah tahallul pertama, pelaksanaan rukun haji
telah selesai, namun wajib hajinya belum selesai. Tahallul kedua, adalah
penghalalan atas keseluruhan larangan dalm ibadah haji, seperti melakukan
akad nikah.
6. Tertib
Yaitu menertibkan urutan pelaksanaan rukun, yang dahulu didahulukan, yang
kemudian dikemudiankan, seperti melakukan thawaf lebih didahulukan
darpada melakukan sa’i, dan seterusnya.

Adapun wajib haji ada tujuh, yakni:11

1. Ihram dari miqat


Miqat ada dua macam , yaitu miqat zamani dan miqat makani. Miqat
zamani, ialah waktu berniat haji, yakni sejak awal bulan Syawwal sampai terbit
fajar tanggal 10 Dzulhijjah. Miqat makani, ia;ah tempat-tempat yang telah

11
Ma’rifat Iman, dkk., Ibadah-Akhlak untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: UHAMKA Press, 2011, h.
214.

10
ditentukan untuk melakkukan ihram, seperti : Yalamlam, Dzulhulaifah, juhfah,
Qarn al-Manhazil, Dzatu ‘Irqin, Birr ‘Ali, Jeddah, dll.
Secara terperinci, Sulaiman Rasyid menerankan mengenai miqat makani ini
sebagai berikut :
a. Mekah, ialah miqat bagi orang yang tinggal di Mekah. Maka penduduk
Mekah yang hendak berhaji, hendaklah mereka berihram dari rumah
masing-masing.
b. Dzulhulaifah, ialah miqat bagi orang yang dating dari arah Madinah dan
negeri-negeri yang sejajar dengan Madinah.
c. Juhfah, ialah miqat bagi orang yang datang dari arah Siria, Mesir, Maghribi,
dan negeri-negeri yang sejajar dengannya. Juhfah itu sendiri merupakan
kampung diantara Mekah dan Madinah yang kini telah lenyap.oleh karena
itu miqat ditentukan di kampung yang dekat dengannya yaitu kampung
Rabig.
d. Yalamlam, ialah suatu bukit, mqat bagi orang yang datang dari arah Yaman,
India, Indonesia, dan negeri-negeri yang sejajar dengannya.
e. Qarnul Manzil, ialah miqat bagi yang datang dari arah Najd serta negeri-
negeri yang sejajar dengannya.
f. Dzatu ‘Irqin, ialah miqat bagi orang yang datang dari arah Iraq dan negeri-
negeri ygan sejajar dengannya.
g. Bagi orang yang tinggal di daerah Mekah dan miqat-miqat tersebut diatas,
maka miqat mereka adalah daerah mereka masing-masing.
2. Bermalam di Muzdalifah
Yang dimaksud dengan bermalam di Muzdalifah ( mabit di Muzdalifah )
adalah setelah melakukan wuquf di Arafah, para jama’ah melakukan perjalanan
menuju Muzdalifah, jangan melanjutkan perjalanan (karena yang melanjutkan
perjalanan dikenakan dam/denda). Yang dilakukan di Muzdalifah di waktu
malam itu ialah mencari/mengambil batu-batu kerikil dengan menggunakan
lentera atau lampu senter untuk melontar jumrah di Mina keesokan harinya.
3. Melontar Jumrah al-‘Aqabah
Melontar Jumrah ialah melempar suatu batu yang dinamai Jumrah
al-‘Aqabah. Penentuan miqat ini ditetapkan oleh Rasulullah SAW. Namun

11
karenasituasi dan kondisi dan demi kenyamanan jama’ah haji, maka ketentuan
berikutnya ditetapkan oleh Pemerintah Arab Saudi, dan sewaktu-waktu dapat
berubah sesuai situasi dan kondisi.
Jumrah ada tiga, berbentuk tiga buah tugu sebagai perlambang syaitan
(yang dulu menggoda Nabi Ibrahim, Ismail, dan Siti Hajar). yaitu sewaktu
Ibrahim mau menyembelih Ismail atas perintah Allah. Ketiganya digona oleh
syaitan agar tidak melakukannya, namun ketiga orang tersebut tidak tergoda
dan kemudian masing-masing melempari syaitan dengan batu sebanyak tujuh
lontaran batu kerikil. Pelontaran terhadap Jumrah al-‘Aqabah ini
dilakukanpada tanggal 10 Dzulhijjah yakni di Hari Raya (Hari Raya Idul
Adha).
4. Melontar Tiga Jumrah
Ketiga Jumrah dilontar masing-masing dengan tujuh buah batu kerikil,
yang dilakukan pada hari Tasyriq, yakni tanggal 11, 122, dan 13 Dzulhijjah.
Pelontaran terhadap ketiga jumlah itu hendaknya berurutan, mulai Jumrah al-
Ula, kemudian Jumrah al-Wustha, dan terakhir Jumrah al-Aqabah.
5. Bermalam di Mina
Yakni menginap di Mina selama tiga hari, yaitu di hari-hari tasyriq, tempat
dimana terletak ketiga jumrah. Jarak Mina dengan Mekkah sekitar 5 km. dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah Ummul Mukminin, Ia berkata :
“Rasulullah SAW. Telah tinggal di Mina selama hari tasyriq, beliau melontar
jumrah apabila matahari telah cenderung ke sebelah Barat, tiap-tiap jumrah
dilontarkan dengan tujuh batu kerikil.” (HR Ahmad dan Abu Dawud).
6. Thawaf Wada’
Yakni mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali, sebagaimana cara
melakukan Thawaf Ifadah. Thawaf Wada’ ini adalah thawaf perpisahan
sebagai symbol perpisahan melakukan ibadah haji. Setelah itu para jama’ah
haji melakukan tahallul kedua, yang merupakan pembebasan atas seluruh
larangan haji.
7. Meninggalkan larangan haji

12
Yakni menjauhkan diri dari segala larangan (muharramat) dalam
pelaksanaan ibadah haji. Mengenai larangan-larangan haji akan dibahas dalam
bab selanjutknya berikut ini.
D. Larangan dan Sunnah Haji

Beberapa larangan dan konsekuensi denda karena melanggar larangan


adalah sebagai berikut:12
1. Memakai pakaian yang berjahit (bagi kaum pria)
2. Menutup kepala (bagi kaum pria)
3. Menutup muka dan telapak tangan (bagi perempuan)
4. Memakai wangi-wangian setelah ihram (baik laki-laki maupun peermpuan)
5. Menghilangkan rambut atau bulu badan yang lain
6. Memotong kuku

Terhadap pelanggaran atas keenam larangan haji diatas dikenakan denda


masing-masing dengan memilh alternatif diantara tiga hal, yaitu menyembelih
seekor kambing yang sah untuk qurban, atau puasa tiga hari, atau bersedekah tiga
gantang (9,3 liter) makanan kepada enam orang miskin. Hal ini didasarkan atas
firman Allah SWT, dalam QS. Al-Baqarah: 196.

Arti: Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. Jika kamu
terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban
12
Ma’rifat Iman, dkk., Ibadah-Akhlak untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: UHAMKA Press, 2011, h.
218.

13
yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban
sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada
gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah,
yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa)
aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam
bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia
tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga
hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali.
Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah)
bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram
(orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah
dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.

Dalam sebuah hadits diterangkan bahwa suatu ketika seseorang mengadu


kepada Rasulullah bahwa kepalanya sakit sewaktu beribaddha. Kemudian
Rasulullah SAW bersabda: ‘Cukurlah rambutmu itu dan sembelihlah seekor
kambing, kalua tidak puasalah tiga hari, atau bersedekah tiga gantang korma
kepada enam orag miskin.” (HR. Ahmad dan Muslim)

7. Mengadakan akad nikah (nikah, menikahkan, atau menjadi wakildalam aqad


nikah). Bagi orang yang melanggar, maka hajinya tidak sah, dan harus
mengulang tahun depan.
8. Bersetubuh
Orang yang bersetubuh dengan sitrinya berarti melanggar larangan haji. Maka
tidak sah hajinya, dan harus menyembelih seekor kambing (menurut dalil yang
terkuat).
9. Berburu dan membunuh binatang darat yang liar dan halal dimakan. Bagi
pelanggar larangan haji ini wajib menggantikan hewan yang senilai dengan
binatang yangdiburu/dibunuhnya, atau membayar dengan harga yang senilai
dengan binatang yang diburu atau dibunuhnya tersebut kemudian dibelikannya
makanan untuk orang-orang miskin, atau berpuasa sebnyak harga binatang
yang tadi, tiap-tiap seperempat gantang makanan berpuasa setiap hari.

14
Adapun beberapa kesunatan dalam ibadah haji adalah sebagai berikut:13
1. Melakukan haji ifrad yaitu melakukan haji saja tanpa disertai/dibarengi dengan
umrah. Hal ini sebagaimana diterangkan pada bab selanjutnya.
2. Membaca do’a talbiyah (bagi laki-laki dengan suara yang keras, bagi
perempuan sekedar didengar oleh dirinyya sendiri) selama dalam ihram sampai
melontar jumrah al-‘aqabah pada hari raya haji. Bacaannya sebagai berikut :
“Ya Allah, akumemenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu, ya Allah akau
memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji bagi-Mu dan nikmat
adalah dari-Mu. Engkaulah yang menguasai segala sesuatu, tiada sekutu
bagi-Mu.”
3. Berdo’a setelah membaca talbiyah, yakni dengan meminta keridhaan Allah,
supaya diberikan surge, dan meminta perlindungan kepada-Nya dari siksa api
neraka.
4. Membaca dzikir sewaktu thawaf (sewaktu diantara Rukun Yamani dan Hajar
Aswad). Sebagaimana ynag diajarkan oleh RAsulullah SAW. Yaitu membaca
do’a sapujagat: “Ya Allah, berilah kebaikan kepada kami di dunia dan
kebaikan di akhirat, serta peliharalah kami dari siksa api neraka”.
5. Shalat dua raka’at sesudah thawaf.
6. Memasuki Ka’bah, sebagaimana sabda RAsulullah SAW. yang diriwayatkan
oleh Ibnu ‘Abbas bahwasannya Nabi Muhammad SAW telah bersabda:
“Barang siapa yang masuk ke Baitullah (Ka’bah), ia telah masuk ke dalam
kebaikan, serta ia keluar mendapat ampunan.” (HR. al-Baihaqiy).
E. Cara Pelaksanaan Ibadah Haji

Ada tiga macam cara melaksanakan haji, yaitu:14

1. Haji Ifrad yaitu mendahulukan pelaksanaan ibadah haji kemudian mengerjakan


ibadah umrah. Cara pelaksanaan ibadah haji ini lebih baik daripada cara ibadah
haji yang lain. Pelaksanaan cara ini dihukumkan sunnah, dan tidak terkena

13
Ma’rifat Iman, dkk., Ibadah-Akhlak untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: UHAMKA Press, 2011, h.
221.
14
Ma’rifat Iman, dkk., Ibadah-Akhlak untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: UHAMKA Press, 2011, h.
222.

15
dam/denda, hanya saja melaksanakannya membutuhkan waktu dan tenaga
ekstra, karena harus menyelesaikan haji terlebih dahulu, baru kemudian
melakukan ibadah umrah.
2. Haji Qiran ialah mengerjakan ibadah haji dan umrah secara berbarengan
(serentak). Cara ini dikenakan dam/denda dengan menyembelih seekor
kambing yang sah untuk qurban, atau berpuasa sepuluh hari (tiga hari sewaktu
masih melakukan ihram sampai hari raya, tujuh hari dilakukan setelah sampai
negeri masing-masing.
3. Haji Tamattu yaitu mendahulukan melakukan ibadah umrah daripada ibadah
haji(diwaktu musim haji). Cara pelaksanaan ibadah haji inipun dikenakan
denda. Sebagaimana Firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 196.
F. Hikmah Ibadah Haji

Hikmah haji dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu:15

1. Aspek Historis-Geografis

Ditinjau dari segi ini, ibadah haji mengandung pelajaran untuk menghargai
jasa-jasa para pendahulu, yaitu para Nabi terdahulu. Bahwa diutusnya Rasulullah
SAW dan salah satu syariatnya adalah ibadah haji menunjukkan penghargaan dan
pelanjut keberlangsungan ajaran dan jasa-jasa perjuangan Nabi Ibrahim serta Siti
Hajar sebagai kakek dan nenek moyangnya, yang telah mendirikan rumah ibadah
pertama di muka bumi ini bagi manusia. Perjuangan berat ketiga pendahulunya itu
dilestarikan bukan dalam bentuk prasasti atau peninggalan-peninggalan berbentuk
fisik, namun dengan menapaktilasi perjalanan para pendahulunya, yaitu
diwujudkan dengan perilaku perbuatan ibadah, sehingga orang yang menunaikan
ibadah haji dapat merasakan langsung perjuangan berat dalam menunaikan ibadah
haji yang pelaksanaannya disamakan dengan jihad fi sabilillah.

Di samping itu, dalam melaksanakan ibadah haji dapat secara langsung


melihat dan merasakan medan perjuangan Nabi Muhammad SAW dan para
15
Ibid., h. 223.

16
sahabat dalam menegakkan agama Allah, menaklukkan medan yang berat, yang
terdiri dari luasnya padang pasir yang kering dan tandus. Dengan demikian, akan
dapat memotivasi setiap bentuk amaliah ibadah seberat apa pun, hendaknya
dilakukan dengan tabah dan penuh kesabaran, serta selalu penuh harap mendapat
pertolongan Allah.

2. Aspek Sosiologis

Ibadah haji diperuntukkan bagi seluruh umat Islam sedunia dari berbagai
kultur dan RAS. Sehingga akan dapat dirasakan keragaman budaya umat Islam
yang diikat dalam satu kesatuan aqidah Islam. Akan terlihat pula betapa islam
mengajarkan egalitarianisme, persamaan derajat dan HAM. Maka wajar jika
Ka’bah dilambangi sebagai pemersatu dunia. Banyak orang juga menyebutkan
bahwa pelaksanaan ibadah haji merupakan kongres dunia.

Dengan demikian, orang yang telah berhaji adalah orang yang telah
memiliki pengalaman tingkat dunia, telah memiliki wawasan yang luas, karena
telah melihat berbagai macam corak kebudayaan dunia luar. Maka wajar pula jika
para Haji setelah pulang ke negerinya masing-masing menjadi orang yang
dihormati dan mendapat tempat yang tinggi dalam masyarakat namun tetap
menjadi orang yang tawadhu, karena menghayati pakaian yang dikenakan
sewaktu haji adalah warna pakaian yang akan dikenakan ketika berakhir
hidupnya.

3. Aspek Pedagogis

Ibadah haji dapat mendidik manusia untuk meningkatkan amal perbuatan


menjadi lebih baik. Dengan melakukan ibadah haji, manusia dapat mengambil
i’tibar (pelajaran) atas berbagai pengalaman yang ditemuinya untuk selalu

17
melakukan introspeksi dan evaluasi diri, sehingga dirinya tidak merasa sebagai
orang terbaik, karena ternyata kebaikan yang ada pada dirinya juga didapatkan
pada orang lain itu lebih baik dari dirinya.

Oleh karenanya, dengan ibadah haji akan memunculkan suatu sifat utama
dengan selalu menghargai orang lain dan mencintainya, sebagaimana menghargai
dan mencintai dirinya sendiri. Pada dirinya akan tertanam suatu sifat yang akan
memunculkan sikap saling harga-menghargai, yang pada akhirnya akan tercipta
suasana penuh kedamaian dalam kebersamaan. Ibadah haji yang dilaksanakan
dengan penuh ikhlas karena Allah akan memberikan makna penyucian diri secara
maksimal, yang dapat diibaratkan seperti bayi yang baru dilahirkan.

4. Aspek Ekonomis

Ibadah haji merupakan ibadah maliah juga, karena untuk melaksanakannya


dibutuhkan biaya yang cukup besar. Maka secara langsung atau tidak langsung,
jumlah calon haji yang berangkat dapat dijadikan sebagai indikasi kesejahteraan
masyarakat negeri bersangkutan. Disamping itu, dengan pelaksanaan ibadah haji
maka cukup banyak sektor ekonomi masyarakat yang tergerak dinamis sehingga
dapat menambah kesejahteraan ekonomi mereka, mulai dari masyarakat di negeri
sendiri juga kemakmuran masyarakat negeri Mekkah mukarramah.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan makalah tentang ibadah haji, kami dapat


menyimpulkan bahwa:

1. Haji berarti bermaksud dengan sengaja mengunjungi Baitullah (Ka’bah)


menurut syarat-syarat dan rukun-rukun yang tertentu, karena memenuhi
panggilan Allah semata. Hukum melaksanakan ibadah haji adalah wajib, dan
dianggap murtad bagi siapa yang mengingkarinya.
2. Terdapat rukun haji yang menjadi syarat untuk melakukan ibadah haji di
antaranya ihram, wuquf di Arafah, thawaf, sa’i, tahallul, dan tertib. Sedangkan
wajib haji yaitu ihram dari Miqat, bermalam di Muzdalifah, melontar jumrah
al-‘Aqabah, melontar tiga jumrah, bermalam di Mina, thawaf wada’ dan
meninggalkan larangan haji.
3. Terdapat pula larangan yang harus dihindari pada saat melaksanakan ibadah
haji. Lalu, terdapat sunnah haji yang apabila dilakukan akan menambah pahala.
4. Cara pelaksanaan haji terdapat tiga macam, yaitu Haji Ifrad, Haji Qiran, dan
Haji Tamattu.
5. Hikmah ibadah haji bagi umat muslim yang menjalankan yaitu mengandung
pelajaran untuk menghargai jasa-jasa para pendahulu, mendidik manusia untuk
meningkatkan amal perbuatan menjadi lebih baik, dan dapat menambah
kesejahteraan ekonomi.
B. Saran

Dalam surah Ali-Imran ayat 96-97, dijelaskan bahwa hukum melaksanakan


ibadah haji adalah wajib bagi yang mampu. Bagi siapa yang mengingkarinya
maka dia adalah orang yang murtad. Maka dari itu, sebaiknya kita umat muslim
harus melaksanakan ibadah haji jika mampu karena selain hukumnya adalah
wajib, ibadah haji memiliki hikmah yang sangat banyak bagi yang menjalankan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Iman, Ma’rifat dkk. 2011. Ibadah-Akhlak untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:


UHAMKA Press.

20

Anda mungkin juga menyukai