kepanjangan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang bertugas memberikan pelayanan
kepada masyrakat terhadap penanggungan biaya seperti kesehatan. Namun dalam beberapa
kasus, asuransi kesehatan BPJS masih saja belum sepenuhnya memberikan pelayanan yang baik
pada masyarakat dan cenderung membebani peserta BPJS itu sendiri.
Seperti contoh, BPJS kesehatan mewajibkan seluruh rakyat untuk mengikuti layanan tersebut
dan akan memberi sanksi bagi yang tidak mengikutinya. Menurut peraturan BPJS kesehatan,
seluruh perusahaan wajib mendaftarkan karyawannya di BPJS kesehatan per tanggal 1 Januari
2015. Peraturan tersebut sudah disepakati oleh BPJS kesehatan dan APINDO (Asosiasi
Pengusaha Indonesia).
BPJS menargetkan, pada tahun 2019 nanti seluruh rakyat Indonesia sudah mengikuti program
BPJS kesehatan. Namun pelayanan yang diberikan oleh BPJS terkesan tidak efisien dan
memberatkan para pesertanya seperti :
Dampak positif BPJS dapat dilihat dari prosedur yang ada. sehingga mengharuskan sebelum
merujuk ke rumah sakit Anda harus terlebih dahulu melewati pemeriksaan di Fasilitas kesehatan
atau disingkat Faskes. Faskes yang dimaksud adalah dokter umum dan puskesmas. Jadi apabila
penyakit yang Anda derita cukup serius dan mengharuskan ke rumah sakit Anda harus masuk ke
puskemas terlebih dahulu, namun apabila menurut puskesmas penyakit yang Anda derita cukup
ditangani dengan obat seadanya, Anda tidak dapat mengajukan rujukan. Di lain pihak, di asuransi
kesehatan Anda bisa merujuk ke rumah sakit secara langsung dan menemui dokter spesialis yang
khusus menangani penyakit Anda. Dampak positif BPJS ini bisa meningkatkan pendapatan yang
diterima oleh rumah sakit sehingga rumah sakit bisa meningkatkan pelayanan untuk masyarakat
pengguna BPJS, selain itu dampak positif BPJS yang lain adalah dengan prosedur ini juga bisa
menghemat waktu karena hanya pasien yang paling membutuhkan bisa dirawat dirumah sakit
untuk pasien berpenyakit ringan cukup diobati di puskesmas saja.
Selain dampak positif BPJS juga memiliki dampak negatif BPJS, yaitu BPJS hanya membatasi
layanan pada obat-obat yang dianggarkan saja, yang dimaksud adalah tidak semua obat bisa
Anda dapatkan dari BPJS. Apabila Anda sangat membutuhkan obat yang di luar pertanggungan
BPJS Anda harus membelinya sendiri, dan selain itu pelayanan kamar untuk peserta rawat inap
hanya masuk pada kategori kelas 1 saja. Meskipun pelayanan dokter tetap sama pada seluruh
pasien, namun kenyamanan tiap kelas tetap berbeda.
Untuk asuransi kesehatan, kesehatan Anda dijamin entah dari segi obat maupun ruangan rawat
inap. Anda cukup menunjukan kartu asuransi kepada rumah sakit rekanan perusahaan asuransi,
maka biaya akan ditanggung oleh asuransi tanpa khawatir mengenai obat yang tidak bisa
diklaim.
Anda juga perlu mengetahui tentang prosedur yang berlaku untuk menggunakan pelayanan BPJS
kesehatan sebagai berikut :
1. Pasien harus berobat ke fasilitas kesehatan level 1 yaitu puskesmas, atau praktik dokter
perorangan, dan jika penyakit pasien tidak dapat ditangani oleh puskesmas maupun dokter
perorangan maka pasien tersebut akan diberikan rujukan sesuai dengan aturan pada BPJS
kesehatan untuk berobat ke rumah sakit.
2. Pasien membawa surat rujukan dan kartu BPJS kesehatan ke unit rawat jalan rumah sakit yang
dituju untuk di data.
3. lalu pasien akan dibuatkan surat eligibilitas peserta (SEP) oleh petugas sebagi bukti bahwa
pasien layak menerima pelayanan kesehatan rawat jalan di rumah sakit.
Catatan penting : surat rujukan dibutuhkan untuk pertama kali pengobatan ke rumah sakit
(Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan) dan selanjutnya jika masih dianjurkan untuk kontrol atau
berobat ulang tidak dibutuhkan lagi surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama akan
tetapi menggunakan surat keterangan masih dalam perawatan. Jika tidak dianjurkan lagi untuk
kontrol berobat ulang maka akan diberikan surat rujuk balik ke fasilitas kesehatan tingkat
pertama.
Namun jika dalam kondisi darurat surat rujukan tidak diperlukan, pasien bisa langsung ke unit
gawat darurat, dengan catatan kondisi gawat darurat yang sesuai dengan ketentuan BPJS
Kesehatan.
Prosedur bertingkat ini yang sering dianggap sebagai sisi atau dampak negatif BPJS Kesehatan,
karena dianggap terlalu berbelit-belit dan terkesan menyusahkan orang yang ingin berobat, tetapi
kembali lagi setiap kebijakan pasti ada pertimbangannya, dengan diberlakukannya prosedur
bertingkat ini pemerintah berharap hanya pasien yang benar-benar membutuhkan perawatan
yang intensif saja yang dapat menggunakan fasilitas rumah sakit, tidak lucu jika ada pasien yang
hanya sakit ringan dan meminta rawat inap kerumah sakit sedangkan pada saat yang sama ada
pasien kritis yang membutuhkan perawatan secepatnya, bisa jadi pasien kritis ini tidak dapat
ditangani karena fasilitas yang ada malah digunakan oleh pasien dengan penyakit ringan.
Bagaimana menurut Anda setelah mengetahui informasi sisi atau dampak negatif BPJS dan
dampak positif BPJS, apakah prosedur tersebut akan berjalan dengan efektif atau pemerintah
seharusnya mempermudah prosedur rawat jalan.
2. Pasien membawa surat rujukan dan kartu BPJS kesehatan ke unit rawat jalan rumah sakit yang
dituju untuk di data.
3. lalu pasien akan dibuatkan surat eligibilitas peserta (SEP) oleh petugas sebagi bukti bahwa
pasien layak menerima pelayanan kesehatan rawat jalan di rumah sakit.
Catatan penting : surat rujukan dibutuhkan untuk pertama kali pengobatan ke rumah sakit
(Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan) dan selanjutnya jika masih dianjurkan untuk kontrol atau
berobat ulang tidak dibutuhkan lagi surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama akan
tetapi menggunakan surat keterangan masih dalam perawatan. Jika tidak dianjurkan lagi untuk
kontrol berobat ulang maka akan diberikan surat rujuk balik ke fasilitas kesehatan tingkat
pertama.
Namun jika dalam kondisi darurat surat rujukan tidak diperlukan, pasien bisa langsung ke unit
gawat darurat, dengan catatan kondisi gawat darurat yang sesuai dengan ketentuan BPJS
Kesehatan.
Prosedur bertingkat ini yang sering dianggap sebagai sisi atau dampak negatif BPJS Kesehatan,
karena dianggap terlalu berbelit-belit dan terkesan menyusahkan orang yang ingin berobat, tetapi
kembali lagi setiap kebijakan pasti ada pertimbangannya, dengan diberlakukannya prosedur
bertingkat ini pemerintah berharap hanya pasien yang benar-benar membutuhkan perawatan
yang intensif saja yang dapat menggunakan fasilitas rumah sakit, tidak lucu jika ada pasien yang
hanya sakit ringan dan meminta rawat inap kerumah sakit sedangkan pada saat yang sama ada
pasien kritis yang membutuhkan perawatan secepatnya, bisa jadi pasien kritis ini tidak dapat
ditangani karena fasilitas yang ada malah digunakan oleh pasien dengan penyakit ringan.
Bagaimana menurut Anda setelah mengetahui informasi sisi atau dampak negatif BPJS dan
dampak positif BPJS, apakah prosedur tersebut akan berjalan dengan efektif atau pemerintah
seharusnya mempermudah prosedur rawat jalan.
Meski layanan BPJS kesehatanmemiliki dampak negatif BPJS dan dampak positif BPJS ,
namun kesetaraan pelayanan baik dari lapisan masyarakat kaya dan menengah ke bawah tetap
diutamakan. Namun bagi Anda yang mampu secara finansial, lebih baik juga memiliki asuransi
kesehatan sebagai pelengkap BPJS kesehatan. Dengan menggunakan kedua asuransi tersebut
mudah-mudahan Anda bisa terlindungi dari resiko secara optimal.
Saat ini Indonesia tengah menerapkan sistem asuransi baru pengganti askes yang disebut BPJS,
kepanjangan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang bertugas memberikan pelayanan
kepada masyrakat terhadap penanggungan biaya seperti kesehatan. Namun dalam beberapa
kasus, asuransi kesehatan BPJS masih saja belum sepenuhnya memberikan pelayanan yang baik
pada masyarakat dan cenderung membebani peserta BPJS itu sendiri.
Seperti contoh, BPJS kesehatan mewajibkan seluruh rakyat untuk mengikuti layanan tersebut
dan akan memberi sanksi bagi yang tidak mengikutinya. Menurut peraturan BPJS kesehatan,
seluruh perusahaan wajib mendaftarkan karyawannya di BPJS kesehatan per tanggal 1 Januari
2015. Peraturan tersebut sudah disepakati oleh BPJS kesehatan dan APINDO (Asosiasi
Pengusaha Indonesia).
BPJS menargetkan, pada tahun 2019 nanti seluruh rakyat Indonesia sudah mengikuti program
BPJS kesehatan. Namun pelayanan yang diberikan oleh BPJS terkesan tidak efisien dan
memberatkan para pesertanya seperti :
Dampak positif BPJS dapat dilihat dari prosedur yang ada. sehingga mengharuskan sebelum
merujuk ke rumah sakit Anda harus terlebih dahulu melewati pemeriksaan di Fasilitas kesehatan
atau disingkat Faskes. Faskes yang dimaksud adalah dokter umum dan puskesmas. Jadi apabila
penyakit yang Anda derita cukup serius dan mengharuskan ke rumah sakit Anda harus masuk ke
puskemas terlebih dahulu, namun apabila menurut puskesmas penyakit yang Anda derita cukup
ditangani dengan obat seadanya, Anda tidak dapat mengajukan rujukan. Di lain pihak, di asuransi
kesehatan Anda bisa merujuk ke rumah sakit secara langsung dan menemui dokter spesialis yang
khusus menangani penyakit Anda. Dampak positif BPJS ini bisa meningkatkan pendapatan yang
diterima oleh rumah sakit sehingga rumah sakit bisa meningkatkan pelayanan untuk masyarakat
pengguna BPJS, selain itu dampak positif BPJS yang lain adalah dengan prosedur ini juga bisa
menghemat waktu karena hanya pasien yang paling membutuhkan bisa dirawat dirumah sakit
untuk pasien berpenyakit ringan cukup diobati di puskesmas saja.
Selain dampak positif BPJS juga memiliki dampak negatif BPJS, yaitu BPJS hanya membatasi
layanan pada obat-obat yang dianggarkan saja, yang dimaksud adalah tidak semua obat bisa
Anda dapatkan dari BPJS. Apabila Anda sangat membutuhkan obat yang di luar pertanggungan
BPJS Anda harus membelinya sendiri, dan selain itu pelayanan kamar untuk peserta rawat inap
hanya masuk pada kategori kelas 1 saja. Meskipun pelayanan dokter tetap sama pada seluruh
pasien, namun kenyamanan tiap kelas tetap berbeda.
Untuk asuransi kesehatan, kesehatan Anda dijamin entah dari segi obat maupun ruangan rawat
inap. Anda cukup menunjukan kartu asuransi kepada rumah sakit rekanan perusahaan asuransi,
maka biaya akan ditanggung oleh asuransi tanpa khawatir mengenai obat yang tidak bisa
diklaim.
Anda juga perlu mengetahui tentang prosedur yang berlaku untuk menggunakan pelayanan BPJS
kesehatan sebagai berikut :
Prosedur Pelayanan Rawat Jalan BPJS Kesehatan :
1. Pasien harus berobat ke fasilitas kesehatan level 1 yaitu puskesmas, atau praktik dokter
perorangan, dan jika penyakit pasien tidak dapat ditangani oleh puskesmas maupun dokter
perorangan maka pasien tersebut akan diberikan rujukan sesuai dengan aturan pada BPJS
kesehatan untuk berobat ke rumah sakit.
2. Pasien membawa surat rujukan dan kartu BPJS kesehatan ke unit rawat jalan rumah sakit yang
dituju untuk di data.
3. lalu pasien akan dibuatkan surat eligibilitas peserta (SEP) oleh petugas sebagi bukti bahwa
pasien layak menerima pelayanan kesehatan rawat jalan di rumah sakit.
Catatan penting : surat rujukan dibutuhkan untuk pertama kali pengobatan ke rumah sakit
(Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan) dan selanjutnya jika masih dianjurkan untuk kontrol atau
berobat ulang tidak dibutuhkan lagi surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama akan
tetapi menggunakan surat keterangan masih dalam perawatan. Jika tidak dianjurkan lagi untuk
kontrol berobat ulang maka akan diberikan surat rujuk balik ke fasilitas kesehatan tingkat
pertama.
Namun jika dalam kondisi darurat surat rujukan tidak diperlukan, pasien bisa langsung ke unit
gawat darurat, dengan catatan kondisi gawat darurat yang sesuai dengan ketentuan BPJS
Kesehatan.
Prosedur bertingkat ini yang sering dianggap sebagai sisi atau dampak negatif BPJS Kesehatan,
karena dianggap terlalu berbelit-belit dan terkesan menyusahkan orang yang ingin berobat, tetapi
kembali lagi setiap kebijakan pasti ada pertimbangannya, dengan diberlakukannya prosedur
bertingkat ini pemerintah berharap hanya pasien yang benar-benar membutuhkan perawatan
yang intensif saja yang dapat menggunakan fasilitas rumah sakit, tidak lucu jika ada pasien yang
hanya sakit ringan dan meminta rawat inap kerumah sakit sedangkan pada saat yang sama ada
pasien kritis yang membutuhkan perawatan secepatnya, bisa jadi pasien kritis ini tidak dapat
ditangani karena fasilitas yang ada malah digunakan oleh pasien dengan penyakit ringan.
Bagaimana menurut Anda setelah mengetahui informasi sisi atau dampak negatif BPJS dan
dampak positif BPJS, apakah prosedur tersebut akan berjalan dengan efektif atau pemerintah
seharusnya mempermudah prosedur rawat jalan.
1. Pasien harus berobat ke fasilitas kesehatan level 1 yaitu puskesmas, atau praktik dokter
perorangan, dan jika penyakit pasien tidak dapat ditangani oleh puskesmas maupun dokter
perorangan maka pasien tersebut akan diberikan rujukan sesuai dengan aturan pada BPJS
kesehatan untuk berobat ke rumah sakit.
2. Pasien membawa surat rujukan dan kartu BPJS kesehatan ke unit rawat jalan rumah sakit yang
dituju untuk di data.
3. lalu pasien akan dibuatkan surat eligibilitas peserta (SEP) oleh petugas sebagi bukti bahwa
pasien layak menerima pelayanan kesehatan rawat jalan di rumah sakit.
Catatan penting : surat rujukan dibutuhkan untuk pertama kali pengobatan ke rumah sakit
(Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan) dan selanjutnya jika masih dianjurkan untuk kontrol atau
berobat ulang tidak dibutuhkan lagi surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama akan
tetapi menggunakan surat keterangan masih dalam perawatan. Jika tidak dianjurkan lagi untuk
kontrol berobat ulang maka akan diberikan surat rujuk balik ke fasilitas kesehatan tingkat
pertama.
Namun jika dalam kondisi darurat surat rujukan tidak diperlukan, pasien bisa langsung ke unit
gawat darurat, dengan catatan kondisi gawat darurat yang sesuai dengan ketentuan BPJS
Kesehatan.
Prosedur bertingkat ini yang sering dianggap sebagai sisi atau dampak negatif BPJS Kesehatan,
karena dianggap terlalu berbelit-belit dan terkesan menyusahkan orang yang ingin berobat, tetapi
kembali lagi setiap kebijakan pasti ada pertimbangannya, dengan diberlakukannya prosedur
bertingkat ini pemerintah berharap hanya pasien yang benar-benar membutuhkan perawatan
yang intensif saja yang dapat menggunakan fasilitas rumah sakit, tidak lucu jika ada pasien yang
hanya sakit ringan dan meminta rawat inap kerumah sakit sedangkan pada saat yang sama ada
pasien kritis yang membutuhkan perawatan secepatnya, bisa jadi pasien kritis ini tidak dapat
ditangani karena fasilitas yang ada malah digunakan oleh pasien dengan penyakit ringan.
Bagaimana menurut Anda setelah mengetahui informasi sisi atau dampak negatif BPJS dan
dampak positif BPJS, apakah prosedur tersebut akan berjalan dengan efektif atau pemerintah
seharusnya mempermudah prosedur rawat jalan.
Meski layanan BPJS kesehatanmemiliki dampak negatif BPJS dan dampak positif BPJS ,
namun kesetaraan pelayanan baik dari lapisan masyarakat kaya dan menengah ke bawah tetap
diutamakan. Namun bagi Anda yang mampu secara finansial, lebih baik juga memiliki asuransi
kesehatan sebagai pelengkap BPJS kesehatan. Dengan menggunakan kedua asuransi tersebut
mudah-mudahan Anda bisa terlindungi dari resiko secara optimal.
3. lalu pasien akan dibuatkan surat eligibilitas peserta (SEP) oleh petugas sebagi bukti bahwa
pasien layak menerima pelayanan kesehatan rawat jalan di rumah sakit.
Catatan penting : surat rujukan dibutuhkan untuk pertama kali pengobatan ke rumah sakit
(Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan) dan selanjutnya jika masih dianjurkan untuk kontrol atau
berobat ulang tidak dibutuhkan lagi surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama akan
tetapi menggunakan surat keterangan masih dalam perawatan. Jika tidak dianjurkan lagi untuk
kontrol berobat ulang maka akan diberikan surat rujuk balik ke fasilitas kesehatan tingkat
pertama.
Namun jika dalam kondisi darurat surat rujukan tidak diperlukan, pasien bisa langsung ke unit
gawat darurat, dengan catatan kondisi gawat darurat yang sesuai dengan ketentuan BPJS
Kesehatan.
Prosedur bertingkat ini yang sering dianggap sebagai sisi atau dampak negatif BPJS Kesehatan,
karena dianggap terlalu berbelit-belit dan terkesan menyusahkan orang yang ingin berobat, tetapi
kembali lagi setiap kebijakan pasti ada pertimbangannya, dengan diberlakukannya prosedur
bertingkat ini pemerintah berharap hanya pasien yang benar-benar membutuhkan perawatan
yang intensif saja yang dapat menggunakan fasilitas rumah sakit, tidak lucu jika ada pasien yang
hanya sakit ringan dan meminta rawat inap kerumah sakit sedangkan pada saat yang sama ada
pasien kritis yang membutuhkan perawatan secepatnya, bisa jadi pasien kritis ini tidak dapat
ditangani karena fasilitas yang ada malah digunakan oleh pasien dengan penyakit ringan.
Bagaimana menurut Anda setelah mengetahui informasi sisi atau dampak negatif BPJS dan
dampak positif BPJS, apakah prosedur tersebut akan berjalan dengan efektif atau pemerintah
seharusnya mempermudah prosedur rawat jalan.
1. Pasien harus berobat ke fasilitas kesehatan level 1 yaitu puskesmas, atau praktik dokter
perorangan, dan jika penyakit pasien tidak dapat ditangani oleh puskesmas maupun dokter
perorangan maka pasien tersebut akan diberikan rujukan sesuai dengan aturan pada BPJS
kesehatan untuk berobat ke rumah sakit.
2. Pasien membawa surat rujukan dan kartu BPJS kesehatan ke unit rawat jalan rumah sakit yang
dituju untuk di data.
3. lalu pasien akan dibuatkan surat eligibilitas peserta (SEP) oleh petugas sebagi bukti bahwa
pasien layak menerima pelayanan kesehatan rawat jalan di rumah sakit.
Catatan penting : surat rujukan dibutuhkan untuk pertama kali pengobatan ke rumah sakit
(Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan) dan selanjutnya jika masih dianjurkan untuk kontrol atau
berobat ulang tidak dibutuhkan lagi surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama akan
tetapi menggunakan surat keterangan masih dalam perawatan. Jika tidak dianjurkan lagi untuk
kontrol berobat ulang maka akan diberikan surat rujuk balik ke fasilitas kesehatan tingkat
pertama.
Namun jika dalam kondisi darurat surat rujukan tidak diperlukan, pasien bisa langsung ke unit
gawat darurat, dengan catatan kondisi gawat darurat yang sesuai dengan ketentuan BPJS
Kesehatan.
3. lalu pasien akan dibuatkan surat eligibilitas peserta (SEP) oleh petugas sebagi bukti bahwa
pasien layak menerima pelayanan kesehatan rawat jalan di rumah sakit.
Catatan penting : surat rujukan dibutuhkan untuk pertama kali pengobatan ke rumah sakit
(Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan) dan selanjutnya jika masih dianjurkan untuk kontrol atau
berobat ulang tidak dibutuhkan lagi surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama akan
tetapi menggunakan surat keterangan masih dalam perawatan. Jika tidak dianjurkan lagi untuk
kontrol berobat ulang maka akan diberikan surat rujuk balik ke fasilitas kesehatan tingkat
pertama.
Namun jika dalam kondisi darurat surat rujukan tidak diperlukan, pasien bisa langsung ke unit
gawat darurat, dengan catatan kondisi gawat darurat yang sesuai dengan ketentuan BPJS
Kesehatan.
Prosedur bertingkat ini yang sering dianggap sebagai sisi atau dampak negatif BPJS Kesehatan,
karena dianggap terlalu berbelit-belit dan terkesan menyusahkan orang yang ingin berobat, tetapi
kembali lagi setiap kebijakan pasti ada pertimbangannya, dengan diberlakukannya prosedur
bertingkat ini pemerintah berharap hanya pasien yang benar-benar membutuhkan perawatan
yang intensif saja yang dapat menggunakan fasilitas rumah sakit, tidak lucu jika ada pasien yang
hanya sakit ringan dan meminta rawat inap kerumah sakit sedangkan pada saat yang sama ada
pasien kritis yang membutuhkan perawatan secepatnya, bisa jadi pasien kritis ini tidak dapat
ditangani karena fasilitas yang ada malah digunakan oleh pasien dengan penyakit ringan.
Bagaimana menurut Anda setelah mengetahui informasi sisi atau dampak negatif BPJS dan
dampak positif BPJS, apakah prosedur tersebut akan berjalan dengan efektif atau pemerintah
seharusnya mempermudah prosedur rawat jalan.
1. Pasien harus berobat ke fasilitas kesehatan level 1 yaitu puskesmas, atau praktik dokter
perorangan, dan jika penyakit pasien tidak dapat ditangani oleh puskesmas maupun dokter
perorangan maka pasien tersebut akan diberikan rujukan sesuai dengan aturan pada BPJS
kesehatan untuk berobat ke rumah sakit.
2. Pasien membawa surat rujukan dan kartu BPJS kesehatan ke unit rawat jalan rumah sakit yang
dituju untuk di data.
3. lalu pasien akan dibuatkan surat eligibilitas peserta (SEP) oleh petugas sebagi bukti bahwa
pasien layak menerima pelayanan kesehatan rawat jalan di rumah sakit.
Catatan penting : surat rujukan dibutuhkan untuk pertama kali pengobatan ke rumah sakit
(Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan) dan selanjutnya jika masih dianjurkan untuk kontrol atau
berobat ulang tidak dibutuhkan lagi surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama akan
tetapi menggunakan surat keterangan masih dalam perawatan. Jika tidak dianjurkan lagi untuk
kontrol berobat ulang maka akan diberikan surat rujuk balik ke fasilitas kesehatan tingkat
pertama.
Namun jika dalam kondisi darurat surat rujukan tidak diperlukan, pasien bisa langsung ke unit
gawat darurat, dengan catatan kondisi gawat darurat yang sesuai dengan ketentuan BPJS
Kesehatan.
A. Latar Belakang
Reformasi Rumah Sakit menjadi Badan Layanan Umum dilakukan untuk mengikuti langkah
langkah atau aktivitas yang dilakukan oleh sektor swasta, dalam hal efisiensi, keefektifan, serta
produktivitas, untuk meningkatkan daya saing instansi. Instansi harus dikelola secara mandiri dan
terus melakukan inovasi, seperti layaknya institusi bisnis, dalam rangka menunjang proses
penciptaan value added.
Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang pelayanannya
disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Perbandingan antara jumlah
ranjang rumah sakit dengan jumlah penduduk Indonesia masih sangat rendah. Untuk 10 ribu
penduduk cuma tersedia 6 ranjang rumah sakit.
Selama Abad pertengahan, rumah sakit juga melayani banyak fungsi di luar rumah sakit yang kita
kenal di zaman sekarang, misalnya sebagai penampungan orang miskin atau persinggahan
musafir. Istilah hospital (rumah sakit) berasal dari kata Latin, hospes (tuan rumah), yang juga
menjadi akar kata hotel dan hospitality (keramahan). Beberapa pasien bisa hanya datang untuk
diagnosis atau terapi ringan untuk kemudian meminta perawatan jalan, atau bisa pula meminta
rawat inap dalam hitungan hari, minggu, atau bulan. Rumah sakit dibedakan dari institusi
kesehatan lain dari kemampuannya memberikan diagnosa dan perawatan medis secara
menyeluruh kepada pasien. Rumah sakit menurut WHO Expert Committee On Organization Of
Medical Care: is an integral part of social and medical organization, the function of which is to
provide for the population complete health care, both curative and preventive and whose out
patient service reach out to the family and its home environment; the hospital is also a centre for
the training of health workers and for biosocial research
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan dalam menangani atau
memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan kebudayaan yang baik yang berlaku
ditengah masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Kebudayaan Dan Rumah Sakit
a. Konsep Kebudayaan
Konsep budaya telah menjadi arus utama dalam bidang antropologi sejak awal mula dan
memperoleh perhatian dalam perkembangan awal studi perilaku organisasi. Bagaimanapun juga,
baru-baru ini saja konsep budaya timbul ke permukaan sebagai suatu dimensi utama dalam
memahami perilaku organisasi (Hofstede 1986). Schein (1984) mengungkapkan bahwa banyak
karya akhir-akhir ini berpendapat tentang peran kunci budaya organisasi untuk mencapai
keunggulan organisasi. Mengingat keberadaan budaya organisasi mulai diakui arti pentingnya,
maka telaah terhadap konsep ini perlu dilakukan terutama atas berbagai isi yang dikandungnya.
Kata Kebudayaan atau budaya adalah kata yang sering dikaitkan dengan Antropologi. Secara
pasti, Antropologi tidak mempunyai hak eksklusif untuk menggunakan istilah ini. Seniman seperti
penari atau pelukis dll juga memakai istilah ini atau diasosiasikan dengan istilah ini, bahkan
pemerintah juga mempunyai departemen untuk ini. Konsep ini memang sangat sering digunakan
oleh Antropologi dan telah tersebar kemasyarakat luas bahwa Antropologi bekerja atau meneliti
apa yang sering disebut dengan kebudayaan. Seringnya istilah ini digunakan oleh Antropologi
dalam pekerjaan-pekerjaannya bukan berarti para ahli Antropolgi mempunyai pengertian yang
sama tentang istilah tersebut. Seorang Ahli Antropologi yang mencoba mengumpulkan definisi
yang pernah dibuat mengatakan ada sekitar 160 defenisi kebudayaan yang dibuat oleh para ahli
Antropologi. Tetapi dari sekian banyak definisi tersebut ada suatu persetujuan bersama diantara
para ahli Antropologi tentang arti dari istilah tersebut. Salah satu definisi kebudayaan dalam
Antropologi dibuat seorang ahli bernama Ralph Linton yang memberikan defenisi kebudayaan
yang berbeda dengan pengertian kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari:
“Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan tidak hanya mengenai
sebagian tata cara hidup saja yang dianggap lebih tinggi dan lebih diinginkan”.
Jadi, kebudayaan menunjuk pada berbagai aspek kehidupan. Istilah ini meliputi cara-cara
berlaku, kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap, dan juga hasil dari kegiatan manusia yang
khas untuk suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu.
Rumah sakit di Indonesia pada awalnya dibangun oleh dua institusi. Pertama adalah pemerintah
dengan maksud untuk menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum terutama yang
tidak mampu. Kedua adalah institusi keagamaan yang membangun rumah sakit nirlaba untuk
melayani masyarakat miskin dalam rangka penyebaran agamanya. Hal yang menarik akhir-akhir
ini adalah adanya perubahan orientasi pemerintah tentang manajemen rumah sakit dimana kini
rumah sakit pemerintah digalakkan untuk mulai berorientasi ekonomis. Untuk itu, lahirlah konsep
Rumah Sakit Swadana dimana investasi dan gaji pegawai ditanggung pemerintah namun biaya
operasional rumah sakit harus ditutupi dari kegiatan pelayanan kesehatannya (Rijadi 1994).
Dengan demikian, kini rumah sakit mulai memainkan peran ganda, yaitu tetap melakukan
pelayanan publik sekaligus memperoleh penghasilan (laba ?) atas operasionalisasi pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada masyarakat.
Mengingat adanya dinamika internal (perkembangan peran) dan tuntutan eksternal yang semakin
berkembang, rumah sakit dihadapkan pada upaya penyesuaian diri untuk merespons dinamika
eksternal dan integrasi potensi-potensi internal dalam melaksanakan tugas yang semakin
kompleks. Upaya ini harus dilakukan jika organisasi ini hendak mempertahankan kinerjanya
(pelayanan kesehatan kepada masyarakat sekaligus memperoleh dana yang memadai bagi
kelangsungan hidup organisasi). Untuk itu, ia tidak dapat mengabaikan sumber daya manusia
yang dimiliki termasuk perhatian atas kepuasan kerjanya. Pengabaian atasnya dapat berdampak
pada kinerja organisasi juga dapat berdampak serius pada kualitas pelayanan kesehatan. Dalam
konteks tersebut, pemahaman atas budaya pada tingkat organisasi ini merupakan sarana terbaik
bagi penyesuaian diri anggota-anggotanya, bagi orang luar yang terlibat (misalnya pasien dan
keluarganya) dan yang berkepentingan (seperti investor atau instansi pemerintah terkait) maupun
bagi pembentukan dan pengembangan budaya organisasi itu sendiri dalam mengatasi berbagai
masalah yang sedang dan akan dihadapi. Namun sayangnya penelitian atau kajian khusus
tentang persoalan ini belum banyak diketahui, atau mungkin perhatian terhadap hal ini belum
memadai. Mengingat kondisi demikian, maka tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan
berbagai aspek dan karakteristik budaya organisasi rumah sakit sebagai lembaga pelayanan
publik.
Seiring dengan membaiknya tingkat pendidikan, meningkatnya keadaan sosial ekonomi
masyarakat, serta adanya kemudahan dibidang transportasi dan komunikasi, majunya IPTEK
serta derasnya arus sistem informasi mengakibatkan sistem nilai dalam masyarakat berubah.
Masyarakat cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih bermutu termasuk pelayanan
kesehatan.
Pelayanan rumah sakit yang baik bergantung dari kompetensi dan kemampuan para pengelola
rumah sakit. Untuk meningkatkan kemampuan para pengelola rumah sakit tersebut selain melalui
program pendidikan dan pelatihan, juga diperlukan pengaturan dan penegakan disiplin sendiri
dari para pengelola rumah sakit serta adanya yanggung jawab secara moral dan hukum dari
pimpinan rumah sakit untuk menjamin terselenggaranya pelayanan yang baik.
Kepercayaan dan pengobatan berhubungan sangat erat. Institusi yang spesifik untuk pengobatan
pertama kali, ditemukan di India. Rumah sakit Brahmanti pertama kali didirikan di Sri Lanka pada
tahun 431 SM, kemudian Raja Ashoka juga mendirikan 18 rumah sakit di Hindustan pada 230
SM dengan dilengkapi tenaga medis dan perawat yang dibiayai anggaran kerajaan.
Perubahan rumah sakit menjadi lebih sekular di Eropa terjadi pada abad 16 hingga 17. Tetapi
baru pada abad 18 rumah sakit modern pertama dibangun dengan hanya menyediakan
pelayanan dan pembedahan medis. Inggris pertama kali memperkenalkan konsep ini. Guy's
Hospital didirikan di London pada 1724 atas permintaan seorang saudagar kaya Thomas Guy.
Rumah sakit yang dibiayai swasta seperti ini kemudian menjamur di seluruh Inggris Raya. Di
koloni Inggris di Amerika kemudian berdiri Pennsylvania General Hospital di Philadelphia pada
1751. setelah terkumpul sumbangan £2,000. Di Eropa Daratan biasanya rumah sakit dibiayai
dana publik. Namun secara umum pada pertengahan abad 19 hampir seluruh negara di Eropa
dan Amerika Utara telah memiliki keberagaman rumah sakit.
Selain itu dalam perkembangan teknologi dan berbagai bidang yang lainnya tercipta sebuah
istilah yang menandakan sebagai suatu Budaya dalam lingkup kesehatan istilah tersebut ialah
Komite Etik Rumah Sakit (KERS), dapat dikatakan sebagai suatu badan yang secara resmi
dibentuk dengan anggota dari berbagai disiplin perawatan kesehatan dalam rumah sakit yang
bertugas untuk menangani berbagai masalah etik yang timbul dalam rumah sakit. KERS dapat
menjadi sarana efektif dalam mengusahakan saling pengertian antara berbagai pihak yang
terlibat seperti dokter, pasien, keluarga pasien dan masyarakat tentang berbagai masalah etika
hukum kedokteran yang muncul dalam perawatan kesehatan di rumah sakit.
Ada tiga fungsi KERS ini yaitu pendidikan, penyusun kebijakan dan pembahasan kasus. Jadi
salah satu tugas KERS adalah menjalankan fungsi pendidikan etika. Dalam rumah sakit ada
kebutuhan akan kemampuan memahami masalah etika, melakukan diskusi multidisiplin tentang
kasus mediko legal dan dilema etika biomedis dan proses pengambilan keputusan yang terkait
dengan permasalahan ini.
3. Karakteristik Kebudayaan Rumah Sakit (Organisasi)
Pertama, asumsi karyawan tentang keterkaitan lingkungan organisasi yang menunjukkan bahwa
organisasi mereka didominasi dan sangat dipengaruhi oleh beberapa pihak eksternal, yaitu
pemilik saham, Departemen Kesehatan sebagai pembina teknis, dan masyarakat pengguna jasa
kesehatan sebagai konsumen. Peran masyarakat kini begitu dirasakan sejak RS menjadi institusi
yang harus mampu menghidupi dirinya sendiri tanpa mengandalkan subsidi lagi dari PTPN XI.
Pada situasi seperti ini, karyawan menyadari betul fungsi yang harus dimainkan ketika
berhadapan dengan konsumen, yaitu mereka harus memberikan pelayanan terbaik kepada
pasien dan keluarganya, serta para pengunjung lainnya.
Nilai-nilai yang sudah ditanamkan kepada karyawan dalam memberikan pelayanan kepada
konsumennya tadi dapat terungkap dari pandangan mereka bahwa justru konsumenlah orang
terpenting dalam pekerjaan mereka. Pasien adalah raja yang mana semua karyawan bergantung
padanya bukan pasien yang bergantung pada karyawan. Pasien bukanlah pengganggu
pekerjaan karyawan namun merekalah tujuan karyawan bekerja. Karyawan bekerja bukan untuk
menolong pasien, namun keberadaan pasienlah yang menolong karyawan karena pasien
tersebut telah memberikan peluang kepada karyawan untuk memberikan pelayanan. Oleh karena
itu jika terdapat perselisihan antara karyawan dan pasien maka karyawan haruslah mengalah
karena tidak ada yang pernah menang dalam berselisih dengan konsumen. Dengan melihat nilai
yang ditanamkan pada setiap karyawan tersebut maka dapat dijelaskan tentang berlakunya
asumsi fungsi pelayanan di RS.
Kedua, tentang pandangan karyawan mengenai bagaimana sesuatu itu dipandang sebagai fakta
atau tidak (kriteria realitas) dan bagaimana sesuatu itu ditentukan sebagai benar atau tidak
(kriteria kebenaran). Kriteria realitas yang dominant berlaku di RS X adalah realitas sosial yang
berarti bahwa sesuatu itu dapat diterima sebagai fakta bila sesuai dengan kebiasaan yang telah
ada atau opini umum yang berkembang di lingkungan RS X. Sementara itu, karyawan RS X juga
berpandangan dominan bahwa kebenaran lebih ditentukan oleh rasionalitas. Dengan kata lain,
sesuatu itu dapat dipandang sebagai benar bergantung pada rasioanalitas kolektif di lingkungan
RS X dan bila telah ditentukan melalui proses yang dapat diterima dalam saluran organisasi.
Ketiga, tentang pandangan karyawan berkenaan dengan hakikat sifat dasar manusia. Sebagian
besar karyawan rupanya berasumsi bahwa manusia atau teman sekerja mereka itu memiliki sifat
yang pada dasarnya baik, yaitu rajin bekerja, sangat memperhatikan waktu kerja (masuk dan
pulang kerja tepat waktu), siap membantu pekerjaan rekan-rekan lainnya. Namun demikian
mereka juga berpandangan bahwa sifat ini tidak selamanya berlaku konsisten. Akan ada selalu
godaan atau kondisi yang dapat mengubah sifat manusia. Mereka percaya betul bahwa tidak ada
sifat yang kekal, sifat baik dapat saja berubah menjadi buruk, begitu pula sifat buruk bisa berubah
menjadi baik.
Keempat, mengenai asumsi karyawan tentang hakikat aktivitas manusia yang menunjukkan
bahwa aktivitas manusia itu harmoni atau selaras dengan aktivitas organisasi. Tidak hanya
aktivitas manusia saja yang mampu menentukan keberhasilan organisasi. Namun mereka juga
menolak bahwa aktivitas organisasi semata yang menentukan keberhasilan organisasi karena
mereka memandang bahwa aktivitasnya juga memberikan kontribusi atas keberhasilan
organisasi. Pada intinya, mereka memandang bahwa aktivitasnya yang meliputi curahan waktu,
tenaga, dan pikiran harus selaras dengan aktivitas organisasi secara keseluruhan yang berupa
kinerja sumber daya manusia, keuangan, aktiva tetap, infra dan supra struktur organisasi.
Kelima, berkenaan dengan asumsi hakikat hubungan manusia yang hasilnya menunjukkan
bahwa hubungan antar karyawan lebih bersifat kekeluargaan. Kekeluargaan 10 tidak dipahami
sebagai nepotisme atau usaha keluarga, namun kekeluargaan dipahami sebagai hubungan antar
inidividu dalam suatu kelompok kerja sebagai suatu kerja sama kelompok yang lebih berorientasi
pada konsensus dan kesejahteraan kelompok. Dalam suatu kelompok kerja seorang karyawan
terkadang tidak hanya menjalankan tugas hanya pada bidang tugas yang tertera secara formal
karena ia harus siap membantu bidang tugas yang lain yang dapat ditanganinya. Seorang
perawat di unit bedah dengan tugas khusus sterilisasi tidak hanya menangani tugasnya saja. Ia
harus siap membantu karyawan lainnya untuk juga menangani instrumen dan pulih sadar. Semua
pekerjaan itu dilakukan sebagai suatu kerja sama kolektif dalam mencapai efektivitas organisasi.
Hubungan antar karyawan tidak sebatas hubungan kerja, kerapkali mereka jauh lebih terikat
secara pribadi dan saling mengerti tentang karakteristik pribadi lainnya. Suasana guyub terlihat
dalam suasana saling membantu tidak hanya dalam konteks kerja tetapi juga di luar pekerjaan.
B. Dalam buku yang ditulis oleh Richard K Thomas yang berjudul Health Communication
membahas mengenai konsep komunikasi dan bagaimana dasar-dasar untuk memahami
komunikasi tersebut. Banyak aspek yang harus diperhatikan dalam
komunikasi kesehatan, salah satunya adalah aspek sosial budaya. Aspek ini merujuk pada
lingkungan dimana pesan kesehatan akan dikomunikasikan. Hal ini dikarenakan
karakteristik demografik, gaya hidup, dan atribut populasi lainnya memberi kontribusi
bagi pertumbuhan signifikan komunikasi kesehatan. Maka dari itu, para ahli dibidang
kesehatan harus memahami sistem kesehatan dan sistem pemeliharaan kesehatan terlebih
dahulu sebelum menyebarkan informasi mengenai kesehatan agar dapat berjalan secara
efektif.
C. Dalam memahami sistem kesehatan dan sistem pemeliharaan kesehatan itu dapat melalui
konteks sosial budaya dari masyarakat itu sendiri. Hal yang menjadi tolak ukur dalam
sistem kesehatan, yaitu struktur sosial dan juga nilai-nilai budaya dari masyarakat sekitar.
Bentuk maupun fungsi sistem kesehatan menjadi cerminan dari bentuk dan fungus
masyarakat yang ada disekitar. Sebagai contoh, ketika seseorang akan membuat
kampanye mengenai bahaya mengkonsumsi kopi terlalu banyak bagi kesehatan, maka
pembuat kampanye harus melihat dan mempelajari terlebih dahulu mengenai apa yang
membuat masyarakat harus meminum kopi. Bisa jadi kebiasaan masyarakat berkerja
hingga larut malam menjadikan mereka untuk meminum kopi untuk mengurangi rasa
kantuk. Dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin
canggih, maka dalam mempengaruhi perubahan sosial budaya pada masyarakat akan
menjadi sulit.
D. Atribut komunikasi yang berkaitan dengan kesehatan pada masyarakat dapat tercermin
dari karakteristik yang ada pada masyarakat sekitar. Sama halnya dengan institusi pada
umumnya, perilaku individu dapat dituntut dalam konteks kelembagaan melalui peraturan
yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh institusi. Contohnya, jika ada pedoman agar
menjalankan pola hidup yang sehat, maka jika ada yang melanggar kebijakan ini akan
mendapatkan resiko yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Pedoman seperti ini
biasanya dibuat dalam bentuk "perintah dokter yang diberikan kepada pasien".
E. Setiap individu bebas memilih apakah akan mengikuti pedoman tersebut atau akan
mengabaikan pedoman tersebut. Tetapi, harus ada pemaksaan yang bertujuan agar
masyarakat mau menjalani kehidupan yang sehat. Pemaksaan ini berupa persyaratan
tertentu yang ditinjau oleh lembaga kesehatan dari berbagai macam peraturan hukum.
Sehingga, semua individu diminta untuk memperoleh imunisasi bagi anak-anak,
pengguna narkoba harus dimasukkan ke rehabilitas, dan para penderita penyakit menular
harus diisolasi dari masyarakat lain yang ada disekitarnya.
F. Seiring berkembangnya jaman, masalah kesehatan di Indonesia menjadi fokus utama dari
berbagai pihak. Hal ini dikarenakan persepsi masyarakat mengenai kesehatan sudah
berubah. Awalnya, masyarakat menganggap bahwa mendatangi rumah sakit itu hanya
untuk keadaan darurat dan jika terkena penyakit yang parah. Artinya, mereka yang datang
kerumah sakit itu hanya mereka yang merasa penyakit yang dideritanya itu pantas
mendapatkan penanganan di rumah sakit. Berbeda dengan sekarang, masyarakat saat ini
menganggap bahwa rumah sakit merupakan tempat pertama yang harus didatangi agar
penyakit yang diderita dapat ditangani dengan baik sebelum penyakit tersebut semakin
parah.
I. Pada saat Indonesia sudah meraih kemerdekaan, negara Amerika sudah berbicara
mengenai masalah kesehatan modern pada tahun 50-an. Padahal di Indonesia sendiri pada
saat itu sedang mengalami permasalahan ekonomi yang sangat sulit dan bahkan
berdampak pada kurangnya kebutuhan pangan. Tetapi sebaliknya, di Amerika dalam
mendapatkan pangan itu sudah menjadi hak bagi setiap individu. Tidak hanya itu, tetapi
pada tahun itu sudah dimunculkan golden age yang merupakan asuransi kesehatan. Di
tahun 70-an, Amerika masih memunculkan diskrimansi budaya yang mengakibatkan ada
kelompok yang tersingkirkan. Tetapi, permasalahan itu dapat diatasi pada tahun 80-an
yang dimana sudah ada perubahan yang signifikan mengenai isu tersebut.
J. Pada tahun 90-an paradigma dari medical care berubah menjadi health care. Medical care
ini berhubungan dengan medis dan pengobatan dalam pelayanan formal yang menjadikan
peran dokter tidak berfokus pada medis. Sedangkan health care ini berfokus pada
menjaga, memelihara, mencegah dan aktivitas kesehatan lainnya yang melihat pada status
kesehatan. Di tahun 2000, medical care sudah mulai ditinggalkan. Hal ini dikarenakan
pengaruh konsumerisme, yaitu hak perlindungan bagi konsumen. Pada saat itu, rumah
sakit bisa dikatakan sebagai industri karena berorientasi pada profit. Namun, hal ini tidak
semata-mata hanya untuk mencari profit saja karena juga harus memberikan pelayanan
kesehatan yang baik bagi masyarakat.
Budaya Kerja Rumah Sakit
Asal Kata Buddhayah (Bahasa Sansekerta), Yang Berarti Budi Dan Akal
Bangsa Yang Berbudaya Dapat Dilihat Dari Tingginya Tingkat Budi Dan Akal Serta
Keanekaragaman Hasil Budayanya
Faktor Tsb Etika, Sikap, Perilaku Anggota Organisasi Dan Membentuk Cara Pandang Mereka
Terhadap Masalah, Baik Internal Maupun Eksternal Yang Dihadapi Dalam Kehidupan
Berorganisasi.
Unsur Keberlangsungan Rs
Pasien / Customer Manajemen Rs Berusaha Seoptimal Mungkin Memenuhi Segala
Kebutuhan Pasien Kepuasan Pasien
Persaingan Antar Rs / Competition Anggapan Bahwan Rs Lain Memiliki Mutu Lebih Baik
Dapat Memicu M’pertahankan Bahkan Meningkatkan Kualitas & Slalu B’adaptasi Atas
P’kembangan Zaman
P’hematan Biaya /Costs Tdk Slalu Dibebankan Pd Pasien, Hal Ini Dapat Diatasi Dg
Meningkatkan Produktifitas & Perbaikan Mutu Pelayanan
Mengatasi Kegawatan/Crisis Rs Hrs Dpt M’antisipasi Kegawatan Dg Prediksi Yg Tepat
• Di Beberapa Rumah Sakit, Suatu Rencana Strategik (Renstra) Yang Telah Berhasil Disusun
Oleh Suatu Tim Khusus Dan Disahkan Oleh Pimpinan Tidak Berjalan Mulus Dalam
Penerapannya.
Budaya Melayani
Sesuai Dengan Perkembangan Baru Dalam Paradigma Pelayanan, Budaya Kerja Rumah Sakit
Yang Positif Adalah Budaya Kerja Melayani. Caranya Adalah Dengan Contoh Membiasakan
Arah Orientasi Tindakan Dan Sikap Serta Perilaku Kepada Kepentingan Orang Lain Yang
Dilayani, Bukan Kepentingan Diri Sendiri.
Namun, Apabila Orientasi Tindakan Ke Arah Kepentingan Diri Sendiri Akan Bertentangan Dengan
"Budaya Kerja Melayani" Tersebut Di Atas. Contoh Tindakan Yang Negatif Adalah Karyawan
Rumah Sakit Yang Suka Membolos Atau Terlambat Datang. Kemudian Perawat Yang Kurang
Perhatian Terhadap Pasien Orang Miskin, Dan Dokter Menyuruh Pasien Membeli Obat Atau Alat
Di Apotik Tertentu.
Apabila Tindakan Yang Positif Dari Setiap Individu Dapat Dilaksanakan Secara Konsisten Dan
Terus Menerus Akan Menghasilkan Tabiat Positif. Pada Akhirnya Secara Kelompok Akan
Menghasilkan Budaya Kerja Positif.
Budaya Mutu
Peningkatan Mutu Lebih Mjd Prioritas Dibandingkan Profit, Walau Harus Tetap Seimbang
Seiring Peningkatan Mutu Akan Diperoleh Peningkatan Penghasilan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah sehat dalam kehidupan sehari-hari sering dipakai untuk menyatakan bahwa
sesuatu dapat bekerja secara normal. Bahkan benda mati pun seperti kendaraan
bermotor atau mesin, jika dapat berfungsi secara normal, maka seringkali oleh
pemiliknya dikatakan bahwa kendaraannya dalam kondisi sehat. Kebanyakan orang
mengatakan sehat jika badannya merasa segar dan nyaman. Bahkan seorang
dokterpun akan menyatakan pasiennya sehat manakala menurut hasil pemeriksaan
yang dilakukannya mendapatkan seluruh tubuh pasien berfungsi secara normal.
Namun demikian, pengertian sehat yang sebenarnya tidaklah demikian. Pengertian
sehat menurut UU Pokok Kesehatan No. 9 tahun 1960, Bab I Pasal 2 adalah keadaan
yang meliputi kesehatan badan (jasmani), rohani (mental), dan sosial, serta bukan
hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Pengertian sehat tersebut
sejalan dengan pengertian sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun
1975 sebagai berikut: Sehat adalah suatu kondisi yang terbebas dari segala jenis
penyakit, baik fisik, mental, dan sosial.
Batasan kesehatan tersebut di atas sekarang telah diperbaharui bila batasan
kesehatan yang terdahulu itu hanya mencakup tiga dimensi atau aspek, yakni: fisik,
mental, dan sosial, maka dalam Undang- Undang N0. 23 Tahun 1992, kesehatan
mencakup 4 aspek, yakni: fisik (badan), mental (jiwa), sosial, dan ekonomi. Batasan
kesehatan tersebut diilhami oleh batasan kesehatan menurut WHO yang paling baru.
Pengertian kesehatan saat ini memang lebih luas dan dinamis, dibandingkan dengan
batasan sebelumnya. Hal ini berarti bahwa kesehatan seseorang tidak hanya diukur
dari aspek fisik, mental, dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya
dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi.
Bagi yang belum memasuki dunia kerja, anak dan remaja, atau bagi yang sudah
tidak bekerja (pensiun) atau usia lanjut, berlaku arti produktif secara sosial. Misalnya
produktif secara sosial-ekonomi bagi siswa sekolah atau mahasiswa adalah mencapai
prestasi yang baik, sedang produktif secara sosial-ekonomi bagi usia lanjut atau para
pensiunan adalah mempunyai kegiatan sosial dan keagamaan yang bermanfat, bukan
saja bagi dirinya, tetapi juga bagi orang lain atau masyarakat.
Keempat dimensi kesehatan tersebut saling mempengaruhi dalam mewujudkan
tingkat kesehatan seseorang, kelompok atau masyarakat.
Antropologi adalah suatu studi ilmu yang mempelajari tentang manusia baik dari
segi budaya, perilaku, keanekaragaman, dan lain sebagainya. Antropologi adalah
istilah kata bahasa Yunani yang berasal dari kata anthropos dan logos. Anthropos
berarti manusia dan logos memiliki arti cerita atau kata.
Objek dari antropologi adalah manusia di dalam masyarakat suku bangsa,
kebudayaan dan prilakunya. Ilmu pengetahuan antropologi memiliki tujuan untuk
mempelajari manusia dalam bermasyarakat suku bangsa, berperilaku dan
berkebudayaan untuk membangun masyarakat itu sendiri.
1.2 Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Antropologi Kesehatan.
Antropologi Kesehatan adalah disiplin yang memberi perhatian pada aspek-aspek
biologis dan sosio-budaya dari tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara
interaksi antara keduanya sepanjang sejarah kehidupan manusia, yang mempengaruhi
kesehatan dan penyakit pada manusia.
Jika diumpamakan sebagai kewajiban, maka tugas utama ahli antropologi
kesehatan diantaranya: bagaimana individu di masyarakat mempunyai persepsi dan
bereaksi terhadap "ill" dan bagaimana tipe pelayanan kesehatan yang akan dipilih,
untuk mengetahui mengenai budaya dan keadaan sosial di lingkungan tempat
tinggalnya.
Ada beberapa ilmu yang berhubungan dengan antropologi dan saling berkontribusi
dalam memberikan sumbangan untuk perkembangan ilmu lain. Misalnya dalam bidang
biologi, antropologi kesehatan menggambarkan teknik dan penemuan ilmu-ilmu
kedokteran dan variasinya, termasuk mikrobiologi, biokimia, genetik, parasitologi,
patologi, nutrisi, dan epidemiologi. Hal ini memungkinkan untuk menghubungkan
antara perubahan biologi yang didapatkan dengan menggunakan teknik tersebut
terhadap faktor-faktor sosial dan budaya di masyarakat tertentu. Contoh: penyakit
keturunan albinism di suatu daerah di Nusa Tenggara Timur ditransmisikan melalui
gen resesif karena pernikahan diantara anggota keluarga.
Dalam kenyataannya, Antropologi mempelajari semua mahluk manusia yang
pernah hidup pada semua waktu dan semua tempat yang ada di muka bumi ini.
Mahluk manusia ini hanyalah satu dari sekian banyak bentuk mahluk hidup yang ada di
bumi ini yang diperkirakan muncul lebih dari 4 milyar tahun yang lalu.
Antropologi bukanlah satu satunya ilmu yang mempelajari manusia. Ilmu-ilmu
lain seperti ilmu Politik yang mempelajari kehidupan politik manusia, ilmu Ekonomi
yang mempelajari ekonomi manusia atau ilmu Fisiologi yang mempelajari tubuh
manusia dan masih banyak lagi ilmuilmu lain, juga mempelajari manusia.
Tetapi ilmu-ilmu ini tidak mempelajari atau melihat manusia secara menyeluruh
atau dalam ilmu Antropologi disebut dengan Holistik, seperti yang dilakukan oleh
Antropologi. Antropologi berusaha untuk melihat segala aspek dari diri mahluk
manusia pada semua waktu dan di semua tempat, seperti: Apa yang secara umum
dimiliki oleh semua manusia? Dalam hal apa saja mereka itu berbeda? Mengapa
mereka bertingkah-laku seperti itu? Ini semua adalah beberapa contoh pertanyaan
mendasar dalam studi-studi Antropologi.
Secara umum, antropologi kesehatan senantiasa memberikan sumbangan pada
ilmu kesehatan lain sebagai berikut:
1. Memberikan suatu cara untuk memandang masyarakat secara keseluruhan termasuk
individunya. Dimana cara pandang yang tepat akan mampu untuk memberikan
kontribusi yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan suatu masyarakat dengan
tetap bertumpu pada akar kepribadian masyarakat yang membangun. Contoh
pendekatan sistem, holistik, emik, relativisme yang menjadi dasar pemikiran
antropologi dapat digunakan untuk membantu menyelesaikan masalah dan
mengembangkan situasi masyarakat menjadi lebih baik.
2. Memberikan suatu model yang secara operasional berguna untuk menguraikan proses
sosial budaya bidang kesehatan.
3. Sumbangan terhadap metode penelitian dan hasil penelitian. Baik dalam merumuskan
suatu pendekatan yang tepat maupun membantu analisis dan interpretasi hasil
tentang suatu kondisi yang ada di masyarakat.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Rumah sakit dalam pandangan antropologi kesehatan
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional
yang terorganisir serta sarana kedokteran yang parmanen menyelenggarakan
pelayanan kesehatan, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta
pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien.
Rumah sakit pertama yang melibatkan pula konsep pengajaran pengobatan, dengan mahasiswa yang
diberikan pengajaran oleh tenaga ahli, adalah Akademi Gundishapur di Kerajaan Persia. Bangsa Romawi
menciptakan valetudinaria untuk pengobatan budak, gladiator, dan prajurit sekitar 100 SM.
Adopsi kepercayaan Kristiani turut memengaruhi pelayanan medis di sana. Konsili Nicea Ipada
tahun 325 memerintahkan pihak Gereja untuk juga memberikan pelayanan kepada orang-orang miskin, sakit,
janda, dan musafir. Setiap satu katedral di setiap kota harus menyediakan satu pelayanan kesehatan. Salah satu
yang pertama kali mendirikan adalah Saint Sampson di Konstantinopel dan Basil, bishop of Caesarea. Bangunan ini
berhubungan langsung dengan bagunan gereja, dan disediakan pula tempat terpisah untuk penderita lepra.
Rumah sakit abad pertengahan di Eropa juga mengikuti pola tersebut. Di setiap tempat peribadahan
biasanya terdapat pelayanan kesehatan oleh pendeta dan suster (Frase Perancis untuk rumah sakit adalah hôtel-
Dieu, yang berarti "hostel of God."). Namun beberapa di antaranya bisa pula terpisah dari tempat peribadahan.
Ditemukan pula rumah sakit yang terspesialisasi untuk penderita lepra, kaum miskin, atau musafir.
Rumah sakit dalam sejarah Islam memperkenalkan standar pengobatan yang tinggi pada abad 8 hingga 12.
Rumah sakit pertama dibangun pada abad 9 hingga 10 mempekerjakan 25 staff pengobatan dan perlakuan
pengobatan berbeda untuk penyakit yang berbeda pula. Rumah sakit yang didanai pemerintah muncul pula dalam
sejarah Tiongkok pada awal abad 10, Perubahan rumah sakit menjadi lebih sekular di Eropa terjadi pada abad 16
hingga 17. Tetapi baru pada abad 18 rumah sakit modern pertama dibangun dengan hanya menyediakan pelayanan
dan pembedahan medis. Inggris pertama kali memperkenalkan konsep ini. Guy's Hospital didirikan
di London pada 1724 atas permintaan seorang saudagar kaya Thomas Guy. Rumah sakit yang dibiayai swasta
seperti ini kemudian menjamur di seluruh Inggris Raya. Di koloni Inggris di Amerika kemudian berdiri Pennsylvania
General Hospital di Philadelphia pada 1751. setelah terkumpul sumbangan £2,000. Di Eropa Daratan biasanya
rumah sakit dibiayai dana publik. Namun secara umum pada pertengahan abad 19 hampir seluruh negara di Eropa
dan Amerika Utara telah memiliki keberagaman rumah sakit.
Keterlibatan Asisten
1. Asisten dlm pengobatan dilibatkan - bersifat seremonial
2. Peran sampingan sedikit memberikan sumbangan kesembuhan
3. Shaman (irian) menggunakan medium/asisten yg disukai roh utk mengundang roh
dihadapan penyembuh.
4. Manang (kalimantan) menggunakan asisten utk penyembuhan
Masalah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari sering kita anggap sepele. Padahal, kontribusi
lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan hal yang essensial di samping
masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Lingkungan memberikan
kontribusi terbesar terhadap timbulnya masalah kesehatan masyarakat.
Salah satu faktor dalam lingkungan yang menyebabkan aspek-aspek kesehatan manusia terganggu
dan munculnya penyakit adalah tingkat pendidikan masyarakat di suatu daerah tempat mereka
tinggal. Faktor pendidikan dapat mempengaruhi respon masyarakat terhadap lingkungan
sekitarnya.
Derajat kesehatan penduduk dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti budaya, gaya hidup, tingkat
pendidikan, tingkat kesejahteraan, dan lain-lain. Faktor budaya berkaitan dengan kebiasaan
penduduk pada umumnya misal; kebiasaan mencampurkan tempat tinggal dengan tempat binatang
ternak, sampah yang dibuang sembarangan, penggunaan air sungai sebagai sumber air bersih.
Sedangkan gaya hidup menyangkut perubahan perilaku yang massal akibat masuknya nilai-nilai
baru yang dianggap modern seperti merokok, minum-minuman keras, makan makanan fast food;
yang sebenarnya kebiasaan tersebut merupakan gaya hidup yang kurang sehat, atau lebih
mendatangkan penyakit.
Berbagai indikator permasalahan kesehatan tersebut harus ditindaklanjuti dengan tegas. Harus ada
kerjasama antara pemerintah sebagai penyelenggara negara dan masyarakat untuk menindaklanjuti
permasalahan tersebut. Upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang terjangkau bagi masyarakat luas serta perlu memberikan pengertian dan
kesadaran pada masyarakat tentang manfaat serta pentingnya fasilitas pelayanan kesehatan
tersebut untuk meningkatkan dan memulihkan kesehatan.
Adapun upaya yang harus dilakukan oleh masyarakat adalah merubah perilaku dan pola pikir yang
kurang baik, serta mau belajar. Kebanyakan masyarakat menilai bahwa seseorang dapat dikatakan
berilmu dilihat dari tingkat pendidikan formalnya, padahal tingkat pendidikan seseorang itu bukan
hanya dilihat dari pendidikan formal saja, namun juga dari pendidikan nonformal. Sehingga, antara
pendidikan formal dan non-formal harus saling mendukung.
Pendidikan kesehatan merupakan penerapan konsep pendidikan dalam bidang kesehatan berupa
praktek pendidikan. Konsep pendidikan kesehatan lahir dari asumsi makhluk sosial membutuhkan
bantuan orang lain dalam mencapai nilai-nilai hidup dalam masyarakat yang dalam proses
pencapaiannya tidak lepas dari belajar.
Pendidikan Kesehatan
Proses pendidikan kesehatan memiliki tujuan agar masyarakat mengalami perubahan dari awalnya
tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mampu memecahkan masalah kesehatan menjadi mampu.
Proses pendidikan kesehatan dapat dilaksanakan secara perorangan, kelompok dan masyarakat
sehingga disesuaikan dengan ruang lingkupnya. Proses tersebut berupa proses belajar yang tidak
terlepas dari persoalan masukan (input), proses belajar dan luaran (output). Dalam proses belajar
terjadi interaksi antara masyarakat yang belajar, pengajar atau pendidik, metode dan teknik belajar,
media atau sarana belajar serta materi atau bahan ajar.
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah aspek fisik, seperti sarana kesehatan
dan pengobatan penyakit, sedangkan yang kedua adalah aspek nonfisik yang menyangkut perilaku
kesehatan. Pemerintah telah menyediakan fasilitas, fasilitas kesehatan, misalnya rumah sakit,
puskesmas, poliklinik dan lain-lain. Namun, bukan hanya penyediaan fasilitas kesehatan dan
pengobatan itu saja yang harus disediakan oleh pemerintah, melainkan pemerintah juga perlu
memberikan pengertian dan kesadaran kepada masyarakat tentang manfaat serta pentingnya
fasilitas pelayanan kesehatan tersebut untuk meningkatkan dan memulihkan kesehatan mereka
sehingga fasilitas tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara optimal.
Untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat bukanlah hal yang mudah, diperlukan pengertian,
kesadaran dan penghayatan oleh masyarakat terhadap masalah-masalah kesehatan mereka sendiri
dan cara-cara pemecahannya. Salah satunya dalah melalui pendidikan kesehatan yang merupakan
suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif
untuk kesehatan.
Untuk mengubah pemahaman perilaku belum sehat menjadi perilaku sehat dapat dilakukan melalui
beberapa hal, misalnya perilaku yang menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai di
masyarakat sehingga kader kesehatan mempunyai tanggung jawab didalam penyuluhannya
mengarahkan cara hidup sehat menjadi kebiasaan masyarakat sehari-hari.
Berikutnya, secara mandiri mampu menciptakan perilaku sehat bagi dirinya sendiri maupun
kelompok, dalam hal ini pelayanan kesehatan dasar diarahkan agar dikelola sendiri oleh masyarakat
dalam bentuk yang nyata contohnya adalah posyandu.
Selanjutnya, mendorong perkembangan dan penggunaan sarana pelayanan kesehatan yang ada
secara tepat. Lingkungan pendidikan kesehatan mengikuti tiga pusat pendidikan, yaitu: pendidikan
kesehatan di dalam keluarga yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab para orangtua, dengan
menitik beratkan pada penanaman kebiasaan-kebiasaan, norma-norma, dan sikap hidup sehat.
Kemudian pendidikan kesehatan di dalam proses pendidikan yang merupakan tanggung jawab para
guru atau pengajar. Hal inl terwujud dalam Usaha Kesehatan Sekolah. Tujuan pendidikan kesehatan
di sekolah, di samping melanjutkan penanaman kebiasaan dan norma-norma hidup sehat kepada
murid, juga memberikan pengetahuan kesehatan.
Seterusnya adalah pendidikan kesehatan di masyarakat, yang dapat dilakukan melalui berbagai
lembaga dan organisasi masyarakat. Jadi, pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep
pendidikan di dalam bidang kesehatan, maka pendidikan kesehatan dapat didefenisikan sebagai
usaha atau kegiatan untuk membantu individu, kelompok atau masyarakat dalam meningkatkan
kemampuan (perilakunya), untuk mencapai kesehatan secara optimal. Adapun hasil dari pendidikan
kesehatan tersebut, yaitu dalam bentuk perilaku yang menguntungkan kesehatan atau berguna bagi
kesehatan.
PENGERTIAN PERILAKU
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup)
yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari
tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berprilaku, karena mereka mempunyai aktivitas
masing-masing.
Jadi kesimpulannya perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik
yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.
Skinner (1938) seorang akhli psikologis, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon
atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini maka perilaku dapat dibedakan menjadi
dua,yaitu :
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup, misalnya ibu hamil
tahu pentingnya periksa kehamilan.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata, misalnya seorang ibu
memeriksakan kehamilannya.
B. PERILAKU KESEHATAN
Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)
Usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk
penyembuhan bilamana sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari 3 aspek :
a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan
bilamana telah sembuh dari penyakit
b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sakit.
c. Perilaku gizi (makanan dan minnuman)
2. Perilaku pencarian dan penggunaan sisitem atau fasilitas pelayanan kesehatan
Upaya seseorang pada saat menderita dan atau kecelakaan.Dimulai dari pengobatan sendiri
sampai mencari pengobatan ke luar negeri.
3. Perilaku kesehatan lingkungan
Becker, 1979 membuat klasifikasi tentang perilaku kesehatan, diantaranya :
a. Perilaku hidup sehat
Kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku ini
mencakup :
1. Menu seimbang
2. Olahraga teratur
3. Tidak merokok
4. Tidak meminum-minuman keras dan narkoba
5. Istirahat yang cukup
6. Mengendalikan stress
7. Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan.
b. Perilaku sakit
Respon seseorang terhadap sakit dan penyakit. Persepsinya terhadap sakit pengetahuan tentang
penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit dsb.
c. Perilaku peran sakit
Perilaku ini mencakup :
1. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan
2. Mengenal atau mengetahui fasilitas atau sasaran pelayanan penyembuhan penyakit yang layak.
3. Mengetahui hak, misalnya memperoleh perawatan.
C. DOMAIN PERILAKU
Factor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan
prilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni :
1. Faktor internal
Karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan, yaitu :
a. Kecerdasan
b. Tingkat emosional
c. Jenis kelamin
2. Faktor eksternal
Lingkungan baik fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik
Benyamin Bloom (1908), perilaku dibagi kedalam 3 dominan, yakni :
1. Kognitif
2. Afektif
3. Psikomotor
Teori Bloom untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni :
1. Pengetahuan
Domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang, ialah :
a. Proses adopsi perilaku
Awareness
Interest
Evaluation
Trial
Adoption
b. Tingkatan pengetahuan
Tahu
Memahami
Aplikasi
Analisis
Sintesis
Evaluasi
2. Sikap
Adalah respon tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Proses terbentuknya
sikap dan reaksi, yaitu :
a. Komponen pokok sikap
Menurut Allport (1954), ialah :
1. Kepercayaan ide, dan konsep terhadap suatu objek
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3. Kecenderungan untuk bertindak
b. Berbagai tingkatan sifat
Menerima (receiving)
Merespon (responding)
Menghargai (valuing)
Bertanggungjawab (responsible)
c. Praktek atau tindakan (practice)
Mempunyai beberapa tingkatan :
1. Persepsi (perception)
2. Respon terpimpin (guid response)
3. Mekanisme (mechanism)
4. Adopsi (adoption)
D. PERUBAHAN (ADOPSI) PERILAKU ATAU INDIKATORNYA
Proses yang kompleks dan memerlukan waktu yang relative lama. Teori perubahan ada 3 tahap :
1. Pengetahuan
Dikelompokan menjadi :
a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit
b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan
c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan
2. Sikap
Dikelompokan menjadi :
a. Sikap terhadap sakit dan penyakit
b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat
c. Sikap terhadap kesehatan lingkungan
3. Praktek Dan Tindakan
Indikatornya yakni :
a. Tindakan (praktek) sehubungan dengan penyakit
b. Tindakan (praktek) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
c. Tindakan (praktek) kesehatan lingkungan
E. ASPEK SOSIO-PSIKOLOGI PERILAKU
Faktor sosio psikologi berasal dari individu itu sendiri (internal). Yaitu :
Susunan saraf pusat
Persepsi : pengalaman yang dihasilkan melalui indra penglihatan, penciuman.
Motivasi : dorongan untuk bertindak untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Emosi
F. DETERMINAN DAN PERUBAHAN PERILAKU
Pada garis besarnya perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek , yaitu aspek fisik, psikis, dan
sosial
Asumsi determinan perilaku manusia adalah :
1. Teori Lawrence Green
Kesehatan seseorang ditentukan oleh 2 faktor :
Faktor perilaku (behavior causes)
Perilaku terbentuk dari 3 faktor :
a. Faktor predisposisi
Yang terwujud dalam pengetahuan, sikap kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai.
b. Faktor pendukung
Yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas atau sarana kesehatan
misalnya, puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban.
c. Faktor pendorong
Yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan
Model ini dapat digambarkan sebagai berikut :
B = f (PF, EF, RF)
Keterangan :
B = behavior
PF = predisposing factor
EF = enebling factor
RF = reinforcing factor
f = fungsi
Contoh :
1. Predispondind Factor
Seseorang yang tidak mau mengimunisasikan anaknya diposyandu dapat disebabkan karena
orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya.
2. Enebling factor
Karena rumahnya jauh dari posyandu atau puskesmas setempat mengimunusasi anaknya.
3.Reinforcing Factor
Para petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lain di sekitar tadak pernah mengimunisasi
anaknya.
Faktor diluar perilaku (non behavior causes).
2. Teori Snehandu B, Kar Kar
Perilaku itu merupakan fungsi dari :
a. Niat seseorang sehubungan dengan kesehatan (behavior intention).
b. Dukungan sosial dari masyarakat (social-support).
c. Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (accessibility of
information).
d. Otonomi pribadi (personal autonomy).
e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation)
Dapat dirumuskan sebagai berikut :
B = f (BI, SS, AL, PA, AS)
Keterangannya :
B = behavior
f = fungsi
4BI = behavior intention
SS = social support
AI = accessibility of information
PA = personal autonomy
AS = action situation
Contoh :
Behavior intention
Seorang ibu yang tidak mau ikut KB, mungkin karena ia tidak ada minat dan niat terhadap KB
Social support
Karena tidak ada dukungan dari masyarakat sekitar
Accessibility of information
Tidak memperoleh informasi yang kuat tentang KB.
Personal autonomy
Ia tidak mempunyai kebebasan untuk menentukan misalnya harus tunduk kepada suaminya,
mertuanya, atau orang lain yang ia segani
Action situation
Karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan, misalnya alasan kesehatan.
3. Teori WHO
Seseorang berprilaku tertentu karena adanya 4 alasan pokok, yaitu :
1. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.
2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain.
3. Banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.
4. Nilai
Pemikiran dan perasaan di bentuk oleh :
Pengetahuan
Diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain.Contoh , seorang anak memperoleh
pengetahuan bahwa api itu panas setelah memperoleh pengetahuan bahwa api itu panas setelah
memperoleh pengalaman, tangan atau kakinya terkena api.
Kepercayaan
Berdasarkan keyakinan tanpa pembuktian terlebih dahulu.Contoh wanita hamil tidak boleh
makan telur agar tidak kesulitan waktu melahirkan.
Sikap
Diperoleh dari diri sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang
mendekati atau menjauhi orang lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu
terwujud dalam suatu tindakan yang nyata.
Nilai
Di dalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang
dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat.
a. Orang penting sebagai referensi
Contoh, untuk anak-anak sekolah gurulah yang menjadi panutan perilaku mereka.
b. Sumber-sumber daya
Sumber daya disini mencakup fasilitas uang, waktu, tenaga.Misalnya, pelayanan puskesmas
dapat berpengaruh positif terhadap perilaku.
c. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-sumber didalam suatu
masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut
kebudayaan.
Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan, dan selanjutnya kebudayaan
mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku ini.Misalnya alasan masyarakat tidak mau
berobat kepuskesmas.Mungkin karena tidak percaya terhadap puskesmas, mungkin takut pada
dokternya, mungkin tidak tahu fungsinya puskesmas.
Secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai berikut :
B = f (TF, PR. R, C )
Keterangan :
B = behavior
f = fungsi
TF = thoughts and feeling
PR = personal reference
R = resources
C = cultural
Contoh :
Seseorang yang tidak mau membuat jamban keluarga, atau tidak mau buang air besar dijamban,
mungkin Karena ia mempunyai pemikiran dan perasaan yang tidak enak kalau buang air besar
dijamban (thoughts and feeling). Atau barangkali karena tokoh idolanya juga tidak membuat
jamban keluarga sehingga tidak ada orang yang menjadi referensinya (personal reference).
Factor lain juga mungkin karena langkah sumber-sumber yang diperlukan atau tidak mempunyai
biaya untuk membuat jamban keluarga (resources). Factor lain karena kebudayaan (cultural),
bahwa jamban keluarga belum merupakan budaya masyarakat.
G. TEORI PERUBAHAN PERILAKU
Health Belief Model
Model ini didasarkan atas partisipasi masyarakat pada program deteksi dini tuberculosis. Health
Belief Model didasarkan atas 3 faktor :
Kesiapan Individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu penyakit atau
memperkecil resiko kesehatan.
Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku.
Perilaku itu sendiri.
Kesiapan individu dipengaruhi oleh faktor seperti persepsi tentang kerentanan terhadap penyakit,
potensi ancaman , dan adanya kepercayaan bahwa perubahan perilaku akan memberikan
keuntungan.
H. KONSEP PERILAKU
1) Skinner (1938) mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang
dan respon. Ia membedakan adanya 2 respon, yakni :
a. Respondent Respon atau Reflexive Respon
Adalah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Perangsangan seperti ini
disebut eliciting stimuli karena menimbulkan respon-respon yang relative tetap. Misalnya
makanan lezat menimbulkan air liur, cahaya kuat menimbulkan mata tertutup. Respondent
Respon mencakup :
Emotional respons
Timbul karena ada hal yang kurang mengenakan organisme bersangkutan. Misalnya, menangis
karena sedih atau sakit, muka merah (takanan darah meningkat karena marah).
Emosi respon
Timbul karena hal yang mengenakan .Misalnya, tertawa, bejingkat-jingkat karena senang.
b. Operant Respons atau Instrumental Respon
Adalah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang ini
disebut reinforcing stimuli atau reinforce karena perangsang tersebut memperkuat respons yang
telah dilakukan oleh organisme. Misalnya, seorang anak telah melakukan sesuatu perbuatan
kemudian memperoleh hadiah maka ia akan menjadi lebih giat belajar atau akan lebih baik lagi
melakukan perbuatan tersebut.
Respon pertama ( respondent respon atau respondent behavior )
Sangat terbatas keberadaannya karena hubungan yang pasti antar stimulus dan respon
kemungkinan untuk memodifikasi adalah sangat kecil.
Respon kedua (Operant respons)
Bagian terbesar dari perilaku manusia dan kemungkinan untuk memodifikasi sangat besar
bahkan dapat dikatakan tidak terbatas.
Fokus teori Skinner adalah pada respon atau jenis perilaku yang kedua ini.
1. Prosedur Pembentukan Perilaku
Prosedur pembentukan perilaku menurut skinner adalah sebagai berikut :
a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforce berupa hadiah-
hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk.
b.Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk
perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-komponen tersebut disusun dalam urutan yang
tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud.
c. Dengan menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan-tujuan sementara,
mengidentifikasi reinforce.
d. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang telah tersusun
itu. Sebagai ilustrasi, misalnya dikehandaki agar anak mempunyai kebiasaan menggosok gigi
sebelum tidur. Untuk berperilaku seperti ini maka anak tersebut harus :
1. Pergi ke kamar mandi sebelum tidur
2. Mengambil sikat dan odol
3. Mengambil air dan berkumur
4. Melaksanakan mengosok gigi
5. Menyimpan sikat gigi dan odol
6. Pergi ke kamar tidur
Kalau dapat diidentifikasi hadiah-hadiah(tidak berupa uang) bagi masing-masing komponen
perilaku tersebut maka akan dapat dilakukan pembentukan kebiasaan tersebut.
Konsep-konsep behavior control, behavior teeraphy dan behavior modification yang dewasa ini
berkembang adalah bersumber pada teori ini.
2. Bentuk perilaku
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap
rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respon ini berbentuk dua macam, yakni :
a. Bentuk pasif
Adalah respon internal yaitu yang terjadi didalam diri manusia dan tiddak secara langsung dapat
terlihat oleh orang lain. Misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Contoh
lain seorang yang menganjurkan orang lain untuk mengikuti KB meskipun ia sendiri tidak ikut
KB. Dari contoh tersebut dapat dikatakan bahwa perilaku itu masih terselubung.
b. Bentuk Aktif
Yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi langsung. Misalnya orang yang telah mengikuti
KB dalam arti sudah menjadi akseptor KB.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap adalah respon seseorang
terhadap stimulus atau rangsangan yang masih bersifat terselubung.
3. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan mencakup :
a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit. Perilaku terhadap sakit dan penyakit sesuai
dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yakni :
Peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior). Misalnya, makan
makanan yang bergizi, olah raga.
Pencegahan penyakit (health prevention behavior). Misalnya tidur memakai kelambu untuk
mencegah gigitan nyamuk malaria, imunnisasi. Termasuk perilaku untuk tidak menularkan
penyakit kepada orang lain.
Pencarian pengobatan (health seeking behavior). Misalnya usaha-usaha mengobati penyakitnya
sendiri atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas, mantra,
dokter praktek).
Pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior). Misalnya melakukan diet, mematuni
anjuran-anjuran dokter.
b. Perilaku terhadap system pelayanan kesehatan.
Respon seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini
menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat-
obatannya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas
dan obat-obatan.
c. Perilaku terhadap makanan(nutrition behavior)
Respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini
meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang
terkandung didalamnya (zat gizi), pengelolaan makanan sehubungan kebutuhan tubuh kita.
d.Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior)
Adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.Lingkup
perilaku ini seluas lingkup kesehatan itu sendiri. Perilaku ini antara lain mencakup :
Perilaku sehubungan air bersih termasuk didalamnya komponen, manfaat, dan penggunaan air
bersih untuk kepentingan kesehatan.
Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut segi-segi hygiene,
pemeliharaan teknik, dan penggunaannya.
Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair.
Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi ventilasi, pencahayaan, lantai.
Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vector).
2) Menurut Ensiklopedia Amerika
Perilaku diartikan sebagai suatu aksi atau reaksi organisme terhadap lngkungannya.Reaksi terjadi
ketika ada suatu rangsangan.
3) Robert Kwick (1974)
Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat
dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Perilaku dibentuk melalui suatu proses dan
berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi 2 :
Faktor intern
Mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan yang berfungsi untuk
mengolah rangsangan dari luar.
Faktor ekstern
Mencakup lingkungan sekitar, bsik fisik maupun non fisik seprti iklim, manusia, social ekonomi,
kebudayaan.
2.2 PERILAKU SEHAT DAN PERILAKU SAKIT
Perilaku sakit diartikan sebagai segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu yang
sedang sakit agar memperoleh kesembuhan.
Perilaku sehat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri ,
penjagaan kebugaran melalui olah raga dan makanan bergizi.
Perilaku sehat diperlihatkan oleh individu yang merasa dirinya sehat meskipun secara medis
belum tentu mereka betul-betul sehat. Sesuai dengan persepsi tentang sakit dan penyakit maka
perilaku sakit dan perilaku sehat bersifat subjektif.
Persepsi masyarakat tentang sehat sakit sangatlah dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa
lalu disamping unsur sosial budaya.
Berikut beberapa pengertian yang berkaitan dengan perilaku sehat dan perilaku sakit :
1. Perilaku kesehatan
Hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau dengan kegiatan seseorang dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatannya. Termasuk tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan
perorangan, memilih makanan, sanitasi.
2. Perilaku sakit (illness behavior)
Segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan seorang individu yang merasa sakit untuk
merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit. Termasuk disini kemampuan
atau pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit serta usaha-
usaha mencegah penyakit tersebut.
3. Perilaku Peran Sakit (the sick role behavior)
Segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan individu yang sedang sakit untuk memperoleh
kesembuhan. Perilaku ini disamping berpengaruh terhadap kesehatan / kesakitannya sendiri, juga
berpengaruh terhadap orang lain terutama kepada anak-anak yang belum mempunyai kesadaran
dan tanggungjawabnya terhadap kesehatannya.
Saparinah Sadli (1982) menggambarkan individu dengan lingkungan sosial yang saling
mempengaruhi didalam suatu diagram.Keterangan :
a. Perilaku kesehatan individu, sikap dan kebiasaan individu yang erat kaitannya dengan
lingkungan.
b. Lingkungan keluarga, kebiasaan-kebiasaan tiap anggota keluarga mengenai kesehatan.
c. Lingkungan terbatas, tradisi adat istiadat dan kepercayaan masyarakat sehubungan dengan
kesehatan
d. Lingkungan umum, kebijakan-kebijakan pemerintah dibidang kesehatan, undang-undang
kesehatan, program-program kesehatan.
Kosa dan Robertson mengatakan bahwa perilaku kesehatan cenderung dipengaruhi oleh
kepercayaan orang yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang diinginkan dan kurang
berdasarkan pengetahuan biologi. Ada 4 klasifikasi kepercayaan orang terhadap kesehatan :
1. Adanya suatu penilaian dari orang yang bersangkutan terhadap suatu gangguan atau ancaman
kesehatan. Mereka akan menilai dengan kriteria subjektif.
2. Timbulnya kecemasan karena adanya persepsi terhadap gangguan tersebut. Dari kecemasan itu
akan menimbulkan bermacam-macam perilaku.
3. Penerapan pengetahuan orang yang bersangkutan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
masalah kesehatan, khususnya mengenai gangguan yang dialaminya.
4. Dilakukannya tindakan manipulative untuk meniadakan atau menghilangkan kecemasan atau
gangguan tersebut.
2.3 PERSEPSI MASYARAKAT
Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang satu dengan
daerah yang lain, karena tergantung dari kebudayaan yang ada dan berkembang dalam
masyarakat tersebut. Persepsi kejadian penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan saat ini
masih ada dimasyarakat dapat turun dari generasi ke generasi berikutnya bahkan dapat
berkembang luas.
Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang saat ini masih ada di
beberapa daerah pedesaan di Papua (Irian Jaya). Makanan pokok penduduk Papua adalah sagu
yang tumbuh didaerah rawa-rawa, tidak jauh dari mereka tinggal terdapat hutan lebat.
Penduduk desa tersebut beranggapan bahwa hutan itu milik penguasa gaib yang dapat
menghukum setiap orang yang melanggar ketentuannya.
Pelangaran dapat berupa menebang, membabat hutan, akan diganjar hukuman berupa
penyakit dengan gejala demam tinggi, mengigil, dan muntah. Penyakit tersebut dapat sembuh
dengan cara meminta ampun kepada penguasa hutan, kemudian memetik daun dari pohon
tertentu, dibuat ramuan untuk diminum dan dioleskan keseluruh tubuh penderita.
Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan sederhana
dan mudah secara turun temurun. Misalnya, penyakit akibat kutukan Allah, makhluk ghaib, roh-
roh jahat, udara busuk, tanaman berbisa, binatang.
Pada sebagian penduduk Pulau jawa, dulu penderita demam sangat tinggi diobati dengan cara
menyiram air dimalam hari. Air yang telah diberi ramuan dan jampi-jampi oleh dukun dan
pemuka masyarakat yang disegani digunakan sebagai obat malaria.