Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
1
2
Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
Abstrak
Kepemilikan lebih dari satu asuransi (double insured) telah membuka peluang praktik Coordination of Benefit (COB) di Indo-
nesia. Pada era JKN saat ini, setiap orang selain memiliki asuransi yang bersifat wajib mereka pun memiliki asuransi keseha-
tan tambahan yang kepesertaanya bersifat tidak wajib. Pada praktiknya, beberapa penerapan COB masih ditemukan belum
sesuai dengan prinsip universal asuransi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis praktik COB dan besaran biaya COB
yang terjadi di Indonesia. Metode yang digunakan adalah rancangan studi observasional dengan desain cross sectional. Pe-
modelan dengan ekonometrik (two-part model) dilakukan untuk memisahkan proses antara praktik COB dengan besaran
biaya COB. Hasil penelitian menyatakan kovariat Usia, LOS dan penyakit sistem sirkulasi menunjukkan efek yang signifikan
dalam pengujian secara statistik. Kurangnya koordinasi antar provider dengan asuradur atau asuradur dengan asuradur yang
lain menyebabkan meningkatnya potensi moral hazard yang dilakukan baik oleh peserta maupun provider sehingga peserta
berpotensi mendapatkan cakupan ganda. Perlu dibuat organisasi khusus untuk mengelola COB dan dibuatnya regulasi COB.
Kata kunci: coordination of benefit, regulasi cob, two-part model
Abstract
Nowadays, some people may have double insurance. Besides having compulsory insurance that regulated by government,
they also have additional health insurance which is not mandatory. This condition has opened up opportunities for Coordi-
nation of Benefit (COB) in Indonesia, especially in JKN era. Unfortunately, in practice COB still not executed according to the
principle of general rules of insurance. This research seeks to analyze the practice of the COB and COB fee scale in Indonesia.
The method used is the observational study with cross sectional design. The modeling uses an econometric approach that
is a two-part model which separates the process between the COB practice and the COB funds. The result of the research
states that age covariate, LOS, and circulatory system diseases show significant effects in statistical testing. Lack of coordi-
nation between providers and assurer or between assurer and assurer, causes increasing potential moral hazard by both
participants and providers so that participants may get double coverage. The suggestions of this research are first the need
to create an independent organization that manages COB and second the need to made regulation of COB.
Keywords: Coordination of Benefit, COB Regulation, Two-Part Model
Pendahuluan
Sejak 1 Januari 2014, Indonesia telah menerapkan kesehatan. Namun demikian, bagi peserta yang telah
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan kepeser- menggunakan jaminan kesehatan perusahaan (Jam-
taan bersifat wajib. Sebelum JKN diimplementasikan, sostek atau asuransi komersial), kehadiran program
sebagian besar penduduk Indonesia mengeluarkan JKN yang wajib dapat memaksa peserta dan menim-
biaya sendiri (out of pocket) untuk mendapatkan pe- bulkan ketidaknyamanan. Hal ini karena sebelumnya
layanan kesehatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar ta- mereka telah terbiasa menikmati paket manfaat dan
hun 2013 menunjukkan bahwa sumber pembiayaan pelayanan yang lebih baik.
kesehatan penduduk Indonesia baik rawat jalan Untuk mengantisipasi kekhawatiran tersebut,
maupun rawat inap masih didominasi oleh biaya Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) men-
sendiri (out of pocket) mencapai 67,9 persen untuk yatakan bahwa meskipun prinsip bisnis BPJS Kese-
rawat jalan dan 53,5 persen untuk rawat inap (Ke- hatan (asuransi sosial) dan asuransi komersial ber-
menkes, 2013). beda, keduanya dapat tetap saling bersinergi melalui
Adanya program JKN pada Januari 2014, disam- mekanisme koordinasi manfaat atau Coordination
but baik oleh peserta yang belum memiliki jaminan of Benefit (COB). Fungsi COB adalah untuk meng-
koordinasikan santunan/manfaat asuransi diantara daftar sebagai peserta COB sebanyak 234.636 orang
dua atau lebih asuradur yang menjamin orang yang (BPJS Kesehatan, 2016).
sama dengan tujuan untuk mencegah terjadinya Implementasi program JKN hingga saat ini tel-
pembayaran yang berlebih dari biaya yang harus ah memasuki tahun keempat, tentunya sudah cukup
dibayarkan (Ilyas, 2011). Dalam mekanisme COB, banyak peserta JKN yang memiliki AKT melakukan
peserta JKN memperoleh beberapa keuntungan yaitu program COB. Data di RS Umum Pusat Rujukan
memungkinkan naik kelas perawatan, mendapatkan Nasional tahun 2016 menunjukkan sebanyak 142
benefit yang tidak ditanggung dalam JKN, mendapa- pasien JKN melakukan kenaikan kelas perawatan
tkan perawatan lanjutan eksklusif, dan dapat berobat atas permintaan sendiri. Dari 142 pasien terbagi
ke RS swasta yang belum bekerjasama dengan BPJS menjadi 80% pasien naik ke kelas VIP dan 20% naik
Kesehatan. ke kelas utama.
Skema COB semakin diminati oleh perusahaan Praktik COB selain dilakukan oleh peserta BPJS
asuransi swasta. Hal ini karena pada 2019, ditarget- juga dilakukan oleh peserta AKT yang memiliki dua
kan seluruh masyarakat Indonesia telah menjadi pe- atau lebih produk AKT. Saat ini banyak keluarga yang
serta BPJS Kesehatan (BPJS Kesehatan, 2014). BPJS memiliki cakupan ganda jaminan kesehatan. Tentun-
Kesehatan sebagai penjamin pertama telah mem- ya hal tersebut menjadi masalah yang cukup serius di
berikan manfaat yang cukup komprehensif sehing- dalam sistem asuransi kesehatan. Di bawah program
ga beban klaim asuransi kesehatan komersial dapat COB, asuradur kedua (pembayar sekunder) akan
berkurang. Peluang tersebut tidak disia-siakan oleh menanggung sebagian besar atau keseluruhan biaya
perusahaan asuransi kesehatan komersial yang ada yang tidak dijamin oleh asuradur pertama (pemba-
di Indonesia. BPJS Kesehatan mencatat sebanyak 52 yar primer). Namun pada praktiknya banyak peserta
perusahaan Asuransi Kesehatan Tambahan (AKT) yang mencoba untuk dapat mengambil keuntungan
telah menandatangani kerjasama skema COB (BPJS dengan mendapatkan penggantian yang jauh melebi-
Kesehatan, 2016). hi dari biaya aktual (Pamjaki, 2005)
Jumlah peserta JKN sampai dengan Februari Sebagai studi pendahuluan dilakukan analisa data
2017 yaitu 174.757.722 orang (68.5% dari jumlah klaim COB pada 5 AKT yang bekerjasama dengan
penduduk Indonesia). Jumlah kepesertaan asuransi salah satu TPA di Jakarta periode 2014 sampai den-
swasta baik produk individu dan grup tahun 2014 gan 2016. Diketahui sebanyak 36% adalah COB dari
sebanyak 7.659.139 orang atau 3% dari total popu- BPJS Kesehatan. Dari jumlah tersebut sebanyak 24%
lasi (OJK 2014). Jumlah peserta AKT yang telah ter- merupakan klaim COB dari rumah sakit pemerin-
mencegah terjadinya bias pada analisis maka dilaku- 99,8% produk asuransi merupakan produk indemni-
kan penyederhanaan kategori produk AKT menjadi ty. Diagnosa yang sering muncul adalah kategori ge-
2, yaitu 0=indemnity dan 1=cashplan. jala dan tanda kelainan klinis dengan kode R dengan
Secara demografi, rerata usia peserta yang menga- rerata LOS yang terjadi yakni 3 hari. Rerata biaya
jukan klaim rawat inap adalah 25 tahun, dengan klaim yakni Rp.2.713.078, dengan nilai maksimal
51% berjenis kelamin perempuan. Sebanyak 99,9% Rp.504.618.475.
peserta melakukan perawatan di RS swasta dengan
Rerata usia peserta yang melakukan praktik COB minimal 12,12 atau senilai Rp.21.630 dan maksimal
adalah 28 tahun dengan proporsi perempuan 50,4%. 115,29 atau senilai Rp.176.680.106. Biaya minimal
Sebanyak 92.3% peserta melakukan rawat inap di merupakan biaya pemeriksaan laboratorium pada
RS swasta dengan penjamin utamanya 68,7% adalah kasus dengan diagnosa penyakit saluran pencernaan,
AKT dan sisanya adalah BPJS Kesehatan. Dari jenis sementara untuk biaya maksimal merupakan biaya
produk AKT sebanyak 83,3% adalah produk asur- perawatan pada kasus dengan diagnosa keganasan
ansi indemnity. atau neoplasma. Besaran biaya COB sesuai dengan
Diagnosa yang sering muncul adalah penyakit definisi operasional dalam penelitian ini adalah biaya
sistem pencernaan yakni sebesar 9,9% dengan rerata yang diajukan dan dijaminkan dalam praktik COB
yang terjadi selama 4,4 hari. Sementara untuk rera- setelah sebelumnya dijaminkan oleh payer (penja-
ta besaran biaya COB adalah sebesar 39,53 dalam min)pertama.
logaritma atau senilai Rp.2.443.410, dengan biaya