Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi (infectious disease), yang juga dikenal sebagai communicabledisease atau
transmissible disease adalah penyakit yang nyata secara klinik (yaitu,tanda-tanda dan/atau
gejala-gejala medis karakteristik penyakit) yang terjadi akibatdari infeksi, keberadan dan
pertumbuhan agen biologik patogenik pada organism host individu. Dalam hal tertentu,
penyakitinfeksi dapat berlangsung sepanjangwaktu. Patogen penginfeksi meliputi virus, bakteri,
jamur, protozoa, parasit multiselulerdan protein yang menyimpang yang dikenal sebagai prion.
Patogen-patogenini merupakan penyebab epidemi penyakit, dalam artian bahwa tanpa patogen,
tidakada epidemi infeksi terjadi.
Penularan patogen terjadi dengan berbagai cara yang meliputi kontak fisik,makanan yang
terkontaminasi, cairan tubuh, benda, inhalasi yang ada di udara atau melalui organism vektor.
Penyakit infeksi yang sangat infektif ada kalanya disebut menular dan dapat dengan mudah
ditularkan melalui kontak dengan orang yangsakit. Penyakit infeksi dengan infeksi yang lebih
khusus, seperti penularan vektor,penularan seksual, biasanya tidak dianggap sebagai menular
karenanya korban tidakdiharuskan adanya karantina medis.
Istilah infektivitas menyatakan kemampuan organisma untuk masuk, bertahanhidup dan
berkembang biak di dalam tubuh, sementara daya tular penyakitmengindikasikan penyakit
dengan mudah ditularkan kepada tubuh lainnya. Infeksitidak bersinonim dengan penyakit
infeksi, karena sebagian infeksi tidak menyebabkanpenyakit. Sehingga dalam makalah ini,
dibahas mengenai penyakit infeksi diantaranya : TBC, HIV/AIDS, PPOK, Diare, Malaria,
Tetanus, dan ISPA.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh sebuah agen biologi
(seperti virus, bakteria atau parasit), bukan disebabkan faktor fisik (seperti luka bakar) atau kimia
(seperti keracunan).
Penyakit ini menular dari satu orang ke orang lain. Orang yang sehat harus dihindarkan dari
orang-orang yang menderita penyakit dari golongan ini. Penyebab utama infeksi diantaranya
adalah bakteri dan jasad hidup (organism). Kuman-kuman ini menyebar dengan berbagai cara
dan vector.

2.2 Jenis – Jenis Penyakit Infeksi


1. TBC
Tuberkulosis adalah suatu infeksi menular dan menahun dan bisa berakibat fatal, yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis atau Mycobacterium
africanum. Tuberkulosis paru kini bukan penyakit yang menakutkan sampai penderita harus
dikucilkan, tetapi penyakit kronik ini dapat menyebabkan cacat fisik atau kematian. Penularan
tuberkolosis paru hanya terjadi dari penderita tuberkulosis terbuka.

PatogenesisTBC
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respons imunitas diperantarai sel.
Sel efektor adalah makrofag dan limfosit. Respons ini merupakan raksi hipersensitivitas tipe IV.
Awalnya, infeksi kuman dalam wujud droplet nuklei terhirup masuk saluran nafas dan
menuju paru-paru. Di paru-paru, mereka akan bertemu makrofag jaringan dan neutrofil sebagai
garis pertahanan pertama. Sebagian dari mereka mati akibat difagosit netrofil, terkena sekret
makrofag dan terkena sekret saluran nafas. Bila kuman difagosit oleh makrofag, ia akan tetap
hidup karena kuman TB bersifat intraseluler. M. tuberculosis merupakan basil tahan asam (BTA)
karena ia memiliki banyak lipid yang membuatnya tahan terhadap asam, gangguan kimia dan

2
fisik. Kandungan lipid yang banyak dalam makrofag, dimanfaatkan kuman untuk memperkuat
dirinya.
Setelah infeksi tuberkulosis primer, ada kemungkinan infeksi ini akan sembuh sama
sekali tanpa meninggalkan cacat, sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis
fibrotik, kalsifikasi hilus dan di antaranya dapat kambuh kembali menjadi tuberkulosis sekunder
karena kuman yang dormant ataupun akan menimbulkan komplikasi dan menyebar baik dapat
secara perkontinuitatum, bronkogen, limfogen atau hematogen.
Kuman yang dormant pada tuberkuloisis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian
sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis sekunder. Tuberkulosis sekunder ini dimulai
dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru.

Etiologi TBC

Agens infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah batang aerobik tahan asam yang
tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultra violet, dengan ukuran panjang
1-4 /um dan tebal 0,3 – 0,6/um. Yang tergolong kuman mycobakterium tuberkulosis complex
adalah:
1. Mycobakterium tuberkulosis

2. Varian asian

3. Varian african I

4. Varian asfrican II

5. Mycobakterium bovis

Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan mycobakterial othetan Tb (mott, atipyeal)


adalah :
1. Mycobacterium cansasli
2. Mycobacterium avium
3. Mycobacterium intra celulase
4. Mycobacterium scrofulaceum

3
5. Mycobacterium malma cerse
6. Mycobacterium xenopi

Gambaran Klinis TBC


-  Pada awalnya penderita hanya merasakan tidak sehat atau batuk terus menerus dan
berdahak selama 3 minggu atau lebih
- Jumlah dahak biasanya akan bertambah banyak sejalan dengan perkembangan penyakit.
Pada akhirnya dahak akan berwarna kemerahan karena mengandung darah.
- Masa inkubasi berkisar antara 4 – 12 minggu.
-  Salah satu gejala yang paling sering ditemukan adalah berkeringat di malam hari tanpa
aktivitas.
- Keluhan dapat berupa demam, malaise, penurunan berat badan, nyeri dada, batuk darah,
sesak nafas.
- Sesak nafas merupakan pertanda adanya udara (pneumotoraks) atau cairan (efusi pleura)
di dalam rongga pleura. Sekitar sepertiga infeksi ditemukan dalam bentuk efusi pleura.
- Pada infeksi tuberkulosis yang baru, bakteri pindah dari luka di paru-paru ke dalam
kelenjar getah bening yang berasal dari paru-paru. Jika sistem pertahanan tubuh alami
bisa mengendalikan infeksi, maka infeksi tidak akan berlanjut dan bakteri menjadi
dorman.
- Pada anak-anak, kelenjar getah bening menjadi besar dan menekan tabung bronkial dan
menyebabkan batuk atau bahkan mungkin menyebabkan penciutan paru-paru. Kadang
bakteri naik ke saluran getah bening dan membentuk sekelompok kelenjar getah bening
di leher. Infeksi pada kelenjar getah bening ini bisa menembus kulit dan menghasilkan
nanah.

Penatalaksanaan Pencegahan TBC:


Terdapat beberapa cara untuk mencegah tuberkulosis :
- Sinar ultraviolet pembasmi bakteri, sinar ini bisa membunuh bakteri yang terdapat di
dalam udara.

4
- Isoniazid sangat efektif jika diberikan kepada orang-orang dengan resiko tinggi
tuberkulosis, misalnya petugas kesehatan dengan hasil tes tuberkulin positif, tetapi hasil
rontgen tidak menunjukkan adanya penyakit. Isoniazid diminum setiap hari selama 6 – 9
bulan.
- Di negara-negara berkembang, vaksin BCG digunakan untuk mencegah infeksi oleh M.
tuberculosis.

2. HIV / AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome
(disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain
yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain). Penyebab penyakit AIDS
adalah HIV yaitu virus yang masuk dalam kelompok retrovirus yang biasanya menyerang organ-
organ vital sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit ini dapat ditularkan melalui penularan
seksual, kontaminasi patogen di dalam darah, dan penularan masa perinatal.

Patogenesis HIV/AIDS

Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis limposit T helper/induser yang
mengandung marker CD 4 (sel T 4). Limfosit T 4 merupakan pusat dan sel utama yang terlibat
secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun
atau hilangnya sistem imunitas seluler, terjadi karena HIV secara selektif menginfeksi sel yang
berperan membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel lymfosit T4. Setelah
HIV mengikat diri pada molekul CD 4, virus masuk kedalam target dan ia melepas bungkusnya
kemudian dengan enzym reverse transcryptae ia merubah bentuk RNA agar dapat bergabung
dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengundang bahan genetik
virus. Infeksi HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung seumur hidup.

Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang di infeksinya
tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga ada kesempatan untuk
berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat laun akan menghabiskan atau merusak
sampai jumlah tertentu dari sel lymfosit T4. setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun
kemudian, barulah pada penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari infeksi HIV

5
tersebut. Masa antara terinfeksinya HIV dengan timbulnya gejala-gejala penyakit (masa
inkubasi) adalah 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60
bulan pada orang dewasa. Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak
yang mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau hilang, akibatnya mudah terkena penyakit-
penyakit lain seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, protozoa, dan jamur dan juga
mudah terkena penyakit kanker seperti sarkoma kaposi. HIV mungkin juga secara langsung
menginfeksi sel-sel syaraf, menyebabkan kerusakan neurologis.

Etiologi HIV/AIDS

Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Terdapat dua jenis virus penyebab AIDS, yaitu HIV-1 dan HIV
2. HIV 1 paling banyak ditemukan di daerah barat eropa, asia dan afrika tengah, selatan dan
timur. HIV-2 terutama ditemukan di afrika barat. Genom HIV adalah RNA yang terdiri dari 2
sub unit identik dengan panjang sekitar 9.200 pasang basa. Secara sederhana sel HIV terdiri dari
1.      Inti RNA dan enzim transcriptase reverse (polymerase), protease, dan integrasi
2.      Kapsid- antigen p24
3.      Sampul (antigen p17) dan tonjolan glikoprotein (gp 120 dan gp41)
HIV tidak stabil dan dapat dimusnahkan dengan senyawa antiseptik antara lain etanol 70
%, glutaradehid 1%, 02% sodium hipoklorit dan formalin. HIV dapat dimatikan pada suhu 56 0C
selama 30 menit, oleh karena itu dalam pemeriksaan antibody terhadap HIV dalam darah atau
serum penderita, biasanya dipanaskan dulu pada suhu 56 0C selama 30 menit, agar tugas
laboratorium yang memeriksa tidak tertular HIV. HIV tidak dapat di inaktifan degan radiasi sinar
gama yang berkekuatan 2,5 X 105 rad / dengan sinar ultra violet dosis tinggi.
HIV dapat ditemukan dalam darah, produk darah (serum, plasma), cairan sperma, saliva,
air mata, otak, dan kelenar limfe. Virus AIDS dalam bahan tersebut dapat bertahan hidup sampai
7 hari pada suhu kamar. HIV dapat dibiakan pada kera jenis simpanse. Setelah penyuntikan kera
dengan bahan pemeriksaan yang berasal dari penderita AIDS, HIV dapat dideteksi dalam
limfosit darah perifer kera dengan cara immunofluoresensi, radioimunopresipitasi dan
mengguanakn mikroskop electron.

6
Gambaran Klinis

Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem
kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi
dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak
HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS. HIV memengaruhi hampir
semua organ tubuh. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma
Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.
Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam, berkeringat (terutama
pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat
badan. Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada tingkat
kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien.

Tanda dan Gejala HIV AIDS


Tanda-tanda gejala-gejala (symptom) secara klinis pada seseorang penderita AIDS
adalah diidentifikasi sulit karena symptomasi yang ditunjukan pada umumnya adalah
bermula dari gejala-gejala umum yang lazim didapati pada berbagai Penderita penyakit lain,
namun secara umum dapat kiranya dikemukakan sebagai berikut :
a.       Rasa lelah dan lesu
b.      Berat badan menurun secara drastis
c.       Demam yang sering dan berkeringat diwaktu malam
d.      Mencret dan kurang nafsu makan
e.       Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
f.        Pembengkakan leher dan lipatan paha
g.       Radang paru
h.       Kanker kulit

Mencegah penyakit HIV AIDS 

- Hindari jarum suntik bekas                           


- Hindari berhubungan intim dengan orang lain kecuali istri sendiri

7
- Hindari memakai narkoba                           
- Hindari memakai pakaian orang yang terkena HIV AIDS
- Hindari transfusi darah tanpa pengecekan dokter

Tata Laksana HIV

Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency
Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :

1. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang


tidak terinfeksi.

2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang
tidak terlindungi.

3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status
Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.

4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.

5. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.

3. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk
sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. PPOK adalah penyakit paru
kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif
nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri atas bronkitis kronis dan emfisema atau
gabungan keduanya. Bronkitis kronis adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk
kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut,
tidak disebabkan penyakit lainnya. Emfisema adalah kelainan anatomis paru yang ditandai oleh
pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.

8
Patogenesis PPOK
Pada bronkitis kronis terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel
goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan dan distorsi akibat fibrosis. Pada emfisema
ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal disertai kerusakan dinding
alveoli. Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan
struktural pada saluran napas kecil yaitu inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi
otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.

Etiologi PPOK

Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab paling umum dari eksaserbasi PPOK.
Namun, polusi udara, gagal jantung, emboli pulmonal, infeksi nonpulmonal, dan pneumothorax
dapat memicu eksaserbasi akut. Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa setidaknya 80 % dari
PPOK eksaserbasi disebabkan oleh infeksi. Infeksi tersebut 40-50% disebankan oleh bakteri,
30% oleh virus, dan 5-10% karena bakteri atipikal. Infeksi bersamaan oleh lebih dari satu
patogen menular tampaknya terjadi dalam 10 sampai 20% pasien. Meskipun ada data
epidemiologis menunjukkan bahwa peningkatan polusi yang berkaitan dengan peningkatan
ringan pada eksaserbasi PPOK dan perawatan di rumah sakit, mekanisme yang terlibat sebagian
besar tidak diketahui. Emboli pulmonal juga dapat menyebabkan eksaserbasi PPOK akut, dan,
dalam satu penelitian terbaru, Emboli Pulmonal sebesar 8,9% menunjukkan pasien rawat inap
dengan eksaserbasi PPOK..

Tanda Dan Gejala PPOK

1. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.


2. Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak.
3. Dispnea.
4. Nafas pendek dan cepat (Takipnea).
5. Anoreksia.
6. Penurunan berat badan dan kelemahan.
7. Takikardia, berkeringat.
8. Hipoksia, sesak dalam dada.

9
Penatalaksanaan

1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.


2. Terapi ekserbasi akut dilakukan dengan :

 Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi :


 Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka
digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau aritromisin 4 x 0,5 g/hari.
 Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika kuman
penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Catarhalis yang memproduksi
B. Laktamase. Pemberian antibiotic seperti kotrimoksosal, amoksisilin atau
doksisilin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat
penyembuhan dan membantu mempererat kenaikan peak flowrate. Namun
hanya dalam 7 – 10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi
sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antiobiotik yang lebih
kuat.
 Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas CO2.

4. Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau
200ml/24jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3
kali/hari. Buang air besar encer tersebut dapat disertai lendir dan darah.

Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali
sehari. Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat, dalam
beberapa jam atau hari. Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Diare
kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari namun tidak terus menerus dan dapat

10
disertai penyakit lain. Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang
menyatakan diare yang berlangsung 15-30 hari dan berlangsung terus menerus.

Etiologi Diare

Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri, parasit, virus),
malabsorpsi, alergi.

Faktor infeksi

Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada
anak, ini meliputi infeksi bakteri (E. coli, Salmonella, Vibrio cholera), virus (enterovirus,
adenovirus, rotavirus), parasit (cacing, protozoa). Infeksi parenteral yaitu infeksi yang berasal
dari bagian tubuh yang lain diluar alat pencernaan, seperti otitis media akut (OMA),
tonsilofaringitis, bronkopneumonia. Keadaan ini terutama pada bayi berumur dibawah 2 tahun.

Faktor malabsorbsi

Gangguan penyerapan makanan akibat malabsorbsi karbohidrat, pada bayi dan anak tersering
karena intoleransi laktosa, malabsorbsi lemak dan protein.

Faktor alergi makanan

Faktor makanan misalnya makanan basi, beracun, atau alergi terhadap makanan. Penularan
melalui kontak dengan tinja yang terinfeksi secara langsung,seperti :

 Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh
serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor.
 Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan benar.
 Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah buang air besar.

Patofisiologi Diare

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah:

11
1. Gangguan osmotic

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus yang
berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi

Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi
air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan
isi rongga usus.

3. Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan,


sehingga timbul diare. Sebaliknya jika peristaltik menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh
berlebihan yang selanjutnya akan menimbulkan diare.

Patogenesis Diare

Patogenesis diare akut yaitu masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus
setelah melewati rintangan asam lambung. Jasad renik itu berkembang biak di dalam usus halus.
Kemudian jasad renik mengeluarkan toksin. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang
selanjutnya akan menimbulkan diare.

Patogenesis diare kronik lebih kompleks dan faktor-faktor yang menimbulkannya ialah infeksi
bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain-lain.

Sebagai akibat diare akut maupun kronis akan terjadi kehilangan air dan elektronik (dehidrasi)
yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik,
hipokalemi, dan sebagainya), gangguan gizi akibat kelaparan (masukan makanan kurang,
pengeluaran bertambah), hipoglikemia, gangguan sirkulasi darah.

Gejala Klinik Diare

12
Mula-mula bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu
makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja makin cair, mungkin mengandung
darah dan atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu.
Karena seringnya defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi asam
akibat banyaknya asam laktat, yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi
oleh usus.

Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila penderita telah banyak kehilangan
air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi. Berat badan turun, pada bayi ubun-ubun cekung,
tonus dan turgor kulit berkurang selaput lendir mulut dan bibir terlihat kering.

Penataksanaan Diare

Penanggulangan kekurangan cairan merupakan tindakan pertama dalam mengatasi pasien diare.
Hal sederhana seperti meminumkan banyak air putih atau oral rehidration solution (ORS) seperti
oralit harus cepat dilakukan. Pemberian ini segera apabila gejala diare sudah mulai timbul dan
kita dapat melakukannya sendiri di rumah. Kesalahan yang sering terjadi adalah pemberian ORS
baru dilakukan setelah gejala dehidrasi nampak.

Pada penderita diare yang disertai muntah, pemberian larutan elektrolit secara intravena
merupakan pilihan utama untuk mengganti cairan tubuh, atau dengan kata lain perlu diinfus.
Masalah dapat timbul karena ada sebagian masyarakat yang enggan untuk merawat-inapkan
penderita, dengan berbagai alasan, mulai dari biaya, kesulitam dalam menjaga, takut bertambah
parah setelah masuk rumah sakit, dan lain-lain. Pertimbangan yang banyak ini menyebabkan
respon time untuk mengatasi masalah diare semakin lama, dan semakin cepat penurunan kondisi
pasien kearah yang fatal.

Diare karena virus biasanya tidak memerlukan pengobatan lain selain ORS. Apabila kondisi
stabil, maka pasien dapat sembuh sebab infeksi virus penyebab diare dapat diatasi sendiri oleh
tubuh (self-limited disease).

13
Diare karena infeksi bakteri dan parasit seperti Salmonella sp, Giardia lamblia, Entamoeba coli
perlu mendapatkan terapi antibiotik yang rasional, artinya antibiotik yang diberikan dapat
membasmi kuman.

Oleh karena penyebab diare terbanyak adalah virus yang tidak memerlukan antibiotik, maka
pengenalan gejala dan pemeriksaan laboratorius perlu dilakukan untuk menentukan penyebab
pasti. Pada kasus diare akut dan parah, pengobatan suportif didahulukan dan terkadang tidak
membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut kalau kondisi sudah membaik.

Pencegahan Diare
Upaya pencegahan diare yang sudah terbukti, efektif, yang berupa :

 Perhatikan kebersihan dan gizi yang seimbang.


 Menjaga kebersihan dengan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan
kebersihan dari makanan yang kita makan.
 Penggunaan jamban yang benar.
 Imunisasi campak.

5. Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus
Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anophelesdengan gambaran penyakit
berupa demam yang sering periodik, anemia, pembesaran limpa dan berbagai kumpulan gejala
oleh karena pengaruhnya pada beberapa organ misalnya otak, hati dan ginjal.

Etiologi Malaria

Plasmodium adalah parasit yang termasuk vilum Protozoa, kelas sporozoa.


Terdapat empat spesies Plasmodium pada manusia yaitu : Plasmodium vivax menimbulkan
malaria vivax (malaria tertiana ringan). Plasmodium falcifarum menimbulkan malaria falsifarum
(malaria tertiana berat), malaria pernisiosa dan Blackwater faver. Plasmodium malariae
menimbulkan malaria kuartana, dan Plasmodium ovale menimbulkan malaria ovale.

14
Keempat spesies plasmodium tersebut dapat dibedakan morfologinya dengan
membandingkan bentuk skizon, bentuk trofozoit, bentuk gametosit yang terdapat di dalam darah
perifer maupun bentuk pre-eritrositik dari skizon yang terdapat di dalam sel parenkim hati.

Patogenesis Malaria
Terjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia dapat terjadi melalui dua
cara yaitu :
1. Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit malaria
2. Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia, misalnya
melalui transfuse darah, suntikan, atau pada bayi yang baru lahir melalui plasenta ibu yang
terinfeksi (congenital).

Patofisiologi Malaria
Patofisiologi malaria sangat kompleks dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut
:
1. Penghancuran eritrosit yang terjadi oleh karena :
-Pecahnya eritrosit yang mengandung parasit
-Fagositosis eritrosit yang mengandung dan tidak mengandung parasit
Akibatnya terjadi anemia dan anoksia jaringan dan hemolisis intravaskuler
2. Pelepasan mediator Endotoksin-makrofag
Pada proses skizoni yang melepaskan endotoksin, makrofag melepaskan berbagai mediator
endotoksin.
3. Pelepasan TNF
Merupakan suatu monokin yang dilepas oleh adanya parasit malaria. TNF ini bertanggung
jawab terhadap demam, hipoglikemia, ARDS.
4. Sekuetrasi eritrosit
Eritrosit yang terinfeksi dapat membentuk knob di permukaannya. Knob ini mengandung
antigen malaria yang kemudian akan bereaksi dengan antibody. Eritrosit yang terinfeksi akan
menempel pada endotel kapiler alat dalam dan membentuk gumpalan sehingga terjadi
bendungan.

15
Laboratorium

Anemia pada malaria dapat terjadi akut maupun kronik, pada keadan akut terjadi
penurunan yang cepat dari Hb. Penyebab anemia pada malaria adalah pengrusakan eritrosit oleh
parasit, penekanan eritropoesis dan mungkin sangat penting adalah hemolisis oleh proses
imunologis.
Pada malaria akut juga terjadi penghambatan eritropoesis pada sumsum tulang, tetapi bila
parasitemia menghilang, sumsum tulang menjadi hiperemik, pigmentasi aktif dengan hyperplasia
dari normoblast. Pada darah tepi dapat dijumpai poikilositosis, anisositosis, polikromasia dan
bintik-bintik basofilik yang menyerupai anemia pernisioasa. Juga dapat dijumpai
trombositopenia yang dapat mengganggu proses koagulasi.
Pada malaria tropika yang berat maka plasma fibrinogen dapat menurun yang disebabkan
peningkatan konsumsi fibrinogen karena terjadinya koagulasi intravskuler.
Terjadi ikterus ringan dengan peningkatan bilirubin indirek yang lebih banyak dan tes fungsi hati
yang abnormal seperti meningkatnya transaminase, tes flokulasi sefalin positif, kadar glukosa
dan fosfatase alkali menurun. Plasma protein menurun terutama albumin, walupun globulin
meningkat. Perubahan ini tidak hanya disebabkan oleh demam semata melainkan juga karena
meningkatkan fungsi hati. Hipokolesterolemia juga dapat terjadi pada malaria. Glukosa penting
untuk respirasi dari plasmodia dan peningkatan glukosa darah dijumpai pada malaria tropika dan
tertiana, mungkin berhubungan dengan kelenjar suprarenalis. Kalium dalam plasma meningkat
pada waktu demam, mungkin karena destruksi dari sel-sel darah merah. LED meningkat pada
malaria namun kembali normal setelah diberi pengobatan.

6. Tetanus
Tetanus adalah penyakit yang mengenai sistem saraf yang disebabkan oleh tetanospasmin
yaitu neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Penyakit ini ditandai oleh adanya
trismus, disfagia, dan rigiditas otot lokal yang dekat dengan tempat luka, sering progresif
menjadi spasme otot umum yang berat serta diperberat dengan kegagalan respirasi dan
ketidakstabilan kardiovaskular. Gejala klinis tetanus hampir selalu berhubungan dengan kerja

16
toksin pada susunan saraf pusat dan sistem saraf autonom dan tidak pada sistem saraf perifer atau
otot.
Clostridium tetani merupakan organisme obligat anaerob, batang gram positif, bergerak,
ukurannya kurang lebih 0,4 x 6 μm. Mikroorganisme ini menghasilkan spora pada salah satu
ujungnya sehingga membentuk gambaran tongkat penabuh drum atau raket tenis. Spora
Clostridium tetani sangat tahan terhadap desinfektan kimia, pemanasan dan pengeringan. Kuman
ini terdapat dimana-mana, dalam tanah, debu jalan dan pada kotoran hewan terutama kuda.

Etiologi Tetanus

Clostridium tetani merupakan sebuah kuman gram positif, anaerob obligat besar dan
mampu membentuk spora. Bentuk vegetasi kuman ini mampu dimusnahkan dengan panas dan
desinfektan, tidak dapat hidup dengan adanya oksigen. Kuman ini mampu bertahan pada suhu
121 derajat celcius selama 10-15 menit serta resisten terhadap alkohol atau zat kimia lain. Spora
ini terdapat di tanah, kotoran hewan, dan manusia yang menghasilkan 2 jenis eksotosin yaitu
tetanolisin dan tetanospamin. Tetanolisin merusak membran sel dan jaringan sehingga membuat
tempat yang sesuai untuk pertumbuhan dan proliferansi. Tetanospamin merupakan jenis toksin
yang paling paten.

Patogenesis Tetanus

Spora kuman tetanus yang ada di lingkungan dapat berubah menjadi bentuk vegetatif bila
ada dalam lingkungan anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah. Kuman ini dapat
membentuk metalo-exotosin tetanus, yang terpenting untuk manusia adalah tetanospasmin.
Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin padasinaps ganglion spinal dan neuromuscular
junction serta syaraf otonom. Toksin dari tempat luka menyebar ke motor endplate dan setelah
masuk lewat ganglioside dijalarkan secara intraaxonal kedalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu
anterior sumsum tulang belakang, akhirnya menyebar ke SSP. Manifestasi klinis
terutamadisebabkan oleh pengaruh eksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan pusat. Pengaruh
tersebut berupa gangguan terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah keluarnya
neurotransmiter inhibisi yaitu GABA dan glisin, sehingga terjadi eksitasi terus-menerus dan
spasme. Kekakuan dimulai pada tempat masuk kuman atau pada otot masseter (trismus), pada

17
saat toxin masuk ke sum sum belakang terjadi kekakuan yang makin berat, pada extremitas, otot-
otot bergaris pada dada, perut dan mulia timbul kejang. Bilamana toksin mencapai korteks
cerebri, penderita akan mulai mengalami kejang umum yang spontan. Tetanospasmin pada
sistem saraf otonom juga berpengaruh, sehingga terjadi gangguan pada pernafasan, metabolisme,
hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran kemih, dan neuromuskular. Spame larynx,
hipertensi, gangguan irama jantung, hiperpirexi, hyperhydrosis merupakan penyulit akibat
gangguan saraf otonom, yang dulu jarang dilaporkan karena penderita sudah meninggal sebelum
gejala timbul. Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi dan pernafasan mekanik, kejang dapat
diatasi namun gangguan saraf otonom harus dikenali dan dikelola dengan teliti.

Gejala dan Tanda Tetanus

         Gejala
Gejala penyakit tetanus bisa dibagi dalam tiga tahap, yaitu:
-Tahap awal
Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakan gejala awal
penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan otot. Beberapa penderita juga mengalami
kesulitan menelan. Gangguan terus dialami penderita selama infeksi tetanus masih berlangsung.
-Tahap kedua
Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah (Trismus). Gejala tahap
kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang meningkat sampai gigi mengatup dengan
ketat, dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-otot wajah,
sehingga wajah penderita akan terlihat menyeringai (Risus Sardonisus), karena tarikan dari otot-
otot di sudut mulut.
Selain itu, otot-otot perut pun menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan tersebut akan
semakin meningkat hingga kepala penderita akan tertarik ke belakang. (Ophistotonus). Keadaan
ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami luka. Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul
yaitu penderita menjadi lambat dan sulit bergerak, termasuk bernafas dan menelan makanan.
Penderita mengalami tekanan di daerah dada, suara berubah karena berbicara melalui mulut atau
gigi yang terkatub erat, dan gerakan dari langit-langit mulut menjadi terbatas.
-Tahap ketiga

18
Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah kejang refleks.
Biasanya hal ini terjadi beberapa jam setelah adanya kekakuan otot. Kejang otot ini bisa terjadi
spontan tanpa rangsangan dari luar, bisa pula karena adanya rangsangan dari luar. Misalnya
cahaya, sentuhan, bunyi-bunyian dan sebagainya. Pada awalnya, kejang ini hanya berlangsung
singkat, tapi semakin lama akan berlangsung lebih lama dan dengan frekuensi yang lebih sering.
Selain dapat menyebabkan radang otot jantung (mycarditis), tetanus dapat menyebabkan sulit
buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah, bahkan patah tulang belakang dapat terjadi akibat
adanya kejang otot hebat. Pernafasan pun juga dapat terhenti karena kejang otot ini, sehingga
beresiko kematian. Hal ini disebabkan karena sumbatan saluran nafas, akibat kolapsnya saluran
nafas, sehingga refleks batuk tidak memadai, dan penderita tidak dapat menelan.

Infeksi Tetanus
Tetanus merupakan salah satu  infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat
saraf dan otot. Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku,
pecahan kaca atau kaleng, luka yang kotor, dan pada bayi dapat melalui tali pusat. Pada bayi
yang baru lahir, kuman ini dapat masuk melalui luka iris tali pusat yang tidak dipotong dengan
pisau steril.
Tetanus pada bayi yang baru lahir disebut tetanus neonatorum dan merupakan salah satu
penyebab kematian terbanyak pada bayi. Tetanus atau disebut kancing gigi dapat masuk ke tubuh
baik melalui luka yang dalam maupun luka yang dangkal. Bahkan bisa dari luka kecil atau
tusukan.

Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan riwayat imunisasi:
         Adanya riwayat luka yang terkontaminasi, namun 20% dapat tanpa riwayat luka.
         Riwayat tidak diimunisasi atau imunisasi tidak lengkap
         Trismus, disfagia, rhisus sardonikus, kekakuan pada leher, punggung, dan
otot perut (opisthotonus), rasa sakit serta kecemasan.
         Pada tetanus neonatorum keluhan awal berupa tidak bisa menetek
         Kejang umum episodik dicetusklan dengan rangsang minimal maupun spontan dimana
kesadaran tetap baik.

19
Temuan laboratorium :
- Lekositosis ringan
- Trombosit sedikit meningkat
- Glukosa dan kalsium darah normal
- Cairan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat
- Enzim otot serum mungkin meningkat
- EKG dan EEG biasanya normal
- Kultur anaerob dan pemeriksaan mikroskopis nanah yang diambil dari
lukadapat membantu, tetapi Clostridium tetani sulit tumbuh dan batang gram
positif berbentuk tongkat penabuh drum seringnya tidak ditemukan.
- Kreatinin fosfokinase dapat meningkat karena aktivitas kejang (> 3U/ml)

Penatalaksanaan
1. Umum
a. Diagnosis segera
memungkin terapi sehingga merupakan hal yang sangat penting.
Diagnosa yang tepat sangat bergantung dari pengetahuan dan
pengalaman dari pemeriksa.
b. Anamnesa luka
c. Gambaran klinis
Uji spatula merupakan uji sederhana yang cukup baik. Spatula
digunakan untuk menyentuh bagian belakang dinding faring. Uji positif
bila terjadi reflek berupa kontraksi otot maseter, sedangkan reflek
berupa muntah merupakan uji negatif untuk tetanus.
2.      Spesifik
Belum ditemukan obat yang secara spesifik dapat melawan toksin yang
telah berikatan dengan jaringan syaraf dan menyebabkan sakit, yang ada hanyalah cradikasi
kuman dari luka dan menetralkan toksin di dalam sirkulasi.
         Netralisasi toksin yang bersirkulasi

20
Human tetanus immunoglubin (HTlg) yang merupakan anti toksin dengan dosis yang masih di
perdebatkan, namun dosis 500 unit direkomendasikan. ATS masih di gunakan berbagai negara
berkembang termasuk Indonesia dengan dosis 20.000 unit IM/24 jam selama 5 hari.
         Eradikasi kuman
Dilakukan dengan antibiotik dan pembersihan (Debridement).
Antibiotik yang sangat diperlukan adalah Penisilin dan metronidazole.
3.        Simptomatis
Penatalaksanaan simtomatis terdiri dari pengendalian spasme dan disfungsi otonom.
         Pengendalian spasme dengan sedasi yaitu diazepam dengan dosis 15-100mg/jam.
Midazolam sebagai pengganti diazepam, dan procopol yang diberikan dengan dosis 3,5-4,5
mg/kg/BB. Obat pelumpuh otot juga di perlukan yaitu pankoronium, vekuranium, atrakurium.
         Pengendalian disfungsi otonom, dengan morpin, klanidin, magnesium untuk menekan
pelepasan katekolamin. Terapi suportif di perlukan untuk pasien yang di berikan sedasi berat,
pelumpuh otot, dan ventilasi mekanik. Terapi suportif tersebut adalah dengan fisioterapi
ekstremitas, pemeliharaan kulit, profilaksis trombosis, dan nutrisi.

7. ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)


Secara definisi ISPA berarti timbulnya infeksi di saluran nafas yang bersifat akut (awitan
mendadak) yang disebabkan masuknya mikroorganisme (virus, bakteri, parasit, jamur). Secara
anatomis penyakit ini dibedakan ISPA bagian atas dan ISPA bagian bawah. Batas antara kedua
kelainan ini terletak di laring. Infeksi yang mengenai laring ke atas disebut sebagai ISPA bagian
atas, sedangkan bila mengenai dibawah laring disebut sebagai ISPA bagian bawah.

Etiologi ISPA

Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab (virus, bakteri, parasit, jamur). ISPA
bagian atas umumnya disebabkan oleh karena virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat
disebabkan oleh semuanya. ISPA bagian bawah yang disebabkan bakteri umumnya mempunyai
manifestasi klinik berat sehingga menimbulkan banyak problem dalam penanganannya.

Patogenesis ISPA

21
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga untuk mengatasinya
dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien. Ketahanan saluran pernafasan
tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur
alami yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia,
makrofag alveoli, dan antibodi.
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya telah rusak akibat
infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa
dan gerak silia adalah asap rokok dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara),
sindroma imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih).
Makrofag banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila terjadi infeksi.
Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh bakteri, sedangkan alkohol
akan menurunkan mobilitas sel-sel ini.

Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak ditemukan di
mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran nafas, seperti
yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan (imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini
seperti pada pasien keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi.
Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan
udara nafas.

Manifestasi Klinis Dan Diagnosis ISPA


Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri tenggorokan, batuk
dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan konjungtivitis. Suhu badan meningkat
antara 4-7 hari disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia.
Bila peningkatan suhu berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit.

Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium terhadap
jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah biakan virus, serologis, diagnostik
virus secara langsung.

22
Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan
darah, biakan cairan pleura.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyakit infeksi adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh sebuah agen biologi
(seperti virus, bakteria atau parasit), bukan disebabkan faktor fisik (seperti luka bakar) atau kimia
(seperti keracunan).Penyebab utama infeksi diantaranya adalah bakteri dan jasad hidup
(organism). Kuman-kuman ini menyebar dengan berbagai cara dan vector.
Adapun macam-macam penyakit infeksi diantaranya :
1. TBC
Tuberkulosis adalah suatu infeksi menular dan menahun dan bisa berakibat fatal,
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis atau
Mycobacterium africanum.
2. HIV/AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency
Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom)
yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus
HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya
(SIV, FIV, dan lain-lain). Penyebab penyakit AIDs adalah HIV yaitu virus yang
masuk dalam kelompok retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital
sistem kekebalan tubuh manusia.
3. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

23
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK
terdiri atas bronkitis kronis dan emfisema atau gabungan keduanya.
4. Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga
kali sehari. Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung
singkat, dalam beberapa jam atau hari. Diare akut yaitu diare yang berlangsung
kurang dari 15 hari. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari
namun tidak terus menerus dan dapat disertai penyakit lain. Diare persisten
merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang menyatakan diare yang
berlangsung 15-30 hari dan berlangsung terus menerus.
5. Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus
Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anophelesdengan gambaran
penyakit berupa demam yang sering periodik, anemia, pembesaran limpa dan
berbagai kumpulan gejala oleh karena pengaruhnya pada beberapa organ misalnya
otak, hati dan ginjal.
6. Tetanus
Tetanus adalah penyakit yang mengenai sistem saraf yang disebabkan oleh
tetanospasmin yaitu neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani.
7. ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)
Secara definisi ISPA berarti timbulnya infeksi di saluran nafas yang bersifat akut
(awitan mendadak) yang disebabkan masuknya mikroorganisme (virus, bakteri,
parasit, jamur).

24
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010. Malaria Definisi Etiologi Patofisiologi Manifestasi Klinis. Tersedia Online :
http://referensiartikelkedokteran.blogspot.com/2010/10/malariadefinisietiologipatofisiologiman.h
tml

Anonim, 2013. Makalah Patologi Tetanus. Tersedia Online : http://kodokbeku-


abessence.blogspot.com/2013/03/makalah-patologi-tetanus.html

Samordo, Pugud. 2008. Patofisiologi Ispa. Tersedia Online :


http://pugud.blogspot.com/2008/05/patofisiologi-ispa.html

Tata, Nietha. 2012. Patofisiologi Tbc. Tersedia Online : http://niethatata-


nietha.blogspot.com/2012/06/patofisiologi-tbc.html

http://arifwr.wordpress.com/2009/06/09/tbc-paru/

Kurniawan, Jefri. 2013. Patogenesis Patofisiologi dan Manifestasi Klinis HIV/AIDS. Tersedia
Online : http://jefrikurniawan04.blogspot.com/2013/05/patogenesis-patofisiologi-dan.html

http://cimotwihel.blogspot.com/2013/03/hivaids.html

http://www.klikparu.com/2013/02/penyakit-paru-obstruktif-kronik-ppok.html

25
26

Anda mungkin juga menyukai