TINJAUAN PUSTAKA
1
Maka munculah istilah pondok pesantren yang semakin berkembang
seiring dengan bertambahnya santri yang ingin belajar ilmu agama.
Pondok Pesantren di Indonesia memiliki peran yang sangat besar
baik bagi kemajuan islam itu sendiri maupun bagi bangsa Indonesia
secara keseluruhan. Berdasarkan catatan yang ada, kegiatan
pendidikan agama di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1596.
Kegiatan agama inilah yang kemudian dikenal dengan nama Pondok
Pesantren. Bahkan dalam catatan Howard M. Federspiel salah
seorang pengkaji ke-Islaman di Indonesia, menjelang abad ke-12
pusat-pusat studi di Aceh (pesantren disebut dengan nama Dayah di
Aceh) dan Palembang (Sumatera), di Jawa Timur dan di Gowa
(Sulawesi) telah menghasilkan tulisan-tulisan penting dan telah
menarik santri untuk belajar. (Rochidin Wahab 2004 : 153)
2.1.3 Fungsi dan Peranan Pondok Pesantren
Fungsi Pondok Pesantren menurut Mastuhu (1994) antara lain :
a. Sebagai lembaga pendidikan, pesantren menyelenggarakan
pendidikan formal (madrasah, sekolah umum, dan perguruan
tinggi) dan pendidikan non formal yang secara khusus
mengajarkan agama.
b. Sebagai lembaga sosial, pesantren menampung anak dari segala
lapisan masyarakat muslim tanpa membedakan tingkat sosial
ekonomi orang tuanya.
c. Sebagai lembaga penyiaran agama, masjid pesantren juga
berfungsi sebagai masjid umum, yaitu sebagai tempat belajar
agama dan ibadah bagi masyarakat umum.
2.1.4 Tujuan Pendidikan Pondok Pesantren
Menurut M.Arifin (2008) bahwa tujuan didirikannnya pendidikan
pesantren pada dasarnya terbagi pada dua yaitu :
a. Tujuan Khusus
Yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam
ilmu agama yang diajarkan oleh kyai yang bersangkutan serta
mengamalkannya dalam masyarakat.
2
b. Tujuan Umum
Yakni membimbing anak didik agar menjadi manusia yang
berkepribadian islam yang sanggup dengan ilmu agamanya
menjadi mubaligh islam dalam masyarakat sekitar dan melalui
ilmu dan amalnya.
2.1.5 Pengertian Pondok Pesantren Modern
Arti dari kata Modern yaitu: terbaru, mutakhir, sikap dan cara
berfikir serta cara bertindak sesuai dengan tuntutan jaman
(Kamus Besar Bahasa Indonesia : 2013)
b. Pondok Pesantren Modern
Menurut Wardi Bakhtiar (1990), Pondok Pesantren Modern
adalah lembaga pendidikan agama islam yang mempelajari
kitab-kitab agama islam dan mengajarkan ilmu pengetahuan
yang diajarkan dengan sistem madrasah atau klasikal seperti
halnya sekolah-sekolah umum yang bersifat formal.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pondok Pesantren Modern adalah
suatu lembaga pendidikan agama islam yang mempelajari dan
mengamalkan kitab agama islam yang dielngkapi dengan
fasilitas yang lengkap dan membekali para santri dengan
ketrampilan-ketrampilan yang mendukung dalam menghadapi
tantangan zaman.
Sistem yang digunakan dalam Pondok Pesantren Modern
menurut Rusli Karim (2004) adalah :
1) Mulai akrabnya dengan metodologi ilmiah modern.
2) Semakin berorientasi pada pendidikan dan fungsional, artinya
terbuka atas perkembangan di luar dirinya.
3) Diverivikasikan program dan kegiatan makin terbuka dan
ketergantungannya pun absolut dengan kyai, dan sekaligus
dapat memberi para santri dengan berbagai pengetahuan di
luar mata pelajaran agama, maupun ketrampilan yang
diperlukan dalam lapangan kerja.
4) Dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.
3
2.1.6 Pelaku dan Aktifitas Pondok Pesantren Modern
Menurut Mastuhu (1994) pelaku dan aktivitas yang ada di pondok
pesantren modern yaitu :
a. Pelaku
Pelaku utama di dalam sistem pendidikan pondok pesantren ini
terdiri atas, kyai, ustadz dan guru, santri atau siswa serta
pengurus pondok.
4
Pondok Pesantren Pondok Pesantren Modern
No Hal
Tradisional
4. Corak Fikih-Sufistik ( tarekat) Fikih-Sufistik & ilmu
Kehidupan Orientasi Ukhrawi Ukhrawi dan duniawi
Sakral Sakral dan profane
Manusia sebagai obyek Manusia sebagai obyek dan
subyek
5. Sumber belajar Kiai/ustadz Kiai/ustadz
Kitab klasik (kitab kuning) Kitab klasik
Kitab kontemporer agama dan
ilmu umum
6. Bahasa Daerah Indonesia
pengantar Arab Daerah
Arab
Inggris
7. Metoda belajar Sorongan Sorongan
Bandongan Bandongan
Halaqah Halaqah
Lalaran Lalaran
Kaya materi, miskin Diskusi, training, seminar
metodologi (menghafal) menuju pengayaan metodologi
8. Ilmu Diperoleh melalui berkah Dicari melalui akal
kyai Kontekstual
Tekstual
9. Ketrampilan Merupakan bagian Merupakan sarana pendidikan
integral dari kehidupan mengembangkan wawasan
santri dan pendidikan keduniawian
10 Perpustakaan, Tidak ada Ada
. dokumentasi & manual Manual, elektronik
alat pendidikan
11 Tujuan Agama (ukhrawi) Agama (duniawi-ukhrawi)
. Mamahami dan Memahami dan
mengamalkannya secara mengamalkannya sesuai
tekstual dengan temoat dan jamannya
(kontekstual)
12 Kurikulum Menurut perjenjangan Menurut perjenjangan kitab
. kitab (pesantren)
Menurut Depag (Madrasah)
Menurut Diknas (Sekolah
Umum)
13 Sumber & Pribadi, masyarakat Pribadi, masyarakat dan
. Pengelolaan Pribadi kyai pemerintah
Dana Yayasan
14 Santri Tidak membayar Membayar
. Memasak dan mencuci Bayar makan mencuci sendiri
sendiri atau binatu
Menerima bekal dari alam Menerima uang kiriman
Mencari nafkah Tidak mencari nafkah
Mengabdi pada kyai dan Mencari ilmu dan jiazah
mencari ilmu
15 Ustadz Mengabdi pada kyai dan Mengabri pada kyai, belajar
. belajar dan mencari nafkah
5
Pondok Pesantren Pondok Pesantren Modern
No Hal
Tradisional
16 Orangtua Menyerahkan anaknya Mengirimkan anaknya untuk
. pada kyai untuk dididik belajar agama agar menjadi
dan memperoleh berkah orang baik dan berkeahlian
kyai
17 Pengurus Mengabdi pada kyai Bertanggungjawab pada unit
. kerjanya
Memberi masukan kepada kyai
18 Kyai Sumber belajar/ moral Bukan merupakan sumber
. tunggal tunggal, namun masih tetap
menjadi tokoh kunci
19 Nilai kunci Berkah kyai Ibadah
. Ikhals Ikhlas
Ibadah Berkah kyai
20 Asrama Hidup bersama Hidup bersama
. Menerima, memiliki ilmu Dialog
dan mengamalkannya Menjadikan ilmu sebagai
pengembangan diri
Sumber : Dinamika Pendidikan Pesantren (1994)
6
Faktor keindahan, simetris, harm onis (hakekatnya merupakan
pendidkan estetika etika bagi santri dan masyarakat sekitarnya).
1) Faktor sirkulasi udara, sinar matahari, sirkulasi air, pembagian
dan bentuk-bentuk untuk kesehatan jiwwa dan raga.
2) Faktor macam jenis, bentuk dan luas ruangan serta
kelengkapan yang menunjang efektifitas dan produktifitas
pendidikan.
3) Faktor data dan kelengkapan lapangan, balai pertemuan dan
tempat ibadah.
Selain itu juga perlu diperhatikan mengenai fungsi ruang, jumlah
pemakai, standar satuan yang menyatakan ruang gerak minimal
untuk tiap orang dalam melakukan aktifitas, luas ruang, urgensi fungsi
utama dan jumlah ruang yang ditentukan menurut perhitungan efisien
pemakai ruang.
a. Standarisasi lokasi/lahan pondok pesantren
Standar dalam penentuan luas pada lokasi tertentu adalah
sebagai berikut:
1) Dalam kota: 1 ha (70% bangunan bertingkat, 30% pertamanan
dan lapangan serba guna )
2) Pinggir kota : 5 ha (60% bangunan bertingkat, 40% pertamanan
dan lapangan serba guna).
3) Daerah pedesaan; 10-50 ha (45 ha untuk contoh
pengembangan usaha sekaligus sumber logistik).
b. Unit-unit bangunan/ruang yang terdapat pada pondok pesantren
antara lain :
7
d) Luas masjid @ 1 m2/orang dikalikan jumlah jamaah.
e) Bentuk dan corak sesuai dengan kemampuan dan kondisi
daerah, memperhitungkan kekuatan dan konstruksi
bangunan dan estetika.
2) Rumah kyai
a) Teras, ruang tamu depan, kamar tidur (3), ruang tamu
belakang, ruang makan, dapur, kamar mandi, gudang,
tempat jemuran dan kamar kecil.
b) Luas bangunan 60 m2, teras 24 m2, tanah 150 m2.
3) Rumah ustadz
a) Teras, kamar tidur (2), ruang tamu, ruang makan, dapur,
km/wc, tempat cuci.
b) Bentuk kopel.
c) Luas bangunan 45 m2, luas tanah 75 m2.
4) Rumah panong asrama (pengurus)
a) Ruang tamu, ruang makan, kamar tidur, dapur, km/wc,
kamar cuci, tempat jemuran, gudang.
b) Luas bangunan 60 m2.
c) Asrama santri.
d) Ruang kantor (3,5 x 5 m2).
e) Ruang tamu 5x10 m2.
f) Gudang 5x10 m2.
g) Km/wc 1,5 x 2 m2 maks untuk 15 orang
h) Ruang belajar 10x24 m2.
i) Kamar tidur 4x4 m2 untuk 4 orang.
j) Tempat cuci 2x3 m2 maks 15 orang.
k) Dapur 7,5 x 8 m2.
l) Ruang makan 10x18 m2 untuk 100 santri.
m) Ruang istirahat 10x10 m2.
n) Tempat jemur 4x6 m2.
5) Perpustakaan yang mudah dijangkau oleh guru dan santri.
6) Balai pertemuan / aula serbaguna.
a) Untuk rapat, diskusi, latihan kesenian, pertunjukan dan
juga pameran.
8
(b) Luas 2x ruang belajar, luas 10x16 m2.
9
2.2 Tinjauan Tunanetra
2.2.1 Pengertian Anak Tunanetra
11
berbagai jarak.
b. Mereka yang dapat menghitung jari dari berbagai
jarak.
c. Mereka yang tidak dapat atau tidak mengenal tangan
yang digerakkan.
Ditinjau berdasarkan kelompok yang
mengalami keterbatasan penglihatan yang berat,
yaitu:
a. Mereka yang mempunyai persepsi cahaya (light
perception).
b. Mereka yang tidak memiliki persepsi cahaya (no
light perception).
Berdasarkan pengelompokan keterbatasan penglihatan
tersebut di atas, siswa tunanetra dapat dikelompokkan
menjadi:
a. Mereka yang mampu membaca cetakan standart.
b. Mereka yang mampu membaca cetakan standart
dengan memakai
alat pembesar (magnification devices)
c. Mereka yang hanya mampu membaca cetakan
besar (font 28).
d. Mereka yang mampu membaca kombinasi
antara cetakan
besar/regular print
e. Mereka yang mampu membaca cetakan besar
dengan menggunakan
alat pembesar.
f. Mereka yang hanya mampu dengan braille tapi
masih bisa melihat
cahaya (sangat berguna bagi mobilitas).
g. Mereka yang hanya menggunakan braille tetapi
sudah tidak mampu
melihat cahaya.
Klasifikasi anak tunanetra ditinjau dari kondisi
siswa, fisik anak tunanetra tidak berbeda dengan
anak sebaya lainnya. Perbedaan nyata diantara
mereka hanya terdapat pada organ penglihatannya.
12
Gejala tunanetra yang dapat diamati dari segi fisik
diantaranya:
a. Mata juling
b. Sering berkedip
c. Menyipitkan mata
d. Kelopak mata merah
e. Mata infeksi
f. Gerakan mata tak beraturan dan cepat
g. Mata selalu berair (mengeluarkan air mata)
h. Pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa kasifikasi gangguan penglihatan meliputi
kelompok gangguan penglihatan ringan, kelompok
low vision, dan kelompok buta total.
13
dalam kandungan, waktu dilahirkan, setelah
dilahirkan atau setelah dewasa.
Pada dasarnya faktor penyebab seseorang
menjadi tunanetra dapat dikelompokkan menjadi
empat penyebab, yaitu:
a. Faktor penyakit
Penyakit yang dialami oleh seorang ibu yang
sedang mengandung atau penyakit yang dialami
seseorang sesudah lahir. Penyakit-penyakit itu
misalnya: syphylis, gonerchea, trachoma, cataract,
onccerciaris, glukoma, radang kornea, penyakit
cacingan.
b. Faktor kecelakaan
Kecelakaan bisa terjadi pada waktu dilahirkan.
Misalnya karena seorang ibu kesulitan dalam
melahirkan, biasanya sering menggunakan alat- alat,
sehingga menganggu organ-organ mata atau
syaraf-syaraf mata yang menyebabkan
ketunanetraan, misalnya akibat jatuh, sehingga
organ-organ mata atau syarat mata tunanetra.
c. Deficiency vitamin A (aserofid)
Deficiency vitamin A merupakan salah satu
penyebab ketunanetraan secara tidak langsung.
Seperti kita ketahui bahwa vitamin A diperlukan
untuk pertumbuhan sel-sel epitel dan proses oksidasi
dalam tubuh, serta mengatur kepekaan rangsangan
sinar pada syaraf mata. Kekurangan vitamin A pada
seseorang akan didahului dengan adanya gejala-
gejala kurang jelas dalam penglihatan pada waktu
senja hari yang disebut rabun ayam atau
Hemeralopia. Kemudian diikuti dengan kerusakan-
kerusakan pada sel-sel epitel dan kulit. Jika hal ini
dibiarkan terus-menerus, maka akan menimbulkan
kelainan dalam penglihatan.
d. Faktor genetik
Yaitu faktor penyebab dari keturunan yang berasal
dari salah satu atau kedua orang tua. Misalnya
14
gangguan penglihatan presbiopia, myopia, dan
hipermetropia.
15
penyimpangan pada sistem visual” (widjajatin &
Hitipeuw, 1995 : 200)
Kemudian The World Health Organization (WHO)
mendefinisikan anak low vision sebagai berikut:
A person with low vision is one has impairment of
visual function even after treatment and/or standart
refractive correction, and has a visual acuity of less
then 6/18 (20/60) to light perception or visua field of
less than 10 degree from the point of fixation, but who
uses or is potentially able to use, vision for the planning
and/or execution of a tak (tarsidi, 200:04)
Pengertian WHO diatas dapat diartikan bahwa
anak low vision adalah mereka yang telah dikoreksi
secara optimal dengan kacamata atau dengan lensa
kontak, ketajaman penglihatan mereka 618 (20/60)
atau lantang pandang mereka tidak lebih dari 10
derajat, dapat menggunakan atau berpotensi untuk
menggunakan sisa penglihatannya dalam
merencanakan dan melakukan tugas sehari- hari.
Menurut Kirk dan Galagher (widjajatin &
Hitipeuw, 1995 : 201), A child scores between 20/70
and 20/200 on visual acuty, with correction, is legally
partially sighted or low vision. Pernyataan tersebut
dapat diartikan bahwa mereka yang ketajaman
penglihatannya antara 20/70 dan 20/200 setelah
mendapatkan perbaikan disebut kurang lihat atau low
vision.
Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan
bahwa anak low vision adalah anak yang mengalami
kerusakan dan gangguan dalam ketajaman
penglihatan, lantang pandang, masih memiliki sisa
penglihatan yang dapat dioptimalkan. Oleh karena itu
anak low vision masih bisa mengoptimalkan sisa
penglihatannya untuk membaca tulisan awas.
16
a.The international Clasification of Disease, 9 th
revision, clinical
modification (ICD-9-CM) membagi low vision atas 5
kategori
1) Moderate visual impairment. Tajam penglihatan
yang paling baik dapat dikoreksi kurang dari 20 /
60 sampai 20 / 160.
2) Severe visual impairment. Tajam penglihatan
yang paling baik dapatdikoreksi kurang dari
20/160 sampai 20/400 atau diameter lapang
pandangan adalah 20 derajat atau kurang
(diameter terbesar dari isopter goldman adalah
III$e, 3/100, objek putih)
3) Profound visual impairment. Tajam penglihatan
yang paling baik. Dapat dikoreksi kurang dari
20400 sampai 200/1000, atau
diameter lapang pandangan adalah 10 derajat
atau kurang.
4) Near- total vision loss. Tajam penglihatan yang
paling baik dapat dikoreksi 20/1250 atau kurang.
5) Total blindness. No light perception.
b. Klasifikasi cacat penglihatan
1) Penglihatan normal
Mata normal
Penglihatan dengan ketajaman 6/6-6/7,5 atau
95-100%
Penglihatan mata normal dan sehat
2) Hampir normal
Penglihatan 69 – 6/21 atau 75 – 90%
Tidak ada masalah gawat
Perlu diketahui penyebab yang mungkin dapat
diperbaiki
3) Low vision sedang
Penglihatan 6/60 – 6120 atau 10 – 20%
Masih mungkin orientasi dan mobilitas umum
Mendapat kesukaran berlalulintas dan
melihat nomor mobil
17
Membaca perlu memakai lensa kuat dan
membaca menjadi lambat
4) Low vision nyata
Penglihatan 6/240 atau 5%
Gangguan masalah orientasi dan mobilitas
Perlu tongkat putih untuk berjalan
Umumnya memerlukan sarana baca dengan
huruf braille, radio
dan pustaka kaset.
5) Hampir buta
Penglihatan menghitung jari kurang empat kaki
Penglihatan tidak bermanfaat bagi orientasi
mobilitas
Harus memakai alat non visual
6) Buta total
Tidak mengenal adanya rangsangan sinar
Seluruhnya tergantung pada alat indera selain
mata.
18
4. Mixed Types merupakan kombinasi pola-pola
gerak dyskitenik,
spastic, dan ataxic.
5. Hypotonia ditunjukkan oleh kondisi lemahnya
otot-otot dalam
Merespon stimulus dan hilangnya gerak reflex.
Jan et al. (Kingsley, 1999) mengemukakan bahwa anak-
anak yang mengalami ketunanetraan yang parah dengan
sistem saraf yang sehat, yang belum pernah diberi
kesempatan cukup memadai untuk belajar keterampilan
motorik, sering mengalami keterlambatan dalam
perkembangannya. Sering kali mereka lemah, daya
koordinasinya buruk, berjalannya goyah, dan kedua belah
kakinya senantiasa "bertukar tempat". Apabila berjalan
kakinya diseret dan tangannya menjulur ke depan. Maka perlu
disediakan alat untuk memegang atau railing agar
memudahkan anak tersebut dalam berjalan.
Best (1992) mengemukakan bahwa anak-anak tunanetra
tidak dapat dengan mudah memantau mobilitasnya
(gerakannya) dan oleh karenanya dapat mengalami kesulitan
dalam memahami apa yang terjadi bila mereka
menggerakkan atau merentangkan anggota tubuhnya,
membungkukkan atau memutar tubuhnya. Karena mereka
tidak dapat melihat gerakan orang lain dengan jelas, mereka
tidak bisa mengamati bagaimana orang duduk, berdiri, dan
berjalan serta kemudian menirukannya. Maka mereka akan
memiliki lebih sedikit kerangka acuan/pola (term of
reference), dan mungkin tidak akan menyadari apa artinya
"duduk tegak", berjalan kaki melangkah dan tangan diayun,
sehingga terjadi keserasian gerak antara kaki, tangan, dan
tubuh ketika sedang berjalan.
Dampak lain ketunanetraan dapat dilihat pada postur
tubuh dan gaya jalan. Akibat ketunanetraan biasanya ia
berjalan dengan kaki diseret karena ingin menditeksi jalan
yang berlubang, tangan menjulur ke depan karena kalau
menabrak sesuatu lebih baik tangan dulu yang menabrak.
19
2.3 Tinjauan Sekolah Luar Biasa Tunanetra
2.3.1 Sejarah Sekolah Luar Biasa
Pada pertengahan abad ke-18 sesudah Perang
Salib, para tunanetra ditampung dalam suatu asylum.
Asylum pertama kali didirikan di Perancis pada tahun
1254 yang diselenggarakan oleh badan keagamaan
(Katolik), yaitu Congregasi Quinze Vingt. Asylum
tersebut dikenal dengan nama Asylum “The
Congregasi of the three hundred”. Nama ini diberikan
sehubungan dengan penampungan 300 orang cacat
veteran Perang Salib yang menjadi tunanetra.
Selanjutnya asylum pertama di Inggris didirikan
dekat kota London yang dikenal dengan nama “Elsing
Spittle”. Asylum ini bubar dalam masa reformasi,
karena rumah- rumah perawatan harus berdasarkan
faham keagamaan.
Pada tahun 1790- 1791 di Liverpool didirikan
sebuah lembaga pendidikan tunanetra yang pertama
di Inggris oleh Henry Dannet B dan John Smyth.
Kemudian tahun 1793 didirikan “Blind Asylum” di
Edinburg Scotlandia oleh Dr. Robert Johnston dan
David Miller. Sedangkan dikota Dublin didirikan
Richmond National Institution pada tahun 1810. Di
Amerika Serikat, Asylum pertama Asylum for the Blind
didirikan tahun 1892 dikota Biston. (Marsono Welfry
Marsel Sitohang, makna sekolah bagi Tuna Netra :
2009)
Lembaga-lembaga atau Asylum di Inggris dan di
Amerika tersebut belum merupakan suatu lembaga
pendidikan atau sekolah khusus bagi anak- anak
tunanetra karena fungsinya ialah menampung orang
tunanetra dewasa.
Adapun sekolah bagi anak tunanetra yang
pertama didirikan di Perancis pada tahun 1784 oleh
Valentin Hauy, seorang dermawan. Oleh Institution
National des jeunes Aveugles. Sekolah ini juga
menerima murid yang awas, dengan maksud untuk
20
tidak mengucilkan anak tunanetra. Keberhasilan Hauy
ini mendorong dibukanya sekolah sejenis di Eropa.
dengan judul Idiocy an Its Treatment by Psychological
Methods pada tahun 1866.
Beberapa konsep yang dikemukakan dalam buku
tersebut antara lain:
1. Pendidikan anak secara utuh
2. Pembelajaran secara individual
3. Memulai pembelajaran sesuai dengan tingkat
kemampuan anak
4. Hubungan yang erat antara murid dengan guru.
Pada tahun 1901, dibukalah suatu lembaga
pendidikan untuk anak tunanetra di Bandung atas
inisiatif Dr. Westhoff, seorang Belanda yang memberi
modal pendirian lembaga tersebut yang kemudian
membentuk suatu yayasan untuk orang-orang
tunanetra. Usaha ini dimulai dengan mengumpulkan
orang-orang tunanetra, baik dewasa maupun anak-
anak, ditampung disuatu tempat/asrama. Untuk
memberikan kegiatan, dibuatlah suatu bengkel kerja
terbimbing, atau ‘Shetered Workshop’. Kemudian dirasa
perlu untuk membuka sekolah bagi anak-anak
tunanetra lainnya. Pada tahun 1961, lembaga swasta
ini diserahkan ke Departemen Sosial, pada tahun
1962 diserahkan pula ke Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, yang selanjutnya berubah menjadi
Sekolah Luar Biasa Negeri. (www.mitranetra.com)
21
“Special education means specifically designed
instruction to meet the unique needs of a child with
disability”. Pendidikan luar biasa berarti pembelajaran
yang dirancang secara khusus untuk memenuhi
kebutuhan yang unik dari anak kelainan fisik.
Ketika seorang anak diidentifikasi mempunyai
kelainan, pendidikan luar biasa sewaktu-waktu
diperlukan. Hal itu dikemukakan karena siswa
berkebutuhan pendidikan khusus tidak secara otomatis
memerlukan pendidikan luar biasa. Pendidikan luar
biasa akan sesuai hanya apabila kebutuhan siswa
tidak dapat diakomodasi dalam program pendidikan
umum. Singkat kata, pendidikan luar biasa adalah
program pembelajaran yang disiapkan untuk
memenuhi kebutuhan unik dari individu siswa. Mungkin
mereka memerlukan penggunaan bahan-bahan,
peralatan, layanan, dan/atau strategi mengajar yang
khusus. Sebagai contoh, seorang anak yang kurang
lihat memerlukan buku yang hurufnya diperbesar,
seorang siswa dengan kelainan fisik mungkin
memerlukan kursi dan meja belajar yang dirancang
khusus, seorang siswa dengan kesulitan belajar
mungkin memerlukan waktu tambahan untuk
menyelesaikan pekerjaannya. Contoh yang lain,
seorang siswa dengan kelainan pada aspek
kognitifnya mungkin akan memperoleh keuntungan
dari pembelajaran kooperatif yang diberikan oleh satu
atau beberapa guru umum bersama-sama dengan
guru pendidikan luar biasa. Pendidikan luar biasa
merupakan salah satu komponen dalam salah satu
sistem pemberian layanan yang kompleks dalam
membantu individu untuk mencapai potensinya secara
maksimal.
Pendidikan luar biasa diibaratkan sebagai
sebuah kendaraan dimana siswa berkebutuhan
pendidikan khusus, meskipun berada disekolah umum,
diberi garansi untuk mendapatkan pendidikan yang
22
secara khusus dirancang untuk membantu mereka
mencapai potensi maksimalnya.
Pendidikan luar biasa tidak dibatasi oleh tempat
khusus. Pemikiran modern menyarankan bahwa
layanan sebaiknya diberikan di lingkungan yang lebih
alamiah dan normal yang sesuai dengan kebutuhan
anak. Seting seperti itu bisa dilakukan dalam bentuk
program layanan di rumah bagi anak-anak
berkebutuhan pendidikan khusus prasekolah, kelas
khusus di sekolah umum, atau sekolah khusus untuk
siswa-siswa yang memiliki keberbakatan. Pendidikan
luar biasa bisa diberikan di kelas-kelas pendidikan
umum. Individu-individu berkebutuhan pendidikan
khusus hendaknya dipandang sebagai individu yang
sama bukannya berbeda dari temanteman sebaya
lainnya.
23
Penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus, dan
jatuh dibelakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas
jika objek didekatkan. Untuk membantu proses
penglihatan, pada penderita myopia digunakan
kacamata koreksi dengan lensa negative. Hyperopia:
Penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus, dan
jatuh didepan retina. Penglihatan akan menjadi jelas
jika objek dijauhkan. Untuk membantu proses
penglihatan, pada penderita hyperopia digunakan
kacamata koreksi dengan lensa positif. Astigmatisme:
penyimpangan atau penglihatan kabur yang
disebabkan ketidakberesan pada korneamata atau
pada permukaan lain ada bola mata sehingga
bayangan benda, baik jarak dekat maupun jauh, tidak
terfokus jatuh pada retina. Untuk membantu proses
penglihatan, pada penderita astigmatisme digunakan
kacamata koreksi dengan lensa silindris.
24
memijat, menganyam, bermain musik, menyanyi
dll.
3) Memberdayakan, upaya peningkatan sumber
daya manusia melalui berbagai pelatihan dan
keterampilan terhadap semua aspek yang
prinsipil dari manusia dan lingkungannya yang
bisa dikembangkan menjadi aspek sosial,
ekonomi, politik, keamanan dan lingkungan.
4) Membimbing, merupakan bantuan yang diberikan
kepada siswa/i untuk menghindari atau
mengatasi kesulitan dalam hidupnya, agar anak
tersebut dapat mencapai kesejahteraan hidup.
b.Tujuan Sekolah Luar Biasa Tunanetra
1) Meningkatkan keterampilan bagi tunanetra.
2) Meningkatkan rasa percaya diri
3) Meningkatkan kemampuan bersoialisasi maupun
komunikasi.
25
Berfungsi untuk
3 Mesin ketik braille menghasilkan tulisan
dengan keyboard braille
Alat menulis untuk tuna
4 Reglet, pen netra
Kalkulator yang
menghasilkan bunyi, untuk
7 Speech Calculator
memudahkan tuna netra
dalam belajar perhitungan
Sempoa
8 Abacus, sempoa
28
Jenjang pendidikan bagi anak tunanetra menurut
DEPDIKNAS terdiri dari:
a. Taman Kanak-kanak Luar Biasa
(TKLB)
1) Program Kegiatan Belajar:
(a) Program umum: pembentukan perilaku melalui
pengembangan Pancasila, agama, disiplin,
perasaan/emosi dan kemampuan
bermasyarakat, serta pengembangan
kemampuan berbahasa, daya pikir, daya cipta,
keterampilan dan jasmani.
(b) Program khusus: Orientasi dan Mobilitas.
2) Susunan Program
Pengajaran:
Kegiatan belajar 3 jam perhari. Setiap jam pelajaran
lamanya 30
menit.
1) Lama Pendidikan: berlangsung selama satu sampai
tiga tahun
2) Usia: sekurang-kurangnya berusia 3 tahun
3) Rasio guru dan murid: 1 guru membimbing 5 peserta
didik.
4) Sistem guru:
(a) Guru kelas, kecuali untuk bidang pengembangan
Orientasi dan
Mobilitas.
(b)Team teaching
b. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
a) Kurikulum:
(1) Program Umum: Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, Pendidikan Agama, Bahasa
Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan
Alam, Ilmu Pengetahuan, Sosial,Kerajian
Tangan dan Kesenian,Pendidikan, Jasmani dan
Kesehatan.
29
(3) Program Muatan Lokal antara lain: bahasa
Daerah, bahasa Inggris, Kesenian Daerah atau
lainnya yang telah ditetapkan oleh Dinas
Pendidikan Daerah setempat.
b) Susunan Program Pengajaran:
Kegiatan belajar sekurang-kurangnya 30 sampai 42
jam pelajaran tiap minggu. Untuk kelas I dan II
setiap jam pelajaran lamanya 30 menit, kelas III
sampai dengan VI setiap jam pelajaran lamanya 40
menit.
30
d) Program Pilihan: paket keterampilan Rekayasa,
Pertanian, Usaha dan Perkantoran,
Kerumahtanggaan, dan Kesenian.
2) Susunan Program
Pengajaran: Kegiatan belajar sekurang- kurangnya 42
jam pelajaran tiap minggu. Setiap jam pelajaran
lamanya 45 menit. Alokasi waktu program umum,
program khusus dan muatan lokal kurang lebih 48%,
sedangkan alokasi waktu program pilihan kurang lebih
52%.
3) Lama Pendidikan:
berlangsung selama sekurang-kurangnya 3 tahun.
4) Siswa: telah tamat Sekolah
Dasar Luar Biasa atau satuan pendidikan yang
sederajat/setara.
5) Rasio guru dan murid: 1 guru
mengajar maksimal 12 siswa.
6) Sistem guru: guru mata
pelajaran
b. Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB)
1) Kurikulum:
(a) Program Umum: pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, pendidikan Agama, Bahasa
Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam,
Ilmu Pengetahuan Sosial, pendidikan Jasmani
dan Kesehatan Bahasa Inggris.
(b) Program Khusus: Braille
(c) Program Pilihan: paket keterampilan Rekayasa,
Pertanian, Usaha dan Perkantoran,
Kerumahtanggaan, dan Kesenian.
2) Susunan Program
Pengajaran:
Kegiatan belajar sekurang-kurangnya 42 jam
pelajaran tiap minggu. Setiap jam pelajaran lamanya
45 menit. Alokasi waktu program umum kurang lebih
38%, sedangkan alokasi waktu program pilihan
kurang lebih62%.
31
3) Lama Pendidikan: berlangsung selama sekurang-
kurangnya 3 tahun.
4) Siswa: telah tamat Sekolah Menengah Pertama
atau yang
sederajat / setara.
5) Rasio guru dan murid: 1 guru mengajar maksimal 12
siswa.
6) Sistem guru: Guru mata pelajaran
32
Pelayanan pendidikan dengan model guru
kunjung ini bias dilaksanakan di beberapa tempat,
diantaranya:
1) Rumah anak tunanetra sendiri
2) Pada sebuah tempat yang dapat menampung
beberapa anak
tunanetra
3) Rumah sakit
4) Dll.
33
Berikut beberapa tinjuan bentuk berdasarkan tuntutan
ruang tunanetra.
1) Lingkaran
Bentuk lingkaran bersifat memusat pada suatu titik
atau menyebar. Bagi tunanetra tidak
menguntungkan karena lingkaran tidak memiliki
patokan awal dan akhir. Semakin banyak arah, maka
semakin kompleks dan sukar dihafalkan.
2) Segi banyak beraturan (memiliki sisi dan sudut sama)
Hampir sama dengan lingkaran, bahwa bentuk ini
akan menimbulkan pergerakan ke beberapa arah
yang mempersulit tunanetra untuk mengenal ruang
dan berorientasi dalam ruang tersebut.
3) Segitiga
Akan menyebabkan pergerakan menyerong (kurang
dari 90 derajat) yang kurang menguntungkan bagi
tunanetra.
4) Segi empat
Segi empat murni menunjukan sesuatu yang rasionil,
murni, dan bentuk yang statis, netral dan tidak
memiliki arah tertentu. Bentuk segi empat lainnya
adalah variasi bentuk bujur sangkar yang berubah
dengan penambahan tinggi atau lebarnya awal dan
akhir. Semakin banyak arah, maka semakin
kompleks dan sukar dihafalkan.
d. Ukuran
Ukuran benda yang diberikan pada anak sebagai
latihan kepekaan indra raba haruslah diperhatikan
sehingga akan mempermudah dalam mengikuti
pelajaran.
e. Waktu
Waktu yang dibutuhkan low vision dalam mengikuti
pelajaran akan lebih banyak bila dibanding dengan
anak awas. Dalam membaca, mereka memerlukan
waktu untuk mengerti. Disamping itu masih
memerlukan ketajaman penglihatan untuk menafsirkan
gambar. Sehingga guru harus memperhatikan faktor
34
kelelahan anak. Namun perlu diwaspadai, tidak harus
setiap saat perlu penyesuaian waktu. Sebab suatu
saat akan menimbulkan hal-hal yang melampaui batas.
Melampaui batas dalam hal yang menyangkut
ketidakmampuan anak. Misal: minta dimengerti bila
suatu ketika dia berprestasi buruk. Dalam hal ini perlu
meyakinkan anak bahwa dia mempunyai kesempatan
untuk mengembangkan ketrampilan dan kebiasaan
kebiasaan yang baik. Pelajaran akan lebih banyak bila
dibanding dengan anak awas. Dalam membaca,
mereka memerlukan waktu untuk mengerti.
Disamping itu masih memerlukan ketajaman
penglihatan untuk menafsirkan gambar. Sehingga
guru harus memperhatikan faktor kelelahan anak.
Namun perlu diwaspadai, tidak harus setiap saat
perlu penyesuaian waktu. Sebab suatu saat akan
menimbulkan hal-hal yang melampaui batas.
Melampaui batas dalam hal yang menyangkut
ketidakmampuan anak. Namun perlu diwaspadai, tidak
harus setiap saat perlu penyesuaian waktu.
35