Anda di halaman 1dari 184

 

 
Rangkuman Materi
Hukum Agraria
 you’re never too old to
set another goal or to
dream a new dream
 
Daya Perwira Dalimi
 – 
 3010 215 021 (Kelas
Karyawan)
3
 
7.
 
PEMBENTUKA
N PANITIA
 – 
 Upaya yang lebih
Nyata dan
Realistis
Ini adalah usaha
yang lebih
konkret untuk
menyusun dasar-
dasar Hukum
Agraria, yaitu
membentuk
Panitia-Panitai,
yang terdiri dari:
1)
 
Panitia Agraria
yogyakarta (1948)
Panitia Pertama
yang dibentuk
dan berlokasi di
Yogyakarta
sebagai ibukota
negara pada saat
itu. Panitia ini
diketuai oleh
Sarimin
Reksodiputro.
 Tugas utama
panitia ini adalah
memberikan
pertimbangan
 dan
penilaian
 kepada
pemerintah
mengenai
hukum tanah pada
umumnya
, dan juga
merancang dasar-
dasar hukum
tanah yang
memuat politik
agraria RI serta
mencabut/meniad
akan aturan-
aturan apa-apa
saja yang tidak
bagus untuk
rakyat Indonesia,
seperti Hak-hak
asing,
Domain
Verklaring 
. 2)
 
Panitia Agraria
Jakarta (1951)
Karena
berubahnya
keadaan negara
 saat itu,
sepertinya
berpindahnya
 
ibukota kembali
ke Jakarta
, maka
dibubarkan lah
Panitia Yogya
dan dibentuk
Panitia Baru
 yang berlokasi di
Jakarta
, dan tetap
diketuai oleh
Sarimin
Reksodiputro.
Dalam
perjalanannya,
Sarimin
Reksodiputro
 yang menjabat
sebagai Ketua
Panitia
harus pindah ke
Nusa Tenggara
 untuk menjabat
Gubernur,
sehingga jabatan
Ketua Panitia
Agraria Jakarta
digantikan oleh
 Singgih
Praptodihardjo
. 3)
 
Panitia Soewahjo
(1955) Panitia
Soewahjo
adalah Panitia
yang resmi
dibentuk oleh
Pemerintah
berdasarkan
KepPres 29 Maret
1955
, yang ditugaskan
untuk membuat
Rancangan
Undang Undang
Pokok Agraria
(RUUPA)
yang bersifat
nasional
Dalam upayanya
untuk membentuk
Hukum yang
baru, Panitia ini
menggunakan
Hukum Adat
sebagai dasar
hukum dari
Pembentukan
UUPA, dimana
mengambil
konsepsi, nilai-
nilai dan asas-
asas yang hidup
di dalam Hukum
Adat, serta
meniadakan hak-
hak asing,
mencabut
Agrarische Wet,
Agrarische
Besluit dan Asas
Domain
Verklaring Dalam
perkembanganny
a, Panitia ini
lebih konkret
menjadi
Tim Perancang
UU
, yang terdiri dari:
 
a.
 
Rancangan
Soenarjo (1958)
Rancangan
Soenarjo
 ini adalah
sebenarnya
Rancangan dari
Panitia Soewahjo
 yang diajukan
oleh
Soenarjo
sebagai Menteri
Agraria, dan
disetujui oleh
Dewan Menteri
pada tanggal 1
April 1958 Hanya
saja, ketika
sampai di tahap
pembahasan di
DPR,
penetapannya
tertunda, karena
DPR merasa
perlu
mengumpulkan
bahan-bahan
yang lebih
lengkap  b.
 
Rancangan
Sadjarwo (1960)
Ini adalah
RUUPA yang
terakhir
, karena telah
menyesuaikan
dengan UUD
1945
, yang
diajukan
 oleh Menteri
Agraria saat itu,
yaitu
Sadjarwo
, dan hingga
akhirnya disetujui
oleh Kabinet Inti
pada 22 Juli
1960. RUUPA ini
dengan tegas
menyatakan
bahwa
Hukum Adat
sebagai dasar dari
pembentukan
UUPA
, karena
mengambil
konsepsi, nilai-
nilai dan asas-
asas yang hidup
di dalam Hukum
Adat Dan pada
tanggal
24 September
1960
, RUUPA ini
ditetapkan
menjadi
UU No.5 Tahun
1960
 tentang
Peraturan Dasar
Pokok-Pokok
Agraria
, yang lebih
dikenal dengan

UUPA

 
 

 
Rangkuman Materi
Hukum Agraria
 you’re never too old to
set another goal or to
dream a new dream
 
Daya Perwira Dalimi
 – 
 3010 215 021 (Kelas
Karyawan)
4
 
C.
 
HUKUM
TANAH BARU
 – 
 UUPA
8.
 
Sesuai dengan
namanya,
UUPA
 ini hanya
mengatur
hal-hal yang
sangat pokok 
 (dasar)tentang
hukum agraria.
Untuk
aturan-aturan
yang lebih
mendetil
 harus dibuat
peraturan lainnya
 yang lebih
spesifik dalam
mengatur hal-hal
tertentu.
Contohnya adalah
Pasal 19 dimana
menjelaskan
bahwa
Pendaftaran
Tanah harus
menunjuk kepada
peraturan yang
lebih spesifik,
yaitu Peraturan
Pemerintah.
9.
 
UUPA
ini
Mengadopsi
 secara langsung
dari
Hukum Adat
 yang berlaku,
dimana
mengadopsi hal-
hal berikut ini:
 
1)
 
Konsepsi
Komunalistik
Religius 
 
Konsepsi pada
Hukum Tanah
adat ini juga
digunakan dalam
UUPA, yang
mana dapat
dilihat dari
adanya
HAK BANGSA
INDONESIA
 
(“
HBI
”). HBI ini
merupakan Hak
atas Tanah yang
Paling tinggi
yang mana
sama
kedudukannya
dengan Hak
Ulayat pada
Hukum Tanah
Adat.
Segi
komunalistiknya
 dapat dilihat dari
Unsur
Bersamanya
, yaitu
HBI
 merupakan
kepunyaan
Bangsa Indonesia
 yang mana sama
dengan Hak
Ulayat pada
hukum adat yang
merupaka hak
atas tanah
bersama
masyarakat
hukum adat
Segi Religiusnya
dapat dilihat dari
 
 pernyataan : ”
tanah merupakan
karunia Tuhan
Yang Maha Esa

 
2)
 
Asas-asas lainnya
Asas pemisahan
Horizontal
 , dimana bidang
tanah dapat
dikuasai oleh Si
A, dan hasil dari
tanah dikuasai
oleh B dan
bangunan
diatasnya dapat
dikuasai oleh C.
Asas Horizontal
ini berbeda
dengan Asas
Hukum Barat,
dimana mengenal
asas Pelekatan
(aksesi)
, seperti yang
terdapat pada
pasal 571 BW 3)
 
Lembaga-
lembaga hukum
10.
 
FUNGSI POKOK
atau
 PERANAN
Hukum Adat
dalam
 Hukum Agraria
sesuai dengan
Pasal 5 UUPA
1)
 
Sebagai
sumber utama
bagi pembuatan
UUPA
, berupa
konsepsi,
 
asas2
 dan
lembaga dalam
Hukum Adat
 yang dirumuskan
menjadi
norma tertulis
dalam UUPA
 2)
 
Sebagai
pelengkap UUPA
. Jika ada
permasalahan
yang tidak dapat
diatasi dengan
UUPA, maka
akan
menggunakan
Pedoma dari
Hukum Adat
(untuk
menghindari dari
kekosongan
hukum). Dengan
demikian,
Hukum Tanah
Nasional
 dapat
Tertulis
dan
Tidak Tertulis
, karena masih
dapat
menggunakan
hukum adat, jika
ada sesuatu hal
yang belum
diatur dalam
UUPA
11.
 
Fungsi dan
Tujuan dari
UUPA:
1)
 
Menghapus
Dualisme Hukum
 dan
Menciptakan
unifikasi
serta
 Kodifikasi
Hukum Agraria
 dengan cara: a.
 
Menyatakan
tidak berlaku lagi
peraturan hukum
tanah yang lama
, dengan
mencabut:

 
Seluruh pasal 51
IS
, termasuk
ayat2 tentang
Agrarische Wet
 

 
Domain
Verklaring
 

 
Peraturan
mengenai
Agrarische
Eigendom
 

 
Buku Kedua BW
, kecuali
ketentuan
 Hipotik 
 

 
Ketentuan
tentang larangan
pengasingan
tahah  b.
 
Menyatakan
berlakunya
Hukum Tanah
Nasional
 berdasarkan
Hukum Adat
yang tidak tertulis
2)
 
Menciptakan
unifikasi hak-hak
penguasaan atas
tanah melalui
Lembaga
Konversi
: a.
 
Tanah Hak Barat
maupun Tanah
Hak Indonesia
dikonversi
menjadi hak atas
tanah menurut
UUPA secara
serentak dan
demi hukum
terhitung mulai
tanggal 24
September 1960
b.
 
Hak-hak jaminan
atas tanah diubah
menjadi Hak
Tanggungan
Contoh:
-
 
Hak Eigendom
yang dipegang
oleh WNI
tunggal, dapat
dikonversi
menjadi Hak
Milik -
 
Hak Eigendom
yang dpegang
oleh Badan
Hukum, dapat
dikonversi
menjadi Hak
Guna Bangunan
(HGB) -
 
Hak Eigendom
yang dipegang
oleh WNA, dapat
dikonversi
menjadi Hak
Pakai
 
Konversi ini
tergantung dari
subjek hukum
pemegang
haknya. 3)
 
Meletakkan
landasan hukum
 untuk
pembangunan
Hukum Agraria
, misalanya Pasal
17 UUPA
 

 
Rangkuman Materi
Hukum Agraria
 you’re never too old to
set another goal or to
dream a new dream
 
Daya Perwira Dalimi
 – 
 3010 215 021 (Kelas
Karyawan)
18
 
55.
 
TEKHNIS
PEMELIHARAA
N DATA
PENDAFTARAN
TANAH
Suatu kegiatan
penyesuaian dari
data yang
disimpan/disajika
n, baik data fisik
maupun data
yuridis. Dengan
demikian, setiap
perubahan
mengenai Hak,
Subjek dan
Tanahnya,
HARUS
DIDAFTARKAN
 dan kemudian
dicatat dalam
BUKU TANAH
yang tersimpan
dalam arsip BPN,
dan Salinannya
dipegang oleh
Pemegang Hak. -
 
Perubahan Data
Fisik 
: luas berubah,
karena
pemecahan,
pemisahan, dan
lain sebagainya -
 
Perubahan Data
Yuridis
: berubah
mengenai
kepemilikan
haknya, seperti
jangka waktunya
yang berakhir,
dibatalkan,
dicabut atau
dibebani hak lain.
Dan juga bisa
terjadi perubahan
dari Pemegang
Haknya, karena
peristiwa dan
perbuatan hukum,
seperti akibat
pewarisan, jual
beli, dll.
56.
 
SISTEM
PEMBUKTIAN
(PUBLIKASI) (1)
 
Permasalahan
yang terdapat
pada Sistem
Pembuktian:
a.
 
Sejauh mana
kebenaran dari
sesuatu yang
dipublikasikan
dan sejauh mana
kebenaran data
tersebut?
 
 b.
 
Sejauh mana
hukum yang
melindungi
kepentingan
orang yang
melakukan
perbuatan hukum
terkait dengan
tanah tersebut
 (2)
 
JENIS Sistem
Publikasi Sistem
PUBLIKASI
POSITIF Sistem
PUBLIKASI
NEGATIF
Sistem ini
memberikan
suatu
JAMINAN
HUKUM YANG
PASTI/KUAT
 atas suatu Hak
atas Tanah atau
Mendahulukan
KEPASTIAN
HUKUM yang
KUAT
 Dengan
demikian, bagi
seorang
Pemegang Hak
(terdaftar sebagai
pemegang hak),
maka Pemegang
Hak tersebut
akan dijamin dan
dilindungi oleh
hukum
. Jika dikemudian
hari, ada
orang lain yang
menggugat
 atas hak tanah
tersebut, maka
Penggugat
tersebut tidak
akan
mendapatkan Hak
atas tanah
 tersebut (meski
bisa
membuktikan/pe
megang hak
sebenarnya),
tetapi akan
mendapat ganti
rugi dari Negara
Sistem ini
TIDAK
mendasarkan pada
PENDAFTARAN
HAK-nya
, melainkan
berdasarkan atas
SAH atau
TIDAKNya suatu
perbuatan hukum
 yang terkait
dengan tanah
tersebut. Seorang
pemegang hak
(terdaftar
namanya sebagai
pemegang hak)
tidak memperoleh
jaminan atau
kepastian hukum
atas hak-nya
tersebut. Jika
ternyata ada
seseorang yang
menggugat hak
yang sudah
terdaftar tersebut,
dan dapat
membuktikannya
secara hukum,
maka hak
tersebut dapat
dicabut dan
diberikan kepada
Penggugat
tersebut. Dengan
demikian, dalam
sistem ini
tidak terdapat
suatu kepastian
hukum
, karena tetap
dapat digugat
oleh siapapun
yang dapat
membuktikannya
KEADILAN
 pada sistem ini
adalah
memberikan
kepastian hukum
 bagi yang
terdaftar sebagai
pemegang hak 
 dan
memberikan ganti
rugi
kepada seseorang
yang menggugat
dan dapat
membuktikan
bahwa penggugat
tersebut adalah
orang yang
sebenarnya
berhak atas tanah
tersebu
KEADILAN
 pada sistem ini
adalah
menggunakan
Lembaga
Aquisitive
Verjaring 
, yaitu dengan
lampaunya
waktu, seseorang
akan memperoleh
hak. Artinya, bagi
seseorang yang
ingin menggugat
haknya atas tanah
yang terdaftar
atas nama orang
lain, mempunyai
batas waktu, dan
jika batas waktu
untuk menggugat
tersebut telah
terlampaui, maka
Penggugat akan
kehilangan
haknya dan tidak
dapat menggugat
lagi dan hak
tersebut akan
beralih kepada
orang yang sudah
memegang hak
tersebut
sebelumnya.
ASAS pada
Sistem ini adalah:
 (1)
 
Title by
registration 
: orang yang
sudah terdaftar
namanya adalah
orang yang
memegang
haknya secara
hukum (2)
 
The register is
everything 
: orang yang
memegang
haknya, akan
dijamin kepastian
hukumnya (3)
 
Indefeasible title 
:
 Hak yang tidak
bisa diganggu
gugat
Asas pada sistem
ini adalah
:
Nemo Plus Yuris 
 
adalah Seseorang
tidak bisa
membelikan lebih
dari hak yang
dimiliki.
Seseorang yang
bukan memiliki
tanah, maka tidak
akan dapat
menjual tanah
tersebut Sistem
ini selalu
menggunakan
SISTEM
PENDAFTARAN
HAK
Sistem ini selalu
menggunakan
SISTEM
PENDAFTARAN
AKTA
 

 
Rangkuman Materi
Hukum Agraria
 you’re never too old to
set another goal or to
dream a new dream
 
Daya Perwira Dalimi
 – 
 3010 215 021 (Kelas
Karyawan)
19
 
(3)
 
Sistem Publikasi
INDONESIA
Indonesia
menggunakan
SISTEM
PUBLIKASI
NEGATIF
BERTENDESI
POSITIF
, dengan alasan
sebagai berikut:
a.
 
Indonesia dapat
dikatakan
menggunakan
SISTEM
NEGATIF
 karena
SELAMA
 
tidak dapat
dibuktikan yang
sebaliknya
, maka
data yang
disajikan
 dalam buku
tanah dan peta
pendaftaran harus
diterima sebagai
data yang benar
  b.
 
Tetapi Indonesia
tidak murni
menggunakan
Sistem Publikasi
Negatif 
, karena terdapat
unsur-unsur
positif 
, yaitu:
 

 
Indonesia
menggunakan
sistem
pendaftaran hak

 
Pasal 19 ayat
(2.c), Pasal 23 (2),
Pasal 32 (2) dan
Pasal 38 (2)
UUPA
 menyebutkan
bahwa
Pendaftaran akan
menghasilkan
Surat Tanda Bukti
Hak 
, yang dapat
dijadikan sebagai
alat bukti yang
kuat
c.
 
Tetapi Indonesia
TIDAK bisa
dikatakan sebagai
Sistem Positif
yang
MURNI
, karena:
 
Pada
PP 10/1961
 
menjelaskan
bahwa: “
pendaftaran tidak
menghasilkan
suatu
indeafeasible Title

 
d.
 
Lembaga
keamanan di
Indonesia
menggunakan
Lembaga
Rechtverweking 
, yang prinsipnya
mirip dengan
Aqusitive
Verjaring 
. Pada PP
24/1997 sudah
ditentukan bahwa
batas waktu
lampau
/Daluwarsa
adalah 5 tahun.
 57.
 
MACAM
PENDAFTARAN
TANAH
1)
 
RECHT
KADASTER
Bertujuan untuk
menjamin
kepastian hukum
 atau
kepastian hak 
 
2)
 
FISCAAL
KADASTER

 
Bertujuan hanya
untuk
memungut
 
PAJAK TANAH
 

 
Sebelum
berlakunya
UUPA,
Fiscaal Kadaster 
 ini dilakukan
baik terhadap
Tanah Hak
Indonesia
 maupun
Tanah Hak Barat
 

 
Tanda Pelunasan
Tanah Hak Milik
Adat disebut
Petuk, Girik,
Pipil atau Ketitir
untuk wilayah
pedesaaan (
Landrente 
)

 
Untuk
Wilayah
Perkotaan
 disebut
Verponding
Indonesia 
 

 
Untuk
Tanah Hak Barat
 disebut
Verponding Eropa 
 
3)
 
AANTAL
KADASTER
Bertujuan untuk
pengumpulan data
tanah
 yang kemudian
disusun
statistiknya
 oleh pemerintah
dalam rangka
pembangunan
58.
 
TUJUAN
PENDAFTARAN
TANAH
1)
 
Memberi
kepastian hukum
(subjek
pemegang
haknya, jenis
Haknya, dan luas
atau fisik dari
Tanahnya)
dan perlindungan
atas tanah
, sertifikat Rusun
dan hak-hak lain
yang terdaftar 2)
 
Menyediakan
informasi kepada
pihak-pihak 
 yang
berkepentingan 3)
 
Terselenggaranya
tertib administrasi
pertanahan
 
59.
 
ASAS
PENDAFTARAN
TANAH
Sederhana,
Aman,
Terjangkau,
Muktahir dan
Terbuka
 

 
Rangkuman Materi
Hukum Agraria
 you’re never too old to
set another goal or to
dream a new dream
 
Daya Perwira Dalimi
 – 
 3010 215 021 (Kelas
Karyawan)
20
 
LAND REFORM
60.
 
DEFINISI
LANDREFORM

 
Segi Bahasa:
Perombakan
kembali struktur
hukum
pertanahan dan
membangun
struktur tanah
yang baru

 
Segi umum:
Suatu azas dalam
struktur
pertanahan di
Indonesia, yaitu
Tanah pertanian
harus dikerjakan
dan diusahakan
secara aktif oleh
Pemiliknya
sendiri
61.
 
PENGERTIAN
LANDREFORM
a.
 
Dalam Arti Luas
Sama dengan
Agrarian Reform
Indonesia
, yaitu: 1)
 
Pelaksanaan
pembaharuan h
no
ukum agraria 2)
 
Penghapusan
terhadap hak-hak
asing dan konsesi
kolonial 3)
 
Diakhiri
kekuasaan para
tuan tanah dan
para feodal yang
telah banyak
melakukan
pemerasan
terhadap rakyat
melalui
penguasaan atas
tanah 4)
 
Perombakan
mengenai
pemilikan dan
penguasaan atas
tanah serta
berbagai
hubungan-
hubungan yang
berkenaan dengan
penguasaan atas
tanah 5)
 
Perencanaan
persediaan,
peruntukan dan
penggunaan tanah
secara berencana
sesuai dengan
kemampuan dan
perkembangan
kemajuan
b.
 
Dalam Arti
Sempit
Mengadakan
perombakan
mengenai
pemilikan dan
penguasaan atas
tanah serta
hubungan-
hubungan yang
bersangkutan
dengan
pengusahaan atas
tanah
62.
 
TUJUAN
LANDREFORM
Usaha untuk
mempertinggi
penghasilan dan
taraf hidup para
petani terutama
pertanian kecil
dan ptani
penggarap tanah,
sebagai landasan
atau prasyarat
untuk
menyelenggaraka
n pembangunan
ekonomi menuju
masyarakat yang
adil dan makmur
berdasarkan
pancasila
sebagaimana
tercantum dalam
pembukaan UUD
1945
63.
 
DASAR HUKUM
LANDREFORM
1)
 
Landasan
IDEAL:
Pancasila
2)
 
Landasan
KONSTITUSIO
NAL:
Pasal 33 Ayat (3)
UUD 1945
3)
 
Landasan
Operasional:
 
-
 
Pasal 4, 7, 10, 17,
dan 53 UUPA
 
-
 
UU
No.56/PRP/1960
tentang
Penetapan Luas
Tanah Pertanian
 
-
 
PP No. 2/1960
 Jo.
INPRES
No.13/1980
tentang Perjanjian
Bagi Hasil
 
-
 
PP No. 224/1961
Jo. PP
No.41/1964
tentang
Pelaksanaan
Pembagian Tanah
dan Pembayaran
Ganti Rugi
 
-
 
PP No. 4/1977
tentang Pemilikan
secara Absentee
oleh para
pensiunan
pegawai negeri
 
-
 
Peraturan Kepala
BPN No.3/1991
tentang
Pengaturan
Penguasaan
Tanah Objek
Landreform
secara Swadaya
 64.
 
PROGRAM
LANDREFORM
1)
 
Pembatasan Luas
Maksimum
Penguasaan
Tanah Pertanian
Setiap orang atau
keluarga
HANYA
DIPERBOLEHK
AN untuk
menguasai tanah
pertania yang
jumlahnya tidak
melebih batas
maksimum 2)
 
Larangan
pemilikan tanah
secara
ABSENTEE/GUN
TAI 
 
Tanah
ABSENTEE
 adalah tanah
yang terletak
diluar kecamatan
 tempat tinggal
Pemilik Tanah (
 Ps. 3 PP
224/1961)
Dengan
demikian, setiap
orang/keluarga
dilarang memiliki
tanah pertanian
yang berada
bukan
dikecamatan
tempat
orang/keluarga
tersebut tinggal
(Diluar
kecamatan)
Pengecualian:
-
 
Dibolehkan bagi
pemilik tanah
yang berbatasn
dengan
kecematan letak
tanah -
 
Mereka yang
menjalankan
tugas negara
(PNS, Militer dan
yang
dipersamakan
dengan mereka) -
 
Pensiunan PNS
dan Janda PNS
Pemilik tanah
yang
dikecualikan ini,
dibatasi hanya
2/5 dari batas
maksimum yang
ditentukan oleh
UU
No.56/PRP/1960

Anda mungkin juga menyukai