Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Ensefalitis merupakan radang otak yang dapat meliputi radang meningen.
Ensefalitis merupakan kompilikasi yang lebih jarang terjadi dan disebabkan oleh invaksi
protozoa, bakteri, jamur, atau virus. Pada anak, ensefalitis paling sering terkaitan dengan
penyakit virus. Sebagian besar kasus ensefalitis virus pada anak tidak diketahui
penyebabnya. (Kyle & Carman, 2012, hal. 559)
Ensefalitis merupakan sindrom neurologi kompleks akibat proses inflamasi pada
parenkim otak. Manajemen ensefalitis merupakan tantangan tersendiri mengingat
cepetnya progresivitas penyakit dan kebutuhan akan perawatan intensif. Terdapat variasi
presentasi yang luas dengan banyaknya kemungkinan agen etiologi (Lestari & Putra,
2017, hal. 91)
Infeksi herpes simpleks pada susunan syaraf pusat merupakan salah satu dari
infeksi virus paling berat pada otak manusia. Insidennya berkisar antara 1 dalam 250.000
hingga 500.000 penduduk per tahun . sebelum era West Nile Encephalitis, ensefalitis
Herpes simpleks mencapai 10 % hingga 20 % dari ensefalitis virus di Amerika. Tanpa
pemberian anti virus yang adekuat angka kematian mencapai 70 % dengan hanya 9% dari
pasien yang selamat bisa kembali berfungsi normal setelah sakit (Lestari & Putra, 2017,
hal. 91)
Hingga saat ini data tentang insiden ensefalitis herpes simpleks pada anak di
Indonesia sangat langka. Di Padang sendiri belum ada data tentang frekuensi kejadian
maupun luaran ensefalitis herpes simpleks akibat terkendala pemeriksaan PCR herpes
simpleks untuk konfirmasi diagnosis (Lestari & Putra, 2017, hal. 91)
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep teori asuhan keperawatn pada klien ensefalitis
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit ensefalitis
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mendapatkan gambaran tentang pemenuhan kebutuhan aktivitas pada
pasien encefalitis serta dalam pemberian asuhan keperawatan yang benar supaya
penderita tidak mengalami komplikasi yang semakin berat.
2. Tujuan khusus
1) Agar mehasiswa dapat mengetahui dan memahami bagaimana
definisi dari encefalitis
2) Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami etiologi dari
encefalitis
3) Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahi bagaiman tanda
dan gejala dari encefalitis
BAB II
KONSEP TEORI
1. Definisi
Encephalitis adalah peradangan pada parenkim otak akibat infeksi dari
bakteri atau virus. Encephalitis bakteri biasanya akibat fraktur tulang dari
tengkorak kepala yang masuk kedalam atau alat-alat penetrasi yang tekontaminasi.
Encephalitis virus umumnnya akibat dari dari gigitan serangga yang terinfeksi
atau akibat dari infeksi virus. Pengonytrolan lingkungan dan imunisasi profiklasis
dapat menurunkan angka kejadian encephalitis (widagdo, suharyanto, & aryani,
2013, hal. 136).
Encephalitis adalah radang jaringan otak, paling sering disebabkan oleh
virus, walaupun dapat juga karena bakteri, jamur, atau protozoa. (Digiulio, 2014,
hal. 230)
Jadi, Encephalitis adalah peradangan pada parenkim otak akibat infeksi
dari bakteri atau virus. Umumnnya akibat dari dari gigitan serangga yang
terinfeksi atau akibat dari infeksi virus.
2. Etiologi
Mikroorganisme : bakteri, porotozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus
Macam-macam Encephlitis virus menurut Robin :
1) Infeksi virus yang bersifat epidermis :
 Golongan intervirus : Poliomyelitis, virus coxackie, virus ECHO
 Golongan virus ARBO : Western equire encephaliltis, St. Louis
encephalilitis, Eastern equire encephaliltis, Japanese B. Enchephalitis,
Murray valley encephalitis.
2) Infeksi virus yangtbersifat sporadic : herpes simplek, herpes zoster,
limfolglanuloma, mumps, limphotic, choriomeningitis dan jenis lain yang
dianggap do sebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
3) Encephalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca rebella, pasca vaksinia,
pasca mononucleosis, infeksious dan jenis-jenis yang mengikutu infeksi
fraktus respiratorius yang tidak spesifik.
 Reaksi toksin seperti tanda thypoid fever, campak, chicken pox
 Keracunan : arsenik, CO(Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 190)

3. Tanda dan gejala


1) Demam karena infeksi
2) Mual dan muntah karena naiknya tekanan intrakranial
3) Leher kaku karena iritasi meningitis
4) Mengantuk, lesu, atau pingsan karena naiknya tekanan intrakranial
5) Perubahan status mental-iritasi, kebingungan, disorientasi, lepribadian
berubah
6) Sakit kepala karena naiknya tekanan intrakranial
7) Berkurangnya aktivitas karena iritasi jaringan otak(Digiulio, 2014, hal.
231)

4. Patofisiologi
Arbovirus dipindahkan manusia melalui gigitan dari binatang atau
insekta yang terinfeksi. Pembawa spesifik dapat di identifikasi untuk berbagai
macam tipe enceohalitis. Infeltrasi virus terjadi pada daerah perivaskuler dari
otak. Leukosit dan sel-sel leukosit mengalami proferasi yang luas sehingga
penampilannya seperti abses. Virus yang berada pada manusia seperti measles
dan herpes simplek dipindahkan secara sistematik ke susunan saraf pusat.
Beberapa virus diperkirakan memiliki daerah spesifik pada otak, contoh virus
equine berkumpul di cerblum dan batang otak, infeksi st. Louis berkumpul
pada talamus dan otak tengah. Yang lain seperti rabies dan rocky mountain
mempunyai sifat infiltrasi yang difus pada parenkim otak (widagdo,
suharyanto, & aryani, 2013, hal. 137).
Patofisiologi dalam (Ridha, 2014, hal. 335) :
1) Invasi Kuman ke Selaput Otak
2) Gangguan fungsi sistem regulasi
3) Peningkatan TIK
4) Hipertermia
5) Gangguan persepsi sensori
6) Gangguan Kesadaran
7) Gangguan metabilisme otak
8) Perubahan dan keseimbagan dan sel netron
9) Difusi ion dan nutrisi
10) Lepas muatan listrik
11) Kejang
12) Berkurangnya koordinasi otot

5. Klasifikasi
1) Encefalitis Virus
Encefalitis firus adalah infeksi parenkim otak yang hampir selalu
berhubungan dengan inflamasi meningeal (sehingga lebih baaik
dinamakan meningoensefalitis. Virus yang berbeda jenisnya dapat
menunjjukkan pola kerusakan yang bervariasi, gambaran histolgi yang
paling khas adalah infiltrat sel mononukleus pada paarenkim dan
perivaskular, nodul mikroglia dan neurofogia. Beberapa virus juga
membentuk badan inklusi yang khas.
2) Arbovirus
Arbovirus (arthropod-borne virus) adalah penyebab penting terjadinya
encefalitis endemik, khususnya di daerah tropis dan dapat menyebabkan
morbiditas yang serius serta mortalitas yang tinggi. Pasien mengalami
gejala neurologik umum, seperti kejang, gelisah delerium, dan stupor atau
koma, dan juga tanda vokal seperti reflek asimentis dan kelumpuhan
okuler. CSS biasanya tidak berwarna tetapi dapat sedikit peningkatan
tekanan dan pleositosis neorotrofilik awal yang dengan cepat berubah
menjadi limfositosis, kadar protein meningkat, tetati glukosa normal.
3) Virus herpes
Encefalitis VHS-1 dapat terjdi pada segala usia tetapi paling sering
pada anak-anak dan dewasa musa. Encefalitis ini umumnya
bermanimfestarsi sebagai perubahan mood, daya ingat dan perilaku,
menggambrkan keterlibatan lobus temporal dan frontal. Ensefalitis VHS-1
berulang, kadang-kadang berhubungan dengan penurunan mutasi yang
mengganggu hantaran sinyal toll-like receptor (khususnya TLR-3) yang
mempunyai peran penting dalam pertahanan antivirus (kumar, Abbas, &
Aster, 2015, hal. 814)
6. Komplikasi
Retardasi mental, iritabel, gngguan motorik, epilepsi, emosi tidak stabil
sulit tidur, halusinasi, enuresis, anak menjadi perusak dan melakukan tindakan
soasial lainnya (Ridha, 2014, hal. 337)
Enciphalitis dapat terjadi akibat komplikasi penyakit pada masa kanak-
kanak seperti campak, gondong atau cacar air. Vaksin yang efektif tersedia
untuk beberapa patogen virus yang menyebabkan encephalitis (seperti virus
rabies dan virus encephalitis jepang), tetapi vaksin tersebut tidak rutin
diberikan, vaksin tersebut direkomendasikan untuk individu beresiko tinggi.
Sebagai contoh, vaksin rabies – panjanan dapat diberikan oleh anak yang
digigit oleh binatang yang diduga gila. Selain itu individu yang melakukan
perjalan endemik encephalitis jepang, seperti india dan cina, serta berencana
tinggal lama atau melakukan aktivitas diluar ruangan ekstrim harus dapat
vaksin yang tepat (Kyle & Carman, 2012, hal. 560).
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Encefalitis menyerang semua umur, namun infeksi simtomatis paling
sering terjadi pada anak-anak berusia 2 tahun hingga 10 tahun dan pada
kelompok gariatri (usia lebih dari 60 tahun) (Rampengan, 2016, hal. S12).
b. Status kesehatan saat ini
 Keluhan utama
Demam, gejala menyertai flu, perubahan tingkat kesadaran, sakit
kepala letargi, mengantuk, kelemahan umum, aktifitas kejang (Kyle &
Carman, 2012, hal. 559-560).
 Alasan masuk rumah sakit
Biasanya ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri
tenggorokan, nyeri ektrim dan pucat, kemudian diikuti tanda insefalitis
berat ringannya tergantung dari trisbusi dan luas lesi pada neuron
(Ridha, 2014, hal. 336).
 Riwayat penyakit sekarang
Faktor riwayat penyakit yang sangat penting diketahui karena untuk
mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas
tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau
bertambah buruk. Pada pengkajian klien encefalitis biasanya
didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan
peningkatan TIK. Keluhan gejala awal yang sering adalah sakit kepala
dan demam. Sakit kepala disebabkan encefalitis yang berat dan sebagi
akibat iritasi selaput otak. Demam umumnya ada dan tetap tinggi
selama perjalanan penyakit (Muttaqin, 2011, hal. 178).
 Riwayat penyakit terdahulu
- Riwayat penyakit sebelumnya
Pada kasus encephalitis, pasien biasanya akan mempunyai gejala di
sebabkan virus sebelum penyakit yang sekarang. Virus memasuki
sistem syaraf pusat via aliran darah dan melalui reproduksi. Terjadi
radang diarea, menyebabkab kerusakan pada neuron (Digiulio,
2014, hal. 230)
- Riwayat penyakit keluarga
Pada pasien encefalitis tidak ada riwayat penyakit keluarga, namun
pengkajian pada anak mungkin didapatkan riwayat menderita
penyakit yang disebabkan oleh virus influenza, varicella,
adenovirus,kokssakie, atau parainfluenza, infeksi bakteri, parasit
satu sel, cacing fungus, riketsia (Muttaqin, 2011, hal. 180)
- Riwayat pengobatan
Semua pasien dengan kecurigaan encefalitis HSV sebaiknnya
diterapi dengan asiklovir IV (10mg/kg setiap 8 jam) selama
menunggu hasil pemeriksaan dignostik. Pasien dengan diagnostik
ensefalitis HSV yang dikonfirmasi PCR sebaiknya mendapat
minimum serial terapi selam 14 hari. Perlu dipertimbangkan
pemeriksaan ulang PCR LCS setelah terapi asiklovir diselesaikan ,
pada pasien dengan PCR LCR untuk HSV yang tetap positif
setelah menyelesaikan pengobatan terapi standart, sebaiknaya
diberikan selama 7 hari terapi tambahan, diikuti dengan
pemeriksaan PCR LCS ulang. Tetapi asiklovir juga memberikn
manfaat pada kasus encephalitiss karena EBV dan VZV. Belum
ada terapi terkini untuk ensefalitis enterovirus, perotitis, epidemika,
atau measles. Ribavirin intravena (15-25mg/kg perhari yang
diberikan dalam dosis terbagi 3) mungkin bermanfaat untuk
encefalitis arbovirus yang berat karena encefalitis
california(LaCrosse). Encephalitis CMV sebaiknnya diterapi
dengan gansiklovir, foscarnet, atau kombinasi dari kedua obat inin,
codovofir dapat memberikan alternatif untuk pasien yang tidak
memberi respons. Belum ada terapi yang terbukti untuk encefalitis
WNV, sekelompok kecil pasien pernah di terapi dengan interferon,
ribavirin, oligonukleotida antisense yang spesifik WNV, dan
preparat imunoglobin intravena asal israeli yang mengandung
antibodi titer yang tinggi (Harrison, 2013, hal. 172-173).
2. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran
Perubahan tingkat kesedaran, aphasia, hemiparesis, ataksia, nystagmus,
paralisis kuler, kelemahan pada wajah (widagdo, suharyanto, & aryani, 2013,
hal. 137).
b. Tanda tanda vital
Pemeriksaan dimulai dengan pemeriksaan tanda-tanda vital. Pada klien
encefalitis biasanya di dapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal 39-
40 derajad celsius. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-
tanda peningkatan TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernafasan
sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya
infeksi sistem pernafasan sebelum mengalami encefalitis. TD biasanya normal
atau meningkat berhubungan dengan tanda tanda peningkan TIK (Muttaqin,
2011, hal. 181).
c. Body sistem
 Sistem pernapasan
Biasanya terdapat batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu
nafas, dan peningkatan frekuensi penapasan yang sering didapatkan pada klien
encefalitis yang disertai adanya gangguan sistem pernafasan. Palpasi biasanya
taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi napas tambahan
seperti ronkhi pada klien dengan encefalitis berhubungan akumulasi sekret
dari penurunan kesadaran (Muttaqin, 2011, hal. 161)
 Sistem kardiovaskuler
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok)
hipovolemik yang sering terjadi pada klien encefalitis. (Muttaqin, 2011, hal.
181)
 Sistem persyarafan
 Pemeriksaan syaraf karnial
- Syaraf I fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan pada klien
encefalitis.
- Syaraf II tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan pada encefalitis
superatif disertai abses serebri dan efusi subdural yang
menyebabkan terjadinya peningkatan TIK
- Syaraf III,IV,dan VI Pemeriksaan fungsi reaksi pupil pada klien
encefalitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanda
kelainan. Pada tahap lanjut encefalitis yang menggangu kesadaran,
tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di
dapatkan, dengan alasan yang tidak diketahui, klien encefalitis
mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif berlebihan pada
cahaya.
- Syaraf V pada klien encefalitis di dapatkan paralisis pada otot
sehingga menggangu proses mengunyah
- Syaraf VII persepsi pengcapan dalam batas normal, wajah
asimetris karena adanya paralisis unilateral
- Syaraf VIII tidak di temukannya tuli konduktif dan tuli persepsi
- Syaraf IX dan X kemampuan menelan kurang baik sehingga
menggangu pemenuhan nutrisi via oral
- Syaraf XI tidak ada atrofi otot sternokloidormastoideus dan
trapezius. Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher
dan kaku kuduk.
- Syaraf ke XII lidah simetris, tidak ada defiasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi. Indra pengecap normal (Muttaqin, 2011, hal.
182).
 Sistem perkemihan
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya di dapatkan kekurangan nya
volume haluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfungsi dan
penurunan curah jantung ke ginjal (Muttaqin, 2011, hal. 183).
 Sistem pencernaan
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam
lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien encefalitis menurun karena anoreksia
dan adanya kejang (Muttaqin, 2011, hal. 183)
 Sistem integumen
Perlu dilakukan pencegahan terjadinya dekubitus untuk pasien yang dirawat
dalam jangka panjang maupun pada pasien sembuh dengan defisit neurologis
(Rampengan, 2016, hal. S19)
 Sistem muskuloskletal
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan
mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien
lebih banyak dibantu oleh orang lain (Muttaqin, 2011, hal. 183)
 Sistem endokrin
Tidak ada gangguan pada sistem endokrin, indra pengencap normal (Muttaqin,
2011, hal. 182)
 Sistem reproduksi
Ensefalitis berat yang luas sering terjadi pada neonatus yang lahir pervaginam
dari wanita dengan infeksi genital VHS primer aktif (Kumar, Abbas, & Aster,
2015, hal. 814)
 Sistem pengindraan
Fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan pada klien encefalitis. lidah
simetris, tidak ada defiasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra
pengecap normal (Muttaqin, 2011, hal. 182)
 Sistem imun
Encefalitis dapat terjadi akibat komplikasi penyakit pada masa kanak-kanak
seperti campak, gondong atau cacar air. Maka pentingnya memperbarui status
imunisasi anak seperti vaksin rabies pasca-pajanan anak yang digigit oleh
binatang yang diduga gila (Kyle & Carman, 2012, hal. 560)

3. Pemeriksaan penunjang (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 190)


a. Pemeriksaan cairan serebraspinal
Warna dan jernih terdapat pleocytosis berkisar antara 50-200 sel dengan
dominasi sel limfosit. Protein agak meningkat sedangkan glucose dalam batas
normal.
b. Pemeriksaan EEG
Memperlihatkan proses inflamasi yang di fuse “bilateral” dengan activitas
rendah
c. Thorax photo
Adanya infeksi pada sistem pernafasan sebelum mengalami encefalitis
(Muttaqin, 2011, hal. 181)
d. Darah tepi : leukosit meningkat
e. Ctscan untuk melihat kedaan otak
f. Pemeriksan virus

4. Penatalaksanaan
1) Isolasi bertujuan mengurangi stimulus/rangsangan dari luar dan sebagai
tindakan pencegahan.
2) Terapi antibiotik sesuai hasil kultur
3) Bila ensephalitis di sebabkanoleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara
signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV enchepalitis.
Acyclovir diberikan tergantung keadaan pasien.
4) Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan, jenis dan jumlah cairan yang
diberikan tergantung keadaan pasien.
5) Mengontrol kejang obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas
kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal. Valium dapat
diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/ kgBB/kali. Bila 15 menit belum
teratasi/kejang lagibila diulang dengan dosis yang sama. Jika sudah diberikan
2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip dengan dosis
5mg/kgBB/24jam.
6) Mempertahankan ventilasi, bebaskan jalan napas, berikan o2 sesuai kebutuhan
(2-3 l/menit).
7) Penatalaksanaan shoock septik
8) Untuk mengatasi hiperpireksia, dapat diberikan kompres pada permukaan
tubuh atau dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetasol atau parasetamol
apbila keadaan telah memungkinkan pemberian obat peroral (Nurarif &
Kusuma, 2016, hal. 191).
5. Diagnosa keperawatan
1) Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan edema serebral/
penyumbatan aliran darah.
Definisi : Berisiko mengalami penurunan sirkuladi darah ke otak
Factor resiko :
a. Keabnormalan masa protrombin dan atau masa tromboplastin parsial
b. Penurunan kinerja ventrikel kiri
c. Aterosklerosis aorta
d. Diseksi arteri
e. Fibrilasi atrium
f. Tumor otak
g. Stenosis karotis
h. Miksoma atrium
i. Aneurisma serebri
j. Koagulopati (mis anemia sel sabit )
k. Dilatasi kardiomiopati
l. Cedera kepala
m. Hipertensi
n. Neoplasma otak
Kondisi Klinis Terkait :
a. Stroke
b. Cedera kepala
c. Aterosklerotik aortic
d. Diseksi arteri
e. Hipertensi
f. Fibrilasi atrium
g. Miksoma atrium
h. Neoplasma otak
i. Stenosis mitral
j. Infeksi otak (mis meningitis, esefalitis, abses serebri)
(PPNI, 2017 , pp. 51 – 52)

2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler


Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas
secara mandiri
Penyebab :
a. Kerusakan integritas struktur tulang
b. Perubahan metabolisme
c. Ketidakbugaran fisik
d. Penurunan kendali otot
e. Kekakuan sendi
f. Nyeri Kecemasan
g. Gangguan kognitif
h. Efek agen farmakologis
i. Malnutrisi
Gejala dan Tanda Mayor
a. Subjektif : Mengeluh sulit menggerakan ekstremitas
b. Objektif:
- Kekuatan otot menurun
- Rentang gerak ( ROM ) menurun
Gejala dan Tanda Minor
a. Subjektif
- Nyeri saat bergerak
- Enggan melakukan pergerakan
- Merasa cemas sat bergerak
b. Objektif
- Sendi kaku
- Gerakan tidak terkoordinasi
- Gerakan terbatas
- Fisik lemah
Kondisi Klinis Terkait

 Stroke
 Cedera medulla Spinalis
 Trauma
 Fraktur
 Osteoarthritis
 Ostemalasia
 Keganasan (PPNI, 2017 , pp. 124 – 125 )

3. Resiko trauma fisik berhubungan dengan kejang


Definisi : respon maladaptif yang berkelanjutan terhadap kejadian trauma
Penyebab :
a. Bencana alam
b. Peperangan
c. Riwayat perilaku kekerasan
d. Kecelakan
e. Saksi pembunuhan
Gejala dan Tanda Mayor
a. Mengungkapkan secara berlebihan atau menghindari pembicaran kejadian
trauma
b. Merasa cemas
c. Teringat kembali kejadian traumatis
d. Teringat kembali kejadian traumatis
Objektif :
- Memori masa lalu tergangu
- Mimpi buruk berulang
- Ketakutan berulang
- Menghindari aktivitas, tempat atau orang yang membangkitkan
kejadian trauma
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
- Tidak percaya pada orang lain
- Menyalahkan diri sendiri
Objektif :
- Minat berinteraksi dengan orang lain menurun
- Konfusi atau disosiasi
- Gangguan interpretasi realitas
- Sulit berkonsentrasi
- Waspada berlebihan
- Pola hidup terganggu
- Tidur terganggu
Kondisi Klinis Terkait
a. Korban kekerasan
b. Post traumatic stess disorder (PTSD)
c. Korban bencana alam
d. Korban kekerasan seksual
e. Korban peperangan
f. Cedera multipel ( kecelakaan lalu lintas) (PPNI T. , 2017, hal. 226-227)

6. Interverensi
Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan edema serebral/
penyumbatan aliran darah.
1) Tujuan dan kriteria hasil(Wilkinson, 2016, hal. 444)
 Menunjukkan status sirkulasi yang dibuktikan oleh indikator (sebutkan 1-5
gangguan ekstrem, berat, ringan atau tidak ada penyimpangan dari rentang
normal). Tekanan darah sistolik dan distolik.
 Menunjukkan perfusi jaringan cerebral yang dibuktikan oleh indikator
(sebutkan 1-5 gangguan ekstrem, berat, ringan atau tidak ada
penyimpangan dari rentang normal). :
a. Tekanan intrakranial
b. Tekanan darah distolik dan diastolik
 Menunjukkan perfusi jaringan cerebral yang dibuktikan oleh indikator
(sebutkan 1-5 gangguan ekstrem, berat, ringan atau tidak ada) :
a. Angitasi
b. Bising karotis
c. Gangguan reflek neurologis
d. Muntah
2) Intervrensi NIC(Wilkinson, 2016, hal. 444)
a. Aktivitas keperawatan
- Pantau tanda-tanda vital suhu tubuh, tekanan darah, nadi dan
pernapasan
- Pantau TIK dan respons neurologis pada pasien terhadap aktivitas
keperawatan
- Pantau tekanan perfusi serebral
- Perhatikan perubahan pasien sebagai respons terhadap stimulus
b. Aktivitas kolaboratif (Wilkinson, 2016, hal. 444-445)
- Perhatiakan parameter hemodinamika (misalnya, tekanan arteri
sistemik) dalam rentang yang dianjurkan
- Berikan obat-obatan untuk meningkatkan volume intrvaskuler,
sesuai progam
- Induksi hipertensi untuk mempertahankan tekanan perfusi serebral,
sesuai progam
- Tinggikan bagian kepala tempat tidur 0 sampai 45 derajad,
bergantung pada kondisi pasien dan progam dokter
c. Penyuluhan untuk pasien/ keluarga (Wilkinson, 2016, hal. 447)
- Ajarkan kepada pasien atau keluarga tentang menghindari suhu
ekstrim
- Pentingnya mematuhi progam diet dan medikasi
- Melaporkan tanda dan gejala yang mungkin perlu dilaporkan
- Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler
d. Tujuan dan kriteria hasil (Wilkinson, 2016, hal. 268)
Memperlihatkan mobilitas yang dibuktikan oleh indikator (sebutkan 1-5
gangguan ekstrem, berat, ringan atau tidak mengalami gangguan)
Keseimbangan:
- Koordinasi
- Performa posisi tubuh
- Pergerakan sendi dan otot
- Berjalan
- Bergerak dengan mudah
3) Interverensi NOC(Wilkinson, 2016, hal. 269)
a. Aktivitas keperawatan
- Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan keehatan di rumah dan
kebutuhan terhadap peralatan pengobatan yang tahan lama
- Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas
(misalnya, tongkat, walker, kruk, atau kursi roda)
- Ajarkan dan bantu pasien dalam proses perpindah ( mis, dari
tempat tidur ke kursi)
b. Aktifitas kolaboratif (Wilkinson, 2016, hal. 271)
- Kolaborasi dengan ahli terapi fisik/ okupasi jika diperlukan (mis,
untuk memastikan ukuran dan tipe kursi roda yang sesuai untuk
pasien)
c. Penyuluhan untuk pasien/ kelurga (Wilkinson, 2016, hal. 271)
- Ajarkan pasien dalam latihan untuk meningkatkan kekuatan tubuh
bagian atas, jika diperlukan
- Ajarkan bagaimana menggunakan kursi roda, jika diperlukan
- Resiko trauma fisik berhubungan dengan kejang
d. Tujuan dan kriteria hasil
Menunjukkan perilaku keamanan pribadi, yang dibuktikan oleh
(sebutkan 1-5 tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu) :
- Menyimpan makan untuk meminimalkan kerusakan makanan
- Menggunakan sabuk keselamatan dengan benar
- Menggunakan instrumen dan mesin secra tepat
- Menghindari perilaku beresiko tinggi
- Menghindari merokok di tempat tidur

DAFTAR PUSTAKA

Digiulio, M. (2014). Keperawatan medical bedah. jogjakarta: Rapha Plubishing.


Harrison. (2013). Harrison Neurologi. Tanggerang Selatan: KARISMA Publising Group.
Kumar, V., Abbas, A., & Aster, J. (2015). Buku ajar aptologi Robbins. Singapore: Elsevier.
Kumar, v., Abbas, A., & Aster, J. (2015). Buku ajar patoligi Robbins. Singapore: Elseveir.
Kyle, T., & Carman, S. (2012). Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Lestari, R., & Putra, A. E. (2017). Jurnal makah kedokteran Andalas. Sumatra: Fakultas
Kedokteran Andalas.
Muttaqin, A. (2011). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem persyarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan keperawatan praktis. Jogjakarta: Mediaction.
PPNI, T. P. (2017 ). standar Diagnosis Keperawatan Indonesia . Jakarta Selatan : PPNI .
Rampengan, N. (2016). Jurnal Biomedik (JBM). Manado: Fakultas Kedokteran Universitas
Sam Ratulangi.
Ridha, N. (2014). Buku ajar keperawatan anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
widagdo, w., suharyanto, t., & aryani, r. (2013). Asuhan Keperawatan Persyarafan. Jakarta:
TIM.
Wilkinson, J. (2016). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai