Anda di halaman 1dari 31

1

REFERAT

TIC DISORDER

Pembimbing :
dr. Irma Yanti, Sp.S

Disusun oleh :
Woro Nurul Sandra A, S.Ked
712018069

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2019
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmatNya penulis boleh diberi kesempatan untuk menyelesaikan referat yang
berjudul Tic Disorder ini sebagai salah satu syarat menyelesaikan kepaniteraan
Klinik Mata Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.Untuk
itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Irma Yanti, Sp. S
2. Pengajar di bagian SMF Ilmu Penyakit Saraf
3. Serta pihak-pihak lain yang telah turut membantu kami dalam menyelesaikan
tugas refarat ini.
Penulis menyadari bahwa didalam referat ini masih ada kekurangan-
kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembacanya
agar referat ini menjadi lebih sempurna dan bermanfaat bagi para pembacanya dan
perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang medis bagian Ilmu
Penyakit Saraf.
Terima kasih.

Palembang, Oktober 2019

Penulis
iii

DAFTAR ISI

HALAMANJUDUL ............................................................................................ i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................. 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 4
BAB III. KESIMPULAN ................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 28
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gerakan involunter merupakan suatu gerakan spontan yang tidak
terkendali, tidak disadari, tidak bertujuan, tidak dapat diramalkan sewaktu-
waktu dan tidak dikendalikan oleh kemauan pada waktu orang tersebut
beraktivitas dan menghilang waktu tidur1.
Gerakan involunter ini merupakan gangguan yang terjadi di ganglia
basalis. Ganglia basalis adalah bagian otak yang paling dalam yang mengatur
gerakan-gerakan yang sifatnya kasar sehingga gerakan yang dihasilkan
menjadi halus1.
Aktivitas kasar yang biasanya dilakukan seperti lari, bersepeda, jalan
cepat, menyepak bola, mengetik secara cepat, memukul benda-benda di
sekitar sewaktu kita marah. Secara reflek diatur oleh ganglia basal tersebut.
Gerakan kasar pada tubuh disebut juga gerakan ekstrapiramidal. Gangguan
akan pengendalian kasar yang berlebihan disebut juga gangguan
ekstrapiramidal1.
Sistem susunan saraf pusat yang berkaitan dengan gerakan motorik
kasar yang disebabkan karena ganglia basalis seperti nukleus kaudatus,
putamen dan globus palidus. Berbagai macam gerakan akibat gangguan di
ganglia basalis diantaranya seperti chorea dan tic2.
Tic ialah gerakan sekelompok otot atau bagian badan yang relatif kecil
yang timbulnya berulang-ulang, cepat tidak dengan sengaja dan tidak
bertujuan. Yang sering terjadi ialah tic otot-otot muka dan leher. Hal ini dapat
berupa gerakan kepala mengelakkan atau menundukkan, mengerutkan dahi,
kedua atau hanya satu mata berkedip-kedip, bola mata diputar kencang
kesalah satu jurusan, gerakan otot-otot sekitar mulut (mencucu), menelan, atau
mengangkat punduk. Ciri khas terpenting yang membedakan tic dengan
gangguan motorik lainnya ialah gerakan yang mendadak, cepat, sekejap, dan
terbatasnya gerakan, tanpa bukti gangguan neurologis yang mendasari dan
2

sifatnya berulang-ulang, biasanya terhenti saat tidur dan muncul saat


aktivitas1,2.
Tic dapat juga diartikan gerakan motorik atau vokalisasi involunter,
tiba-tiba, rekuren, dan tidak berirama. Tic motorik dan vokal dibagi menjadi
tic yang sederhana dan kompleks. Tic motorik sederhana adalah tic yang
terdiri dari kontraksi cepat dan berulang dari kelompok otot yang secara
fungsional serupa, seperti kedipan mata, sentakan leher, mengangkat bahu,
dan seringai wajah. Tic vokal sederhana yang sering ada adalah batuk,
membersihkan tenggorokan, mendengkur, mengirup, mendengus dan
menghardik. Tic motorik kompleks yang sering adalah perilaku berdandan,
membaui benda, meloncat, kebiasaan menyentuh, ekopraksia ( meniru
perilaku yang diamati ) dan kopropraksia ( menunjukkan gaya yang cabul ).
Tic vokal yang kompleks dapat berupa mengulang kata atau frasa diluar
konteks, koprolalia ( pemakaian kata atau frasa yang cabul ), palilalia
( pengulangan kata yang diucapkan sendiri ) dan ekolalia ( pengulangan kata
terakhir yang terdengar dari ucapan orang lain )3.
Transient tic disorders merupakan gangguan yang terdiri dari tic
motorik dan tic vokal tunggal atau multiple yang terjadi beberapa kali dalam
sehari, hampir setiap hari yang berlangsung singkat dan bersifat sementara
berlangsung selama sekurang-kurangnya empat minggu tetapi tidak lebih dari
12 bulan berturut-turut dan biasanya tidak berhubungan dengan masalah
tingkah laku khusus 3.
Sebuah penelitian berbasis komunitas menemukan bahwa lebih dari
19% anak masa sekolah memiliki gangguan tic. Sebanyak 1 dari 100 orang
dapat mengalami beberapa bentuk dari gangguan tic, biasanya sebelum onset
dari pubertas. Tik ini secara tipikal adalah transient, berlangsung kurang dari
satu tahun. Beberapa pasien mendapatkan tik yang berlangsung kronis,
biasanya tik motor yang dapat bertahan bertahun-tahun3.
Transient tic disorders bermula selama masa kanak-kanak dan dapat
terjadi hingga 18% dari seluruh anak-anak. Tic pada anak-anak biasanya
timbul karena gangguan emosi. Seorang anak yang merasa aman dan bahagia
biasanya tidak akan menunjukkan tic. Perlu dicari penyebabnya dilingkungan
3

anak, misalnya orang tua yang perfeksionistik atau gurunya yang keras
sifatnya. Sering terdapat hubungan antara hebatnya gerakan-gerakan itu dan
intensitas ketegangan emosi pada anak-anak1.
Transient Tic Disorders yang masih sederhana biasanya hilang selama
periode bulan. Sebagian besar orang dengan Transient Tic Disorders tidak
berkembang menjadi Transient Tic Cronic. Tic mereka menghilang secara
permanen atau kambuh selama periode stres khusus. Hanya sejumlah kecil
yang menjadi gangguan tic motorik dan vokal kronis atau gangguan Tourette3.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi TIC


Transient tic disorders merupakan gangguan yang terdiri dari tic motorik
dan tic vokal tunggal atau multiple yang terjadi beberapa kali dalam sehari,
hampir setiap hari yang berlangsung singkat dan bersifat sementara
berlangsung selama sekurang-kurangnya empat minggu tetapi tidak lebih dari
12 bulan berturut-turut dan biasanya tidak berhubungan dengan masalah
tingkah laku khusus3.

2.2 Epidemiologi
Sebuah komunitas di US, yang berbasis penelitian besar menunjukkan
bahwa lebih dari 19% dari anak-anak usia sekolah memiliki gangguan tic.
Anak-anak dengan gangguan tic dalam penelitian yang biasanya terdiagnosis.
Sebanyak 1 dalam 100 orang mungkin mengalami beberapa bentuk gangguan
tic, biasanya sebelum masa pubertas. Tourette sindrom adalah ekspresi lebih
parah dari spektrum gangguan tic, yang dianggap disebabkan oleh kerentanan
genetik yang sama. Perilaku tic umum di kalangan anak-anak usia sekolah.
Anak laki-laki dua kali lebih mungkin akan terpengaruh oleh gangguan tic
dibanding perempuan3.
5

2.3 Klasifikasi
1. Sindroma Gilles de la Tourette
Penderita memperlihatkan banyak macam “tic” (multiple tics), yaitu
gerakan-gerakan involunter yang hebat pada muka, kepala, ekstrimitas dan
badan. Kadang-kadang juga dikeluarkan suara-suara yang tak berbentuk
atau kata-kata “kotor” (koprolalia). Penyakit ini biasanya mulai pada anak-
anak sebelum pubertas.
Diagnosis :
a. Tic motorik multiple dengan satu atau beberapa Tic vocal, yang
harustimbul secara serentak dan dalam riwayatnya hilang timbul
b. Onset hampir selalu pada masa kanaka tau remaja, lazimnya ada
riwayattic motorik sebelum timbulnya tic vocal. Sendrom ini sering
memburuk pada usia remaja dan lazim pula menetap sampai usia
dewasa.
c. Tic vocal sering bersifat multiple dengan letupan vokalisasi yang
berulang-ulang, seperti suara mendehem, bunyi ngorok, dan ada
kalanya diucapkan kata-kata atau kalimat cabul. Ada kalanya diiringi
gerakanisyarat ekopraksia, yang dapat juga bersifat cabul (copropraxia).
Seperti juga pada tic motorik, tic vocal mungkin di tekan dengan
kemauan untuk jangka waktu singkat, bertambah parah karena stress,
dan berhenti saat tidur2.
2. Chronic Motor Or Vokal Tic Disorder
Penyakit ini meliputi satu atau banyak motor atau vokal tetapi
keduanya tidak muncul secara bersamaan, berlangsung selama lebih 1
tahun, muncul sebelum usia 18 tahun, selama periode ini tidak ada periode
bebas tic lebih dari tiga bulan berturut-turut.
Ada 2 tipe Tics Motorik dan Vokal:
a.Simple Motor Tics : kedipan mata, angkat bahu
b.Simple Vokal Tics : mendekur, mendengus
c. Complex Motor Tics : gerakan-gerakan wajah
d.Complex Vokal Tics : latah3.
6

Jenis Deskripsi Contoh


Motorik Sederhana Klonik: Memejamkan
singkat/sentakan mata/angkat
bahu/mengerutka
n hidung
Distonik : Blefarospasme
menggeliat/sikap gerak okulogirik
bertahan singkat
Tonik : sikap yang Menegangkan
bertahan otot
Kompleks Gerak otot yang Menggelengkan
majemuk/berurutan kepala,
terkoordinasi melompat,
meniru gerakan
orang lain
Vocal Sederhana Berbunyi, melenguh Mendehem,
tertawa
Kompleks Kata atau frase Koprolalia

2.4 Etiologi TIC


Transient tic disorders kemungkinan memiliki asal organik atau
psikogenik, dan beberapa tic mengkombinasikan elemen keduanya. Tic
organik kemungkinan berkembang menjadi gangguan Tourette dan memiliki
riwayat keluarga tic, sedangkan tic psikogenik kemungkinan menghilang
dengan spontan. Tic yang berkembang menjadi gangguan tic motorik dan tic
vokal kemungkinan besar memiliki komponen keduanya yaitu organik dan
psikogenik. Tic dalam semua bentuknya dikaitkan dengan stres dan
kecemasan, tetapi tidak ada bukti yang membuktikan bahwa tic disebabkan
oleh stres atau kecemasan3.
Faktor organik :
a. Genetik atau idiopatik diduga akibat kegagalan fungsi inhibisi jaras frontal
subkortikal yang memodulasi gerakan volunter.
b. Sekunder : infeksi, obat (stimulant, L dopa, Karbamazepin, phenitoin,
fenobarbital, antipsikotik, kokain, kafein), racun (karbonmonoksida),
gangguan perkembangan (ensepalopati, retardasi mental, kelainan
kromosom, lain lain), trauma kapitis, stroke, sindroma neurokutaneus,
kelainan kromosom, skizofrenia, dan kelainan degeneratif.
7

Faktor Psikogenik :
a. Stres
b. Kecemasan
c. Emosi

b.4 Faktor Risiko


Predisposisi genetik cukup penting, namun faktor lingkungan
mempengaruhi resiko dan tingkat keparahan dari gangguan tersebut4.
 Gangguan neurologis yang dapat menyebabkan tik.
1) Didapat
 Trauma kepala
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah
kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury
baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. Cedera
kepala merupakan penyakit neurologik yang serius diantara
penyakit neurologik, dan merupakan proporsi epidemik sebagai
hasil kecelakaan lalu lintas. Resiko utama klien yang mengalami
cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau
pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera yang
menyebabkan peningkatan tekanan intracranial5.
 Encephalitis
Encephalitis adalah suatu peradangan dari otak. Ada
banyak tipe-tipe dari encephalitis, kebanyakan darinya disebabkan
oleh infeksi-infeksi. Paling sering infeksi-infeksi ini disebabkan
oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-
penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak6.
 Stroke
Stroke termasuk penyakit cerebrovaskuler (pembuluh darah otak)
yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang
terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak.
Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan
adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah6.
8

 Sydenham's chorea
Merupakan gerakan diluar kesadaran yang cepat,menyentak
,pendek dan berulang-ulang yang dimulai satu bagian tubuh dan
bergerak dengan tiba-tiba dan terus –menerus sampai bagian tubuh
lainnya5
 Jakob disease
Penyakit akibat kelainan genetik dimana seseorang
kelebihan kromosom "Y"dalam tubuh dan merupakan gangguan
saraf degeneratif dengan prognosis buruk5.
 Neurosyphilis
Merupakan infeksi otak atau sumsum tulang belakang yang
terjadi akibat penyakit sifilis yang tidak diobati selama bertahun-
tahun6.
 Hypoglycemia
Keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara
abnormal rendah. Dalam keadaan normal, tubuh mempertahankan
kadar gula darah antara 70-110 mg/dL. Sementara pada penderita
diabetes, kadar gula darahnya tersebut berada pada tingkat terlalu
tinggi; dan pada penderita hipoglikemia, kadar gula darahnya
berada pada tingkat terlalu rendah6.
2) Genetik
 Huntington's disease
Huntington's disease merupakan suatu penyakit yang
menyerang saraf. penyakit ini disebabkan oleh faktor genetika,
sehingga dapat diwariskan dari orang tua kepada anaknya.Nama
penyakit ini diambil dari George Huntington yang pertama kali
yang pertama kali menjelaskannya pada tahun 1872. Gen
penyakit ini bersifat dominan sehingga anak-anak dari orang tua
yang menderita penyakit ini berpeluang besar menderita penyakit
“Huntington” yakni 50%. Hingga saat ini belum ada obat yang
dapat menyembuhkan penyakit ini namun hanya berupa
mengurangi gejala dan mengendalikan perilaku penderita. Gejala
9

penyakit ini mucul pada setiap usia, namun rata-rata pada usia 35-
44. Pada stadium awal penderita akan melakukan gerakan
abnormal yang secara bertahap akan semakin jelas sehingga
mempengaruhi kegiatan normal seperti makan, berpakaian dan
duduk5 .
 Idiopathic dystonia
Idiopathic dystonia adalah kelainan neurologis gerakan,
yang menyebabkan kontraksi otot yang berkelanjutan berliku-liku
dan berulang-ulang gerakan atau postur abnormal.Gangguan
mungkin herediter atau disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti
trauma fisik yang berhubungan dengan kelahiran atau lainnya,
infeksi, keracunan (misalnya, keracunan timah) atau reaksi
terhadap obat-obatan farmasi, terutama neuroleptics5.
 Duchenne's disease
Duchenne muscular dystrophy (DMD) merupakan penyakit
distrofi muskular progresif, bersifat herediter, dan mengenai anak
laki-laki. Insidensi penyakit itu relatif jarang, hanya sebesar satu
dari 3500 kelahiran bayi laki-laki.Penyakit tersebut diturunkan
melalui X-linked resesif, dan hanya mengenai pria, sedangkan
perempuan hanya sebagai karier.Perubahan patologi pada otot yang
mengalami distrofi terjadi secara primer dan bukan disebabkan
oleh penyakit sekunder akibat kelainan sistem saraf pusat atau saraf
perifer5.
 Tuberous sclerosis
Multi-system penyakit genetik yang menyebabkan tumor
jinak untuk tumbuh di otak dan organ-organ vital lainnya seperti
ginjal, hati, paru-paru, kulit dan mata. Kombinasi gejala mungkin
termasuk kejang, keterlambatan perkembangan, masalah perilaku,
kelainan kulit, penyakit paru-paru dan ginjal. TSC disebabkan oleh
mutasi pada salah satu dari dua gen, TSC1 dan TSC2, yang
menyandikan untuk protein hamartin dan tuberin masing-masing.
10

Protein ini bertindak sebagai suppressors pertumbuhan tumor, agen


yang mengatur proliferasi sel dan diferensiasi6.
 Chromosomal disorders
Chromosomal disorder adalah jenis penyakit genetik yang
timbul disebabkan kerusakan pada kromosom. Pada kedua jenis
penyakit genetik ini faktor lingkungan dan pola hidup tidaklah
memberi pengaruh signifikan5.
 Down syndrome
Sindrom down adalah suatu kondisi keterbelakangan
perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya
abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk
akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan
diri saat terjadi pembelahan6.
 Klinefelter's syndrome
Sindrom Klinefelter adalah kelainan genetik pada laki-laki
yang diakibatkan oleh kelebihan kromosom X. Laki-laki normal
memiliki kromosom seks berupa XY, namun penderita sindrom
klinefelter umumnya memiliki kromosom seks XXY. Penderita
sindrom klinefelter akan mengalami infertilitas, keterbelakangan
mental, dan gangguan perkembangan ciri-ciri fisik yang
diantaranya berupa ginekomastia (perbesaran kelenjar susu dan
berefek pada perbesaran payudara)6.
 XYY karyotype
Klinefelter’s syndrome (KS) adalah suatu penyakit dimana
seorang laki-laki kelebihan X kromosom, sehingga kromosomnya
menjadi XXY atau XXXY atau yang lebih parah XXXXY. Pada
laki-laki normal, sex kromosomnya adalah XY. Sedangkan wanita
adalah XX. Jumah kromosom manusia ada 23 pasang atau 46 buah
( 23 x 2). Tetapi pada penderita Klinefelter’s syndrome, ada
tambahan X kromosom satu (atau 2 bahkan sampai 3) buah.
Sehinga formula sex kromosom mereka menjadi 47,XXY, bukan
46, XY. Sehingga Klinefelter’s syndrome disebut juga 47,XXY.
11

Klinefelter sendiri diambil dari nama Dr. Harry Klinefelter, sebagai


orang yang pertama kali mendiskripsikan penyakit ini pada tahun
1942 di Massachusetts General Hospital6.
 Fragile X syndrome
Sindrom fragile X merupakan tipe umum dari retardasi
mental yang diwariskan. Gangguan ini disebabkan oleh mutasi gen
pada kromosom X. gen yang rusak berada pada area kromosom
yang tampak rapuh, sehingga disebut sindrom fragile X. Efek dari
sindrom fragile X berkisar antara gangguan belajar ringan sampai
retardasi parah yang dapat menyebabkan gangguan bicara dan
fungsi yang berat. Pria dan wanita dengan sindrom X yang rapuh
mungkin memiliki kecemasan dan perilaku hiperaktif seperti
gelisah atau tindakan impulsiv, mereka juga memiliki gangguan
defisit perhatian yang meliputi gangguan kemampuan untuk
mempertahankan perhatian dan kesulitan fokus pada tugas-tugas
tertentu6.
 Gangguan neuropsikiatri primer yang menghasilkan tic 
1) Schizophrenia
Merupakan penyakit yang timbul akibat ketidakseimbangan zat
kimia otak (dopamine dan serotonin) yang mempengaruhi alam pikir,
alam perasaan, dan perilaku. Gangguan jiwa psikotik paling lazim
dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respon emosional dan
menarik diri dari hubungan antarpribadi7.
2) Asperger's syndrome/autism
Asperger syndrome merupakan penyakit dengan gangguan fungsi
bahasa dan perilaku yang terlihat serupa pada anak-anak dengan
autism. Orang-orang dengan sindrom asperger ini mengalami
kesulitan dalam memahami dan menggunakan isyarat non verbal
seperti gerak tubuh dan bahasa tubuh untuk interaksi sosial. Beberapa
studi menunjukkan bahwa penyebab asperger sindrom adalah kelainan
otak. Selain itu, faktor genetik juga merupakan salah satu penyebab
asperger sindrom yang sangat kuat8.
12

3) Retardasi mental
Retardasi mental dapat didefinisikan sebagai penurunan secara
signifikan dari fungsi intelektual umum yang terjadi bersamaan
dengan gangguan perilaku adaptif dan terjadi selama masa
perkembangan. Retardasi mental dapat disebabkan oleh gangguan
pada masa prenatal, perinatal, dan postnatal. Retardasi mental yang
disebabkan oleh kelainan genetika dapat terjadi karena (i)abnormalitas
struktur atau jumlah kromosom yang berakibat pada hilangnya
material gen, (ii) deregulasi pada cetakan gen atau regio genom yang
spesifik, (iii) abnormalitas pada gen tunggal yang dibutuhkan pada
perkembangan fungsi kognitif6.
 Obat-obatan yang menginduksi tik atau memperparah gejala tik 
 Kokain
Kokain adalah zat yang paling adiktif yang sering disalahgunakan
dan merupakan zat yang paling berbahaya. Kokain merupakan zat
adiktif yang tergolong stimulansia terhadap susunan saraf pusat.
Intoksikasi kokain adalah sindrom mental organik yang terjadi
beberapa menit sampai satu jam setelah menggunakan kokain.
Sindrom tersebut dapat menyebabkan gangguan fisik dan perilaku.
Lamanya kerja koakin dalam tubuh sangat singkat, eliminasi waktu
paruh kokain hanya satu jam. Kecuali pada kasus-kasus overdosis,
sebagian besar kokain sudah hilang dari tubuh pada saat pasien masuk
ke ruang gawat darurat3.
 Metilpenidat
Metilpenidat adalah obat psikostimulan yang paling sering
diresepkan. Obat ini seefektif psikostimulan lain (seperti
dextroamphetamine) dan mungkin lebih aman. Efek samping
metilpenidat seperti gangguan tidur, insomnia, menekan selera makan,
depresi atau kesedihan, sakit kepala, sakit perut, dan tekanan darah
tinggi. Semua efek samping ini hilang jika obat dihentikan; tetapi,
kebanyakan anak tidak mempunyai efek samping kecuali selera
makan yang berkurang. Seperti stimulan lainnya, metilpenidat
13

meningkatkan kadar dopamin. Pada dosis terapeutik, kenaikan


tersebut lambat, sehingga euforia terjadi hanya dalam kasus yang
jarang9.
 Amfetamin
Amfetamin merupakan obat yang mempunyai efek mempengaruhi
dopamin dan norepinefrin. Pelepasan dopamin dan norepineprin dari
neuron prasinap, efek agonis pada pasca sinaptik, dan menghambat
katabolisme katekolamin. Pemberian amfetamin berulang dalam
jangka waktu lama menyebabkan berkurangnya cadangan katekolamin
(prekursor norepinefrin, dopamin dan serotonin)10.
 Antipsikotik
Merupakan antagonis dopamin dan menyekat reseptor dopamin
dalam berbagai jaras di otak, juga dapat meningkatkan keefektifan
serotonin. Efek samping antipsikotik atipikal dan tipikal potensi
rendah lebih ke arah blockade otonom dan sedasi, serta efek
ekstrapiramidal. tardive dyskinesia yaitu gerakan yg tidak terkontrol,
terutama pada mulut dan lidah10.
 Antidepresan
Mempunyai efek :
1. Mempunyai efek terhadap jantung
Obat ini dapat menimbulkan gangguan penerusan impuls jantung
dengan perubahan ECG, pada overdosis dapat terjadi aritmia
berbahaya.
2. Sedasi
3. Hipotensi ortostatis dan pusing serta mudah jatuh merupakan akibat
efek antinoradrenalin, hal ini sering terjadi pada penderita lansia,
mengakibatkan gangguan fungsi seksual.
4. Efek antiserotonin
Akibat blokade reseptor 5HT postsinaptis dengan bertambahnya
nafsu makan dan berat badan.
14

5. Kelainan darah; seperti agranulactose dan leucopenia


Gejala penarikan pada penghentian terapi dengan mendadak dapat
timbul antara lain gangguan lambung-usus, agitasi, sukar tidur,
serta nyeri kepala dan otot6.
 Antiepileptik
Obat ini dapat menghasilkan efek terkait dosis pemakaian seperti
pusing, diplopia, mual, ataksia, dan penglihatan kabur. Efek samping
yang jarang ditemukan adalah anemia aplasti, agranulositosis,
trombositopenia dan sindrom stevens-Johnson6.
 Antihistamin
1. Interaksi dengan Antikolinergik SSP
2. Reaksi Gastrointestinal
3. Efek samping umum: sedasi, pening, pandangan kabur,
euphoria, kurang koordinasi badan, kecemasan insomnia, tremor,
mual dan muntah, konstipasi, diare, mulut kering, dan batuk kering
drowsiness, kelelahan,sakit kepala10.
 Antikolinergik
 Lithium
Pada pemakaian yang jangka panjang dapat merusak kelenjar
tiroid dan ginjal. Efek samping ini sering dijumpai dan mengganggu.
Efek samping litium dapat terjadi pada dosis terapi. Bila digunakan
dengan neuroleptika, litium dapat menyebabkan kerusakan otak yang
irreversible. Perubahan pada sistem neuromuskuler pada tingkat awal
berupa tremor, aktasia, dan iritabilitas neuromuskuler. Pada tingkat
yang lebih berat dapat terjadi delirium, mioklonus, gangguan
kesadaran, coma dan kematian6.
 Opioid
Opioid merupakan senyawa alami atau sintetik yang
menghasilkan efek seperti morfin. Semua obat dalam kategori ini
bekerja dengan jalan mengikat reseptor opioid spesifik pada susunan
saraf pusat untuk meghasilkan efek yang meniru efek neurotransmiter
15

peptida endogen, opiopeptin (misal endorfin dan enkefalin). Dapat


menyebabkan muda marah, gelisah, resah, gemetar6.

b.5 Manifestasi Klinis


a. Tic Motorik
1. Tic Motorik Sederhana
Kedipan mata
Mengerutkan dahi
Bola mata digerakkan ke salah saru arah
Sentakan leher
Mengangkat bahu
Seringai wajah
mencucu
2. Tic Motorik Kompleks
Perilaku berdandan
Membaui benda
Meloncat
Kebiasaan menyentuh
Meniru perilaku orang yang diamati ( Ekopraksia)
Menunjukkan gaya yang cabul ( Kopropraksia)
b. Tic Vokal
1. Tic Vokal Sederhana
Batuk
Membersihkan tenggorokan
Mendengkur
Mengirup
Mendengus
Menghardik
2. Tic Vokal Kompleks
Pemakaian kata atau frasa yang cabul ( Koprolalia)
Pengulangan kata yang diucapkan sendiri (Palilalia)
16

Pengulangan kata terakhir yang terdengar daru ucapan orang lain


(Ekolali)3.

2.6 Diagnosis
Penegakkan diagnosis dari Transient Tic Disorder menurut kriteria
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat
(DSM-IV) sebagai berikut :
1. Tic vokal dan/atau motorik tunggal atau multiple ( yaitu, gerakan
motorik atau vokalisasi yang tiba-tiba, cepat, rekuren, nonritmik,
stereotipik)
2. Tic terjadi berulang kali dalam sehari, hampir setiap hari selama
sekurangnya empat minggu tetapi tidak lebih lama dari 12 bulan
berturut-turut.
3. Gangguan menyebabkan penderitaan yang jelas atau gangguan
bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
4. Onset sebelum usia 18 tahun.
5. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dar suatu zat
(misalnya, stimultan) atau kondisi medis umum (misalnya, penyakit
Huntington atau ensefalitis pasca infeksi virus).
6. Tidak pernah memenuhi kriteria untuk gangguan Tourette atau
gangguan tic motorik atau vokal kronis3.
Sindroma Tourette :
a. Tic motorik multiple
b. Pemakaian kata atau frasa yang cabul (Koprolalia)
c. Pengulangan kata terakhir yang terdengar dari ucapan orang lain
(Ekolalia)3.

Penegakkan diagnosis dari Transient Tic Disorder menurut


Menurut PPDGJ-III :
1. “Tic”adalah suatu gerakan motorik (yang lazimnya mencakup
sekelompok otot khas tertentu) yang tidak di bawah pengendalian,
berlangsung cepat, dan berulang-ulang, tidak berirama, ataupun suatu
17

hasil vocal yang timbul mendadak dan tidak ada tujuannya yang nyata.
“Tic” jenis motorik dan jenis vokalmungkin dapat dibagi dalam
golongan yang sederhana dan yang kompleks, sekalipun penggarisan
batasannya kurang jelas.
2. Ciri khas yang membedakan “Tic”dari gangguan motorik lainnya
adalah gerakan yang mendadak, cepat, sekejab, dan terbatasnya
gerakan, tanpa bukti gangguan neurologis yang mendasari; sifatnya
berulang – ulang; (biasanya) terhenti saat tidur, dan mudahnya gejala
itu ditimbulkan kembali atau ditekan dengan kemauan. Kurang
beriramanya “tic” itu yang membedakannya dari gerakan yang
stereotipik berulang yang nampak pada beberapa kasus autism dan
retardasi mental. Aktivitas motorik manneristik yang tampak pada
gangguan ini cenderung mencakup gerakan yang lebih rumit dan
bervariasi daripada gejala “tic”. Gerakan Obsesif – Kompulsif sering
menyerupai “tic” yang kompleks namun berbeda karena bentuknya
ditentukan oleh tujuannya (misalnya menyentuh atau memutar benda
secara berulang) daripada oleh sekelompok otot yang terlibat;
walaupun demikian acapkali sulit untuk membedakannya.
3. “tic”seringkali terjadi sebagai fenomena tunggal namun tidak jarang
disertai variasi gangguan emosional yang luas, khususnya, fenomena
obsesi dan hipokondrik. Namun ada pula beberapa hambatan
perkembangan khas disertai “tic”. Tidak terdapat garis pemisah yang
khas antara gangguan “tic” dengan berbagai gangguan emosional dan
gangguan emosional disertai “tic”. Diagnosisnya mencerminkan
gangguan utamanya.
4. Gangguan ini tidak lebih dari 12 bulan.
5. Bentuk ini paling sering terjadi pada anak – anak usia 4-5 tahun;
biasanya berupa . kedipan mata, muka menyeringai, atau kedutan
kepala, pada beberapa kasus hanya berupa episode tunggal, namun
pada beberapa kasus lain hilang timbul selama beberapa bulan2.
18

2.7 Diagnosis banding


1) Akathisia
2) Autisme
3) Distonia
4) Obsessive compulsive disorder
5) Chorea pada dewasa
6) Hemifasial spasme
7) Dan lain-lain

2.8 Patofisiologi
Patofisiologi pada penyakit ini masih bersifat hipotesis. Hipotesis
tersebut mengatakan bahwa gangguan tic hasil dari adanya gangguan pada
ganglia basal, yang menyebabkan disinhibisi dari sistem motorik dan
sistem limbik. Hipotesis ini didukung oleh MRI yang menunjukkan bahwa
patofisiologi sindrom tourette melibatkan proyeksi dari korteks primer,
sekunder, dan somatosensori ke ganglia basal. Beberapa studi volumetrik
MRI menemukan bahwa pasien dengan tics parah sering disertai dengan
penipisan korteks sensorimotor. Gangguan tic sering hadir di beberapa
anggota keluarga, menunjukkan dasar genetik untuk gangguan ini. Studi
korelasi telah menemukan beberapa area kromosom yang berbeda
bertanggung jawab, termasuk kromosom 14q31.1 untuk sindrom Tourette.
Gen lain yang sedang diselidiki termasuk gen SLITRK1 dan gen HDC,
yang mengkode untuk L-histidin dekarboksilase. Banyak peneliti merasa
bahwa sindrom tourette kemungkinan besar tidak memiliki genetik
Mendel monogenik, melainkan hasil dari interaksi beberapa gen.
Mekanisme imunologi juga menjadi hipotesis yang berperan dalam
patofisiologi gangguan tic. Grup A streptokokus eksposur, yang
diindikasikan oleh peningkatan O antistreptolysin (ASO) titer, telah
dikaitkan dengan gangguan tic. Ini gangguan kontroversial ini ditandai
dengan gangguan tic atau obsesif-kompulsif (OCD) dan merupakan
gangguan neuropsikiatri terkait dengan infeksi streptokokus11.
19

Teori lain menyebutkan gerakan involuntar pada tik timbul akibat lesi
difus pada putamen dan globus palidus; disebabkan oleh terganggunya
kendali atas refleks-refleks dan rangsang yang masuk, yang dalam keadaan
normal ikut memengaruhi putamen dan globus palidus. Ini disebut release
phenomenon, yang berarti hilangnya aktivitas inhibisi yang normal.
Gerakan klonik berlangsung untuk kontraksi tonik berkelanjutan dari
otot yang terlibat. Iritasi kronis pada nervus fasialis atau nukleus fasialis
merupakan penyebab yang mungkin dari tic fasialis. Iritasi dari nucleus
nervus fasialis diyakini menyebabkan hipereksitabilitas dari nucleus
nervus fasialis, sementara iritasi pada segmen proksimal saraf dapat
menyebabkan ephatic transmisi dalam nervus fasialis.
Gerakan otot wajah involunter pada tic bisa bangkit sebagai suatu
pencerminan kegelisahan atau depresi. Pada gerakan involunter tersebut,
sudut mulut dapat terangkat dan kelopak mata memejam secara
berlebihan. Gerakan otot wajah sebagai gerakan kebiasaan sering dijumpai
pada anak atau orang dewasa yang spikolabil. Nervositas dan kurang
kepercayaan diri sering terlihat pada wajah seseorang. Adakalanya gerakan
involunter kebiasaan itu sangat keras dan bilateral, sehingga raut muka
saling berubah. Meringis, mencucu, memejamkan mata merupakan
gerakan involunter kebiasaan pada kebanyakan psikopat.
Adakalanya kata-kata yang kotor atau ludah dikeluarkan pada waktu
yang bersamaan pada saat gerakan involunter terjadi. Sindrom tic fasialis
yang disertai koprolalia (mengelurkan kata-kata kotor) itu dikenal sebagai
tic gilles de la tourette.
20

Adanya gangguan di ganglia basalis dan kortikostriatal -


thalamokortikal

Kegagalan disinhibisi diskrit striatal neuron proyeksi

Pengaktifan general motor kortikal

Mendesak motor dan tics vocal

Ketidakseimbangan fokus di daerah ganglia basalis

Memunculkan gejala mata berkedip, hidung berkedut, lengan


tersentak,pengulangan vocals

(Harris K, Singer HS , 2006 ).

2.9 Tatalaksana
1. Terapi Lama

Gambar.1 Diagram Penatalaksanaan TIC Disorder (Bagheri, Kerbeshian, Burd,


1999)
21

a. Pendekatan Holistic
Dilakukan oleh tim multidisiplin yang bekerja sama dengan orang tua anak,
guru dan orang-orang disekitar tempat tinggal. Ini dilakukan untuk menyusun
rencana perawatan yang komprehensif (O’connor et al, 2001).
Terapi harus mencakup11:
a. Memberi edukasi pada pasien dan keluarganya tentang perjalanan
gangguan tic ini.
b. Melengkapi tes diagnostic yang diperlukan seperti laporan diri (oleh anak
dan orang tua) dan metode observasi langsung
c. Penilaian komprehensif, seperti : kemampuan kognitif anak, persepsi,
keterampilan motoric, perilaku dan fungsi adaptif
d. Bekerja sama dengan pihak sekolah untuk menciptakan lingkungan belajar
yang kondusif supaya dapat mencapai keberhasilan di bidang akademis.
e. Pada awalnya, dokter dapat merekomendasikan supaya keluarga tidak perlu
memberi perhatian pada tic, karena perhatian yang tidak diinginkan dapat
memperkuat tic.
f. Apabila tic parah dan dapat menyebabkan masalah dalam fungsi sekolah
atau pekerjaan maka terapi perilaku dianjurkan untuk dilakukan. terapi
paling sering yaitu terapi perilaku atau terapi kognitif –perilaku
g. Jika dirasa perlu pengobatan, maka dilakukan.
b. Terapi Perilaku dan kognitif-perilaku
Latihan Massed Negative telah menjadi salah satu teknik yang paling
sering digunakan pada terapi perilaku dalam pengobatan anak-anak dengan
gangguan tic. Pasien diminta untuk sengaja melakukan gerakan tic untuk
periode waktu tertentu diselingi dengan periode istirahat singkat. Pasien telah
menunjukkan beberapa penurunan frekuensi tic, tetapi keuntungan jangka
panjang dari latihan Massed Negative tidak jelas11.
Manajemen kontingensi merupakan suatu terapi perilaku. Hal ini
didasarkan pada penguatan positif, biasanya diberikan oleh orang
tua.Penggunaan manajemen kontingensi tampaknya  terbatas di luar
rangkaian yang dikontrol seperti sekolah atau lembaga. Pembalikan kebiasaan
adalah teknik yang paling umum digunakan untuk menggabungkan latihan
22

relaksasi, pelatihan kesadaran dan manajemen kontingensi untuk penguatan


positif. Metode ini menunjukkan tingkat keberhasilan antara 64%-100%.
c. Terapi Farmakologi
Obat adalah terapi utama untuk tic motor dan tic vokal. Obat ini
diberikan bila TIC Disoreder sudah mencapai stadium kronik atau yang
dikenal dengan tourette’s syndrome dan apabila memang diperlukan. Pasien
dan keluargnya, harus dievaluasi sepenuhnya dan menggunakan metode
pengobatan lain bersamaan dengan obat. Karena gejala gangguan tic tumpang
tindih dengan OCD (Obsessive Compulsive Disorder) dan ADHD (Attention
Deficit Hyperactivity Disorder), penting untuk menentukan gejalanya dan
mengobati pasien sesuai dengan kategori diagnostik tunggal yang paling
sesuai baginya, apakah itu sebuah tic gangguan, OCD, atau ADHD11.
Obat yang diresepkan untuk pasien dengan gangguan tic meliputi:
1. Obat neuroleptik atau obat antipsikotik,
Antipsikotik atau neuroleptik adalah obat psikotropika yang bekerja
mengatasi gejala-gejala gangguan psikotik. Mekanisme Kerja Obat
Neuroleptika secara umum adalah menghambat reseptor dopamin dalam
otak dan perifer dan serotonin dalam otak.
Penggolangan obat antipsikotik yaitu;
a.       Golongan Antipsikotik Tipikal
Antipsikotik tipikal disebut juga antipsikotik generasi pertama,
konvensional, dopamine receptor ontagonist (DA).
Antipsikotik tipikal berpotensi rendah (afinitas terhadap reseptor
dopamine rendah), contoh:
 Klorpromazin
 Tioridazin
   Sulpirid
Antipsikotik tipikal berpotensi tinggi, contoh:
 Golongan butirofenon: Haloperidol
 Perfenazin
 Flufenazin
 Trifluoperazin
23

 Pimozid
b.      Golongan Antipsikotik Atipikal
Antipsikotik atipikal disebut juga antipsikotik generasi kedua, novel
antipsychotics, serotonine-dopamine receptor ontagonist (SDA).
   Clozapine
 Golongan benzisoksazol: Risperidone
   Olanzapine
   Quetiapine
   Aripiprazole
Neuroleptik memiliki efek samping yang signifikan, yang meliputi
gangguan konsentrasi, gangguan kognitif, dan kadang tardive dyskinesia
(gangguan gerakan yang terdiri dari bibir, mulut, dan gerakan lidah).  Efek
samping haloperidol,seperti kekakuan, rigiditas, tremor, sedasi, dan depresi
yang umum tapi efek samping ini kurang begitu ada di pimozide11.
Antipsikotik atipikal dan agen lain yang memblokir reseptor dopamin
termasuk risperidone dan clozapine. Tetrabenazine adalah obat baru yang
menjanjikan dengan efek samping yang lebih sedikit daripada neuroleptik
khas lainnya. Hal ini dapat digunakan dalam kombinasi dengan obat
antipsikotik yang lebih lama11.
2. Alpha-adrenergik reseptor agonis
Alpha adrenergic reseptor agonis meliputi clonidine dan guanfacine.
Clonidine memiliki efek samping yang lebih sedikit dan lebih ringan daripada
neuroleptik pada umumnya, dengan sedasi yang paling umum. Sedasi terjadi
pada 10%-20% kasus dan sering dapat dikontrol melalui penyesuaian dosis.
Parafenotiazin dapat digunakan ketika haloperidol atau pimozide telah
terbukti tidak efektif 11.
3. Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI)
Yang termasuk obat golongan SSRI adalah Fluoksetin, Fluvoksamin,
Nefazodon, Paroksetin, Sertralin, Trazodon, Venlafaksin, Dapat digunakan
untuk mengobati obsesif-kompulsif perilaku yang terkait dengan gangguan
Tourette.  SSRI merupakan Antidepresan baru, sehingga penggunaannya
harus hati - hati, karena efek jangka panjangnya belum diketahui11.
24

Mekanisme kerjanya menghambat ambilan neurotransmiter,


menghambat ambilan norepinefrin dan serotonin neuron masuk ke terminal
saraf pra sinaps, dengan menghambat jalan utama pengeluaran
neurotransmiter , meningkatkan konsentrasi monoamin dalam celah sinaps,
menimbulkan efek antidepresan. tetapi lebih selektif menghambat ambilan
neurotransmitter serotonin dibanding yang lain (dopamin). Indikasi SSRI
Untuk depresi (lebih unggul dari golongan TCA), penderita Bulimia nevrosa,
anoreksia nevrosa, gangguan panik, nyeri neuropati diabetik, dan sindrom
premenstrual. SSRI dapat menyebabkan gangguan lambung dan mual11.
4. Benzodiazepines
Benzodiazepines digunakan dalam beberapa kasus untuk menurunkan tingkat
kecemasan pasien, tapi sering dihindari karena dapat menyebabkan
ketergantungan dan toleransi11.
5. Permen karet nikotin
Permen karet ini digunakan untuk mengurangi tic. Penggunaannya
ditambahkan ke pengobatan yang berkelanjutan dengan haloperidol, tetapi
membutuhkan studi lebih lanjut11.
d. Alternatif terapi
Dengan merubah pola makan dan memberi suplemen gizi dapat mencegah
dan mengelola gejala gangguan tic, meskipun studi formal belum dilakukan
di daerah ini. Beberapa teori telah mengungkapkan bahwa kekurangan nutrisi
dapat mempengaruhi pengembangan dan pemeliharaan gangguan
tic. Alternatif terapi dapat dilakukan dengan makan makanan organik dan
menghindari pestisida, meningkatkan asupan asam folat dan vitamin B,
makan makanan tinggi zat besi dan magnesium, mengurangi kafein dan
menghindari pemanis buatan dan zat warna11.
e. Psikofarmakologi
Pendekatan terapi yang pertama dilakukan pada Transient Tic Disorders
adalah dengan memberikan edukasi dan demistifikasi gejala. Orang sering
berinteraksi dan kontak dengan penderita harus diberitahu tentang apa itu tic,
fluktuasi dan kemungkinan adanya pengaruh komorbiditas dari penyakit lain.
Penting untuk menekankan bahwa meminta anak untuk mengontrol gejala tic
25

dengan sendiri adalah tindakan yang tidak berguna dan sia-sia. Tujuan dari
psikoterapi adalah menciptakan pengertian dari orang terdekat pasien bisa
keluarga atau teman pasien sehingga orang terdekat tersebut memiliki
toleransi terhadap gejala tic, dan menghindari situasi bahwa adanya gejala tic
pada pasien akan menjadi hal yang memalukan. Setelah evaluasi lengkap,
pengobatan tic dan komorbiditas harus diprioritaskan karena beberapa studi
menjelaskan bahwa gejala tics muncul sebagian besar karena ada penyakit
berat lain seperti sindrom obsesif kompulsif, defisit konsentrasi dan gangguan
hiperaktif, kecemasan dan depresi, gangguan perilaku dan kesulitan tidur.
Dokter dalam mempertimbangkan farmakologis harus menyadari perjalanan
dari komorbiditas penyakit tersebut dan efek terhadap gejala Transient Tic
Disorders13.

2. Terapi baru
a. Toksin Botulinum
Metode penatalaksanaan terbaru untuk Transient Tic Disorders adalah
dengan penggunaan toksin botulinum. Toksin botulinum diberikan ketika
pemberian obat oral gagal untuk mengatasi gejala tic. Cara kerja toksin
botulinum adalah dengan merelaksasi otot-otot terlibat dalam tic fokal tanpa
menyebabkan efek samping sistemik yang tidak diinginkan. Toksin
botulinum diperoleh dari Clostridium botulinum dan merupakan obat yang
terdiri dari campuran neurotoksin botulinum dan protein non toksin.
Neurotoksin botulinum terdiri dari asam amino rantai panjang dan asam
amino terang sedangkan protein non toksin merupakan gabungan dari protein
hemaglutinin dan protein non hemaglutinin. Cara pemberian toksin botulinum
pada pasien dengan gangguang tic dengan cara injeksi pada otot yang
mengalami gejala tic12.
Vokal tic yang berulang-ulang akan lebih efektif diobati dengan botulinum
toksin (BONT) daripada gejala tic dengan gerakan kompleks karena akan
memerlukan suntikan di beberapa otot. Beberapa studi menunjukan injeksi
toksin botulinum tipe A menunjukkan penurunan frekuensi dan intensitas
tics dystonic pada 10 pasien13.
26

Efek samping penggunakan toksin botulinum adalah kekeringan pada


mulut, iritasi kornea, gangguan akomomodasi, iritasi pada hidung atau
mukosa organ genital, selain itu belum banyak studi dan penelitian yang
membahas tentang keparahan dan dosis yang tetap untuk penggunaan toksin
botulinum sebagai alternatif terapi baru pada pasien sindrom transien tic13.

2.10 Komplikasi
Gangguan gerak yang dialami penderita akan sangat mengganggu
sehingga menurunkan kualitas penderita dalam beraktivitas dan
gangguan gerak saat berjalan dapat menyebabkan penderita terjatuh
dan mengalami fraktur. Pada distonia laring dapat menyebabkan
asfiksia dan kematian. Medikasi anti-EPS mempunyai efek
sampingnya sendiri yang dapat menyebabkan komplikasi yang buruk.
Anti kolinergik umumnya menyebabkan mulut kering, penglihatan
kabur, gangguan ingatan, konstipasi dan retensi urine. Amantadine
dapat mengeksaserbasi gejala psikotik (Markam, 2002). Transient Tic
Disorder dapat berkembang menjadi chronic motor or vocal tic
disorder13.

2.11 Prognosis
Transient Tic Disorders yang masih sederhana biasanya hilang
selama periode bulan. Sebagian besar orang dengan Transient Tic
Disorders tidak berkembang menjadi Transient Tic Cronic. Tic mereka
menghilang secara permanen atau kambuh selama periode stres khusus.
Hanya sejumlah kecil yang menjadi gangguan tic motorik dan vokal
kronis atau gangguan Tourette. Prognosis untuk gangguan sementara tic
sangat baik, dengan jangka waktu kurang dari 1 tahun. Saat ini ada
beberapa pengobatan untuk terapi Transient Tic Disorders , tetapi belum
bisa membuktikan bahwa pengobatan dapat mengubah prognosis awal.
Ketika saat melakukan evaluasi pertama pada penderita tic, sulit untuk
menentukan apakah pasien tersebut menderita sindrom tic kronis atau
transient, ringan atau berat3.
27

BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
1. Transient tic disorders adalah kondisi sementara di mana seseorang
membuat singkat satu atau banyak, berulang, sulit untuk mengontrol
gerakan atau suara (tics) yang dapat disebabkan faktor genetik dan faktor
sekunder.
2. Penegakkan diagnosis dari Transient Tic Disorder ini bisa dilakukan
langsung tanpa pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan seperti
imaging photo.
3. Penatalaksaan transient tic disorders terdiri dari terapi lama dan terapi
baru. Terapi lama meliputi pendektatan holistik, terapi perilaku dan
kognitif-perilaku, farmakologi, alternatif lain. Terapi baru terdiri dari
suntik toksin botulinum dan terapi psikofarmakologi.
4. Prognosis transient tic disorders adalah bonam.
28

DAFTAR PUSTAKA

1. Maramis, F.W. (2005). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya :


Airlangga University Press
2. Maslim, Rusdi. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan
Ringkas dari PPDGJ- III. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK
UNIKA Atmajaya
3. Sadock BJ, Sadock VA. Pocket Handbook of Clinical Psichiatry. 4th
Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins, 2005. 771-781.
4. Swain JE, Scahill L, Lombroso PJ, et al. 2007. Tourette syndrome and tic
disorders: a decade of progress. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry, vol.
46:947–968.
5. Rauda,Jasmis. 1997. Sindrom Kejiwaan.edisi 2. Tangerang : Binarupa
Alisan
6. Sunaryo.2008.Ilmu kedokteran Jiwa.edisi 4.Jakarta : Wijaya kusuma
7. Miyamoto S., La Mantia A.S., Duncan E.E., et al. 2003. Recent Advances
in The neurobiology of Schizophrenia: Molecular Intervention. 3:27-39.
8. Winter, Matt. 2011. Asperger Syndrome : What Teachers Need to Know.
USA : Jessica Kingsley Publisher.
9. Challman TD, Lipsky JJ. 2005. Methylphenidate : its pharmacology and
uses. Mato Clin Proc. 75:711-121
10. Castle, D.J., 2000, Epidemiology of women and schizophrenia, in Women
and Schizophrenia, Edited by Castle DJ, McGrath J, Kulkarni J.
Cambridge, UK, Cambridge University Press.
11. Harris K, Singer HS. 2006;Tic Disorders: Neural Circuits,
Neurochemistry,And Neuroimmunology. J Child Neurol, vol. 21:678–689.
12. O'Connor, K. P., et al. 2001. Evaluation of a Cognitive-Behavioural
Program for The Management of Chronic Tic and Habit
Disorders. Behaviour Research and Therapy.
13. Srour Myriam, Paul Lespérance, Francois Riche, Sylvain Chouinard.
2008. Psychopharmacology of Tic Disorders. J Can Acad Child Adolesc
Psychiatry, vol. 17(3):150-159.

Anda mungkin juga menyukai