REFERAT
TIC DISORDER
Pembimbing :
dr. Irma Yanti, Sp.S
Disusun oleh :
Woro Nurul Sandra A, S.Ked
712018069
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmatNya penulis boleh diberi kesempatan untuk menyelesaikan referat yang
berjudul Tic Disorder ini sebagai salah satu syarat menyelesaikan kepaniteraan
Klinik Mata Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.Untuk
itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Irma Yanti, Sp. S
2. Pengajar di bagian SMF Ilmu Penyakit Saraf
3. Serta pihak-pihak lain yang telah turut membantu kami dalam menyelesaikan
tugas refarat ini.
Penulis menyadari bahwa didalam referat ini masih ada kekurangan-
kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembacanya
agar referat ini menjadi lebih sempurna dan bermanfaat bagi para pembacanya dan
perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang medis bagian Ilmu
Penyakit Saraf.
Terima kasih.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMANJUDUL ............................................................................................ i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................. 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 4
BAB III. KESIMPULAN ................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 28
1
BAB I
PENDAHULUAN
anak, misalnya orang tua yang perfeksionistik atau gurunya yang keras
sifatnya. Sering terdapat hubungan antara hebatnya gerakan-gerakan itu dan
intensitas ketegangan emosi pada anak-anak1.
Transient Tic Disorders yang masih sederhana biasanya hilang selama
periode bulan. Sebagian besar orang dengan Transient Tic Disorders tidak
berkembang menjadi Transient Tic Cronic. Tic mereka menghilang secara
permanen atau kambuh selama periode stres khusus. Hanya sejumlah kecil
yang menjadi gangguan tic motorik dan vokal kronis atau gangguan Tourette3.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
Sebuah komunitas di US, yang berbasis penelitian besar menunjukkan
bahwa lebih dari 19% dari anak-anak usia sekolah memiliki gangguan tic.
Anak-anak dengan gangguan tic dalam penelitian yang biasanya terdiagnosis.
Sebanyak 1 dalam 100 orang mungkin mengalami beberapa bentuk gangguan
tic, biasanya sebelum masa pubertas. Tourette sindrom adalah ekspresi lebih
parah dari spektrum gangguan tic, yang dianggap disebabkan oleh kerentanan
genetik yang sama. Perilaku tic umum di kalangan anak-anak usia sekolah.
Anak laki-laki dua kali lebih mungkin akan terpengaruh oleh gangguan tic
dibanding perempuan3.
5
2.3 Klasifikasi
1. Sindroma Gilles de la Tourette
Penderita memperlihatkan banyak macam “tic” (multiple tics), yaitu
gerakan-gerakan involunter yang hebat pada muka, kepala, ekstrimitas dan
badan. Kadang-kadang juga dikeluarkan suara-suara yang tak berbentuk
atau kata-kata “kotor” (koprolalia). Penyakit ini biasanya mulai pada anak-
anak sebelum pubertas.
Diagnosis :
a. Tic motorik multiple dengan satu atau beberapa Tic vocal, yang
harustimbul secara serentak dan dalam riwayatnya hilang timbul
b. Onset hampir selalu pada masa kanaka tau remaja, lazimnya ada
riwayattic motorik sebelum timbulnya tic vocal. Sendrom ini sering
memburuk pada usia remaja dan lazim pula menetap sampai usia
dewasa.
c. Tic vocal sering bersifat multiple dengan letupan vokalisasi yang
berulang-ulang, seperti suara mendehem, bunyi ngorok, dan ada
kalanya diucapkan kata-kata atau kalimat cabul. Ada kalanya diiringi
gerakanisyarat ekopraksia, yang dapat juga bersifat cabul (copropraxia).
Seperti juga pada tic motorik, tic vocal mungkin di tekan dengan
kemauan untuk jangka waktu singkat, bertambah parah karena stress,
dan berhenti saat tidur2.
2. Chronic Motor Or Vokal Tic Disorder
Penyakit ini meliputi satu atau banyak motor atau vokal tetapi
keduanya tidak muncul secara bersamaan, berlangsung selama lebih 1
tahun, muncul sebelum usia 18 tahun, selama periode ini tidak ada periode
bebas tic lebih dari tiga bulan berturut-turut.
Ada 2 tipe Tics Motorik dan Vokal:
a.Simple Motor Tics : kedipan mata, angkat bahu
b.Simple Vokal Tics : mendekur, mendengus
c. Complex Motor Tics : gerakan-gerakan wajah
d.Complex Vokal Tics : latah3.
6
Faktor Psikogenik :
a. Stres
b. Kecemasan
c. Emosi
Sydenham's chorea
Merupakan gerakan diluar kesadaran yang cepat,menyentak
,pendek dan berulang-ulang yang dimulai satu bagian tubuh dan
bergerak dengan tiba-tiba dan terus –menerus sampai bagian tubuh
lainnya5
Jakob disease
Penyakit akibat kelainan genetik dimana seseorang
kelebihan kromosom "Y"dalam tubuh dan merupakan gangguan
saraf degeneratif dengan prognosis buruk5.
Neurosyphilis
Merupakan infeksi otak atau sumsum tulang belakang yang
terjadi akibat penyakit sifilis yang tidak diobati selama bertahun-
tahun6.
Hypoglycemia
Keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara
abnormal rendah. Dalam keadaan normal, tubuh mempertahankan
kadar gula darah antara 70-110 mg/dL. Sementara pada penderita
diabetes, kadar gula darahnya tersebut berada pada tingkat terlalu
tinggi; dan pada penderita hipoglikemia, kadar gula darahnya
berada pada tingkat terlalu rendah6.
2) Genetik
Huntington's disease
Huntington's disease merupakan suatu penyakit yang
menyerang saraf. penyakit ini disebabkan oleh faktor genetika,
sehingga dapat diwariskan dari orang tua kepada anaknya.Nama
penyakit ini diambil dari George Huntington yang pertama kali
yang pertama kali menjelaskannya pada tahun 1872. Gen
penyakit ini bersifat dominan sehingga anak-anak dari orang tua
yang menderita penyakit ini berpeluang besar menderita penyakit
“Huntington” yakni 50%. Hingga saat ini belum ada obat yang
dapat menyembuhkan penyakit ini namun hanya berupa
mengurangi gejala dan mengendalikan perilaku penderita. Gejala
9
penyakit ini mucul pada setiap usia, namun rata-rata pada usia 35-
44. Pada stadium awal penderita akan melakukan gerakan
abnormal yang secara bertahap akan semakin jelas sehingga
mempengaruhi kegiatan normal seperti makan, berpakaian dan
duduk5 .
Idiopathic dystonia
Idiopathic dystonia adalah kelainan neurologis gerakan,
yang menyebabkan kontraksi otot yang berkelanjutan berliku-liku
dan berulang-ulang gerakan atau postur abnormal.Gangguan
mungkin herediter atau disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti
trauma fisik yang berhubungan dengan kelahiran atau lainnya,
infeksi, keracunan (misalnya, keracunan timah) atau reaksi
terhadap obat-obatan farmasi, terutama neuroleptics5.
Duchenne's disease
Duchenne muscular dystrophy (DMD) merupakan penyakit
distrofi muskular progresif, bersifat herediter, dan mengenai anak
laki-laki. Insidensi penyakit itu relatif jarang, hanya sebesar satu
dari 3500 kelahiran bayi laki-laki.Penyakit tersebut diturunkan
melalui X-linked resesif, dan hanya mengenai pria, sedangkan
perempuan hanya sebagai karier.Perubahan patologi pada otot yang
mengalami distrofi terjadi secara primer dan bukan disebabkan
oleh penyakit sekunder akibat kelainan sistem saraf pusat atau saraf
perifer5.
Tuberous sclerosis
Multi-system penyakit genetik yang menyebabkan tumor
jinak untuk tumbuh di otak dan organ-organ vital lainnya seperti
ginjal, hati, paru-paru, kulit dan mata. Kombinasi gejala mungkin
termasuk kejang, keterlambatan perkembangan, masalah perilaku,
kelainan kulit, penyakit paru-paru dan ginjal. TSC disebabkan oleh
mutasi pada salah satu dari dua gen, TSC1 dan TSC2, yang
menyandikan untuk protein hamartin dan tuberin masing-masing.
10
3) Retardasi mental
Retardasi mental dapat didefinisikan sebagai penurunan secara
signifikan dari fungsi intelektual umum yang terjadi bersamaan
dengan gangguan perilaku adaptif dan terjadi selama masa
perkembangan. Retardasi mental dapat disebabkan oleh gangguan
pada masa prenatal, perinatal, dan postnatal. Retardasi mental yang
disebabkan oleh kelainan genetika dapat terjadi karena (i)abnormalitas
struktur atau jumlah kromosom yang berakibat pada hilangnya
material gen, (ii) deregulasi pada cetakan gen atau regio genom yang
spesifik, (iii) abnormalitas pada gen tunggal yang dibutuhkan pada
perkembangan fungsi kognitif6.
Obat-obatan yang menginduksi tik atau memperparah gejala tik
Kokain
Kokain adalah zat yang paling adiktif yang sering disalahgunakan
dan merupakan zat yang paling berbahaya. Kokain merupakan zat
adiktif yang tergolong stimulansia terhadap susunan saraf pusat.
Intoksikasi kokain adalah sindrom mental organik yang terjadi
beberapa menit sampai satu jam setelah menggunakan kokain.
Sindrom tersebut dapat menyebabkan gangguan fisik dan perilaku.
Lamanya kerja koakin dalam tubuh sangat singkat, eliminasi waktu
paruh kokain hanya satu jam. Kecuali pada kasus-kasus overdosis,
sebagian besar kokain sudah hilang dari tubuh pada saat pasien masuk
ke ruang gawat darurat3.
Metilpenidat
Metilpenidat adalah obat psikostimulan yang paling sering
diresepkan. Obat ini seefektif psikostimulan lain (seperti
dextroamphetamine) dan mungkin lebih aman. Efek samping
metilpenidat seperti gangguan tidur, insomnia, menekan selera makan,
depresi atau kesedihan, sakit kepala, sakit perut, dan tekanan darah
tinggi. Semua efek samping ini hilang jika obat dihentikan; tetapi,
kebanyakan anak tidak mempunyai efek samping kecuali selera
makan yang berkurang. Seperti stimulan lainnya, metilpenidat
13
2.6 Diagnosis
Penegakkan diagnosis dari Transient Tic Disorder menurut kriteria
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat
(DSM-IV) sebagai berikut :
1. Tic vokal dan/atau motorik tunggal atau multiple ( yaitu, gerakan
motorik atau vokalisasi yang tiba-tiba, cepat, rekuren, nonritmik,
stereotipik)
2. Tic terjadi berulang kali dalam sehari, hampir setiap hari selama
sekurangnya empat minggu tetapi tidak lebih lama dari 12 bulan
berturut-turut.
3. Gangguan menyebabkan penderitaan yang jelas atau gangguan
bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
4. Onset sebelum usia 18 tahun.
5. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dar suatu zat
(misalnya, stimultan) atau kondisi medis umum (misalnya, penyakit
Huntington atau ensefalitis pasca infeksi virus).
6. Tidak pernah memenuhi kriteria untuk gangguan Tourette atau
gangguan tic motorik atau vokal kronis3.
Sindroma Tourette :
a. Tic motorik multiple
b. Pemakaian kata atau frasa yang cabul (Koprolalia)
c. Pengulangan kata terakhir yang terdengar dari ucapan orang lain
(Ekolalia)3.
hasil vocal yang timbul mendadak dan tidak ada tujuannya yang nyata.
“Tic” jenis motorik dan jenis vokalmungkin dapat dibagi dalam
golongan yang sederhana dan yang kompleks, sekalipun penggarisan
batasannya kurang jelas.
2. Ciri khas yang membedakan “Tic”dari gangguan motorik lainnya
adalah gerakan yang mendadak, cepat, sekejab, dan terbatasnya
gerakan, tanpa bukti gangguan neurologis yang mendasari; sifatnya
berulang – ulang; (biasanya) terhenti saat tidur, dan mudahnya gejala
itu ditimbulkan kembali atau ditekan dengan kemauan. Kurang
beriramanya “tic” itu yang membedakannya dari gerakan yang
stereotipik berulang yang nampak pada beberapa kasus autism dan
retardasi mental. Aktivitas motorik manneristik yang tampak pada
gangguan ini cenderung mencakup gerakan yang lebih rumit dan
bervariasi daripada gejala “tic”. Gerakan Obsesif – Kompulsif sering
menyerupai “tic” yang kompleks namun berbeda karena bentuknya
ditentukan oleh tujuannya (misalnya menyentuh atau memutar benda
secara berulang) daripada oleh sekelompok otot yang terlibat;
walaupun demikian acapkali sulit untuk membedakannya.
3. “tic”seringkali terjadi sebagai fenomena tunggal namun tidak jarang
disertai variasi gangguan emosional yang luas, khususnya, fenomena
obsesi dan hipokondrik. Namun ada pula beberapa hambatan
perkembangan khas disertai “tic”. Tidak terdapat garis pemisah yang
khas antara gangguan “tic” dengan berbagai gangguan emosional dan
gangguan emosional disertai “tic”. Diagnosisnya mencerminkan
gangguan utamanya.
4. Gangguan ini tidak lebih dari 12 bulan.
5. Bentuk ini paling sering terjadi pada anak – anak usia 4-5 tahun;
biasanya berupa . kedipan mata, muka menyeringai, atau kedutan
kepala, pada beberapa kasus hanya berupa episode tunggal, namun
pada beberapa kasus lain hilang timbul selama beberapa bulan2.
18
2.8 Patofisiologi
Patofisiologi pada penyakit ini masih bersifat hipotesis. Hipotesis
tersebut mengatakan bahwa gangguan tic hasil dari adanya gangguan pada
ganglia basal, yang menyebabkan disinhibisi dari sistem motorik dan
sistem limbik. Hipotesis ini didukung oleh MRI yang menunjukkan bahwa
patofisiologi sindrom tourette melibatkan proyeksi dari korteks primer,
sekunder, dan somatosensori ke ganglia basal. Beberapa studi volumetrik
MRI menemukan bahwa pasien dengan tics parah sering disertai dengan
penipisan korteks sensorimotor. Gangguan tic sering hadir di beberapa
anggota keluarga, menunjukkan dasar genetik untuk gangguan ini. Studi
korelasi telah menemukan beberapa area kromosom yang berbeda
bertanggung jawab, termasuk kromosom 14q31.1 untuk sindrom Tourette.
Gen lain yang sedang diselidiki termasuk gen SLITRK1 dan gen HDC,
yang mengkode untuk L-histidin dekarboksilase. Banyak peneliti merasa
bahwa sindrom tourette kemungkinan besar tidak memiliki genetik
Mendel monogenik, melainkan hasil dari interaksi beberapa gen.
Mekanisme imunologi juga menjadi hipotesis yang berperan dalam
patofisiologi gangguan tic. Grup A streptokokus eksposur, yang
diindikasikan oleh peningkatan O antistreptolysin (ASO) titer, telah
dikaitkan dengan gangguan tic. Ini gangguan kontroversial ini ditandai
dengan gangguan tic atau obsesif-kompulsif (OCD) dan merupakan
gangguan neuropsikiatri terkait dengan infeksi streptokokus11.
19
Teori lain menyebutkan gerakan involuntar pada tik timbul akibat lesi
difus pada putamen dan globus palidus; disebabkan oleh terganggunya
kendali atas refleks-refleks dan rangsang yang masuk, yang dalam keadaan
normal ikut memengaruhi putamen dan globus palidus. Ini disebut release
phenomenon, yang berarti hilangnya aktivitas inhibisi yang normal.
Gerakan klonik berlangsung untuk kontraksi tonik berkelanjutan dari
otot yang terlibat. Iritasi kronis pada nervus fasialis atau nukleus fasialis
merupakan penyebab yang mungkin dari tic fasialis. Iritasi dari nucleus
nervus fasialis diyakini menyebabkan hipereksitabilitas dari nucleus
nervus fasialis, sementara iritasi pada segmen proksimal saraf dapat
menyebabkan ephatic transmisi dalam nervus fasialis.
Gerakan otot wajah involunter pada tic bisa bangkit sebagai suatu
pencerminan kegelisahan atau depresi. Pada gerakan involunter tersebut,
sudut mulut dapat terangkat dan kelopak mata memejam secara
berlebihan. Gerakan otot wajah sebagai gerakan kebiasaan sering dijumpai
pada anak atau orang dewasa yang spikolabil. Nervositas dan kurang
kepercayaan diri sering terlihat pada wajah seseorang. Adakalanya gerakan
involunter kebiasaan itu sangat keras dan bilateral, sehingga raut muka
saling berubah. Meringis, mencucu, memejamkan mata merupakan
gerakan involunter kebiasaan pada kebanyakan psikopat.
Adakalanya kata-kata yang kotor atau ludah dikeluarkan pada waktu
yang bersamaan pada saat gerakan involunter terjadi. Sindrom tic fasialis
yang disertai koprolalia (mengelurkan kata-kata kotor) itu dikenal sebagai
tic gilles de la tourette.
20
2.9 Tatalaksana
1. Terapi Lama
a. Pendekatan Holistic
Dilakukan oleh tim multidisiplin yang bekerja sama dengan orang tua anak,
guru dan orang-orang disekitar tempat tinggal. Ini dilakukan untuk menyusun
rencana perawatan yang komprehensif (O’connor et al, 2001).
Terapi harus mencakup11:
a. Memberi edukasi pada pasien dan keluarganya tentang perjalanan
gangguan tic ini.
b. Melengkapi tes diagnostic yang diperlukan seperti laporan diri (oleh anak
dan orang tua) dan metode observasi langsung
c. Penilaian komprehensif, seperti : kemampuan kognitif anak, persepsi,
keterampilan motoric, perilaku dan fungsi adaptif
d. Bekerja sama dengan pihak sekolah untuk menciptakan lingkungan belajar
yang kondusif supaya dapat mencapai keberhasilan di bidang akademis.
e. Pada awalnya, dokter dapat merekomendasikan supaya keluarga tidak perlu
memberi perhatian pada tic, karena perhatian yang tidak diinginkan dapat
memperkuat tic.
f. Apabila tic parah dan dapat menyebabkan masalah dalam fungsi sekolah
atau pekerjaan maka terapi perilaku dianjurkan untuk dilakukan. terapi
paling sering yaitu terapi perilaku atau terapi kognitif –perilaku
g. Jika dirasa perlu pengobatan, maka dilakukan.
b. Terapi Perilaku dan kognitif-perilaku
Latihan Massed Negative telah menjadi salah satu teknik yang paling
sering digunakan pada terapi perilaku dalam pengobatan anak-anak dengan
gangguan tic. Pasien diminta untuk sengaja melakukan gerakan tic untuk
periode waktu tertentu diselingi dengan periode istirahat singkat. Pasien telah
menunjukkan beberapa penurunan frekuensi tic, tetapi keuntungan jangka
panjang dari latihan Massed Negative tidak jelas11.
Manajemen kontingensi merupakan suatu terapi perilaku. Hal ini
didasarkan pada penguatan positif, biasanya diberikan oleh orang
tua.Penggunaan manajemen kontingensi tampaknya terbatas di luar
rangkaian yang dikontrol seperti sekolah atau lembaga. Pembalikan kebiasaan
adalah teknik yang paling umum digunakan untuk menggabungkan latihan
22
Pimozid
b. Golongan Antipsikotik Atipikal
Antipsikotik atipikal disebut juga antipsikotik generasi kedua, novel
antipsychotics, serotonine-dopamine receptor ontagonist (SDA).
Clozapine
Golongan benzisoksazol: Risperidone
Olanzapine
Quetiapine
Aripiprazole
Neuroleptik memiliki efek samping yang signifikan, yang meliputi
gangguan konsentrasi, gangguan kognitif, dan kadang tardive dyskinesia
(gangguan gerakan yang terdiri dari bibir, mulut, dan gerakan lidah). Efek
samping haloperidol,seperti kekakuan, rigiditas, tremor, sedasi, dan depresi
yang umum tapi efek samping ini kurang begitu ada di pimozide11.
Antipsikotik atipikal dan agen lain yang memblokir reseptor dopamin
termasuk risperidone dan clozapine. Tetrabenazine adalah obat baru yang
menjanjikan dengan efek samping yang lebih sedikit daripada neuroleptik
khas lainnya. Hal ini dapat digunakan dalam kombinasi dengan obat
antipsikotik yang lebih lama11.
2. Alpha-adrenergik reseptor agonis
Alpha adrenergic reseptor agonis meliputi clonidine dan guanfacine.
Clonidine memiliki efek samping yang lebih sedikit dan lebih ringan daripada
neuroleptik pada umumnya, dengan sedasi yang paling umum. Sedasi terjadi
pada 10%-20% kasus dan sering dapat dikontrol melalui penyesuaian dosis.
Parafenotiazin dapat digunakan ketika haloperidol atau pimozide telah
terbukti tidak efektif 11.
3. Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI)
Yang termasuk obat golongan SSRI adalah Fluoksetin, Fluvoksamin,
Nefazodon, Paroksetin, Sertralin, Trazodon, Venlafaksin, Dapat digunakan
untuk mengobati obsesif-kompulsif perilaku yang terkait dengan gangguan
Tourette. SSRI merupakan Antidepresan baru, sehingga penggunaannya
harus hati - hati, karena efek jangka panjangnya belum diketahui11.
24
dengan sendiri adalah tindakan yang tidak berguna dan sia-sia. Tujuan dari
psikoterapi adalah menciptakan pengertian dari orang terdekat pasien bisa
keluarga atau teman pasien sehingga orang terdekat tersebut memiliki
toleransi terhadap gejala tic, dan menghindari situasi bahwa adanya gejala tic
pada pasien akan menjadi hal yang memalukan. Setelah evaluasi lengkap,
pengobatan tic dan komorbiditas harus diprioritaskan karena beberapa studi
menjelaskan bahwa gejala tics muncul sebagian besar karena ada penyakit
berat lain seperti sindrom obsesif kompulsif, defisit konsentrasi dan gangguan
hiperaktif, kecemasan dan depresi, gangguan perilaku dan kesulitan tidur.
Dokter dalam mempertimbangkan farmakologis harus menyadari perjalanan
dari komorbiditas penyakit tersebut dan efek terhadap gejala Transient Tic
Disorders13.
2. Terapi baru
a. Toksin Botulinum
Metode penatalaksanaan terbaru untuk Transient Tic Disorders adalah
dengan penggunaan toksin botulinum. Toksin botulinum diberikan ketika
pemberian obat oral gagal untuk mengatasi gejala tic. Cara kerja toksin
botulinum adalah dengan merelaksasi otot-otot terlibat dalam tic fokal tanpa
menyebabkan efek samping sistemik yang tidak diinginkan. Toksin
botulinum diperoleh dari Clostridium botulinum dan merupakan obat yang
terdiri dari campuran neurotoksin botulinum dan protein non toksin.
Neurotoksin botulinum terdiri dari asam amino rantai panjang dan asam
amino terang sedangkan protein non toksin merupakan gabungan dari protein
hemaglutinin dan protein non hemaglutinin. Cara pemberian toksin botulinum
pada pasien dengan gangguang tic dengan cara injeksi pada otot yang
mengalami gejala tic12.
Vokal tic yang berulang-ulang akan lebih efektif diobati dengan botulinum
toksin (BONT) daripada gejala tic dengan gerakan kompleks karena akan
memerlukan suntikan di beberapa otot. Beberapa studi menunjukan injeksi
toksin botulinum tipe A menunjukkan penurunan frekuensi dan intensitas
tics dystonic pada 10 pasien13.
26
2.10 Komplikasi
Gangguan gerak yang dialami penderita akan sangat mengganggu
sehingga menurunkan kualitas penderita dalam beraktivitas dan
gangguan gerak saat berjalan dapat menyebabkan penderita terjatuh
dan mengalami fraktur. Pada distonia laring dapat menyebabkan
asfiksia dan kematian. Medikasi anti-EPS mempunyai efek
sampingnya sendiri yang dapat menyebabkan komplikasi yang buruk.
Anti kolinergik umumnya menyebabkan mulut kering, penglihatan
kabur, gangguan ingatan, konstipasi dan retensi urine. Amantadine
dapat mengeksaserbasi gejala psikotik (Markam, 2002). Transient Tic
Disorder dapat berkembang menjadi chronic motor or vocal tic
disorder13.
2.11 Prognosis
Transient Tic Disorders yang masih sederhana biasanya hilang
selama periode bulan. Sebagian besar orang dengan Transient Tic
Disorders tidak berkembang menjadi Transient Tic Cronic. Tic mereka
menghilang secara permanen atau kambuh selama periode stres khusus.
Hanya sejumlah kecil yang menjadi gangguan tic motorik dan vokal
kronis atau gangguan Tourette. Prognosis untuk gangguan sementara tic
sangat baik, dengan jangka waktu kurang dari 1 tahun. Saat ini ada
beberapa pengobatan untuk terapi Transient Tic Disorders , tetapi belum
bisa membuktikan bahwa pengobatan dapat mengubah prognosis awal.
Ketika saat melakukan evaluasi pertama pada penderita tic, sulit untuk
menentukan apakah pasien tersebut menderita sindrom tic kronis atau
transient, ringan atau berat3.
27
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
1. Transient tic disorders adalah kondisi sementara di mana seseorang
membuat singkat satu atau banyak, berulang, sulit untuk mengontrol
gerakan atau suara (tics) yang dapat disebabkan faktor genetik dan faktor
sekunder.
2. Penegakkan diagnosis dari Transient Tic Disorder ini bisa dilakukan
langsung tanpa pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan seperti
imaging photo.
3. Penatalaksaan transient tic disorders terdiri dari terapi lama dan terapi
baru. Terapi lama meliputi pendektatan holistik, terapi perilaku dan
kognitif-perilaku, farmakologi, alternatif lain. Terapi baru terdiri dari
suntik toksin botulinum dan terapi psikofarmakologi.
4. Prognosis transient tic disorders adalah bonam.
28
DAFTAR PUSTAKA