Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepentingan manusia dalam sector pertanian semakin lama semakin


meningkat, tanpa kita sadari setiap hari kita membutuhkan sayuran, buah, beras dan
kebutuhan pokok lainnya yang semua bersumber dari petani. Sejak sekian lama
sektor pertanian senantiasa diberikan penekanan oleh ahli agronomi dalam kajian
dan tulisan mereka. Dalam Islam, kegiatan pertanian merupakan salah satu daripada
pekerjaan yang mulia dan amat digalakkan. Kepentingannya tidak dapat dinafikan
lagi apabila hasil industri ini turut menyumbang kepada hasil makanan negara
selain merupakan sumber pendapatan petani. Kegiatan di dalam bidang ini
merupakan di antara cara yang mudah bagi mendapat ganjaran pahala daripada
Allah Subhanahu wa Ta‘ala di samping mendapat manfaat atau pendapatan yang
halal daripada hasil jualan keluaran pertanian. 

Dalam pertanian banyak sekali bidang ilmu nya , sepeti agribisnis. Apa itu
agribisnis ? Agribisnis pada hakikatnya merupakan bagian dari sistem ekonomi.
Hal tersebut didasari dengan seluruh kegiatan yang melibatkan pembuatan dan
penyaluran sarana usahatani; kegiatan produksi di unit usahatani, penyimpanan,
pengolahan dan distribusi komoditas usahatani dan berbagai produk yang dibuat
dari proses produksi tersebut.

Secara garis besar, seluruh kegiatan usahatani dalam agribisnis berlandaskan


pada ilmu ekonomi. Hal tersebut merunut pada hakikat agribisnis sebagai bagian
dari sistem ekonomi. Namun demikian, tidak sepenuhnya agribisnis membahas
tentang ilmu ekonomi. Dewasa ini, masih terdapat berbagai pemahaman manusia
akan keterpisahan manajemen agribisnis dengan syariah Islam. Akibatnya, sering
terjadi praktik-praktik agribisnis yang bertentangan dengan syariah Islam serta
2

tidak mengindahkan tanda-tanda kebesaran dan keberadaan Allah SWT. Padahal,


manajemen agribisnis dengan syariah Islam adalah satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Kedua aspek tersebut saling melengkapi satu sama lain, sehingga
menjadi kesatu-paduan ilmu yang dinamakan agribisnis

Kepentingan bidang pertanian pada pandangan Islam dapat dilihat daripada


banyaknya ayat al-Quran yang menyebutkan mengenai hasil tanaman dan buah-
buahan yang pelbagai. Kegiatan pertanian dari aspek akidah dapat mendekatkan
diri seseorang kepada Allah. Hal ini kerana tanda kebesaran Allah dapat dilihat
dengan jelas dalam proses kejadian tumbuh-tumbuhan atau tanaman. Melakukan
usaha pertanian lebih membuatkan seseorang itu memahami hakikat sebenar
tawakal kepada Allah dan beriman kepada kekuasaan-Nya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pandangan atau perspektif pertanian terutama agribisnis dalam


islam?
2. Bagaimana hukum pertanian dalam islam?
3. Bagaimana mengatasi kendala dalam agribisnis dalam pertanian terkadang
terdapat kendala atau masalah terkait halal dan haramnya menurut al-qur’an ?

C. Tujuan

1. Mengetahui pandangan atau perspektif pertanian terutama ilmu agribisnis dalam


islam ?
2. Mengetahui hukum pertanian dalam islam ?
3. Bagaimana Mengatasi kendala dalam agribisnis dalam pertanian yang terkadang
terdapat kendala atau masalah terkait halal dan haramnya menurut al-qur’an ?

BAB II
3

PEMBAHASAN

A. Pandangan atau prespektif pertanian terutama dalam ilmu agribisnis dalam


islam.

1
zaman sekarang kita dihadapkan pada banyaknya jenis dan macam pekerjaan.
Pekerjaan atau mata pancaharian seseorang kian bertambah banyak sesuai dengan
bertambahnya penduduk dan semakin khususnya keahlian seseorang, namun
sebenarnya pada asalnya hanya ada tiga profesi sebagaimana disebutkan oleh Imam
Al-Mawardi. Dia berkata: “Pokok mata pencaharian tersebut adalah bercocok tanam
(pertanian), perdagangan dan pembuatan suatu barang(industri)”. Para ulama
berselisih tentang manakah yang paling baik dari ketiga profesi tersebut. Madzhab
As-Syafi’i berpendapat bahwa pertanian adalah yang paling baik. Sedangkan Imam
Al-Mawardi dan Imam An-Nawawi berpendapat bercocok tanam lah yang paling
baik karena beberapa alasan:
Pertama: Bercocok tanam adalah merupakan hasil usaha tangan sendiri. Dalam
Shohih Al-Bukhori dari Miqdam bin Ma’dikariba rodhiyallohu’anhu dari Nabi
shollallohu‘alaihiwasallam, Beliau bersabda:

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َكانَ يَأْ ُك ُل ِم ْن َع َم ِل‬


َ ‫ط َخ ْيرًا ِم ْن أَ ْن يَأْ ُك َل ِم ْن َع َم ِل يَ ِد ِه َوأَ َّن نَبِ َى هللاِ دَا ُو َد‬
ُّ َ‫َما أَ َك َل أَ َح ٌد طَ َعا ًما ق‬
‫يَ ِده‬

“Tidaklah seorang memakan makanan yang lebih baik dari orang yang memakan
dari hasil usaha tangannya, dan adalah Nabi Dawud ‘alaihi salam makan dari hasil
tangannya sendiri”.
Dan yang benar adalah apa yang di-nash-kan oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi
wa sallam yaitu hasil tangannya sendiri. Maka bercocok tanam adalah profesi terbaik
dan paling utama karena merupakan hasil pekerjaan tangan sendiri.
Kedua: Bercocok tanam memberikan manfaat yang umum bagi kaum muslimin

1
4

bahkan binatang. Karena secara adat manusia dan binatang haruslah makan, dan
makanan tersebut tidaklah diperoleh melainkan dari hasil tanaman dan
tumbuhan.
2
Dan telah shohih dari Jabir rodhiyallohu ‘anhu dia berkata: telah bersabda
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam:

َ ُ‫ت الطَّ ْي ُر فَه َُو لَه‬


ً‫ص َدقَة‬ ِ َ‫ص َدقَةً َو َما أَ َكل‬ َ ُ‫َما ِم ْن ُم ْسلِ ٍم يَ ْغ ِرسُ غَرْ سًا إِالَّ َكانَ َما أُ ِك َل ِم ْنهُ لَه‬
َ ‫ص َدقَةً َو َما س ُِر‬
َ ُ‫ق ِم ْنهُ لَه‬
َ ُ‫َو الَ يَرْ زَ ُؤهُ أَ َح ٌد إِالَّ َكانَ لَه‬
ً‫ص َدقَة‬

“Tidaklah seorang muslim menanam tanaman melainkan apa yang dimakan dari
tanaman tersebut bagi penanamnya menjadi sedekah, apa yang dicuri dari
tanamannya tersebut bagi penanamnya menjadi sedekah, dan tidaklah seseorang
merampas tanamannya melainkan bagi penanamnya menjadi sedekah”. (HR
Muslim).
Dalam riwayat Imam Muslim yang lain disebutkan
‫ ِة‬sss‫وْ ِم ْالقِيَا َم‬sssَ‫ َدقَةً إِلَى ي‬sss‫ص‬ ٌ sss‫هُ إِ ْن َس‬sss‫ ُل ِم ْن‬sss‫ا فَيَأْ ُك‬sss‫لِ ُم غَرْ ًس‬sss‫رسُ ْال ُم ْس‬sss
َ ُ‫ه‬sssَ‫انَ ل‬sss‫ ٌر إِالَّ َك‬sssْ‫ان َوالَ دَابَّةٌ َوالَ طَي‬ ِ ‫فَالَ يَ ْغ‬
“Tidaklah seorang muslim menanam tanaman kemudian memakan tanaman itu
manusia, binatang, dan burung melainkan bagi penanamnya menjadi sedekah hingga
hari kiamat’
Ketiga: bercocok tanam lebih dekat dengan tawakkal. Ketika seseorang
menanam tanaman maka sesungguhnya dia tidaklah berkuasa atas sebiji benih yang
dia semaikan untuk tumbuh, dia juga tidak berkuasa untuk menumbuhkan dan
mengembangkan menjadi tanaman, tidak lah dia berkuasa membungakan dan
membuahkan tanaman tersebut. Tumbuhnya biji, pertumbuhan tanaman, munculnya
bunga dan buah, pematangan hasil tanaman semua berada pada kekuasaan Alloh.
Dari sinilah nampak nilai tawakkal dari seorang yang bercocok tanam. Sedangkan
Abu Yahya Zakariya Al-Anshori As-Syafii menambahkan: “Seutama-utama
matapancaharian adalah bercocok tanam karena lebih dekat dengan sikap tawakkal,
bercocok tanam juga memberikan manfaat yang umum bagi semua makhluk, dan
secara umum manusia butuh pada hasil pertanian. Berkata Az-Zarkasyi, bahwa

2
Reynaldi.2013. Agribisnis dalam prospektif Al-Qur’an
5

semua orang memperhatikan makanan karena tidak ada yang tidak butuh kepada
hasil bercocok tanam (makan) dan tidaklah kehidupan tegak tanpa adanya makanan.
3
Menurut sejarah Islam, setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tiba di
Madinah, Baginda telah menggalakkan usaha pertanian agar ditingkatkan. Bumi
Madinah ketika itu sememangnya subur perlu diusahakan dengan lebih giat. Dalam
hubungan ini, kaum Muhajirin yang berhijrah bersama Baginda diaturkan supaya
bekerjasama dengan kaum Ansar iaitu penduduk asal Madinah di dalam usaha-usaha
pertanian. Hal seumpama ini sesuai dengan riwayat Rafi‘ bin Hadij bahawa di zaman
Rasulullah telah diingatkan oleh beberapa orang bapa-bapa saudara Baginda iaitu
Rasulullah melarang daripada perkara yang memberi manfaat kepada kami, lalu
kami bertanya: Apakah perkara tersebut?:
Maksudnya: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesiapa yang
mempunyai tanah hendaklah dia mengerjakannya dengan bertani atau (jika dia
tidak berupaya melakukannya) hendaklah menyerahkannya kepada saudaranya
supaya diusahakan dan janganlah dia menyewakannya (sekalipun) hanya sepertiga,
seperempat dan makanan asasi.”(Hadis riwayat Abu Dawud)
Hakikat betapa Islam sangat menggalakkan sektor pertanian jelas daripada
peruntukkan yang ada di dalam syariah. Sebagai contoh, sesiapa sahaja yang
mengusahakan tanah terbiar dengan jayanya akan mendapat hak milik kekal
terhadap tanah berkenaan berdasarkan pendapat kebanyakan ulama. Peruntukkan ini
jelas memberi intensif kepada pengusaha-pengusaha bidang pertanian yang
mengusahakan tanah terbiar atau mati. Perkara ini disebutkan dalam riwayat Aisyah
Radhiallahu ‘anha, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Maksudnya: “Sesiapa yang memakmurkan (mengusahakan) tanah yang tidak
dimiliki oleh sesiapa maka dia lebih berhak terhadapnya”.
(Hadis riwayat Al-Bukhari)
Walau bagaimanapun kita telah pun mempunyai peraturan atau undang-
undang tanah, maka tidaklah boleh menggunakan tanah dengan sewenang-
wenangnya melainkan terlebih dahulu mendapatkan kebenaran daripada pihak
berkuasa.

3
David, H.J. and RA Golbeg . 1975. A concept of agribusiness.
6

B. Hukum Pertanian dalam Islam

4
Dalam Islam, jika pertanian merupakan satu-satunya bidang yang seseorang
boleh lakukan untuk mencari nafkah bagi menyara diri dan keluarganya, maka
hukum bertani itu adalah fardu ‘ain baginya. Sementara itu, adalah menjadi fardu
kifayah pula kepada sesiapa yang mampu melakukannya demi kepentingan awam
untuk mengeluarkan bekalan makanan yang cukup bagi semua.
Menurut Dr. Zainal Azam Abd. Rahman seorang cendikiawan Islam dalam
tulisan beliau dalam akhbar Berita Harian bertarikh 6 Januari 2005, kegiatan
pertanian menjadi fardu kifayah kerana manfaatnya lebih besar daripada manfaat
pribadi. Kebanyakan fuqaha' Islam berpendapat bahawa pertanian adalah lebih afdal
atau utama pada pandangan Islam dan suatu gagasan berbanding lain-lain jenis
perniagaan dan perancangan projek-projek “Mega-Mega” kerana manfaat pertanian
lebih meluas dan menjangkau kehidupan rayat justeru kepentingannya tidak dapat
dinafikan sebagai bidang yang membekalkan makanan kepada
umat. Sebagaimana firman Allah dalam surah Abasa ayat 27 – 32 yang
5
bermaksud: “Lalu Kami tumbuhkan pada bumi biji-bijian (27) Dan buah anggur
serta sayur-sayuran (28) Dan zaitun serta pohon-pohon kurma (29) Dan taman-
taman yang menghijau subur (30) Dan berbagai-bagai buah-buahan serta
bermacam-macam rumput. (31) Untuk kegunaan kamu dan binatang-
binatang ternakan kamu(32).”
Tentulah menjadi masalah yang besar sekiranya sesebuah negara itu banyak
bergantung kepada sumber luar untuk mendapatkan bahan makanan. Ini kerana
dibimbangi sekiranya berlaku peperangan, berlaku bencana alam di negara pengeluar
atau sebarang sabotaj menyebabkan bekalan makanan sukar didapati. Pandangan itu
tepat, jika ditinjau dari keadaan yang berlaku hari ini disetengah negara dimana

4
Faisal Amir yusuf. 1986. Islam untuk disiplin ilmu agribisnis
5
Faisal Amir yusuf. 1986. Islam untuk disiplin ilmu agribisnis
7

sekatan-sekatan ekonomi, peparangan dan kemusnahan disebabkan oleh bencana


alam menyebabkan kekurangan makan dan kebuluran.
Hadis Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bermaksud:
"Andainya kiamat tiba dan pada tangan seseorang daripada kamu ada sebatang
anak kurma, maka hendaklah dia tanpa berlengah-lengah lagi menanamkannya."
(Hadis riwayat Imam Ahmad).
Demikianlah pentingnya kegiatan pertanian hingga pada akhir zaman pun,
bidang ini tidak boleh diabaikan kerana ia adalah sumber terpenting bagi kehidupan
manusiasebagai penyumbang bekalan makanan. Allah Subhana Wa Ta’ala
menjanjikan insentif istimewa kepada pengusaha sektor pertanian sesuai dengan
kedudukannya sebagai sektor yang sangat digalakkan, kita dapati ada Allah Swt
telah menjanjikan insentif yang lumayan bagi petani dan pengusaha sektor ini, sama
ada ia dilihat dari sudut kebendaan atau kerohanian. Bagi umat Islam, bidang
pertanian adalah antara cara mudah bagi mendapat pahala dan ganjaran daripada
Allah, selain menerima manfaat atau pendapatan halal.
Rasulullah bersabda bermaksud: "Tiada seorang Muslim pun yang bertani, lalu
hasil pertaniannya dimakan oleh burung atau manusia atau binatang, melainkan dia
akan menerima pahala di atas hal itu." (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim).
Dalam hadis lain, Baginda bersabda maksudnya:
6
"Tiada seorang lelaki menanam sesuatu tanaman, melainkan Allah menetapkan
baginya ganjaran sebanyak jumlah buah yang dihasilkan oleh tanaman berkenaan."
(Hadis riwayat Imam Ahmad)
Sabda Nabi lagi:
"Carilah rezeki dari khazanah bumi." (Hadis riwayat at-Tabrani)
Rasullallah sendiri adalah contoh unggul. Baginda SAW sejak kecil sudah terlibat
dengan aktiviti ternakan. Baginda sendiri adalah seorang penggembala kambing.
Baginda pernah menyebutkan saat-saat yang dialaminya pada waktu menggembala
itu:
"Nabi-nabi yang diutus Allah itu gembala kambing."
Dan sabda Baginda lagi:

6
Faisal Amir yusuf. 1986. Islam untuk disiplin ilmu agribisnis
8

"Musa diutus, dia gembala kambing, Daud diutus, dia gembala kambing, aku diutus,
juga gembala kambing keluargaku di Ajyad."
Pada masa baginda Rasulullah SAW baru tiba di Madinah, Baginda telah
menggalakkan agar usaha dalam bidang pertanian dipertingkatkan. Bumi Madinah
yang sememangnya subur perlu diusahakan dengan lebih giat. Kaum Muhajirin yang
berhijrah bersama Baginda diaturkan supaya dapat bekerjasama dengan kaum Ansar
iaitu penduduk asal Madinah dalam mengusahakan kegiatan pertanian. Dalam
sebuah hadis, Rasulullah diriwayatkan sebagai berkata maksudnya: "Sesiapa yang
memiliki tanah, hendaklah dia mengusahakannya, namun jika dia tidak berupaya
melakukannya, maka hendaklah diberikan kepada saudaranya (supaya diusahakan)
dan janganlah dia menyewakannya." (Hadis riwayat Abu Daud)
Hakikat betapa Islam sangat menggalakkan sektor pertanian jelas dilihat
daripada peruntukan dalam syariah berdasarkan hadis Nabi yaitu sesiapa saja yang
mengusahakan tanah kerajaan dengan jayanya sewajarnya mendapat hak milik kekal
terhadap tanah berkenaan. Hal ini berdasarkan pendapat kebanyakan ulama.
Berdasarkan pendapat mazhab Malik, hak milik yang diperoleh itu adalah hak
milik sementara saja, jika selepas mendapat hak milik tanah itu, dibiarkan semula
terbiar, orang lain yang mengusahakannya akan memperoleh hak milik dengan
menjayakannya. Hukum di atas adalah berdasarkan kepada hadis Nabi bermaksud:
"Sesiapa yang menjayakan tanah yang tidak dimiliki oleh sesiapa (yakni tanah
kerajaan), maka dia lebih berhak terhadapnya." (Hadis riwayat Imam Ahmad,
Malik dan Bukhari)

C. Mengatasi kendala dalam agribisnis dalam pertanian yang terkadang terdapat


kendala atau masalah terkait halal dan haramnya menurut al-qur’an
7
Agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau bidang lain yang
mendukungnya, baik di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan “hulu” dan “hilir”
mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan.

7
Faisal Amir yusuf. 1986. Islam untuk disiplin ilmu agribisnis
9

Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah cara pandang ekonomi bagi usaha
penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi
memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, penyediaan bahan baku,
pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran

Istilah “agribisnis” diserap dari bahasa Inggris: agribusiness, yang merupakan


portmanteau dari agriculture (pertanian) dan business (bisnis). Dalam bahasa
Indonesia dikenal pula varian anglisismenya, agrobisnis.

Objek agribisnis dapat berupa tumbuhan, hewan, ataupun organisme lainnya.


Kegiatan budidaya merupakan inti agribisnis, meskipun suatu perusahaan agribisnis
tidak harus melakukan sendiri kegiatan ini. Apabila produk budidaya (hasil panen)
dimanfaatkan oleh pengelola sendiri, kegiatan ini disebut pertanian subsisten, dan
merupakan kegiatan agribisnis paling primitif. Pemanfaatan sendiri dapat berarti
juga menjual atau menukar untuk memenuhi keperluan sehari-hari.

8
Dalam perkembangan masa kini agribisnis tidak hanya mencakup kepada
industri makanan saja karena pemanfaatan produk pertanian telah berkaitan erat
dengan farmasi, teknologi bahan, dan penyediaan energi.

Sementara itu menurut pandangan Islam Agribisnis adalah bisnis petanian yang
berdasarkan ketuhanan. Sistem ini bertitik tolak dari Allah SWT serta bertujuan
akhir kepada Allah dan menggunakan sarana yang tidak lepas dari syariat Allah.
Ketika seorang muslim menikmati berbagai kebaikan, terbersit dalam hatinya bahwa
semua itu adalah rezeki yang diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya.

1. Ayat ayat yang menjelaskan tentang agribisnis pertanian

a. Q.S Ibrahim ayat 31

Yang artinya, “Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman:


“Hendaklah mereka mendirikan salat, menafkahkan sebahagian rezeki yang

8
Reynaldi.2013. Agribisnis dalam prospektif Al-Qur’an
10

Kami berikan kepada mereka secara sembunyi atau pun terang-terangan


sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada jual beli dan
persahabatan”

b. Q.S Al-Baqarah 254

Yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah)
sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari
yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan
yang akrab dan tidak ada lagi syafa`at. Dan orang-orang.

c. Q.S Aj-Jumu’ah ayat 9

Yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk


menunaikan sembahyang pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada
mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik
bagimu jika kamu mengetahui”.

9
2. Macam-macam jual beli

Beberapa macam jual beli yang diakui Islam antara lain adalah:

a. Jual beli barang dengan uang tunai


b. Jual Beli barang dengan barang (muqayadlah/barter)
c.  Jual beli uang dengan uang (Sharf)
d. Jual Utang dengan barang, yaitu jual beli Salam
e.  Jual beli Murabahah 

3. Rukun Jual Beli Bidang Pertanian Menurut Al Qur’an

a. Akad atau Ijab Qobul

9
Saragih, Bungaran ,1998. Kumpulan pemikiran agribisnis
11

Akad atau Ijab Qobul adalah Perjanjian antara penjual dan pembeli
berkaitan dengan transaksi sebuah barang. Ijab Qobul menggabaran kerelaan
atau keridlaan penjual dan pembeli dalam melakukan transaksi terhadap
sebuah barang. Ijab Qobul dapat disampaikan melalui lisan maupun tulisan.

b. Ba’i (Penjual) dan Mustari (Pembeli)

Ba’i adalah seseorang yang mempunyai barang yang aan dijual. Sedangan
Mustari  adalah orang yang akan membeli barang yang dijual oleh Ba’i.

c. Objek Ma’kud ‘Alaih

Objek Ma’kud ‘Alaih adalah barang-barang yang bermanfaat yang akan


diperjual belikan.

10
d. Nilai tukar pengganti Barang

Nilai tukar pengganti Barang adalah Barang atau uang yang senilai untuk
ditukar dengan barang yang di inginkan.

4. Hukum Jual Beli Bidang Pertanian Menurut Al Qur’an

Banyak ayat/hadis yang menerangkan tentang/hukum jual-beli. Jual-beli


sebenarnya dalam islam adalah boleh tapi jual-beli akan berubah hukumnya
menjadi sunah, wajib, haram, atau mahkru.Barikut ini adalah contoh :

a.Jual-beli hukumnya wajib

misalnya jika pada suatu saat para pedagang menimbun beras, sehingga


stok beras di pasaran sedik it yang mengakibatkan hargannya melambung
tinggi, maka pemerintah boleh memaksa para pedangan untuk menjual beras
yang ditimbunya sebelum harga terjadi kenaikan harga. Menurut hukum

10
Saragih, Bungaran ,1998. Kumpulan pemikiran agribisnis
12

isalam parapedangang tersebut , wajib menjual beras yang ditimbun sesuai


denganketentuan pemerintah

b. Jual-beli hukumnya haram

misalnya jual beli yang tidak memenui rukun dan syarat jual beli yang
mengandung unsure penipuan

c. Jual-beli hukumnya mahkruh

apabila barang yang diperjual-belikan itu hukumnya mahkru misalnya


menjual sayuran yang tidak segar. Orang yang berusaha di bidang jual-beli
harus mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan jual-beli tersebut. Hal ini
bertujuan agar jual-beli tersebut tidak ada yang dirugikan, baik dari
pihak pejual/pembeli.

11
5. Syarat Jual Beli Bidang Pertanian Menurut Al Qur’an

Agar jual beli dapat dilaksanakan secara sah dan memberi pengaruh yang
tepat, harus dipenuhi beberapa syaratnya terlebih dahulu. Syarat-syarat ini terbagi
dalam dua jenis, yaitu syarat yang berkaitan dengan pihak penjual dan pembeli,
dan syarat yang berkaitan dengan objek yang diperjual belikan.
a. Pertama, yang berkaitan dengan pihak-pihak pelaku :

Harus memiliki kompetensi untuk melakukan aktivitas ini, yakni dengan


kondisi yang sudah akil baligh serta berkemampuan memilih. Dengan
demikian, tidak sah jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum nalar,
orang gila atau orang yang dipaksa.

b. Kedua, yang berkaitan dengan objek jual belinya, yaitu sebagai berikut:

11
Saragih, Bungaran ,1998. Kumpulan pemikiran agribisnis
13

1. Objek jual beli harus suci, bermanfaat, bisa diserahterimakan, dan merupakan
milik penuh salah satu pihak.

2. Mengetahui objek yang diperjualbelikan dan juga pembayarannya, agar tidak


terhindar faktor ‘ketidaktahuan’ atau ‘menjual kucing dalam karung’ karena
hal tersebut dilarang.

3. Tidak memberikan batasan waktu. Artinya, tidak sah menjual barang untuk
jangka waktu tertentu yang diketahui atau tidak diketahui.

4. Sebab-sebab dilarangnya jual beli Larangan jual beli disebabkan karena dua
alasan, yaitu berkaitan dengan objek, tidak terpenuhniya syarat perjanjian,
seperti menjual yang tidak ada, menjual buah yang masih muda, tidak
terpenuhinya syarat nilai dan fungsi dari objek jual beli, seperti menjual
barang najis, haram dan sebagainya, tidak terpenuhinya syarat kepemilikan
objek jual beli oleh si penjual, seperti jual beli fudhuly.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari pandangan atau prespektif islam terhdap pertanian dan ilmu
agribisnis adalah:

1. Dalam Islam, kegiatan pertanian merupakan salah satu daripada pekerjaan yang
mulia dan amat digalakkan. Kepentingannya tidak dapat dinafikan lagi apabila
hasil industri ini turut menyumbang kepada hasil makanan negara selain
merupakan sumber pendapatan petani. Kegiatan di dalam bidang ini merupakan
14

di antara cara yang mudah bagi mendapat ganjaran pahala daripada Allah
Subhanahu wa Ta‘ala di samping mendapat manfaat atau pendapatan yang halal
daripada hasil jualan keluaran pertanian.
2. Dalam Islam, jika pertanian merupakan satu-satunya bidang yang seseorang
boleh lakukan untuk mencari nafkah bagi menyara diri dan keluarganya, maka
hukum bertani itu adalah fardu ‘ain baginya. Sementara itu, adalah menjadi fardu
kifayah pula kepada sesiapa yang mampu melakukannya demi kepentingan
awam untuk mengeluarkan bekalan makanan yang cukup bagi semua.
3. Jual beli menjadi wajib hukumnya tergantung pada situasinya, seperti menjual
harta anak yatim dalam keadaan paksa. Jual beli menjadi sunnah apabila ada
erabat atau orang lain yang membutuhan barang tersebut. Jual beli menjadi
mubah, karena merupakan hukum asli dari jual beli. Jual beli dapat menjadi
haram apabila tida memenuhi syarat jual beli serta menjual atau membeli barang
yang akan digunakan untuk hal buruk.

DAFTAR PUSTAKA

Faisal Amir yusuf. 1986. Islam untuk disiplin ilmu agribisnis. Direktorat.
Pembinaan Pendidikan Agama Islam: Bandung.

Reynaldi.2013. Agribisnis dalam prospektif Al-Qur’an. Di unduh dari


http://blog.umy.ac.id>reynaldi/gustiami/2013/01/09/agribisnis-dalam-
perspektif-al-quran-/. Di akses pada tanggal 07 September 2017 pada
pukul 13.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai