Anda di halaman 1dari 74

KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS KULTUR STARTER

BAKTERI INDIGENOUS DADIH SUSU KERBAU DENGAN


SINBIOTIK TERENKAPSULASI
DALAM BENTUK GRANUL

SKRIPSI

MARLINDA INDRIATI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

i
RINGKASAN

MARLINDA INDRIATI. D14051926. 2009. Karakteristik Mikrobiologis Kultur


Starter Bakteri Indigenous Dadih Susu Kerbau dengan Sinbiotik
Terenkapsulasi dalam Bentuk Granul. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, D.E.A.


Pembimbing Anggota : Sutriyo, S,Si., M.Si., Apt.

Dadih merupakan produk olahan susu fermentasi asli Indonesia terbuat dari
susu kerbau, berwarna putih dan hampir menyerupai tahu, bisa dipotong atau
dimakan dengan menggunakan sendok serta memiliki citarasa seperti yogurt dan
kefir. Di daerah asalnya Sumatera Barat produk dadih difermentasi secara alami
sehingga produk dadih yang dihasilkan tidak homogen dan tingkat kontaminasi
bakteri patogen masih tinggi. Maka dari itu diperlukan adanya usaha perbaikan
pengolahan dadih melalui fermentasi terkontrol denga cara penggunaan kultur starter
spesifik hasil isolasi dadih susu kerbau. Pengembangan kultur starter kering dadih
dalam bentuk granul merupakan inovasi pengembangan sediaan kultur starter yang
memudahkan konsumen dalam hal penanganan, penyimpanan dan pengaplikasiannya
terhadap susu. Peningkatan kualitas dadih dari susu sapi dilakukan dengan
mengkombinasikan manfaat antara kultur starter bakteri indigenous dadih susu
kerbau dengan bakteri probiotik dan substrat pertumbuhan probiotik yaitu prebiotik.
Keberadaan bakteri probiotik L. acidophilus dan B. longum dan substrat
pertumbuhan probiotik sebagai contoh inulin dalam saluran pencernaan manusia
akan meningkatkan manfaat dadih bagi kesehatan manusia. Kultur starter bakteri
asam laktat yang digunakan dalam pembuatan dadih sinbiotik adalah Lactobacillus
plantarum (Lp RRM-01) Lactobacillus acidophilus (La RRM-01) dan
Bifidobacterium longum (Bl RRM-01). Probiotik dan prebiotik harus dilindungi
dalam lingkungan saluran pencernaan manusia yang ekstrim (saliva, asam lambung
dan garam empedu) dengan cara mikroenkapsulasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari proses pembuatan kultur starter
dadih sinbiotik dalam bentuk granul menggunakan tiga macam formulasi dengan
imbangan jumlah laktosa dan SSG yang berbeda serta bahan baku lain yang
merupakan kombinasi antara kultur starter dadih, kultur probiotik, substrat prebiotik
dan skim bubuk dengan imbangan yang sama pada setiap formula granul. Parameter
granul yang diamati adalah karakteristik mikrobiologis (viabilitas bakteri asam
laktat, nilai TPC dan total koliform) dan karakteristik fisik (daya larut dan indeks
kompresibilitas). Parameter terhadap produk dadih sinbiotik yang dihasilkan meliputi
viabilitas bakteri asam laktat.
Pengujian secara statistik menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola
searah terhadap tiga jenis formula granul yang berbeda tidak menghasilkan data yang
berbeda. Karakteristik ketiga jenis formulasi pada granul dikatakan baik karena
memiliki viabilitas BAL tinggi, memiliki daya larut dan indeks kompresibilitas yang
baik. Produk dadih sinbiotik hasil aplikasi ketiga jenis formulasi memiliki nilai
viabilitas bakteri asam laktat yang tinggi. Ketiga produk kultur starter bakteri
indigenous dadih susu kerbau dengan sinbiotik terenkapsulasi dalam bentuk granul
dengan formulasi yang berbeda yang diaplikasikan menjadi dadih dapat digolongkan

ii
sebagai sebagai minuman probiotik karena memiliki viabilitas BAL yang tinggi
yakni > 7 log 10 cfu/g.

Kata-kata kunci: dadih, kultur starter kering, probiotik, mikroenkapsulasi.

iii
ABSTRACT

Microbiological characteristic of granul starter culture of dadih L. plantarum


with microencapsulated sinbiotic B. longum and L. acidophilus
Indriati, M., R. R. A. Maheswari, and Sutriyo

Dadih is a fermented buffaloes milk product that traditionally made by West


Sumatera’s people. To develope this product need an under control process of
fermentation, especially, the use of certain culture starter. The previous study has
succesfully isolated an indigenouse lactid acid bacteria (LAB) identified as
Lactobacillus plantarum (LP-RM01). The aims of this research were to produce dry
starter culture of dadih in the form of granul and to apply it for dadih-making. To
enrich the product, Lactobacillus plantarum, L. acidophilus and B. longum and
prebiotic (inulin) were added in dry culture, then all is granulated. Three different
formula were compared to determined especially the best formula base on viability
of LAB in granul and in the product. Beside that aim this research was to study a
microbiological characteristic (total plate count, lactid acid bacteria (L. plantarum)
and total coliform) granul starter culture of dadih in three different formulas. Three
different formulas give same micribiological characteristic both in granule and
product showed by a highest viability of LAB > 7 log 10 cfu/g. The granule showed a
good solubility and value of compresibility. The high viability of LAB in the dadih
produced showed that this product could be recognized as probiotic fermented milk.

Keywords: dadih , dry culture starter, probiotic, microencapsulation

iv
KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS KULTUR STARTER
BAKTERI INDIGENOUS DADIH SUSU KERBAU DENGAN
SINBIOTIK TERENKAPSULASI
DALAM BENTUK GRANUL

MARLINDA INDRIATI
D14051926

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

v
KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS KULTUR STARTER
BAKTERI INDIGENOUS DADIH SUSU KERBAU DENGAN
SINBIOTIK TERENKAPSULASI
DALAM BENTUK GRANUL

Oleh
Marlinda Indriati
D14051926

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan


Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 13 Nopember 2009

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, D.E.A. Sutriyo, S.Si., M.Si., Apt

Dekan Ketua Departemen


Fakultas Peternakan Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan
Institut Pertanian Bogor Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc. Agr Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri,
M.Agr.Sc

vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Maret 1987 di kota Bandung Jawa Barat.
Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Dayat
Koyat dan Ibu Salmiati. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1999 di SDN
Ciputat Serang, sekolah lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2002 di
SLTPN 4 Serang, dan sekolah menengah atas diselesaikan pada tahun 2005 di
SMAN 1 Serang.
Penulis diterima sebagai mahasiswi pada Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Melalui jalur
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2005.
Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Profesi
Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) periode 2006-2007. Selama
menempuh studi, penulis menerima beberapa beasiswa diantaranya beasiswa
Supersemar (2007), beasiswa PPA (2008), dan beasiswa BBM (2009). Penulis juga
menjadi asisten pada praktikum mata kuliah Ilmu dan Teknologi Pengolahan Susu,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

vii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. Rabb semesta alam atas limpahan nikmat dan
karunia pada Penulis hingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
“Karakteristik Mikrobiologis Kultur Starter Bakteri Indigenous Dadih Susu Kerbau
dengan Sinbiotik Terenkapsulasi dalam Bentuk Granul”. Skripsi ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan, Departemen Ilmu Produksi
dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Dadih merupakan produk olahan susu fermantasi terbuat dari susu kerbau
yang merupakan produk susu fermentasi asli Indonesia. Upaya peningkatan jumlah
konsumsi dadih perlu dilakukan mengingat manfaat yang amat besar yang dihasilkan
dari mengkonsumsi susu fermentasi. Namun, hal ini masih menghadapi beberapa
kendala diantaranya keberadaan kultur starter spesifik masih langka karena proses
fermentasi dilakukan secara alami, ketersediaan kultur masih terbatas pada
laboratorium-laboratorium dalam bentuk biakan mikroba pada media agar sehingga
masyarakat sulit mengenalinya, memiliki harga yang mahal dan kualitas produk
dadih yang dihasilkan tiap produsen belum seragam.
Kultur starter dalam bentuk kering merupakan salah satu solusi
pengembangan bentuk kultur starter yang memudahkan konsumen dalam hal
penanganan, penyimpanan dan pengaplikasiannya. Ketersediaan kultur starter dadih
di dalam negeri dengan harga yang terjangkau diharapkan mampu meningkatkan
pengembangan produk-produk olahan susu fermentasi tradisional dengan keamanan
pangan yang tinggi. Peningkatan kualitas dadih dilakukan salah satunya dengan
menambahkan probiotik dan prebiotik sebagai produk pangan fungsional.
Mikroenkapsulasi terhadap probiotik dan prebiotik bertujuan agar bakteri dan
substrat dapat terlindung dari lingkungan ekstrim saluran pencernaan (asam lambung
dan garam empedu), tidak ikut memfermentasi produk yang dihasilkan serta dapat
sampai usus halus dan usus besar manusia dalam jumlah besar.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga
hasil penelitian ini dapat menambah ide awal yang memicu pengembangan penelitian
sejenis dan berkontribusi terhadap peningkatan konsumsi dadih di Indonesia.
Bogor, Desember 2009
Penulis

viii
DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN .............................................................................................. i
ABSTRACT................................................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN......................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... v
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................. vii
DAFTAR ISI................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL........................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xii
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................ 1
Tujuan.............................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3
Dadih ............................................................................................... 3
Susu Sapi ......................................................................................... 3
Kultur Starter .................................................................................. 4
Lactobacillus plantarum ...................................................... 5
Probiotik .......................................................................................... 5
Lactobacillus acidophilus ................................................... 6
Bifidobacterium longum ....................................................... 7
Mikroenkapsulasi Probiotik ............................................................ 7
Alginat ............................................................................................. 8
Prebiotik ........................................................................................... 9
Inulin .................................................................................... 9
Pengeringan Beku ........................................................................... 10
Pengeringan Semprot ...................................................................... 11
Bahan Pelindung ............................................................................. 11
Senyawa Kriogenik .............................................................. 12
Bahan Pengisi................................................................................... 12
Maltodekstrin ....................................................................... 12
Granul .............................................................................................. 13
Bahan Pengisi Granul .......................................................... 13
Bahan Pengikat Granul ........................................................ 13
Granulasi ......................................................................................... 14
Granulasi Basah ................................................................... 14
Pengemasan ..................................................................................... 14

ix
Aluminium Foil.................................................................... 15
Low Density Polyethylene .................................................... 15
METODE ................................................................................................... 16
Lokasi dan Waktu .......................................................................... 16
Materi............................................................................................. 16
Bahan ................................................................................... 16
Alat ...................................................................................... 16
Rancangan Percobaan .................................................................... 16
Prosedur ......................................................................................... 18
Penelitian Tahap I.................................................................. 19
Penelitian Tahap II ................................................................ 27
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 30
Penelitian Tahap I .............................................................................. 30
Kemurnian Kultur Starter ....................................................... 30
Penentuan Wakti Panen BAL dan Probiotik........................... 32
Pembuatan Kultur Starter Kering Dadih ................................. 36
Pembuatan Kultur Starter Kering Probiotik Terenkapsulasi .. 37
Formulasi, Pembuatan dan Evaluasi Kultur Starter Dadih ..... 40
Proses Pengemasan ................................................................. 46
Penelitian Tahap II .............................................................................. 46
Kualitas Mikrobiologi produk Dadih Aplikasi Granul dan
Kultur Segar ............................................................................ 46

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 49


Kesimpulan ......................................................................................... 49
Saran ................................................................................................... 49
UCAPAN TERIMAKASIH ........................................................................ 51
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 52
LAMPIRAN................................................................................................. 57

x
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Formulasi Granul................................................................................... 23
2. Kriteria Indeks Kompresibilitas ...... ........................................................ 25
3. Karakteristik Kultur Starter Dadih dengan Probiotik Terenkapsulasi ..... 30
4. Rerata Populasi Lp RRM-01 Selama Proses Pembuatan Kultur Kering . 36
5. Perubahan Populasi Probiotik Selama Proses Mikroenkapsulasi ............ 39
6. Pengujian Waktu Larut Granul Starter Kering Dadih ............................. 43
7. Indeks Kompresibilitas Granul Starter Kering Dadih.............................. 43

xi
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Bagan Alir Pembuatan Kultur Starter Dadih ........................................... 20


2. Mikroenkapsulasi Sinbiotik La RRM-01 dan Bl RRM-01 ..................... 22
3. Proses Granulasi Kultur Starter Kering Dadih dengan
Sinbiotik Terenkapsulasi....................................................................... 24
4. Proses Pembuatan Produk Dadih Aplikasi ............................................... 28
5. Proses Pengujian Mikrobiologi Granul ................................................... 29
6. Bentuk Morfologis Lp RRM-01, La RRM-01 dan BL RRM-01 ............. 31
7. Kurva Pertumbuhan Lp RRM-01 Selama 24 jam .................................... 33
8. Kurva Pertumbuhan La RRM-01 Selama 24 jam .................................... 34
9. Kurva Pertumbuhan Bl RRM-01 Selama 24 jam..................................... 34
10. Adonan Probiotik Setelah Mikroenkapsulasi ........................................... 38
11. Granul Kultur Starter Dadih dengan Sinbiotik Terenkapsulasi ............... 42
12. Diagram Jumlah Populasi Lp RRM-01 pada Tiap Formula Granul ....... 44
13. Diagram Nilai TPC pada Tiap Formula Granul Kultur Starter Dadih .... 45
14. Granul Dalam Kemasan Vakum Aluminium Foil Berlapis LDPE .......... 46
15. Kualitas Mikrobiologis Dadih dan Granul Sinbiotik ............................... 47
16. Diagram populasi Lp RRM-01 Produk Dadih Sinbiotik Tiap Formulasi.. 48

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Uji Asumsi Analisis Keragaman Data Mikroenkapsulasi...................... 58


2. Analisis Ragam Populasi La RRM-01 ..................................................... 58
3. Analisis Ragam Populasi Bl RRM-01 ..................................................... 58
4. Uji Asumsi Keragaman Data Starter Kering Dadih................................. 59
5. Analisis Ragam Populasi Lp RRM-01 .................................................... 59
6. Uji Asumsi Analisis Keragaman Data Penentuan Formulasi Granul ...... 59
7. Analisis Ragam Populasi Lp RRM-01 pada Formulasi Terbaik ............. 59
8. Analisis Ragam Nilai TPC pada Formulasi Terbaik ............................... 59
9. Uji Asumsi Keragaman Data Formulasi Granul pada Dadih Aplikasi .... 60
10. Analisis Ragam Populasi Lp RRM-01 pada Dadih Aplikasi................... 60
11. Komposisi Buffer Peptone Water (BPW) - (OXOID) ............................. 60
12. Komposisi Plate Count Agar (PCA) – (OXOID) .................................... 60
13. Komposisi deMan Rogose Sharpe Agar (MRSA) ................................... 61

xiii
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Susu merupakan bahan pangan yang kaya akan nutrisi sehingga efektif untuk
meningkatkan asupan gizi masyarakat. Protein susu memiliki nilai biologis tinggi
(lebih dari 91%) sehingga akan lebih mudah diserap dan dimanfaatkan tubuh. Zat
nutrisi utama yang terkandung dalam susu adalah air, lemak, serta padatan susu non
lemak (SNF) yang terdiri atas protein, laktosa, vitamin, dan mineral. Pada
kenyataannya tingkat konsumsi susu segar maupun olahan yang sudah dalam bentuk
susu fermentasi masih sangat rendah. Rendahnya daya beli masyarakat juga
ketidaktahuan masyarakat akan pentingnya konsumsi susu bagi kesehatan,
menyebabkan konsumsi susu menjadi tertangguhkan oleh pemenuhan kebutuhan
lain.
Di Indonesia dikenal berbagai macam makanan tradisional yang merupakan
warisan budaya yang perlu dilestarikan keberadaannya. Salah satu diantaranya
adalah dadih atau dadiah. Dadih merupakan produk olahan susu fermentasi asli
Indonesia yang terbuat dari susu kerbau yang berasal dari daerah Sumatera Barat.
Dadih sebagai produk susu fermentasi merupakan makanan yang spesifik dengan
warna putih dan hampir menyerupai tahu, bisa dipotong atau dimakan dengan
menggunakan sendok serta memiliki karakter dan citarasa yang menyerupai yogurt
(Sirait, 1993).
Produksi dadih secara tradisional melalui proses fermentasi alami mengalami
kendala yaitu produk yang dihasilkan kualitasnya masih belum seragam diantaranya
akibat perbedaan standar sanitasi pengolahan dan penanganan dadih, kualitas produk
masih sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, kultur starter yang dipakai belum
spesifik sehingga perlu perbaikan untuk memperoleh keseragaman produk yang
dihasilkan. Proses pembuatan dadih melalui fermentasi terkontrol bertujuan untuk
memperoleh produk dengan keamanan pangan yang tinggi. Keterbatasan
pengetahuan dari para pengolah dadih tentang pentingnya sanitasi peralatan yang
baik saat pemerahan, sampai proses fermentasi dadih menyebabkan kegagalan pada
proses fermentasi yang ditandai dengan timbulnya gas, sineresis, serta timbulnya
aroma yang kurang sedap pada dadih yang dihasilkan.

1
Penyediaan kultur starter dadih siap pakai membantu masyarakat
menghasilkan produk dengan kualitas terkontrol dan homogen. Pengembangan kultur
starter dalam bentuk baru yang mudah dalam hal penanganan dengan harga yang
terjangkau penting sekali untuk dilakukan. Inovasi pembuatan kultur starter dadih
dalam bentuk kering merupakan salah satu solusi pengembangan bentuk starter yang
memudahkan konsumen dalam hal penanganan, penyimpanan dan aplikasinya baik
menggunakan susu kerbau bila memang tersedia ataupun susu sapi sebagai
penggantinya yang telah dikondisikan seperti susu kerbau.
Disamping higien dan keseragaman produk, peningkatan kualitas dadih
sebagai pangan fungsional dapat dilakukan melalui penambahan bakteri probiotik
Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium longum serta penambahan substrat
untuk pertumbuhan probiotik salah satunya adalah inulin. Bakteri probiotik yang
digunakan harus memiliki viabilitas tinggi yang berarti terlindungi dari kondisi
lingkungan ekstrim saluran pencernaan (saliva, asam lambung dan garam empedu),
tidak ikut memfermentasi produk, sehingga didapatkan probiotik di usus halus dan
usus besar dalam jumlah besar. Penambahan prebiotik bertujuan untuk menyediakan
sumber energi bagi probiotik di dalam saluran pencernaan manusia. Bakteri probiotik
dan prebiotik harus dilindungi dengan baik dengan cara mikropenkapsulasi untuk
menghindari kematian sel bakteri probiotik selama perjalanannya sebelum mencapai
usus halus dan besar sehingga sediaan probiotik dan prebiotik dalam saluran
pencernaan manusia membentuk kesatuan yang disebut sinbiotik sehingga dapat
meningkatkan kualitas mikroflora usus manusia.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari proses pembuatan granul kultur
starter dadih dengan sinbiotik terenkapsulasi dan mengaplikasikan kultur starter
dalam bentuk granul untuk menghasilkan produk dadih sinbiotik. Pembuatan granul
menggunakan tiga formulasi yang berbeda dalam hal imbangan laktosa dan starch
sodium glikolat (SSG). Evaluasi yang dilakukan terhadap granul meliputi
kompresibilitas, daya larut dan mikrobiologis (viabilitas bakteri asam laktat, TPC
dan koliform). Aplikasi granul kultur starter dadih menentukan viabilitas bakteri
asam laktat untuk mengklasifikasikan produk dadih sebagai produk probiotik.

2
TINJAUAN PUSTAKA

Dadih
Dadih adalah produk olahan susu kerbau yang berasal dari daerah Sumatera
Barat. Produk ini sudah lama dikenal dan disukai oleh masyarakat setempat karena
memiliki manfaat ganda baik terhadap gizi, kesehatan maupun sebagai makanan
budaya (Shugita, 1998). Dadih sebagai produk susu fermentasi merupakan makanan
spesifik yang berwarna putih dan hampir menyerupai tahu, bisa dipotong, serta
memiliki bentuk dan karakter yang menyerupai yogurt dan kefir (Sirait, 1993).
Kualitas dadih terutama ditentukan oleh kualitas fisik dan kandungan nutrisi
serta keasamannya. Hosono (1992) menyatakan bahwa dadih adalah makanan yang
mengandung protein dan lemak cukup tinggi, dengan rataan kualitas dadih yang
beredar di lima kabupaten (Agam, Lima Puluh Kota, Solok, Tanah Datar, dan
Sijujung) Propinsi Sumatera Barat mengandung protein 4,3%, lemak 9,05%, padatan
19,49%, keasaman 1,42% total asam, dan total bakteri 1,06 x 107 koloni/ml. Dadih
yang baik secara fisik adalah berwarna putih dengan konsistensi yang menyerupai
susu asam (yogurt) dan mempunyai aroma yang khas (Sirait et al., 1995).
Penanganan bahan baku susu kerbau untuk dadih tradisional belum baik
sehingga kontaminasi bakteri patogen terhadap susu masih sangat tinggi. Secara
mikrobiologis, menurut Sirait et al. (1995) dadih tradisional dari bahan baku susu
kerbau mengandung 73,74% bakteri Gram positif dan 26,26% bakteri Gram negatif.
Bakteri Gram positif yang paling dominan adalah Lactobacillus plantarum selain itu
terdapat bakteri lainnya yaitu Lactobacillus brevis, Streptococcus agalactiae dan
Bacillus cereus. Kelompok bakteri Gram negatif yang terdapat pada dadih adalah
Eschericia coli (paling dominan) dan Klebsiella.

Susu Sapi
Menurut Dewan Standardisasi Nasional (1992a) dalam SNI No. 01-3141-
1992, susu segar adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat, diperoleh dengan
cara pemerahan yang benar, tidak mengalami penambahan atau pengurangan suatu
komponen apapun dan tidak mengalami proses pemanasan.
Karbohidrat utama dalam susu adalah laktosa yang merupakan gula
disakarida. Karbohidrat lainnya hanya tersedia dalam jumlah sedikit, diantaranya

3
adalah gula bebas, galaktosa bebas, gula fosfat, oligosakarida asam dan netral, serta
gula nukleotida. Protein susu sapi mengandung sekitar 5,3 g nitrogen dalam setiap
kilogramnya. Sebanyak 95% dari total nitrogen yang ada dalam susu tersebut
merupakan komponen protein (mendekati sekitar 32 g/kg susu). Sekitar 80% dari
total protein susu merupakan kasein yang terdiri atas tiga bagian utama, yaitu alfa-
kasein (50%), beta-kasein (25-75%) dan gamma-kasein (15%). Kasein terdapat
dalam bentuk kalsium kaseinat. Lemak merupakan campuran dari molekul gliserol
dan tiga molekul asam lemak trigliserida. Sekitar 95-98% dari total lemak dalam
susu sapi berupa trigliserida. Jumlah ini sangat bervariasi, dipengaruhi oleh spesies
mamalia, tahap laktasi, pakan dan keturunan (Walstra dan Jennes, 1984).
Kadar abu terdiri atas komponen mineral atau komponen organik dengan
jumlah sekitar 0,7%. Kandungan mineral dalam susu menentukan stabilitas susu
terhadap perlakuan pemanasan, terutama dalam industri susu evaporasi (Rahman et
al., 1992).

Kultur Starter
Menurut Surono (2004) kultur starter merupakan bagian terpenting dalam
fermentasi susu untuk menghasilkan susu fermentasi yang bermutu tinggi, yang
seragam dan stabil. Kriteria yang diperhatikan dalam melakukan seleksi strain kultur
starter adalah laju pertumbuhan dan produksi asam laktat, produksi aroma dan gas
CO2, ketahanan terhadap serangan phage, kemampuan membentuk viskositas,
menjaga proporsi kultur starter apabila digunakan dalam bentuk starter campuran dan
viabilitas selama persiapan kultur starter.
Penggunaan kultur starter kering bertujuan untuk mengurangi pekerjaan
pemeliharaan kultur seperti pada kultur cair. Kultur starter kering beku atau freeze
dry paling banyak digunakan dibandingkan dengan jenis kultur starter kering lainnya,
mengingat jumlah bakteri hidup lebih stabil pada kultur starter kering beku. Secara
ekonomis, biaya yang dibutuhkan untuk peralatan pengeringan beku sangat mahal
sehingga dibutuhkan biaya investasi yang sangat tinggi (Surono, 2004). Namun hal
ini dapat diatasi dengan cara memproduksi kultur starter kering beku dalam skala
besar.

4
Lactobacillus plantarum
Lactobacillus plantarum merupakan bakteri asam laktat dari famili
Lactobaciliceae, genus Lactobacillus dan subgenus Streptobacterium. Bakteri ini
berbentuk batang dan pada umumnya tunggal atau membentuk rantai pendek.
L. plantarum yang diisolasi dari tiram menunjukan aktivitas antimikroba yang
disebabkan oleh pembentukan hidrogen peroksida. Isolat tersebut dapat menghambat
pertumbuhan Pseudomonas dan Bacillus (Price dalam Supenti, 1996).
Robinson dan Tamime (1981) menyatakan, bahwa Lactobacillus plantarum
terdapat pada proses pematangan keju dan dapat diisolasi dari produk-produk susu.
Koloninya berwarna putih, selain itu Lactobacillus plantarum dapat pula
memfermentasi galaktosa, laktosa, maltosa, mannitol, melezitosa, melibiosa,
raffinosa, salisin, sorbitol dan trehalosa (Law, 1997). Lactobacillus plantarum pada
umumnya tidak dapat tumbuh pada suhu 45oC dan membutuhkan beberapa asam
amino dan vitamin dalam pertumbuhannya (Robinson dan Tamime, 1981).
Luckle (1985) menyatakan bahwa L. plantarum merupakan penghasil
hidrogen peroksida tertinggi diantara kultur bakteri asam laktat lainnya pada media
buffer pepton water (1%). Bakteriosin merupakan senyawa - senyawa polipeptida
atau protein yang bersifat bakterisidal yang dapat dihasilkan oleh kultur starter
bakteri asam laktat, terutama L. plantarum. Bakteriosin ini dibedakan menjadi dua
macam, yaitu baktriosin yang memiliki spektrum yang luas dengan cakupan aktivitas
lebih luas terhadap bakteri Gram positif, termasuk bakteri patogen seperti
Clostridium botulinum dan Liseria monocytogenes dan bakteriosin yang memiliki
spektrum yang sempit, dengan cakupan aktivitas hanya terhadap bakteri kerabat
dekat (Lindgren dan Dobrogosz, 1990)

Probiotik
Probiotik didefinisikan sebagai kultur bakteri tunggal atau campuran yang
ketika dikonsumsi oleh ternak atau manusia akan memberikan efek yang
menguntungkan bagi kesehatan inangnya dengan cara meningkatkan sifat-sifat dari
mikroflora dalam saluran pencernaan. Suatu mikroorganisme dikatakan probiotik
bila memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya: a) bersifat non patogen, b)
viabilitas pada populasi tinggi sekitar 106–108 cfu/ml, c) menghasilkan substansi

5
mikrobial yang akan menghambat bakteri patogen dalam saluran pencernaan, d)
mampu berkompetisi dengan bakteri patogen untuk membentuk koloni dalam saluran
pencernaan, dan e) tahan terhadap enzim-enzim pencernaan dan garam-garam
empedu. Diantara kriteria penting bakteri probiotik adalah kemampuan melekat dan
berkolonisasi pada mukosa usus manusia. Riset terhadap kemampuan adhesi bakteri
menunjukkan bahwa polisakharida seluler bisa membantu pelekatan bakteri terhadap
permukaan biologis sehingga memungkinkan terjadi kolonisasi (Suskovic et al.,
2001).

Lactobacillus acidophilus
Karakteristik Lactobacillus acidophilus diantaranya: a) tidak tumbuh pada
suhu 150 C dan tidak memfermentasi ribosa, b) optimum tumbuh pada suhu 35-380 C
dan optimum pH 5,5-6,0, c) pada susu sapi memproduksi 0,3 % - 1,9 % DL asam
laktat , d) dapat menggunakan komponen nutrisi, yaitu asetat (asam mevalonat),
riboflavin asam pantothenat, kalsium, niasin dan asam folat, e) memproduksi
threonin aldolase dan alkohol dehidrogenase yang akan mempengaruhi aroma
(Nakazawa dan Hasono, 1992).
Lactobacillus mempunyai ketahanan terhadap asam lambung buatan dengan
pH 2,5 selama 3 jam dan bakteriosin yang dihasilkan tetap aktif pada pH 3 sampai
pH 10. Secara fisiologis L. acidophilus dapat hidup di usus. Efek pertumbuhan yang
ditunjukkan adalah membantu memanfaatkan nutrisi secara efisien terutama dari
kalsium, protein, besi dan fosfor. Kerja intensif pada aktivitas β-galaktosidase lebih
baik dalam hal menekan bakteri penghasil gas di saluran pencernaan. L. acidophilus
diduga menurunkan kadar kolesterol, mengontrol pertumbuhan kanker melalui
aktivitas enzimnya yang mampu menurunkan produksi karsinogenik dan mencegah
perkembangan kanker di dalam pencernaan (Nakazawa dan Hosono, 1992).
Probiotik tidak hanya menjaga keseimbangan ekosistem mikroflora, namun
juga menyediakan enzim yang mampu mencerna serat, protein, lemak, dan
detoksifikasi zat racun atau metabolitnya. Probiotik mengeksresi glutamat,
meningkatkan proses absorbsi dalam usus dan mencegah stress (Widodo, 2003).

6
Bifidobacterium longum
Bifidobacterium hidup pada lapisan lumen kolon dan lebih spesifik lagi
membentuk koloni dalam jumlah banyak, menyerap nutrisi, mensekresi asam laktat,
asam asetat dan senyawa antimikroba. Bifidobacterium dominan pada dinding usus
sehingga mencegah dinding usus dari kolonisasi bakteri yang tidak diinginkan
(E. coli) atau khamir (candida) (Tamime dan Robinson, 1999).
Efek menguntungkan dari Bifidobacterium adalah dapat meningkatkan
metabolisme protein dengan memproduksi asam laktat sehingga dapat mengurangi
kehilangan nutrisi yang dapat diserap. Bifidobacterium juga meningkatkan
metabolisme vitamin terutama vitamin B komplek yang bersifat antibakteri karena
mampu menekan bakteri merugikan dan bakteri patogen yang menghasilkan amonia
dan amines, serta membuat kondisi amonia tidak siap diserap tubuh.
Bifidobacterium menghasilkan bifidan sebagai eksopolisakarida (EPS) yang
terbukti mengawali adhesi dan sebagai pelekat permanen. Beberapa senyawa EPS
mengandung gluko- dan frukto-sakarida dan bisa menghasilkan asam lemak rantai
pendek sehingga terhidrolisis dalam saluran usus oleh mikroflora usus besar serta
memberi efek positif bagi kesehatan dan manfaat nutrisi sebagai prebiotik bagi
mikroflora usus (Surono, 2004).

Mikroenkapsulasi Probiotik
Selama penyimpanan dan dalam saluran pencernaan viabilitas probiotik
mengalami beberapa kendala diantaranya keberadaan pH yang rendah, H202 , kondisi
obligat anaerob, garam empedu dan kompetisi dengan bakteri lainnya. Menghadapi
kendala diatas maka salah satu solusi yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan
teknik perlindungan probiotik dengan cara mikroenkapsulasi. Mikroenkapsulasi
adalah pembentukan kapsul yang menyelubungi probiotik dalam rangka
melindunginya dari kondisi lingkungan yang ekstrim (Widodo et al., 2003).
Metode enkapsulasi konvensional dengan sodium alginat dalam kalsium
klorida (CaCl2) telah digunakan untuk enkapsulasi L. acidophilus dengan tujuan
melindungi bakteri tersebut dari kondisi asam pada cairan lambung. Berbagai
penelitian telah menunjukkan bahwa kalsium alginat melindungi imobilisasi sel
kultur lebih baik dengan meningkatnya ketahanan bakteri dibawah kondisi yang

7
berbeda dibandingkan tanpa mikroenkapsulasi (Anal dan Singh, 2007).
Mikroenkapsulasi bakteri probiotik dapat digunakan pada beberapa produk
fermentasi susu, seperti yogurt, keju, kultur krim, frozen dairy dessert, dan untuk
produksi biomassa. Enkapsulasi dapat pula diaplikasikan di beberapa industri
makanan, termasuk stabilitas inti bahan, pengontrolan reaksi oksidasi, penutup
flavor, warna, bau, memperpanjang umur simpan, dan melindungi komponen-
komponen akibat penurunan zat gizi (Anal dan Singh, 2007). Mikroenkapsulasi
dapat mengubah lemak susu menjadi bubuk yang kering dan stabil (Young et al.,
1993).
Sebagian besar teknologi mikroenkapsulasi menggunakan polimer food-
grade seperti alginat, chitosan, carboxymethyl cellulose (CMC), karagenan, gelatin,
dan pektin (Anal dan Singh, 2007). Di antara teknik yang tersedia untuk imobilisasi
sel hidup, penjeratan dalam kalsium alginat sering digunakan untuk imobilisasi
bakteri asam laktat (Chandramouli et al., 2004).

Alginat
Alginat merupakan komponen utama dari getah ganggang coklat
(Phaeophyceae), dan merupakan senyawa penting dalam dinding sel spesies
ganggang yang tergolong dalam kelas Phaeophyceae. Secara kimia, alginat
merupakan polimer murni dari asam uronat yang tersusun dalam bentuk rantai linier
yang panjang (Winarno, 1996).
Alginat membentuk garam yang larut dalam air dengan kation monovalen,
serta amin dengan berat molekul rendah, dan ion magnesium. Oleh karena itu alginat
merupakan molekul linear dengan berat molekul tinggi, maka mudah sekali
menyerap air. Alasan tersebut yang menyebabkan alginat baik sekali fungsinya
sebagai bahan penyalut. Di berbagai keadaan, alginat dapat berfungsi sebagai
senyawa pengikat daya suspensi larutan (stabilisator) dengan proses pengentalan
larutan itu sendiri. Pada sistem lain, alginat mampu menjaga suspensi karena muatan
negatif serta ukuran kalorinya yang memungkinkan membentuk pembungkus bagi
partikel yang tersuspensi. Sifat viskositas alginat yang tinggi mampu mempengaruhi
stabilitas emulsi dalam air. Alginat yang larut dalam susu mampu mencegah
terjadinya pembentukan kristal es yang kasar dalam es krim yang biasanya terjadi

8
karena pembekuan yang berulang-ulang (Winarno, 1996).
Alginat bersifat non toksik bila digunakan untuk imobilisasi sel dan
keuntungan ini dapat diterima sebagai makanan tambahan. Meskipun alginat telah
digunakan secara luas untuk enkapsulasi probiotik, tetapi tidak terlihat beberapa
keseragaman kondisi mikroenkapsulasi. Konsentrasi sodium alginat bervariasi dari
0,5 – 4%, sehingga menghasilkan kesimpulan yang berbeda mengenai penggunaan
kalsium alginat sebagai matriks untuk enkapsulasi bakteri (Chandramouli et al.,
2004).

Prebotik
Prebiotik adalah bahan pangan yang tidak tercerna oleh saluran pencernaan
manusia yang mampu memacu pertumbuhan probiotik karena sifat spesifiknya yang
hanya mampu difermentasi oleh probiotik (Gibson dan Fuller, 1998). Prebiotik telah
diketahui memberikan efek bifidogenetik yang menguntungkan bagi kesehatan
pencernaan inangnya (Fooks, et al., 1999). Bahan pangan yang dapat diklasifikasikan
sebagai prebiotik harus mempunyai kriteria diantaranya: a) tidak dapat terhidrolis
atau tercerna oleh saluran pencernaan manusia, b) secara selektif dapat menstimulir
pertumbuhan bakteri yang menguntungkan pada kolon, dan c) dapat menekan
pertumbuhan bakteri patogen, sehingga secara sistematik dapat meningkatkan
kesehatan. Kemampuan ini berdasarkan pada kandungan SDF (soluble dietary fiber)
seperti pada beberapa oligosakarida. Oligosakarida yang tidak tercerna seperti
rafinosa, frukto-oligosakarida (FOS), galaktosillaktosa, isomaltooligosakarida atau
transgalakto-siloligosakarida (TOS) yang telah diketahui dapat meningkatkan jumlah
bifidobacteria indigenous dan bakteri asam laktat lainnya. Beberapa prebiotik seperti
inulin dan oligosakarida dapat diisolasi dari sumber alami, seperti umbi-umbian,
tepung terigu dan pollard (Gibson dan Fuller, 1998).

Inulin
Inulin dapat dibuat dengan ekstraksi air panas dari akar chicory segar yang
mengandung 92% fruktooligosakarida dengan derajat polimerisasi rata-rata 10 unit
heksosa (Robertfroid, et al ., 1998). Sumber inulin lain adalah umbi dahlia (Dahlia
sp. L), umbi Jerusalem artichoke (Helianthus tuberosus), dandelion (Taraxacum
officinale Weber), umbi yacon (Smallanthus sanchifolius) dan dalam jumlah kecil

9
terdapat pada bawang merah, bawang putih, pisang, asparagus, gandum dan barley
(Scientificphysic, 2006).
Inulin termasuk golongan karbohidrat yang disebut fruktan, yaitu polimer
yang mengandung gugus fruktosa dengan ikatan glikosidik (Robertfroid, 2000).
Inulin merupakan polimer dari unit-unit fruktosa. Inulin bersifat larut dalam air, tidak
dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan, tetapi difermentasi mikroflora kolon
(usus besar) (Widowati, 2006). Inulin terdiri atas 90,81% fruktosa dan 4,71%
glukosa, sehingga total gula yang terkandung dalam inulin sebanyak 95,53%
(Susdiana, 1997).
Inulin di usus besar hampir seluruhnya difermentasi menjadi asam-asam
lemak rantai pendek dan beberapa mikroflora spesifik menghasilkan asam laktat. Hal
ini menyebabkan penurunan pH kolon sehingga pertumbuhan bakteri patogen
terhambat. Mekanisme seperti ini berimplikasi pada peningkatan kekebalan tubuh.
Pemberian tepung inulin atau fruktooligosakarida sebanyak 4 gram per hari
merupakan sumber prebiotik (Grizard dan Bartemeu, 1999).
Inulin dalam bahan pangan berfungsi sebagai pengganti lemak, penstabil
busa, serat, prebiotik, memperbaiki tekstur, pengemulsi, perenyah, menurunkan nilai
kalori, resistan dan pengganti gula. Penggunaan inulin di bidang pangan adalah untuk
produk susu (yogurt, keju, minuman), roti, sereal, snack, salad, saus, produk daging,
pengganti makanan, coklat dan tablet. Pada di bidang farmasi, inulin digunakan
untuk uji fungsi ginjal (Steinbuchel dan Rhee, 2005).

Pengeringan Beku
Metode pengeringan kultur starter yang paling banyak digunakan adalah
pengeringan beku. Metode ini menghasilkan viabilitas dan persentase mikroba hidup
selama penyimpanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengeringan lainnya
(Tamime dan Robinson, 1989). Proses pengeringan beku adalah pengeringan secara
pembekuan atau pembekuan disusul dengan pengeringan, (Buckle et al., 1985).
Proses pengeringan beku terjadi sublimasi yaitu perubahan dari bentuk es dalam
bahan yang beku langsung menjadi uap air tanpa mengalami proses pencairan
terlebih dahulu. Proses pengeringan beku mempunyai keuntungan karena volume
bahan tidak berubah dan daya rehidrasi tinggi sehingga mendekati bahan asalnya.

10
Pengeringan starter ditujukan untuk melindungi beban kerja yang harus dilakukan
pada pemeliharaan kultur cair, memperpanjang masa simpan kultur dan
memudahkan distribusi kultur tanpa terjadi kehilangan viabilitas bakteri (Tamime
dan Robinson, 1989).

Pengeringan Semprot
Pengeringan semprot digunakan untuk mengeringkan suatu larutan, campuran
atau produk cair lainnya menjadi bentuk powder pada kadar air mendekati
kesetimbangan dengan kondisi udara pada tempat produk keluar. Selain digunakan
untuk mengeringkan bahan pangan juga digunakan untuk mengeringkan bahan kimia
dan produk farmasi. Kopi instan dan susu bubuk umumnya dikeringkan dengan
spray dry (Wirakartakusumah et al., 1989).
Fitria (1999) menggunakan spray dry untuk megeringkan kultur starter
dengan suhu pengeringan semprot, inlet 100, 120, 140oC sedangkan untuk suhu
outlet digunakan suhu 60, 70, 80oC, menghasilkan total jumlah bakteri asam laktat
yang lebih besar pada starter yogurt suhu pengeringan 140oC untuk inlet dan 80oC
untuk outlet.
Perbandingan dengan jenis pengeringan lainnya, pengeringan semprot
mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya yaitu: a) produk akan kering tanpa
bersentuhan dengan logam panas, b) suhu produk rendah meskipun suhu udara yang
digunakan cukup tinggi, c) penguapan terjadi pada permukaan yang sangat luas
sehingga waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan hanya beberapa detik saja, dan
d) produk akhir yang dihasilkan berbentuk bubuk stabil sehingga memudahkan
dalam penanganan dan transportasi (Spicer, 1974).

Bahan Pelindung
Menurut Fardiaz (1987), untuk mencegah kerusakan selama proses
pengeringan maka digunakan komponen pelindung yang mempunyai sifat: a) dapat
mencegah terjadinya pengeringan total, sehingga kerusakan DNA dan kematian sel
dapat dicegah, b) meminimalkan pembentukan kristal es selama pembekuan cepat
dan c) melindungi kultur kering dari kerusakan fisik. Bahan pelindung yang biasa
digunakan diantaranya susu skim, laktosa, sukrosa, dan maltodekstin.

11
Senyawa Kriogenik
Senyawa kriogenik adalah suatu senyawa yang ditambahkan ke dalam kultur
bakteri dengan tujuan untuk membantu kultur bakteri menjaga stabilitasnya terhadap
perlakuan pengeringan. Menurut Tamime dan Robinson (1985), kerusakan sel akibat
proses pengeringan dapat diminimumkan dengan penambahan senyawa-senyawa
kriogenik seperti asam, L-glutamat atau Na-glutamat, L-arginin, asetil glisin, kasiton,
laktosa, ekstrak malt, gliserol, pektin, glukosa, sukrosa dan gula-gula alkohol.

Bahan Pengisi
Bahan pengisi merupakan komponen penting terutama untuk zat berkhasiat
yang jumlahnya sangat kecil. Bahan pengisi harus bahan yang netral terhadap bahan
khasiat, harus inert secara farmakologi, juga tidak berbahaya (Lachman et al., 1994).

Maltodekstrin
Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisis pati (polimer sakarida
tidak manis) dengan panjang rantai rata-rata 5-10 unit/molekul glukosa.
Maltodekstrin secara teori diproduksi dengan menggunakan hidrolisis terkontrol
melalui enzim (α-amilase) atau asam (Kennedy et al., 1995).
Maltodekstrin banyak digunakan dalam industri makanan sebagai bahan
pengisi. Idealnya, maltodekstrin sedikit berasa dan berbau, namun maltodekstrin
dengan DE 20 menghasilkan rasa manis. Menurut Mc. Donald (1984), maltodekstin
bersifat kurang higroskopis, kurang manis, memiliki kelarutan tinggi dan cenderung
tidak membentuk zat warna pada reaksi browning.
Maltodekstrin dan sirup glukosa kering banyak digunakan sebagai bahan
pengisi dalam industri pangan, untuk mengurangi tingkat kemanisan produk dan
merupakan bahan campuran yang baik untuk produk-produk tepung. Penggunaannya
sebagai bahan pengisi dapat mengurangi biaya produksi karena mengurangi bahan-
bahan konsentrat yang memiliki harga relatif tingggi, misalnya flavor. Didalam
pembuatan tablet atau granul, maltodekstirn dapat mendistribusikan laktosa dan susu
bubuk dalam jumlah tertentu.
Tujuan penggunaan maltodekstrin menurut Kennedy et al.(1995):
1) mengurangi biaya produksi dan material dengan harga tinggi;
2) mengurangi kehilangan volume selama penyimpanan atau pemindahan;

12
3) menyerap lemak dan minyak;
4) membantu penyebaran;
5) memberikan rasa lembut; dan
6) meningkatkan kelarutan.

Granul
Granul adalah gumpalan-gumpalan dari partikel-partikel yang lebih kecil.
Umumnya berbentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel tunggal yang lebih
besar. Ukuran granul biasanya berkisar antara ayakan 4-12 mesh. Umumnya granul
dibuat dengan cara granulasi basah yang melembabkan serbuk yang diinginkan atau
campuran serbuk yang digiling. Selain itu dapat diolah dengan cara granulasi kering
yaitu tanpa melembabkan, dengan cara menyalurkan adonan dari bahan serbuk yang
ditekan melalui mesin pembuat granul. Menurut Voight (1995), granul sebaiknya
memiliki bentuk dan warna teratur dan memiliki distribusi butir yang sempit serta
mengandung bagian berbentuk serbuk lebih dari 10%. Granul juga sebaiknya
memiliki daya luncur yang baik, tidak terlampau kering (kelembaban 3-5%), dan
hancur dengan baik didalam air.
Hampir semua granul memerlukan bahan tambahan untuk memperoleh sifat
fisik dan mekanik, sehingga mempermudah proses pembuatan granul dengan kualitas
granul yang baik. Bahan tambahan tersebut terdiri atas bahan pengisi dan bahan
pengikat.

Bahan Pengisi Granul (Filler/Diluent)


Bahan pengisi adalah bahan yang ditambahkan agar diperoleh suatu bentuk,
ukuran dan volume yang sesuai. Laktosa merupakan bahan pengisi yang paling
banyak digunakan karena tidak bereaksi hampir semua bahan obat, baik yang
digunakan dalam bentuk hidrat maupun anhidrat. Bahan pengisi lain adalah
mikrokristal, kalsium fosfat dibasa, kalsium sulfat, manitol, sorbitol, dekstrosa dan
maltodekstrin (Lachman et al., 1994).

Bahan Pengikat Granul


Bahan pengikat adalah bahan yang digunakan untuk mengikat bahan-bahan
lainnya agar granul yang dihasilkan bisa bertekstur kompak. Bahan pengikat yang

13
biasa digunakan adalah PVP, gelatin, pasta amylum dan sukrosa (Lachman et al.,
1994).

Granulasi
Granulasi adalah pembentukan partikel-partikel besar dengan mekanisme
pengikatan tertentu. Granul dapat diproses lebih lanjut menjadi bentuk sediaan
granul, kapsul, maupun tablet. Berbagai proses granulasi telah dikembangkan, dari
metode konvensional seperti slugging dan granulasi dengan bahan pengikat
musilagoamili hingga pembentukan granul dengan peralatan terkini seperti spray dry
dan freeze dry (Parikh, 1997; Reza, 2003; Liu, 2001; dan Sohi, 2004).

Granulasi Basah
Metode ini adalah metode paling tua dan masih banyak dipakai. Metode ini
digunakan bila bahan obat tidak dapat dicetak langsung, karena sifat kohesif, sifat
kompresibilitas, dan sifat aliran yang kurang baik sementara dosisnya besar, serta
memerlukan penambahan pewarna dalam bentuk larutan sehingga membutuhkan
bahan pengikat (Ansel, 1989). Bahan yang dicetak dilembabkan dengan larutan
pengikat, sehingga serbuk terikat bersama dan terasa seperti tanah yang lembab.
Larutan pengikat yang digunakan adalah etanol, isopropanol atau akuades,
tergantung zat pengikat yang digunakan, kemudian serbuk tersebut dikeringkan
menggunakan oven, setelah kering ukuran diperkacil dengan granulator/pengayakan
(Lieberman et al., 1992).

Pengemasan
Pengemasan diartikan sebagai suatu proses pembungkusan, pewadahan, atau
pengepakan terhadap bahan pangan yang memiliki peran penting dalam pengawetan
bahan pangan hasil pertanian. Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu
mencegah atau melindungi dari kerusakan, melindungi bahan pangan yang ada
didalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik. Pengemasan
juga dapat berfungsi untuk menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk industri
agar mempunyai bentuk-bentuk yang memudahkan dalam proses penyimpanan,
pengangkutan dan distribusi (Syarief et al., 1989).

14
Aluminium Foil
Foil adalah bahan pengemas dari logam, berupa lembaran aluminium yang
padat dan tipis dengan ketebalan kurang dari 0,15 mm. Foil mempunyai sifat yang
hermetis, fleksibel, tidak tembus cahaya (cocok untuk pengemasan margarin,
yogurt). Umumnya digunakan sebagai bahan pelapis (laminan) yang dapat
ditempatkan pada bagian dalam atau lapisan tengah sebagai penguat yang dapat
melindungi bungkusan. Ketebalan dari aluminium foil menentukan sifat
protektifnya. Foil dengan ketebalan rendah masih dapat dilalui oleh gas dan uap.
Alufo dengan ketebalan 0,0375 mm atau lebih mempunyai permeabilitas uap air.
Sifat-sifat alufo yang lebih tipis dapat diperbaiki dengan memberi lapisan plastik atau
kertas ( Syarief et al., 1989).

Low Density Polyethylene (LDPE)


Low Density Polyethylene (LDPE) merupakan plastik yang dibuat dengan
polimerasi adisi dari gas etilen yang diperoleh sebagai hasil samping industri arang
dan minyak. Plastik LDPE mempunyai sifat yang mudah dibentuk, mempunyai daya
rentang yang baik, tahan terhadap berbagai bahan kimia, penahan uap air yang baik
namun bukan penahan oksigen yang baik, tidak menyebabkan aroma atau bau
terhadap makanan dan mudah untuk di-seal (Harrington dan Jenkins, 1991). Plastik
LDPE dapat digunakan berlapis ataupun berganda yang dapat dikombinasikan
dengan bahan kemasan lain seperti karton dan aluminium foil (Mathlouthi, 1994).
Low Density Polyethylene (LDPE) mengandung anti oksidan untuk
meminimalisir degradasi selama proses pembuatan. Jenis karbon hitam digunakan
untuk stabilizer LDPE. Sifat utama LDPE adalah berwarna putih, bahan elastis,
berminyak bila disentuh, tanpa rasa, bau atau bau spesifik, tidak larut dalam air dan
alkohol, penghantar lembab yang baik, tapi tidak tahan oksigen. Plastik LDPE
resisten terhadap uap air, asam, lemak, minyak, kurang resisten terhadap bahan
pelarut dan digunakan secara luas untuk bahan pengemasan makanan dan digunakan
sebagai kemasan primer film (Sheftel, 2000).

15
METODE

Lokasi dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorioum Mikrobiologi Bagian Teknologi
Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Balai Pengujian Industri Hasil Pertanian
(BPIHP) Bogor, Departemen Farmasi, Fakultas MIPA, Universitas Indonesia, dan
Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Januari
hingga Agustus 2009.

Materi
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan kultur starter bakteri
indigenous dadih susu kerbau dengan probiotik terenkapsulasi dalam bentuk granul
adalah adalah susu skim sapi segar, kultur starter dadih Lactobacillus plantarum (Lp
RRM-01), kultur starter probiotik Lactobacillus acidophilus (La RRM-01) dan
Bifidobacterium longum (Bl RRM-01) yang semuanya merupakan koleksi
Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak, susu skim bubuk,
gliserol, CaCO3, CaCl2, aquades, inulin, laktosa, maltodekstrin, sukrosa, starch
sodium glikolat (SSG) dan sodium alginat. Bahan untuk pengujian mikrobiologi yang
digunakan diantaranya aquades, buffer pepton water (BPW), media deMan’s Rogosa
Sharpe broth (MRSB), bacteriological agar, media plate count agar (PCA), dan
media violet red bile agar (VRBA). Bahan pengemas yang digunakan yaitu
aliminium foil berlapis low density polyethylene (LDPE).
Alat-alat yang digunakan yaitu separator krim, inkubator, labu Erlenmeyer,
tabung reaksi, freeze dryer, spray dryer, vortex, baker glass, cawan Petri, timbangan
digital, ruang steril, pipet, otoklaf, gelas ukur, panci, kompor, sendok pengaduk,
kertas saring, termometer, viskotester, gelas ukur, ayakan 12 dan 20 mesh, mortar
dan vakum sealer untuk mengemas produk.

Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian tahap I dan II adalah
rancangan acak lengkap (RAL) pola searah dengan tiga kali ulangan. Penelitian
tahap I meliputi a) pembuatan kultur starter dadih kering, b) enkapsulasi dan

16
pengeringan sinbiotik terenkapsulasi, c) evaluasi karakteristik mikrobiologis masing-
masing formula granul (L21S1, L20S2 dan L19S3) dan penelitian tahap II yaitu pada
evaluasi kualitas dadih aplikasi kultur starter dadih sinbiotik dalam bentuk granul dan
kultur starter cair. Data yang diperoleh akan diuji asumsi, apabila memenuhi asumsi
akan dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), jika perlakuan berpengaruh nyata
terhadap peubah yang diukur, maka akan dilanjutkan dengan Tukey multiple range
test (uji Tukey). Adapun model matematikanya menurut Mattjik dan Sumertajaya
(2000) sebagai berikut:
Yij = µ + δi + εij

Penelitian Tahap 1

a) Pembuatan kultur starter kering dadih


Keterangan :
Yij = hasil pengamatan (parameter) pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = nilai rataan populasi Lp RRM-01
δi = pengaruh perlakuan pengeringan kultur starter dadih
εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
i = kultur kerja sebelum dan setelah spray dry
j = ulangan (1, 2, 3)

b) Enkapsulasi dan pengeringan sinbiotik


Keterangan :
Yij = hasil pengamatan (parameter) pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = nilai rataan populasi probiotik (La RRM-01 dan Bl RRM-01)
δi = pengaruh perlakuan enkapsulasi dan pengeringan sinbiotik
εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
i = enkapsulasi sinbiotik sebelum dan sesudah freeze dry
j = ulangan (1, 2, 3)

c) Evaluasi karakteristik fisik dan mikrobiologis masing-masing formula granul


Keterangan:
Yij = hasil pengamatan (parameter) pada perlakuan taraf ke-i dan ulangan
taraf ke-j
17
µ = nilai rataan umum
δi = pengaruh perlakuan formula yang berbeda
εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
i = formulasi granul kultur starter dadih L21S1, L20S2 dan L19S3
j = ulangan (1, 2 dan 3)

Peubah
Peubah mikrobiologis yang diamati meliputi jumlah bakteri asam laktat, total
plate count (TPC) dan total bakteri koliform dalam granul sedangkan peubah fisik
yang diamati yaitu daya larut dan kompresibilitas granul.

Penelitian Tahap II
a) evaluasi kualitas dadih aplikasi kultur starter dadih sinbiotik dalam bentuk granul
dan kultur starter cair
Keterangan:
Yij = hasil pengamatan (parameter) pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = nilai rataan umum
δi = pengaruh perlakuan penggunaan kultur starter yang berbeda
εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
i = formulasi kultur starter dadih kering (L21S1, L20S2, dan L19S3) dan kultur
starter dadih sinbiotik cair
j = ulangan (1, 2 dan 3)

Peubah
Peubah mikrobiologis yang diamati meliputi jumlah bakteri asam laktat
dalam masing-masing dadih yang dihasilkan dari hasil aplikasi granul kultur starter
dadih maupun kultur starter cair.

Prosedur
Penelitian ini dilakukan dua tahap, penelitian tahap I bertujuan untuk
mengetahui proses pembuatan dan evaluasi kultur starter dadih dengan sinbiotik
terenkapsulasi dalam bentuk granul. Penelitian tahap II yaitu evaluasi kualitas dadih
aplikasi kultur starter dadih sinbiotik dalam bentuk granul dan kultur starter cair.

18
Penelitian Tahap I
Penelitian tahap I dibagi menjadi lima tahapan. Penelitian tahapan I terdiri :
persiapan kultur starter dadih sinbiotik segar (Lp, La, Bl RRM-01), penentuan waktu
pemanenan sel-sel bakteri asam laktat sebagai kultur starter dadih dan probiotik,
pembuatan kultur starter dadih dan sinbiotik kering, formulasi, pembuatan dan
evaluasi kultur starter dadih dengan sinbiotik terenkapsulasi dalam bentuk granul,
pengemasan dan penyimpanan.

Persiapan Kultur Starter (Fardiaz, 1989). Persiapan kultur starter diawali dengan
pemeriksaan kultur starter dengan cara pengujian morfologi bakteri dan uji katalase.
Pengujian morfologi kultur starter dibantu dengan metode pewarnaan Gram. Metode
pewarnaan Gram dilakukan dengan cara menyiapkan preparat bakteri yang telah
difiksasi pada gelas objek dan ditetesi dengan larutan kimia secara berurutan, yaitu
kristal violet, larutan iodin, alkohol 95% (bahan pemucat), dan safranin. Bakteri yang
telah diwarnai dicuci dari sisa pewarna dan dikeringkan, kemudian diamati dibawah
mikroskop dengan perbesaran 100x. Hasil pewarnaan dengan metode ini terbagi
menjadi dua kelompok, yaitu bakteri Gram positif yang mempertahankan zat
pewarna kristal violet. Kelompok yang lain yaitu bakteri Gram negatif yang akan
kehilangan warna kristal violet bila dicuci dengan alkohol 95%, dan sewaktu diberi
pewarna tandingan dengan warna merah safranin akan tampak berwarna merah.
Pengujian katalase dilakukan dengan cara meneteskan satu tetes H2O2 pada
preparat bakteri yang telah dioleskan pada gelas objek. Bila menghasilkan gelembung
gas, maka bakteri mempunyai sifat bakteri katalase positif (+). Lp RRM-01, La
RRM-01 dan Bl RRM-01 merupakan jenis bakteri katalase negatif (-).

Penentuan Waktu Pemanenan L. plantarum dan Bakteri Probiotik. Kultur


bakteri yang digunakan sebagai kultur starter harus memiliki viabilitas yang tinggi
sehingga diperoleh jumlah populasi minimal setelah dalam bentuk granul adalah
sebesar 1,0 x 107 cfu/g, sehingga perlu diketahui lama inkubasi terbaik untuk
mendapatkan kondisi jumlah kultur yang optimal sebagai starter. Bakteri yang
diamati pertumbuhannya yaitu Lp RRM-01, La RRM-01 dan Bl RRM-01.
Kultur starter BAL dan probiotik sebanyak 5% (v/v) diinokulasikan kedalam
media MRSB (250 ml) lalu diinkubasikan pada suhu 37oC dan ikuti pertumbuhannya

19
selama 24 jam. Sampling yang diuji setiap jam nya diukur nilai pH dan Optical
Density (OD) untuk kemudian dikorelasikan ke jumlah populasi bakteri berdasarkan
kurva standar yang telah disiapkan sebelumnya, ini sesuai dengan pernyataan
Prescott et al., (2003).

Pembuatan Kultur Starter Kering Bakteri Indigenous Dadih Susu Kerbau.


Pembuatan kultur starter dadih diawali dengan inokulasi kultur starter L. plantarum
(Lp RRM-01) kedalam susu skim cair steril untuk menghasilkan kultur kerja.
Inkubasi dilakukan pada suhu 37o C selama 14 jam sesuai dengan fase logaritmiknya.
Hal ini bertujuan untuk mendapatkan jumlah dan kondisi kultur starter yang optimal
dan juga untuk menghindari fase lag atau fase adaptasi yang terlalu lama sebelum
aktif memfermantasi susu. Sebelum pengeringan semprot lalu ditambahkan
kedalamnya maltodekstrin 4% sebagai bahan pengisi dan laktosa 6% sebagai zat
kriogenik. Campuran diaduk hingga homogen selanjutnya dilakukan proses
pengeringan dengan metode spray dry (suhu inlet 180o C dan outlet 80o C), sehingga
diperoleh bubuk kultur starter dadih. Proses pembuatan kultur starter kering Lp
RRM-01 ditampilkan pada Gambar 1.

Susu skim + 5% L. plantarum

Inkubasi 37o C selama 14 jam

Penambahan maltodekstrin 4% dan laktosa 6%, campur hingga homogen

Pengeringan metode spray dry

Kultur starter kering dadih

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Kultur Starter Bakteri Indigenous Dadih


Susu Kerbau

20
Pembuatan Kultur Starter Kering Bakteri Probiotik Terenkapsulasi.
Mikroenkapsulasi kultur starter kering bakteri probiotik menggunakan metode Reyed
(2007) yang dimodifikasi. La RRM-01 dan Bl RRM-01 ditumbuhkan pada media
MRSB terpisah dan masing-masing ditambahkan kedalamnya laktosa 2%, diinkubasi
pada suhu 370C dan dipanen pada fase logaritmik. Fase logaritmik probiotik La
RRM-01 dan Bl RRM-01 terjadi pada inkubasi jam ke-15. Panen bakteri dilakukan
secara sentrifuse dingin (40C) selama 20 menit pada 10.000 G. Sel dari 50 ml MRSB
dilarutkan pada 100 ml larutan yang terdiri dari 10% skim bubuk, 5% glicerol dan
0,1 % CaCO3 kemudian diperangkap selama 45 menit kedalam larutan sodium
alginat steril 3%. Campuran tersebut diteteskan pada CaCl2 (0,1M) menggunakan
alat tetes (spoid) untuk mengkompakan struktur gel dinding butiran probiotik
terenkapsulasi hasil dari penetesan. Setelah satu jam gel yang terbentuk dipindahkan
kedalam larutan NaCl fisiologis (0,85%). Gel yang terbentuk dipindahkan ke dalam
air destilasi dan putar secara perlahan menggunakan stirred selama satu jam untuk
menghilangkan residu CaCl2, lalu keringkan menggunakan metode freeze dry. Alur
pembuatan kultur starter kering probiotik terenkapsulasi dilihat pada Gambar 2.

21
Inkubasi bakteri probiotik
(L.acidophilus / B. longum) dalam
MRSB (37oC, 15 jam)

panen sel bakteri dengan sentrifuse


dingin (40C) 10000G selama
20 menit

Sel dari 50 ml broth diresuspensi


dengan 100ml aquades + larutan
10% skim, 5% glicerol, 0,1 %
CaCO3 + inulin 2%

Enkapsulasi: diperangkap dalam


100 ml larutan sodium alginat steril
(3% w/v)

Pembentukan biokapsul : penetesan


dalam CaCl2.H2O (0,1M) dan diamkan
selama 1 jam, lalu saring

Rendam dalam larutan NaCl


fisiologis 0,85%, lalu saring

Rendam dalam aquades lalu di


stirred, saring

Pengeringan probiotik terenkapsulasi


dengan metode freeze dry

Kultur starter kering


probiotik terenkapsulasi

Gambar 2. Proses Mikroenkapsulasi Sinbiotik La RRM-01 dan Bl RRM-01

22
Formulasi, Pembuatan dan Evaluasi Kultur Starter Dadih dengan Sinbiotik
Terenkapsulasi dalam Bentuk Granul. Sebanyak tiga macam formulasi granul
kultur starter dadih dengan sinbiotik terenkapsulasi diuji yang masing-masing
dibedakan berdasarkan kandungan laktosa (21%, 20%, dan 19%) dan SSG (1%, 2%,
dan 3%). Ketiga formulasi kultur starter selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Formulasi Kultur Starter Bakteri Indigenous Dadih Susu Kerbau


dengan Sinbiotik Terenkapsulasi dalam Bentuk Granul
Komposisi Formulasi % (b/b)
L21S1 L20S2 L19S3
Starter Lp RRM-01 50 50 50
Starter La RRM-01 1 1 1
Starter Bl RRM-01 1 1 1
Laktosa 21 20 19
Skim Bubuk 26 26 26
Starch Sodium Glikolat (SSG) 1 2 3
Total 100 100 100

Proses selanjutnya yaitu proses granulasi. Pembuatan granul kultur starter


bakteri indigenous dadih susu kerbau dengan sinbiotik terenkapsulasi menggunakan
metode granulasi basah, yang meliputi tahap penimbangan bahan-bahan,
pencampuran hingga homogen, penambahan larutan sukrosa, dan pengayakan tahap
pertama dengan ayakan ukuran 12 mesh. Hasil ayakan dikeringkan dalam oven
dengan temperatur 40o C selama 2 jam. Setelah itu dilakukan pengayakan tahap
kedua menggunakan ayakan ukuran 20 mesh. Proses granulasi kultur starter kering
dadih dengan sinbiotik terenkapsulasi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3.

23
Penimbangan bahan baku
granul kultur starter dadih
dengan sinbiotik terenkapsulasi

Larutan sukrosa

Pencampuran bahan I

Pengayakan tahap I, ukuran12 mesh

Pengeringan 40oC, 2 jam

Pengayakan tahap II, ukuran 20 mesh

Granul

Pengemasan secara vakum

Gambar 3. Proses Granulasi Kultur Starter Kering Dadih dengan Sinbiotik


Terenkapsulasi

Proses terakhir yang dilakukan pada penelitian I adalah evaluasi kultur starter
dadih dengan sinbiotik terenkapsulasi dalam bentuk granul. Pengamatan yang
dilakukan yaitu evaluasi terhadap sifat fisik dan mikrobiologis granul

a) Evaluasi Fisik Granul


Karakteristik fisik granul kultur starter yang terbentuk diuji melalui
pengujian waktu larut dan nilai kompresibilitas.

a.1 Waktu Larut (Wells, 1987). Sebanyak 10 gram sampel granul dimasukan
kedalam 60 ml susu. Dihitung waktu yang diperlukan granul untuk larut dengan

24
sempurna dalam gelas ukur menggunakan stopwatch. Kelarutan dinyatakan dalam
satuan menit.

a.2 Kompresibilitas (Wells, 1987). Sebanyak 50 gram granul dimasukkan kedalam


gelas ukur 100 ml, lalu diukur volumenya (V1). Berat jenis bulk = m/V1. Masa dalam
gelas ukur dimampatkan sampai volume tetap (V2). Berat jenis mampat = m/V2.

Kompresibilitas (%) = (Berat jenis mampat - Berat jenis bulk) x 100%


Berat jenis mampat

Nilai kompresibilitas yang didapat menggambarkan laju alir yang dimiliki


granul tersebut. Semakin baik laju alir maka semakin baik aliran granul. Hal ini
mempengaruhi kualitas granul dalam hal keseragaman produk apabila selama proses
granul melewati mesin pencetak tablet atau mesin pengemasan.

Tabel 2. Kriteria Indeks Kompresibilitas


Indeks kompresibilitas (%) Kategori lajur alir
<10 Istimewa
10-15 Baik
16-20 Sedang
21-25 Cukup Baik
26-31 Jelek
32-37 Sangat Jelek
> 38 Sangat-sangat Jelek
Sumber : United State Pharmacopeia, 2005.

b) Evaluasi Kualitas Mikrobiologi Granul


Karakteristik mikrobiologis granul kultur starter dadih diuji berdasarkan jumlah
bakteri asam laktat, total plate count (TPC) dan total koliform.

b.1 Jumlah Bakteri Asam Laktat (Dewan Standardisasi Nasional, 1992).


Sebanyak 1gram granul kultur starter dadih dimasukan kedalam tabung yang berisi
9 ml larutan buffer pepton water (BPW). Campuran dihomogenkan menggunakan
vortex sehingga didapat pengenceran sepersepuluh (P-1). Selanjutnya 1 ml dari
tabung P-1 dilarutkan kedalam larutan pengencer BPW 9 ml untuk memperoleh P2,
25
demikian seterusnya dengan cara yang sama hingga mendapatkan P-8. Pemupukan
dilakukan terhadap masing-masing pengenceran yang dikehandaki (P-6 sampai P-8)
media deMan Rogosa Sharpe agar (MRSA) dengan cara 1 ml inokulan dipipet ke
dalam cawan Petri steril dan selanjutnya medium MRSA yang telah dingin (37o C)
dituang kedalam cawan Petri steril tersebut sebanyak 12-15 ml. Campuran tersebut
dihomogenkan. Setelah agar mengeras, cawan Petri diinkubasi dengan posisi terbalik
pada suhu 37o C selama 24 - 48 jam. Jumlah bakteri ditentukan dengan metode
hitungan cawan dan untuk melaporkan hasil analisa digunakan standard plate count
(SPC).

b.2 Total Plate Count (Dewan Standardisasi Nasional, 1992). Sebanyak 1gram
granul kultur starter dadih dimasukan kedalam tabung yang berisi 9ml larutan buffer
pepton water (BPW). Campuran dihomogenkan menggunakan vortex sehingga
didapat pengenceran sepersepuluh (P-1). Selanjutnya 1 ml dari tabung P-1 dilarutkan
kedalam larutan pengencer BPW 9 ml untuk memperoleh P-2, demikian seterusnya
dengan cara yang sama hingga mendapatkan P-8. Pemupukan dilakukan terhadap
masing-masing pengenceran yang dikehandaki (P-6 sampai P-8) dalam media plate
count agar (PCA) dengan cara 1 ml inokulan dipipet ke dalam cawan Petri steril
dan selanjutnya medium PCA yang telah dingin (37o C) dituang kedalam cawan Petri
steril tersebut sebanyak 12-15 ml. Campuran tersebut dihomogenkan. Setelah agar
mengeras, cawan Petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37oC selama 24 -
48 jam. Jumlah bakteri ditentukan dengan metode hitungan cawan dan untuk
melaporkan hasil analisa digunakan standard plate count (SPC).

b. 3 Jumlah Bakteri Koliform (Dewan Standadisasi Nasional, 1992). Sebanyak


1gram granul kultur starter dadih dimasukan kedalam tabung yang berisi 9ml larutan
buffer pepton water (BPW). Campuran dihomogenkan menggunakan vortex
sehingga didapat pengenceran sepersepuluh (P-1). Selanjutnya 1 ml dari tabung P-1
dilarutkan kedalam larutan pengencer BPW 9 ml untuk memperoleh P-2, demikian
seterusnya dengan cara yang sama hingga mendapatkan P-8. Pemupukan dilakukan
terhadap masing-masing pengenceran yang dikehendaki (P-2sampai P-4) dalam media
violet red bile agar (VRBA) dengan cara sebanyak 1ml inokulan dipipet dalam ke
dalam cawan Petri steril dan selanjutnya medium VRBA dituangkan ke dalam cawan

26
Petri sebanyak 12 ml kemudian campuran tersebut dihomogenkan. Bila agar sudah
membeku, pada permukaannya dilapisi (over lay) dengan lapisan media agar yang
sama tetapi lebih tipis ( + 3), diamkan kembali hingga agar membeku. Setelah beku
cawan Petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37o C selama 24 - 48 jam.
Jumlah bakteri ditentukan dengan metode hitungan cawan dan untuk melaporkan
hasil analisa digunakan standard plate count (SPC).

Proses Pengemasan. Granul kultur starter dadih dengan sinbiotik terenkapsulasi


dikemas sacara vakum dan aseptik menggunakan aluminium foil berlapis low density
polyethylene (LDPE) pada bagian dalamnya dan tiap kemasan granul berisi 10g
untuk diaplikasikan ke dalam 200 ml susu.

Penelitian Tahap II

Pembuatan Produk Dadih Aplikasi Kultur Segar dan Kultur Granul Starter
Kering Dadih dengan Sinbiotik Terenkapsulasi. Di daerah asalnya Sumatra Barat
dadih merupakan produk olahan susu fermentasi yang terbuat dari susu kerbau. Susu
kerbau memiliki keistimewaan dibandingkan dengan susu sapi yaitu memiliki nilai
total solid yang lebih tinggi dibandingakan dengan susu sapi (TS susu kerbau
17,96% dan TS susu sapi 12,15%) ini menunjukan bahwa susu kerbau memiliki
kandungan protein dan lemak yang lebih tinggi, dan secara kasat mata susu kerbau
memiliki kekentalan yang lebih tinggi. Dadih susu kerbau memiliki tekstur yang
lebih padat dibandingkan produk susu fermantasi lain dan menyerupai tahu. Guna
mendapatkan dadih susu sapi yang memiliki sifat fisik yang hampir sama dengan
dadih susu kerbau, maka perlakuan yang dilakukan terhadap susu sapi adalah dengan
cara evaporasi. Evaporasi dilakukan dengan memanaskan susu sapi (whole milk)
pada suhu 80-85oC hingga volume susu berkurang 50%, ini bertujuan meningkatkan
nilai total solid susu sapi. Standardisasi dilakukan dengan menambahkan lemak susu
(krim) kedalam susu sapi agar benar-benar serupa dengan susu kerbau. Setelah
didapat susu sapi evaporasi didinginkan hingga 45oC lalu diinokulasi dengan
menambahkan kultur starter Lp RRM-01 sebanyak 5% dari jumlah dadih yang
dibuat, dihomogenisasi sebelum inkubasi selama 14 jam pada suhu 37oC. Langkah
pembuatan produk dadih aplikasi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar. 4

27
Susu sapi segar (whole milk)
200 ml

Evaporasi susu sapi (50% ; 80-850C)

Standardisasi bahan baku dengan penambahan krim

Homogenisasi dan pendinginan suhu sampai 45oC

Inokulasi kultur segar atau granul kultur starter dadih 5% (b/v)

Pengemasan dalam wadah

Inkubasi (37oC ; 14 jam)

Dadih

Gambar 4. Proses Pembuatan Produk Dadih Menggunakan Kultur Segar


atau Granul Kultur Starter Dadih dengan Sinbiotik Terenkapsulasi

Pengujian Kualitas Mikrobiologi Dadih Sinbiotik Hasil Aplikasi Granul pada


Susu Sapi. Aplikasi granul kultur starter dadih dengan sinbiotik terenkapsulasi
dilakukan dengan penambahan 5% granul kedalam susu sapi hasil evaporasi yang
kemudian diinkubasi dalam inkubator suhu 37oC selama 14 jam. Campuran
pengenceran sepersepuluh (P-1) selanjutnya 1 ml dari tabung P-1 dilarutkan kedalam
larutan pengencer BPW 9ml untuk memperoleh P-2, demikian seterusnya dengan cara
yang sama hingga mendapatkan P-8. Pemupukan dilakukan terhadap masing-masing
pengenceran yang dikehandaki (P-6 sampai P-8) media agar yang diperlukan dengan

28
cara 1 ml inokulan dipipet ke dalam cawan Petri steril dan selanjutnya medium agar
yang telah dingin (37o C) dituang kedalam cawan Petri steril tersebut sebanyak 12-15
ml.. Langkah pengujian mikrobiologi dadih aplikasi granul kultur starter dadih
dengan sinbiotik terenkapsulasi ditampilkan pada Gambar 5.

Susu sapi steril hasil


evaporasi sebanyak 3
ulangan + 5% granul starter
kering dadih denga probiotik
terenkapsulasi

Inkubasi pada suhu 37o C selama 14 jam

Pengujian mikrobiologi dadih aplikasi


pada masing-masing media agar

Gambar 5. Proses Pengujian Mikrobiologi Granul Kultur Starter Dadih


dengan Sinbiotik Terenkapsulasi pada Susu Sapi

29
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Tahap I

Konfirmasi Kultur Starter Dadih dan Probiotik


Kultur starter merupakan bagian terpenting dalam produk susu fermentasi,
dan menentukan kualitas produk yang dihasilkan baik secara fisik, kimia
mikrobiologis dan organoleptik. Pemeriksaan terhadap kultur starter bertujuan untuk
memastikan bahwa kultur starter yang digunakan tidak terkontaminasi oleh
mikroorganisme lain terutama oleh mikroorganisme patogen.
Kemurnian kultur starter dibuktikan melalui pemeriksaan morfologi dan
pengujian sifat katalase. Pemeriksaan morfologi kultur starter terdiri atas
Lactobacillus plantarum (Lp RRM-01), Bifidobacterium longum (Bl RRM-01) dan
Lactobacillus acidophilus (La RRM-01) dengan bantuan metode pewarnaan Gram
mendapatkan data bahwa masing-masing kultur memiliki bentuk yang seragam
artinya tidak terkontaminasi dengan bakteri lain dan termasuk kedalam jenis bakteri
Gram positif. Karakteristik dan bentuk morfologi dan masing-masing kultur starter
dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 6.

Tabel 3. Karakteristik Kultur Starter Dadih dengan Probiotik Terenkapsulasi


Bakteri Pewarnaan Morfologi Bentuk Sifat
Gram dan Susunan Katalase
Lp RRM-01 Positif Batang Negatif
La RRM-01 Positif Batang Negatif
Bl RRM-01 Positif Batang Pendek Negatif

Lactobacillus plantarum

30
Lactobacillus acidophilus Bifidobacterium longum
Gambar 6. Bentuk Morfologis Lp RRM-01, La RRM-01 dan Bl RRM-01
dengan Pewarnaan Gram (Perbesaran 100x)

Kultur starter dadih L. plantarum maupun bakteri probiotik L. acidophilus


dan B. longum ketiganya dikelompokan sebagai bakteri Gram positif karena hasil
pewarnaan Gram menunjukan kemampuan bakteri dalam mempertahankan warna
ungu yang berasal dari zat pewarna kristal violet, walaupun telah dibilas dengan
larutan pemucat yaitu alkohol 95% dan setelah diberi pewarna tandingan yaitu
safranin.
Kelompok bakteri Gram positif dibedakan dari Gram negatif karena
komponen dinding selnya yang berbeda. Kandungan utama dinding sel bakteri Gram
positif adalah peptidoglikan yang dapat mempertahankan zat warna ungu violet
sehingga akan tetap berwarna ungu walaupun telah diberi larutan pemucat yaitu
alkohol 95%, sedangkan kandungan utama dinding sel bakteri Gram negatif yaitu
lipopolisakarida yang tidak dapat mempertahankan warna ungu kristal violet
sehingga berwarna merah setelah diberi zat pewarna tandingan yaitu safranin.
Pengamatan morfologi terhadap Lactobacillus plantarum menunjukan bahwa
Lactobacillus plantarum berbentuk batang dan mempunyai susunan tunggal atau
rantai pendek. Hal ini sesuai dengan Robinson dan Tamime (1985) yang menyatakan
bahwa Lactobacillus plantarum berasal dari famili Lactobaciliceae,berbentuk batang
dan pada umumnya tunggal atau membentuk rantai pendek.
Lactobacillus acidophilus mempunyai morfologi dengan bentuk batang dan
susunan tunggal atau rantai pendek. Rahman et al.(1992) yang menyatakan bahwa

31
Lactobacillus acidophilus merupakan bakteri berbentuk batang dan termasuk
golongan bakteri Gram positif.
Pengamatan morfologi terhadap Bifidobacterium longum mendapatkan data
bahwa bakteri ini berbentuk batang pendek dengan susunan tunggal atau rantai
pendek. Hasil ini sesuai Holt et al. (1994) yang menyatakan bahwa Bifidobacterium
termasuk golongan eubacteria yang berbentuk batang. Beberapa strain akan
menunjukkan bentuk batang yang tidak beraturan dan bercabang. Bentuk Y sering
dijumpai pada penampilan genus ini dan disebut juga sebagai pleomorphic. Menurut
Winarno (1991) bentuk Y pada B. longum terjadi akibat terbelahnya bagian ujung
badan sel karena pada saat pertumbuhan mengalami kekurangan nutrisi yang
dibutuhkan. Pada penelitian ini tidak didapatkan sel bakteri B. longum dalam bentuk
Y.
Pengujian katalase bertujuan untuk mengetahui keberadaan atau produksi
anzim katalase oleh kultur starter bakteri asam laktat ataupun bakteri probiotik.
Produksi enzim katalase dapat diketahui bila H2O2 yang diteteskan di atas preparat
bakteri akan bereaksi dengan melapaskan gas O2 yang dapat dilihat melalui
gelembung-gelembung gas sehingga dinyatakan sebagai jenis bakteri katalase positif.
Bakteri yang tidak menghasilkan gas O2 setelah ditetesi H2O2 berarti
memiliki enzim peroksidase dan digolongkan kedalam bakteri katalase negatif.
Reaksi enzim peroksidase dalam mengkatalis reaksi antara H2O2 dengan senyawa
organik adalah:

Oksidasi oleh
H2O2 + Senyawa organik Senyawa organik + H2O
Peroksidase teroksidasi

Kultur starter dadih Lactobacillus plantarum (Lp RRM-01), Bifidobacterium


longum (Bl RRM-01) dan Lactobacillus acidophilus (La RRM-01) tidak
menghasilkan gelembung-gelembung gas O2 pada saat ditetesi dengan H2O2
sehingga digolongkan sebagai bakteri katalae negatif.

Penentuan Waktu Pemanenan L. plantarum (Lp RRM-01) dan Bakteri


Probiotik (La RRM-01 dan Bl RRM-01)
Penentuan kurva pertumbuhan bakteri asam laktat dilakukan bertujuan untuk
mengetahui fase pertumbuhan sel bakteri tiap jamnya selama inkubasi 24 jam,

32
mengetahui fase logaritmik yaitu fase saat bakteri dapat berkembang secara
maksimal, dan jumlahnya mengikuti kurva logaritmik sehingga diketahui masa
inkubasi yang tepat sebelum dilakukan pemanenan (Fardiaz, 1992). Pemanenan pada
fase logaritmik sangat perlu dilakukan untuk menghindari fase lag atau masa adaptasi
yang terlalu lama sebelum BAL dapat memfermentasi susu.
Bakteri yang digunakan sebagai kultur starter harus memiliki viabilitas tinggi.
Menurut Salminen dan Wright (1998) syarat minimal jumlah kultur starter untuk
susu fermentasi adalah 108 cfu/ml, oleh sebab itu perlu diketahui lama inkubasi yang
tepat yang diperlukan untuk mendapatkan kondisi kultur yang optimal sebagai kultur
starter. Bakteri yang diamati pertumbuhannya yaitu Lactobacillus plantarum (Lp
RRM-01), Lactobacillus acidophilus (La RRM-01) dan Bifidobacterium longum (Bl
RRM-01).
Fase-fase pertumbuhan Lp RRM-01 meliputi fase adaptasi (0-4 jam
inkubasi), fase pertumbuhan awal (4-7 jam inkubasi), fase logaritmik (7-24 jam
inkubasi), dan fase stasioner (lebih dari 24 jam inkubasi). Pemanenan sel bakteri Lp
RRM-01 dilakukan pada fase logaritmik yaitu pada waktu inkubasi ke- 14 jam.
Kurva pertumbuhan Lp RRM-01 dapat dilihat pada Gambar 7.

Populasi (log 10 cfu/ml)


12.0
11.5
11.0
10.5
10.0
9.5
9.0
8.5
8.0
7.5
7.0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
waktu (jam)

Gambar 7. Kurva pertumbuhan Lp RRM-01 Selama 24 jam

Fase-fase pertumbuhan pada La RRM-01 meliputi fase adaptasi (0-4 jam


inkubasi), fase pertumbuhan awal (4-6 jam inkubasi), fase logaritmik (6-15 jam
inkubasi), fase pertumbuhan lambat (15-20 jam inkubasi) dan fase stasioner (lebih
dari 20 jam inkubasi). Pemanenan sel La RRM-01 dilakukan pada fase logaritmik
yaitu pada waktu ke- 15 jam inkubasi. Kurva pertumbuhan La RRM-01 dapat dilihat

33
pada Gambar 8.

Populasi (log 10 cfu/ml)

11.8
11.4
11
10.6
10.2
9.8
9.4
9
8.6
8.2
7.8
7.4
7
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
waktu (jam)

Gambar 8. Kurva pertumbuhan La RRM-01 Selama 24 jam

Fase-fase pertumbuhan pada Bl RRM-01 meliputi fase adaptasi (0-2 jam


inkubasi), fase pertumbuhan awal (2-4 jam inkubasi), fase logaritmik (4-10 jam
inkubasi) fase pertumbuhan lambat (10-12 jam inkubasi) dan fase stasioner (lebih
dari 12 jam inkubasi). Pemanenan sel Bl RRM-01 dilakukan pada saat inkubasi t-15
jam inkubasi. Pemanenan pada waktu ini dilakukan karena pada waktu inkubasi t-15
jumlah populasi bakteri Bl RRM-01 dalam jumlah maksimal yaitu sebesar 9,088 log
10 cfu/ml. Kurva pertumbuhan Bl RRM-01 dapat dilihat pada Gambar 9.

Populasi (log 10 cfu/ml)


9.4
9.2
9
8.8
8.6
8.4
8.2
8
7.8
7.6
7.4
7.2
7
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

waktu (jam)

Gambar 9. Kurva pertumbuhan Bl RRM-01 Selama 24 jam

Pemanenan disarankan pada saat bakteri berada pada fase logaritmik , yaitu
fase pada saat bakteri berkembang biak secara maksimal. Hal ini bertujuan agar pada
saat menumbuhkan kembali starter dadih pada apliksi tidak mengalami fase adaptasi

34
yang terlalu lama.
Jumlah populasi kultur starter dadih dan probiotik pada fase logaritmik secara
berturut-turut yaitu Lp RRM-01 sebesar 10, 361 log 10 cfu/ml, La RRM-01 sebesar
10,505 log 10 cfu/ml dan Bl RRM-01 sebesar 9,088 log 10 cfu/ml. Populasi kultur
starter L. plantarum dan probiotik tersebut masih memenuhi ketentuan Codex (2003)
dengan syarat minimal jumlah populasi kultur starter dadih minimal 7 log 10 cfu/g.
Media pertumbuhan yang digunakan adalah MRSB dan diinkubasi pada suhu
o
37 ± 1 C. Adanya perbedaan waktu dalam mencapai fase logaritmik pada kultur
starter Lp RRM-01 dan probiotik dikarenakan ada perbedaan kemampuan bakteri
dalam beradaptasi pada media tempat bakteri tumbuh. Selama pertumbuhannya,
suatu jenis mikroba akan melakukan perbanyakan sel dengan cara membelah diri
menjadi dua, kemudian masing-masing membelah lagi menjadi dua sehingga pada
saat generasi jumlahnya menjadi dua kali populasi sebelumnya.
Jumlah populasi kultur starter dadih dan probiotik pada fase logaritmik secara
berturut-turut yaitu Lp RRM-01 sebesar 10, 361 log 10 cfu/ml, La RRM-01 sebesar
10,505 log 10 cfu/ml dan Bl RRM-01 sebesar 9,088 log 10 cfu/ml. Populasi kultur
starter L. plantarum dan probiotik tersebut masih memenuhi ketentuan Codex (2003)
dengan syarat minimal jumlah populasi kultur starter dadih minimal 7 log 10 cfu/g.
Media pertumbuhan yang digunakan adalah MRSB dan diinkubasi pada suhu
o
37 ± 1 C. Adanya perbedaan waktu dalam mencapai fase logaritmik pada kultur
starter Lp RRM-01 dan probiotik diduga karena ada perbedaan kemampuan bakteri
dalam beradaptasi pada media tempat bakteri tumbuh. Selama pertumbuhannya,
suatu jenis mikroba akan melakukan perbanyakan sel dengan cara membelah diri
menjadi dua sehingga pertumbuhan bakteri berkembang secara eksponensial. Waktu
yang dibutuhkan untuk terjadi proses ini disebut waktu generasi (Fardiaz, 1992),
yang dapat digunakan untuk memprediksi populasi setiap mikroba dalam jangka
waktu yang ditentukan. Perbedaan waktu generasi ini disebabkan oleh perbedaan
kondisi lingkungan tumbuh optimal dari masing-masing kultur starter Lp RRM-01
dan probiotik.
Menurut Ray (2001) kurva pertumbuhan mikroba tergantung pada
karakteristik spesies mikroba dan kondisi lingkungan. Suhu optimum pertumbuhan
L. plantarum pada kisaran 37oC (Fardiaz, 1989), L. acidophilus 35-45oC dan B.

35
longum 36-38oC (Nakazawa dan Hosono, 1992). Faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroba dalam makanan tergantung pada ketersediaan nutrisi, air, pH,
suhu, oksigen dan potensi oksidasi-reduksi, adanya zat penghambat, dan adanya
persaingan antar mikroba lain, (Fardiaz, 1992). Tiap-tiap mikroba mempunyai
kecepatan pertumbuhan yang berbeda-beda meskipun kondisi lingkungan telah
dikondisikan dalam keadaan yang sama.

Pembuatan Kultur Starter Kering Bakteri Indigenous Dadih Susu Kerbau


Proses pembuatan kultur starter kering dadih dilakukan dengan menggunakan
metode spray dry (pengeringan semprot), dengan suhu inlet 180oC dan suhu outlet
80oC. Susu skim steril yang telah diinokulasi dengan bakteri Lp RRM-01 ini
diinkubasi hingga fase logaritmik selama 14 jam. Setelah selesai masa inkubasi
ditambahkan maltodekstrin sebanyak 4% dan laktosa sebanyak 6% yang kemudian
dihomogenisasi.
Menurut Kennedy et al. (1995), maltodekstrin ditambahkan sebagai bahan
pengisi atau filler pada produk sehingga dapat meningkatkan viskositas, mengurangi
kehilangan volume setelah pengeringan, meningkatkan kelarutan dan membantu
penyebaran produk yang dikeringkan sehingga tidak lengket atau menempel pada
permukaan dinding mesin spray dryer. Penambahan laktosa sebesar 6% pada
pembuatan kultur starter dadih bertujuan sebagai zat kriogenik, meningkatkan
viskositas produk yang dihasilkan, sebagai pelindung dan menjaga viabilitas bakteri
pada saat proses pengeringan semprot. Perubahan jumlah populasi Lp RRM-01
dalam kultur starter kering dadih dapat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rerata Populasi Lp RRM-01 Selama Proses Pembuatan Kultur
Starter Kering
Kultur Populasi Lp RRM-01
Starter Starter Sebelum Setelah Penurunan Populasi
Feeder Spray Dry *) Spray Dry
----------------------------log 10 cfu/g----------------------------------
Lp RM01 8,7 + 0,19 8,5 + 0,13 8,3 + 0,18 0,4
Keterangan : *) Kultur starter kerja dadih yang ditambahkan laktosa 6% dan maltodekstrin 4%

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jumlah populasi kultur starter Lp


RRM-01 dari populasi starter feeder, sebelum spray dry, hingga setelah spray dry
tidak mengalami penurunan yang nyata (P > 0,05) dan masih dapat mempertahankan
36
populasi > 8 log 10 cfu/g. Hal ini berarti penambahan maltodekstrin sebelum spray
dry dan proses spray dry yang dilakukan pada kultur starter dadih tidak
mempengaruhi jumlah kultur bakteri Lp RRM-01.
Menurut Prangdimurti (1996), penggunaan suhu tinggi pada selama proses
pengeringan semprot mengakibatkan bakteri tidak sanggup bertahan, namun
kerusakan sel bakteri asam laktat yang dihasilkan akibat dari pengeringan semprot
dapat diminimalkan dengan penambahan senyawa-senyawa kriogenik seperti ekstrak
malt, sukrosa, laktosa, glukosa, gliserol, asam, L-glutamat, L-arginin, asetil glisin,
kasiton dan gula-gula alkohol. Penurunan jumlah kultur starter yang cukup tinggi
setelah pengeringan semprot juga dapat diperkecil dengan cara mengusahakan
jumlah sel bakteri asam laktat yang tinggi sebelum proses pengeringan (Gilliand,
1986). Berdasarkan hasil perlakuan penambahan laktosa 6%, penentuan suhu
pengeringan yang tepat yaitu inlet 1800C outlet 800C serta mengusahakan jumlah
bakteri yang tinggi sebelum pengeringan yaitu pemanenan pada fase logaritmik,
menghasilkan penurunan jumlah populasi kultur starter dadih yang tidak signifikan.

Pembuatan Kultur Starter Kering Bakteri Probiotik Lactobacillus acidophilus


(La RRM-01) Terenkapsulasi dan Bifidobacterium longum (Bl RRM-01)
Proses mikroenkapsulasi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakaan
metode Reyed (2007) yang telah dimodifikasi. La RRM-01 dan Bl RRM-01
ditumbuhkan pada media MRSB yang ditambah dengan laktosa 2% dan dinkubasi
pada suhu 370C selama 15 jam. Panen bakteri dilakukan secara sentrifuse dingin.
Selama proses mikroenkapsulasi viabilitas probiotik dipertahankan dengan cara
penambahan susu skim, gliserol, CaCO3 dan penambahan prebiotik yaitu inulin.
Proses mikroenkapsulasi dilakukan dengan memasukan probiotik dan bahan bahan
pendukung viabilitas probiotik ke dalam larutan sodium alginat 3%, dilanjutkan
dengan penetasan ke dalam larutan CaCl2 0,1 M menjadi butiran kapsul probiotik
(biokapsul) dengan permukaan dinding kapsul yang kompak dan keras. Reyed (2007)
mendapatkan penjeratan probiotik dalam sodium alginat 3% dan penetesan campuran
ke dalam larutan CaCl2 0,1 M mampu mempertahankan populasi probiotik
(L. acidophilus) tetap tinggi yaitu dengan jumlah populasi bakteri probiotik sekitar
9,6 log 10 cfu/ml sebelum proses freeze dry dan setelah proses freeze dry sekitar 9,5
log 10 cfu/ml. Selanjutnya dilakukan perendaman dalam NaCl fisiologis, pencucian
37
dan penghilangan unsur CaCl2 dalam aquades steril dengan cara stirred lalu
penyaringan. Proses akhir yaitu pengeringan adonan enkapsulasi dengan metode
freeze dry (pengeringan beku).
Gel alginat yang terbentuk setelah penambahan air akan membentuk matriks-
matriks yang akan menjerat probiotik dan bahan pendukung viabilitas probiotik.
Gliserol ditambahkan dan dilakukan pencampuran ke dalam adonan sebelum
dilakukan proses mikroenkapsulasi. Menurut Milanovic et al. (2001) gliserol
merupakan salah satu zat yang berfungsi sebagai krioprotektan. Campuran alginat
tersebut kemudian diteteskan dalam larutan CaCl2 yang berfungsi untuk
mengeraskan butiran probiotik yang terenkapsulasi menjadi lebih kompak dan stabil.
Penjeratan dalam sodium alginat, penambahan inulin sebagai prebiotik susu skim dan
CaCO3 dan penetesan dalam larutan CaCl2 mendukung sampainya probiotik
kedalam saluran pencernaan manusia dalam jumlah besar.
Mikroenkapsulasi menghasilkan biokapsul berwarna putih kekuningan hal ini
sesuai dengan warna asli sodium alginat (Fardiaz, 1992). Memiliki bentuk bulat dan
kompak setelah penetesan kedalam larutan CaCl2. Ukuran diameter biokapsul sekitar
+ 5 mm bergantung dari ukuran alat distributor untuk meneteskan butiran biokapsul
yang dipakai. Penampilan probiotik yang terenkapsulasi sebelum freeze dry dapat
dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Probiotik Setelah Proses Mikroenkapsulasi

Perubahan jumlah kultur bakteri probiotik selama proses mikroenkapsulasi


diketahui dengan menghitung jumlah populasi bakteri dengan metode perhitungan
cawan pada saat sebelum mikroenkapsulasi, setelah mikroenkapsulasi dan setelah

38
freeze dry. Jumlah rata-rata populasi kultur bakteri La RRM-01 sebelum
mikroenkapsulasi sebesar 10,4 + 0,08 log 10 cfu/g dan jumlah ini menurun hingga 7,7
+ 0,42 log 10 cfu/g setelah proses freeze dry. La RRM-01 mengalami penurunan yang
sangat nyata pada selang kepercayaan 99% (P<0,01) pada proses mikroenkapsulasi
hingga freeze dry sebesar 2,7 log 10 cfu/g.
Nilai rata-rata populasi kultur Bl RRM-01 sebelum mikroenkapsulasi sebesar
8,9 + 0,04 log 10 cfu/g dan jumlah ini dipertahankan hingga 7,8 + 0,27 log 10 cfu/g
setelah proses freeze dry. Jumlah rata-rata Bl RRM-01 selama proses
mikroenkapsulasi mengalami penurunan yang tidak nyata pada selang kepercayaan
95% (P>0,05), namun setelah proses freeze dry jumlah Bl RRM-01 mengalami
penurunan yang nyata pada selang kepercayaan 95% (P<0,05). Penurunan jumlah Bl
RRM-01 selama proses mikroenkapsulasi hingga proses freeze dry sebesar 1,1 log 10
cfu/g. Data penurunan jumlah populasi masing-masing bakteri dapat dilihat pada
Tabel 5.

Tabel 5. Perubahan Populasi Probiotik Selama Proses Mikroenkapsulasi


Jumlah Rerata Populasi Probiotik
Sebelum Setelah Setelah Freeze Penurunan
Jenis Probiotik Mikroenkapsulasi Mikroenkapsulasi Dry Populasi
----------------------- log 10 cfu/g -------------------------- (%)
La RRM-01 10,4 + 0,08 A 9,2 + 0,27 B 7,7 + 0,42 c 2,7 25,0
a a b
Bl RRM-01 8,9 + 0,04 8,7 + 0,16 7,8 + 0,27 1,1 12,4
Keterangan : Superskript huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak nyata P>0,05
dan huruf berbeda menunjukkan nyata P<0,05

Penurunan jumlah populasi bakteri pada proses mikroenkapsulasi diantaranya


dikarenakan pada saat proses mikroenkapsulasi berbagai penanganan terhadap
probiotik tidak dapat benar-benar anaerob. Pencampuran adonan dengan pengadukan
dan proses penyaringan yang berulang-ulang mengakibatkan inkorporasi oksigen ke
dalam adonan probiotik semakin besar, sedangkan oksigen merupakan racun bagi
bakteri probiotik yang bersifat anaerob. Bakteri yang bersifat anaerob tidak memiliki
enzim superoksida dismutase maupun katalase, sehingga oksigen merupakan racun
bagi bakteri tersebut karena senyawa yang terbentuk dari reaksi flavoprotein dengan
O2 yaitu H2O2 dan O2- tidak dapat dipecah oleh bakteri tersebut (Fardiaz, 1992).
Keberadaan oksigen untuk organisme anaerob akan menyebabkan peningkatan

39
potensial reduksi oksidasi yang dapat menghambat transfer elektron dalam respirasi
anaerob (Jay, 1996). Penambahan bahan-bahan tambahan lain sebagai zat pelarut
saat mikroenkapsulasi juga membuat konsentrasi atau total padatan massa sel bakteri
La RRM-01 dan Bl RRM-01 dalam media mikroenkapsulasi semakin berkurang.
Populasi probiotik dapat dipertahankan sebesar 7,7 + 0,42 log 10 cfu/ml pada
La RRM-01 dan 7,8+ 0,27 log 10 cfu/ml pada Bl RRM-01. Jumlah ini masih sangat
memenuhi persyaratan jumlah kultur starter probiotik yang harus mempunyai
viabilitas atau jumlah sel-sel yang aktif > 6 log 10 koloni/ml (Suscovic et al., 2001).
Jumlah rataan populasi probiotik yang terenkapsulasi yang dilakukan oleh Sultana et
al. (2000) sekitar ≥ 1,0 x 107 cfu/g dengan menggunakan alginat dan gliserol sebagai
krioprotektan. Selain itu, jumlah rataan populasi La RRM-01 dan Bl RRM-01 setelah
menjadi produk biokapsul sudah sesuai dengan standar FAO/WHO bahwa standar
untuk jumlah populasi bakteri yang harus ada dalam kultur starter sekitar 106-107
cfu/g.
Metode pengeringan beku kultur starter yang paling banyak digunakan karena
metode ini menghasilkan viabilitas dan persentase mikroba hidup selama
penyimpanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengeringan lainnya (Tamime
dan Robinson, 1989), sehingga diharapkan penurunan jumlah populasi dapat terjadi
sekecil mungkin.
Jumlah populasi dapat dipertahankan sejumlah diatas dikarenakan beberapa
perlakuan yang bertujuan menjaga viabilitas probiotik, diantaranya adalah
penambahan skim yang melindungi dinding sel bakteri pada saat proses pengeringan,
laktosa dan gliserol sebagai kriogenik yang mempertahankan viabilitas probiotik saat
proses mikroenkapsulasi, inulin yang berperan sebagai substrat prebiotik dan
pemilihan metode pengeringan yang tepat yaitu freeze dry (pengeringan beku).

Formulasi, Pembuatan dan Evaluasi Kultur Starter Dadih dengan Sinbiotik


Terenkapsulasi dalam Bentuk Granul.

Formulasi Kultur Starter Dadih dengan Sinbiotik Terenkapsulasi. Berdasarkan


perhitungan cawan yang dilakukan menghasilkan data bahwa secara keseluruhan
granul kultur starter dadih masing-masing formula memiliki karakteristik
mikrobiologi yang baik dengan jumlah populasi BAL > 7 log 10 cfu/g. Bahan-bahan

40
yang menjadi pembeda tiap formulasi granul yaitu terletak pada jumlah laktosa dan
SSG yang digunakan walaupun demikian setelah pengujian sacara statistik tidak
menghasilkan data yang berbeda. Penggunaan laktosa didalam formulasi berguna
sebagai sumber energi dan sumber karbon bagi bakteri selama pertumbuhan.
Menurut Helferich dan Weshoff (1980) sebanyak 0,5% dari 5% laktosa yang ada
pada susu digunakan untuk pertumbuhan dan sisanya akan diubah menjadi asam
laktat. Selain itu menurut Fitria (1999) laktosa digunakan sebagai senyawa kriogenik
(bahan pelindung) sebanyak 6% yang ditambahkan untuk memperbaiki mikrobiologi
sebelum dilakukan pengeringan. Laktosa juga berguna sebagai bahan pengisi,
mencegah kerusakan bakteri akibat panas, melapisi komponen flavour serta
meningkatkan jumlah total padatan, memperbesar volume, dan mempercepat proses
pengeringan (Nuraida, 1994).

Pembuatan Kultur Starter Dadih dengan Sinbiotik Terenkapsulasi dalam


Bentuk Granul. Proses granulasi kultur starter kering dadih dilakukan dengan
metode granulasi basah, setelah pencampuran berbagai macam bahan ditambahkan
cairan pengikat atau perekat berupa larutan sukrosa 60% (b/v) kedalam campuran
serbuk, melewatkan adonan yang lembab melalui ayakan yang ukurannya sesuai
dengan yang diinginkan yaitu ukuran 12 mesh, lalu granul yang dihasilkan setelah
pengayakan dikeringkan didalam oven pada suhu 40oC selama 2 jam setelah itu
diayak lagi dengan ayakan yang ukurannya lebih kecil ukuran 20 mesh.
Menurut Lachman (1994) diantara bahan pengikat yang ada yang digunakan
adalah 10-20% cairan berair yang dibuat dari tepung jagung, 25-50% larutan
glukosa, molases dan berbagai macam gom alami. Umumnya kerja pengikat akan
lebih efektif bila serbuk dicampur dengan perekat dalam bentuk cair. Larutan sukrosa
60% (b/v) yang dicampurkan dalam serbuk sebanyak 5 ml yang merupakan hasil
pengujian trial error yang telah diujikan sebelumnya. Jumlah ini dikatakan baik
karena jumlah ini sudah memberikan kelembaban yang cukup sehingga serbuk dapat
tercampur dengan baik. Penambahan cairan pengikat yang terlalu banyak akan
membasahi serbuk secara berlebihan sehingga menghasilkan granul yang terlalu
keras. Granul yang terlalu keras akan menghambat kerja perlakuan selanjutnya yaitu
pengayakan.

41
Karakteristik fisik granul yang dihasilkan memiliki terkstur yang agak kasar.
Tekstur granul dipengaruhi oleh kadar air yang berasal dari larutan sukrosa. Air
merupakan bagian terpenting dalam bahan makanan karena dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur dan cita rasa makanan (Winarno, 1991). Pengeringan granul
dengan suhu 40oC selama 2 jam, hal ini sudah sesuai menurut Ansel (1989) yang
menyatakan bahwa pada suhu 33,89o- 40o C (93-104o F) terjadi pelepasan kristal air
yang melarutkan sebagian besar dari campuran serbuk.
Warna granul kultur starter kering dadih dengan sinbiotik terenkapsulasi
adalah kuning kecoklatan. Warna ini berasal dari berbagai campuran bahan baku
yang digunakan. Warna coklat berasal dari warna susu skim yang mengalami reaksi
Maillard akibat proses sterilisasi pada susu skim yaitu pemanasan pada suhu 1150 C
selama 3 menit sebelum proses inokulasi kultur starter Lp RRM-01. Warna kuning
berasal dari bahan baku lain yaitu susu skim bubuk. Aroma dan rasa granul starter
kering dadih diperoleh dari kombinasi hasil metabolisme bakteri asam laktat yang
menghasilkan asam laktat dan senyawa-senyawa volatil, dan susu skim yang
ditambahkan kedalamnya. Bentuk dan penampakan fisik granul kultur starter dadih
dengan sinbiotik terenkapsulasi dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Granul Kultur Starter Dadih dengan Sinbiotik Terenkapsulasi

Evaluasi Kualitas Fisik Granul Kultur Starter Kering Dadih dengan Sinbiotik
Terenkapsulasi
Waktu Larut. Pengukuran waktu larut granul starter kering dadih dengan sinbiotik
terenkapsulasi dilakukan untuk mengetahui waktu yang diperlukan untuk melarutkan
granul secara sempurna. Hasil pengukuran waktu larut granul kultur starter dadih

42
dengan sinbiotik terenkapsulasi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengujian Waktu Larut Granul Kultur Starter Dadih dengan


Sinbiotik Terenkapsulasi
Formula Rerata Waktu Larut Granul (menit)
L21S1 12,37
L20S2 11,41
L19S3 11,11

Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa granul starter dadih formulasi L19S3


mempunyai waktu larut yang paling singkat yaitu sekitar 11,11 menit. Pengujian
secara statistik pada waktu larut granul kultur starter dadih tidak menunjukan hasil
yang berbeda (P>0,05) sehingga dapat dismpulkan bahwa penggunaan formulasi
yang berbeda tidak menghasilkan waktu larut yang berbeda.

Kompresibilitas. Kompresibilitas merupakan sifat untuk membentuk masa yang


stabil dan kompak bila diberi tekanan (Lachman et al., 1994). Hasil pengukuran
kompresibilitas pada ketiga formulasi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Indeks Kompresibilitas Granul Starter Kering Dadih dengan


Sinbiotik Terenkapsulasi
Rerata Indeks
Formula Kompresibilitas (%) Kategori Lajur Alir
L21S1 29,33 jelek
L20S2 16,28 sedang
L19S3 21,59 cukup baik

Berdasarkan data diatas formulasi granul terbaik menurut parameter


kompresibilitas adalah granul kultur starter dadih formula L20S2 yaitu sebesar
16,28%. Menurut United Stated Pharmacope (2005), nilai kompresibilitsas granul
kultur starter dadih termasuk dalam kategori sedang dalam kategori lajur alir dengan
kisaran 16-20%.

Evaluasi Kualitas Mikrobiologis Granul Kultur Starter Dadih dengan Sinbiotik


Terenkapsulasi

Viabilitas Bakteri Asam Laktat. Kualitas granul kultur starter dadih sebagai
minuman susu fermentasi yang diperkaya dengan sinbiotik terenkapsulasi ditentukan
oleh populasi bakteri asam laktat dalam jumlah yang tinggi pada minuman tersebut.

43
Menurut Tamime dan Robinson (1989) minuman dapat dikatakan sebagai minuman
probiotik jika memiliki kandungan bakteri asam laktat minimal 106 cfu/ml. Semakin
banyak bakteri asam laktat yang terdapat pada produk maka diharapkan kualitas dan
jumlah probiotik semakin tinggi sehingga produk susu fermentasi tersebut dapat
dikatakan sebagai produk pangan fungsional. Hal ini terkait dengan kemampuan
bakteri asam laktat untuk mencapai saluran pencernaan manusia. Kondisi saluran
pencernaan dengan pH yang sangat rendah merupakan kendala yang sangat
menentukan jumlah BAL dapat mencapai usus halus, maka dari itu sejak awal
viabilitas BAL diusahakan tinggi.
Diantara ketiga formula granul yang dibuat, jumlah viabilitas Lp RRM-01
tertinggi terdapat pada granul dadih formula L20S2. Jumlah populasi bakteri Lp
RRM-01 pada tiap formulasi granul disajikan dalam bentuk diagram batang pada
Gambar 12.

8,1 + 0,31 8,5 + 0,84 7,9 + 0,31


9.0
8.0
Populasi (log10 cfu/g)

7.0
6.0
5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0
L21S1 L20S21 L19S3

Gambar 12. Diagram Jumlah Populasi Lp RR-M01 pada Tiap Formula


Granul Kultur Starter Dadih dengan Sinbiotik Terenkapsulasi

Jumlah populasi Lp RRM-01 tertinggi dihasilkan dari granul formula L20S2


yaitu sebesar 8,5 + 0,84 log 10 cfu/g namun, setelah pengujian secara statistik
menunjukan bahwa jumlah populasi dari ketiga formulasi tidak berbeda (P>0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan formulasi yang digunakan tidak
menghasilkan populasi BAL yang berbeda pada granul. Jumlah populasi bakteri Lp
RRM-01 dari ketiga formulasi berjumlah > 7 log 10 cfu/g,sehingga semua granul
dengan formulasi yang berbeda masuk kedalam kategori produk probiotik.

44
Total Plate Count (TPC). Kualitas mikrobiologi granul kultur starter dadih dengan
sinbiotik terenkapsulasi ditentukan juga oleh jumlah koloni bakteri asam laktat dan
mikroba lain didalamnya (Total Plate Count) menggunakan media yang disebut
plate count agar (PCA). Menurut Fathir (2009) PCA dibuat dengan melarutkan
semua bahan (casein enzymic hydrolisate, yeast extract, dextrose, dan agar). Media
PCA ini baik untuk pertumbuhan total mikroba (semua jenis mikroba karena bukan
merupakan media selektif) di dalamnya mengandung komposisi kasein enzymic
hydrolisate yang menyediakan asam amino dan substansi nitrogen komplek lainnya
serta ekstrak yeast mensuplai vitamin B kompleks.
Pengujian secara statistik menghasiklan data bahwa ketiga formulasi tidak
berbeda (P>0,05). Pengamatan terhadap nilai viabilitas BAL dan TPC tedapat
keasamaan bahwa jumlah populasi mikroba sama-sama mencapai > 7 log 10 cfu/g hal
ini berarti bahwa dalam media TPC jenis mikroba dominan yang tumbuh yaitu
bakteri asam laktat sehingga mikroba lain seperti kapang khamir akan semakin sulit
untuk mempertahankan diri untuk tumbuh. Jumlah TPC pada granul dadih tiap
formula dapat dilihat pada Gambar 13.

9.0 7,5 + 0,48 8,1 + 1,17 7,7 + 0,04


8.0
Populasi (log10 cfu/g)

7.0
6.0
5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0
L21S1 L20S2 L19S3

Gambar 13. Diagram Nilai TPC pada Tiap Formula Granul Kultur Starter
Dadih dengan Sinbiotik Terenkapsulasi

Koliform. Pengujian terhadap ketiga formula granul kultur starter dadih dengan
sinbiotik terenkapsulai dengan parameter total koliform didapat hasil bahwa tidak
ada bakteri koliform yang tumbuh pada media VRBA (<1 cfu/g) berarti produk ini
telah memenuhi standar yang disarankan oleh Tamime dan Robinson (1999) yaitu
kurang dari 10, juga telah memenuhi persyaratan dalam SNI yaitu maksimal 10
APM/g. Menurut Wood (1999), terhambatnya pertumbuhan koliform karena

45
terjadinya penurunan pH pada produk akibat produksi asam laktat, akumulasi asam
laktat dan asetat hasil metabolisme laktosa dari bakteri-bakteri starter dapat
menyebabkan rusaknya sel-sel bakteri koliform karena proses pengasaman
sitoplasma oleh difusi asam-asam tak terdisosiasi. Violet red bile agar (VRBA)
mengandung peptone yang merupakan sumber karbon dan nitrogen merupakan
nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, khamir sebagai penyedia vitamin B
komplek yang merangsang pertumbuhan mikroba, garam empedu dan kristal violet
menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif, laktosa sumber karbohidrat dan
agar.

Proses Pengemasan
Granul kultur starter dadih dengan sinbiotik terenkapsulasi dikemas secara
vakum dalam aluminium foil yang berlapis LDPE. Kemasan aluminium foil sangat
baik untuk melindungi susu fermentasi karena sifat aluminium foil yang tidak tembus
cahaya, fleksibel dan hermetis (Syarief dan Halid, 1992). Penyimpanan dilakukan
pada suhu refrigerator 4oC. Granul kultur starter dadih dengan sinbiotik
terenkapsulasi dalam kemasan vakum dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Granul Kultur Starter Dadih dengan Sinbiotik Terenkapsulasi


dalam Kemasan Vakum Aluminium Foil Berlapis LDPE

Penelitian Tahap II

Kualitas Mikrobiologi pada Produk Dadih Aplikasi Kultur Starter Segar dan
Granul Kultur Starter Dadih dengan Sinbiotik Terenkapsulasi
Pengujian mikrobiologi terhadap dadih hasil aplikasi perlu dilakukan untuk
mengklasifikasikan dadih sinbiotik sebagai produk atau minuman probiotik. Hal ini
dianggap penting karena selain pada granul, jumlah populasi bakteri asam laktat pada

46
produk dadih aplikasi diharapkan juga tinggi. Formula granul starter kering dianggap
baik jika memiliki jumlah populasi Lp RRM-01 yang tinggi pada dadih sinbiotik
aplikasi. Parameter yang diujikan pada pengujian mikrobiologi dadih sinbiotik
aplikasi adalah jumlah populasi bakteri Lp RRM-01. Viabilitas bakteri asam laktat
produk dadih sinbiotik aplikasi dan granul sinbiotik dapat dilihat pada Gambar 15.

10.0 9,1 + 0,48


8.8 + 0,17 8,9 + 0,22
9.0 8,1 + 0,31 8,5 + 0,84
7,9 + 0,31
Populasi (log10 cfu/g)

8.0
7.0
6.0
5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
L21S1 L20S2 L19S3

Keterangan : Produk Dadih Sinbiotik Granul Sinbiotik

Gambar 15. Kualitas Mikrobiologis Dadih dan Granul Sinbiotik

Berdasarkan gambar diatas populasi bakteti asam laktat granul meningkat


setelah menjadi produk dadih aplikasi. Jumlah populasi BAL pada masing-masing
formula sebesar 8,8 + 0,17 log 10 cfu/g, 9,1 + 0,48 log 10 cfu/g dan 8,9 + 0,22 log 10
o
cfu/g setelah diinkubasi selama 14 jam pada suhu 37 C dalam media susu sapi yang
telah dievaporasi. Pengaruh komposisi laktosa dan SSG pada masing-masing formula
granul kultur starter dadih dengan sinbiotik terenkapsulasi tidak memberikan data
yang berbeda (P>0,05) terhadap jumlah bakteri asam laktat dadih sinbiotik.
Pengujian stastik yang dilakukan terhadap populasi bakteri asam laktat dadih
sinbiotik hasil aplikasi kultur cair dan granul kultur starter dadih pada semua fomula
menghasilkan data yang tidak berbeda (P> 0,05). Dengan kata lain penggunaan
kultur cair maupun granul kultur starter dadih sinbiotik menghasilkan populasi akhir
bakteri asam laktat yang sama pada produk dadih sinbiotik aplikasi. Dadih sinbiotik
hasil aplikasi kulut cair maupun granul semuanya dikategorikan sebagai produk atau
minuman probiotik karena jumlah bakteri asam laktat memenuhi syarat dalam Codex

47
(2003) > yaitu 7 log 10 cfu/g. Data populasi BAL produk dadih aplikasi tiap granul
dan kontrol disajikan pada Gambar 16.

10.0 9,1 + 0,48


8,7 + 0,25 8,8 + 0,17 8,9 + 0,22
9.0
Populasi (log 10 cfu/g)
8.0
7.0
6.0
5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
Kontrol L21S1 L20S2 L19S3

Gambar 16. Diagram Populasi Lp RRM-01 Produk Dadih Sinbiotik pada


Tiap Formulasi

Penggunaan granul kultur starter lebih baik dibandingkan dengan kultur cair,
karena dalam hal penanganan granul kultur starter dadih lebih praktis, sediaan kering
meminimalisir resiko kontaminasi terhadap lingkungan, tidak perlu melakukan
penyegaran kultur seperti yang dilakukan pada kultur cair, dan memiliki umur
simpan yang lebih panjang dibandingkan dengan kultur cair.

48
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Penelitian tahap I, bakteri asam laktat L. plantarum (Lp RRM-01) maupun
bakteri probiotik L. acidophilus (La RRM-01) dan B. longum (Bl RRM-01)
ketiganya dikelompokkan sebagai bakteri Gram positif dan bersifat katalase negatif.
Pemanenan disarankan pada fase logaritmik karena pada fase ini populasi bakteri
asam laktat optimal dan pada saat ditumbuhkan kembali tidak mengalami fase
adaptasi yang lama. Proses pembuatan kultur starter kering dadih mengalami
penurunan populasi BAL yang kecil sehingga populasi akhir kultur kering dadih > 8
log 10 cfu/g. Proses pembuatan kultur starter kering sinbiotik terenkapsulasi
mengalami proses mikroenkapsulasi secara manual sehingga inkorporasi terhadap
oksigen tinggi yang menyebabkan populasi probiotik mengalami penurunan yang
tinggi. Evaluasi terhadap tiga jenis formula granul, menghasilkan data pengujian
fisik dengan parameter daya larut pada semua formula tidak berbeda dan pada
pengujian kompresibilitas ketiga formulasi granul dikategorikan mempunyai lajur
alir yang baik. Pengujian mikrobiologis tidak menghasilkan data yang berbeda
dengan kata lain penggunaan formula granul yang berbeda tidak mempengaruhi
jumlah populasi asam laktat maupun TPC.
Penelitian tahap II, penggunaan kultur cair maupun granul kultur starter dadih
sinbiotik yang berbeda formula menghasilkan populasi akhir bakteri asam laktat
yang sama pada produk dadih sinbiotik aplikasi. Granul kultur starter dadih dengan
sinbiotik terenkapsulasi pada semua formula, dadih sinbiotik hasil aplikasi kulut cair
maupun granul semuanya dikategorikan sebagai produk atau minuman probiotik
karena jumlah bakteri asam laktat memenuhi syarat dalam Codex (2003) yaitu > 7
log 10 cfu/g.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai kemungkinan penggunaan
bahan lain sebagai bahan pengisi formulasi granul maupun zat- zat pendukung
viabilitas BAL dengan harga yang lebih murah dan mudah didapat, sehingga akan
didapat produk kultur starter kering dadih yang lebih murah. Proses pembuatan
kultur diperlukan lingkungan yang lebih anaerob untuk mencegah penurunan dalam

49
jumlah yang besar BAL maupun probiotik yang bersifat anaerob obligat. Hasil
pengujian mikrobiologis pada ketiga formula granul kultur starter dadih dengan
sinbiotik terenkapsulasi yang berbeda tidak mempengaruhi populasi BAL pada
granul maupun produk dadih sinbiotik aplikasi maka pemilihan granul ditetapkan
pada granul yang memakai biaya produksi paling rendah.

50
UCAPAN TERIMAKASIH

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi hanya karena Rahmat
dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam
semoga senantiasa tercurah kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW, kepada
keluarganya, sahabatnya dan kepada para pengikutnya sampai akhir zaman. Penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada pembimbing utama Dr. Ir. Rarah Ratih
Adjie Maheswari, DEA dan pembimbing anggota Sutriyo, S.Si., M.Si., Apt yang
senantiasa meluangkan waktu serta pikirannya guna memberi bimbingan dan
pengarahannya kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Tuti
Suryati S,Pt., M.Si dan Dr. Despal S,Pt., M.Sc.Agr selaku dosen penguji atas
masukan saran yang menyempurnakan penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih
juga penulis haturkan kepada Ir. Sri Darwati, M.Si., selaku dosen pembimbing
akademik atas bimbingan serta pengarahan selama penulis menempuh studi di
Fakultas Peternakan institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kapada kedua orang tua
Dayat Koyat dan Salmiati S.Pd yang telah memberikan kasih sayang, kerja keras dan
doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Kepada adik-adik tercinta
Nisa, Rizki dan Syifa yang memberikan kegambiraan dan motivasi bagi penulis.
Ucapatan terimasih khusus penulis sampaikan kepada rekan-rekan satu tim
penelitian “ Laskar Susu” Weida N.H.Z., S.Pt., Adriana, Awlia, Vivin, Ka Imam,
Ocha, Fika, Phe, Neng Iya, Muti, Ma’rifah dan sahabatku Melinda terimakasih atas
persahabatan, bantuan, kesempatan dan pengalaman terindah berjuang bersama
kalian, juga kepada Joni Setiawan S.Pt., Fery C.K., S.Pt., Devi, M., S.Pt atas segala
bantuannya selama penelitian. Ucapatan terimasih kepada Indri, Ima, Ida, Nisa,
Uyung, Wastu dan semua penghuni kost WBA atas bantuan dan dukungannya.
Teman- teman THT 41 dan IPTP 42 terimakasih motivasinya. Terakhir penulis
mengucapkan terimakasih kepada seluruh civitas akademika Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor. Semoga ini skripsi ini bermanfaat bagi semua.

51
DAFTAR PUSTAKA

Anal, A. K. and H. Singh. 2007. Recent advantages in microencapsulation of


probiotics for industrial application and targeted delivery. J. Food Sci.
Technol. 18: 240-251.
Ansel. H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Terjemahan: F. Ibrahim.
Edisi keempat. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Buckle, K. A., R. A. Edwards., G.H. Fleet dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan.
Terjemahan: H. Purnomo. Dan Adiono. Universitas Indonesia, Jakarta.
Buckle, K.A., R.A. Edwadrs, D.H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan.
Terjemahan: H. Pornomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Chandramouli, V., K. Kailsapathy, P. Peiris and M. Jones. 2004. An improved
method of microencapsulation and its evaluation to protect Lactobacillus spp.
in simulated gastric condition. J. Microbiol. Method. 56: 27-35.
Dewan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan
Minuman. Standar Nasional Indonesia, Jakarta.
Dewan Standardisasi Nasional. 1992a. SNI No. 01-3141-1992. Susu Segar. Dewan
Standardisasi Nasional, Jakarta.
Fardiaz, S. 1987. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Fardiaz, S. 1989. Analisis Mikrobiologi. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Fathir, F. 2009. Media pertumbuhan mikroba. http://fuadfathir. multiply. com/
journal / item/2. [ 5 November 2009]
Fitria, F. 1999. Pembuatan yogurt instan dengan menggunakan pengeringan semprot.
Skripsi. Fakultas Teknik Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
FAO (Food and Agriculture Organization) and WHO (World Health Organization of
United Nations). 2001. Health and Nutritional Properties of Probiotics in
Food Including Powder Milk with Lactid Acid Bacteria. Report of Joint
FAO/WHO Expert Consultation. FAO/WHO, Cordoba.
Fooks, L. J., Fuller, R. and Gibson, G. R. 1999. Prebiotics, probiotocs and human gut
microbiology. Prob. 9: 2-7.
Gilliand, S. E. 1986. Bacterial Starter Cultures for Foods. CRC Press, Boca Parton,
Florida.
Gibson, G. R. and Fuller, F. 1998. The role of probiotics and prebiotics in the
functional food concept. Dalam: Sadler, M. J. dan Saltmash. (Eds.)
Functional Food, the Consumers, the Products and the Evidence. British
52
Nutritional Fondation: 3-13.
Grizard, D. and Bartemeu. 1999. Non digentable oligosaccharides used as prebiotis
agent: mode of production ang benefical effect on animal and human health.
J. Nutr. 3 (5-6): 563-588.
Helferich, W. and D. Westhoff. 1980. All About Yoghurt. Prentice-Hall, Inc.,
Englewood Cliff, New Jersey.
Holt, J. G., N. R. Kreig, P. H. A. Sneath, J. T. Stanley and S.R William. 1994.
Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. 9th Edition. Williams and
Wilkins Co., Baltimore.
Hosono, A. 1992. Fermented milk in the orient. Dalam: Y. Nakazawa dan A.
Hosono (Eds.). Functions of Fermented Milk,Challenges for Health Science.
Elsevier Applied Science Publishers Ltd., London.
Jay, J. M. 1996. Modern Food Microbiology. 4th Edition. Van Nostrand Company,
New York.
Kennedy, J. F., C. J. Knill and D. W. Taylor. 1995. Maltodekstrin. Dalam: Kearsley,
M. W. J dan Dziedzic (Eds.) Handbook of Starch Hydrolisys Product and
Their Derivates. Blackie Academic & Profesional.
Lachman, L.,H. A. Lieberman and J. L. Kanig. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Law, B. A. 1997. Microbiology and Biochemistry of Chesee and Fermented Milk.
2nd Edition. Blackie Academic and Profesional, London.
Lieberman, A., L. Lachman and J.B. Schwartz. 1992. Pharmacuetical Dosage Forms
Tablets. Volume 2. 3rd Edition. Marcel Dekker Inc., New York.
Lindgren, S. E. and W. J. Dobrogosz. 1990. Antagonistic activities of lactic acid and
bacteria in food and food fermentation. Microbiology Reviews (87): 149-164.
Liu, J., 2001. Properties of lipophilic matrix tablet containing phenylpropanolamine
hydrochloride prepared by hot-melt extrusion. Eur. J. Pharm. Biopharm. 52 :
181-190.
Luckle, F. K. 1985. Fermented sausage. Dalam: Microbiology of Fermented Food.
B. J. Wood (Eds.). Elsevier Applied Science. New York. P: 2 (41-83).
Mathlouthi. M. 1994. Food Packaging and Preservation. Blackie Academic and
Professional, London.
Mattjik, A. A. dan Sumertajaya. 2000. Perancangan Percobaan dan Aplikasi SAS dan
MINITAB. Jilid I. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Mc. Donald, M. 1984. Uses of glucose syrups in the food industry. Dalam: Dziedzic,
S. Z. dan M. W. J. Kearsley (Eds.). Glucose Syrup : Science and Technology.
Elsevier Applied Science Publisher, London, New York.
Milanovic, N. T., A. Kodzic, J. Baras and S. D. Brankovic. 2001. The influence of a
53
cryoprotective medium containing glycerol on the lyophilization of lactic acid
bacteria. J. Serb. Chem. Soc. 66 (7) 435-441.
Molin,G. 2001. Probiotics in food not containing milk or milk constituents,with
special reference to Lactobacillus plantarum 299v 1-3 . American .J. Clinical
Nutrition. 73: 380-385.
Nakazawa, Y and A. Hosono.1992. Functions of Fermented Milk Challengs for The
Health Science. Elsevier Applied Science, London, New York.
Nuraida, L. 1994. Pembuatan dan pengawetan laru untuk pembuatan yogurt. Laporan
Penelitian. Lembaga Pendidikan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Parikh, D.M. 1997. Handbook of pharmaceutical granulation technology. Marcel
Dekker Inc. NewYork: 156, 194 – 198.
Prangdimurti, E. 1996. Yogurt instant. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Prescott, M. L., J. P. Harley and D. A. Klein. 2003. Microbiology. 5th Edition.
McGraw-Hill Companies
Rahman, A., S. Fardiaz, P. Rahayu, Suliantri, dan C. C. Nutwitri. 1992. Teknologi
Fermentasi Susu.Bahan Pengajaran. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Reyed M. Reyed. 2007. Novel hybrid entrapment approach for probiotik cultures and
its aplication during lyophilization. The internet journal of biological
anrthropologyTM ISSN: 1937-8289. Bangalore, India.
Reza M.S., Quadir, M.A., and Haider, S.S. 2003. Comparative evaluation of plastic,
hydrophobic, and hydrophilic polymers as matrices for controlled release
drug delivery. J. Pharm. Sci. 6 (2) 274-291.
Robertfroid, M. B. 2000. Chicory fructooligisacharides and the gastrointestinal tract.
J. Nutr. 16 (7/8): 677-679.
Robison, R. K. and A. Y. Tamime. 1981. Microbiology of fermented milk. Dalam:
R. K. Robinson. Dairy Microbiology Vol.2, The Microbiology Milk. Applied
Science Publishing, London, New Jersey.
Salminen, S., B. Ruault, J. H. Cumming, A. Frank, G. R. Gibson, E. Isolauri, M. C.
Moreu, M. Roberfroid and I. Rowland. 1998. Functional food science
gastrointestinal physiology and function. Br. J. Nutr. 57(2): 147-171.
Scientificphysic. 2006. Fitness inulin. http://www.scientificphysic.com-fitness-
inulin_gif.htm. [13 November 2008].
Sheftel, V. O. 2000. Indirect Food Additives and Polymers Migrations and
Toxicology. Lewis Publisher, Boca, Raton, London, New York, Washington.
Shugita, I. M. 1998. Daya cerna dadih yang dibuat dengan penambahan starter
Streptococcus lactis dalam tabung plastik. J. Peternakan dan Lingkungan.
4(3) : 20-24.
54
Sirait, C. H. 1993. Pengolahan susu tradisional untuk perkembangan industri
persusuan di pedesaan. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Ternak Ciawi,
Bogor.
Sirait, C. H., N. Cahyadi, T. Pangabean, dan I. G. Putu. 1995. Identifikasi dan
pembiakan kultur bakteri pembuatan dadih. Laporan Akhir Kegiatan
Penelitian, Program Penelitian Ruminansia Besar, Balai Penelitian Ternak
Ciawi, Bogor.
Sohi, H., Y., Sultana, and R. K., Khar. 2004. Taste masking technologies in oral
pharmaceuticals : 448.
Steinbuchel, A. and S.K. Rhee. 2005. Polysaccharides and polyamides in the food
industry . Volume 1. Willey VHC Verlag Corp., Munster, Seoul.
Sultana, K., G. Godward, N. Reynold, R. Arumugaswamy, P. Peiris and K.
Kailsapathy. 2000. Encapsulation of probiotic bacteria with alginat-starch and
evaluation of survival in simulated gastrointestinal condition and in yoghurt.
J. Food Microbiology 62 : 47-55.
Supenti, L. 1996. Pengaruh penambahan gula dan asam laktat terhadap mutu sosis
ikan Jangilus (Istiopharus gladies) fermentasi selama inkubasi. Skripsi.
Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Surono, I. S. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. PT. Tri Cipta Karya,
Jakarta.
Suscovic, J., B.Kos, J. Goreta, and S. Matosic. 2001. Role of lactic acid bacteria and
bifidobacteria as symbiotic effect. J. Food Technology, Biotechnology. 39
(3): 227-235.
Susdiana, Y. 1997. Eksraksi dan karakteristik inulin dari umbi Dahlia (Dahlia
pinnata Cav). Skripsi. Fakultas Teknologi pertanian. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Syarief, R., S. Santausa dan St. Isnaya. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Syarief, R. dan H. Halid. 1992. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan,
Jakarta.
Tamime. A. Y. and R. K. Robinson. 1985. Yoghurt : Science and Technology. 1st
Edition. Pergamon Press, London.
Tamime, A. and R. K. Robinson. 1989. Yoghurt Science and Technology. Pergamon
Press, Oxford.
Tamime, A. and R. K. Robinson. 1999. Yoghurt : Science and Technology. 2nd
Edition. Woodhead Publishing, Ltd Cambridge, England.
United State Pharmacopeia. 2005. USP 29-NF 24. Rockville.
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi kelima. Gadjah Mada
55
University Press, Yogyakarta.
Walstra, P. and R, Jennes. 1984. Dairy Chemistry and Physics. John Wiley and
Sons., New York.
Wells, M. C., D. L. Wood, R. Sanftleben, K. Shaw, J. Hottovy, T. Weber, J. M.
Geoffroy, T. G. Alkrie, M. R. Empatage and R. Sarabia. 1997. Pottasium
carbonat as desiccant in effervescent tablets. Intern. J. Pharm. 152 : 227-235.
Widodo, Soeparno, dan E. Wahyuni. 2003. Bioenkapsulasi probiotik (Lactobacillus
casei) dengan pollard dan tepung terigu serta pengaruhnya terhadap viabilitas
dan laju pengasaman. J. Teknologi dan Industri Pangan. (2): 98-106.
Widowati, S. 2006. Dahlia bunganya indah, umbinya mengandung inulin
http://www.kompas.com/kesehatan/news/0605/103855.htm. [20 Maret 2008].
Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta.
Winarno, F. G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Perpustakaan Sinar
Harapan, Jakarta.
Wirakartakusumah, M. A., D. Hermanianto, N. Andarwulan. 1989. Prinsip
Pengeringan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Wood, B. J. B. 1999. The Lactic Bacteria in Health and Disease. Aspen Publisher,
Inc., Gatherburg, Maryland.
Young, S. L., X. Sarda and M. Rosenberg. 1993. Microencapsulating properties of
whey protein. J. Dairy Sci. 76: 2868 – 2877.

56
LAMPIRAN

57
Lampiran 1. Uji Asumsi Analisis Keragaman Data Proses Mikroenkapsulasi
Probiotik
Parameter Kehomogenan Kenormalan Kebebasan Keaditifan Kesimpulan
Ragam Galat
L. acidophillus + + + + Parametrik
B. longum + + + + Parametrik
Keterangan : (+) : memenuhi asumsi
: (-) : tidak memenuhi asumsi

Lampiran 2. Analisis Ragam Populasi L. acidophillus dalam Starter


Probiotik, Adonan Mikroenkapsulasi, dan Hasil
Mikroenkapsulasi Setelah Freeze Dry
Sumber db Jumlah Kuadrat Kuadrat F hitung P
Keragaman Tengah
Titik Sampel * 2 10,2301 5,1150 59,52 0,000***
Error 6 0,5156 0,0859
Total 8 10,7457
Keterangan : * = Starter Probiotik, Adonan Mikroenkapsulasi, dan Hasil
Mikroenkapsulasi Setelah Freeze Dry
*** = Sangat berbeda nyata (P<0,01)

Uji Lanjut Tukey Populasi L. acidophilus dalam Starter Feeder Probiotik, Adonan
Mikroenkapsulasi dan Hasil Setelah Freeze Dry
Perlakuan N Rataan Grup Kesamaan
Starter Feeder 3 10,356 A
Adonan Mikroenkapsulasi 3 9,1750 B
Probiotik Terankapsulasi 3 7,7483 C

Lampiran 3. Analisis Ragam Populasi B. longum dalam Starter Probiotik,


Adonan Mikroenkapsulasi, dan Hasil Mikroenkapsulasi
Setelah Freeze Dry
Sumber db Jumlah Kuadrat Kuadrat F hitung P
Keragaman Tengah
Titik Sampel * 2 0,81178 0,40589 9,63 0,013
Error 6 0,25287 0,04214
Total 8 1,06465
Keterangan : * = Starter Probiotik, Adonan Mikroenkapsulasi, dan Hasil
Mikroenkapsulasi Setelah Freeze Dry

Uji Lanjut Tukey Populasi L. acidophilus dalam Starter Probiotik, Adonan


Mikroenkapsulasi dan Hasil Setelah Freeze Dry
Perlakuan N Rataan Grup Kesamaan
Starter Feeder 3 8,8830 A
Adonan Mikroenkapsulasi 3 8,7473 A
Probiotik Terankapsulasi 3 8,1890 B

58
Lampiran 4. Uji Asumsi Keragaman Data Proses Pembuatan Starter Kering
Dadih
Parameter Kehomogenan Kenormalan Kebebasan Keaditifan Kesimpulan
Ragam Galat
Populasi Lp + + + + Parametrik
Keterangan : (+) : memenuhi asumsi
: (-) : tidak memenuhi asumsi

Lampiran 5. Analisis Ragam Populasi L.plantarum dalam Starter Feeder,


Setelah Penambahan Maltodekstrin, dan Setelah Spray Dry
Sumber db Jumlah Kuadrat Tengah F hitung P
Keragaman Kuadrat
Titik Sampel * 2 0,06712 0,03356 1,15 0,379
Error 6 0,17566 0,02928
Total 8 0,24278
Keterangan : * = Populasi L.plantarum dalam Starter Feeder, Setelah
Penambahan Maltodekstrin, dan Setelah Spray Dry

Lampiran 6. Uji Asumsi Keragaman Data Penentuan Formulasi Granul


Starter Kering Dadih Terbaik
Parameter Kehomogenan Kenormalan Kebebasan Keaditifan Kesimpulan
Ragam Galat
BAL + + + + Parametrik
TPC + + + + Parametrik
Kapang Khamir + + + + Parametrik
Keterangan : (+) : memenuhi asumsi
: (-) : tidak memenuhi asumsi

Lampiran 7. Analisis Ragam Populasi L.plantarum pada Penentuan


Formulasi Granul Starter Kering Dadih Terbaik
Sumber db Jumlah Kuadrat Kuadrat F hitung P
Keragaman Tengah
Formula 2 0,5045 0,2522 0,84 0,475
Error 6 1,7938 0,2990
Total 8 2,2983

Lampiran 8. Analisis Ragam Jumlah TPC pada Penentuan Formulasi


Granul Starter Kering Dadih Terbaik
Sumber db Jumlah Kuadrat Kuadrat F hitung P
Keragaman Tengah
Formula 2 0,3558 0,1779 0,36 0,711
Error 6 2,9584 0,4931
Total 8 3,3142

59
Lampiran 9. Uji Asumsi Keragaman Data Penentuan Formulasi Granul pada
Produk Dadih Aplikasi
Parameter Kehomogenan Kenormalan Kebebasan Keaditifan Kesimpulan
Ragam Galat
Populasi Lp + + + + Parametrik

Lampiran 10. Analisis Ragam Populasi L.plantarum pada Produk dadih


Aplikasi
Sumber db Jumlah Kuadrat Kuadrat F hitung P
Keragaman Tengah
Formula 3 0,422 0,141 0,85 0,525
Error 5 0,832 0,166
Total 8 1,254

Lampiran 11. Komposisi Buffer Peptone Water (BPW) – (OXOID)


Komposisi Media gram/ml
Peptone 10
NaCl 5
Potasium hydrogen phosphate 1,5
Disodium fosfat 3,5
pH 7,2 + 0,2
Cara Pembuatan Media
Sebanyak 20 gram BPW dicampurkan dalam 1000 ml aquadesh dan diaduk hingga
tercampur rata, kemudian didistribusikan semanyak 9ml kedalam tabung reaksi, lalu
disterilkan dalam autoclave pada suhu 1210 C selama 15 menit. Media BPW
langsung digunakan atau dapat disimpan dalam refrigerator (4-70C) bila tidak segera
digunakan.

Lampiran 12. Komposisi Plate Count Agar (PCA) – (OXOID)


Komposisi Media gram/ml
Tryptone 5
Yeast Extract 2,5
Glucose 1
Agar 9
pH 7,0 + 0,2

60
Cara Pembuatan Media
Sebanyak 17,5 gram PCA dicempur kedalam 1000 ml aquadesh, diaduk sampai
tercampur rata, kemudian didistribusikan kedalam botol dan direbus agar homogen.
Media kemudian disterilkan pada suhu 1210C selama 15 menit. Media PCA disimpan
dalam refrigerator (4-70C) bila tidak segera digunakan, dan dipanaskan kembali
kedalam waterbath ( + 700C) apabila akan digunakan.

Lampiran 13. Komposisi deMan Rogose Sharpe Agar (MRSA) – (OXOID)


Komposisi Media gram/ml
Peptone 10,0
‘Lab-Lemco’ powder 8,0
Yeast Extract 4,0
Glucose 20,0
Sorbitan mono-oleate 1 ml
Dipotasium hydrogen phosphate 2,0
Soduim acetate 3 H2O 5,0
Triamonium citrate 2,0
Magnesium sulphate 7 H2O 0,2
Manganese (II) sulphate H2O 0,05
Agar 10
Air
pH 6,2 + 0,2
Cara Pembuatan Media
Sebanyak 62 gram MRSA dicampur kedalam 1000 ml air destilasi bersuhu 600C dan
diaduk sampai tercampur rata, kemudian didistribusikan kedalam botol dam direbus.
Media disterilkan pada suhu 1210C selama 15 menit. Media MRSA disimpan dalan
refrigerator (4-70C) bila tidak segara digunakan, dan panaskan kembali dalam
waterbath ( +700C) bila akan digunakan.

61

Anda mungkin juga menyukai