Anda di halaman 1dari 27

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar peserta didik pada hakikatnya
merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh
siswa setelah ia menerima pengalaman belajar.1 Tingkah
laku sebagai hasil belajar dalam pengertian luas mencakup
bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris (dalam Kurikulum
2013 mencakup bidang sikap, pengetahuan, dan
keterampilan).
Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang
dari dua sisi yaitu sisi peserta didik dan dari sisi guru. Dari
sisi peserta didik, hasil belajar merupakan tingkat
perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan
pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental
tersebut terwujud pada jenis ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar
merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Hasil juga
bisa diartikan adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi
perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari
tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi
mengerti.

1
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung :
Remaja Rosdakarya,2014) hlm 22

10
Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar.
Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru.
Hasil belajar dapat berupa dampak pembelajaran dan
dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi
guru dan peserta didik.
Menurut Woordworth (dalam Ismihyani, 2000), hasil
belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat
dari proses belajar. Woordworth juga mengatakan bahwa
hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur secara
langsung.2
Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan
mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan
pembelajaran yang telah tercapai.2
Menurut Nana Sudjana hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya.
Menurut Horwad Kingsley membagi tiga macam hasil
belajar, yakni :3
a. Keterampilan dan kebiasaan.
b. Pengetahuan dan pengertian
c. Sikap dan cita-cita.

2
Dirman & Cicih Juarsih, Penilaian dan Evaluasi Dalam Rangka
Implementasi Standar Proses Pendidikan Siswa, (Jakarta: Rineka Cipta,
2014) hlm 15.
3
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, hlm 22.

11
Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan
yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
Menurut Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni :
a. Informasi verbal
b. Keterampilan intelektual
c. Strategi kognitif
d. Sikap
e. Keterampilan motoris.
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan
pendidikan, menggunakan klasifikasi Benyamin Bloom yang
secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni
ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar
intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan
atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan
evaluasi.
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri
dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi,
penilaian, organisasi dan internalisasi.
Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar
keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek
ranah psikomotoris yakni :
a. Gerakan refleks
b. Keterampilan gerakan dasar
c. Kemampuan perseptual

12
d. Keharmonisan atau ketepatan
e. Gerakan keterampilan kompleks
f. Gerakan ekspresif dan interpretatif.

2. Taksonomi Ranah Belajar


a. Ranah kognitif
1) Tipe hasil belajar : Pengetahuan4
Pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari
kata knowledge dalam taksonomi Bloom. Yang termasuk
dalam pengetahuan adalah hafalan atau untuk diingat seperti
rumus, batasan, definisi, istilah, pasal dalam undang-undang,
nama-nama tokoh, nama-nama kota.
Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif
tingkat rendah, namun menjadi prasarat bagi tipe hasil
belajar berikutnya. Hafal menjadi prasarat bagi pemahaman.
Tes yang paling banyak dipakai untuk mengungkapkan
pengetahuan adalah tipe melengkapi, tipe isian, dan tipe
benar-salah.
2) Tipe hasil belajar : Pemahaman
Pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga kategori :
a) Tingkat rendah adalah pemahaman terjemahan, mulai
dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya, misalnya
dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.

4
Shodiq Abdullah, Evaluasi Pembelajaran Konsep Dasar, Teori, dan
Aplikasi ( Semarang : Pustaka Riski Putra, 2012) hlm 20.

13
b) Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni
menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang
diketahui berikutnya, atau menghubungkan beberapa
bagian dari grafik dengan kejadian.
c) Tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman
ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang
mampu melihat di balik yang tertulis, dapat membuat
ramalan tentang konsekuensi, dsb.
Karakteristik soal-soal pemahaman sangat mudah
dikenal. Misal mengungkapkan tema, topik, atau masalah
yang sama dengan materi yang berbeda.
3) Tipe hasil belajar : Aplikasi
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi
kongkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin
berupa ide, teori, atau petunjuk teknis.
Bloom membedakan delapan tipe aplikasi, yaitu : 5
a) Dapat menetapkan prinsip atau generalisasi yang sesuai
untuk situasi baru yang dihadapi.
b) Dapat menyusun kembali problemnya sehingga dapat
menetapkan prinsip atau generalisasi mana yang sesuai.
c) Dapat memberikan spesifikasi batas-batas relevansi
suatu prinsip atau generalisasi.
d) Dapat mengenali hal-hal khusus yang terpampang dari
prinsip dan generalisasi

5
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, hlm 26

14
e) Dapat menjelaskan suatu gejala baru berdasarkan
prinsip dan generalisasi tertentu.
f) Dapat meramalkan sesuatu yang akan terjadi
berdasarkan prinsip generalisasi tertentu.
g) Dapat menentukan tindakan atau keputusan tertentu
dalam menghadapi situasi baru dengan menggunakan
prinsip dan generalisasi yang relevan.
h) Dapat menjelaskan alasan menggunakan prinsip dan
generalisasi bagi situasi baru yang dihadapi.

4) Tipe hasil belajar : Analisis6


Analisis adalah usaha memilah suatu integritas
menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas
hierarkinya dan atau susunannya. Analisis merupakan
kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan
dari ketiga tipe sebelumnya.
Tes kecakapan analisis perlu mengenal berbagai
kecakapan yang termasuk klasifikasi analisis, yakni :
a) Dapat mengklasifikasikan kata-kata, frase-frase, atau
pertanyaan-pertanyaan dengan menggunakan criteria
analitik tertentu.
b) Dapat meramalkan sifat-sifat khusus tertentu yang tidak
disebutkan secara jelas.

6
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, hlm 27

15
c) Dapat meramalkan kualitas, asumsi, atau kondisi
yang implicit atau yang perlu ada berdasarkan
criteria dan hubungan materinya.
d) Dapat mengetengahkan pola, tata, atau pengaturan
materi dengan menggunakan kriteria seperti
relevansi, sebab-akibat, dan peruntutan.
e) Dapat mengenal organisasi, prinsip-prinsip
organisasi, dan pola-pola materi yang dihadapinya.
f) Dapat meramalkan sudut pandangan, kerangka
acuan, dan tujuan materi yang dihadapinya.
5) Tipe hasil belajar : Sintesis
Adalah penyatuan unsur-unsur atau bagian-
bagian ke dalam bentuk menyeluruh. Berfikir
sintesis adalah berpikir divergen, dimana pemecahan
atau jawabannya belum dapat ditentukan. Berfikir
sintesis merupakan salah satu terminal untuk
menjadikan orang lebih kreatif. Berfikir kreatif
merupakan salah satu hasil yang hendak dicapai
dalam pendidikan. Dengan kemampuan sintesis,
orang mungkin menemukan hubungan kausal atau
urutan tertentu, atau menemukan abstraksinya atau
operasionalnya.
Kecakapan sintesis dapat diklasifikasikan ke
dalam beberapa tipe, yakni :7

7
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, hlm 28

16
a. Kemampuan menemukan hubungan yang unik.
Artinya menemukan hubungan antara unit-unit
yang tak berarti dengan menambahkan satu
unsur tertentu.
b. Kemampuan menyusun rencana atau langkah-
langkah operasi dari suatu tugas atau problem
yang diketengahkan.
c. Kemampuan mengabstrasikan sejumlah besar
gejala, data, dan hasil observasi menjadi
terarah, proporsional, hipotesis, skema, model,
atau bentuk-bentuk lain.
6) Tipe hasil belajar : Evaluasi
Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang
nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan,
gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, materi,
dll.
Kecakapan evaluasi dikategorikan ke dalam enam tipe:8
a. Dapat memberikan evaluasi tentang ketepatan
suatu karya atau dokumen.
b. Dapat memberikan evaluasi satu sama lain antara
asumsi, evidensi, dan kesimpulan, juga keajegan
logika dan organisasinya.
c. Dapat memahami nilai serta sudut pandang yang
dipakai orang dalam mengambil suatu keputusan.

8
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, hlm 29

17
d. Dapat mengevaluasi suatu karya dengan
memperbandingkan dengan karya orang lain
yang relevan.
e. Dapat mengevaluasi suatu karya dengan
menggunakan kriteria yang telah ditetapkan.
f. Dapat memberikan evaluasi tentang suatu karya
dengan menggunakan sejumlah kriteria yang
eksplisit.
Hasil belajar sebagai objek evaluasi tidak hanya
bidang kognitif, tetapi juga hasil belajar afektif dan
psikomotoris.
b) Ranah Afektif 9
Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil
belajar.
1) Receiving/attending, yakni semacam kepekaan
dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar
yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah,
situasi, gejala, dll. Dalam tipe ini termasuk
kesadaran, keinginan, untuk menerima stimulus,
control, dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.
2) Responding atau jawaban, yakni reaksi yang
diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang
datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi,

9
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, hlm 30

18
perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari
luar yang datang kepada dirinya.
3) Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan
kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi.
Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan
menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman
untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai
tsb.
4) Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam
satu system organisasi, termasuk hubungan satu nilai
dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai
yang telah dimilikinya. Yang termasuk ke dalam
organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi
system nilai, dll.
5) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni
keterpaduan semua system nilai telah dimiliki
seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian
dan tingkah lakunya. Ke dalamnya termasuk
keseluruhan nilai dan karakteristiknya.
c) Ranah Psikomotoris10
Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk
keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu.
Ada enam tingkatan keterampilan, yakni :

10
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, hlm 31

19
1) Gerak refleks (keterampilan pada gerakan yang
tidak sadar)
2) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar
3) Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya
membedakan visual, membedakan auditif, motoris,
dll.
4) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan,
keharmonisan, dan ketepatan.
5) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan
sederhana sampai pada keterampilan yang
kompleks
6) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi
non-decursive seperti gerakan ekspresif dan
interpretative.
Hasil belajar yang dikemukakan tidak berdiri sendiri
melainkan saling terkait antara satu dengan yang lainnya.
Seseorang yang berubah dalam tingkat kognisinya dalam
kadar tertentu telah berubah pula sikap dan perilakunya.
Penguasaan peserta didik antara lain penguasaan
kognitif yang dapat diketahui melalui hasil belajar. Usaha
untuk mencapai aspek tersebut dipengaruhi oleh faktor-
faktor yang mempengaruhi hasil belajar.

20
Ciri-ciri tingkah laku yang diperoleh dari hasil
belajar adalah :11
1. Terbentuknya tingkah laku berupa kemampuan aktual
dan potensial.
2. Kemampuan baru tersebut berlaku dalam waktu yang
relatif lama.
3. Kemampuan baru tersebut diperoleh melalui usaha.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar
antara lain :
a. Faktor Eksternal
1) Lingkungan
Yaitu suatu kondisi yang ada di sekitar peserta didik,
contoh : suhu, udara, cuaca, juga termasuk keadaan
sosial yang ada di sekitar peserta didik.
2) Faktor Instrumental
Yaitu faktor yang adanya dan penggunaannya
dirancang sesuai dengan hasil yang diharapkan.
Contoh : kurikulum, sarana, media, metode, dan
sebagainya.
b. Faktor Internal
Yaitu faktor internal yang mempengaruhi peserta didik
antara lain : kondisi psikologis dan fisiologis peserta
didik.

11
Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM
(Semarang : RaSAIL Media Group,2011) Cet VI, hlm 17.

21
3. Hasil Pembelajaran Fiqih
a. Pengertian Fiqih
Fiqih diartikan dengan :”Sekumpulan hukum syara’
yang berhubungan dengan perbuatan yang diketahui melalui
dalil-dalilnya yang terperinci dan dihasilkan dengan jalan
ijtihad”.
Di dalam Al Qur’an dalam surat at-Taubah ayat 122 :12

“Hendaklah dari tiap-tiap golongan mereka ada


serombongan orang yang pergi untuk memahami
(mempelajari) agama agar memberi Peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya
mereka itu dapat menjaga diri”.

Sedangkan menurut al-Jurjani sebagai berikut ini :


“Fiqh menurut bahasa berarti paham terhadap tujuan
seseorang pembicara. Menurut istilah: Fiqh ialah
mengetahui hukum-hukum syara yang amaliah (mengenai
perbuatan, perilaku) dengan melalui dalil-dalilnya yang
terperinci. Fiqh adalah ilmu yang dihasilkan oleh pikiran
serta ijtihad (penelitian) dan memerlukan wawasan serta
perenungan. Oleh sebab itu Allah tidak bisa disebut
“Faqih” (ahli dalam Fiqh), karena bagi-Nya tidak ada
sesuatu yang tidak jelas”13

12
H.A Djazuli, Ilmu Fiqih Penggalian, Perkembangan, dan
Penerapan Hukum Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010). Hlm 4.
13
H.A Djazuli, Ilmu Fiqih Penggalian, Perkembangan, dan
Penerapan Hukum Islam, hlm 5.

22
Tujuan ilmu fiqih adalah untuk mencapai
keridhoan Allah SWT, dengan melaksanakan syari’ah-Nya
di muka bumi ini, sebagai pedoman hidup individual,
hidup berkeluarga, maupun hidup bermasyarakat.
Imam al-Syaitbi telah melakukan penelitan yang
digali dari Al-Qur’an maupun Sunnah, yang
menyimpulkan bahwa tujuan hukum Islam (maqashid al-
syari’ah) di dunia ada lima hal, yang dikenal dengan al-
mawashid al-Khamsah yaitu :14
1. Memelihara agama (Hifdz al-Din). Yang dimaksud
agama disini adalah agama dalam arti sempit (ibadah
mahdhah) yaitu hubungan manusia dengan Allah SWT,
termasuk didalamnya aturan tentang syahadat, shalat,
zakat, puasa, haji dan aturan lainnya yang meliputi
hubungan manusia dengan Allah SWT, dan larangan
yang meninggalkannya.
2. Memelihara diri (Hifdz al-Nafs). Termasuk di dalam
bagian ini, larangan membunuh diri sendiri dan
membunuh orang lain, larangan menghina dan lain
sebagainya, dan kewajiban menjaga diri.
3. Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifdz al-
nas/irdl). Seperti aturan-aturan tentang pernikahan,
larangan perzinahan, dan lain-lain.

14
H.A Djazuli, Ilmu Fiqih Penggalian, Perkembangan, dan
Penerapan Hukum Islam, hlm 27.

23
4. Memelihara harta (Hifdz al-mal). Termasuk bagian ini,
kewajiban kasb al-halal, larangan mencuri, dan
menghasab harta orang.
5. Memihara akal (Hifdz al’Aql). Termasuk di dalamnya
larangan meminum minuman keras, dan kewajiban
menuntut ilmu.
Sedangkan pembelajaran Fiqih kelas II di
Madrasah Ibtidaiyah merupakan salah satu mata pelajaran
PAI yang mempelajari tentang Fiqih ibadah.
Terutama menyangkut pengenalan dan
pemahaman dalam kehidupan sehari-hari, serta Fiqih
Muamalah yang menyangkut pengenalan dan pemahaman
sederhana mengenai ketentuan tentang makanan dan
minuman yang halal dan haram, khitan, kurban serta tata
cara pelaksanaan jual beli dan pinjam meminjam.
Secara subtansial hasil belajar Fiqih adalah
perubahan tingkah laku dikarenakan telah belajar dan
diharapkan pada peserta didik untuk dapat mempraktekkan
dan menerapkan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari
sebagai perwujudan keserasian, keselarasan dan
keseimbangan hubungan manusia dan Allah, dengan diri
manusia itu sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya
ataupun lingkungannya.
Jadi hasil belajar fiqih adalah adanya perubahan
kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah mengalami

24
proses belajar, khususnya dalam peningkatan perbuatan
perilaku yang baik dengan kognitif yang dapat diketahui
melalui hasil belajar.
b. Shalat Berjama’ah
1. Pengertian shalat
Shalat menurut arti bahasa adalah doa,
sedangkan menurut terminology syara’ adalah
sekumpulan ucapan dan perbuatan yang diawali
dengan takbir dan diakhiri dengan salam.15
Kedudukan shalat dalam kehidupan manusia
adalah untuk membina dan menempa nalurinya.
Shalat menjadi fondasi hubungan antarmanusia yang
dibangun di atas dasar-dasar yang baik dan jauh dari
bias tendensi dan keinginan (hawa nafsu).
2. Pengertian Shalat Berjama’ah
Shalat berjama’ah adalah apabila ada dua
orang shalat bersama-sama dan salah seorang
diantara mereka mengikuti yang lain.16 Orang yang
diikuti (yang dihadapan) dinamakan imam, dan yang
mengikuti di belakang dinamakan makmum.
Shalat jamaah adalah shalat yang dikerjakan
secara bersama-sama yang dikerjakan oleh dua

15
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Bandung: Sinar Baru, 1992) hlm 64.
16
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, hlm 110.

25
orang atau lebih. Shalat berjama’ah dipimpin oleh
seorang imam dan diikuti oleh makmum.17
Shalat disyariatkan pelaksanaannya secara
berjamaah. Dengan jamaah shalat ma’mum
terhubung dengan shalat imamnya. Shalat jama’ah
ditetapkan dalam Alquran, sunnah dan kesepakatan
ulama (ijma’)18
Allah SWT berfirman :

Dan apabila kamu berada di tengah-tengah


mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan
shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah
segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu.
(Qs. An-Nisa’ (4) : 102)
Hadits diriwayatkan dari Ibnu Umar secara marfu’ :

Artinya : Shalat jamaah lebih afdhal daripada


shalat sendirian dengan tingkat keafdhalan 27
derajat19

17
Kementerian Agama, Fikih Pendekatan Saintifik Kurikulum 2013
(Jakarta: Kementerian Agama, 2015) hlm 29
18
Abdul Aziz Muhammad Azzam & Abdul Wahhab Sayyed Hawwas,
Fiqih Ibadah (Jakarta : Amzah) hlm 237.
19
Abdul Aziz Muhammad Azzam & Abdul Wahhab Sayyed Hawwas,
Fiqih Ibadah (Jakarta : Amzah) hlm 238

26
3. Syarat-syarat sah mengikuti imam 20
a. Makmum hendaklah meniatkan mengikuti
imam.
b. Makmum hendaklah mengikuti imamnya
dalam segala pekerjaan.
c. Mengetahui gerak-gerik perbuatan imam
d. Keduanya (imam dan makmum) berada
dalam satu tempat
e. Tempat berdiri makmum tidak boleh lebih
dari imamnya.
f. Imam hendaklah jangan mengikuti yang lain
g. Hendaklah sama aturan shalat makmum
dengan shalat imam
h. Laki-laki tidak sah mengikuti perempuan
i. Keadaan imam tidak ummi, sedangkan
makmum qari, artinya imam itu hendaklah
orang baik bacaannya.
j. Janganlah makmum beriman kepada orang
yang diketahuinya bahwa shalatnya tidak
sah (batal).

20
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, hlm 112

27
B. Metode Modeling The Way21
Dalam Guru Profesional Harapan dan Kenyataan (
Syamsul Ma’arif: 2012, 90) pengertian Modeling the way adalah
sebuah strategi pembelajaran yang ditempuh dengan mendasarkan
pada sebuah aktivitas atau praktik mengenai sebuah keterampilan
atau pengetahuan yang dipelajari di kelas. Dengan pola atau cara
ini, peserta didik akan memperoleh pengetahuan yang nyata.
Peserta didik tidak hanya duduk dan mendengarkan, akan tetapi
mencoba menerapkan terhadap hal yang dipelajari.
Pembelajaran di kelas memberikan kesempatan yang kuat
kepada peserta didik untuk mengembangkan dirinya, baik secara
materi dengan memperbanyak bahan pembelajaran secara mandiri
dan juga mengaplikasikan dalam model memberikan
pembelajaran kepada teman yang ada.
Berdasarkan pengertian di atas, dengan demikian, strategi
ini memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk
berkreasi menemukan pengetahuan.
Selain itu peserta didik juga diberi kesempatan untuk
mendesainkan atau membuat skenario sendiri dan menentukan
bagaimana mereka mengilustrasikan pengetahuan mereka yang
baru saja diterima.

21
Syamsul Ma’arif, Guru Profesional Harapan dan Kenyataan (
Semarang: NEED’S PRESS, 2012) hlm 90

28
1. Ciri-ciri strategi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pembelajaran diutamakan pada model yaitu dengan
praktik;
b. Pembelajaran berlangsung secara kelompok atau
kerjasama antar individu;
c. Desain pembelajaran dibuat oleh peserta didik;
d. Peserta didik melaksanakan sendiri desain
pembelajaran yang telah mereka buat.
e. Peserta didik mencari data (materi pembelajaran)
sebanyak-banyaknya untuk keperluan praktik
pembelajaran.
2. Tujuan pembelajaran dengan modeling the way adalah
a. Menanam kemandirian peserta didik untuk melakukan
pembelajaran secara maksimal;
b. Melatih peserta didik untuk melakukan uji coba sesuai
dengan kemampuan yang dimilikinya masing-masing;
c. Memperluas wawasan peserta didik dalam melakukan
penguasaan materi sebelum mendesain dan praktik;
d. Membentuk kepribadian peserta didik untuk
bertanggung jawab terhadap persoalan yang dihadapi;
e. Membangun keberanian peserta didik untuk
menyampaikan gagasan atau pemikirannya;
f. Memberi kepercayaan kepada peserta didik untuk
menentukan sendiri jalan yang terbaik baik mereka,
sehingga ada keragaman dan tidak monoton.

29
3. Kelebihan dan kekurangan dari metode modeling the way
adalah sebagai berikut :22
a. Kelebihan metode modeling the way
1. Mendidik siswa mampu menyelesaikan sendiri
problema sosial yang ia jumpai.
1. Memperkaya pengetahuan dan pengalaman
siswa.
2. Mendidik siswa berbahasa yang baik dan dapat
menyalurkan pikiran serta perasaannya dengan
jelas dan tepat.
3. Mau menerima dan menghargai pendapat orang
lain.
b. Kelemahan metode modeling the way adalah sebagai
berikut :
1. Pemecahan problem yang disampaikan oleh siswa
belum tentu cocok dengan keadaan di masyarakat.
2. Karena waktu yang terbatas, maka kesempatan
berperan secara wajar kurang terpenuhi.
3. Rasa malu dan takut akan mengakibatkan
ketidakwajaran dalam memainkan peran, sehingga
hasilnya kurang memenuhi harapan (Sriyono dkk,
1992: 118)

22
http://www.sekolahdasar.net/2014/03/pembelajaran-dengan-metode-
modelling-way.htm#ixzz3mSA4HPZv

30
4. Langkah – langkah metode modeling the way adalah
sebagai berikut :23
a. Pertama, setelah pembelajaran suatu topik tertentu,
identifikasi berupa situasi umum dimana siswa untuk
menggunakan keterampilan yang baru dibahas.
b. Kedua, bagi kelas ke dalam beberapa kelompok
menurut jumlah siswa yang diperlukan untuk
mendemonstrasikan skenario.
c. Ketiga, beri waktu 10-15 menit untuk menciptakan
skenario.
d. Keempat, beri waktu 5-10 menit untuk berlatih.
e. Kelima, secara bergiliran tiap kelompok
mendemonstrasikan skenario masing-masing. Beri
kesempatan untuk memberikan feed back pada setiap
demonstrasi yang dilakukan.

C. Peningkatan Hasil Belajar Mata Pelajaran Fiqih Kelas II


Materi Shalat Berjama’ah Melalui Metode Modeling The Way
Kurangnya pemahaman siswa dan kurangnya praktek
langsung dalam pelajaran fiqih kelas II materi shalat berjama’ah
membuat permasalahan yang sangat mendasar. Dapat dilihat dari
indikator yang ditemui yaitu hasil belajar siswa yang kurang
maksimal. Sebagian besar siswa tidak dapat menjelaskan tentang

23.
http://binham.wordpress.com/2012/06/07/metode-modeling-the-way/

31
posisi makmum dalam shalat berjama’ah terutama urutan shaf,
dan lain sebagainya.
Anak usia delapan tahun masih memerlukan kesempatan
bermain karena kita mengenal belajar melalui bermain. Dengan
karakteristik demikian, maka diperlukan suatu metode yang tepat
untuk menjelaskan mata pelajaran fiqih kelas II materi shalat
berjama’ah, yaitu dengan metode modeling the way. Jika hanya
bercerita anak akan cepat bosan dan anak merasa jenuh, tetapi
dengan praktek langsung anak dapat mengetahui tata cara shalat
berjama’ah yang benar.
Dengan metode modeling the way yang digunakan dalam
menjelaskan mata pelajaran fiqih kelas II materi shalat
berjama’ah mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Metode
Modeling The Way sangat tepat untuk mengajarkan pelajaran
Fiqih materi shalat berjama’ah.

D. Kajian Pustaka
Untuk menunjang teori dasar penelitian pada skripsi yang
akan penulis susun, maka berikut ini akan dipaparkan beberapa
pustaka yang memiliki kemiripan dengan obyek penelitian yang
akan dilaksanakan. Kepustakaan-kepustakaan tersebut antara lain
adalah :
1. Penelitian Ponco Iskak NIM 093111300 berjudul Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik Menggunakan
Strategi Pemodelan (Modeling) pada Mata Pelajaran Fiqih

32
Materi Pokok Haji Kelas V MI Roudloutus Syubban Kincir
Wigil Sukolilo Pati Tahun Ajaran 2010/2011. Hasil
penelitian menunjukkan penerapan strategi pemodelan
(Modeling) dengan KKM 7,0 dapat meningkatkan hasil
belajar pada mata pelajaran Fiqih materi pokok Haji siswa
kelas V MI Rodloutus Syubban Kincir Wigil Sukolilo Pati
Tahun Ajaran 2010/2011, hal ini dapat dilihat dari kenaikan
nilai hasil belajar setiap siklus dimana pada pra siklus
ketuntasan belajar siswa pada pra siklus ada 2 siswa atau
9,1% naik menjadi 7 siswa atau 31,8% pada siklus I,
meningkat lagi pada siklus II menjadi 15 siswa atau 68,2%
dan terakhir siklus III sudah mencapai 21 siswa atau 95,4%.
Demikian juga peningkatan terjadi pada keaktifan siswa
dimana pada siklus I keaktifan siswa pada kategori baik dan
baik sekali ada 7 siswa atau 31,8 naik menjadi 14 siswa atau
6,37%, pada siklus II dan terakhir pada siklus III menjadi 20
siswa atau 90,9%. Dari hasil ini ketuntasan belajar dan
keaktifan belajar sudah mencapai indikator yaitu 80% ke
atas.
2. Skripsi oleh Fiqni tahun 2010 dengan judul Peningkatan
Prestasi Belajar Fiqih Melalui Metode Modeling The Way
Pada Siswa Kelas VIII Mts Negeri Salatiga Th 2010.
Penelitian ini bertujuan (1) Untuk mengetahui
apakah dengan menggunakan metode Modeling The Way
dapat meningkatkan minat siswa kelas VIII MTs Negeri

33
Salatiga dalam proses pembelajaran fiqih. (2). Untuk
mengetahui apakah dengan menggunakan metode Modeling
The Way dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas VIII
MTs Negeri Salatiga dalam proses pembelajaran fiqih. (3).
Untuk mengetahui apakah dengan menggunakan metode
Modeling The Way dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa kelas VIII MTs Negeri Salatiga dalam pembelajaran
fiqih.
Sebagai kesimpulan aktif dan analisis data nilai
prestasi belajar juga mengalami peningkatan dari setiap
siklusnya yaitu dengan nilai rata-rata pada pra siklus 58,525
Siklus I 62,925, siklus II 69,75, siklus III 76,975. Dengan
demikian pembelajaran dengan metode Modeling The Way
untuk meningkatkan prestasi belajar telah berhasil.
Prestasi belajar siswa pada pra siklus yang tidak
tuntas dalam belajar 60% pada siklus I yang tidak tuntas
belajar mencapai 40% pada siklus II 10.% dan siklus III
hanya 5%. Sedangkan siswa yang tuntas dalam belajar pada
pra siklus 40%. pada siklus I 60%, pada siklus II 90% dan
pada siklus III 95%.
Dari pustaka-pustaka di atas dapat dijelaskan
bahwasanya tidak terdapat kesamaan secara utuh terhadap
obyek penelitian yang dilaksanakan. Kalaupun ada
kemiripan hanya terbatas pada kemiripan sub obyek, semisal
dalam penerapan metode modeling the way dalam proses

34
pembelajaran.. Sedangkan kemiripan utuh obyek secara utuh
menyangkut penerapan metode modeling the way dalam
pembelajaran mata pelajaran fiqih dengan materi yang
berbeda, pustaka diatas hal yang dibahas adalah masalah haji
sedangkan penulis membahas fiqih materi shalat berjama’ah.
Oleh sebab itulah, maka penelitian yang dilaksanakan ini
masih memiliki kelayakan untuk dilaksanakan guna
menambah wawasan hasil penelitian terkait dengan
penerapan metode pembelajaran.

E. Kerangka Berfikir
Kondisi awal, hampir 70% siswa kurang dapat
menjelaskan tata cara makmum dalam shalat berjama’ah terutama
urutan shaf pada mata pelajaran fiqih kelas II materi shalat
berjama’ah.
Tindakan yang diambil adalah dengan metode modeling
the way mampu meningkatkan hasil belajar terutama dalam tata
cara makmun dalam shalat berjama’ah. Modeling the way adalah
suatu metode yang menekankan dua pengetahuan yaitu
keterampilan dan penguasaan yang akan mengarah pada
peningkatan hasil belajar fiqih kelas II materi shalat berjama’ah.
Kondisi akhir yang didapat adalah melalui penerapan
metode modeling the way mampu meningkatkan hasil belajar
fiqih kelas II materi shalat berjama’ah. Dapat dilihat dari

35
indikator yang terlihat yaitu anak mampu menjelaskan tata cara
makmun dalam shalat berjama’ah.

F. Rumusan Hipotesa Tindakan


Hipotesa tindakan merupakan tindakan yang di duga akan
dapat memecahkan masalah yang ingin diatasi dengan
penyelenggaraan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). 24
“Hipotesa
tindakan dalam penelitian ini adalah penerapan metode modeling
the way dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran fiqih materi shalat berjama’ah pada siswa kelas II MI
Muhammadiyah Tedunan “.

24
IGAK Wardhani & Kuswaya Wihardit, Penelitian Tindakan
Kelas,(Jakarta: Universitas Terbuka, 2011) hlm 2.10.

36

Anda mungkin juga menyukai