A. Pengertian
Standar Operasional Prosedur adalah penetapan tertulis mengenai apa yang
harus dilakukan, kapan, dimana dan oleh siapa. SOP dimaksudkan untuk
menghindari terjadinya bias/variasi yang ekstrim dalam proses pelaksanaan
kegiatan yang apabila terjadi akan dapat mengganggukinerja organisasi secara
keseluruhan. Sehingga SOP adalah perangkat atau instrumen sebagai penggerak
atau standar dalam menejemen institusi penyelenggaraan makan di Rutan Kelas
II.A Yogyakarta tahun 2016/2017, agar dapat berjalan dan berfungsi secara efektif
dan efisien.
Tabel 1. Standar Operasional Prosedur (SOP) :
Jenis Pengolahan TempeGoreng
Kegiatan
Pengertian Meningkatkan cita rasa dan penampilan hidangan yang
diolah dengan prinsip higiene dan sanitasi pengolahan
makanan mempersiapkan tempe yang siap diolah sesuai
dengan resep yang telah ditentukan dan standar porsi yang
telah ditetapkan
Tujuan Tersedianya tempe yang siap diolah sesuai dengan resep
yang telah ditentukan, sesuai dengan jumlah dan standar
porsi yang telah ditentukan, sesuai dengan jumlah dan
standar porsi yang telah ditentukan, bersih, higienis dan
tidak ada cemaran.
Kebijakan 1. Tersedianya tenaga pengolah makanan yang
menerapkan prinsip higiene dan sanitasi makanan
2. Terlaksananya teknis pengolahan makanan yang sesuai
dengan standar resep
3. Tersedianya tempat dan peralatan pengolahan
makanan yang memadai
1. Terlaksananya sistem pengawasan dan pengendalian
1
cita rasa makanan yang sesuai dengan standar resep
Prosedur 1. Buka plastik pembungkus tempe.
2. Potong tempe dengan lebar 1 cm
3. Masukan ke wadah plastik besar ,sisihkan.
4. Haluskan bumbu : bawang putih dan garam.
5. Tuang bumbu yang dihaluskan ke dalam wadah plastik
berisi tempe dan tambahkan air sampai semua tempe
terendam.
6. Diamkan selama 10 menit.
7. Panaskan minyak goreng. Lalu goreng tempe sampai
matang/ kuning kecoklatan.
8. Angkat dan tiriskan.
Sajikan di cedong / tempat makan.
Unit Terkait 1. Bagian pengadaan bahan makanan
2. Bagian persiapan bahan makanan
3. Bagian pengolahan bahan makanan
1. 4. Bagian penyajian/distribusi makanan
BAB II
PENGADAAN MAKANAN
2
A. Perhitungan Kebutuhan Makanan
Rumah Tahanan Yogyakarta (RUTAN) menggunakan siklus 10 hari.
Perhitungan bahan makanan di rumah tahanan (RUTAN) untuk menu makan
siang pada tanggal 16 November 2017 pada menu ke VIII untuk 176 porsi adalah
sebagai berikut :
a. Ikan Asin
b. Urap Sayuran Kangkung/Bayam
c. Singkong
3
= 533,28
10. Biaya pembelian bahan makanan 533,3 x 876
= Rp 467.083,-
Jadi, jumlah telur yang dibutuhkan selama 1 siklus (siklus 10 hari) yaitu
sebanyak 533,3 potong dengan harga Rp 467.083,-.
4
9. Jumlah baym yang harus dibeli 23 +2,3 kg
= 25,3 kg
10. Biaya pembelian bahan makanan 25,3 x 14.600
= Rp 369.380,-
Jadi, jumlah bayam yang dibutuhkan selama 1 siklus (siklus 10 hari) yaitu
sebanyak 25,3 kg dengan harga Rp 369.380,-.
5
6. BDD 100%
7. Berat kotor bahan makanan 1/BDD x 264 kg
= 1/93% x 264 kg
=283,9 kg
8. Persen penambahan (10%) 10% x 283,9 kg
= 28,39kg
9. Jumlah kangkung yang harus 283,9 +28,39 kg
dibeli = 312,29 kg
10. Biaya pembelian bahan makanan 312,29 x 8.760
= Rp 2.735.660,4,-
Jadi, jumlah kelapa daging yang dibutuhkan selama 1 siklus (siklus 10
hari) yaitu sebanyak 312,29 kg dengan harga Rp 2.735.660,4,-.
B. Spesifikasi Bahan
Spesifikasi bahan makanan adalah standar bahan makanan
yang ditetapkan oleh unit sesuai dengan ukuran, bentuk,
penampilan dan kualitas bahan makanan.
Tujuan dari spesifikasi bahan makanan adalah:
1. Untuk mewujudkan kesamaan dalam pencapaian kualitas bahan
makanan
2. Sebagai upaya pengawasan harga makanan
3. Memudahkan dalam pembelian/pemesanan/penawaran bahan
makanan
4. Memudahkan dalam penerimaan
6
6. Umur Baru diterima
7. Ukuran 2 x 8 cm
8. Keterangan khusus ( pengemasan ) Dibungkus dalam karung
9. Identitas pabrik Cv. Sampurno
7
4. Kualitas (mutu fisik dan non fisik) Baik, segar, masih utuh dengan
kulit, tidak busuk
5. Jumlah produksi 8 kg/plastik
6. Umur Baru diterima dari pihak ketiga
7. Ukuran 25 cm
8. Keterangan khusus (pengemasan) Diterima dengan dibungkus plastik
9. Identitas pabrik Cv. Sampurno
8
mencegah terjadinya pembuangan bahan makanan, misalnya
pengupasan yang terlalu tebal (Depkes, 2007).
Tujuan persiapan bahan makanan yaitu tersedianya bahan
makanan sesuai dengan metode teknik persiapan bahan makanan
dalam standar resep.
Persiapan bahan makanan di Rutan Kelas IIA Yogyakarta
dilakukan di tempat yang menjadi satu dengan ruang pengolahan
bahan makanan, dan persiapan ini dilakukan oleh tenaga pemasak
yang bertanggung jawab pada bagian tersebut untuk menyiapkan
makanan yang akan diolah.
Pemasakan bahan makanan merupakan suatu kegiatan
mengubah makanan mentah menjadi makanan yang siap untuk
dimakan, berkualitas dan aman untuk dikonsumsi (Netty, 2007).
Tujuan dari pemasakan yaitu mengurangi risiko kehilangan zat gizi
bahan makanan, meningkatkan nilai cerna, meningkatkan dan
mempertahankan warna, rasa, dan keempukan serta bebas dari
organisme dan zat yang berbahaya bagi tubuh.
Persiapan dan pemasakan yang dilakukan di Rutan Kelas
IIA Yogyakarta yaitu persiapan dilakukan ketika penerimaan
bahan makanan telah dilaksanakan, sayuran langsung dipotong-
potong dan dicuci kemudian dilanjutkan proses pengolahan.
Sedangkan untuk proses pemasakan di Rutan Kelas IIA
Yogyakarta dilakukan 3 kali waktu pemasakan sesuai dengan
jadwal menu pagi, siang, sore, dan snack sehingga makanan masih
hangat saat disajikan. Berikut ini merupakan persiapan dan
pemasakan pada menu ke – VI di Rumah Tahanan Negara Kelas
IIA Yogyakarta:
Tabel 13. Persiapan dan Pemasakan
Persiapan Pemasakan
a. Ikan Asin Ikan Asin
1. Ikan asin ditempatkan 1. Cuci ikan asindengan air
9
pada baskom mengalir, tiriskan.
2. Panaskan minyak goreng,
masukkan ikan asin ,
goreng hingga
kecoklatan,angkat.
3. Ikan asin siap dikonsumsi
b. Urap sayuran Urap Sayuran
1. Kangkung dan bayam 1. Masukan sayuran ke dalam
dipotong-potong wajan besar yang telah
2. Cuci sayuran ,tiriskan mendidih sampai matang,
3. Parut kelapa angkat, sisihkan.
4. Bumbu dihaluskan 2. campur bumbu dengan
parutan kelapa lalu
masukan ke dalam steamer,
kukus ± 25 menit
3. Campur parutan kelapa
yang sudah dikukus dengan
sayuran
4. Urap sayuran siap disajikan
c. Singkong Rebus Singkong Rebus
1. Kupas kulit singkong 1. Cuci bersih singkong yang
2. Masukan singkong telah dikupas.
dalam baskom besar 2. Taruh singkong ke nampan
alumnium, kukus singkong
dengan steamer
3. Kukus singkong hingga
matang
Persiapan dan pengolahan yang dilakukan di Rutan Kelas
IIA Yogyakarta sudah cukup baik, hanya saja pada saat pencucian
bahan makanan baiknya dilakukan sebelum bahan makanan
dipotong. Selain itu pada saat persiapan maupun pemasakan belum
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap. Untuk
10
penggunaan alat persiapan dan pemasakan sudah dicuci terlebih
dahulu sebelum digunakan.
Kelemahan :
11
a. Memerlukan tempat, peralatan dan perlengkapan makanan
yang lebih banyak (tempat harus luas, kereta pemanas
mempunyai rak.
b. Adanya tambahan biaya untuk peralatan, perlengkapan
serta pemeliharaan
c. Makanan sampai ke pasien/konsumen sudah dingin
d. Makanan sampai sudah tercampur serta kurang menarik,
akibat perjalanan dari dapur utama ke dapur ruangan
2. Desentralisasi
Adalah pengiriman hidangan dengan menggunakan alat-
alat yang ditentukan dalam jumlah porsi lebih dari satu,
kemudian diruang distribusi disajikan untuk setiap konsumen.
Sistem desentralisasi mempunyai syarat yaitu adanya pantry
yang mempunyai alat-alat pendingin, pemanas dan alat-alat
makan.
Keuntungan :
a. Tidak memerlukan tempat yang luas, peralatan makan
yang ada di dapur ruangan tidak banyak
b. Makanan dapat dihangatkan kembali sebelum
dihidangkan ke pasien/konsumen
c. Makanan dapat disajikan lebih rapid an baik serta
dengan porsi yang sesuai kebutuhan
Kelemahan :
12
3. Gabungan
Penyaluran makanan kombinasi (Perpaduan dari kedua cara
yaitu sentralisasi dan desentralisasi) adalah sebagian makanan
ditempatkan langsung kedalam alat makan sejak dari tempat
produksi dan sebagian dalam wadah besar pendistribusian
satelah sampai pantry.
Penyajian makanan merupakan rangkaian akhir dari
perjalanan makanan. Makanan yang disajikan adalah makanan
yang siap dan layak santap. Hal-hal yang perlu diperhatikan
pada tahap penyajian makanan antara lain sebagai berikut :
a. Tempat Penyajian
Perhatikan jarak dan waktu tempuh dari tempat
pengolahan makanan ke tempat penyajian serta hambatan
yang mungkin terjadi selama pengangkutan karena akan
mempengaruhi kondisi penyajian. Hambatan di luar
dugaan sangat mempengaruhi keterlambatan penyajian.
1) Prinsip penyajian.
a) Prinsip pewadahan yaitu setiap jenis makanan
ditempatkan dalam wadah yang terpisah dan
memiliki tutup untuk mencegah terjadinya
kontaminasi silang.
b) Prinsip kadar air yaitu makanan yang mengandung
kadar air tinggi baru dicampur menjelang penyajian
untuk menghindari makanan cepat basi.
c) Prinsip edible part, yaitu setiap bahan yang disajikan
merupakan bahan yang dapat dimakan. Hal ini
bertujuan untuk menghindari kejadian salah makan.
d) Prinsip pemisah, yaitu makanan yang disajikan
dalam dus harus dipisah satu sama lain.
13
e) Prinsip panas, yaitu penyajian makanan yang harus
disajikan dalam keadaan panas, hal ini bertujuan
untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan
meningkatkan selera makan. Prinsip panas yaitu
makanan yang harus disajikan panas diusahakan
tetap dalam keadaan panas dengan memperhatika
suhu makanan, makanan harus berada pada suhu
>60°C sebelum ditempatkan dalam alat saji panas
(food warmer/bean merry).
f) Prinsip bersih, yaitu setiap peralatan yang digunakan
harus higienis, utuh tidak cacat atau rusak.
g) Prinsip handling, yaitu setiap penangganan makanan
tidak boleh kontak langsung dengan anggota tubuh.
h) Prinsip tepat penyajian, yaitu tepat menu, tepat
waktu, tepat tata hidang dan tepat volume (sesuai
jumlah) (Kemenkes, 2013).
Pendistribusian makanan secara umum di Rutan Kelas IIA
Yogyakarta menggunakan sistem sentralisasi. Pedistribusian dan
penyajian makanan pada Rutan Kelas IIA Yogyakarta sebagai
berikut:
1. Ikan Asin
Ikan asin yang telah selesai diolah dengan cara digoreng
kemudian siap untuk disajikandan didistribusikan kepada WBP
(Warga Binaan Pemasyarakatan). Penyajian makanan
dilakukan di dapur, disajikan dalam keadaan utuh dan
dimasukan ke tempat makan yang terbuat dari plastik (cadong),
hal ini dimaksudkan untuk keamanan guna penyalahgunaan
alat kejahatan. Distribusi makanan di Rutan Kelas IIA
Yogyakarta dilakukan secara sentralisasi dengan menggunakan
tempat makan yang terbuat dari plastik. Distribusi secara
sentralisasi ini maksudnya yaitu semua hidangan atau masakan
14
telah diporsi untuk setiap WBP di dapur. Makanan yang sudah
disajikan dalam cadong didistribusikan oleh tamping dapur.
Distribusi telur asin ini dilakukan pada makan siang pukul
15.00 WIB.
2. Urap Sayuran
Setelah selesai pengolahan sayur yang berbahan dasar
kangkung dan bayam maka masakan siap untuk disajikan dan
didistribusikan kepada WBP. Penyajian makanan dilakukan di
dapur setelah selesai pemasakan. Urap sayuran yang telah
selesai diolah, disajikan dalam cadong. Distribusi secara
sentralisasi ini maksudnya yaitu semua hiangan atau masakan
telah diporsi untuk setiap WBP di dapur. Makanan yang sudah
disajikan dalam cadong didistribusikan oleh tamping dapur.
Distribusi urap sayuran ini dilakukan pada makan sore pukul
15.00 WIB.
3. Singkong
Singkong yang sudah diolah dengan cara dikukus kemudian
siap untuk disajikan dan didistribusikan kepada WBP (Warga
Binaan Pemasyarakatan). Penyajian makanan dilakukan di
dapur, disajikan dalam keadaan utuh dan dimasukan ke tempat
makan yang terbuat dari plastik (cadong), hal ini dimaksudkan
untuk keamanan guna penyalahgunaan alat kejahatan.
Distribusi makanan di Rutan Kelas IIA Yogyakarta dilakukan
secara sentralisasi dengan menggunakan tempat makan yang
terbuat dari plastik. Distribusi secara sentralisasi ini maksudnya
yaitu semua hidangan atau masakan telah diporsi untuk setiap
WBP di dapur. Makanan yang sudah disajikan dalam cadong
didistribusikan oleh tamping dapur. Distribusi telur asin ini
dilakukan pada makan siang pukul 15.00 WIB.
Berdasarkan hasil pengamatan sistem pendistribusian sudah
cukup baik, makanan diporsikan langsung di ruang pengolahan
15
oleh tenaga yang bertugas (tamping dapur), namun pemorsian
dilakukan di atas lantai dekat dengan tungku kompor padahal
sudah tersedia tempat khusus untuk pemorsian. Lantai sering
dalam keadaan kotor (dilewati petugas tanpa alas kaki dan
basah karena tumpahan air atau makanan) dan petugas tidak
menggunakan APD sehingga kemungkinan kontaminas silang
terjadi kepada makanan.
Selain itu cadong (tempat makan) ada yang tidak memiliki
penutup dan saat pendistribusian cadong ditumpuk antara satu
cadong dan lainnya. Hal ini dapat menimbulkan kontaminasi
silang dari cadong ke makanan yang berada di dalam cadong
lainnya. perlu dilakukannya penambahan penutup cadong
secara bertahap demi terjaganya higiene dan sanitasi dalam
pendistribusian.
Hasil pengamatan pada proses penyajian yaitu proses mulai
dilakukan 15 menit sebelum didistribusikan. Makanan
disajikan dalam tempat makan plastik, hal ini dimaksudkan
untuk keamanan WBP. Penyajian sudah cukup baik karena
dilakukan di wadah dan dilakukan tepat waktu sesuai dengan
telah ditetapkan oleh Rutan.
16
BAB III
MENU
A. Penilaian Menu
Tabel 11. Menu siang siklus menu ke-X di Rumah Tahanan Negara kelas
IIA Yogyakarta.
Lauk Nabati - -
Menu siang pada siklus menu ke-X menunjukan bahwa makanan yang
disediakan di Rumah Tahanan Negara kelas IIA Yogyakarta belum lengkap
terlihat dari tidak adanya lauk nabati pada menu makan siang ini, dan tidak
adanya buah .
17
4. Variasi hidangan √
5. Kesesuaian harga √
6. Kemampuan tenaga √
7. Teknik pemasakan √
8. Rasa √
9. Aroma √
10. Tekstur √
Dari tabel diatas dapat terlihat penilaian menu makan sore yaitu ikan asin,
pada aspek penilaian penilaian telah sesuai kecuali mengenai variasi hidangan.
Hal ini dikatakan karena dalam satu siklus hidangan ini keluar 3 kali dan tidak ada
variasi pengolahan. Ukuran dan bentuk makanan, suhu makanan serta variasi
hidangan dianggap sudah sesuai. Dalam hal kesesuaian harga empat responden
memilih sesuai dengan alasan dengan harga yang telah ditetapkan untuk setiap
warga binaan yaitu Rp. 14.000,- sudah sesuai dengan lauk-pauk yang diberikan.
Namun seharusnya dengan harga Rp.14.000,- tetap dapat memenuhi kebutuhan
gizi para warga binaan yang ada. Pada aspek penilaian teknik pemasakan dan
kemampuan tenaga juga sudah sesuai.
18
Sama pada aspek penilaian, aroma, kecuali rasa yang memilih sesuai dan sisanya
yaitu empat orang responden memilih tidak sesuai dengan alasan yang sama
dengan alasan sebelumnya yaitu rasa dan aroma tidak sama seperti urap sayuran
pada umumnya. Kebanyakan berkomentar rasa masakan yang hambarlah yang
mendasari para responden memilih tidak sesuai pada kedua aspek penilaian
tersebut. Hal ini disebabkan sekali lagi karena bumbu yang dijatah untuk satu hari
sangatlah terbatas untuk digunakan pada masakan dalam jumlah yang banyak.
Aspek penilaian suhu makanan, variasi hidangan, ukuran dan bentuk, kemampuan
tenaga dan teknik pemasakan dianggap sudah sesuai.
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa perhitungan nilai gizi untuk menu pagi
pada hari Kamis tanggal 16 November 2017 pada siklus menu ke-X di Rutan Kelas
19
II A Yogyakarta adalah Energi: 846 kkal, Protein: 23,5 gram, lemak: 10,3 gram
dan karbohidrat: 162,50 gram.
C. Perencanaan Menu
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa perhitungan nilai gizi untuk menu
pagi pada hari Senin tanggal 16 November 2017 pada siklus menu ke-X di Rutan
Kelas II A Yogyakarta adalah Energi: 726,74 kkal, Protein: 18,8 gram, lemak: 25
gram dan karbohidrat: 132,3 gram.
BAB IV
PENGAWASAN MUTU MAKANAN
20
Salah satu bentuk dalam penyelenggaraan makanan adalah
pengawasan mutu makanan. Pengawasan mutu makanan yang
dilakukan dipenyelenggaraan makanan Rutan Yogyakarta belum
menggunakan metode HACCP. HACCP merupakan analisa yang
dilakukan terhadap bahan baku, proses, dan produk untuk menetukan
komponen, kondisi atau tahapan proses yang harus mendapatkan
pengawasan yang ketat untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan
aman dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dan merupakan
Suatu sistem yang memiliki landasan ilmiah dan yang secara sistematis
mengidentifikasi potensi-potensi bahaya tertentu serta cara-cara
pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan. Sistem ini lebih
menekankan pada upaya pencegahan preventif untuk memberi jaminan
pada keamanan produk pangan (Noordhuizen Codex Alimentarius
Commission European Committee for Standardisation 2004, dalam
Hermansyah 2013).
Konsep HACCP merupakan suatu metode manajemen keamanan
makanan yang sistematik dan didasarkan pada prinsif-prinsif yang
sudah dikenal yang ditunjukan untuk mengidentifikasi hazzard
(bahaya) yang dapat terjadi pada setiap tahapan dalam rantai
persediaan bahan makanan, dan tindakan pengendalian yang
ditetapkan untuk mencegah munculnya hazzard tersebut.
Penerapan metode HACCP untuk pengolahan bahan makanan di Rutan
Yogyakarta belum diterapkan. Oleh karen itu dapat dikatakan bahwa
penerapan HACCP dalam setiap tahap pengolahan bahan makanan di
Rutan Yogyakarta harus tetap diperhatikan. Petugas perlu
memperhatikan dan memahami setiap proses dalam pencegahan
hazzard ( bahaya) pada bahan makanan yang akan dimasak serta
diberikan kepada konsumen atau yang dibutuhkan oleh manusia untuk
memenuhi kebutuhan tubuhnya.
21
Nama Produk : Ubi rebus
1. Tim HACCP
22
a. Pengertian HACCP pada produk soto daging sapi adalah suatu sistem yang
mengidentifikasi bahaya spesifik yang mungkin timbul dan cara
pencegahannya untuk mengendalikan bahaya tersebut pada soto daging.
b. Pengertian titik kendali kritis pada soto daging adalah titik prosedur atau
tahap operasional yang dapat dikendalikan untuk mengalihkan atau
mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya pada soto daging.
3. Tujuan HACCP
a. Tujuan umum
Untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau
mengurangi kasus keracunan dan penyakit melalui makanan (Food Born
Disease) dengan perantara dalam masakan soto daging.
b. Tujuan khusus
1. Mengevaluasi cara produksi masakan soto daging yang akan diolah
sehingga kemungkinan bahaya spesifik yang mungkin timbul dapat
dikendalikan.
2. Memperbaiki cara produksi pada masakan soto daging, dalam proses
pemasakan.
3. Memantau dan mengevaluasi penanganan, pengolahan, sanitasi pada
produksi soto daging.
4. Meningkatkan inspeksi mandiri pada proses produksi soto daging
23
dibagikan kepada konsumen. Semua bahan yang digunakan dalam proses
pengolahan soto daging diterima dari pihak ketiga, yaitu pasar.
No Komponen Deskripsi
A Konsumen dan sterilitas Produk
Para tahanan yang ada di Rutan
1 Sasaran Yogyakarta
2 Sterilitas Produk Baik
- Fisik Baik
- Kimia Baik
- Mikrobiologis Baik
- Organoleptik Baik
B Bahan Makanan yang digunakan
1 Bahan utama Daging sapi
Bawang merah, bawang putih,
cabai merah, kemiri, kunir, daun
2 Bahan lainnya jeruk, serai, garam
3 BTP Tidak ada BTP
Daging sapi diperoleh dari C.V
sampurna, dipesan oleh petugas
penyelenggaraan makan di Rutan
II A Yogyakarta dan pihak ketiga
yang menerima (petugas
C Proses Produksi pengolah BM/tamping dapur).
Setelah soto daging selesai
D Penanganan setelah selesai
dimasak selanjutnya soto daging
pengolahan, sebelum distribusi
didinginkan dan tetap dibiarkan di
wajan, ditutup dengan penutup
panci hingga proses persiapan
dimulai.
24
makanan.
Keterangan :
B (M) = biologis ( mikrobiologis )
K = kimia
F = fisik
25
Singkong Rebus A B C D E F resiko
1. Singkong √ √ √ III
Keterangan :
A = Makanan untuk konsumen beresiko tinggi (a.1 pasien & gol. Resti)
B = Mengandung bahan sensitif terhadap bahaya biologis/kimia/fisika.
C = Tidak ada tahap untuk mencegah/menghilangkan bahaya.
D = Mengalami kontaminasi kembali setelah pengolahan.
E = Kemungkinan penanganan yang salah selama distribusi/konsumsi.
F = Tidak ada cara mencegah/menghilangkan bahaya oleh konsumen.
Kesimpulan :
Daging sapi memiliki resiko bahaya dengan kategori III karena mengandung
bahaya B, D, dan E. Sehingga dalam penanganan dan pengolahan singkong rebus
diperlukan penanganan yang benar karena memiliki resiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan konsumen.
Kategori Resiko Makanan :
26
7. Diagram Alir Proses Produksi
Gambar 1. Diagram Alie Proses Pengolahan Singkong
Rebus
Potong-potong
sebesar panjang
telapak tangan
Masukan nampan
ke dalam steamer
dan kukus sampai
matang
27
a. Singkong
Ya
Apakah penanganan/pengolahan
(termasuk cara mengkonsumsi) dapat
dihilangkan atau mengurangi bahaya
Ya Bukan CCP
BAB V
KEBUTUHAN GIZI
28
A. Perhitungan Kecukupan Gizi Klien
Berikut ini adalah perhitungan kecukupan rata-rata klien:.
1) Perhitungan kebutuhan gizi energi
a. Usia klien 65-80 tahun = 1900 Kal x 1 orang = 1.900 Kal
b. Usia klien 50-64 tahun = 2325 Kal x 9 orang = 20.925 Kal
c. Usia klien 30-49 tahun = 2625 Kal x 86 orang = 225.750 Kal
d. Usia klien 19-29 tahun = 2725 Kal x 77 orang = 209.825 Kal
e. Usia klien 16-18 tahun = 2675 Kal x 4 orang = 10.700 Kal +
f. Total kebutuhan Energi 176 orang = 469.100 Kal
g. Kebutuhan Energi/Klien = 2.665,34 Kal
2) Perhitungan kebutuhan gizi protein
a. Usia klien 65-80 tahun = 65 gr x 1 orang = 65 gr
b. Usia klien 50-64 tahun = 65 gr x 9 orang = 585 gr
c. Usia klien 30-49 tahun = 65 gr x 86 orang = 5.590 gr
d. Usia klien 19-29 tahun = 62 gr x 77 orang = 4.774 gr
e. Usia klien 16-18 tahun = 66 gr x 4 orang = 264 gr +
f. Total kebutuhan Energi 176 orang = 11.278 gr
g. Kebutuhan Energi/Klien = 64,07
3) Perhitungan kebutuhan gizi lemak
a. Usia klien 65-80 tahun = 62 gr x 1 orang = 62 gr
b. Usia klien 50-64 tahun = 65 gr x 9 orang = 585 gr
c. Usia klien 30-49 tahun = 73 gr x 86 orang = 6.278 gr
d. Usia klien 19-29 tahun = 91 gr x 77 orang = 7.007 gr
e. Usia klien 16-18 tahun = 89 gr x 4 orang = 356 gr +
f. Total kebutuhan Energi 172 orang = 14.288 gr
g. Kebutuhan Energi/Klien = 81,18
4) Perhitungan kebutuhan gizi karbohidrat
a. Usia klien 65-80 tahun = 309 gr x 1 orang = 309 gr
b. Usia klien 50-64 tahun = 349 gr x 9 orang = 3.141 gr
c. Usia klien 30-49 tahun = 394 gr x 86 orang = 33,884 gr
d. Usia klien 19-29 tahun = 375 gr x 77 orang = 28.875 gr
29
e. Usia klien 16-18 tahun = 368 gr x 4 orang = 1.472 gr +
f. Total kebutuhan Energi 172 orang = 67.681 gr
g. Kebutuhan Energi/Klien = 384,55 gr
B. Pemenuhan Kebutuhan Gizi Klien untuk 1x Makan Sore
Sumbangan menu diperoleh dari hasil penilaian terhadap salah satu klien di
Rutan Kelas II A Yogyakarta. Dibawah ini adalah data yang diambil dari
Klien serta perhitungan kebutuhan gizi dari klien tersebut:
Nama : Tn. H
Umur : 54 tahun
Sex : Laki-laki
Agama : Islam
Antropometri :
BB Aktual = 48 kg
TB = 165 cm
BB AKG = 60 kg
Status Gizi = IMT = BB/TB (m2)
= 48/ 165 (m2)
= 48/ 2,72
= 17,64 (status gizi underweight)
Perhitungan:
BBA
a. Energi = x Energi AKG
BB AKG
48
= x 2325 kal
62
= 1.800 kal
BBA
b. Protein = x Protein AKG
BB AKG
48
= x 65 gr
62
= 50,32 gr
BBA
c. Lemak = x Lemak AKG
BB AKG
30
48
= x 65 gr gr
62
= 50,32 gr
BBA
d. Karbohidrat = x Karbohidrat AKG
BB AKG
48
= x 349 gr
62
= 270,19gr
Dalam hal ini, praktikan menghitung pemenuhan kebutuhan gizi klien
berdasarkan data dalam satu kali makan klien, yaitu waktu makan siang. Hasil
perhintungan tersebut adalah sebagai berikut: Pemenuhan kebutuhan gizi klien
untuk 1x makan pada siklus menu ke VI hari Kamis, 16 November 2017.
Tabel 22. Sumbangan Menu Hari ke-X pada Siklus Menu Pagi
Terhadap Kebutuhan Gizi
Berdasarkan Tabel diatas, sumbangan menu hari ke-X untuk satu kali
makan di pagi hari dapat disimpulkan bahwa asupan klien pada tanggal 16
November 2017 adalah Energi 138,7 % (lebih), Protein 155,7% (lebih), Lemak
60,6% (kurang) dan Karbohidrat 177,59% (lebih). Hal ini menunjukan
ketidakseimbangan asupan dalam satu hari karena asupan lemak berada dalam
kategori kurang tetapi asupan energy dan karbohidrat dalam ketegori lebih.
31
asupan lemak agar tetap terjaga adanya cadangan energi didalam tubuh akan
tetapi dengan kondisi status gizinya yang underweight hal ini tidak begitu
masalah karena Tn H butuh asupan tinggi kalori untuk meningkatkan status
gizinya.
32
BAB VI
PENGENDALIAN BIAYA
Kesimpulan :
= 12% x 2617 ,-
= Rp. 314,04,-
33
Jadi food cost menu ke- X untuk Warga Binaan Pemasyarakatan
(WBP) adalah:
= 2617 + 314,04
= Rp. 2931,04
Unit Cost
Overhead = (20% x 2931,04) + 2931,04
= 586,208 + 2931,04
= Rp. 3517,248,-
Biaya yang diberikan untuk satu kali makan sebesar
Rp.14.000,- presentase untuk satu kali makan pagi adalah 30%
yaitu Rp. 3517,248,-. Jika dibandingkan dengan perhitungan
unit cost maka pada makan sore untuk siklus VI itu Rp. 3517.
Diperkirakan perhitungan unit cost/ food cost untuk 1 kali
makan di Rutan II A Yogyakarta adalah sekitar Rp. 10.551,-
sehingga biaya yang keluarkan untuk 1 kali makan besar
tepat.karena pihak Rutan tidak mengambil keuntungan dalam
menyelenggarakan makanan bagi tahanan, oleh sebab itu profit
tidak dihitung, namun biaya dalam penyelenggaraan makanan
dapat dibantu dari pihak petugas Rutan sendiri.
34
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Standar Operational Prosedur(SOP) yang dibuat adalah standar
operasional pengolahan tempe goreng
2. Perhitungan kebutuhan makanan dalam satu kali makan, menu sore
pada siklus menu ke VI adalah ikan asin dengan biaya Rp. 135,4,-dan
kangkung, bayam, 83 kg dengan biaya 514,6,-
3. Penerimaan bahan makanan di Rutan Kelas II A Yogyakarta dilakukan
dengan cara buta atau blind.
4. Spesifikasi bahan makanan terjadi pada saat bahan makanan tiba di
ruang pengolahan (dapur) di Rutan Yogyakarta, sebelum bahan
makanan itu diolah. Agar bahan makanan yang diterima sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan.
5. Persiapan bahan makanan di Rutan Yogyakarta dilakukan satu tempat
dengan ruang penyimpanan dan pengolahan bahan makanan.
6. Kegiatan pemasakan di Rutan dilakukan di dapur atau bagian
pengolahan.
7. Pendistribusian makanan secara umum di Rutan menggunakan sistem
sentralisasi, yaitu semua kegiatan dari mulai pengolahan sampai dengan
penyajian di lakukan di dapur Rutan Yogyakarta.
8. Perencanaan menu dilakukan untuk menu makanan satu kali makan
yaitu dengan tiga kali makan utama (pagi, siang, malam) dan dua kali
makanan selingan.
35
9. Berdasarkan hasil HACCP bahan makanan singkong rebus dalam
kategori resiko bahaya III mengandung 3 bahaya B sampai F..
10. Perhitungan asupan gizi klien berdasarkan AKG dengan koreksi berat
badan adalah energi: 1800 kkal, protein: 50,32 gr, lemak: 50,32 gr, kh:
270,92 gr.
11. Perkiraan perhitungan unit cost/food costuntuk satu kali makan dengan
menu nasi, ikan asin dan urap sayuran di Rumah Tahanan Kelas II A
Yogyakarta adalah sebesar Rp. 3517,-
36
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 2006. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit, Direktorat Bina Gizi
Masyarakat Departemen Kesehatan RI
Supariasa I Dewa Nyoman, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.
37
38