Anda di halaman 1dari 34

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehamilan pada usia muda murupakan kehamilan yang mempunyai

risiko tinggi, karena pada usia <20 tahun adalah kondisi yang masih dalam

pertumbuhan sehingga asupan makanan lebih banyak digunakan untuk

mencukupi kebutuhan ibu. Sedangkan usia >35 tahun organ reproduksi

kurang sehingga juga memperbesar resiko kelahiran (Sistriani, 2017).

Ibu yang melahirkan pada usia >35 tahun sangat berisiko untuk

melahirkan bayi berat badan lahir rendah (BBLR) karena ibu lebih rentan

mengalami penyakit degeneratif serta kondisi tubuh ibu juga sudah menurun

(Sistriani, 2017).

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang

dari 2500 gram (M. Sholeh Kosim et al 2017). BBLR merupakan salah satu

penyebab kematian bayi baru lahir yang sering terjadi di negara berkembang

yaitu sebesar 16% (Shinta, 2018). Kegagalan hipotalamus menekan respon

neurologik bayi dalam mempertahankan suhu tubuhnya sehingga terjadi

hipotermia (Walyani, 2018).

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) disebabkan berbagai faktor dan

merupakan salah satu target intervensi upaya safe motherhood, beberapa

faktor utama kematian BBLR adalah hipotermia dan pemberian ASI yang

kurang adekuat (Depkes RI 2017).


2

World Health Organization (WHO) dan Unicef (2017) mengestimasi

lebih dari 20 juta bayi di seluruh dunia, yang mewakili 15,5% dari semua

kelahiran, lahir dengan berat badan lahir rendah, 95.6% dari mereka di

banyak negara berkembang (16,5 %).

Angka Kematian Bayi (AKB) di negara ASEAN tergolong tinggi yaitu

sebesar 23 kasus per 1000 kelahiran. Data kematian bayi di Indonesia dinilai

paling tinggi jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya sebesar 22,23

per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2018. Sedangkan angka kematian

BBLR di indonesia masih cukup tinggi yaitu 10,2% jika dibandingkan negara

ASEAN seperti Vietnam 5,3% dan Thailand 6,6%. Kematian neonatus

terbanyak di Indonesia disebabkan oleh asfiksia (37%), BBLR dan

prematuritas (34%), sepsis (12%), hipotermia (7%), ikterus neonatorum (6%),

postmatur (3%), dan kelainan kongenital (1%) per 1.000 kelahiran hidup

(Ratuain, Wahyuningsih, & Purmaningrum, 2018).

Persentase BBLR di Provinsi Kalimantan Selatan sendiri adalah

sebesar (10,1%). Di kota Banjarmasin sendiri BBLR juga merupakan

penyebab utama kematian neonatal dini persentasenya 3,33% (Dinkes

Provinsi Kalsel, 2018).

Berdasarkan data yang didapat dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan antara umur ibu dengan kejadian BBLR hasil tersebut dapat di

interpretasikan umur yang berisiko (umur <20 tahun dan >35 tahun), hal

tersebut dapat menyebabkan terjadinya resiko kelahiran yang dapat

menghasilan BBLR dengan kegagalan hipotalamus menekan respon

neurologik bayi dalam mempertahankan suhu tubuhnya sehingga bayi

mengalami hipotermia (Walyani,2018).

Bayi Hipotermia adalah kondisi saat suhu tubuh bayi kurang dari

36°C. Suhu tubuh ini termasuk rendah sebab suhu tubuh normal untuk bayi
3

36,5-37,5°C. Hipotermia terjadi karena mekanisme termoregulasi yang belum

sempurna dan ukuran tubuh bayi yang masih kecil. Ini berarti bayi yang lahir

BBLR lebih rentan terhadap masalah hipotermia (Riskesdas, 2017).

Bayi yang terlahir BBLR penting untuk mendapatkan perawatan

khusus agar bisa bertahan hidup dan tumbuh menjadi anak yang normal.

WHO mengembangkan panduan dalam perawatan esensial bayi baru lahir

baik yang dilahirkan di rumah maupun di fasilitas kesehatan. Perawatan

esensial ini salah satunya adalah mengenai menjaga suhu tubuh bayi agar

tidak terjadi hipotermia (Riskesdas, 2017).

Pencegahan hipotermia dapat dilakukan dengan cara mengeringkan

tubuh bayi, mengganti popok apabila basah, memakaikan pakaian dan topi

serta menghangatkan tubuh bayi dengan pemanas radian atau masukkan ke

dalam inkubator atau melalui penyinaran lampu (Sudarti, 2018).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD dr. H.

Moch Ansari Saleh Banjarmasin di dapatkan 10 penyakit terbanyak pada

tahun 2017 s.d 2019 sebagai berikut :

Tabel 1.1 Distribusi 10 Penyakit Terbanyak Di Ruang Bayi (Merah Delima)


Tahun 2017.
N
o Nama Penyakit Jumlah %
1 Sepsis Bakteri Pada Bayi Baru Lahir, Tidak Spesifik 242 33,9
2 BBLR 113 15,8
3 Ikterus Neonatal Karena Infeksi 95 13,3
4 Asfiksia Kelahiran Yang Parah 75 10,5
5 Singleton, Lahir Di Rumah Sakit 54 7,6
6 Janin Dan Bayi Baru Lahir Dipengaruhi Oleh Persalinan Sc 44 6,2
7 Ikterus Neonatal,Tidak Spesifik 26 3,6
8 Janin Adan Bayi Baru Lahir Dipengaruhi Oleh Persalinan 23 3,2
Sungsang
9 Janin Adan Bayi Baru Lahir Dipengaruhi Oleh Persalinan Dengan 22 3,1
Vakum
10 Asfiksia Lahir Ringan Dan Sedang 20 2,8
Jumlah Total 714 100
Sumber : data rekam medik RSUD dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin
4

Tabel 1.2 Distribusi 10 Penyakit Terbanyak Di Ruang Bayi (Merah Delima)

Tahun 2018.
No Nama Penyakit Jumlah %
1 BBLR 190 24,5
2 Sepsis Bakteri Pada Bayi Baru Lahir 146 18,9
3 Ikterus Neonatal Karena Infeksi 139 18,0
4 Asfiksia Kelahiran Yang Parah 65 8,4
5 Janin Dan Bayi Baru Lahir Dipengaruhi Oleh Persalinan Sc 59 7,6
6 Singleton, Lahir Di Rumah Sakit 52 6,7
7 Asfiksia Lahir Ringan Dan Sedang 51 6,6
8 Ikterus Neonatal,Tidak Spesifik 29 3,7
9 Infeksi Khusus Untuk Periode Perinatal 23 3,0
10 Asfiksia Lahir, Tidak Spesifik 20 2,6
Jumlah Total 774 100
Sumber : data rekam medik RSUD dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin

Tabel 1.3 Distribusi 10 Penyakit Terbanyak Di Ruang Bayi (Merah Delima)


Tahun 2019.
No Nama Penyakit Jumlah %
1 BBLR 270 35,0
2 Sepsis Bakteri Pada Bayi Baru Lahir, tidak spesifik 165 21,4
3 Ikterus Neonatal Karena Infeksi 147 19,1
4 Asfiksia Kelahiran Yang Parah 45 5,8
5 Singleton, Lahir Di Rumah Sakit 43 5,6
6 Asfiksia Lahir Ringan Dan Sedang 29 3,8
7 Gangguan Pernafasan Pada Bayi Baru Lahir, tidak spesifik 22 2,9
8 Janin dan Bayi Baru Lahir Dipengaruhi Oleh Persalinan Sc 18 2,3
9 Infeksi Khusus Untuk Periode Perinatal,tidak spesifik 18 2,3
10 Pneumonia Kongenital 14 1,8
Jumlah Total 771 100
Sumber : data rekam medik RSUD dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin

Berdasarkan tabel 1.1 s.d 1.3 di dapatkan data dari rekam medik RSUD

dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin, tahun 2017 s.d 2019 BBLR sementara

masih menjadi salah satu dari 10 penyakit terbanyak di ruang Bayi Merah

Delima RSUD dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan perawat diruang

bayi Merah Delima RSUD dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin didapatkan

data sebanyak 75,3 % masalah BBLR selama 3 tahun.

Dampak hipotermia akan berpengaruh terhadap fungsi organ tubuh bayi.

Kondisi ini berpotensi menimbulkan peningkatan konsumsi oksigen, gangguan


5

nafas, gangguan keseimbangan asam basa, menurunkan kadar gula darah,

gagal ginjal, kerusakan usus, serta memperlambat pacu jantung sehingga

akan mengganggu aliran darah dan oksigen ke seluruh tubuh. Pada otak bisa

terjadi pelambatan yang akan menurunkan sistem koordinasi antar organ

tubuh serta kehilangan refleks. Bayi terancam kehilangan gerakan pupil dan

memperlambat kerja retina mata. Efeknya pandangan akan semakin buram.

Untuk jangka waktu lama, hipotermia yang parah akan berujung dengan

kematian (Rachmatia, 2019).

Perawat mempunyai peran menjaga kondisi suhu tubuh BBLR tetap

hangat dengan memperhatikan pakain yang dikenakan bayi, memperhatikan

kondisi vital sign BBLR dan memberikan ASI bila bayi mampu menghisap atau

menelan dengan baik, memperhatikan suhu ruangan agar tetap terjaga,

menjaga kebersihan ruangan dan memberi pengetahuan kepada keluarga

pasien serta bagaimana cara perawatan pada bayi hipotermia (Fitriawati,

2018).

Penanganan dan perawatan bayi berat lahir rendah (BBLR) dapat

dilakukan dengan cara mempertahankan suhu tubuh bayi seperti dirawat

didalam inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim,

pengawasan nutrisi atau ASI, pencegahan infeksi, mengobservasi pernafasan

dengan cara dirawat telentang atau tengkurap dalam inkubator (Proverawati,

2018).

Berdasarkan data diatas penulis tertarik untuk melakukan “Asuhan

Keperawatan hipotermia pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Bayi

Merah Delima RSUD dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin”.


6

B. Rumusan Masalah

“Rumusan masalah pada karya tulis ilmiah ini adalah bagaimanakah

asuhan keperawatan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dengan masalah

keperawatan Hipotermia di Ruang Bayi Merah Delima RSUD dr. H. Moch Ansari

Saleh Banjarmasin”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada bayi BBLR  dengan

masalah hipotermia di Ruang Bayi Merah Delima RSUD dr. H. Moch Ansari

Saleh Banjarmasin.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian keperawatan pada bayi BBLR dengan masalah

keperawatan hipotermia di Ruang Bayi Merah Delima RSUD dr. H. Moch

Ansari Saleh Banjarmasin.

b. Menetapkan diagnosa keperawatan pada bayi BBLR dengan masalah

keperawatan hipotermia di Ruang Bayi Merah Delima RSUD dr. H. Moch

Ansari Saleh Banjarmasin.

c. Menyusun perencanaan keperawatan pada bayi BBLR dengan masalah

keperawatan hipotermia di Ruang Bayi Merah Delima RSUD dr. H. Moch

Ansari Saleh Banjarmasin.

d. Melakukan tindakan keperawatan pada klien bayi BBLR dengan masalh

keperawatan hipotermia di Ruang Bayi Merah Delima RSUD dr. H. Moch

Ansari Saleh Banjarmasin.


7

e. Melakukan evaluasi keperawatan pada bayi BBLR dengan masalah

keperawatan hipotermia di Ruang Bayi Merah Delima RSUD dr. H. Moch

Ansari Saleh Banjarmasin.

D. Manfaat

1. Peneliti

Hasil yang didapat dalam penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan serta wawasan tentang bagaimana memberikan asuhan

keperawatan pada bayi BBLR dengan masalah keperawatan hipotermia

khususnya untuk mahasiswa keperawatan.

2. Bagi RSUD dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi RSUD

dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin tentang bagaimana penerapan asuhan

keperawatan pada pasien BBLR, sehingga dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam pengembangan asuhan keperawatan pada bayi BBLR.

3. Bagi Profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan pada bayi BBLR dengan hipotermia.

4. Bagi Keluarga

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

tingkat pemahaman keluarga tentang BBLR sehingga keluarga dapat

berperan dalam memberikan perawatan bayi BBLR untuk mengurangi resiko

terjadi hipotermia.

5. Bagi Responden

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan pasien

selama penelitian dan memberikan informasi mengenai BBLR tentang

bagaimana cara pencegahan supaya tidak terjadi kekambuhan.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis

1. Pengertian

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat

kurang dari 2500 gram (Ridha, 2017, P. 245). Bayi Berat Lahir Rendah

ialah bayi yang memiliki berat badan 2500 gram atau kurang dari usia

kehamilan ibu (Walyani, 2018, P. 155).

Berdasarkan pengertian di atas BBLR adalah bayi dengan berat

badan yang kurang dari 2500 gram pada waktu lahir.

2. Etiologi

Etiologi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) menurut Hidayat (2017)

antara lain:

a. Faktor ibu: hipertensi dan penyakit ginjal yang

kronik,perokok,penderita diabetes mellitus yang berat,gizi

buruk,peminum alkohol.

b. Faktor uterus dan plasenta: kelainan pembuluh darah, sebagian

plasenta lepas, insersi tali pusat yang tidak normal,transfusi dari

kembar yang satu ke kembar yang lain.

c. Faktor janin: ganda, kelainan kromosom,cacat bawaan, infeksi dalam

kandungan.

3. Tanda dan gejala

Menurut Sudarti (2018) yaitu:

a. Berat badan <2500 gram.

b. Panjang badan <45 cm, lingkar kepala <33 cm, lingkar dada <30 cm
9

c. Rambut kepala tipis dan halus, daun telingan elastis, putting susu

belum terbentuk, dinding thorax elastis.

d. Kulit tipis (transparan), jaringan lemak subkutan tipis, lanugo banyak,

kurangnya lemak coklat (brown fat).

e. Genetalia: laki-laki skrotum kecil, testis tidak teraba, perempuan labia

mayora tidak ada, klitoris menonjol.

f. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.

g. Pernafasan 40-50 kali/ menit

h. Nadi 100-140 kali/ menit.

4. Klasifikasi

a. Ada beberapa pengelompokan dalam BBLR (Mitayani, 2017):

1) Prematuritas murni

Bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu

dan berat badan sesuai dengan gestasi atau yang disebut

neonates kurang bulan sesuai dengan masa kehamilan.

2) Baby small for gestational age (SGA)

Berat badan lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan. SGA

terdiri dari tiga jenis.

a) Simetris (intrauterus for gestational age)

Gangguan nutrisi pada awal kehamilan dan dalam jangka

waktu yang lama.

b) Asimetris (intrauterus growth retardation)

Terjadi defisit pada fase akhir kehamilan.

c) Dismaturitas

Bayi yang lahir kurang dari berat badan yang seharusnya

untuk masa gestasi, dan si bayi mengalami pertumbuhan,

serta merupakan bayi kecil untuk masa kehamilan.


10

b. Pengelompokan BBLR menurut ukuran (Nursalam, 2017):

1) Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi yang berat

badannya kurang dari 2500 gram, tanp memperhatikan usia

gestasi.

2) Bayi berat badan lahir ekstrem rendah (BBLER) merupakan bayi

yang berat badannya kurang dari 1000 gram.

3) Bayi berat badan lahir sangat rendah (BBLRR) merupakan bayi

yang berat badannya kurang dari 1500 gram.

4) Bayi berat badan lahir moderat (BBLM) merupakan bayi yang

berat badannya 1501 sampai 2500 gram.

5) Bayi berat badan sesuai usia gestasinya merupakan bayi yang

berat badannya antara persentil ke-10 sampai ke-90 pada kurva

pertumbuhan intrauterin.

6) Berat badan kecil untuk usianya atau kecil untuk usia gestasinya

merupakan bayi yang laju pertumbuhan intrauterinnya lambat dan

yang berat badan lahirnya kurang dari persentil ke-10 pada kurva

pertumbuhan intrauterin.

7) Retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR) ditemukan pada bayi

yang pertumbuhan intrauterinnya mengalami retardasi (terkadang

digunakan istilah pengganti yang lebih deskritif untuk bayi kecil

untuk usia gestasinya).

8) Bayi besar untuk usia gestasinya merupakan bayi yang berat

badan lahirnya diatas persentil ke-90 pada kurva pertumbuhan

intrauterin.
11

5. Patofisiologi

Patofisiologi menurut Nelson (2017) Secara umum bayi BBLR

berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan Juga

disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan

38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa

kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi

karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan

yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta,

infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai

makanan ke bayi jadi berkurang. Gizi yang baik diperlukan seorang ibu

hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan, dan

selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi

kesehatan yang baik, system reproduksi normal, tidak menderita sakit,

dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil,

ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat dari pada ibu

dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang

gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang

rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.

Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb

berada di bawah normal. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu

gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil

umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi

kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal.

Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin

ibu turun sampai di bawah 11 gr/dl selama trimester III. Kekurangan zat

besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan


12

janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan

kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR,

anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan

mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi.

Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan

resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan

melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar.


13

6. Pathway
Etiologi

Faktor Ibu Faktor Janin

Faktor Plasenta

BBLR

Jaringan lemak
sub kutan lebih Prematuritas Fungsi organ-organ belum baik
tipis

Penurunan daya tahan Ginjal Otak Mata Kulit


Kekurangan
cadangan energi Resiko infeksi
Sekunder Imaturitas Sepsis
terapi sentrum2 Vital
Malnutrisi
Retinopaty
Reflek
Diskontinuitas
menelan blm Pernafasan Periodic
Kehilangan panas pemberian ASI
sempurna
melalui kulit

Ketidakseimbangan nutrisi Pernafasan


Permukaan tubuh kurang dari kebutuhan tubuh Biot
Relatif lebih luas

Ketidakefektifan Penyakit Insuf. Paru


Pola nafas membrane Pernafas
hialin an
Pemaparan dengan
suhu luar
Konjugasi
Hiperbilirubin bilirubin belum Hati
Kehilangan panas baik

Resiko keseimbangan Ikterus neonatus


suhu tubuh Usus

Penguapan berlebih
Dinding lambung
Peristaltic belum lunak
Kehilangan cairan
sempurna

Mudah kembung
Dehidrasi
Pengosongan
lambung belum baik

Disfunggi motilitas
gastrointestinal
Gambar 2.1 Patwhay Nanda jilid 1 (2017)
14

7. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah menurut

Pantiawati (2018, P. 24) yaitu:

a. Hipotermia

Dalam kandungan, bayi berada dalam suhu lingkungan yang normal

dan stabil yaitu 36 derajat sampai 37 derajat C. Setelah lahir baiy

diharadapkan pada suhu lingkungan yang umumnya lebih rendah.

Perbedaan suhu ini memberi pengaruh pada kehilangan panas tubuh

bayi atau hipotermia.

b. Sindrom gawat nafas

Ketidakefektifan pernafasan disebabkan belum sempurnanya

pembentukan membran hialin surfaktan paru yang merupakan suatu

zat yang dapat menurunkan tegangan dinding alveoli paru.

Sedangkan menurut Proverawati (2018, P. 11&15) komplikasi yang

dapat terjadi pada BBLR adalah:

a. Masalah pemberian ASI

Masalah ini terjadi karena ukuran tubuh bayi kecil, kurang energy,

lambungnya kecil dan tidak dapat menghisap. Biasanya BBLR sering

mendapat ASI dengan bantuan, dan membutuhkan ASI sedikit tapi

sering.

b. Perdarahan intracranial

Masalah ini terjadi karena trauma lahir yang dapat disebabkan karena

faktor panggul yang sempit, matriks germinal epidimial kaya akan

pembuluh darah yang merupakan tempat yang sangat rentan

terhadap terjadinya perdarahan.


15

8. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Mendri & Prayogi (2017, P. 227) pemeriksaan BBLR yaitu:

a. Pemeriksaan skor ballard

Menentukan usia gestasi bayi baru lahir melalui penilaian neuro

muscular dan fisik.

b. Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan

umur kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau

diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas.

c. Laboratorium

1) Jumlah sel darah putih: 18.000?mm3, netrofil meningkat sampai

23.000-24.000/mm3, hari pertama setelah lahir menurun jika ada

sepsis

2) Hematokrit: 43%-61% mengalami peningkatan yang menandakan

penurunan kadar anemia

3) Hemoglobin: 15-20gr

4) Bilirubin total: 6 mg/dl saat pertama lahir, 8 mg/dl 1-2 hari, dan 12

mg/dl 3-5 hari

5) Elektrolit (Na, K, Cl): dalam batas normal.

9. Penatalaksanaan

Penanganan dan perawatan pada bayi dengan berat badan lahir rendah

menurut Proverawati (2018), dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :

a. Mempertahankan suhu tubuh bayi

Bayi prematur akan cepat kehilangan panas badan dan menjadi

hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi

dengan baik, metabolismenya rendah, dan permukaan badan relatif

luas. Oleh karena itu, bayi prematuritas harus dirawat di dalam

inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim. Bila


16

belum memiliki inkubator, bayi prematuritas dapat dibungkus dengan

kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas atau

menggunakan metode kangguru yaitu perawatan bayi baru lahir

seperti bayi kanguru dalam kantung ibunya.

b. Pengawasan Nutrisi atau ASI

Alat pencernaan bayi premature masih belum sempurna, lambung

kecil, enzim pecernaan belum matang. Sedangkan kebutuhan protein

3 sampai 5 gr/ kg BB (Berat Badan) dan kalori 110 gr/ kg BB,

sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum bayi

sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan

lambung. Reflek menghisap masih lemah, sehingga pemberian

minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi dengan frekuensi yang

lebih sering.  ASI merupakan makanan yang paling utama, sehingga

ASI-lah yang paling dahulu diberikan. Bila faktor menghisapnya

kurang maka ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok

perlahan-lahan atau dengan memasang sonde menuju lambung.

Permulaan cairan yang diberikan sekitar 200 cc/ kg/ BB/ hari.

c. Pencegahan Infeksi

Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan

tubuh yang masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan

pembentukan antibodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya

preventif dapat dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak

terjadi persalinan prematuritas atau BBLR. Dengan demikian

perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan

terisolasi dengan baik.


17

d. Pernafasan

Bayi prematur mungkin menderita penyakit membran hialin. Pada

penyakit ini tanda-tanda gawat pernafasan selalu ada dalam 4 jam

bayi harus dirawat terlentang atau tengkurap dalam inkubator dada

abdomen harus dipaparkan untuk mengobserfasi usaha pernafasan.

B. Konsep Hipotermia Pada BBLR

1. Pengertian

Bayi hipotermia adalah bayi dengan suhu tubuh kurang dari 36°C

atau kedua kaki dan tangan teraba dingin, bayi sudah mengalami

hipotermia sedang (suhu 32-36°C) disebut hipotermia berat bila suhu

tubuh kurang dari 32°C (Hevrialni, 2017, P. 123). Menurut (NANDA,

2017) Hipotermia adalah suhu inti tubuh dibawah kisaran normal karena

kegagalan termoregulasi, hipotermia sering terjadi pada neonates BBLR

karena pusat pengaturan suhu tubuh belum sempurna, permukaan

relative luas, dan kemampuan dalam memproduksi dan menyimpan

panas terbatas.

2. Mekanisme Terjadinya Hipotermia

Pada BBLR dapat mengalami hipotermia melalui beberapa mekanisme

kehilangan panas yaitu:

a. Radiasi

Radiasi adalah perpindahan panas dari permukaan satu objek ke

permukaan lain tanpa kontak langsung antara keduanya.

Kehilangan panas tubuh secara radiasi dapat disebabkan karena

perbedaan ambang suhu antara suhu di permukaan kulit dengan

suhu dilingkungan (Haswita & Sulistyowati, 2017, P. 110).


18

b. Konduksi

Konduksi adalah perpindahan panas akibat kulit terpapar langsung

dengan benda-benda disekitar tubuh. Seperti menidurkan bayi di

timbangan tanpa memberi alas (Wahyudi & Wahid, 2017, P. 267).

c. Konveksi

Perpindahan panas melalui pergerakan udara/air (Haswita &

Sulistyowati, 2017, P. 111).

d. Evaporasi

Perpindahan energi panas dengan penguapan. Pembuangan panas

dengan evaporasi menyebabkan tubuh merasa lebih dingin

(Wahyudi & Wahid, 2017, P. 267).

3. Mekanisme Pengaturan Suhu Tubuh

Mekanisme fisiologis dan perilaku mengatur keseimbangan antara

panas yang hilang dan panas yang dihasilkan, atau lebih sering disebut

sebagai termoregulasi. Mekanisme tubuh harus mempertahankan

hubungan antara produksi panas dan kehilangan  panas agar suhu

tubuh tetap normal. Termoregulasi bergantung pada fungsi normal dari

proses produksi panas. Panas yang dihasilkan tubuh merupakan hasil

sampingan metabolisme, yaitu reaksi kimia dalm sel seluruh tubuh.

Aktivitas yang membutuhkan reaksi kimia tambahan akan meningkatkan

laju metabolik, yang juga akan menambah produksi panas (Potter &

Perry, 2017).

4. Penanganan pada Bayi dengan Hipotermia

mengeringkan tubuh bayi, mengganti popok apabila basah,

memakaikan pakaian dan topi serta menghangatkan tubuh bayi dengan

pemanas radian atau masukkan ke dalam inkubator atau melalui

penyinaran lampu Sudarti (2018, P. 11).


19

C. Konsep Asuhan Keperawatan

Pada saat kelahiran bayi baru harus menjalani pengkajian cepat

seksama supaya menentukan setiap masalah yang muncul serta

mengidentifikasi masalah yang menuntut perhatian dengan cepat.

Pemeriksaan ini terutama ditujukan untuk mengevaluasi kardiopulmonal dan

neurologis (Pantiawati, 2018).

1. Pengkajian

a. Biodata

Terjadi pada bayi prematur yang dalam pertumbuhan di dalam

kandungan terganggu.

b. Keluhan utama Menangis lemah, reflek menghisap lemah, bayi

kedinginan atau suhu tubuh rendah

c. Riwayat penyakit sekarang

Lahir spontan, SC umur kehamilan antara 24 sampai 37

minnggu ,berat badan kurang atau sama dengan 2.500 gram,

apgar pada 1-5 menit, 0-3 menunjukan kegawatan yang parah, 4-6

kegawatan sedang, dan 7-10 normal.

d. Riwayat penyakit dulu

Ibu mempunyai riwayat kelahiran prematur, kehamilan ganda,

hidramnion.

e. Riwayat penyakit keluarga

Adanya penyakit tertentu yang menyertai kehamilan seperti

DM,TB Paru, tumor kandungan, kista, hipertensi.

f. ADL

1) Pola Nutrisi: reflek sucking lemah, volume lambung kurang,

daya absorbsi kurang atau lemah sehingga kebutuhan nutrisi

terganggu.
20

2) Pola Istirahat tidur: terganggu oleh karena hipotermia

3) Pola Personal hygiene: tahap awal tidak dimandikan

4) Pola Aktivitas: gerakan kaki dan tangan lemas

5) Pola Eliminasi: BAB yang pertama kali keluar adalah

mekonium, produksi urin rendah.

g. pemeriksaan

1) Pemeriksaan Umum

a) Kesadaran compos mentis

b) Nadi: 180X/menit pada menit, kemudian menurun sampai

120-140X/menit

c) RR: 80X/menit pada menit, kemudian menurun sampai

40X/menit

d) Suhu: kurang dari 36,5 C

2) Pemeriksaan Fisik

a) Sistem sirkulasi/kardiovaskular: Frekuensi dan irama

jantung rata-rata 120 sampai 160x/menit, warna kulit bayi

sianosis atau pucat.

b) Sistem pernapasan: Bentuk dada cembung, penggunaan

otot aksesoris, cuping hidung, interkostal; frekuensi dan

keteraturan pernapasan rata-rata antara 40-60x/menit,

bunyi pernapasan adalah stridor, wheezing atau ronkhi.

c) Sistem gastrointestinal: Distensi abdomen (lingkar perut

bertambah, kulit mengkilat), peristaltik usus, muntah

(jumlah, warna, konsistensi dan bau), BAB (jumlah,

warna, karakteristik, konsistensi dan bau), reflek

menghisap dan menelan yang lemah.


21

d) Sistem genitourinaria: Abnormalitas genitalia, hipospadia,

urin (jumlah, warna, berat jenis, dan PH).

e) Sistem neurologis dan musculoskeletal: Gerakan bayi,

refleks moro, menghisap, mengenggam, plantar, posisi

atau sikap bayi fleksi, ekstensi, ukuran lingkar kepala

kurang dari 33 cm, respon pupil, tulang kartilago telinga

belum tumbuh dengan sempurna, lembek dan lunak.

f) Sistem thermogulasi (suhu): Suhu kulit dan aksila, suhu

lingkungan.

g) Sistem kulit: Keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda

lahir, lesi, pemasangan infus), tekstur dan turgor kulit

kering, halus, terkelupas.

h) Pemeriksaan fisik: Berat badan sama dengan atau kurang

dari 2500 gram, panjang badan sama dengan atau kurang

dari 46 cm, lingkar kepala sama dengan atau kurang dari

33 cm, lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30cm,

lingkar lengan atas, lingkar perut, keadaan rambut tipis,

halus, lanugo pada punggung dan wajah, pada wanita

klitoris menonjol, sedangkan pada laki-laki skrotum belum

berkembang, tidak menggantung dan testis belum turun

(Pantiawati, 2018).

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan salah satu penilaian klinis

mengenai respon pasien terhadap masalah kesehatan yang

dialaminya baik berlangsung actual maupun potensial. Diagnosa

keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon pasien


22

individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan

dengan kesehatan.

Menurut NANDA jilid 1 (2017), diagnosa keperawatan yang

mungkin muncul pada BBLR adalah:

a. Ketidakefektifan pola nafas b.d imaturitas otot-otot pernafasan dan

penurunan ekspansi paru.

b. Diskontinuitas pemberian ASI b.d prematuritas.

c. Disfungsi motilitas gastrointestinal b.d prematuritas,

ketidakadekuatan/ imatur aktivitas peristaltic di dalam system

gastrointestinal.

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

ketidakmampuan menerima nutrisi, imaturitas peristaltic

gastrointestinal.

e. Hipotermi b.d kegagalan mempertahankan suhu tubuh, penurunan

jaringan lemak subkutan.

f. Ikterus neonatus b.d bilirubin tak terkonjugasi dalam sirkulasi.

g. Risiko infeksi b.d pertahanan imunologis tidak adekuat

3. Intervensi Keperawatan

a. Ketidakefektifan pola nafas b.d imaturitas otot-otot pernafasan dan

penurunan ekspansi paru.

1) Tujuan: pola napas menjadi efektif

2) Kriteria hasil:

a) RR 30-60 x/mnt

b) Sianosis (-)

c) Sesak (-)

d) Ronchi (-)

e) Whezing (-)
23

3) Intervensi:

a) Observasi pola Nafas.

Rasional: Membantu dalam membedakan periode

perputaran pernafasan.

b) Tempatkan kepala pada posisi hiperekstensi. apnea

Rasional: Memudahkan pernafasan dan menurunkan

episode

c) Beri O2 sesuai program dokter

Rasional: Dapat meningkatkan fungsi pernafasan

d) Atur ventilasi ruangan tempat perawatan klien.

Rasional: Dengan pengaturan suhu ruangan maka suhu

tubuh bayi tetap setabil

e) Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya dan Monitor

dengan teliti hasil pemeriksaan gas darah.

Rasional: Mencegah terjadinya hipoglikemia

b. Diskontinuitas pemberian ASI b.d prematuritas.

1) Tujuan: pemberian ASI untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

bayi.

2) Kriteria hasil:

a) pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam batas normal.

b) Ibu mampu mengumpulkan dan menyimpan ASI secara

aman.

c) Menunjukkan teknik dalam memompa ASI.

d) Tanda-tanda vital dalam batas normal.

3) Intervensi:

a) Monitor reflek menelan sebelum memberikan susu.

Rasional: Untuk mengetahui daya hisap bayi


24

b) Tentukan sumber air yang di gunakan

Rasional: Untuk mengencerkan susu formula yang kental

atau dalam bentuk bubuk.

c) Ingatkan orang tua bayi tentang penggunaan oven

microwave.

Rasional: Untuk menghangatkan formula.

d) Berikan informasi tentang penyimpanan ASI dalam lemari

es.

Rasional: Agar dapat diminum bayi sewaktu-waktu dan

tidak basi.

c. Disfungsi motilitas gastrointenstinal b.d prematuritas,

ketidakadekuatan/ imatur aktivitas peristaltic di dalam system

gastrointestinal.

1) Tujuan: fungsi motilitas pasien efektif dan kembali normal.

2) Kriteria hasil:

a) Distensi abdomen

b) Feses kering, keras.

c) Kesulitan mengeluarkan feses.

d) Nyeri abdomen.

e) Perubahan bising usus.

3) Intervensi:

a) Monitor TTV

Rasional: Untuk mengetahui keadaan umum pasien

b) Monitor status cairan dan elektrolit

Rasional: Mengetahui kebutuhan cairan pasien

c) Beri penjelasan kepada keluarga tentang tindakan yang

dilakukan.
25

Rasional: Meningkatkan pengetahuan keluarga serta

kerja sama dengan perawat.

e) Kolaborasi dengan medik untuk pemberian terapi

intravena.

Rasional: Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit

pasien..

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

ketidakmampuan menerima nutrisi, imaturitas peristaltic

gastrointestinal.

1) Tujuan: Nutrisi dapat terpenuhi

2) Kriteria hasil:

a) Reflek hisap dan menelan baik

b) Muntah (-)

c) Kembung (-)

d) BAB lancar

e) Berat badan meningkat 15 gr/hr

f) Turgor elastis

3) Intervensi:

a) Monitor intake dan output.

Rasional: Sebagai data dasar untuk melakukan intervensi.

b) Observasi reflek hisap dan menelan.

Rasional: Untuk mengetahui kemampuan menghisap dan

menelan.

c) Beri minum sesuai program

Rasional: Untuk menentukan nutrisi.

d) Timbang BB setiap hari.

Rasaional: Mengetahui kenaikan status nutrisi pada bayi.


26

d. Hipotermi b.d kegagalan mempertahankan suhu tubuh, penurunan

jaringan lemak subkutan.

1) Tujuan: suhu tubuh dalam rentang normal

2) Kriteria hasil:

a) Suhu 36-37C.

b) Kulit hangat.

c) Sianosis (-)

d) Ekstremitas hangat

3) Intervensi:

a) Observasi tanda-tanda vital.

Rasional: Untuk mengetahui perkembanga kesehatan

pasien.

b) Tempatkan bayi pada incubator.

Rasional: Untuk menjaga kestabilan suhu tubuh bayi agar

tetap hangat

c) Monitor tanda-tanda Hipertermi dan hipotermi

Rasional: Membantu dalam melaksanakan diagnosa

d) Hindarkan bayi dari sumber dngin/ daerah terbuka

Rasional: Agar terhindar dari penurunan suhu tubuh secara

mendadak.

e) Ganti pakaian setiap basah

Rasional: Untuk menghindari hipotermi yang berlanjut.

f) Observasi adanya sianosis.

Rasional: Untuk mengetahui kondisi warna pada kulit

Karena.
27

f. Ikterus neonatus b.d bilirubin tak terkonjugasi dalam sirkulasi.

1) Tujuan: Ikterus dapat dihindari atau dicegah.

2) Kriteria hasil:

a) Kadar bilirubin berkurang

b) Tubuh pasien tidak berwarna kuning lagi

3) Intervensi:

a) Observasi vital sign

Rasional: Melihat sejauh mana perkembangan pasien.

b) Kolaborasi dengan dokter.

Rasional: Merupakan indikator untuk menilai jumlah

bilirubin pasien

c) Kolaborasi dengan lab untuk memeriksa bilirubin

Rasional: Untuk menilai apakah kadarbilirubin pasien

melebihi dari normal.

g. Risiko infeksi b.d pertahanan imunologis tidak adekuat.

1) Tujuan: tidak terjadi infeksi

2) Kriteria hasil:

a) Suhu 36-37C

b) Tidak ada tanda-tanda infeksi.

c) Leukosit 5.000-10.000

3) Intervensi:

a) Kaji tanda-tanda infeksi.

Rasional: Deteksi dini adanya kelainan

b) Pakai baju khusus waktu masuk ruang Isolasi.

Rasional: Mencegah masuknya bakteri dari baju petugas

ke bayi.

c) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi.


28

Rasional: Mencegah penyebaran infeksi nosokomial

d) Jaga kebersihan (badan, pakaian) dan lingkungan bayi.

Rasional: Mengurangi media untuk pertumbuhan kuman.

e) Cegah kontak dengan orang yang terinfeksi.

Rasional: Mencegah terjadinya penularan infeksi

f) Pastikan semua perawatan yang kontak dengan bayi

dalam keadaan bersih/steril.

Rasional: Pada bayi baru lahir daya tahan tubuhnya

rendah.

g) Kolaborasi dengan dokter.

Rassional: Mencegah infeksi dari pneumonia

4. Implementasi

Pelaksanaan atau implementasi merupakan bagian aktif dalam

asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai denga

rencana tindakan. Tindakan ini bersifat intelektual, teknis, dan

interpersonal berupa berbagai upaya untuk memuhi kebutuhan dasar

manusia.

Tindakan keperawatan meliputi, tindakan keperawatan, observasi

keperawatan, pendidikan kesehatan/keperawatan, tindakan medis

yang dilakukan oleh perawat atau tugas limpah (Suprajitno, 2017)

5. Evaluasi

Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan

yang sistematik pada status kesehatan klien. Tujuan evaluasi adalah

untuk melihat kemampuan klien mencapai tujuan. Hal ini bisa

dilaksanakan dengan melaksanakan hubungan dengan klien

berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang

diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan:


29

a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai

tujuan yang ditetapkan).

b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami

kesulitan untuk mencapai tujuan).

c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan

waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan).

6. Dokumentasi Keperawatan

Salah satu tugas dan tanggung jawab perawat adalah melakukan

pendokumentasian yang mencakup pengkajian, identifikasi masalah,

perencanaan dan tindakan. Kekurangan dalam pendokumentasian

keperawatan meliputi penggunaan terminologi dan pencatatan tidak

setandar yang tidak menunjukkan adanya suatu perbedaan tindakan

keperawatan yang kompleks (Nursalam, 2017).

 
30

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Studi Kasus

Desain penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Studi kasus itu

sendiri merupakan suatu metode untuk memahami individu yang dilakukan

secara integrative dan komperensip agar diperoleh pemahaman yang

mendalam tentang individu tersebut serta masalah yang dihadapinya dengan

tujuan dapat diselesaikan dan memperoleh perkembangan yang baik.

Penelitian studi kasus ini marupakan strategi penelitian untuk melakukan

secara cermat suatu proses asuhan keperawatan meliputi pengkajian,

dignosa, intervensi, implementasi dan evaluasi (Nursalam, 2017).

Studi kasus ini berfokus pada Asuhan Keperawatan Bayi Berat Lahir

Rendah (BBLR) yang Mengalami Hipotermia Di Ruang Bayi Merah Delima

RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin.

B. Subjek Penelitian

Studi kasus ini memilih responden menggunakan kriteria inklusi dan ekslusi.

1. Kriteria Inklusi

a. Pasien BBLR dengan masalah utama Hipotermia di ruang Merah

Delima RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin..

b. Pada BBLR tidak di tidak terdapat keadaan kritis.

2. Kriteria Ekslusi

a. BBLR tidak dengan gangguan komplikasi, keadaan secara stabil.

b. Pasien yang tidak mengalami termoregulasi.


31

C. Fokus studi

Fokus studi pada penelitian kasus ini adalah Asuhan Keperawatan Pada

Bayi BBLR Dengan Masalah Utama Hipotermia Di Ruang Bayi Merah

Delima RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin.

D. Batasan Istilah (Definisi Operasional)

1. Asuhan keperawatan adalah suatu bentuk interaksi antara perawat

kepada pasien dalam melakukan pelayanan kesehatan yang meliputi

kebutuhan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual yang diberikan secara

langsung kepada pasien.

2. BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram usia

kehamilan, yang berat badannya lebih rendah dari berat badan bayi rata-

rata.

3. Bayi Hipotermia adalah kondisi saat suhu tubuh bayi kurang dari 36°C.

Suhu tubuh ini termasuk rendah sebab suhu tubuh normal untuk bayi

36,5-37,5°C.

E. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2020

dan dilaksanakan di ruang Bayi Merah Delima RSUD Dr. H. Moch Ansari

Saleh Banjarmasin, studi kasus dilaksanakan selama 2 minggu.

F. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan data pada studi kasus ini akan dilakukan dengan

wawancara langsung kepada pasien atau keluarga yang mengetahui

kondisi pasien (allo anamnese), observasi pasien dengan pendekatan

IPPA namun khususnya jika pada bagian gastrointestinal menggunakan


32

IAPP berdasarkan Body Sistem, kemudian di dokumentasikan kedalam

format Asuhan Keperawatan.

2. Instrumen pengumpulan data

Format pengkajian asuhan keperawatan sesuai dengan ketentuan SOP.

G. Analisis Data

Analisa data adalah proses penyederhanaan data dalam bentuk yang

lebih mudah dibaca. Teknis analisa data yang digunakan menggunakan

narasi. Analisis data dilakukan sejak penelitian di lakikan sampai semua data

terkumpul. Sumber data dalam penelitian ini berdasarkan data-data sebagai

berikut:

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya.

2. Data sekunder dalam penelitian adalah data yang diperoleh tidak secara

langsung berasal dari sumbernya. Sumber data sekunder yang digunakan

adalah sumber tertulis seperti buku, majalah ilmiah, dan dokumen-

dokumen dari pihak yang terkait mengenai masalah BBLR.

Dalam penelitian ini data dianalisis dengan cara:

1. Reduksi data

Merupakan kegiatan merangkum data yang berasal dari lapangan dengan

cara menilai hal-hal pokok yang berhubungan dengan permasalahan

penelitian, laporan disusun secara sistematis agar dapat memberikan

gambaran yang lebih tajam serta mempermudah apabila sewaktu-waktu

data diperlukan.

2. Display data

Setelah data direduksi, selanjutnya dilakukan penyajian data yaitu

rangkaian organisasi informasi yang memungkinkan penelitian dilakukan.


33

Dalam penyajian data diperoleh berbagai jenis jaringan kerja, keterkaitan

kegiatan atau table.

3. Kesimpulan dan verifikasi

Penarikan pada kesimpulan ini akan dilakukan menggunakan data-data

yang dikumpulkan berupa hasil pengkajian, rumusan diagnosa,

perencanaan dari tindakan yang akan dilakukan kepada pasien, tindakan

perawatan yang dilakukan pada pasien serta evaluasi dari kondisi pasien

setelah diberikan tindakan perawatan oleh peneliti, peneliti menggunakan

metode ini untuk memverifikasi kesimpulan yang jelas dan pasti.

H. Penyajian Data

Penyajian data proposal ini menggunakan analisis deskriptif, yang

merupakan prosedur pengolahan data dengan menggambarkan data dan

merangkum sekumpulan data dalam bentuk yang mudah dibaca dan cepat

memberikan informasi yang disajikan dalam bentuk narasi dan tabel.

I. Etika Penelitian

Penelitian dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri, tetapi saling

berkaitan dan saling mendukung. Beberapa faktor pendukung seperti dana

dan adanya objek penelitian keperawatan, maka penelitian harus

memperhatikan hak-hak azazi manusia dalam penelitian ini.

peneliti memandang perlunya rekomendasi untuk pengambilan data

dengan mengajukan permohonan ijin kepada instansi tempat penelitian.

Sebelum penelitian dilakukan, peneliti mengajukan permohonan ijin kepada

Kepala Bagian Diklat RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin.


34

Selama melaksanakan studi kasus diperoleh etika penelitian sebagai

berikut:

1. Informed Consent (persetujuan menjadi responden)

Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden dengan

cara memberikan lembar persetujuan. Tujuannya adalah agar responden

mengerti maksud dan tujuan dari penelitian, dan responden bersedia

diambil datanya dalam penelitian

2. Anonymity (tanpa nama)

Merupakan etika untuk menjamin kerahasiaan dari peneliti dimana

seorang peneliti tidak diperkenankan memberikan atau mencantumkan

nama responden tetapi hanya menuliskan inisial atau kode pada lembar

pengumpulan data yang akan disajikan.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Memberikan jaminan kerahasiaan dari hasil penelitian, baik yang berupa

informasi maupun masalah-masalah yang lain yang berhubungan dengan

responden. Hal ini berkaitan tentang etika dalam keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai