Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.

N DENGAN
BRONKIOLITIS DI RUANGAN PICU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU

“KEPERAWATAN GAWAT DARURAT”

KELOMPOK V:
M. Isfajrian Fadly, S.Kep
Nova Weric S, S.Kep
Rusbiyanti, S.Kep
Wahyuni, S. Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES PAYUNG NEGERI
PEKANBARU
2018/2019
HALAMAN PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. N DENGAN


BRONKIOLITIS DI RUANGAN PICU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU

Makalah ini telah disetujui dan ditelaah bersama Preseptor Klinik dan
Preseptor Akademik Mata Ajar Keperawatan Gawat Darurat Program
Studi Profesi Ners STIKes Payung Negeri Pekanbaru

KELOMPOK V:
M. Isfajrian Fadly, S.Kep
Nova Weric S, S.Kep
Rusbiyanti, S.Kep
Wahyuni, S. Kep

Pekanbaru, Januari 2019


Mengetahui,

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

Ns, Dini Maulinda, M.Kep Ns. Meifera, S.Kep

i
ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ruang Perawatan Intensif adalah bagian dari bangunan rumah sakit


dengan kategori pelayanan kritis, selain instalasi bedah dan instalasi gawat
darurat (Depkes RI 2012). Pelayanan kesehatan kritis diberikan kepada
pasien yang sedang mengalami keadaan penyakit yang kritis selama masa
kedaruratan medis dan masa krisis. Pelayanan intensif adalah pelayanan
spesialis untuk pasien yang sedang mengalami keadaan yang mengancam
jiwanya dan membutuhkan pelayanan yang komprehensif dan pemantauan
terus-menerus. Pelayanan kritis atau intensif biasanya dilakukan pada
Intensive Care Unit atau ICU, untuk anak-anak biasanya disebut Paediatric
Intensive Care Unit atau PICU.
Tujuan pelayanan PICU adalah untuk melakukan perawatan pada
anak dengan penyakit atau cidera serius, termasuk anak-anak dalam fase
pemulihan pasca operasi. PICU memberikan pelayanan kepada anak yang
membutuhkan perawatan dan pemantauan yang intensif, pada pasien
dengan keadaan tidak stabil yang membutuhkan intubasi atau ventilasi,
pasien yang membutuhkan bantuan organ tunggal atau multipel, dan
pengawasan medis atau perawatan yang berkelanjutan. PICU juga
memberikan perawatanan terencana rutin pasca operasi atau selama
penatalaksanaan medis.

Penyakit infeksi saluran pernafasan akut masih menjadi masalah


kesehatan di dunia dan di Indonesia. Meskipun dapat sembuh sendiri pada
orang sehat, penyakit ini dapat menyebabkan hilangnya produktivitas dan
menyebabkan kesakitan dan kematian.
Salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut adalah
bronkiolitis. Bronkiolitis adalah suatu inflamasi infeksi virus pada
bronkiolus (saluran udara kecil di paru-paru), yang menyebabkan obstruksi
akut jalan nafas dan penurunan pertukaran gas dalam alveoli. Lebih sering
disebabkan oleh respiratory syncytial virus (RSV), terutama selama musim
dingin dan awal musim semi.

1
Selain dapat disebabkan oleh virus, pembakaran yang tidak sempurna
juga bisa menyebabkan bronkiolitis. Menurut George Thurston, direktur
Particulate Matter Health Effects Research Center di New York, asap dari
kayu yang dibakar dapat mengiritasi sistem pernapasan dan telah terbukti
memiliki efek kesehatan buruk pada paru-paru anak-anak. Thurston juga
menambahkan asap kayu memiliki dampak terbesar terhadap kesehatan
paru-paru, sedangkan bahan bakar fosil memiliki dampak kesehatan
terbesar terhadap kesehatan jantung karena lebih banyak mengandung
logam.
Mereka yang berisiko tinggi terkena penyakit ini adalah bayi yang
baru lahir prematur dan mengidap penyakit paru-paru atau bayi dengan
penyakit jantung bawaan. Sekitar 90% penderita adalah bayi yang berusia
di bawah sembilan bulan, tetapi juga dapat menyerang orang dewasa.
Bronkiolitis merupakan penyakit yang jarang terjadi pada anak yang
berusia di atas 12 bulan.
Awalnya, bronkiolitis mungkin tampak seperti pilek dan anak
mungkin hanya demam dan batuk atau pilek. Tanda-tanda atau symptom
awal infeksi ini mirip dengan pilek seperti ingus mengalir, demam ringan,
mudah sakit dan tidak nafsu makan. Setelah beberapa hari, penderita
mengidap batuk kering disertai suara serak dan kesulitan bernapas yang
semakin meningkat. Napas bayi terdengar berbunyi mendecit dan sulit
bernapas, sering menarik napas pendek sehingga dinding dada dan tulang
rusuk terlihat. Gangguan pernapasan ini bisa mempengaruhi pola nafsu
makan.
Bronkiolitis merupakan infeksi yang rawan menyerang anak pada
masa awal kehidupannya hal ini tentunya harus mendapat perhatian khusus
oleh kita sebagai perawat. Karena meskipun penyakit ini dapat sembuh
dengan sendirinya, penanganan yang tidak tepat dan terlambat tetap saja
dapat menjadi sangat berbahaya bagi keselamatan anak.

B. Tujuan Penulisan

2
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum pada makalah ini adalah untuk
mengetahui Asuhan Keperawatan pada An. N dengan Bronkiolitis di
Ruangan PICU RSUD Arifin Ahmad Provinsi Riau.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep Penyakit Bronkiolitis
b. Untuk mengetahui pengkajian pada An. N dengan Bronkiolitis
c. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada An. N dengan
Bronkiolitis
d. Untuk mengetahui intervensi keperawatan pada An. N dengan
Bronkiolitis
e. Untuk mengetahui implementasi dan evaluasi keperawatan pada
An. N dengan Bronkiolitis

C. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Tempat Praktik
Sebagai bahan informasi dan masukan tentang proses pemberian
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Bronkiolitis.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Untuk menambah literatur di perpustakaan sehingga berguna sebagai
media informasi mengenai proses pemberian Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Bronkiolitis.
3. Bagi Penulis Selanjutnya
Makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan
referensi untuk membuat makalah lainnya terkait tentang proses
pemberian Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Bronkiolitis.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

3
1) Konsep Penyakit Bronkolitis
2.1.1 Pengertian
Bronkiolitis adalah penyakit virus pada saluran pernafasan
bawah yang ditandai dengan peradangan bronkioli yang lebih
kecil ditandai edema membran mukosa yang melapisi dinding
bronkioli, ditambah infiltrasi sel dan produksi mukus meningkat,
yang menimbulkan obtruksi jalan nafas.
Bronkiolitis adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut
pada saluran nafas kecil (Bronkiolus), terjadi pada anak berusia
kurang dari 2 tahun dengan insiden tertinggi sekitar usia 6 bulan
(Mansjoer, 2000). Bronkiolitis akut adalah suatu sindrom obtruksi
bronkiolus yang sering diderita bayi atau anak berumur kurang
dari 2 tahun, paling sering pada usia 6 bulan .
Dari ketiga pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa
pengertian bronkiolitis adalah penyakit infeksi saluran pemafasan
yang ditandai oleh obtruksi infla.masi saluran nafas kecil
(Bronkiolus), Sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun.

2.1.2 Etiologi
Respiratory Syncytial Virus (RSV) adalah agen yang paling
sering yang ditemukan dalam isolasi sebanyak 75% pada anak-
anak kurang dari 2 th yang menderita bronkiolitis dan dirawat di
rumah sakit. Penyebab lain yang menyebabkan bronkiolitis
termasuk didalamnya adalah virus para influenza tipe 1 dan 3,
influenza B, para influenza tipe 2, adenovirus tipe 1,2,5 dan
mycoplasma yang paling sering pada anak-anak usia sekolah.
Terdapat pembuktian bahwa kompleks imunologis yang
memainkan peranan penting dari patogenesis dari bronkiolitis
dengan RSV. Reaksi alergi tipe 1 dimediasi oleh antibodi Ig E hal
ini dapat dihitung untuk signifikansi dari bronkiolitis. Bayi yang

4
meminum ASI dengan colustrum tinggi yang didalamnya terdapat
Ig A tampaknya lebih relaktif terproteksi dari bronkiolitis.
Adenovirus dapat dihubungkan dengan komplikasi jangka
lama, termasuk bronkiolitis obliterans dan sindrom paru
hiperlusen unilateral (sindrom Swyer-James).

2.1.3 Klasifikasi
Bronkiolitis dapat diklasifikasikan menjadi Bronkiolitis akut
dan Bronkiolitis obliteran. Bronkiolitis akut dengan bronkiolitis
obliteran dibedakan pada bronkhiolus dan saluran pernafasan
yang lebih kecil terjejas, karena upaya perbaikan menyebabkan
sejumlah besar jaringan granulasi yang menyebabkan obstruksi
jalan nafas, lumen jalan nafas terobliterasi oleh masa noduler
granulasi dan fibrosis. Bronkiolitis obliterans merupakan
komplikasi yang lazim pada transplantasi paru.

2.1.4 Manifestasi
a. Bronkiolitis Akut
Mula-mula bayi mendapatkan infeksi saluran napas ringan
berupa pilek encer, batuk, bersin-bersin, dan kadang-kadang
demam. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kemudian timbul
distres respirasi yang ditandai oleh batuk paroksimal, mengi,
dispneu, dan iritabel. Timbulnya kesulitan minum terjadi karena
napas cepat sehingga menghalangi proses menelan dan
menghisap. Pada kasus ringan, gejala menghilang 1-3 hari. Pada
kasus berat, gejalanya dapat timbul beberapa hari dan
perjalananya sangat cepat. Kadang-kadang, bayi tidak demam
sama sekali, bahkan hipotermi. Terjadi distres pernapasan dengan
frekuensi napas 60 x/menit, terdapat napas cuping hidung,
penggunaan otot pernapasan tambahan, retraksi, dan kadang-
kadang sianosis. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya

5
hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru). Hepar dan
lien bisa teraba karena terdorong diafragma akibat hiperinflasi
paru. Mungkin terdengar ronki pada akhir inspirasi dan awal
ekpirasi. Ekpirasi memanjang dan mengi kadang-kadang
terdengar dengan jelas.

Gambaran radiologik biasanya normal atau hiperinflasi paru,


diameter anteroposterior meningkat pada foto lateral. Kadang-
kadang ditemukan bercak-bercak pemadatan akibat atelektasis
sekunder terhadap obtruksi atau anflamasi alveolus. Leukosit dan
hitung jenis biasanya dalam batas normal. Limfopenia yang
sering ditemukan pada infeksi virus lain jarang ditemukan pada
brokiolitis. Pada keadaan yang berat, gambaran analisis gas darah
akan menunjukkan hiperkapnia, karena karbondioksida tidak
dapat dikeluarkan, akibat edem dan hipersekresi bronkiolus.(2)

b. Bronkiolitis Obliterans
Bronkiolitis obliterans adalah suatu peradangan kronik pada
bronkiolitis dimana sudah terjadi obliterasi pada bronkiolus.Pada
mulanya dapat terjadi batuk, kegawatan pernafasan dan sianosis
dan disertai dengan periode perbaikan nyata yang singkat.
Penyakit yang progresif terlihat dengan bertambahnya dispnea,
batuk, produksi sputum, dan mengi. Polanya dapat menyerupai
bronkitis, bronkiolitis atau pneumonia.
Temuan rontgenografi dada berkisar dari normal sampai pola
yang memberi kesan tuberkulosis milier. Sindrom Swyer James
dapat berkembang dengan dijumpainya hiperlusensi unilateral dan
pengurangan corak pembuluh darah paru pada sekitar 10% kasus.
Bronkografi menunjukan obstruksi bronkiolus, dengan sedikit
atau tidak ada bahan kontras yang mencapai perifer paru.
Tomografi terkomputasi (CT) dapat menunjukan bronkiektasia
yang terjadi pada banyak penderita. Temuan-temuan uji fungsi

6
paru bervarisasi, yang paling sering adalah obstruksi berat, namun
demikian retreksi atau kombinasi obstruksi dan retraksi dapat
ditemukan. Diagnosis dapat dikonfirmasikan melalui biopsi paru.

2.1.5 Patofisiologi
Bronkiolitis biasanya didahului oleh suatu infeksi saluran
nafas bagian atas yang disebabkan virus, parainfluenza, dan
bakteri. Bronkiolitis akut ditandai obstruksi bronkiole yang
disebabkan oleh edema, penimbunan lendir serta debris- jebris
seluler. Karena tahanan terhadap aliran udara di dalam tabung
berbanding terrbalik dengan pangkat tiga dari tabung tersebut,
maka penebalan kecil yang pada dinding brokiolus pada bayi
akan mengakibatkan pengaruh besar atas aliran udara. Tekanan
udara pada lintasan udara kecil akan meningkat baik selama fase
inspirasi maupun selama fase ekspirasi, karena jari-jari suatu
saluran nafas mengecil selama ekspirasi, maka obstruksi
pernafasan akan mengakibatkan terrperangkapnya udara serta
pengisian udara yang berlebihan.
Proses patologis yang terjadi akan mengganggu pertukaran
gas normal di dalam paru-paru. Ventilasi yang semakin menurun
pada alveolus akan mengakibatkan terjadinya hipoksemia dini.
Retensi karbon dioksida (hiperkapnia) biasanya tidak terjadi
kecuali pada penderita yang terserang hebat.
Pada umumnya semakin tinggi pernafasan, maka semakin
rendah tekanan oksigen arteri. Hiperkapnia biasanya tidak
dijumpai hingga kecepatan pernafasan melebihi 60 x / menit yang
kemudian meningkat sesuai dengan takipne yang terjadi.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dengan
predominan polimorfonuklear atau dapat ditemukan

7
leukopenia yang menandakan prognosis buruk, dapat
ditemukan anemia ringan atau sedang.
2. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah
tepi dalam batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran
asidosis respiratorik maupun metabolik. Usapan nasofaring
menunjukkan flora bakteri normal.
3. Pemeriksaan radiologis : Foto dada anterior posterior,
hiperinflasi paru, pada foto lateral, diameter anteroposterior
membesar dan terlihat bercak honsolidasi ,yang tersebar.
4. Analisa gas darah : Hiperkarbia sebagai tanda air trapping,
asidosis metabolik, atau respiratorik ( Raharjoe, 1994).

2.1.7 Penatalaksanaan Medis


1. Oksigen 1 – 2 L / menit
2. IVFD dextrose 10 %; Na Cl 0,9 % = 3 : 1 + KCl 10 mq / 500
ml cairan
3. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral
bertahap melalui selang nasogastrik dengan feading drip.
4. Jika sekresi lendir berlebih dapat diberikan inhalasi dengan
salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transpor
mukosilier.
5. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
6. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
a. Untuk kasus bronkiolitis community base :
 Ampicillin 100 mg / Kg BB / hari dalam 4 hari.
 Chloramfenikol 75 mg / Kg BB / hari dalam 4 kali.
b. Untuk kasus bronkiolitis hospital base :
 Cefotaxim 100 mg / Kg BB / hari dalam 2 hari.
 Amikasin 10 - 15 mg / Kg BB / hari dalam 2 kali
PATHWAY

8
(Mansjoer, 2000)

2) Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Bronkiolitis


1) Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses
keperawatan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga
akan diketahui berbagai permasalahan yang ada. Pengkajian adalah
dasar utama dari proses keperawatan. Pada tahap ini akan dilaksanakan
pengumpulan data, penganalisaan data, perumusan masalah dan
diagnosa keperawatan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengkajian pasien,
Bronkiolitis adalah : tanda-tanda distres pernafasan (nafas cepat,
dyspnea, tarikan dada, cuping hidung, cyanosis) selama fase akut,

9
selain itu data yang bisa didapat pada pasien bronkiolitis yaitu : data
subyektif seperti : orang tua mengeluh anaknya sesak nafas, batuk,
bernafas dengan cepat (takipnea), tidak mau makan dan orang tua
mengatakan khawatir dengan keadaan anaknya. Data obyektif didapat
data cyanosis, batuk-batuk, nafas cuping hidung, demam ringan,
bernafas dengan cepat (takipnea, wheezing, ronchi, retraksi otot dada)
pada pemeriksaan darah Hb dan Ht meningkat, foto rontgen
menunjukkan hiperinflasi dan atelektasis.
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon
aktual/potensial terhadap masalah kesehatan / proses kehidupan.
Dari pengkajian yang dilakukan maka didapatkan diagnosa
keperawatan menurut (Doengoes, 2000 dan Lynda Juall, 2000).
1) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan edema dan
meningkatnya produksi lendir.
2) Bersihan jalan nafas tak efektif, berhubungan dengan
meningkatnya sekresi sekret.
3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan
yang tanpa disadari (IWL) secara berlebihan melalui ekhalasi dan
menurunnya intake.
4) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan meningkatnya metabolisme anoreksia.
6) Ansietass orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan
keluarga tentang kesehatan anak.
7) Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
mengenai perawatan anaknya.

2) Diagnosa dan Intervensi


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan terjadinya
obstruksi, inflamasi, peningkatan sekresi dan nyeri (Wong, 2003)

10
Tujuan : - Memelihara jalan nafas yang baik
- Pengeluaran sekret secara adekuat Intervensi :
b. Berikan posisi yang sesuai untuk memperlancar pengeluaran
sekret
c. Lakukan cuction pada saluran nafas bila diperlukan
d. Posisikan badan terlentang dengan kepala agak terangkat 30°
e. Bantu anak mengeluarkan sputum
f. Lakukan fisioterapi dada
g. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antibiotik

2. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas, prosedur yang belum


dikenal dan lingkungan yang tidak nyaman (Wong, 2003).
Tujuan : Cemas berkurang sampai dengan hilang Intervensi :
a. Jelaskan prosedur tindakan yang belum dipahami oleh orang tua
dan anak
b. Berikan suasana dan lingkungan yang tenang
c. Berikan terapi bermain sesuai umur
d. Berikan aktivitas sesuai kemampuan dan kondisi klien
e. Hindari tindakan yang membuat anak tambah cemas

3. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan asupan O2


yang tidak adekuat (Carpenito, 2000).
Tujuan : - Frekuensi pernafasan efektif
- Adanya perbaikan pertukaran gas pada paru
a. Kaji pola dan status nafas
b. Observasi tanda-tanda vital
c. Beri lingkungan yang aman dan nyaman
d. Diskusikan adanya penyebab
e. Ajarkan tehnik nafas dalam
4. Hipertermi berhubungan dengan peradangan bronkiolus
Tujuan : Gangguan pengaturan suhu tubuh tidak terjadi.
a. Kaji faktor penyebab

11
b. Pantau tanda-tanda vital
c. Pantau adanya takikardi, takipnea
d. Pertahankan cairan parenteral sesuai indikasi
e. Kolaborasi pemberian antipiretik
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan : - Tidak terjadi kesalahpahaman
- Keluarga mengerti penyakit pada anaknya.
a. Kaji tingkat pengetahuan dan pemahaman keluarga.
b. Jelaskan setiap melakukan prosedur tindakan.
c. Lakukan hubungan saling percaya.
d. Beri penyuluhan keluarga tentang penyakit anaknya.
e. Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
f. Minta pada keluarga untuk mengulang kembali penjelasan
perawat.
g. Beri reinforcement positif.
3) Implementasi
Implementasi keperawatan adalah tindakan keperawatan disesuaikan
dengan rencana tindakan keperawatan. Implementasi adalah tahap ketiga
dari proses keperawatan dimana rencana keperwatan dilaksanakan,
melaksanakan / aktivitas yang lebih ditentukan.

4) Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Setelah melaksanakan tindakan
keperawatan maka hasil yang diharapkan adalah sesuai dengan rencana
tujuan yaitu : Pertukaran gas adekuat, Jalan nafas efektif, Cairan adekuat,
Suhu tubuh dalam batas normal (36-37oC), Kebutuhan nutrisi terpenuhi,
Ansietas berkurang / hilang, Orang tua paham tentang perawatan anaknya.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian

12
1. Identitas Pasien
Nama : An. N
Tanggal Lahir : 30 Mei 2018
No. RM : 01 00 12 75
Tanggal Pengkajian : Rabu, 27 Desember 2018
Diagnosa Medis : Bronkiolitis

2. Riwayat Kesehatan Pasien/Keluhan Utama


Klien tampak sesak, gelisah, rewel dan sering menangis, retraksi
dinding dada substernal (+),Sekret(+), batuk tidak adekuat.

3. Alasan Masuk
Klien rujukan dari RS Santa Maria, masuk via IGD dengan keluhan
sudah sejak 3 hari SMR sesak napas dan tampak rewel, sering
menangis.

4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


 Klien sudah pernah menjalani perawatan dengan diagnosa medis
DSS dan sempat di intubasi ± 14 hari yang lalu.
 Tidak ada masalah infeksi atau tes abnormal saat kehamilan.
Tidak ada pengobatan atau perawatan khusus yang diperlukan
saat hamil
 Usia Ibu ketika anak lahir pada 27 tahun
 Jenis persalinan pervaginam, spontan.
 Saat lahir anak tidak mengalami masalah
 Bayi lahir tidak prematur/ cukup bulan (39 minggu)
 Berat Bayi Lahir adalah 2900 gram
 Tempat Lahir di Rumah Bersalin
 Tidak ada alergi makanan, obat, debu atau cuaca
 Riwayat Imunisasi : BCG dan Polio
 TTV:
Suhu : 37,2 oC
Nadi : 140 x/menit
RR : 40 x/menit (terpasang simple mask)
TD : 110/80 mmhg
 Skala Nyeri: FLACC Score 3 (Nyeri Ringan)
(Wajah : 2, Kaki : 0, aktivitas: 0, menangis: 1, consolabillity: 0)
 Antropometri
Berat Badan : 6200 gram
Panjang Badan : 61 cm
Lingkar Lengan : 12 cm
Lngkar Kepala : 42 cm

5. Primery Survei
a. Airway

13
Jalan napas tidak paten, RR 60x/menit (terpasang simple mask),
terdengar bunyi Ronchi, hasil Bronchoscopy: trakea distal
mengecil ±2-3 mm
b. Breathing
Terpasang alat bantu napas simple mask 9 lpm, RR 60 x/menit,
retraksi dinding dada (+), pengembangan dada simetris, auskultasi
dullness dilapang paru.
c. Circulation
Akral hangat, tidak ada sianosis, Nadi: 180 x/menit, TD: 110/80
mmHg, turgor kulit elastis, CRT 2 detik, tidak ada perdarahan
aktif.
d. Disability
Kesadaran Composmentis dengan PGCS 13 (E:4, M:5, V:4),
ukuran pupil 2/2 mm (isokor), Kekatan otot 5 pada setiap
ektremitas, terpasang restrain pada ektremitas.
e. Exposure
Terdapat Luka lecet pada area muka (tempat penempelan plaster
Selang NGT da Oksigen), di kaki kanan di punggung kaki), Lipatan
siku sebelah kiri, dan jempol kiri. Kulit tampak kasar. Akral
hangat, Suhu :
f. Folley Catheter
BAB dan BAK Spontan. Klien menggunakan pempers ukuran S
(±20 mg)
g. Gastrik Tube
NGT terpasang

6. Pemeriksaan Fisik
a. Pernapasan
Bentuk Dada Simetris
Suara Paru Ronchi
Retraksi dinding dada ada
Pernapasan Cuping hidung ada
Sekret ada
Alat Bantu napas: terpasang Oksigen Simple mask 9 lpm
b. Kardiovaskuler
Irama Jantung Reguler
Tidak ada suara tambahan
Kekuatan nadi kuat
CRT 2 detik
Sianosis tidak ada
Suhu akral hangat
Clubbing Finger tidak ada
c. Persarafan
Fontanel tertutup
Reflek Cahaya pada mata Ada

14
Ukuran Pupil kanan-kiri 2 mm
Kaku Kuduk tidak ada
Babinsky ada
d. Pencernaan
Mulut anatomi normal
Bentuk Abdomen datar
Tidak ada mual dan muntah
Tidak ada diare
Bising usus 6 kali/menit
e. Perkemihan
Tidak ada Inkontinensia Urin
Tidak ada Retensi Urin
Tidak ada Sakit saat BAK
Tidak ada Hematuria
Penis tampak bersih, anatomi utuh
BAK spontan, menggunakan pempers S (Berat ±20mg)
Warna Urin kuning pucat
Haluaran Urin 600 cc/24 jam
f. Integumen
Kulit tampak bersih
Warna normal
Turgor kulit elastis
g. Muskuloskeletal
Ektremitas atas: Kedua tangan dan jari utuh, kekuatan otot 5/5
pada kedua ektremitas atas, terpasang restrein.
Ekstremitas bawah: Kedua kaki dan jari utuh, kekuatan otot 5/5
pada kedua ektremitas bawah, dan terpasang restrein.
h. Tumbuh Kembang
Motorik Halus : tidak ada masalah
Motorik kasar : tidak ada masalah
Verbal : tidak ada masalah
Sosial: tidak ada masalah
Psikososial : menangis jika di dekati orang asing

7. Hasil Pemeriksaan Diagnostik


- Pemeriksaan bronchoscopy
Terdapat pengicilan atau penyempitan ditrakeo distal ukuran ± 2-
3 mm

- Pemeriksaan labor (25/12/2018)


 Hb : 11,6 (12 – 14 ) g/dl
 Htc : 35, 7 (36 – 49 ) %
 Leukosit 13,79 (4.50-13,00)
 LED : 17 (0-10)

15
 Trombosit : 614 (140-440)
 RPW –cv : 16,6 (11,6-14,8)
- Analisa gas darah (25/12/2018)
 PH : 7,264 (7,350-7,450)
 PCO2 : 51,2 ( 35-45)
 PO2: 197 ( 80-100)
 HCO3 : 22,9 (22-26)
 Be : -4,4 (-2-+2)
 SGOT : 45 (15-37)
 GDS : 232 (70-140)
 Ci : 110 (97-107)
 Ureum :45 (15-39)

8. Obat-obatan
Infus
Ringer Laktat 16 cc/jam
Injeksi
Dexametason 3 x 5 mg
Ranitidine 2 x 6 mg
Ceftrixone 2x 250 mg
Aminophiline 60 mg
Nebu
Pulmicort 3 cc/8 jam
Epinephrine 3 amp + Ventolin (ektra)

9. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d peningkatan
sputum/secret/slem
b. Hambatan Pertukaran Gas b/d hiperventilasi

MCP KASUS

ND : Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas b/d peningkatan MD : Bronchiolitis
jumlah secre/sputum/slem Key assesment :
Ds : - - Pemeriksaan bronchoscopie terdapat
Do : 16
pengicilan atau penyempitan ditrakeo distal
- Batuk tidak adekuat
- Auskultasi ronchi dikedua ukuran ± 2- 3 mm
lapang paru - Sesak napas
ND : Hambatan pertukaran gas
DS :
Do:
- Pasien tampak sesak
- Retraksisubsternal (+)
- Cuping hidung (+)
- Pasien tampak gelisah
- Pasien rewel dan merintih saat
menghembuskan napas
- Pasien terpasang O2 simple mask 9L/m
- Ttv : TD :115/80mmHg
N : 180x/menit
RR : 40 x/menit
S : 37,2°C
- AGDA :
PH : 7,264 ( )
PCO2 : 51,2( )
PO2 : 197.0( )
HCOO3 : 22,9 (N)
- Terapi : Terapi oksigen
Posisi semi fowler
Dexametason 3x5 mg

17
FORMAT INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama pasien : An. H N
Ruangan : Picu
No. RM : 01.00.1275
Diagnosa keperawatan : ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d sekresi yang
tertahan
Batasan karakteristik :
- Perubahan pola napas
- Suara napas tamabahan : Ronchi kuat
- Perubahan frekwensi napas
- Batuk yang tidak efektif
- Sputum dalam jumlah yang berlebih
- Gelisah

NOC NIC
Outcome: Intervensi :
Dalam waktu 3x24 jam Manajemen jalan nafas
Kepatenan jalan nafas Aktivitas :
tercapai. a) Observasi
Kriteria hasil - Monitor status pernapasan RR : 45x/menit
 Frekuensi Pernapasan - Suara napas ronchi kuat
dipertahankan pada - Monitor status oksigenasi
kondisi tidak ada b) Mandiri
deviasi dari kisaran - - Auskultasi suara napas, catat area ventilisasi
normal : 30-50x/menit menurunkan atau adanya suara tambahan
(5) - - Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk
 Suara nafas tambahan melakukan batuk/menyedot lendir (suction/finger
(ronchi) di tingkatkan swab)
ke tidak ada deviasi - - Lakukan fisioterapi dada
dari kisaran normal - Posisikan pasien untuk memaksimalkan
 sekret mampu Ventilasi
dikeluarkan (batuk - - Nebulizer sebagai mestinya
yang adekuat) c) Edukasi
- Ajarkan pasien bagaimana menggunakan inhaler
sesuai resep
- Instruksikan bagaimana cara melakukan batuk
efektif
- Motivasi pasien untuk bernapas paten,
dalam,berputar, dan batuk
d) Kolaborasi
- Kolaborasi dengan dokter pemberian obat :
pulmicort, epineprin dan ventolin
- Kolaborasi dengan dokter pemberian 02 simple
mask 9L/m

18
- Kolaborasi pemeriksaan bronscopy

WAKTU IMPLEMENTASI EVALUASI


27/12/18 - Memonitor ttv Subjektif
SHIFT TD : 110/80 Mmhg Ibu Klien mengatakan kondisi
PAGI N : 180X/m anak lebih baik dari sebelumnya
RR : 40X /m
T : 37,2 c Objektif
SA02 : 95% - Pasien tampak gelisah
- Mengauskultasi suara napas - Pasien tampak menangis
Terdengar ronchi basah di tidak berhenti setelah
kedua lapang paru bagian apex dilakukan pemeriksaan
paru broncoscopy
- Melakukan suction - Hasil pemeriksaan
- Melakukan fisioterapi dada broncoscopy terdapat
- Pasien terpasang 02 simple penyempitan trakea distal
mask 9 l/m 2-3 mm
- Memberikan posisi yang - Pernapasan cuping
nyaman hidung (+)
Posisi semi fowler - Retraksi dinding dada (+)
- Melakukan terapi nebulizer - Terpasang oksigen
Pulmicort : 3cc/8 jam simple mask 9l/m
Epinefrin : 3 ampul + ventolin Analisis
(dextra) - Masalah belum teratasi
TTV Planning
TD :100/75 Mmhg - monitor ttv/ 1 jam
N : 180x/m - berikan posisi yang
RR : 50x/m nyaman
T : 36,9 C - lakukan fisioterapi dada
Sa02 : 96 % jika perlu
- Berkolaborasi pemberian obat - berhentikan suction ganti
Aminophilin : 60 mg dengan finger swab
- Memonitor ttv menggunakan kassa steril
Td : 95/70 mmhg - kolaborasi dengan dokter
N : 150X/M pemberian obat
RR : 45X/M inj ceftriaxone 250 mg
T : 36,9 C jam 24 00 wib
Sa02 : 98% inj Dexametasone 1 mg
- Berkolaborasi pemeriksaan jam 20.00 dan jam 24. 00
broncoscpy wib
Penyempitan di trakea distal 2-3 Aminophilin 60 mg jam
mm 18 00 dan jam 02 00 wib
- Mengkolaborasi pemberian obat
dengan dokter
Injeksi ceftriaxon 250 mg
Inj dexametasone 1 mg
- Memonitor ttv RR 45X/M
Sa02 98%

19
FORMAT INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama pasien : An. H N


Ruangan : Picu
No. RM : 01.00.1275
Diagnosa keperawatan : Hambatan pertukaran gas b/d agen penyakit
Batasan karakteristik :
- Gas darah arteri abnormal
- Pola pernapasan abnormal
- Gelisah
- Hipoksemia

NOC NIC
Outcome: Intervensi : asidosis respiratorik
Dalam 3x 24 jam Aktivitas :
Pertukaran Gas dapat di a) Observasi
tingkatkan. - Monitor pola pernapasan
- Monitor tanda dan gejala kelebihan asam
Kriteria hasil: karbonat dan asidosis respiratorik
 Tekanan parsial oksigen - Monitor status neurologis
dalam darah di tingkatkan - Monitor level ABC terkait penurunan level dengan
ke tidak ada deviasi dari tepat
kisaran normal (80-100 - Monitor indikasi pertukaran gas
mmHg) - monitor tanda tanda gagal napas
 Tekanan parsial CO2 dalam b) Mandiri
darah di tingkatkan ke - Auskultasi suara napas
tidak ada deviasi dari - Pertahankan kepatenan jalan napas (suction,fisioterapi
kisaran normal (35-45 dada)
mmHg) - Berikan terapi oksigen
 pH arteri di tingkatkan ke - Posisikan pasien pada perfusi ventilasi yang optimal
tidak ada deviasi dari (posisi semi fowler/tengkurap)
kisaran normal (7,35 –
- Berikaan diiet karbohidrat dan tinggi lemak untuk
7,45)
mengurangi produksi CO2
 Saturasi O2 di tingkatkan ke
- Berikan perawatan mulut secara berkala
tidak ada deviasi dari
- Tinggikan periode istirahat yang adekuat
kisaran normal (>95%)
c) Edukasi
 Dipsnea saat istirahat di
- Instruksikan pasien/keluarga pada tindakan sesuai
tingkatkan ke tidak ada
prosedur untuk merawat pertukaran gas
deviasi dari kisaran normal
d) Kolaborasi
 Dipsnea dengan aktivitas
- Kolaborasi dengan dokter pemberian obat
ringan di tingkatkan ke
- Kolaborasikan dengan dokter pemberian O2
tidak ada deviasi dari
kisaran normal

20
NO TGL/JA IMPLEMENTASI EVALUASI
DX M
24
Desember 1. Memonitor TTV Subjective :
2018 2. Monitor status
08.00 neurologis
WIB Objective :
3. Mempertahankan 1. sesak hilang timbul
09.00 kepatenan jalan napas 2. pasien tampak tenang dan
WIB 4. Monitor ttv kembali tertidur
3. pasien terpasang O2 9L/m
09.30 5. Melakukan fisioterapi 4. TTV :
WIB dada TD : 128/95MMhg
N:140x/menit
09.40 RR :40x/menit
WIB 6. Melakukan finger SAO2 : 97%
swab menggunakan 5. AGDA
10.00 kassa steril PH : 7,264 ( )
WIB 7. Monitor kembali ttv PCO2 : 51,2( )
8. Memposisikan pasien PO2 : 197( )
11.00 senyaman mungkin HCO3 : 22,9 (N)
WIB
9. Meningkatkan
periode istirahat yang Asidosis Respiratorik
12.00 adekuat terkompensasi sebagian
WIB 10. Auskultasi suara
napas 6. TTV :
13.00 11. monitor TTV TD : 128/90MMhg
WIB 12. kolaborasi pemberian N:160x/menit
obat RR :45x/menit
SAO2 : 100%
13. monitor tv 7. Tingkat kesadaran :
14. memposisikan pasien compos mentis
senyaman mungkin GCS : E : 4 M : 6 V : 5
15. melakukan finger 8. Reflek pupil +/+
14.00 swab 9. Pupil 2/2 (isokor)
WIB 16. monitor TTV 10. TTV :
TD : 128/85MMhg
N:160x/menit
11. Pemberian nebulizer
pulmicort 3cc/8 jam, epineprin
3 amp + ventolin (ekstra)
12. Suara nafas ronchi

21
mulai berkurang
13. TTV :
TD : 130/82MMhg
N:95x/menit
RR :45x/menit
S : 37,2°C
15. Terapi obat :
inj. Ceftriaxone 250mg
inj. Dexametason 5 mg
16. TTV :
TD : 135/85MMhg
N:165x/menit
RR :45x/menit
SAO2 : 98%
17. TTV :
TD : 115/85MMhg
N:172x/menit
RR :45x/menit
SAO2 : 97%
S : 36,8°C
18. Posisi semi fowler :
kepala tinggi 45°
19. Finger swab dengan
kassa steril
20. TTV :
TD : 130/90MMhg
N:145x/menit
RR :50x/menit
SAO2 : 99%
S : 36,8°C

BAB IV
PEMBAHASAN

22
Dari hasil pengkajian diperoleh data yang merupakan langkah awal untuk
melakukan asuhan keperawatan pada An. N dengan bronkiolitis diruang PICU
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Data tersebut dapat dijadikan acuan dan tolok
ukur dalam melakukan pembahasan dan sebagai hasil akhir, dapat dilihat sebagai
berikut :
A. Interpretasi dan diskusi
1. Pengkajian
Dalam pembahasan ini dibuat berdasarkan pada proses
keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa keperawan,
intervensi sampai evaluasi. Penelis mengumpulkan data dengan
metode observasi, wawancara dan pencarian data medis tentang
penyakit bronkeolitis diruangan PICU RSUD Arifin Achmad pada
tanggal 27 – 30 Desember 2018. Pada saat dilakukan pengkajian
keluhan utama pada kasus ini ditemukan pasien tampak sesak
nafas, pernapasan cuping hidung, merintih saat inspirasi,
pemeriksaan brochoscopie terdapat pengecilan/penyempitan
ditrakea distal ukuran 2-3mm.
2. Diagnosa dan Intervensi
Diagnosa keperawatan yang muncul berdasarkan Klasifikasi
Diagnosa Keperawatan NANDA 2018-2029 pada kasus 2 yaitu :
a) Ketidakefektifan bersihan nafas
b) Hambatan pertukaran gas Intervensi
Penyusunan intervensi keperawatan dilakukan sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan. Intervensi atau
perencaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan
yang berpusat pada klien dan hasil yang diperilaku ditetapkan dan
intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut.
Acuan dalam penyusunan intervensi keperawatan yaitu sesuai
dengan standart nursing intervesion outcome. Intervensi yang
dibuat mengacu pada kebutuhan pasien yang dirasakan saat
pengkajian Diagnosa yang utama yaitu ketidakefektifan bersihan

23
jalan nafas. Salah satu dari banyaknya intervensi keperawatan yang
mendukung dengan fisioterapi dada, finger swab, nebulizer, itu
adalah salah satu aktivitas yang dilkukan perawat untuk bersihan
jalan napas pasien.
3. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk membantu pasien dari masalah kesehatan yang
baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diterapkan.
Diagnosa utama adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d
peningkatan sputum/secret/slem yang dilakukan yaitu observasi
respon verbal dan non verbal tentang bersihan jalan napas, kaji
warna sputum,karteristik,dan jumlah, pantau ttv, pengaturan posisi
yang mempermudah jalan napas pasien, pemberian obat nebulizer
pulmicort, terapi oksigen simple mask 9 l/m.
4. Evaluasi
Kelomppk melaukan evaluasi kepada pasien 20 menit setelah
diberikan intervensi serta sesuai dengan jadwal dinas anggota
kelompok.

B. Dalam pengelolaan kasus

Salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut adalah


bronkiolitis. Bronkiolitis adalah suatu inflamasi infeksi virus pada
bronkiolus (saluran udara kecil di paru-paru), yang menyebabkan obstruksi
akut jalan nafas dan penurunan pertukaran gas dalam alveoli. Lebih sering
disebabkan oleh respiratory syncytial virus (RSV).
Bronkiolitis adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada
saluran nafas kecil (Bronkiolus), terjadi pada anak berusia kurang dari 2
tahun dengan insiden tertinggi sekitar usia 6 bulan (Mansjoer, 2000).
Pada temuan kasus di dapatkan masalah keperawatan yang menjadi
patokan dalam pemeberian intervensi adalah ketidakefektifan bersihan

24
jalan napas dan hambatan pertukaran gas. Selain diberikan alat bantu
Oksigen berupa simple mask 9 lpm dan obat-obatan, pada tindakan
keperawatan mandiri
kelompok menerapkan Evidance based practice berupa Fisioterapi
dada untuk mengatasi masalah yang dihadapi Klien.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bronkiolitis adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran
nafas kecil (Bronkiolus). Pada klien yang mengalami bronkiolitis akan
mengalami beberapa masalah keperawatan yang lebih berfokus pada
masalah Airway dan Breathing. Adapun diagnosa prioritas yang diangkat
adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas dan hambatan pertukaran gas.
Evidance based practice yang dapat di terapkan salah satunya adalah
dengan fisioterapi dada.

25
B. Saran
Sebaiknya pada pemberian asuhan keperawatan pada anak tidak
melupakan aspek tubuh kembang dan juga keterlibatan orangtua dalam
meningkatkan derajat kesehatan anak dan keluarga.

BRONCHIOLITIS

Seorang anak laki laki berumur 6 bulan datang ke RSUD AA via IGD
rujukan dari RS Santa Maria Pekanbaru dengan keluhan sesak napas sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan anak tampak
sesak), retraksi pernapasan substernal (+), anak tampak gelisah dan rewel, distress
pernapasan (+), anak tampak merintih saat menghembuskan napas akral terasa
dingin,auskultasi terdengar suara ronchi dikedua lapang paru, CRT < 2 detik

26
PGCS E 4 M 5 V 4. TTV didapatkan TD : 110/80 MMhg, N : 180x/m, RR 45
x/m, Sa02 : 98% pasien terpasang infus RL 16 cc/jam dikaki sebelah kiri,
terpasang 02 simple mask 9L/m,terpasang NGT, dari pemeriksaan labor
didapatkan HB : 11.6 (12-14) gr/dl, Hematokrit : 35,7 (36-49) %, leukosit : 13,79
( 45.0-13.0) 10 3 ul , Trombosit : 614 (140-440) 10 3 ul, hasil AGD didapatkan
PH : 7,264 (7.35-7,45), pC02 : 51,2 (35-45) mmhg, p02 : 197,0 (80-100)
mmol/l,Hco3 :22,9 (22-26) mmol/l,CL : 110 (97-107) mmol/l, ureum : 45 (15-39)
mg/dl,dari pemeriksaan diagnostik bronskopy didapatkan penyempitan ditrakea
distal 2-3 mm, terapi yang didapatkan infus Rl 16 cc/jam di kaki sebelah kiri,
dexametasone 3x1 mg, ranitidin 2x6 mg, nebulizer (pulmicort 3cc/8 jam dan
epinefrin 3 ampul + ventolin (dextra).

Orang dewasa paparan asap cedera mekanik


merokok rokok (toxin) (riwayat ETT < 3 bln yll)
disekitar anak

masuk kesaluran napas

menginfeksi saluran napas leukosit meningkat bronchoscopy

27
penyempitan
ditrakea
distal 2-3 mm
terjadi inflamasi disaluran napas

pembentukan granulasi disaluran napas

penyempitan di trakea akibat otot pernapasan hiperventilasi

hipersekresi keluar peningkatan sekret

respon batuk(-)
muntah dahak
ketidakefektifan bersihan jalan napas
mukus

penumpukan cairan
/mukus/sekret

sekret kental

sulit keluar

gg ventilasi

28

Anda mungkin juga menyukai