Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Herpes zoster otikus adalah infeksi pada telinga bagian dalam, tengah, dan luar

oleh virus herpes zoster. Herpes zoster otikus merupakan salah satu manifestasi klinis

herpes zoster, biasanya sudah terjadi infeksi virus yang lama pada penderita sehingga

sampai terjadi infeksi pada saraf kranial. Disebut juga geniculate neuralgia atau

otalgia, herpes zoster auricularis atau oticus, otic neuralgia, dan Hunt’s syndrome,

disease atau neuralgia. Herpes zoster otikus ditandai dengan otalgia pada daerah

telinga. Bila disertai dengan kelumpuhan wajah, maka penyakit ini disebut sindrom

Ramsay Hunt. Sindrom Ramsay Hunt pertama kali diperkenalkan pada tahun 1907 oleh

James Ramsay Hunt pada pasien yang mengalami otalgia dan ruam kulit, yang dianggap

berasal dari infeksi virus varicella zoster (VZV). Penyakit virus DNA ini pada dasarnya

harus timbul pada pasien yang sebelumnya menderita varisela. Penyebab reaktivasi

sampai sekarang belum dietahui. Terlihat bahwa virus herper zoster tak ditransmisikan

langsung dari anak dengan varisela juga tidak dari orang dewasa yang menderita herpes

zoster. Insidens relatif tetap sepanjang tahun walau terdapat peningkatan jelas bagi

varisela selama musim dingin..1,2,3

Herpes zoster otikus adalah penyebab 2-10% dari seluruh kasus parese fasialis

yang meliputi 3-12% pada orang dewasa dan ± 5% pada anak-anak. Insidens laki-laki

dan wanita adalah sama. Insiden Herpes zoster otikus ± 5 kasus/100.000 populasi.

Penyakit ini merupakan penyakit kedua terbanyak penyebab paralisis fasialis atraumatik

setelah Bell’s palsy. Herpes zoster otikus onset paralisisnya lebih berat dan

prognosisnya jelek. Penelitian Mayo menemukan insiden herpes zoster otikus 130 kasus

1
/ 100.000 populasi. Penyakit ini meningkat secara signifikan pada usia lebih dari 60

tahun, 10% dari populasi ini berisiko karena menurunnya sistem imun yang meliputi

karsinoma, trauma, radioterapi atau kemoterapi. Di RSUP H. Adam Malik Medan, sejak

tahun 2008 – oktober 2010 terdapat 15 pasien herpes zoster otikus yaitu 7 wanita dan 8

laki-laki dengan usia rata-rata di atas 40 tahun. Herpes zoster otikus diakibatkan oleh

gangguan nervus fasialis dan otikus, sehingga memberikan gejala paralisis muka,

kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persyarafan, tinitus, vertigo, gangguan

pendengaran, nistagmus, nausea, juga terdapat gangguan pengecapan.2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Herpes zoster otikus adalah infeksi pada telinga bagian dalam, tengah, dan luar

oleh virus herpes zoster. Herpes zoster otikus merupakan salah satu manifestasi klinis

herpes zoster, biasanya sudah terjadi infeksi virus yang lama pada penderita sehingga

sampai terjadi infeksi pada saraf kranial. Disebut juga geniculate neuralgia atau

otalgia, herpes zoster auricularis atau oticus, otic neuralgia, dan Hunt’s syndrome,

2
disease atau neuralgia. Herpes zoster otikus ditandai dengan otalgia pada daerah

telinga. Ketika berhubungan dengan kelumpuhan wajah, maka penyakit ini disebut

sindrom Ramsay Hunt. Sindrom Ramsay Hunt pertama kali diperkenalkan pada tahun

1907 oleh James Ramsay Hunt pada pasien yang mengalami otalgia dan ruam kulit,

yang dianggap berasal dari infeksi virus varicella zoster (VZV).1,2,3

II. ANATOMI TELINGA

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani.

Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S,

dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian

dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3 cm.1

Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjer serumen

(kelenjer keringat) dan rambut. Kelenjer keringat terdapat pada seluruh kulit liang

telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjer serumen.1

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang

telinga dan terlihat obliq terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars

flaksida, sedangkan bagian bawah disebut pars tensa. Pars flaksida hanya berlapis dua,

3
yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh

sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis

lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang

berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.1

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut

sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah

yaitu pada pukul 7 untuk membrane timpani kiri dan pukul 5 untuk membrane timpani

kanan.1

Gambar: membran timpani

Telinga tengah terdiri dari suatu ruang yang terletak diantara membran timpani dan

kapsul telinga dalam, tulang-tulang dan otot yang terdapat didalamnya beserta

penunjangnya, tuba eustachius dan system sel-sel udara mastoid.1

Telinga tengah berbentuk kubus dengan: 1

- Batas luar : membran timpani

- Batas depan : tuba eustachius

- Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)

- Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

- Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)

4
- Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis sermisirkularis

horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round

window) dan promontorium.

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah

lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau

puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan

skala vestibuli.1

Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk

lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli

sebelah atas, skala timpani disebelah bawah dan skala media (duktus koklearis)

diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe, sedangkan skala media

berisi endolimfe. Ion dan garam yang terdapat di dalam perilimfe berbeda dengan

endolimfe. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli (Reissner’s

membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini

terletak organ corti.1

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membrane

tektoria, dan pada membrane basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut

dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.1

Persarafan Telinga dan Fisiologi Pendengaran

Daun telinga dan telinga luar menerima cabang-cabang sensoris dari cabang

aurikulotemporal saraf ke-5 di bagian depan, di bagian posterior dari nervus aurikuler

mayor dan minor, dan cabang-cabang nervus glosofaringeus dan vagus. Liang telinga

bagian tulang sebelah posterior superior disarafi oleh cabang nervus fasialis.4

a. Nervus fasialis

5
Saraf kranialis ketujuh berasal dari batang otak, berjalan melalui tulang

temporal, dan berakhir pada otot-otot wajah. Sedikitnya lima cabang utama. Selain

mengurus persarafan otot wajah, saraf kranialis ketujuh juga mengurus lakrimasi,

salivasi, pengaturan impedansi dalam telinga tengah, dan sensasi nyeri, raba, suhu dan

kecap.5

Inti saraf ketujuh terletak pada daerah pons. Inti ini mendapat informasi dari

girus presentralis dari kortek motorik yang mengurus persarafan dahi ipsilateral dan

kontralateral. Traktus kortikalis serebrum juga mensarafi belahan kontralateral bagian

wajah lainnya. Nucleus motorik hanya mengurus saraf fasialis ipsilateral. Saat saraf

meninggalkan batang otak, suatu cabang saraf kedelapan yang dikenal sebagai nervus

intermedius memisahkan diri dan bergabung dengan saraf ketujuh untuk memasuki

kanalis akustikus internus. Saraf membelok ke depan dan masuk ke ganglion

genikulatum. Ganglion mengandung badan sel untuk pengecapan lidah anterior dan

untuk sensai raba, nyeri, dan suhu kanalis akustikus internus. Sejumlah serabut saraf

melewati ganglion dan membentuk saraf petrosus superfisialis mayor (parasimpatis).

Saraf ini berjalan sepanjang dasar fosa media dan masuk ke dalam kanalis pterigoideus.

Selanjutnya melintas menuju ganglion sfenopalatinum dan beranastomosis dengan

serabut yang mengurus apparatus lakrimalis. Serabut-serabut fasialis membuat belokan

tajam ke posterior pada ganglion genikulatum dan berjalan turun lewat segmen labirin

menuju segmen timpani dari saraf. Saraf memasuki segmen timpani dan membuat genu

(putaran) kedua. Di sini, di dekat fenestra ovalis, saraf menjadi terpapar dan dapat

diraba dalam telinga tengah. Saraf berjalan turun dari genu secara vertikal dan

mengeluarkan cabang untuk otot stapedius di bawah tingkat ini, muncul cabang kedua

dan kembali masuk ke dalam telinga sebagai saraf korda timpani. Korda membawa

6
serabut-serabut nyeri, raba, dan suhu, serta pengecapan untuk duapertiga anterior lidah. 5

Saraf ini juga mengurus salivasi kelenjer submandibularis. Bagian utama dari saraf

fasialis membawa serabut-serabut motorik dan keluar dari foramen stilomastoideum

tepat di medial prosessus mastoideus. Tujuh puluh persen serabut pada tempat ini

merupakan serabut motorik untuk wajah. Selanjutnya saraf membelok ke anterior dan

memecah menjadi lima cabang utama- temporalis, zigomatikus, bukalis, dan servikalis.

Cabang-cabang ini dapat saling beranastomosis satu dengan yang lainnya ketika saraf

melalui kelenjar parotis.5

b. Nervus vestibulokoklearis / nervus oktavus

Saraf otak kedelapan terdiri dari 2 berkas saraf yang menyalurkan dua macam

impuls. Yang pertama ialah, nervus koklearis yang menghantarkan impuls pendengaran.

Dan yang kedua ialah nervus vestibularis yang menyalurkan impuls keseimbangan.5

Alat penangkap rangsang pendengaran dan keseimbangan serabut kedua bagian

nervus oktavus berasal merupakan juga satu bangunan yang terdiri dari dua bagian.

Bangunan tersebut ialah labirin. Ia terdiri dari bagian koklea dan vestibula.5

Baik rangsangan pendengaran maupun rangsang keseimbangan bersifat

gelombang. Gelombang suara diteruskan oleh gendang telinga, tulang maleus, inkus dan

stapes melalui fenestra vestibularis ke perilimfe. Perilimfe ini ialah cairan yang

merupakan bantalan bagi labirin membran. Endolimfe ialah cairan yang terkandung

oleh labirin membran. Dengan demikian di bagian koklea terdapat tiga ruangan. Ruang

vestibular atau skala vestibule, ruang koklear atau duktus koklear, dan ruang timpani

atau skala timpani. Dinding diantara ketiga skala itu dibentuk oleh membran vestibule

(Reissner’s membrane) dan membran basilaris. Gelombang suara membangkitkan

goncangan di perilimfe didalam skala vestibule. Kejadian tersebut menggerakkan

7
membran Reissner yang membangkitkan timbulnya gelombang di dalam endolimfe.

Gelombang ini merangsang organ korti. Disitu membran tektoria seolah-olah bertindak

sebagai pecut yang menstimulasi sel-sel yang bersambung dengan serabut aferen sel

ganglion spiral. Impuls yang dicetuskan oleh sel-sel tersebut tadi ialah impuls

pendengaran. Suara bernada tinggi sekelompok sel di basis dan yang bernada rendah di

bagian puncak. Serabut eferen ganglion spiral menyusun nervus koklearis.5

Bagian vestibula dari labirin membran terdiri dari kanalis semisirkularis,

utrikulus dan sakulus. Bangunan tersebut mengandung endolimfe juga. Kanalis

semisirkularis berjumlah tiga. Tiap kanalis mempunyai bagian yang menggembung dan

dinamakan ampula. Disitu terdapat sekelompok sel yang mempunyai juluran-juluran

halus. Sel-sel siliaris itu merupakan alat penangkap rangsang keseimbangan.

Sekelompok sel semacam itu juga terdapat di utrikulus dan sakulus, dan juga

merupakan alat penangkap rangsang keseimbangan, atau makula karena gerakan badan

dan kepala timbul akselerasi endolimfe ketiga alat vestibule itu. Akselerasi angular

merangsang makula kanalis semisirkularis. Gerakan kepala terutama merangsang

utrikulus sedangkan vibrasi merangsang makula sakulus.5

Makula bersambung dengan juluran sel yang berkumpul di pangkal makula.

Juluran eferen sel itu menyusun nervus vestibularis. Di dalam meatus akustikus internus

vestibularis menggabungkan diri pada nervus koklearis. Impuls yang dicetuskan oleh

makula dari kanalis semisirkularis menuju ke inti di pons dan dari situ kemudian

dikirim ke inti-inti saraf okular. Impuls yang dicetuskan oleh makula utrikulus

dihantarkan ke inti pons juga, tetapi tujuan akhirnya ialah korteks serebri di bagian

belakang girus temporalis. Selain korteks lobus temporalis dan inti-inti saraf okular,

impuls keseimbangan diterima juga oleh serebelum melalui serabut aferen inti

8
vestibular dan substansia retikularis serta medulla spinalis. Impuls keseimbangan yang

dipancarkan ke serebelum terutama diproyeksikan kepada lobus flokulonodularis

ipsilateral. Dan sel-sel di medulla spinalis yang menerima impuls dari inti vestibular

ialah sel-sel di kornu anterior terutama di bagian servikal.5

III. EPIDEMIOLOGI

Herpes zoster otikus adalah penyebab 2-10% dari seluruh kasus parese fasialis

yang meliputi 3-12% pada orang dewasa dan ± 5% pada anak-anak. Insidens laki-laki

dan wanita adalah sama. Insiden Herpes zoster otikus ± 5 kasus/100.000 populasi.

Penyakit ini merupakan penyakit kedua terbanyak penyebab paralisis fasial atraumatik

dibandingkan dengan Bell’s palsy, herpes zoster otikus onset paralisisnya lebih berat

dan prognosisnya jelek. Penelitian Mayo menemukan insiden herpes zoster otikus 130

kasus / 100.000 populasi. Penyakit ini meningkat secara signifikan pada usia lebih dari

60 tahun, 10% dari populasi ini berisiko karena menurunnya sistem imun yang meliputi

karsinoma, trauma, radioterapi atau kemoterapi. Di RSUP H. Adam Malik Medan, sejak

tahun 2008 – oktober 2010 terdapat 15 pasien herpes zoster otikus yaitu 7 wanita dan 8

laki-laki dengan usia rata-rata di atas 40 tahun.2

IV. ETIOLOGI

Virus varicella zoster adalah anggota dari famili herpes viridae yang berukuran

140-200 mikron, mempunyai struktur yang khas seperti nukleokapsid yang dikelilingi

oleh lemak. Golongan virus ini mempunyai struktur yang sama dengan DNA virus.

Berdasarkan sifat biologinya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel

tempat hidup laten diklasifikasikan ke dalam 3 subfamilia yaitu alfa, beta, dan gamma.

Virus varicella zoster dalam subfamilia alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi

9
primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi

primer, infeksi oleh virus herpes zoster alfa biasanya menetap dalam bentuk laten di

dalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan

kekambuhan secara periodik. Secara in vitro herpes zoster alfa mempunyai jajaran

penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai

enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polymerase dan virus

spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.6

Adapun yang menjadi faktor risiko herpes zoster adalah :1

1. Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia lanjut, disebabkan oleh

daya tahan tubuh melemah. Semakin tua usia penderita herpes, semakin tinggi pula

risiko terserang.

2. Orang yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised) seperti HIV

dan leukemia

3. Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi

4. Orang dengan transplantasi organ mayor, seperti transplantasi sumsum tulang.

V. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi primer terletak pada ganglion genikulatum nervus fasialis.

Ganglion genikulatum ini mudah terinfeksi oleh virus Varicella zoster. Penyakit ini

disebabkan reaktivasi virus varicella zoster, bertanggung jawab untuk 2 infeksi klinis

utama pada manusia, yaitu varicella (chickenpox) dan herpes zoster. Setelah infeksi

primer (varicella) sembuh, virus varicella zoster menjadi laten tinggal di dalam tubuh

penderita selama bertahun-tahun yaitu di dalam dorsal akar ganglion dari nervus

spinalis atau ekstra ganglia medula dari saraf kranialis. Pada 3-5 dari 1000 individu,

10
virus varicella zoster mengalami reaktivasi, menyebabkan infeksi rekuren yang dikenal

dengan nama herpes zoster atau reaktivasi virus dihubungkan keadaan cell-mediated

immune yang menurun, yang dapat disebabkan oleh bertambahnya usia, proses

keganasan, perawatan keganasan (kemoterapi atau radioterapi), pemakaian obat-obat

imunosupresan dan infeksi.7

Setelah reaktivasi, virus bermigrasi dari saraf sensoris ke kulit yang

menyebabkan ruam dermatomal yang disertai nyeri berat. Virus yang berdiam di dalam

ganglion kranialis, saat aktif akan menginfeksi persarafan termasuk saraf fasialis dan

vestibulokoklearis. Akibat infeksi langsung virus varicella zoster pada nervus

vestibulokoklearis, maka timbul gejala berkurangnya pendengaran, tinnitus, gangguan

keseimbangan dan keluhan vertigo, karena secara anatomi, letak nervus fasialis sangat

dekat dengan nervus vestibulokoklearis, virus dengan mudah menginfeksi nervus

fasialis, sehingga tidak jarang herpes zoster otikus disertai dengan parese wajah akibat

infeksi pada nervus fasialis. Setelah terinfeksi vestibulokoklearis, virus akan

terdistribusi sepanjang saraf sensoris yang menginervasi telinga dan akan menimbulkan

timbulnya ruam merah yang kemudian terbentuk vesikel pada telinga.7

Gambar : patofisiologi herpes zooster

VI. MANIFESTASI KLINIS

11
Setelah masa inkubasi 4-20 hari, gangguan timbul dengan fase prodormal

neuralgik. Dalam dua sampai tiga hari, terdapat bentuk vesikel berkelompok pada

daerah yang dipersarafi oleh saraf yang terkena. Jika wajah terkena, seperti pada

oftalmikus zoster atau otikus zoster (sindrom Ramsay Hunt), nyeri terutama sangat

hebat, dan gejala-gejala prodormal umum seperti demam dan nausea tampak jelas.

Dengan timbulnya vesikel, jarang sebelumnya, timbul limfadenitis regional yang nyeri.

Herpes zoster terjadi lebih sering pada pria daripada wanita dan terutama mengenai

individu yang berusia lebih dari 45 tahun.7

Herpes zoster otikus melibatkan saraf fasialis dan menimbulkan suatu ruam pada

liang telinga dan pinna. Pustula-pustula kecil terbentuk dalam liang telinga dan sangat

nyeri.1

Gambar: Lesi herpes zooster

Awitan suatu paralisis wajah seringkali bersama otalgia dan erupsi herpetic pada

bagian-bagian telinga luar dianggap sebagai akibat infeksi virus pada ganglion

genikulatum. Lesi kulit vesicular mungkin hanya terbatas pada sebagian liang telinga

12
yang dipersarafi oleh suatu cabang sensorik kecil dari saraf kranialis ketujuh, sehingga

memberikan gejala paralisis otot muka (Bell’s Palsy), kelainan kulit yang sesuai

dengan tingkat persarafan, tinnitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan

nausea, juga terdapat gangguan pengecapan.1

Gambaran paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan

hampir selalu unilateral. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh

salah satu ganglion sensorik.8

VII. PENEGAKKAN DIAGNOSIS

A. Anamnesis

Diagnosis herpes zoster otikus ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Ramsay Hunt menyebutkan 4 tipe

herpes zoster otikus yaitu penyakit yang hanya mengenai saraf sensoris nervus fasialis,

penyakit yang mengenai saraf sensorik dan motorik nervus fasialis, dan penyakit yang

mengenai saraf sensorik dan motorik nervus fasialis disertai gejala auditorik, serta

penyakit yang mengenai saraf sensorik dan motorik nervus fasialis disertai gejala

auditorik dan vestibuler. Pemeriksaan fungsi nervus VII diperlukan untuk menentukan

letak lesi, beratnya kelumpuhan dan evaluasi pengobatan. Pemeriksaan meliputi fungsi

motorik otot wajah, tonus otot wajah, gustatometri dan tes Schimer.1

Dari dalam anamnesis riwayat penyakit dahulu bisa didapatkan ada riwayat

terkena penyakit cacar air. Penyakit ini didahului dengan gejala prodromal berupa nyeri

kepala, nyeri telinga, lesu, demam, sakit kepala, mual dan muntah. Lesi terdapat di

telinga luar dan sekitarnya, kelainan berupa vesikel berkelompok di atas daerah yang

13
eritema, edema dan disertai rasa nyeri seperti terbakar pada telinga dan kulit sekitarnya

(nyeri radikuler).(7) Gejala-gejala yang biasanya dikeluhkan adalah nyeri telinga

paroksismal, ruam pada telinga atau mulut (80% pada kasus yang ada, ruam bisa

menjadi awal dari adanya paresis), ipsilatereal lower motor neuron paresis wajah (N.

VII), vertigo, ipsilateral ketulian (50% kasus), tinnitus, sakit kepala, diastrhia, gait

ataxia, cervical adenopathy. Nyeri telinga sering kali nyeri menjalar ke luar telinga

sampai ke daun telinga. Nyeri bersifar konstan, difus, dan tumpul. Nyeri muncul

biasanya beberapa jam sampai beberapa hari setelah muncul ruam.8

Penyakit ini didahului dengan gejala prodormal berupa nyeri kepala, nyeri

telinga, lesu, demam, sakit kepala, mual dan muntah. Lesi terdapat di telinga luar dan

sekitarnya, kelainan berupa vesikel berkelompok diatas daerah yang eritema, edema dan

disertai rasa nyeri seperti terbakar pada telinga dan kulit sekitarnya (nyeri radikuler).

Gejala tambahan lain yang dikeluhkan pasien dapat berupa telinga berdenging(tinnitus),

hilangnya pendengaran, pusing berputar (vertigo), dan rasa lidah/pengecap berubah.

B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fungsi nervus VII diperlukan untuk menentukan letak lesi,

beratnya kelumpuhan dan evaluasi pengobatan. Pemeriksaan fisik meliputi fungsi

motorik otot wajah, tonus otot wajah, ada tidaknya sinkinesis atau hemispasme,

gustatometri dan tes Schimer’s. Pada pemeriksaan fisik telinga mungkin akan tampak

vesikel berkelompok pada daun telinga.

Pada pemeriksaan hidung, orofaring dan tenggorok mungkin tidak ada vesikel

berkelompok dan tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan penala dapat ditemukan

kesan pendengaran normal. Pada pemeriksaan audiometri nada murni ditemukan

14
telinga yang bervesikel mungkin terdapat gangguan konduksi mengingat herpes zoster

otikus dapat menyebabkan tuli sensorineural. Pada pemeriksaan Schirmer’s didapatkan

gangguan kelenjar air mata dan pemeriksaan gustatometri tidak didapatkan gangguan

pengecapan sehingga ditegakkan diagnosis sebagai paresis VII setinggi nervus

petrosus mayor dan infra korda. Pada kepustakaan dikatakan bahwa kelainan nervus VII

dapat terjadi sepanjang nervus fasial mulai dari batang otak sampai foramen

stilomastoideus. Kesenjangan topografi ini dapat terjadi pada kasus Bells Palsy dan

herpes zoster otikus, hal ini diakibatkan karena adanya multiple inflamasi dan

demielinisasi batang otak sampai pada cabang perifer.

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan audiometri nada murni,

timpanometri, Brainsteam Evoked Response Audiometry (BERA) dan tes

elektronistagmografi (ENG). Diagnosis pasti ditegakkan dengan mengisolasi virus,

deteksi antigen spesifik untuk virus varisela zoster atau dengan hibridasi DNA virus.

VIII. DIAGNOSA BANDING

Berdasarkan keluhan pasien dan temuan fisik yang beberapa penyakit dapat

dijadikan diagnosis banding untuk herpes zoster otikus, antarala lain adalah Bell’s

Palsy, miringitis bulosa, otitis eksterna, dan trigeminal neuralgia.

Diagnosis banding yang mungkin adalah Bell’s Palsy hal ini didasarkan pada

tampilan klinis yang terdapat kelamahan separuh otot wajah. Hal yang sangat

membedakan adalah adanya ruam pada herpes zoster otikus.9

15
Miringitis Bullosa memiliki karakteristik gambaran klinis pasien yaitu tiba-tiba

mengalami sakit telinga yang parah atau otalgia sifatnya berdenyut. Nyeri biasanya

terletak di dalam telinga, tetapi dapat menyebar ke ujung mastoid, tengkuk,

temporomandibula hingga ke seluruh wajah.9 Karakteristik pemeriksaan fisik dari

miringitis bullosa adalah adanya bulla pada membran timpani. Bulla yang muncul

paling sering pada sisi posterior atau postero inferior membran timpani atau pada

dinding kanalis posterior. Pada pemeriksaan pendengaran dapat ditemukan adanya

penurunan pendengaran.

Otitis eksterna juga bisa dijadikan diagnosis banding berdasarkan adanya

otalgia, pruritus, keluarnya cairan dan hilangnya pendengaran. Pada pemeriksaan

didapatkan adanya nyeri tekan tragus dan liang telinga hiperemis dan bengkak.9

Gejala trigeminal neuralgia muncul secara tiba-tiba, unilateral, nyeri yang berat

terasa tertusuk dan rasa nyeri rekuren sesuai dengan saraf trigeminal tetapi trigeminal

neuralgia tidak menyebabkan adanya deficit nerologis.9

IX. PENATALAKSANAAN

Pengobatan terhadap herpes zoster terdiri dari tiga hal utama yaitu pengobatan

infeksi virus akut, pengobatan rasa sakit akut yang berkaitan dengan penyakit tersebut,

dan pencegahan terhadap neuralgia pascaherpes.9

Perawatan utama untuk nyeri zoster terkait akut termasuk analgesik narkotik dan

non-narkotika (baik sistemik dan topikal), agen neuroaktif, dan agen antikonvulsan.

Sementara kemanjuran perawatan ini untuk nyeri neuropatik umum telah mapan, hanya

beberapa modalitas telah dievaluasi khusus untuk zoster akut terkait nyeri pada studi

terkontrol. Para oksikodon narkotika oral dan antikonvulsan gabapentin lisan, serta

aspirin analgesik topikal dan lidokain, semua telah menunjukkan kemampuan untuk

16
mengurangi akut zoster terkait nyeri pada double-blind, placebo-controlled studi.10 Di

sisi lain, antikonvulsan gagal untuk menunjukkan pengaruh signifikan secara statistik

kesakitan zoster menghilangkan akut dalam studi double-blind kecil, terkontrol plasebo.
(10)
Meskipun, perlu dicatat obat ini telah terbukti ampuh mengobati rasa sakit dari

neuralgia postherpetic dalam studi terkontrol lainnya.

Antivirus dan kortikosteroid juga telah ditunjukkan untuk mempercepat resolusi

zoster terkait sakit. Tujuan terapi antiviral pada herpes zoster adalah untuk mengurangi

rasa sakit, menghambat replikasi virus, membantu penyembuhan penyakit kulit, dan

mencegah atau mengurangi keparahan neuralgia postherpetic. Tiga agen antivirus,

asiklovir, valasiklovir, dan famsiklovir, telah disetujui untuk pengobatan herpes zoster

di Amerika Serikat. Mekanisme kerja untuk semua agen adalah pencegahan varicella-

zoster replikasi virus melalui penghambatan polimerase DNA virus . Bentuk ke-3 agen

telah terbukti dalam uji klinis untuk mengurangi pelepasan virus dan mempercepat

resolusi gejala, termasuk rasa sakit, di herpes zoster tanpa komplikasi. Acyclovir

merupakan turunan guanin yang mencegah varicella-zoster virus replikasi melalui

penghambatan polimerase DNA virus. Ini mengurangi durasi lesi simtomatik. Setelah

tertelan, famsiklovir dengan cepat biotransformed ke dalam senyawa aktif penciclovir

dan terfosforilasi oleh kinase timidin virus. Dengan persaingan dengan triphosphate

deoxyguanosine, penciclovir trifosfat menghambat polimerase virus. Dosis disesuaikan

pada pasien dengan insufisiensi ginjal atau penyakit hati. Valacyclovir adalah prodrug

yang dengan cepat diubah menjadi asiklovir sebelum mengerahkan aktivitas antivirus

nya. Beberapa penelitian memberi kesan superioritas valacyclovir dan famciclovir

dibandingkan dengan asiklovir dalam hal resolusi rasa sakit dan percepatan

penyembuhan kulit. Selain itu, baik valasiklovir dan famsiklovir telah meningkatkan

17
bioavailabilitas lebih asiklovir dan, sebagai hasilnya, memerlukan dosis kurang sering.

Studi-studi terkontrol penggunaan antivirus pada herpes zoster hanya dievaluasi

efektivitas mulai terapi dalam 48-72 jam onset ruam, dan mereka telah menunjukkan

tanpa kehilangan efektivitas ketika obat dimulai pada setiap saat selama periode itu. 10

Meta-analisis dan uji coba terkontrol secara acak menunjukkan bahwa agen antivirus

oral asiklovir, famsiklovir, dan valacyclovir, dimulai dalam waktu 72 jam setelah onset

ruam, mengurangi keparahan dan durasi nyeri akut, serta kejadian postherpetic

neuralgia.(10) Beberapa studi observasional telah menunjukkan terapi antivirus yang

mampu mengurangi rasa sakit zoster, bahkan ketika mulai luar jendela 72-jam terapi

tradisional. Terapi antivirus harus dipertimbangkan untuk rejimen pengobatan zoster

akut, terlepas dari saat presentasi. Lamanya pengobatan antivirus dalam studi telah

bervariasi dari 7-21 hari. Berdasarkan literatur saat ini, untuk pasien imunokompeten,

asiklovir selama 7-10 hari atau kursus 7-hari dari agen yang lebih baru adalah tepat.

Kursus yang lama mungkin diperlukan pada pasien immunocompromised.(11) Terapi

antivirus telah ditunjukkan untuk menghentikan perkembangan dan penyebaran herpes

zoster akut pada pasien immunocompromised, bahkan bila dimulai lebih dari 72 jam

setelah onset ruam. Dengan demikian, pendapat pakar saat ini merekomendasikan

penggunaan terapi antivirus pada semua pasien immunocompromised zoster sebelum

krusta penuh dari semua lesi. Terapi herpes zoster pada individu normal dapat diberikan

asiklovir 5x800mg sehari selama 7 hari, paling lambat 72 jam setelah lesi muncul. (12)

Menurut Gupta J dkk,(12) pemberian asiklovir 7-10 hari. Pada saat 72 jam setelah

munculnya gejala pemberian antivirus 70% orang akan mengalami kesembuhan yang

seutuhnya. Jika pemberian antiviral diberikan lebih dari waktu emasnya makan

kesempatan seseorang untuk sembuh seutuhnya akan berukurang 50%.

18
Berikut adalah pilihan terapi yang dapat digunakan untuk tatalaksana herpes

zoster otikus:


Kortikosteroid

Kortikosteroid sistemik digunakan untuk mengurangi rasa nyeri dan vertigo

yang terjadi karena adanya inflamasi pada serabut saraf N VIII. Kortikosteroid

tidak dianjurkan pada pasien herpes zoster otikus yang menderita penyakit

keganasan atau menjalani kemoterapi, karena dapat memicu Disseminated

Herpes Zoster. 13

Kortikosteroid + Antivirus

Pasien yang ditatalaksana dengan menggunakan antivirus dan prednison

memberikan hasil yang lebih baik (dalah hal kecepatan hilangnya vesikel dan

erupsi, berkurangnya nyeri, dan dapat kembalinya pasien menjalani aktivitas

sehari-hari) dibanding dengan yang ditatalaksana hanya dengan menggunakan

prednison dan antivirus sendiri.

Dosis yang diberikan :

o Prednison : 1mg/kgBB/hari yang dibagi menjadi 3 dosis selama

10-14 hari. Dapat dilakukan tapering-off mulai dari minggu

kedua.

o Antivirus


Acyclovir 5x800 mg/hari selama 5-7 hari atau Acyclovir IV

10 mg/kgBB/8 jam selama 7 hari.14

19

Valacyclovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari, atau

Famcyclovir 3x750 mg/hari selama 7 hari. diketahui

memiliki efek yang paling baik untuk mengurangi

postherpetic neuralgia (tetapi harus dipantau karena

meningkatkan enzim hati)



Farmakoterapi tambahan 15

o Analgesik golongan narkotik untuk mengurangi nyeri

o Antipruritik untuk gatal


Tatalaksana infeksi sekunder oleh bakteri15

o Biasanya terjadi karena vesikel yang tereskoriasi akibat garukan

o Gunakan H2O2 untuk membersihkan vesikel/krusta

o Gunakan salep bacitracin pada bagian bervesikel/krusta

o Gunakan antibiotik oral antistreptokokal seperti cefadroxil

X. KOMPLIKASI

Secara garis besar komplikasi yang dapat terjadi pada pasien herpes zoster

meliputi neuralgia pasca herpetik, infeksi sekunder dan paralisis motorik, dan yang

jarang, dapat menyebabkan herpes zoster encephalitis. Paralisis motorik terjadi saat

virus menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis. Beberapa paralisis dapat

terjadi, misalnya di wajah, diafragma batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan

anus, sedangkan komplikasi neuralgia pasca herpetik dan infeksi sekunder terjadi pada

daerah yang terdapat erupsi vesikula, contohnya seperti pada herpes zoster otikus pada

daerah telinga.1 Paralisis yang berat akan mengakibatkan tidak lengkap atau tidak

20
sempurnanya kesembuhan dan berpotensi untuk menjadi paralisis fasialis yang

permanen dan synkinesis. Terjadi infeksi sekunder oleh bakteri sehingga menyebabkan

terhambatnya penyembuhan dan akan meninggalkan bekas sebagai sikatriks. Vesikel

pada daerah telinga dapat terjadi ulkus dan jaringan nekrotik.7

Neuralgia pasca herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas

penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung berbulan-bulan sampai beberapa tahun.

Keadaan ini cenderung terjadi pada penderita di atas usia 40 tahun dengan gradasi nyeri

yang bervariasi. Makin tua penderita, makin tinggi persentasinya. Sepertiga kasus di

atas usia 60 tahun dikatakan akan mengalami komplikasi, sedangkan pada usia muda,

hanya terjadi 10% kasus. Kemungkinan hal ini berhubungan dengan perbedaan daya

imun tubuh antara usia muda dengan usia lanjut.7

XI. PENCEGAHAN

Pencegahan herpes zoster dengan vaksinasi dianjurkan untuk semua orang yang

berusia lebih dari 60 tahun, bahkan jika mereka telah menderita cacar air di masa lalu.

Kelompok usia ini menderita morbiditas yang signifikan dari zoster. Vaksin VZV

berisikan virus yang telah dilemahkan. Banyak orang yang telah di vaksin sejak kecil

akan tetap mendapat penyakit cacar saat dewasa. Sejauh ini, data klinis telah

membuktikan bahwa vaksin bisa efektif selama lebih dari 10 tahun dalam mencegah

infeksi varisela dan pada individu yang sehat.7

XII. PROGNOSIS

Prognosis herpes zoster otikus dipengaruhi oleh umur, diabetes mellitus,

hipertensi dan pemberian terapi yang cepat. Hasil pemulihan akan lebih baik jika

perawatan dimulai pada hari ke tiga setelah gejala timbul. Kesembuhan yang sempurna

akan tercapai pada 70% kasus jika pengobatan dimulai pada saat ini. Namun, jika

21
pengobatan tertunda lebih dari 3 hari, kesempatan untuk mencapai kesembuhan

sempurna akan turun sekitar 50%. 8

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetirto, Indro. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam: Soepardi EA, Iskandar HN

(editors). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi

ke VII. Jakarta : Balai Penerbit FK UI; 2012

2. Nangrum HB, Nagpure PS. Ramsay Hunt syndrome. Case Report. Nazareth
Hospital.July,2008
3. Kim D, Bhimani M. Ramsay Hunt Syndrome presenting as Simple Otitis Externa.
Case report.Mey,2008
4. Ballenger, John. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Jilid
Dua. Jakarta: Binarupa Aksara.; 2010.
5. Mardjono, M. Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar .Jakarta : Penerbit Dian Rakyat;
2009
6. Alice Szymansk A, Steve S. Bhimji Anatomy, Head, Ear, Tympanic Membrane.
NCBI; 2017 (http://www.nlm.nih.gov, diakses Januari 2020)
7. Bhupal HK. Ramsay hunt syndrome presenting in primary care. In: The Prectitioner
casebook:2010;254:33-35.
8. Augosto AM. Ramsay Hunt Syndrome. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1166804-clinical. Accessed on January 2020.
9. Dworkin RH, Johnson RW, Breuer J, Gnann JW, Levin MJ, Backonja M, et al.
Recommendations for the management of herpes zoster. Clin Infect Dis. Jan 1
2007;44 Suppl 1:S1-26.
10. Lin PL, Fan SZ, Huang CH, et al. Analgesic effect of lidocaine patch 5% in the
treatment of acute herpes zoster: a double-blind and vehicle-controlled study. Reg
Anesth Pain Med. Jul-Aug 2008;33(4):320-5.

22
11. Ahmed AM, Brantley JS, Madkan V, Mendoza N, Tyring SK. Managing herpes
zoster in immunocompromised patients. Herpes. Sep 2007;14(2):32-6.
12. Gupta J, et al. Ramsay hunt syndrome, type I. ENT ear, nose & throat journal.
2007:p.138-140.
13. Yoon, K, Kim, S, Lee, E, et al. 2013. “Disseminated herpes zoster in an immunocompetent

elderly,” Korean Journal of Pain. Volum 26 Bagian 2 (hal 195-198) (diakses dari

http:/www.koreamed.org/ diakses januari 2020)

14. Sunita, B, Sepahdari, A, Sidell, D. 2013. “Paralysis of Cranial Nerve,” dalam Gopen, Q

(Ed.) Fundamental Otology: Pediatric & Adult Practice 1st Edition. Jaypee Brothers, New

Delhi (hal 238-239)

15. Ahsan, SF, Bojrab, DI, Sidell, DL et al.2014. “Herpes Zoster Oticus,” dalam: Pasha, R,
Golub, JS (Ed.) Otolaryngology Head & Neck Surgery Clinical Reference Guide 4th
Edition. Plural Publishing, San Diego (hal 428-429)

23

Anda mungkin juga menyukai