PENDAHULUAN
Herpes zoster otikus adalah infeksi pada telinga bagian dalam, tengah, dan luar
oleh virus herpes zoster. Herpes zoster otikus merupakan salah satu manifestasi klinis
herpes zoster, biasanya sudah terjadi infeksi virus yang lama pada penderita sehingga
sampai terjadi infeksi pada saraf kranial. Disebut juga geniculate neuralgia atau
otalgia, herpes zoster auricularis atau oticus, otic neuralgia, dan Hunt’s syndrome,
disease atau neuralgia. Herpes zoster otikus ditandai dengan otalgia pada daerah
telinga. Bila disertai dengan kelumpuhan wajah, maka penyakit ini disebut sindrom
Ramsay Hunt. Sindrom Ramsay Hunt pertama kali diperkenalkan pada tahun 1907 oleh
James Ramsay Hunt pada pasien yang mengalami otalgia dan ruam kulit, yang dianggap
berasal dari infeksi virus varicella zoster (VZV). Penyakit virus DNA ini pada dasarnya
harus timbul pada pasien yang sebelumnya menderita varisela. Penyebab reaktivasi
sampai sekarang belum dietahui. Terlihat bahwa virus herper zoster tak ditransmisikan
langsung dari anak dengan varisela juga tidak dari orang dewasa yang menderita herpes
zoster. Insidens relatif tetap sepanjang tahun walau terdapat peningkatan jelas bagi
Herpes zoster otikus adalah penyebab 2-10% dari seluruh kasus parese fasialis
yang meliputi 3-12% pada orang dewasa dan ± 5% pada anak-anak. Insidens laki-laki
dan wanita adalah sama. Insiden Herpes zoster otikus ± 5 kasus/100.000 populasi.
Penyakit ini merupakan penyakit kedua terbanyak penyebab paralisis fasialis atraumatik
setelah Bell’s palsy. Herpes zoster otikus onset paralisisnya lebih berat dan
prognosisnya jelek. Penelitian Mayo menemukan insiden herpes zoster otikus 130 kasus
1
/ 100.000 populasi. Penyakit ini meningkat secara signifikan pada usia lebih dari 60
tahun, 10% dari populasi ini berisiko karena menurunnya sistem imun yang meliputi
karsinoma, trauma, radioterapi atau kemoterapi. Di RSUP H. Adam Malik Medan, sejak
tahun 2008 – oktober 2010 terdapat 15 pasien herpes zoster otikus yaitu 7 wanita dan 8
laki-laki dengan usia rata-rata di atas 40 tahun. Herpes zoster otikus diakibatkan oleh
gangguan nervus fasialis dan otikus, sehingga memberikan gejala paralisis muka,
kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persyarafan, tinitus, vertigo, gangguan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Herpes zoster otikus adalah infeksi pada telinga bagian dalam, tengah, dan luar
oleh virus herpes zoster. Herpes zoster otikus merupakan salah satu manifestasi klinis
herpes zoster, biasanya sudah terjadi infeksi virus yang lama pada penderita sehingga
sampai terjadi infeksi pada saraf kranial. Disebut juga geniculate neuralgia atau
otalgia, herpes zoster auricularis atau oticus, otic neuralgia, dan Hunt’s syndrome,
2
disease atau neuralgia. Herpes zoster otikus ditandai dengan otalgia pada daerah
telinga. Ketika berhubungan dengan kelumpuhan wajah, maka penyakit ini disebut
sindrom Ramsay Hunt. Sindrom Ramsay Hunt pertama kali diperkenalkan pada tahun
1907 oleh James Ramsay Hunt pada pasien yang mengalami otalgia dan ruam kulit,
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani.
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S,
dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian
Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjer serumen
(kelenjer keringat) dan rambut. Kelenjer keringat terdapat pada seluruh kulit liang
telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjer serumen.1
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat obliq terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida, sedangkan bagian bawah disebut pars tensa. Pars flaksida hanya berlapis dua,
3
yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh
sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis
lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang
berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.1
sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah
yaitu pada pukul 7 untuk membrane timpani kiri dan pukul 5 untuk membrane timpani
kanan.1
Telinga tengah terdiri dari suatu ruang yang terletak diantara membran timpani dan
kapsul telinga dalam, tulang-tulang dan otot yang terdapat didalamnya beserta
4
- Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis sermisirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
skala vestibuli.1
lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli
sebelah atas, skala timpani disebelah bawah dan skala media (duktus koklearis)
diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe, sedangkan skala media
berisi endolimfe. Ion dan garam yang terdapat di dalam perilimfe berbeda dengan
endolimfe. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli (Reissner’s
membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membrane
tektoria, dan pada membrane basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut
dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.1
Daun telinga dan telinga luar menerima cabang-cabang sensoris dari cabang
aurikulotemporal saraf ke-5 di bagian depan, di bagian posterior dari nervus aurikuler
mayor dan minor, dan cabang-cabang nervus glosofaringeus dan vagus. Liang telinga
bagian tulang sebelah posterior superior disarafi oleh cabang nervus fasialis.4
a. Nervus fasialis
5
Saraf kranialis ketujuh berasal dari batang otak, berjalan melalui tulang
temporal, dan berakhir pada otot-otot wajah. Sedikitnya lima cabang utama. Selain
mengurus persarafan otot wajah, saraf kranialis ketujuh juga mengurus lakrimasi,
salivasi, pengaturan impedansi dalam telinga tengah, dan sensasi nyeri, raba, suhu dan
kecap.5
Inti saraf ketujuh terletak pada daerah pons. Inti ini mendapat informasi dari
girus presentralis dari kortek motorik yang mengurus persarafan dahi ipsilateral dan
wajah lainnya. Nucleus motorik hanya mengurus saraf fasialis ipsilateral. Saat saraf
meninggalkan batang otak, suatu cabang saraf kedelapan yang dikenal sebagai nervus
intermedius memisahkan diri dan bergabung dengan saraf ketujuh untuk memasuki
genikulatum. Ganglion mengandung badan sel untuk pengecapan lidah anterior dan
untuk sensai raba, nyeri, dan suhu kanalis akustikus internus. Sejumlah serabut saraf
Saraf ini berjalan sepanjang dasar fosa media dan masuk ke dalam kanalis pterigoideus.
tajam ke posterior pada ganglion genikulatum dan berjalan turun lewat segmen labirin
menuju segmen timpani dari saraf. Saraf memasuki segmen timpani dan membuat genu
(putaran) kedua. Di sini, di dekat fenestra ovalis, saraf menjadi terpapar dan dapat
diraba dalam telinga tengah. Saraf berjalan turun dari genu secara vertikal dan
mengeluarkan cabang untuk otot stapedius di bawah tingkat ini, muncul cabang kedua
dan kembali masuk ke dalam telinga sebagai saraf korda timpani. Korda membawa
6
serabut-serabut nyeri, raba, dan suhu, serta pengecapan untuk duapertiga anterior lidah. 5
Saraf ini juga mengurus salivasi kelenjer submandibularis. Bagian utama dari saraf
tepat di medial prosessus mastoideus. Tujuh puluh persen serabut pada tempat ini
merupakan serabut motorik untuk wajah. Selanjutnya saraf membelok ke anterior dan
memecah menjadi lima cabang utama- temporalis, zigomatikus, bukalis, dan servikalis.
Cabang-cabang ini dapat saling beranastomosis satu dengan yang lainnya ketika saraf
Saraf otak kedelapan terdiri dari 2 berkas saraf yang menyalurkan dua macam
impuls. Yang pertama ialah, nervus koklearis yang menghantarkan impuls pendengaran.
Dan yang kedua ialah nervus vestibularis yang menyalurkan impuls keseimbangan.5
nervus oktavus berasal merupakan juga satu bangunan yang terdiri dari dua bagian.
Bangunan tersebut ialah labirin. Ia terdiri dari bagian koklea dan vestibula.5
gelombang. Gelombang suara diteruskan oleh gendang telinga, tulang maleus, inkus dan
stapes melalui fenestra vestibularis ke perilimfe. Perilimfe ini ialah cairan yang
merupakan bantalan bagi labirin membran. Endolimfe ialah cairan yang terkandung
oleh labirin membran. Dengan demikian di bagian koklea terdapat tiga ruangan. Ruang
vestibular atau skala vestibule, ruang koklear atau duktus koklear, dan ruang timpani
atau skala timpani. Dinding diantara ketiga skala itu dibentuk oleh membran vestibule
7
membran Reissner yang membangkitkan timbulnya gelombang di dalam endolimfe.
Gelombang ini merangsang organ korti. Disitu membran tektoria seolah-olah bertindak
sebagai pecut yang menstimulasi sel-sel yang bersambung dengan serabut aferen sel
ganglion spiral. Impuls yang dicetuskan oleh sel-sel tersebut tadi ialah impuls
pendengaran. Suara bernada tinggi sekelompok sel di basis dan yang bernada rendah di
semisirkularis berjumlah tiga. Tiap kanalis mempunyai bagian yang menggembung dan
Sekelompok sel semacam itu juga terdapat di utrikulus dan sakulus, dan juga
merupakan alat penangkap rangsang keseimbangan, atau makula karena gerakan badan
dan kepala timbul akselerasi endolimfe ketiga alat vestibule itu. Akselerasi angular
Juluran eferen sel itu menyusun nervus vestibularis. Di dalam meatus akustikus internus
vestibularis menggabungkan diri pada nervus koklearis. Impuls yang dicetuskan oleh
makula dari kanalis semisirkularis menuju ke inti di pons dan dari situ kemudian
dikirim ke inti-inti saraf okular. Impuls yang dicetuskan oleh makula utrikulus
dihantarkan ke inti pons juga, tetapi tujuan akhirnya ialah korteks serebri di bagian
belakang girus temporalis. Selain korteks lobus temporalis dan inti-inti saraf okular,
impuls keseimbangan diterima juga oleh serebelum melalui serabut aferen inti
8
vestibular dan substansia retikularis serta medulla spinalis. Impuls keseimbangan yang
ipsilateral. Dan sel-sel di medulla spinalis yang menerima impuls dari inti vestibular
III. EPIDEMIOLOGI
Herpes zoster otikus adalah penyebab 2-10% dari seluruh kasus parese fasialis
yang meliputi 3-12% pada orang dewasa dan ± 5% pada anak-anak. Insidens laki-laki
dan wanita adalah sama. Insiden Herpes zoster otikus ± 5 kasus/100.000 populasi.
Penyakit ini merupakan penyakit kedua terbanyak penyebab paralisis fasial atraumatik
dibandingkan dengan Bell’s palsy, herpes zoster otikus onset paralisisnya lebih berat
dan prognosisnya jelek. Penelitian Mayo menemukan insiden herpes zoster otikus 130
kasus / 100.000 populasi. Penyakit ini meningkat secara signifikan pada usia lebih dari
60 tahun, 10% dari populasi ini berisiko karena menurunnya sistem imun yang meliputi
karsinoma, trauma, radioterapi atau kemoterapi. Di RSUP H. Adam Malik Medan, sejak
tahun 2008 – oktober 2010 terdapat 15 pasien herpes zoster otikus yaitu 7 wanita dan 8
IV. ETIOLOGI
Virus varicella zoster adalah anggota dari famili herpes viridae yang berukuran
140-200 mikron, mempunyai struktur yang khas seperti nukleokapsid yang dikelilingi
oleh lemak. Golongan virus ini mempunyai struktur yang sama dengan DNA virus.
Berdasarkan sifat biologinya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel
tempat hidup laten diklasifikasikan ke dalam 3 subfamilia yaitu alfa, beta, dan gamma.
Virus varicella zoster dalam subfamilia alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi
9
primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi
primer, infeksi oleh virus herpes zoster alfa biasanya menetap dalam bentuk laten di
dalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan
kekambuhan secara periodik. Secara in vitro herpes zoster alfa mempunyai jajaran
penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai
enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polymerase dan virus
spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.6
1. Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia lanjut, disebabkan oleh
daya tahan tubuh melemah. Semakin tua usia penderita herpes, semakin tinggi pula
risiko terserang.
dan leukemia
V. PATOFISIOLOGI
Ganglion genikulatum ini mudah terinfeksi oleh virus Varicella zoster. Penyakit ini
disebabkan reaktivasi virus varicella zoster, bertanggung jawab untuk 2 infeksi klinis
utama pada manusia, yaitu varicella (chickenpox) dan herpes zoster. Setelah infeksi
primer (varicella) sembuh, virus varicella zoster menjadi laten tinggal di dalam tubuh
penderita selama bertahun-tahun yaitu di dalam dorsal akar ganglion dari nervus
spinalis atau ekstra ganglia medula dari saraf kranialis. Pada 3-5 dari 1000 individu,
10
virus varicella zoster mengalami reaktivasi, menyebabkan infeksi rekuren yang dikenal
dengan nama herpes zoster atau reaktivasi virus dihubungkan keadaan cell-mediated
immune yang menurun, yang dapat disebabkan oleh bertambahnya usia, proses
menyebabkan ruam dermatomal yang disertai nyeri berat. Virus yang berdiam di dalam
ganglion kranialis, saat aktif akan menginfeksi persarafan termasuk saraf fasialis dan
keseimbangan dan keluhan vertigo, karena secara anatomi, letak nervus fasialis sangat
fasialis, sehingga tidak jarang herpes zoster otikus disertai dengan parese wajah akibat
terdistribusi sepanjang saraf sensoris yang menginervasi telinga dan akan menimbulkan
11
Setelah masa inkubasi 4-20 hari, gangguan timbul dengan fase prodormal
neuralgik. Dalam dua sampai tiga hari, terdapat bentuk vesikel berkelompok pada
daerah yang dipersarafi oleh saraf yang terkena. Jika wajah terkena, seperti pada
oftalmikus zoster atau otikus zoster (sindrom Ramsay Hunt), nyeri terutama sangat
hebat, dan gejala-gejala prodormal umum seperti demam dan nausea tampak jelas.
Dengan timbulnya vesikel, jarang sebelumnya, timbul limfadenitis regional yang nyeri.
Herpes zoster terjadi lebih sering pada pria daripada wanita dan terutama mengenai
Herpes zoster otikus melibatkan saraf fasialis dan menimbulkan suatu ruam pada
liang telinga dan pinna. Pustula-pustula kecil terbentuk dalam liang telinga dan sangat
nyeri.1
Awitan suatu paralisis wajah seringkali bersama otalgia dan erupsi herpetic pada
bagian-bagian telinga luar dianggap sebagai akibat infeksi virus pada ganglion
genikulatum. Lesi kulit vesicular mungkin hanya terbatas pada sebagian liang telinga
12
yang dipersarafi oleh suatu cabang sensorik kecil dari saraf kranialis ketujuh, sehingga
memberikan gejala paralisis otot muka (Bell’s Palsy), kelainan kulit yang sesuai
Gambaran paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan
hampir selalu unilateral. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh
A. Anamnesis
herpes zoster otikus yaitu penyakit yang hanya mengenai saraf sensoris nervus fasialis,
penyakit yang mengenai saraf sensorik dan motorik nervus fasialis, dan penyakit yang
mengenai saraf sensorik dan motorik nervus fasialis disertai gejala auditorik, serta
penyakit yang mengenai saraf sensorik dan motorik nervus fasialis disertai gejala
auditorik dan vestibuler. Pemeriksaan fungsi nervus VII diperlukan untuk menentukan
letak lesi, beratnya kelumpuhan dan evaluasi pengobatan. Pemeriksaan meliputi fungsi
motorik otot wajah, tonus otot wajah, gustatometri dan tes Schimer.1
Dari dalam anamnesis riwayat penyakit dahulu bisa didapatkan ada riwayat
terkena penyakit cacar air. Penyakit ini didahului dengan gejala prodromal berupa nyeri
kepala, nyeri telinga, lesu, demam, sakit kepala, mual dan muntah. Lesi terdapat di
telinga luar dan sekitarnya, kelainan berupa vesikel berkelompok di atas daerah yang
13
eritema, edema dan disertai rasa nyeri seperti terbakar pada telinga dan kulit sekitarnya
paroksismal, ruam pada telinga atau mulut (80% pada kasus yang ada, ruam bisa
menjadi awal dari adanya paresis), ipsilatereal lower motor neuron paresis wajah (N.
VII), vertigo, ipsilateral ketulian (50% kasus), tinnitus, sakit kepala, diastrhia, gait
ataxia, cervical adenopathy. Nyeri telinga sering kali nyeri menjalar ke luar telinga
sampai ke daun telinga. Nyeri bersifar konstan, difus, dan tumpul. Nyeri muncul
Penyakit ini didahului dengan gejala prodormal berupa nyeri kepala, nyeri
telinga, lesu, demam, sakit kepala, mual dan muntah. Lesi terdapat di telinga luar dan
sekitarnya, kelainan berupa vesikel berkelompok diatas daerah yang eritema, edema dan
disertai rasa nyeri seperti terbakar pada telinga dan kulit sekitarnya (nyeri radikuler).
Gejala tambahan lain yang dikeluhkan pasien dapat berupa telinga berdenging(tinnitus),
B. Pemeriksaan Fisik
motorik otot wajah, tonus otot wajah, ada tidaknya sinkinesis atau hemispasme,
gustatometri dan tes Schimer’s. Pada pemeriksaan fisik telinga mungkin akan tampak
Pada pemeriksaan hidung, orofaring dan tenggorok mungkin tidak ada vesikel
14
telinga yang bervesikel mungkin terdapat gangguan konduksi mengingat herpes zoster
gangguan kelenjar air mata dan pemeriksaan gustatometri tidak didapatkan gangguan
petrosus mayor dan infra korda. Pada kepustakaan dikatakan bahwa kelainan nervus VII
dapat terjadi sepanjang nervus fasial mulai dari batang otak sampai foramen
stilomastoideus. Kesenjangan topografi ini dapat terjadi pada kasus Bells Palsy dan
herpes zoster otikus, hal ini diakibatkan karena adanya multiple inflamasi dan
C. Pemeriksaan Penunjang
deteksi antigen spesifik untuk virus varisela zoster atau dengan hibridasi DNA virus.
Berdasarkan keluhan pasien dan temuan fisik yang beberapa penyakit dapat
dijadikan diagnosis banding untuk herpes zoster otikus, antarala lain adalah Bell’s
Diagnosis banding yang mungkin adalah Bell’s Palsy hal ini didasarkan pada
tampilan klinis yang terdapat kelamahan separuh otot wajah. Hal yang sangat
15
Miringitis Bullosa memiliki karakteristik gambaran klinis pasien yaitu tiba-tiba
mengalami sakit telinga yang parah atau otalgia sifatnya berdenyut. Nyeri biasanya
miringitis bullosa adalah adanya bulla pada membran timpani. Bulla yang muncul
paling sering pada sisi posterior atau postero inferior membran timpani atau pada
penurunan pendengaran.
didapatkan adanya nyeri tekan tragus dan liang telinga hiperemis dan bengkak.9
Gejala trigeminal neuralgia muncul secara tiba-tiba, unilateral, nyeri yang berat
terasa tertusuk dan rasa nyeri rekuren sesuai dengan saraf trigeminal tetapi trigeminal
IX. PENATALAKSANAAN
Pengobatan terhadap herpes zoster terdiri dari tiga hal utama yaitu pengobatan
infeksi virus akut, pengobatan rasa sakit akut yang berkaitan dengan penyakit tersebut,
Perawatan utama untuk nyeri zoster terkait akut termasuk analgesik narkotik dan
non-narkotika (baik sistemik dan topikal), agen neuroaktif, dan agen antikonvulsan.
Sementara kemanjuran perawatan ini untuk nyeri neuropatik umum telah mapan, hanya
beberapa modalitas telah dievaluasi khusus untuk zoster akut terkait nyeri pada studi
terkontrol. Para oksikodon narkotika oral dan antikonvulsan gabapentin lisan, serta
aspirin analgesik topikal dan lidokain, semua telah menunjukkan kemampuan untuk
16
mengurangi akut zoster terkait nyeri pada double-blind, placebo-controlled studi.10 Di
sisi lain, antikonvulsan gagal untuk menunjukkan pengaruh signifikan secara statistik
kesakitan zoster menghilangkan akut dalam studi double-blind kecil, terkontrol plasebo.
(10)
Meskipun, perlu dicatat obat ini telah terbukti ampuh mengobati rasa sakit dari
zoster terkait sakit. Tujuan terapi antiviral pada herpes zoster adalah untuk mengurangi
rasa sakit, menghambat replikasi virus, membantu penyembuhan penyakit kulit, dan
asiklovir, valasiklovir, dan famsiklovir, telah disetujui untuk pengobatan herpes zoster
di Amerika Serikat. Mekanisme kerja untuk semua agen adalah pencegahan varicella-
zoster replikasi virus melalui penghambatan polimerase DNA virus . Bentuk ke-3 agen
telah terbukti dalam uji klinis untuk mengurangi pelepasan virus dan mempercepat
resolusi gejala, termasuk rasa sakit, di herpes zoster tanpa komplikasi. Acyclovir
penghambatan polimerase DNA virus. Ini mengurangi durasi lesi simtomatik. Setelah
dan terfosforilasi oleh kinase timidin virus. Dengan persaingan dengan triphosphate
pada pasien dengan insufisiensi ginjal atau penyakit hati. Valacyclovir adalah prodrug
yang dengan cepat diubah menjadi asiklovir sebelum mengerahkan aktivitas antivirus
dibandingkan dengan asiklovir dalam hal resolusi rasa sakit dan percepatan
penyembuhan kulit. Selain itu, baik valasiklovir dan famsiklovir telah meningkatkan
17
bioavailabilitas lebih asiklovir dan, sebagai hasilnya, memerlukan dosis kurang sering.
efektivitas mulai terapi dalam 48-72 jam onset ruam, dan mereka telah menunjukkan
tanpa kehilangan efektivitas ketika obat dimulai pada setiap saat selama periode itu. 10
Meta-analisis dan uji coba terkontrol secara acak menunjukkan bahwa agen antivirus
oral asiklovir, famsiklovir, dan valacyclovir, dimulai dalam waktu 72 jam setelah onset
ruam, mengurangi keparahan dan durasi nyeri akut, serta kejadian postherpetic
mampu mengurangi rasa sakit zoster, bahkan ketika mulai luar jendela 72-jam terapi
akut, terlepas dari saat presentasi. Lamanya pengobatan antivirus dalam studi telah
bervariasi dari 7-21 hari. Berdasarkan literatur saat ini, untuk pasien imunokompeten,
asiklovir selama 7-10 hari atau kursus 7-hari dari agen yang lebih baru adalah tepat.
zoster akut pada pasien immunocompromised, bahkan bila dimulai lebih dari 72 jam
setelah onset ruam. Dengan demikian, pendapat pakar saat ini merekomendasikan
krusta penuh dari semua lesi. Terapi herpes zoster pada individu normal dapat diberikan
asiklovir 5x800mg sehari selama 7 hari, paling lambat 72 jam setelah lesi muncul. (12)
Menurut Gupta J dkk,(12) pemberian asiklovir 7-10 hari. Pada saat 72 jam setelah
munculnya gejala pemberian antivirus 70% orang akan mengalami kesembuhan yang
seutuhnya. Jika pemberian antiviral diberikan lebih dari waktu emasnya makan
18
Berikut adalah pilihan terapi yang dapat digunakan untuk tatalaksana herpes
zoster otikus:
Kortikosteroid
yang terjadi karena adanya inflamasi pada serabut saraf N VIII. Kortikosteroid
tidak dianjurkan pada pasien herpes zoster otikus yang menderita penyakit
Herpes Zoster. 13
Kortikosteroid + Antivirus
memberikan hasil yang lebih baik (dalah hal kecepatan hilangnya vesikel dan
kedua.
o Antivirus
Acyclovir 5x800 mg/hari selama 5-7 hari atau Acyclovir IV
19
Valacyclovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari, atau
Famcyclovir 3x750 mg/hari selama 7 hari. diketahui
Tatalaksana infeksi sekunder oleh bakteri15
X. KOMPLIKASI
Secara garis besar komplikasi yang dapat terjadi pada pasien herpes zoster
meliputi neuralgia pasca herpetik, infeksi sekunder dan paralisis motorik, dan yang
jarang, dapat menyebabkan herpes zoster encephalitis. Paralisis motorik terjadi saat
virus menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis. Beberapa paralisis dapat
terjadi, misalnya di wajah, diafragma batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan
anus, sedangkan komplikasi neuralgia pasca herpetik dan infeksi sekunder terjadi pada
daerah yang terdapat erupsi vesikula, contohnya seperti pada herpes zoster otikus pada
daerah telinga.1 Paralisis yang berat akan mengakibatkan tidak lengkap atau tidak
20
sempurnanya kesembuhan dan berpotensi untuk menjadi paralisis fasialis yang
permanen dan synkinesis. Terjadi infeksi sekunder oleh bakteri sehingga menyebabkan
Neuralgia pasca herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
Keadaan ini cenderung terjadi pada penderita di atas usia 40 tahun dengan gradasi nyeri
yang bervariasi. Makin tua penderita, makin tinggi persentasinya. Sepertiga kasus di
atas usia 60 tahun dikatakan akan mengalami komplikasi, sedangkan pada usia muda,
hanya terjadi 10% kasus. Kemungkinan hal ini berhubungan dengan perbedaan daya
XI. PENCEGAHAN
Pencegahan herpes zoster dengan vaksinasi dianjurkan untuk semua orang yang
berusia lebih dari 60 tahun, bahkan jika mereka telah menderita cacar air di masa lalu.
Kelompok usia ini menderita morbiditas yang signifikan dari zoster. Vaksin VZV
berisikan virus yang telah dilemahkan. Banyak orang yang telah di vaksin sejak kecil
akan tetap mendapat penyakit cacar saat dewasa. Sejauh ini, data klinis telah
membuktikan bahwa vaksin bisa efektif selama lebih dari 10 tahun dalam mencegah
XII. PROGNOSIS
hipertensi dan pemberian terapi yang cepat. Hasil pemulihan akan lebih baik jika
perawatan dimulai pada hari ke tiga setelah gejala timbul. Kesembuhan yang sempurna
akan tercapai pada 70% kasus jika pengobatan dimulai pada saat ini. Namun, jika
21
pengobatan tertunda lebih dari 3 hari, kesempatan untuk mencapai kesembuhan
DAFTAR PUSTAKA
(editors). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi
2. Nangrum HB, Nagpure PS. Ramsay Hunt syndrome. Case Report. Nazareth
Hospital.July,2008
3. Kim D, Bhimani M. Ramsay Hunt Syndrome presenting as Simple Otitis Externa.
Case report.Mey,2008
4. Ballenger, John. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Jilid
Dua. Jakarta: Binarupa Aksara.; 2010.
5. Mardjono, M. Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar .Jakarta : Penerbit Dian Rakyat;
2009
6. Alice Szymansk A, Steve S. Bhimji Anatomy, Head, Ear, Tympanic Membrane.
NCBI; 2017 (http://www.nlm.nih.gov, diakses Januari 2020)
7. Bhupal HK. Ramsay hunt syndrome presenting in primary care. In: The Prectitioner
casebook:2010;254:33-35.
8. Augosto AM. Ramsay Hunt Syndrome. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1166804-clinical. Accessed on January 2020.
9. Dworkin RH, Johnson RW, Breuer J, Gnann JW, Levin MJ, Backonja M, et al.
Recommendations for the management of herpes zoster. Clin Infect Dis. Jan 1
2007;44 Suppl 1:S1-26.
10. Lin PL, Fan SZ, Huang CH, et al. Analgesic effect of lidocaine patch 5% in the
treatment of acute herpes zoster: a double-blind and vehicle-controlled study. Reg
Anesth Pain Med. Jul-Aug 2008;33(4):320-5.
22
11. Ahmed AM, Brantley JS, Madkan V, Mendoza N, Tyring SK. Managing herpes
zoster in immunocompromised patients. Herpes. Sep 2007;14(2):32-6.
12. Gupta J, et al. Ramsay hunt syndrome, type I. ENT ear, nose & throat journal.
2007:p.138-140.
13. Yoon, K, Kim, S, Lee, E, et al. 2013. “Disseminated herpes zoster in an immunocompetent
elderly,” Korean Journal of Pain. Volum 26 Bagian 2 (hal 195-198) (diakses dari
14. Sunita, B, Sepahdari, A, Sidell, D. 2013. “Paralysis of Cranial Nerve,” dalam Gopen, Q
(Ed.) Fundamental Otology: Pediatric & Adult Practice 1st Edition. Jaypee Brothers, New
15. Ahsan, SF, Bojrab, DI, Sidell, DL et al.2014. “Herpes Zoster Oticus,” dalam: Pasha, R,
Golub, JS (Ed.) Otolaryngology Head & Neck Surgery Clinical Reference Guide 4th
Edition. Plural Publishing, San Diego (hal 428-429)
23