Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah gizi anak di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi
ganda. Artinya, masalah gizi kurang masih belum teratasi sepenuhnya,
sementara sudah muncul masalah gizi lebih.1 Kelebihan gizi yang
menimbulkan obesitas dapat terjadi baik pada anak-anak hingga usia
dewasa. Obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah energi
yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi
biologis. Fungsi biologis nya seperti pertumbuhan fisik, perkembangan,
aktivitas, pemeliharaan kesehatan.2

Obesitas merupakan keadaan indeks massa tubuh (IMT) anak yang


berada di atas persentil ke-95 pada grafik tumbuh kembang anak sesuai
jenis kelaminnya.3 Prevalensi obesitas anak mengalami peningkatan di
berbagai negara tidak terkecuali Indonesia. World Health Organization
(WHO) menunjukkan obesitas sebagai masalah epidemik. Menurut WHO,
satu dari 10 anak di dunia mengalami kegemukan. Peningkatan obesitas
pada anak dan remaja sejajar dengan orang dewasa. Obesitas telah
meningkat secara drastis di kalangan anak dan remaja di seluruh dunia.4

Di Indonesia, prevalensi obesitas dari 170.699 anak usia 5-15


tahun adalah sebesar 8,3% pada tahun 2011.5 Penelitian multisenter di 10
kota besar di Indonesia anak pada usia sekolah menunjukkan prevalensi
antara 2,5%-27%. Prevalensi obesitas meningkat dari tahun ke tahun.
Menurut Riskesdas, pada tahun 2007 prevalensi overweight dan obesitas
pada anak 12,2% dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 14,0%.6

Berdasarkan laporan riset kesehatan dasar nasional tahun 2013,


provinsi Jambi sendiri menempati salah satu dari 15 provinsi dengan
prevalensi sangat gemuk di atas nasional untuk kategori anak usia 5-12
tahun, yaitu sekitar 25%. Jumlah ini mengalami peningkatan pesat dari
tahun-tahun sebelumnya, dimana tahun 2010 prevalensi status gizi lebih
anak usia 6-12 tahun di provinsi Jambi hanya 7%, sedangkan tahun 2007
prevalensi status gizi lebih anak usia 6-14 tahun di provinsi Jambi hanya
mencapai angka 12% pada anak laki-laki dan 7,5% pada anak perempuan.

Beberapa faktor penyebab obesitas pada anak antara lain asupan


makanan berlebih yang berasal dari jenis makanan olahan serba instan.
Minuman soft drink, makanan jajanan seperti makanan cepat saji
(burger,pizza,hot dog) dan makanan siap saji lainnya yang tersedia di gerai
makanan. Selain itu, obesitas dapat terjadi pada anak yang ketika masih
bayi tidak dibiasakan mengkonsumsi air susu ibu (ASI). Tetapi
menggunakan susu formula dengan jumlah asupan yang melebihi porsi
yang dibutuhkan bayi/anak.7

Faktor penyebab obesitas lainnya adalah kurangnya aktivitas fisik


baik kegiatan harian maupun latihan fisik terstruktur. Aktivitas fisik yang
dilakukan sejak masa anak sampai lansia akan mempengaruhi kesehatan
seumur hidup. Penyebab obesitas dinilai sebagai 'multikausal' dan sangat
multidimensional karena tidak hanya terjadi pada golongan sosio-ekonomi
tinggi. Akan tetapi juga sering terdapat pada yang menengah dan hingga
ke bawah. Obesitas dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan
dengan faktor genetik.8

Obesitas pada anak berhubungan secara bermakna dengan obesitas


pada dewasa dan merupakan tahap awal perkembangan penyakit kronis,
seperti gangguan metabolisme glukosa, penyakit jantung, penyumbatan
pembuluh darah dan lain-lain. Obesitas pada anak usia 6-7 tahun juga
dapat menurunkan tingkat kecerdasan karena aktivitas dan kreativitas anak
menjadi menurun dan cenderung malas akibat kelebihan berat badan.9 Efek
tidak langsung obesitas terhadap menurunnya fungsi kognitif diduga akibat
dari dampak penyakit yang diderita oleh anak obesitas (diabetes,
obstructive sleep apnea syndrome(OSAS), masalah respirasi), masalah
psikososial (rendah diri, mengisolasi diri, dan depresi) 8,10 dan kematangan
sosial.11

Pada penelitian yang dilakukan oleh montolalu, dkk (2009)


mengenai derajat obesitas dan kecerdasan kognitif, dikatakan bahwa
terdapat hubungan negatif antara obesitas dengan kecerdasan kognitif pada
anak. Dari hasil data , semua subjek penelitian yang memiliki skor IQ di
bawah rata-rata merupakan anak dengan obesitas, sedangkan subjek
penelitian dengan skor IQ rata-rata atau diatas rata-rata sebagian besar
anak non-obesitas. Hal itu diduga berhubungan dengan adanya kerusakan
sel-sel otak pada anak obesitas akibat gangguan asupan dan distribusi
oksigen ke otak yang dapat mempengaruhi kecerdasan anak.12

Dari penelitian sebelumnya yang dilaksanakan oleh Fathia Rianty


(2015) juga mengatakan bahwa derajat obesitas memiliki hubungan yang
bermakna dengan kemampuan kognitif. Sama halnya dengan penelitian
Montolalu (2009). Dari penelitian nya didapat hasil uji korelasi Spearman
yang menghubungkan derajat obesitas dengan kapasitas intelektual
menunjukkan nilai p = 0,039 (p < 0,05). Yang berarti kedua variabel
tersebut memiliki hubungan.

Dari hasil wawancara peneliti dengan beberapa wali kelas di salah


satu sekolah dasar negeri di Kota Jambi, dikatakan bahwa anak yang
berbadan gemuk terkadang memiliki kebiasaan yang mengganggu proses
belajar, seperti mengantuk, tertidur di kelas, dan malas bergerak, walaupun
hasil akhir prestasi belajar mereka belum menunjukkan ketertinggalan
dibandingkan dengan anak yang lain. Sedangkan hasil observasi langsung
peneliti selama pembelajaran di kelas, anak berbadan gemuk nyatanya
dapat turut aktif dan fokus dalam mengikuti pelajaran sebagaimana
mestinya.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk
meneliti tentang "Hubungan Antara Derajat Obesitas dan Kemampuan
Kognitif pada Siswa/i Sekolah Dasar SDN 47/IV Kota Jambi".

1.2 Perumusan Masalah


Perumusan masalah pada penelitian ini adalah "Apakah ada
hubungan antara derajat obesitas dan kemampuan kognitif pada siswa/i
sekolah dasar di SDN 47/IV Kota Jambi?"

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara derajat obesitas dan
kemampuan kognitif pada siswa/i sekolah dasar di SDN 47/IV Kota Jambi.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik sampel penelitian.
2. Untuk mengetahui gambaran derajat obesitas pada siswa/i sekolah
dasar di SDN 47/IV Kota Jambi.
3. Untuk mengetahui gambaran kemampuan kognitif pada siswa/i
sekolah dasar di SDN 47/IV Kota Jambi.
4. Untuk mengetahui hubungan antara derajat obesitas dan
kemampuan kognitif pada siswa/i sekolah dasar di SDN 47/IV
Kota Jambi.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi Peneliti
a. Melalui penelitian ini peneliti dapat menerapkan dan
memanfaatkan ilmu yang didapat selama pendidikan dan
menambah pengetahuan serta pengalaman dalam membuat
penelitian ilmiah.
b. Menambah pengetahuan peneliti tentang hubungan antara derajat
obesitas dan kemampuan kognitif pada siswa/i sekolah dasar di
SDN 47/IV Kota Jambi.
2. Bagi Institusi
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang gambaran obesitas, gambaran kemampuan kognitif, serta
hubungan antara derajat obesitas dan kemampuan kognitif pada
siswa/i sekolah dasar.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam
membuat kebijakan-kebijakan dibidang kesehatan di masa
mendatang khususnya dalam penyesuaian permasalahan gizi pada
anak usia sekolah dasar.
3. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya.
4. Bagi Subjek Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi guru
dan orang tua mengenai hubungan antara derajat obesitas dan kemampuan
kognitif pada anak serta menambah wawasan tentang dampak yang
mungkin dialami anak obesitas.
5. Bagi Ilmu Kedokteran
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan,
menjadi sumber informasi, dan menjadi masukan bagi penelitian
selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Pustaka
2.1.1 Status Gizi
2.1.1.1 Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah ekpresi dari keseimbangan dalam bentuk
variabel-variabel tertentu. Status gizi juga merupakan akibat dari
keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan
zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi
dalam seluruh tubuh.13

Beberapa istilah yang terkait dengan status gizi antara lain13:

1. Malnutrition (Gizi Salah, Malnutirisi)


Keadaan patologis akibat kekurangan atau
kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat
gizi. Ada empat bentuk malnutrisi:
a) UnderNutrition
b) Specific Defficiency
c) Over Nutirition
d) Imbalance
2. Kurang Energi Protein (KEP)
Kurang energi protein adalah seseorang yang
kurang gizi disebabkan oleh rendah nya konsumsi energi
sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu. Anak
disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks
berat badan menurut umur (BB/U) baku WHO - NCHS.13
2.1.1.2 Penilaian Status Gizi
Status gizi dapat ditentukan secara langsung dan secara tidak
langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4
penilaian yaitu:13
1. Antropometri
a) Pengertian
Ditinjau dari sudut pandang gizi, makan antropometri gizi
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi
tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi.
b) Penggunaan
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan energi.
Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan
proporsi jaringan tubuhseperti lemak,otot, dan jumlah air dalam
tubuh.
2. Klinis
a) Pengertian
Penilaian klinis adalah metode yang sangat penting untuk
menilai status gizi pada masyarakat. Metode ini didasarkan atas
perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan
ketidakcukupan zat gizi.
b) Penggunaan
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara
cepat (rapid clinical surveys). Survey ini dirancang untuk
mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari
kekurangan salah satu atau lebih zat gizi.
3. Biokimia
a) Pengertian
Secara biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara
laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh,
antara lain : darah, urin, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh
seperti hati dan otot.
b) Penggunaan
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa
kemungkinan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi.
4. Biofisik
a) Pengertian
Secara biofisik adalah penentuan status gizi dengan melihat
kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan
struktur jaringan.
b) Penggunaan
Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti
kejadian buta senja epidemik. Cara yang digunakan adalah tes
adaptasi gelap.
Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering
digunakan adalah antropometri gizi. Dewasa ini dalam program gizi
masyarakat, pemantauan status gizi anak balita menggunakan metode
antropometri sebagai cara untuk menilai status gizi.13
Keunggulan antropometri gizi sebagai metode penilaian status gizi
yaitu:13
1) Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah
sampel yang besar.
2) Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, cukup dilakukan oleh
tenaga yang sudah dilatih dalam waktu singkat.
3) Alat murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat
di daerah setempat.
4) Metode tepat dan akurat, karena dapat dibakukan.
5) Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa
lampau.
6) Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang dan
gizi buruk, karena sudah ada ambang batas yang jelas.
7) Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi
pada periode tertentu, atau dari satu generasi ke generasi
berikutnya.
8) Dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap
gizi.
Kelemahan antropometri gizi sebagai metode penilaian status gizi
yaitu:13
1) Tidak sensitif, sebab metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi
dalam waktu singkat dan tidak dapat membedakan kekurangan zat
gizi tertentu seperti zink dan Fe.
2) Faktor di luar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan
energi) dapat menurunkan spesifisitas dan sensitivitas pengukuran
antropometri.
3) Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi
presisi, akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi.
Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropometri
disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain.
Variabel tersebut adalah sebagai berikut:
1) Umur
2) Berat Badan
3) Tinggi Badan
2.1.1.3 Cara Pengukuran Status Gizi
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Standar
Antropometri Status Gizi Anak tahun 2010, indeks antropometri yang
digunakan pada anak adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi
badan menurut umur (TB/U) atau panjang badan menurut umur (PB/U),
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) atau berat badan menurut
panjang badan (BB/PB), dan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U).14
Indeks massa tubuh (IMT) sebagai kriteria, telah banyak diteliti
dan dianggap baik untuk menentukan obesitas pada anak. Timbunan lemak
yang berlebihan berhubungan erat dengan tingginya IMT anak.
Pengukuran IMT dapat dilakukan pada anak-anak, remaja maupun
orang dewasa. Pada anak-anak dan remaja pengukuran IMT sangat terkait
dengan umurnya, karena dengan perubahan umur terjadi perubahan
komposisi tubuh dan densitas tubuh. Karena itu, pada anak-anak dan
remaja digunakan indikator IMT menurut umur, biasa disimbolkan dengan
IMT menurut umur.
IMT adalah perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan
kuadrat. Cara pengukurannya adalah pertama-tama ukur berat badan dan
tinggi badannya. Selanjutnya dihitung IMT-nya, yaitu:15,16

Berat Badan (kg)


IMT =__________________________________________
Tinggi Badan 2 (meter)

Dimana : berat badan dalam satuan kg, sedangkan tinggi badan dalam
satuan meter.

Untuk menentukan status gizi anak, nilai IMT-nya harus


dibandingkan dengan standar baku. Standar baku yang digunakan di
Indonesia saat ini salah satunya adalah standar antropometri gizi anak yang
ditetapkan oleh keputusan menteri kesehatan RI tahun 2010.14

2.1.1.4 Klasifikasi Status Gizi Anak

Berdasarkan baku Harvard status gizi dapat dibagi menjadi empat


yaitu:

1) Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas


2) Gizi baik untuk well nourished
3) Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderate
PCM (Protein Calori Malnutrition)
4) Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-
kwasihiorkor, dan kwashiorkor.
Klasifikasi menurut Kemenkes RI (2010) untuk status gizi anak
dibedakan pada kelompok usia 0-60 bulan dengan kelompok usia 5-18
tahun. Klasifikasi IMT anak usia 0-60 bulan disajikan pada Tabel 2.1,
sedangkan klasifikasi IMT untuk anak usia 5-18 tahun disajikan pada
Tabel 2.2.14

Tabel 2.1 Klasifikasi IMT menurut Kemenkes RI 2010 untuk anak usia 0-
60 bulan.

Nilai Z-Skor Klasifikasi


>2 SD Gemuk
-2 SD sampai dengan 2 SD Normal
-3 SD sampai dengan < -2 SD Kurus
< -3 SD Sangat Kurus
Tabel diatas adalah klasifikasi indeks massa tubuh untuk anak usia
0-60 bulan menurut Kemenkes RI 2010. Dengan menggunakan Nilai Z-
Skor. Dibagi menjadi 4 Klasifikasi, yaitu gemuk, normal, kurus dan sangat
kurus.

Tabel 2.2 Klasifikasi IMT menurut Kemenkes RI 2010 untuk anak usia 5-
18 tahun.

Nilai Z-Skor Klasifikasi


> 2 SD Obesitas
> 1 SD sampai dengan 2 SD Gemuk
-2 SD sampai dengan 1 SD Normal
-3 SD sampai dengan < -2 SD Kurus
< -3 SD Sangat Kurus
Tabel diatas adalah klasifikasi indeks massa tubuh untuk anak usia
5-18 tahun menurut Kemenkes RI 2010. Dengan menggunakan Nilai Z-
Skor. Dan dibagi menjadi 5 Klasifikasi, yaitu ada obesitas, gemuk, normal,
kurus dan sangat kurus.

Klasifikasi yang dikeluarkan tersebut mengacu kepada klasifikasi


status gizi WHO 2005 yang disajikan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Klasifikasi IMT menurut WHO

Nilai Z-Skor Klasifikasi


z-skor ≥ +2 Overweight
-2 ≤ z-skor < +2 Normal
-3 ≤ z-skor < -2 Kurus
z-skor < -3 Sangat Kurus
Tabel diatas menunjukkan hasil Z-Skor untuk mengklasifikasikan
indeks massa tubuh menurut WHO. Dan dibagi menjadi 4 klasifikasi, yaitu
overweight, normal, kurus, sangat kurus.
2.1.2 Obesitas
2.1.2.1 Definisi Obesitas
Obesitas atau kegemukan didefinisikan sebagai suatu keadaan
terdapatnya penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan yang
dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Overweight adalah kelebihan
berat badan dibandingkan berat badan ideal, yang dapat disebabkan oleh
penimbunan jaringan lemak atau massa otot.15-17
Tidak semua orang yang mempunyai berat badan lebih disebut
sebagai obesitas. Karena pada atlit yang karena latihan yang teratur
menyebabkan massa otot yang tumbuh dengan baik, akan mempunyai
berat badan rata-rata yang lebih baik dari anak sebayanya. Demikian pula
dengan anak yang kerangka tulang nya besar dan otot-ototnya lebih dari
biasanya, sehingga berat badan dan tinggi nya diatas rata-rata anak
sebayanya, tidak dapat disebut sebagai obesitas.18
Sebagian besar obesitas pada anak terjadi karena interaksi faktor
lingkungan seperti makan berlebihan dan atau kurangnya aktifitas fisik
dengan faktor genetik (obesitas primer). Hanya sebagian kecil (1%)
disebabkan oleh penyakit herediter familiar atau bagian dari suatu penyakit
sistemik tertentu (obesitas sekunder).15,17
2.1.2.2 Cara Menentukan Obesitas
Obesitas berkaitan tidak hanya dengan berat badan total, namun
juga distribusi lemak yang tersimpan di dalam tubuh. Secara klinis
obesitas dapat dengan mudah dikenali antara lain:15-19
a. Wajah Membulat
b. Pipi Tembem
c. Dagu Rangkap
d. Leher relatif pendek
e. Dada membusung dengan payudara yang membesar
mengandung jaringan lemak
f. Perut membuncit disertai dinding perut yang berlipat-lipat
g. Kedua tungkai berbentuk X dengan kedua pangkal paha
bagian dalam saling menempel dan bergesekan.
h. Pada anak laki-laki, penis tampak kecil karena tersembunyi
jaringan lemak suprapubik (burriedpenis)
Banyak teknik yang digunakan untuk menentukan akumulasi
lemak yang ada di dalam tubuh seseorang, antara lain:20
a. Mengukur dan menghubungkan berat badan dengan tinggi
badan menggunakan Body Mass Index (BMI).
b. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur tebal lipatan
kulit.
c. Variasi lingkar badan, biasanya merupakan rasio dari
pinggang dan panggul.
Untuk menentukan seseorang menderita obesitas atau tidak, cara
yang paling banyak digunakan adalah menggunakan Body Mass index
(BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT ditunjukkan dengan
perhitungan kilogram per meter kuadrat (kg/m2), berkorelasi dengan lemak
yang terdapat dalam tubuh. Rumus untuk menentukan IMT telah dijelakan
sebelumnya.
2.1.2.3 Etiologi Obesitas
Obesitas merupakan penyakit dengan etiologi yang sangat
kompleks dan belum sepenuhnya diketahui. Keadaan obesitas terjadi jika
makanan sehari-harinya mengandung energi yang melebihi kebutuhan
anak yang bersangkutan (positive energy balance). Pada umumnya,
berbagai faktor yang menentukan keadaan obesitas seseorang seperti:

a. Herediter
Anak yang obes biasanya berasal dari keluarga penderita
obesitas. Bila kedua orangtua obes, sekitar 80% anak-anak mereka
akan menjadi obes. Bila salah satu orang tua obes kejadian nya
menjadi 40% dan bila kedua orang tua nya tidak obes maka
prevalensi turun menjadi 14%. Peningkatan risiko menjadi obesitas
tersebut kemungkinan disebabkan oleh pengaruh gen atau faktor
lingkungan dalam keluarga.17-21
b. Pola Makan
Peran nutrisi dimulai sejak masa gestasi. Perilaku makan
mulai terkondisi dan terlatih sejak bulan-bulan pertama kehidupan
yaitu saat diasuh orang tua. Pemberian susu botol pada bayi
mempunyai kecenderungan diberikan pada jumlah yang berlebihan
sehingga resiko menjadi obesitas menjadi lebih besar daripada ASI
saja. Akibatnya anak akan terbiasa untuk mengkonsumsi makanan
melebihi kebutuhan dan berlanjut ke masa prasekolah, masa usia
sekolah, sampai masa remaja.18
Peranan diet terhadap terjadinya obesitas sangat besar,
terutama diet tinggi kalori yang berasal dari karbohidrat dan lemak.
Masukan energi tersebut lebih besar daripada energi yang
digunakan.18,19 Anak-anak usia sekolah mempunyai kebiasaan
mengkonsumsi makanan cepat saji (junk foods dan Fast foods),
yang umumnya mengandung energi tinggi karena 40-50% nya
berasal dari lemak.18,19,20,22
c. Aktivitas Fisik
Aktivitasi fisik sehari-hari dapat dipercaya menjadi salah
satu faktor munculnya obesitas seseorang. Suatu data menunjukkan
bahwa aktivitas fisik anak-anak cenderung menurun. Anak-anak
lebih banyak bermain di dalam rumah dibandingkan di luar rumah,
misal nya bermain games komputer maupun media elektronik lain
dan menonton televisi.
Sebaliknya menonton televisi akan menurunkan aktivitas
fisik keluaran energi, karena mereka menjadi jarang atau kurang
berjalan, bersepeda, naik-turun tangga. Suatu penelitian kohort
mengatakan bahwa menonton televisi lebih dari 5 jam
meningkatkan prevalensi dan angka kejadian obesitas pada anak 6-
12 tahun (18%).16-19,21
d. Gangguan Hormonal
Walaupun sangat jarang, ada kalanya obesitas disebabkan
oleh endocrine disorder, seperti pada Sindroma Cushing,
hiperaktivitas adrenokortikal, hipogonadisme, dan penyakit
hormon lain.16,18,19,21
2.1.2.4 Patofisiologi Obesitas
Proses terjadinya obesitas dimulai dengan penimbunan lemak
dalam sel lemak sehingga terjadi hipertrofi sel tersebut. Bila hipertrofi sel
lemak (adipose) ini mencapai tingkat tertentu akan terjadi rangsangan
pembentukan sel lemak baru dari bakal sel lemak (preadiposit) sehingga
terjadi perbanyakan atau hiperplasi. Belum diketahui secara tepat faktor
apa yang merangsang terjadinya diferensiasi preadiposit ini menjadi
adiposit. Protein tertentu yang diproduksi reticulum endoplasmic sel lemak
yaitu adipose differentiation related protein (ADRP) dan peripilin diduga
berperan dalam differensiasi adiposit. Regulasi negative yang berfungsi
untuk membatasi differensiasi adiposit dan akumulasi lipid dilakukan oleh
hasil fosforilasi faktor transkripsi peroxisome-proliferation-activate-
reseptor γ 2 (PPAR γ 2). Mutasi pada gen PPAR γ 2 akan mengakselerasi
differensiasi adiposit dan menjadi salah satu faktor penyebab obesitas.
Percobaan pada hewan menunjukkan bahwa hormon insulin berperan
dalam proses maturasi preadiposit ini. Jaringan lemak juga merupakan
sumber angiotensinogen yang selain memberikan kontribusi hipertensi
pada obesitas bersama-sama dengan efek insulin terhadap aktivitas sistem
saraf simpatis dan retensi Na+ juga diduga berperan dalam regulasi
pembentukan sel lemak.15
Pada orang dewasa terbukti bahwa hipertrofi sel lemak akan
menyebabkan resistensi insulin pada jaringan otot dan adipose sehingga
mengakibatkan peningkatan produksi insulin oleh pankreas. Suatu
mediator kimiawi Tumor Necrosis Faktor-α (TNF-α) diduga menghambat
fosforilasi IRS-1 (insulin receptor substrate-1) sehingga mekanisme
transmisi sinyal insulin terganggu. Perangkat gen lain yang berhubungan
dengan perubahan kualitas/kuantitas reseptor insulin dalam jaringan
menyebabkan resistensi insulin begitu pula perubahan respon ATP-ase
terhadap kerja insulin pada membrane sel.15
Resitensi insulin menyebabkan peningkatan glukosa plasma dan
keadaan ini akan merangsang lagi peningkatan sekresi insulin oleh
pankreas sehingga mengakibatkan terjadinya hiperinsulinemia lebih lanjut.
Keadaan hiperinsulinemia ini akan merangsang sekresi enzim lipoprotein
lipase (LPL) sehingga penimbunan lemak dalam dalam adiposit akan
makin bertambah dan proses terjadinya obesitas pun akan berlangsung
terus. Disamping terus berlangsungnya proses kegemukan,
hiperinsulinemia ini akan menyebabkan perubahan profil lipid dan
hipertensi dua hal yang merupakan resiko utama penyakit kardiovaskuler
di masa dewasa.15
Krempler dkk 1998, menunjukkan bahwa penurunan kadar leptin secara
sekunder dapat terjadi karena gangguan pensinyalan insulin pada individu
dengan varian polimorfisme gen IRS-1 dan ini diduga merupakan faktor
yang akan memberikan kontribusi terhadap obesitas pada individu yang
bersangkutan. Selain dari itu penelitian pada anak, remaja dan dewasa
muda di Amerika Serikat menunjukkan adanya hubungan yang bermakna
antara obesitas dengan terjadinya hiperinsulinemia.15,21
2.1.2.5 Resiko Komplikasi Obesitas
Dampak obesitas, meliputi faktor resiko kardiovaskular, sleep
apneu, gangguan fungsi hati, masalah ortopedik yang berkaitan dengan
obesitas, kelainan kulit serta gangguan psikiatrik.19

Tabel 2.4 Komplikasi medis yang berhubungan dengan obesitas19

Sistem Komplikasi yang terjadi


Gastrointestinal Kolelitiasis, pankreatitis, hernia
abdomen, GERD
Metabolik-endokrin Metabolic syndrome, resistensi
insulin, toleransi glukosa terganggu,
DM tipe II, dyslipidemia, sindrom
ovarium polikistik
Kardiovaskuler Hipertensi, aritmia, stroke iskemik,
thrombosis vena dalam, emboli
paru
Respirasi Abnormalitas fungsi paru, OSAS,
sindrom hipoventilasi obesitas
Muskuloskeletal Osteoarthritis, gout arthritis, low
back pain
Ginekologi Menstruasi abnormal, infertilitas
Genitourinaria Urinary stress incontinence
Ophtalmologi Katarak
Neurologi Hipertensi intrakranial idiopatik
(pseudotumor cerebri)
Kanker Esophagus, colon, empedu, prostat,
payudara, uterus, cervix, ginjal
Tabel diatas menunjukkan resiko komplikasi-komplikasi yang
mungkin terjadi dari obesitas. Terlihat terbagi dalam beberapa masing-
masing sistem tubuh dapat menyebabkan beberapa komplikasi berbeda yg
berhubungan dengan obesitas.
2.1.2.6 Tatalaksana dan Pencegahan Obesitas
Prinsip tatalaksana anak dengan obesitas adalah mengurangi
asupan energi serta meningkatkan keluaran energi dengan cara
menentukan target berat badan, pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik
dan mengubah/modifikasi pola hidup. Tujuan tatalaksana anak obesitas
adalah mengurangi indeks massa tubuh dan massa lemak, menormalkan
toleransi glukosa, konsentrasi lemak plasma, fungsi ginjal, hepar dan
tekanan darah serta mencegah atau mengatasi komorbiditas akut dan
kronik.15
2.1.3 Kemampuan Kognitif
2.1.3.1 Pengertian Kemampuan Kognitif
Kecerdasan dikenal sebagai kemampuan kognitif atau kognisi,
yaitu suatu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan atau
pembelajaran yang meliputi kegiatan mengamati, menduga,
memerkirakan, membayangkan, memikirkan, mempertimbangkan, dan
menilai.23
Definisi lain mengatakan kemampuan kognitif merupakan semua
proses mental yang digunakan oleh organisme untuk mengatur informasi
seperti memperoleh input dari lingkungan (persepsi), memilih (perhatian),
mewakili (pemahaman) dan menyimpan (memori) informasi dan akhirnya
menggunakan pengetahuan ini untuk menuntun perilaku (penalaran dan
koordinasi output motorik).24
2.1.3.2 Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif merupakan dasar bagi kemampuan anak
untuk berpikir. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad Susanto bahwa
kognitif adalah suatu proses berfikir, yaitu kemampuan individu untuk
menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau
peristiwa. Jadi proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan
(intelegensi) yang menandai seseorang dengan berbagai minat terutama
sekali ditujukan kepada ide-ide belajar.25
Perkembangan kognitif mempunyai peranan penting bagi
keberhasilan anak dalam belajar karena sebagian aktivitas dalam belajar
selalu berhubungan dengan masalah berpikir. Perkembangan kogntitif
menyangkut perkembangan berpikir dan bagaimana kegiatan berpikir itu
bekerja. Sebelum anak mampu menyelesaikan persoalan anak perlu
memiliki kemampuan untuk mencari cara penyelesaiannya.26
Ada dua teori yang menerangkan perkembangan kognitif yang
dialami pada anak, dua tokoh tersebut adalah Piaget dan Vygotsky. Teori
Piaget mengatakan bahwa perkembangan mendahului pembelajarn.
Dengan kata lain, struktur kognisi tertentu perlu berkembang sebelum
jenis-jenis pembelajaran tertentu dapat terjadi. Teori Vygotsky
mengatakan bahwa pembelajaran mendahului perkembangan.
Pembelajaran melibatkan perolehan tanda-tanda melalui pengajaran dan
informasi dari orang lain.27
Menurut Piaget, pikiran anak-anak dibentuk oleh ajaran orang
dewasa atau pengaruh lingkungan lainnya. Anak-anak memang harus
berinteraksi dengan lingkungan untuk berkembang, namun merekalah
yang membangun struktur-struktur kognitif baru dalam dirinya. Menurut
Piaget individu melalui 4 tahap dalam memahami dunia, tiap tahat terkait
dengan usia dan dari cara berifikir yang khas atau berbeda. Tahapan
perkembangan kognitif menurut Piaget adalah sebagai berikut:27
1. Tahap Sensorimotorik
Tahap ini merupakan yang pertama. Dimulai sejak lahir sampai
usia 2 tahun. Pada tahap ini, bayi membangun suatu pemahaman
tentang dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman sensor (seperti
melihat dan mendengar) dengan tindakan fisik. Dengan berfungsinya
alat-alat indera serta kemampuan melakukan gerak motorik, maka bayi
berada dalam keadaan siap mengadakn hubungan dengan dunianya.
2. Tahap Pemikiran Pra-Operasional
Tahap ini berada pada rentang usia antara 2-7 tahun. Pada tahap ini
anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar
atau simbol. Menurut Piaget, walaupun anak-anak pra sekolah dapat
secara simbolis melukiskan dunia, namun mereka masih belum mampu
untuk melaksanakan "Operation (operasi)", yaitu tindakan mental yang
diinternalisasikan yang memungkinkan anak-anak melakukan secara
mental yang sebelumnya dilakukan secara fisik.
3. Tahap Operasional Konkret
Tahap ini berada pada rentang usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan
dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan-
aturan yang logis. Anak sudah mengembangkan operasi logis. Proses-
proses penting selama tahapan ini adalah:
a) Pengurutan
Kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran,
bentuk, atau ciri lainnya.
b) Klasifikasi
Kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi
serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau
karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-
benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian
tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa
animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).
c) Decentering
Anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu
permasalahan untuk bisa memecahkannya.
d) Reversibility
Anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda
dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak
dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4=8, 8-4=4, jumlah
sebelumnya.
e) Konservasi
Memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-
benda adalah tidak berhubungan dengan peraturan atau tampilan
dari objek atau benda-benda tersebut.
f) Penghilangan sifat egosentrisme
Kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang
orang lain (bahkan saat orang tersebut berfikir dengan cara yang
salah).
4. Tahap Operasional Formal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan
kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini dialami mulai anak usia 11 tahun
dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah
diperolehnya kemampuan untuk berfikir secara abstrak, menalar secara
logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam
tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti
logis, dan nilai. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat
pubertas, menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis,
kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan
perkembangan sosial.
Teori lain yang dikembangkan Vygotsky didasarkan pada dua
gagasan utama. Pertama, dia berpendapat bahwa perkembangan intelektual
dapat dipahami hanya dari sudut konteks historis dan budaya yang dialami
anak-anak. Kedua, dia percaya bahwa perkembangan bergantung pada
sistem tanda yang ada bersama masing-masing orang ketika mereka
tumbuh. Simbol-simbol yang diciptakan budaya untuk membantu berfikir,
berkomunikasi, dan memecahkan masalah, misalnya bahasa, sistem
menulis, atau sistem budaya.27
Bagi Vygotsky, pembelajaran melibatkan perolehan tanda-tanda
melalui pengajaran dan informasi dari orang lain. Perkembangan
melibatkan internalisasi anak terhadap tanda-tanda ini sehingga sanggup
berpikir dan memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain, kemampuan
ini disebut pengaturan diri (self-regulation).
Langkah pertama dalam perkembangan kemandirian dan pemikiran
independen ialah belajar bahwa tindakan dan suara mempunyai makna.
Langkah kedua dalam mengembangkan struktur internal dan kemandirian
melibatkan praktik. Langkah terakhir melibatkan penggunaan tanda untuk
berpikir dan memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain. Pada saat ini,
anak-anak akhirnya mengatur diri sendiri (self regulating) dan sistem
tanda tersebut telah diinternalisasi.27
a. Percakapan Pribadi
Percakapan pribadi adalah suatu mekanisme yang
ditekankan Vygotsky untuk mengubah pengetahuan bersama menjadi
pengetahuan pribadi. Ia berpendapat bahwa anak-anak menyerap
percakapan orang lain dan kemudian menggunakan percakapan itu
untuk membantu diri sendiri memecahkan masalah.
b. Zona perkembangan proksimal
Teori Vygotsky menyiratkan bahwa perkembangan kognitif
dan kemampuan menggunakan pemikiran untuk mengendalikan
tindakan-tindakan kita sendiri.
Sumbangan terpenting teori Vygotsky ialah penekanan
terhadap hakikat pembelajaran. Dia percaya bahwa pembelajaran
terjadi ketika anak-anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal
mereka (zone of proximal development).
c. Perancahan
Gagasan kunci yang berasal dari pendapat Vygotsky
tentang pembelajaran sosial ialah perancahan (scaffolding), bantuan
yang diberikan oleh teman atau orang dewasa yang lebih kompeten.
Lazimnya, perancahan berarti menyediakan banyak dukungan kepada
seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian
menghilangkan dukungan dan meminta anak tersebut memikul
tanggung jawab yang makin besar begitu dian sanggup.
d. Pembelajaran kerja sama
Teori-teori Vygotsky mendukung penggunaan strategi
pembelajaran kerja sama untuk saling membantu belajar (Slavin,
Hurley & Chamberlain, 2003). Karena biasanya teman-teman bekerja
dalam zona perkembangan proksimal satu sama lain, mereka
menyediakan contoh bagi satu sama lain tentang pemikiran yang
sedikit lebih maju.
Penerapan teori Vygotsky dalam pengajaran teori-teori pendidikan
Vygotsky mempunyai dua implikasi utama yang pertama ialah keinginan
menyusun rencana pembelajaran kerja sama diantara kelompok-kelompok,
siswa yang mempunyai tingkat-tingkat kemampuan yang berbeda.
Pengajaran pribadi oleh teman yang lebih kompeten dapat berjalan efektif
dalam meningkatkan pertumbuhan dalam zona perkembangan proksimal.
Kedua, pendekatan Vygotsky terhadap pengajaran menekankan
perancahan, dengan siswa yang mengambil makin banyak tanggung jawab
untuk pembelajaran mereka sendiri.27
2.1.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kognitif
seorang anak, diantaranya:
a. Faktor Genetik
Teori hereditas atau nativisme yang dipelopori oleh seorang ahli
filsafat Schopenhauer, mengemukakan bahwa manusia yang lahir
sudah membawa potensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi oleh
lingkungan. Taraf intelegensi sudah ditentukan sejak lahir.
Kecerdasan dapat diturunkan melalui gen-gen dalam kromosom.25
b. Faktor Gizi
Perkembangan kognitif juga dipengaruhi oleh pertumbuhan sel
otak dan perkembangan hubungan antar sel otak. Kondisi
kesehatan dan gizi anak walaupun masih di dalam kandungan ibu
akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Gizi
yang baik sangat penting untuk pertumbuhan sel-sel otak, terutama
pada saat hamil dan juga pada waktu bayi, dimana sel-sel otak
sedang tumbuh dengan pesatnya. Jika gizi nya kurang tentu akan
mempengaruhi kerja otak di kemudian hari.25
c. Faktor Lingkungan
Taraf Intelegensi ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan
yang diperolehnya dari lingkungan hidupnya. Lingkungan yang
baik adalah lingkungan yang dapat memberikan kebutuhan mental
bagi si anak. Kebutuhan mental meliputi kasih sayang, rasa aman,
pengertian, perhatian, penghargaan, serta rangsangan intelektual.
Kekurangan rangsangan intelektual pada masa bayi dan balita
dapat menyebabkan hambatan pada perkembangan kecerdasannya.
Faktor lingkungan lain yg mempunyai efek positif terhadap
kecerdasan anak diantaranya adalah hubungan orang tua dan anak,
tingkat pendidikan ibu dan riwayat sosial-budaya.25,28
d. Faktor Kematangan
Tiap organ (fisik maupun psikis) dikatakan matang jika telah
mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.
Hal ini berhubungan dengan usia kronologis.25,28
e. Faktor Pembentukan
Pembentukan adalah segala keadaan diluar diri seseorang yang
mempengaruhi perkembangan intelegensi.Ada dua pembentukan
yaitu pembentukan sengaja (sekolah formal) dan pembentukan
tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).25
f. Faktor Minat dan Bakat
Minat mengarahkan perbuatan kepada tujuan dan merupakan
dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik. Bakat seseorang
akan mempengaruhi tingkat kecerdasannya. Seseorang yang
memiliki bakat tertentu akan semakin mudah dan cepat
mempelajarinya.25
g. Faktor Kebebasan
Keleluasaan manusia untuk berpikir divergen (menyebar) yang
berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan
masalah dan bebas memilih masalah sebagai kebutuhan.25
2.1.3.4 Pengukuran Kemampuan Kognitif
Kemampuan kognitif seseorang terbagi menjadi dua, yaitu
kemampuan kognitif aktual dan kemampuan kognitif potensial.
Kemampuan kognitif aktual merupakan kemampuan dari proses belajar.
Kemampuan kognitif potensial merupakan kemampuan yang masih
terkandung dalam diri individu dan diperoleh dari faktor keturunan.

Potensial Kecerdasaan
Kognitif Aktual Prestasi
Belajar

Gambar 2.1 Bagan Kemampuan Kognitif29

Kemampuan kognitif aktual seorang anak dapat dilihat dari prestasi


belajarnya di sekolah, sedangkan kemampuan kognitif potensial diukur
secara kuantitatif dengan menggunakan tes kecerdasan. Dalam hal ini saya
membahas kognitif potensial sesuai dengan yang akan saya teliti. Dari tes
kecerdasan tersebut akan diperoleh skor yang dikenal dengan skor
Intelligence Quotient (IQ). Test inteligensi atau tes IQ adalah suatu jenis
tes psikologis yang khusus dipergunakan untuk mengukur taraf inteligensi
atau tingkat kecerdasan seseorang.29,30

Beberapa macam jenis tes kecerdasan yang sering digunakan,


antara lain.

a. Stanford-Binet Intelligence Scale. Tes ini merupakan tes tertua dan


digunakan secara luas dihampir semua negara. Tes ini digunakan
mulai umur 2-24 tahun. Walaupun sebagian besar terdiri dari
unsur-unsur verbal, tes ini dapat dipercaya dan valid. Nilai yang
didapat dari tes ini adalah nilai IQ dan umur mental.30
b. Wechlser Scale. Tes ini dikembangkan oleh David Wechler, yang
mencakup Wechsler Adult Intelligence Scale-Revised (WAIS-R);
Wechsler Intelligence Scale-Edisi III (WAIS-III) bagi anak-anak
yang berusia 6-16 tahun; dan Wechsler Preschool and Primary
Scale of Intelligence-Revised (WPPSI-R), yang digunakan bagi
anak- anak yang berusia 4-6,5 tahun. Skala Wechsler
dikelompokkan menjadi 12 subskala, enam skala verbal dan enam
skala non-verbal.27,30
c. Culture Fair Intelligence Test (CFIT). Cattel mengembangkan
Culture Fair Intelligence Test, yang berusaha mengkombinasikan
beberapa pertanyaan bersifat pemahaman gambar-gambar sehingga
dapat mengurangi sebanyak mungkin pengaruh kecakapan verbal,
iklim kebudayaan, dan tingkat pendidikan. CFIT mempunyai 3
skala.30
d. Raven Progressive Matrices. Tes kecerdasan ini dirancang oleh
J.C. Raven pada tahun 1983 dan diterbitkan terakhir kali oleh H.K.
Lewis & Co. Ltd. London pada tahun 1960. Tes ini dimaksudkan
sebagai tes non-verbal yang dirancang untuk mengukur
kemampuan untuk mengerti dan melihat hubungan antara bagian-
bagian gambar yang disajikan serta mengembangkan pola berpikir
yang sistematis. Raven Progressive Matrices terdiri atas 3 tes
dengan penggunaan yang berbeda-beda, yaitu:30
1) Standard Progressive Matrices (SPM). Tes ini dapat
dipergunakan untuk orang normal usia 6 - 65 tahun.
2) Coloured Progressive Matrices (CPM). Tes ini dapat
dipergunakan untuk anak usia 5 - 11 tahun, anak yang
mengalami hambatan mental dan orang lanjut usia. CPM
dapat berbentuk buku soal atau papan.
3) Advanced Progressive Matrices (APM). Tes ini dapat
dipergunakan untuk orang normal tanpa batasan waktu,
yakni untuk mengukur kemampuan observasi dan clear
thinking atau dengan menggunakan batasan waktu untuk
mengukur kecepatan dan ketepatan kemampuan intelektual.
Biasanya digunakan untuk subjek usia diatas 11 tahun.30

Hasil dari tes kecerdasan tersebut tidak dinyatakan dalam skor IQ


melainkan dalam tingkat atau level intelektualitas dalam beberapa kategori
menurut besarnya skor dan usia subjek yang dites, yaitu:30
Grade I = Kapasitas intelektual superior
Grade II = Kapasitas intelektual diatas rata-rata
Grade III = Kapasitas intelektual rata-rata
Grade IV = Kapasitas intelektual dibawah rata-rata
Grade V = Kapasitas intelektual terhambat

2.1.4 Hubungan Antara Obesitas dan Kemampuan Kognitif


Hormon yang dikeluarkan lemak (lipid) yang berlebihan ke dalam
tubuh diduga dapat menyebabkan inflamasi pada otak. Jalur mediator
inflamasi lipid pada sistem saraf pusat hampir sama dengan jalur asam
arakhidonat tetapi pada sistem saraf pusat fungsi neurotropik (fisiologis)
dari jalur asam arakhidonat dapat berubah menjadi neurotoksik (patologis).
Komponen penting pada metabolisme lipid di otak adalah AA dan DHA,
yang akan dimetabolisme menjadi eicosanoid, docosanoid, lisofosfolipid,
relative oxygen species (ROS), 4-hidroksinonenal (4-HNE) hasil oksidasi
dari AA dan 4-hidroksiheksenal (4-HHE) hasil dari oksidasi dari DHA.
Bila terdapat dalam kadar rendah, komponen-komponen tersebut akan
memberikan efek neutrotropik, tetapi bila jalur komponen tersebut terpicu
sehingga kadarnya meningkat akan memberikan efek neurotoksik dan
mengakibatkan kerusakan pada struktur sel dan fungsi saraf.31
Obesitas derajat ringan berkaitan dengan beberapa komorbid,
sedangkan obesitas yang lebih berat sangat erat kaitannya dengan
munculnya berbagai macam komorbid. Obesitas menyebabkan banyak
resiko komplikasi medis, diantaranya gangguan pada sistem respirasi,
berupa Obstructive Sleep Apnue Syndrome (OSAS), dan sistem
kardiovaskular, berupa hipertensi. Faktor resiko tersebut, selain
meningkatkan resiko adanya kelainan jantung yang sering terjadi pada
penderita obesitas, juga dapat mempengaruhi fungsi kognitif pada otak.
Hal ini dikaikan dengan resiko terjadinya mekanisme hipoksia pada otak.
Jika hipoksia terjadi pada episode secara intermiten, sel-sel otak bisa rusak
dan hal ini mengarah pada keadaan atropi otak.12
Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa penelitian dengan
menggunakan MRI resolusi tinggi pada otak pasien penderita OSAS
menunjukkan bukti penyusutan volume gray matter pada korteks frontalis
dan parietalis, lobus temporalis, hipokampus dan serebellum. Obesitas
pada anak-anak sering mengakibatkan timbulnya OSAS dan kondisi ini
dapat mengakibatkan penurunan kapasitas belajar dan kognitif seiring
adanya gangguan hiperaktivitas dan inatensi.12
Terdapat hubungan antara hipertensi dan peningkatan massa
ventrikel kiri dengan gangguan fungsi kognitif pada beberapa penelitian
sebelumnya. Hipertensi diduga dapat berakibat timbulnya degenerasi otak
dan sistem saraf pusat, yang mengindikasikan timbulnya gangguan
kognitif.12

2.2 Kerangka Teori

Faktor Genetik

Faktor Lingkungan

Status sosial-ekonomi

Tingkat Pendidikan ibu


Kemampuan Kognitif
Faktor Kematangan Potensial

Usia kronologis
Faktor Gizi
Kemampuan Kognitif Anak
Gizi lebih (overweight/obesitas)

Gizi normal

Faktor Pembentukan Kemampuan Kognitif Aktual


Sengaja (sekolah formal)

Tidak Sengaja (pengaruh alam


sekitar)

Faktor Minat dan Bakat

Faktor Kebebasan

Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian

Dari kerangka teori diatas, dapat dilihat bahwa kemampuan


kognitif anak dapat diepengaruhi oleh beberapa faktor. Seperti faktor
genetik, lingkungan, kematangan, gizi, pembentukan, minat dan bakat dan
kebebasan.

2.3 Kerangka Konsep

Variabel X Variabel Y

Obesitas Kemampuan Kognitif Anak

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian


Pada kerangka konsep ini, obesitas menjadi variabel X dan
kemampuan kognitif menjadi variabel Y. Karena penelitian akan memakai
desain cross sectional. Variabel X dan Y akan dikumpulkan dalam waktu
bersamaan.

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian, hipotesis nolnya (Ho) adalah tidak terdapat hubungan


antara derajat obesitas dengan kemampuan kognitif pada siswa/i sekolah
dasar di SDN 47/IV Kota Jambi. Sedangkan, hipotesis alternatifnya (Ha)
adalah terdapat hubungan dan signifikan antara derajat obesitas dengan
kemampuan kognitif pada siswa/i sekolah dasar di SDN 47/IV Kota Jambi.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey
kuantitatif analitik korelasional untuk mengetahui hubungan antara derajat
obesitas dengan kemampuan kognitif potensial pada siswa/i sekolah dasar
SDN 47/IV Kota Jambi dengan desain studi cross sectional. Dalam
penelitian cross sectional, variabel x dan variabel y pada objek penelitian
diukur atau dikumpulkan dalam waktu bersamaan.32,33

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri 47/IV Jambi. Penentuan
lokasi di SDN 47/IV Jambi dikarenakan:

1. Lokasi sekolah dekat dengan tempat tinggal dan kampus peneliti


sehingga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi waktu.
2. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, peneliti menemukan
perbedaan perilaku dan prestasi belajar dari anak yang berbadan
gemuk.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari - Juni 2018.

3.3 Subjek Penelitian


3.3.1 Populasi Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswa/i sekolah
dasar SDN 47/IV Jambi yang duduk di bangku kelas IV dan kelas V. Yang
memenuhi kriteria obesitas pada pemeriksaan antropometri sesuai
klasifikasi menurut Kemenkes RI tahun 2010 (IMT/U > 2 SD). Dengan
jumlah total 60 siswa. Siswa kelas IV dan kelas V dipilih sebagai populasi
penelitian dikarenakan:
1. Kelas IV dan kelas V termasuk dalam kelas tingkat atas dalam
jenjang pendidikan sekolah dasar sehingga siswa kelas IV dan
kelas V diharapkan lebih kooperatif dalam mengikuti proses
penelitian.
2. Kelas IV dan kelas V diharapkan telah dapat beradaptasi dengan
baik terhadap lingkungan belajar di sekolah.
Kelas VI tidak dijadikan populasi dalam penelitian ini karena sedang
dalam persiapan mengikuti ujian akhir.

3.3.2 Sampel Penelitian dan Besar Sampel


Pengambilan sampel yang digunakan adalah metode Total
Sampling. Yang dimana seluruh subjek dari populasi yang memenuhi
kriteria inklusi, dan tidak termasuk dalam kriteria eksklusi yang ditetapkan
dijadikan sampel penelitian. Besar sampel minimal yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan rumus analisis korelatif sebagai berikut:33
2
(Z α + Z β) ²
n=
{
0,5 ln
1+r
[ ]
1−r } +3

Dengan:
n = besar sampel
Zα = deviat baku alfa
Zβ = deviat baku beta
r = koefisien korelasi

Dalam penelitian ini, korelasi minimal yang dianggap bermakna


ditetapkan sebesar r = -0,56. Bila a = 0,05 (Zα = 1,96) dan power = 0,80 (
Zβ = 0,842), maka:
2
( 1,96+0,842 ) ²
n=
{
0,5 ln
1+0,5
[
1−0,5
+3
] }
= 30,3 (dibulatkan menjadi 30)

Sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 30


siswa.

3.3.3 Kriteria Inklusi dan Kriteria Ekslusi


Pada penelitian ini ada kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Berikut
dibawah beberapa kriteria inklusi dan eksklusi:
1. Kriteria Inklusi
a. Siswa yang terdaftar di SDN 47/IV Jambi yang merupakan
siswa kelas IV dan kelas V tahun ajaran 2017/2018.
b. Siswa yang memenuhi kriteria obesitas pada pemeriksaan
antropometri sesuai klasifikasi menurut Kemenkes RI tahun
2010 (IMT/U > 2 SD).
c. Siswa yang bersedia untuk dilakukan pengukuran dan
pemeriksaan
d. Telah mendapat persetujuan dari orang tua setelah
diberikan penjelasan mengenai penelitian yang dilakukan.
2. Kriteria Eksklusi
a. Siswa yang tidak bersedia menjadi sampel penelitian.
b. Siswa tidak masuk sekolah saat pengumpulan data.

3.4 Definisi Operasional


Untuk menyamakan pandangan dan pengertian terhadap variabel
penelitian maka dibuat definisi operasional yang tercantum dalam tabel
berikut:

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala


1 Obesitas Suatu keadaan Pengukuran Berdasarkan Obesitas Ordinal
terdapatnya tinggi badan pengukuran (IMT/U) = z-
penimbunan menggunakan tinggi badan dan skor > 2 SD
jaringan lemak microtoise, berat badan Obesitas ringan
tubuh secara berat badan menurut umur ( derajat I)=120-
berlebihan dengan dengan tabel ≤135%
yang dapat menggunakan IMT/U buku Obesitas sedang
menyebabkan timbangan saku (derajat II)=
gangguan injak antropometri 136-≤150%
kesehatan Depkes RI Obesitas berat
2010. (derajat III)=
Klasifikasi 151-≤200%
obesitas Super Obesitas
berdasarkan atas = >200 %
7
(% median)
2 Kemampuan Kemampuan Coloured Secara Dari skor CPM Ordinal
Kognitif kognitif yang Progressive perseorangan dikelompokkan
ketingkatan
Potensial terkandung Matrices siswa dibimbing
intelegensi
dalam diri mengerjakan berdasarkan
individu soal tes nilai presentil
menurut umur
kecerdasan
Superior = nilai
≥ presentil 95,
Diatas rata-rata
= presentil 75 ≤
nilai < 95,
Rata-rata =
presentil 25 ≤
nilai < 75,
Dibawah rata-
rata = presentil
5 ≤ nilai < 25,
Terhambat =
nilai < presentil
5

Dari tabel definisi operasional dapat dilihat bahwa ada 2 variabel yang
masuk dalam penelitian yaitu , obesitas dan kemampuan kognitif potensial.
Tabel definisi operasional menjelaskan definisi, alat ukur yang digunakan,
cara mengukur, dan klasifikasi hasil ukur serta skala dari masing-masing
variabel tersebut.

3.5 Instrumen Penelitian


Instrumen pengumpulan data yang digunakan untuk mengetahui hubungan
obesitas dan kemampuan kognitif siswa sekolah dasar berupa:

a. Timbangan untuk menimbang berat badan


b. Microtoise untuk mengukur tinggi badan
c. Tabel Klasifikasi indeks massa tubuh dari standar antropometri
gizi anak Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010
untuk menghitung dan mengklasifikasikan status gizi
d. Coloured Progressive Matrices untuk mengetahui kapasitas
intelektual siswa. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan,
tes CPM dikatakan valid.32

3.6 Pengumpulan Data


3.6.1 Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini ada data primer dan data
sekunder. Masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer mencakup data:
a. Status gizi yang diperoleh dari pengukuran antropometri berupa
data berat badan dan tinggi badan yang kemudian dihitung dengan
rumus indeks massa tubuh dan diklasifikasikan berdasarkan umur
b. Kapasitas intelektual siswa yang diperoleh dari tes kecerdasan
CPM
2. Data Sekunder
Data sekunder mencakup data:
1. Gambaran umum SDN 47/IV Jambi meliputi jumlah siswa dan
daftar nama siswa yang diperoleh dari dokumen sekolah
2. Data profil sekolah

3.6.2 Cara Pengumpulan Data


Sebelum pengambilan data, subjek penelitian yang diperiksa harus
memenuhi semua kriteria inklusi yang telah ditetapkan dalam penelitian.
untuk itu dilakukan pengukuran antropometri berupa pengukuran berat
badan dengan menggunakan timbangan dan tinggi badan dengan
microtoise. Setelah hasil didapat peneliti melakukan penghitungan indeks
massa tubuh menurut umur. Subjek yang memenuhi kriteria inklusi
dijadikan sampel penelitian.
Kemudian dilakukan tes kecerdasan secara perseorangan untuk
mengetahui kapasitas intelektual dari masing-masing. Lalu dilakukan
pengklasifikasian dari data yang diperoleh.

3.7 Analisis Data


Untuk analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil
penelitian. Analisis univariat bertujuan untuk memberi gambaran
karakteristik subjek penelitian berupa distribusi frekuensi responden
berdasarkan derajat obesitas, kapasitas intelektual, jenis kelamin, usia,
berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh dan skor tes kecerdasan.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara
derajat obesitas dengan kemampuan kognitif pada siswa/i sekolah dasar
di SDN 47/IV Kota Jambi. Analisis bivariat yang digunakan dalam
penelitian ini dengan menghitung Spearman's Rho untuk menguji
hipotesis kekuatan hubungan antar variabel.

3.8 Etika Penelitian


Langkah-langkah sehubungan dengan etika penelitian:
- Meminta surat izin penelitian di kampus FKIK Universitas Jambi
- Mengajukan surat izin penelitian ke SDN 47/IV Kota Jambi
- Melakukan observasi awal di SDN 47/IV Kota Jambi
- Memberikan informed consent kepada orang tua siswa kelas IV dan kelas
V di SDN 47/IV Kota Jambi
- Mengajak subjek bermain sebelum melakukan pengukuran
- Memberikan reward kepada subjek setelah selesai pengukuran

3.9 Keterbatasan Penelitian


Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan.
Ada banyak variabel yang masih dapat diteliti untuk meminimalkan
kesalahan penelitian. Peneliti hanya melihat hubungan antara obesitas
dengan kemampuan kognitif, dikarenakan keterbatasan waktu dan alat
penelitian. Sedangkan masih banyak faktor-faktor lainnya yang dapat
mempengaruhi kedua variabel penelitian tersebut, seperti faktor sosio-
ekonomi, faktor keluarga, faktor orang tua dan faktor lainnya.

3.10 Jalannya Penelitian


Persetujuan penelitian dari SDN 47/IV Kota Jambi

Populasi siswa kelas IV dan kelas V SDN 47/IV Kota Jambi

Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Sampel penelitian
Pengumpulan data penelitian

Pengolahan data penelitian

Analisis data penelitian

Hubungan antara derajat obesitas dengan kemampuan kognitif pada siswa sekolah
dasar di SDN 47/IV Kota Jambi

Gambar 3.1 Alur Jalannya Penelitian

Dari gambar diatas, dilihat bahwa jalan penelitian dari awal hingga akhir telah
dijelaskan. Tentang apa yang akan dilakukan dalam penelitian ini hingga
mendapat hasil yaitu ada atau tidaknya hubungan derajat obesitas dengan
kemampuan kognitif.

Daftar Pustaka

1. Sartika,R.A.D. Faktor Risiko Obesitas Pada Anak 5-15 Tahun Di Indonesia.


15:37.2011.
2. Jahari A. Penilaian status gizi berdasarkan antorpometri. Bogor: Puslitbang
Gizi dan Makanan;2004.
3. Centers for Disease Control and Prevention. Growth charts for the United
States: methods and development. Washington: Department of Health and
Human Services, 2000.
4. World Health Organization. Obesity: Preventing and Managing the global
epidemic. WHO Obesity Technical Report series 894. World Health
Organization. Geneva, 2000.
5. Sartika, R.A.D. Faktor Risiko Obesitas pada anak 5-15 tahun di Indonesia.
Makara Kesehatan, 2011. 15: p.37-43.
6. Kementrian Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Kemenkes RI;
Jakarta. 2010.
7. Stettler N, Zemel BS, Kumanyika S, Stallings VA. Infant weight gain and
childhood overweight status in a multicenter, cohort study. Pediatrics. 2002;
109(2):194-9
8. Haines J, Sztainer DM, Wall M, Story M. Personal, Behavioral, and
Environmental Risk and Protective Factors for Adolescent Overweight. Int. J.
Obes. 2007;15:2748-2760.
9. Sjarif D. Anak gemuk, apakah sehat?. Jakarta: Divisi Anak dan Penyakit
Metabolik FKUI; 2004.
10. Wendt M, Kinsey J. Childhood overweight and school outcomes [thesis].
USDA: University of Minnesota; 2009.
11. Datar A, Sturm R, Magnobosco J. Childhood overweight and academic
performance: national study of kindergartners and first graders. Obes Res
2004;12:58-68.
12. Montolalu N, Tangkilisan HA, Maluyu N. Relationship between obesity and
cognitive intelligence in junior high school students. Pediatrica Indonesiana.
Jakarta: Indonesian Pediatric Society;2009;49(3):165-168.
13. Supariasa. Penilaian status gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2002. pp:37-121.
14. Standar antropometri penilaian status gizi anak. Dalam: Keputusan
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia No.1995/MENKES/SK/XII/2010.
Jakarta;2011.
15. Batubara JRL, Tridjaja B, Pulungan AB, editor. Buku ajar endokrinologi
anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;2010.
16. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harminiati
ED, editor. Obesitas pada anak. Dalam : pedoman pelayanan medis ikatan
dokter anak Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;2010. Vol 1. hal. 197-
204.
17. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolf CD. Berat badan bertambah makan
berlebih hingga obesitas. Dalam: Buku ajar pediatric Rudolph. Edisi ke-20.
Jakarta: EGC;2006. Vol.1 hal. 179-83.
18. Soetjaningsih. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC;1995.
19. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM, Wahap AS, editor.
Obesitas. Dalam: Ilmu kesehatan anak Nelson. Edisi ke-15. Jakarta:
EGC;2000. Vol. 1. hal. 214-18.
20. Sjarif DR. Obesitas pada anak dan permasalahannya. Dalam: Tribono PP,
Purnamawati S, Sjarif DR, Hegar B, Gunardi H, Oswari H, et al, ed. Hot
topics in pediatrics II. Jakarta: FKUI;2005. pp:219-34.
21. Guyton Ac, Hall JE. Obesitas. Dalam: Buku ajar fisiologi kesehatan Guyton
and Hall. Edisi ke-11. Jakarta: EGC;2008. hal. 917-19.
22. Nasar SS. Obesitas pada anak: aspek klinis dan pencegahan. In: Samsudin,
Nasar SS, Sjarif DR, editors. Masalah gizi ganda dan tumbuh kembang anak.
Naskah lengkap pendidikan kedokteran berkelanjutan ilmu kesehatan anak
XXXV; Jakarta 11-12 Agustus 1995. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1995;p.
68-61.
23. Chaplin, James P. Kamus lengkap psikologi Ed 1, terj. Kartini Kartono.
Jakarta: Rajawali Pers; 2001.
24. Bostrom N, Sandberg A. Cognitive enhancements: Methods, Ethics,
Regulatory Challenges. Sci Eng Ethics (2009);2009: 15; pp. 311-341.
25. Susanto A. Perkembangan anak usia ini. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group; 2011.
26. Syaodih E, Agustin M. Bimbingab konseling untuk anak usia dini. Jakarta:
Universitas Terbuka; 2008.
27. Santrock JW. Perkembangan anak jilid1. Ed 11. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2007.
28. Suardiman SP. Metode pengembangan daya pikir dan daya cipta untuk anak
usia dini. Yogyakarta: FIP UNY; 2003.
29. Jelpa Pariantalo. Penyusunan skala psikologi: asyik, mudah, dan bermanfaat.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2015.
30. Azwar S. Pengantar psikologi intelegensi. Edisi ke-1. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar; 2013.
31. Farooqui AA, Harrocks LA. Phospholipase A2-generated lipid mediators in
the brain: the good, the bad and the ugly. Neuroscientist. 2006 Juni; 12(3):
h.245-60.
32. Sastroasmoro S, S Ismael. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta:
Bagian IKA FKUI; 1995.
33. Sopiyudin Dahlan M. Besar sampel dan cara pengambilan sampel desain
penelitian kedokteran dan kesehatan. Ed 3. Jakarta: Salemba Medika;2010.

Anda mungkin juga menyukai