BAB VIII
INDUSTRI DAN
PERTAMBANGAN A. INDUSTRI
1. Pendahuluan
491
Di bidang PMDN, jumlah proyek industri merupakan
60% dari seluruh proyek PMDN dengan rencana
investasi + 57% dari seluruh jumlah investasi PMDN,
sedangkan tenaga kerja yang ditampung ± 51%
dari jumlah tenaga kerja yang diserap oleh seluruh
proyek PMDN.
Dengan tingkat perkembangan sektor industri yang
telah tercapai sampai dewasa ini, maka kini sedang
disusun pola kebijaksanaan pemberian fasilitas dan
insentip bagi penanaman modal di Indonesia untuk lebih
merangsang pertumbuhan industri dasar (primer) yang
mengolah bahan mentah, baik dari hasil tambang
maupun pertanian menjadi bahan baku atau
bahan/barang setengah jadi. Industri dasar/ primer ini
umumnya berskala besar, padat modal, teknologi tinggi
dan lambat pengembalian modalnya. Di samping itu
kebijaksanaan tersebut ditujukan pula untuk
menciptakan industri yang mampu mengekspor hasil-
hasil produksinya. Penting dalam hal ini adalah
usaha penyempurnaan kebijaksanaan pemberian
fasilitas/insentip penanaman modal secara terpadu
dengan memperhitungkan semua aspek
penunjangnya. Dengan demikian industri tersebut selain
dapat dirangsang untuk berdiri dan tumbuh dalam skala
yang sehat dengan sekaligus menghasilkan manfaat
ekonomis yang sebesar-besarnya, baik untuk industri itu
sendiri maupun bagi pertumbuhan industri lebih lanjut.
Berikut ini disajikan gambaran perkembangan masing-
masing bidang industri selama Pelita II serta masalah-
masalahnya.
2. Aneka Industri
Bidang industri ini meliputi industri-industri pangan,
kulit, pengolahan kayu, tekstil dan lain-lain.
Selama Repelita II perkembangan bidang industri ini
ditandai dengan kenaikan produksi, peningkatan mutu,
penambahan corak dan ragam produk serta
mantapnya iklim industri. Beberapa perusa-haan baru,
yang didirikan dalam rangka Penanaman Modal Asing
(PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
maupun modal swasta nasional lainnya, sudah mulai
berproduksi.
Produksi rokok kretek selama Repelita II meningkat
dari tahun ke tahun. Pada tahun terakhir Pelita II
produksi mencapai 45.200 juta batang, yang berarti
10,5% lebih tinggi dari produksi tahun sebelum
492
493
Pengembangan industri kulit menunjukkan hasil
yang cukup baik, walaupun pada akhir-akhir ini
mengalami hambatan dengan berkurangnya bahan
baku kulit. Untuk mengatasi masalah ini sedang
dipersiap-kan langkah-langkah pengendalian untuk
menjaga adanya keseimbang- an antara
kebutuhan industri dalam negeri dengan keperluan
ekspor kulit mentah ke luar negeri.
Keadaan yang sama dialami oleh industri kayu.
Dalam hal ini telah diambil langkah-langkah dengan
pengaturan jumlah penyediaan kayu bulat untuk
bahan baku industri dalam negeri.
Dalam Pelita II industri kayu merupakan industri
yang paling cepat perkembangannya. Hal ini wajar
mengingat potensi kayu di dalam negeri yang besar
dan peranannya yang penting. Kayu merupakan salah
satu bahan kebutuhan pokok di samping sandang dan
pangan. Dimasa mendatang peranan kayu tidak hanya
sebagai penghasil devisa saja, melainkan juga sebagai
penunjang program Pemerintah untuk tneningkatkan
kesejahteraan dan perataan kemakmuran di bidang
pengadaan rumah murah yang sehat. Program ini akan
lebih banyak memerlukan bahan baku dari sektor
industri kayu.
Di bidang industri perkayuan jenis-jenis industri
penggergajian dan kayu lapis merupakan jenis-jenis
yang paling cepat berkembang. Industri penggergajian
telah mulai tumbuh dengan kecepatan rata-rata 30,75
% per tahun dan industri kayu lapis dengan rata-rata
56,27 % per tahun. Pesatnya pertumbuhan
industri kayu tersebut dimungkin- kan antara lain
oleh besarnya potensi kayu penghara dari pengelolaan
hasil hutan serta usaha-usaha Pemerintah untuk
membina, mengembangkan serta meningkatkan
ketrampilan pengolahan kayu. Perkembangan industri
kayu ini telah ikut pula mendorong perekonomian da-
erah serta menunjang perluasan pemerataan
pembangunan ke daerah, terutama ke luar Jawa, yang
merupakan daerah pengliasil kayu ter- besar.
Disamping ke dua jenis industri tersebut di atas
telah berkembang pula industri perabot rumah tangga,
"moulding", "wooden stick", rumah "prefab", cabinet
televisi dan banyak lagi jenis-jenis industri lainnya,
baik dalam skala besar maupun skala kecil. Jenis
industri ini pada umumnya banyak menyerap tenaga
kerja dan dapat diusahakan oleh
494
pengusaha golongan ekonomi lemah, sehingga hal ini berarti pula
banyak menciptakan kesempatan kerja. Dalam bidang industri pengo -
lahan kayu primer pada waktu ini terdapat 16 buah perusahaan kayu.
lapis yang mengolah 1.186.875 m 3 kayu bulat dan 2.850 buah perusa-
haan penggergajian kayu yang mengolah 13.256.202 m 3 kayu bulat. Di
samping itu sedang dipersiapkan pembangttnan industri kayu lapis
baru. Dalam hubungan ini telah direncanakan 17 perusahaan yang dapat
mengolah 1.148.344 m 3 kayu bulat dan 48 buah perusahaan pengger-
gajian kayu yang akan mampu mengolah 3.055.360 m3 kayu bulat. Pa -
da saat ini potensi industri pengolahan kayu primer belum sepenuhnya
dapat dimanfaatkan terutama karena jumlah kayu bulat yang diekspor
semakin meningkat akibat kenaikan harga ekspor di pasaran interna -
sional dan masih rendahnya daya beli masyarakat dalam negeri. Un -
tuk mengatasi hal ini telah diambil beberapa kebijaksanaan, berupa
kewajiban penyediaan kayu penghara untuk industri dalam negeri oleh
pemilik Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan kebijaksanaan penetapan
harga kayu dalam negeri.
Pada saat ini Indonesia merupakan negara pengekspor kayu bulat
terbesar di Asia, namun jumlah ekspor kayu olahan (sebagian besar
kayu gergajian) saat ini baru merupakan 3,5% dari seluruh volume
ekspor kayu atau 6,7 /% dari seluruh nilai ekspor. Sementara jumlah
produksi kayu yang dipergunakau untuk konswnsi dalam negeri meru -
pakan ± 99% bahan baku industri plywood, 79% industri pengger-
gajian, serta 100% industri veneer, cheap dan moulding. Dari data-data
tersebut jelaslah bahwa kayu olahan dalam negeri diserap oleh indus-
tri-industri perkayuan yang terus meningkat dengan cepat. Potensi
penyerapan akan meningkat lagi mengingat program Pemerintah di -
bidang perumahan murah dan sehat serta di bidang transmigrasi, yang
diharapkan akan mencapai 500.000 kepala keluarga ke luar Jawa pada
Pelita III Di samping itu perlu pula dicatat meningkatnya pembangun -
an perumahan oleh masyarakat. Di lain pihak jika dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN lainnya konsumsi kayu di Indonesia adalah
yang paling rendah yaitu 0,04 m 3 /kapita per tahun.
Perkembangan produksi industri kayu gergajian selama Pelita II
menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi. Hal ini mendorong
per
495
tumbuhan industri kayu lapis hingga jenis industri
inipun menunjukkan perkembangan yang meyakinkan.
Produksinya meningkat cukup tinggi tiap tahunnya.
Dalam tahun kelima Repelita II produksi kayu lapis
berjumlah 35.616.000 lembar atau 424.000 m³, yang
berarti mengalami kenaikan sebesar ± 95% jika
dibanding dengan produksi tahun sebelumnya.
Dibanding dengan tahun pertama Repelita II tercatat
peningkatan sebesar 493,1 %.
496
TABEL VIII – 1
PRODUKSI ANEKA INDUSTRI
1973/74 – 1978/79
,
No. Jenis Produksi S a t u a n 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1973/79
1. Sabun Cuci Ribu ton 131,3 148,9 164,6 175,5 194,9 234,8
2. Minyak Kelapa Ribu ton 264,5 255,0 268,4 276,2 276,3 319,1
3. Minyak Goreng Ribu ton 28,7 29,4 30,6 32,6 31,3 37,0
4. Margarine Ribu ton 8,1 10,7 b.ta
7,5 7,9 10,1
15. Tekstil Juta meter 926,7 974,0 1.017,1 1.247 1.332,5 1.400,0
x. b.t. : belum terdapat
xx. angka diperbaiki.
497
Bagi barang-barang yang diimpor akan dikenakan
peraturan Harga, Patokan Impor atau Tarif Bea Masuk
Spesifik. Harga Patokan impor akan dibatasi pada
jenis-jenis barang tertentu saja, sedang Tarif Bea
Masuk Spesifik akan diperbanyak. Pada waktu ini
terdapat 11 macam jenis barang yang terkena Tarif
Bea Masuk Spesifik. Bagi barang- barang ini tidak
diperlukan lagi Harga Patokan Impor.
500
GRAFIK VIII - 2
PRODUKSI INDUSTRI LOGAM DASAR,
1968/69, 1973/74 – 1978/79
502
o Y an
N N
b
1975/76 i 976/77 1977/78 978/79
R E P E 1 T A I I
Besi betan,besi siku seng
6 besi strip Pipa baja Kawat baja
ha-usaha peningkatan integrasi dalam rangka
peningkatan nilai tambah dan menggalakan
pembangunan industri-industri kunci (yaitu foundry,
industri baja forging terpadu, industri aluminium,
motor diesel, motor listrik, dan sebagainya).
Salah satu langkah dalam menuju ke pembinaan
struktur industri yang efisien dilakukan antara lain
melalui promosi investasi dalam bidang
parts/komponen, penelitian program deletion dalam
industri sepeda motor, sistem promosi sub-contracting
dan pengembangan suatu produk.
Perkembangan produksi di bidang industri logam
dasar pada tahun 1978/79 menunjukkan kemajuan yang
cukup baik, walaupun terjadi rnasalah-masalah
moneter internasional yang mempunyai pengaruh kuat
terhadap masalah keuangan dalam negeri.
Kebijaksanaan 15 Nopember 1978 berperan
sangat besar dalam kelancaran berproduksi da.ri
beberapa jenis industri di sektor logam dasar.
Kebijaksanaan tersebut selanjutnya diharapkan dapat
merangsang ekspor hasil-hasil industri logam dasar
dan meningkatkan pertumbuhan bidang industri itu
sendiri.
Produksi besi beton yang dalam tahun 1977/78
mengalami penurunan yang cukup besar, dalam tahun
1978/79 mengalami perbaikan sehingga pada
umumnya dapat meningkatkan pemanfaatan kapasitas
terpasangnya. Berkurangnya stock nasional besi beton
pada tahun 1977//78 telah menyebahkan peningkatan
produksi pada tahun 1978/ 79. Meskipun peningkatan
produksi ini pada akhir tahun 1978/79 telah
dipengaruhi oleh kebijaksanaan penyesuaian harga
dan meningkatnya harga billet serta baja tua (steel
scrap), dalam tahun 1978/79 telah dicapai kenaikan
produksi sebesar 25 % jika dibanding dengan produksi
tahun 1977/78. Dibandingkan dengan produksi pada
akhir tahun Repelita I atau permulaan tahun Repelita
50
4
II produksi tahun 1978/79 adalah 173% lebih tinggi.
Kemajuan lain yang dicapai adalah dimulainya
produksi percobaan sponge oleh PT Krakatau Steel
dengan menggunakan proses Direct Reduction Iron
(DRI) yang menggunakan gas alam sebagai
reduktornya menjelang tahun 1978/79. Produksi
percobaan ini cukup berhasil dan selanjutnya akan
dapat menyediakan kebutuhan bahan baku untuk
pembuatan baja kepada industri peleburan baja dalam
negeri sebagai pengganti besi tua.
Di samping itu perusahaan-perusahaan baru yang
mempunyai peralatan yang lebih sempurna telah mulai
beroperasi hingga juga terdapat kemajuan dari segi
mutu. Kemudian dapat dicatat bahwa akhir-akhir
ini kegiatan ekspor besi beton buatan dalam negeri
sudah mulai berjalan.
50
5
60 cm, sedang dewasa ini ada kebutuhan dengan
lebar 120 cm.
Gambaran produksi industri logam dasar
disajikan dalam Tabel V1II-2. Masalah utama yang
dihadapi industri logam dasar khusus nya industri
baja adalah bahan baku yang sampai saat ini masih
diimpor dan karena itu dipengaruhi oleh
perkembangan harga di luar
negeri. Harga bahan baku tersebut dalam periode
tahun ini masih terus meningkat dan masih sangat
tergantung pada satu negara, ya- itu Jepang.
Meskipun selama Repelita II telah menarnpakkan
kemajuan, industri motor/mesin/ perlengkapan pabrik
perkembangannya belum cukup menggembirakan.
Dibandingkan dengan kebutuhan yang nya- ta, maka
volume pasar industri mesin dalam negeri masih
sangat kecil. Kecilnya volume pasar disebabkan antara
lain karena hasil produksi industri mesin ini sebagian
besar merupakan barang modal, sedang
pembelinya adalah pengusaha/industri lainnya.
Masalah yang dihadapi konsumen ini adalah
kurangnya modal dan pe- masaran yang kurang
mantap. Di samping itu industri mesin menghadapi
persaingan dari hasil-hasil produksi luar negeri.
Dengan meningkatnya pembangunan di berbagai
sektor ekonomi, khususnya sektor-sektor industri,
pertanian dan perhubungan, maka prospek pemasaran
untuk hasil industri ini akan bertambah besar.
Produksi industri mesin diesel menunjukkan
peningkatan tiap tahunnya, hal mana dapat dilihat
pada Tabel VIII - 2. Pada tahun 1978/79
terjadi peningkatan sebesar ± 20,6% jika dibanding -
kan dengan produksi talmn 1977/78. Dibandingkan
dengan produksi pada awal Pelita II yang besarnya
hanya 8.000 buah, maka produksi sebanyak 30.400
buah pada tahun 1978/79 merupakan peningkatan
sebesar 280,0%. Gambaran ini menunjukkan
perkembangan yang cukup baik, walaupun bila
dibandingkan dengan potensi kebutuhan hal itu masih
dapat ditingkatkan lagi.
515
luasannya (II, III, IV) di Palembang, pabrik pupuk
Petrokimia Gresik di Jawa Timur. Pada tahun 1977
dan 1978 telah terdapat surplus urea dari
produksi urea. Karena itu telah dilakukan ekspor ke
negaranegara ASEAN dan negara-negara tetangga
lainnya seperti India, Pakistan, Srilangka, Vietnam,
Bangladesh, Australia, New Zealand dan Zambia
dengan nilai keseluruhan ± US $ 81.498.000 .
Pada pertengahan tahun 1979 akan selesai
perluasan pabrik pupuk Petrokimia Gresik. Perluasan
ini akan memprodusir jenis pupuk phosohate dan
compound, yaitu TSP sebesar 330,000 ribu ton/tahun,
DAP 80,000 ribu ton/tahun dan NPK sebesar 50,000
ribu ton/tahun.
Dalam sektor industri pestisida pada awal Repelita
II beroperasi 2 buah pabrik formulasi dengan
jumlah kapasitas produksi 401 ton/ tahun. Pada akhir
Repelita II jumlah tersebut telah meningkat menjadi
10 buah pabrik dengan jumlah kapasitas produksi ±
1.1,800 ribu ton/ tahun. Jenis-jenis pestisida yang
diprodusir/formulasi adalah insektisida, herbisida,
rodentisida dan fungisida. Peningkatan kebutuhan
akan pestisida di dalam negeri sebagai pembasmi
hama penyakit tanaman dalam rangka program
pemerintah meningkatkan hasil produksi pa-ngan,
sudah dapat terpenuhi. Kebutuhan rata-rata setiap
tahun untuk pertanian dan perkebunan berkisar
antara 10,0 ton sampai 12,0 ribu 8 on.
Produksi pestisida pada akhir Repelita II
berjumlah 11,800 ribu ton, sedang pada awal Repelita II
baru mencapai 401 ton. Hal ini menunjukkan kenaikan
sebesar 2.842,6% .
Kemajuan-kemajuan di sektor industri kertas dalam
periode Repelita II ditandai dengan meningkatnya
volume produksi, jenis-jenis yang diproduksi dan
mutu. Tambahan jenis-jenis kertas yang dipro-
duksi meliputi kertas tissue, kertas bungkus dan coated
paper. Bahanbahan ini sebelumnya belum pernah
diproduksi. Peningkatan-pening-katan ini disebabkan
antara lain oleh bertambahnya jumlah pabrik
kertas. Jika pada Repelita I hanya terdapat 8 buah
perusahaan, maka dalam Repelita II tercatat 28
perusahaan yang beroperasi.Sungguhpun demikian
industri kertas di Indonesia baru dapat mencukupi ±
30% dari kebutulian.
516
Waktu ini pabrik-pabrik kertas yang ada seperti
Padalarang, Blabak, Leces. Basuki Rachmat dan Gowa
merupakan unit-unit inte grated yang memproduksi
pulp serat pendek untuk pemakaian sendiri.
Produksi kertas pada akhir Repelita II berjumlah
117,466 ribu. ton. Pada awal Repelita II baru dicapai
47,144 ribu ton. Hal ini me nunjukkan adanya
peningkatan produksi sebesar 149,1% dalam 5 tahun.
Sungguhpun demikian, dibandingkan dengan proyeksi
produksi untuk akhir Repelita II sebesar 201,2 ribu
ton, maka hasil yang di- capai selama Pelita II
masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini di sebabkan
karena industri kertas pada waktu ini tidak
menghasilkan, keuntungan yang banyak di samping
memerlukan investasi di bidang prasarana yang cukup
besar karena bahan mentahnya dalam bentuk jenis-
jenis kayu-kayu tertentu terdapat di daerah yang
masih sulit dijangkau.
520
- dilaksanakauuya berbagai macam survai;
- diselesaikannya sejumlah profile proyek industri kecil;
- dikumpulkannya masalah-masalah khusus serta
dilakukan pende- katan-pendekatan yang mungkin
untuk penyelesaiannya.
Kiranya masih terlalu dini untuk mengukur
pengaruh-pengaruh bantuan proyek BIPIK dalam tiga
tahun pertama tersebut, karena belum selesainya
dibentuk suatu sistim monitoring guna pengukur-
annya.
Pengalaman membuktikan betapa sulitnya
menyebarkan bantu- an ke sejumlah besar industri
kecil dan pedesaan yang menghadapi beraneka ragam
permasalahan dan terpencar-pencar pula tempatnya,
balikan kadang-kadang berada di daerah yang sulit
dijangkau. Sehubungan dengan hal tersebut telah
diusahakan untuk menggunakan semaksimal mungkin
sumber daya dan stafnya dengan mengembang-kan
suatu cara penyampaian bantuan yang dapat mencapai
sebanyak mungkin industri kecil dan pedesaan.
521
Pusat Pelayanan Teknis (PPT) berada sangat dekat
pada perangkat produksi industri kecil dan pedesaan.
Di tempat ini TPL BIPIK melaksanakan kursus, latihan
bagi perusahaan industri kecil dan pedesaan yang
berada di daerah tersebut. Di samping itu PPT menye -
diakan bengkel kerja bersama atau sarana produksi
bersama, melakukan pembelian bersama secara
jumlah besar untuk bahan mentah. PPT mengadakan
pula peralatan/mesin-mesin untuk keperluan latih an
dan produksi serta mendemonstrasikan teknologi dan
mesin-me- sin baru yang dapat dipergunakan
dalam lingkungan setempat.
Pusat Pelayanan Teknis yang khusus untuk
membantu dalam pengembangan produk-produk
khusus telah didirikan pula dan lebih banyak lagi
akan didirikan sesuai dengan keperluan. Di Ceper,
Jawa Tengah telah didirikan sebuah Pusat Pelayanan
guna menyediakan lebih banyak sarana yang khusus
untuk pekerjaan mesin hasil pengecoran + 104 buah
perusahaan pengecoran kecil dalam daerah tersebut.
Barang-barang yang dihasilkan dari pengerjaan
mesin hasil pengecoran tersebut adalah pompa air,
mesin jahit dan mesin penggilingan beras ukuran
kecil. Pusat Pelayanan ini juga mendapat pe-sanan-
pesanan dan kadang-kadang mengatur
pembelanjaan/pembiayaan untuk melaksanakan
pesanan tersebut. Pusat-pusat yang serupa sedang
dibangun di empat daerah lainnya untuk
meningkatkan mutu, rancangan dan pemasaran
barang-barang logam, besi dan bukan be- si,
komponen elektronika dan hasil tempaan.
Proyek BIPIK dewasa ini sedang mengembangkan
usaha pembuatan kapal-kapal kayu hingga mencapai
kemampuan 40 ton yang dipergunakan untuk
penangkapan ikan dan angkutan pedalaman. Pusat- -
pusat pelayanan mendemonstrasikan bagaimana
membangun kapal. Pusat-pusat Pelayanan ini telah
didirikan di Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan,
Sumatera Utara, Riau, Padang, Samarinda, Kendari
dan Gresik. Diharapkan bantuan teknik dalam
perancangan dan pengerjaan kapal yang diberikan
akan mengarah pada pembuatan kapal secara lokal
dengan harga yang murah.
Pusat Pelayanan Teknis jenis lain yang telah
didirikan adalah untuk produksi garam. Sampai saat
ini telah didirikan 5 buah Pusat Produksi Garam
dengan lokasi di daerah-daerah pantai pulau Jawa,
522
Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Tujuan
pusat ini adalah untuk memberikan petunjuk kepada
penduduk setempat bagaimana menghasilkan garam
secara ekonomis dan bagaimana memberikan yodium
pada garam tersebut sebelum menjualnya ke pasar-
pasar lokal.
Selanjutnya sejak tahun 1976 BIPIK telah
menyelenggarakan pula program latihan
Achievernent Motivation Training (AMT) untuk
industri kecil di Ujung Pandang, Medan, Surakarta,
Banjar Baru, Surabaya dan Bandung. Training ini
ditujukan untuk meningkatkan sikap mental dan jiwa
kewiraswastaan, pengusaha industri kecil setempat.
Hasil sementara dari pengolahan evaluasi
menunjukkan 80% peserta menyatakan bertambah
maju usahanya. Kemajuan ini 60% - 65 %
adalah akibat AMT, 10 % - 15 % akibat kursus
manage- ment dan kursus lain, 20% - 30% akibat
Peraturan Pemerintah dan situasi ekonomi.
Kemajuan tersebut menyebabkan peningkatan
penyerapan tena- ga kerja sebesar 10% per tahun,
peningkatan penggunaan modal 15%,
peningkatan penjualan fisik 20% dan 30% dari yang
dibina telah mulai menikmati KIK dan KMKP.
Melihat hasil tersebut program ini akan lebih
digalakkan di masa mendatang dengan
perbaikan metode, kombinasi kurikulum, dan
sebagainya.
B. PERTAMBANGAN
1. Pendahuluan
Kegiatan eksplorasi yang meluas selarna masa
Repelita I, baik untuk minyak dan gas bumi, maupun
untuk mineral lain, telah menga-kibatkan beberapa
proyek pertambangan baru telah berhasil dibangun
selama periode Repelita II. Meskipun kemudian, sebagai
akibat dari- pada resesi ekonomi dunia laju
pembangunan tersebut mengalami kemerosotan, namun
pembangunan sektor pertambangan secara kese-
luruhan telah berhasil mencapai sasaran pokok
Repelita II bidang
523
pertambangan yaitu melaksanakan diversifikasi usaha, di
samping meningkatkan usaha pengolahan hasii
tambang di dalam negeri.
Apabila pada akhir masa Repelita I sektor
pertambangan baru menghasilkan kurang lebih 55%
dari seluruh penghasilan devisa Indonesia, maka
selama masa Repelita II angka tersebut telah
meningkat menjadi lebih kurang 72%. Sampai saat ini
berbagai hasil tambang utama Indonesia semata-mata
dihasilkan untuk keperluan pasaran luar negeri,
seperti misalnya bijih nikel dan feronikel, konsentrat
tembaga serta bauksit. Dari produksi minyak bumi
yang berjumlah rata-rata 1,5 juta barrel perhari,
keperluan bahan bakar minyak untuk dalam negeri
berjumlah kurang dari seperlimanya dan selebihnya
adalah untuk ekspor. Demikian pula halnya dengan
timah, dari produksi tahunan sebesar lebih kurang
25.000 ton, keperluan untuk pasaran dalam negeri
rata-rata hanya sekitar 500 ton setahun. Gas bumi
yang semula ba-nyak terbuang, dalam beberapa tahun
terakhir ini sudah semakin banyak dimanfaatkan
untuk keperluan produksi, baik sebagai bahan mentah,
antara lain untuk pembuatan pupuk urea maupun
sebagai bahan bakar yang bernilai tinggi. Dalam pada
itu gas bumi yang tidak berasosiasi dengan
minyak, telah berhasil diekspor sejak tahun 1977
dalam bentuk "liquefied natural gas" atau gas alam
yang dicairkan.
Bahan tambang non logam, seperti kaolin, batu
gamping, pasir kwarsa, dolomit dan lain sebagainya
merupakan bahan baku untuk berbagai jenis industri di
dalam negeri. Karenanya perkembangan bahan
tambang non-logam ini tergantung pada tingkat
industrialisasi, khususnya industri bahan bangunan dan
industri kimia.
Bahan galian batubara yang selama dua dekade
merupakan sumber energi yang tersisihkan oleh
minyak bumi, dapat diharapkan akan kembali
merupakan sumber energi yang akan banyak
dipergunakan dengan meningkatnya harga minyak dan
gas bumi.
Selama masa Repelita II kegiatan-kegiatan
inventarisasi dan pe-nyelidikan mineral masih terus
dilaksanakan sebagai kelanjutan ke-giatan-kegiatan
yang telah dilaksanakan dalam Repelita I. Inventarisasi
dan penyelidikan tersebut di atas meliputi kegiatan-
kegiatan pemetaan
524
geologi, penyelidikan geologi dan penyelidikan
eksplorasi guna menentukan daerah-daerah
mineralisasi serta mencari cadangan-cadangan ba-ru
mineral.
Penelitian terapan dan pengembangan teknologi
telah pula dilakukan dalam usaha mendapatkan cara-
cara pemanfaatan, pengolahan mineral dan
penggaliannya untuk mendorong pengembangan
usahausaha pertambangan di dalam negeri. Sejalan
dengan itu telah pula dilakukan penyempurnaan
pengaturan, pengawasan, pembinaan dan penyuluhan
pada usaha-usaha pertambangan.
Inventarisasi masalah lingkungan yang diakibatkan
oleh kegiatan pertambangan terus dilakukan, dan
hasilnya perlu dilakukan peneli- tian-penelitian lebih
lanjut guna menentukan pengaturan langkah-langkah
pencegahan akibat-akibat yang merugikan.
Dalam usaha meningkatkan kernampuan perusahaan
untuk mela- kukan pencegahan kecelakaan kerja dan
pemeliharaan lingkungan kerja yang aman maka
telah dilakukan pengadaan pendidikan dan la- tihan
keterampilan di bidang keselamatan kerja
pertambangan.
Dana yang dibutuhkan untuk mengembangkan
usaha pertambang-an adalah sangat besar. Dengan
terbatasnya modal dan dan dalam negeri, maka di
bidang pertambangan masih tetap dibuka kesem-
patan modal asing untuk ikut mengembangkan
pertambangan di Indonesia. Sejalan dengan itu
penyempurnaan pengaturan dan pengawasan
penanaman modal asing baik yang dewasa ini telah
beroperasi mau- pun yang akan datang terus
ditingkatkan.
Berikut ini diberikan gambaran secara singkat
mengenai perkem- bangan hasil-hasil di bidang
pertambangan selama periode 1973/74 - 1978/79
seperti yang tampak pada Tabel VIII - 4.
2. Perkembangan Hasil
Pertambangan a. Minyak
bumi
Produksi minyak bumi Indonesia pada tahun pertama
Repelita II berjumlah 485 juta barrel yang terus
meningkat pada tahun-tahun
525
TABELVIII – 4
PRODUKSI HASIL – HASIL PERTAMBANGAN,
REPELITA II
Jenis bahan Galian Satuan I973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79
Batu bara ribu toa 145,9 171,6 204,0 133,3 248,5 256,0
Pasir besi ribu ton 321,7 349,2 346,2 299,7 317,2 120,2
1973/1974 – 1978/1979
526
berikutnya dan mcncapai produksi 589 juta barrel
pada tahun terakhir Repelita II. Peningkatan minyak
bumi tersebut antara lain karena adanya Iapangan-
lapangan minyak baru yang diketemukan sebagai
hasil eksplorasi selama Repelita I dan II, di samping
meningkatnya usaha secondary recovery.
Produksi
527
TABEL, VIII – 5
PRODUKSI MINYAK BUMI,
1973/74 - 1978/79
(jutaan barrel)
tahun Produk
si
1973/74 508,4
1974/75 485,5
1975/76 497,9
1976/77 568,3
1977/78 616,0
1978/79 589.2
Pengilangan
Pengilangan minyak mentah pada tahun pertama
Repelita II berjumlah 115,0 juta barrel, sedangkan
pada tahun ke-lima Repelita II jumlah pengilangan
minyak mentah mencapai 158,0 juta barrel.
Dalam tahun 1978/79 jumlah minyak mentah yang
diolah dikilang minyak dalam negeri mengalami
penurunan menjadi 106,0 juta barrel. Hal tersebut
disebabkan adanya kesulitan pemasaran LSWR ke luar
negeri, sehingga ruenyebabkan pengilangan minyak
mentah yang dilakukan di dalam negeri berkurang.
Sedangkan jumlah minyak mentah yang
dilaksanakan pengolahannya di Singapura dan
Malaysia (processing-deal) berjumlah 52,4 juta
barrel yang berarti lebih besar dari tahun
sebelumnya.
Tabel VIII - 6 memperlihatkan perkembangan
pengilangan minyak yang diolah di dalam dan di luar
negeri tahun 1973/74 - 1978/79.
528
GIRAFIK VIII - 4
PRODUKSI MINYAK BUMI
1973/74 - 1978/79
616,0
589,2
1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79
REPELITA II
529
TABEL VIII - 6
PENGILANGAN MINYAK BUMI,
1973/74 - 1978/79
(jutaan barrel)
128,9
1973/74 118,1 10,8
1974/75 87,1 28,4 115,5
1975/76 86,6 31,2 117,8
1976/77 84,7 31,9 116,6
1977/78 116,2 45,1 161,3
1978/79 105,8 52,4 158,2
Ekspor
Pada tahun pertama Repelita II ekspor nninyak
bumi dan hasil minyak berjumlah 406,9 juta barrel,
dan pada tahun terakhir men-capai jumlah 508,7 juta
barrel.
Realisasi ekspor minyak bumi (crude oil) selama
Repelita II setiap tahunnya mengalami kenaikan rata-
rata sekitar 5,04%, namun masih berada di bawah
target yang ditentukan. Hal tersebut antara lain
disebabkan oleh karena adanya krisis moneter dunia
yang terjadi pada awal Repelita II, sehingga
kebutuhan dunia akan minyak bumi secara
keseluruhan menurun dari trend yang normal.
Menurunnya kebutuhan tersebut juga disebabkan
oleh adanya faktor kenaikan harga yang besar sekali
pada awal Repelita II yaitu sekitar 400%. Sungguhpun
demikian dengan adanya perbaikan-perbaikan
perekonomian dunia setelah tahun pertama Repelita
II, maka untuk tahun-tahun berikutnya angka ekspor
secara kwantitatip menunjukkan perbaikan-perbaikan
yang berarti dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya.
Tabel VIII - 7, menunjukkan ekspor minyak bumi
dan hasil minyak tahun 1973/74 - 1978/79.
530
TABEL VIII-7
EKSPOR MINYAK BUMI DAN HASIL MINYAK,
1973/74 - 1978/79
(jutaan barrel)
Pemasaran dalam
negeri.
Pola kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) untuk
dalam negeri yang besar adalah avtur, kerosine dan
solar, yang meliputi sekitar 60% dari jumlah seluruh
kebutuhan BBM, sedangkan kilang dalam negeri hanya
memprodusir sekitar 35% dari minyak yang diolah yaitu
untuk avtur, kerosine dan solar.
Secara keseluruhan realisasi kebutuhan BBM dalam
negeri pada masa Repelita II lebih kurang 3,5%
melebihi sasaran. Hal ini dise- babkan karena banyak
proyek-proyek besar telah mulai beroperasi. di
samping adanya kegiatan ekonomi yang menyebabkan
meningkat- nya bidang transportasi.
Tabel VIII - 8 di bawah ini menggambarkan
pemasaran hasil minyak bumi di dalam negeri
tahun 1973 - 1978.
b. Gas Bumi
532
Pada masa Repelita I pemanfaatan gas bumi masih
terbatas hanya untuk gas-lift dalam produksi minyak
bumi dan sedikit untuk produksi pupuk urea. Dalam
Repelita II penggunaannya lebih berkembang lagi,
yaitu sebagai sumber-daya hydrokarbon untuk
ekspor, sebagai bahan
532
532
9 - IIIA NIdVNJ
TABEL VIII - 8
PEMASARAN HASIL MINYAK BUMI DI DALAM NEGERI,
534
1973 - 1978
(ribu barrel)
TABEL VIII - 9.
PRODUKSI DAN PEMANFAATAN GAS BUMI,
1973 - 1978
(jutaan MCF).
53
6
GRAFIK V I I I - 8
PRODUKSI -DAN PEMANFAATAN GAS BUMI,
1973-1978
Produksi Pemanfaatan
537
Tabel VIII - 10 memperlihatkan produksi batubara
tahun 1973/74 - 1978/79.
TABEL VIII - 10
PRODUKSI BATUBARA
1973/74 - 1978/79
(ribuan ton)
Tahun Produk
si
1973/74 145,9
1974/75 171,6
1975/76 204,0
1976/77 183,3
1977/78 248,5
1978/79 256,0
d. Timah
Produksi
Realisasi produksi logam timah selama Repelita II
terus mening-kat; jika pada tahun 1974/75 produksi
baru mencapai jumlah 15.000 ton, maka tahun kelima
Repelita II produksi logam timah meningkat menjadi
24.350 ton. Hal itu dikarenakan perluasan pabrik
peleburan di Muntok dengan 3 tanur dengan fasilitas-
fasilitasnya dapat diselesai- kan dalam tahun
1976/1977. Tabel VIII - 11 berikut ini memperlibatkan
produksi bijih dan logam timah 1973/74 - 1978/79.
53
8
TABEL VIII - 11
PRODUKSI BIJIH DAN LOGAM TIMAH
1973/74 - 1978/79
(ribuan ton)
e. Nikel
Penambangan bijih nikel dilaksanakan oleh Unit
Pertambangan Nikel PT. Aneka Tambang di daerah
Pomalaa, Sulawesi Tenggara dan pada tahun 1978
telah pula dipersiapkan pengembangan tambang baru
di pulau Gebe.
54
0
GRAFIK VIII-10
PRODUKSI BIJIH DAN LOGAM TIMAH
1973/74 – 1978/79
(ribuan metrik ton)
1975/76 6,3 14 ,4 20 ,7 x)
-
1976/77 26,5 26,5
-
1977/78 24,3 24,3
-
1978/79 25,6 25,6
x) Angka diperbaiki.
TABEL VIII - 1 3
19 7 3 /7 4 - 1 9 7 8 /7 9
(ribuan kilogram)
Tahun Penjualan
1973/74 511,1
1974/75 323,1
1975/76 440,1
1976/77 540,7
1.977/78 423, 5
1978/79 41 6 , 4
543
Produksi dan ekspor
TABEL VIII - 14
PRODUKSI DAN EKSPOR BIJIH NIKEL,
1973/74 - 1978/79
(ribuan ton)
diperbaiki.
Perkembangan
baru
f. Bauksit
Dewasa ini penambangan bauksit dilaksanakan
oleh Unit Pertambangan Bauksit PT Aneka Tambang di
daerah Kijang, pulau Bintan dan sekitarnya dengan
cara tambang terbuka.
548
lita II angka produksi dan ekspor masing-masing sebesar 964,9 ribu
ton dan 981,6 ribu ton. Penurunan produksi disesuaikan dengan ke -
butuhan ekspor di samping terbatasnya tempat penampungan. Se-
dangkan turunnya ekspor disebabkan masih terpengaruh oleh krisis
energi dan belum terbukanya diversifikasi pemasaran baru.
Tabel VIII - 16 memperlihatkan angka produksi dan ekspor
bauksit tahun 1973/74 - 1978/79.
g.Pasir besi
Penambangan pasir besi di pantai Cilacap dan Pelabuhan Ratu
dilakukan oleh Unit Pertambangan Pasir Besi PT Aneka Tambang.
549
Pada tahun 1977/78 kesulitan pemasaran pasir besi memuncak,
yang mengakibatkan penurunan pemakaian pasir besi, sehingga pro -
duksi pada tahun 1978/79 diperkirakan menurun drastis menjadi
120,2 ribu ton, sedangkan ekspor diperkirakan menurun menjadi 66,5
ribu ton. Sementara itu sejak tahun 1975/76 produksi pasir besi
melayani kebutuhan bagi pabrik-pabrik semen yang baru didirikan.
Tabel VIII - 17 memperlihatkan produksi dan ekspor pasir besi
tahun 1973/74 -1978/79.
TABEL VIII - 17
. PRODUKSI DAN EKSPOR PASIR BESI,
1973/74 - 1978/79
(ribuan ton)
551
GRAFIK VIII – I5
PRODUKSi DAN EKSPOR PASIR BESI,
1968169, 1913/74 1978/79
552
o N
1977/78 1978/79
1974/ 5 1975/76 1976/77
Produksi R E P E L I T A II II
Ekspor
T AB E L V I I I - 1 8
PPIODUK'SI, VOLUME EKSPOR DAN PENJUALAN PERAK DALAM
NEGERI, 1973/74 - 1978/79
(kilogram)
1976/77 3.8 71
3.138
x) Angka diperbaiki
TABEL VIII-19
PRODUKSI DAN PENJUALAN DALAM NEGERI LOGAM EMAS
1973/74 - 1978/79
(kilogram)
Penjualan
Tahun Produksi
dalam negeri
x) Angka diperbaiki
Selama masa Repelita II dialami kesulitan untuk
mencapai target produksi emas dan perak. Hal ini
disebabkan oleh karena adanya perobahan komposisi
bijih yang ditambang, sehingga recovery terutama
perak sangat menurun. Disamping itu ada kesulitan
sehubungan dengan masalah penambangan serta
persediaan cadangan yang telah menurun ditempat
penambangan utama Cikotok, selanjutnya
penambangan beralih dan dipusatkan di Cirotan.
i. Tembaga
x) Angka
diperbaiki j.
Granit
Fenggalian batu granit dewasa ini dilakukan di
kepulauan Karimun.
Pada tahun pertama Repelita II produksinya terus
mening- kat sampai dengan tahun ketiga, tetapi
pada tahun ke-empat dan tahun terakhir baik produksi,
ekspor maupun pemasaran dalam negeri menurun.
Khusus penurunan dalam hal produksi disebabkan
adanya perbaikan peralatan pada crushing-plant.
Tabel VIII - 21 memperlihatkan produksi,
penjualan dalam ne-geri dan ekspor batu granit tahun
1973 - 1978.
k. Lain-lain
Yang dimaksud dengan bahan tambang lain-lain
adalah semua mineral atau bahan galian bukan logam
seperti. belerang, fosfat, gipsum, yodium, marmer dan
bahan galian lainnya yang termasuk ke dalam bahan
bangunan.
Bahan-bahan tambang tersebut di atas diusahakan
oleh Perusahaan Daerah dan Usaha Pertambangan
Swasta Nasional dan lain-ainnya.
558
TABEL VIII - 21
PRODUKSI, PENJUALAN DALAM NEGERI DAN
EKSPOR
BATU GRANIT, 1973 -1978
(ribuan ton)
3. Kegiatan Penunjang
Selama masa Repelita II selain telah dilaksanakan
pemetaan geologi bersistem, juga telah diadakan
berbagai penelitian dan penyelidik- an geologi. Data
dasar geologi tersebut di samping diperlukan untuk
pengembangan kekayaan mineral juga dapat
56
0
dipergunakan dalam rang-ka pengembangan wilayah,
antara lain untuk penyediaan air tanah, pembangunan
gedung, jalan raya, bendungan dan prasarana
lainnya.
TABEL VIII - 22
Asbes 83 126 20 50 2 10
Feldspar - - - 2.442 1.647 6.166
*) Angka diperbaiki.
561
TABEL VIII-23
PRODUKSI BAHAN TAMBANG USAHA SWASTA NASIONAK
PERUSAHAAN DAERAH DAN LAIN LAIN,
1973 – 1978
Bahan Tambang 1973 1974 1975 1976 1 9 7 7 x) 1978
562
Bahan tambang
1973 1974 1975 1976 1977 1978
13.059 4.704 13.000 15.500 -
Yodium 7.500
Manggaan 9.165
Kaolin 3.830
Inventarisasi kekayaan mineral telah menghasilkan
data mineral industri bukan logam dan bahan
bangunan yang ditemukan hampir di setiap
daerah Tingkat Dua.
Bimbingan teknis pertambangan serta penyuluhan
telah pula dilaksanakan dalam rangka meningkatkan
kemampuan teknis pengusa- ha pertambangan
swasta nasional untuk ikut berperan serta dalam
usaha di bidang pertambangan sesuai dengan
kemampuan modalnya.
Pembinaan keselamatan kerja pertambangan telah
dilaksanakan dalam rangka mengurangi dan
menghindarkan kecelakaan yang mengakibatkan
korban manusia sebagai tenaga kerja dan peralatan
yang digunakan. Sehingga dengan demikian
meningkatkan daya guna tenaga kerja dan peralatan
dalam berproduksi.
Penelitian terapan dan pengembangan teknologi
telah pula dilak-
sanakan dalam rangka usaha mendapatkan data dan
cara-cara pemanfaatan/pengolahan mineral dan
penggaliannya, guna mendorong pengembangan usaha-
usaha pertambangan di dalam negeri dan mengem-
bangkan diversifikasi produksi pertambangan baik
secara horizontal maupun secara vertikal.
Inventarisasi masalah lingkungan yang diakibatkan
oleh kegiatan pertambangan terus dilakukan, dan
hasilnya perlu dilakukan penelitianpenelitian lebih
lanjut guna menentukan pengaturan langkah-langkah
pencegahan akibat-akibat yang merugikan.
Sejalan dengan itu telah pula dilakukan
penyempurnaan pengatur-an, pengawasan, pembinaan
dan penyuluhan pada usaha-usaha pertambangan, serta
diadakan pendidikan dan latihan keterampilan di
bidang keselamatan kerja pertambangan.
56
4
Penyelidikan dan pengamatan gunung-gunung api
juga telah dilakukan untuk mengambil langkah-langkah
pencegahan bahaya yang diakibatkan oleh
kegiatan/letusan gunung api. Dalam Repelita II dari
128 buah gunung api yang aktif, baru 25 buah saja
yang mampu di- amati secara terus menerus dan 14
buah di antaranya yang diamati
dengan penggunaan alat seismograf,