Anda di halaman 1dari 120

INDUSTRI DAN PERTAMBANGAN

BAB VIII
INDUSTRI DAN

PERTAMBANGAN A. INDUSTRI

1. Pendahuluan

Perkembangan sektor industri sampai akhir Pelita


II dapat disimpulkan terus berjalan dengan mantap.
Selain terus memelihara tingkat produksi yang telah
tercapai, berbagai unit produksi telah melakukan
pula kegiatan-kegiatan perluasan. Di samping itu
proyekproyek yang selesai dibangun dalam rangka
penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri,
semakin bertambah. Sejak Pelita I sampai Pelita II,
berbagai produk yang dibuat di dalam negeri telah
dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, baik dalam
jumlah maupun mutu. Sebagian besar barang-barang
tersebut merupakan barangbarang substitusi impor.
Kemajuan sektor industri dalam Pelita II antara
lain dapat dilihat dari volume produksi yang dicapai
oleh berbagai sektor industri. Kemajuan tersebut
disebabkan oleh perkembangan penanaman modal di
sektor industri khususnya dalam tahun-tahun
terakhir Repelita II.
Hingga akhir Maret 1979 tercatat 515 proyek
industri dalam rangka PMA dengan rencana investasi
sebesar US $ 2.887.504.000 sedang jumlah tenaga
yang diserap adalah 287.672 orang (Indonesia dan
asing). Dalam rangka PMDN tercatat 2.079 proyek
industri dengan rencana investasi sebesar Rp
1.980.606 juta dan jumlah tenaga kerja yang
ditampung sebesar 646.504 orang (Indonesia dan
asing). Ke 515 proyek industri PMA tersebut di atas
merupakan 65% dari seluruh proyek PMA yang
disetujui Pemerintah dengan rencana investasi sebesar
39% dari seluruh investasi dalam proyek PMA, serta
menyerap 69% tenaga kerja dari jumlah tenaga kerja
yang diserap oleh seluruh proyek PMA.

491
Di bidang PMDN, jumlah proyek industri merupakan
60% dari seluruh proyek PMDN dengan rencana
investasi + 57% dari seluruh jumlah investasi PMDN,
sedangkan tenaga kerja yang ditampung ± 51%
dari jumlah tenaga kerja yang diserap oleh seluruh
proyek PMDN.
Dengan tingkat perkembangan sektor industri yang
telah tercapai sampai dewasa ini, maka kini sedang
disusun pola kebijaksanaan pemberian fasilitas dan
insentip bagi penanaman modal di Indonesia untuk lebih
merangsang pertumbuhan industri dasar (primer) yang
mengolah bahan mentah, baik dari hasil tambang
maupun pertanian menjadi bahan baku atau
bahan/barang setengah jadi. Industri dasar/ primer ini
umumnya berskala besar, padat modal, teknologi tinggi
dan lambat pengembalian modalnya. Di samping itu
kebijaksanaan tersebut ditujukan pula untuk
menciptakan industri yang mampu mengekspor hasil-
hasil produksinya. Penting dalam hal ini adalah
usaha penyempurnaan kebijaksanaan pemberian
fasilitas/insentip penanaman modal secara terpadu
dengan memperhitungkan semua aspek
penunjangnya. Dengan demikian industri tersebut selain
dapat dirangsang untuk berdiri dan tumbuh dalam skala
yang sehat dengan sekaligus menghasilkan manfaat
ekonomis yang sebesar-besarnya, baik untuk industri itu
sendiri maupun bagi pertumbuhan industri lebih lanjut.
Berikut ini disajikan gambaran perkembangan masing-
masing bidang industri selama Pelita II serta masalah-
masalahnya.
2. Aneka Industri
Bidang industri ini meliputi industri-industri pangan,
kulit, pengolahan kayu, tekstil dan lain-lain.
Selama Repelita II perkembangan bidang industri ini
ditandai dengan kenaikan produksi, peningkatan mutu,
penambahan corak dan ragam produk serta
mantapnya iklim industri. Beberapa perusa-haan baru,
yang didirikan dalam rangka Penanaman Modal Asing
(PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
maupun modal swasta nasional lainnya, sudah mulai
berproduksi.
Produksi rokok kretek selama Repelita II meningkat
dari tahun ke tahun. Pada tahun terakhir Pelita II
produksi mencapai 45.200 juta batang, yang berarti
10,5% lebih tinggi dari produksi tahun sebelum

492

nya. Jika dibandingkan dengan produksi tahun


pertama Pelita II yang besarnya 30.600 juta batang,
maka selama 4 tahun telah dicapai peningkatan
sebesar ± 48,6%.
Industri pangan pada umumnya, telah meningkat
sesuai dengan meningkatnya jumlah penduduk dan
pendapatan masyarakat. Peningkatan juga terjadi
dalam hal penggunaan bahan baku.
Untuk minyak goreng dan sejenisnya misalnya kini
telah digunakan pula minyak kelapa sawit sebagai
bahan baku. Dengan usaha ini kekurangan bahan baku
yang selama ini hanya bergantung pada kopra,
diharapkan akan dapat diatasi. Pengolahan berbagai
macam hasil pertanian, petemakan dan perikanan
semakin meningkat pula. Produk-produk industri
pangan tradisional seperti kerupuk, emping melinjo,
dan sebagainya bahkan telah diekspor.
Sektor industri tekstil memperlihatkan
perkembangan yang cukup menggembirakan setelah
dilaksanakan berbagai kebijaksanaan, seperti
rehabilitasi, modernisasi, perluasan dan pembangunan
unit-unit baru. Dalam hubungan ini produksi benang
tenun pada tahun ke lima Repelita II naik dari 678.3
ribu bal pada tahun 1977/78 menjadi 900 ribu
bal. HaI ini berarti kenaikan sebesar 32,6% dalam
tahun terakhir Repelita II. Dibandingkan dengan
produksi awal Re- pelita II yang besarnya 316,2
ribu bal, maka selama 5 tahun telah terjadi
peningkatan sebesar 184,6%. Juga produksi tekstil
meningkat dari talrun ke tahun. Dalam tahun 1978/79
dicapai 1.400 juta meter, yang berarti peningkatan
sebesar 51,1% jika dibandingkan dengan produksi
tahun 1973/74 yang besarnya 926,7 juta meter.
Dengan dicapainya produksi sebesar 1.400 juta ini
maka sasaran produksi telah dapat dipenuhi.
Bersamaan dengan peningkatan volume produksi
terjadi pula peningkatan ragam dan jenis serta mutu
produksi. Sementara telah diambil langkah-langkah
dalam rangka usaha pemerataan hasil pembangunan,
perbaikan struktur pemilikan unit-unit produksi,
perluasan kesempatan kerja serta perluasan
kesempatan berusaha bagi golongan ekonomi lemah,
antara lain dengan penutupan izin khusus- nya untuk
penanaman modal di pulau Jawa, kecuali industri
pakaian jadi yang bersifat padat karya. Sedang izin
perluasan usaha lainnya dapat disetujui jika golongan
ekonomi lemah diikut sertakan.

493
Pengembangan industri kulit menunjukkan hasil
yang cukup baik, walaupun pada akhir-akhir ini
mengalami hambatan dengan berkurangnya bahan
baku kulit. Untuk mengatasi masalah ini sedang
dipersiap-kan langkah-langkah pengendalian untuk
menjaga adanya keseimbang- an antara
kebutuhan industri dalam negeri dengan keperluan
ekspor kulit mentah ke luar negeri.
Keadaan yang sama dialami oleh industri kayu.
Dalam hal ini telah diambil langkah-langkah dengan
pengaturan jumlah penyediaan kayu bulat untuk
bahan baku industri dalam negeri.
Dalam Pelita II industri kayu merupakan industri
yang paling cepat perkembangannya. Hal ini wajar
mengingat potensi kayu di dalam negeri yang besar
dan peranannya yang penting. Kayu merupakan salah
satu bahan kebutuhan pokok di samping sandang dan
pangan. Dimasa mendatang peranan kayu tidak hanya
sebagai penghasil devisa saja, melainkan juga sebagai
penunjang program Pemerintah untuk tneningkatkan
kesejahteraan dan perataan kemakmuran di bidang
pengadaan rumah murah yang sehat. Program ini akan
lebih banyak memerlukan bahan baku dari sektor
industri kayu.
Di bidang industri perkayuan jenis-jenis industri
penggergajian dan kayu lapis merupakan jenis-jenis
yang paling cepat berkembang. Industri penggergajian
telah mulai tumbuh dengan kecepatan rata-rata 30,75
% per tahun dan industri kayu lapis dengan rata-rata
56,27 % per tahun. Pesatnya pertumbuhan
industri kayu tersebut dimungkin- kan antara lain
oleh besarnya potensi kayu penghara dari pengelolaan
hasil hutan serta usaha-usaha Pemerintah untuk
membina, mengembangkan serta meningkatkan
ketrampilan pengolahan kayu. Perkembangan industri
kayu ini telah ikut pula mendorong perekonomian da-
erah serta menunjang perluasan pemerataan
pembangunan ke daerah, terutama ke luar Jawa, yang
merupakan daerah pengliasil kayu ter- besar.
Disamping ke dua jenis industri tersebut di atas
telah berkembang pula industri perabot rumah tangga,
"moulding", "wooden stick", rumah "prefab", cabinet
televisi dan banyak lagi jenis-jenis industri lainnya,
baik dalam skala besar maupun skala kecil. Jenis
industri ini pada umumnya banyak menyerap tenaga
kerja dan dapat diusahakan oleh

494
pengusaha golongan ekonomi lemah, sehingga hal ini berarti pula
banyak menciptakan kesempatan kerja. Dalam bidang industri pengo -
lahan kayu primer pada waktu ini terdapat 16 buah perusahaan kayu.
lapis yang mengolah 1.186.875 m 3 kayu bulat dan 2.850 buah perusa-
haan penggergajian kayu yang mengolah 13.256.202 m 3 kayu bulat. Di
samping itu sedang dipersiapkan pembangttnan industri kayu lapis
baru. Dalam hubungan ini telah direncanakan 17 perusahaan yang dapat
mengolah 1.148.344 m 3 kayu bulat dan 48 buah perusahaan pengger-
gajian kayu yang akan mampu mengolah 3.055.360 m3 kayu bulat. Pa -
da saat ini potensi industri pengolahan kayu primer belum sepenuhnya
dapat dimanfaatkan terutama karena jumlah kayu bulat yang diekspor
semakin meningkat akibat kenaikan harga ekspor di pasaran interna -
sional dan masih rendahnya daya beli masyarakat dalam negeri. Un -
tuk mengatasi hal ini telah diambil beberapa kebijaksanaan, berupa
kewajiban penyediaan kayu penghara untuk industri dalam negeri oleh
pemilik Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan kebijaksanaan penetapan
harga kayu dalam negeri.
Pada saat ini Indonesia merupakan negara pengekspor kayu bulat
terbesar di Asia, namun jumlah ekspor kayu olahan (sebagian besar
kayu gergajian) saat ini baru merupakan 3,5% dari seluruh volume
ekspor kayu atau 6,7 /% dari seluruh nilai ekspor. Sementara jumlah
produksi kayu yang dipergunakau untuk konswnsi dalam negeri meru -
pakan ± 99% bahan baku industri plywood, 79% industri pengger-
gajian, serta 100% industri veneer, cheap dan moulding. Dari data-data
tersebut jelaslah bahwa kayu olahan dalam negeri diserap oleh indus-
tri-industri perkayuan yang terus meningkat dengan cepat. Potensi
penyerapan akan meningkat lagi mengingat program Pemerintah di -
bidang perumahan murah dan sehat serta di bidang transmigrasi, yang
diharapkan akan mencapai 500.000 kepala keluarga ke luar Jawa pada
Pelita III Di samping itu perlu pula dicatat meningkatnya pembangun -
an perumahan oleh masyarakat. Di lain pihak jika dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN lainnya konsumsi kayu di Indonesia adalah
yang paling rendah yaitu 0,04 m 3 /kapita per tahun.
Perkembangan produksi industri kayu gergajian selama Pelita II
menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi. Hal ini mendorong
per

495
tumbuhan industri kayu lapis hingga jenis industri
inipun menunjukkan perkembangan yang meyakinkan.
Produksinya meningkat cukup tinggi tiap tahunnya.
Dalam tahun kelima Repelita II produksi kayu lapis
berjumlah 35.616.000 lembar atau 424.000 m³, yang
berarti mengalami kenaikan sebesar ± 95% jika
dibanding dengan produksi tahun sebelumnya.
Dibanding dengan tahun pertama Repelita II tercatat
peningkatan sebesar 493,1 %.

Bidang Ancka Industri pada tahun Kc-lima Repelita


II pada umumnya menunjukkan perkembangan yang
meningkat apabila dibandingkan dengan produksi pada
tahun sebelumnya. Gambaran ini dapat dilihat pada
Tabel VIII-1. Menurut Tabel tersebut produksi sabun
cuci pada tahun 1978/79 mengalami kenaikan sebesar
20%, ban dalam sepeda 5%, ban luar sepeda 5%, tapal
gigi 14%, detergen 30%, dan lain-lain.
Bidang industri aneka saat ini masih menggunakan
bahan-bahan dan komponen impor. Untuk mengatasi
ketergantungan tersebut, telah dilancarkan suatu
program untuk segera mengalihkan secara bertahap
pembuatan bahan-bahan/komponen yang masih
diimpor di dalam negeri. "Deletion Program" ini telah
dimulai terhadap beberapa produk dan akan terus
diperluas ke beberapa jenis produk lainnya. Untuk
mempercepat pelaksanaan telah digiatkan pula usaha-
usaha subcontracting dalam program tersebut. Usaha-
usaha ini diharapkan sekaligus dapat merangsang dan
menumbuhkan industri baru di bidang bahan-bahan
dan komponen keperluan industri. Dilain pihak
dukungan atau partisipasi masyarakat, khususnya para
usahawan sangat diperukan.

Usaha-usaha perlindungan industri dalam negeri


terus dilakukan dan disempumakan. Dalam hubungan
ini dapat dicatat dikeluarkan-nya beberapa
kebijaksanaan antara lain tentang Ketentuarn Pengim -
poran Barang (dikeluarkan tanggal 13 Desember
1978) untuk mengganti`kan peraturan sebelumnya
(dikeluarkan tanggal 31 Desember 1976). Di samping
itu telah pula diusahakan peraturan-peraturan me-
ngenai Harga Patokan dan standar Harga Patokan
Indonesia, masingmasing tanggal 3 April 1976 dan 25
April 1978.

496
TABEL VIII – 1
PRODUKSI ANEKA INDUSTRI
1973/74 – 1978/79
,
No. Jenis Produksi S a t u a n 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1973/79

1. Sabun Cuci Ribu ton 131,3 148,9 164,6 175,5 194,9 234,8
2. Minyak Kelapa Ribu ton 264,5 255,0 268,4 276,2 276,3 319,1
3. Minyak Goreng Ribu ton 28,7 29,4 30,6 32,6 31,3 37,0
4. Margarine Ribu ton 8,1 10,7 b.ta
7,5 7,9 10,1

5. Rokok Kretek Juta batang 30.211,0 30.600,0 40.900,1


33,300,0 37.900,0 45.200,0
6. Rokok Putih Juta batang 20.376,0 21.665,0 23.500,0 22.637,0 23.100,0 24.200,0

7. Detarjen Ribu ton 6,6


7,0 34,9 33,4 38,5 48,7
8. Tapal gigi Juta tube 32,0 46,0 107,8 103,6 104,4 119,3
9. Korek api Juta kotak 566,0 707,0 780,0 772,0 506,1 503,7
10 . Kulit samak

a. Sapi/kerbau Ton 5.339,0 5.367,0 6.076,1 6.685,0 5.946,3


b.t.x
b. Kambing/domba Ribu lembar 2.775,8 3.081,3 3.697,5 4.067,3 3.700,3
b.t.a
ll. Kayu gergajian b.t.a 1.380 ,
1.819 ,
3.200 g
Ribu M3 2.500' 4.030xx
12. kayu lapis Ribu lembar 2.725,0 6.005 10.042,0 . 11.806,0 18.347,8 35.616

13. Coriugeted Board/BOx Ribu ton


14,2 18,4 19,4 42,3 31,5 b.t.x

1.4. Benang tenun


Ribu bales 316,2 364,0 445,4 622,9 678,3 900,0

15. Tekstil Juta meter 926,7 974,0 1.017,1 1.247 1.332,5 1.400,0
x. b.t. : belum terdapat
xx. angka diperbaiki.

497
Bagi barang-barang yang diimpor akan dikenakan
peraturan Harga, Patokan Impor atau Tarif Bea Masuk
Spesifik. Harga Patokan impor akan dibatasi pada
jenis-jenis barang tertentu saja, sedang Tarif Bea
Masuk Spesifik akan diperbanyak. Pada waktu ini
terdapat 11 macam jenis barang yang terkena Tarif
Bea Masuk Spesifik. Bagi barang- barang ini tidak
diperlukan lagi Harga Patokan Impor.

3. Industri Logam Dasar


Bidang industri ini mencakup jenis-jenis industri
logam dasar (ferrous dan non ferrous), barang-barang
logam, mesin/alat-alat mekanis, mesin/alat-alat listrik,
elektronika, alat-alat rumah tangga dan optik, alat-alat
angkut dan alat-alat besar.
Tujuan utama bidang industri ini adalah untuk
rneningkatkan pertumbuhan ekonomi sedang
peranannya juga bersifat politis strategis. Karena itu
diharapkan Uahwa industri ini akan memberikan
sumbangan besar bagi pembangunan dalam bentuk
penyediaan bahan baku dan komponen serta
perangsang bagi daya tumbuh sektor-sektor industri
lainnya.
Perkembangan produksi dalam bidang industri
Logam dasar sampai dengan akhir Repelita II pada
umumnya berjalan mantap. Seperti terlihat pada Tabel
VIII-2 volume produksi menunjukkan kenaikan-
kenaikan dari tahun ke tahun.
Beberapa jenis industri seperti kendaraan
bermotor, televisi, mesin pendingin, kawat baja, plat
seng, besi beton dan lampu pijar menunjukkan
kenaikan-kenaikan yang cukup menggembirakan.
Kegiatan pembuatan berbagai komponen dalam
negeri semakin digalakkan
dengan tujuan untuk terus rneningkatkan kemampuan
industri dalam negeri. Di samping itu, usaha
untuk rneningkatkan ekspor hasil-hasil industri logam
dasar juga terus dijalankan.
Guna memperkuat landasan untuk perkembangan
selanjutnya, maka selama Repelita II telah dilakukan
usaha-usaha pembentukan dan pembinaan kader,
perluasan kesempatan kerja, peningkatan nilai
tambah, penggalakan ekspor, pengembangan regional
dan pembinaan struktur industri yang tepat guna dan
berdaya guna.
Dalam rangka pengembangan bidang industri ini
masih diguna- kan prinsip-prinsip kaitan ke
belakang (backward linkage) dengan usa-

500
GRAFIK VIII - 2
PRODUKSI INDUSTRI LOGAM DASAR,
1968/69, 1973/74 – 1978/79
502

o Y an
N N
b
1975/76 i 976/77 1977/78 978/79
R E P E 1 T A I I
Besi betan,besi siku seng
6 besi strip Pipa baja Kawat baja
ha-usaha peningkatan integrasi dalam rangka
peningkatan nilai tambah dan menggalakan
pembangunan industri-industri kunci (yaitu foundry,
industri baja forging terpadu, industri aluminium,
motor diesel, motor listrik, dan sebagainya).
Salah satu langkah dalam menuju ke pembinaan
struktur industri yang efisien dilakukan antara lain
melalui promosi investasi dalam bidang
parts/komponen, penelitian program deletion dalam
industri sepeda motor, sistem promosi sub-contracting
dan pengembangan suatu produk.
Perkembangan produksi di bidang industri logam
dasar pada tahun 1978/79 menunjukkan kemajuan yang
cukup baik, walaupun terjadi rnasalah-masalah
moneter internasional yang mempunyai pengaruh kuat
terhadap masalah keuangan dalam negeri.
Kebijaksanaan 15 Nopember 1978 berperan
sangat besar dalam kelancaran berproduksi da.ri
beberapa jenis industri di sektor logam dasar.
Kebijaksanaan tersebut selanjutnya diharapkan dapat
merangsang ekspor hasil-hasil industri logam dasar
dan meningkatkan pertumbuhan bidang industri itu
sendiri.
Produksi besi beton yang dalam tahun 1977/78
mengalami penurunan yang cukup besar, dalam tahun
1978/79 mengalami perbaikan sehingga pada
umumnya dapat meningkatkan pemanfaatan kapasitas
terpasangnya. Berkurangnya stock nasional besi beton
pada tahun 1977//78 telah menyebahkan peningkatan
produksi pada tahun 1978/ 79. Meskipun peningkatan
produksi ini pada akhir tahun 1978/79 telah
dipengaruhi oleh kebijaksanaan penyesuaian harga
dan meningkatnya harga billet serta baja tua (steel
scrap), dalam tahun 1978/79 telah dicapai kenaikan
produksi sebesar 25 % jika dibanding dengan produksi
tahun 1977/78. Dibandingkan dengan produksi pada
akhir tahun Repelita I atau permulaan tahun Repelita
50
4
II produksi tahun 1978/79 adalah 173% lebih tinggi.
Kemajuan lain yang dicapai adalah dimulainya
produksi percobaan sponge oleh PT Krakatau Steel
dengan menggunakan proses Direct Reduction Iron
(DRI) yang menggunakan gas alam sebagai
reduktornya menjelang tahun 1978/79. Produksi
percobaan ini cukup berhasil dan selanjutnya akan
dapat menyediakan kebutuhan bahan baku untuk
pembuatan baja kepada industri peleburan baja dalam
negeri sebagai pengganti besi tua.
Di samping itu perusahaan-perusahaan baru yang
mempunyai peralatan yang lebih sempurna telah mulai
beroperasi hingga juga terdapat kemajuan dari segi
mutu. Kemudian dapat dicatat bahwa akhir-akhir
ini kegiatan ekspor besi beton buatan dalam negeri
sudah mulai berjalan.

Produksi plat seng pada tahun 1978/79 sama


dengan produksi tahun 1977/78, yaitu 185.000 ton.
Kebutuhan bahan ini dalam tahun. 1978/79 sebetulnya
meningkat lebih pesat daripada produksi, sehingga ada
peluang untuk perluasan pabrik yang telah ada. Untuk
itu telah dibuka kesempatan pada yang berminat untuk
mengadakan perluasan.
Kelompok industri logam non-ferro belum
menunjukkan kemajuan yang berarti. Produksi kabel
listrik dan telkom dari tembaga pada tahun
1978/79 meningkat sedikit, yaitu + 5% di atas produksi
tahun sebelumnya. Dari segi mutu kabel listrik pada
umumnya telah memenuhi persyaratan PUIL (Pedoman
Umum Industri Listrik).

Produksi aluminium ekstrusi pada tahun 1978/79


sama seperti produksi tahun sebelumnya, yaitu 2.600
ton. Jumlah ini masih ren- dah dibanding dengan
kapasitas terpasangnya. Aluminium sheet me-
nunjukkan perkembangan yang sama. Produksinya
pada tahun 1978/ 79 tidak menaik maupuu menurun,
yaitu sebesar 8.700 ton. Langkah perlindungan
berupa kenaikan bea masuk aluminium sheet tampak -
nya belum memberikan hasil, Masalahnya disini
adalah juga ukuran produk yang dihasilkan.
Aluminium sheet yang dihasilkan lebarnya maksimum

50
5
60 cm, sedang dewasa ini ada kebutuhan dengan
lebar 120 cm.
Gambaran produksi industri logam dasar
disajikan dalam Tabel V1II-2. Masalah utama yang
dihadapi industri logam dasar khusus nya industri
baja adalah bahan baku yang sampai saat ini masih
diimpor dan karena itu dipengaruhi oleh
perkembangan harga di luar
negeri. Harga bahan baku tersebut dalam periode
tahun ini masih terus meningkat dan masih sangat
tergantung pada satu negara, ya- itu Jepang.
Meskipun selama Repelita II telah menarnpakkan
kemajuan, industri motor/mesin/ perlengkapan pabrik
perkembangannya belum cukup menggembirakan.
Dibandingkan dengan kebutuhan yang nya- ta, maka
volume pasar industri mesin dalam negeri masih
sangat kecil. Kecilnya volume pasar disebabkan antara
lain karena hasil produksi industri mesin ini sebagian
besar merupakan barang modal, sedang
pembelinya adalah pengusaha/industri lainnya.
Masalah yang dihadapi konsumen ini adalah
kurangnya modal dan pe- masaran yang kurang
mantap. Di samping itu industri mesin menghadapi
persaingan dari hasil-hasil produksi luar negeri.
Dengan meningkatnya pembangunan di berbagai
sektor ekonomi, khususnya sektor-sektor industri,
pertanian dan perhubungan, maka prospek pemasaran
untuk hasil industri ini akan bertambah besar.
Produksi industri mesin diesel menunjukkan
peningkatan tiap tahunnya, hal mana dapat dilihat
pada Tabel VIII - 2. Pada tahun 1978/79
terjadi peningkatan sebesar ± 20,6% jika dibanding -
kan dengan produksi talmn 1977/78. Dibandingkan
dengan produksi pada awal Pelita II yang besarnya
hanya 8.000 buah, maka produksi sebanyak 30.400
buah pada tahun 1978/79 merupakan peningkatan
sebesar 280,0%. Gambaran ini menunjukkan
perkembangan yang cukup baik, walaupun bila
dibandingkan dengan potensi kebutuhan hal itu masih
dapat ditingkatkan lagi.

Masih banyak faktor-faktor yang mempengaruhi


perkembangan industri mesin di dalam negeri. Dalam
hubungan ini dapat dicatat antara lain dapat
tumbuhnya "soft ware" dan usaha "engineering
service" yang dapat mendukung fasilitas/pemanfaatan
kapasitas industri mesin yang ada serta belum
50
6
nampak adanya spesialisasi dan koordinasi antar
perusahaan.
Perkembangan produksi barang-barang elektronika,
alat-alat rumah tangga listrik dan peralatan
listrik pada tahun 1978/79 pada umumnya
menunjukkan peningkatan. Menurut Tabel VIII - -
2
produksi TV pada tahun 1978/79 meningkat dengan
32,8%, dibandingkan dengan produksi pada tahun
sebelumnya. Peningkatan ini disebabkan karena daya
beli masyarakat meningkat dan munculnya merek
baru dengan harga yang relatip murah. Selain itu di
beberapa daerah telah bertambah station pemancar
TV dan stasion relay yang baru. Jika dibandingkan
dengan produksi pada awal Repelita II, produksi TV
pada tahun terakhir Repelita II menunjukkan pening -
katan sebesar 918,3%. Industri radio, memperlihatkan
kenaikan-kenaikan pula seperti terlihat pada Tabel
VIII - 2. Produksi pada tahun 1978/79 mengalami
kenaikan sedikit, yaitu sebesar 4,2%, sedang selama
5 tahun terjadi peningkatan sebesar 25,3 %. Kemajuan
lain dalam kelompok industri ini adalah
berkembangnya alat hiburan amplifier. Pemasarannya
meningkat dengan diproduksinya amplifier yang
menggunakan tenaga AC dan DC yang banyak
dipergunakan di daerah-daerah yang belum
dapat dijangkau oleh listrik.
Industri peralatan listrik belum dapat berkembang
dengan baik. Pemasaran peralatan ini, seperti panel
listrik, rnotor-motor listrik, generator, transformer,
kabel listrik tegangan tinggi masih meng-hadapi
beberapa permasalahan antara lain saingan barang-
barang impor.

Sementara itu perusahaan-perusahaan terus


dibina untuk menggunakan komponen dalam negeri
tahap demi tahap. Demikian pula diharapkan
kebijaksanaan Knop 15 beserta peraturan-peraturan
lainnya dapat meningkatkan ekspor dan mengatasi
saingan barang impor.
Industri kendaraan bermotor dalam tahun 1978/79
mengalami perkembangan yang meningkat sedikit.
Dibandingkan dengan produksi tahun sebelumnya
kendaraan komersiil meningkat dengan ± 13%,
kendaraan serba guna dengan ±50% dan kendaraan
50
7
penumpang de-ngan ± 16%. Sepeda Motor mengalami
peningkatan dari 302.000 unit pada tahun 1977/78
menjadi 320.000 unit pada tahun 1978/79, hal mana
berarti kenaikan sebesar hanya 5,9% pada tahun
1978/79. Perkembangan produksi ini disajikan pada
Tabel VIII-2.
Pelaksanaan penggunaan komponen buatan dalam
negeri masih menghadapi masalah-masalah, antara
Iain iklim industri yang belum
menguntungkan. Di samping itu volume pasaran yang
masih terbatas untuk tiap-tiap jenis komponen
kendaraan bermotor sehingga kapasitas minimum unit
produksi belum tercapai. Masalah-masalah lain ialah
kekurangan penguasaan teknologi dan ketrampilan
dalam pembuatan komponen peralatan produksi,
standarisasi dan pengendalian mutu. Selain itu bahan
baku untuk pembuatan komponen sebagian besar
masih diimpor, hal mana menyebabkan ketergantungan
industri komponen pada luar negeri. Dari segi
organisasi perusahaan masih perlu ditingkatkan
manajemen termasuk kewiraswastaan, antara lain
waktu penyerahan yang tepat, efisiensi produksi dan
pemasaran serta pendidikan tenaga ahli.
Kebijaksanaan penggunaan komponen buatan dalam
negeri telah dilaksanakan, baik untuk kendaraan
komersiil maupun untuk sepeda motor dan skuter.
Namun karena beratnya persyaratan dipandang
perlu untuk mengadakan penataan kembali dari segi
potensi pengadaan bahan baku dan komponen dalam
negeri. Persyaratan-persyaratan yang berat ini
antara lain ialah bahwa harga akhir komponen buatan
dalam negeri lebih mahal dari ex impor; pembelian
komponen dari sub kontraktor yang menyangkut
masalah mutu dan kelangsungan; kesulitan persetujuan
dari prinsipal dalam menggunakan komponen dalam
negeri, dan sebagainya.
Pada tahun 1978/79 industri perkapalan masih
belum menunjukkan perkembangan yang
menggembirakan, baik dalam pembangunan kapal
baru maupun reparasi kapal. Jumlah produksi kapal
baru dari baja pada tahun 1978/79 meliputi 11.500
BRT, sedang reparasi kapal di atas dok 690.500 BRT.
Produksi kapal kayu hanya mencapai 1.200 BRT.
Seperti terlihat pada Tabel VIII - 2, produksi kapal
baja sejak tahun 1976/77 terus menurun tiap
tahunnya. Gambaran ini menunjukkan bahwa
pemasaran masih berada pada tingkat yang rendah.
50
8
Bagi penanaman modal usaha industri perkapalan
masih kurang, menarik. Hingga waktu ini belum
tampak adanya peminat yang sungguh-sungguh.
Permasalahan yang dihadapi masih seperti tahun-
tahun sebelumnya, yaitu
a. Pasaran yang langka serta adanya saingan dari
industri perkapalan diluar negeri,
b. Waktu penyerahan yang panjang karena lamanya
mendapatkan bahan baku, mesin, peralatan dan
perlengkapan kapal, sehingga sering terjadi tidak
dipenuhinya jangka waktu kontrak,
c. Kurang kemampuan dari perusahaan industri
perkapalan dan perusahaan pelayaran dalam hal
pembiayaan.
Pada umumnya lokasi perusahaan industri
perkapalan berada dan berusaha di daerah pelabuhan.
Karena perkembangan yang cepat dalam
pembangunan dan modernisasi pelabuhan, maka ada
kemungkinan tempat-tempat usaha industri perkapalan
harus dipindahkan. Hal ini telah terjadi pada beberapa
pelabuhan.
Usaha-usaha sub-constracting memang sangat
diperlukan dalam industri perkapaian. Yang sudah
berjalan saat ini adalah usaha pembersihan/pengecatan
lambung tank cleaning, reparasi dan instalasi per-
alatan khusus (radio, radar, peralatan elektronis, alat-
alat optik, na-vigasi, perlengkapan keselamatan
pelayaran).
Produksi industri dalam negeri yang telah dipakai
pada industri perkapalan adalah cat kapal, kawat las
pompa, generator, switch board yang berukuran kecil.
Penggunaan bahan dan komponen erat hubungannya
dengan persyaratan bahan/ komponen yang
dipergunakan di kapal (rnarine used) dan persyaratan
dari Biro Klasifikasi.
Industri penerbangan menunjukkan perkembangan
yang cukup menggembirakan. Produksi pesawat
terbang meningkat terus tiap tahunnya. Pada tahun
1978/79 dapat dihasilkan 16 buah kapal terbang,
sedang pada tahun sebehimnya produksi baru
mencapai 7 buah. Hal ini berarti adanya kenaikan
sebesar 128,5% pada tahun terakhir Repelita II.
Selama 4 tahun telah terjadi peningkatan sebesar
700%. Gam- baran ini disajikan dalam Tabel VIII - 2.
Menurut tabel tersebut produksi helikopter pada
50
9
tahun 1978/79 meningkat dengan sangat menonjol
setelah mengalami penurunan pada tahuu 1977/78,
yaitu sebesar 53,8 %. Pada tahun 1978/79 telah di-
hasilkan 33 buah kapal terbang, yang berarti 450 % di
atas produksi tahun 1977/78. Selain itu dalam bidang
industri penerbangan ini pada tahun 1977/78 telah
ada peminat baru untuk menanamkan modal da-
Kemajuan-kemajuan tersebut disebabkan antara lain
karena pesatnya perkembangan proyek-proyek yang
dibangun baik dalam rangka Penanaman Modal
(Asing dan Dalam Negeri) maupun dalam rangka
Bantuan Proyek. Proyek-proyek tersebut meliputi
proyek-proyek per luasan dan baru. Jika selama
Repelita I dibangun 37 buah proyek, maka selama
Repelita II jumlah investasi meningkat menjadi 80
buah proyek. Dari jumlah ini maka menurut jadwal
waktu penyelesaian, proyek masing-masing, akan
selesai dibangun dalam periode Repe-lita III 41 buah
proyek.

Bidang industri kimia dasar ini pada umumnya


mengolah bahan mentah menjadi bahan baku untuk
kemudian diolah menjadi bahan jadi. Sebagian besar
dari pada bidang industri ini merupakan industri
padat modal, mempergunakan teknologi tinggi dan
berproduksi dalam skala besar.

Jenis-jenis industri yang masuk dalam kelompok


industri ini ada- lah industri agrokimia (pupuk,
pestisida), industri sellulosa dan karet (pulp, kertas dan
ban kendaraan bermotor), industri anorganik
(semen, kaca, batu tahan api, gas industri, soda, dan
lain-lain) dan bahan-bahan plastik, bahan peledak dan
bahan kimia organik untuk industri.
Industri agrokimia yang mencakup industri pupuk
dan industri, pestisida selama priode Repelita II
menunjukkan perkembangan yang menonjol.
Pada akhir tahun 1978 telah selesai dibangun pabrik
pupuk urea di Jawa Barat. Dengan demikian
kapasitas produksi pupuk urea di Indonesia menjadi 2,2
juta ton/tahun.

Sampai akhir Repelita II produksi pupuk di dalam


negeri meliputi pupuk urea dan pupuk Z.A. Produksi
pupuk urea pada akhir Repe- lita II mencapai 1.484,0
ribu ton. Jika dibandingkan dengan produksi pada
awal Repelita II, yang besarnya 115,7 ribu ton, maka
selama 5 tahun telah terjadi kenaikan sebesar
1.182,1%. Pupuk urea tersebut merupakan hasil
produksi pabrik-pabrik PUSRI dengan seluruh per-

515
luasannya (II, III, IV) di Palembang, pabrik pupuk
Petrokimia Gresik di Jawa Timur. Pada tahun 1977
dan 1978 telah terdapat surplus urea dari
produksi urea. Karena itu telah dilakukan ekspor ke
negaranegara ASEAN dan negara-negara tetangga
lainnya seperti India, Pakistan, Srilangka, Vietnam,
Bangladesh, Australia, New Zealand dan Zambia
dengan nilai keseluruhan ± US $ 81.498.000 .
Pada pertengahan tahun 1979 akan selesai
perluasan pabrik pupuk Petrokimia Gresik. Perluasan
ini akan memprodusir jenis pupuk phosohate dan
compound, yaitu TSP sebesar 330,000 ribu ton/tahun,
DAP 80,000 ribu ton/tahun dan NPK sebesar 50,000
ribu ton/tahun.
Dalam sektor industri pestisida pada awal Repelita
II beroperasi 2 buah pabrik formulasi dengan
jumlah kapasitas produksi 401 ton/ tahun. Pada akhir
Repelita II jumlah tersebut telah meningkat menjadi
10 buah pabrik dengan jumlah kapasitas produksi ±
1.1,800 ribu ton/ tahun. Jenis-jenis pestisida yang
diprodusir/formulasi adalah insektisida, herbisida,
rodentisida dan fungisida. Peningkatan kebutuhan
akan pestisida di dalam negeri sebagai pembasmi
hama penyakit tanaman dalam rangka program
pemerintah meningkatkan hasil produksi pa-ngan,
sudah dapat terpenuhi. Kebutuhan rata-rata setiap
tahun untuk pertanian dan perkebunan berkisar
antara 10,0 ton sampai 12,0 ribu 8 on.
Produksi pestisida pada akhir Repelita II
berjumlah 11,800 ribu ton, sedang pada awal Repelita II
baru mencapai 401 ton. Hal ini menunjukkan kenaikan
sebesar 2.842,6% .
Kemajuan-kemajuan di sektor industri kertas dalam
periode Repelita II ditandai dengan meningkatnya
volume produksi, jenis-jenis yang diproduksi dan
mutu. Tambahan jenis-jenis kertas yang dipro-
duksi meliputi kertas tissue, kertas bungkus dan coated
paper. Bahanbahan ini sebelumnya belum pernah
diproduksi. Peningkatan-pening-katan ini disebabkan
antara lain oleh bertambahnya jumlah pabrik
kertas. Jika pada Repelita I hanya terdapat 8 buah
perusahaan, maka dalam Repelita II tercatat 28
perusahaan yang beroperasi.Sungguhpun demikian
industri kertas di Indonesia baru dapat mencukupi ±
30% dari kebutulian.

516
Waktu ini pabrik-pabrik kertas yang ada seperti
Padalarang, Blabak, Leces. Basuki Rachmat dan Gowa
merupakan unit-unit inte grated yang memproduksi
pulp serat pendek untuk pemakaian sendiri.
Produksi kertas pada akhir Repelita II berjumlah
117,466 ribu. ton. Pada awal Repelita II baru dicapai
47,144 ribu ton. Hal ini me nunjukkan adanya
peningkatan produksi sebesar 149,1% dalam 5 tahun.
Sungguhpun demikian, dibandingkan dengan proyeksi
produksi untuk akhir Repelita II sebesar 201,2 ribu
ton, maka hasil yang di- capai selama Pelita II
masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini di sebabkan
karena industri kertas pada waktu ini tidak
menghasilkan, keuntungan yang banyak di samping
memerlukan investasi di bidang prasarana yang cukup
besar karena bahan mentahnya dalam bentuk jenis-
jenis kayu-kayu tertentu terdapat di daerah yang
masih sulit dijangkau.

Perkembangan industri ban ditandai dengan


kemampuannya memproduksi segala jenis design,
konstruksi dan ukuran ban yang up to date dan
diperlukan secara nasional seperti ban radial, ban-ban
off the road (traktor grader) yang banyak
dipergunakan di pertambangan, kehutanan dan
pembangunan jalan raya. Bahan baku utama karet
alam dipenuhi dari dalam negeri, sedang karet sintetis
yang dipergunakan sebanyak + 30% dari kebutuhan
karet masih diimpor.
Produksi ban pada akhir Repelita II mencapai
2.640,901 ribu buah. Pada awal Repelita II baru
dihasilkan 1.351,5 ribu buah, maka selama 5 tahun
telah dialami peningkatan sebesar 95,4%. Hal ini me -
mungkinkan beberapa jenis ban diekspor, antara lain
ban sedang, ban truck bladder dan ban sepeda
motor ke negara-negara Asean dan Australia.
Kelompok industri kimia organik menunjukkan
perkembangan yang cukup pesat pada akhir-akhir
51
7
tahun Repelita II. Selain jenis komoditinya bertambah,
kapasitasnya juga meningkat dari 1.856 ton/ tahun
pada awal Repelita II menjadi 156.464 ton/tahun pada
akhir Repelita II. Perkembangan yang sangat
menonjol terdapat pada jenis industri synthesis resin.
Jenis ini mulai dihasilkan pada tahun I Repelita II
dengan jumlah produksi 572 ton. Pada akhir Repelita
II telah
diproduksi 48.271 ribu ton. Hal ini menunjukkan
adanya kenaikan sebesar 8.338,9% selama 4 tahun.
Peningkatan yang menyolok ini dimulai pada tahun
1977/78. Pada tahun tersebut volume produksi telah
meningkat 874,3 % terhadap produksi tahun
sebelumnya. Komoditi lainnya yang penting dari
kelompok industri kimia organik adalah bahan
peledak. Jenis ini menunjukkan peningkatan sebesar
34,8% selama 5 tahun.
Namun demikian pada saat ini sebagian besar dari
kebutuhan bahan baku untuk industri kimia organik
dalam negeri masih harus diimpor, sehingga baik
harga maupun penyediaannya sangat tergantung pada
keadaan industri petrokimia di luar negeri. Untuk
mengatasi hal tersebut usaha-usaha untuk
membangun industri petrokimia Olefine
dan Aromatik terus dilakukan, sedang
pembangunannya direncanakan akan dilaksanakan
dalam Repelita III.
Perkembangan industri semen selama Repelita II
cukup menggembirakan. Dalam periode ini jumlah pabrik
semen telah mening- kat dari 3 menjadi 6
buah. Dengan bertambahnya pabrik ini, pro-duksi
meningkat dari 818,1 ribu ton pada awal Repelita II
menjadi 3.639,7 ribu ton pada akhir Repelita II. Hal
ini menunjukkan ada- nya kenaikan sebesar 344,8%
selama 5 tahun. Dengan peningkatan ini Indonesia
berubah dari negara pengimpor semen pada awal Repe-
lita II menjadi negara pengekspor semen pada akhir
Repelita II. pada waktu ini Indonesia telah
mengekspor semen sebanyak 104,2 ribu ton ke
Thailand, Saudi Arabia dan Bangladesh.
Industri kaca lembaran dan kaca mobil telah
meningkat dengan 98% selama Periode Repelita 11
dan telah diekspor ke Australia, Kapasitas kaca
lembaran dan kaca mobil pada akhir Repelita II
masing-masing 51,4 ribu ton dan 183,0 ribu m 3 .
Kemampuan pro-
51
8
uksi untuk memenuhi kebutuhan kurang dapat
memberikan gam-baran yang nyata, karena
tergantung pada jumlah model. Makin sedikit
modelnya, makin besar kemampuan memenuhi
kebutuhan, sedangkan pada saat ini jumlah model
banyak sekali.
Dengan selesainya perluasan PN Soda Waru,
kapasitas industri
oda dan asam chlori,da pada akhir Repelita II
mengalami pening-
katan 3 kali kapasitas awal Repelita II. Pada akhir
Repelita II kapa-sitas produksi soda dan asam
chlorida masing-masing 8.500 ton dan 5.300 ton.
Terbatasnya perkembangan industri soda disebabkan
terbatasnya pemakaian.
Perkembangan gas industri yang meliputi oksigen,
asam arang (CO z ), nitrogen, hitrugen, argon,
acetylene, dan lain-lain menunjuk-kan perkcmbangan
yang mantap selama periode Repelita II. Di samping
bertambahnya kapasitas jenis komoditi yang
diproduksi juga bertambah. Sekarang ini telah
dihasilkan produk baru, yaitu liquid oksigen.
Selama Repelita II produksi zat asam mengalami
peningkatan sebesar 55 % , asam arang 70% dan gas
acetylene 237,7°%.
Produksi aluminium sulfat dan asam sulfat telah
dapat meme-nuhi kebutuhan dalam negeri. Pada awal
Repelita II produksi diarahkan pada aluminium sulfat
karena kebutuhan asam sulfat pada waktu itu masih
terbatas. Pada akhir Repelita II terjadi peningkatan
yang cukup besar akan kebutuhan asam sulfat
sehingga pabrik- pabrik yang ada perlu diperluas.
Produksi asam sulfat telah meningkat sebesar
112,6% selama Repelita II dan aluminium sulfat 9,2%.
Pada akhir Repelita II produksi asam sulfat mencapai
37,6 ribu ton dan aluminium sulfat 18,8
ribu ton.
Pada Repelita I kebutuhan oksida seng (Zn O)
untuk industri ban, cat dan farmasi masih diimpor.
Dalam Repelita II kebutuhan tersebut telah dapat
dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Seng oksida
(Zn.O) ini mulai diproduksi di dalam negeri pada
tahun 1975/ 76 dengan volume produksi sebesar 133,1
ribu ton. Dalam jangka waktu 2 tahun, yaitu pada
tahun 1977/78 produksi telah meningkat menjadi
801,7 ribu ton. Hal ini berarti adanya kenaikan
sebesar 502,7% dalam 2 tahun. Kini telah disiapkan
langkah-langkah untuk mengekspor seng oksida (Zn
O).
51
9
Seperti halnya dengan industri lainnya, masalah
pokok yang dihadapi industri kimia dasar menyangkut
persoalan bahan baku/ penolong, bea masuk, pajak,
harga patokan dan lain-lain. Usaha
usaha perbaikan untuk mendorong perkembangan
industri dalam negeri terus dilakukan. Dalam
hubungan ini dapat dicatat usaha penyempurnaan di
bidang tarif dan harga patokan. Di samping itu
dalam rangka penyediaan bahan baku/penolong yang
berasal dari impor telah diberikan fasilitas
pembebasan/keringanan bea masuk, fasilitas
penggunaan usance L/C dan sistem pembukaan L/C
atas dasar PIF.
Pemasaran hasil-hasil industri kimia dasar yang
strategis telah mulai diatur dengan sistem tata niaga
yang menjamin stock nasional seperti halnya pada
komoditi pupuk dan senien atas dasar komersil .
Selain itu pelaksanaan sistem draw-back dengan
Sertifikat Ekspor dan diturunkannya bea impor dari
bahan baku impor keperluan industri merupakan
langkah-langkah yang sangat menunjang
perkembangan sektor industri kimia dasar.

5. Industri Kecil dan Pedesaan


Dalam rangka penyediaan bantuan teknis yang
lengkap dan terpadu bagi industri kecil dan pedesaan,
maka pada tahun 1974/75 telah lahir proyek
Bimbingan dan Pengembangan Industri Kecil (BIPIK).
Tujuan utama proyek ini adalah memheri bantuan ke-
pada para pengusaha industri kecil golongan ekonomi
lemah, ter-masuk para pengrajin, Jenis-jenis bantuan
meliputi pengembangan pelayanan penyuluhan
Industri, sehingga dapat dipenuhi keperluankeperluan
industri kccil dan pedesaan yang bersifat khusus di
seluruh tanah air. Dalam tiga tahun pertama (1975 -
1978) proyek BIPIK pada dasarnya menjalani
masa persiapan dan percobaan. Selama jangka
waktu ini diberikan latihan bagi para staf pelaksana
BIPIK, melakukan berbagai survai di beberapa daerah
pasaran, melakukan penelitian berbagai macam
komoditi, baik dengan kerjasarna perguruan tinggi
maupun lembaga-lembaga lain dan menciptakan suatu
sistem penyampaian bantuan teknis.
Hasil-hasil pokok yang dicapai dalam jangka waktu
tersebut adalah:
- dilakukannya usaha untuk menyusun masalah-masalah
industri kecil dan pedesaan dengan cara yang
lebili sistematis;

520
- dilaksanakauuya berbagai macam survai;
- diselesaikannya sejumlah profile proyek industri kecil;
- dikumpulkannya masalah-masalah khusus serta
dilakukan pende- katan-pendekatan yang mungkin
untuk penyelesaiannya.
Kiranya masih terlalu dini untuk mengukur
pengaruh-pengaruh bantuan proyek BIPIK dalam tiga
tahun pertama tersebut, karena belum selesainya
dibentuk suatu sistim monitoring guna pengukur-
annya.
Pengalaman membuktikan betapa sulitnya
menyebarkan bantu- an ke sejumlah besar industri
kecil dan pedesaan yang menghadapi beraneka ragam
permasalahan dan terpencar-pencar pula tempatnya,
balikan kadang-kadang berada di daerah yang sulit
dijangkau. Sehubungan dengan hal tersebut telah
diusahakan untuk menggunakan semaksimal mungkin
sumber daya dan stafnya dengan mengembang-kan
suatu cara penyampaian bantuan yang dapat mencapai
sebanyak mungkin industri kecil dan pedesaan.

Saluran-saluran penyampaian tersebut terdiri dari :


- Pusat Pengembangan Industri Kecil di
wilayah;
- Pusat Pelayanan Teknis;
- Pendidikan dan Latihan
keusahawanan/kewiraswastaan.
Kegiatan proyek BIPIK di pusat-pusat yang
berjumlah 32 buah, itu ditilik beratkan pada Iatihan
kewiraswastaan, pemberian nasehat mengenai
management (pengelolaan usaha), pemasaran,
penyebaran bahan mcntah dan peralatan.
Pusat Pengembangan Industri Kecil (BIPIK) yang
pertama di dirikan dalam tahun. 1976/77 di
Yogyakarta untuk wilayah yang meliputi Jawa Tengah
dan sebuah lagi di Surabaya yang meliputi wi- layah
Jawa Timur scbagai percobaan dengan dibantu oleh
UNIDO. Pusat-pusat ini berfungsi untuk membantu
tugas-tugas Tenaga Penyuluh Lapangan (TPL) dan
pusat-pusat pelayanan dalam kegiatankegiatannya di
lapangan serta sebagai sarana yang permanen untuk
keperluan latihan tingkat wilayah bagi para Tenaga
Penyuluh La-pangan.

521
Pusat Pelayanan Teknis (PPT) berada sangat dekat
pada perangkat produksi industri kecil dan pedesaan.
Di tempat ini TPL BIPIK melaksanakan kursus, latihan
bagi perusahaan industri kecil dan pedesaan yang
berada di daerah tersebut. Di samping itu PPT menye -
diakan bengkel kerja bersama atau sarana produksi
bersama, melakukan pembelian bersama secara
jumlah besar untuk bahan mentah. PPT mengadakan
pula peralatan/mesin-mesin untuk keperluan latih an
dan produksi serta mendemonstrasikan teknologi dan
mesin-me- sin baru yang dapat dipergunakan
dalam lingkungan setempat.
Pusat Pelayanan Teknis yang khusus untuk
membantu dalam pengembangan produk-produk
khusus telah didirikan pula dan lebih banyak lagi
akan didirikan sesuai dengan keperluan. Di Ceper,
Jawa Tengah telah didirikan sebuah Pusat Pelayanan
guna menyediakan lebih banyak sarana yang khusus
untuk pekerjaan mesin hasil pengecoran + 104 buah
perusahaan pengecoran kecil dalam daerah tersebut.
Barang-barang yang dihasilkan dari pengerjaan
mesin hasil pengecoran tersebut adalah pompa air,
mesin jahit dan mesin penggilingan beras ukuran
kecil. Pusat Pelayanan ini juga mendapat pe-sanan-
pesanan dan kadang-kadang mengatur
pembelanjaan/pembiayaan untuk melaksanakan
pesanan tersebut. Pusat-pusat yang serupa sedang
dibangun di empat daerah lainnya untuk
meningkatkan mutu, rancangan dan pemasaran
barang-barang logam, besi dan bukan be- si,
komponen elektronika dan hasil tempaan.
Proyek BIPIK dewasa ini sedang mengembangkan
usaha pembuatan kapal-kapal kayu hingga mencapai
kemampuan 40 ton yang dipergunakan untuk
penangkapan ikan dan angkutan pedalaman. Pusat- -
pusat pelayanan mendemonstrasikan bagaimana
membangun kapal. Pusat-pusat Pelayanan ini telah
didirikan di Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan,
Sumatera Utara, Riau, Padang, Samarinda, Kendari
dan Gresik. Diharapkan bantuan teknik dalam
perancangan dan pengerjaan kapal yang diberikan
akan mengarah pada pembuatan kapal secara lokal
dengan harga yang murah.
Pusat Pelayanan Teknis jenis lain yang telah
didirikan adalah untuk produksi garam. Sampai saat
ini telah didirikan 5 buah Pusat Produksi Garam
dengan lokasi di daerah-daerah pantai pulau Jawa,

522
Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Tujuan
pusat ini adalah untuk memberikan petunjuk kepada
penduduk setempat bagaimana menghasilkan garam
secara ekonomis dan bagaimana memberikan yodium
pada garam tersebut sebelum menjualnya ke pasar-
pasar lokal.
Selanjutnya sejak tahun 1976 BIPIK telah
menyelenggarakan pula program latihan
Achievernent Motivation Training (AMT) untuk
industri kecil di Ujung Pandang, Medan, Surakarta,
Banjar Baru, Surabaya dan Bandung. Training ini
ditujukan untuk meningkatkan sikap mental dan jiwa
kewiraswastaan, pengusaha industri kecil setempat.
Hasil sementara dari pengolahan evaluasi
menunjukkan 80% peserta menyatakan bertambah
maju usahanya. Kemajuan ini 60% - 65 %
adalah akibat AMT, 10 % - 15 % akibat kursus
manage- ment dan kursus lain, 20% - 30% akibat
Peraturan Pemerintah dan situasi ekonomi.
Kemajuan tersebut menyebabkan peningkatan
penyerapan tena- ga kerja sebesar 10% per tahun,
peningkatan penggunaan modal 15%,
peningkatan penjualan fisik 20% dan 30% dari yang
dibina telah mulai menikmati KIK dan KMKP.
Melihat hasil tersebut program ini akan lebih
digalakkan di masa mendatang dengan
perbaikan metode, kombinasi kurikulum, dan
sebagainya.

B. PERTAMBANGAN

1. Pendahuluan
Kegiatan eksplorasi yang meluas selarna masa
Repelita I, baik untuk minyak dan gas bumi, maupun
untuk mineral lain, telah menga-kibatkan beberapa
proyek pertambangan baru telah berhasil dibangun
selama periode Repelita II. Meskipun kemudian, sebagai
akibat dari- pada resesi ekonomi dunia laju
pembangunan tersebut mengalami kemerosotan, namun
pembangunan sektor pertambangan secara kese-
luruhan telah berhasil mencapai sasaran pokok
Repelita II bidang

523
pertambangan yaitu melaksanakan diversifikasi usaha, di
samping meningkatkan usaha pengolahan hasii
tambang di dalam negeri.
Apabila pada akhir masa Repelita I sektor
pertambangan baru menghasilkan kurang lebih 55%
dari seluruh penghasilan devisa Indonesia, maka
selama masa Repelita II angka tersebut telah
meningkat menjadi lebih kurang 72%. Sampai saat ini
berbagai hasil tambang utama Indonesia semata-mata
dihasilkan untuk keperluan pasaran luar negeri,
seperti misalnya bijih nikel dan feronikel, konsentrat
tembaga serta bauksit. Dari produksi minyak bumi
yang berjumlah rata-rata 1,5 juta barrel perhari,
keperluan bahan bakar minyak untuk dalam negeri
berjumlah kurang dari seperlimanya dan selebihnya
adalah untuk ekspor. Demikian pula halnya dengan
timah, dari produksi tahunan sebesar lebih kurang
25.000 ton, keperluan untuk pasaran dalam negeri
rata-rata hanya sekitar 500 ton setahun. Gas bumi
yang semula ba-nyak terbuang, dalam beberapa tahun
terakhir ini sudah semakin banyak dimanfaatkan
untuk keperluan produksi, baik sebagai bahan mentah,
antara lain untuk pembuatan pupuk urea maupun
sebagai bahan bakar yang bernilai tinggi. Dalam pada
itu gas bumi yang tidak berasosiasi dengan
minyak, telah berhasil diekspor sejak tahun 1977
dalam bentuk "liquefied natural gas" atau gas alam
yang dicairkan.
Bahan tambang non logam, seperti kaolin, batu
gamping, pasir kwarsa, dolomit dan lain sebagainya
merupakan bahan baku untuk berbagai jenis industri di
dalam negeri. Karenanya perkembangan bahan
tambang non-logam ini tergantung pada tingkat
industrialisasi, khususnya industri bahan bangunan dan
industri kimia.
Bahan galian batubara yang selama dua dekade
merupakan sumber energi yang tersisihkan oleh
minyak bumi, dapat diharapkan akan kembali
merupakan sumber energi yang akan banyak
dipergunakan dengan meningkatnya harga minyak dan
gas bumi.
Selama masa Repelita II kegiatan-kegiatan
inventarisasi dan pe-nyelidikan mineral masih terus
dilaksanakan sebagai kelanjutan ke-giatan-kegiatan
yang telah dilaksanakan dalam Repelita I. Inventarisasi
dan penyelidikan tersebut di atas meliputi kegiatan-
kegiatan pemetaan

524
geologi, penyelidikan geologi dan penyelidikan
eksplorasi guna menentukan daerah-daerah
mineralisasi serta mencari cadangan-cadangan ba-ru
mineral.
Penelitian terapan dan pengembangan teknologi
telah pula dilakukan dalam usaha mendapatkan cara-
cara pemanfaatan, pengolahan mineral dan
penggaliannya untuk mendorong pengembangan
usahausaha pertambangan di dalam negeri. Sejalan
dengan itu telah pula dilakukan penyempurnaan
pengaturan, pengawasan, pembinaan dan penyuluhan
pada usaha-usaha pertambangan.
Inventarisasi masalah lingkungan yang diakibatkan
oleh kegiatan pertambangan terus dilakukan, dan
hasilnya perlu dilakukan peneli- tian-penelitian lebih
lanjut guna menentukan pengaturan langkah-langkah
pencegahan akibat-akibat yang merugikan.
Dalam usaha meningkatkan kernampuan perusahaan
untuk mela- kukan pencegahan kecelakaan kerja dan
pemeliharaan lingkungan kerja yang aman maka
telah dilakukan pengadaan pendidikan dan la- tihan
keterampilan di bidang keselamatan kerja
pertambangan.
Dana yang dibutuhkan untuk mengembangkan
usaha pertambang-an adalah sangat besar. Dengan
terbatasnya modal dan dan dalam negeri, maka di
bidang pertambangan masih tetap dibuka kesem-
patan modal asing untuk ikut mengembangkan
pertambangan di Indonesia. Sejalan dengan itu
penyempurnaan pengaturan dan pengawasan
penanaman modal asing baik yang dewasa ini telah
beroperasi mau- pun yang akan datang terus
ditingkatkan.
Berikut ini diberikan gambaran secara singkat
mengenai perkem- bangan hasil-hasil di bidang
pertambangan selama periode 1973/74 - 1978/79
seperti yang tampak pada Tabel VIII - 4.

2. Perkembangan Hasil

Pertambangan a. Minyak

bumi
Produksi minyak bumi Indonesia pada tahun pertama
Repelita II berjumlah 485 juta barrel yang terus
meningkat pada tahun-tahun

525
TABELVIII – 4
PRODUKSI HASIL – HASIL PERTAMBANGAN,

REPELITA II
Jenis bahan Galian Satuan I973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79

560,3 616,0 589,2


Minyak mentah juta barrel 508,4 485,5 497,9

Timah rib u ton 22,6 24,8 24,3 22,1 23,8 2 ,9

Batu bara ribu toa 145,9 171,6 204,0 133,3 248,5 256,0

Bauksit ribu ton 1.204,7 1.284,2 935,8 1.043,5 1,221,3 964,9

Nikel ribu ton 939,9 781,1 751,2 1.177,4 1.316,7 1.178,0

kg. 327,3 260,0 321,5 349,2 252,3 220,3


Emas
ton 8,4 6,1 4,2 3,1 2,6 2 ,2
Perak

Pasir besi ribu ton 321,7 349,2 346,2 299,7 317,2 120,2

tembaga ribu ton


146,6 208,1 210,0 212,2 165,8 184,9

1973/1974 – 1978/1979
526
berikutnya dan mcncapai produksi 589 juta barrel
pada tahun terakhir Repelita II. Peningkatan minyak
bumi tersebut antara lain karena adanya Iapangan-
lapangan minyak baru yang diketemukan sebagai
hasil eksplorasi selama Repelita I dan II, di samping
meningkatnya usaha secondary recovery.

Kegiatan perminyakan di lepas pantai


menunjukkan hasil yang menggembirakan. Produksi
lapangan minyak lepas pantai terus me- ningkat
setiap tahunnya. Jika pada tahun 1973 produksi
lapangan mi- nyak lepas pantai berjumlah 13 %, maka
pada tahun 1977 produksi. mencapai puncak
berjumlah 35,7 %, walaupun menurun pada tahun
1978 yaitu menjadi sebesar 33,4 %.

Produksi

Pada tahun 1978/79 ada sedikit penurunan


produksi yaitu untuk. produksi lapangan lepas pantai,
sedangkan untuk produksi minyak di. lapangan
daratan menunjukkan suatu kenaikan.

Kenaikan rata-rata per tahun hanyalah sebesar 5,2


% yang ber- arti tidak mencapai sasaran yang
diharapkan yaitu kenaikkan produk- si rata-rata 8 %
setahun. Tidak tercapainya sasaran tersebut disebab -
kan karena adanya resesi ekonomi dunia pada tahun
1974 yang terus membawa pengaruh pada tahun-
tahun berikutnya dan juga karena. menurunnya
kegiatan eksplorasi. Penurunan kegiatan eksplorasi
ini hanya bersifat sementara dan kini telah pulih
kembali.

Dalam pada itu telah diambil langkah-langkah


untuk lebih meningkatkan kegiatan eksplorasi, antara
lain dengan pemberian insentif kepada para
kontraktor minyak, yang hasilnya cukup
menggembirakan. Dengan adanya kebijaksanaan baru
tersebut, mulai tahun 1979 dirasakan adanya kegiatan
eksplorasi yang meningkat. Tabel VIII - 5
menggambarkan produksi minyak bumi tahun
1973/74 - 1978/79.

527
TABEL, VIII – 5
PRODUKSI MINYAK BUMI,
1973/74 - 1978/79
(jutaan barrel)
tahun Produk
si
1973/74 508,4
1974/75 485,5
1975/76 497,9
1976/77 568,3
1977/78 616,0
1978/79 589.2
Pengilangan
Pengilangan minyak mentah pada tahun pertama
Repelita II berjumlah 115,0 juta barrel, sedangkan
pada tahun ke-lima Repelita II jumlah pengilangan
minyak mentah mencapai 158,0 juta barrel.
Dalam tahun 1978/79 jumlah minyak mentah yang
diolah dikilang minyak dalam negeri mengalami
penurunan menjadi 106,0 juta barrel. Hal tersebut
disebabkan adanya kesulitan pemasaran LSWR ke luar
negeri, sehingga ruenyebabkan pengilangan minyak
mentah yang dilakukan di dalam negeri berkurang.
Sedangkan jumlah minyak mentah yang
dilaksanakan pengolahannya di Singapura dan
Malaysia (processing-deal) berjumlah 52,4 juta
barrel yang berarti lebih besar dari tahun
sebelumnya.
Tabel VIII - 6 memperlihatkan perkembangan
pengilangan minyak yang diolah di dalam dan di luar
negeri tahun 1973/74 - 1978/79.
528
GIRAFIK VIII - 4
PRODUKSI MINYAK BUMI
1973/74 - 1978/79
616,0
589,2
1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79
REPELITA II

529
TABEL VIII - 6
PENGILANGAN MINYAK BUMI,
1973/74 - 1978/79
(jutaan barrel)

Kilang Kilang Jumla


Tahun
dalam negeri luar negeri h

128,9
1973/74 118,1 10,8
1974/75 87,1 28,4 115,5
1975/76 86,6 31,2 117,8
1976/77 84,7 31,9 116,6
1977/78 116,2 45,1 161,3
1978/79 105,8 52,4 158,2
Ekspor
Pada tahun pertama Repelita II ekspor nninyak
bumi dan hasil minyak berjumlah 406,9 juta barrel,
dan pada tahun terakhir men-capai jumlah 508,7 juta
barrel.
Realisasi ekspor minyak bumi (crude oil) selama
Repelita II setiap tahunnya mengalami kenaikan rata-
rata sekitar 5,04%, namun masih berada di bawah
target yang ditentukan. Hal tersebut antara lain
disebabkan oleh karena adanya krisis moneter dunia
yang terjadi pada awal Repelita II, sehingga
kebutuhan dunia akan minyak bumi secara
keseluruhan menurun dari trend yang normal.
Menurunnya kebutuhan tersebut juga disebabkan
oleh adanya faktor kenaikan harga yang besar sekali
pada awal Repelita II yaitu sekitar 400%. Sungguhpun
demikian dengan adanya perbaikan-perbaikan
perekonomian dunia setelah tahun pertama Repelita
II, maka untuk tahun-tahun berikutnya angka ekspor
secara kwantitatip menunjukkan perbaikan-perbaikan
yang berarti dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya.
Tabel VIII - 7, menunjukkan ekspor minyak bumi
dan hasil minyak tahun 1973/74 - 1978/79.

530
TABEL VIII-7
EKSPOR MINYAK BUMI DAN HASIL MINYAK,
1973/74 - 1978/79
(jutaan barrel)

Tahun Minyak Bumi Hasil Minyak Jumla


h
1973/7 380,0 59,1 439,1
4
1974/7 369,6 37,3 406,9
5
1975/7 383,6 40,9 424,5
6
1976/7 *) 449,1 37,7 486,8
7
1977/7 *) 483,6 51,6 535,2
8
1978/7 462,8 45,9
9
*) Angka diperbaiki.

Pemasaran dalam

negeri.
Pola kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) untuk
dalam negeri yang besar adalah avtur, kerosine dan
solar, yang meliputi sekitar 60% dari jumlah seluruh
kebutuhan BBM, sedangkan kilang dalam negeri hanya
memprodusir sekitar 35% dari minyak yang diolah yaitu
untuk avtur, kerosine dan solar.
Secara keseluruhan realisasi kebutuhan BBM dalam
negeri pada masa Repelita II lebih kurang 3,5%
melebihi sasaran. Hal ini dise- babkan karena banyak
proyek-proyek besar telah mulai beroperasi. di
samping adanya kegiatan ekonomi yang menyebabkan
meningkat- nya bidang transportasi.
Tabel VIII - 8 di bawah ini menggambarkan
pemasaran hasil minyak bumi di dalam negeri
tahun 1973 - 1978.
b. Gas Bumi

532
Pada masa Repelita I pemanfaatan gas bumi masih
terbatas hanya untuk gas-lift dalam produksi minyak
bumi dan sedikit untuk produksi pupuk urea. Dalam
Repelita II penggunaannya lebih berkembang lagi,
yaitu sebagai sumber-daya hydrokarbon untuk
ekspor, sebagai bahan
532

532
9 - IIIA NIdVNJ
TABEL VIII - 8
PEMASARAN HASIL MINYAK BUMI DI DALAM NEGERI,
534

1973 - 1978
(ribu barrel)

J e n i s 1973 1974 1975 1976 1977 xx) 1978

Bahan bakar minyakX) 60.293 69.642 78.826 88.872 101.563 112.300

Bahan pelumas 631 634 630 736 795


755
Hasil-hasil khusus
dan bahan kimia
953 1.139 980 1.000 1.365 1.769

x) Termasuk aviation Gasoline dan Bunker oil yang dijual untuk


kapal terbang d.an kapal laut asing yang berlabuh di pelabuhan Indonesia.
xx) Angka diperbaiki.
baku (feed-stock) pupuk urea serta pendukung utama
energi di samping minyak bumi.
Produksi dan pemanfaatan gas bumi setiap tahunnya
menunjukan peningkatan. Apabila pada tahun 1974
produksi dan pemanfaatan gas bumi berjumlah 202,3
juta MCF dan 72,2 juta MCF, maka pada tahun 1978
produksi dan pemanfaatan masing-masing mencapai
jumlah 820,1 juta MCF dan 596,6 juta MCF.
Tabel VII - 9 memperlihatkan produksi dan
pemanfaatan gas bumi tahun 1973 - 1978.

TABEL VIII - 9.
PRODUKSI DAN PEMANFAATAN GAS BUMI,
1973 - 1978
(jutaan MCF).

Tahun Produksi Pemanfaa


tan
197 186.1 52,8
3
197 202,3 72,2
1974 222,3 82,4
1975 312,4 88,1
1976 542,8 282,9
1977 820,1 596,6
c. 8
Batu bara
Produksi batubara Indonesia pada saat ini
dihasilkan dari dua unit penambangan yaitu
Ombilin, Sumatera Barat dan Bukit Asam, Sumatera
Selatan. Dengan terjadinya kritis minyak pada tahun
per- tama Repelita II, maka batubara kembali menjadi
perhatian utama sebagai bahan bakar pengganti
minyak. Usaha-usaha rehabilitasi dan pengembangan
tambang terus ditingkatkan. Kalau pada tahun per-
tama Repelita II produksi baru mencapai jumlah 171,6
ribu ton, maka pada akhir Repelita II produksi
meningkat menjadi 256,0 ribu ton. Peningkatan
produksi pada dua tahun terakhir Repelita II, berkat
telah dipergunakannya peralatan-peralatan baru.

53
6
GRAFIK V I I I - 8
PRODUKSI -DAN PEMANFAATAN GAS BUMI,
1973-1978

Produksi Pemanfaatan

537
Tabel VIII - 10 memperlihatkan produksi batubara
tahun 1973/74 - 1978/79.

TABEL VIII - 10
PRODUKSI BATUBARA
1973/74 - 1978/79
(ribuan ton)

Tahun Produk
si
1973/74 145,9
1974/75 171,6
1975/76 204,0
1976/77 183,3
1977/78 248,5
1978/79 256,0
d. Timah

Penambangan timah sampai saat ini masih tetap


dilakukan dipulau Bangka, Belitung, Singkep, Karimun
dan di daerah Bangkinang. Penambangan timah
dilaksanakan oleh PT Tambang Timah, perusahaan
swasta nasional . dalam rangka kontrak dengan PT.
Tambang Timah dan perusahaan asing dalam rangka
kontrak kerja dengan pemerintah.

Produksi
Realisasi produksi logam timah selama Repelita II
terus mening-kat; jika pada tahun 1974/75 produksi
baru mencapai jumlah 15.000 ton, maka tahun kelima
Repelita II produksi logam timah meningkat menjadi
24.350 ton. Hal itu dikarenakan perluasan pabrik
peleburan di Muntok dengan 3 tanur dengan fasilitas-
fasilitasnya dapat diselesai- kan dalam tahun
1976/1977. Tabel VIII - 11 berikut ini memperlibatkan
produksi bijih dan logam timah 1973/74 - 1978/79.
53
8
TABEL VIII - 11
PRODUKSI BIJIH DAN LOGAM TIMAH
1973/74 - 1978/79
(ribuan ton)

Tahun Bijih timah Logam


1973/74 22,6 timah
14,8
1974/75 24,8 15,0
1975/76 24,3 18,8
1976/77 22,1 23,2
1977/78 23,8 24,6
1978/79 23,9 24,3
Ekspor

Ekspor logam timah pada tahun pertama Repelita


II berjumlah 14,8 ribu ton. Jumlah ekspor terbesar
adalah dialami pada tahun 1976/77 yaitu berjumlah
26,5 ribu ton, kemudian sedikit menurun pada dua
tahun berikutnya.
Sejak tahun 1976/77 ekspor timah seluruhnya
berupa Logam timah, karena paberik peleburan timah
di dalam negeri telah mampu melebur seluruh bijih
timah yang dihasilkan.
Dalam tahun 1977/78 jumlah ekspor sedikit
menurun jika dibanding dengan tahun sebelumnya,
dan pada tahun 1978/79 jumlah ekspor meningkat
kembali menjadi 25,6 ribu ton. Tabel VIII - 12 mem-
perlihatkan ekspor bijih dan logam timah tahun
1973/74 - 1978/79, sedangkan perkembangan
penjualan logam timah di dalam negeri selama masa
1973/74 - 1978/79 dapat dilihat pada Tabel VIII -
13.

e. Nikel
Penambangan bijih nikel dilaksanakan oleh Unit
Pertambangan Nikel PT. Aneka Tambang di daerah
Pomalaa, Sulawesi Tenggara dan pada tahun 1978
telah pula dipersiapkan pengembangan tambang baru
di pulau Gebe.

54
0
GRAFIK VIII-10
PRODUKSI BIJIH DAN LOGAM TIMAH
1973/74 – 1978/79
(ribuan metrik ton)

Bijih timah logam timah


REPELITA
TABEL VIII - 12
542

EKSPOR BIJIH DAN LOGAM TIMAH,


1973/74 - 1978/79
(ribuan ton)
'. Bijih timah Logam Timah Jumlah

1973/74 6,4 14,6 21,0

1974/75 8,8 14,8 23,6

1975/76 6,3 14 ,4 20 ,7 x)

-
1976/77 26,5 26,5
-
1977/78 24,3 24,3
-
1978/79 25,6 25,6

x) Angka diperbaiki.
TABEL VIII - 1 3

PENJUALAST LOGAM TIMAH DI DALAM NEGERI,

19 7 3 /7 4 - 1 9 7 8 /7 9
(ribuan kilogram)

Tahun Penjualan

1973/74 511,1

1974/75 323,1

1975/76 440,1

1976/77 540,7

1.977/78 423, 5

1978/79 41 6 , 4

543
Produksi dan ekspor

Produksi bijih nikel pada tahun pertama dan kedua


Repelita II mengalami penurunan dan baru pada
tahun ketiga mulai adanya pe-

ningkatan produksi. Produksi pada tahun terakhir


Repelita II berjum- lah 1.178,0 ton yang sedikit
berada di bawah tingkat produksi tahun sebelumnya.
Sedangkan ekspor kecuali tahun kedua dan ke-
empat Repelita II menunjukkan peningkatan dan pada
akhir tahun Repelita II ekspor mencapai jumlah 887,6
ribu ton. Tabel VIII-14 memperlihatkan pro- duksi
dan ekspor bijih nikel 1973/74 - 1978/79.

TABEL VIII - 14
PRODUKSI DAN EKSPOR BIJIH NIKEL,
1973/74 - 1978/79
(ribuan ton)

Tahun Produksi Ekspo


989,9 r
830,4
1973/7
1974/7 781,1 853,2
5
1975/7 751,2 707,6
6
1976/7 1.177,4*) 924,5
7
1977/7 1.316,7 830,0
8
1978/7 1.178,0 887,6
9
*) Angka

diperbaiki.

Perkembangan
baru

Sejak tahun 1976 di Pomalaa, Sulawesi Tenggara,


PT. Aneka Tambang telah mengoperasikan pabrik
pengolahan bijih nikel menjadi ferronikel yang
berkadar 20% nikel. Produksi dan ekspor dari tahun
1975/76 - 1978/79 dapat dilihat pada Tabel VIII - 15.
546
TABEL VIII - 15
PRODUKSI DAN EKSPOR NIKEL DALAM FERRONIKEL
(ton)

Tahun Produksi Ekspo


r
1975/7 476,5 -
1976/7 4.343,7 4.041
7
1977/7 4.820,7 ,0
4.869
8
1978/7 4.403,8 ,0
5.112
9
Penambangan dan pengolahan bijih nikel juga,0
dilaksanakan oleh PT. INCO di Soroako, Sulawesi
Selatan. Pada tahun 1977 pabrik yang mengolah. bijih
nikel menjadi nikel matte berkadar 75% telah mulai
beroperasi dengan produksi nikel dalam nikel-matte
sebesar 2.077 ton Pada tahun 1978 produksi baru
mencapai 5.729 ton. Kapasitas proyek ini direncanakan
akan menghasilkan 45.000 ton nikel dalam nikel-matte
yang seyogyanya sudah akan tercapai pada tahun
1979, tetapi karena persoalan teknis diharapkan baru
akan tercapai pada tahun 1981.

f. Bauksit
Dewasa ini penambangan bauksit dilaksanakan
oleh Unit Pertambangan Bauksit PT Aneka Tambang di
daerah Kijang, pulau Bintan dan sekitarnya dengan
cara tambang terbuka.

Produksi dan ekspor


Produksi dan ekspor talrun pertama Repelita II
melampaui sa-saran, yaitu sebesar 1.284,2 ribu ton.
Tetapi pada tahun 1975/76 produksi menurun menjadi
935,8 ribu ton, hal ini disebabkan ada- nya resesi
ekonomi yang melanda dunia. Pada tahun 1976/77 pro-
duksi meningkat kembali menjadi 1.048,5 ribu ton
sedikit di bawah angka proyeksi Repelita II. Dan pada
tahun 1977/78 produksi meningkat lagi menjadi
1.221,8 ribu ton yang berarti melampaui angka
proyeksi Repelita 11, namun ekspor masih sedikit
berada di bawah angka proyeksi yaitu 1.151,9 ribu
ton. Dalam tahun terakhir Repe-

548
lita II angka produksi dan ekspor masing-masing sebesar 964,9 ribu
ton dan 981,6 ribu ton. Penurunan produksi disesuaikan dengan ke -
butuhan ekspor di samping terbatasnya tempat penampungan. Se-
dangkan turunnya ekspor disebabkan masih terpengaruh oleh krisis
energi dan belum terbukanya diversifikasi pemasaran baru.
Tabel VIII - 16 memperlihatkan angka produksi dan ekspor
bauksit tahun 1973/74 - 1978/79.

TABEL VIII - 16.

PRODUKSI DAN EKSPOR BAUKSIT.


1973/74 - 1978/79
(ribuan ton)

Tahun Produksi Ekspor

1973/74 1.204,7 1.266,4


1974/75 1.284,2 1.267,3
1975/76 935,8 919,8
1976/77 1.048,5 1.105.7
1977/78 1.221.8 1.151,9
1978/79 964.9 981,6

g.Pasir besi
Penambangan pasir besi di pantai Cilacap dan Pelabuhan Ratu
dilakukan oleh Unit Pertambangan Pasir Besi PT Aneka Tambang.

Produksi dan ekspor


Produksi dan ekspor pasir besi selama masa Repelita II tidak
dapat mencapai angka proyeksi 400.000 ton pertahun. Hal tersebut
disebabkan kesulitan dalam mengekspor pasir besi ke Jepang, kare-
na sejak terjadinya krisis minyak sampai terjadinya resesi dalam
produksi besi baja sekarang ini, situasi pemasaran pasir besi tidak
membaik.

549
Pada tahun 1977/78 kesulitan pemasaran pasir besi memuncak,
yang mengakibatkan penurunan pemakaian pasir besi, sehingga pro -
duksi pada tahun 1978/79 diperkirakan menurun drastis menjadi
120,2 ribu ton, sedangkan ekspor diperkirakan menurun menjadi 66,5
ribu ton. Sementara itu sejak tahun 1975/76 produksi pasir besi
melayani kebutuhan bagi pabrik-pabrik semen yang baru didirikan.
Tabel VIII - 17 memperlihatkan produksi dan ekspor pasir besi
tahun 1973/74 -1978/79.

TABEL VIII - 17
. PRODUKSI DAN EKSPOR PASIR BESI,
1973/74 - 1978/79
(ribuan ton)

Tahun Produksi Ekspor

1973 / 74 321,7 283,6


1974/75 349,2 348,0
1975/76 346,2 290.1
1976/77 299,7 276,9
197?/78 317,2 219,2
1978/79 120,2 66,5
h. Emas dan Perak
Satu-satunya tambang emas yang dewasa ini masih berproduksi
ialah tambang emas di daerah Cikotok yang diusahakan oleh Unit
Pertambangan Emas Cikotok, PT Aneka Tambang.
Emas dan perak selain dihasilkan oleh tambang Cikotok, juga dihasilkan
oleh Freeport Indonesia Inc. sebagai unsur logam yang terkandung dalam
konsentrat tembaga yang dihasilkan dari tambang tembaga di Tembagapura,
Irian Jaya. Selain daripada itu emas dan perak juga dihasilkan oleh beberapa
perusahaan tambang kecil (tambang rakyat) dengan cara-cara sederhana.

551
GRAFIK VIII – I5
PRODUKSi DAN EKSPOR PASIR BESI,
1968169, 1913/74 1978/79
552

o N

1977/78 1978/79
1974/ 5 1975/76 1976/77

Produksi R E P E L I T A II II
Ekspor
T AB E L V I I I - 1 8
PPIODUK'SI, VOLUME EKSPOR DAN PENJUALAN PERAK DALAM
NEGERI, 1973/74 - 1978/79
(kilogram)

Volume Ekspor Penjualan


Tahun Produksi
d alam ne ger i

1973/74 8.426 7.300 3.800


1974/75 6.129
4.000 2.136

1975/76 4.224 1.000


331

1976/77 3.8 71
3.138

1977/78 2.788 - 3,067 X)


1978/79 2.216
- 2.397
553

x) Angka diperbaiki
TABEL VIII-19
PRODUKSI DAN PENJUALAN DALAM NEGERI LOGAM EMAS
1973/74 - 1978/79
(kilogram)

Penjualan
Tahun Produksi
dalam negeri

1973/74 327,3 324,0


1974/75 260,0 262,5

1975/76 321,5x) 290,0

1976/77 349 2x) 398,0


252,3
1977/78 269,0 x)
1978/79 220,3 250,9
555

x) Angka diperbaiki
Selama masa Repelita II dialami kesulitan untuk
mencapai target produksi emas dan perak. Hal ini
disebabkan oleh karena adanya perobahan komposisi
bijih yang ditambang, sehingga recovery terutama
perak sangat menurun. Disamping itu ada kesulitan
sehubungan dengan masalah penambangan serta
persediaan cadangan yang telah menurun ditempat
penambangan utama Cikotok, selanjutnya
penambangan beralih dan dipusatkan di Cirotan.

Dalam inasa Repelita II kegiatan pengolahan emas


dan perak di Unit Pemurnian dan Pengolahan
Logam Mulia, PT Aneka Tambang cukup baik.
Peningkatan kegiatan ini terutama berasal dari pihak
keti- ga, sedangkan pemurnian yang berasal dari
tambang Cikotok menunjukkan gejala menurun.
Sejalan dengan peningkatan pekerjaan pengolahan
dan pemurnian dari pihak ketiga tersebut, maka
dipikirkan pula pembuatan produkproduk lainnya
seperti Electrolytic Manganese Dioxide, Zine Oxide
dan aloy-aloy lainnya.
Pada tahun 1977/78 pabrik pengolahan dan
pemurnian emas dan perak yang terletak di pusat kota
telah dipindahkan ke Pulo Gadung. Tabel VIII-18
memperlihatkan Produksi, Volume Ekspor dan Penju-
alan Perak Dalam Negeri, sedangkan tabel VIII - 19
memperlihatkan Produksi dan Penjualan Dalam Negeri
Logam Emas tahun 1973/74 - 1978/79.

i. Tembaga

Penambangan bijih tembaga sampai saat ini masih


tetap diusahakan di Tembagapura, Irian Jaya. Produksi
tembaga dalam tahun 1977 dan 1978 terus menurun
sejalan dengan merosotnya harga tembaga yang
terjadi pada pertengahan tahun 1974, sebagai akibat
adanya re-sesi ekonomi yang melanda dunia yang
menyebabkan menumpuknya stock tembaga di
pasaran.

Tabel VIII-20 memperlihatkan produksi dan volume


ekspor konsentrat tembaga tahun 1973 - 1978.
557
TABEL VIII - 20
PRODUKSI DAN VOLUME EKSPOR KONSENTRAT
TEMBAGA, 1973 - 1978.
(ribuan ton kering)

Tahun Produksi Volume


1973 125,9 ekspor
114,2
1974 212,6 207,2
1975 201,3 194,2
1976 223,3 216,8 x)
1977 189,1 220,6
1978 180,9 185,6

x) Angka

diperbaiki j.

Granit
Fenggalian batu granit dewasa ini dilakukan di
kepulauan Karimun.
Pada tahun pertama Repelita II produksinya terus
mening- kat sampai dengan tahun ketiga, tetapi
pada tahun ke-empat dan tahun terakhir baik produksi,
ekspor maupun pemasaran dalam negeri menurun.
Khusus penurunan dalam hal produksi disebabkan
adanya perbaikan peralatan pada crushing-plant.
Tabel VIII - 21 memperlihatkan produksi,
penjualan dalam ne-geri dan ekspor batu granit tahun
1973 - 1978.
k. Lain-lain
Yang dimaksud dengan bahan tambang lain-lain
adalah semua mineral atau bahan galian bukan logam
seperti. belerang, fosfat, gipsum, yodium, marmer dan
bahan galian lainnya yang termasuk ke dalam bahan
bangunan.
Bahan-bahan tambang tersebut di atas diusahakan
oleh Perusahaan Daerah dan Usaha Pertambangan
Swasta Nasional dan lain-ainnya.

558
TABEL VIII - 21
PRODUKSI, PENJUALAN DALAM NEGERI DAN
EKSPOR
BATU GRANIT, 1973 -1978
(ribuan ton)

Tahun Produksi Ekspor Pemasaran dalam


negeri
197 415.0 148, 138,8
197 424,8 36,86 264,5
1974 635,3 92,7 421,3
1975 804,3 311, 420,0
1976 722,2 286, 3 440.4
1977 495,3 264,1 363,2
8Kecuali gamping dan lempung 7 yang merupakan
bahan baku pembuatan semen, maka bahan. tambang
lainnya terutama di pasarkan di dalam negeri.
Perkembangan produksi, penjualan dalam negeri dan
ekspor bahan tambang lain dapat dilihat pada Tabel-
tabel VIII - 22, VIII - 23, VIII - 24.
Menurunnya produksi beberapa bahan tambang
seperti belerang, fosfat dan asbes, terutama
disebabkan. oleh kesulitan dalam hal pema- saran.
Dalam hal bahan tambang mangaan, oleh karena
kesulitan dalam hal transportasi. tempat penimbunan
dan lain sebagainya memerlukan biaya tinggi bila akan
diekspor, sehingga pengusaha lebih berminat untuk
memasarkan produknya di dalam negeri saja, meskipun
mangaan yang laku hanyalah yang berkadar tinggi.

3. Kegiatan Penunjang
Selama masa Repelita II selain telah dilaksanakan
pemetaan geologi bersistem, juga telah diadakan
berbagai penelitian dan penyelidik- an geologi. Data
dasar geologi tersebut di samping diperlukan untuk
pengembangan kekayaan mineral juga dapat

56
0
dipergunakan dalam rang-ka pengembangan wilayah,
antara lain untuk penyediaan air tanah, pembangunan
gedung, jalan raya, bendungan dan prasarana
lainnya.
TABEL VIII - 22

PENJUALAN DALAM NEGERI BAHAN TAMBANG USAHA


SWASTA NASIONAL PENGUSAHAAN DAERAH
DAN LAIN-LAINNYA.
1973 - 1978
(ton)

Bahan 1973 1974 1975 1976 1977*) 1978


Tambang
Mangaan 769 863 2.857 2.780 2.450 4.137
Aspal 70.198 75.170 94.609 113.605158.66 119.79
4 0
Yodium (kg) 5.625 13.000 8.945 6.605 15.795 3.980
Belerang 1.951 2.350 3.273 3.500 1.728 -

Fosfat 819 5.562 7.832 5.765 1.237 1.235

Asbes 83 126 20 50 2 10
Feldspar - - - 2.442 1.647 6.166

Kaolin 13.910 17.159 21,71 25.849 28.011 29.798


0
Pasir kwarsa 26.31 59.415 56.135 37.202 80.646 108.18
6 0
Marmer (m2 - 14.264 17.350 24.45 18.427 32.95
slabs) 1 1

*) Angka diperbaiki.

561
TABEL VIII-23
PRODUKSI BAHAN TAMBANG USAHA SWASTA NASIONAK
PERUSAHAAN DAERAH DAN LAIN LAIN,
1973 – 1978
Bahan Tambang 1973 1974 1975 1976 1 9 7 7 x) 1978
562

Mangaan 15.965 18.228 14.192 8.780 6.847 5.889


Aspal 95.149 75.170 115.697 104.990 138.739 161.817
Yodiun (kg) 19.357 25.933 33.077 27.026 11.930 7.253
Belerang 1.951 2.349 3.944 3.483 1.697 204
fosfat 819 5.563 7.902 7.465 3.598 1.305
Asbes 223 283 92 - 50 -
Kaolin 29.609 25.971 30.528 29.323 38.006 37.115
Pasir kwarsa 64.161 62.668 85.979 110.809 221.441 310.051
marmer (:..2 sl ab s ) 12.232 13.520 19.828 25.944 35.216 33.496
GamPing ) 995.767 1.114.079 1.374.433 2.120.909 3.724.257
Bahan semen 219.065 270.803 379.569 653.782
Lempung ) 164.287
Feldspar - - -
X )An gka diperbaiki.
TABEL VIII – 24

EKSPOR BAHAN TAMBANG USAHA SWASTA NASIONAL

PERUSAHAAN DAERAH DAN L A I N - L A I N ,


1973 - 1 9 7 8
(ton)

Bahan tambang
1973 1974 1975 1976 1977 1978
13.059 4.704 13.000 15.500 -

16.097 7.939 8.112 8.342 1.580

4.876 2.430 500 2.072 2.427

Yodium 7.500

Manggaan 9.165

Kaolin 3.830
Inventarisasi kekayaan mineral telah menghasilkan
data mineral industri bukan logam dan bahan
bangunan yang ditemukan hampir di setiap
daerah Tingkat Dua.
Bimbingan teknis pertambangan serta penyuluhan
telah pula dilaksanakan dalam rangka meningkatkan
kemampuan teknis pengusa- ha pertambangan
swasta nasional untuk ikut berperan serta dalam
usaha di bidang pertambangan sesuai dengan
kemampuan modalnya.
Pembinaan keselamatan kerja pertambangan telah
dilaksanakan dalam rangka mengurangi dan
menghindarkan kecelakaan yang mengakibatkan
korban manusia sebagai tenaga kerja dan peralatan
yang digunakan. Sehingga dengan demikian
meningkatkan daya guna tenaga kerja dan peralatan
dalam berproduksi.
Penelitian terapan dan pengembangan teknologi
telah pula dilak-
sanakan dalam rangka usaha mendapatkan data dan
cara-cara pemanfaatan/pengolahan mineral dan
penggaliannya, guna mendorong pengembangan usaha-
usaha pertambangan di dalam negeri dan mengem-
bangkan diversifikasi produksi pertambangan baik
secara horizontal maupun secara vertikal.
Inventarisasi masalah lingkungan yang diakibatkan
oleh kegiatan pertambangan terus dilakukan, dan
hasilnya perlu dilakukan penelitianpenelitian lebih
lanjut guna menentukan pengaturan langkah-langkah
pencegahan akibat-akibat yang merugikan.
Sejalan dengan itu telah pula dilakukan
penyempurnaan pengatur-an, pengawasan, pembinaan
dan penyuluhan pada usaha-usaha pertambangan, serta
diadakan pendidikan dan latihan keterampilan di
bidang keselamatan kerja pertambangan.

56
4
Penyelidikan dan pengamatan gunung-gunung api
juga telah dilakukan untuk mengambil langkah-langkah
pencegahan bahaya yang diakibatkan oleh
kegiatan/letusan gunung api. Dalam Repelita II dari
128 buah gunung api yang aktif, baru 25 buah saja
yang mampu di- amati secara terus menerus dan 14
buah di antaranya yang diamati
dengan penggunaan alat seismograf,

Anda mungkin juga menyukai