Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI PANGAN

“Fermentasi Tempe”
Dosen Pengampu : Agustina Senjayani, M.Si

Disusun Oleh:

Kelompok 2

Safira Ramadina (11170920000080)

Alfi Anis Syafitri (11170920000096)

Aryani Manda Pulki (11170920000113)

Muhammad Nasyrul Ulum (11170920000150)

P3 Teknologi Pangan

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Dasar Teori


Kata mikroba selalu diasosiasikan dengan hal-hal yang negatif karena dikenal
memiliki dampak yang buruk terhadap kesehatan manusia. Akan tetapi tidak semua
mikroba merugikan bagi kehidupan manusia. Fermentasi merupakan salah satu hasil
aktivitas mikroba. Fermentasi adalah proses perubahan senyawa dalam bahan pangan
menjadi senyawa lain hasil fermentasi yang disebabkan oleh adanya aktivitas mikroba
dan dapat meningkatkan kualitas dan mutu bahan pangan tersebut (Rahayu dan
Nurwitri, 2012).
Pada prinsipnya terdapat tiga kelompok mikroba yang berperan dalam proses
fermentasi pangan, yaitu bakteri, kapang, dan khamir. Mikroba tersebut memerlukan
zat-zat nutrisi dalam pertumbuhannya untuk mensintesis komponen sel dan
menghasilkan energy. Sebagai sumber energi, karbohidrat dan protein diperlukan oleh
mikroba untuk menghasilkan ATP (adenosine trifosfat), serta produk hasil metabolisme
lainnya, misalnya asam laktat, etanol, CO2, ataupun asam-asam organik lain.
Selanjutnya adanya interaksi antara produk hasil fermentasi tersebut dengan komponen
lain dalam pangan akan menghasilkan suatu produk dengan karakteristik yang spesifik
yang memang diinginkan oleh konsumen. Selain karbohidrat dan protein, mikroba juga
memerlukan beberapa faktor pertumbuhan antara lain asam amino (sebagai bagian dari
protein), vitamin (sebagai grup prostetik dari enzim), dan purin serta pirimidin (sebagai
bagian dari asam nukleat) (Rahayu dan Nurwitri, 2012).
Tempe merupakan salah satu hasil fermentasi kedelai yang sudah cukup dikenal
sebagai makanan yang bermanfaat bagi kesehatan. Kedelai dapat diolah menjadi tempe
melalui proses fermentasi dengan menambahkan ragi tempe. Ragi tempe adalah bahan yang
mengandung biakan jamur tempe dan digunakan sebagai agensia pengubah bahan baku menjadi
tempe akibat tumbuhnya jamur tempe dan melakukan kegiatan fermentasi yang menyebabkan
berubahnya sifat karakteristik menjadi tempe (Kasmidjo, Rb., 1990: 38). Komponen utama
yang ada pada ragi tempe umumnya adalah mikroba Rhizopus oryzae dan Rhizopus
oligosporus. Kedua jenis jamur ini berkemampuan untuk mengubah kedelai menjadi
asam amino dan protein lain yang cepat larut bila dikonsumsi, sehingga kandungan
protein yang dapat diserap oleh tubuh akan lebih tinggi dibandingkan bila hanya
dikonsumsi dalam bentuk kedelai (Wood, B.J.B., 1985: 230). Selain protein, tempe
juga mengandung vitamin B12 yang biasanya terdapat dalam daging dan juga
merupakan sumber kalori, vitamin dan mineral (Suprapti, 2003).

1.2. Tujuan
Mengamati perubahan senyawa yang ada pada kacang kedelai menjadi senyawa
lain hasil fermentasi akibat dari aktivitas mikroorganisme.
BAB II

METODE KERJA
2.1 Alat dan Bahan
A. Alat
 Lap kain
 Timbangan
 Toples
 pH indicator
 Thermometer
 Incubator
 Alat memasak

B. Bahan
 Kedelai
 Daun pisang
 Ragi tempe

2.2 Prosedur Kerja


 Rendam dengan air bersih selama kurang lebih 4 jam
 Rebus sampai mendidih kemudian tiriskan
 Diamkan selama 12 jam agar kulit ari terbuka atau mengelupas
 Kukus 5-10 menit kemudian tiriskan dan keringkan
 Taburkan ragi tempe pada kedelai lalu diaduk hingga merata
 Bungkus kedelai bertabur ragi dengan daun pisang yang telah dibersihkan dengan
lap kain, masukkan ke dalam wadah tertutup
 Inkubasi selama 1-2 hari atau sampai seluruh permukaan tertutup miselium jamur
BAB III

PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan

Hasil Pengamatan Tempe Setelah 24 jam

- Tekstur : belum menyatu


- Suhu : 27,70C
- Warna : belum mengalami perubahan
- Aroma : langu kedelai

- pH : 6,5

Hasil Pengamatan Tempe Setelah 72 Jam

- Tekstur : mulai menyatu


- Warna : putih bersih
- Aroma : langu kedelai
- Suhu : 290C
- pH : 5

3.2 Hasil Pembahasan

Tempe merupakan makanan yang terbuat biji kedelai atau beberapa bahan lain yang
diproses melalui fermentasi dari apa yang secara umum dikenal sebagai “ragi tempe”.
Lewat proses fermentasi ini, biji kedelai mengalami proses penguraian menjadi senyawa
sederhana sehingga mudah dicerna   (PUSIDO Badan Standardisasi Nasional, 2012).

Proses pembuatan tempe dapat terbilang membutuhkan waktu yang cukup lama.
Hingga diperoleh hasil jadi tempe, waktu yang dibutuhkan yaitu minimal 24 jam dan
maksimal 72 jam. Lamanya proses pembuatan tempe karena proses fermentasi.
Fermentasi akan berlangsung baik dan cepat bila dibantu dengan kondisi suhu yang
optimal, jumlah ragi yang tepat dan pH yang asam (±4-5) (Widayati, 2002 dalam
Lumowa, 2014).
Pada hasil pengamatan pertama yang kita lakukan setelah tempe mengalami
fermentasi selama 24 jam menunjukkan bahwa tempe belum mengalami perubahan
secara signifikan, namun berbeda dengan pengamatan yang kedua yakni setelah tempe
mengalami fermentasi selama 72 jam menunjukkan bahwa tempe sudah mengalami
perubahan secar signifikan, terbukti bahwa dalam segi tekstur tempe berubah menjadi
lebih menyatu dan terlihat berwarna putih, hal ini dikarenakan adanya pertumbuhan
miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang
memadat. Selain itu juga terjadi perubahan suhu dan pH pada hasil pengamatan 72 jam,
pH yang semula 6,5 berubah menjadi 5 sementara itu suhu yang semula 27,7 0C berubah
menjadi 290C, hal ini terjadi disebabkan oleh proses fermentasi yang terjadi pada tempe
yang menyebabkan terjadinya penurunan pH dan kenaikan suhu.
BAB IV

KESIMPULAN
Fermentasi adalah proses produksi energy dalam sel dalam keadaan anaerobic. Secara
umum,fermentasai adalah salah satu bentuk respirasi anaerobic, akan tetapi ada juga yang
mendefinkisikan fermentasi sebagai respirasi dalam linkungan makro anaeobik dengan tanpa
akseptor electron eksternal.

Tempe berpotensi untuk mewan radikal bebas, sehingga dapat menghambat proses penuaan
dan mencegah terjadinya penyakit degenerative (jantung coroner diabetes mellitus, kanker, dll).
Selain itu tempe juga mengandung zat anti bakteri penyebab diare, penurunan kolesterol
darah,pencegah penyakit catur dan hipertensi, dll/ sehingga sering disebut dengan makanan
semua umur, karena kandungan gizinya yang banayk dan juga mudah untuk mendapatkannya.

Pada hasil pengamatan pertama yang telah dilakukan, fermentasi selama 24 jam
menunjukkan bahwa tempe belum mengalami perubahan secara signifikan, namun berbeda
dengan pengamatan yang kedua yakni setelah tempe mengalami fermentasi selama 72 jam
menunjukkan bahwa tempe sudah mengalami perubahan secar signifikan, terbukti bahwa dalam
segi tekstur tempe berubah menjadi lebih menyatu dan terlihat berwarna putih, hal ini
dikarenakan adanya pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga
terbentuk tekstur yang memadat. Selain itu juga terjadi perubahan suhu dan pH pada hasil
pengamatan 72 jam, pH yang semula 6,5 berubah menjadi 5 sementara itu suhu yang semula
27,70C berubah menjadi 290C, hal ini terjadi disebabkan oleh proses fermentasi yang terjadi pada
tempe yang menyebabkan terjadinya penurunan pH dan kenaikan suhu.
DAFTAR PUSTAKA
Kasmidjo, Rb. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan Serta Pemanfaatannya.
Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM.

Lumowa, Sonja V. T. 2014. Jurnal EduBio Tropika. Pengaruh  Perendaman Biji Kedelai


(Glycine Max, L. Merr)   Dalam Media Perasan Kulit Nanas (Ananas Comosus (Linn.)
Merrill)  Terhadap Kadar Protein Pada Pembuatan Tempe.Vol. 2 No. 2.
PUSIDO Badan Standardisasi Nasional, 2012. Tempe Persembahan Indonesia Untuk Dunia.
Jakarta: BSN
Rahayu, Winiati P. dan Nurwitri, C.C. 2012. Mikrobiologi Pangan. Bogor: PT Penerbit IPB
Press.

Suprapti, M. L. 2003. Pembuatan Tempe. Yogyakarta: Kanisius.

Wood, B.J.B. (1985). Microbiology of Fermented Foods. Vol 2. New York: Elsevier Applied
Science Publishers.
LAMPIRAN

Hasil Pengamatan Tempe Setelah 24 Jam

Hasil Pengamatan Tempe Setelah 72 Jam


Pertanyaan
1. Apakah ragi yang sering dijual di pasar merupakan biakan murni? Jelaskan!
2. Sebutkan kriteria inoculum yang baik untuk digunakan dalam pembuatan makanan secara
fermentatif.

Jawab:

1. Rata-rata ragi yang dijual di pasar merupakan biakan campuran. Pengembangan


inokulum yang terdiri campuran biakan murni belum berkembang di Indonesia. Sehingga
produsen tempe sering mencampur inokulum murni dengan inokulum tradisional dengan
maksud memperoleh hasil yang baik. Untuk menjaga agar biakan tetap murni dalam
proses maka kondisi lingkungan harus dijaga tetap steril. Penggunaan kultur tunggal
mempunyai resiko yang tinggi karena kondisi harus optimum. Untuk mengurangi
kegagalan dapat digunakan biakan campuran. Keuntungan penggunaan biakan campuran
adalah mengurangi resiko apabila mikrobia yang lain tidak aktif melakukan fermentasi.
2. Kriteria inoculum
a. Kultur tersedia dalam keadaan aktif dan sehat, minimal dalam fase lag
b. Tersedia dalam jumlah cukup
c. Bebas dari kontaminan
d. Kemampuan membentuk produknya stabil
e. Sumber karbon pada media untuk pengembangan inoculum < media untuk
fermentasi kecuali pada produksi protein sel tunggal (PST).
f. Proporsi inoculum 3-10% dari volume total media.

Anda mungkin juga menyukai