Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Osteomielitis merupakan infeksi yang terjadi pada tulang. Infeksi ini dapat

terjadi akibat infeksi yang menyebar melalui pembuluh darah atau penyebaran

melalui jaringan sekitar. Infeksi ini juga dapat terjadi akibat infeksi langsung

terhadap tulang tersebut. Kejadian seperti trauma dapat mengubah integrasi dari

tulang dan menimbulkan onset infeksi pada tulang.1

Prevalensi terjadinya osteomielitis telah mengalami penurunan selama

beberapa tahun disebabkan oleh semakin meningkatnya kontrol penyebaran

osteomyelitis pada banyak rumah sakit. Hal ini juga terjadi akibat semakin

meningkatnya pemahaman mengenai pengobatan osteomielitis. Insidensi

osteomielitis pada anak di Amerika pada tahun 1970 telah mengalami

pengurangan dari 87 per 10.000 kejadian menjadi 47 per 10.000 kejadian.1

Osteomielitis masih merupakan permasalahan di Indonesia karena tingkat

higienis yang masih rendah dan pengertian mengenai pengobatan yang belum

baik, diagnosis yang sering terlambat sehingga biasanya berakhir dengan

osteomyelitis kronis, fasilitas diagnostik yang belum memadai di puskesmas,

angka kejadian tuberkulosis yang masih tinggi sehingga kasus-kasus tuberkulosis

tulang dan sendi juga masih tinggi, pengobatan osteomyelitis memerlukan waktu

yang cukup lama dan biaya tinggi, serta banyaknya penderita dengan fraktur

terbuka yang datang terlambat dan biasanya datang dengan komplikasi

osteomyelitis.2,3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

OSTEOMIELITIS

I. DEFINISI

Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan medula tulang baik karena

infeksi piogenik atau non piogenik misalnya mikobacterium tuberculosa. Ini dapat

tetap terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks,

jaringan kanselosa, dan periosteum. Hal ini dapat bersifat akut maupun kronik.2

II. EPIDEMIOLOGI

Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan

bakteri, dapat menyebabkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan oleh

bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri. Penyebab osteomielitis pada anak-anak

adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%), Streptococcus (4-7%),

2
Haemophilus influenza (2-4%), Salmonella typhii dan Eschericia coli (1-2%).

Pada anak umur dibawah 4 tahun sebanyak 50 % disebabkan oleh Hemofilus

influenza. Adapun organisme lain seperti B. Colli, B. Aerogenus kapsulata,

Pneumokokus, Salmonella tifosa, Pseudomonas aerogenus, Proteus mirabilis,

Brucella, dan bakteri anaerobik yaitu Bakteroides fragilis juga dapat

menyebabkan osteomielitis hematogen akut. 4

Orang dewasa terkena karena menurunnya pertahanan tubuh karena

kelemahan, penyakit ataupun obat-obatan. Diabetes juga berhubungan dengan

osteomielitis, imunosupresi sementara baik yang didapat ataupun di induksi

meningkatkan faktor predisposisi, trauma menentukan tempat infeksi,

kemungkinan disebabkan oleh hematom kecil atau terkumpulnya cairan di tulang.

Morbiditas dapat signifikan dan dapat termasuk penyebaran infeksi lokal ke

jaringan lunak yang terkait atau sendi; berevolusi menjadi infeksi kronis, dengan

rasa nyeri dan kecacatan; amputasi ekstremitas yang terlibat; infeksi umum; atau

sepsis. Sebanyak10-15% pasien dengan osteomielitis vertebral mengembangkan

temuan neurologis atau kompresi corda spinalis. Sebanyak 30% dari pasien anak

dengan osteomielitis tulang panjang dapat berkembang menjadi trombosis vena

dalam (DVT). Perkembangan DVT juga dapat menjadi penanda adanya

penyebarluasan infeksi.5

III. ETIOLOGI

3
Organisme penyebab osteomielitis tersering berdasarkan umur pasien :

Bayi ( < 1 tahun) - Grup B Streptococci

- Staphylococcus auereus

- Escherichia coli
Anak (1 – 16 tahun) - Staphylococcus auereus

- Streptococcus pyogenes

- Haemophilus influenzae
Dewasa ( >16 tahun) - Staphylococcus epidermidis

- Staphylococcus auereus

- Pseudomonas aeruginosa

- Serratia mercescens

- Escherichia coli

Tabel: Organisme Penyebab Osteomielitis Berdasarkan Umur 2

IV. KLASIFIKASI

1. Osteomielitis akut

Osteomielitis hematogenous akut

Penyebaran osteomielitis dapat terjadi melalui dua cara yaitu : 6

 Penyebaran umum

 Melalui sirkulasi darah berupa bakterimia dan septikemia

 Melalui embolus infeksi yang menyebabkan infeksi mltifokal

pada daerah-daerah lain

 Penyebaran lokal

 Subperiosteal abses, akibat penerobosan abses melalui

4
periosteum

 Selulitis akibat abses subperiosteal menembus sampai di bawah

kulit

 Penyebaran ke dalam sendi sehingga terjadi artritis septik

 Penyebaran ke medula tulang sekitarnya sehingga sistem

sirkulasi dalam tulang terganggu. Hal ini menyebabkan

kematian tulang lokal dengan terbentuknya tulang mati

yang disebut sekuestrum.

Direct or contigous inoculation osteomyelitis

Direct or contigous inoculation osteomyelitis disebabkan kontak langsung

antara jaringan tulang dengan bakteri, biasa terjadi karena trauma terbuka dan

tindakan pembedahan. Manisfestasinya terlokalisasi dan lebih jelas dari pada

hematogenous osteomyelitis.6

Osteomyelitis sering menyertai penyakit lain seperti diabetes melitus,

anemia sel sabit, AIDS, penggunaan obat-obatan intra vena, alkoholisme,

penggunaan steroid yang berkepanjangan, imunosupresan dan penyakit sendi

yang kronik. Pemakaian prostetik adalah salah satu faktor resiko, begitu juga

dengan pembedahan ortopedi dan fraktur terbuka.7

2. Osteomyelitis subakut

Osteomyelitis subakut adalah bentuk lain dari osteomyelitis, dan abses

Brodie adalah salah satu tipe yang paling umum dari osteomyelitis subakut. Abses

ini biasanya ditemukan dalam spongiosa tulang dekat ujung tulang. Bentuk abses

5
ini biasanya bulat atau lonjong dengan pinggiran skleroti, kadang-kadang terlihat

sekuester. Abses tetap terlokalisasi dan kavitas dapat secara bertahap terisi

jaringan granulasi. Abses Brodie juga dapat ditemukan pada osteomielitis kronik.
1,8

Osteomyelitis subakut terjadi lebih banyak pada tulang-tulang

dibandingkan dengan tipe akut, dan itu terjadi pada bermacam-macam daerah

diantara tulang-tulang yang terinfeksi. Ekstremitas bawah terinfeksi lebih banyak

dibandingkan ekstremitas atas. Tibia terinfeksi lebih sering dibandingkan femur.8

Osteomyelitis subakut mungkin hanya terjadi pada epifisis, yang

merupakan kebalikan dari yang dipercaya bahwa infeksi tulang pertama tidak

terjadi di epifisis. Diafisis kadang-kadang terinfeksi, meskipun lebih sering pada

dewasa dibandingkan pada anak-anak; daerah yang paling sering terinfeksi adalah

metafisis. Daerah lain yang dilaporkan sebagai osteomielitis subakut adalah

metafisis sesuai lokasi, seperti di pelvis, tulang belakang, calcaneus, clavicula,

dan talus. Osteomyelitis subakut yang terjadi pada tulang tarsal biasanya terjadi

pada daerah subkondral atau batas apofisis dari calcaneus. Lesi subakut dari

tulang belakang terjadi lebih sering pada orang dewasa dibandingkan pada anak-

anak. Pada osteomyelitis subakut yang terjadi pada tulang panjang pada orang

dewasa, diafisis sering terkena sama seperti metafisis, sedangkan lutut jarang

terkena.6

3. Osteomielitis kronik

Osteomyelitis akut yang tidak diterapi secara adekuat, akan berkembang

menjadi osteomyelitis kronik. Organisme yang biasa berperan adalah

6
Staphylococcus aureus (75%), Escherichia coli, Streptococcus pyogenes, Proteus,

dan Pseudomonas. Kebanyakan penyebab dari osteomielitis polimikroba.

Kadang-kadang infeksi ini tidak terdeteksi selama bertahun-tahun dan tidak

menimbulkan gejala selama beberapa bulan atau beberapa tahun. 9

Destruksi tulang tidak hanya pada fokus infeksi tetapi meluas. Kavitas

berisi potongan tulang mati (sekuestra) yang dikelilingi jaringan vaskular, dan di

luar jaringan vaskular tersebut ada daerah sklerosis, hasil dari reaksi kronis

pembentukan tulang baru.

Sekuester berperan sebagai substrat bagi adesi bakteri, lama-kelamaan

terbentuk sinus. Destruksi tulang dan dengan meningkatnya sklerosis berakibat

terjadinya fraktur patologis. Gambaran histologis berupa sebukan sel radang

kronis di sekitar daerah aselular tulang atau sekuestra.

V. GAMBARAN KLINIK

1. Gambaran klinik Osteomielitis Akut

Pada awal penyakit, gejala sistemik seperti febris, anoreksia, dan malaise

menonjol, sedangkan gejala lokal seperti pembengkakan atau selulitis belum

tampak. Pada masa ini dapat terjadi salah diagnosis sebagai demam tifoid. Nyeri

spontan lokal yang mungkin disertai nyeri tekan dan sedikit pembengkakan serta

kesukaran gerak dari ekstremitas yang terkena, merupakan gejala osteomielitis

hematogen akut. Pada anak – anak, seringkali orang tua baru menyadari setelah

anak tampak tidak mau menggunakan salah satu anggota geraknya atau tidak mau

7
disentuh. Mungkin saja sebelumnya didapatkan riwayat infeksi seperti kaki yang

terluka, nyeri tenggorokan, atau keluarnya cairan dari telinga. 4

Pada bayi baru lahir, bayi tampak gelisah, dan irritable. Biasanya lebih

sering terjadi pada bayi dengan ’risiko tinggi’ seperti prematur, berat badan

kurang, bayi riwayat persalinan yang sulit atau pemasangan kateter arteri tali

pusat. 6

Pada orang dewasa, predileksi tempat tersering adalah pada vertebra

thorakolumbal. Dapat saja menyerang penderita dengan riwayat masalah pada

traktus urinarius. Nyeri lokal bukanlah gejala yang menonjol, dan pemeriksaan x

ray baru akan berarti beberapa minggu kemudian. Tulang pada daerah lain

biasanya terlibat pada penderita Diabetes Mellitus, malnutrisi, ketergantungan

obat, dan imunodefisiensi. 7

2. Gambaran klinik Osteomielitis subakut

Osteomielitis Hematogen Subakut biasanya ditemukan pada anak-anak

dan remaja. Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah atrofi otot, nyeri lokal,

sedikit pembengkakan, dan dapat pula penderita menjadi pincang. Terasa rasa

nyeri pada daerah sekitar sendi selama beberapa minggu atau berbulan-bulan.

Suhu tubuh penderita biasanya normal. 9

3. Gambaran klinik Osteomielitis kronik

Bentuk kronik dari osteomielitis seringkali timbul pada dewasa. Umumnya

infeksi tulang ini merupakan infeksi sekunder dari luka terbuka, dan paling sering

pada trauma terbuka pada tulang dan jaringan sekitarnya. Biasanya terdapat

riwayat osteomilitis pada penderita. Nyeri tulang yang terlokalisir, kemerahan,

8
dan drainase disekitar area yang terkena seringkali timbul. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan adanya sinus, fistel atau sikatriks bekas operasi dengan nyeri tekan,

deformitas, instabilitas, dan tanda-tanda dari gangguan vaskularisasi, jangkauan

gerakan, dan status neurologis. Mungkin dapat ditemukan sekuestrum yang

menonjol keluar.10

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis dari osteomielitis pada awalnya didasarkan pada penemuan

klinik, melalui data dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

laboratorium memberikan data dimana respon terapi dapat diukur. Lekositosis,

peningkatan laju endap darah, dan C-reaktif protein harus diperhatikan. Kultur

darah akan positif pada setengah dari anak-anak dengan osteomielitis akut.

Jika tulang teraba, maka evaluasi mikrobiologi dan histologi langsung

dilakukan untuk mengkonfirmasi terdapatnya osteomielitis, setelah itu

pengobatannya. Pemeriksaan penunjang lainnya tidak diperlukan lagi.

 Radiografi

Dalam osteomielitis pada ekstremitas, foto radiografi polos dan scintigrafi

tulang adalah alat pemeriksaan utama. Bukti radiograf dari osteomielitis tidak

akan muncul sampai kira-kira dua minggu setelah onset dari infeksi.11

9
Kuman biasanya bersarang dlam spongiosa metafisis dan membentuk pus

sehingga timbul abses. Pus menjalar ke arah diafisis dan korteks, mengangkat

periost dan kadang-kadang menembusnya. Pus meluas di daerah periost dan pada

tempat-tempat tertentu membentuk fokus skunder. Nekrosis tulang yang timbul

dapat luas dan terbentuk sekuester. Periost yang terangkat oleh pus kemudian

akan membentuk tulang di bawahnya, yang dikenal sebagai reaksi periosteal. Juga

di dalam tulang itu sendiri dibentuk tulang baru, baik pada trabekula dan korteks,

sehingga tulang terlihat lebih opak dan dikenal sebagai sklerosis. Tulang yang

dibentuk di bawah periost ini membentuk bungkus bagi tulang yang lama dan

disebut involukrum. Involukrum ini pada berbagai tempat terdapat lubang tempat

pus keluar, yang disebut kloaka. 10

Seringkali reaksi periosteal yang terlihat lebih dahulu, baru kemudian

terlihat daerah-daerah yang berdensitas lebih rendah pada tulang yang

menunjukkan adanya dekstruksi tulang, dan disebut rarefikasi. 6

Pada osteomielitis kronik tulang akan menjadi tebal dan sklerotik dengan

gambaran hilangnya batas antara korteks dan medula. Dalam tulang yang

terinfeksi akan terdapat sekuestra dan area destruksi. Kadang-kadang suatu abses,

dikenal dengan brodie’s abscess akan terlihat sebagai daerah lusen(gmbaran

cavitas) yang dikelilingi area sklerotik.1

10
Brodie’s abses dapat ditemukan pada osteomielitis subakut atau kronik.

 Scintigrafi tulang

Untuk pencitraan nuclir, Technetium Tc-99m metilen difosfonat adalah

agen pilihan utama. Sensitivitas pemeriksaan ini terbatas pada minggu pertama

dan sama sekali tidak spesifik. 10

 MRI (Magnetic resonance imaging)

Magnetic resonance imaging (MRI) sangat membantu dalam mendeteksi

osteomielitis. MRI lebih unggul jika dibandingkan dengan radiografi, CT scan

dan scintigrafi tulang MRI memiliki sensitifitas 90-100% dalam mendeteksi

osteomielitis. MRI juga memberikan gambaran resolusi ruang anatomi dari

perluasan infeksi. 8

11
 Ultrasonografi dan CT (computed tomographic) scan

Pemeriksaan ultrasonografi dan CT (computed tomographic) scan dapat

membantu menegakkan diagnosa osteomielitis. USG dapat menunjukkan

perubahan sedini mungkin 1-2 hari setelah timbulnya gejala. USG dapat

menunjukkan keabnormalan termasuk abses jaringan lunak atau penumpukan

cairan (seperti abses) dan elevasi periosteal. 2 USG juga dapat digunakan untuk

menuntun dalam melakukan aspirasi. Tapi, USG tidak digunakan untuk

mengevaluasi cortex tulang.

CT scan dapat menggambarkan kalsifikasi abnormal, osifikasi dan

ketidaknormalan intrakortikal. CT scan mungkin dapat membantu dalam

mengevaluasi lesi pada tulang vetebra. CT scan juga lebih unggul dalam area

dengan anatomi yang kompleks, contoh: pelvis, sternum, dan calcaneus.

12
Ultrasound image of the left hip shows a large joint effusion and ct scan

 Pemeriksaan histopatologi dan mikrobiologi

Pemeriksaan histopatologi dan mikrobiologi merupakan gold standard

dalam mendiagnosa osteomielitis. Kultur dari sediaan sinus tidak dapat dipercaya

sepenuhnya untuk mengidentifikasi etiologi dari osteomielitis, sehingga biopsi

merupakan anjuran untuk menentukan etiologi dari osteomielitis. Namun

keakuratan biopsi seringkali terbatas oleh kurangnya pengumpulan spesimen yang

sama dan penggunaan antibiotik sebelumnya.

Diagnosis of Acute Osteomyelitis*


-Pus on aspiration

-Positive bacterial culture from bone or blood

-Presence of classic signs and symptoms of acute osteomyelitis

-Radiographic changes typical of osteomyelitis

*--Two of the listed findings must be present for establishment of the diagnosis.

Information from Peltola H, Vahvanen V. A comparative study of osteomyelitis and

purulent arthritis with special reference to aetiology and recovery. Infection

1984;12(2):75-9.

VII. PENATALAKSANAAN

a. Osteomielitis akut

13
Begitu diagnosis secara klinis ditegakkan, ekstremitas yang terkena

diistirahatkan (bila perlu menggunakan bidai atau traksi) dan segera berikan

antibiotik. Antibiotik spektrum luas yang efektif terhadap gram positif maupun

gram negatif diberikan langsung sambil menunggu hasil biakan kuman. Antibiotik

diberikan selama 3-6 minggu dengan melihat keadaan umum dan laju endap darah

penderita. Bila dengan terapi intensif selama 24 jam tidak didapati perbaikan,

dianjurkan untuk mengebor tulang yang terkena / drainase bedah (chirurgis).10

Bila ada cairan yang keluar perlu dibor di beberapa tempat untuk

mengurangi tekanan intraosteal. Cairan tersebut perlu dibiakkan untuk

menentukan jenis kuman dan resistensinya. Drainase dilakukan selama beberapa

hari dengan menggunakan cairan NaCl 0,9% dan dengan antibiotik. Bila terdapat

perbaikan, antibiotik parenteral diteruskan sampai 2 minggu, kemudian diteruskan

secara oral paling sedikit 4 minggu. 10

Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum

telah cukup kuat untuk mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan. 10

 Osteomielitos subakut

Pengobatan osteomyelitis subakut tergantung dari diagnosis. Kebanyakan

1/3 kasus tidak dapat dibedakan dari keganasan primer dari tumor tulang. Biopsi

dan kuretase diperlukan untuk penegakan diagnosis pada kasus-kasus ini. Pada

saat diagnosis ditegakkan, pemberian antibiotik yang sesuai dengan kelompok

gram, kultur, dan sensitivitas harus sudah dimulai secara intravena selama 2-7

hari, diikuti dengan antibiotik oral selama 6 minggu. 8

14
Kegagalan gejala untuk timbulnya perbaikan setelah 6 minggu pengobatan

dengan antibiotik atau perburukan kondisi selama pengobatan harus dipikirkan

untuk mengevaluasi ulang dan mendiagnosis secara bakteriologis, diikuti

penatalaksanaan operasi dan antibiotik yang sesuai. Indikasi lain untuk operasi

adalah perubahan bentuk sinus yang selanjutnya dan drainase ke dalam sendi

sinovial. Tanda-tanda klinis dari pus subperiosteal atau sinovitis mengindikasikan

bahwa infeksi subakut telah berubah menjadi komponen akut, dan ini harus

dilakukan drainase secara bedah. 8

 Osteomielitis kronik

Pengobatan Osteomielitis Kronik : 10

1. Pemberian antibiotik

Osteomielitis kronis tidak dapat diobati dengan antibiotik semata-mata

Pemberian antibiotik ditujukan untuk:

 Mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada tulang sehat

lainnya

 Mengontrol eksaserbasi

2. Tindakan operatif

Tindakan operatif dilakukan bila fase eksaserbasi akut telah reda setelah

pemberian dan pemayungan antibiotik yang adekuat.

Kegagalan pemberian antibiotik dapat disebabkan oleh : 10

- Pemberian antibiotik yang tidak sesuai dengan mikroorganisme

15
penyebab

- Dosis tidak adekuat

- Lama pemberian tidak cukup

- Timbulnya resistensi

- Kesalahan hasil biakan (laboratorium)

- Antibiotik antagonis

- Pemberian pengobatan suportif yang buruk

- Kesalahan diagnostik

VIII. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada osteomielitis hematogen akut adalah : 1,4

 Septikemia

Dengan makin tersedianya obat-obatan antibiotik yang memadai, kematian

akibat septikemia pada saat ini jarang ditemukan.

 Infeksi yang bersifat metastatik

Infeksi dapat bermetastatik ke tulang / sendi lainnya, otak, dan paru-paru,

dapat bersifat multifokal dan biasanya terjadi pada penderita dengan status

gizi yang jelek.

 Artritis Supuratif

Artritis Supuratif dapat terjadai pada bayi muda karena lempeng epifisis

bayi (yang bertindak sebagai barier) belum berfungsi dengan baik.

Komplikasi terutama terjadi pada osteomielitis hematogen akut di daerah

16
metafisis yang bersifat intra-kapsuler (misalnya pada sendi panggul) atau

melalui infeksi metastatik.

 Gangguan Pertumbuhan

Osteomielitis hematogen akut pada bayi dapat menyebabkan kerusakan

lempeng epifsisis yang menyebabkan gangguan pertumbuhan, sehingga

tulang yang terkena akan menjadi lebih pendek. Pada anak yang lebih

besar akan terjadi hiperemi pada daerah metafisis yang merupakan

stimulasi bagi tulang untuk bertumbuh. Pada keadaan ini tulang bertumbuh

lebih cepat dan menyebabkan terjadinya pemanjangan tulang.

 Osteomielitis Kronik

Apabila diagnosis dan terapi yang tepat tidak dilakukan, maka

osteomielitis akut akan berlanjut menjadi osteomielitis kronik

 Fraktur Patologis

 Ankilosis

IX. PROGNOSIS

Angka mortalitas pada osteomielitis akut yang diobati adalah kira-kira 1

%, tetapi morbiditas tetap tinggi. Bila terapi efektif dimulai dalam waktu 48 jam

setelah timbulnya gejala, kesembuhan yang cepat dapat diharapkan pada kira-kira

2/3 kasus. Kronisitas dan kambuhnya infeksi mungkin terjadi bila terapinya

terlambat. 10

17
Empat faktor penting yang menentukan keefektifan terapi antimikroba

dalam terapi osteomielitis hematogenous akut, sehingga akan mempengaruhi

prognosis adalah : 4

1. Interval waktu diantara onset penyakit dan permulaan terapi.

Terapi yang dimulai dalam 3 hari pertama adalah yang paling ideal karena

pada tahap ini area lokal dari osteomielitis masih belum menjadi iskemi.

Dengan pengobatan dini, organisme penyebab akan lebih sensitif terhadap

obat yang dipilih dan dapat mengontrol infeksi sehingga osteolisis, nekrosis

tulang dan pembentukan tulang baru akan dihambat. Dengan keadaan seperti

ini maka perubahan gambaran radiologik tidak akan muncul kemudian

pengobatan dalam tiga sampai tujuh hari akan mengurangi infeksi baik

sistemik maupun lokal, namun terlalu lambat untuk mencegah kerusakan

tulang. Pengobatan yang dimulai setelah satu minggu infeksi hanya dapat

mengontrol septikemia dan menyelamatkan jiwa, tetapi memiliki efek yang

kecil dalam mencegah kerusakan tulang lebih lanjut.

2. Keefektifan obat antimikroba dalam melawan kuman penyebab

Hal ini bergantung pada jenis kuman penyebab yang bersangkutan apakah

kuman tersebut resisten atau sensitif terhadap antibiotik yang digunakan.

3. Dosis dari obat antimikroba

Faktor lokal dari vaskularisasi tulang yang terganggu memerlukan dosis

antibiotik yang lebih besar untuk osteomielitis daripada infeksi jaringan

lunak.

4. Durasi terapi antimikroba

18
Penghentian terapi yang terlalu awal terutama bila kurang dari empat

minggu akan mengakibatkan terjadinya infeksi kronik dan rekuren dari

osteomielitis.

HIPOALBUMINEMIA

Albumin merupakan protein plasma yang paling banyak dalam tubuh

manusia, yaitu sekitar 55-60% dari protein serum yang terukur. Albumin terdiri

dari rantai polipeptida tunggal dengan berat molekul 66,4 kDa dan terdiri dari 585

asam amino.

Pada molekul albumin terdapat 17 ikatan disulfida yang menghubungkan

asam-asam amino yang mengandung sulfur. Molekul albumin berbentuk elips

sehingga bentuk molekul seperti itu tidak akan meningkatkan viskositas plasma

dan terlarut sempurna. Kadar albumin serum ditentukan oleh fungsi laju sintesis,

laju degradasi dan distribusi antara kompartemen intravaskular dan ektravaskular.

Cadangan total albumin sehat 70 kg) dimana 42% berada di kompartemen plasma

dan sisanya dalam kompartemen ektravaskular.12

Nilai serum berkisar 3,5-4,5 g / dL, dengan kandungan tubuh total 300-500

g. Sintesis albumin hanya terjadi di hepar dengan kecepatan pembentukan 12-25

gram/hari. Pada keadaan normal hanya 20-30% hepatosit yang memproduksi

albumin. Akan tetapi laju produksi ini bervariasi tergantung keadaan penyakit dan

laju nutrisi karena albumin hanya dibentuk pada lingkungan osmotik, hormonal

19
dan nutrisional yang cocok. Tekanan osmotic koloid cairan interstisial yang

membasahi hepatosit merupakan regulator sintesis albumin yang penting.12

. Hipoalbuminemia hasil dari gabungan dalam satu atau lebih dari proses-

proses.13

1. Sintesis

Sintesis Albumin dimulai pada inti sel, di mana gen ditranskripsi menjadi

asam ribonukleat messenger (mRNA).. mRNA ini dikeluarkan ke dalam

sitoplasma, di mana ia terikat untuk ribosom, membentuk polysomes yang

mensintesis preproalbumin. Preproalbumin adalah molekul albumin dengan

ekstensi 24 asam amino pada ujung N. Perpanjangan asam amino memberikan

sinyal penyisipan preproalbumin ke dalam membran retikulum endoplasma.

Setelah di dalam lumen retikulum endoplasma, 18 terkemuka asam amino

ekstensi ini dibelah, meninggalkan proalbumin (albumin dengan ekstensi sisa 6

asam amino). Proalbumin adalah bentuk intraselular utama albumin. Proalbumin

diekspor ke aparatus Golgi, dimana perpanjangan 6 asam amino akan dihapus

sebelum sekresi albumin oleh hepatosit tersebut. Setelah disintesis, albumin

segera dikeluarkan, tetapi tidak disimpan dalam hati. 13

2. Distribusi

Tracer studi dengan iodinasi albumin menunjukkan albumin intravaskuler

yang didistribusikan ke dalam ruang ekstravaskuler dari semua jaringan, dengan

mayoritas yang didistribusikan di kulit. Sekitar 30-40% (210 g) albumin dalam

tubuh ditemukan dalam kompartemen vaskular dari otot, kulit, hati, usus, dan

jaringan lain. Albumin memasuki ruang intravaskuler melalui 2 jalur. Pertama,

20
albumin memasuki ruang ini dengan memasuki sistem limfatik hati dan pindah ke

saluran toraks. Kedua, albumin lewat langsung dari hepatosit ke sinusoid setelah

melintasi Ruang Disse. 13

Setelah 2 jam, 90% dari albumin dikeluarkan masih dalam ruang

intravaskuler. Waktu paruh albumin intravaskuler adalah 16 jam. Kehilangan

harian albumin dari ruang intravaskuler adalah sekitar 10%. Kondisi patologis

tertentu, seperti nephrosis, ascites, lymphedema, lymphangiectasia usus, dan

edema, dapat meningkatkan hilangnya albumin harian dari plasma. 13

Albumin didistribusikan ke volume interstisial hati, dan konsentrasi koloid

dalam volume kecil yang diyakini sebagai regulator osmotik untuk sintesis

albumin. Ini adalah pengatur utama dari sintesis albumin selama periode normal

tanpa stres. 13

3. Degredasi

Degradasi albumin kurang dipahami. Setelah sekresi ke plasma, molekul

albumin masuk ke dalam ruang jaringan dan kembali ke plasma melalui saluran

toraks. Tagged studi menunjukkan albumin mungkin terdegradasi dalam

endotelium dari kapiler, sumsum tulang, dan sinus hati. Molekul Albumin

tampaknya turun secara acak, dengan tidak ada perbedaan antara molekul lama

dan baru. 13

Fungsi Albumin

Albumin merupakan protein plasma yang berfungsi sebagai berikut: 12

1. Mempertahankan tekanan onkotik plasma agar tidak terjadi asites

21
2. Membantu metabolisme dan tranportasi berbagai obat-obatan dan senyawa

endogen dalam tubuh terutama substansi lipofilik (fungsi metabolit, pengikatan

zat dan transport carrier)

3. Anti-inflamasi

4. Membantu keseimbangan asam basa karena banyak memiliki anoda bermuatan

listrik

5. Antioksidan dengan cara menghambat produksi radikal bebas eksogen oleh

leukosit polimorfonuklear

6. Mempertahankan integritas mikrovaskuler sehingga dapat mencegah masuknya

kuman-kuman usus ke dalam pembuluh darah, agar tidak terjadi peritonitis

bakterialis spontan

7. Memiliki efek antikoagulan dalam kapasitas kecil melalui banyak gugus

bermuatan negatif yang dapat mengikat gugus bermuatan positif pada

antitrombin III (heparin like effect). Hal ini terlihat pada korelasi negatif antara

kadar albumin dan kebutuhan heparin pada pasien heemodialisis.

8. Inhibisi agregrasi trombosit

DAFTAR PUSTAKA

1. Kishner, S. 2015. Osteomyelitis. Di akses 18-8-2019.

http://emedicine.medscape.com/article/1348767.

2. Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta: Yarsif


Watampone. 2007
3. Sabiston DC. 2009. Buku ajar bedah bagian II. Jakarta: EGC.

22
4. King RW, Kulkarni R. Osteomyelitis in Emergency Medicine. Di akses

18-8-2019. http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview.

5. W King, Randall. 2015. Osteomyelitis in Emergency Medicine.

6. Jong W., Sjamsuhidayat R. 2005. Infeksi Muskuloskeletal. In Buku Ajar


Ilmu Bedah. Edisi kedua. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal
903 – 910.
7. Siregar P. Osteomielitis. Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian
Bedah Staff Pengajar FK UI. Binarupa Aksara. Jakarta. 2006. Hal 472 –
74
8. Elsevier. Osteomyelitis in Adult. Updated: 2012. Di akses 18-8-2019.

https://www.clinicalkey.com/topics/orthopedic-surgery/osteomyelitis-in-

adults.html

9. Matteson EL, Osmon DR. Infections of bursae, joints, and bones.


In: Goldman L, Schafer AI, eds. Cecil Medicine. 24th ed. Philadelphia, Pa:
Saunders Elsevier; 2011:chap 280.
10. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Infeksi dan Inflamasi, Edisi ke-
3. Jakarta: PT Yarsif Watampone. 2008; 132-41.
11. Berbari BF, Steckelberg JM, Osmon Dr. Osteomyelitis. In: Mandell GL,
Bennett JE, Dolin R, eds. Principles and Practice of Infectious
Diseases. 7th ed. Philadelphia, Pa: Elsevier Churchill Livingstone;
2009:chap 103.
12. Evans WT. Review article: Albumin as a drug-biological effects of
albumin unrelated to oncotic pressure. Aliment Pharmacol Ther 2002;
16(Suppl.5):6-11
13. Peralta, Ruben. 2010. Albumin. http://reference.medscape.com/refdrug-
srch/albuminar-alba-albumin-342425 (diakses 19-8-2019).

23

Anda mungkin juga menyukai