Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULAN

Demam tifoid (DT) adalah suatu infeksi sistemik akut yang disebabkan

oleh kuman Salmonella typhi dengan gejala utama demam (lebih dari 1 minggu),
1
gangguan saluran pencernaan, serta gangguan susunan saraf pusat / kesadaran.

Di Indonesia DT dijumpai sepanjang tahun (endemik). Diperkirakan

antara 350-850 per 100.000 penduduk per tahun atau lebih kurang sekitar

600.000- 1,5 juta kasus pertahun. Penyakit ini menyerang semua umur namun

sebagian besar pada anak berkisar antara 5-9 tahun. 1

Kasus demam tifoid di Indonesia tersebar secara merata di seluruh

propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di

daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta

kasus per tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian demam tifoid antara

lain jenis kelamin, usia, status gizi, kebiasaan jajan, kebiasaan cuci tangan,

pendidikan orang tua, tingkat penghasilan orang tua, pekerjaan orang tua, dan

sumber air. 2

Tatalaksana DT meliputi tiga komponen yang saling menunjang yaitu

perawatan, tatalaksana diet dan pemberian obat antimikroba. Lamanya perawatan

di rumah sakit sangat bervariasi, tidak ada keseragaman. Lama perawatan ini

tergantung lamanya istirahat mutlak. Adapun manfaat istirahat mutlak adalah

untuk menghindari penyulit saluran cerna yaitu perdarahan dan perforasi usus,

akibat ulkus yang menembus tunika muskularis dan serosa. Patogenesis terjadinya

1
ulkus adalah akibat masuknya kembali kuman Salmonella typhi ke usus yang

mengakibatkan reaksi hipersensitivitas pada sel-sel plagues Payeri yang telah

mengalami sensitisasi dan hiperplasi. Kuman juga mengeluarkan endotoksin yang

mempunyai peran membantu proses peradangan lokal, tempat kuman berkembang

biak. Jadi ulkus yang terjadi tergantung pada kedua hal di atas. 1

Perubahan patologi ini pada anak lebih ringan dibanding pada pasien

dewasa.1-3 Perforasi usus menurut Gupta V dkk terjadi pada minggu ke II yaitu

2/3 kasus dari 65 pasien DT anak yang dirawat di India selama 3 tahun.4 Audy H

dan Farid Nur M1, di Ujung Pandang menemukan 8 dari 11 anak terjadi perforasi

pada minggu ke II dan sisanya dalam minggu ke III. Angka kejadian perdarahan

dan perforasi usus lebih sering terjadi pada dewasa dibandingkan pada anak. 1

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam

tifoid di seluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian tiap

tahunnya. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi

pada anak maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam

tifoid, walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan dari dewasa. Di hampir

semua daerah endemik, insidensi demam tifoid banyak terjadi pada anak usia 5-19

tahun. 3

Demam tifoid merupakan penyakitt endemis di Indonesia yang disebabkan

oleh infeksi sistemik salmonella typhi. Prevalens 91% kasus demam tifoid terjadi

pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun. Pada minggu

pertama sakit, demam tifoid sangat sukar dibedakan dengan penyakit demam

2
lainnya, sehingga unutk memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan biakan

kuman untuk konfirmasi. 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typhoid fever.

Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran

pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai

gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.1

B. EPIDEMIOLOGI

3
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan

karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat

luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan

terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi

600.000 kasus kematian tiap tahun.4 Di negara berkembang, kasus demam tifoid

dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan

sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan

rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh

propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di

daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta

kasus per tahun. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19

tahun pada 91% kasus.6

Salmonella typhi dapat hidup didalam tubuh manusia (manusia sebagai

natural reservoir). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat

mengekskresikannya melalui sekret saluran nafas, urin, dan tinja dalam jangka

waktu yang sangat bervariasi. Salmonella typhi yang berada diluar tubuh manusia

dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada didalam air, es, debu, atau

kotoran yang kering maupun pada pakaian. Akan tetapi S. Typhi hanya dapat

hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage, dan mudah dimatikan dengan

klorinasi dan pasteurisasi (temp 63°C).5

Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang

berada dalam bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi oro-

4
fekal dari seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada

bayinya dan sumber kuman berasal dari laboratorium penelitian.5

C. ETIOLOGI

Demam Tifoid adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Salmonella typhi. Etiologi demam tifoid dan demam paratifoid adalah S. typhi, S.

paratyphi A, S. paratyphi B (S. Schotmuelleri) dan S. paratyphi C (S.

Hirschfeldii).

Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram-

negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora fakultatif

anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar

antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri

polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang

membentuk lapis luar dari dinding sel da dinamakan endotoksin. Salmonella typhi

juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi

terhadap multipel antibiotik.5

5
Gambar: Mikroskopik Salmonella Typhi

D. MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinis pada anak umumnya bersifat lebih ringan, lebih

bervariasi bila dibandingkan dengan penderita dewasa. Bila hanya berpegang pada

gejala atau tanda klinis, akan lebih sulit untuk menegakkan diagnosis demam

tifoid pada anak, terutama pada penderita yang lebih muda, seperti pada tifoid

kongenital ataupun tifoid pada bayi.

Masa inkubasi rata-rata bervariasi antara 7 – 20 hari, dengan masa inkubasi

terpendek 3 hari dan terpanjang 60 hari. Dikatakan bahwa masa inkubasi

mempunyai korelasi dengan jumlah kuman yang ditelan, keadaan umum/status

gizi serta status imunologis penderita.7

Pertimbangan demam tifoid jika anak demam dan mempunyai salah satu

tanda berikut ini : 8


-
Diare atau konstipasi
-
Muntah
-
Nyeri perut
-
Sakit kepala atau batuk
-
Terutama jika demam selama 7 hari atau lebih dan diagnosis laon sudah

disisihkan

E. PATOFISIOLOGI

6
7
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks yang mengikuti

ingesti organism, yaitu: 1) penempelan dan invasi sel- sel pada Peyer Patch, 2)

bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag Peyer Patch, nodus

limfatikus mesenterica, dan organ- organ extra intestinal sistem retikuloendotelial

3) bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah, 4) produksi enterotoksin yang

meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan meningkatkan permeabilitas

membrane usus sehingga menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam

lumen intestinal

Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam

tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian

kuman dimusnahkan dalam lambung karena suasana asam di lambung (pH < 2)

banyak yang mati namun sebagian lolos masuk ke dalam usus dan berkembang

biak dalam peyer patch dalam usus. Untuk diketahui, jumlah kuman yang masuk

dan dapat menyebabkan infeksi minimal berjumlah 10 5 dan jumlah bisa saja

meningkat bila keadaan lokal pada lambung yang menurun seperti aklorhidria,

post gastrektomi, penggunaan obat- obatan seperti antasida, H2-bloker, dan

Proton Pump Inhibitor.

Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus tepatnya di jejnum dan

ileum. Bila respon imunitas humoral mukosa usus (IgA) kurang baik maka kuman

akan menembus sel- sel epitel (sel-M merupakan selnepitel khusus yang yang

melapisi Peyer Patch, merupakan port de entry dari kuman ini) dan selanjutnya ke

8
lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-

sel fagosit terutama makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam

makrofag dan selanjutnya dibawa ke peyer patch di ileum distal dan kemudian

kelenjar getah bening mesenterika.

Selanjutnya melalui ductus thoracicus, kuman yang terdapat dalam

makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama

yang sifatnya asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ Retikuloendotelial

tubuh terutama hati dan Limpa. Di organ- organ RES ini kuman meninggalkan

sel- sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan

selanjutnya kembali masuk ke sirkulasi sistemik yang mengakibatkan bakteremia

kedua dengan disertai tanda- tanda dan gejala infeksi sistemik.

Di dalam hepar, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang

biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara “intermitten” ke dalam

lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan bersama feses dan sebagian masuk lagi

ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali,

berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka pada saat fagositosis

kuman Salmonella terjadi beberapa pelepasan mediator inflamasi yang

selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam,

malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, diare diselingi konstipasi, sampai

gangguan mental dalam hal ini adalah delirium. Pada anak- anak gangguan mental

9
ini biasanya terjadi sewaktu tidur berupa mengigau yang terjadi dalam 3 hari

berturut- turut.5

Dalam Peyer Patch makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasi

jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat,

hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi

akibat erosi pembuluh darah sekitar peyer patch yang sedang mengalami nekrosis

dan hiperplasi akibat akumulasi sel- sel mononuclear di dinding usus.

Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan

otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoxin dapat menempel

di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti

gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler, respirasi, dan gangguan organ lainnya.

Peran endotoksin dalam pathogenesis demam tifoid tidak jelas, hal

tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita

melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari salmonella typhi ini

menstimulasi makrofag di dalam hepar, lien, folikel usus halus dan kelenjar limfe

mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat- zat lain. Produk dari makrofag

inilah yang dapat menimbulkan kelainan anatomis seperti nekrosis sel, sistem

vaskuler, yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada darah

dan juga menstimulasi sistem imunologis.1,4

10
F. DIAGNOSIS

 ANAMNESIS
-
Demam naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada akhir

minggu pertama, minggu kedua demam terus menerus tinggi. 4


-
Anak sering mengigau ( delirium), malasie, letargi, anoreksi, nyeri kepala,

nyeri perut, diare atau konstipasi, muntah, perut kembung.


-
Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang dan

ikterus. 4
-
Demam lebih dari tujuh hari 8
-
Telihat jelas sakit dan kondisi serius tanpa sebab yang jelas. 8
-
Hepatosplenomegali. 8
-
Dapat timbul dengan tanda yang tidak tipikal terutama pada bayi muda

sebagai penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermi. 8

 Pemeriksaan fisik

Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi.

Kesadaran menurun, delirium, sebagian besar anak mempunyai lidah tifoid yaitu

dibagian tengah kotor dan dibegian pinggir hiperemis, meteorismus, hepatomegali

lebih sering dijumpai daripada splenomegali. Kadang- kadang terdengar ronki

pada pemeriksaan paru. 4

 Pemeriksaan Penunjang

11
Darah tepi perifer: 4
-
Anemia, pada umumnya terjadi karena suspresi sumsum tulang,

defisiensi Fe, stsu perdarahan usus.


-
Leukopenia
-
Limfositosis Relatif
-
Trombositopenia, terutama pada demam tifoid berat.

Pemeriksaan serologi: 4
-
Serologi widal: kenaikan titer S. Typhi titor O 1 : 200 atau kenaikan 4

kali titer fase akut ke fase konvalesens.


-
Kadar IgM dan IgG ( typhi dot)

Pemeriksaan biakan salmonela: 4


-
Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit
-
Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke 4
4
Pemeriksaan radiologik
-
Foto thoraks, apabila diduga terjadi komplikasi pneumonia
-
Foto abdomen, apabila diduga terjadi komplikasi intestinal seperti

peerforasi usus atau perdarahan saluran cerna.


-
Pada perforasi usus tampak:
o
Distribusi udara tidak merata

o
Airflud level

o
Bayangan radiolusen didaerah hepar

o
Udara bebas pada abdomen

12
Tes TUBEX

Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang

sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang

berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan

menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada

Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena

hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam

waktu beberapa menit.

Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes TUBEX ® ini,

beberapa penelitian pendahuluan menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai

sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji Widal. Penelitian oleh

Lim dkk (2002) mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%.

Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan spesifisitas sebesar

89%. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan untuk

pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara

berkembang.9

Ada 4 interpretasi hasil :



Skala 2-3 adalah Negatif Borderline. Tidak menunjukkan

infeksi demam tifoid. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang

3-5 hari kemudian.



Skala 4-5 adalah Positif. Menunjukkan infeksi demam tifoid

13

Skala > 6 adalah positif. Indikasi kuat infeksi demam tifoid

G. DIAGNOSIS BANDING

Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara

klinis dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis,

bronkitis dan bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh

mikroorganisme intraseluler seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik,

bruselosis, tularemia, shigelosis dan malaria juga perlu dipikirkan. Pada demam

tifoid yang berat, sepsis, leukimia, limfoma dan penyakit hodgkin dapat sebagai

dignosis banding.5

H. PENATALAKSANAAN

Antibiotik
-
Kloramfenicol ( drug of choice) 50-100 mg/kgBB/hari. Oral atau IV,

dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari.


-
Amoksisilin 100 mg mg/kgbb/hari, oral atau IV selama 10 hari.
-
Kotrimoksazol 6 mg/kgbb/hari, oral selama 10 hari.
-
Seftriakson 80 mg/kgbb/ hari, IV atau IV sekali sehari selama 5 hari.
-
Sefiksim 10 mg/kgbb/hari, oral dibagi dalam 2 dosis selama 10 hari. 4

Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran.

Deksametason 1-3 mg/kgbb/hari IV, dibagi 3 dosis hingga kesadaran

membaik. 4

14
Bedah

Tindakan bedah diperlukan pada penyulit perforasi usus. 4

Suportif
-
Demam tifoid ringan dapat dirawat dirumah
-
Tirah baring
-
Isolasi memadai
-
Kebutuhan kalori dan cairan cukup. 4

Indikasi rawat

Demam tifoid berat harus dirawat inap di rumah sakit


-
Cairan dan kalori 4

Terutam pada demam tinggi, muntah atau diare, bila asupan

cairan dan kalori diberikan melalui sinde lambung



Pada ensefalopati, jumlah kebutuhan cairan dikurangi menjadi

4/5 kebutuhan dengan kadar natrium rendah.



Penuhi kebutuhan volume cairan intravaskular dan jaringan

Pertahankan fungsi sirkulasi dengan baik

Pertahankan oksigenasi jaringan, bila perlu berikan O2,

Pelihara keadaan nutrisi

Pengobatan gangguan asam basa dan elektrolit. 4
-
Antipiretik, diberikan apabila demam > 39 0 C. Kecuali pasien dengan

riwayat kejang demam dapat diberikan lebih awal. 4

15
-
Diet
o
Makanan tidak berserat dan mudah dicerna

o
Setelah demam reda, dapat segara diberikan makanan yang lebih

padat dengan kalori cukup. 4


-
Transfusi darah: kadang- kadang diperlukan pada perdarahan saluran

cerna dan perforasi usus. 4

I. KOMPLIKASI

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi 2 bagian : 7

1. Komplikasi pada usus halus

a) Perdarahan usus

Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja

dengan benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena dapat

disertai nyeri perut dengan tanda – tanda renjatan.

b) Perforasi usus

Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setengahnya dan terjadi

pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis

hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dirongga peritoneum

yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan

diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan

tegak.

16
c) Peritonitis

Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi

usus. Ditemukan gejala akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding

abdomen tegang, dan nyeri tekan.

2. Komplikasi diluar usus halus

a) Bronkitis dan bronkopneumonia

Pada sebagian besar kasus didapatkan batuk, bersifat ringan dan

disebabkan oleh bronkitis, pneumonia bisa merupakan infeksi

sekunder dan dapat timbul pada awal sakit atau fase akut lanjut.

Komplikasi lain yang terjadi adalah abses paru, efusi, dan empiema.

b) Kolesistitis

Pada anak jarang terjadi, bila terjadi umumnya pada akhi minggu

kedua dengan gejala dan tanda klinis yang tidak khas, bila terjadi

kolesistitis maka penderita cenderung untuk menjadi seorang karier.

c) Typhoid ensefalopati

Merupakan komplikasi tifoid dengan gejala dan tanda klinis berupa

kesadaran menurun, kejang – kejang, muntah, demam tinggi,

pemeriksaan otak dalam batas normal. Bila disertai kejang – kejang

maka biasanya prognosisnya jelek dan bila sembuh sering diikuti

oleh gejala sesuai dengan lokasi yang terkena.

d) Meningitis

17
Menigitis oleh karena Salmonella typhi yang lain lebih sering

didapatkan pada neonatus/bayi dibandingkan dengan anak, dengan

gejala klinis tidak jelas sehingga diagnosis sering terlambat.

Ternyata peyebabnya adalah Salmonella havana dan Salmonella

oranemburg.

e) Miokarditis

Komplikasi ini pada anak masih kurang dilaporkan serta gambaran

klinis tidak khas. Insidensnya terutama pada anak berumur 7 tahun

keatas serta sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga. Gambaran

EKG dapat bervariasi antara lain : sinus takikardi, depresi segmen

ST, perubahan gelombangan I, AV blok tingkat I, aritmia,

supraventrikular takikardi.

f) Infeksi saluran kemih

Sebagian kasus demam tifoid mengeluarkan bakteri Salmonella

typhi melalui urin pada saat sakit maupun setelah sembuh. Sistitis

maupun pilonefritis dapat juga merupakan penyulit demam tifoid.

Proteinuria transien sering dijumpai, sedangkan glomerulonefritis

yang dapat bermanifestasi sebagai gagal ginjal maupun sidrom

nefrotik mempunyai prognosis yang buruk.

g) Karier kronik

18
Tifoid karier adalah seorang yang tidak menunjukkan gejala

penyakit demam tifoid, tetapi mengandung kuman Salmonella

typhosa di sekretnya. Karier temporer- ekskresi S.typhi pada feces

selama tiga bulan. Hal ini tampak pada 10% pasien konvalesen.

Relapse terjadi pada 5-10% pasien biasanya 2-3 minggu setelah

demam mengalami resolusi dan pada isolasi organisme memiliki

bentuk sensivitas yang sama seperti semula. Faktor predisposisi

menjadi kronik karier adalah jenis kelamin perempuan, pada

kelompok usia dewasa, dan cholelithiasis. Pasien dengan traktus

urinarius yang abnormal, seperti schistosomiasis, mungkin

memgeluarkan bakteri pada urinya dalam waktu yang lama.

I. PROGNOSIS

Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S.ser.

Typhi ≥ 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Resiko

menjadi karier pada anak – anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier

kronik terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid.5

DAFTAR PUSTAKA

19
1. Suryantini, Dasril Daud. Perawatan Singkat Demam Tifoid Pada

Anak. Sari Pediatri, Vol. 3, No. 2, September 2001: 77 – 82.

https://www.researchgate.net/Perawatan_Singkat_Demam_Tifoid_

pada_Anak.

2. Galuh Ramaningrum. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Kejadian Demam Tifoid Pada Anak Di RSUD Tugurejo

Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Semarang. https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/kedokteran/.

3. Rezeki, Sri. Demam tifoid. 2008. Diunduh dari

http://medicastore.com/artikel.

4. Pudjiadi, antonius, dkk. Pedoman Pelayanan Medis. IDAI. Edisi 1.

Tahun 2011.

5. Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar

infeksi & pediatri tropis. Ed. 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ;

2008.

6. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid.

Dalam : Soegijanto S, Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan

Penatalaksanaan, edisi 1. Jakarta : Salemba Medika.

7. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi

bahasa Indonesia: A Samik Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson,

ed.15. Jakarta: EGC ; 2000.

20
8. WHO. Buku saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.

Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di

Kabupaten / Kota. Jakarta: 2008

9. Prasetyo, Risky V. dan Ismoedijanto. Metode diagnostik demam

tifoid pada anak. Surabaya : FK UNAIR ; 2010

21

Anda mungkin juga menyukai