Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

R DENGAN ACUTE
DECOMPENSATED HEART FAILURE DI RUANGAN KRISAN
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU

“KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH”

KELOMPOK III:
Dewi Rosiana, S.Kep
M. Isfajrian Fadly, S.Kep
Nova Weric S, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES PAYUNG NEGERI
PEKANBARU
2018/2019
HALAMAN PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. R DENGAN ACUTE


DECOMPENSATED HEART FAILURE DI RUANGAN KRISAN
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU

Makalah ini telah disetujui dan ditelaah bersama Preseptor Klinik dan
Preseptor Akademik Mata Ajar Keperawatan Medikal Bedah Program
Studi Profesi Ners STIKes Payung Negeri Pekanbaru

KELOMPOK III:
Dewi Rosiana, S.Kep
M. Isfajrian Fadly, S.Kep
Nova Weric S, S.Kep

Pekanbaru, Februari 2019


Mengetahui,

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

Ns, Dendy Kharisna, M.Kep Ns. Herdaswita, S.Kep

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
WHO pada 2013 menerbitkan data yang menunjukkan bahwa
sebanyak 17,3 miliar orang di dunia meninggal karena penyakit
kardiovaskular dan diperkirakan akan mencapai 23,3 miliar penderita yang
meninggal pada tahun 2020. Di Indonesia, pada tahun 2008 diperkirakan
sebanyak 17,3 juta kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskular,
lebih dari 3 juta kematian tersebut terjadi sebelum usia 60 tahun (Depkes
RI, 2013).
Penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian nomor satu di
dunia. Pada tahun 2012, sekitar 17,5 juta orang meninggal karena penyakit
kardiovaskular atau sekitar 31 % dari seluruh kematian (WHO, 2015).
Masalah tersebut juga menjadi masalah kesehatan yang progresif dengan
angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi di Indonesia (Perhimpunan
Dokter Kardiovaskuler, 2015).
Jenis Penyakit kardiovaskular yang paling sering terjdi adalah
gagal jantung. Salah satu bentuk gagal jatung yaitu gagal jantung akut
dekompensata (Acute Decomoensated Heart Failure, ADHF). ADHF
dapat disebabkan oleh infark miokard. Infark miokard merupakan
perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Fenton, 2009).
Pada makalah ini akan dibahas mengenai Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Acute Decompensated Heart Failure mulai dari
pengkajian, penegakan diagnosa keperawatan, perencanaan intervensi,
pelaksanaan intervensi, serta evaluasi. Kasus yang diangkat merupakan
Klien yang berasal dari ruang rawat inap Krisan di RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau pada 29-31 Februari 2019.

ii
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum pada makalah ini adalah untuk
mengetahui Asuhan Keperawatan pada Tn. R dengan Acute
Decompensated Heart Failure (ADHF) di Ruangan Krisan RSUD
Arifin Ahmad Provinsi Riau.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsep Penyakit ADHF
b. Mengetahui pengkajian pada Tn. R dengan ADHF
c. Menenegakkan diagnosa keperawatan pada Tn. R dengan ADHF
d. Merencanakan intervensi keperawatan pada Tn. R dengan ADHF
e. Menerapkan implementasi keperawatan pada Tn. R dengan
ADHF
f. Mengetahui hasil evaluasi keperawatan pada Tn. R dengan ADHF

C. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Tempat Praktik
Sebagai bahan informasi dan masukan tentang proses pemberian
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Acute Decompensated Heart
Failure.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Untuk menambah literatur di perpustakaan sehingga berguna sebagai
media informasi mengenai proses pemberian Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Acute Decompensated Heart Failure.
3. Bagi Penulis Selanjutnya
Makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan
referensi untuk membuat makalah lainnya terkait tentang proses

iii
pemberian Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Acute
Decompensated Heart Failure.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
ADHF atau disebut Acut Decompensated Heart Failure
merupakan gagal jantung akut. Istilah ini sama dengan gagal jantung
atau ”Dekompensasi Cordis”. Decompensasi cordis secara sederhana
berarti kegagalan jantung untuk memompa cukup darah untuk
mencukupi kebutuhan tubuh. Dekompensasi kordis merupakan suatu
keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas
yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung. Dari definisi di
atas, diketahui bahwa kondisi cardiac output (CO) yang tidak cukup
terjadi karena kehilangan darah atau beberapa proses yang terkait
dengan kembalinya darah ke jantung. (Tabrani, 1998; Price ,1995).
Suatu kondisi bila cadangan jantung normal (peningkatan
frekuensi jantung, dilatasi, hipertrophi, peningkatan isi sekuncup) untuk
berespon terhadap stress tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan
metabolik tubuh, jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai
pompa, dan akibatnya gagal jantung.

2. Etiologi
Ada beberapa keadaan yang mempengaruhi fungsi
jantung. Penyebab yang paling umum adalah kerusakan
fungsional jantung dimana terjadi kerusakan atau hilangnya otot
jantung, iskemik akut dan kronik, peningkatan tahanan vaskuler
dengan hipertensi, atau berkembangnya takiaritmia seperti atrial
fibrilasi (AF). Penyakit jantung koroner yang merupakan
penyebab penyakit miokard, menjadi penyebab gagal jantung

iv
pada 70% dari pasien gagal jantung. Penyakit katup sekitar 10%
dan kardiomiopati sebanyak 10%.
Kardiomiopati merupakan gangguan pada miokard dimana
otot jantung secara struktur dan fungsionalnya menjadi abnormal 
[dengan ketiadaan penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit
katup, atau penyakit jantung kongenital lainnya] yang berperan
terjadinya abormalitas miokard.
Tabel 1. Penyebab umum gagal jantung oleh karena penyakit
otot jantung (penyakit miokardial)

Penyakit jantung coroner Banyak manifestasi


Hipertensi Sering dikaitkan dengan hipertrofi
ventrikel kanan dan fraksi ejeksi
Kardiomiopati Faktor genetic dan non – genetic (termasuk
yang didapat seperti myocarditis)
Hypertrophic (HCM), dilated (DCM),
restrictive (RCM), arrhythmogenic right
ventricular (ARVC), yang tidak
terklasifikasikan
Obat – obatan β - Blocker, calcium antagonists,
antiarrhythmics, cytotoxic agent
Toksin Alkohol, cocaine, trace elements (mercury,
cobalt, arsenik)
Endokrin Diabetes mellitus,  hypo/hyperthyroidism,
Cushing syndrome, adrenal insufficiency,
excessive growth hormone,
phaeochromocytoma
Nutrisional Defisiensi thiamine, selenium, carnitine.
Obesitas, kaheksia
Infiltrative Sarcoidosis, amyloidosis,
haemochromatosis, penyakit jaringan ikat
Lainnya Penyakit Chagas, infeksi HIV, peripartum
cardiomyopathy, gagal ginjal tahap akhir

3. Manifestasi

v
Gejala utama ADHF antara lain sesak napas, konngesti,
dan kelelahan yang sering tidak spesifik untuk gagal jantung dan
sirkulasi. Gejala – gejala ini juga dapat disebabkan pleh kondisi
lain yang mirip dengan gejala gagal jantung, komplikasi yang
diidentifikasikan pada pasien dengan gejala ini. variasi bentuk
penyakit pulmonal termasuk pneumonia, penyakit paru reaktif dan
emboli pulmonal, mungkin sangat sulit untuk dibedakan secara
klinis dengan gagal jantung.
Tabel 2. Manifestasi Klinis yang umum pada gagal
jantung

Gambaran Klinis yang Gejala Tanda


Dominan
Edema perifer/ kongesti Sesak napas, kelelahan,Edema Perifer, peningkatan
Anoreksia vena jugularis, edema
pulmonal, hepatomegaly,
asites, overload cairan
(kongesti), kaheksia
Edema pulmonal Sesak napas yang berat saat Crackles atau rales pada
istirahat paru-paru bagian atas, efusi,
Takikardia, takipnea
Syok kardiogenik (low Konfusi, kelemahan, dingin Perfusi perifer yang buruk,
output syndrome) pada perifer Systolic Blood Pressure
(SBP) < 90mmHg, anuria
atau oliguria
Tekanan darah tinggi (gagal Sesak napas Biasanya terjadi
jantung hipertensif) peningkatan tekanan darah,
hipertrofi ventrikel kiri
Gagal jantung kanan Sesak napas, kelelahan Bukti disfungsi ventrikel
kanan, peningkatan JVP,
edema perifer,
hepatomegaly, kongesti
usus.

vi
Menurut The Consensus Guideline in The Management of Acute
Decompensated Heart Failure tahun 2006, manifestasi klinis acute
decompensated heart failure antara lain tertera dalam tabel berikut.

Tabel 3. Gejala dan Tanda Acute Decompensated Heart Failure


Volume Overload
-          Dispneu saat melakukan kegiatan
-          Orthopnea
-          Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
-          Ronchi
-          Cepat kenyang
-          Mual dan muntah
-          Hepatosplenomegali, hepatomegali, atau splenomegali
-          Distensi vena jugular
-          Reflex hepatojugular
-          Asites
-          Edema perifer
Hipoperfusi
-          Kelelahan
-          Perubahan status mental
-          Penyempitan tekanan nadi
-          Hipotensi
-          Ekstremitas dingin
-          Perburukan fungsi ginjal

4. Patofisiologi
Pada beberapa kasus, dekompensasi kordis dapat terjadi
karena penggunaan darah yang berlebihan oleh jaringan (high
output failure). Cardiac Output yang tidak cukup (forward
failure) sering diikuti oleh penghambatan pada system vena
(backward failure) karena kegagalan ventrikel tidak mampu
untuk mengeluarkan darah yang dikirim oleh vena dalam jumlah
normal saat diastole. Ini dihasilkan saat peningkatan volume
darah dalam ventrikel saat akhir diastole, peningkatan end-
diastolic pressure pada jantung dan akhirnya peningkatan tekanan
vena.

vii
Pada permulaan kemacetan, sejumlah respon adaptif local
diberikan untuk mengatur Cardiac Output yang normal, yaitu
reaksi neurohumoral dimana pada awalnya akan terjadi
peningkatan aktivitas system saraf simpatik. Catecholamines
menyebabkan kontraksi yang lebih bertenaga pada otot jantung
dan meningkatkan heart rate. Kelebihan kerja yang membebani
jantung dapat menyebabkan peningkatan keperluan dalam bentuk
yang bermacam-macam dari remodeling termasuk hipertrofi dan
dilatasi.
Pada kasus ruang jantung mendapat tekanan berlebih
(hipertensi, valvular stenosis), hipertrofi dicirikan dengan
peningkatan diameter pada serat otot dimana dinding ventrikel
bertambah tanpa diikuti peningkatan ukuran ruang. Keperluan
oksigen meningkat pada miokardium yang hipertrofi,
meningkatkan masa sel miokardia dan meningkatkan tekanan
dinding ventrikel. Oleh karena capillary beds pada miokardial
tidak selalu meningkat dengan cukup untuk mendapatkan
tambahan oksigen pada otot yang hipertrofi menyebabkan
miokardium mudah mengalami iskemia.
Peningkatan beban kerja jantung pada berbagai tipe
mempengaruhi perkembangan dilatasi jantung atau perluasan
chambers, ketika aktivitas simpatik meningkat dan mioist yang
hipertrofi membuktikan ketidakmampuan untuk mengalirkan
darah dari vena ke jantung. Saat kegagalan jantung terjadi,
tekanan akhir diastolic meningkat, menyebabkan serat otot
jantung meregang yang akhirnya meningkatkan volume rongga
jantung. Sesuai dengan hubungan Frank-Straling, pemanjangan
serat ini diawali dengan kontraksi yang lebih keras sehingga
Cardiac Output (CO) meningkat. Bila ventrikel yang terdilatasi
mampu untuk mengatur CO pada level yang diperlukan tubuh,
pasien dikatakan pada compensated heart failure. Sebaliknya,

viii
dilatasi jantung seperti hipertrofi memberi efek pengurangan pada
jantung. Peningkatan dilatasi dihasilkan pada peningkatan
tekanan dinding pada ruang yang terpengaruh, yang menyebabkan
peningkatan kebutuhan oksigen pada miokardium. Seiring waktu,
miokard yang gagal tidak mampu lagi untuk mendorong darah ke
tubuh (fase decompensasi heart failure).
Pada pasien dengan gagal jantung kiri ini dihasilkan
kemacetan sirkulasi pulmonary pasif. Saat kegagalan ventrikel
berlangsung, tekanan hidostatik pada pulmonary vasculature
meningkat menyebabkan kebocoran cairan dan eritrosit masuk ke
jaringan interstisial dan rongga paru sehingga menyebabkan
pulmonary edema. Kemacetan sirkulasi pulmonal juga
meningkatkan resistensi pembuluh pulmonary sehingga beban
kerja pada sisi kanan jantung meningkat. Peningkatan beban, bila
berlangsung dan severe, bisa menyebabkan jantung kanan gagal
memompa. Kegagalan sisi kanan jantung mempengaruhi
perkembangan kemacetan sistemik vena, dan edema jaringan.
Saat jantung gagal, perubahan sistemik juga terjadi agar CO
mendekati normal. Penurunan output ventrikel kiri berhubungan
dengan penurunan perfusion ginjal yang selanjutnya
menyebabkan aktivasi local pada system rennin-angiotensin yang
menyebabkan tubulus ginjal menyerap air dan sodium. Kejadian
ini kadang disebut secondary hyperaldosteronism.
Kelainan intrinsic pada kontraktilitas myokard yang khas
pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu
kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas
ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup, dan
meningkatkan volume residu ventrikel.

ix
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme
primer yang dapat dilihat:

1. Meningkatkan aktivitas adrenergic simpatik


2. Meningkatkan beban awal akibat aktivasi system rennin-
angiotensin aldosteron
3. Hipertrofi ventrikel

Ketiga respon konpensatorik ini mencerminkan usaha untuk


mempertahankan curah jantung. Kelainan pada kerja ventrikel
dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan
beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung maka
kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif.

Menurunnya curah sekuncup pada gagal jantung akan


membangkitkan respon simpatik kompensatorik. Meningkatnya
aktivitas adrenergic simpatik merangsang pengeluaran
katekolamin dari saraf-saraf adrenergic jantung dan medulla
adrenal. Denyut jantung dan dan kekuatan kontraksi akan
meningkat untuk menambah curah jantung. Juga terjadi
vasokontriksi arteria perifer untuk menstabilkan tekanan arteria,
redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke
organ-organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal
agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.

Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai


peristiwa :

1. Penutunan aliran darah ginjal serta laju filtrasi glomerulus


2. Pelepasan rennin dan apparatus juksta glomerulus
3. Interaksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk
menghasilkan angiotensin I
4. Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II

x
5. Perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal
6. Retansi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul

Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah


hipertofi miokardium atau bertambah tebalnya dinding. Hipertrofi
meningkatan jumlah sarkomer dalam sel miokardium yang
tergantung dari jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan
gagal jantung. Sarkomer dapat bertambah secara parallel atau
serial. Respon miokardium terhadap beban volume seperti pada
regurgitasi aorta yang ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya
tebal dinding jantung

5. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan fisik EKG untuk melihat ada tidaknya infark
myocardial akut, dan guna mengkaji kompensasi seperti hipertropi
ventrikel. Irama sinus atau atrium fibrilasi, gel. mitral yaitu
gelombang P yang melebar serta berpuncak dua serta tanda RVH,
LVH jika lanjut usia cenderung tampak gambaran atrium fibrilasi.
 Echocardiografi dapat membantu evaluasi miokard yang iskemik
atau nekrotik pada penyakit jantung kotoner
 Foto X-ray thorak untuk melihat adanya kongesti pada paru dan
pembesaran jantung
 Esho-cardiogram, gated pool imaging, dan kateterisasi arteri
polmonal.untuk menyajikan data tentang fungsi jantunG
 Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik,
perubahan dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan
kontraktilitas ventricular
 Kateterisasi jantung >> Tekanan Abnormal merupakan indikasi
dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi
kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi
arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel
menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan
kontrktilitas.

xi
 Foto polos dada >> Proyeksi A-P; konus pulmonalis menonjol,
pinggang jantung hilang, cefalisasi arteria pulmonal. Proyeksi
RAO; tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium kiri dan
pembesaran ventrikel.

6. Penatalaksanaan Medis
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah
sebagai berikut:
1. Menurunkan kerja jantung
2. Meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miocard
3. Menurunkan retensi garam dan air
4. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
5. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung
dengan bahan-bahan farmakologis
6. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan
terapi diuretic diet dan istirahat
Pelaksanaannya meliputi:
1. Tirah Baring : Kebutuhan pemompaan jantung diturunkan,
untuk gagal jantung kongesti tahap akut dan sulit
disembuhkan.
2. Pemberian diuretik :Pemberian terapi diuretik bertujuan
untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Obat
ini tidak diperlukan bila pasien bersedia merespon
pembatasan aktivitas, digitalis dan diet rendah natrium
3. Pemberian morphin : Untuk mengatasi edema pulmonal akut,
vasodilatasi perifer, menurunkan aliran balik vena dan kerja
jantung, menghilangkan ansietas karena dispnea berat
4. Reduksi volume darah sirkulasi : Dengan metode plebotomi,
yaitu suatu prosedur yang bermanfaat pada pasien dengan
edema pulmonal akut karena tindakan ini dengan segera
memindahkan volume darah dari sirkulasi sentral,

xii
menurunkan aliran balik vena dan tekanan pengisian serta
sebaliknya menciptakan masalah hemodinamik segera.
5. Terapi vasodilator : Obat-obat vasoaktif merupakan
pengobatan utama pada penatalaksanaan gagal jantung. Obat
ini berfungsi untuk memperbaiki pengosongan ventrikel dan
peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian
ventrikel kiri dapat diturunkan dan dapat dicapai penurunan
dramatis kongesti paru dengan cepat.
6. Terapi digitalis:Digitalis adalah obat utama yang diberikan
untuk meningkatkan kontraktilitas (inotropik) jantung dan
memperlambat frekuensi ventrikel serta peningkatam
efisiensi jantung. Ada beberapa efek yang dihasilkan seperti :
peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan
volume darah, dan peningkatan diuresis yang mengeluarkan
cairan dan mengurangi edema.
7. Inotropik positif Dopamin : Pada dosis kecil 2,5 s/d 5 mg/kg
akan merangsang alpha-adrenergik beta-adrenergik dan
reseptor dopamine ini mengakibatkan keluarnya katekolamin
dari sisi penyimpanan saraf. Memperbaiki kontraktilitas
curah jantung dan isi sekuncup. Dilatasi ginjal-serebral dan
pembuluh koroner. Pada dosis maximal 10-20 mg/kg BB
akan menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban
kerja jantung.
8. Dobutamin : Merangsang hanya betha adrenergik. Dosis
mirip dopamine memperbaiki isi sekuncup, curah jantung
dengan sedikit vasokonstriksi dan tachicardi.
9. Dukungan diet (pembatasan natrium) : Pembatasan natrium
ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi
edema, seperti pada hipertensiatau gagal jantung. Dalam
menentukan ukuran sumber natrium harus spesifik dan
jumlahnya perlu diukur dalam milligram.

xiii
Tindakan-tindakan mekanis :
Dukungan mekanis ventrikel kiri (mulai 1967) dengan komterpulasi
balon intra aortic / pompa PBIA. Berfungsi untuk meningkatkan aliran
koroner, memperbaiki isi sekuncup dan mengurangi preload dan
afterload ventrikel kiri.
Tahun 1970, dengan extracorporeal membrane oxygenation
(ECMO). Alat ini menggantikan fungsi jantung paru. Mengakibatkan
aliran darah dan pertukaran gas. Oksigenasi membrane extrakorporeal
dapat digunakan untuk memberi waktu sampai tindakan pasti seperti
bedah by pass arteri koroner, perbaikan septum atau transplantasi
jantung dapat dilakukan.
Pada dasarnya pengobatan penyakit decompensasi cordis adalah
sebagai berikut:
1. Pemenuhan kebutuhan oksigen
2. pengobatan faktor pencetus
3. Istirahat
4. Perbaikan suplai oksigen /mengurangi kongesti
5. pengobatan dengan oksigen
6. pengaturan posisi pasien demi kelancaran nafas
7. peningkatan kontraktilitas myocrdial (obat-obatan inotropis
positif)
8. penurunan preload (pembatasan sodium, diuretik, obat-
obatan, dilitasi vena)
penurunan afterload (obat-obatan dilatasi arteri, obat dilatasi
arterivena, inhibitor ACE)

xiv
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan
nafas, adanya benda asing, adanya suara nafas tambahan.
2) Breathing
Frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu nafas,
retraksi dada, adanya sesak nafas, palpasi pengembangan paru,
auskultasi suara nafas, kaji adanya suara nafas tambahan.
3) Circulation
Pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output serta
adanya perdarahan. pengkajian juga meliputi status
hemodinamik, warna kulit, nadi.
b. Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,
insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat
istirahat.
b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi,
tanda vital berubah pada aktivitas.
2. Sirkulasi
a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK
sebelumnya, penyakit jantung, bedah jantung , endokarditis,
anemia, syok septik, bengkak pada kaki, telapak kaki,
abdomen.
b. Tanda : TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan), Tekanan
Nadi ; mungkin sempit, Irama Jantung ; Disritmia,
Frekuensi jantung ; Takikardia , Nadi apical ; PMI mungkin
menyebar dan merubah, posisi secara inferior ke kiri, Bunyi
jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat, terjadi, S1
dan S2 mungkin melemah, Murmur sistolik dan diastolic,
Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik, Punggung kuku ;
pucat atau sianotik dengan pengisian, kapiler lambat,
Hepar ; pembesaran/dapat teraba, Bunyi napas ; krekels,
ronkhi, Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting ,
khususnya pada ekstremitas.
3. Integritas ego
a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan
dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya
perawatan medis)
b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas,
marah, ketakutan dan mudah tersinggung.
4. Eliminasi
a. Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap,
berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi.

xv
5. Nutrisi
a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah,
penambhan berat badan signifikan, pembengkakan pada
ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi
garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan
diuretic.
b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi
abdomen (asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dn
pitting).
6. Higiene
a. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas
Perawatan diri.
b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan
personal.
7. Neurosensori
a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku
dan mudah tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen
kanan atas dan sakit pada otot.
b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku
melindungi diri.
9. Pernapasan
a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau
dengan beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan
sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan
pernapasan.
b. Tanda :
1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot
asesori pernpasan.
2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin
batuk terus menerus dengan/tanpa pemebentukan
sputum.
3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih
(edema pulmonal)
4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
10.Interaksi sosial
a. Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial
yang biasa dilakukan.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan
kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik.

xvi
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
reflek batuk, penumpukan secret.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju
filtrasi glomerulus, meningkatnya produksi ADH dan retensi
natrium/air.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

3. INTERVENSI
Diagnosa Tujuan dan
No. Intervensi
keperawatan Kriteria hasil
1. Penurunan NOC : NIC :
curah jantung 1. Cardiac Pump Cardiac Care
berhubungan effectiveness 1. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas,lokasi, du
dengan 2. Circulation 2. Catat adanya disritmia jantung
Perubahan Status 3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
kontraktilitas 3. Vital Sign Status 4. Monitor status kardiovaskuler
miokardial/peru 5. Monitor status pernafasan yang menandakan gag
bahan Setelah diberikan 6. Monitor abdomen sebagai indicator penurunan p
inotropik. asuhan keperawatan 7. Monitor balance cairan
selama ….x…. 8. Monitor adanya perubahan tekanan darah
diharapkan tanda 9. Monitor respon pasien terhadap efek p
vital dalam batas antiaritmia
yang dapat diterima 10. Atur periode latihan dan istirahat untuk m
(disritmia terkontrol kelelahan
atau hilang) dan 11. Monitor toleransi aktivitas pasien
bebas gejala gagal 12. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan o
jantung. 13. Anjurkan untuk menurunkan stress
Kriteria Hasil:
1. Tanda Vital
dalam rentang Vital Sign Monitoring
normal (Tekanan 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
darah, Nadi, 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
respirasi) 3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau b
2. Dapat 4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingk
mentoleransi 5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, d
aktivitas, tidak aktivitas
ada kelelahan 6. Monitor kualitas dari nadi
3. Tidak ada edema 7. Monitor adanya puls paradoksus
paru, perifer, dan 8. Monitor adanya puls alterans
tidak ada asites 9. Monitor jumlah dan irama jantung
4. Tidak ada 10. Monitor bunyi jantung
penurunan 11. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
kesadaran 12. Monitor suara paru
13. Monitor pola pernapasan abnormal

xvii
14. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
15. Monitor sianosis perifer
16. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yan
bradikardi, peningkatan sistolik)
17. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

2. Bersihan jalan NOC : NIC :


nafas tidak 1. Respiratory Airway suction
efektif status : 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
berhubungan Ventilation 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suc
dengan 2. Respiratory 3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang su
penurunan status : Airway 4. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilaku
reflek batuk, patency 5. Berikan O2 dengan menggunakan nas
penumpukan 3. Aspiration memfasilitasi suksion nasotrakeal
secret. Control 6. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindak
Setelah diberikan 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dal
asuhan keperawatan kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
selama ….x…. 8. Monitor status oksigen pasien
diharapkan klien 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan su
dapat menunjukkan 10. Hentikan suksion dan berikan oksigen apab
keefektifan jalan menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O
napas
Kriteria Hasil : Airway Management
1. Mendemonstrasi 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
kan batuk efektif bila perlu
dan suara nafas 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilas
yang bersih, 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat j
tidak ada sianosis buatan
dan dyspneu 4. Pasang mayo bila perlu
(mampu 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
mengeluarkan 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
sputum, mampu 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tamba
bernafas dengan 8. Lakukan suction pada mayo
mudah, tidak ada 9. Berikan bronkodilator bila perlu
pursed lips) 10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lem
2. Menunjukkan 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseim
jalan nafas yang 12. Monitor respirasi dan status O2
paten (klien tidak
merasa tercekik,
irama nafas,
frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal,
tidak ada suara
nafas abnormal)
3. Mampu

xviii
mengidentifikasi
kan dan
mencegah factor
yang dapat
menghambat
jalan nafas

3. Gangguan NOC : NIC :


pertukaran gas 1. Respiratory Airway Management
berhubungan Status : Gas 1. Pasang mayo bila perlu
dengan edema exchange 2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
paru 2. Respiratory 3. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Status : 4. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tamb
ventilation 5. Lakukan suction pada mayo
3. Vital Sign Status 6. Berika bronkodilator bial perlu
Setelah diberikan 7. Berikan pelembab udara
asuhan keperawatan 8. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan kese
selama ….x…. 9. Monitor respirasi dan status O2
diharapkan
gangguan Respiratory Monitoring
pertukaran gas 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usah
teratasi 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, p
Kriteria Hasil : otot tambahan, retraksi otot supraclavic
1. Mendemonstrasi intercostals
kan peningkatan 3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
ventilasi dan 4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
oksigenasi yang hiperventilasi, cheyne stokes, biot
adekuat 5. Catat lokasi trakea
2. Memelihara 6. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan pa
kebersihan paru 7. Auskultasi suara nafas, catat area penuruna
paru dan bebas adanya ventilasi dan suara tambahan
dari tanda tanda 8. Tentukan kebutuhan suction dengan meng
distress crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
pernafasan 9. auskultasi suara paru setelah tindakan untuk m
3. Mendemonstrasi hasilnya
kan batuk efektif
dan suara nafas
yang bersih,
tidak ada
sianosis dan
dyspneu (mampu
mengeluarkan
sputum, mampu
bernafas dengan
mudah, tidak ada

xix
pursed lips)
4. Tanda tanda vital
dalam rentang
normal

xx
4. Kelebihan NOC : NIC :
volume cairan 1. Electrolit and Fluid management
berhubungan acid base balance 1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
dengan 2. Fluid balance 2. Pertahankan catatan intake dan output yang akur
menurunnya 3. Hydration 3. Pasang urin kateter jika diperlukan
laju filtrasi 4. Monitor hasil Lab yang sesuai dengan rete
glomerulus, Setelah diberikan (BUN, Hmt , osmolalitas urin  )
meningkatnya asuhan keperawatan 5. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, M
produksi ADH selama ….x…. dan PCWP
dan retensi diharapkan 6. Monitor vital sign
natrium/air. keseimbangan 7. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (crac
volume cairan dapat edema, distensi vena leher, asites)
dipertahankan 8. Kaji lokasi dan luas edema
Kriteria hasil 9. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung in
1. Terbebas dari harian
edema, efusi, 10. Monitor status nutrisi
anaskara 11. Berikan diuretik sesuai interuksi
2. Bunyi nafas 12. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatre
bersih, tidak ada dengan serum Na < 130 mEq/L
dyspneu/ 13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebi
ortopneu memburuk
3. Terbebas dari
distensi vena Fluid Monitoring
jugularis, reflek 1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake c
hepatojugular (+) eliminasi
4. Memelihara 2. Tentukan kemungkinan faktor resiko dar
tekanan vena seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik
sentral, tekanan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, d
kapiler paru, 3. Monitor berat badan
output jantung 4. Monitor serum dan elektrolit urine
dan vital sign 5. Monitor serum dan osmilalitas urine
dalam batas 6. Monitor BP, HR, dan RR
normal 7. Monitor tekanan darah orthostatik dan peruba
5. Terbebas dari jantung
kelelahan, 8. Monitor parameter hemodinamik infasif
kecemasan atau 9. Catat secara akutar intake dan output
kebingungan 10. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem p
6. Menjelaskan penambahan BB
indikator 11. Monitor tanda dan gejala dari edema
kelebihan cairan 12. Beri obat yang dapat meningkatkan output urin

xxi
5. Intoleransi NOC : NIC :
aktivitas 1. Energy Energy Management
berhubungan Conservation 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam
dengan 2. Self Care : ADLs aktivitas
kelemahan 2. Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan
Setelah diberikan keterbatasan
asuhan keperawatan 3. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
selama ….x…. 4. Monitor nutrisi  dan sumber energi yang adekua
diharapkan terjadi 5. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik
peningkatan secara berlebihan
toleransi pada klien 6. Monitor respon kardiovaskuler  terhadap aktivita
setelah dilaksanakan 7. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pa
tindakan
keperawatan selama Activity Therapy
di RS 1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Me
Kriteria Hasil : merencanakan progran terapi yang tepat.
1. Berpartisipasi 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas ya
dalam aktivitas dilakukan
fisik tanpa 3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
disertai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
peningkatan 4.  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatk
tekanan darah, yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
nadi dan RR 5. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivi
2. Mampu kursi roda, dll
melakukan 6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disu
aktivitas sehari 7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan di wa
hari (ADLs) 8. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi k
secara mandiri dalam beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif berak
10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivas
penguatan
11. Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual

4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah
dilaksanakan.
5. EVALUASI
Dx 1 : tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol
atau hilang)
Dx 2 : kepatenan jalan nafas pasien terjaga
Dx 3 : dapat mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat

xxii
Dx 4 : keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan
Dx 5 : terjadi peningkatan toleransi pada klien

BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
terlampir
B. Diagosa dan Intervensi
Diagnosa Tujuan dan
No. Intervensi
keperawatan Kriteria hasil

xxiii
1. Penurunan NOC : NIC :
curah jantung 4. Cardiac Pump Cardiac Care
berhubungan effectiveness 1. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas,lokas
dengan 5. Circulation 2. Catat adanya disritmia jantung
Perubahan Status 3. Catat adanya tanda dan gejala penuruna
kontraktilitas 6. Vital Sign Status output
miokardial/peru 4. Monitor status kardiovaskuler
bahan Setelah diberikan 5. Monitor status pernafasan yang menanda
inotropik. asuhan keperawatan jantung
selama ….x…. 6. Monitor abdomen sebagai indicator penurun
diharapkan tanda 7. Monitor balance cairan
vital dalam batas 8. Monitor adanya perubahan tekanan darah
yang dapat diterima 9. Monitor respon pasien terhadap efek p
(disritmia terkontrol antiaritmia
atau hilang) dan 10. Atur periode latihan dan istirahat untuk m
bebas gejala gagal kelelahan
jantung. 11. Monitor toleransi aktivitas pasien
Kriteria Hasil: 12. Monitor adanya dyspneu, fatigue, teki
5. Tanda Vital ortopneu
dalam rentang 13. Anjurkan untuk menurunkan stress
normal (Tekanan
darah, Nadi,
respirasi) Vital Sign Monitoring
6. Dapat 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
mentoleransi 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
aktivitas, tidak 3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, a
ada kelelahan 4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan band
7. Tidak ada edema 5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, d
paru, perifer, dan aktivitas
tidak ada asites 6. Monitor kualitas dari nadi
8. Tidak ada 7. Monitor adanya puls paradoksus
penurunan 8. Monitor adanya puls alterans
kesadaran 9. Monitor jumlah dan irama jantung
10. Monitor bunyi jantung
11. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
12. Monitor suara paru
13. Monitor pola pernapasan abnormal
14. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kuli
15. Monitor sianosis perifer
16. Monitor adanya cushing triad (tekanan
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
17. Identifikasi penyebab dari perubahan vital s

2. Bersihan jalan NOC : NIC :


nafas tidak 4. Respiratory Airway suction
efektif status :

xxiv
berhubungan Ventilation 11. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctionin
dengan 5. Respiratory 12. Auskultasi suara nafas sebelum dan
penurunan status : Airway suctioning.
reflek batuk, patency 13. Informasikan pada klien dan keluarg
penumpukan 6. Aspiration suctioning
secret. Control 14. Minta klien nafas dalam sebelum suction d
Setelah diberikan 15. Berikan O2 dengan menggunakan na
asuhan keperawatan memfasilitasi suksion nasotrakeal
selama ….x…. 16. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan t
diharapkan klien 17. Anjurkan pasien untuk istirahat dan na
dapat menunjukkan setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
keefektifan jalan 18. Monitor status oksigen pasien
napas 19. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan su
Kriteria Hasil : 20. Hentikan suksion dan berikan oksigen apab
4. Mendemonstrasi menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O
kan batuk efektif
dan suara nafas Airway Management
yang bersih, 13. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin li
tidak ada sianosis thrust bila perlu
dan dyspneu 14. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ve
(mampu 15. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
mengeluarkan nafas buatan
sputum, mampu 16. Pasang mayo bila perlu
bernafas dengan 17. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
mudah, tidak ada 18. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
pursed lips) 19. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara t
5. Menunjukkan 20. Lakukan suction pada mayo
jalan nafas yang 21. Berikan bronkodilator bila perlu
paten (klien tidak 22. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lem
merasa tercekik, 23. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseim
irama nafas, 24. Monitor respirasi dan status O2
frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal,
tidak ada suara
nafas abnormal)
6. Mampu
mengidentifikasi
kan dan
mencegah factor
yang dapat
menghambat
jalan nafas

3. Gangguan NOC : NIC :


pertukaran gas 4. Respiratory Airway Management

xxv
berhubungan Status : Gas 10. Pasang mayo bila perlu
dengan edema exchange 11. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
paru 5. Respiratory 12. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Status : 13. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tamb
ventilation 14. Lakukan suction pada mayo
6. Vital Sign Status 15. Berika bronkodilator bial perlu
Setelah diberikan 16. Berikan pelembab udara
asuhan keperawatan 17. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan kese
selama ….x…. 18. Monitor respirasi dan status O2
diharapkan
gangguan Respiratory Monitoring
pertukaran gas 10. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usah
teratasi 11. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, p
Kriteria Hasil : otot tambahan, retraksi otot supraclavic
5. Mendemonstrasi intercostals
kan peningkatan 12. Monitor suara nafas, seperti dengkur
ventilasi dan 13. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
oksigenasi yang hiperventilasi, cheyne stokes, biot
adekuat 14. Catat lokasi trakea
6. Memelihara 15. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan pa
kebersihan paru 16. Auskultasi suara nafas, catat area penuruna
paru dan bebas adanya ventilasi dan suara tambahan
dari tanda tanda 17. Tentukan kebutuhan suction dengan meng
distress crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
pernafasan 18. auskultasi suara paru setelah tindakan untuk m
7. Mendemonstrasi hasilnya
kan batuk efektif
dan suara nafas
yang bersih,
tidak ada
sianosis dan
dyspneu (mampu
mengeluarkan
sputum, mampu
bernafas dengan
mudah, tidak ada
pursed lips)
8. Tanda tanda vital
dalam rentang
normal

C. Implementasi dan Evaluasi

xxvi
BAB IV
PEMBAHASAN

Dari hasil pengkajian diperoleh data yang merupakan langkah awal untuk
melakukan asuhan keperawatan pada An. N dengan bronkiolitis diruang PICU
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Data tersebut dapat dijadikan acuan dan tolok
ukur dalam melakukan pembahasan dan sebagai hasil akhir, dapat dilihat sebagai
berikut :
A. Interpretasi dan diskusi
1. Pengkajian

xxvii
Dalam pembahasan ini dibuat berdasarkan pada proses
keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa keperawan,
intervensi sampai evaluasi. Penelis mengumpulkan data dengan
metode observasi, wawancara dan pencarian data medis tentang
penyakit bronkeolitis diruangan PICU RSUD Arifin Achmad pada
tanggal 27 – 30 Desember 2018. Pada saat dilakukan pengkajian
keluhan utama pada kasus ini ditemukan pasien tampak sesak
nafas, pernapasan cuping hidung, merintih saat inspirasi,
pemeriksaan brochoscopie terdapat pengecilan/penyempitan
ditrakea distal ukuran 2-3mm.
2. Diagnosa dan Intervensi
Diagnosa keperawatan yang muncul berdasarkan Klasifikasi
Diagnosa Keperawatan NANDA 2018-2029 pada kasus 2 yaitu :
a) Ketidakefektifan bersihan nafas
b) Hambatan pertukaran gas Intervensi
Penyusunan intervensi keperawatan dilakukan sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan. Intervensi atau
perencaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan
yang berpusat pada klien dan hasil yang diperilaku ditetapkan dan
intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut.
Acuan dalam penyusunan intervensi keperawatan yaitu sesuai
dengan standart nursing intervesion outcome. Intervensi yang
dibuat mengacu pada kebutuhan pasien yang dirasakan saat
pengkajian Diagnosa yang utama yaitu ketidakefektifan bersihan
jalan nafas. Salah satu dari banyaknya intervensi keperawatan yang
mendukung dengan fisioterapi dada, finger swab, nebulizer, itu
adalah salah satu aktivitas yang dilkukan perawat untuk bersihan
jalan napas pasien.
3. Implementasi

xxviii
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk membantu pasien dari masalah kesehatan yang
baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diterapkan.
Diagnosa utama adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d
peningkatan sputum/secret/slem yang dilakukan yaitu observasi
respon verbal dan non verbal tentang bersihan jalan napas, kaji
warna sputum,karteristik,dan jumlah, pantau ttv, pengaturan posisi
yang mempermudah jalan napas pasien, pemberian obat nebulizer
pulmicort, terapi oksigen simple mask 9 l/m.
4. Evaluasi
Kelomppk melaukan evaluasi kepada pasien 20 menit setelah
diberikan intervensi serta sesuai dengan jadwal dinas anggota
kelompok.

B. Dalam pengelolaan kasus

Salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut adalah


bronkiolitis. Bronkiolitis adalah suatu inflamasi infeksi virus pada
bronkiolus (saluran udara kecil di paru-paru), yang menyebabkan obstruksi
akut jalan nafas dan penurunan pertukaran gas dalam alveoli. Lebih sering
disebabkan oleh respiratory syncytial virus (RSV).
Bronkiolitis adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada
saluran nafas kecil (Bronkiolus), terjadi pada anak berusia kurang dari 2
tahun dengan insiden tertinggi sekitar usia 6 bulan (Mansjoer, 2000).
Pada temuan kasus di dapatkan masalah keperawatan yang menjadi
patokan dalam pemeberian intervensi adalah ketidakefektifan bersihan
jalan napas dan hambatan pertukaran gas. Selain diberikan alat bantu
Oksigen berupa simple mask 9 lpm dan obat-obatan, pada tindakan
keperawatan mandiri
kelompok menerapkan Evidance based practice berupa Fisioterapi
dada untuk mengatasi masalah yang dihadapi Klien.

xxix
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Sebaiknya pada pemberian asuhan keperawatan pada anak tidak
melupakan aspek tubuh kembang dan juga keterlibatan orangtua dalam
meningkatkan derajat kesehatan anak dan keluarga.

xxx
xxxi

Anda mungkin juga menyukai