Anda di halaman 1dari 11

TUGAS SWAMEDIKASI

“Dermatitis Kontak”

KELAS A

KELOMPOK A1

Destine Daity Lumepaa 1920384226

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER XXXVIII


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Dermatitis kontak merupakan bagian dari eksim atau eksema, di mana


kulit bisa menjadi memerah, kering dan pecah-pecah. Dermatitis kontak bisa
terjadi pada kulit di bagian tubuh mana pun, tapi umumnya dermatitis kontak
menyerang kulit tangan dan wajah.
Dermatitis Kontak Iritan (DKI) disebabkan oleh faktor endogen dan
eksogen. Faktor endogen yang menyebabkan terjadinya DKI antara lain yaitu
genetic, jenis kelamin, umur, etnis, lokasi kulit, dan riwayat atopi. Faktor eksogen
meliputi sifat-sifat kimia iritan (pH, keadaan fisik, konsentrasi, ukuran molekul,
jumlah, polarisasi, ionisasi, bahan pembawa dan kelarutan), karakteristik paparan
(jumlah, konsentrasi, durasi, jenis kontak, paparan simultan terhadap iritan
lainnya, dan interval setelah paparan sebelumnya), faktor lingkungan (suhu, dan
kelembapan), faktor mekanik (tekanan, gesekan, atau abrasi), dan radiasi
ultraviolet (UV) (Chalill et.al, 2012).
Penatalaksanaan yang diperlukan untuk penderita DKI berupa upaya
pencegahan dan medikamentosa, terapi medikamentosa dibedakan menjadi
topikal dan sistemik, obat-obatan yang biasa digunakan berupa golongan
kortikosteroid, antihistamin dan antibiotik. Upaya pencegahan dapat dilaksanakan
dengan menghindari paparan dari bahan iritan yang menyebabkan terjadinya DKI
dan menggunakan alat pelindung diri saat melakukan pekerjaan yang beresiko
(Kariosentono, 2008).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak adalah dermatitis atau inflamasi kulit yang disebabkan
oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit (Sularsito, 2007). Dermatitis
kontak dibedakan menjadi 2 macam yaitu Dermatitis Kontak Alergi (DKA) dan
Dermatitis Kontak Iritan (DKI).
1. Dermatitis Kontak Alergi
1.1 Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis kontak yang terjadi karena
adanya proses alergi, yang hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat
peka (Hipersensitivitas) (Sularsito, 2007). Dermatitis ini merupakan manifestasi
dari reaksi hipersensitifitas tipe IV yang disebabkan oleh sensitisasi alergen.
Biasanya terdapat fase laten atau fase sensitisasi. Perkembangan kontak alergi
ditunjang melalui kelainan kulityang telah ada, yang mana mempermudah
penetrasi alergen, misalnya iritan toksik degeneratif. Dermatitis kontak alergik
dibagi menjadi:
a. Dermatitis kontak alergi akut
Kira-kira 24 sampai 48 jam sesudah kontak dengan alergen, timbul
peradangan eksudatif akut, dengan stadium eritema, stadium eksudativa (edema,
vesikel, bula, erosi, dan krusta) dan stadium remisi (squama, sisa-sisa kemerahan)
(Rassner, 1995).
b. Dermatitis kontak alergi subakut
Menunjukan gejala-gejala eksudatifakut (eritem, edema, kadang-kadang
vesikel) dan juga sudah terdapat tanda-tanda gejala kronik (papula, vesikel,
proliferasi seluler dan pembentukan infiltrat) (Rassner, 1995)
c. Dermatitis kontak alergi kronik
Setelah dermatitis berlangsung lama, lambat laun terjadi remisi dari
peradangan kulit akut eksudativa dan cenderung ke peradangan kronik. Terjadi
eritema, likenifikasi, kronisitas (Rassner, 1995).
2. Dermatitis Kontak Iritan
2.1 Definisis
Dermatitis kontak iritan adalah suatu dermatitis kontak yang disebabkan
oleh bahan-bahan yang bersifat iritan yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan
(Sularsito, 2007). Dermatitis kontak iritan dibedakan menjadi:
a. Dermatitis kontak iritan akut
Dermatitis kontak iritan akut adalah suatu dermatitis iritan yang terjadi
segera setelah kontak dengan bahan –bahan iritan yang bersifat toksik kuat,
misalnya asam sulfat pekat (Rassner, 1995). Gejala pada dermatitis kontak iritan
akut seperti kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar, kelainan yang terlihat berupa
eritema, edema, bula, dan dapat ditemukannekrosis. Pinggir kelainan kulit
berbatas tegas, dan pada umumnya asimetris.Biasanya terjadi karena kecelakaan,
dan reaksi segera timbul (Djuanda,2010).
b. Dermatitis kontak iritan kronis (Kumulatif)
Dermatitis kontak iritan kronis adalah suatu dermatitis iritan yang terjadi
karena sering kontak dengan bahan-bahan iritan yang tidak begitu kuat, misalnya
sabun deterjen, larutan antiseptik (Sularsito, 2007). Dalam hal ini, dengan
beberapa kali kontak bahan tadi ditimbun dalam kulit cukup tinggi dapat
menimbulkan iritasi dan terjadilah peradangan kulit yang secara klinis umumnya
berupa radang kronik. (Djuanda, 2007).
Gejala dermatitis kontak iritan kumulatif (kronis) merupakan gejala klasik
berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit menjadi tebal
(hiperkeratosis) dan likenifikasi, difus. Bila kontak terus berlangsung akhirnya
kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci
yang mengalami kontak terus menerus dengan detergen. Keluhan penderita
umumnya rasa gatal atau nyeri karena keluhan kulit retak (fisur). Ada kalanya
kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan
oleh penderita (Djuanda, 2010).
2.2 Etiologi
Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumnas, asam, alkali dan serbuk
kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya
larut, konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor
lain. Faktor yang dimaksud yaitulama kontak, kekerapan (terus menerus atau
berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula
gesekan dan trauma fisik. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.
Faktor individu juga ikut berpengaruhpada dermatitis kontak iritan,
misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan
permeabilitas, usia (anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah
teriritasi),ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih),jenis kelamin (insidensi
dermatitis kontak iritanlebih banyak pada wanita),penyakit kulityang pernah atau
sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun), misalnya
dermatitis atopik (Djuanda, 2010).

2.3 Penatalaksanaan
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah
upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan
menekan kelainan kulit yang timbul. Secara umum adalah menghindari faktor
penyebab (alergen), atau hindari kontak secara langsung dengan bahan yang
menjadi alergen tersebut seperti menggunakan sarung tangan.
a. Terapi topical
Kortikosteroid topikal dipakai untuk mengobati radang kulit yang bukan
disebabkan oleh infeksi, khususnya penyakit eksim, dermatitis kontak, gigitan
serangga, dan eksim skabies bersama-sama dengan obat skabies (Sukandar dkk,
2013). Menurut penelitian Prabowo dkk (2017) kortikosteroid topikal merupakan
obat yang paling sering digunakan untuk kasus dermatitis kontak alergi.
Antiinflamasi golongan kortikosteroid topikal merupakan terapi utama pada
sebagian besar dermatosis peradangan. Kortikosteroid juga mempunyai indikasi
penggunaan yang sangat luas, seperti untuk antiinflamasi, anti alergi, antipruritus
dan vasokontriksi (Oktaviani dkk, 2016). Bentuk sediaan salep lebih baik dipilih
karena lebih baik dalam mengoklusi epidermis sehingga dapat meningkatkan
absorpsi perkutan dari kortikosteroid dibandingkan sediaan krim dengan kekuatan
yang sama (Sukandar dkk, 2013).
b. Terapi sistemik 
Untuk mengurangi rasa gatal dan peradangan yang moderate dapat
diberikan antihistamin (Kariosentono, 2008).
BAB III
DIALOG

Seorang mahasiswa Yayuk datang ke Apotek Setia Budi ingin ketemu


seorang Apoteker dan mengutarakan keluhannya. Mahasiswa tersebut mempunyai
keluhan kulit ditangan sangat kering dan kadang-kadang merasa gatal dan kalau
pas kering sekali bisa berdarah, tapi mahasiswa tersebut karena kuliah pada siang
hari jadi ingin obatnya yang tidak menyebabkan kantuk agar tidak mengganggu
aktivitas kuliahnya.
Apoteker ( A ) | Pasien ( P )
A : Selamat siang mbak, saya Destin Apoteker disini ada yang
bisa saya bantu?
P : Kulit tangan saya sangat kering dan kadang-kadang merasa gatal, kira-kira
obat apa yang bisa saya pakai yah mbak ?
A : Mohon maaf sebelumnya, kalau boleh tahu nama mbak siapa dan
pekerjaannya apa yah ?
P : Nama saya Yayuk mbak, saya seorang mahasiswa.
A : Baik mbak Yayuk, sudah berapa lama keluhan ini anda rasakan?
P : Sejak 2 hari yang lalu .
A : Rasa gatalnya muncul saat kapan, bisa dijelaskan?
P : Rasa gatal yang saya rasakan biasa muncul saat sore hari setelah saya
mencuci baju mbak.
A : Apakah ini pertama kalinya mbak mengalami gatal atau sebelumnya
pernah mengalami hal yang sama?
P : Ini pertama kalinya saya mengalami hal ini.
A : Kalau boleh tahu, gatal yang mbak rasakan seperti apa?
P : Pada awalnya hanya gatal biasa yang hilang timbul begitu mbak. Tapi
kemudian tangan saya jadi kering dan kalau pas kering sekali bisa
berdarah.
A : Oh begitu, apakah sebelum keluhan ini terjadi, adakah perubahan
kegiatan, atau perubahan kebiasaan yang mbak lakukan, yang kira-kira
berhubungan dengan keluhan yang mbak alami ini?
P : Dua hari yang hari lalu saya mengganti deterjen yang biasa saya gunakan
mbak karena lagi promo jadi saya beli.
A : Baik mbak, sebelumnya apakah sudah pernah minum obat atau pergi ke
dokter ?
P : Saya belum minum obat apapun dan belum sempat ke dokter.
A : Oh iya, sebelumnya mbak ada alergi obat tidak? Atau sebelumnya ada
riwayat penyakit apa?
P : Kebetulan saya tidak ada alergi obat maupun makanan mbak.
A : Oh iya mbak, tunggu sebentar saya ambil obatnya dulu
(Apoteker meminta AA untuk menyiapkan obat yang Apoteker minta)
A : Baik, berdasarkan keluhan yang mbak sampaikan disini saya punya obat
Hidrokortison 1% untuk mengurangi keluhan yang mbak rasakan dan ini
ada juga vaselin jelly untuk melembabkan tangan agar tidak kering dan
berdarah.
P : Apakah saya tidak perlu minum obat? lalu bagaimana cara pakai dari
obat yang anda sarankan?
A : Untuk sementara belum perlu minum obat, karena gatal yang mbak
rasakan masih bersifat ringan karena berada disatu tempat dan kejadiannya
belum lama. Dan untuk cara pakainya, oleskan salep Hidrokortisone 1%
2-3x sehari tipis-tipis pada daerah keluhan. Usahakan, kulit dalam keadaan
bersih dan kering. Untuk vaselin jellynya dioleskan setelah 30 menit atau
setelah salep Hidrokortison sudah kering dikulit dan dapat dioleskan
kembali jika kulit masih terasa kering. Diharapkan setelah menggunakan
obat ini keluhan yang mbak rasakan dapat berkurang, tapi jika belum ada
perubahan selama kurang lebih 3 hari sebaiknya mbak segera pergi ke
dokter. Selain itu juga mbak harus menghindari bahan yang bisa
menyebabkan iritasi atau memperburuk keluhan yah, misalnya deterjen
dan bahan lain yang kontak langsung dengan kulit. Apakah penjelasan
saya sudah jelas?
P : Oh begitu ya, penjelasannya sudah cukup jelas mbak.
P : Kalau begitu bisa mbak ulangi penjelasan saya ?
A : Jadi saya dapat 2 obat yaitu salep Hidrokortison 1% dan vaselin jelly. Cara
pakainya, oleskan salep Hidrokortisone 1% 2-3x sehari tipis-tipis pada
daerah keluhan. Usahakan, kulit dalam keadaan bersih dan kering. Untuk
vaselin jellynya dioleskan setelah 30 menit atau setelah salep
Hidrokortison sudah kering dikulit dan dapat dioleskan kembali jika kulit
masih terasa kering. Saya juga harus menghindari bahan yang bisa
menyebabkan iritasi atau memperburuk keluhan, misalnya deterjen dan
bahan lain yang kontak langsung dengan kulit. dan kalau sampai 3 hari
belum ada perubahan saya harus segera ke dokter. Benar begitu mbak ?
P : Benar, berarti mbak sudah paham yah. Ada lagi yang bisa saya bantu ?
A : Tidak mbak, saya rasa cukup. Terimakasih yah untuk informasinya.
P : Sama-sama bu. Obatnya nanti dibayar di kasir yah. Semoga cepat sembuh.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan dari pasien pada kasus diatas kemungkinan pasien
mengalami dermatitis kontak, sehingga dapat diberikan obat Hidrokortison 1%
untuk mengurangi keluhan yang dirasakan dan Gentamicin salep untuk mencegah
infeksi dari luka terbuka di tangan pasien. Dari pemberian swamedikasi ini
diharapkan gejala yang dialami pasien dapat berkurang.

4.2 Saran
Jika 7 hari setelah pengobatan gejala belum berkurang, segera periksakan ke
dokter.
DAFTAR PUSTAKA

Cahill J, Williams J, Matheson M, Palmer AM, Brugess JA, Dharmage SC, et.al.
2012. Occupational Contact Dermatitis: A rivew of 18 years of data from
an occupational dermatology clinic in Australia.
Djuanda, Suria. 2007. Dermatitis. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI.
Kariosentono, Harijono. 2008. Dermatitis dalam bahan kuliah Ilmu Penyakit
Kulit Kelamin. Surakarta.
Oktaviani Fani, Mukaddas Alwiyah, dan Faustine Ingrid. 2016. Profil Penggunaan
Obat Pasien Penyakit Kulit di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSU

Prabowo Pratama, Adioka I, Mahendra Agung, dan Ketut Desak. 2017.


Karakteristik dan Manajemen Dermatitis Kontak Alergi Pasien Rawat Jalan
di Rumah Sakit Indera Denpasar Periode Januari-Juli 2014. E-Jurnal
Medika Vol.6(8).
Rassner, Steinert, U. 1995. Buku Ajar dan Atlas Dermatologi . Jakarta : Penerbit
buku kedokteran EGC.
Sukandar Elin, Andrajati Retnosari, Sigit Joseph, Adnyana I, Setiadi A, dan
Kusnandar. 2013. ISO Farmakoterapi. ISFI Penerbitan, Jakarta.
Sularsito, S. A. 2007. Dermatitis. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI.

Anda mungkin juga menyukai