Seni Lukis
Seni Lukis
Pengklasifikasian artifak temuan terdiri dari dua jenis: ilustrasi untuk rubrikasi
dan ilustrasi yang menjelaskan cerita atau artikel.
Ilustrasi pada rubrikasi secara fungsi menjelaskan atau memberi gambaran umum tentang isi
rubrik yang diwakilinya. Wakil-wakil visual adalah resonansi dari judul-judul rubrikasi.
Sebagai contoh, judul sebuah rubrikasi ”PAGERAKAN” atau pergerakan wakil visual yang
hadir adalah sosok pemuda berjas dan berpeci dengan gestur bergerak dinamis sebagai
foreground. Ikon catatan-catatan dan suluh lilin menjadi pelengkap penjelas rubrikasi tersebut
dalam background nya. Ada korelasi yang jelas antara gambar dan teks. Gambar berfungsi
memperjelas teks. Ilustrasi sebagai interpretasi visual terhadap teks.
Beberapa artifak rubrikasi dijumpai juga gambar-gambar memiliki korelasi terasa jauh atau
bahkan tidak berhubungan sama sekali dengan rubrik yang diwakilinya. Teks bertuliskan
”Panjebar Semangat” sedangkan wakil visual yang hadir adalah gambar pegunungan dengan
sawah dan petani, atau stilasi Kala menyerupai ukiran pintu gerbang. Pemilihan wakil-wakil
visual tersebut dapat kita baca lebih simbolis. Gambar landscape gunung beserta sawah dan
petani ataupun stilasi Kala tersebut sebagai subtitusi Nasionalisme atau Negara Indonesia.
Relasi antara gambar dan teks melalui pendekatan simbolis seperti itu-pun masih terasa jauh.
Relasi gambar dan teks tidak langsung menjelaskan, terkadang malah terjebak sebagai
dekorasi saja. Fungsi gambar pada ilustrasi rubrikasi jenis ini memiliki kecenderungan besar
kearah ilustrasi sebagai dekorasi visual, walaupun tidak menutup kecenderungan lainnya.
Kategori lainnya adalah gambar–gambar yang menyertai teks di dalam media massa. Artifak
visual biasanya muncul mengiringi teks pada cerpen dan tajuk utama atau editorial. Seorang
Ilustrator dalam menanggapi teks melalui gambar atau wakil visual yang dihadirkannya dapat
kita klasifikasikannya dalam dua pola; pertama, bagaimana Ilustrator mengolah pesan (what
to say), kedua, adalah bagaimana cara Ilustrator mengolah rupa (how to say). Hampir
sebagian besar artifak visual yang telah dikumpulkan bersifat Naratif dalam olah pesannya.
Dalam hal ini berarti Ilustrator memposisikan dirinya sebagai interpreter visual. Modusnya
mencoba menterjemahkan teks dengan mencari moment yang paling menarik dan mewakili
dari naskah tersebut, kemudian mencari wakil visualnya yang paling gamblang/jelas dalam
menyampaikan pesan. Beberapa artifak tampil unik dengan menggunakan pendekatan olah
pesan yang lebih metaforik. Artifak yang muncul di harian Fikiran Ra’jat (1932),
menggambarkan permasalahan imperialisme dengan metafora seekor anjing berjenis Bulldog
berkalung leher bertuliskan “Imperialisme“, dengan ujung ekor muncul sosok kepala priyayi
jawa yang bertuliskan “boeroeh imperialisme”. Permainan subtitusi visual menghasilkan
kiasan-kiasan tak langsung menguatkan pesan yang disampaikannya. Ilustrator dengan
pendekatan metafora, sedikit atau banyak telah memasukkan opini pribadinya dalam
menanggapi teks yang ada. Gambar tidak hanya sebagai penjelas teks, tetapi sudah bergeser
pada opini visual yang lebih personal. Ilustrasi mulai mencari ruang-ruang otonominya.
Pada wilayah olah rupa, terjadi eksplorasi yang cukup luas (dalam keterbatasan teknis yang
ada) dari gaya visual yang rumit, realis, obyektif dan khusus sampai ke wilayah ujung
paradoksnya yang sederhana, ikonis atau abstrak, subyektif dan umum. Rentang waktu antara
tahun 1929 sampai 1951/53, sebagian besar ilustrator menggali potensi garis, outline, dan
bidang-bidang datar. Garis-garis liris maupun ekspresif melalui media gambar pena, tinta
dengan kuas menghasilkan kualitas visual yang khas. Garis arsir membentuk tonal gradasi
maupun gelap terang dari obyek-obyek yang dihadirkannya. Di tahun 1956 ditemukan artifak
ilustrasi bernada penuh dengan gradasi yang halus. Kecenderungan tersebut dihadirkan
melalui pendekatan teknis hitam putih media cat air. Gaya gambar yang muncul lebih realis
mendekati karya fotografis. Di akhir 60-an muncul kecenderungan baru dalam mengolah
huruf sebagai bagian dari gambar. Tipografi sebagai gambar (type as image) adalah sebuah
kesadaran baru dari para ilustrator di era tersebut. Kemampuan olah huruf sebagai pendukung
resonansi visual, mengingatkan kita pada Onomatopea di ranah seni sekuensial.
Sebuah catatan khusus di era 1942-1945
Di masa Jepang (1942–1945) para seniman sering mengerjakan karya ilustrasi dalam rangka
propaganda Jepang. Keimin Bunka Shidosho adalah wadah kelompok kesenian yang
langsung dibawah pengawasan Sendenbu atau Barisan Propaganda Bala Tentara Dai Nippon
(Dullah, Raja Realisme Indonesia: 17). Ilustrator (para seniman yang mengerjakan karya
ilustrasi) mendapat posisi yang baik secara politis karena pemanfaatan untuk kepentingan
perang. Dalam berbagai aplikasi medianya seperti di poster maupun media massa dapat kita
amati seringkali ilustrator memposisikan dirinya sebagai interpreter visual. Pesan-pesan baik
gagasan propaganda maupun pesan naskah pada media massa ditranslasikan dengan
gamblang oleh ilustrator. Tetapi di era ini juga muncul jurnalisme-jurnalisme visual yang
kuat dari para seniman.
Dokumentasi peristiwa-peristiwa penting dalam pergerakkan kemerdekaan tergambarkan
dalam catatan-catatan visual para seniman. Bagaimana Soekarno membakar semangat para
pemuda ter-capture dengan baik dalam “Di Bawah Bendera Revolusi” catatan visual
sederhana dengan kuas spontan on the spot oleh Dullah. Bahkan beberapa muridnya yang
masih belia seperti Moh. Toha terjun ke area peperangan ikut mengabadikan melalui goresan
tangannya.
Di era 1945 pula, muncul karya poster yang fenomenal “Boeng Ajo Boeng” menjadi tonggak
sejarah perjuangan, kontribusi dari para seniman. Poster tersebut hasil kolaborasi antara S.
Soedjojono, Affandi dan Dullah (sebagai model untuk di gambar), sedangkan Chairil Anwar
menyumbangkan slogan untuk Headline teksnya. Goresan-goresan kuat dan ekspresif dapat
kita temukan hampir di semua artifak ilustrasi di era ini. Semangat jaman dari akumulasi
keinginan untuk merdeka seakan terepresentasikan melalui tangan-tangan ilustrator di kala
itu. Opini–opini visual melalui media poster maupun jurnalisme visual semakin
mengukuhkan pergeseran posisi fungsi Ilustrasi menjadi lebih mandiri. Pada awalnya
Ilustrasi sebagai gambar terbingkai oleh nilai-nilai fungsinya yang heteronomi kini mulai
bergeser ke ruang-ruang yang lebih otonom.
•••
Ilustrasi adalah hasil visualisasi dari suatu tulisan dengan teknik drawing, lukisan, fotografi,
atau teknik seni rupa lainnya yang lebih menekankan hubungan subjek dengan tulisan yang
dimaksud daripada bentuk.
Tujuan ilustrasi adalah untuk menerangkan atau menghiasi suatu cerita, tulisan, puisi, atau
informasi tertulis lainnya. Diharapkan dengan bantuan visual, tulisan tersebut lebih mudah
dicerna.
1. Fungsi
Fungsi khusus ilustrasi antara lain:
• Memberikan bayangan setiap karakter di dalam cerita
• Memberikan bayangan bentuk alat-alat yang digunakan di dalam tulisan ilmiah
• Memberikan bayangan langkah kerja
• Mengkomunikasikan cerita.
• Menghubungkan tulisan dengan kreativitas dan individualitas manusia.
• Memberikan humor-humor tertentu untuk mengurangi rasa bosan.
2. Sejarah
Konsep ilustrasi bisa ditinjau kembali ke masa silam melalui lukisan dinding prasejarah dan
konsep tulisan hierioglif.
Seni grafis adalah cabang seni rupa yang proses pembuatan karyanya menggunakan teknik
cetak, biasanya di atas kertas. Kecuali pada teknik Monotype, prosesnya mampu
menciptakan salinan karya yang sama dalam jumlah banyak, ini yang disebut dengan proses
cetak. Tiap salinan karya dikenal sebagai ‘impression’. Lukisan atau drawing, di sisi lain,
menciptakan karya seni orisinil yang unik. Cetakan diciptakan dari permukaan sebuah bahan ,
secara teknis disebut dengan matrix. Matrix yang umum digunakan adalah: plat logam,
biasanya tembaga atau seng untuk engraving atau etsa; batu digunakan untuk litografi; papan
kayu untuk woodcut/cukil kayu. Masih banyak lagi bahan lain yang digunakan dalam karya
seni ini. Tiap-tiap hasil cetakan biasanya dianggap sebagai karya seni orisinil, bukan sebuah
salinan. Karya-karya yang dicetak dari sebuah plat menciptakan sebuah edisi, di masa seni
rupa modern masing-masing karya ditandatangani dan diberi nomor untuk menandai bahwa
karya tersebut adalah edisi terbatas.
Media
Seniman grafis berkarya menggunakan berbagai macam media dari yang tradisional sampai
kontemporer, termasuk tinta ber-basis air, cat air, tinta ber-basis minyak, pastel minyak, dan
pigmen padat yang larut dalam air seperti crayon Caran D’Ache. Karya seni grafis diciptakan
di atas permukaan yang disebut dengan plat. Teknik dengan menggunakan metode digital
menjadi semakin populer saat ini. Permukaan atau matrix yang dipakai dalam menciptakan
karya grafis meliputi papan kayu, plat logam, lembaran kaca akrilik, lembaran linoleum atau
batu litografi. Teknik lain yang disebut dengan serigrafi atau cetak saring (screen-printing)
menggunakan lembaran kain berpori yang direntangkan pada sebuah kerangka, disebut
dengan screen. Cetakan kecil bahkan bisa dibuat dengan menggunakan permukaan kentang
atau ketela.
Warna
Pembuat karya grafis memberi warna pada cetakan mereka dengan banyak cara. Seringkali
pewarnaannya — dalam etsa, cetak saring, cukil kayu serta linocut — diterapkan dengan
menggunakan plat, papan atau screen yang terpisah atau dengan menggunakan pendekatan
reduksionis. Dalam teknik pewarnaan multi-plat, terdapat sejumlah plat, screen atau papan,
yang masing-masing menghasilkan warna yang berbeda. Tiap plat, screen atau papan yang
terpisah akan diberi tinta dengan warna berbeda kemudian diterapkan pada tahap tertentu
untuk menghasilkan keseluruhan gambar. Rata-rata digunakan 3 sampai 4 plat, tapi
adakalanya seorang seniman grafis menggunakan sampai dengan tujuh plat. Tiap penerapan
warna akan berinteraksi dengan warna lain yang telah diterapkan pada kertas, jadi
sebelumnya perlu dipikirkan pemisahan warna. Biasanya warna yang paling terang
diterapkan lebih dulu kemudian ke warna yang lebih gelap.
Pendekatan reduksionis untuk menghasilkan warna dimulai dengan papan kayu atau lino
yang kosong atau dengan goresan sederhana. Kemudian seniman mencukilnya lebih lanjut,
memberi warna lain dan mencetaknya lagi. Bagian lino atau kayu yang dicukil akan
mengekspos (tidak menimpa) warna yang telah tercetak sebelumnya.
Pada teknik grafis seperti chine-collé atau monotype, pegrafis kadang-kadang hanya
mengecat warna seperti pelukis kemudian dicetak.
Konsep warna subtraktif yang juga digunakan dalam cetak offset atau cetak digital, di dalam
software vektorial misalnya Macromedia Freehand, CorelDraw atau Adobe Ilustrator atau
bitmap ditampilkan dalam CMYK atau ruang warna lain
Selama tahun 1950 dan 1960, Sigurd Winge beralih ke aliran ekspresionisme Jerman,
menggunakan teknik Rolf Nesch. Ia banyak bekerja dengan sketsa, bereksperimen dengan
perbedaan antara warna terang dan tua. Tren umum pada tahun 1950 adalah studi
pemandangan dan bentuk, umumnya dengan menggunakan cetak kayu dan lithografi. Banyak
artis berbakat yang mengikuti gaya Stanley Hayter Atelier 17 di Paris, yang berspesialisasi
dalam teknik mencetak banyak warna hanya dengan menggunakan satu pelat. Reidar Rudjord
dan Anne Verivik mendirikan sebuah bengkel kerja di Oslo pada tahun 1965, Atelier Nord,
dengan mengikuti prinsip studio di Paris.
Berbagai teknik baru mulai diperkenalkan pada tahun 1970, termasuk cetakan di atas kain
sutra, dan kebangkitan seni sketsa baik yang mengandung arti kiasan maupun tidak. Tahun
1970 seringkali dianggap sebagai jaman keemasan seni grafis, sejak meningkatnya minat
dalam bidang ini mulai terlihat baik dalam komunitas seni dan masyarakat serta banyaknya
bengkel kerja dan kerja sama antara sesama artis yang didirikan. Nama yang patut
diperhitungkan dalam beberapa tahun terakhir termasuk Bjørn-Willy Mortensen (1941-1993),
Per Kleiva (b1933) dan Anders Kjær (b1940).
Seni Kriya Nusantara
A. Konsep Karya Seni Rupa Terapan
Bentuk kebudayaan yang paling sederhana muncul pada zaman batu. Hal tersebut berkaitan
dengan tingkat kecerdasan, perasaan dan pengetahuan yang disesuaikan dengan situasi dan
kondisi yang dihadapi pada zaman itu. Untuk menunjang kelangsungan hidup, mereka membuat
alat-alat dari bahan-bahan yang diperoleh di alam sekitar mereka. Sebagai contoh, kapak
genggam dan alat-alat perburuan dibuat dari tulang dan tanduk binatang.
Seni kriya sering disebut dengan istilah Handycraft yang berarti kerajinan tangan. Seni kriya
termasuk seni rupa terapan (applied art) yang selain mempunyai aspek-aspek keindahan juga
menekankan aspek kegunaan atau fungsi praktis. Artinya seni kriya adalah seni kerajinan tangan
manusia yang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan peralatan kehidupan sehari-hari dengan
tidak melupakan pertimbangan artistik dan keindahan.
Seni kriya mengutamakan terapan atau fungsi maka sebaiknya terpenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
Comfortable, yaitu enaknya digunakan. Barang yang enak digunakan disebut barang terap.
Barang-barang terapan adalah barang yang memiliki nilai praktis yang tinggi.
Flexibility, yaitu keluwesan penggunaan. Barang-barang seni kriya adalah barang terap
yaitu barang yang wujudnya sesuai dengan kegunaan atau terapannya. Barang terap
dipersyaratkan memberi kemudahan dan keluwesan penggunaan agar pemakai tidak
mengalami kesulitan dalam penggunaannya.
Sebuah barang terapan betapapun enaknya dipakai jika tidak enak dipandang maka pemakai
barang itu tidak merasa puas. Keindahan dapat menambah rasa senang, nyaman dan puas
bagi pemakainya. Dorongan orang memakai, memiliki, dan menyenangi menjadi lebih tinggi
jika barang itu diperindah dan berwujud estetik.
D. Fungsi dan Tujuan Pembuatan Seni Kriya
1. Sebagai benda pakai, adalah seni kriya yang diciptakan mengutamakan fungsinya, adapun
unsur keindahannya hanyalah sebagai pendukung.
2. Sebagai benda hias, yaitu seni kriya yang dibuat sebagai benda pajangan atau hiasan. Jenis
ini lebih menonjolkan aspek keindahan daripada aspek kegunaan atau segi fungsinya.
3. Sebagai benda mainan, adalah seni kriya yang dibuat untuk digunakan sebagai alat
permainan.
1. Seni kerajinan kulit, adalah kerajinan yang menggunakan bahan baku dari kulit yang sudah
dimasak, kulit mentah atau kulit sintetis. Contohnya: tas, sepatu, wayang dan lain-lain.
2. Seni kerajinan logam, ialah kerajinan yang menggunakan bahan logam seperti besi, perunggu,
emas, perak. Sedangkan teknik yang digunakan biasanya menggunakan sistem cor, ukir,
tempa atau sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Contohnya pisau, barang aksesoris, dan
lain-lain.
3. Seni ukir kayu, yaitu kerajinan yang menggunakan bahan dari kayu yang dikerjakan atau
dibentuk menggunakan tatah ukir. Kayu yang biasanya digunakan adalah: kayu jati, mahoni,
waru, sawo, nangka dan lain-lain. Contohnya mebel, relief dan lain-lain.
1. Seni kerajinan anyaman, kerajinan ini biasanya menggunakan bahan rotan, bambu, daun
lontar, daun pandan, serat pohon, pohon pisang, enceng gondok, dll. Contohnya: topi, tas,
keranjang dan lain-lain.
2. Seni kerajinan batik, yaitu seni membuat pola hias di atas kain dengan proses teknik tulis
(casting) atau teknik cetak (printing). Contohnya: baju, gaun dan lain-lain.
3. Seni kerajinan keramik, adalah kerajinan yang menggunakan bahan baku dari tanah liat yang
melalui proses sedemikian rupa (dipijit, butsir, pilin, pembakaran dan glasir) sehingga
menghasilkan barang atau benda pakai dan benda hias yang indah. Contohnya: gerabah,
piring dan lain-lain.
Ada beberapa teknik pembuatan benda-benda kriya yang disesuaikan dengan bahan. Alat dan
cara yang digunakan antara lain cor atau tuang, mengukir, membatik, menganyam, menenun,
dan membentuk.
1. Teknik cor (cetak tuang)
Ketika kebudayaan perunggu mulai masuk ke Indonesia, maka mulai dikenal teknik
pengolahan perunggu. Terdapat beberapa benda kriya dari bahan perunggu seperti
gendering perunggu, kapak, bejana, dan perhiasan.
Teknik bivalve disebut juga teknik menuang berulang kali karena menggunakan dua
keeping cetakan terbuat dari batu dan dapat dipakai berulang kali sesuai dengan
kebutuhan (bi berarti dua dan valve berarti kepingan). Teknik ini digunakan untuk
mencetak benda-benda yang sederhana baik bentuk maupun hiasannya.
Teknik a cire perdue dibuat untuk membuat benda perunggu yang bentuk dan hiasannya
lebih rumit, seperti arca dan patung perunggu. Teknik ini diawali dengan membuat model
dari tanah liat, selanjutnya dilapisi lilin, lalu ditutup lagi dengan tanah liat, kemudian
dibakar untuk mengeluarkan lilin sehingga terjadilah rongga, sehingga perunggu dapat
dituang ke dalamnya. Setelah dingin cetakan tanah liat dapat dipecah sehingga diperoleh
benda perunggu yang diinginkan.
Disamping teknik cor ada juga teknik menempa yang bahan-bahannya berasal dari perunggu,
tembaga, kuningan, perak, dan emas. Bahan tersebut dapat dibuat menjadi benda-benda
seni kerajinan, seperti keris, piring, teko, dan tempat lilin. Saat ini banyak terdapat sentra-
sentra kerajinan cor logam seperti kerajinan perak. Tempat-tempat terkenal itu antara lain
kerajinan perak di Kota Gede Yogyakarta dan kerajinan kuningan yang terdapat di Juwana
dan Mojokerto.
2. Teknik Ukir
Alam Nusantara dengan hutan tropisnya yang kaya menjadi penghasil kayu yang bisa dipakai
sebagai bahan dasar seni ukir kayu. Mengukir adalah kegiatan menggores, memahat, dan
menoreh pola pada permukaan benda yang diukir.
Di Indonesia, karya ukir sudah dikenal sejak zaman batu muda. Pada masa itu banyak
peralatan yang dibuat dari batu seperti perkakas rumah tangga dan benda-benda dari
gerabah atau kayu. Benda- benda itu diberi ukiran bermotif geometris, seperti tumpal,
lingkaran, garis, swastika, zig zag, dan segitiga. Umumnya ukiran tersebut selain sebagai
hiasan juga mengandung makna simbolis dan religius.
Dilihat dari jenisnya, ada beberapa jenis ukiran antara lain ukiran tembus (krawangan), ukiran
rendah, Ukiran tinggi (timbul), dan ukiran utuh. Karya seni ukir memiliki macam-macam fungsi
antara lain:
a. Fungsi hias, yaitu ukiran yang dibuat semata-mata sebagai hiasan dan tidak memiliki
makna tertentu.
b. Fungsi magis, yaitu ukiran yang mengandung simbol-simbol tertentu dan berfungsi sebagai
benda magis berkaitan dengan kepercayaan dan spiritual.
c. Fungsi simbolik, yaitu ukiran tradisional yang selain sebagai hiasan juga berfungsi
menyimbolkan hal tertentu yang berhubungan dengan spiritual.
d. Fungsi konstruksi, yaitu ukiran yang selain sebagai hiasan juga berfungsi sebagai
pendukung sebuah bangunan.
e. Fungsi ekonomis, yaitu ukiran yang berfungsi untuk menambah nilai jual suatu benda.
3. Teknik membatik
Kerajinan batik telah dikenal lama di Nusantara. Akan tetapi kemunculannya belum diketahui
secara pasti. Batik merupakan karya seni rupa yang umumnya berupa gambar pada kain.
Proses pembuatannya adalah dengan cara menambahkan lapisan malam dan kemudian
diproses dengan cara tertentu atau melalui beberapa tahapan pewarnaan dan tahap nglorod
yaitu penghilangan malam.
Alat dan bahan yang dipakai untuk membatik pada umumnya sebagai berikut:
a. Kain polos, sebagai bahan yang akan diberi motif (gambar). Bahan kain tersebut umumnya
berupa kain mori, primissima, prima, blaco, dan baju kaos.
b. Malam, sebagai bahan untuk membuat motif sekaligus sebagai perintang masuknya warna
ke serat kain (benang).
c. Bahan pewarna, untuk mewarnai kain yaitu naptol dan garam diasol.
e. Kuas untuk nemboki yaitu menutup malam pada permukaan kain yang lebar.
Sesuai dengan perkembangan zaman, saat ini dikenal beberapa teknik membatik antara lain
sebagai berikut:
a. Batik celup ikat, adalah pembuatan batik tanpa menggunakan malam sebagaia bahan
penghalang, akan tetapi menggunakan tali untuk menghalangi masuknya warna ke
dalam serat kain. Membatik dengan proses ini disebut batik jumputan.
b. Batik tulis adalah batik yang dibuat melalui cara memberikan malam dengan menggunakan
canting pada motif yang telah digambar pada kain.
c. Batik cap, adalah batik yang dibuat menggunakan alat cap (stempel yang umumnya
terbuat dari tembaga) sebagai alat untuk membuat motif sehingga kain tidak perlu
digambar terlebih dahulu.
d. Batik lukis, adalah batik yang dibuat dengan cara melukis. Pada teknik ini seniman bebas
menggunakan alat untuk mendapatkan efek-efek tertentu. Seniman batik lukis yang
terkenal di Indonesia antara lain Amri Yahya.
e. Batik modern, adalah batik yang cara pembuatannya bebas, tidak terikat oleh aturan teknik
yang ada. Hal tersebut termasuk pemilihan motif dan warna, oleh karena itu pada hasil
akhirnya tidak ada motif, bentuk, komposisi, dan pewarnaan yang sama di setiap
produknya.
f. Batik printing, adalah kain yang motifnya seperti batik. Proses pembuatan batik ini tidak
menggunakan teknik batik, tetapi dengan teknik sablon (screen printing). Jenis kain ini
banyak dipakai untuk kain seragam sekolah.
Daerah penghasil batik di Jawa yang terkenal diantaranya Pekalongan, Solo, Yogyakarta,
Rembang dan Cirebon.
4. Teknik Anyam
Benda-benda kebutuhan hidup sehari-hari, seperti keranjang, tikar, topi dan lain-lain dibuat
dengan teknik anyam. Bahan baku yang digunakan untuk membuat benda-benda anyaman
ini berasal dari berbagai tumbuhan yang diambil seratnya, seperti bamboo, palem, rotan,
mendong, pandan dan lain-lain.
5. Teknik Tenun
Teknik menenun pada dasarnya hamper sama dengan teknik menganyam, perbedaannya
hanya pada alat yang digunakan. Untuk anyaman kita cukup melakukannya dengan tangan
(manual) dan hampir tanpa menggunakan alat bantu, sedangkan pada kerajinan menenun
kita menggunakan alat yang disebut lungsi dan pakan. Daerah penghasil tenun ikat antara
lain
6. Teknik membentuk
Penegertian teknik membentuk di sini yaitu membuat karya seni rupa dengan media tanah liat
yang lazim disebut gerabah, tembikar atau keramik. Keramik merupakan karya dari tanah liat
yang prosesnya melalui pembakaran sehingga menghasilkan barang yang baru dan jauh
berbeda dari bahan mentahnya.
Cara pembentukan dengan tangan langsung seperti coil, lempengan atau pijat
jari merupakan teknik pembentukan keramik tradisional yang bebas untuk
membuat bentuk-bentuk yang diinginkan. Bentuknya tidak selalu simetris. Teknik
ini sering dipakai oleh seniman atau para penggemar keramik.
d. Teknik putar
Teknik pembentukan dengan alat putar dapat menghasilkan banyak bentuk yang
simetris (bulat, silindris) dan bervariasi. Cara pembentukan dengan teknik putar
ini sering dipakai oleh para pengrajin di sentra-sentara keramik. Pengrajin
keramik tradisional biasanya menggunakan alat putar tangan (hand wheel) atau
alat putar kaki (kick wheel). Para pengrajin bekerja di atas alat putar dan
menghasilkan bentuk-bentuk yang sama seperti gentong, guci dll
e. Teknik cetak
Teknik pembentukan dengan cetak dapat memproduksi barang dengan jumlah
yang banyak dalam waktu relatif singkat dengan bentuk dan ukuran yang sama
pula. Bahan cetakan yang biasa dipakai adalah berupa gips, seperti untuk
cetakan berongga, cetakan padat, cetakan jigger maupun cetakan untuk dekorasi
tempel. Cara ini digunakan pada pabrik-pabrik keramik dengan produksi massal,
seperti alat alat rumah tangga piring, cangkir, mangkok gelas dll