Anda di halaman 1dari 24

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan BBM mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan


kebutuhan masyarakat akan bahan bakar ini untuk kegiatan transportasi,
aktivitas industri, PLTD, aktivitas rumah tangga dan sebagainya. Berdasarkan
data Automotive Diesel Oil, konsumsi bahan bakar minyak di Indonesia sejak
tahun 1995 telah melebihi produksi dalam negeri dan diperkirakan dalam kurun
waktu 10 – 15 tahun lagi, cadangan minyak Indonesia akan habis. Berbagai
upaya diversifikasi energi perlu dilakukan untuk mengatasi kelangkaan BBM di
Indonesia. Salah satu upaya diversifikasi energi adalah melalui penyediaan
bahan bakar energi yang dapat diperbaharui seperti biodiesel yang dapat
dihasilkan dari minyak nabati seperti minyak jarak pagar.
Pemanfaatan minyak jarak pagar sebagai biodisel memberikan peluang yang
besar karena minyak jarak pagar tidak dapat dikonsumsi sebagai minyak makan
(non edible oil). Tanaman jarak pagar menghasilkan biji yang memiliki
kandungan minyak sekitar 30 – 50 %. Minyak jarak pagar mengadung 16 – 18
atom karbon per molekul sedangkan minyak bumi sebagai bahan baku minyak
diesel mengadung 8 – 10 atom karbon. Kandungan atom karbon yang lebih besar
pada minyak jarak pagar mengakibatkan viskositas minyak jarak pagar lebih
tinggi (lebih kental) bila dibandingkan dengan viskositas minyak bumi. Minyak
jarak pagar memiliki daya pembakaran yang masih rendah untuk dapat
digunakan sebagai bahan bakar (biodiesel). Proses transesterifikasi dapat
digunakan untuk menurunkan viskositas minyak jarak pagar dan meningkatkan
daya pembakarannya sehingga sesuai dengan standar minyak diesel untuk
kendaraan bermotor. Proses transesterifikasi minyak jarak dilakukan dengan
menggunakan alkohol untuk mengubah trigliserida menjadi metil ester
(biodiesel) dan gliserol.
Biodiesel dapat digunakan baik secara murni maupun dicampur dengan
minyak diesel pada mesin kendaraan tanpa mengalami modifikasi mesin.
Biodiesel bersifat lebih ramah lingkungan dan dapat diperbaharui (renewable)

1
dapat terurai (biodegradable), memiliki sifat pelumasan terhadap piston karena
termasukkelompok minyak tidak mengering, mampu mengeliminasi efek rumah
kaca dan kontinuitas ketersediaan bahan baku terjamin. Biodiesel bersifat ramah
lingkungan karena menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih baik
dibandingkan minyak diesel/solar, yaitu bebas sulfur, bilangan asap rendah dan
angka cetana antara 57-62, terbakar sempurna dan tidak beracun. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk perancangan reaktor pada
skala pilot plant dan sebagai pengembangan teknologi transesterifikasi
menghasilkan metil ester sebagai bahan bakar alternatif.(Said et al., 2010)

1.2 Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini dibatasi dengan :

1. Proses pembuatan biodisel selama ini umumnya menggunakan pemanasan


secara konvensional,yang membutuhkan waktu yang relatif lama?
2. Faktor selain frekuensi gelombang ultrasonik dan waktu reaksi esterifikasi
seperti faktor,kedalaman celup tanduk getar, dan volume bahan dibuat
konstan untuk dikondisikan sebagai variabel terkontrol?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :


1. Mengetahui pengaruh waktu reaksi, transferifikasi pada minyak jarak dengan
pemanasan gelombang ultrasonik.
2. Mengetahui pengaruh konsetrasi katalis NaOH untuk menghasilkan biodesel
dengan bantuan ultrasonik.
3. Mengetahui mutu biodisel berbahan baku minyak jarak pagar sesuai SNI.

2
1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Untuk mendapatkan metode pengolahan biodisel dari jarak pagar yang


terbaik dengan mengunakan gelombang ultrasonik.
2. Untuk menghasilkan bahan bakar biodisel dari minyak jarak pagar yang
memenuhi spesifikasi biodisel sesuai SNI 04-7182-2006.

1.5 Batasan Masalah


1. Mengetahui Teknik Pembuatan Biodisel dari Minyak Nabati
2.Perbandingan Pembuatan Biodisel dengan cara konvensional dan
menggunakan alat ultra sonik.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Nabati dari Jarak Pagar

Penggunaan minyak nabati seperti minyak sawit, minyak kedelai, minyak


bunga matahari, minyak kacang tanah, dan minyak zaitun sebagai bahan bakar
alternatif bagi mesin diesel telah dimulai sejak 9 dekade yang lalu. Seiring dengan
berkurangnya cadangan minyak mentah secara drastis, penggunaan minyak nabati
sebagai bahan bakar diesel sekali lagi diajukan di banyak negara.Minyak nabati
memiliki nilai kalor yang hampir sama dengan bahan bakar konvensional, namun
penggunaan secara langsung sebagai bahan bakar masih menemui kendala.
Minyak nabati memiliki viskositas dan titik pijar (flash point) jauh lebih besar dari
minyak diesel, hal ini menghambat proses injeksi dan mengakibatkan pembakaran
yang tidak sempurna (Izza, 2011)
Penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar juga meninggalkan residu
karbon pada injektor mesin. Upaya untuk mengurangi viskositas dan titik nyala
minyak nabati antara lain dengan pengenceran minyak dengan pelarut,
emulsifikasi, pirolisis, dan transesterifikasi. Proses transesterifikasi adalah cara
yang paling banyak dilakukan karena tidak membutuhkan energi dan suhu yang
tinggi. Reaksi ini akan menghasilkan metil atau etil ester, tergantung dengan jenis
alkohol yang direaksikan. Metanol lebih banyak digunakan sebagai sumber
alkohol karena rantainya lebih pendek,lebih polar dan harganya lebih murah dari
alkohol. (Izza, 2011).
Tabel 2.1 Tanaman penghasil minyak nabati dan produktivitasnya (soerawidjaja,
2003)

4
Nama Indo Nama Inggris Nama Latin Kg-/ha/thn

Sawit Oil palm Elaeis guineensis 5000

Kelapa Coconut Cocos nucifera 2260


Alpokat Avocado Persea americana 2217
K. Brazil Brazil nut Bertholletia 2010
excelsa
K. Makadam Macadamia nut Macadamia ternif. 1887
Jarak pagar Physic nut Jatropha curcas 1590
Jojoba Jojoba Simmondsia 1528
califor
K. pekan Pecan nut Carya pecan 1505
Jarak kaliki Castor Ricinus communis 1188
Zaitun Olive Olea europea 1019
Kanola Rapeseed Brassica napus 1000
Opium Poppy Papaver 978
somniferum

2.2 Minyak Jarak Pagar

Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman penghasil


minyak. Bagian dari tanaman jarak pagar yang dapat digunakan untuk
menghasilkan biodiesel sebagai sumber bahan bakar minyak pengganti solar
(diesel oil) adalah bijinya, yang kemudian diolah menjadi minyak melalui proses
reaksi kimia (metanolisis/etanolisis) untuk menghasilkan biodiesel. Dalam
aplikasinya, minyak jarak pagar dapat menggantikan minyak diesel untuk
menggerakkan generator pembangkit listrik. Klasifikasi tumbuhan jarak pagar
atau Jatropha curcas . adalah sebaga berikut : (Izza, 2011)
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Class : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae

5
Genus : Jatropha
Spesies : jatropha curcas L

Minyak jarak pagar adalah cairan yang berwarna kuning, mempunyai bau
khas, tidak berasa dan tidak akan keruh meski disimpan dalam jangka waktu lama.
Cara untuk mendapatkan minyak jarak pagar bisa menggunakan proses
pengepresan dan juga menggunkan proses ekstraksi menggunakan larutan tertentu
Minyak jarak pagar mempunyai struktur kimia berupa trigliserida dangan rantai
lemak lurus, dengan atau tanpa rantai karbon tak jenuh, mirip dengan CPO.
Tabel 2.2 Parameter Sifat Kimia dan Fisika Minyak Jarak Pagar (Izza, 2011)
Parameter Minyak Jarak Pagar
-3
Densitas pada 15°C (g cm ) 0.920
Viskositas pada 30°C (cSt) 52
Titik nyala (°C) 240
Bilangan netralisasi (mg KOH g-1) 0.92

Air % m/m 0.07


Trigliserida % m/m 97.3

H2C O C(0) (CH2)16 CH3

HC O C (O) (CH2)7CH =CH(CH2)7CH3

H2C O C (O) (CH2)7CH=CHCH2CH CH (CH2)4CH3

Gambar 2.1 Struktur Kimia Minyak Jarak pagar (Purnomo and Surakarta, 2006)

Minyak jarak merupakan komoditi yang berpotensi dikembangkan untuk


mengurangi konsumsi BBM, karena dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan boidiesel. Karena sudah banyak aplikasi dari minyak jarak yang sudah
bisa menggerakkan generator pembangkit listrik, guna menggantikan minyak
diesel. Kandungan yang ada dalam minyak diesel dan minyak jarak tidak berbeda
jauh, kecuali minyak jarak mempunyai kandungan sulfur yang lebih rendah dan

6
mempunyai nilai setana yang lebih besar dari pada minyak diesel. Akan tetapi
minyak jarak mempunyai kekentalan yang lebih tinggi dari pada minyak diesel.
Kekentalan minyak jarak adalah 16 – 18 atom permolekul kemudian minyak
diesel hanya 8 – 10 atom per molekul. Oleh kerena itu, supaya minyak jarak dapat
digunakan untuk bahan bakar maka diperlukan proses transesterifikasi.

Tabel 2.3 Spefisifikasi antara minyak jarak dengan minyak diesel (Purnomo and
Surakarta, 2006)

Spesifikasi Minyak jarak Minyak diesel

Bobot Jenis (g/ml) 0,91-0,92 0,84-0,85


Sulfur (ppm) 0,13 1.0-1,2

Energy (mJ/Kg) 39,6-41,8 42,6-45,0

Titik penyalaan (0C) 8 110-240 80

Nilai cetane 51,0 47,8

Tabel 2.4 Komposisi Asam Lemak Minyak Jarak Pagar (Moch. Setyadi, Mashudi,
2003)

Asam Lemak Formula Struktur Wt %


Miristat C14H28O2 14 :0 0-0,1
Palmitat C16H32O2 16:0 14.1-15,3
Palmitoleat C16H30O2 16:1 0-1.3
Stereat C18H36O2 18:0 3.7-9.8
Oleat C18H34O2 18:1 34.3-45.8
Linoleat C16H32O2 18:2 29.0-44.2
Linolenat C18H30O2 18:3 0-0.3
Arachidat C20h40o2 20:0 0-0.3
Behenat C22h44o2 22;0 0-0.2

7
8
2.3 Biodisel

Biodiesel merupakan senyawa methil ester yang didapatkan dari proses


transesterifikasi dari minyak nabati maupun hewani. Teknologi biodiesel
merupakan reaksi bolak – balik antara molekul trigliserida dengan metanol
menghasilkan alkil ester dan gliserol.
Minyak nabati mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan minyak
diesel dari minyak bumi. Karena minyak nabati dapat diperbaharui dan juga ramah
akan lingkungan. Sifat dari biodiesel mirip dengan sifat dari minyak diesel,
sehingga biodiesel bisa menjadi bahan utama pengganti bahan bakar diesel.
Biodiesel merupakan senyawa methil ester yang diproduksi dari minyak nabati dan
memenuhi kualitas yang akan digunakan sebagai bahan bakar di dalam mesin
diesel.Biodiesel dihasilkan dari proses transesterifikasi, yaitu reaksi antara alkohol
dengan minyak untuk melepaskan tiga rantai ester dan gliserin dari setiap
triliserida. Campuran tersebut meninggalakan gliserin di lapisan bawah dan
biodiesel di lapisan atas. Gliserin selanjutnya dimurnikan untuk dijual kepada
industri farmasi atau industri kosmetik. Rantai hidrokarbon pada biodiesel
umumnya terdiri dari 16 – 20 atom karbon. Bebrapa sifat kimia biodiesel
membuatnya dapat mudah terbakar dengan sempurna, dan akan meningkatkan
pembakaran apabila di campurkan dengan minyak diesel dari minyak bumi.
Penggunaan biodiesel akan memberikan banyak keuntungan dibandingkan
dengan penggunaan minyak nabati secara langsung. Karena biodiesel dari metil
ester minyak nabati, tidak mengandung senyawa organik volatil. Kandungan sulfur
dari minyak nabatipun mendekati angka nol. Dengan tidak adanya sulfur, maka
biodiesel merupakan bahan bakar yang ramah akan lingkungan, dan akan
menurunkan hujam asam pleh emisi sulfat. Penurunan sulfur dalam jumlah yang
banyak yang terkandung dalam suatu campuran akan mengurangi tingkat korosif
asam sulfat yang mengendap pada mesin dalam satu rentang waktu tertentu.
Dengan berkurangnya sulfur dan karsinogenik (seperti benzen, toluen, dan xilen)
dalam biodiesel akan mengurangi dampak yang buruk pada kesehatan manusia dan
pencemaran pada saat proses pembakaran (Purnomo and Surakarta, 2006).

9
1. Standar Mutu Biodisel
Biodiesel yang memiliki kualitas sesuai dengan standar mutu indonesia
(SNI) yang telah ditetapkan. Berikut ini mutu biodiesel mengacu pada: Standar
Mutu Indonesia (SNI) No.04-7182-2012 , tentang biodiesel.
Tabel 2.5 Spesifikasi biodiesel Standar Nasional Indonesia (Suryanto, Suprapto
and Mahfud, 2015)

Physical Properties Unit Indonesian Biodiesel


National Standar (methyl ester)
(SNI-2012)
0
Density g/ml, 25 C 0.85-0.89 0.85
Kinemati cviscosity mm2/s, 40 0C 2.3-6.0 2.80
Viscosity mg KOH/g < 0.6 0.07
Sulfur content % <100 0.01
0
Flash Point C >100 125

2. Keunggulan Biodisel
Dibanding bahan bakar solar, biodiesel memiliki beberapa keunggulan, yaitu :
a. Biodiesel diproduksi dari bahan yang dapat diperbaharui.
b. Biodiesel mempunyi nilai cetane yang tinggi dan bebas sulfur.
c. Ramah lingkungan karena tidak ada emisi SOx .
d. Menurunkan keausan ruang piston karena sifat pelumasan bahan bakar yang
bagus (kemampuan untuk melumasi mesin dan sistem bahan bakar).
e. Aman dalam penyimpanan dan transportasi karena tidak mengandung racun.
Biodiesel tidak mudah terbakar karena memiliki titik bakar yang relatif
tinggi.
f. Meningkatkan nilai produk pertanian.
g. Memungkinkan diproduksi dalam skala kecil menengah sehingga bisa
diproduksi di pedesaan.
h. Menurunkan ketergantungan suplai minyak dari negara asing dan fluktuasi
harga.

10
i. Biodegradable : jauh lebih mudah terurai oleh mikroorganisme
dibandingkan minyak mineral. Pencemaran akibat tumpahnya biodiesel
pada tanah dan air bisa teratasi secara alami.(Izza, 2011)

3. Kekurangan Biodisel
Menurut (Devita, 2015) biodisel juga memiliki kekurangan yaitu Minyak
nabati mempunyai viskositas (kekentalan) 20 kali lebih tinggi dari bahan bakar
diesel fosil sehingga mempengaruhi atomisasi bahan bakar dalam ruang bakar
motor diesel. Atomisasi yang kurang baik akan menurunkan daya (tenaga) mesin
dan pembakaran mesin menjadi tidak sempurna. Karena itu, viskositas minyak
nabati perlu diturunkan melalui proses transesterfikasi metil ester nabati atau
FAME. Proses ini menghasilkan bahan bakar yang sesuai dengan sifat dan
kinerja diesel fosil. Selain itu, metanol yang digunakan juga masih
menggunakan metanol impor.(Devita, 2015)

2.4 Proses Pembuatan Biodisel

Penggunaan minyak nabati secara langsung atau tanpa melalui proses telebih
dahulu sebagai bahan bakar diesel banyak menimbulkan masalah seperti
penyumbatan penyaringan bahan bakar, pembentukan endapan, kontaminasi
minyak pelumas dan penyumbatan injektor. Oleh karena itu sudah banyak kreasi
pembuatan minyak nabati, agar minyak nabati sesuai dengan sifat dan kinerja dari
minyak bakar diesel fosil. Beberapa teknologi yang digunakan untuk mengubah
minyak nabati menjadi biodiesel,(Esmaeili and Foroutan, 2017)

A. Proses Esterifikasi
Perbeda dengan reaksi transesterifikasi antara trigliserida (TG) dan
metanol. Walaupun keduanya menghasilkan ester akan tetapi, reaksi ini
berjalan secara berantai untuk memotong ketiga gugus karboksil pada rantai
TG. Masing-masing tahapnya hanya menghasilkan satu mol FFA dan parsial
gliserida (digliserida dan monogliserida). Reaksi esterifikasi dari asam lemak

11
menjadi metil ester adalah :
RCOOH + CH3OH RCOOCH3 + H2O
Asam lemak Metanol Metil Este Air Masalah yang timbul pada proses
pengolahan minyak jarak pagar (CJCO) dengan kandungan free fatty acid
(FFA) yang tinggi adalah FFA tidak dapat terkonversi menjadi metil ester asam
lemak (FAME) dengan katalis basa karena pembentukan garam asam lemak
(sabun). Adanya sabun dapat mencegah pemisahan antara lapisan metil ester
dan gliserol. Untuk mengatasi masalah ini, metode alternatif yang digunakan
adalah dengan menggunakan katalis asam yang dapat mengubah FFA menjadi
metil ester. Ketika reaksi esterifikasi berhenti akan menghasilkan produk
samping yaitu terbentuknya air. Oleh karena itu dilakukan dua langkah proses
dalam mengkonversi CJCO menjadi metil ester yaitu proses esterifikasi dengan
katalis asam dan transesterifikasi dengan katalis basa (Esmaeili and Foroutan,
2017). Tujuan dari tahap esterifikasi adalah untuk mengurangi jumlah free fatty
acid (FFA) atau bilangan asam dari minyak jarak pagar (CJCO). Faktor yang
penting yang mempengaruhi bilangan asam pada proses transesterifikasi adalah
perbandingan molar rasio alkohol dengan minyak, perbandingan molar rasio
katalis asam dan minyak, suhu reaksi, dan waktu reaksi. Untuk mendapatkan
konversi FFA menjadi metil ester yang maksimal pada beberapa minyak nabati
dapat dilakukan dengan suhu reaksi 50°C, waktu reaksi 1 jam, dan
perbandingan molar rasio katalis asam (H2SO4) dengan minyak adalah 1 %
w/w(Esmaeili and Foroutan, 2017).Faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi
esterifikasi antara lain :
a. Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat
semakin besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika
kesetimbangan reaksi sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu
reaksi tidak akan menguntungkan karena tidak memperbesar hasil.
b. Pengadukan
Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat
pereaksi dengan zat yang bereaksi, sehingga mempercepat reaksi dan reaksi

12
terjadi sempurna. Semakin besar tumbukan maka semakin besar pula harga
konstanta kecepatan reaksi. Sehingga dalam hal ini pengadukan sangat
penting mengingat larutan minyak katalis metanol merupakan larutan yang
immiscible.
c. Katalisator
Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu
reaksi sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi
semakin besar. Pada reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya
menggunakan konsentrasi katalis antara 1 - 4 % berat sampai 10 % berat
campuran pereaksi.
d. Suhu Reaksi
Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi
yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik
maka harga k makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi
makin besar.(Esmaeili and Foroutan, 2017)
B. Proses Transesterifikasi
Proses transesterifikasi pada minyak tanaman adalah proses reaksi
trigliserida dengan alkohol menghasilkan 3 molekul ester dan 1 molekul
gliserol. Transesterifikasi minyak tanaman menjadi ester merupakan proses
yang biasa digunakan dalam proses pengolahan biodiesel. Reaksi ini terjadi
dengan perantara katalisator berupa natrium hidroksida atau kalium hidroksida,
juga bisa berlangsung pada suasana asam Reaksi transesterifikasi trigliserida
menjadi metil ester adalah :
CH2COOR1 CH3COOR1 CH2 – OH
catalys
CHCOOR2 + 3 CH3OH NaOh CH3COOR2 + CH - 0H

CH2COOR3 CH3COOR3 CH2 – OH


Triglycerida Metanol Methyl Glycerin
(minyak nabati) ester

13
Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa
adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan
dengan lambat Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi
adalah katalis basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi. Beberapa
kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui
transesterifikasi adalah sebagai berikut: (Moch. Setyadi, Mashudi, 2003)
a. Pengaruh air dan asam lemak bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam
yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan
asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5% (<0.5%). Selain itu, semua bahan
yang akan digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan
katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar
dari kontak dengan udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan
karbondioksida
b. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi
adalah 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil
ester dan 1 mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1
dapat menghasilkan konversi 98%. Secara umum ditunjukkan bahwa
semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang
diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam
konversi yang dihasilkan adalah 98-99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-
89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6 : 1 karena dapat
memberikan konversi yang maksimum.
c. Pengaruh jenis alkohol
Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengan menggunakan etanol atau butanol.
d. Pengaruh jenis katalis
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi
bila dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer
untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium

14
hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida
(KOCH3). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat
(metoksida). Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang
maksimum dengan jumlah katalis 0,5-1,5%-b minyak nabati. Jumlah katalis
yang efektif untuk reaksi adalah 0,5%-b minyak nabati untuk natrium
metoksida dan 1%-b minyak nabati untuk kalium hidroksida.
e. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak
nabati refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai
bahan bakar mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang
telah dihilangkan getahnya dan disaring.
f. Pengaruh temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 - 65° C
(titik didih methanol sekitar 65° C). Semakin tinggi temperatur, konversi
yang diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat.(Moch.
Setyadi, Mashudi, 2003)
C. Pencucian Biodiesel
Biodiesel setelah melalui proses transesterifikasi harus dicuci untuk
menghilangkan sisa alkohol, gliserin, katalis, sabun dan kotoran lainnya ada
tiga cara untuk pencucian biodiesel, yaitu mix washing, bubble washing, dan
mist washing. Pencucian dengan air dimaksudkan untuk melarutkan katalis ke
dalam air.Katalis lebih mudah larut di dalam air dibandingkan dengan ester.
Penggunaan air yang normal adalah dengan perbandingan volume 1:1 disertai
dengan pengadukan atau bisa menggunakan aerator

2.5 Gelombang Ultrasonik

Proses produksi biodiesel dari minyak tanaman dengan kandungan asam


lemak bebas ren- dah umumnya menggunakan perlakuan panas dan katalis basa
sedangkan untuk minyak tanaman de- ngan kandungan asam lemak bebas tinggi

15
menggu- nakan perlakuan pendahuluan penetralan atau per- lakuan pendahuluan
esterifikasi dengan katalis asam. Karena proses ini membutuhkan waktu lama
maka sering ditemui kesulitan dalam rancang ba- ngun mesin produksi biodiesel
dengan sistem kontinu. Proses pengolahan biodiesel umumnya menggunakan
pengadukan secara mekanis pada sistem batch dan menggunakan pengadukan
sistem orifice pada proses yang kontinu. (Susilo, 2007)

Penelitian ini diarahkan untuk mencari alter-natif lain proses transesterifikasi


tanpa input panas langsung dan tanpa pengadukan mekanis. Penggu- naan
gelombang ultrasonik diharapkan dapat menghasilkan proses dengan input energi
lebih rendah dan waktu proses lebih pendek dibanding- kan dengan proses
konvensional, sehingga proses pengolahan dengan sistem kontinu akan mudah di-
rancang bangun. Gelombang ultrasonik adalah gelombang akustik dengan
frekuensi lebih besar dari 18 kHz. Oleh karena frekuensinya di luar ambang batas
ke- mampuan pendengaran manusia, maka seperti hal- nya gelombang infrasonik
gelombang ultrasonik juga tidak mampu dideteksi oleh indra pendengar- an
manusia.(Izza, 2011)

Batas atas frekuensi gelombang ultrasonik masih belum ditentukan dengan


jelas. Yang dapat diketahui adalah daerah frekuensi yang biasa dipa- kai dalam
berbagai macam penggunaan. Di dalam penggunaan yang memerlukan intensitas
tinggi (macrosonic) biasanya digunakan frekuensi dari puluhan hingga ratusan
kiloherzt. Aplikasi di bi- dang kedokteran misalnya ultrasonography dan uji tak
merusak biasanya digunakan gelombang ultra- sonik dengan frekuensi antara 1
MHz sampai de- ngan 10 MHz. Gelombang ultrasonik dengan fre- kuensi sangat
tinggi disebut sebagai microwave ultrasonics.(Susilo, 2007)

Gelombang ultrasonik merupakan gelombang mekanik longitudinal dengan


frekuensi di atas 20 kHz. Gelombang ini dapat merambat dalam medium padat,
cair dan gas, hal disebabkan karena gelombang ultrasonik merupakan rambatan
energi dan momentum mekanik sehingga merambat sebagai interaksi dengan
molekul dan sifat inersia medium yang dilaluinya. Karakteristik gelombang

16
ultrasonik yang melalui medium mengakibatkan getaran partikel dengan medium
amplitudo sejajar dengan arah rambat secara longitudinal sehingga menyebabkan
partikel medium membentuk rapatan (strain) dan tegangan (stress). Proses
kontinyu yang menyebabkan terjadinya rapatan dan regangan di dalam medium
disebabkan oleh getaran partikel secara periodik selama gelombang ultrasonik
melaluinya.(Esmaeili and Foroutan, 2017)

Gelombang ultrasonik yang dirambatkan pada cairan akan menimbulkan


suatu efek yang disebut kavitasi akustik. Tekanan cairan akan meningkat pada
saat amplitudo positif dirambatkan dan tekanan menurun (rarefaction) pada saat
amplitudo negatif disalurkan. Perubahan tekanan secara simultan dengan
frekuensi tinggi dari tanduk getar ultrasonik direaksi lambat oleh cairan sehingga
timbul gelembung mikro (micro buble). Gelembung tersebut mengembang dan
mengempis tidak stabil dengan laju pengembangan lebih besar dibandingkan laju
pengempisan sehingga diameter gelembung tumbuh membesar hingga pecah.
(Esmaeili and Foroutan, 2017)

Alat braun sonic 2000 merupakan pemancar gelombang dengan bentuk


getaran sonic dengan frekuensi yang tinggi. Ada dua frekuensi yang dihasilkan
yaitu frekuensi level bawah yang besarnya 19.3 kHz, yang biasanya digunakan
untuk pengolahan sayur-sayuran. Sedangkan frekuensi yang satu yaitu frekuensi
level atas yang besarnya 29,5 kHz biasanya digunakan pada proses bahan cair
seperti susu dan juice. Konfigurasi reaktor gelombang ultrasonik dikenal beberapa
macam diantaranya adalah sistem tanduk getar, sistem bath, sistem rambatan
frekuensi ganda, sistem rambatan frekuensi tripel, sistem bath dengan getaran
longitudinal, homoginizer tekanan tinggi, homoginizer kecepatan tinggi dan plat
oriffice. Secara sistematik pembangkit gelombang ultrasonik sistem tanduk getar
sebagaimana Gambar 4, Gelombang yang ditransmisikan berkisar antara frekuensi
16 kHz sampai dengan 30 kHz dengan daya hingga 240 W. Luas penampang
iradiasi tergantung dari kedalaman celup tanduk getar dan bisa digunakan untuk
mengatur intensitas iradiasi. Konfigurasi ultrasonik sistem tanduk getar ini cocok
untuk skala laboratorium dan bisa digunakan untuk kebutuhan merusak jaringan

17
sel tanaman, homogenisasi dan juga untuk proses-proses percepatan reaksi kimia
(Esmaeili and Foroutan, 2017)

Peralatan ultrasonik sistem tanduk getar terdiri dari generator pembangkit


gelombang, tanduk getar, pengatur frekuensi, pengatur amplitudo, dan tanduk
getar. Penyangga tanduk getar bisa menggunakan rangka atau statif. Efisiensi
pembangkit gelombang ultrasonik jenis ini paling rendah dibandingkan jenis lain
yang telah berkembang. Efisiensi rambatan energi dari tanduk getar ke cairan
terhadap input total energi berkisar 7.6 %.(Susilo, 2007)

Gambar 2.2 Skema Piranti Ultrasonik Sistem Tanduk Getar (Izza, 2011)

18
III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitian


Penelitian utama pembuatan biodisel dari minyak jarak di Laboratorium Riset
Teknik Kimia FTI-UMI Makassar
3.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian berlangsung selama 4 bulan. Diawali dari penelusuran


pustaka, penyusunan proposal hingga pelaksanaan penelitian dan penyusunan
laporan serta persentasi.
3.3 Alat Penelitian

Ultrasonik
Ultrasonic cleaner (tombol on/off dan timer, tidak menghasilkan panas tidak
ada tombol temperature/tidak menghasilkan panas). Merek Delta 318H

Keterangan Gambar:
D
A.Ultrasonik
E
B.Reaktor (labu leher 2)
B
C.Motor Pengaduk
F D.Pengaduk

E.Kondensor

F.Statif
50 Hz

3.4 Variabel Penelitian

19

F
3.4.1 Variabel :

a. Waktu (menit) = 2,5;5 ;10 ;15; 30;45

b. Perbandingan Katalis Esterifikasi = 1:5

c. Perbandingan Katalis Transferifikasi = 1:12

3.4.2 Tekanan = 1 atm

3.4.3 konsentrasi katalis NaOH = 0,25;05;0,75;1

3.5 Cara Kerja Penelitian

1. Analisa bahan
Mengukur kadar Free fatty acid (FFA) pada minyak biji jarak,
Menganalisa densitas minyak dan methanol dengan menggunakan
piknometer.Dilakukan perhitungan volume minyak, methanol, dan katalis
yang digunakan.
2. Persiapan katalis
Katalis NaOH yang telah di timbang sesuai dengan variable katalis yang
digunakan (0,25% ; 0,5% ; 0,75% ; 1% massa dari massa minyak jarak).
Katalis yang sudah ditimbang kemudian dilarutkan dalam methanol dan
diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer, dengan perbandingan
minyak dan methanol dengan ratio 1 : 5 dan 1 : 12.
3. Proses transesterifikasi
Minyak biji jarak sebanyak 25 ml dan katalis NaOH yang telah dilarutkan
dengan methanol, dimasukkan ke dalam labu leher dua dengan alas
bulat.Reaksi transeterifikasi dilakukan dalam alat ultrasonic.Kondisi
operasi sesuai dengan variable penelitian.
4. Pemisahan dan pencucian
Hasil dari proses transesterifikasi dimasukkan ke dalam corong pisah
selama 30 menit, pada lapisan bawah (gliserol) akan dikeluarkan

20
kemudian lapisan atas tetap pada corong pisah kemudian ditambahkan
aquades sebanyak 10 ml dari minyak biji jarak kemudian didiamkan
selama 30 menit, lapisan bawah (gliserol) di keluarkan (dilakukan
sebanyak 4 kali) untuk mendapatkan biodiesel murni.
5. Pemanasan
Biodiesel yang dihasilkan kemudian dipanaskan dalam oven dengan suhu
110ᴼC selama 1 jam.
6. Analisa produk
Untuk analisa produk digunakan Gas Chromatography (GC).

3.6 Diagram Alir

Diagram alir pembuatan biodisel dari minyak jarak menggunakan ultrasonik


a. Untuk proses Esterifikasi

Analisa bahan ,Mengukur kadar FFA,menganalisa densitas minyak dan


metanol dengan menggunakan piknometer 10 ml.

Persiapan Katalis, menggunakan katalis H2SO4 dengan variabel


(0,25%;0,5%;0,75%;1%).dilarutkan dengan metanol dan diaduk
menggunakan magnetik stirer,dengan perbandingan minyak dan metanol
dengan ratio 1:5 dan 1:12.

Setelah suhu konstan 60 °c selama 1 jam,maka dimasukkan kedalam


corong pisah ,pencucian dilakukan selang waktu 5 jam sampai minyak
dan gliserol berpisah .

Masukkan minyak kedalam oven delama 1 jam dengan suhu 110 °c


b. Untuk proses Transesterifikasi

Minyak biji jarak sebanyak 25 ml dan katalis NaOH dilarutkan dalam


21
metanol . Setelah homogen maka di masukkan kedalam labu leher 3.
Reaksi transesterifikasi terjadi didalam labu leher tiga dengan bantuan alat
ultarasonik,yang memanfaatkan gelombang suara dengan bantuan
pengaduk.

Pemisahan dan Pencucian,dilakukan ssetelah dimasukkan dalam corong


pisah sampai terpisah antara gliserol dan produk.dengan menggunakan
aquadest sebanyak 10 ml dengan suhu 400c.

Pemanas dilakukan dengan suhu 1100c Selama 1 jam sehingga mendapatkan


biodesel yang murni.

Analisa produk :viskositas,densitas,free fatty acid (ffa),dan Gas Chromatography


(GC)

22
3.7 Jadwal Penelitian

NO Kegiatan Bulan

Juni Juli Agust Sept Okt

1 Preparasi bahan

2 Esterifikasi (H2SO4)

3 Transerierfikasi (NaOH)

4 Uji produk

5 Draft makalah

6 Laporan kemajuan

7 Publikasi/jurnal

8 Laporan lengkap

Daftar Pustaka

23
Devita, L. (2015) ‘Biodiesel sebagai bioenergi alternatif dan prospeftif’, 9.

Esmaeili, H. and Foroutan, R. (2017) ‘Biodiesel Production using Trans-


Esterification Process and Investigation of Fuel Properties : A Review
Study’, Recend Advances in petrochemical science (RAPSCI),
Departement of chemical engineering, Busher branch, Islamic Azad
University, Busher, Iran, 1(5), pp. 10–12.

Izza, N. (2011) ‘Skripsi aplikasi gelombang ultrasonik pada proses pengolahan


biodiesel berbahan baku jarak pagar’.

Moch. Setyadi, Mashudi, E. S. (2003) ‘Studi pembuatan minyak bio-diesel jarak’,


pp. 226–233.

Purnomo, J. and Surakarta, U. M. (2006) ‘Joko Purnomo D 500 080 012


Universitas Muhammadiyah Surakarta 1’, pp. 1–22.

Said, M. et al. (2010) ‘Studi Kinetika Reaksi Pada Metanolisis Minyak Jarak
Pagar’, 17(1), pp. 15–22.

soerawidjaja (2003) ‘biodisel sebagai bahan bakar elternatif’, pp. 5–45.

Suryanto, A., Suprapto, S. and Mahfud, M. (2015) ‘Production biodiesel from


coconut oil using microwave: Effect of some parameters on
transesterification reaction by NaOH catalyst’, Bulletin of Chemical
Reaction Engineering and Catalysis, 10(2), pp. 162–168. doi:
10.9767/bcrec.10.2.8080.162-168.

Susilo, B. (2007) ‘Aplikasi Gelombang Ultrasonik untuk Pengolahan Biodiesel


dari Jarak Pagar (Jatropha curcas L .)’, Jurusan Teknik Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, malang, pp. 147–
153.

24

Anda mungkin juga menyukai