Oleh:
1916011033
Dosen:
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
Bangsa dan Bangsa-Negara, Nasionalisme, Nation Building,
Etnis dan Komunitas Politik
3. Bangsa-Negara (Nation-State)
Bangsa-negara merupakan suatu hasil pemikiran tentang negara yang
dibangun/didirikan untuk seluruh bangsa atau untuk seluruh rakyat, atas dasar
konsensus bersama yang menghasilkan ikatan kontraktual dan transaksional
terbuka antara pihak-pihak yang mengadakan kensensus tersebut. Bangsa-
negara adalah hasil historis alamiah yang semi kontraktual dimana
nasionalisme menjadi landasan awal yang paling kuat. Nasionalisme dapat
diartikan sebagai sebuah keadaan atau kondisi kejiwaan dimana keteguhan
hati seseorang secara menyeluruh diabdikan langsung kepada bangsa-negara
atas nama sebuah bangsa.6
Konsep Bangsa-Negara (Nation-State) adalah konsep tentang negara modern
yang berkaitan erat dengan paham kebangsaan atau nasionalisme. Sebuah
negara dikatakan negara modern jika sudah memenuhi setidaknya syarat-
3
Mustaqim, Muhammad., & Miftah, Muhammad. 2015. Tantangan Negara-Bangsa (Nation-State)
dalam Menghadapi Fundamentalisme Islam. Jurnal ADDIN, 1(9), 85-106 (hlm. 90)
4
Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia
(hlm. 41)
5
Michael, Roskin. 2012. Political Science: An Introduction. London: Pearson Education
(hlm. 59)
6
Mustaqim, Muhammad., & Miftah, Muhammad. 2015. Tantangan Negara-Bangsa (Nation-State)
dalam Menghadapi Fundamentalisme Islam. Jurnal ADDIN, 1(9), 85-106 (hlm. 91-92)
syarat pokok selain faktor kewilayahan dan penduduk yang merupakan dasar
utama sebuah negara sebelum menjadi sebuah bangsa-negara. Dengan
demkian, syarat-syarat yang lain adalah memiliki batas-batas territorial
wilayah, pemerintahan yang berdaulat, dan pengakuan dari negara lain.7
4. Proses Terbentuknya Bangsa-Negara8
Proses terbentuknya suatu negara terpusat modern yang penduduknya
mencakup satu nasionalitas (suatu bangsa) merupakan proses pembentukkan
bangsa-negara. Pengertian bangsa dalam istilah satu bangsa berbeda dengan
pengertian bangsa dalam istilah bangsa-negara (nation-state).
Secara umum, ada dua model proses pembentukan bangsa-negara. Pertama,
model ortodoks yang berawal dari terbentuknya suatu bangsa terlebih dahulu
dan kemudian bangsa itu sendiri yang membentuk suatu negara tersendiri.
Kedua, model mutakhir yang bermula dari adanya negara terlebih dahulu dan
negara tersebut terbentuk melalui proses tersendiri, sedangkan penduduknya
merupakan kumpulan sejumlah kelompok suku bangsa dan ras.
Perbedaan kedua model tersebut ada empat hal. Pertama, ada tidaknya
perubahan unsur dalam pengklasifikasian masyarakat. Model ortodoks tidak
ada perubahan unsur karena satu bangsa membentuk satu negara, sedangkan
model mutakhir ada perubahan unsur dari banyak kelompok suku bangsa
menjadi satu bangsa baru. Kedua, waktu yang diperlukan dalam membentuk
suatu bangsa-negara. Model ortodoks memerlukan waktu lebih singkat karena
hanya membentuk struktur kekuasaan dan tidak membentuk suatu indentitas
kultural baru, sedangkan model mutakhir memerlukan waktu yang lebih lama
karena membentuk identitas kultural baru dan harus mencapai konsensus
tentang identitas kultural (nasionalitas) yang baru. Ketiga, kesadaran politik
model ortodoks muncul setelah terbentuknya bangsa-negara, sedangkan
kesadaran politik model mutakhir muncul sebelum terbentuknya bangsa-
negara. Keempat, pentingnya partisipasi politik dan rezim politik dalam model
ortodoks menganggap sebagai hal yang terpisah dari proses integrasi nasional,
7
Mustaqim, Muhammad., & Miftah, Muhammad. 2015. Tantangan Negara-Bangsa (Nation-State)
dalam Menghadapi Fundamentalisme Islam. Jurnal ADDIN, 1(9), 85-106 (hlm. 92)
8
Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia
(hlm. 42-43)
sedangkan model mutakhir menganggap kedua hal tersebut tak terpisahkan
dari proses integrasi nasional (pembentukan bangsa-negara).
B. Nasionalisme
Nasionalisme adalah seseorang yang memiliki rasa cinta yang tinggi terhadap
budaya, sejarah, dan identitas territorial, persatuan, dan kebesaran/kejayaan
negaranya sendiri. Ideologi nasionalisme saat ini masih menguasi
(mendominasi) hingga saat ini, nasionalisme dapat diartikan juga sebagai
kepercayaan berlebihan pada kebesaran (keagungan) dan persatuan suatu
negara. Nasionalisme biasanya muncul dari penjajahan dan penindasan oleh
negara lain. Secara historis, cikal bakal nasionalisme pertama kali datang
bersama raja-raja Ranaisans yang memproklamirkan kekuatan absolut dan
kebesaran/keagungan kerajaan mereka. Nasionalisme sekarang paling berapi-
api (sangat kuat) di kalangan negara-negara berkembang karna hampir semua
negara berkembang pernah dijajah dan ditindas oleh negara yang berkuasa.9
1. Nasionalisme Liberal
Nasionalisme liberal didasarkan pada asumsi mendasar bahwa umat manusia
secara alami dibagi menjadi sekumpulan bangsa, masing-masing memiliki
identitas yang berbeda. Oleh karena itu, bangsa adalah komunitas asli atau
9
Michael, Roskin. 2012. Political Science: An Introduction. London: Pearson Education
(hlm. 49-50)
10
Tri Sulistiyono, Singgih. 2018. Nasionalisme, Negara-Bangsa, dan Integrasi Nasional Indonsia:
Masih Perlukah?. Jurnal Sejarah Citra Lekha, 1(3), 3-12 (hlm. 4-5)
11
Heywood, Andrew. 2002. Politics. New York: Palgrave Macmillan (hlm. 111-119)
organic, bukan ciptaan buatan para pemimpin politik atau kelas yang
berkuasa. Namun, tema khas nasionalisme liberal bahwa ia mengaitkan
gagasan bangsa dengan kepercayaan pada kedaulatan rakyat.
2. Nasionalisme Konservatif
3. Nasionalisme Ekspansionis
Nasionalisme memiliki karakter agresif, militeristik, dan ekspansionis. Dalam
banyak hal, bentuk nasionalisme ekspansionis adalah antithesis dari
kepercayaan berprinsip pada persamaan hak dan penentuan nasib sendiri yang
merupakan inti dari nasionalisme liberal.
Bentuk agresif dari nasionalisme pertama kali muncul pada akhir abad ke-19
ketika kekuatan Eropa terlibat dalam ‘perebutan untuk Afrika’ atas nama
kejayaan nasional. Selain itu, imperialisme Eropa abad ke-19 dan abad ke-20
sebagian besar disebabkan karena nasionalisme ekspansionis ini.
Bentuk ekstrem dari nasionalisme muncul dari sentiment antusiasme
nasionalis yang intens, bahkan histeris yang biasanya disebut nasionalisme
integral. Istilah nasionalisme integral diciptakan oleh nasionalis Prancis
Charles Maurras (1868-1952), inti dari politik Maurras adalah pernyataan
tentang pentingnya negara “bangsa adalah segalanya dan individu bukanlah
apa-apa”. Dengan demikian, bangsa memiliki eksistensi dan makna tersendiri
di luar kehidupan setiap individu, sedangkan eksistensi individu hanya
memiliki makna ketika didedikasikan untuk persatuan dan kelangsungan
hidup bangsa.
Bentuk militan dari nasionalisme sering dikaitkan dengan kepercayaan atau
doktrin chauvinistic. Chauvinism adalah kepercayaan yang tidak rasional
terhadap keunggulan atau dominasi kelompok atau orangnya sediri. Oleh
karena itu, chauvinisme nasional menolak gagasan bahwa bangsa memiliki
karakteristik dan kualitas tertentu serta takdir yang sangat berbeda. Biasanya,
nasionalisme ini diartikan melalui doktrin superioritas etnis atau rasial,
sehingga memadukan nasionalisme dan rasialisme. Namun, yang tidak kalah
peting dalam nasionalisme ini adalah citra bangsa atau ras lain sebagai
ancaman atau musuh. Dalam menghadapi musuh tersebut, bangsa ini bersatu
dan memperoleh rasa akan identitas dan kepentingan sendiri.
Tema nasionalisme ekspansionis yang berulang adalah gagasan kelahiran
kembali atau regenerasi nasional. Bentuk nasionalisme ini biasanya diambil
dari mitos kebesaran masa lalu atau kejayaan nasional. Mitos-mitos itulah
yang memberi nasionalisme ekspansionis karakter yang terbelakang, tetapi
juga melihat ke masa depan karena mereka merencanakan nasib bangsa.
4. Nasionalisme Antikolonial
Bentuk nasionalisme antikolonialisme bertentangan dari bentuk nasionalisme
yang ada karena nasionalisme ini telah mengubah doktrin dan prinsip yang
pertama kali dikembangkan melalui proses ‘pembangunan bangsa’. Dengan
kata lain, kolonialisme berhasil mengubah nasionalisme menjadi kepercayaan
politik yang memiliki makna global. Selain itu, bentuk-bentuk awal
antikolonialisme sangat bergantung pada nasionalisme ‘klasik’ dan terinspirasi
oleh gagasan penentuan nasib sendiri.
1. Primordial
Ikatan kekerabatan (darah dan keluarga) dan kesamaan suku bangsa, daerah,
bahasa, dan adat istiadat adalah suatu komponen primordial yang bisa
membetuk bangsa-negara. Bukan hanya menciptakan pola perilaku yang
sama, tetapi akan menciptakan pandangan masyarakat berupa kepentingan,
tujuan, atau cita-cita yang sama.
2. Sacral
Kesamaan agama yang di yakini oleh suatu masyarakat atau ikatan ideolgi
doktriner yang kuat merupakan faktor sacral yang dapat membentuk bangsa-
negara. Meskipun agama tidak menjamin dapat membetuk bangsa-negara,
tetapi faktanya jika dilihat cukup banyak negara yang hanya menganut satu
agama di negaranya, seperti Arab (Islam), Amerika Latin (Katolik),dll.
3. Tokoh
12
Hoefte, Rosemarijn., & Veenendaal, Wouter. 2019. The Challenges of Nation-Building and
Nation Branding in Multi-Ethnic Suriname. Journal Nationalism and Ethnic Politics, 2(25),
173-190 (hlm. 175)
13
Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia
(hlm. 44-47)
Seseorang tokoh pemimpin yang disegani dan dihormati secara luas oleh
masyarakat dapat mejadi faktor yang menyatukan suatu bangsa-negara. Selain
itu, pemimpin menjadi panutan dan suri tauladan masyarakatnya. Sekaligus
seorang pemimpin dianggap sebagai “penyambung lidah” masyarakatnya. Jika
suatu negara dalam belenggu penjajah, maka pemimpin (yang kharismatik)
juga dapat menggerakkan semua rakyatnya untuk segera bersatu mecapai
kemerdekaan serta membebaskan diri dari penjajahan.
4. Sejarah
Suatu masyarakat yang berasal dari satu garis keturunan (nenek moyang) dan
pesepsi masyarakat yang sama tentang pengalaman masa lalu seperti
penderitaan yang sama karena pernah sama-sama dijajah tidak hanya
menciptakan solidaritas (sependeritaan dan sepenanggungan), tetapi juga
tekad dan tujuan yang sama antar kelompok masyarakat. Hal itu lah yang
menyebabkan faktor sejarah dapat mempersatukan masyarakat, bahkan dapat
membangun/membentuk bangsa-negara.
6. Perkembangan Ekonomi
Perkembangan ekonomi akan melahirkan banyak sektor-sektor pekerjaan yang
beranekaragam (lebih dari satu jenis) sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Semakin tinggi kebutuhan suatu masyarakat, maka semakin tinggu pula
tingkat ketergantungan antara masyarakat yang satu dengan yang lain. Hal ini
yang memungkinkan masyarakat akan bersatu demi memenuhi kebutuhannya.
Selain itu, semakin besar perkembangan ekonomi maka semakin besar pula
solidaritas dan persatuan dalam masyarakat. Solidaritas yang ditimbulkan
akibat perkembagan ekonomi disebut solidaritas organik oleh Durkheim.
7. Kelembagaa
Lembaga-lembaga pemerintahan dan politik, seperti birokrasi, angkatan
bersenjata, dan partai politik juga berperan dalam proses pembentukan bangsa.
Birokrasi pemerintahan menyumbangkan dua hal bagi proses pembentukan
bangsa, yakni mempertemukan berbagai kepentingan dalam instansi
pemerintah dan tidak saling membedakan untuk melayani warga negara.
Ideologi angkatan bersenjata yang nasionalistis karena fungsinya memelihara
dan memepertahankan keutuhan wilayah dan persatuan bangsa. Keanggotaan
partai politik yang bersifat umum (terbuka bagi warga negara yang berlainan
etnis, agama, atau golongan), kehadiran cabang-cabangnya di wilayah negara,
dan peranannya dalam menampung dan memadukan berbagai kepentingan
masyarakat menjadi suatu alternative kebijakan umum merupakan kontribusi
partai politik dalam proses pemebentukan bangsa.
Etnik adalah sekelompok orang yang memiliki identitas budaya dan sejarah
yang sama, biasanya terkait dengan kepercayaan pada keturunan yang sama. 14
Identitas Etnis dapat diartikan sebagai perpecahan yang garis-garisnya
memecah belah masyarakat berdasarkan garis ras dan budaya. Selain itu,
penelitian menunjukkan bahwa etnis memiliki efek yang relavan pada cara
orang merasa tentang bangsa hanya ketika perbedaan etnis konsisten dengan
14
Heywood, Andrew. 2002. Politics. New York: Palgrave Macmillan (hlm. 106)
belahan sosial ekonomi, akan tetapi perbedaan sosial ekonomi memiliki efek
yang independen dari faktor lain.15
2. Komunitas Politik
Komunitas politik adalah basis sosial untuk domokrasi modern atau kekuatan
dan kohesi komunitas warga negara yang membentuk masyarakat merupakan
syarat untuk berfungsinya lembaga-lembaga politik secara efektif. Selain itu,
lembaga politik termasuk bagian dari pemerintah demokratis. Hal ini berbeda
dengan renzim otoriter yang dapat memaksakan dengan keputusan yang
bersifat memaksa pula dan demokrasi mengharuskan warga negara
melegitimasi otoritas dan keputusannya. Syarat/kondisi yang tepat untuk
legitimasi adalah ketika warga negara merasa menjadi bagian dari komunitas
politik suatu negara dan mereka mengakui otoritas negara yang sah. Dengan
merasa menjadi bagian bagian dari komunitas politik, warga negara menyadari
bahwa masa depan mereka (sebagai individu) tergantung pada tempat (negara)
yang mereka diami (tempat tinggal).16
Jika kita memahami etnis sebagai identitas primordial, identifikasi etnis akan
menghasilkan loyalitas yang mendalam di antara anggota kelompok etnis yang
lebih mendasar dan lebih kuat daripada loyalitas lainnya seperti, identitas
nasional yang diperlukan untuk demokrasi dan menghasilkan konfrontasi
permanen antara kelompok etnis yang bersaing. Penelitian berdasarkan
perspektif ini biasanya menemukan bahwa perbedaan etnis tentu saja
menyebabkan ketidakstabilan demokratis bahkan kehacuran.
Identitas etnis yang kuat tidak selalu bertentangan dengan identitas nasional
dan apabila anggota kelompok etnis yang berada di suatu negara merasa
setara, maka identitas bersama dan loyalitas menyeluruhnya tidak akan
terpengaruh oleh khususnya identitas. Namun, ketika perpecahan yang
berbeda bertepatan (bersamaan) dan memperkuat satu sama lain, ketika ada
‘kritalisasi status’ tingkat tinggi, etnis minoritas kemungkinan akan kehilangan
haknya dari komunitas politik nasional yang kemudian membenci negara dan
kekuatannya.
DAFTAR PUSTAKA