Anda di halaman 1dari 12

PETA KONSEP

PENGANTAR PENDIDIKAN

HAKIKAT MANUSIA

DISUSUN OLEH :

YUNI MONALISA

( 201713500057)

KELAS : R1A

PENDIDIKAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI

SEMESTER GANJIL 2017/2018


Peta Konsep

FILSAFAT

PANDANGAN
ILMIAH

NATIVISME

TEORI - TEORI NATURALISME

EMPIRISME

KONVERGENSI

SIFAT - SIFAT ADA 8 SIFAT

INDIVIDU

DIMENSI - DIMENSI SOSIAL

SUSILA

RELIGIUS
PROSES
PENGEMBANGAN
DIMENSI MANUSIA UTUH

TIDAK UTUH

IMPLIKASI BAGI
PENDIDIKAN
Hakikat Manusia

A. Pandangan Hakikat Manusia

Hakikat manusia adalah terdiri dari materi dan ruh, sehingga manusia memiliki sifat
hewan dan malaikat. Karena materi memiliki sifat keduniawian yang cenderung ke
hawa nafsu, sedangkan ruh atau jiwa merupakan sifat akhirat, dimana cenderung
menuju pada kebenaran (suara kebenaran). Sehingga secara hakikat manusia memiliki
sifat yang menuju pada kebenaran dan menuju pada keburukan. “ Maka hadapkanlah
wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya “.( Ar Rum;30 ).

Sehingga ketika manusia dalam memutuskan sebuah perilaku, ia akan dipengaruhi


oleh hakikatnya tersebut. Ketika perilaku cenderung ke suara kebenaran, maka ia akan
memiliki sifat/akhlak yang baik, dan sebaliknya.

Pandangan tentang hakikat manusia ada dua yaitu, pandangan filsafat dan pandangan
ilmiah yang disebut antropologi.

Antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang asal-usul, perkembangan, dan


karakteristik manusia.

Antropologi fil-safat (filosofir) adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat manusia
secara keseluruhan atau manusia seutuhnya.

1. Pandangan filsafat
Pandangan filsafat berkaitan dengan badan dan ruh.

Menurut Poespoprodjo, mengemukakan 2 hal bahwa:

a. Hakikat manusia haruslah diambil secara integral dari bagian esensial manusia,
baik yang metafisis (animalitas dan rasionalitas) maupun fisik (badan dan jiwa).
Manusia wajib menguasai hakikatnya yang kompeks dan mengendalikan bagian-
bagian tersebut agar dapat bekerja secara harmonis.
b. Hakikat manusia harus diambil dari seluruh nisbahnya, tidak harus keselarasan
batin antara bagian-bagian dan kemampuan-kemampuan yang dibuat manusia
itu sendiri, tetapi juga keselarasan antara manusia dengan lingkungannya.

Menurut Mudyahardjo, bahwa manusia seutuhnya sama maknanya dengan animal


symbolicum (kemampuan menggunakan symbol-simbol) memiliki karakteristik, yaitu:
1) Animal rationale
Untuk menyatakan pikiran sebagai milik manusia yang unik.
2) Animal sociale
Untuk mengkomunikasikan pikirannya.
3) Untuk menalar dan menyadari sebagai pribadi yang mampu menalar.
4) Untuk mengombinasikan unsur-unsur yang menghasilkan suatu yang kreatif.
5) Dapat mengadakan perbedaan moral.
6) Dapat menyadari dirinya sendiri sebagai pribadi.

2. Pandangan ilmiah
Antropologi ilmiah sudah ada sejak zaman dahulu kala ditandaidengan adanya
pendapat dari Aristoteles, yang menyatakan bahwa manusia adalah hewan yang
berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya dan berbicara berdasakan akal
pikirannya.

Beda lagi dengan Beals, yang menyatakan bahwa hakikat manusia dipelajari menurut
antropologi biologi atau juga disebut sebagai antropologi fisik, yaitu pembelajaran
tentang fosil dan kehidupan manusia sebagai organisme biologis.

Menurut Mudyahardjo, pandangan ilmiah tentang hakikat manusia berimplikasi yang


mengharuskan perlunya pendidikan dengan dasar anak manusia dilahirkan tidak
berdaya, yaitu:

1) Anak manusia lahir tidak dilengkapi insting yang sempurna untuk menyesuaikan
diri dalam menghadapi lingkungan.
2) Anak manusia perlu masa belajar yang panjang sebagai persiapan untuk dapat
secara tepat berhubungan dengan lingkungan secara konstruktif
3) Awal pendidikan terjadi setelah anak manusia mencapai penyesuaian jasmani
(anak berjalan sendiri, dapat makan sendiri, dapat menggunakan tangan
sendiri) atau mencapai kebebasan fisik dan jasmani.

Alasan secara biologi, mengapa hanya manusia yang bisa dididik,karena:

1) Anak dilahirkan tak berdaya tetapi mempunyai potensi untuk berubah (bersifat
lentur).
2) Anak mempunyai otak yang besar dengan permukaan yang luas.
3) Anak mempunyai syaraf yang saling berhubungan yang bermuara pada
perbuatan berpikir dan terjadilah apa yang disebut belajar.
B. Teori-teori tentang pembentukan akhlak manusia

Pengertian akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab akhlaq,
bentuk jamak kata khuluq atau al-khuluq, yang secara bahasa berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku, atau tabi’at. Sedangkan yang dimaksud dengan akhlak
adalah sebuah sistem yang lengkap yang terdiri dari karakteristik-karakteristik akal
atau tingkah laku yang membuat seseorang menjadi istimewa. Karakteristik-
karakteristik ini membentuk kerangka psikologi seseorang dan membuatnya
berperilaku sesuai dengan dirinya dan nilai yang cocok dengan dirinya dalam
kondisi yang berbeda-beda.
Pembentukan akhlak manusia dipengaruhi oleh factor hereditas (keturunan) dan
lingkungan. Bertahun-tahun sebelum para ahli didik, ahli biologi, ahli psikologi dan
lain-lainnya, memikirkan dan berusaha mencari jawaban atas pertanyaan tentang
perkembangan manusia itu sebenarnya bergantung kepada factor baan ataukah
lingkungan? Dengan adanya perbedaan pendapat para ahli tentang factor yang
mempengaruhi perkembangan akhlak anak tersebut, memunculkan beberapa teori
tentang pembenukan akhlak anak dengan disertai beberapa jenis aliran yang
menjelaskan tentang terbentuknya akhlak manusia;

1) Aliran Nativisme
Berasal dari kata natis berarti lahir, nativus berarti kelahiran/pembaharuan.
Menurut Schopenhauer, seorang filosof bangsa Jerman :
Teori nativisme menyatakan bahwa perkembangan semata-mata ditentukan oleh
pembawaan yaitu pembawaan yang dibawa sejak lahir. Pembawaan itu ada
yang baik da nada yang tidak baik, sehingga manusia akan memiliki
kemungkinan untuk berkembang dengan baik atau yang sebaliknya (tidak baik),
maka banyak kalangan menyebut teori ini dengan sebutan teori pesimis artinya
tidak ada ikhtiar atau kemauan untuk berkembang).

2) Aliran Naturalisme
Berasal dari bahasa latin dari kata nature berarti alam, tabiat dan pembawaan.
Menurut purwanto :
Aliran naturalisme adalah pada hakikatnya semua anak (manusia) sejak
dilahirkan adalah baik, bagaimana hasil perkembangannya kemudian sangat
ditentukan oleh pendidikan yang diterimanya atau yang mempengaruhinya, jika
pengaruh pendidikan itu baik, akan menjadi baik akan tetapi jika sebaliknya
pendidikannya jelek atau pengaruhnya jelek akan menjadi jelek pula hasilnya.
Maka aliran ini dinamakan aliran negativisme yang berarti aliran yang meragukan
pendidikan buatan untuk pembangunan seseorang karena dia dilahirkan dengan
pembawaan yang baik.
3) Aliran Empirisme
Berasal dari kata empiris berarti pengalaman.
Menurut tokoh emperisme pertama, John Locke (1632-1704) mengatakan bahwa
jiwa manusia waktu lahir adalah putih bersih bagaikan kertas yang belum ditulis.
Dengan demikian perkembangan baik buruk anak hanya ditentukan oleh factor
lingkungan, jadi lingkungan hidup anak adalah factor terpenting yang membentuk
kepribadian anak.
Menurut tokoh emperisme lainnya, John B. Watson (1908-1920) terkenal dengan
semboyannya: “berikan kepadaku sepuluh orang anak, akan kujadikan
kesepuluh orang anak itu masing-masing menjadi pengemis, pedagang, sarjana
dan sebagainya sesuai dengan kehendakku”.
Menurut Watson, mengatakan bahwa jika jiwa manusia waktu lahir itu masih
bersih, maka kepada manusia itu diberikan lingkungan dan pengalaman-
pengalaman yang diperlukan untuk menjadikan sesuai dengan yang
dikehendakinya.
Aliran empirisme tidak dapat menjawab masalah-masalah yang timbul dalam
masyarakat.

4) Aliran Konvergensi
Aliran ini merupakan gabungan dua aliran yaitu aliran nativisme dan empirisme.
Aliran ini ditandai dengan adanya interaksi antara factor hereditas dan factor
lingkungan dalam proses perkembangan tingkah laku. Menurut aliran ini
hereditas tidak akan berkembang secara wajar, apabila tidak diberi rangsangan
dari factor lingkungan, sebaliknya rangsangan dari lingkungan tidak akan
membina perkembangan tingkah laku anak yang ideal, tanpa dipengaruhi oleh
factor hereditas.

C. Sifat-sifat Hakikat manusia

Sifat hakikat manusia dapat diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, secara


prinsipil membedakan manusia dari hewan. Diantara manusia dengan hewan
memiliki kemiripan dari segi biologisnya (bentuk tubuh orang hutan yang memiliki
tulang belakang seperti manusia, benjalan tegak dengan menggunakan kedua
kakinya, melahirkan dan menyusui anaknya, dan kemiripan dalam hal metabolisme).

Adapun sifat hakikat manusia, pada dasarnya terbagi menjadi 8 (delapan) yaitu
sebagai berikut:

1) Kemampuan menyadari diri sendiri


Manusia harus mampu menyadari dirinya sendiri. Bisa dikatakan bahwa manusia
itu harus dapat menjadi dirinya sendiri atau dalam istilah lain, be your self. Dalam
artian yang lebih luas, manusia harus mampu dan mengembangkan apa yang
ada dalam dirinya demi kemanusiaannya. Mampu mengembangkan aspek
sosialitasnya dan mampu juga mengembangkan aspek individualitasnya
sehingga jika manusia dapat menyeimbangkan kedua aspek tersebut maka
dengan begitu manusia mampu mengekplorasi potensi-potensi yang ada serta
membuat jarak dengan yang lainnya.

2) Kemampuan bereksistensi
Bereksistensi menyatakan bahwa manusia itu ada dan mengetahui apa yang
ada di luar dirinya. Kemampuan bereksistensi berarti manusia mampu membuat
jarak antara "aku" atau egonya dengan "dirinya" sebagai obyektif. Oleh sebab
itu, di mana pun dan dalam kondisi apa pun manusia harus mampu menyatakan
keeksistensiannya agar tidak terpengaruh dengan yang lainnya.
Dengan kemampuan bereksistensi, manusia pun mampu melihat obyek sebagai
"sesuatu". Sesuatu di sini adalah dapat merubah obyek yang diamatinya menjadi
sesuatu yang berguna dengan akal pikirannya. Selain itu, manusia juga dapat
menerobos ruang dan waktu tanpa harus merubah segala hal yang ada pada
dirinya.

3) Pemilikan kata hati (qalbu)


Manusia berbeda dengan binatang dan makhluk lainnya karena manusia
memiliki kata hati atau qalbu yang dapat memberikan penerangan tentang baik
dan buruknya perbuatan sebagai manusia. Jika ada sesuatu yang salah maka
kata hati akan berbicara, begitu pun sebaliknya.
Dengan memiliki kata hati, manusia dapat memberikan bentuk pengertian yang
menyertai perbuatan atau membenarkan apa yang dilakukannya tanpa harus
terpengaruh oleh hal-hal lain di luar dirinya, namun harus dalam konteks
kebenaran umum atau nilai-nilai positif dalam kehidupan.

4) Moral (etika)
Secara garis besar, moral (etika) adalah nilai-nilai yang mengatur manusia. Nilai-
nilai itu sendiri mencakup dua hal, yaitu nilai dasar yang bersifat universal (nilai-
nilai kemanusiaan secara umum) dan nilai instrumental yang bersifat bahagian
dari nilai-nilai dasar tersebut. Nilai instrumental lebih menekankan kepada cara
atau hal yang nampak dalam keumuman nilai dasar.
Dengan memiliki moral (etika), manusia mampu membuat jarak antara kata hati
dengan moral. Jadi, moral manusia itu sendiri terjadi karena adanya dorongan
dari kata hati. Jika kata hati berkata baik maka moral manusia itu pun dapat
menghadirkan nilai-nilai yang baik. Dengan begitu, dengan pendidikan berarti
manusia dapat menumbuhkembangkan etiket (sopan santun) dan etika (nilai-
nilai kehidupan).

5) Tanggung jawab
Tanggung jawab manusia di dunia ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu tanggung
jawab kepada diri sendiri, tanggung jawab kepada masyarakat, dan tanggung
jawab kepada Tuhan. Namun demikian, tanggung jawab itu bermuara kepada
Tuhan sebab manusia diciptakan adalah sebagai bukti pengabdian manusia
kepada Tuhannya untuk menjaga atau sebagai khalifah di muka bumi.
Tanggung jawab itu sendiri berasal dari moral manusia yang dihadirkan oleh kata
hatinya.

6) Rasa kebebasan
Rasa kebebasan di sini memiliki arti "merdeka". Kebebasan itu sendiri bukan
berarti manusia harus bebas dari segala tuntutan dalam kehidupan, melakukan
semua hal sesuai dengan keinginan dirinya sendiri, namun bebas di sini adalah
bebas yang dibatasi oleh rasa.
Rasa kebebasan itu pun harus sesuai dengan tuntutan kodrat manusia, mampu
merubah ikatan luar yang membelenggu menjadi ikatan dalam yang
menggerakkan hatinya. Jadi, semua tuntutan yang ada dalam kehidupan harus
mampu menyatu dengan dirinya sendiri sehingga manusia dapat bebas menurut
kodratnya.
Oleh sebab itu, dalam rasa kebebasan (kemerdekaan) manusia dapat
mengendalikan kata hatinya agar dapat menciptakan moral yang baik sehingga
dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan rasa kebebasan
tersebut.

7) Kewajiban dan Hak


Manusia dilahirkan Tuhan ke dunia karena memiliki hak hidup sejak manusia itu
masih berada di dalam rahim. Namun, hak itu harus dibarengi oleh kewajiban
yang merupakan keniscayaan bagi dirinya sebab jika kewajiban tidak ada maka
hak adalah sesuatu yang kosong.
Kita tak perlu menuntut hak lebih awal jika kewajiban yang dituntut belum
dijalankan. Hak itu ada karena kewajiban ada.

8) Menghayati kebahagiaan
Puncak dari sifat hakikat manusia adalah menghayati kebahagiaan. Menghayati
kebahagiaan berarti memadukan antara pengalaman yang menyenangkan
dengan yang pahit melalui sebuah proses, di mana hasil yang didapat adalah
kesediaan menerima apa adanya. Jadi, kebahagiaan itu muncul ketika kejadian
atau pun pengalaman sudah dipadukan di dalam hati dan kita mampu
menerimanya dengan apa adanya tanpa harus menuntut sedikit pun.

D. Dimensi-dimensi Hakikat Manusia

1. Dimensi Keindividuan
Setiap anak manusia yang dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk menjadi
berbeda dari yang lain atau menjadi dirinya sindiri. Inilah sifat individualitas.
Karena adanya individualitas itu setiap orang mempunyai kehendak, perasaan,
cita-cita, kecenderungan, semangat dan daya tahan yang berbeda-beda. Setiap
manusia memiliki kepribadian unik yang tidak dimiliki oleh orang lain.

2. Dimensi Kesosialan
Setiap bayi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas demikian dikatakan Mj
Langeveld (1955 : 54) dalam buku (Pengantar Pendidikan, Prof. Dr. Tirtaraharja
dan Drs. S.L La Ulo 2005 : 18). Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa
setiap anak dikaruniai benih kemungkinan untuk bergaul. Artinya setiap orang
dapat saling berkomunikasi yang pada hakikatnya di dalamnya ada unsur saling
memberi dan menerima.
Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak jelas pada dorongan untuk
bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul setiap orang ingin bertemu
dengan sesamanya.
Manusia hanya menjadi menusia jika berada diantara manusia. Tidak ada
seorangpun yang dapat hidup seorang diri lengkap dengan sifat hakekat
kemanusiaannya di tempat yang terasing. Sebab seseorang hanya dapat
mengembangkan sifat individualitasnya di dalam pergaulan sosial seseorang
dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya di dalam interaksi
dengan sesamanya.

3. Dimensi Kesusilaan
Kesusilaan adalah kepantasan dan kebaikan yang lebih tinggi. Manusia itu
dikatakan sebagai makhluk susila. Drijarkoro mengartikan manusia susila
sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati, dan melaksanakan nilai-
nilai tersebut dalam perbuatan. (Drijarkoro 1978 : 36 – 39) dalam buku
(Pengantar Pendidikan Prof. Dr. Tirtaraharja dan Drs. S.L La Ulo 2005 : 21)
Agar manusia dapat melakukan apa yang semestinya harus dilakukan, maka dia
harus mengetahui, menyadari dan memahami nilai-nilai. Kemudian diikuti
dengan kemauan atau kesanggupan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.

4. Dimensi Keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah makhluq religius. Mereka percaya bahwa di
luar alam yang dapat dijangkau oleh indranya ada kekuatan yang menguasai
alam semesta ini. Maka dengan adanya agama yang diturunkan oleh tuhan
manusia menganut agama tersebut.
Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluq
yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan
agama demi keselamatan hidupnya. Manusia dapat menghayati agama melalui
proses pendidikan agama. Disinilah tugas orang tua dan semua pendidik untuk
melaksanakan pendidikan agama kepada anaknya atau anak didiknya.

E. Proses Pengembangan Dimensi Manusia

Sasaran pendidikan adalah manusia sehingga dengan sendirinya


pengembangan dimensi hakikat manusia menjadi tugas pendidikan. Manusia lahir
telah dikaruniai dimensi hakikat manusia, tetapi masih dalam wujud potensi, belum
teraktualisasi menjadi wujud kenyataan atau “aktualisasi”. Dari kondisi “potensi”
menjadi wujud aktualisasi terdapat rentangan proses yang mengundang pendidikan
untuk berperan dalam memberikan jasanya.
Setiap manusia lahir dikaruniai “naluri” yaitu dorongan-dorongan yang alami
(dorongan makan, seks, mempertahankan diri, dll). Jika seandainya manusia dapat
hidup hanya dengan naluri, maka tidak ada bedanya ia dengan hewan. Hanya
melalui pendidikan status hewani itu dapat diubah kearah status manusiawi.
Meskipun pendidikan itu pada dasarnya baik, tatapi dalam pelaksanaannya mungkin
saja bisa terjadi kesalahan-kesalahan yang lazimnya disebut salah didik. Hal
demikian bisa terjadi karena pendidik itu adalah manusia biasa, yang tidak luput dari
kelemahan-kelemahan.

1. Pengembangan yang utuh


Tingkat keutuhan pengembangan dimensi hakikat manusia ditentukan
oleh dua faktor, yaitu kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara
potensial dan kulitas pendidikan yang disediakan untuk memberikan/pelayanan
atas perkembangannya. Optimisme ini timbul berkat pengaruh perkembangan
iptek yang sangat pesat yang memberikan dampak kepada peningkatan
perekayasaan pendidikan melalui teknologi pendidikan.

Pengembangan yang utuh dapat dilihat dari berbagai segi yaitu:

a. Dari wujud dimensi yaitu, aspek jasmani dan rohani.

b. Dari arah pengembangan yaitu, aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

2. Pengembangan yang tidak utuh


Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan
terjadi di dalam proses pengembangan jika ada unsur dimensi hakikat manusia
yang terabaikan untuk ditangani, misalnya dimensi kesosialan didominasikan
oleh pengembangan dimensi keindividualan ataupun dominan afektif
didominasikan oleh pengembangan dominan kognitif.

Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang pincang dan
tidak mantap. Pengembangan semacam ini merupakan pengembangan yang patologis.

F. Implikasi Hakikat Manusia bagi Pendidikan

Semenjak manusia mengkehendaki kemajuan dalam kehidupan, maka sejak itu


timbul gagasan untuk melakukan pengalihan, pelestarian dan pengembangan
kebudayaan melalui pendidikan. Maka dari itu dalam sejarah pertumbuhan
masyarakat, pendidikan senantiasa menjadi perhatian utama dalam rangka
memajukan kehidupan generasi demi generasi dengan tuntutan kemajuan
masyarakat.
Implikasi adalah suatu keadaan yang dimana manusia ikut dalam sebuah
keterlibatan.
Implikasi dalam pengembangan teori pendidikan
1. Lahir dan berkembangnya antropologi pendidikan yang dipelopori oleh Frans
Boa Margareth Mead.
2. Adanya kebutuhan Antropologi Filsafat anak (pandangan tentang hakikat
manusia atau karakteristik anak).

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan bersifat dinamis. Setiap perkembangan


kehidupan manusia diwarnai dengan pendidikan yang mereka tempuh. Naik
turunnya budaya dan peradaban suatu bangsa menjadi pertanda bahwa praktek
pendidikan terlaksana dengan baik. Kondisi pendidikan suatu masa tidak dapat
disamakan dengan kondisi pendidikan zaman lainnya. Pendidikan harus
mengakomodir kebutuhan masyarakat dizamannya.

Daftar Pustaka
Achdiyat, Maman, Dr. M.M, Kasyadi,Soeparlan, Dr. M.M, Suhendri, Huri, M.pd.. 2014,
Dasar Pengantar Pendidikan Sebagai Pengantar. Tangerang: Pustaka Mandiri.

http://open-mi.blogspot.co.id/2012/12/sebab-sebab-dan-proses-terbentuknya.html

http://zuwaily.blogspot.co.id/2012/10/sifat-hakikat-manusia.html#.WcKfzMZx21s

http://harryantony26.blogspot.co.id/2012/12/tugas-i-4-dimensi-dimensi-hakekat.html

Anda mungkin juga menyukai