Anda di halaman 1dari 37

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

2.1.1 Pengertian Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

Desa Siaga adalah desa yang memiliki kesiapan sumberdaya dan kemampuan

untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, terutama bencana dan

kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri (Kemenkes RI, 2010).

Menurut Kemenkes RI, 2011, Desa Siaga Aktif merupakan pengembangan

dari Desa Siaga, yaitu Desa atau Kelurahan yang :

1. Penduduknya dapat mengakses dengan mudah pelayanan kesehatan dasar yang

memberikan pelayanan setiap hari melalui Pos Kesahatan Desa atau sarana

kesehatan yang ada di wilayah tersebut seperti, Pusat Kesehatan Masyarakat

(Puskesmas) atau sarana kesehatan lainnya.

2. Memilki Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang

melaksanakan upaya survailans berbasis masyarakat (pemantauan penyakit,

kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan, dan perilaku), penanggulangan bencana

dan kedaruratan kesehatan, serta penyehatan lingkungan.

2.1.2 Komponen Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

Desa atau Kelurahan Siaga Aktif memiliki komponen :

1. Pelayanan kesehatan dasar.

2. Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan UKBM dan mendorong upaya

Universitas Sumatera Utara


Survailans berbasis masyarakat, kedaruratan kesehatan dan penanggulangan

bencana, serta penyehatan lingkungan.

3. Perilaku Hidup Sehat dan Bersih.

2.1.3 Tujuan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

Tujuan Umum :

Percepatan terwujudnya masyarakat desa dan kelurahan yang peduli, tanggap,

dan mampu mengenali, mencegah serta mengatasi permasalahan kesehatan yang

dihadapi secara mandiri, sehingga derajat kesehatannya meningkat.

Tujuan Khusus :

1. Mengembangkan kebijakan pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif di

setiap tingkat Pemerintahan Desa atau Kelurahan.

2. Meningkatkan komitmen dan kerjasama semua pemangku kepentingan di Desa

dan Kelurahan untuk pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

3. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar di desa dan

kelurahan.

4. Mengembangkan UKBM dan melaksanakan penanggulangan bencana dan

kedaruratan kesehatan, survailans berbasis masyarakat (meliputi pemantauan

penyakit, kesehatan ibu, pertumbuhan anak, lingkungan, dan perilaku), serta

penyehatan lingkungan.

5. Meningkatkan ketersediaan sumber daya manusia, dana, maupun sumber daya

lain, yang berasal dari pemerintah, masyarakat dan swasta/dunia usaha, untuk

pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

Universitas Sumatera Utara


6. Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga.

2.1.4 Manfaat Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

Bagi Masyarakat :

1. Mudah mendapat pelayanan kesehatan dasar.

2. Peduli, tanggap dan mampu mengenali, mencegah dan mengatasi masalah

kesehatan yang dihadapi.

3. Tinggal di lingkungan yang sehat.

4. Mampu mempraktikkan PHBS.

Bagi Tokoh Masyarakat/Organisasi Kemasyarakatan :

1. Membantu secara langsung terhadap upaya pemberdayaan dan penggerakan

masyarakat di bidang kesehatan.

2. Meningkatkan kepercayaan masyarakat dan citra terhadap figur tokoh

masyarakat/organisasi kemasyarakatan.

3. Membantu meningkatkan status kesehatan masyarakat.

Bagi Kepala Desa/Kelurahan :

1. Optimalisasi kinerja Kepala Desa/Lurah.

2. Meningkatnya status kesehatan masyarakat.

3. Optimalisasi fungsi fasilitas kesehatan yang ada di wilayah kerjanya sebagai

tempat pemberdayaan masyarakat dan pelayanan kesehatan dasar.

4. Efisiensi dalam menggerakkan dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk

berperilaku hidup bersih dan sehat.

Universitas Sumatera Utara


5. Meningkatkan citra diri sebagai kepala pemerintahan Desa/Kelurahan yang aktif

mendukung dan mewujudkan kesehatan masyarakat.

2.1.5 Kriteria Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

Kriteria Desa dan Kelurahan Siaga Aktif, yaitu :

1. Kepedulian Pemerintahan Desa atau Kelurahan dan pemuka masyarakat terhadap

Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang tercermin dari keberadaan dan keaktifan

Forum Desa dan Kelurahan.

2. Keberadaan Kader Pemberdayaan Masyarakat/Kader Kesehatan Desa dan

Keluraha Siaga Aktif.

3. Keberadaan UKBM dan melaksanakan (a) penanggulangan bencana dan

kedaruratan kesehatan, (b) survailans berbasis masyarakat, (c) penyehatan

lingkungan.

4. Tercakupnya pendanaan untuk pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

dalam Anggaran Pembangunan Desa atau Kelurahan serta dari masyarakat dan

dunia usaha.

5. Peran serta aktif masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam kegiatan

kesehatan di Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

6. Peraturan di tingkat desa atau kelurahan yang melandasi dan mengatur tentang

pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

7. Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga.

Universitas Sumatera Utara


2.1.6 Pentahapan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

Atas dasar kriteria Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang telah ditetapkan,

maka pentahapan dalam pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif, yaitu :

1. Desa atau Kelurahan Siaga Aktif Pratama

2. Desa atau Kelurahan Siaga Aktif Madya

3. Desa atau Kelurahan Siaga Aktif Purnama

4. Desa atau Kelurahan Siaga Aktif Mandiri

Tabel 2.1. Pentahapan Desa atau Kelurahan Siaga Aktif

Desa atau Kelurahan Siaga Aktif


Kriteria
Pratama Madya Purnama Mandiri
1. Forum Desa/ Ada tetapi Berjalan, Berjalan Berjalan Setiap
Kelurahan belum tetapi belum setiap bulan
berjalan rutin setiap triwulan
triwulan
2. KPM/Kader Sudah ada, Sudah ada, Sudah ada, Sudah ada 9
Kesehatan minimal 2 miinimal 3-5 minimal 6-8 orang atau
orang orang orang lebih
3. Kemudahan Ya Ya Ya Ya
Akses
Pelayanan
Kesehatan
Dasar
4. Poyandu & Posyandu ya, Posyandu dan Posyandu dan Posyandu dan
UKBM UKBM 2 UKBM 3 UKBM 4 UKBM
lainnya aktif lainnya tidak lainnya aktif lainnya aktif lainnya aktif
aktif

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1. (Lanjutan)

5. Dukungan dana Sudah ada Sudah ada Sudah ada Sudah ada
untuk kegiatan dana dari dana dari dana dari dana dari
kesehatan di Desa pemerintah pemerintah pemerintah pemerintah
dan Kelurahan: Desa dan Desa dan Desa dan Desa dan
• Pemerintahan Kelurahan Kelurahan Kelurahan Kelurahan
desa dan serta serta satu serta dua serta dua
kelurahan belum ada sumber daya sumber daya sumber daya
• Masyarakat sumber lainnya lainnya lainnya
• Duniausaha daya
lainnya
6. Peran serta Ada peran Ada peran Ada peran Ada peran
Masyarakat dan aktif aktif aktif aktif
Organisasi masyarakat masyarakat masyarakat masyarakat
kemasyarakatan dan tidak dan peran dan peran dan peran
ada peran aktif satu aktif dua aktif dua
aktif ormas ormas ormas ormas
7. Peraturan Kepala
Desa atau Belum ada Ada, belum Ada, sudah Ada, sudah
peraturan Bupati/ direalisasikan direalisasikan direalisasikan
Walikota
8. Pembinaan PHBS Pembinaan Pembinaan Pembinaan Pembinaan
di Rumah Tangga PHBS PHBS PHBS PHBS
kurang minimal 20% kurang dari kurang dari
dari 20% rumah tangga 40% rumah 70% rumah
rumah tangga tangga
tangga

2.1.7 Penyelenggaraan Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

Kepala Desa/Lurah dan Perangkat Desa Kelurahan bersama Badan

Permusyawaratan Desa (BPD), serta lembaga kemasyarakatan yang ada harus

mendukung penyelenggaraan pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif,

melalui langkah-langkah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


1. Pengenalan Kondisi Desa atau Kelurahan

Pengenalan kondisi desa atau kelurahan oleh Kader Pemberdayaan Masyarakat

(KPM), lembaga kemasyarakatan, dan Perangkat Desa atau Kelurahan dilakukan

dengan mengkaji data Profil Desa atau Profil Kelurahan dan hasil analisis situasi

perkembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang menggambarkan kriteria

Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang sudah dapat dan belum dapat dipenuhi

oleh desa atau kelurahan yang bersangkutan.

2. Identifikasi Masalah Kesehatan dan PHBS

Dengan mengkaji Profil/Monografi Desa atau Kelurahan dan hasil analisis situasi

kesehatan melalui Survai Mawas Diri (SMD). SMD merupakan pengumpulan

data oleh kader, tokoh masyarakat, anggota Forum Desa yang terlatih dengan

menggunakan daftar pertanyaan yang sudah disepakati kader dan Forum Desa.

Melalui SMD dapat diidentifikasi :

a. Masalah kesehatan dan urutan prioritasnya.

b. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya masalah kesehatan.

c. Potensi yang dimilik desa/kelurahan.

d. UKBM yang ada, yang harus diaktifkan kembali dan yang dibentuk baru.

e. Bantuan/dukungan yang diharapkan.

Universitas Sumatera Utara


3. Musyawarah Desa dan Kelurahan

a. Musyawarah Desa/Kelurahan dapat dilakukan secara berjenjang

dengan terlebih dulu menyelenggarakan Musyawarah Dusun atau Rukun

Warga.

b. Musyawarah Desa/Kelurahan bertujuan :

1) Menyosialisasikan tentang adanya masalah kesehatan dan program

pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

2) Kesepakatan tentang urutan prioritas masalah.

3) Kesepakatan tentang UKBM yang hendak dibentuk baru atau diaktifkan

kembali.

4) Memantapkan data potensi desa atau potensi kelurahan.

5) Menggalang semangat dan partisipasi warga desa atau kelurahan untuk

mendukung pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

4. Perencanaan Partisipatif

a. KPM dan lembaga kemasyarakatan mengadakan pertemuan guna menyusun

rencana pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif untuk dimasukkan

ke dalam Rencana Pembangunan Desa/Kelurahan.

b. Rencana pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif mencakup :

1) UKBM yang akan dibentuk baru atau diaktifkan kembali.

2) Sarana yang akan dibangun baru atau direhabilitasi(misalnya

Poskesdes, Polindes, Sarana Air Bersih, Jamban Keluarga, dan lain-lain).

3) Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dan biaya operasionalnya.

Universitas Sumatera Utara


Hal-hal yang dapat dilaksanakan dengan swadaya masyarakat dan atau

bantuan, disatukan dalam dokumen tersendiri. Sedangkan hal-hal yang

memerlukan dukungan Pemerintah dimasukkan ke dalam dokumen

Musrenbang Desa atau Kelurahan untuk diteruskan ke Musrenbang

Kecamatan dan Kabupaten/Kota.

5. Pelaksanaan Kegiatan

a. Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM), Kader Kesehatan dan

lembaga kemasyarakatan memulai kegiatan dengan membentuk UKBM-

UKBM yang diperlukan, menetapkan kader-kader pelaksananya,

melaksanakan kegiatan-kegiatan swadaya atau yang sudah diperoleh

dananya dari donatur.

b. Kegiatan tersebut dilaksanakan secara teratur swakelola oleh

masyarakat dengan didampingi Perangkat Pemerintahan serta dibantu oleh

para KPM dan Fasilitator. Jika dibutuhkan dapat difasilitasi oleh Puskesmas

dan Dinas Kesehatan setempat.

c. Pencatatan dan pelaporan kegiatan.

6. Pembinaan Kelestarian

Pembinaan kelestarian Desa/Kelurahan Siaga Aktif pada dasarnya merupakan

tugas dari KPM/kader kesehatan, Kepala Desa/Lurah, Perangkat Desa/Kelurahan

dengan dukungan dari berbagai pihak, utamanya pemerintah daerah dan

Pemerintah.

Universitas Sumatera Utara


1. PENGENALAN
KONDISI DESA/
KELURAHAN

2. IDENTIFIKASI
6. PEMBINAAN
MASALAH
KELESTARIAN
KESEHATAN
FASILISATOR/
KPM/KADER
KESEHATAN

3. MUSYAWARAH
5. PELAKSANAAN
DESA/ KELURAHAN
KEGIATAN

4. PERENCANAAN
PARTISIPATIF

Gambar 2.1. Siklus Pemecahan Masalah oleh Masyarakat

Sumber : Kemenkes RI, 2011

2.1.8 Kegiatan dalam Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

Sesuai dengan komponen Desa dan Kelurahan Siaga Aktif maka kegiatan

yang perlu dilakukan adalah: pelayanan kesehatan dasar, pemberdayaan masyarakat

melalui UKBM, dan PHBS.

1. Pelayanan Kesehatan Dasar

Pelayanan kesehatan dasar adalah pelayanan primer, sesuai dengan

kewenangan tenaga kesehatan yang bertugas. Pelayanan kesehatan dasar berupa:

a. Pelayanan Kesehatan untuk Ibu Hamil, meliputi:

Universitas Sumatera Utara


Pemeriksaan kehamilan dengan menggunakan Buku Kesehatan Ibu dan Anak

(KIA), pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil yang kurang gizi,

pemberian Tablet Tambah Darah, promosi gizi dan kesehatan reproduksi,

penyediaan rumah tunggu (transit), kendaraan yang dapat digunakan untuk

membawa pasien dari desa ke Puskesmas dan atau rumah sakit, calon yang

bersedia menjadi donor darah, bantuan dana untuk persalinan, dan pertolongan

persalinan oleh tenaga kesehatan.

b. Pelayanan Kesehatan untuk Ibu Menyusui, meliputi:

Pemberian Kapsul Vitamin A, makanan tambahan, Tablet Tambah Darah,

pelayanan dan perawatan ibu nifas, promosi makanan bergizi selama menyusui,

pemberian ASI Ekslusif, perawatan bayi baru lahir, dan pelayanan Keluarga

Berencana (KB).

c. Pelayanan Kesehatan untuk Anak, meliputi:

Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi anak di Bawah Usia Lima

Tahun (Balita),Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), Kapsul

Vitamin A, pemberian makanan tambahan anak dengan berat Bawah Garis

Merah (BGM) pada Kartu Menuju Sehat (KMS), pemantauan tanda-tanda

lumpuh layuh, kejadian diare dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA),

Pneumonia, serta pelayanan rujukan bila diperlukan, pemberian imunisasi,

pelayanan kesehatan anak usia sekolah tingkat dasar, pelayanan penemuan dan

penanganan penderita penyakit, yang meliputi: penemuan secara dini,

Universitas Sumatera Utara


penyediaan obat, pengobatan penyakit, rujukan penderita ke sarana kesehatan

yang lebih kompeten.

d. Pelayanan Survailans (Pengamatan Penyakit), berupa:

Pengamatan dan pemantauan penyakit melalui gejala dan tanda serta keadaan

yang dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat, pelaporan secara cepat

(kurang dari 24 jam) hasil pemantauan dan pengamatan penyakit kepada petugas

dan penanggulangan sederhana penyakit dan masalah kesehatan, pelaporan

kematian.

2. Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM)

Pemberdayaan masyarakat terus diupayakan melalui UKBM, yang ada di desa

dan kelurahan. UKBM adalah upaya kesehatan yang direncakan, dibentuk, dikelola

dari, oleh dan untuk masyarakat dalam upaya mengatasi permasalahan kesehatan

daerahnya. Kegiatan difokuskan kepada upaya survailans berbasis masyarakat,

kedaruratan kesehatan, dan penanggulangan bencana, serta penyehatan lingkungan.

a. Survailans Berbasis Masyarakat

1. Pengertian Survailans Berbasis Masyarakat

Survailans berbasis masyarakat adalah pengamatan dan pencatatan penyakit

yang diselenggarakan oleh masyarakat (kader) dibantu oleh tenaga kesehatan

berupa: (1) Pengamatan dan pemantauan penyakit serta keadaan kesehatan

ibu dan anak, gizi, lingkungan, dan perilaku yang dapat menimbulkan

masalah kesehatan masyarakat, (2) Pelaporan cepat (kurang dari 24 jam)

Universitas Sumatera Utara


kepada petugas kesehatan untuk respon cepat, (3) Pencegahan dan

penanggulangan sederhana penyakit dan masalah kesehatan, serta (4)

Pelaporan kematian.

2. Tujuan Survailans Berbasis Masyarakat

Terciptanya sistem kewaspadaan dan kesiagapan dini di masyarakat terhadap

kemungkinan terjadinya masalah kesehatan yang mengancam/merugikan

masyarakat.

3. Hal-hal yang diamati secara terus menerus

Masyarakat dan kader melakukan pengamatan terhadap masalah kesehatan

yang ada di masyarakat sepanjang waktu.

3. Kedaruratan Kesehatan dan Penanggulangan Bencana

Kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana adalah upaya yang

dilakukan oleh masyarakat dalam mencegah dan mengatasi bencana dan kedaruratan

kesehatan. Kegiatannya berupa :

a. Bimbingan dalam pencarian tempat yang aman untuk mengungsi.

b. Promosi kesehatan dan bimbingan mengatasi masalah kesehatan akibat bencana

dan mencegah faktor-faktor penyebab masalah.

c. Bantuan/fasilitas pemenuhan kebutuhan sarana sanitasi dasar (air bersih, jamban,

pembuangan sampah/limbah, dan lain-lain) di tempat pengungsian.

d. Penyediaan relawan yang bersedia menjadi donor darah.

e. Pelayanan kesehatan bagi pengungsi.

Universitas Sumatera Utara


4. Perilaku Hidup Bersih Sehat

Penyehatan lingkungan adalah upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk

menciptakan dan memelihara lingkungan Desa/Kelurahan dan permukiman agar

terhindar dari penyakit dan masalah kesehatan. Kegiatan berupa: (1) Promosi tentang

pentingnya sanitasi dasar, (2) Bantuan/fasilitas pemenuhan kebutuhan saran sanitasi

dasar (air bersih, jamban, pembuangan sampah dan limbah, dan lain-lain), dan

(3) Bantuan/fasilitas upaya pencegahan pencemaran lingkungan.

Indikator Keberhasilan PHBS Rumah Tangga :

a. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan.

b. Memberi bayi ASI eksklusif.

c. Menimbang balita setiap bulan.

d. Menggunakan air bersih

e. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun

f. Menggunakan jamban sehat

g. Memberantas jentik di rumah seminggu sekali

h. Makan sayur dan buah setiap hari.

i. Melakukan aktivitas fisik setiap hari.

j. Tidak merokok di dalam rumah.

Universitas Sumatera Utara


2.1.9 Indikator Keberhasilan Desa Siaga

a. Indikator Masukan (Input)

Indikator masukan adalah indikator untuk mengukur seberapa besar masukan

telah diberikan dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator masukan

terdiri atas :

1. Ada atau tidaknya Forum Masyarakat Desa.

2. Ada atau tidaknya POSKESDES dan sarananya.

3. Ada atau tidaknya tenaga kesehatan (minimal bidan).

4. Ada atau tidaknya UKBM

b. Indikator Proses (Process)

Indikator proses adalah indikator untuk mengukur seberapa aktif upaya yang

dilaksanakan di suatu desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator

proses terdiri dari :

1. Frekuensi pertemuan Forum Masyarakat Desa

2. Berfungsi atau tidaknya POSKESDES

3. Berfungsi atau tidaknya UKBM

4. Berfungsi atau tidaknya sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan

kegawatdaruratan dan bencana.

5. Berfungsi atau tidaknya sistem survailans (pengamatan dan pelaporan)

6. Ada atau tidaknya kunjungan rumah untuk KADARZI dan PHBS (yang

dilakukan oleh tenaga kesehatan dan kader)

Universitas Sumatera Utara


c. Indikator Keluaran (Output)

Indikator keluaran adalah indikator untuk mengukur seberapa besar hasil

kegiatan yang dicapai di suatu desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga

yang terdiri dari :

1. Cakupan pelayanan POSKESDES

2. Cakupan pelayanan UKBM yang ada

3. Jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB yang dilaporkan atau diatasi

4. Cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk KADARZI

dan PHBS.

d. Indikator Dampak (Outcome)

Indikator dampak adalah indikator untuk mengukur seberapa besar dampak dari

hasil kegiatan di desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga yang terdiri dari :

1. Jumlah yang menderita sakit

2. Jumlah yang menderita gangguan jiwa

3. Jumlah bayi dan balita yang meninggal dunia

4. Jumlah ibu yang meninggal dunia

5. jumlah balita yang gizi buruk

2.2 Perilaku Kesehatan

2.2.1 Pengertian Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan (health behavior) adalah respon seseorang terhadap

stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat sakit, penyakit, dan faktor-faktor

yang memengaruhi sehat sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman,

Universitas Sumatera Utara


dan pelayanan kesehatan. Dengan perkataan lain perilaku kesehatan adalah semua

aktivitas atau kegiatan seseorang baik yang dapat diamati (observable) maupun yang

tidak dapat diamati (unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan

peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010) merumuskan

bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau

rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus

terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skinner

ini di sebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respon.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat di

bedakan menjadi dua :

a. Perilaku Tertutup (Covert Behavior)

Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk

terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih

terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi

pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara

jelas oleh orang lain.

b. Perilaku Terbuka (Overt Behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.

Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau

praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain.

Universitas Sumatera Utara


Meskipun perilaku dibedakan antara perilaku tertutup dan perilaku terbuka,

tetapi sebenarnya perilaku adalah totalitas yang terjadi pada orang yang bersangkutan.

Dengan kata lain, perilaku adalah merupakan keseluruhan (totalitas) pemahaman dan

aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antar faktor internal dan eksternal

tersebut. Menurut Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan

perilaku seseorang adalah sangat kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat

luas.

2.2.2 Pengetahuan (Knowledge)

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, telinga, hidung dan

sebagainya). Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang sangat penting untuk

terbentuknya suatu tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2010).

Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui

tentang suatu objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu yang merupakan

bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia. Pengetahuan merupakan

khasanah kekayaan mental yang secara langsung ataupun tidak langsung turut

memperkaya kehidupan manusia (Suriasumantri, 2009).

2. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), dari berbagai macam cara yang telah

digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat

dikelompokkan menjadi dua, antara lain :

Universitas Sumatera Utara


a. Cara Tradisional atau Non Ilmiah

1. Cara Coba Salah (Trial and Error)

Cara ini telah dipakai sebelum ada kebudayaan bahkan mungkin sebelum

ada peradapan. Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi persoalan atau

masalah, upaya pemecahannya dilakukan dengan coba-coba salah.

2. Cara Kekuasaan atau Otoritas

Para pemegang otoritas baik pemimpin pemerintah, tokoh agama maupun

ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai mekanisme yang sama di

dalam penemuan pengetahuan.

3. Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang

diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang

lalu.

4. Melalui Jalan Pikiran

Selajan dengan perkembangan ilmu kebudayaan umat manusia, cara pikir

manusiapun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan

penalarannya dalam memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain

memperoleh kebenaran pengetahuan manusia lebih menggunakan jalan

pikiran.

b. Cara Modern atau Ilmiah

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan dewasa ini lebih

sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah.

Universitas Sumatera Utara


3. Tingkatan Pengetahuan

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam

tingkatan yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagi suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang

objek yang akan di ketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara

benar.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan,

kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam

suatu masalah atau objek yang diketahui.

Universitas Sumatera Utara


e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan

dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang

dimiliki.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Roger (1974) dalam

Notoatmodjo 2010, menyatakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan

lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan dan dari

penelitian tersebut juga terungkap, bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku

baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yaitu :

a. Awarenes (kesadaran) yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap objek atau stimulus.

b. Interest (merasa tertarik) yaitu orang tersebut mulai tertarik terhadap stimulus

atau objek.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut

terhadap dirinya. Dalam tahap ini sikap seseorang terhadap suatu objek sudah

lebih baik.

d. Trial,dimana subjek mulai mencoba perilaku yang baru.

e. Adaptation, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikap terhadap stimulus.

Universitas Sumatera Utara


4. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Pengetahuan

Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia sementara orang

lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus

menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya

pemahaman baru. Menurut Notoatmodjo (2007) dalam memperoleh pengetahuan, ada

beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu :

a. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan

kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang

makin mudah orang tersebut menerima informasi. Semakin banyak informasi

yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang di dapat tentang kesehatan.

Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan, dengan pendidikan tinggi

semakin luas informasi yang di dapat. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang

yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.

Peningkatan pengetahuan tidak hanya diperolaeh dari pendidikan formal saja

tetapi dapat pula diperoleh dari pendidikan non formal.

b. Paparan Informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat

memberikan pengaruh jangka pendek (Immediate Impact) sehingga

menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan

tersedia berbagai jenis media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan

Universitas Sumatera Utara


masyarakat tentang inovasi baru. Berbagai bentuk media massa seperti televisi,

radio, surat kabar dan majalah mempunyai pengaruh besar terhadap

pembentukan opini dan kepercayaan orang lain.

c. Sosial Budaya dan Ekonomi

Kebiasaan atau tradisi yang dilakukan orang tanpa penalaran apakah yang

dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah baik

pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga

menentukan tersedianya fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu,

sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

d. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di lingkungan individu, baik

lingkungan fisik maupun lingkungan biologis dan sosial. Lingkungan

berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang

berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal

balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

e. Pengalaman

Pengalaman sebagai suatu sumber bagi pengetahuan adalah suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali

pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa

lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan

pengetahuan dan keterampilan profesional serta pengalaman belajar selama

bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang

Universitas Sumatera Utara


merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang

bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.

f. Umur

Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang, semakin

bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya,

sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik. Pada usia Madya,

individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta

lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri

menuju usia tua. Selain itu orang usia Madya lebih banyak menggunakan waktu

untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah dan kemampuan

verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini.

2.2.3 Sikap (Attitude)

a. Pengertian Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan salah satu aspek psikologis

individu yang penting, karena sikap merupakan kecenderungan untuk berperilaku

sehingga akan banyak mewarnai perilaku seseorang (Wawan, 2011).

Menurut Notoatmodjo (2010), sikap merupakan suatu respons tertutup

seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor

pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju,

baik-tidak baik, dan sebagainya). Campbell (1950) mendefinisikan sangat sederhana,

yakni “An individual’s attitude is syndrome of respons consistency with regard to

Universitas Sumatera Utara


object”. Jadi jelas disini dikatakan bahwa sikap itu merupakan suatu sindrom atau

kumpulan gejala dalam merespons suatu stimulus atau objek. Sehingga sikap itu

melibatkan pikiran, perasaan, dan gejala kejiwaan yang lain.

Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap adalah

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan tindakan

(reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku

(tindakan), atau reaksi tertutup.

b. Komponen Pokok Sikap

Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010), sikap itu terdiri dari 3

komponen pokok, yaitu :

1. Kepercayaan dan keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek.

Artinya, bagaimana keyakinan atau pendapat atau pemikiran seseorang terhadap

objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana

penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah

merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

attitude), dimana pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan

penting. Sikap merupakan salah satu aspek psikologis individu yang sangat penting

Universitas Sumatera Utara


karena sikap merupakan kecenderungan untuk berperilaku sehingga sikap akan

banyak mewarnai perilaku seseorang (Ali, 2011).

Dalam konteks sikap ini, menurut Stephen R. Covey (1989) ada tiga teori

determinan yang diterima secara luas, baik secara sendiri maupun kombinasi untuk

menjelaskan sikap manusia, yaitu :

1. Determinan genetis (genetic determininism), berpandangan bahwa sikap individu

diturunkan oleh sikap kakek neneknya malalui DNA.

2. Determinan psikis (psychic determininism), berpandangan bahwa sikap individu

merupakan hasil dari perlakuan, pola asuh atau pendidikan orang tua yang

diberikan kepada anaknya.

3. Determinan lingkungan (Environmental determininism), berpandangan bahwa

perkembangan sikap seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat

individu tinggal dan bagaimana lingkungan memperlakukan individu tersebut.

c. Tingkatan Sikap

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkatan berdasarkan

intensitasnya, sebagai berikut :

1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang

diberikan (objek).

2. Menanggapi (Responding)

Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap

pertanyaan atau objek yang dihadapi.

Universitas Sumatera Utara


3. Menghargai (Valuing)

Menghargai diartikan subjek, atau seseorang yang memberikan nilai positif

terhadap objek atau stimulus, dalam arti, membahasnya dengan orang lain dan

bahkan mengajak atau memengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon.

4. Bertanggung Jawab (Responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggungjawab terhadap apa

yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu

berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain

yang mencemoohkan atau adanya resiko lain (Notoatmodjo, 2010).

d. Pembentukan Sikap Manusia

Menurut Notoatmojdo (2010), sikap terbentuk dari adanya interaksi sosial

yang dialami oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar

adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial.

Dalam interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang

satu dengan yang lainnya, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi

pola perilaku tiap individu sebagai anggota masyarakat.

Menurut Azwar (2012), pembentukan sikap manusia dipengaruhi oleh

berbagai faktor, yaitu :

a. Pengalaman Pribadi

Pengalaman yang telah ada ataupun yang sedang kita alami ikut membentuk dan

mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus interaksi sosial. Tanggapan

akan menjadi dasar pembentukan sikap, untuk dapat mempunyai tanggapan dan

Universitas Sumatera Utara


penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan

objek psikologis, baik yang akan membentuk sikap positif maupun sikap negatif.

Middlebrook (1974) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali

dengan suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap

objek tersebut. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman

pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu sikap akan lebih

mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang

melibatkan faktor emosional, karena penghayatan terhadap pengalaman akan

lebih mendalam dan lebih berbekas.

b. Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu komponen sosial yang ikut

mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang

kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah laku dan pendapat kita.

Seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berarti khusus

bagi kita (Significant Other), akan banyak mempengaruhi sikap kita seperti orang

tua, teman dekat, sahabat, guru, teman kerja, isteri atau suami.

c. Pengaruh Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar

terhadap pembentukan sikap kita. Tanpa kita sadari kebudayaan telah

menanamkan pengaruh sikap kita terhadap berbagai permasalahan.

Universitas Sumatera Utara


d. Media Massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio,

surat kabar, majalah dan lain sebagainya mempunyai pengaruh besar dalam

pembentukan opini dan kepercayaan orang.

e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai

pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar

pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

f. Pengaruh Faktor Emosional

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman

pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan

yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi

dan pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap yang demikian dapat

merupakan sikapyang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang

akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persistem dan lebih tahan

lama.

2.2.4 Tindakan atau Praktik (Practice)

Menurut Notoatmodjo (2010), praktik atau tindakan ini dapat dibedakan

menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu :

a. Praktik Terpimpin (Guided Response)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung

pada tuntunan atau menggunakan panduan.

Universitas Sumatera Utara


b. Praktik secara Mekanisme (Mechanism)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal

secara otomatis maka disebut praktik atau tidakan mekanis.

c. Adopsi (Adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa

yang sudah dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah

dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.

2.3 Stakeholders

2.3.1 Pengertian Stakeholders (Pemangku Kepentingan)

Stakeholders adalahorang atau organisasi yang memiliki kepentingan dalam

program kesehatan masyarakat dan bagaimana mereka mengimplementasikan

program tersebut yang meliputi warga yang peduli, perwakilan pemerintah,

perwakilan layanan kesehatan dan sosial lainnya, anggota dewan pemerintah,

perwakilan keagamaan dan anggota asosiasi profesional (Rowits, 2011).

2.3.2 Peran Stakeholders dalam Pengembangan Desa Siaga Aktif

Menurut Ismawati (2010), pemangku kepentingan yaitu pejabat Pemerintah

Daerah, pejabat lintas sektoral, unsur-unsur organisasi/ikatan profesi, Pemuka

masyarakat, tokoh agama, PKK, LSM, dunia usaha/swasta.

1. Di tingkat Kecamatan dan Desa

a. Camat selaku penanggung jawab wilayah kecamatan

1) Mengkoordinasikan pengembangan dan penyelenggaraan Desa Siaga.

Universitas Sumatera Utara


2) Memberikan dukungan kebijakan dan pendanaan, terutama dalam rangka

pembinaan kelestarian kader.

3) Melakukan pembinaan dalam upaya meningkatkan kinerja Desa Siaga,

antara lain melalui fasilitasi atau membantu kader berwirausaha, pemberian

penghargaan terhadap kader Desa Siaga.

b. Lurah/Kepala Desa

1) Memberikan dukungan kebijakan, sarana dan dana untuk penyelenggaraan

Desa Siaga.

2) Mengkoordinasikan penggerakan masyarakat untuk memanfaatkan

pelayanan puskesmas/pustu/poskesdes dan berbagai UKBM yang ada.

3) Mengkoordinasikan penggerakan masyarakat untuk berperan aktif dalam

penyelenggaraan UKBM yang ada.

4) Menindaklanjuti hasil kegiatan Desa Siaga bersama LKMD.

5) Melakukan pembinaan untuk terselengganya kegiatan Desa Siaga secara

teratur dan lestari.

c. Tim Penggerak PKK

1) Berperan aktif dalam pengembangan dan penyelenggaraan UKBM di Desa

Siaga.

2) Menggerakkan masyarakat untuk mengelola, menyelenggarakan dan

memanfaatkan UKBM yang ada.

3) Menyelenggarakan penyuluhan kesehatan dalam rangka menciptakan

kadarzi tokoh masyarakat/konsil kesehatan kecamatan.

Universitas Sumatera Utara


4) Menggali sumberdaya untuk kelangsungan penyelenggaraan Desa Siaga.

5) Menaungi dan membina kegiatan Desa Siaga.

6) Menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan Desa

Siaga.

d. Organisasi Kemasyarakatan/LSM/Dunia Usaha/Swasta

1) Bersama petugas Puskesmas berperan aktif dalam penyelenggaraan Desa

Siaga.

2) Memberi dukungan sarana dan dana untuk pengembangan dan

penyelenggaraan Desa Siaga.

2. Di Tingkat Kabupaten/Kota

a. Berperan serta dalam Tim Pengembangan Desa Siaga tingkat

Kabupaten/Kota.

b. Memberikan dukungan (manusia, dana, dll) untuk pengembangan dan

kelestarian Desa Siaga serta revitalisasi Puskesmas dan Rumah Sakit.

3. Di Tingkat Propinsi

a. Berperan serta dalam Tim Pengembangan Desa Siaga Tingkat Provinsi.

b. Memberikan dukungan (manusia, dana, dll) untuk pengembangan dan

kelestarian Desa Siaga serta revitalisasi Puskesmas dan Rumah Sakit dan

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

4. Di Tingkat Pusat

a. Berperan aktif dalam Tim Pengembangan Desa Siaga Tingkat Pusat.

Universitas Sumatera Utara


b. Memberikan dukungan sumberdaya (manusia, dana, dll) untuk pelaksanaan

peran Pusat dalam pengembangan Desa Siaga.

2.3.3 Peran Pelaku Perubahan dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Ife (2002 : 231) dalam Adi I. R., (2008) menyatakan bahwa peran

pelaku perubahan dalam upaya pemberdayaan masyarakat adalah :

1. Peran Fasilitatif

a. Pelaku perubahan harus memiliki keterampilan melakukan animasi sosial

yang menggambarkan kemampuan petugas untuk membangkitkan energi,

inspirasi, antusiasisme masyarakat, termasuk didalamnya adalah

mengaktifkan, menstimulasi dan mengembangkan motivasi warga untuk

bertindak.

b. Salah satu peran dari pemberdaya masyarakat adalah untuk menyediakan dan

mengembangkan dukungan terhadap warga yang mau terlibat dalam struktur

dan aktivitas komunitas tersebut. Dukungan itu sendiri tidak selalu bersifat

akstrinsik ataupun dukungan materiil, tetapi juga dapat bersifat intrinsik.

2. Peran Edukasional

a. Pelaku perubahan harus mampu membangkitkan kesadaran masyarakat dalam

upaya agar masyarakat mau dan mampu mengatasi ketidakberuntungan

struktural mereka, maka warga harus mau menjalin hubungan antar satu

dengan lainnya, hal ini menjadi tujuan awal dari penyadaran masyarakat.

b. Pelaku perubahan dalam upaya pemberdayaan masyarakat harus

meyampaikan informasi yang mungkin belum diketahui oleh komunitas

Universitas Sumatera Utara


sasarannya. Ife (2002:243) menyatakan bahwa hanya dengan memberikan

informasi yang relevan mengenai suatu masalah yang sedang dihadapi

komunitas sasaran tidak jarang dapat menjadi peran yang bermakna terhadap

komunitas tersebut (Adi, I. R., 2008).

3. Peran Kepemimpinan

Seorang stakeholders identik dengan seorang pemimpin yang harus memiliki

konsep kepemimpinan yaitu Ing Ngarso sung Tulodho artinya didepan sebagai

teladan, IngMadyo Mangun Karso artinya ditengah menggerakkan dan Tut Wuri

Handayani artinya dibelakang memberikan dorongan (Pamungkas S. G., 2012).

2.4 Landasan Teori

Sebagai acuan dalam menentukan variabel penelitian serta menyusunnya

dalam suatu kerangka konseptual, maka keseluruhan teori-teori yang telah dipaparkan

diatas dirangkum dalam suatu penjelasan teori seperti diuraikan berikut ini.

Pembangunan kesehatan tidak terlepas dari komitmen Indonesia sebagai

warga masyarakat dunia untuk ikut merealisasikan tercapainya MDGs, karena dari

delapan agenda MDGs lima diantaranya berkaitan langsung dengan kesehatan yaitu

memberantas kemiskinan dan kelaparan, menurunkan angka kematian anak,

meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV dan AIDS serta menyehatkan

lingkungan. Salah satu upaya Indonesia untuk mencapai target tersebut dengan

Pengembangan Desa Siaga Aktif yang merupakan pengembangan dari Desa Siaga.

Universitas Sumatera Utara


Pengembangan Desa Siaga aktif terdiri dari 4 tahap, yakni pratama, madya,

purnama dan mandiri. Kriteria peningkatan tahap pengembangan Desa Siaga Aktif

tergantung dari berjalan atau tidak secara berkala Forum Masyarakat Desa, jumlah

UKBM yang aktif, pelayanan kesehatan dasar, serta jumlah rumah tangga yang

berperilaku hidup bersih sehat.

Stakeholders merupakan orang atau organisasi yang memiliki kepentingan

dalam program kesehatan masyarakat dan bagaimana mereka mengimplementasikan

program tersebut yang meliputi warga yang peduli, perwalikilan pemerintah,

perwakilan layanan kesehatan dan sosial lainnya, anggota dewan pemerintah,

perwakilan keagamaan dan anggota asosiasi profesional. Seorang stakeholders yang

memiliki kredibilitas ikut berpengaruh yang dapat menyakinkan sebagian besar

masyarakat bahwa ada masalah kesehatan yang harus segera di tanggulangi.

Menurut Green dalam Notoatmodjo (2010), bahwa faktor perilaku sendiri

ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu :

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang

mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain

pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tingkat pendidikan,

tingkat sosial/ekonomi.

b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor-faktor yang

memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan yang mencakup sarana

dan prasarana atau fasilitas kesehatan dalam pengembangan Desa Siaga Aktif

antara lain adanya Poskesdes, adanya kelompok donor darah, adanya ambulans

Universitas Sumatera Utara


desa, adanya posyandu balita dan lanjut usia, adanya kelompok dana sosial ibu

hamil atau tabulin.

c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang mendorong

atau memperkuat terjadinya perilaku yang meliputi sikap dan perilaku petugas

kesehatan atau tokoh masyarakat baik formal maupun informal yang bertujuan

agar tokoh masyarakat tersebut mampu berperilaku contoh (model perilaku

sehat) bagi masyarakat.

Faktor Predisposisi :
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Kepercayaan
4. Nilai
5. Pendidikan
6. Sosial Ekonomi
7. Tindakan

Faktor Pemungkin :
1. Ketersediaan Sarana dan Perilaku Kesehatan
Prasarana

Faktor Penguat Sikap dan


Perilaku dari :
1. Sikap Petugas Kesehatan
dan Tokoh Masyarakat.
2. Paparan Informasi

Gambar 2.2 Teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010)

Universitas Sumatera Utara


2.5 Kerangka Konsep

Berdasarkan teori dari Lawrence Green, maka peneliti merumuskan kerangka

konsep penelitian ini sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Perilaku Stakeholders Pengembangan Desa


1. Pengetahuan
Siaga Aktif
2. Sikap
3. Tindakan

Variabel Confounding
1. Umur
2. Pendidikan
3. Sarana/Prasaran
4. Paparan Informasi

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep diatas, dapat dijelaskan bahwa definisi konsep

dalam penelitian ini adalah variabel independen (variabel bebas) merupakan perilaku

stakeholders yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Variabel confounding

terdiri dari umur, pendidikan, sarana/ prasarana dan paparan informasi. Variabel

dependen yaitu Pengembangan Desa Siaga Aktif.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai