Tanda dimulainya era Industri 4.0 dapat dilihat dari fenomena digitalisasi informasi
dan pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence) secara masif di berbagai
sektor kehidupan manusia untuk menjalankan tugas dan fungsi tertentu. Digitalisasi
informasi ini adalah tonggak yang membawa peradaban manusian ke zaman yang
dikenal dengan istilah era digital. Pada era ini, segala informasi dapat diakses dengan
mudah sesuai dengan keinginan dan kehendak para pengguna. Kemudahan ini tentunya
memberikan dampak terhadap kehidupan manusia, khususnya kehidupan anak masa
kini. Anak-anak yang hidup dan dipengaruhi oleh perkembangan teknologi ini
kemudian dikenal dengan istilah generasi digital atau digital native (Putrawangsa dan
Hasanah, 2018).
Salah satu teknologi yang sangat popular dan digemari anak-anak generasi digital
adalah gadget. Anak-anak generasi digital kini telah menjadi konsumen aktif dimana
banyak produk gadget yang menjadikan anak-anak sebagai target pasar mereka.
Penggunaan media digital tidak hanya berimplikasi positif, tetapi juga berdampak
negatif jika seorang anak dan remaja menggunakannya secara berlebihan dan lepas
kendali. Andriyani (2018) mengatakan bahwa berdasarkan data statistik pengguna
internet di Indonesia, rata-rata penduduk Indonesia menghabiskan waktu mengakses
informasi selama 5,5 jam perhari. Sementara penggunaan internet melalui gadget sekitar
2,5 jam perhari. Data ini memperlihatkan bahwa penggunaan internet di Indonesia
banyak yang berlebihan dan lepas kendali sehingga berpotensi membawa dampak
negatif bagi anak.
Pendidikan merupakan salah satu jembatan atau salah satu alternatif untuk
mengembangkan potensi diri dan mampu untuk membawa generasi digital menuju
kepribadian yang lebih berkualitas, bermutu, dan mampu menghadapi era digitalisasi
(Rozana dan Muali, 2018). Pada hakikatnya orang tua adalah aktor yang sangat
berperan dalam proses pendidikan anak. Orang tua memiliki tanggung jawab penuh
dalam memenuhi kebutuhan anak, mendampingi, mengajari, membimbing, mendidik
dan mengarahkan. Tanggung jawab dari orang tua tidak hanya dalam materi, namun
juga meliputi sisi spiritual, fisik moral, sosial dan kejiwaan anak. Tanggung jawab
inilah yang dimaksud dengan proses pembentukan pendidikan anak yang bertujuan
menciptakan anak menjadi manusia yang sehat, cerdas, berakal, berkarakter mulia,
berakhlak dan mampu menjadi generasi yang berkualitas untuk masa depan yang cerah
(Hefniy, 2017).
Dalam memberikan pendidikan kepada anak-anak, orang tua dapat memilih
berbagai media. Namun kemajuan teknologi seperti sekarang membuat kebanyakan
orang tua menggunakan media digital seperti gadget sebagai penunjang pendidikan.
Gadget memang memiliki nilai tambah pada cara penyampaiannya dan kepraktisannya,
namun juga memiliki nilai kurang dalam efek-efek samping yang ditimbulkan setelah
memakainya, dapat berakibat pada kesehatan, sosial, dan lain-lain. Agar pendidikan
yang diberikan orang tua tersebut memberikan dampak positif, orang tua harus mengerti
waktu dan prosedur yang tepat dalam anak menggunakan teknologi digital khususnya
gadget. Seperti terangkum dalam Digital Literacy Development, yaitu:
a. 0-2 tahun : anak-anak tidak boleh diberikan gadget apapun sama sekali karena usia
ini merupakan fase pertumbuhan tercepat selama hidup manusia. Pertumbuhan
seluruh organ bertumbuh pada usia 0-2 tahun. Jika terdapat intervensi, pertumbuhan
organ anak tidak akan berjalan maksimal sehingga anak usia 0-2 tahun hendaknya
tidak terpapar layar gadget pada mata anak dan alihkan perhatian anak pada mainan
yang merangsang gerak motorik dan panca indera.
b. 2-4 tahun : fase pengenalan media digital. Namun pada fase ini anak tidak boleh
diberikan teknologi yang dapat digenggam sendiri. Teknologi tidak boleh bersifat
interaktif kepada anak, teknologi ini dapat berupa televisi, karena televisi masih
dioperasikan orang tua, orang tua memilih film apa yang akan ditonton anak. Jika
teknologi yang diberikan adalah gadget, maka tetap harus orang tua yang
mengoperasikan, anak tidak boleh berinteraksi langsung dengan gadget. Masa
pengenalan ini tetap harus diberikan batas waktu, karena pada usia ini anak mulai
mengembangkan kemampuan sosial, bagaimana berbicara dengan orang lain,
bermain secara paralel kooperatif.
c. 4-6 tahun : pada usia ini anak mulai berinteraksi dengan gadget. Namun gadget
yang diberikan berupa komputer, karena teknologi ini belum terlalu interaktif,
masih dalam tahap pengenalan dan mengendalikan diri anak.
d. > 6 tahun : merupakan fase independent gadget, dimana anak sudah boleh
berinteraksi langsung dengan gadget namun tidak boleh ada kepemilikan, jadi anak
harus meminjam kepada orang tua dan orang tua harus membuat perjanjian saat
anak meminjam.
e. >10 tahun : fase dimana anak sudah boleh memiliki gadget sendiri, namun mereka
sudah memiliki pondasi yang kuat jika dari kecil tentang literasi digital.
Penggunaan gadget yang lain sudah tertata karena anak melewati tahap yang tepat.
PENUTUP
Pendidikan merupakan salah satu jembatan atau salah satu alternatif untuk
mengembangkan potensi diri dan mampu untuk membawa generasi digital menuju
kepribadian yang lebih berkualitas, bermutu, dan mampu menghadapi era digitalisasi.
Pada hakikatnya orang tua adalah aktor yang sangat berperan dalam proses pendidikan
anak. Kemajuan teknologi seperti sekarang membuat kebanyakan orang tua
menggunakan media digital seperti gadget sebagai penunjang pendidikan. Gadget
memang memiliki nilai tambah pada cara penyampaiannya dan kepraktisannya, namun
juga memiliki nilai kurang dalam efek-efek samping yang ditimbulkan setelah
memakainya, dapat berakibat pada kesehatan, sosial, dan lain-lain. Agar pendidikan
yang diberikan orang tua tersebut memberikan dampak positif, orang tua harus mengerti
waktu dan prosedur yang tepat dalam anak menggunakan teknologi digital khususnya
gadget. Dengan demikian, maka akan medukung terciptanya generasi digital Indonesia
cerdas lewat pemanfaatan teknologi digital secara bijak dan proporsional.
DAFTAR PUSTAKA
Andriyani, Isnanita Noviya. 2018. “Pendidikan Anak dalam Keluarga Di Era Digital”.
Jurnal Pendidikan dan Manajemen Islam, vol. 7, no. 1, p-ISSN 2442 - 2401;
e-ISSN 2477-5622.
APJII. 2017. Penetrasi & Profil Perilaku Pengguna Internet Indonesia. Jakarta : Apjii.
G. Gayatri dkk. 2015. “Digital Citizenship Safety Among Children and Adolescents in
Indonesia”. Jurnal Penelit. dan Pengemb. Komun. dan Inform., vol. 6, no. 1, pp.
1–18.
Hefniy, Hefniy. 2017. "Membangun pendidikan berbasis islam nusantara (pendidikan
berbasis karakter atau akhlakul karimah?)”. Jurnal Islam Nusantara 1, no. 1 :
36-52.
H. K. Yee, C. B. Seok, S. I. Hashmi, T. L. Teng, dan R. Indran. 2016. “Why gadget
usage among preschoolers should matter to teachers ? A pilot study”. GESJ Educ.
Sci. Psychol, vol. 3, no. 40, pp. 98–111.
M. Adila, M. Saruji, N. H. Hassan, dan S. M. Drus.2017. “Impact of Ict and Electronic
Gadget Among Young Children in Education: a Conceptual Model”. ICOCI
Kuala Lumpur, Univ. Utara Malaysia, no. 165, pp. 25–27.
M.K. Master, C. P. Kaur, A. Narasimhan, M. Nadeem, M. Ali, dan R. B. Shaik. 2016.
“Impact of electronic gadgets on psychological behavior of middle school
children in UAE”. Gulf Med. J., vol. 5, no. 2, pp. 54–60.
Putrawangsa, Susilahudin, dan Uswatun Hasanah. 2018. "Integrasi Teknologi Digital
Dalam Pembelajaran Di Era Industri 4.0". Jurnal Tatsqif 16, no. 1 : 42-54.
Rozana, Asiatik Afrik, Abdul Hamid Wahid, dan Chusnul Muali. 2018. "Smart
Parenting Demokratis Dalam Membangun Karakter Anak”. Jurnal Pendidikan
Anak 4, no. 1: 1-16.
Sucipto, Sucipto, dan Nuril Huda. 2016. "Pola Bermain Anak Usia Dini di Era Gadget
Siswa Paud Mutiara Bunda Sukodono Sidoarjo". Fonema 3, no. 6 : 285-298.
T. M. Hudon, C. T. Fennell, dan M. Hoftyzer. 2013. “Quality not quantity of television
viewing is associated with bilingual toddlers’ vocabulary scores”. Infant Behav.
Dev., vol. 36, no. 2, pp. 245– 254.