Anda di halaman 1dari 6

Mendidik Anak Generasi Digital

Disusun untuk Mengikuti


Lomba Inovasi Kewarganegaraan
LOKER 2020

Nama : Bonisa Nursari Meilani


Universitas : Universitas Jenderal Soedirman

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


PURWOKERTO
2020
PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi yang begitu pesat hingga menembus berbagai lini


kehidupan manusia baik secara individu maupun dalam lingkup sosial masyarakat
sungguh tidak terbendung lagi. Seluruh dimensi kehidupan manusia sudah dimasuki dan
dipengaruhi kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi disatu sisi mendatangkan
keuntungan atau nilai positif yang konstruktif. Artinya, kemajuan teknologi membuat
aktivitas kebutuhan manusia semakin mudah dilaksanakan. Akan tetapi disisi lain,
setiap kemajuan teknologi juga dapat mendatangkan kerusakan atau nilai negatif yang
destruktif apabila manusia tidak memiliki sikap kritis dan selektif.
Produk-produk teknologi yang hingga detik ini terus berkembang cepat serta selalu
melahirkan generasi baru salah satunya adalah gadget. Pada awal kemunculan, gadget
hanya digunakan oleh masyarakat kategori ekonomi menengah keatas, namun saat ini
gadget telah digunakan oleh semua kategori masyarakat mulai dari orang dewasa hingga
anak-anak (H. K. Yee dkk, 2016). Penggunaan gadget menjadi suatu kebutuhan yang
tidak dapat ditinggalkan karena gadget dapat memenuhi berbagai macam kegiatan
manusia, yaitu sebagai alat komunikasi baik jarak dekat maupun jarak jauh,
mendengarkan musik, menonton video, bermain game, belajar, bahkan membuat
ilustrasi atau dokumen (M. Adila dkk, 2017). Di Indonesia gadget yang paling banyak
digunakan adalah ponsel (52%) dan PC (69%) sedangkan media elektronik yang umum
digunakan adalah TV (70%) (G. Gayatri dkk, 2015). Sebuah studi di Amerika Serikat
menunjukan bahwa 40% bayi berusia 3 bulan dan 90% bayi berusia 24 bulan menonton
TV, video atau DVD secara teratur (T. M. Hudon dkk, 2013).
Perkembangan gadget dengan berbagai manfaat yang ditawarkan telah mengubah
cara orang tua dalam melakukan pendekatan mendidik anak. Banyak orang tua yang
menggunakan gadget untuk menghibur anak-anaknya seperti bermain game, menonton
video, mendengarkan audio book dan lainnya (Sucipto dan Nuril, 2016). Anak usia di
bawah delapan tahun di dunia sebanyak 72% sudah menggunakan gadget seperti
smartphone, tablet, dan ipod, dimana mayoritas anak usia 2 tahun lebih suka
menggunakan tablet atau smartphone setiap harinya. Indonesia sendiri termasuk dalam
peringkat "lima besar" negara pengguna gadget, khususnya smartphone. Hasil survey
yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Internet Indonesia (APJII) pada tahun
2018, diketahui bahwa sebanyak 66% anak usia 10-14 tahun telah menggunakan gadget
(persentase terhadap total jumlah anak usia 10-14 tahun), dan tidak sedikit pula anak
usia dibawah sepuluh tahun yang menggunakan gadget (25% dari total anak usia
dibawah sepuluh tahun).
Asosiasi dokter anak Amerika Serikat dan Kanada menekankan perlunya anak usia
0-2 tahun sama sekali tidak terpapar gadget. Sementara anak usia 3-5 tahun dibatasi satu
jam per hari dan dua jam per hari untuk anak usia 6-18 tahun. Namun faktanya,
anak-anak justru menggunakan gadget 4-5 kali lebih banyak dari jumlah yang
direkomendasikan. Terpapar gadget yang berlebihan memiliki banyak efek negatif bagi
anak-anak, di antaranya adalah stres, kecanduan, depresi, masalah emosional, kognitif
dan gangguan perkembangan moral. Selain itu, anak-anak yang terlalu lama terpapar
gadget cenderung tidak memperhatikan orang-orang di sekitar mereka karena sibuk
dengan gadget (M.K. Master dkk, 2016). Oleh karena itulah, tantangan nyata hidup di
zaman modern dan serba canggih seperti sekarang ini telah menuntut kita untuk dapat
berlaku bijak dan proporsional dalam menyikapi kemajuan teknologi agar kemajuan
teknologi sekarang ini memberikan dampak yang positif.
ISI

Tanda dimulainya era Industri 4.0 dapat dilihat dari fenomena digitalisasi informasi
dan pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence) secara masif di berbagai
sektor kehidupan manusia untuk menjalankan tugas dan fungsi tertentu. Digitalisasi
informasi ini adalah tonggak yang membawa peradaban manusian ke zaman yang
dikenal dengan istilah era digital. Pada era ini, segala informasi dapat diakses dengan
mudah sesuai dengan keinginan dan kehendak para pengguna. Kemudahan ini tentunya
memberikan dampak terhadap kehidupan manusia, khususnya kehidupan anak masa
kini. Anak-anak yang hidup dan dipengaruhi oleh perkembangan teknologi ini
kemudian dikenal dengan istilah generasi digital atau digital native (Putrawangsa dan
Hasanah, 2018).
Salah satu teknologi yang sangat popular dan digemari anak-anak generasi digital
adalah gadget. Anak-anak generasi digital kini telah menjadi konsumen aktif dimana
banyak produk gadget yang menjadikan anak-anak sebagai target pasar mereka.
Penggunaan media digital tidak hanya berimplikasi positif, tetapi juga berdampak
negatif jika seorang anak dan remaja menggunakannya secara berlebihan dan lepas
kendali. Andriyani (2018) mengatakan bahwa berdasarkan data statistik pengguna
internet di Indonesia, rata-rata penduduk Indonesia menghabiskan waktu mengakses
informasi selama 5,5 jam perhari. Sementara penggunaan internet melalui gadget sekitar
2,5 jam perhari. Data ini memperlihatkan bahwa penggunaan internet di Indonesia
banyak yang berlebihan dan lepas kendali sehingga berpotensi membawa dampak
negatif bagi anak.
Pendidikan merupakan salah satu jembatan atau salah satu alternatif untuk
mengembangkan potensi diri dan mampu untuk membawa generasi digital menuju
kepribadian yang lebih berkualitas, bermutu, dan mampu menghadapi era digitalisasi
(Rozana dan Muali, 2018). Pada hakikatnya orang tua adalah aktor yang sangat
berperan dalam proses pendidikan anak. Orang tua memiliki tanggung jawab penuh
dalam memenuhi kebutuhan anak, mendampingi, mengajari, membimbing, mendidik
dan mengarahkan. Tanggung jawab dari orang tua tidak hanya dalam materi, namun
juga meliputi sisi spiritual, fisik moral, sosial dan kejiwaan anak. Tanggung jawab
inilah yang dimaksud dengan proses pembentukan pendidikan anak yang bertujuan
menciptakan anak menjadi manusia yang sehat, cerdas, berakal, berkarakter mulia,
berakhlak dan mampu menjadi generasi yang berkualitas untuk masa depan yang cerah
(Hefniy, 2017).
Dalam memberikan pendidikan kepada anak-anak, orang tua dapat memilih
berbagai media. Namun kemajuan teknologi seperti sekarang membuat kebanyakan
orang tua menggunakan media digital seperti gadget sebagai penunjang pendidikan.
Gadget memang memiliki nilai tambah pada cara penyampaiannya dan kepraktisannya,
namun juga memiliki nilai kurang dalam efek-efek samping yang ditimbulkan setelah
memakainya, dapat berakibat pada kesehatan, sosial, dan lain-lain. Agar pendidikan
yang diberikan orang tua tersebut memberikan dampak positif, orang tua harus mengerti
waktu dan prosedur yang tepat dalam anak menggunakan teknologi digital khususnya
gadget. Seperti terangkum dalam Digital Literacy Development, yaitu:
a. 0-2 tahun : anak-anak tidak boleh diberikan gadget apapun sama sekali karena usia
ini merupakan fase pertumbuhan tercepat selama hidup manusia. Pertumbuhan
seluruh organ bertumbuh pada usia 0-2 tahun. Jika terdapat intervensi, pertumbuhan
organ anak tidak akan berjalan maksimal sehingga anak usia 0-2 tahun hendaknya
tidak terpapar layar gadget pada mata anak dan alihkan perhatian anak pada mainan
yang merangsang gerak motorik dan panca indera.
b. 2-4 tahun : fase pengenalan media digital. Namun pada fase ini anak tidak boleh
diberikan teknologi yang dapat digenggam sendiri. Teknologi tidak boleh bersifat
interaktif kepada anak, teknologi ini dapat berupa televisi, karena televisi masih
dioperasikan orang tua, orang tua memilih film apa yang akan ditonton anak. Jika
teknologi yang diberikan adalah gadget, maka tetap harus orang tua yang
mengoperasikan, anak tidak boleh berinteraksi langsung dengan gadget. Masa
pengenalan ini tetap harus diberikan batas waktu, karena pada usia ini anak mulai
mengembangkan kemampuan sosial, bagaimana berbicara dengan orang lain,
bermain secara paralel kooperatif.
c. 4-6 tahun : pada usia ini anak mulai berinteraksi dengan gadget. Namun gadget
yang diberikan berupa komputer, karena teknologi ini belum terlalu interaktif,
masih dalam tahap pengenalan dan mengendalikan diri anak.
d. > 6 tahun : merupakan fase independent gadget, dimana anak sudah boleh
berinteraksi langsung dengan gadget namun tidak boleh ada kepemilikan, jadi anak
harus meminjam kepada orang tua dan orang tua harus membuat perjanjian saat
anak meminjam.
e. >10 tahun : fase dimana anak sudah boleh memiliki gadget sendiri, namun mereka
sudah memiliki pondasi yang kuat jika dari kecil tentang literasi digital.
Penggunaan gadget yang lain sudah tertata karena anak melewati tahap yang tepat.
PENUTUP

Pendidikan merupakan salah satu jembatan atau salah satu alternatif untuk
mengembangkan potensi diri dan mampu untuk membawa generasi digital menuju
kepribadian yang lebih berkualitas, bermutu, dan mampu menghadapi era digitalisasi.
Pada hakikatnya orang tua adalah aktor yang sangat berperan dalam proses pendidikan
anak. Kemajuan teknologi seperti sekarang membuat kebanyakan orang tua
menggunakan media digital seperti gadget sebagai penunjang pendidikan. Gadget
memang memiliki nilai tambah pada cara penyampaiannya dan kepraktisannya, namun
juga memiliki nilai kurang dalam efek-efek samping yang ditimbulkan setelah
memakainya, dapat berakibat pada kesehatan, sosial, dan lain-lain. Agar pendidikan
yang diberikan orang tua tersebut memberikan dampak positif, orang tua harus mengerti
waktu dan prosedur yang tepat dalam anak menggunakan teknologi digital khususnya
gadget. Dengan demikian, maka akan medukung terciptanya generasi digital Indonesia
cerdas lewat pemanfaatan teknologi digital secara bijak dan proporsional.
DAFTAR PUSTAKA

Andriyani, Isnanita Noviya. 2018. “Pendidikan Anak dalam Keluarga Di Era Digital”.
Jurnal Pendidikan dan Manajemen Islam, vol. 7, no. 1, p-ISSN 2442 - 2401;
e-ISSN 2477-5622.
APJII. 2017. Penetrasi & Profil Perilaku Pengguna Internet Indonesia. Jakarta : Apjii.
G. Gayatri dkk. 2015. “Digital Citizenship Safety Among Children and Adolescents in
Indonesia”. Jurnal Penelit. dan Pengemb. Komun. dan Inform., vol. 6, no. 1, pp.
1–18.
Hefniy, Hefniy. 2017. "Membangun pendidikan berbasis islam nusantara (pendidikan
berbasis karakter atau akhlakul karimah?)”. Jurnal Islam Nusantara 1, no. 1 :
36-52.
H. K. Yee, C. B. Seok, S. I. Hashmi, T. L. Teng, dan R. Indran. 2016. “Why gadget
usage among preschoolers should matter to teachers ? A pilot study”. GESJ Educ.
Sci. Psychol, vol. 3, no. 40, pp. 98–111.
M. Adila, M. Saruji, N. H. Hassan, dan S. M. Drus.2017. “Impact of Ict and Electronic
Gadget Among Young Children in Education: a Conceptual Model”. ICOCI
Kuala Lumpur, Univ. Utara Malaysia, no. 165, pp. 25–27.
M.K. Master, C. P. Kaur, A. Narasimhan, M. Nadeem, M. Ali, dan R. B. Shaik. 2016.
“Impact of electronic gadgets on psychological behavior of middle school
children in UAE”. Gulf Med. J., vol. 5, no. 2, pp. 54–60.
Putrawangsa, Susilahudin, dan Uswatun Hasanah. 2018. "Integrasi Teknologi Digital
Dalam Pembelajaran Di Era Industri 4.0". Jurnal Tatsqif 16, no. 1 : 42-54.
Rozana, Asiatik Afrik, Abdul Hamid Wahid, dan Chusnul Muali. 2018. "Smart
Parenting Demokratis Dalam Membangun Karakter Anak”. Jurnal Pendidikan
Anak 4, no. 1: 1-16.
Sucipto, Sucipto, dan Nuril Huda. 2016. "Pola Bermain Anak Usia Dini di Era Gadget
Siswa Paud Mutiara Bunda Sukodono Sidoarjo". Fonema 3, no. 6 : 285-298.
T. M. Hudon, C. T. Fennell, dan M. Hoftyzer. 2013. “Quality not quantity of television
viewing is associated with bilingual toddlers’ vocabulary scores”. Infant Behav.
Dev., vol. 36, no. 2, pp. 245– 254.

Anda mungkin juga menyukai