A. INFORMASI UMUM
B. KOMPETENSI DASAR
C. Materi
1
2
menunjukan bahwa bahasa tersebut tidak saja dipakai di Sumatra, tetapi juga dipakai di Jawa.
Beberapa alasan lain yang mendorong dijadikannya bahasa Indonesia sebagai bahasa
kebangsaan adalah (1) bahasa Indonesia sudah merupakan lingua franca, yakni bahasa
perhubungan antaretnis di Indonesia, (2) walaupun jumlah penutur aslinya tidak sebanyak
penutur bahasa Jawa, Sunda, atau bahasa Madura, bahasa Melayu memiliki daerah
penyebaran yang sangat luas dan yang melampaui batas-batas wilayah bahasa lain, (3)
bahasa Melayu masih berkerabat dengan bahasa-bahasa nusantara lain sehingga tidak
dianggap sebagai bahasa asing lagi, (4) bahasa Melayu mempunyai sistem yang sederhana
sehingga relatif mudah dipelajari, (5) faktor psikologis, yaitu adanya kerelaan dan keinsafan
dari penutur bahasa Jawa dan Sunda, serta penutur bahasa-bahasa lain, untuk menerima
bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, dan (6) bahasa Melayu memiliki kesanggupan
untuk dapat dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
pelosok yang lain di tanah air dengan hanya memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai satu-
satunya alat komunikasi.
Selain fungsi-fungsi di atas, bahasa Indonesia juga harus berfungsi sebagai alat yang
memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan
bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan kebangsaan yang bulat. Di dalam fungsi
ini, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai-bagai suku bangsa itu mencapai keserasian
hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan
kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yang
bersangkutan. Lebih dari itu, dengan bahasa nasional itu, kita dapat meletakkan kepentingan
nasional jauh di atas kepentingan daerah atau golongan.
Pada bagian terdahulu, secara sepntas, sudah dikatakan bahwai dalam kedudukannya
sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: (1) bahasa resmi kenegaraan, 2)
bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, 3) alat perhubungan pada tingkat nasional untuk
kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, dan 4) Alat pengembangan
kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai di dalam segala upacara,
peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Termasuk ke
dalam kegiatan-kegiatan itu adalah penulisan dokumen dokumen yang dikeluarkan oleh
pemerintah dan badan-badan kenegaraan lainnya, serta pidato-pidato kenegaraan.
Pada fungsi kedua ini, bahasa Indonesia dijadikan sebagai pengantar di lembaga-
lembaga pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Meskipun lembaga-
lembaga pendidikan tersebut tersebar di daerah-daerah, mereka harus menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa pengantar. Memang ada pengecualian untuk kegiatan belajar-
mengajar di kelas-kelas rendah sekolah dasar di daerah-daerah. Mereka diizinkan
menggunakan bahasa daerah sebagai pengantar.
Di dalam hubungannya dengan fungsi ketiga di atas, yakni alat perhubungan pada
tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, bahasa
Indonesia dipakai bukan saja sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan
masyarakat luas, dan bukan saja sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarsuku,
melainkan juga sebagai alat perhubungan di dalam masyarakat yang sama latar belakang
sosial budaya dan bahasanya.
Sebagai alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, bahasa
Indonesia adalah satu-satunya alat yang memungkinkan kita membina dan mengembangkan
kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri,
yang membedakannya dari kebudayaan daerah. Pada waktu yang sama, bahasa Indonesia kita
pergunakan sebagai alat untuk menyatakan nilai-nilai social budaya nasional kita (Halim
dalam Arifin dan Tasai, 1995: 11-12).
3. Variasi Bahasa
Topik yang paling populer dan utama dalam sosiolinguistik adalah variasi bahasa.
Bahkan, berkembang pendapat bahwa sosiolinguistik adalah interdisipliner ilmu yang
menelaah variasi bahasa atau bahasa dalam masyarakat.
Variasi bahasa memang dipandang sebagai suatu fenomena kebahasaan yang
memiliki dua sisi. Dari sisi internal, variasi dianggap sebagai varian yang tidak memberikan
pengaruh atas struktur. Sementara itu, dari sisi lainnya yaitu sudut sosiolinguistik, variasi
sangat dicurigai karena selalu mengandung dan mengundang makna. Sebagai contoh, jika
ada tuturan /diberiken/, dalam kajian linguistik bentuk itu merupakan varian /diberikan/,
tetapi dari sudut linguistik akan diungkap kelompok (sosial) mana yang mengucapkan
/diberikan/ dan kelompok mana yang mengucapkan /diberiken/.
4
Selain sebagai fenomena yang memiliki dua matra, pembicaraan tentang variasi
menjadi lebih menarik lagi karena baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia,
dijumpai istilah-istilah yang tumpang tindih. Istilah-istilah tersebut, dalam bahasa Inggris
adalah variety, variation, register, dan style, sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah ragam
bahasa, variasi bahasa, langgam bahasa, dan sebagainya. Jika dalam sosiolinguistik
perbedaan (variasi) pengucapan, misalnya, perlu dicurigai maka perbedaan istilah apa lagi
jika digunakan secara tumpang-tindih, perlu dibenahi.
Relevan dengan uraian tersebut, dalam handout (ragangan) perkuliahan ini disajikan
hal-hal yang berkaitan dengan variasi bahasa. Hal-hal tersebut mencakup pembenahan istilah
yang terkait dengan topik variasi bahasa, pengertian, penyebab, dan jenis variasi bahasa.
dan lain-lain. Jadi, pembicaraan tentang variasi, ragam, langgam, dan laras hanya dikaitkan
dengan satu bahasa atau dalam satu bahasa, sedangkan jika membicarakan jenis bahasa
berati membicarakan tentang lebih dari satu bahasa atau antarbahasa.
perbedaan kelompok sosial disebut sosiolek, ragam bahasa yang disebabkan oleh perbedaan
waktu disebut kronolek, dan ragam bahasa yang disebabkan oleh perbedaan fungsi atau
situasi berbahasa disebut fungsiolek.
Kenyataan tentang adanya perbedaan ragam bahasa menarik perhatian pakar berbagai
bidang keilmuan sehingga secara khusus berkembang beberapa interdisipliner keilmuan.
Ragam-ragam bahasa yang disebabkan oleh perbedaan geografis dikaji dalam dialektologi
atau geografi linguistik.
Bagongan ternyata orang kebanyakan, maka mitratutur orang itu akan menertawakannya
karena dianggap aneh.
Basilek adalah ragam bahasa sosial yang dianggap sebagai ragam yang kurang
bergengsi atau dipandang rendah dibandingkan dengan ragam-ragam bahasa-sosial lainnya.
Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal ragam bahasa krama Ndesa karena ragam ini
digunakan oleh rakyat kebanyakan di desa-desa. Dilihat dari status sosial bahasa, basilek
ini lebih rendah dibandingkan dengan ragam Bagongan dan ragam sosial lainnya.
Vulgar adalah variasi sosial yang ciri-cirinya digunakan oleh kelompok yang
kurang terpelajar atau kurang berpendidikan. Pada zaman Romawi sampai pertengahan,
di Eropa, bahasa-bahasa Eropa dianggap bahasa vulgar karena golongan intelek
menggunakan bahasa Latin. Seseorang yang tidak menguasai bahasa Latin (lisan maupun
tulis) dianggap tidak atau kurang intelek.
Slang (cenderung dibaca sleng) adalah variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia.
Slang bersifat temporal, karena slang pada suatu saat akan dilupakan dan muncul slang
yang lain yang lebih baru. Jadi, ciri khas slang adalah bidang kosakata, bukan fonologis dan
gramatikal (morfologis dan sintaksis). Masyarakat Jawa memandang slang sebagai
"slengekan" yang artinya main-main atau tidak serius. Pemakai slang kebanyakan golongan
remaja atau praremaja. Mereka menggunakan slang untuk mengembangkan identitas diri
dan kelompok. Jadi, terlihat kompleksitas fungsi suatu ragam bahasa. Di satu sisi, slang
merupakan penyatu identitas kelompok (misalnya kelompok remaja tertentu di suatu
daerah tertentu), di sisi lain slang merupakan pewatas agar suatu kelompok tidak
diintervensi kelompok lain, misalnya kelompok orang tua.
Kolokial adalah akumulasi variasi bahasa yang dipergunakan dalam percakapan
sehari-hari. Kata kolokial berasal dari colloqium yang artinya percakapan atau konversasi.
Jadi, ragam kolokial tidak digunakan dalam bahasa tulis. Sebagai contoh, seorang remaja
putri bertanya kepada rekannya, "Ang kapatang pai shoping, ya?". Rekannya, menjawab
menggunakan ragam yang sama, "Yo, gua ka KFC!"
Jargon adalah akumulasi variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh
kelompok-kelompok sosial tertentu. Ungkapan-ungkapan dalam ragam jargon kurang
dipahami oleh kelompok luar namun tidak bersifat rahasia, umpamanya kelompok montir,
politikus, negarawan, dan sebagainya. Perbedaan antara jargon dengan laras lain, misalnya
laras politik, terletak pada kebakuan makna kata/istilah yang digunakan. Dalam laras,
kata/istilah memiliki makna yang tetap sesuai dengan bidang ilmu atau profesi. Dalam
jargon, kata/istilah, atau slogan cenderung tidak menetap, tergantung pada penguasa atau
otoritar kepemerintahan.
Argot adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas pada profesi tertentu dan
bersifat rahasia. Letak khusus argot pada kosakata. Contoh argot dalam masyarakat
Indonesia adalah bahasa kaum atau kelompok waria. Kelompok waria, misalnya di sekitar
Kota Padang menggunakan kosakata tertentu, misalnya benong yang berpadanan dengan
kata bahasa Indonesia baku istri atau bini, kata panasonik yang berpadanan dengan panas.
Ken (cant) adalah variasi sosial tertentu yang bernada memelas, dibuat-buat,
merengek-rengek, dan penuh dengan kepura-puraan. Biasanya digunakan oleh para
pengemis, seperti tercermin dalam ungkapan the cant of beggar (bahasa pengemis).
Selain variasi dan ragam bahasa di atas, Pateda (1987:52) mengungkapkan
beberapa variasi bahasa berdasarkan penutur yaitu glosolalia dan rol. Pateda juga
menekankan bahwa telaah variasi bahasa dari segi penutur hendaknya difokuskan pada
penutur, bukan tuturannya.
Glosolalia adalah variasi ujaran yang dituturkan ketika orang sedang kesurupan
(trance). Variasi bahasa ini lazim ditemukan pada bahasa dukun atau saman ketika bekerja,
misalnya mengobati orang sakit. Dalam kultur Mentawai (Siberut), misalnya, ternyata
11
glosolalia bersifat individual, tergantung pada sikerei atau dukun. Artinya, glosilalia tidak
seragam antardukun.
Rol adalah variasi bahasa yang dipergunakan seseorang ketika mengemban peran
tertentu dalam suatu komunikasi. Untuk membedakan kajian tentang rol dengan variasi
lain yang didasarkan atas kedudukan atau status dan profesi seseorang, dapat dibatasi
bahwa pengkajian tentang rol hanya dapat dikaitkan dengan pemeranan (dalam drama
atau seni pertunjukan lainnya yang menggunakan dialog). Jadi, rol adalah variasi bahasa
yang digunakan sesuai dengan pemaham-annya terhadap apa peran yang diemban ketika
orang itu komunikasi.
Variasi bahasa juga dapat disebabkan oleh perbedaan status sosial seseorang. Yang
dimaksidkan dengan status sosial, adalah tingkat kedudukan penutur dilihat dari status
sosial yang lazimnya dikaitkan dengan jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, kasta. Perbedaan
status sosial cenderung mengakibatkan perbedaan (1) penguasaan kosakata, (2) diksi, (3)
kosakata yang dihubungkan dengan aspek tertentu (kasar, dan sebagainya), dan (4) cara
pengungkapan.
Selain hal-hal di atas, perbedaan umur juga cenderung mengakibatkan adanya variasi
bahasa. Bahasa seorang anak berumur 5 tahun, 13 tahun, 17 tahun, dan seterusnya jelas
akan berbeda. Perbedaan itu mengakibatkan adanya variasi.
ditujukan kepada seseorang yang menguasai atau memiliki beberapa bahasa beserta ragam-
ragamnya. jadi, hanya dikenakan kepada dwibahasawan atau anekabahasawan
(multibahasawan).
Istilah reputations merujuk kepada pemilihan suatu bahasa karena faktor penilaian
terhadap suatu bahasa tersebut. Hal ini cenderung mengakibatkan alih kode, tetapi pemilihan
itu bukan didasarkan atas konteks atau situasi, melainkan berasarkan penilaiannya terhadap
bahasa.
Bahasa standar adalah bahasa yang memiliki stabilitas yang luwes dan b)
intelektualitas tinggi. Bahasa standar adalah bahasa yang terpelihara, baku, didayagunakan
dalam dunia pendidikan dan kebudayaan, serta perkembangannya ditangani oleh suatu
lembaga khusus.
Seperti diungkapkan sebelumnya, bahasa tulis adalah bahasa yang (1) dapat disimpan
dalam waktu relatif lama, (2) tidak bergantung pada penutur bahasa, maksudnya seorang
saja sudah dapat melaksanakannya, (3) pembaca dapat membaca berulang-ulang, (4) penulis
cenderung berhati-hati dalam memilih kata, isi, dan struktur lain, jadi dapat
dipertanggungjawabkan, (5) baik penulis maupun pembaca tidak diburu untuk melahirkan
kata dan kalimat dan pembaca tidak diburu untuk memahaminya.
Bahasa tutur sapa adalah bahasa sehari-hari dalam bertegur sapa. Bahasa ini
cenderung bersifat komunikatif dan digunakan oleh orang-orang yang sudah saling mengenal
atau merasa berasal dari kelompok (kultur) yang sama.
Ken adalah sejenis slang tetapi sengaja dibuat untuk merahasiakan sesuatu kepada
kelompok lain. Selain itu, ken juga merupakan variasi sosial tertentu yang bernada memelas,
dibuat-buat, merengek-rengek, dan penuh dengan kepura-puraan. Biasanya digunakan
oleh para pengemis, seperti tercermin dalam ungkapan the cant of beggar (bahasa
pengemis).
Jargon adalah bahasa (variasi) yang digunakan oleh kelompok tertentu namun tidak
bersifat rahasia. Jenis jargon yang sering digunakan di Indonesia adalah jargon politik, jargon
medis, dan sebagainya.
hakikat bahasa yang utama adalah lisan sedangkan bahasa tulis merupakan hasil
kodifikasi bunyi menjadi lambang bunyi beserta tata aturan grafis lainnya.
Seperti diungkapkan di atas, ciri-ciri ragam bahasa lisan berbeda dengan ciri-ciri
ragam bahasa tulis. Ragam bahasa lisan dibangun oleh unsur-unsur bahasa lisan yang
meliputi lafal (pengucapan), tata bahasa (yang meliputi kosakata/istilah, bentuk/pilihan
kata, kalimat, paragraf, dan wacana), serta alat-alat bantu komunikasi lainnya yang meliputi
isyarat, gerak tubuh, dan intonasi. Dengan kata lain, alat-alat bantu komunikasi tersebut
berbentuk unsur nonbahasa. Sementara itu, bahasa tulis dibangun oleh unsur-unsur bahasa
tulis yang meliputi ejaan dan tata bahasa.
D. RANGKUMAN
Perkembangan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia bukanlah perkembangan
yang singkat dan sederhana. Banyak hal yang mempengaruhi hingg akhirnya bahasa Melayu
diterima dan dimodernisasi menjadi bahasa Indonesia.
Sebagai bahasa resmi dan kenegaraan, bahasa Indonesia memiliki fungsi yang penting
dan mendasar. Secara umum, praktik penyelenggaraan kenegaraan dan kemasyarakatan dapat
dilaksanakan berkat adanya bahasa Indonesia. Selain itu, bahasa Indonesia adalah bahasa
resmi yang digunakan dalam situasi formal termasuk proses pembelajaran.
Berdasarkan pelacakan makna dan pemakaian kata-kata variasi, ragam, dan
langgam, disimpulkan tiga hal. Pertama, kata variasi dalam bahasa Indonesia meru-pakan
padanan kata variation dalam bahasa Inggris yang artinya ujud berbagai (pelbagai)
manifestasi bersyarat maupun tak bersyarat dari suatu satuan (mungkin fonem, morfem,
maupun sintaksis) yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dapat dikaitkan dengan
faktor eksternal seperti daerah geografis maupun kelompok sosial. Kedua, kata ragam
dalam bahasa Indonesia merupakan padanan kata variety dalam bahasa Inggris yang artinya
akumulasi ujud pelbagai manifestasi bersyarat maupun tak bersyarat dari suatu satuan
(mungkin fonem, morfem, maupun sintaksis) yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan
dapat dikaitkan dengan faktor eksternal seperti daerah geografis maupun kelompok sosial.
Ketiga, kata style dalam bahasa Inggris lebih tepat diindonesiakan menjadi langgam dalam
bahasa Indonesia, yang artinya ragam bahasa dalam masyarakat Indonesia yang mengenal
undhak-usuk (tata krama) tertentu dalam berbahasa yang disebabkan oleh konteks
komunikasi terutama mitra tutur dan topik, misalnya dalam masyarakat Jawa, Sunda, dan
Minangkabau.
Selain tiga simpulan di atas, dapat disimpulkan bahwa kata register dalam bahasa
Inggris diindonesiakan menjadi laras bahasa, yaiu ragam bahasa (yang di dalamnya
memiliki ciri variasi yang khas pula) yang dikaitkan dengan bidang kerja atau profesi dan
bidang keilmuan tertentu. Sebagai contoh, kata atau istilah morfo-logi dalam laras
kebahasaan berkaitan dengan ilmu tentang morfem sedangkan da-lam laras geologi
berkaitan dengan ilmu tentang tekstur tanah. Kata jenis, misalnya jenis bahasa mengacu
pada bahasa dalam pengertian umum, misalnya bahasa Inggris, bahasa Indonesia, bahasa
pertama, bahasa asing, bahasa kedua, dan lain-lain. Jadi, pembicaraan tentang variasi,
ragam, langgam, dan laras hanya dikaitkan dengan satu bahasa atau dalam satu bahasa,
sedangkan jika membicarakan jenis bahasa berati membicarakan tentang lebih dari satu
bahasa atau antarbahasa.
Pandangan para pakar tentang sumber pencetus variasi bahasa cenderung beragam.
Keberagaman itu disebabkan oleh perbedaan sudut pandang antarpakar dalam menelaah
variasi bahasa. Nababan, misalnya, menyatakan bahwa sumber variasi bahasa adalah (1)
perbedaan daerah, (2) kelompok sosial, (3) situasi berbahasa atau tingkat formalitas, dan
(4) waktu. Sementara itu, Chaer dan Leonie mengungkapkan dua pandangan tentang adanya
variasi. Pertama, variasi itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa
14
itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Kedua, variasi atau ragam bahasa itu sudah ada
untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang
beraneka ragam atau bervariasi. Jadi, tidak ada variasi ragam yang dapat digunakan untuk
memenuhi seluruh kebutuhan komunikasi suatu masyarakat.
Dalam linguistik umum juga diakui adanya variasi bahasa. Penyebab adanya variasi
bahasa itu dalam pandangan linguistik umum dikelompokkan menjadi dua, yaitu (a) variasi
internal atau variasi sistemik dan (b) variasi eksternal atau variasi ekstrasistemik. Variasi
bahasa yang disebabkan oleh faktor internal adalah variasi yang muncul yang disebabkan
oleh lingkungan kebahasaan (linguistic environment). Variasi bahasa juga dilatarbelakangi
oleh perbedaan faktor-faktor eksternal, misalnya daerah, kelompok sosial, situasi, dan
waktu. Jadi, variasi itu berkembang karena faktor-faktor di luar sistem bahasa itu sendiri.
E. TUGAS
Tolong cermati tugas berikut karena akan digunakan sebagai materi untuk pertemuan
pembelajaran ke-2.
1) Guntinglah artikel atau berita di koran daerah (SKH Haluan, Singgalang, dll), bukan
koran nasional (seperti Kompas).
2) Cermati penggunaan kata (diksi), temukan apakah masih ada bahasa lokal (daerah) dalam
teks yang digunting tersebut.
3) Untuk kelanjutannya, cermati penggunaan ejaannya (EBI). Tandai penerapan EBI yang
salah, misalnya penulisan huruf, angka, dan pemakaian tanda baca.
4) Bawalah tugas tersebut pada pertemuan ke-2.
5) Terima kasih
F. KEPUSTAKAAN