Anda di halaman 1dari 8

A.

Konsep Penyakit Stroke Pada Lansia


1. Pengertian
WHO mendefinisikan stroke sebagai gangguan fungsional otak fokal maupun
global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam akibat gangguan
aliran darah ke otak. Stroke sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota
gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan yang
lain sebagai akibat gangguan fungsi otak. Sedangkan Black dan Hawks (2005)
mengatakan bahwa stroke adalah perubahan neorulogis yang diakibatkan oleh interupsi
aliran darah menuju kebagian–bagian otak tertentu. Stroke atau gangguan peredaran
darah otak (GPDO) merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus
segera ditangani dengan cepat dan tepat.
Dari semua defenisi di atas secara singkat dapat disimpulkan bahwa stroke adalah
perubahan pada beberapa fungsi neurologis yang ringan sampai berat yang diakibatkan
oleh gangguan pembuluh darah otak. Gangguan diluar penyebab ini tidak dapat
diklasifikasikan sebagai stroke.
2. Etiologi
Menurut Muttaqin (2008), penyebab stroke terdiri dari:
a. Trombosis Serebral
Trombosis terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya. Trombosis dapat terjadi akibat aterosklerosis, hiperkoagulasi pada
polisitemia, arteristis (radang pada arteri) dan emboli.
b. Hemoragi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk dalam perdarahan dalam ruang
subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi akibat
adanya aterosklerosis dan hipertensi.
c. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah hipertensi yang
parah, henti jantung-paru, dan curah jantung yang turun akibat aritmia.
d. Hipoksia Setempat
Terdapat beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat seperti
spasme arteri serebral yang disertai dengan subaraknoid dan vasokontriksi dari arteri
cerebri disertai sakit kepala (migrain).
3. Klasifikasi
Secara umum stroke dapat terbagi atas dua bagian yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Stroke dapat diklasifikasikan dengan beberapa jenis dari kedua bagian besar
stroke tersebut yaitu :
a. Stroke Iskemik
Stroke iskemik secara patofisiologis adalah kematian jaringan otak karena pasokan
darah yang tidak mencukupi. Stroke iskemik disebabkan oleh penggumpalan darah.
Penyebab utamanya adalah aterosklerosis pembuluh darah di leher dan kepala. Stroke
iskemik terdiri dari :
1) Stroke Iskemik Trombotik: Stroke jenis ini terjadi karena adanya penggumpalan
pada pembuluh darah ke otak. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan
indikator penyakit aterosklerosis.
2) Stroke Iskemik Embolik: Terjadi tidak dipembuluh darah otak, melainkan ditempat
lain, seperti jantung. Penggumpalan darah terjadi dijantung, sehingga darah tidak
bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.
3) TIA (Transient Ischemic Attack): Serangan iskemik sementara. Gejalanya mirip
stroke, tapi hanya terjadi dalam beberapa menit. Tidak sampai berjam- jam.
Gejalanya antara lain: wajah pucat, tangan atau kaki – kanan atau kiri- lumpuh.
Vertigo (sakit kepala) juga menjadi salah satu gejala, juga disfagia (sulit
menelan), lemahnya kedua kaki, mual, dan ataksia (jalan sempoyongan).
b. Stroke Hemoragik
Adalah jenis stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah diotak atau
pembuluh darah otak yang bocor. Hal ini bisa terjadi karena tekanan darah ke otak
tiba-tiba meninggi, sehingga menekan pembuluh darah. Stroke hemoragik terdiri dari:
1) Stroke Hemoragik Intraserebral: Pada kasus ini, sebagian besar orang yang
mengalaminya bisa menderita lumpuh dan susah diobati. Pada stroke jenis ini
pendarahan terjadi didalam otak. Biasanya mengenai basal ganglia, otak kecil,
batang otak, dan otak besar. Jika yang terkena didaerah thalamus, sering
penderitanya sulit dapat ditolong meskipun dilakukan tindakan operatif untuk
mengevakuasi perdarahannya.
2) Stroke Hemoragik Subaraknoid: Memiliki kesamaan dengan stroke hemoragik
intraserebral, yang membedakannya adalah stroke ini dipembuluh darah diluar
otak tetapi masih didaerah kepala, seperti di selaput otak bagian bawah otak.
Meski tidak didalam otak, perdarahan itu bisa menekan otak. Hal ini terjadi akibat
adanya aneurisma yang pecah atau AVM (arteriovenous malformation).
4. Penatalaksanaan
a. Terapi Farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi yang bisa dilakukan untuk pasien stroke yaitu
pemberian cairan hipertonis jika terjadi peninggian tekanan intra kranial akut tanpa
kerusakan sawar darah otak (Blood-brain Barrier), diuretika (asetazolamid atau
furosemid) yang akan menekan produksi cairan serebrospinal, dan steroid
(deksametason, prednison, dan metilprednisolon) yang dikatakan dapat mengurangi
produksi cairan serebrospinal dan mempunyai efek langsung pada sel endotel.
Pilihan pengobatan stroke dengan menggunakan obat yang biasa direkomendasi
untuk penderita stroke iskemik yaitu tissue plasminogen activator (tPA) yang
diberikan melalui intravena. Fungsi tPA ini yaitu melarutkan bekuan darah dan
meningkatkan aliran darah ke bagian otak yang kekurangan aliran darah.
Penatalaksanaan farmakologi lainnnya yang dapat digunakan untuk pasien stroke
yaitu aspirin. Pemberian aspirin telah menunjukkan dapat menurunkan risiko
terjadinya early recurrent ischemic stroke (stroke iskemik berulang), tidak adanya
risiko utama dari komplikasi hemoragik awal, dan meningkatkan hasil terapi jangka
panjang (sampai dengan 6 bulan tindakan lanjutan). Pemberian aspirin harus
diberikan paling cepat 24 jam setelah terapi trombolitik. Pasien yang tidak menerima
trombolisis, penggunaan aspirin harus dimulai dengan segera dalam 48 jam dari onset
gejala.
b. Tindakan Bedah
Penatalaksanaan stroke yang bisa dilakukan yaitu dengan pengobatan
pembedahan yang tujuan utamanya yaitu memperbaiki aliran darah serebri contohnya
endosterektomi karotis (membentuk kembali arteri karotis), revaskularisasi, dan ligasi
arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma. Prosedur carotid
endarterectomy/ endosterektomi karotis pada semua pasien harus dilakukan segera
ketika kondisi pasien stabil dan sesuai untuk dilakukannya proses pembedahan.
Waktu ideal dilakukan tindakan 19 pembedahan ini yaitu dalam waktu dua minggu
dari kejadian.
Tindakan bedah lainnya yaitu decompressive surgery. Tindakan ini dilakukan
untuk menghilangkan haematoma dan meringankan atau menurunkan tekanan intra
kranial. Tindakan ini menunjukkan peningkatan hasil pada beberapa kasus, terutama
untuk stroke pada lokasi tertentu (contohnya cerebellum) dan atau pada pasien stroke
yang lebih muda (< 60 tahun).
c. Penatalaksanaan medis lain
Penatalaksanaan medis lainnya menurut PERDOSSI (2011) terdiri dari rehabilitasi,
terapi psikologi jika pasien gelisah, pemantauan kadar glukosa darah, pemberian anti
muntah dan analgesik sesuai indikasi, pemberian H2 antagonis jika ada indikasi
perdarahan lambung, mobilisasi bertahap ketika kondisi hemodinamik dan
pernapasan stabil, pengosongan kandung kemih yang penuh dengan katerisasi
intermitten, dan discharge planning.
Tindakan lainnya untuk mengontrol peninggian tekanan intra kranial dalam 24
jam pertama yaitu bisa dilakukan tindakan hiperventilasi. Pasien stroke juga bisa
dilakukan terapi hiportermi yaitu melakukan penurunan suhu 30-34ºC. Terapi
hipotermi akan menurunkan tekanan darah dan metabolisme otak, mencegah dan
mengurangi edema otak, serta menurunkan tekanan intra kranial sampai hampir 50%,
tetapi hipotermi berisiko terjadinya aritmia dan fibrilasi ventrikel bila suhu di 20
bawah 30ºC, hiperviskositas, stress ulcer, dan daya tahan tubuh terhadap infeksi
menurun.
d. Tindakan Keperawatan
Perawat merupakan salah satu dari tim multidisipliner yang mempunyai peran
penting dalam tindakan pengobatan pasien stroke ketika dalam masa perawatan pasca
stroke. Tujuan dari perawatan pasca stroke sendiri yaitu untuk meningkatkan
kemampuan fungsional pasien yang dapat membantu pasien menjadi mandiri secepat
mungkin, untuk mencegah terjadinya komplikasi, untuk mencegah terjadinya stroke
berulang, dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Perawatan pasca stroke berfokus
kepada kebutuhan holistik dari pasien dan keluarga yang meliputi perawatan fisik,
psikologi, emosional, kognitif, spritual, dan sosial.
Perawat berperan memberikan pelayanan keperawatan pasca stroke seperti
mengkaji kebutuhan pasien dan keluarga untuk discharge planning; menyediakan
informasi dan latihan untuk keluarga terkait perawatan pasien di rumah seperti
manajemen dysphagia, manajemen nutrisi, manajemen latihan dan gerak, dan
manajemen pengendalian diri; kemudian perawat juga memfasilitasi pasien dan
keluarga untuk mendapatkan pelayanan rehabilitasi; dan memberikan dukungan
emosional kepada pasien dan keluarga.
5. Dampak
Gejala stroke yang muncul sangat tergantung pada bagian otak yang terganggu.
Otak manusia terdiri dari otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum), dan batang otak.
Otak besar terdiri atas bagian besar yang disebut hemisfer, yaitu hemisfer kanan dan
hemisfer kiri. Fungsi bagian tubuh sebelah kanan dikendalikan oleh hemisfer kiri dan
fungsi bagian tubuh bagian kiri dikendalikan oleh hemisfer kanan.
Tabel 1. Klasifikasi otak berdasarkan fungsinya (Sherwood, 2001):

No Bagian otak Fungsi Dampak stroke


1 Lobus frontal Gerakan, Kelumpuhan,
pengambilan kelemahan anggota
keputusan, pembauan gerak (hemiplegia),
disartria
2 Lobus temporal Pendengaran, Gangguan
memori, emosi pendengaran,
dimensia, marah
3 Lobus parietal Rasa kulit, Gangguan sensori,
pemahaman bahasa aphasia
4 Lobus occipitas Penglihatan Gangguan pada bola
mata
5 Cerebellum(otak Keseimbangan dan Gangguan
kecil) koordinasi keseimbangan,
inkontinensia
6 Batang otak Menelan, Kematian,
pernapasan, dan kelumpuhan, disfagia
fungsi vital
a. Kecacatan akibat stroke
Kecacatan pasca-stroke pada umumnya dinilai dengan kemampuan pasien untuk
melanjutkan fungsinya kembali sebelum sakit dan kemampuan pasien untuk mandiri.
Salah satu skala ukur yang paling sering dipakai untuk pasien menggambarkan
kecacatan akibat stroke adalah skala Rankin.
Tabel 2. Klasifikasi cacat stroke menurut Skala Rankin

No Klasifikasi Kriteria
1 Tidak ada disabilitas Dapat melakukan tugas
yang signifikan harian seperti biasa
2 Disabiitas ringan Tidak dapat melakukan
beberapa aktivitas
seperti sebelum sakit,
namun dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri
tanpa bantuan
3 Disabilitas sedang Memerlukan sedikit
bantuan tetapi dapat
berjalan tanpa bantuan
4 Disabilitas sedang-berat Tidak dapat berjalan
tanpa bantuan dan tidak
dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri
tanpa bantuan
5 Disabilitas berat Ditempat tidur bedrest,
inkontinensia,
memerlukan perawatan
dan perhatian

b. Letak Kelumpuhan Akibat Serangan Stroke


1) Kelumpuhan sebelah kiri (Hemiparesis Sinistra)
Kerusakan pada sisi sebelah kanan otak yang menyebabkan kelemahan
tubuh bagian kiri. Pasien dengan kelumpuhan sebelah kiri sering memperlihatkan
ketidakmampuan persepsi visuomotor, kehilangan memori visual dan
mengabaikan sisi kiri. Penderita mamberikan perhatian hanya kepada sesuatu
yang berada dalam lapang pandang yang dapat dilihat.
2) Kelumpuhan sebelah kanan (Hemiparesis Dextra)
Kerusakan pada sisi sebelah kiri otak yang menyebabkan kelemahan atau
kelumpuhan tubuh bagian kanan. Penderita ini biasanya mempunyai kekurangan
dalam kemampuan komunikasi verbal. Namun persepsi dan memori
visuomotornya sangat baik, sehingga dalam melatih perilaku tertentu harus
dengan cermat diperhatikan tahap demi tahap secara visual. Dalam komunikasi
kita harus lebih banyak menggunakan body language (bahasa tubuh).
3) Kelumpuhan kedua sisi (Paraparesis)
Karena adanya sclerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi
pada dua sisi yang mengakibatkan kelumpuhan satu sisi dan di ikuti satu sisi lain.
Timbul gangguan pseudobulbar (biasanya hanya pada vaskuler) dengan tanda-
tanda hemiplegic dupleks, sukar menelan, sukar berbicara dan juga
mengakibatkan kedua kaki sulit untuk digerakkan dan mengalami hiperaduksi.
Setelah stroke, sel otak mati dan hematom yang terbentuk akan diserap
kembali secara bertahap. Proses alami ini selesai dalam waktu 3 bulan. Pada saat
itu, 1/3 orang yang selamat menjadi tergantung dan mungkin mengalami
komplikasi yang dapat menyebabkan kematian atau cacat. Hanya 10-15 %
penderita stroke bisa kembali hidup normal seperti sedia kala, sisanya mengalami
cacat, sehingga banyak penderita stroke menderita stress akibat kecacatan yang
ditimbulkan setelah diserang stroke.
DAFTAR PUSTAKA

Affandi, I.G. & Reggy, P. 2016. Pengelolaan Tekanan Tinggi Intrakranial pada Stroke. CDK-
238. Vol. 43, No. 3 (Hlm. 180-184).
Black,J.M., dan Hawks,J.H. 2005. Medical Surgical Nursing. New York. Elsevier.
Firmawati, E. (2015). Abstract Post Stroke Nursing Care [Abstrak]. One Day Seminar: Stroke,
119-120.
Harsono. 2006. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada Press.
Lumbantobing S.M. 2004. Neurogeriatri. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Markam, Soemarmo, (2002). Buku Saku: Neurologi \Praktis. Jakarta: Widya Medika.
Muttaqin, Arif 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta :Penerbit Salemba Medika.
National Medicines Information Centre. 2011. The Management of Stroke. Management of
Stroke Bulletin. Vol. 17. No. 3.
National Stroke Association. 2016. Post-Stroke Conditions. Diakses tanggal 17 Juni 2016 dari
http://www.stroke.org/we-can-help/survivors/strokerecovery/post-stroke-conditions
Organisation WH. WHO: Stroke, Cerebrovascular accident. Stroke. Diakses pada 17 Maret 2020
http://www.who.int/topics/cerebrovascular_accident/en/index.html.
PERDOSSI. 2011. Guideline Stroke Tahun 2011. Jakarta: PERDOSSI
Pinzon, R, Asanti, L, 2010. Awas Stroke! Pengertian, gejala, tindakan, perawatan & pencegahan.
Yogyakarta: CV. Andi offset.
Scottich Intercollegiate Guidelines Network. (2008). Management of Patients with Stroke or
TIA: Assesment, Investigation, Immediate Management and Secondary Prevention A
National Clinical Guideline. http://www.sign.ac.uk
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai