Anda di halaman 1dari 8

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena
atas berkat dan limpahan rahmat-NYA lah maka saya dapat menyelesaikan tugas
makalah ini dengan tepat waktu.
Berikut ini saya mempersembahkan sebuah makalah dengan judul
“PENCEMARAN LINGKUNGAN DI KALIMANTAN TENGAH AKIBAT
PENGGUNAAN MERKURI PADA PENAMBANGAN EMAS ILEGAL”, semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita. Melalui kata pengantar
ini saya lebih dahulu meminta maaf bila mana isi makalah ada kekurangan dan ada
penempatan kata-kata yang kurang teapt atau menyinggung perasaan pembaca.
Dengan ini, saya persembahkan sebuah makalah dengan penuh rasa terima
kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan
manfaat bagi para pembaca.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................….iii

BAB I PENDAHULUAN
......................................................................................................................................
1
A. Latar Belakang
1
B. Identifikasi Masalah
3
C. Batasan Masalah
4
D. Rumusan Masalah
4
E. Tujuan Penelitian
4
F. Manfaat Penelitian
4

iii
iv
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Emas merupakan logam mulia yang bernilai tinggi, sehingga tidak heran
apabila masyarakat untuk memperolehnya memerlukan pengorbanan yang tidak
sedikit. Namun, sangat disayangkan banyak usaha penambangan emas tidak
memperhatikan permasalahan lingkungan hidup yang akan muncul akibat
kegiatan tersebut, dan perlu dipertanyakan apakah pertambangan rakyat ini
merupakan hal yang baik atau tidak. Karena banyak dampak yang ditimbulkan
terhadap lingkungan maupun generasi kita dimasa yang akan datang apabila
tidak ditangani dengan serius.
Di Kota Palangka Raya penambangan emas dilakukan di Sungai Takaras
yang dimulai sejak tahun 2002, merupakan penambangan emas berskala kecil
yang dilakukan tanpa seijin Pemerintah Kota Palangka Raya. Hal ini yang perlu
ditangani secara terpadu karena penambangan emas ini dilakukan oleh
masyarakat dengan teknologi yang tidak ramah lingkungan yaitu menggunakan
mesin sedot atau mesin semprot dan menggunakan air raksa (merkuri) yang
limbahnya langsung dibuang ke sungai. Sehingga dapat menimbulkan bencana
bagi kita sekarang maupun bagi anak cucu kita dimasa yang akan datang.
Dampak dari penambangan liar tersebut menyebabkan erosi seluas 4.320
m2/hr, jumlah sedimentasi sedalam 12.960 m3/hr. Musnahnya pepohonan atau
hutan dipinggir sungai Takaras dalam radius 100 m. Dalam waktu 2 tahun
kemungkinan sungai tersebut tidak bisa dilewati sarana transportasi air. Begitu
juga dampak merkuri yang sudah mencemari sungai-sungai di Palangkara Raya
yang meracuni manusia lewat air minum, bahan makanan, pernafasan dan lewat
pori-pori tubuh.

1
Suku Dayak akan terancam punah jika masalah pencemaran lingkungan
tidak segera diantisipasi sejak dini, Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan
mendasar. Kekhawatiran ini  berdasarkan fakta setiap tahun paling sedikit 10
ton air raksa dibuang secara sembarangan, baik di sungai maupun di daratan
sebagai akibat dari tak terkendalinya penggunaan air raksa dalam penambangan
emas oleh rakyat. Penambang itu beroperasi di alur 11 sungai besar di
Kalimantan Tengah, dan mereka membuang limbah air raksa ke sungai-sungai
tersebut. Selama ini Bappeda dan pemerhati lingkungan di Kalimantan Tengah
selalu mengingatkan bahwa tingkat pencemaran air raksa sudah pada titik
ambang batas toleransi kesehatan. Artinya, sudah pada titik yang dapat
mengancam jiwa manusia dan makhluk hidup lainnya.
Sepintas, air raksa hanya mengancam para penambang, tetapi sesungguhnya
pencemaran air raksa sudah mengancam kehidupan 1,8 juta jiwa penduduk
Kalimantan Tengah. Air dari kawasan Ampalit mengalir ke Daerah Alur Sungai
(DAS) Mentaya dan Katingan. Sejak dulu air 11 sungai yang membelah
provinsi seluas 153.560 km2 itu masih merupakan sumber air utama penduduk
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi kegiatan penambang tidak
hanya di daratan. Ratusan ribu penambang lainnya kini masih beroperasi di
alur    11 sungai besar di Kalimantan Tengah. Lebih parah lagi, penambang di
sungai umumnya membuang air raksa bekas peleburan langsung ke sungai.
Dan yang lebih mengkhawatirkan lagi, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
mengambil bahan baku dari air sungai yang ada. Meski pihak PDAM Palangka
Raya menjamin kualitas air yang disuplai ke konsumen bebas dari
pencemaran ,tetapi jaminan itu tetap tidak melegakan masyarakat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menginformasikan, enam orang setiap
menit mengalami keracunan. Bahkan, menurut Badan Litbang Departemen
Kesehatan RI, sejak tahun 1973 diketahui 632 kasus keracunan akut dengan
angka kematian 0-100 persen. Sulit membayangkan dalam kehidupan sehari-

2
hari saja, sudah dikelilingi racun. Sekarang muncul ancaman baru bahaya dari
pencemaran air raksa.
Kekhawatiran bahwa Suku Dayak akan punah akibat
pencemaran lingkungan oleh air raksa lebih meyakinkan. Tetapi, sesungguhnya,
persoalan pencemaran air raksa tidak hanya mengancam etnis yang menghuni
Pulau Kalimantan itu. Melainkan akan melibatkan seluruh makhluk hidup
dipulau tersebut. Meski tanpa melalui penelitian secara medis, namun beberapa
kasus penyakit sudah menimpa masyarakat yang bermukim di tepian Sungai
Kahayan. Seperti kasus meninggalnya secara mendadak seorang penambang
ketika sedang tidur, mayat korban tampak membiru dan kehitaman. Padahal
menurut keluarganya, korban sebelumnya terlihat sehat dan tanpa ada keluhan
kesehatan. Ciri-ciri peristiwa pencemaran air raksa di Jepang yang terkenal
dengan kasus Minamata, sepertinya sudah ada tanda-tandanya akan terjadi di
Kalimantan Tengah. Karena itu, pemasaran dan penggunaan air raksa secara
bebas harus segera dihentikan. Jika tidak, Kalimantan Tengah akan menjadi
daerah yang paling rentan mengulang peristiwa besar Minamata.

B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang tersebut diatas, maka permasalahan yang ditemukan sebagai
berikut :
1. Kegiatan penambang emas tanpa izin masih marak di Kalteng yang
menyebabkan erosi dan pencemaran lingkungan.
2. Penambang illegal menggunakan bahan kimia yaitu merkuri (Hg) sebagai
bahan dalam pengolahan emas dan limbahnya langsung di buang ke sungai
atau daratan sehingga mencemari lingkungan dan membahayakan makhluk
hidup.

3
C. Batasan Masalah
Pada penelitian ini penulis hanya ingin menfokuskan permasalahan
lingkungan akibat dari penggunaan merkuri yang tidak terkendali pada
penambangan emas oleh rakyat secara illegal di Kalimantan Tengah.

D. Rumusan Masalah
1. Apa dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat aktivitas penambangan
emas illegal di Kalimantan Tengah.
2. Apa solusi yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan
lingkungan akibat pencemaran merkuri(raksa) dari aktivitas penambangan
illegal di Kalimantan Tengah.

E. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui dampak dari penambangan emas illegal yang
menggunakan merkuri saat pengolahannya dan langkah serta solusi seperti apa
yang harus diambil untuk mengatasi hal tersebut.

F. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pemerintah Daerah
Dapat memberi informasi dan juga sebagai pertimbangan dalam
mengambil langkah atau tindakan untuk mengatasi penambangan emas
illegal di Kalimantan Tengah.
2. Pengusaha.
Sebagai bahan informasi kepada pengusaha PETI (Pengembangan Emas
Tanpa Izin) dalam mengambil kebijakan pengaturan manajemen
lingkungan khususnya dalam proses pengelolaan biji emas dengan
menggunakan bahan merkuri (raksa).

4
3. Bagi Penambang Emas dan Masyarakat.
Menambah pengetahuan bagi penambang dan masyarakat dalam upaya
melindungi dan mencegah gangguan kesehatan akibat adanya pencemaran
merkuri (Hg) di wilayah penambangan emas tersebut.

Anda mungkin juga menyukai