Anda di halaman 1dari 16

Hadits Rasulullah Tentang Tingkah Laku Tercelah

(Buruk sangka, ghibah dan buhtan, dan larangan berlaku boros)

Makalah di presentasikan pada mata kuliah materi Hadits Tarbawy Program Studi
Pendidikan Agama Islam semester II Lokal A

Dosen pengampu : Marzani, SPd.I, M.Pd.I

Oleh:

Kelompok 5:

Abdul rohim

Nurhayati sinaga

Srian sapita

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI)

NUSANTARA BATANGHARI

2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Alhamdulillah kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Karena berkat
rahmat taufiq, dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Hadits Rasulullah Tentang Perilaku Tercelah”. Shalawat dan salam
senantiasa tetap tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW karena beliau-
Lah yang mampu mengubah dunia dari zaman kegelapan menuju zaman yang
terang benderang yakni agama islam.

Makalah ini disusun dan diuraikan secara efektif dengan landasan pengetahuan
yang diambil dari beberapa sumber untuk menambahkan wawasan, pengetahuan
serta pengalaman bagi kita semua.

Kiranya makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan, oleh karena itu kami
menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi memperbaiki isi dari
makalah ini, saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita
bersama.

Wassalamualaikum wr.wb

Muarabulian, 17 maret 2020

Kelompok

i
DAFTAR ISI

ii
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadits sebagai sumber huku Islam yang kedua setelah Al-Quran. Hadits
mempunyai fungsi sebagai penguat atas dalil-dalil yang terdapat dalam Al-
Quran dan atas ayat-ayat yang bersifat mujmal. Hadits mempunyai peranan
penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia sebagai pedoman dan
petunjuk hidup disamping berpedoman pada Al-Quran.
Pada makalah ini akan membaha tentang “Hadits Rasulullah tentang tingkah
laku yang tercelah, anatar lain buruk sangka, ghibah dan buhtan, dan
larangan berlaku boros.

B. Rumusan Masalah
a. Apa itu buruk sangka
b. Apa itu ghibah dan buhtan
c. Apa itu larangan berlaku boros

1
PEMBAHASAN

A. Buruk sangka
Buruk sangka adalah menyangka seseorang berbuat kejelekan atau
menganggap jelek tanpa adanya sebab-sebab yang jelas yang memperkuat
sangkaannya. Perbuatan seperti itu sangat dilarang oleh Allah SWT. Orang
yang melakukannya berarti telah berbuat dosa sebagaimana dinyatakan oleh
Al-quran surat Al-Hujurat:12.

Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari prasangka buruk,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa...” 1

Buruk sangka dinyatakan oleh nabi Muhammad SAW, sebagai


sedusta-dustanya ucapan. Orang yang telah berburuk sangka terhadap orang
lain berarti telah menganggap jelek kepadanya padahal ia tidak memiliki
dasar sama sekali. Buruk sangka biasanya berasal dari diri sendiri. Hal itu
sangat berbahaya karena akan menganggu hubungannya dengan orang yang
dituduh jelek, padahal belum tentu orang tersebut sejelek prasangkaannnya.
Itulah sebabnya, berburuk sangka sangat berbahaya bahkan sebagian ulama
berpendapat bahwa buruk sangka lebih berbahaya dari pada berbohong.

Rasulullah SAW. Bersabda

Artinya:
“Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah SAW. Bersabda, berhati-hatilah kalian
dari buruk sangka sebab buruk sangka itu sedusta-dusta cerita(berita)...
(H.R. Imam Bukhari)

1
Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’i, M.A. 2000. Al-Hadis. Bandung: CV Pustaka Setia.
hlm. 183&181

2
3

B. Ghibah dan Buhtan


Ghibah adalah menceritakan kejelekan orang yang apabila orang
tersebut mendengarkannya ia tidak akan suka meskipun hal itu benar,
sedangkan menceritakan sesuatu yang tidak sebenarnya dikategorikan
sebagai kebohongan2. Apapun yang kau bincangkan mengenai cacat fisik,
asal usul silsilah, tingkah laku, akhlak, keyakinan atau bahkan pakaian, rumah
atau kendaraannya.
Allah memerintahkan kita untuk tidak bergunjing diantara sesama,
karena hal itu serupa dengan memakan bangkai saudara sendiri
perumpamaan ini menunjukkan betapa menjijikkannya dosa tersebut
sebagaimana firman Allah Q.S.Al-hujurat:12

Artinya:
“...dan janganlah ada diantara kamu yang menggunjing sebagian yang lain.
Apakah ada diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang
sudah mati? Tentu kamu merasa jijik...”

Artinya:
“Abu Hurairah r.a berkata, Rasulullah SAW. Bersabda, “taukah kamu apakah
gibah itu?” Jawab sahabat, “Allah dan Rasulullah yang lebih mengetahui.
Nabi bersabda, yaitu menyebut saudaramu dengan apa yang tidak
disukainya. Beliau ditanya, “bagaimanakah pendapat engkau kalau itu
memang kejadian sebenarnya ada padanya? Jawab Nabi. Kalau memang
sebenarnya begitu, itulah yang disebut ghibah. Akan tetapi, jikalau menyebut
apa-apa yang tidak sebenarnya, berarti kamu telah menuduhnya dengan
kebohongan. (H.R. IMAM MUSLIM)

2
Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’i, M.A. 2000. Al-Hadis. Bandung: CV Pustaka Setia.hlm.
189&190
4

Jika kabar mengenai pergunjingan sampai kepada pihak yang


digunjingkan, sang penyebar gosip harus meminta maaf kepada yang
bersangkutan, dan mengungkapkan penyesalan karena menghantarkan
kabar tak sedap tersebut.3
Bentuk lain dari ghibab adalah tulisan, sebab pena adalah lidah kedua.
Hal ini terjadi ketika seseorang lewat tulisannya menceritakan orang lain
walaupun ia mengungkapkan kebenaran. Ini termasuk ghibah dan dia disebut
mughtab, penggunjing.

Sebenanya, tidak semua ghibah itu dilarang. Ada beberapa ghibah yang
diperbolehkan karena yang bertujuan untuk kemaslahatan atau karena
karena terpaksa mengutarakannya, antara lain sebagai berikut:
1. Keluhan
Seperti mengeluh kepada hakim atau orang yang mempunyai wewenang
hukum. Sebagai contoh, dibolehkan bagi seseorang yang tertindas untuk
berbicara dihadapan hakim atau seseorang dalam wewenang serupa agar
menolongnya untuk memutuskan hak-haknya.
2. Mencari fatwa
3. Mencari pertolongan
Untuk mengubah perbuatan buruk(mungkar) atau untuk mencegah
malapetaka yang bisa menimpa seorang Muslim.
Sebagai contoh, diperbolehkan pula mencari bantuan seseorang untuk
mencegah kejahatan dan menolong seseorang mengubah perbuatan
buruknya. Orang dapat berkata kepada orang lain yang dapat memberi
bantuan, “Si fulan melakukan perbuatan keji ini dan itu. Bisakah anda
menasehatinya?’’ dan seterusnya. Hal ini dibolehkan selama orang
tersebut bermaksud mencegah kejahatan. Namun jika orang tersebut
bermaksud melakukan sesuatu yang lain, tindakannya tidak dibenarkan.

Ada tiga syarat yang menandakan berjalannya proses pertobatan:


menahan diri supaya tidak kembali berdosa, menyesal telah melakukan
perbuatan dosa tersebut, dan bertekad tidak akan melakukannya lagi.

3
Shakil Khan & Wasim Ahmad. 2005. Ghibah. Bandung: PT Mizan Pustaka.hlm.
20&19&178
5

C. Larangan Berlaku Boros


Boros adalah melampaui batas dalam segala perbuatan yang
dikerjakan manusia sekalipun hal tersebut lebih mashur, yang berhubungan
dengan pengeluaran dalam pembelanjaan harta.
Sofyan bin Uyainah berkata, “Harta yang aku belanjakan bukan dalam
ketaatan kepada Allah maka dia termasuk boros sekalipun hal tersebut
sedikit”. Allah Swt. Memperingatkan hamba-Nya dari sikap boros dalam
firman-Nya:4

4
Larangan_Berlaku_Boros.doc.hlm. 2
6

Artinya :

“Dan makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya


Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS.Al-Arof:31)

Artinya:
“Diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar ia berkata: Rosulullah bertemu dengan
Sa’ad pada saat ia sedang berwudhu, lalu Rasulullah bersabda Alangkah
borosnya wudhumu itu hai Sa’ad! Sa’ad berkata. “Apakah dalam berwudhu
ada pemborosan! Rasululah saw bersabda” ya. Walau sekalipun kamu
berada di tepi sungai yang mengalir” . (H.R. Muslim).

Artinya:
“Celakalah orang-orang yang berbicara (berbuat sesuatu) dengan berlebih-
lebihan.” (HR. Bukhari-Muslim)6

Dalam ajaran agama Islam prilaku boros merupakan perbuatan yang


terlarang. Pada dasarnya dalam pandangan Islam, seseorang pemilik
harta(individu) tidak mempunyai hak mutlak terhadap harta yang dimilikinya.
Dengan demikian, penggunaan harta tersebut haruslah sesuai dengan
kebutuhannya. Kalaupun seseorang sanggup untuk memperoleh barang-
barang mewah hendaklah terlebih dahulu meneliti kehidupan masyarakat
disekelilingnya. Tidak mungkin seorang muslim hidup bermewah-mewah di
tengah-tengah masyarakat yang serba berkurangan. Sebab perbuatannya
tersebut akan dapat menimbulkan kecemburuan dan fitnah

5
http://repository.uin-suska.ac.id/7191/ hlm. 26
6
H. Zainal Abidin. 2011. 530 Hadits Shahih Bukhari-Muslim. Jakarta: PT Asdi
Mahasatya. Hlm 168
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari berbagai hadits yang telah kami kemukakan, maka kami dapat
menyimpulkan bahwasanya ajaran Islam mengajarkan kepada kita untuk
tidak berburuk sangka dan menggunjing, memfitnah orang lain serta
larangan untuk berbuat boros. Hendaklah kita berprasangka yang baik
terhadap orang lain dan pergunakanlah harta yang kita miliki dengan
sebaik-baiknya agar kita dapat hidup dengan tentram dan mendapat ridha
dari Allah Swt. Sejak didunia sampai kelak di akhirat.

B. Saran
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kami banyak berharap kepada para pembaca
yang budiman berkenan kiranya memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada kami. Hal itu akan menjadikan pertimbangan dalam
perbaikan makalah ini dikesempatan berikutnya.

7
8

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’i, M.A. 2000. Al-Hadis. Bandung: CV Pustaka


Setia.
Shakil Khan & Wasim Ahmad. 2005. Ghibah. Bandung: PT Mizan
Pustaka.
H. Zainal Abidin. 2011. 530 Hadits Shahih Bukhari-Muslim. Jakarta: PT
Asdi Mahasatya.
https://r.search.yahoo.com/_ylt=Awrxgq8GEnBe3lgAPhH3RQx.;_ylu=X3o
DMTByYmpmZjA4BGNvbG8Dc2czBHBvcwMzBHZ0aWQDBHNlYwNzcg--
/RV=2/RE=1584431750/RO=10/RU=https%3a%2f%2fd1.islamhouse.com
%2fdata%2fid%2fih_articles%2fsingle
%2fid_Larangan_Berlaku_Boros.doc/RK=2/RS=dsF2X7W.ZT7tZWUBjm.
m3Gdk03o-
http://repository.uin-suska.ac.id/7191/
9

BUKTI
10
11
12
13

Anda mungkin juga menyukai