1. Deskripsi penyakit
Stroke hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya
darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau
kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf
otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang menyebabkan
iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan intrakranial pada gilirannya
akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan batang otak (Corwin,
2009).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008).
Kompresi
Edema TIK ↑
Defisit motorik Oblongata Kesadaran ↓ Refleks Ggn. fungsi Ggn. pusat Ggn. persepsi
Metabolisme anaerob↑
tertekan batuk ↓ motorik bicara sensori
Gerakan inkoordinasi
Apatis - Asam laktat ↑ Kelemahan Ggn. bicara Penglihatan ↓
Ggn. pola koma Ggn. bersihan Peraba ↓
anggota gerak
Ggn. mobilitas fisik nafas jalan nafas Pendengaran ↓
Nyeri Disfasia Pengecapan ↓
Kematian Hemiplegi
disartria
Ggn. Tirah
ADL baring lama Ggn. rasa nyaman
Gg mobilitas Ggn.
I.1 Pengkajian
I.1.1 Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat, pendidikan,
diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian diambil.
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri menunjukkan
klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif.
Dalam pola penanganan stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan
masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola
tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spritual karena
tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
I.1.7 Pemeriksaan fisik
I.1.7.1 Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia. Tanda –
tanda vital : TD meningkat, nadi bervariasi.
a. B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, penggunaan obat bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compas mentis, peningkatan
inspeksi pernapsannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil
premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi
napas tambahan.
b. B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan
darah >200 mmHg.
c. B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian
B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandunf kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi
intermiten dengan teknik steril. Inkontinesia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada pasien akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinesia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
f. B6 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien
stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.
Aktivitas kolaboratif:
a. Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal
(missal, setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA
b. Manajemen nyeri:
1) Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih
berat
2) Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan
saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri
pasien dimasa lalu
Perawatan dirumah:
a. Intervensi di atas dapat disesuaikan untuk perawatan dirumah
b. Ajarkan klien dan keluarga untuk memanfaatkan teknologi yang
diperlukan dalam pemberian obat
Untuk bayi dan anak-anak:
a. Waspadai bahwa sama halnya dengan orang dewasa, bayi pun sensitive
terhadap nyeri, gunakan anastetik topical sebelum melakukan pungsi
vena, untuk bayi baru lahir gunakan sukrosa oral
b. Untuk mengkaji nyeri pada anak yang masih kecil, gunakan skala nyeri
wajah atau skala nyeri bergambar lainnya
Untuk lansia:
a. Perhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitivitas terhadap
efek analgesic opiate, dengan efek puncak yang lebih tinggi dan durasi
peredaan nyeri yang lebih lama
b. Perhatikan kemungkinan interaksi obat-obat dan obat penyakit pada
lansia, karena lansia sering mengalami penyakit multiple dan
mengonsumsi banyak obat
c. Kenali bahwa nyeri bukan bagian dari proses norma penuaan
d. Pertimbangkan untuk menurunkan dosis opioid dari dosis biasanya untuk
lansia, karena lansia lebih sensitive terhadap opioid
e. Hindari penggunaan meperidin (demerol) dan propoksifen (darvon) atau
obat lain yang dimetabolisme di ginjal
f. Hindari penggunaan obat dengan waktu paruh yang panjang karena yang
meningkatkan kemungkinan toksisitas akibat akumulasi obat
g. Ketika mendiskusikan nyeri, pastikan pasien dapat mendengar suara
saudara dan dapat melihat tulisan yang ada diskala nyeri
h. Ketika memberikan penyuluhan mengenai medikasi, ulangi informasi
sesering mungkin, tinggalkan informasi tertulis untuk pasien
i. Kaji interaksi obat termasuk obat bebas
Perawatan dirumah
a. Kaji lingkungan rumah terhadap kendala dalam mobilitas
b. Rujuk untuk mendapat layanan kesehatan dirumah
c. Rujuk ke layanan fisioterapi untuk memperoleh latihan kekuatan,
keseimbangan dan cara berjalan
d. Rujuk kelayanan ke terapi okupasi untuk alat bantu
e. Anjurkan untuk berlatih bersama anggota keluarga atau teman
f. Ajarkan cara bangun dari tempat tidur secara perlahan
Untuk bayi dan anak-anak
a. Pantau komplikasi imobilitas
b. Evaluasi adanya depresi dan gangguan kognisi
c. Pantau hipotensi ortostatik; saat membantu klien bangun dari tempat
tidur, minta klien untuk duduk menjuntaikan kakinya sebelum berdiri
DAFTAR PUSTAKA
Hartwig, M.S. (2006). Penyakit Serebrovaskular. In : Price S.A. and Wilson L.M. (eds);
alih bahasa Hartanto H. et al. (eds). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Vol.2 Ed 6. Jakarta: EGC; pp : 1106–1130.
NANDA. (2015–2017). Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi Ed. 10. Jakarta:
EGC.
(….………….…………...……) (……………..….……………..)