Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK

1. Deskripsi penyakit
Stroke hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya
darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau
kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf
otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang menyebabkan
iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan intrakranial pada gilirannya
akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan batang otak (Corwin,
2009).

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008).

2. Pathway, Etiologi, Manifestasi Klinis, Komplikasi


Etiologi Manifestasi klinis
Perdarahan intraserebral
Hipertensi Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh
Perdarahan intraserebral akibat kasus stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di
dari : batang otak dan serebelum.
aneurisma congenital, Gejala klinisnya sebagai berikut: Onset perdarahan bersifat
arteriovenosa atau kelainan mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat
vascular lainnya, trauma, didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan  tekanan
aneurisma mycotic, infark otak darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori,
(infark hemoragik), primer atau bingung, perdarahan retina, dan epistaksis. Penurunan
metastasis tumor otak, kesadaran yang berat sampai koma , hemiplegia/hemiparese
antikoagulasi berlebihan,
dyscrasia darah, perdarahan
atau gangguan vasculitic jarang Perdarahan subarakhnoid
terjadi (Hartwig, 2006). Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi
perdarahan di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer.
Gejala klinisnya adalah sebagai berikut: Onset penyakit berupa
Komplikasi nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung
dalam 1–2 detik sampai 1 menit. Vertigo, mual, muntah, banyak
Kematian keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan kejang.
Perubahan emosional Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar
TIK meningkat dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Perdarahan retina
ulkus dekubitus berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik
perdarahan subarakhnoid. Gangguan fungsi otonom berupa
bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi, banyak
Penatalaksanaan keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan
Pembedahan
Atur posisi 30o (TIK meningkat)
Farmakologi :
Pemberian manitol (TIK meningkat)
Pemberian diazepam (kejang)
Pemeriksaan penunjang :
CT scan, memperlihatkan adanya cidera, hematoma, iskhemia infark.
Hipertensi Angiografi cerebral, membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti:
PATHWAY STROKE HEMORAGIK
perdarahan, obstruksi, arteri adanya ruptur.
Fungsi lumbal, menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis
Ruptur pembuluh darah serebral embolis serebral dan tekanan intracranial (TIK). Magnetik Resonance imaging
(MRI), Menunjukan ada yang mengalami infark.
Ultrasonografi dopler, mengidentifikasi penyakit artemovena.
Hemoragik serebral Elektroencefalogram (EEG), mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
Sinar X tengkorak: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang meluas klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis
Penambahan cerebral, klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.

Kompresi
Edema TIK ↑

Menekan jar. otak

Iskemia-hipoksia jar. serebral


Pada cerebelum Pada batang otak Pada serebrum
(ggn. perfusi serebral)

Defisit motorik Oblongata Kesadaran ↓ Refleks Ggn. fungsi Ggn. pusat Ggn. persepsi
Metabolisme anaerob↑
tertekan batuk ↓ motorik bicara sensori
Gerakan inkoordinasi
Apatis - Asam laktat ↑ Kelemahan Ggn. bicara Penglihatan ↓
Ggn. pola koma Ggn. bersihan Peraba ↓
anggota gerak
Ggn. mobilitas fisik nafas jalan nafas Pendengaran ↓
Nyeri Disfasia Pengecapan ↓
Kematian Hemiplegi
disartria
Ggn. Tirah
ADL baring lama Ggn. rasa nyaman
Gg mobilitas Ggn.

Dekubitus fisik komunikasi


verbal
Ggn. integritas kulit
Rencana asuhan keperawatan klien dengan stroke hemoragik

I.1 Pengkajian
I.1.1 Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat, pendidikan,
diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian diambil.

I.1.2 Keluhan utama


Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan
tingkat kesadaran.

I.1.3 Riwayat penyakit sekarang


Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di
dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi, tidak responsif, dan koma.

I.1.4 Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat – obat antib koagulan, aspirin,
vasodilator, obat – obat adiktif, kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang
sering digunakan klien, seperti pemakaian antihipertensi, antilipidemia, penghambat
beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat
penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.

I.1.5 Riwayat penyakit keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.

I.1.6 Riwayat psikososiospiritual


Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting
untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah
ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecemasan,
rasa cemas, rasa tidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).

Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri menunjukkan
klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif.
Dalam pola penanganan stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan
masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola
tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spritual karena
tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
I.1.7 Pemeriksaan fisik
I.1.7.1 Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia. Tanda –
tanda vital : TD meningkat, nadi bervariasi.
a. B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, penggunaan obat bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compas mentis, peningkatan
inspeksi pernapsannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil
premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi
napas tambahan.
b. B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan
darah >200 mmHg.
c. B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian
B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandunf kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi
intermiten dengan teknik steril. Inkontinesia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada pasien akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinesia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
f. B6 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien
stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.

I.1.7.2 Pengkajian tingkat kesadaran


Pada klien lanjut usia tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat latergi, stupor, dan semikomantosa.
I.1.7.3 Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,
lobus frontal, dan hemisfer.
I.1.7.4 Pengkajian saraf kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
I.1.7.5 Pengkajian sistem motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan / kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
I.1.7.6 Pengkajian refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologi akan muncul kembali di dahului dengan
refleks patologis.
I.1.7.7 Pengkajian sistem sensori
Dapat terjadi hemihipertensi.

I.1.8 Pemeriksaan Penunjang


I.1.8.1 Pemeriksaan laboratorium
a. Peningkatan Hb & HT terkait dengan stroke berat
b. Peningkatan WBC indikasi adanya infeksi endokarditis bakterialis. 
c. Analisa CSF (merah) mengidentifikasi perdarahan sub arachnoid
d. Fungsi lumbal, menunjukan adanya tekanan normal, tekanan meningkat
dan cairan yang mengandung darah menunjukan hemoragik subarakhnoid
atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus
trombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
I.1.8.2 Pemeriksaan Radiologi
a. CT Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark
b. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri
c. MRI
Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik (masalah sistem
arteri karotis (aliran darah / muncul plak) arteriosklerotik).
d. EEG
Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
e. Ultrasonografi Dopler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena
f. Sinar X Tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas; klasifikasi karotis interna terdapat
pada trombosis serebral; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada
perdarahan subarakhnoid.

I.2 Diangnosa dan intervensi keperawatan


I.2.1 Diagnosa 1: Nyeri akut
I.2.1.1 Hasil & NOC:
a. Tingkat kenyamanan: tingkat persepsi positif terhadap kemudahan fisik
psikologis
b. Pengendalian nyeri: tindakan individu untuk mengendaikan nyeri
c. Tingkat nyeri: keparahan nyeri yang dapat diamati atau dilaporkan
Tujuan/kriteria hasil:
a. Memperlihatkan pengendaian nyeri
b. Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk
mencapai kenyamanan
c. Mempertahankan nyeri pada ….atau kurang (dengan skala 0-10)
d. Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
e. Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk
memodifikasi faktor tersebut
f. Melaporkan nyeri kepada pelayan kesehatan
g. Melaporkan pola tidur yang baik

I.2.1.2 Intervensi NIC


Pengkajian:
a. Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk
mengumpulkan informasi pengkajian
b. Minta pasien untuk menilai nyeri dengan skala 0-10.
c. Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh analgesic
dan kemungkinan efek sampingnya
d. Kaji dampak agama, budaya dan kepercayaan, dan lingkungan terhadap
nyeri dan respon pasien
e. Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang sesuai usia dan
tingkat perkembangan pasien
f. Manajemen nyeri:
1) lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
keparahan nyeri dan faktor presipitasinya
2) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada
mereka yang tidak mampu berkomunikasi efektif

Penyuluhan untuk pasien/keluarga


a. Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus
diminum, frekuensi, frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping,
kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan khusus saat mengkonsumsi
obat tersebut dan nama orang yang harus dihubungi bila mengalami nyeri
membandel.
b. Instruksikan pasien untuk menginformasikan pada perawat jika peredaan
nyeri tidak dapat dicapai
c. Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan
nyeri dan tawarkan strategi koping yang ditawarkan
d. Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesic narkotik atau oploid (resiko
ketergantungan atau overdosis)
e. Manajemen nyeri:
1) Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama
akan berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur
2) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (relaksasi, distraksi,
terapi)

Aktivitas kolaboratif:
a. Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal
(missal, setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA
b. Manajemen nyeri:
1) Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih
berat
2) Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan
saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri
pasien dimasa lalu

Perawatan dirumah:
a. Intervensi di atas dapat disesuaikan untuk perawatan dirumah
b. Ajarkan klien dan keluarga untuk memanfaatkan teknologi yang
diperlukan dalam pemberian obat
Untuk bayi dan anak-anak:
a. Waspadai bahwa sama halnya dengan orang dewasa, bayi pun sensitive
terhadap nyeri, gunakan anastetik topical sebelum melakukan pungsi
vena, untuk bayi baru lahir gunakan sukrosa oral
b. Untuk mengkaji nyeri pada anak yang masih kecil, gunakan skala nyeri
wajah atau skala nyeri bergambar lainnya
Untuk lansia:
a. Perhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitivitas terhadap
efek analgesic opiate, dengan efek puncak yang lebih tinggi dan durasi
peredaan nyeri yang lebih lama
b. Perhatikan kemungkinan interaksi obat-obat dan obat penyakit pada
lansia, karena lansia sering mengalami penyakit multiple dan
mengonsumsi banyak obat
c. Kenali bahwa nyeri bukan bagian dari proses norma penuaan
d. Pertimbangkan untuk menurunkan dosis opioid dari dosis biasanya untuk
lansia, karena lansia lebih sensitive terhadap opioid
e. Hindari penggunaan meperidin (demerol) dan propoksifen (darvon) atau
obat lain yang dimetabolisme di ginjal
f. Hindari penggunaan obat dengan waktu paruh yang panjang karena yang
meningkatkan kemungkinan toksisitas akibat akumulasi obat
g. Ketika mendiskusikan nyeri, pastikan pasien dapat mendengar suara
saudara dan dapat melihat tulisan yang ada diskala nyeri
h. Ketika memberikan penyuluhan mengenai medikasi, ulangi informasi
sesering mungkin, tinggalkan informasi tertulis untuk pasien
i. Kaji interaksi obat termasuk obat bebas

I.2.2 Diagnosa 2: Hambatan mobilitas fisik


I.2.2.1 Hasil & NOC
a. Ambulasi; kemampuan untuk berjalan dari satu tempat ketempat lain
secara mandiri atau dengan alat bantu
b. Ambulasi: kursi roda; kemampuan untuk berjalan dari satu tempat
ketempat lain dengan kursi roda
c. Keseimbangan; kemampuan untuk mempertahankan keseimbangkan
postur tubuh
d. Performa mekanika tubuh; tindakan individu untuk mempertahankan
kesejajaran tubuh yang sesuai dan untuk mencegah peregangan otot
skeletal
e. Gerakan terkoordinasi; kemampuan otot untuk bekerjasama secara
volunteer dalam menghasilkan suatu gerakan yang terarah
f. Pergerakan sendi; aktif (sebutkan sendinya); rentang pergerakan sendi
aktif dengan gerakan atas inisiatif sendiri
g. Mobilitas; kemampuan untuk bergerak secara terarah dalam lingkungan
sendiri dengan atau tanpa alat bantu
h. Fungsi skeletal; kemampuan tulang untuk menyokong tubuh dan
memdasilitasi pergerakan
i. Performa berpindah; kemmapuan untuk mengubah letak tubuh secara
mandiri atau dengan alat bantu.
Tujuan atau kriteria evaluasi:
a. Memperlihatkan mobilitas
b. Memperlihatkan penggunaan alat bantu secara benar dengan pengawasan
c. Meminta bantuan untuk aktivitas mobilitas jika perlu
d. Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri dengan
alat bantu
e. Menyangga berat badan
f. Berjalan dengan menggunakan langkah-langkah yang benar
g. Berpindah dari dan ke kursi atau dari kursi
h. Menggunakan kursi roda secara efektif
I.2.2.2 Intervensi NIC
Pengkajian merupakan proses yang kontinu untuk menentukan tingkat
performa hambatan mobilitas pasien.
Aktivitas keperawatan tingkat 1
a. Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan dirumah dan
kebutuhan terhadap peralatan pengobatan yang tahan lama
b. Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas
c. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah
d. Rujuk ke ahli terapi fisik untuk program latihan
e. Berikan penguatan positif selama aktivitas
f. Bantu pasien untuk menggunakan alas kaki antiselip yang mendukung
untuk berjalan
g. Pengaturan posisi (NIC):
1) Ajarkan pasien bagaimana menggunakan postur dan mekanika tubuh
yang benar pada saat melakukan aktivitas
2) Pantau ketepatan pemasangan traksi

Aktivitas keperawatan tingkat 2


a. Kaji kebutuhan belajar pasien
b. Kaji terhadap kehutuhan bantuan layanan kesehatan dari lembaga
kesehatan dirumah dan alat kesehatan yang tahan lama
c. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif atau pasif untuk
mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot
d. Instruksikan dan dukung pasien untuk menggunakan trapeze atau
pemberat untuk meningkatkan serta mempertahankan kekuatan
ekstremitas atas
e. Ajarkan tehnik ambulasi dan berpindah yang aman
f. Instruksikan pasien untuk menyangga berat badannya
g. Instruksikan pasien untuk mempertahankan kesejajaran tubuh yang benar
h. Gunakan ahli terapi fisik dan okupasi sebagai suatu sumber untuk
mengembangkan perencanaan dan mempertahankan atau meningkatkan
mobilitas
i. Berikan penguatan positif selama aktivitas
j. Awasi seluruh upaya mobilitas dan bantu pasien, jika perlu
k. Gunakan sabuk penyokong saat memberikan bantuan ambulasi atau
perpindahan

Aktivitas keperawatan tingkat 3 dan 4


a. Tentukan tingkat motivasi pasien untuk mempertahankan atau
megambalikan mobilitas sendi dan otot
b. Gunakan ahli terapi fisik dan okupasi sebagai suatu sumber untuk
mengembangkan perencanaan dan mempertahankan atau meningkatkan
mobilitas
c. Dukung pasien dan keluarga untuk memandang keterbatasan dengan
realitas
d. Berikan penguatan positif selama aktivitas
e. Berikan analgesik sebelum memulai latihan fisik
f. Penguatan posisi (NIC):
1) Pantau pemasangan alat traksi yang benar
2) Letakkan matras atau tempat tidur terapeutik dengan benar
3) Atur posisi pasien dengan kesejajaran tubuh yang benar
4) Letakkan pasien pada posisi terapeutik
5) Ubah posisi pasien yang imobilisasi minimal setiap 2 jam, berdasarkan
jadwal spesefik
6) Letakkan tombol pengubah posisi tempat tidur dan lampu pemanggil
dalam jangkauan pasien
7) Dukung latihan ROM aktif datau pasif jika perlu 

Perawatan dirumah
a. Kaji lingkungan rumah terhadap kendala dalam mobilitas
b. Rujuk untuk mendapat layanan kesehatan dirumah
c. Rujuk ke layanan fisioterapi untuk memperoleh latihan kekuatan,
keseimbangan dan cara berjalan
d. Rujuk kelayanan ke terapi okupasi untuk alat bantu
e. Anjurkan untuk berlatih bersama anggota keluarga atau teman
f. Ajarkan cara bangun dari tempat tidur secara perlahan
Untuk bayi dan anak-anak
a. Pantau komplikasi imobilitas
b. Evaluasi adanya depresi dan gangguan kognisi
c. Pantau hipotensi ortostatik; saat membantu klien bangun dari tempat
tidur, minta klien untuk duduk menjuntaikan kakinya sebelum berdiri

I.2.3 Diagnosa 3: Hambatan komunikasi verbal


I.2.3.1 Hasil & NOC
a. Komunikasi: penerimaan, interpretasi, dan ekspresi pesan lisan, tulisan
dan nonverbal
b. Komunikasi ekspresif: ekspresi pesan verbal dan/atau nonverbal yang
bermakna
c. Komunikasi reseptif: penerimaan dan interpretasi pesan verbal dan/atau
nonverbal
d. Pengolahan informasi: kemampuan untuk memperoleh, mengatur dan
menggunakan informasi
Tujuan dan kriteria hasil:
a. Menggunakan komunikasi yang dibuktikan oleh indicator gangguan
sebagai berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan
atau tidak mengalami gangguan):
1) Menggunakan bahasa tertulis
2) Menggunakan bahasa isyarat
3) Menggunakan gambar atau foto
4) Pengenalan terhadap pesan yang diterima
5) Bertukar pesan secara akurat dengan orang lain
I.2.3.2 Intervensi NIC
a. Mendengar aktif:
1) Kaji kemampuan berkomunikasi
2) Jelaskan tujuan interaksi
3) Perhatikan tanda nonverbal klien
4) Klarifikasi pesan bertanya dan feedback
5) Hindari barrier/ halangan komunikasi
b. Peningkatan komunikasi: Defisit bicara
1) Libatkan keluarga untuk memahami pesan klien
2) Sediakan petunjuk sederhana
3) Perhatikan bicara klien dengan cermat
4) Gunakan kata sederhana dan pendek
5) Berdiri di depan klien saat bicara, gunakan isyarat tangan
6) Beri reinforcement positif
7) Dorong keluarga untuk selalu mengajak komunikasi dengan klien.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi Edisi 3 Revisi. Jakarta: EGC.

Gofir, A. (2007). Manajemen Komprehensif Stroke. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press


Yogyakarta bekerja sama dengan Panitia Workshop Stroke KONAS PERDOSSI KE-
6.

Hartwig, M.S. (2006). Penyakit Serebrovaskular. In : Price S.A. and Wilson L.M. (eds);
alih bahasa Hartanto H. et al. (eds). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Vol.2 Ed 6. Jakarta: EGC; pp : 1106–1130.

Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. 


Jakarta : Salemba Medika.

NANDA. (2015–2017). Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi Ed. 10. Jakarta:
EGC.

Wilkinson, Judith M. (2011). Buku Saku Diagnosa Keperawatan : diagnosa NANDA,


Intervensi NIC, Kreteria hasil NOC ed. 9. Jakarta: EGC.
Banjarmasin, April 2018
Preseptor Akademik Preseptor Klinik

(….………….…………...……) (……………..….……………..)

Anda mungkin juga menyukai

  • LP SNH
    LP SNH
    Dokumen6 halaman
    LP SNH
    Intan Nur Karimah
    Belum ada peringkat
  • LP SH
    LP SH
    Dokumen5 halaman
    LP SH
    Intan Nur Karimah
    Belum ada peringkat
  • Askep Keluarga HRD
    Askep Keluarga HRD
    Dokumen58 halaman
    Askep Keluarga HRD
    Intan Nur Karimah
    Belum ada peringkat
  • LP BPH 1
    LP BPH 1
    Dokumen15 halaman
    LP BPH 1
    Intan Nur Karimah
    Belum ada peringkat