Diskusi Resume Buku Magang Ii
Diskusi Resume Buku Magang Ii
Presentasi Resume Buku magang II dilaksanakan di ruang rapat Pengadilan Negeri Slawi pada
hari Jumat, 22 Maret 2019 dari pukul 08.00 s/d 12.00 WIB, dihadiri oleh seluruh Mentee dan
mentor. Adapun presentasi setiap mentee meliputi:
Hukum pembuktian adalah merupakan seperangkat kaidah hukum yang mengatur tentang
pembuktian, yakni segala proses, dengan menggunakan alat-alat bukti yang sah, dan
dilakukan tindakan-tindakan dengan prosedur khusus guna mengetahui fakta-fakta yuridis di
persidangan, sistem yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara mengajukan
bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak, dan menilai suatu
pembuktian. Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan,
dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna
menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang dilakukan
oleh terdakwa. Alat bukti yang diakui dalam acara perdata diatur secara enumeratif dalam
Pasal 1866 KUH Perdata dan Pasal 164 HIR yang terdiri dari bukti tulisan, bukti dengan
saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Tulisan ditinjau dari segi yuridis memiliki
beberapa aspek yakni tanda bacaan berupa aksara, disusun berupa kalimat sebagai
penyertaan, ditulis pada bahan tulisan, ditandatangani pihak yang membuat, foto dan peta
bukan tulisan, mencantumkan tanggal. Jangkauan kebolehan pembuktian dengan saksi yakni
diperbolehkan dalam segala hal, kecuali ditentukan lain oleh UU dan menyempurnakan
prmulaan pembuktian tulisan. Persangkaan adalah kesimpulan yang ditarik dari suatu
peristiwa yang telah terkenal atau yang dianggap terbukti ke arah suatu peristiwa yang tidak
terkenal artinya sebelum terbukti. Pengakuan adalah pernyataa atau keterangan yang
dikemukakan salah satu pihak kepada pihak lain dalam proses pemeriksaan suatu perkara,
dilakukan dimuka hakim. Sumpah bertujuan agar orang yang bersumpah dalam memberi
keterangan atau pernyataan takut atas murka Tuhan YME apabila dia berbohong. Dalam
Pasal 184 KUHAP terdapat macam-macam alat bukti yakni keterangan saksi, keterangan
ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Pembuktian terbaik diatur dalam UU No. 20
Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberatasan Tindak
Pidana Korupsi.
11. Peran Orangtua dalam Proses Persidangan Tindak Pidana Perjudian yang
dilakukan oleh Anak
Lanka Asmar, SHI.,MH
(Satya F. Lestari, SH)
Dalam hukum positif anak lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa, orang yang
dibawah umur atau kerap disebut sebagai anak yang dibawah pengawasan wali. Oleh sebab
itu seorang anak tidak dapat dipisahkan dengan orang tuanya. Pengaturan mengenai orang tua
dalam proses persidangan perkara tindak pidana perjudian yang dilakukan oleh anak sesuai
dengan maksud pasal 55, 57 ayat (1), 57 ayat (2) dan pasal 59 ayat (1) Undang-undang
Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan Pasal 3 huruf j, pasal 23 ayat (2), pasal
32 ayat (1), pasal 55 ayat (1), pasal 56 ayat (1), pasal 60 ayat (1) undang-undang Nomor 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Kebijakan hukum yang dilakukan dalam
memutus tindak pidana perjudian yang dilakukan oleh anak di Pengadilan Negeri Balige
terdiri dari:
a. Kebijakan hukum pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana perjudian
b. Kebijakan hukum pidana terhadap anak sebagai korban tindak pidana perjudian
c. Kebijakan non penal dalam penanggulangan tindak pidana perjudian yang dilakukan
oleh anak.
12. Viktimologi: Perlindungan Saksi dan Korban
Bambang Waluyo, SH.,MH
(Indraswara Nugraha, SH)
Viktimologi, dari kata victim (korban) dan logi (ilmu pengetahuan) ialah ilmu pengetahuan
tentang korban (kejahatan). Menurut kamus Crime Dictionary bahwa victim adalah “orang
yang telah mendapat penderitaan fisik atau penderitaan mental,kerugian harta benda atau
mengakibatkan mati atas perbuatan atau usaha pelanggaran ringan dilakukan oleh pelaku
tindak pidana dan lainnya. Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang
perlindungan Saksi dan Korban yang dinyatakan bahwa korban adalah “seseorang yang
mengalami penderitaan fisik,mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu
tindak pidana. Asas dan tujuan dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 ialah
menegaskan mengenai perlindungan saksi dan korban untuk memberikan rasa aman kepada
saksi dan/atau korban dalam memberikan keterangan pada setiap proses peradilan pidana.
Rasa aman disini dapat diartikan bebas dari ancaman, sehingga tidak merasa terancam atau
terintimidasi haknya, jiwa, raga, harta serta keluarganya. Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban sebagai lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan
hak-hak lain kepada saksi dan/atau korban harus bersikap profesional,mempunyai integritas
dan tanggung jawab penuh dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Rasa aman agar proses peradilan pidana dapat berjalan sesuai cita-cita peradilan dan
memenuhi rasa keadilan dan kebenaran serta kepastian hukum. Pada hakikatnya pengadilan
membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan, sehingga
tujuan peradilan dapat tercapai. Hal ini juga sesuai dengan asas peradilan yaitu harus
dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas,jujur, dan tidak memihak
harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan. Pemenuhan terhadap
hak-hak korban merupakan hal terpenting dalam perlindungan korban dan/atau saksi.
Pengaturan mengenai hak-hak korban dan saksi terletak pada pasal 5 Undang-Undang No. 31
Tahun 2014. Justru dengan dipenuhinya hak-hak ini secara efektif, efisien, tidak berbelit,
tidak prosedural dan objektif merupakan dambaan semua, bukan hanya saksi dan/atau
korban.