Anda di halaman 1dari 19

CRITICAL BOOK REVIEW

Nama: Rinal Junanda

NIM: 5183321014

Dosen Pengampu : Nelly Armayanti

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat tuhan yang maha Esa, yang telah memberikan penulis
kesempatan untuk dapat menyusun Critical Book Review pendidikan kewarganegaraan

Adapun tujuan penulis menyusun critical Book Review ini adalah agar penulis bisa
lebih cekatan dalam hal menganalisa sebuah hasil penelitian, dan agar tulisan ini bisa
digunakan serta dimanfaatkan bagi siapa saja yang membutuhkannya, terkhusus bagi penulis
sendiri.

Penulis menyadari bahwa Critical Book Review ini masih jauh dari kata
kesempurnaan. Apabila dalam tugas ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, penulis
mohon maaf karena sesungguhnya pengetahuan dan pemahaman penulis masih terbatas. Oleh
karena itu penulis berharap saran dan kritikan dari pembaca yang sifatnya membangun untuk
menyempurnakan tugas ini. Atas perhatiannya, penulis ucapkan terimakasih.

Medan, Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1

1. Rasionalisasi Pentingnya CBR................................................................... 4


2. Tujuan Penulisan CBR............................................................................... 4
3. Manfaat CBR............................................................................................. 4
4. Identitas Buku............................................................................................ 5

BAB II RINGKASAN ISI BUKU........................................................................... 6

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 5

1. Perbedaan Antar Buku............................................................................... 6


2. Kelebihan Buku.......................................................................................... 7
3. Kekurangan Buku....................................................................................... 12

BAB IV PENUTUP.................................................................................................. 14

1. Kesimpulan................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN

1. Rasionalisasi Pentingnya CBR


Critical Book Review merupakan salah satu alat yang dapat mendukung keberhasilan
dalam proses pembelajaran dibangku perkuliahan. Indikator keberhasilan Critical
Book Review untuk mendukung keberhasilan dalam pembelajaran itu dapat di lihat dari
terciptanya kemampuan dari setiap mahasiswa/i untuk mengevaluasi penjelasan, sudut
pandang serta analisis mengenai kelebihan maupun kelemahan buku , sehingga
berdampak besar bagi pengembangan cara berfikir dari mahasiswa itu sendiri
terhadap kajian mata kuliah yang telah diambil. Dengan kata lain, melalui Critical Book
Review, mahasiswa diajak untuk menguji pemikiran dari pengarang maupun penulis
berdasarkan sudut pandang yang akan di bangun oleh setiap mahasiswa berdasarkan
pengetahuan & pengalaman yang mereka miliki.

2. Tujuan Penulisan CBR


Adapun tujuan penulisan CBR ini untuk meningkatkan pemahaman lebih tentang
pendidikan kewarganegaraan, khususnya tentang pendidikan. Sekaligus untuk
menyelesaikan kewajiban tugas pada mata kuliah.

3. Manfaat CBR
a. Mengulas isi sebuah buku
b. Mencari dan mengetahui informasi yang ada dalam buku
c. Melatih diri untuk berfikir kritis dalam mencari informasi yang diberikan oleh kedua bab
dari buku pertama dan buku kedua
d. Membandingkan isi bab buku pertama dan bab buku kedua
e. Mengkritisi satu topik materi kuliah organisasi sistem-sistem komputer modern dalam
dua buku yang berbeda.
f. Menjadi pribadi yang lebih baik dalam berpikir dan bertindak dikarenakan terbiasa
melakukan aktivitas positif seperti mengerjakan CBR ini.
BUKU I
IDENTITAS BUKU
1. Judul : Dasar-Dasar Hukum Tata Negara Indonesia
2. Pengarang : Hestu Cipto Handoyo dan Thresianti S. Yosefine
3. Penerbit : Universitas Atmajaya
4. Kota terbit : Yogyakarta
5. Tahun terbit : 1996
6. ISBN :-

BUKU II
IDENTITAS BUKU
1. Judul : Sumber Hukum Tata Negara Formal Di Indonesia
2. Edisi : Pertama
3. Pengarang : Widodo dan Totok Sudaryanto
4. Penerbit : Citra Aditya Bhakti
5. Kota terbit : Jakarta
6. Tahun terbit : 2001
7. ISBN : 979-414-852-0
BAB II
RINGKASAN ISI BUKU

RINGKASAN BUKU I
DASAR DASAR HUKUM TATA NEGARA INDONESIA
BAB I : PENDAHULUAN
Hukum Tatanegara adalah suatu hukum yang mengenai suatu negara. Untuk lebih jelasnya
kita menguraikan apakah arti dari negara itu sendiri.
1.Logemanbuah merumuskan negara itu sebagai organisasi kemasyarakatan, yaitu suatu
pertmbahan kerja(werkverband) yang bertujuan dengan kekuasaanya mengatur serta
menyelenggarakan masyarakat. Atau sering di sebut dengan pertambahan-pertambahan
sebuah jabatan atau lapangan pekerjaan yang teetap.
2.Van A pel doorn mengemukakan bahwa sebagai “ tanda” menunjukkan “negara”,
pengertian “kedaulatan” sebetulnya tidk dapat di pakai karena pengertian tersebut tidak tentu,
tidak pasti, dan sifatnya “kedaulatan” itu senantiasa berubah.
Dapat kita lingkup kajian hukum tata negara mempunya dua arti, pertama sebagai
staatsrechtswetenschap(ilmu hukum tata negara) dan kedua, sebagai positief staatsrecht
(hukum tata negara positif).
Dan untuk membagi hukum tata negara dalam arti luas itu atas dua golongan hukum
yaitu:
1. Hukum tata negara dalam arti sempit (staatsrecht in enge zin) Atau untuk singkatnya
dinamakan hukum tata negara(staatscrecht).
2. Hukum tata usaha negara(atministratief recht).

Van Vollenhoven menerangkan bahwa hukum tata usaha negara itu adalah semua
kaidah hukum yang bukan hukum tata negara material bukan hukum perdata material, dan
bukan hukum pidana material. Kemudian ia membuat skema pembagian untuk hukum usaha
tata negara atas golonganya:

1. Hukum pemerintahan
2. Hukum peradilan
a. Peradilan ketatanegaraan
b. Peradilan perdata
c. Peradilan tata usaha
d. Peradilan pidana
3. Hukum kepolisian
4. Hukum perundang-undangan
Menurut J.H.A. Logemann hukum tata negara adalah serangkaian kaidah hukum
mengenai pribadi hukum dari jabatan atau kumpulan jabatan mengenai berlakunya hukum
tersebut di suatu negara. Pribadi hukum jabatan adalah pengertian yang meliputi serangkaian
persoalan mengenai subjek ewajiban kita dalam mendapatkan batasan wewenang.

BAB II : SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA


Penyusunan Undang-Undang Dasar 1945
Anggota Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
dilantik pada tanggal 28 mei 1945 oleh pemerintah bala tentara Jepang. BPUPKI
beranggotakan 62 orang terdiri atas satu ketua dan satu wakil ketua, serta 60 orang anggota,
yang mejabat sebagai ketua (katyo) adalah Dr.KRT.
Lahirnya UUD 1945 oleh Pemerintah
Dengan berakhirnya tugas BPUPKI berhasil menyususun naskah rancangan undang
undang dasar dalam rangka persiapan kemerdekaan indonesia maka pemerintah bala tentara
jepang membentuk PPKI bertugas menyiapkan segala sesuatunya berkaitan dengan
kemerdekaan indonesia .panitia ini terdiri dari 21 orang anggotanya termasuk Ir. soekarno
dan mohammad hatta. Panitia ini mulai bekerja pada tanggal 9 agustus 1945 dimana pada
tanggal 24 agustus 1945 hasil kerja panitia sudah dapat disahkan oleh pemerintah jepang
tapi tidak berjalan sebagaimana yang diharapakan setelah panitia menjalankan tugasnya pada
tanggal 16 agustus 1945 tentara sekutu menjatuhkan bom atom dihirosima dan pada tanggal 9
agustus 1945 di nagasaki. Pada akhirnya jepang mneyerah kepada tentara sekutu.

Periode Tahun 1950 s.d 1966


Pada tanggal 17 Agustus 1950 indonesia resmi kembali menjadi Negara kesatuan RI,
yang mengenai bentuk Negara diatur dalam Alinea 4 UUDS 1950 yang menentukan : “ maka
ini kami menyusun kemerdekaan kami itu, dalam suatu piagam Negara yang berbentuk
Republik Kesatuan.
Kesulitan yang mendasar dalam konstituante antar lain ketentuan sidang selalu tidak
memenuhi quorum minimal 2/3 dari anggota yang hadir dalam rapat. Untuk mngatasi hal
tersebut, tanggal 22 april 1959 atas nama pemerintah, presiden memberikan amanat di depan
sidang pleno konstituante, yang berisi anjuran agar konstituante menetapkan saja UUD 1945
sebagai UUD yang tetap bagi NKRI. Setelah diberikan tenggang waktu, konstituante belum
juga mampu menyusun UUD. Hal ini jelas akan menimbulkan keadaan ketatanegaraan yang
membahayakan persatuan dan keselamatan Negara, nusa dan bangsa. Untuk mengatasi hal
tersebut presiden/ panglima tertinggi angkatan perang pada hari minggu, 5 juli 1959, di istana
Negara presiden mengeluarkan dekrit yang bersejarah dalam ketatanegaraan RI yang berisi :
1. Pembubaran konstituante
2. Menetapkan UUD 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, terhitung mulai hari tanggal penetapan dekrit ini dan tidak berlakunya lagi
UUDS 1950, dan
3. Pembentukan MPRS yang terdiri atas anggota DPRS ditambah dengan utusan-utusan
daerah dan golongan-golongan serta pembentukan DPA sementara.

Dan Sebagian besar anggota konstituante khawatir bila kembali ke UUD 1945,dengn alasan :
1.Adanya kelemahan dan kekurangan dalam batang tubuh UUD 1945
2.Memberi potensi kekusaan terlampau besar kepada Eksekutif yang memungkinkan
terwujudnya pemerintah diktaktor
3.Kurang memberikan perlindungan terhadap HAM dan Hak-hak warga Negara.
4.Begitu banyak “Loop Holes” yang terdapat dalam rumusan pasal-pasal UUD 1945.

Rezim Demokrasi Terpimpin


Dekrit 5 juli 1959 membawa pengaruh dalam system ketatanegaraan dan system
pemerintahan Negara tingkat pusat dari system cabinet parlementer menjadi system cabinet
residensial, serta terjadi pula perubahan system demokrasi yang dianutnya yaitu demokrasi
liberal menjadi demokrasi terpimpin. Menurut Moh.Mahfud.MD, pengertian agak rinci
tentang demokrasi terpimpin dapat ditemukan dalam pidato kenegaraan Soekarno dalam
rangka HUT Kemerdekaan RI Tahun 1957 dan 1958, yang pokok – pokoknya adalah sebagai
berikut :
Contoh kasus politik yang terjadi adalah pada saat PDRI ( Pemerintah Darurat Republik
Indonesia) di bawah kepemimpinan Syarifuddin Prawiranegara menggambarkan terjadinya
krisis politik yang sangat serius. Hal yang sama juga tercermin dalam krisis politik di sekitar
peristiwa G30S/PKI, Puncak dari penyimpangan – penyimpangan itu meletusnya
penghianatan total yang dilakukan oleh PKI dengan G.30 S-PKI yang anti Pancasila. Akibat
penginkaran terhadap dasar dan falsafah hidup bangsa Indonesia Pancasila dan UUD 1945,
dengan lahirnya Tritura yakni :
 Pelaksanaan kembali secara murni dan konsekuen Pancasila dan UUD 1945
 Pembubaran PKI
 Penurunan harga barang – barang
Peristiwa G.30 S-PKI dan lahirnya Tritura menjadi pertanda akhir kekuasaan rezim
demokrasi terpimpin. Peralihan kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto.

BAB III : SISTEM PEMERINTAHAN


Sistem Pemerintahan Negara
 Indonesia ialah negara yang berdasarkan Hukum, bukan yang berdasarkan dengan
kekuasaan belaka.
 Sistim konstitusional(hukum dasar) tidak bersifat absilutisme( kekuasaan tidak
terbatas).
 Kekuasaan negara tertinggi di tangan MPR.
 Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi di bawah majlis.
 Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
 Mentri Negara ialah pembentu Presiden; mentri negara tidak bertanggung jawab atas
presiden.
 Kekuasaan Kepala Negara tidak terbatas

GOOD GOVERNANCE
Good governance diartikans sebagai tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada
nilai-nilai yangbersifat mengarahkan, mengendalikan dan memperngaruhi masalah public
untuk mewujudkan nilai-nilai dalam tindakan dan kehidupan sehari-hari .

BAB IV : LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT INDONESIA

struktur lembaga negara sebagaimana gambar berikut, dibawah ini :

• Lembaga independent

dalam menjamin kepentingan kekuasaan dan demokratisasi yang lebih efektif maka dibentuk
beberapa lembaga-lembaga independent, seperti

1. Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2. Kepolisian Negara (polri)

3. Bank Indonesia

4. kejaksaan agung

5. KOMNAS HAM

6. KPU

7. Komisi Ombusdman

8. Komisi Pengawasan dan persaingan Usaha (KPPU)

9. Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggaraan Negara (KPKPN)

10.Komisi Pemberantasan Korupsi (KPU)


11.Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) dan lain sebagainya

BAB V : PEMERINTAHAN LOKAL


A. UU No. 5 Tahun 1974
Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas administrasi, UU No.5
tahun 1974 yang mengatur tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah dibentuk. UU ini telah
meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip,
yaitu:
a.Desentralisasi, yaitu penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat
atasnya kepada daerah
b.Dekonsentrasi, yaitu, pelimpahan wewenang dari pemerintah atau kepala wilayah atau
kepala instansi vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat di daerah
c.Tugas perbantuan (medebewind), yaitu pengkoordinasian prinsip desentralisasi dan
dekonsentrasi oleh kepala daerah, yang memiliki fungsi ganda sebagai penguasa tunggal di
daerah dan wakil pemerintah pusat di daerah.
B. UU No. 22 Tahun 1999
UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah ditetapkan pada 7 Mei 1999 dan
berlaku efektif sejak tahun 2000. Undang-undang ini dibuat untuk memenuhi tuntutan
reformasi, yaitu mewujudkan suatu Indonesia baru, Indonesia yang lebih demokratis, lebih
adil, dan lebih sejahtera.UU No.22 tahun 1999 membawa perubahan yang sangat
fundamental mengenai mekanisme hubungan antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah
Pusat.
C. UU No. 32 Tahun 2004
UU No.32 tahun 2004 mengatur hal-hal tentang; pembentukan daerah dan kawasan khusus,
pembagian urusan pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan, kepegawaian daerah, perda
dan peraturan kepala daerah, perencanaan pembangunan daerah, keuangan daerah, kerja sama
dan penyelesaian perselisihan, kawasan perkotaan, desa, pembinaan dan pengawasan,
pertimbangan dalamkebijakan otonomi daerah.

OTONOMI DAERAH
Dalam upaya meningkatkan derajat UU otonomi daerah – yang dalam kenyataan- masih
bersifat nominal (diterapkan secara tebang pilih, yang diterapkan sebagian dan/atau yang
bertentangan dengan UU) dan yang masih bersifat semantik (sekadar jargon, yang masih
digunakan sebagai sekadar sarana pidato politik) menjadi sebuah konstitusi bersifat normatif
yang diterapkan dan dipatuhi secara paripurna, KSAP membangun pertanggungjawaban
berbasis akuntansi & laporan keuangan.
.
BAB VI : SUPRASTURKTUR POLITIK DAN INFRASTRUKTUR POLITIK
Suprastruktur politik adalah struktur politik pemerintahan yang berkaitan dengan
lembaga lembaga negara yang ada, serta hubungan kekuasaan antara lembaga satu dengan
yang lain.Begitulah sekilas gambaran dari suprastruktur politik terutama yang berlaku di
Indonesia.
Contoh Supratruktur Politik:
adanya aturan yang menagtur hubungan antara lembaga negara.adanya struktur yang jelas
dalam sistem politik Suprastruktur Politik Indonesia
1.Eksekutif
2.Legislatif
3.Yudikatif

BAB VII : PEMILIHAN UMUM DAN PARTAI POLITIK


Politik merupakan suatu system kekuasaan. Pengertian kekuasaan adalah suatu
kemampuan seeorang atau kelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang
atau kelompok orang lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku seseorang / kelompok orang
tersebut menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang memiliki kemampuan
itu.
PARTAI POLITIK DAN PEMILIHAN UMUM
Sistem Pemilihan Umum
Pemilihan umum merupakan suatu cara untuk menentukan wakil – wakil rakyat yang duduk
di lembaga perwakilan rakyat. System pemilihan umum sangan dipengaruhi oleh cara
pandang terhadap individu / masyarakat dalam Negara.
Menempatkan masyarakat sebagai satu kesatuan individu – individu yang hidup bersama
dalam berbagai macam kesatuan hidup berdasarkan hubungan genealogis, fungsi ekonomi,
industry, lapisan – lapisan social.

BAB VIII : KEWARGANEGARAAN


Kewarganegaraan merupakan bagian dari onsep kewargaan. Di dalam pengertian
ini warga suatu kota atau kabupaten disebut sebagai warga kota atau kabupaten, karena
keduanya merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah, kewarganegaraan ini menjadi
penting, karena masing-masing satuan politik akan memberikan hak ( biasanya sosial) yang
berbeda-beda bagi warganya.
BAB IX : HAK ASASI MANUSIA
Sejak lahir setiap manusia sudah mempunyai hak asasi yang dijunjung tinggi serta
diakui semua orang. Hak tersebut lebih penting dibandingkan hak seorang penguasa ataupun
raja. Hak asasi itu sendiri berasal dari Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada seluruh
manusia. Akan tetapi, pada saat ini sudah banyak hak asasi yang dilanggar oleh manusia guna
mempertahankan hak pribadinya.Hak dapat diartikan sebagai kekuasaan dalam melakukan
sesuatu atau kepunyaan, sedangkan asasi adalah hal yang utama, dasar. Sehingga hak asasi
manusia atau sering disebut sebagai HAM dapat diartikan sebagai kepunyaan atau milik yang
bersifat pokok dan melekat pada setiap insan sebagai anugerah yang telah diberikan oleh
Allah SWT.

RINGKASAN BUKU II
BAB I : SUMBER HUKUM TATA NEGARA
Sumber hukum tata negara indonesia tidaklah berbeda dengan sumber hukum tata
negara secara umumnya. Dalam hukum tata negara di Indonesia juga bersumber pada sumber
hukum materiil, formiil, konvensi dan traktat. Berikut akan dijelaskan apa yang ada didalam
sumber hukum tersebut di Indonesia.
4. TRAKTAT
Yang terakhir menjadi sumber dari hukum tata negara adalah traktat atau perjanjian
internasional. Perjanjian Internasional (Bilatral Maupun Multilatral) yang Terkait dengan
Hukum Tatanegara Suatu Negara. Perjanjian Internasional (Bilatral Maupun Multilatral) yang
Terkait dengan Hukum Tatanegara Indonesia. Misalnya : Traktat Asean, UDHR PBB.

BAB II : UNDANG UNDANG DASAR 1945

Kontitusi itu berasal dari bahasa parancis yakni constituer yang berarti membentuk..
Dalam bahasa latin konstitusi berasal dari gabungan dua kata yaitu “Cume” berarti bersama
dengan dan “Statuere” berarti membuat sesuatu agar berdiri atau mendirikan, menetapkan
sesuatu, sehingga menjadi “constitution”. Dalam istilah bahasa inggris (constution) konstitusi
memiliki makna yang lebih luas dan undang-undang dasar. Yakni konstitusi adalah
keseluruhan dari peraturn-peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur
secara mengikat cara-cara bagaimana sesuatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu
masyarakat. 

Tujuan Konstitusi:
1. Membatasi kekuasaan penguasa agar tidak bertindak sewenang – wenang maksudnya
tanpa membatasi kekuasaan penguasa, konstitusi tidak akan berjalan dengan baik dan
bisa saja kekuasaan penguasa akan merajalela Dan bisa merugikan rakyat banyak.
2. Melindungi HAM maksudnya setiap penguasa berhak menghormati HAM orang lain
dan hak memperoleh perlindungan hukum dalam hal melaksanakan haknya.
3. Pedoman penyelenggaraan negara maksudnya tanpa adanya pedoman konstitusi
negara kita tidak akan berdiri dengan kokoh.
4.  Fungsi Dan Ruang Lingkup Konstitusi

Secara teoritis konstitusi dibedakan menjadi:


 Konstitusi politik adalah berisi tentang norma- norma dalam penyelenggaraan negara,
hubungan rakyat dengan pemerintah, hubuyngan antar lembaga negara.
 Konstitusi sosial adalah konstitusi yang mengandung cita – cita sosial bangsa,
rumusan filosofis negara, sistem sosial, sistem ekonomi, dan sistem politik yang ingin
dikembangkan bangsa itu.

Konstitusi memuat aturan-aturan pokok (fundamental) yang menopang berdirinya suatu


negara. Terdapat dua jenis kontitusi, yaitu konstitusi tertulis (Written Constitution) dan
konstitusi tidak tertulis (Unwritten Constitution). Ini diartikan seperti halnya “Hukum
Tertulis” (geschreven Recht) yang termuat dalam undang-undang dan “Hukum Tidak
Tertulis” (ongeschreven recht) yang berdasar adat kebiasaan. Dalam karangan “Constitution
of Nations”, Amos J. Peaslee menyatakan hampir semua negara di dunia mempunyai
konstitusi tertulis, kecuali Inggris dan Kanada.

BAB III : KETETAPAN MPR


Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pada
tataran membawa perubahan baik penghapusan maupun pembentukan lembaga-lembaga
negara,kedudukan masing-masing Lembaga Negara tergantung kepada tugas dan wewenang
yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dampak
perubahan terhadap MPR sebagai lembaga negara terutama tampak pada kedudukan, tugas
dan wewenangnya.
Kedudukan, tugas dan wewenang MPR sebagaimana diatur Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan), berdasarkan ketentuan Pasal 1
ayat (2), Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 6, Pasal 37, dan Penjelasan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. MPR adalah penjelmaan seluruh rakyat Indonesia
dan merupakan lembaga tertinggi negara, pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan
rakyat.

KEDUDUKAN KETETAPAN MPR SETELAH UUD 1945 DIAMANDEMEN


Kedudukan TAP MPR tidak bisa dipisahkan dengan kedudukan dan kewenangan
MPR dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Amandemen UUD 1945 pasca reformasi
membawa konsekuensi terhadap kedudukan serta kewenangan yang melekat kepada MPR.
Salah satu perubahan penting dalam UUD 1945 yang mempengaruhi kedudukan dan
kewenangan MPR adalah perubahan pada bagian bentuk dan kedaulatan Negara khususnya
pada Pasal 1 ayat (2) UUD. Sebelum amandemen disebutkan bahwa, “Kedaulatan adalah
ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.
Sedangkan setelah amandemen dirubah menjadi, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Perubahan yang signifikan juga terlihat pada
Pasal 3 UUD 1945. Jika sebelum amandemen MPR diberikan kewenangan untuk menetapkan
Garis-Garis Besar daripada Haluan Negara (GBHN), maka pasca amandemen kewenangan
tersebut sudah tidak diberikan lagi.Dimasa lalu, konsekuensi dari kedudukan dan
kewenangan MPR untuk menetapkan Garis-Garis Besar daripada Haluan Negara (GBHN),
mengakibatkan eksistensi TAP MPR(S) sebagai salah satu pengaturan perundang-undangan
yang memuat pengaturan. Hal ini kemudian semakain dipertegas dengan adanya Ketetapan
MPRS Nomor XX/MPRS/1966 yang menempatkan TAP MPR sebagai salah satu peraturan
perundang-undangan yang memiliki derajat di bawah UUD.
Teori Hans Kelsen ini kemudian dikembangkan oleh Hans Nawiasky melalui teori
yang disebut dengan “theorie von stufenufbau der rechtsordnung”. Teori ini memberikan
penjelasan susunan norma sebagai berikut :
1. fundamental negara (Staatsfundamentalnorm);
2. dasar negara (staatsgrundgesetz);
3. Undang-undang formal (formell gesetz); dan
4. Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (verordnung en autonome satzung)[13].

BAB V : UNDANG UNDANG


Dalam proses reformasi hukum dewasa ini berbagai kajian ilmiah tentang UUD 1945.
banyak yang melontarkan ide untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Memang
amandemen tidak dimaksudkan untuk menganti sama sekali UUD 1945, akan tetapi
merupakan suatu prosedur penyempurnaan terhadap UUD 1945 tanpa harus langsung
mengubah UUD-nya itu sendiri. Amandemen lebih merupakan perlengkapan dan rincian
yang dijadikan lampiran otentik bagi UUD tersebut (Mahfud, 1999:64). Dengan sendirinya
amandemen dilakukan dengan melakukan berbagai perubahan pada pasal – pasal maupun
memberikan tambahan – tambahan. Ide tentang amandemen terhadap UUD 1945 tersebut
didasarkan pada suatu kenyataan sejarah selama masa orde lama dan orde baru, bahwa
penerapan terhadap pasal – pasal UUD memiliki sifat “multi interpretable” atau dengan kata
lain berwahyu arti, sehingga mengakabatkan adanya sentralisasi kekuasaan terutama kepada
Presiden. Karena latar belakang politik inilah maka masa orde baru berupaya untuk
melestarikan UUD 1945 bahkan UUD 1945 seakan-akan bersifat keramat yang tidak dapat
diganggu gugat. Suatu hal yang sangat mendasar bagi pentingnya amandemen UUD 1945
adalah tidak adanya sistem kekuasaan dengan “checks and balances” terutama terhadap
kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu bagi bangsa Indonesia proses reformasi terhadap UUD
1945 adalah merupakan suatu keharusan, karena hal itu akan mengantarkan bangsa Indonesia
ke arah tahapan baru melakukan penataan terhadap ketatanegaraan. Amandemen terhadap
UUD 1945 dilakukan oleh bangsa Indonesia sejak tahun 1999, dimana amandemen pertama
dilakukan dengan memberikan tambahan dan perubahan terhadap 9 pasal UUD 1945.
Kemudian amandemen kedua dilakukan pada tahun 2000, amandemen ketiga dilakukan pada
tahun 2001, dan amandemen terakhir dilakukan pada tahun 2002 dan disahkan pada tanggal
10 Agustus 2002.
B. Hukum Dasar Tertulis (Undang – Undang Dasar)
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa pengertian hukum dasar meliputi dua macam
yaitu, hukum dasar tertulis (Undang – Undang Dasar) dan hukum dasar tidak tertulis
(convensi). Oleh karena sifatnya yang tertulis, maka Undang – Undang Dasar itu rumusnya
tertulis dan tidak mudah berubah. Secara umum menurut E C S.
Wade dalam bukunya Constitutional Law, Undang – Undang Dasar menurut sifat dan
fungsinya adalah suatu naskah yang memaparkan kerangka dan tugas – tugas pokok dari
badan – badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok – pokok cara kerja badan –
badan pemerintahan suatu negara dan mentukan pokok – pokok cara kerja badan – badan
tersebut. Jadi pada prisipnya mekanisme dan dasar dari setiap sistem pemerintahan diatur
dalam Undang – Undang Dasar.

BAB VI : PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG UNDANG


Peraturan perundangan ditujukan untk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu, semua warga negara wajib menaati peraturan perundang-undangan. Bahwa
untk memenuhi kebutuhan masyarakat atas peraturan perundang-undangan yng baik, maka
perlu dibuat peraturan yng memuat mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan
dngan cara metode yng pasti, baku dan standar yng mengikat segala aspek dlam lembaga yng
berwenang untk membetuk peraturan perundang-undangan. Pasal 22A UUD NKRI Tahun
1945 menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan undang-
undang yng diatur dengna undang-undang. Selanjutnya, dijabarkan dlam UU RI No. 12
Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Proses Penyususnan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
 PERPU harus diajukan ke DPR dlam persidangan yng berikut (persidangan
pertama DPR setelah PERPU ditetapkan oleh Presiden)
 Pengajuan PERPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dlam bentuk
pengajuan RUU tentang penetapan PERPU menjadi Undang-Undang;
 DPR hanya memberikan persetujuan atau tdak memberikan persetujuan terhadap
PERPU;
 Dlam hal PERPU mendpat persetujuan DPR dlam rapat paripurna, PERPU tersebut
ditetapkan menjadi Undang-Undang;
 Dlam hal PERPU tdak mendpat persetujuan DPR dlam rapat paripurna, PERPU
tersebut harus dicabut dan harus dinyatakan tdak berlaku;
 Dlam hal PERPU harus dicabut dan harus dinyatakan tdak berlaku sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), DPR atau Presiden mengajukan Rancangan Undang-
Undang tentang Pencabutan PERPU;
 RUU tentang Pencabutan PERPU sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mengatur
segala akibat hukum darii pencabutan PERPU;
 RUU tentang Pencabutan PERPU sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan
menjadi Undang-Undang tentang Pencabutan PERPU dlam rapat paripurna yng
sama sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
BAB III
PEMBAHASAN
KRITIK
KELEBIHAN :
1) Buku I lebih menjelaskan pengertian Hukum Tata Negara secara luas dibandingkan Buku
II yang hanya menjelaskan pengertian Hukum Tata Negara secara umum.
2) Buku I menyertakan penjelasan tentang pengertian Hukum Tata Negara berdaarkan para
tokoh sementara Buku II tidak.
3) Buku I memiliki identitas masalah yang jelas, dari pada Buku II yang kurang terperinci
masalah dari materi yang dibahas.
4) Buku I dan Buku II membahas masalah Hukum Tata Negara secara teoritis dengan
pembahasan berdasarkan pemikiran.

KEKURANGAN :
1) Ditinjau dari cover, Buku I memiliki cover yang kurang menarik dibandingkan Buku II
2) Ditinjau dari refrensi, Buku I memiliki refrensi yang kurang luas dibangingkan dengan
Buku II
3) Buku I memiliki Bahasa yang kurang mudah dimengerti oleh pembaca yang tergolong
orang awam.
4) Buku I menggunakan pembahasan yang bertele-tele, sehingga terkesan kurang menarik
dibandingkan buku II.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Setiap buku pasti memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing, dari kedua
buku semuanya sudah bagus hanya saja ada kekurangan dan kelebihan dari masing-masing
buku, maka dari itu kita meriview buku ini agar bisa mencari reverensi lebih lengkap dari
berbagai sumber. Materi yang disajikan sudah bagus hanya saja pasti ada perbedaan antara
setiap buku sehingga bisa menjadi reverensi kita dalam memilih materi mana yang lebih
bagus.
DAFTAR PUSTAKA

Dasar-Dasar Hukum Tata Negara Indonesia. Hestu Cipto Handoyo dan Thresianti S.
Yosefine,Universitas Atmajaya.Yogyakarta.1996
Hukum Tata Negara Formal Di Indonesia.Widodo dan Totok Sudaryanto.Citra Aditya
Bhakti.Jakarta.2001

Anda mungkin juga menyukai