Anda di halaman 1dari 5

BERITA JUGA BISA BOHONG

Tugas mata kuliah Teknik Penilisan Karya Ilmiah


Dosen pengampu: Ahmad Syamsul Arifin, M.Pd.

Ditulis oleh:
Listiana Rizki Ayu (181200198)

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ALMA ATA
2018/2019
Berita Juga Bisa Bohong

Manusia kini semakin dimudahkan dengan perkembangan teknologi, hal itu


diimbangi dengan semakin mudah dan luasnya persebaran informasi yang ada.
Dampaknya, kita semakin kesulitan pula dalam memfilter setiap informasi yang kita
dapat, baik informasi yang kita inginkan maupun yang begitu saja kita peroleh. Jaman
sekarang sulit rasanya untuk tidak terpapar berbagai informasi yang tersebar melalui
handphone yang hampir setiap orang memilikinya. Masalahnya, tidak semua
informasi yang kita peroleh itu merupakan informasi faktual atau ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bahkan barangkali kita tidak sadar hal
tersebut. Wajar saja, arus informasi kini semakin deras.
Ada istilah “hoax” yang sudah bisasa digunakan untuk menyebut berita atau
informasi-informasi yang tidak ada kebenarannya. Menurut KBBI, hoax mengandung
arti berita bohong. Membahas hoax sendiri tidak akan pernah menjadi pembahasan
yang basi, karena akan ada terus bentuk-bentuk hoax yang beredar di masyarakat
setiap harinya.
Hal pertama yang terlintas di kepala begitu mendengar kata hoax, biasanya
tersebar melalui media sosial, ada di broadcast group whats app keluarga, berisi hal-
hal yang tidak masuk akal. Kebanyakan tentang politik, agama, dan kesehatan. Berita
yang tergolong hoax ini kebanyakan menyebar dari media social. Sementara media
social itu integritasnya tidak ada. Jika ada berita dan ternyata salah tidak bisa dituntut.
Biasanya orang-orang yang baru masuk di dunia media social yang kebanyakan
menjadi korban hoax. Karena meraka belum punya daya filter berita, sehingg
menjadikan sosmed sumber berita.
Lalu siapa oknum-oknum dibalik hoax tersebut? Biasanya yang membuat
hoax sendiri seringnya malah orang-orang yang sama sekali tidak ada sangkut
pautnya dengan isi berita. Tetapi orang tersebut memang dibayar untuk menciptakan
hoax. Bahkan ada yang dibayar untuk komentar-komentar negatif di akun-akun media
sosial. Mengagetkan bukan? Memang banyak sekali kepentingan-kepentingan yang
tersembunyi di dunia ini, karena setiap orang tentu saja memiliki kepentingannya
sendiri-sendidi dan tak jarang bertentangan antara satu dengan yang lainnya.

Masyarakat harusnya memiliki kesadaran otomatis, ketika membuka media


sosial dirinya bahwa yang sedang dibacanya bukan merupakan news platform, atau
research gate yang bisa dipertanggungjawabkan keaslian isinya. Ada semacam
ungkapan yang menyebutkan bahwa, ‘kebohongan jika diperdengarkan berkali-kali
akan membuat orang berpikir bahwa itu memang benar’. Bayangkan saja, kita tantu
tidak mau dibohongi oleh orang diseberang sana dibalik berita-berita bohong itu yang
ternyata hanya ingin mengambil uang dari traffic yang disebabkan oleh kita, karena
itu yang dia inginkan.
Anehnya, penduduk Indonesia termasuk peringkat ke-6 terbesar di dunia dalam
hal jumlah pengguna internet , tetapi minat baca penduduk Indonesia termasuk yang
golongan rendah yaitu peringkat ke-60 dari 61 negara. Mengapa demikian? Karena
kita cenderung terbiasa mendapat berita dari tempat-tempat yang tidak perlu banyak
membaca seperti caption di Instagram, bahkan foto yang diberi tulisan, yang instan.
Dan seringnya merasa malas jika harus membaca hasil research yang panjang dan
mendetil.
Lalu tindakan apa yang dapat masyarakat lakukan agar terhindar dari hoax?
Pertama, harus membiasakan diri berpikir kritis. Dengan cara, begitu mendapat berita
langsung coba cari kebenarannya lewat sumber lain yang lebih kredibel. Kedua, lebih
berhati-hati dalam bermedia sosial. Di twitter ada aturan yang menyebutkan bahwa
pihaknya tidak bertanggung jawab atas segala isi yang dimuat penggunanya, semua
isi tersebut merupakan tanggungjawab pengguna. Oleh karena itu sekali lagi
masyarakat harus sadar bahwa media sosial bukan tempatnya untuk asal percaya
dengan apa yang tersaji disana. Selain itu, dengan mensortir siapa saja yang diikuti di
media soaial juga berpengaruh. Misalnya pada masa-masa jelang pemilu seperti
sekarang ini sedang banyak-banyaknya hoax , profokator. Nah kita peru memfilter
diri siapa yang sebaiknya diikuti. Atau bisa juga dengan melihat orang-orang yang
akunnya sudah bercentang biru jika di instagram, meskipun itu tidak menjamin hanya
meminimalisir. Ketiga, carilah informasi dari platform yang memang khusus khusus
menyediakan berita. Tetapi juga harus jeli karena terkadang pun mereka juga
menampilkan fake news, nah apalagi media sosial. Dan tidak semua berita yang ada
sumber linknya itu berita factual. Rujukan yang paling tepat dan bisa dipercaya serta
dipertanggungjawabkan adalah jurnal ilmiah dan sebagainya.
Dengan demikian, semoga tidak ada lagi hoax-hoax bertebaran di tahun ini
dan mendatang. Atau hoaxnya tetap ada tidak apa-apa, namanya oknum mencari
uang, tetapimesyarakatnya tidak ada yang percaya karena sudah pintar semua.
Daftar Pustaka

Gewati, M. (2016, August 29). Minat Baca Indonesia Ada di Urutan ke-60
Dunia. Kompas.com.
Retrieved from
http://edukasi.kompas.com/read/2016/08/29/07175131/minat.baca.indonesia.ada.di.ur
utan.ke-60.dunia
Yusuf, Oik. (2014, November 24). Pengguna Internet Indonesia Nomor Enam Dunia.
tekno.kompas.com
https://tekno.kompas.com/read/2014/11/24/07430087/Pengguna.Internet.Indonesia.N
omor.Enam.Dunia

Anda mungkin juga menyukai