Anda di halaman 1dari 18

Advokasi

Advokasi (advocacy) adalah kegiatan memberikan bantuan kepada masyarakat dengan


membuat keputusan ( Decision makers ) dan penentu kebijakan ( Policy makers ) dalam
bidang kesehatan maupun sektor lain diluar kesehatan yang mempunyai pengaruh
terhadap masyarakat.   Dengan demikian, para pembuat keputusan akan mengadakan atau
mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam bentuk peraturan, undang-undang, instruksi
yang diharapkan menguntungkan bagi kesehatan masyarakat umum. Srategi ini akan
berhasil jika sasarannya tepat dan sasaran advokasi ini adalah para pejabat eksekutif dan
legislatif, para pejabat pemerintah, swasta, pengusaha, partai politik dan organisasi atau
LSM dari tingkat pusat sampai daerah. Bentuk dari advokasi berupa lobbying melalui
pendekatan atau pembicaraan-pembicaraan formal atau informal terhadap para pembuat
keputusan, penyajian isu-isu atau masalah-masalah kesehatan yang mempengarui
kesehatan masyarakat setempat, dan seminar-seminar kesehatan. .( Wahid Iqbal
Mubarak, Nurul Chayantin2009 ).

Advokasi Kesehatan, yaitu pendekatan kepada para pimpinan atau pengambil kebijakan
agar dapat memberikan dukungan masksimal, kemudahan perlindungan pada upaya
kesehatan (Depkes 2001). Menurut para ahli retorika Foss dan Foss et. All 1980, Toulmin
1981 (Fatma Saleh 2004), advokasi suatu upaya persuasif yang mencakup kegiatan-
kegiatan penyadaran, rasionalisasi, argumentasi dan rekomendasi tindak lanjut mngenai
sesuatu.
Organisasi non pemerintah (Ornop) mendefensisikan Advokasi sebagai upaya
penyadaran kelompok masyarakat marjinal yang sering dilanggar hak-haknya (hukum
dan azasi). Yang dilakukan dengan kampanye guna membentuk opini public dan
pendidikan massa lewat aksi kelas (class action) atau unjuk rasa.
1)      Tujuan Advokasi

Tujuan umum advokasi adalah untuk mendorong dan memperkuat   suatu perubahan
dalam kebijakan, program atau legislasi, dengan memperkuat basis dukungan sebanyak
mungkin.
2)      Fungsi Advokasi

Advokasi berfungsi untuk mempromosikan suatu perubahan dalam kebijakan program


atau peraturan dan mendapatkan dukungan dari pihak-pihak lain.

3)      Persyaratan untuk Advokasi

a)      Dipercaya (Credible), dimana program yang ditwarkan harus dapat meyakinkan
para penentu kebijakan atau pembuat keputusan , oleh karena itu harus didukung akurasi
data dan masalah.
b)      Layak (Feasible), program yang ditawarkan harus mampu dilaksanakan secara
tejhnik prolitik maupun sosial.
c)      Memenuhi Kebutuhan Masyarakat (Relevant)
d)     Penting dan mendesak (Urgent), program yang ditawarkan harus mempunyai
prioritas tinggi
4). Pendekatan kunci Advokasi

a). Melibatkan para pemimpin/ pengambil keputusan

b). Menjalin kemitraan

c). Memobilisasi kelompok peduli.

Dukungan Sosial (Social Support)


Strategi dukungan sosial ini adalah suatu kegiatan untuk mencari dukungan sosial melalui
tokoh-tokoh masyarakat (toma), baik tokoh masyarakat formal maupun informal. Tujuan
utama kegiatan ini adalah agar para tokoh masyarakat, sebagai jembatan antara sektor
kesehatan sebagai (pelaksana program kesehatan) dengan masyarakat (penerima
program) kesehatan. 
Dengan kegiatan mencari dukungan sosial melalui toma pada dasarnya adalah
mensosialisasikan program-program kesehatan, agar masyarakat mau menerima dan mau
berpartisipasi terhadap program kesehatan tersebut. Oleh sebab itu, strategi ini juga dapat
dikatakan sebagai upaya bina suasana, atau membina suasana yang kondusif terliadap
kesehatan. 

Bentuk kegiatan dukungan sosial ini antara lain: pelatihan-pelatihan para toma, seminar,
lokakarya, bimbingan kepada toma, dan sebagainya. Dengan demikian maka sasaran
utama dukungan sosial atau bina suasana adalah para tokoh masyarakat di berbagai
tingkat (sasaran sekunder).

Dalam membangun Kemitraan ada tiga (3) prinsip kunci yang perlu dipahami oleh
masing-masing anggota kemitraan  , yakni :
a.     Equity (Persamaan)
Individu, organisasi atau Individu yang telah bersedia menjalin kemitraan harus merasa
“duduk sama rendah berdiri sama tinggi”.Oleh sebab itu didaam vorum kemitraan asas
demokrasi harus diutamakan, tidak boleh satu anggota memaksakan kehendak kepada
yang lain karena merasa lebih tinggi dan tidak ada dominasi terhadap yang lain.

b.     Transparancy (Keterbukaan)
Keterbukaan maksudnya adalah apa yang menjadi kekuatan atau kelebihan atau apa yang
menjadi kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota harus diketahui oleh
anggota lainnya.Demikian pula berbagai sumber daya yang dimiliki oleh anggota yang
Satu harus diketahui oleh anggota yang lain. Bukan untuk menyombongkan yang satu
tehadap yang lainnya, tetapi lebih untuk saling memahami satu dengan yang lain
sehingga tidak ada rasa saling mencurigai.Dengan saling keterbukaan ini akan
menimbulkan rasa saling melengkapi dan saling membantu diantara anggota.

c.      Mutual Benefit ( Saling menguntungkan )


Menguntungkan disini bukan selalu diartikan dengan materi ataupun uang, tetapi lebih
kepada Non materi.Saling menguntungkan disini lebih dilihat dari kebersamaan atau
sinergitas dalam mencapai tujuan bersama.
Pemberdayaan Masyarakat ( Empowerment )

1. Pengertian Pemberdayaan

Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata


‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan
dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan
kita untuk membuat orang lain  melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari
keinginan dan minat mereka. Ilmu sosial tradisional menekannkan bahwa kekuasaan
berkaitan dengan  pengaruh dan kontrol. Pengertian ini mengasumsikan bahwa kekuasaan
sebagai suatu yang tidak berubah atau tidak dapat dirubah. Kekuasaan tidak vakum dan
terisolasi. Kekuasaan senantiasa hadir dalam konteks relasi sosial antara manusia. 
Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial. Karena itu, kekuasaan dan hubungan kekuasaaan
dapat berubah. Dengan pemahaman kekuasaan seperti ini, pemberdayaan sebagai sebuah
proses perubahan kemudian memiliki konsep yang bermakna. Dengan kata lain,
kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal :

1. Bahwa kekuasaan dapat berubah, Jika kekuasaan tidak dapat berubah


pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun.

2. Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian


kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.

Pemberdayaan (Empowernment) adalah sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari
perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat, utamanya Eropa. Untuk
memahami konsep pemberdayaan secara tepat dan jernih memerlukan upaya pemahaman
latar belakang kontekstual yang melahirkannya. Konsep tersebut telah begitu meluas
diterima dan dipergunakan, mungkin dengan pengertian presepsi yang berbeda satu
dengan yang lain. Penerimaan dan pemakaian konsep tersebut secara kritikal tentulah
meminta kita mengadakan telaah yang sifatnya mendasar dan jernih.
Konsep pemberdayaan mulia Nampak disekitar decade 70-an, dan kemudian berkembang
terus sepanjang decade 80-an dan sampai decade 90-an atau akhir abad ke-20 ini.
Diperkirakan konsep ini muncul bersamaan dengan aliran-aliran seperti Eksistensialisme,
Phenomelogi, Personalisme, kemudian lebih dekat dengan gelombang New-Marxisme,
freudialisme, aliran-aliran seperti Sturktualisme dan Sosiologi Kritik Sekolah Frankfurt
serta konsep-konsep seperti elit, kekuasaan, anti–astabilishment, gerakan populasi, anti-
struktur, legitimasi, ideology, pembebasn dan konsep civil society (Pranarka &
Moeljarto, 1996).
Istilah Pemberdayaan masyarakat tidak menganut pendekatan mobilisasi tetapi
partisipatif. Pada pendekatan partisipatif ini, perencana, agents dan masyarakat yang
dijadikan sasaran pembangunan bersama-sama merancang dan memikirkan
pembangunan yang diperlukan oleh masyarakat (Sairin, 2002)

Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) kini telah dijadikan sebuah


strategi dalam membawa masyarakat dalam kehidupan sejahtera secara adil dan merata.
Strategi ini cukup efektif memandirikan masyarakat pada berbagai bidang, sehingga
dibutuhkan perhatian yang memadai. Oleh kerena itu, Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Achmad Suyudi mengingstruksikan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
menggerakkan masyarakat melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit
(http://www.depkes.go.id/ ).
Pemberdayaan masyarakat secara umum lebih efektif jika dilakukan melalui program
pendampingan masyarakat (community organizing and defelopment), karena pelibatan
masyarakat sejak perencanaan (planning), pengorganisasian (Organising), pelaksanaan
(Actuating) hingga evaluasi atau pengawasan (Controlling) program dapat dilakukan
secara maksimal. Upaya ini merupakan inti dari pelaksanaan pemberdayaan masyarakat
(Halim, 2000).
Pelibatan masyarakat melalui pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen; perencanaan
(Planning), pengorganisasiaa.n (Organising), pelaksanaan (Actuating) hingga evaluasi
atau pengawasan (Controlling) program atau biasa disingkat POAC telah diadopsi untuk
program-program bidang kesehatan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan derajad
kesehatan masyarakat (Notoadmojo, 2003).
1.  Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah suatu kegiatan atau proses penganalisaan dan pemahaman system,
penyusunan konsep dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan demi
masa depan yang baik (Notoadmojo, 2003)

Beberapa batasan tentang perencanaan yang penting diketahui :

1. Perencanaan adalah kemampuan untuk memilih suatu kemungkinan yang tersedia


dan yang dipandang paling tepat untuk mencapai tujuan

2. Perencanaan adalah pekerjaan yang menyangkut penyusunan konsep serta


kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan demi
mas depan yang lebih baik

3. Perencanaan adalah upaya menyusun berbagai keputusan yang bersifat pokok


yang dipandang paling penting dan yang akan dilaksakan menurut urutannya guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan

4. Perencanaan adalah proses menetapkan pengarahan yang resmi dan menetapkan


berbagai hambatan yang dipikirkan dan dalam menjalankan suatu pogram guna
dipakaisebagai pedoman dalam suatu organisasi

5. Perencanaan adalah proses kerja yang terus menerus yang meliputi pengambilan
keputusan yang bersifat pokok dan penting dan yang akan dilaksakan secara sistematik,
melakukan perkiraan-perkiraan dengan mempergunakan segala pengetahuan yang ada
tentang masa depan, mengorganosir secara sistematik segala upaya yang dipandang
perlu untuk melaksanakan segala keputusan yang telah ditetapkan, serta mengukur
keberhasilan dalam pelaksanaan segala keputusan tersebut dengan membandingkan
hasil yang dicapai terhadap target yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan umpan
balik yang diterima dan yang telah disusun secara teratur dan baik

2.  Pengorganisasian (Organizing)


Pengorganisasian adalah  pengkordinasian kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan suatu
institusi, guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perencanaan mencakup; hal yang
diorganisasikan, proses pengorganisasian dan hasil pengorganisasian (Notoadmojo,
2003).

Peranan fungsi pengorganisasian sangat penting karena apabila fungsi pengorganisasian


telah berhasil dilaksakan, maka berbagai hal yang tercantum dalam suatu rencana (paln),
telah mendapat pengaturan, sehingga siap dilaksakan (Azwar, 1996).
Beberapa batasan tentang pengorganisasian yang penting diketahui ialah:

1. Pengorganisasian adalah pengelompokan berbagai kegiatan yang diperlukan


untuk melaksanakan suatu rencana sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah
ditetapkan dapat dicapai dengan memuaskan.

2. Pengorganisasian adalah pengaturan sejumlah porsonil yang dimilki untuk


memungkinkan tercapainya suatu tujuan yang telah disepakati dengan jalan
mengalokasikan masing-masing fungsi dan tanggung jawab.

3. Pengorganisasian adalah pengkordinansiaan secara sosial bebagai kegiatan dari


sejumlah orang tertentu untuk mencapai tujuan bersama melalui pengaturan pembagian
kerja dan fungsi menurut penjengjangannya secara bertanggung jawab.

1. Pelaksanaan (Actuating)

Setelah perencanaan (Planning) dan pengorganisasian (Organizing) selesai dilakukan,


mak selanjutnya selanjutnya yang akan ditempuh adalah pelaksanaan (Actuating).
Tahapan pelaksanaan ini tidak mudah karena dalam melaksanakan aktivitas yang
dimaksud, memerlukan suatu keterampilan khusus (Azwar, 2003).
Dalam pelaksanaan suatu rencana, seorang administrator dan ataupun menejer, perlu
menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan yang jika disederhanakan dapat
dibedakan atas enam macam, yakni:

1. Pengetahuan dan keterampilan motivasi (motivation)


2. Pengetahuan dan keterampilan komunikasi (communication)
3. Pengetahuan dan keterampilan kepemimpinan (leadership)
4. Pengetahuan dan keterampilan pengarahan (directing)
5. Pengetahuan dan keterampilan pengawasan (controlling)
6. Pengetahuan dan keterampilan supervise (supervition)
Pada tahapan ini keterlibatan masyarakat sangat dibutuhkan Karena masyarakat potensi
yang siknifikanyang bias menggerakkan program. Di sisi lain,jika masyarakat tidak
dilibatkan maka mereka akan apatis bahkan menghambat program yang dikembangkan.

1. Pengawasan (Conrolling)
Fungsi majemen yang tidak kalah pentingnya adala pengawasan (controlling).
Perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan yang tidak diikuti pengawasan maka
niscaya akan mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pokok dan fungsi
pengawasan adalah agar kegiatan-kegiatan dan orang-orang yang melakukan kegiatan
yang telah direncanakan tersebut dapat berjalan dengan baik.
Masyarakat dalam konteks pengawasan memiliki posisi strategis. Masyarakat adalah
massa yang bias melakukan pengawasan yang ketat sekaligus yang bias mendukung
kegiatan secara meyakinkan. Dalam era transisi selama ini, masyarakat adalah pengawas
yangpaling diharapkan.

Pengawasan adalah suatu proses untuk mengukur penampilan kegiatan atau pelaksanaan
kegiatan suatu program yang selanjutnya memberikan pengarahan-pengarahan sehingga
tujuanyang telah ditetapkan dapat tercapai. Agar pengawasan dapat berjalan dengan baik,
sekurang-kurangnya tiga hal yang perlu diperhatikan, yakni; obyek pengawasan, metode
pengawasan, dan proses pengawasan.

Pemberdayaan masyarakat merupakan issu strategis dalam upaya kesehatan, namun


pelaksanaan belum seprti yang diharapkan. Oleh karena itu, salah satu poin dalam visi
pelaksanaan pembangunan kesehatan kita adalah mendorong kemandirian masyarakat
untuk hidup sehat, dengan pertimbangan bahwa kesehatan adalah tanggungjawab
bersama setiap individu, masyarakat, pemerintah, dan swasta. Apapun peran yang
dijalankan oleh perintah, tanpa kesadaran individu dan masyarakat untuk secara mandiri
menjaga kesehatan mereka, hanya sedikit yang akan dicapai. Perilaku sehat dan
kemampuan untuk memilih atau memanfaatkan pelayanan kesehatan yang bermutu
sangat menentukan dalam pembangunan kesehatan. Oleh Karena itu salah satu upaya
kesehatan pokok atau misi sector kesehatan adalah mendorong kemandirian masyarakat
untuk hidup sehat (Depkes RI, 1999).

Dalam bidang kesehatan, Pelaksanaan Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu


upaya meningkatkan kemampuan masyarakat guna mengangkat harkat hidup, martabat
dan derajat kesejahteraan, dan meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyrakat
agar dapat mengembangkan diri dan memperkuat sumber daya yang dimiliki untuk
mencapai kemajuan (Leksono, 2004).

Dalam pelaksanaan program-program pemberdayaan masyarakat dalam bidang


kesehatan, perlu diperhatikan karakteristik masyarakat setempat yang dapat
dikelompokkan sebagai nerikut :

1. Masyarakat Pembina (Carring community)


Yaitu, masyarakat yang peduli keseatan, misalnya; LSM kesehatan, Organisasi Profesi
yang bergerak dibidang kesehatan.

1. Masyarakat Setara (Coping Community)


Yaitu masyarakat yang karena kondisinya kurang memadai sehinnga tidak dapat
memelihara kesehatannya. Misalnya seorang ibu sadar akan pentingnya pemeriksaan diri,
tetapi karena keterbatasan ekonomi dan tidak adanya transportasi sehingga si ibu tidak
pergi kesarana pelayanan kesehatan.

1. Masyarakat Pemuda ( Crisis Response Community)


Yaitu masyarakat yang tidak tahu akan pentingnya kesehatan dan belum didukung oleh
fasilitas yang tersedia. Misalnya, masyarakat yang berdomisili di lingkungan kumuh dan
daerah terpencil (Soekanto, 2002)

Program pemberdayaan masyarakat pada bidang kesehatan kini telah banyak


dikembangkan, baik oleh pemerintah maupun swasta terutama olek LSM (Lembaga
Swadaya Masyarakat). Pembangunan Indonesia Sehat 2010,yakni pengutamaan upaya-
upaya promotif dan preventif. Pendekatan promosi kesehatan inovatif, berbasis trias
epidemiologi dan proses psikologis komunikatif guna menyadarkan dan memotivasi
masyarakat untuk mampu hidup sehat dan menghindari deritan disability serta ancaman
kematian (Ngatimin, 2003)

2. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat

1. Pemerdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah


atau tidak beruntung (Jim Ife, 1995 dalam Edi Suharto, 2006).

2. Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat
untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap,
kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya.
Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan
kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain
yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi
perhatiannya (Persons, 1994 dalam Edi Suharto 2006).

3. Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui


pengubahan struktur social (Edi Suharto 2006).

4. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan  mana rakyat, organisasi, dan komunitas
diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya (Rappaport,
1984).

3. Kelompok Lemah dan Ketidakberdayaan

Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat, khususnya


kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal (misalnya
persepsi mereka sendiri), maupun karena kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh
struktur social yang tidak adil). Guna melengkapi pemahaman mengenai pemberdayaan
perlu diketahui konsep mengeni kelompok lemah dan ketidakberdayaan yang dialaminya.
Beberapa kelompok yang dapat dikategorikan sebagai kelompok lemah atau tidak
berdaya meliputi : (Edi Suharto, 2006).

1. Kelompok lemah secara structural, baik lemah secara kelas, gender, maupun etnis.

2. Kelompok lemah khusus, seperti manula, anak-anak dan remaja, penyandang


cacat, gay dan lesbian, masyarakat terasing.

3. Kelompok lemah secara personal, yakni mereka yang mengalami masalah pribadi
dan/ atau keluarga.

Kelompok-kelompok tertentu yang mengalami diskriminasi dalam suatu masyarakat,


seperti masyarakat kelas social ekonomi rendah, kelompok minoritas etnis, wanita,
populasi lanjut usia, serta para penyandang cacat, adalah orang-orang yang mengalami
ketidakberdayaan. Keadaan dan perilaku mereka yang berbeda dari ‘keumuman’
kerapkali dipandang sebagai ‘deviant’ (penyimpang). Mereka seringkali kurang dihargai
dan bahkan dicap sebagai orang yang malas, lemah yang disebabkan oleh dirinya sendiri.
Padahal ketidakberdayaan mereka seringkali merupakan akibat dari adanya
kekurangadilan dan diskriminasi dalam aspek-aspek kehidupan tertentu.

Menurut Berger dan Nenhaus dan Nisbet (Edi Suharto, 2006), struktur-struktur
penghubung (mediating structures) yang memungkinkan kelompok-kelompok lemah
mengekspresikan aspirasi dan menunjukkan  kemampuannya terhadap lingkungan social
yang lebih luas, kini cenderung melemah. Munculnya industrialisasi yang melahirkan
spesialisasi kerja dan pekerjaan mobile telah melemahkan lembaga-lembaga yang dapat
berperang sebagai struktur penghubung antara kelompok masyarakat lemah dengan
masyarakat luas. Organisasi-organisasi sosial, lembaga-lembaga keagamaan (mesjid,
gereja), dan lembaga keluarga yang secara tradisional merupakan lembaga alamiah yang
dapat member dukungan dan bantuan informal, pemecahan masalah dan pemenuhan
kebutuhan  para anggotanya, cenderung semakin  melemah peranannya. Oleh karena itu,
seringkali sistem ekonomi yang diwujudkan dalam berbagai bentuk pembangunan
proyek-proyek fisik, selain di satu pihak mampu meningkatkan kualitas hidup
sekelompok orang, jnuga tidak jarang malah semakin meminggirkan kelompok-
kelompok tertentu dalam masyarakat.

Ketidakberdayaan merupakan hasil dari pembentukan interaksi terus menerus antara


individu dan lingkungannya yang meliputi kombinasi antara sikap penyalahan diri
sendiri, perasaan yang tidak dipercaya, keterasingan dari sumber-sumber sosial dengan
perasaan tidak mampu dalam perjuangan. Ketidakberdayaan dapat bersumber dari faktor
internal maupun eksternal. ketidakberdayaan dapat berasal dari penilaian  diri yang
negative, interaksi negative dengan lingkungan yang lebih besar ( Edi Suharto, 2006).

1. Penilaian diri yang negative. Ketidakberdayaan dapat berasal dari adanya sikap
penilaian negative yang ada pada diri seseorang yang terbentuk akibat adanya penilaian
negative dari orang lain. Misalnya wanita atau kelompok minoritas merasa tidak
berdaya karena mereka telah disosialisasikan untuk melihat diri mereka sendiri sebagai
orang yang tidak memiliki kekuasaan tidak setara dalam masyarakat.

2. Interaksi negative dengan orang lain. Ketidakberdayaan dapat bersumber dari


pengalaman negative dalam interaksi antara korban yang tertindas dengan system di
luar mereka yang menindasnya. Sebagai contoh, wanita atau kelompok minoritas
seringkali mengalami pengalaman negative dengan  masyarakat di sekitarnya.
Pengalaman pahit ini kemudian menimbulkan perasaan tidak berdaya, misalnya rendah
diri, merasa tidak mampu, merasa tidak patut bergabung dengan  organisasi social
dimana mereka berada.

3. Lingkungan yang lebih luas dapat menghambat peran dan tindakan kelompok
tertentu. Situasi ini dapat mengakibatkan tidak berdayanya kelompok yang tertindas
tersebut dalam mengekspresikan atau menjangkau kesempatan-kesempatan yang ada di
masyarakat. Misalnya kebijakan  yang diskriminatif terhadap kelompok gay atau
lesbian dalam memperoleh pekerjaan dan pendidikan.

4. Indikator Keberdayaan
Menurut Kieffer (1981), pemberdayaan mencakup tiga dimensi yang meliputi kompetensi
kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi partisipatif. Parsons (1994) juga
mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk pada : (Edi Suharto, 2006)

1. Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual yang


kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan social yang lebih besar.

2. Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna dan
mampu mengendalikan diri dan orang lain.

3. Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan social, yang dimulai dari
pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan upaya-upaya
kolektif dari orang-orang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah
struktur-struktur yang masih menekan (Parsons,1994).

5. Konsep Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)


a. Konsep Masyarakat

Terdapat dua kelompok teori, yaitu : a). Kelompok teori dengan perspektif sistem
ekologi, b). Kelompok teori dngan perspektif system social. Perspektif sistem ekologi
mengarah pada penjelasan tentang masyarakat sebagai kesatuan individu yang tinggal
pada wilayah geografis tertentu. Oleh karena itu , fokus penjelasan persfektif sistem
ekologi meliputi : besar masyarakat, kepadatan, keanekaragaman, lingkungan fisik,
organisasi dan struktur sosial, serta tehnologi yang digunakan masyarakat. Adapun
persfektif sistim sosial menjelaskan tentang sistim pengorganisasian dalam masyarakat,
menggali interaksi antara subsistem dalam masyarakat (yang meliputi aspek ekonomi,
politik), secara horizontal didalam masyarakat, secara vertikal dengan masyarakat yang
lain, dengan masyarakat yang lebih besar .

Pemberdayaan masyarakat telah menjadi arus utama dalam model pembangunan


dibanyak Negara dan masyarakat. Berdasarkan telaah tentang model-model
pembangunan yang dialami banyak Negara termasuk Indonesia, terdapat 6 pendekatan
utama pembangunan, yaitu pendekatan pertumbuhan, pendekatan pertumbuhan dan
pmerataan, paradigma ketergantungan, tata ekonomi internasional baru, pendekatan
kebutuhan pokok, dan pendekatan kemandirian. (Notoatmodjo, 2005).

Berbagai pendekatan pembangunan diatas, selain menunjukkan adanya hasil-hasil


tertentu, tetapi ternyata juga masih ada keterbatasan. Apalagi bahwa jika ditelaah terdapat
berbagai sumber keterbelakangan, yang tidak mudah untuk dinyatakan apakah factor
tersebut sebagai hasil, sebagai penyebab,atau variable antara. Meskipun demikian , bias
dikatakan terdapat paling tidak 6 sumber keterbelakangan masyarakat, yaitu :1)
Kebodohan, 2) Kekakuan tradisi, 3) Penduduk yang tidak terampil, 4) Konsumtif, 5)
tidak mampu alih teknologi/waralaba, dan salah penempatan/penggunaan dibawah
kemampuan. Dalam negara yang sedang berkembang terdapat siklus keadaan yang
merupakan suatu lingkaran yang tidak berujung yang menghambat perkembangan
masyarakat secara keseluruhan. Secara sederhana lingkaran tersebut terdiri dari keadaan
sosial ekonomi rendah yang mengakibatkan ketidakmampuan dan ketidaktahuan, yang
secara otomatis mengakibatkan produktifitas juga ikut rendah. Dan selanjutnya juga
membuat keadaan sosial ekonomi semakin rendah dan seterusnya. (Notoatmodjo, 2005).

Dalam masyarakat itu sendiri sebenarnya terdapat suatu dinamika yang membuat mereka
mampu bertahan dalam keadaan yang sulit dan hal itu sebenarnya merupakan potensi
yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Sampai seberapa jauh
potensi ini berkembang dapat terlihat dari keadaan perkembangan masyarakat itu sendiri.
Pada masyarakat yang sudah berkembang maka hal ini menunjukkan bahwa mereka telah
dapat memanfaatkan potensi yang mereka miliki, sedangkan pada masyarakat yang
belum berkembang berarti mereka belum banyak memanfaatkan potensi yang mereka
miliki.

Secara sederhana dinamika masyarakat ini dapat digambarkan sebagai sebuah piringan
berputar. Kecepatan tertentu akan membuat pringan tersebut bergerak naik dan kecepatan
di bawah batas tertentu akan membuat pringan tersebut bergerak naik dan kecepatan di
bawah batas tertentu akan membuat piringan tersebut bergerak turun. Proses
pengembangan masyarakat merupakan usaha untuk memberikan percepatan kepada
piringan tersebut agar bergerak naik. Dari perumpamaan secara sederhana tersebut dapat
dibayangkan bahwa gerakan naik akan terjadi jika daya putar piringan tersebut
ditingkatkan atau diberi daya dari luar pada saat dan dengan cara yang tepat. Dan jelaslah
pula kiranya bahwa proses pengembangan masyarakat harus bertitik tolak dari dinamika
yang sudah dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, setiap usaha yang
bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan dinamika masyarakat, hendaknya
menempuh langkah-langkah sebagai berikut :

a)    Ciptakan kondisi agar potensi setempat dapat dikembangkan dan dimanfaatkan.
Potensi ini serigkali tidak dapat digunakan untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakatkarena adanya berbagai hambatan. Diperlukan kemampuan mengenal
hambatan-hambatan ini untuk selanjutnya bersama masyarakat menciptakan suatu
kondisi agar potensi yang sudah ada dapat dimanfaatkan untuk peningkatan taraf hidup.

b)   Pertinggi mutu potensi yang ada. Tergalinya potensi setempat harus diikuti dengan
peningkatan mutu agar dapat diperoleh manfaat yang optimal. Ini dapat dilakukan dengan
jalan mengikutsertakan masyarakat setempat sejak awal kegiatan hingga pelaksanaan dan
perluasan kegiatan, dengan mengadakan kegiatan pendidikan non formal.

c)    Usahakan kelangsungan kegiatan yang sudah ada. Terjemahanya kegiatan sebagai
wujud pemanfaatan potensi yang ada bukanlah suatu tujuan akhir. Harus diusahakan agar
kegiatan tersebut tidak berhenti di sana saja tetapi diikuti dengan kegiatan lain sebagai
hasil daya cipta masyarakat. Untuk itu maka setiap kegiatan harus menimbulkan
kepuasan agar timbul gairah dan daya cipta; harus dipilih kegiatan-kegiatan yang
mempunyai kelanjutan; serta diadakan latihan untuk pembentukan kader dan diikuti
dengan usaha meningkatkan keterampilannya.

d)   Tingkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Tujuan akhir daripada


usaha meningkatkan dinamika masyarakat adalah agar sebagai hasil proses
pengembangan dapat ditingkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
b. Persiapan Sosial

Kehidupan masyarakat desa yang tidak mempunyai media massa cenderung tidak
menyadari waktu. Karena itu dalam masyarakat yang terisolir pengetahuan merupakan
kekuatan dalam arti orang yang berumur dianggap orang yang berpengetahuan sehingga
orang tersebut mendapatkan semacam kekuasaan karena merekalah yang mengetahui hal-
hal yang sakral, serta norma-norma yang sudah merupakan hukum. Dalam masarakat
demikian maka komunikasi terutama berfungsi untuk menyimpan dan meneruskan
pengetahuan pada generasi berikutnya.

Bila alat-alat media massa masuk ke desa maka akan terjadi revolusi yaitu revolusi
konsep-konsep mengenai kehidupan, idea dan revolusi masyarakat itu sebagai sistem.
Komunikasi merupakan suatu proses pemberian idea ataupun kebutuhan dari
sikomunikator kepada sipenerima. Dalam komunikasi massa yang terjadi hanya
komunikasi satu arah karena sipenerima tidak bisa memberikan umpan balik secara
langsung sehingga tidak ada dialog. Dalam hal ini perlu sekali diperhatikan oleh
komunikator apa-apa yang harus disampaikan yang kira-kira sesuai dengan
keinginan penerima.Agarsuatu program dapat berjalan dengan baik, persiapan-persiapan
yang harus dilakukan bukan hanya pada aspek-aspek teknis program itu sendiri seperti
misalnya biaya dan material yang diperlukan tetapi juga harus ikut dipersiapkan
lingkungan masyarakat dimana program itu akan dilaksanakan.
Tujuan dari persiapan sosial ini adalah agar masyarakat ikut berpatisipasi secara aktif
sejak awal kegiatan hingga fase pelaksanaan dan pembinaan program. Dalam persiapan
sosial ini, ada tiga tahap yang harus dilalui, yaitu:1). Tahap pengenalan masyarakat, 2).
tahap pengenalan masalah, dan 3). Tahap penyadaran masyarakat. Dalam pelaksanaan
ketiga tahapan tersebut, bukanlah merupakan tahap-tahap yang secara tegas terpisah satu
sama lain, tetapi merupakan tahap yang saling tumpang tindih (over lapping).

c. Partisipasi dan Peranan Organisasi Lokal


Partisipasi yang bertanggung jawab sebaiknya dimiliki setiap organisasi lokal. Partisipasi
dapat dicapai bila mengetahui dengan jelas apa yang diharapkan dari kegiatan yang
dilakukan.Dengan sendiriya dibutuhkan pembagian tugas pada masing-masing anggota
dalam organisasi tersebut. Setiap organisasi lokal memiliki massa, memiliki pimpinan
dan program. Setelah dapat memberikan motivasi kepada pimpinan, serta memiliki
program yang sesuai dengan kondisi masyarakat setempat, maka dapatlah dilakukan
penggerakan massa berdasarkan program tersebut. Pemberian tanggung jawab penuh
pada organisasi lokal sangat penting dalam rangka partisipasi masyarakat dalam suatu
program berupa pemberian fasilitas fisik seperti pemanfaatan ruang untuk pertemuan,
alat-alat transportasi, pemondokan, dan sebagainya. Serta pemberian fasilitas non fisik
seperti mekanisme kontrol, dukungan moral,  bantuan tenaga dan pikiran, dan
sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Edi Suharto, 2005, Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat,  Kajian


Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pkerjaan Sosial, PT Refika
Aditama, Bandung 2005.
Noto Atmodjo, S, 2002, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Kesehatan, Andi Offset, Yogyakarta.
Noto, Atmodjo, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta.
Suprianto, Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Berkelanjutan, Rineka Cipta
2006.
Adi Sasongko, Pengorganisasian Dan pengembangan Masyarakat, Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Jakarta, 2000
Edi suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, PT. Refika Aditama,
Bandung, 2006
Yatim Faisal, Macam-macam penyakit menular dan pencegahannya, Pustaka populer
obor, Jakarta 2004
Rachmat habib haspara, Pembangunan kesehatan di indonesia, Gadja mada university
press, 2004
Adisasmito wiku, Sistem kesehatan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta 2007
www. depkes.co.id. Profile Direktorat Jenderal Pusat  Promosi Kesehatan RI, 05 Mei
2006.
 

Anda mungkin juga menyukai

  • Lirik
    Lirik
    Dokumen1 halaman
    Lirik
    Velisitas Mandagi
    Belum ada peringkat
  • Kuesioner Pre Test Penyuluhan
    Kuesioner Pre Test Penyuluhan
    Dokumen1 halaman
    Kuesioner Pre Test Penyuluhan
    Velisitas Mandagi
    Belum ada peringkat
  • Claudio Tugas Kamis
    Claudio Tugas Kamis
    Dokumen2 halaman
    Claudio Tugas Kamis
    Velisitas Mandagi
    Belum ada peringkat
  • Undangan Rapat Omk-1
    Undangan Rapat Omk-1
    Dokumen1 halaman
    Undangan Rapat Omk-1
    Velisitas Mandagi
    Belum ada peringkat
  • Latar Belakang Psikologi Paskal
    Latar Belakang Psikologi Paskal
    Dokumen2 halaman
    Latar Belakang Psikologi Paskal
    Velisitas Mandagi
    Belum ada peringkat
  • Desain Kualitatif
    Desain Kualitatif
    Dokumen17 halaman
    Desain Kualitatif
    Velisitas Mandagi
    Belum ada peringkat
  • Faktor
    Faktor
    Dokumen2 halaman
    Faktor
    Velisitas Mandagi
    Belum ada peringkat
  • Akk Fix
    Akk Fix
    Dokumen8 halaman
    Akk Fix
    Velisitas Mandagi
    Belum ada peringkat
  • Susunan Acara
    Susunan Acara
    Dokumen1 halaman
    Susunan Acara
    Velisitas Mandagi
    Belum ada peringkat
  • Agb
    Agb
    Dokumen8 halaman
    Agb
    Velisitas Mandagi
    Belum ada peringkat
  • Kampanye
    Kampanye
    Dokumen1 halaman
    Kampanye
    Velisitas Mandagi
    Belum ada peringkat
  • 04a Difteri
    04a Difteri
    Dokumen5 halaman
    04a Difteri
    Velisitas Mandagi
    Belum ada peringkat
  • Biomedik Arthropoda
    Biomedik Arthropoda
    Dokumen7 halaman
    Biomedik Arthropoda
    Velisitas Mandagi
    Belum ada peringkat
  • Biomedik 2 Kelompok
    Biomedik 2 Kelompok
    Dokumen3 halaman
    Biomedik 2 Kelompok
    Velisitas Mandagi
    Belum ada peringkat
  • Nama Kelompok Biomedik
    Nama Kelompok Biomedik
    Dokumen1 halaman
    Nama Kelompok Biomedik
    Velisitas Mandagi
    Belum ada peringkat