Advokasi Kesehatan, yaitu pendekatan kepada para pimpinan atau pengambil kebijakan
agar dapat memberikan dukungan masksimal, kemudahan perlindungan pada upaya
kesehatan (Depkes 2001). Menurut para ahli retorika Foss dan Foss et. All 1980, Toulmin
1981 (Fatma Saleh 2004), advokasi suatu upaya persuasif yang mencakup kegiatan-
kegiatan penyadaran, rasionalisasi, argumentasi dan rekomendasi tindak lanjut mngenai
sesuatu.
Organisasi non pemerintah (Ornop) mendefensisikan Advokasi sebagai upaya
penyadaran kelompok masyarakat marjinal yang sering dilanggar hak-haknya (hukum
dan azasi). Yang dilakukan dengan kampanye guna membentuk opini public dan
pendidikan massa lewat aksi kelas (class action) atau unjuk rasa.
1) Tujuan Advokasi
Tujuan umum advokasi adalah untuk mendorong dan memperkuat suatu perubahan
dalam kebijakan, program atau legislasi, dengan memperkuat basis dukungan sebanyak
mungkin.
2) Fungsi Advokasi
a) Dipercaya (Credible), dimana program yang ditwarkan harus dapat meyakinkan
para penentu kebijakan atau pembuat keputusan , oleh karena itu harus didukung akurasi
data dan masalah.
b) Layak (Feasible), program yang ditawarkan harus mampu dilaksanakan secara
tejhnik prolitik maupun sosial.
c) Memenuhi Kebutuhan Masyarakat (Relevant)
d) Penting dan mendesak (Urgent), program yang ditawarkan harus mempunyai
prioritas tinggi
4). Pendekatan kunci Advokasi
Bentuk kegiatan dukungan sosial ini antara lain: pelatihan-pelatihan para toma, seminar,
lokakarya, bimbingan kepada toma, dan sebagainya. Dengan demikian maka sasaran
utama dukungan sosial atau bina suasana adalah para tokoh masyarakat di berbagai
tingkat (sasaran sekunder).
Dalam membangun Kemitraan ada tiga (3) prinsip kunci yang perlu dipahami oleh
masing-masing anggota kemitraan , yakni :
a. Equity (Persamaan)
Individu, organisasi atau Individu yang telah bersedia menjalin kemitraan harus merasa
“duduk sama rendah berdiri sama tinggi”.Oleh sebab itu didaam vorum kemitraan asas
demokrasi harus diutamakan, tidak boleh satu anggota memaksakan kehendak kepada
yang lain karena merasa lebih tinggi dan tidak ada dominasi terhadap yang lain.
b. Transparancy (Keterbukaan)
Keterbukaan maksudnya adalah apa yang menjadi kekuatan atau kelebihan atau apa yang
menjadi kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota harus diketahui oleh
anggota lainnya.Demikian pula berbagai sumber daya yang dimiliki oleh anggota yang
Satu harus diketahui oleh anggota yang lain. Bukan untuk menyombongkan yang satu
tehadap yang lainnya, tetapi lebih untuk saling memahami satu dengan yang lain
sehingga tidak ada rasa saling mencurigai.Dengan saling keterbukaan ini akan
menimbulkan rasa saling melengkapi dan saling membantu diantara anggota.
1. Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan (Empowernment) adalah sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari
perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat, utamanya Eropa. Untuk
memahami konsep pemberdayaan secara tepat dan jernih memerlukan upaya pemahaman
latar belakang kontekstual yang melahirkannya. Konsep tersebut telah begitu meluas
diterima dan dipergunakan, mungkin dengan pengertian presepsi yang berbeda satu
dengan yang lain. Penerimaan dan pemakaian konsep tersebut secara kritikal tentulah
meminta kita mengadakan telaah yang sifatnya mendasar dan jernih.
Konsep pemberdayaan mulia Nampak disekitar decade 70-an, dan kemudian berkembang
terus sepanjang decade 80-an dan sampai decade 90-an atau akhir abad ke-20 ini.
Diperkirakan konsep ini muncul bersamaan dengan aliran-aliran seperti Eksistensialisme,
Phenomelogi, Personalisme, kemudian lebih dekat dengan gelombang New-Marxisme,
freudialisme, aliran-aliran seperti Sturktualisme dan Sosiologi Kritik Sekolah Frankfurt
serta konsep-konsep seperti elit, kekuasaan, anti–astabilishment, gerakan populasi, anti-
struktur, legitimasi, ideology, pembebasn dan konsep civil society (Pranarka &
Moeljarto, 1996).
Istilah Pemberdayaan masyarakat tidak menganut pendekatan mobilisasi tetapi
partisipatif. Pada pendekatan partisipatif ini, perencana, agents dan masyarakat yang
dijadikan sasaran pembangunan bersama-sama merancang dan memikirkan
pembangunan yang diperlukan oleh masyarakat (Sairin, 2002)
5. Perencanaan adalah proses kerja yang terus menerus yang meliputi pengambilan
keputusan yang bersifat pokok dan penting dan yang akan dilaksakan secara sistematik,
melakukan perkiraan-perkiraan dengan mempergunakan segala pengetahuan yang ada
tentang masa depan, mengorganosir secara sistematik segala upaya yang dipandang
perlu untuk melaksanakan segala keputusan yang telah ditetapkan, serta mengukur
keberhasilan dalam pelaksanaan segala keputusan tersebut dengan membandingkan
hasil yang dicapai terhadap target yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan umpan
balik yang diterima dan yang telah disusun secara teratur dan baik
1. Pelaksanaan (Actuating)
1. Pengawasan (Conrolling)
Fungsi majemen yang tidak kalah pentingnya adala pengawasan (controlling).
Perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan yang tidak diikuti pengawasan maka
niscaya akan mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pokok dan fungsi
pengawasan adalah agar kegiatan-kegiatan dan orang-orang yang melakukan kegiatan
yang telah direncanakan tersebut dapat berjalan dengan baik.
Masyarakat dalam konteks pengawasan memiliki posisi strategis. Masyarakat adalah
massa yang bias melakukan pengawasan yang ketat sekaligus yang bias mendukung
kegiatan secara meyakinkan. Dalam era transisi selama ini, masyarakat adalah pengawas
yangpaling diharapkan.
Pengawasan adalah suatu proses untuk mengukur penampilan kegiatan atau pelaksanaan
kegiatan suatu program yang selanjutnya memberikan pengarahan-pengarahan sehingga
tujuanyang telah ditetapkan dapat tercapai. Agar pengawasan dapat berjalan dengan baik,
sekurang-kurangnya tiga hal yang perlu diperhatikan, yakni; obyek pengawasan, metode
pengawasan, dan proses pengawasan.
2. Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat
untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap,
kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya.
Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan
kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain
yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi
perhatiannya (Persons, 1994 dalam Edi Suharto 2006).
4. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas
diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya (Rappaport,
1984).
1. Kelompok lemah secara structural, baik lemah secara kelas, gender, maupun etnis.
3. Kelompok lemah secara personal, yakni mereka yang mengalami masalah pribadi
dan/ atau keluarga.
Menurut Berger dan Nenhaus dan Nisbet (Edi Suharto, 2006), struktur-struktur
penghubung (mediating structures) yang memungkinkan kelompok-kelompok lemah
mengekspresikan aspirasi dan menunjukkan kemampuannya terhadap lingkungan social
yang lebih luas, kini cenderung melemah. Munculnya industrialisasi yang melahirkan
spesialisasi kerja dan pekerjaan mobile telah melemahkan lembaga-lembaga yang dapat
berperang sebagai struktur penghubung antara kelompok masyarakat lemah dengan
masyarakat luas. Organisasi-organisasi sosial, lembaga-lembaga keagamaan (mesjid,
gereja), dan lembaga keluarga yang secara tradisional merupakan lembaga alamiah yang
dapat member dukungan dan bantuan informal, pemecahan masalah dan pemenuhan
kebutuhan para anggotanya, cenderung semakin melemah peranannya. Oleh karena itu,
seringkali sistem ekonomi yang diwujudkan dalam berbagai bentuk pembangunan
proyek-proyek fisik, selain di satu pihak mampu meningkatkan kualitas hidup
sekelompok orang, jnuga tidak jarang malah semakin meminggirkan kelompok-
kelompok tertentu dalam masyarakat.
1. Penilaian diri yang negative. Ketidakberdayaan dapat berasal dari adanya sikap
penilaian negative yang ada pada diri seseorang yang terbentuk akibat adanya penilaian
negative dari orang lain. Misalnya wanita atau kelompok minoritas merasa tidak
berdaya karena mereka telah disosialisasikan untuk melihat diri mereka sendiri sebagai
orang yang tidak memiliki kekuasaan tidak setara dalam masyarakat.
3. Lingkungan yang lebih luas dapat menghambat peran dan tindakan kelompok
tertentu. Situasi ini dapat mengakibatkan tidak berdayanya kelompok yang tertindas
tersebut dalam mengekspresikan atau menjangkau kesempatan-kesempatan yang ada di
masyarakat. Misalnya kebijakan yang diskriminatif terhadap kelompok gay atau
lesbian dalam memperoleh pekerjaan dan pendidikan.
4. Indikator Keberdayaan
Menurut Kieffer (1981), pemberdayaan mencakup tiga dimensi yang meliputi kompetensi
kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi partisipatif. Parsons (1994) juga
mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk pada : (Edi Suharto, 2006)
2. Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna dan
mampu mengendalikan diri dan orang lain.
3. Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan social, yang dimulai dari
pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan upaya-upaya
kolektif dari orang-orang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah
struktur-struktur yang masih menekan (Parsons,1994).
Terdapat dua kelompok teori, yaitu : a). Kelompok teori dengan perspektif sistem
ekologi, b). Kelompok teori dngan perspektif system social. Perspektif sistem ekologi
mengarah pada penjelasan tentang masyarakat sebagai kesatuan individu yang tinggal
pada wilayah geografis tertentu. Oleh karena itu , fokus penjelasan persfektif sistem
ekologi meliputi : besar masyarakat, kepadatan, keanekaragaman, lingkungan fisik,
organisasi dan struktur sosial, serta tehnologi yang digunakan masyarakat. Adapun
persfektif sistim sosial menjelaskan tentang sistim pengorganisasian dalam masyarakat,
menggali interaksi antara subsistem dalam masyarakat (yang meliputi aspek ekonomi,
politik), secara horizontal didalam masyarakat, secara vertikal dengan masyarakat yang
lain, dengan masyarakat yang lebih besar .
Dalam masyarakat itu sendiri sebenarnya terdapat suatu dinamika yang membuat mereka
mampu bertahan dalam keadaan yang sulit dan hal itu sebenarnya merupakan potensi
yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Sampai seberapa jauh
potensi ini berkembang dapat terlihat dari keadaan perkembangan masyarakat itu sendiri.
Pada masyarakat yang sudah berkembang maka hal ini menunjukkan bahwa mereka telah
dapat memanfaatkan potensi yang mereka miliki, sedangkan pada masyarakat yang
belum berkembang berarti mereka belum banyak memanfaatkan potensi yang mereka
miliki.
Secara sederhana dinamika masyarakat ini dapat digambarkan sebagai sebuah piringan
berputar. Kecepatan tertentu akan membuat pringan tersebut bergerak naik dan kecepatan
di bawah batas tertentu akan membuat pringan tersebut bergerak naik dan kecepatan di
bawah batas tertentu akan membuat piringan tersebut bergerak turun. Proses
pengembangan masyarakat merupakan usaha untuk memberikan percepatan kepada
piringan tersebut agar bergerak naik. Dari perumpamaan secara sederhana tersebut dapat
dibayangkan bahwa gerakan naik akan terjadi jika daya putar piringan tersebut
ditingkatkan atau diberi daya dari luar pada saat dan dengan cara yang tepat. Dan jelaslah
pula kiranya bahwa proses pengembangan masyarakat harus bertitik tolak dari dinamika
yang sudah dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, setiap usaha yang
bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan dinamika masyarakat, hendaknya
menempuh langkah-langkah sebagai berikut :
a) Ciptakan kondisi agar potensi setempat dapat dikembangkan dan dimanfaatkan.
Potensi ini serigkali tidak dapat digunakan untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakatkarena adanya berbagai hambatan. Diperlukan kemampuan mengenal
hambatan-hambatan ini untuk selanjutnya bersama masyarakat menciptakan suatu
kondisi agar potensi yang sudah ada dapat dimanfaatkan untuk peningkatan taraf hidup.
b) Pertinggi mutu potensi yang ada. Tergalinya potensi setempat harus diikuti dengan
peningkatan mutu agar dapat diperoleh manfaat yang optimal. Ini dapat dilakukan dengan
jalan mengikutsertakan masyarakat setempat sejak awal kegiatan hingga pelaksanaan dan
perluasan kegiatan, dengan mengadakan kegiatan pendidikan non formal.
c) Usahakan kelangsungan kegiatan yang sudah ada. Terjemahanya kegiatan sebagai
wujud pemanfaatan potensi yang ada bukanlah suatu tujuan akhir. Harus diusahakan agar
kegiatan tersebut tidak berhenti di sana saja tetapi diikuti dengan kegiatan lain sebagai
hasil daya cipta masyarakat. Untuk itu maka setiap kegiatan harus menimbulkan
kepuasan agar timbul gairah dan daya cipta; harus dipilih kegiatan-kegiatan yang
mempunyai kelanjutan; serta diadakan latihan untuk pembentukan kader dan diikuti
dengan usaha meningkatkan keterampilannya.
Kehidupan masyarakat desa yang tidak mempunyai media massa cenderung tidak
menyadari waktu. Karena itu dalam masyarakat yang terisolir pengetahuan merupakan
kekuatan dalam arti orang yang berumur dianggap orang yang berpengetahuan sehingga
orang tersebut mendapatkan semacam kekuasaan karena merekalah yang mengetahui hal-
hal yang sakral, serta norma-norma yang sudah merupakan hukum. Dalam masarakat
demikian maka komunikasi terutama berfungsi untuk menyimpan dan meneruskan
pengetahuan pada generasi berikutnya.
Bila alat-alat media massa masuk ke desa maka akan terjadi revolusi yaitu revolusi
konsep-konsep mengenai kehidupan, idea dan revolusi masyarakat itu sebagai sistem.
Komunikasi merupakan suatu proses pemberian idea ataupun kebutuhan dari
sikomunikator kepada sipenerima. Dalam komunikasi massa yang terjadi hanya
komunikasi satu arah karena sipenerima tidak bisa memberikan umpan balik secara
langsung sehingga tidak ada dialog. Dalam hal ini perlu sekali diperhatikan oleh
komunikator apa-apa yang harus disampaikan yang kira-kira sesuai dengan
keinginan penerima.Agarsuatu program dapat berjalan dengan baik, persiapan-persiapan
yang harus dilakukan bukan hanya pada aspek-aspek teknis program itu sendiri seperti
misalnya biaya dan material yang diperlukan tetapi juga harus ikut dipersiapkan
lingkungan masyarakat dimana program itu akan dilaksanakan.
Tujuan dari persiapan sosial ini adalah agar masyarakat ikut berpatisipasi secara aktif
sejak awal kegiatan hingga fase pelaksanaan dan pembinaan program. Dalam persiapan
sosial ini, ada tiga tahap yang harus dilalui, yaitu:1). Tahap pengenalan masyarakat, 2).
tahap pengenalan masalah, dan 3). Tahap penyadaran masyarakat. Dalam pelaksanaan
ketiga tahapan tersebut, bukanlah merupakan tahap-tahap yang secara tegas terpisah satu
sama lain, tetapi merupakan tahap yang saling tumpang tindih (over lapping).
DAFTAR PUSTAKA