Anda di halaman 1dari 20

SANG PENCERAH

Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78

Mashendra: Analisis Kriminologis Terhadap Pelanggaran ...

EFEKTIVITAS PENERAPAN KONSEP DIVERSI TERHADAP


ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM
PERSPEKTIF SISTEM PERADILAN PIDANA

Mashendra
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,
Universitas Muhammadiyah Buton, Jl. Betoambari No. 36 Baubau.
E-mail: mashendra@gmail.com

Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Efektivitas Penerapan Konsep Diversi terhadap Anak yang Berhadapan
dengan Hukum dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana. Penelitian ini menggunakan dua jenis tipe penelitian, yaitu
penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empirik. Hasil penelitian menunjukan bahwa Pelaksanaan diversi
didasari keinginan menghindari efek negetaif terhadap jiwa dan perkembangan anak oleh keterlibatannya dengan
sistem peradilan pidana. Pelaksanaan diversi oleh aparat penegak hukum didasari oleh kewenangan aparat penegak
hukum yang disebut discretion atau diskresi. Faktor-faktor yang menghambat penerapan diversi terkhusus di Kota
Baubau adalah sebagai berikut: (1) Substansi Hukum. Diversi sudah diterapkan dalam beberapa bagian sistem hukum
di Indonesia, namun terhambat oleh lemahnya implementasi dan penegakan hukum. Kelemahan yang terkandung
dalam peraturan-peraturan yang terkait dengan penanganan ABH; (2) Struktur Hukum. Kelemahan dari peraturan
yang ada bisa teratasi apabila ada kepedulian dan sensivitas dari aparat penegak hukum dalam penanganan ABH. Hal
ini terjadi karena mereka mempunyai diskresi untuk memberikan alternatif yang lebih baik daripada penjara untuk
melindungi kepentingan masa depan anak; (3) Kultur Hukum/Partisipasi Masyarakat. Salah satu kendala
terhambatnya penerapan diversi di Kota BauBau adalah paradigma masyarakat yang beranggapan bahwa setiap
tindak kejahatan yang dilakukan ada balasannya (restributif justice).

Kata kunci: diversi, pidana, anak.

Abstract
The purpose of this study was to determine the Effectiveness of the Application of the Concept of Diversion to Children Faced with
Law in the Perspective of the Criminal Justice System. This study uses two types of research, namely normative legal research and
empirical legal research. The results of the study show that the implementation of diversion is based on the desire to avoid negative
effects on the soul and development of children by its involvement with the criminal justice system. The implementation of
diversion by law enforcement officers is based on the authority of law enforcement officials called discretion or discretion. Factors
that hinder the application of diversion especially in the City of Baubau are as follows: (1) Legal Substance. Diversion has been
applied in several parts of the legal system in Indonesia, but is hampered by weak implementation and law enforcement.
Weaknesses contained in the regulations relating to the handling of ABH; (2) Legal Structure. The weakness of the existing
regulations can be overcome if there is concern and sensitivity from law enforcement officials in handling ABH. This happens
because they have the discretion to provide a better alternative than prison to protect the future interests of the child; (3) Legal
Culture / Community Participation. One of the obstacles to the implementation of diversion in the city of BauBau is the paradigm
of the community who assume that every crime committed is reciprocated.

Keywords: diversion, criminal, child.

60
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78

Mashendra: Analisis Kriminologis Terhadap Pelanggaran ...

61
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78

Mashendra: Analisis Kriminologis Terhadap Pelanggaran ...

1. Pendahuluan terhadap pergaulan anak, dan penanganan


Fakta-fakta sosial yang belakangan yang tepat melalui peraturan-peraturan
ini terjadi dalam kehidupan masyarakat yang baik yang dibuat oleh sebuah negara.
adalah permasalahan yang terkait dengan Tindak pidana yang dilakukan anak
anak, dimana dalam kehidupan sosial yang merupakan masalah serius yang dihadapi
sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor setiap negara. Di Indonesia masalah tersebut
tersebut kita dihadapkan lagi dengan banyak diangkat dalam bentuk seminar dan
permasalahan penanganan anak yang diskusi yang diadakan oleh lembaga-
diduga melakukan tindak pidana. Anak lembaga pemerintah dan lembaga terkait
merupakan tumpuan harapan masa depan lainya. Kecenderungan meningkatnya
masyarakat, bangsa, negara, ataupun pelanggaran yang dilakukan anak atau
keluarganya, oleh karena kondisinya sebagai pelaku usia muda yang mengarah pada
anak, maka diperlukan perlakuan khusus tindak kriminal, mendorong upaya
agar dapat tumbuh dan berkembang secara melakukan penanggulangan dan
wajar baik fisik dan rohaninya. Bertolak dari penangananya, khusus dalam bidang
hal tersebut, pada hakikatnya pengaturan hukum pidana (anak) beserta acaranya. Hal
mengenai anak telah diatur secara tegas ini erat hubunganya dengan perlakuan
dalam konstitusi Indonesia yaitu berkaitan khusus terhadap pelaku tindak pidana usia
dengan pengaturan Hak Asasi Manusia muda. Penyelesaian tindak pidana perlu ada
yang diatur dalam Undang-Undang Negara perbedaan antara prilaku orang dewasa
Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B dengan pelaku anak, di lihat dari
ayat (2) (Amandemen ke-2, 18 Agustus 2000) kedudukanya, seorang anak secara hukum
mengatur dengan jelas hak-hak anak yang belum dibebani kewajiban dibandingkan
salah satunya adalah berhak atas orang dewasa, selama seorang masih disebut
kelangsungan hidup. Tumbuh dan anak, selama itu pula dirinya tidak dituntut
berkembang serta berhak atas perlindungan pertanggungjawaban, bila timbul masalah
dari kekerasan dan diskriminasi. terhadap anak diusahakan bagaimana
Peraturan perundang-undangan haknya dilindungi hukum.
yang telah dibuat oleh pemerintah Indonesia Polisi dalam sistem peradilan pidana
untuk memberikan perlindungan hak adalah awal dari proses untuk memeriksa
terhadap anak sebagai berikut: Undang- anak yang berhadapan dengan hukum.
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Polisi mempunyai suatu otoritas legal yang
Tahun 1945, Pasal 28B ayat (2); Undang- disebut diskresi, dimana dengan otoritas
Undang No. 4 Tahun 1979 tentang tersebut polisi berhak meneruskan atau
Kesejahteraan Anak, Pasal 2 ayat (3) dan tidak meneruskan suatu perkara.
ayat (4); Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Kemungkinan polisi melakukan atau
Tentang Hak Asasi Manusia memuat 15 menggunakan otoritas diskresi ini sangat
Pasal yaitu mulai dari pasal 52 s.d Pasal 66 besar. Beberapa negara melalui otoritas
yang secara khusus dinyatakan sebagai hak diskresi, selalu melalui pemeriksaan awal
asasi anak. Pasal 52 ayat (1) dan (2); dan polisi dapat menentukan bentuk pengalihan
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002. (diversi) terhadap suatu perkara anak.
Perlindungan anak merupakan Berdasarkan deskripsi di atas, fokus
pekerjaan penting yang harus terus penelitian ini adalah bagaimanakah
dilakukan oleh seluruh unsur negara kita. Efektivitas Penerapan Konsep Diversi
Bentuk-bentuk perlindungan anak ini pun terhadap Anak yang Berhadapan dengan
dilakukan dari segala aspek, mulai dari Hukum dalam Perspektif Sistem Peradilan
pembinaan pada keluarga, kontrol sosial Pidana?

61
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78

Mashendra: Analisis Kriminologis Terhadap Pelanggaran ...

Tujuan penelitian ini adalah untuk data sekunder. Sumber data yang digunakan
mengetahui Efektivitas Penerapan Konsep dalam penelitian ini adalah:
Diversi terhadap Anak yang Berhadapan 1. Penelitian pustaka (library research) yaitu
dengan Hukum dalam Perspektif Sistem menelaah berbagai literatur yang ada
Peradilan Pidana. hubungannya dengan obyek penelitian.
2. Peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam hal ini Kitab Undang-
2. Metode Penelitian Undang Hukum Pidana (KUHP),
Undang-Undang No. 3 Tahun 1997
Jenis Penelitian tentang Pengadilan Anak serta Undang-
Penelitian ini menggunakan dua jenis Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
tipe penelitian, yaitu penelitian hukum Perlindungan Anak.
normatif dan penelitian hukum empirik, 3. Penelitian lapangan (field research) yaitu
karena mengkaji bahan pustaka atau pengumpulan data dengan mangamati
sekunder sekaligus mencari data empiris secara sistematis terhadap fenomena-
dilapangan yang menyangkut fenomena beberapa kasus dalam berbagai
permasalahan. media. Melakukan Observasi langsung ke
lapangan khususnya Kepolisian Polres
Lokasi Penelitian Baubau, Kejaksaan Negeri Baubau,
Lokasi penelitian ini di Kota Baubau Pengadilan Negeri Klas IIB Baubau. Serta
dengan fokus kepada Kepolisian Polres Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA
Baubau, Kejaksaan Negeri Baubau, Baubau.
Pengadilan Negeri Baubau, Serta Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIA Baubau. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang
Populasi dan Sampel digunakan dalam penelitian ini
Populasi adalah seluruh objek, menyesuaikan dengan jenis data yang
individu, gejala, kejadian dan unit yang digunakan. Dalam memperoleh data
diteliti. Di dalam penentuan sampel, penulis sekunder dilakukan dengan cara penelitian
menggunakan metode purposive sampling, kepustakaan (library research) dengan
yaitu pengambilan sampel berdasarkan cirri- mengumpulkan bahan-bahan sekunder
ciri tertentu. Kriteria yang diambil yaitu seperti peraturan perundang-undangan,
Kepolisian, PPA (Pusat Perlindungan Anak) buku, jurnal hukum, hasil penelitian dan
sebanyak 4 (empat orang) sampel yang sebagainya. Sedangkan data primer
digunakan 2 (dua) Penyidik. Kejaksaan, 2 diperoleh dengan wawancara langsung
(dua) orang penuntut umum. Pengadilan dengan responden dan narasumber.
Negeri 2 (dua) orang. Lembaga
Pemasyarakatan 1 (satu) orang. Jadi Teknik Analisis Data
populasi dan sampel dalam penelitian ini Hasil yang diperoleh melalui studi
adalah populasi sebanyak 4 (empat) instansi kepustakaan dan juga wawancara secara
dan sampel adalah 6 (enam) orang. langsung disusun secara sistematis dan
analisis sesuai dengan metode pendekatan
Jenis dan Sumber Data normatif empiris, maka pendekatan yang
Penelitian ini termasuk penelitian digunakan adalah analisis secara deskriptif
hukum normatif empiris, maka jenis data kualitatif yaitu data yang bertitik tolak pada
yang digunakan adalah data primer dan upaya dalam menemukan asas-asas dan
teori-teori dalam menganalisis masalah

62
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78

Mashendra: Analisis Kriminologis Terhadap Pelanggaran ...

dalam penelitian ini. Hal ini dimaksudkan Delinkuensi anak terdapat dalam
agar penulis dapat menggambarkan beberapa ketentuan perundang-undangan,
keseluruhan hasil data yang diperoleh baik seperti KUHPidana dan Undang-Undang
melalui wawancara maupun melalui studi No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu:
kepustakaan. Selain itu penulis berharap a. Delikuensi dalam KUHP. Delinkuensi ini
dapat menggambarkan pendapat para ahli dapat digolongkan ke dalam 2 (dua)
atau pakar hukum, maupun referensi- pengertian pokok KUHP. Ketentuan
referensi yang telah dikumpulkan. Dari delinkuensi anak yang terdapat dalam
semua hasil-hasil yang diperoleh oleh KUHP menyeber pada beberapa pasal
penulis diharapkan dapat dianalisis yang baik yang terdapat dalam delik kejahatan
nantinya akan dihubungkan dengan maupun pelanggaran, yaitu:
rumusan peraturan perundang-undangan 1) Delinkuensi anak dalam kejahatan
yang ada dan dapat diambil kesimpulan terdiri dari: pencurian, perampokan,
atau jawaban guna menjawab permasalahan perkelahian, penggelapan,
yang diteliti. pembunuhan, pemerasan,
poronografi, kejahatan kesusilaan,
kejahatan yang mengganggu
3. Pembahasan ketertiban umum, dan perkosaan.
2) Delinkuensi anak dalam pelanggaran,
Kriteria-Kriteria Tindak Pidana yang terdiri dari: pelanggaran lalu lintas,
Dapat Diselesaikan Melalui Diversi pelanggaran narkotika/narkoba,
pelanggaran minuman keras,
Pengelompokan Delikuensi Anak perkelahian, dan prostitusi.
Dalam teori differential opportunity b. Delinkuensi anak pada Undang-Undang
structure, Richard A. Cloward dan Loyd E. No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Ohlin mengelompokkan delinkuensi anak Ketentuan delinkuensi anak, meliputi
(Soekanto, dkk 1981:69) bagian khusus dari ketentuan di luar
Fenomena delinkuensi anak yang KUHP. Ketentuan mengenai delinkuensi
demikian hanya mengkhususkan bentuk- anak hanya dirumuskan dari delik
bentuk rumusan delik yang terbatas pada perbuatan yang diancam dan dilarang
titel-titel kejahatan pencurian, dalam penggunaan narkotika pada
pengelompokan, perampokan, dan semua jenis dan tingkatan. Pasal 133
penipuan. Pengelompokan dimaksud berbunyi:
menunjukkan begitu sempitnya pemahaman 1) Setiap orang yang menyuruh, memberi
delinkuensi anak yang tumbuh dan atau menjanjikan sesuatu, memberikan
berkembang dalam realita-realita milenium kesempatan, mengajurkan,
ini. Bentuk kejahatan anak sudah semakin memberikan kemudahan, memaksa
terstruktur dan pada nuansa kejahatan yang dengan ancaman, memaksa dengan
berkembang dan berteknologi dan menjurus kekerasan, melakukan tipu muslihat,
pada kejahatan-kejahatan politik yang atau membujuk anak yang belum
kausalistis. Delinkuensi anak yang demikian cukup umur untuk melakukan tindak
harus meletakkan subjek anak sebagai pidana sebagaimana dimaksud dalam
pelaku kejahatan anak sebagai subjek Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal
hukum yang dapat 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117,
dipertanggungjawabkannya tindakan- Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal
tindakan perbuatan yang menimbulkan 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124,
delinkuensi anak itu menjadi sah. Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129

63
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78

Mashendra: Analisis Kriminologis Terhadap Pelanggaran ...

dipidana dengan pidana mati atau (1) Dilarang secara tanpa hak atau
pidana penjara seumur hidup, atau melawan hukum menanam,
pidana penjara paling singkat 5 (lima) memelihara, memiliki, menyimpan,
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) menguasai, atau menyediakan
tahun dan pidana denda paling sedikit narkotika golongan I dalam bentuk
Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar tanaman. (Pasal 111)
rupiah) dan paling banyak Rp. (2) Dilarang secara tanpa hak atau
20.000.000.000,00 (dua puluh miliar melawan hukum memiliki,
rupiah). menyimpan, menguasai, atau
2) Setia orang yang menyuruh, memberi menyediakan narkotika golongan I
atau menjanjikan sesuatu, memberikan bukan tanaman. (Pasal 112)
kesempatan, menganjurkan, (3) Dilarang secara tanpa hak atau
memberikan kemudahan, memaksa melawan hukum memproduksi,
dengan ancaman, memaksa dengan mengimpor, mengekspor, atau
kekerasan, melakukan tipu muslihat, menyalurkan narkotika golongan I.
atau membujuk anak yang belum (Pasal 113)
cukup umur untuk menggunakan (4) Dilarang secara tanpa hak atau
narkotika, dipidana dengan pidana melawan hukum menawarkan untuk
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dijual, menjual, membeli, menerima,
dan paling lama 15 (lima belas) tahun menjadi perantara dalam jual beli,
dan pidana denda paling sedikit Rp. menukar, atau menyerahkan
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) narkotika golongan I. (Pasal 114)
dan paling banyak 10.000.000.000,00 (5) Dilarang secara tanpa hak atau
(sepuluh milyar rupiah). melawan hukum membawa,
mengirim, mengangkut, atau
Pasal 134 berbunyi: mentransito narkotika golongan I.
(1) Pecandu narkotika yang sudah (Pasal 115)
cukup umur dan dengan sengaja (6) Dilarang secara tanpa hak atau
tidak meloprkan diri sebagaimana melawan hukum menggunakan
dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) Narkotika Golongan I terhadap orang
dipidana dengan pidana lain atau memberikan Narkotika
kurungan paling lama 6 (enam) Golongan I untuk digunakan orang
bulan atau pidana denda paling lain. (Pasal 116)
banyak Rp. 2.000.000,00 (dua juta (7) Dilarang secara tanpa hak atau
rupiah). melawan hukum memiliki,
(2) Keluarga dari pecandu narkotika menyimpan, menguasai, atau
sebagaimana dimaksud pada ayat menyediakan Narkotika Golongan II.
(1) yang dengan sengaja tidak (Pasal 117)
melaporkan pecandu narkotika (8) Dilarang secara tanpa hak atau
tersebut dipidana kurungan melawan huku memproduksi,
paling lama 3 (tiga) bulan atau mengimpor, mengekspor, atau
pidana denda paling banyak Rp. menyalurkan Narkotika Golongan II.
1.000.000,00 (satu juta rupiah). (Pasal 118)
Ketentuan pidana yang dilarang terhadap (9) Dilarang secara tanpa hak atau
anak adalah delinkuensi anak yang melawan hukum menawarkan untuk
termuat dalam pasal-pasal sebagai dijual, menjual, membeli, menerima,
berikut: menjadi perantara dalam jual beli,

64
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78

Mashendra: Analisis Kriminologis Terhadap Pelanggaran ...

menukar, atau menyerahkan b. memproduksi, mengimpor,


Narkotika Golongan II. (Pasal 119) mengekspor, atau menyalurkan
(10) Dilarang secara tanpa hak atau Prekursor Narkotika untuk
melawan hukum membawa, pembuatan Narkotika;
mengirim, mengangkut, atau c. menawarkan untuk dijual,
mentransito Narkotika Golongan II. menjual, membeli, menerima,
(Pasal 120) menjadi perantara dalam jual
(11) Dilarang secara tanpa hak atau beli, menukar, atau
melawan hukum menggunakan menyerahkan Prekursor
Narkotika Golongan II terhadap Narkotika untuk pembuatan
orang lain atau memberikan Narkotika;
Narkotika Golongan II untuk d. membawa, mengirim,
digunakan orang lain. (Pasal 121) mengangkut, atau mentransito
(12) Dilarang secara tanpa hak atau Prekursor Narkotika untuk
melawan hukum memiliki, pembuatan Narkotika.
menyimpan, menguasai, atau
menyediakan Narkotika Golongan Dalam Pasal 128 Undang-Undang
III. (Pasal 122) No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
(13) Dilarang secara tanpa hak atau disebutkan bahwa:
melawan hukum meproduksi, (1) Orang tua atau wali dari pecandu
mengimpor, mengekspor, atau yang belum cukup umur,
menyalurkan Narkotika Golongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
III. (Pasal 123) 55 ayat (1) yang sengaja tidak
(14) Dilarang secara tanpa hak atau melapor, dipidana dengan pidana
melawan hukum menawarkan kurungan paling lama 6 (enam)
untuk dijual, menjual, membeli, bulan atau pidana denda paling
menerima, menjadi perantara dalam banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta
jual beli, menukar, atau rupiah).
menyerahkan Narkotika Golongan (2) Pecandu Narkotika yang belum
III. (Pasal 124) cukup umur dan telah dilaporkan
(15) Dilarang secara tanpa hak atau oleh orang tua atau walinya
melawan hukum membawa, sebagaimana dimaksud dalam Pasal
mengirim, mengangkut, atau 55 ayat (1) tidak dituntut pidana.
mentransito Narkotika Golongan III. (3) Pecandu Narkotika yang telah
(Pasal 125) cukup umur sebagaimana dimaksud
(16) Dilarang secara tanpa hak atau dalam Pasal 55 ayat (2) yang sedang
melawan hukum menggunakan menjalani rehabilitasi medis 2 (dua)
Narkotika Golongan III terhadap kali masa perawatan dokter di
orang lain atau memberikan rumah sakit dan/atau lembaga
Narkotika Golongan III untuk rehabilitasi medis yang ditunjuk
digunakan orang lain. (Pasal 126) oleh pemerintah tidak dituntut
(17) Dilarang secara tanpa hak atau pidana.
melawan hukum: (4) Rumah sakit dan/atau lembaga
a. memiliki, menyimpan, rehabilitasi medis sebagaimana
menguasai, atau menyediakan dimaksud pada ayat (3) harus
Prekursor Narkotika untuk memenuhi standar kesehatan yang
pembuatan Narkotika; ditetapkan oleh Menteri.

65
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78

Mashendra: Analisis Kriminologis Terhadap Pelanggaran ...

satu dengan subsistem hukum yang lain saling


Kriteria-kriteria Tindak Pidana yang ketergantungan dan tidak tumpang tindih.
Dapat Diselesaikan Melalui Diversi Teori sistem hukum oleh Lawrence W.
Adapun beberapa kriteria tindak pidana Friedman (dalam Ali: 2009:204) terdiri dari tiga
yang melibatkan anak sebagai pelaku yang komponen, yaitu substansi hukum, struktur
harus diupayakan penyelesaiaannya dengan hukum, dan kultur hukum.
pendekatan diversi adalah: Substansi, struktur, dan kultur hukum
a. Kategori tindak pidana yang diancam harus berjalan beriringan agar tercipta
dengan sanksi pidana sampai dengan 1 penegakan hukum yang adil dan bermanfaat
(satu) tahun harus diprioritaskan untuk untuk masyarakat. Apabila ketiga komponen
diterapkan diversi, tindak pidana yang ini tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka
diancam dengan sanksi pidana diatas 1 akan menghambat tegaknya hukum di
(satu) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun Indonesia. Hal ini juga akan menghambat
dapat dipertimbangkan untuk melakukan penerapan diversi, yang diharapkan dapat
diversi, semua kasus pencurian harus menjadi solusi bagi anak yang berhadapan
diupayakan penerapan diversi kecuali dengan hukum.
menyebabkan atau menimbulkan kerugian Menurut Syamsuddin (dalam Faisal:
yang terkait dengan tubuh dan jiwa. 2010:81), terdapat empat fakta yang menandai
b. Memperhatikan usia pelaku, semakin muda kondisi gagalnya proses hukum di Indonesia.
usia pelaku, maka urgensi penerapan diversi Pertama, ketidakmandirian hukum. Kedua,
semakin diperlukan. integritas aparat penegak hukum yang buruk.
c. Hasil penelitian BAPAS, bila ditemukan Ketiga, kondisi masyarakat yang rapuh.
faktor pendorong anak terlibat dalam kasus Keempat, pertumbuhan hukum yang mandek.
pidana adalah faktor yang diluar kendali Masalah pokok penegakan hukum yang
anak maka urgenitas penerapan diversi sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang
semakin diperlukan. mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut
d. Kerugian yang ditimbulkan oleh tindak mempunyai arti yang netral, sehingga dampak
pidana anak, bila akibat yang ditimbulkan positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-
bersifat kebendaan dan tidak terkait dengan faktor tersebut. Faktor-faktor yang
tubuh dan nyawa seseorang maka urgenitas menghambat penerapan diversi terkhusus di
penerapan diversi semakin diperlukan. Kota Baubau adalah sebagai berikut:
e. Tingkat keresahan masyarakat yang 1. Substansi Hukum
diakibatkan oleh perbuatan anak. Manusia di dalam pergaulan hidup,
f. Persetujuan korban/keluarga korban. pada dasarnya mempunyai pandangan-
g. Kesediaan pelaku dan keluarganya. pandangan tertentu mengenai apa yang baik
h. Dalam hal anak melakukan tindak pidana dan apa yang buruk. Penjabaran secara lebih
bersama-sama orang dewasa maka orang kongkrit terjadi di dalam bentuk kaidah-
dewasa harus diproses hukum sesuai kaidah. Dalam hal ini kaidah-kaidah hukum
dengan prosedur biasa. yang berisikan suruhan, larangan atau
kebolehan. Kaidah-kaidah tersebut
Faktor-faktor yang Menghambat kemudian menjadi pedoman atau patokan
Terlaksananya Penerapan Diversi bagi perilaku atau sikap tindak yang
Terhadap Anak yang Berhadapan dengan dianggap pantas atau yang seharusnya.
Hukum Perilaku atau sikap tindak tersebut
Sistem hukum adalah suatu keseluruhan bertujuan untuk menciptakan, memelihara,
yang terdiri dari bagian-bagian atau sub-sub dan mempertahankan kedamaian.
sistem hukum. Antar subsistem hukum yang

66
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78

Mashendra: Analisis Kriminologis Terhadap Pelanggaran ...

Substansi hukum menurut Lawrence f. Peraturan-peraturan minimum Standar


M. Friedman (dalam Ali, 2009:204), PBB mengenai Administrasi Peradilan
mengemukakan bahwa substansi hukum Bagi Anak (The Beijing Rules).
adalah keseluruhan aturan hukum, norma g. Peraturan Kepala Kepolisan Negara
hukum, dan asas hukum baik yang tertulis Nomor 8 Tahun 2009.
maupun yang tidak tertulis, termasuk h. Petunjuk Teknis Jampidum Nomor: B-
putusan pengadilan. 532/E/I1/1995 Tanggal 9 November 1995
Diversi sebenarnya sudah diterapkan tentang Penuntutan Terhadap Anak di
dalam beberapa bagian sistem hukum di Bawah Umur.
Indonesia, namun terhambat oleh lemahnya i. Surat Keputusan Bersama Ketua MA-RI,
implementasi dan penegakan hukum. Salah Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian RI,
satu bentuk penanganan terhadap anak Menteri Hukum dan HAM RI, Menteri
yang rentan untuk terlibat atau dilibatkan Sosial RI, Menteri Pemberdayaan
dalam kenakalan atau suatu perbuatan Perempuan dan Perlindungan Anak RI
melanggar hukum terhadap anak (ABH) No. 166/KMA/SKB/XII/2009, No.
diatur dalam: 148A/A/JA.12/2009, No. B/45/XII/2009,
a. Pasal 16 ayat 3 UU No. 23 Tahun 2002 No. M.HH-08 HM.03.02 Tahun 2009, No.
tentang Perlindungan Anak bahwa 10/PRS-2/KPTS/2009, No. 02/Men. PP
“penangkapan, penahanan, atau tindak dan PA/XII/2009 tanggal 22 Desember
pidana penjara anak hanya dapat 2009 tentang Penangkapan Anak yang
dilakukan sebagai upaya terakhir”. Berhadapan dengan Hukum (Pasal 13
b. Pasal 66 ayat 4 UU No. 39 Tahun 1999 huruf a). “Penyidik melakukan upaya
tentang HAM bahwa penangkapan, penanganan perkara anak yang
penahanan, atau pidana penjara anak berhadapan dengan hukum dengan
hanya boleh dilakukan sesuai dengan pendekatan keadilan restorative untuk
hukum yang berlaku dan hanya dapat kepentingan terbaik bagi anak wajib
dilaksanakan sebagai upaya terakhir. melibatkan Balai Pemasyarakatan, orang
c. Pasal 37 huruf b Konvensi Hak Anak tua, dan/atau keluarga korban dan
bahwa tidak seorang anak pun akan pelaku tindak pidana serta tokoh
dirampas kemerdekaannya, secara tidak masyarakat setempat”.
sah atau sewenang-wenang.
Penangkapan, penahanan, atau Seperti yang telah dipaparkan di atas,
penghukuman seorang anak harus sesuai sebagian pertauran yang berkaitan dengan
dengan hukum dan akan diterapkan penanganan ABH sebenarnya sudah
sebagai upaya terakhir dan untuk jangka berupaya menempatkan diversi, walaupun
waktu yang paling pendek. belum secara komprehensif. Namum
d. Peraturan PBB untuk Perlindungan Anak demikian, meskipun sudah ada berbagai
yang dicabut kebebasannya (Havana perangkat hukum, dalam kenyataannya
Rules Pasal 17). tidak cukup membawa perubahan yang
e. TR/1124/XI/2006 dari Kabareskrim cukup baik bagi anak-anak yang berhadapan
POLRI tanggal 16 November 2006 dan dengan hukum. Namun dalam peraktiknya,
TR/395/VI/2008 tanggal 9 Juni 2008 unsur-unsur diversi itu tidak berjalan
tentang Pelaksanaan Diversi dan dengan baik karena beberapa kendala yang
Restorative Justice dalam Penanganan saling terkait satu sama lain sehingga
ABH. Peraturan Standar Minimum PBB menyulitkan upaya perlindungan hak anak.
untuk upaya-upaya non-penahanan (The Kelemahan yang terkandung dalam
Tokyo Rules). peraturan-peraturan yang terkait dengan

67
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78

Mashendra: Analisis Kriminologis Terhadap Pelanggaran ...

penanganan ABH itu sendiri, yaitu Undang- 2. Struktur Hukum


Undang Pengadilan Anak juga belum Struktur hukum menurut Lawrence
memberikan alternatif mekanisme M. Friedman (Achmad Ali, 2009:204)
penerapan diversi yang jelas untuk bisa mengemukakan bahwa struktur hukum
menjadi pedoman bagi aparat penegak adalah keseluruhan institusi-institusi
hukum. Menurut Ari Wahyu Irawan, S.H. hukum yang ada beserta aparatnya,
(Hakim Anak Pengadilan Negeri BauBau, mecakup antara lain kepolisian dengan
wawancara tanggal 6 Maret 2014) bahwa: para polisinya, kejaksaan dengan para
“Undang-Undang Pengadilan Anak sudah jaksanya, pengadilan dengan para
bagus, tetapi kelemahannya yaitu hakimnya, dan lain-lain.
komposisinya yang menempatkan Secara sosiologis, maka setiap
penjatuhan pidana lebih diatas daripada penegak hukum tersebut mempunyai
tindakan. Seharusnya penjatuhan tindakan kedudukan dan peranan. Kedudukan
lebih utama daripada penjatuhan pidana. merupakan posisi tertentu di dalam
Pidana penjara ditempatkan paling akhir.” struktur kemasyarakatan. Kedudukan
tersebut berisi tentang hak dan kewajiban
Berkaitan dengan peraturan yang tertentu. Hak dan kewajiban merupakan
belum jelas tersebut, menurut Hernayati, peranan. Oleh karena itu, seseorang yang
S.H. (Jaksa Fungsional Kejaksaan Negeri mempunyai kedudukan tertentu
BauBau, wawancara tanggal 7 Maret 2014) dinamakan pemegang peranan. Suatu
bahwa: peranan tertentu dapat dijabarkan ke
“Kami terbentur aturan jika ingin dalam unsur-unsur sebagai berikut:
menghentikan penuntutan. Jadi harus ada 1. Peranan ideal,
aturan yang jelas”. 2. Peranan yang seharusnya.
3. Peranan yang dianggap oleh diri
Hal senada juga diungkapkan oleh sendiri, dan
Iswahyu Widodo (Hakim Anak di Pengadilan 4. Peranan yang sebenarnya dilakukan.
Negeri BauBau, wawancara tanggal 10 Maret
2014) bahwa: Peranan yang ideal dan yang
“Jika ada tindak pidana ringan yang seharusnya berasal dari pihak lain,
dilakukan oleh anak kemudian tidak ingin sedangkan peranan yang dianggap oleh
diproses secara hukum, undang-undangnya diri sendiri dan peranan yang sebenarnya
harus dirubah”. dilakukan berasal dari diri pribadi.
Masalah peranan dianggap penting
Tidak dapat disangkal bahwa tidak karena pembahasan mengenai penegak
ada undang-undang yang sempurna atau hukum sebenarnya lebih banyak tertuju
lengkap. Pasti saja ada kekurangan atau pada diskresi. Diskresi menyangkut
kelemahannya. Secara umum dapat pengambilan keputusan yang tidak
dikemukakan bahwa ada dua kelemahan sangat terikat oleh hukum, di mana
pokok yang potensial terdapat dalam penilaian pribadi juga memegang
perundang-undangan. Pertama, dari segi peranan.
perumusannya terkadang kurang lengkap, jelas Di dalam penegak hukum, diskresi
dan kongkret. Kedua, dari aspek muatan sangat penting karena (1) Tidak ada
materinya terkadang tidak relevan lagi dengan perundang-undangan yang sedemikian
realitas sosial. lengkapnya sehingga dapat mengatur
semua perilaku manusia; (2) Adanya
kelambatan-kelambatan untuk

68
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78

Mashendra: Analisis Kriminologis Terhadap Pelanggaran ...

menyesuaikan perundang-undangan melakukan sanksi tindakan daripada


dengan perkembangan-perkembangan di sanksi pidana.
dalam masyarakat, sehingga a) Kepolisian
menimbulkan ketidakpastian; (3) Tugas dan kewenangan
Kurangnya biaya untuk menerapkan Kepolisian Negara Republik Indonesia
perundang-undangan sebagaimana yang dalam penanganan ABH sesuai
dikehendaki oleh pembentuk undang- dengan Pasal 8 Keputusan Bersama
undang; dan (4) Adanya kasus-kasus tentang Penanganan ABH meliputi:
individual yang memerlukan 1) Menyiapkan penyidik yang
penanganan khusus. mempunyai minat, kemampuan,
Penggunaan perspektif peranan perhatian dan dedikasi dan
dianggap mempunyai keuntungan- bersertifikasi di bidang anak pada
keuntungan tertentu karena (1) Fokus Mabes Polri dan jajaran
utamanya adalah dinamika masyarakat; kewilayahannya;
(2) Lebih mudah untuk membuat suatu 2) Meningkatkan jumlah Unit
proyeksi karena memusatkan perhatian Pelayanan Perempuan dan Anak/
pada segi prosedural; (3) Lebih Unit PPA di Mabes Polri dan jajaran
memperhatikan pelaksanaan hak dan kewilayahannya;
kewajiban serta tanggung jawab. 3) Menyediakan ruang pemeriksaan
Peranan yang seharusnya dari khusus bagi anak di Mabes Polri
penegak hukum tertentu telah dan jajaran kewilayahannya;
dirumuskan di dalam beberapa undang- 4) Melaksanakan pendidikan dan
undang dan kebijakan-kebijakan dari pelatihan tentang penanganan
institusi masing-masing. Sebenarnya ABH;
kelemahan dari peraturan yang ada bisa 5) Menyusun panduan/pedoman
teratasi apabila ada kepedulian dan standar tentang penanganan ABH
sensivitas dari aparat penegak hukum dengan pendekatan keadilan
dalam penanganan ABH. Hal ini terjadi restorative;
karena mereka mempunyai diskresi 6) Membentuk kelompok kerja
untuk memberikan alternatif yang lebih penanganan ABH; dan
baik daripada penjara untuk melindungi 7) Melakukan sosialisasi internal, yang
kepentingan masa depan anak. Namun dalam pelaksanaannya dapat
sayangnya, aparat penegak hukum lebih bekerja sama dengan instansi
banyak yang mempunyai paradigm terkait.
legalistik yang hanya berpedoman pada
hukum tertulis an sich dengan alasan Berdasarkan Pasal 8 Keputusan
mereka memang dilatih untuk itu. Bersama di atas, maka pihak
Padahal, hukum sendiri juga memberikan kepolisian mempunyai peranan yang
kelenturan dalam penanganan ABH. besar terhadap penanganan ABH
Tidak semua aparat penegak karena merupakan gerbang pertama
hukum mempunyai paradigm legalistik, dalam penegakan hukum.
terbukti dengan banyaknya upaya damai
yang dilakukan oleh Kepolisian Polres Tabel 1 Data Penanganan ABH
BauBau unit Perlindungan Anak dan Tahun 2011-2012
putusan salah satu hakim di Pengadilan
Negeri BauBau yang lebih banyak

69
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78

Mashendra: Analisis Kriminologis Terhadap Pelanggaran ...

kalau kejahatan itu baru dilakukan, kita


Tahun Jumlah Upaya Upaya akan melakukan upaya damai”.
Kasus Diversi Hukum
2011 22 8 11 Tabel 2 Sarana dan Prasarana Perangkat
2012 34 15 15 Hukum Penanganan ABH di
Total 56 30 26 Polres BauBau
Sumber: Polres Baubau Tahun 2013 Proses Hukum Ruang Bantuan
yang dilakukan Unit Tahanan Hukum
PPA Khusus Litmas
Tabel 1 di atas menggambarkan bahwa 1. Keadilan Ada Belum Ada Ada
penanganan ABH melalui pendekatan Restoratif/Diversi Ada
2. Proses Hukum
diversi dan diproses secara hukum formal
Formal
terjadi keseimbangan di tahun 2011,
Sumber: Polres BauBau Tahun 2013
sedangkan pada tahun 2012 penanganan
ABH melalui cara diversi mengalami Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa
peningkatan dari 8 kasus menjadi 15 kasus. pihak kepolisian di Polres Kota BauBau
Pihak kepolisian lebih mengutamakan melakukan dua cara penanganan ABH, yaitu
upaya damai atau menggunakan cara
dengan cara diversi dan proses hukum
diversi dalam menangani ABH daripada
formal. Data ini juga menunjukkan bahwa
proses secara hukum karena lebih baik
tersedianya unit Perlindungun Perempuan
mengutamakan kepentingan terbaik untuk
dan Anak, Litmas dan Bantuan Hukum,
anak, tetapi tidak semua kasus ditangani tetapi tidak tersedianya tahanan khusus
secara diversi karena ada beberapa anak.
pertimbangan. Hal ini berdasarkan Kendala yang dihadapi di instansi
pendapat Aiptu Muslimin, S.H. (Kanit PPA
kepolisian dalam melakukan pendekatan
di Polres BauBau, wawancara tanggal 13 diversi adalah banyaknya para penegak
Maret 2014), bahwa: hukum yang masih berparadigma legalistik,
“Dalam Konvensi Hak Anak dan beberapa
kaku, dan kurangnya pemahaman tentang
peraturan mengatur tentang ABH bahwa
penanganan ABH. Hal ini diungkapkan oleh
penjara merupakan upaya paling akhir.
Aiptu Muslimin, S.H. (Kanit PPA, Polres
Data di Polres BauBau banyak yang damai
Baubau wawancara tanggal 14 Maret 2014)
karena itulah yang diharapkan oleh undang-
bawah:
undang dan kami mempunyai dasar hukum
“Masih adanya kasus-kasus ringan yang
dan kami juga tidak mempunyai tahanan
diproses secara hukum oleh Kepolisian
anak, kecuali anak itu putus sekolah dan
dikarenakan kurangnya pemahaman
melakukan tindak pidana sebagai mata
penyidik dan kurangnya sosialisasi
pencarian atau dijadikan sebagai profesinya
terhadap aturan yang ada”.
dan dilakukan secara berulang-ulang. Hal
ini menjadi pertimbangan untuk anak yang
ditahan. Jika terjadi kasus-kasus ringan Hal senada juga diungkapkan oleh
seperti pencurian ringan, kami jarang Hernayati, S.H. (Jaksa Fungsional Kejaksaan
melanjutkan ke proses hukum”. Negeri BauBau, wawancara tanggal 17
Maret 2014) bahwa:
Hal senada juga diungkapkan oleh “Seharusnya pada tingkat penyidikan
Wahyudi (Penyidik Anak Polres BauBau, dilakukan pendekatan keadilan restorative
wawancara tanggal 14 Maret 2014) bahwa: (diversi) agar tidak diteruskan pada
“Penahanan anak dilakukan jika seorang tingkat penuntutan. Fakta yang terjadi,
anak melakukan kejahatan sebagai hobi dan penyidik yang kadang menghalangi pihak
dilakukan secara berulang-ulang, tetapi pelaku dan korban untuk berdamai. Kita
bukan ingin merendahkan penyidik,

70
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78

Mashendra: Analisis Kriminologis Terhadap Pelanggaran ...

kenyataannya banyak penyidik yang maupun sebagai mediator atas perkara


tamatan SMA sehingga dalam tersebut.
memberikan pemahaman hukum kepada Tugas dan kewenangan Kejaksaan
masyarakat sangat minim”. Republik Indonesia dalam penanganan
ABH sesuai dengan Pasal 7 Keputusan
b) Kejaksaan Bersama tentang penanganan ABH,
Kejaksaan merupakan lembaga meliputi:
pemerintah di bidang hukum yang 1) Melakukan penuntutan dengan
memiliki tugas dan fungsi untuk memperhatikan kepentingan terbaik
melaksanakan kekuasaan negara khusus bagi ABH;
dalam wilayah penuntutan. Ketentuan 2) Menyiapkan jaksa dan tenaga
tentang kedudukan kejaksaan ini diatur administrasi yang mempunyai minat,
dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. kemampuan, perhatian dan dedikasi
16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan serta bersertifikasi di bidang anak
Republik Indonesia sebagai berikut: pada setiap kantor kejaksaan;
1) Kejaksaan RI yang selanjutnya dalam 3) Menyediakan ruang pemeriksaan
undang-undang ini disebut kejaksaan khusus bagi anak pada setiap kantor
adalah lembaga pemerintah yang kejaksaan;
melaksanakan kekuasaan negara di 4) Mengadakan diskusi secara rutin serta
bidang penuntutan serta pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan;
melaksanakan kewenangan lain 5) Menyusun panduan/pedoman, surat
berdasarkan undang-undang; edaran tentang penanganan ABH
2) Kekuasaan negara sebagaimana dengan pendekatan diversi;
dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan 6) Membentuk kelompok kerja
secara merdeka; penanganan ABH;
3) Kejaksaan sebagaimana dimaksud 7) Melakukan sosialisasi internal;
pada ayat 1 adalah satu dan tidak 8) Mengefektifkan fungsi kepala
terpisah-pisahkan. kejaksaan tinggi dalam memberikan
bimbingan dan pengawasan terhadap
Memperhatikan ketentuan tersebut, jalannya penuntutan di daerah
bekerjanya subsistem kejaksaan dalam hukumnya.
kaitannya dengan peradilan pidana tidak
terlepas dari bahan-bahan (BAP dan alat Berdasarkan hasil penelitian, penulis
bukti) yang disampaikan oleh subsistem menemukan adanya kesenjangan antara
kepolisian. Sebelum melakukan ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 7
Keputusan Bersama tentang Penanganan
penuntutan ke pengadilan, penuntut
umum sebagai organ dari subsistem ABH dengan kenyataan yang ada di
kejaksaan yang mendapat tugas lapangan. Kesenjangan itu dapat terlihat
menangani perkara pidana, terlebih dari table di bawah ini:
dahulu melakukan pemeriksaan terhadap Tabel 3 Data Penanganan ABH Kejaksaan
berkas perkara. Negeri Baubau Tahun 2011-2012
Di dalam kewenangan tersebut, Tahun Jumlah Upaya Uoaya
tidak ditemukan pengaturan kewenangan Kasus Diversi Hukum
bahwa Jaksa Penuntut Umum dapat 2011 172 - 172
melakukan tindakan lain, baik sebagai 2012 117 - 117
fasilitator dalam suatu negosiasi antara Total 289 - 289
pelaku tindak pidana dengan korbannya, Sumber: Kejaksaan Negeri Kota Baubau Tahun
2013

71
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78

Mashendra: Analisis Kriminologis Terhadap Pelanggaran ...

Tabel 3 menunjukkan bahwa tahun 2011 ke orang tuanya, sehingga pihak kejaksaan
dan 2012 penanganan ABH di tingkat melawan kami dengan upaya hukum”.
penuntutan tidak melalui pendekatan keadilan
restorative (diversi), tetapi semua kasus anak Dalam hal ini, perlu cara pandang
diproses sesuai prosedur hukum formal. baru yang mampu menjelaskan problem-
Menurut Hernayati, S.H. (Jaksa Fungsional problem sosial secara utuh, sejalan dengan
Kejaksaan Negeri BauBau, wawancara tanggal perkembangan keilmuan yang terjadi akhir
17 Maret 2014) bahwa: abad ke-20. Dalam konteks hukum muncul
“Kami dalam melakukan kebijakan, harus teori chaos yang melihat hukum sebagai
sesuai dengan aturan karena akan realitas yang bersifat cair. Menurut Charles
dilaporkan kepada pimpinan. Apabila sudah Sampford, kaum positivist telah melakukan
disetujui pimpinan, kemudian kami akan reduksi realitas. Oleh karena itu, teori
lanjutkan. Prosedur penghambat kami hukum tidak harus berupa teori sistem
untuk melakukan pendekatan diversi karena mekanis, tetapi dapat berupa teori
kami harus melaksanakan tugas sesuai ketidakteraturan (disorder). Pada konteks
aturan yang berlaku”. tersendiri, pemikiran Charles Sampford
tentang struktur hukum yang cair, telah
Ali (dalam Faisal, 2010:62) menghantarkan Satjipto Rahardjo sampai
memberikan kritikan terhadap penegak pada anggapan tentang hukum yang disorder
hukum positivist yang mengatakan: karena hukum dalam tatanan empirik
“Dewasa ini cara berhukum bangsa ini sebagai tatanan yang tidak teratur.
snagat memprihatinkan, karena akibat
penggunaan kacamata positivist yang kaku Tabel 4 Sarana dan Prasarana Perangkat
dalam menginterpretasikan berbagai Hukum Penanganan ABH Di
undang-undang, maka berbagai kebijakan Kejaksaan Negeri BauBau
penegak hukum maupun putusan hakim Proses Jaksa Ruang Pertmbangan Bantuan
gagal untuk menghasilkan suatu keadilan Hukum Anak Tahanan Hasil Litmas Hukum
yang Khusus
yang subtansial, melainkan hanya sekadar dilakukan
keadilan yang prosedural”. Sidang Belum Belum Ada Ada
ada ada

Pernyataan tersebut hendak Sumber: Kejaksaan Negeri Kota Baubau Tahun


mengatakan bahwa penerapan positivist 2013
hukum dalam praktik lebih mengutamakan
prosedur atau hukum acara, maka tidak Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa
heran akan menghasilkan keadilan pihak kejaksaan di Kejaksaan Negeri Kota
prosedural yang belum tentu merefleksikan Baubau melakukan penanganan ABH
keadilan yang substansial. Menurut Ary dengan melalui proses hukum formal. Data
Wahyu Irawan, S.H. (Hakim Anak di ini juga menunjukkan bahwa tidak
Pengadilan Negeri BauBau, wawancara tersedianya jaksa yang bersertifikat jaksa
tanggal 18 Maret 2014) bahwa: anak dan belum ada ruang tahanan khusus
“Apabila kita memutus kasus anak berupa anak. Jaksa selalu mempertimbangkan hasil
tindakan, yaitu dengan mengembalikan Litmal dan tersedianya bantuan hukum
kepada orang tuanya. Pihak kejaksaan tetap untuk ABH. Menurut Ary Wahyu Irawan,
melakukan upaya hukum apabila tidak S.H. (Hakim Anak di Pengadilan Negeri
sesuai dengan tuntutan mereka. Kendala BauBau, wawancara tanggal 18 Maret 2014)
yang kami hadapi adalah pihak kejaksaan bahwa:
belum menerima apabila anak dikembalikan “Kalau jaksa mempunya sertifikasi anak,
jaksa tidak akan kaget ketika kami memutus

72
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78

Mashendra: Analisis Kriminologis Terhadap Pelanggaran ...

tindakan untuk ABH karena sesungguhnya perhatian, dan dedikasi yang


nafas peradilan anak adalah tindakan”. bersertifikasi di bidang anak pada
setiap pengadilan negeri;
Menurut Nurhayati (Kepala Seksi 2) Menyiapkan fasilitas dan prasarana,
Bimbingan Klien Anak BAPAS Klas II ruang tunggu dan ruang sidang yang
BauBau, wawancara tanggal 19 Maret 2014) ramah anak, serta ruang saksi anak
bahwa: pada setiap pengadilan secara
“Pengadilan anak sudah bagus, tetapi dalam bertahap;
penuntutan di kejaksaan, jika terjadi tindak 3) Mengadakan diskusi secara rutin dan
pidana ringan akan dituntut beberapa pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan;
tahun. Jadi yang perlu dititikberatkan untuk 4) Menerbitkan Surat Edaran Mahkamah
dibenahi adalah penyidik dan jaksa. Sebagus Agung/Peraturan MA/ dan
apapun penelitian yang kami lakukan, kalau menyusun standar operasional
jaksa memandang sebelah mata, penelitian prosedur penanganan anak yang
kami tidak akan ada gunanya”. berhadapan dengan hukum dengan
pendekatan keadilan restorative;
c) Pengadilan 5) Membentuk kelompok kerja
Seperangkat peraturan penanganan ABH;
menunjukkan bahwa peradilan sebagai 6) Melakukan sosialisasi internal;
subsistem peradilan pidana baik secara 7) Mengevektifkan fungsi ketua
fungsional dan organisatoris mengalami pengadilan dalam memberikan
perubahan yang cukup signifikan. Akan bimbingan dan pengawasan terhadap
tetapi, secara fungsional lembaga jalannya persidangan di dalam daerah
peradilan berfungsi untuk memeriksa, hukumnya.
mengadili dan memutus setiap perkara
tindak pidana sesuai dengan ketentuan Berdasarkan hasil penelitian di
peraturan perundang-undangan yang lapangan, penulis melihat adanya
masih berlaku. Adapun aktivitas maupun kesenjangan antara tugas dan kewenangan
kerja dari lembaga peradilan dapat yang diatur dalam Pasal 7 Keputusan
terlihat dari lembaga peradilan setelah Bersama dengan kenyataan yang ada di
adanya pelimpahan perkara ke lapangan. Hal ini dapat terlihat dari table
pengadilan yang dilakukan oleh yang ada di bawah ini.
subsistem kejaksaan. Rangkaian kegiatan
itu dilanjutkan dengan memeriksa dan Tabel 5 Sarana dan Prasana Perangkat Hukum
diakhiri dengan putusan perkara pidana Penanganan ABH di Pengadilan
berdasarkan keyakinan hakim, serta juga Negeri Baubau
berlandaskan pada asas bebas, jujur, dan Proses Jaksa Ruang Pertmbangan Bantuan
tidak memihak. Dengan dijatuhkannya Hukum Anak Tahanan Hasil Litmas Hukum
yang Khusus
putusan kepada terdakwa berarti dilakukan
bekerjanya subsistem peradilan telah Sidang Belum Belum Ada Ada
ada ada
selesai secara fungsional.
Tugas dan kewenangan Mahkamah Sumber: Pengadilan Negeri Kota Baubau
Agung Republik Indonesia dalam Tahun 2013
penanganan ABH sesuai dengan Pasal 6
Keputusan Bersama tentang penanganan Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa
ABH meliputi: penanganan ABH yang dilakukan oleh
a. Menyiapkan hakim dan penitera yang hakim anak di Pengadilan Negeri BauBau
mempunyai minat, kemampuan, melalui proses persidangan yang dipimpin

73
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78

Mashendra: Analisis Kriminologis Terhadap Pelanggaran ...

langsung oleh hakim yang mempunyai dengan sangat terpaksa pedang bermata dua
sertifikasi khusus menangani masalah anak. itu tidak digunakan, apalagi terhadap anak.
Akan tetapi, di Pengadilan Negeri BauBau Apabila anaknya masih bisa dibina, maka
belum tersedianya ruang tunggu, ruang diputuskan untuk dikembalikan ke orang
sidang yang ramah anak, serta ruang saksi tua, tetapi kalau anak itu kenakalannya
anak. Dalam memutuskan perkara anak, sudah berkali-kali, berarti kita putuskan
hakim sangat mempertimbangkan hasil untuk menyerahkan ke dinas sosial sebagai
Litmas, sehingga putusan yang dikeluarkan anak negara”.
oleh hakim tidak hanya sanksi pidana,
melainkan putusan berupa tindakan. Jika undang-undang yang ada tidak
mampu menangkap rasa keadilan
Tabel 6 Data Putusan Hakim terhadap masyarakat, hakim tidak boleh menjadi
ABH Tahun 2011-2012 tawanan undang-undang dengan bertindak
Tahun Jumlah Sanksi Sanksi sebagai terompet undang-undang semata,
Kasus Pidana Tindakan tetapi hakim perlu secara kreatif melakukan
2011 162 160 2 terobosan hukum lewat penciptaan hukum
2012 205 172 21 melalui putusan-putusannya (judge made
Total 375 332 23 law). Meskipun dengan itu mengorbankan
Sumber: Pengadilan Negeri Kota BauBau kepastian hukum yang merupakan salah
Tahun 2013 satu asas yang fundamental dalam hukum
pidana.
Tabel 6 di atas menggambarkan bahwa Penegakan hukum pada hakikatnya
jumlah putusan hakim terhadap ABH di mengandung supremasi nilai substansial,
tahun 2011-2012 berupa sanksi pidana lebih yaitu nilai keadilan. Seringkali publik
besar daripada sanksi tindakan. Ini memberikan komentar yang beragam
menandakan bahwa hakim dalam memutus mengenai penegakan hukum dan keadilan
perkara anak tidak mengutamakan yang diasosiasikan dengan apa yang
kepentingan terbaik bagi anak, tetapi pada dihasilkan oleh lembaga peradilan sehingga
tahun 2012, sanksi berupa tindakan peradilan merupakan simbolisasi dari upaya
mengalami peningkatan yaitu dari 2 kasus melahirkan penegakan hukum yang pro-
menjadi 21 kasus. Ini menggambarkan keadilan, sementara perhatian yang lebih
bahwa tingkat pemahaman hakim tentang penting terpusat pada peran aparatur
mengutamakan kepentingan terbaik bagi penegak hukum yang mengoperasikan
anak meningkat. Menurut Ari Wahyu fungsi peradilan menjadi lebih kongkret.
Irawan (Hakim Anak di Pengadilan Negeri Sisi lain dari proses penegakan
Baubau, wawancara tanggal 19 Maret 2014) hukum, dimana tidak asing bagi kita apa
bahwa: yang disebut dengan peradilan sesat, yaitu
“Selama saya bertugas di Pengadilan Negeri kegagalan proses mencari keadilan dalam
Baubau dari tahun 2011, saya lebih seluruh aspeknya. Hal ini terjadi karena
mengutamakan sanksi tindakan daripda peradilan gagal memproses pelaku
sanksi pidana”. kejahatan secara tepat dan benar serta gagal
menerapkan hukum dengan sebagaimana
Hal serupa juga diungkapkan oleh mestinya. Cikal bakal kegagalan peradilan
Iswahyu Widodo (Hakim Anak di ini sebagian besar dilakoni oleh perilaku
Pengadilan Negeri BauBau, wawancara aparat penegak hukum yang tidak
tanggal 19 Maret 2014) bahwa: mengabdi kepada nilai keadilan.
“Pidana penjara merupakan ultimum Aktualisasi dari kegagalan peradilan
remedium bagi siapapun. Kalau tidak lembaga peradilan di era reformaasi

74
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78

Mashendra: Analisis Kriminologis Terhadap Pelanggaran ...

menunjukkan suatu cara pandang dari yang berstatus pidana bersyarat ada dua
aparat penegak hukum yang menjadikan anak, dan anak yang berstatus lepas
hukum sebagai instrumen transaksional bersyarat tidak ada. Sedangkan pada tahun
dalam memenuhi hasrat kepentingan 2012 jumlah anak yang berstatus kembali ke
kekuasaan, popularitas, bahkan sampai pada orang tua/wali ada tujuh anak, pidana
kepentingan bisnis semata. bersyarat tidak ada, dan lepas bersyarat 3
Menurut Satjipto Rahardjo, Bismar anak.
Siregar termasuk tipe penegak hukum yang
mengutamakan suara hati nuraninya Tabel 8 Data Jenis dan Jumlah ABH di
daripada suara-suara yang lain. Hal ini BAPAS Klas II BauBau
tercermin dalam pernyataan Bismar Siregar Jenis Tindak Pidana Jumlah ABH
yang mengatakan: Tahun 2012
“Aku tidak menghindari caci, cercaan, dan Pencurian 175
celaan sesama. Sepanjang hati nuraniku Penganiayaan 64
berucap bahwa itulah yang adil dan tepat Laka Lantas 21
menjadi keputusan. Aku tidak Narkoba 10
mempertanggungjawabkan keputusan Senjata Tajam 10
kepada sesama, tetapi yang utama kepada Kekerasan/ancaman 9
Tuhanku, hati nuraniku, baru kepada yang kekerasa
lain.” Pengrusakan 7
Pendapat di atas menunjukkan bahwa Pengeroyokan 5
seorang penegak hukum harus memiliki Perbuatan cabul 4
kemampuan dan kemandirian untuk Pembunuhan 3
menggali nilai-nilai keadilan yang Curas 3
diterapkan dalam setiap putusan. Persetubuhan 2
Penghinaan 1
d) Balai Pemasyarakatan Percobaan pencurian 1
Balai Pemasyarakatan (Bapas) Penipuan 1
dalam melakukan penelitian Lain-lain 4
kemasyarakatan selalu mengutamakan Jumlah 320
kepentingan terbaik bagi anak Sumber: BAPAS Klas II BauBau Tahun 2012
berdasarkan Surat Keputusan Bersama
tahun 2009. Tabel di atas menggambarkan bahwa
jumlah tindak pidana yang dilakukan anak
Tabel 7 Data ABH Berdasarkan Status sebanyak 320 kasus. Kasus tertinggi pertama
Klien di Bapas Klas II Baubau adalah kasus pencurian sebanyak 175 kasus,
Tahun Anak Pidana Lepas diikuti oleh kasus penganiayaan sebanyak
Kembali Bersyarat Bersyarat 64 kasus, dan tertinggi ketiga adalah kasus
ke Orang Anak Anak Laka Lantas sebanyak 21 kasus. Menurut Ari
Tua/Wali
Wahyu Irawan, SH (Hakim Anak
2011 - 2 - Pengadilan Negeri BauBau, wawancara
2012 7 - 3
tanggal 19 Maret 2014) bahwa:
Total 7 2 3 “Perkara anak sebenarnya sangat kental
Sumber: BAPAS Klas II BauBau Tahun 2013 untuk nuansa keadilan restoratif. Justru
keadilan restoratif itu lahir dari petugas
Tabel 7 menunjukkan bahwa pada pembimbing kemasyaratan, tetapi hampir
tahun 2011 jumlah anak yang berstatus tidak pernah petugas BAPAS untuk
kembali ke orang tua/wali tidak ada, anak

75
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78

Mashendra: Analisis Kriminologis Terhadap Pelanggaran ...

merekomendasikan agar anak itu tidak harus dilaporkan ke pihak kepolisian


dijatuhi pidana.” untuk dilanjutkan ke proses persidangan.
Kendala yang dihadapi oleh
Berdasarkan wawancara yang kepolisian dalam melakukan diversi
dilakukan oleh penulis, pendapat Ari adalah dari pihak korban yang tidak
Wahyu Irawan, sangat bertentangan dengan ingin memaafkan pihak pelaku karena
Nurhayati, (Kasi BKA BAPAS Klas II adanya kerugian besar yang dialami
BauBau, wawancara tanggal 20 Maret 2014), pihak korban. Hal ini diungkapkan oleh
beliau mengatakan bahwa: Aiptu Muslimin, S.H. (Kanit PPA,
“Kalau kami lebih menitikberatkan pada wawancara tanggal 19 Maret 2014).
pembinaan dan penjara merupakan upaya Paradigma negatif masyarakat
terakhir. Kami tidak pernah terhadap penegak hukum juga
merekomendasikan untuk sanksi pidana.” mempunyai pengaruh besar terhadap
penerapan diversi. Hal ini diungkapkan
BAPAS memiliki banyak kendala oleh Wahyudi (Penyidik Anak,
dalam menangani ABH, diantaranya (a) wawancara tanggal 19 Maret 2014)
Luas wilayah kerja yang sangat luas tidak bahwa:
seimbang dengan jumlah petugas BAPAS “Ketika mereka didamaikan, masyarakat
yang tersedia, tidak sebanding pula dengan beranggapan bahwa penyidik membela dan
biaya penelitian yang dianggarkan; dan (b) dibayar oleh pihak pelaku sehingga pelaku
b. Kurangnya koordinasi diantara aparat tidak diproses. Padahal kami melakukan
penegak hukum dalam penanganan ABH upaya damai untuk kepentingan terbaik bagi
yang berdasarkan kepentingan terbaik bagi anak. Penyidik harus hati-hati dalam proses
anak. mediasi karena pihak korban beranggapan
bahwa kami memihak ke pelaku.”
3. Kultur Hukum/Partisipasi Masyarakat
Kultur hukum menurut Lawrence Hal serupa juga diungkapkan oleh
M. Friedman (Achmad Ali, 2009:204) Hernayati, S.H. (Jaksa Fungsional Kejaksaan
mengemukakan bahwa Kultur hukum Negeri Baubau, wawancara tanggal 20 Maret
adalah opini-opini, kepercayaan- 2014), bahwa:
kepercayaan (keyakinan-keyakinan), “Penilaian negatif dari masyarakat jika
kebiasaan-kebiasaan, cara berpikir dan mereka didamaikan atau membuat tuntutan
cara bertindak, baik dari para penegak ringan untuk pelaku adalah ada pihak yang
hukum maupun dari warga masyarakat tidak bertanggung jawab menganggap kami
tentang hukum dan berbagai fenomena dibayar oleh pelaku atau kami dianggap
yang berkaitan dengan hukum. punya hubungan keluarga dengan pelaku.”
Penegakan hukum berasal dari
masyarakat dan bertujuan untuk Menurut Ari Wahyu Irawan, S.H.
mencapai kedamaian di dalam (Hakim Anak di Pengadilan Negeri BauBau,
masyarakat, sehingga masyarakat dapat wawancara tanggal 12 Maret 2014) bahwa:
mempengaruhi penegakan hukum “Pada umumnya, kendala untuk
tersebut. Salah satu kendala mendamaikan mereka adalah korban sudah
terhambatnya penerapan diversi di Kota mengalami kejadian seperti itu berkali-kali
Baubau adalah paradigma masyarakat walaupun yang melakukan kejahatan itu
yang beranggapan bahwa setiap tindak bukan anak dan bukan orang yang sama.
kejahatan yang dilakukan ada balasannya Kalau kasus perkelahian, orang tua korban
bersikeras tidak menerima anaknya menjadi
(restributif justice). Sehingga jika ada anak
korban penganiayaan”.
yang melakukan perilaku menyimpang

76
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78

Mashendra: Analisis Kriminologis Terhadap Pelanggaran ...

Tabel 9 Faktor Penyebab Digolongkan masyarakat dalam hal ini diwakili oleh
Jenis Tindak Pidana yang tokoh masyarakat sebagai mediator dan
Dilakukan sebagai wakil masyarakat yang
Jenis Tindak mendandakan tidak ada dendam lagi dalam
Pidana Yang Faktor Penyebab masyarakat. Masyarakat kini belum aktif
Dilakukan dalam peran pelayanan untuk menyediakan
Pencurian 1. Tekanan ekonomi kerja pelaku anak.
2. Pengaruh
orang/lingkungan
Penganiayaan 1.Ketidakstabilan emosi 4. Simpulan
2.Pengaruh Simpulan penelitian ini bahwa
orang/lingkungan pelaksanaan diversi didasari keinginan
Laka Lantas 1.Kealpaan menghindari efek negetaif terhadap jiwa dan
2.Pengaruh perkembangan anak oleh keterlibatannya
orang/lingkungan dengan sistem peradilan pidana.
Narkoba 1.Tekanan ekonomi Pelaksanaan diversi oleh aparat penegak
2.Kealpaan hukum didasari oleh kewenangan aparat
3.Pengaruh penegak hukum yang disebut discretion atau
orang/lingkungan diskresi. Faktor-faktor yang menghambat
Senjata tajam 1.Ketidakstabilan emosi penerapan diversi terkhusus di Kota Baubau
2.Pengaruh adalah sebagai berikut: (1) Substansi
orang/lingkungan Hukum. Diversi sebenarnya sudah
Sumber: BAPAS Klas II BauBau Tahun 2013 diterapkan dalam beberapa bagian sistem
hukum di Indonesia, namun terhambat oleh
Tabel 9 menunjukkan bahwa lemahnya implementasi dan penegakan
terjadinya tindak pidana yang dilakukan hukum. Kelemahan yang terkandung dalam
oleh anak disebabkan oleh adanya faktor peraturan-peraturan yang terkait dengan
tekanan ekonomi, pengaruh orang penanganan ABH; (2) Struktur Hukum.
lain/lingkungan, ketidakstabilan Kelemahan dari peraturan yang ada bisa
emosi/emosional, dan kealpaan. teratasi apabila ada kepedulian dan
Berdasarkan data tersebut, perlu adanya sensivitas dari aparat penegak hukum dalam
upaya serius dari pihak pemerintah untuk penanganan ABH. Hal ini terjadi karena
menciptakan lapangan kerja agar tingkat mereka mempunyai diskresi untuk
kejahatan yang dilakukan oleh anak memberikan alternatif yang lebih baik
mengalami penurunan. Di samping upaya daripada penjara untuk melindungi
oleh pemerintah, perlu adanya perhatian kepentingan masa depan anak; (3) Kultur
khusus dari orang tua agar meningkatkan Hukum/Partisipasi Masyarakat. Salah satu
pendidikan spiritual dan pengawasan kendala terhambatnya penerapan diversi di
terhadap perilaku anak agar anak lebih Kota BauBau adalah paradigma masyarakat
merasa diperhatikan oleh orang tuanya. yang beranggapan bahwa setiap tindak
Di dalam peradilan restoratif, kejahatan yang dilakukan ada balasannya
masyarakat terlibat sebagai mediator (restributif justice). Sehingga jika ada anak
mengembangkan pelayanan masyarakat dan yang melakukan perilaku menyimpang
menyediakan kesempatan kerja sebagai harus dilaporkan ke pihak kepolisian untuk
wujud kewajiban, reparative, membantu dilanjutkan ke proses persidangan.
korban dan dukung pemenuhan kewajiban
pelaku. Dalam praktik mediasi, peran

77
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78

Mashendra: Analisis Kriminologis Terhadap Pelanggaran ...

Daftar Pustaka Pelayanan dan Pengabdian Hukum UI,


Jakarta.

Setyowati, Irma. 1990. Aspek Hukum


Amirudin, Zaenal Asikin. 2006. Pengantar Perlindungan Anak. Jakarta: Bumi Aksara.
Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. Sunggono, Bambang. 2007. Metodologi Penelitian
Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo
Ali, Ahmad. 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Persada.
Theory) dan Teori Peradilan (Judisial
Prudence). Jakarta: Kencana Prenada Wadong, Maulana Hasan. 2000. Pengantar
Media Grup. Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak.
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Apong, Herlina. 2004. Perlindungan Terhadapa Indonesia.
Anak yang Berhadapan Dengan Hukum.
Jakarta: UNICEF. Waluyo, Bambang. 2000. Pidana dan Pemidanaan.
Jakarta: Sinar Graha.
Manan, Bagir. 2005. Sistem Peradilan Berwibawa.
Yogyakarta: FH UII Press.

G.P. Hoefnagels, 1973. The Other Side of


Criminology.

Herber L. Packer. 1967. The Other Side of


Criminology. Holland: Kluwer Deventer.

Huda, Chairul. 2006. Dari Tiada Pidana Tanpa


Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa
Kesalahan. Jakarta: Kencana Prenada
Media.

Jimly, Asshiddiqie, 1996. Pembaruan Hukum


Pidana Indonesia (Studi Tentang Bentuk-
Bentuk Pidana dalam Tradisi Hukum Fiqih
dan Relevansinya Bagi Usaha Pembaruan
KUHP Nasional). Bandung: Angkasa.

Kusuma, Mulyana W. 1981. Hukum dan Hak


Asasi Manusia, Suatu Pemahaman Kritis.
Bandung: Alumni.

___________, 1986. Hukum dan Hak-Hak Anak.


Jakarta: CV Rajawali.

Marlina, 2010. Pengantar Konsep Diversi dan


Restorative Justice dalam Hukum Pidana.
USU Press, Medan.

Reksodiputo, Mardjano. 1997. Kriminologi dan


Sistem Peradilan Pidana. Jakarta: Pusat

78

Anda mungkin juga menyukai