Mashendra
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,
Universitas Muhammadiyah Buton, Jl. Betoambari No. 36 Baubau.
E-mail: mashendra@gmail.com
Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Efektivitas Penerapan Konsep Diversi terhadap Anak yang Berhadapan
dengan Hukum dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana. Penelitian ini menggunakan dua jenis tipe penelitian, yaitu
penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empirik. Hasil penelitian menunjukan bahwa Pelaksanaan diversi
didasari keinginan menghindari efek negetaif terhadap jiwa dan perkembangan anak oleh keterlibatannya dengan
sistem peradilan pidana. Pelaksanaan diversi oleh aparat penegak hukum didasari oleh kewenangan aparat penegak
hukum yang disebut discretion atau diskresi. Faktor-faktor yang menghambat penerapan diversi terkhusus di Kota
Baubau adalah sebagai berikut: (1) Substansi Hukum. Diversi sudah diterapkan dalam beberapa bagian sistem hukum
di Indonesia, namun terhambat oleh lemahnya implementasi dan penegakan hukum. Kelemahan yang terkandung
dalam peraturan-peraturan yang terkait dengan penanganan ABH; (2) Struktur Hukum. Kelemahan dari peraturan
yang ada bisa teratasi apabila ada kepedulian dan sensivitas dari aparat penegak hukum dalam penanganan ABH. Hal
ini terjadi karena mereka mempunyai diskresi untuk memberikan alternatif yang lebih baik daripada penjara untuk
melindungi kepentingan masa depan anak; (3) Kultur Hukum/Partisipasi Masyarakat. Salah satu kendala
terhambatnya penerapan diversi di Kota BauBau adalah paradigma masyarakat yang beranggapan bahwa setiap
tindak kejahatan yang dilakukan ada balasannya (restributif justice).
Abstract
The purpose of this study was to determine the Effectiveness of the Application of the Concept of Diversion to Children Faced with
Law in the Perspective of the Criminal Justice System. This study uses two types of research, namely normative legal research and
empirical legal research. The results of the study show that the implementation of diversion is based on the desire to avoid negative
effects on the soul and development of children by its involvement with the criminal justice system. The implementation of
diversion by law enforcement officers is based on the authority of law enforcement officials called discretion or discretion. Factors
that hinder the application of diversion especially in the City of Baubau are as follows: (1) Legal Substance. Diversion has been
applied in several parts of the legal system in Indonesia, but is hampered by weak implementation and law enforcement.
Weaknesses contained in the regulations relating to the handling of ABH; (2) Legal Structure. The weakness of the existing
regulations can be overcome if there is concern and sensitivity from law enforcement officials in handling ABH. This happens
because they have the discretion to provide a better alternative than prison to protect the future interests of the child; (3) Legal
Culture / Community Participation. One of the obstacles to the implementation of diversion in the city of BauBau is the paradigm
of the community who assume that every crime committed is reciprocated.
60
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78
61
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78
61
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78
Tujuan penelitian ini adalah untuk data sekunder. Sumber data yang digunakan
mengetahui Efektivitas Penerapan Konsep dalam penelitian ini adalah:
Diversi terhadap Anak yang Berhadapan 1. Penelitian pustaka (library research) yaitu
dengan Hukum dalam Perspektif Sistem menelaah berbagai literatur yang ada
Peradilan Pidana. hubungannya dengan obyek penelitian.
2. Peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam hal ini Kitab Undang-
2. Metode Penelitian Undang Hukum Pidana (KUHP),
Undang-Undang No. 3 Tahun 1997
Jenis Penelitian tentang Pengadilan Anak serta Undang-
Penelitian ini menggunakan dua jenis Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
tipe penelitian, yaitu penelitian hukum Perlindungan Anak.
normatif dan penelitian hukum empirik, 3. Penelitian lapangan (field research) yaitu
karena mengkaji bahan pustaka atau pengumpulan data dengan mangamati
sekunder sekaligus mencari data empiris secara sistematis terhadap fenomena-
dilapangan yang menyangkut fenomena beberapa kasus dalam berbagai
permasalahan. media. Melakukan Observasi langsung ke
lapangan khususnya Kepolisian Polres
Lokasi Penelitian Baubau, Kejaksaan Negeri Baubau,
Lokasi penelitian ini di Kota Baubau Pengadilan Negeri Klas IIB Baubau. Serta
dengan fokus kepada Kepolisian Polres Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA
Baubau, Kejaksaan Negeri Baubau, Baubau.
Pengadilan Negeri Baubau, Serta Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIA Baubau. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang
Populasi dan Sampel digunakan dalam penelitian ini
Populasi adalah seluruh objek, menyesuaikan dengan jenis data yang
individu, gejala, kejadian dan unit yang digunakan. Dalam memperoleh data
diteliti. Di dalam penentuan sampel, penulis sekunder dilakukan dengan cara penelitian
menggunakan metode purposive sampling, kepustakaan (library research) dengan
yaitu pengambilan sampel berdasarkan cirri- mengumpulkan bahan-bahan sekunder
ciri tertentu. Kriteria yang diambil yaitu seperti peraturan perundang-undangan,
Kepolisian, PPA (Pusat Perlindungan Anak) buku, jurnal hukum, hasil penelitian dan
sebanyak 4 (empat orang) sampel yang sebagainya. Sedangkan data primer
digunakan 2 (dua) Penyidik. Kejaksaan, 2 diperoleh dengan wawancara langsung
(dua) orang penuntut umum. Pengadilan dengan responden dan narasumber.
Negeri 2 (dua) orang. Lembaga
Pemasyarakatan 1 (satu) orang. Jadi Teknik Analisis Data
populasi dan sampel dalam penelitian ini Hasil yang diperoleh melalui studi
adalah populasi sebanyak 4 (empat) instansi kepustakaan dan juga wawancara secara
dan sampel adalah 6 (enam) orang. langsung disusun secara sistematis dan
analisis sesuai dengan metode pendekatan
Jenis dan Sumber Data normatif empiris, maka pendekatan yang
Penelitian ini termasuk penelitian digunakan adalah analisis secara deskriptif
hukum normatif empiris, maka jenis data kualitatif yaitu data yang bertitik tolak pada
yang digunakan adalah data primer dan upaya dalam menemukan asas-asas dan
teori-teori dalam menganalisis masalah
62
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78
dalam penelitian ini. Hal ini dimaksudkan Delinkuensi anak terdapat dalam
agar penulis dapat menggambarkan beberapa ketentuan perundang-undangan,
keseluruhan hasil data yang diperoleh baik seperti KUHPidana dan Undang-Undang
melalui wawancara maupun melalui studi No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu:
kepustakaan. Selain itu penulis berharap a. Delikuensi dalam KUHP. Delinkuensi ini
dapat menggambarkan pendapat para ahli dapat digolongkan ke dalam 2 (dua)
atau pakar hukum, maupun referensi- pengertian pokok KUHP. Ketentuan
referensi yang telah dikumpulkan. Dari delinkuensi anak yang terdapat dalam
semua hasil-hasil yang diperoleh oleh KUHP menyeber pada beberapa pasal
penulis diharapkan dapat dianalisis yang baik yang terdapat dalam delik kejahatan
nantinya akan dihubungkan dengan maupun pelanggaran, yaitu:
rumusan peraturan perundang-undangan 1) Delinkuensi anak dalam kejahatan
yang ada dan dapat diambil kesimpulan terdiri dari: pencurian, perampokan,
atau jawaban guna menjawab permasalahan perkelahian, penggelapan,
yang diteliti. pembunuhan, pemerasan,
poronografi, kejahatan kesusilaan,
kejahatan yang mengganggu
3. Pembahasan ketertiban umum, dan perkosaan.
2) Delinkuensi anak dalam pelanggaran,
Kriteria-Kriteria Tindak Pidana yang terdiri dari: pelanggaran lalu lintas,
Dapat Diselesaikan Melalui Diversi pelanggaran narkotika/narkoba,
pelanggaran minuman keras,
Pengelompokan Delikuensi Anak perkelahian, dan prostitusi.
Dalam teori differential opportunity b. Delinkuensi anak pada Undang-Undang
structure, Richard A. Cloward dan Loyd E. No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Ohlin mengelompokkan delinkuensi anak Ketentuan delinkuensi anak, meliputi
(Soekanto, dkk 1981:69) bagian khusus dari ketentuan di luar
Fenomena delinkuensi anak yang KUHP. Ketentuan mengenai delinkuensi
demikian hanya mengkhususkan bentuk- anak hanya dirumuskan dari delik
bentuk rumusan delik yang terbatas pada perbuatan yang diancam dan dilarang
titel-titel kejahatan pencurian, dalam penggunaan narkotika pada
pengelompokan, perampokan, dan semua jenis dan tingkatan. Pasal 133
penipuan. Pengelompokan dimaksud berbunyi:
menunjukkan begitu sempitnya pemahaman 1) Setiap orang yang menyuruh, memberi
delinkuensi anak yang tumbuh dan atau menjanjikan sesuatu, memberikan
berkembang dalam realita-realita milenium kesempatan, mengajurkan,
ini. Bentuk kejahatan anak sudah semakin memberikan kemudahan, memaksa
terstruktur dan pada nuansa kejahatan yang dengan ancaman, memaksa dengan
berkembang dan berteknologi dan menjurus kekerasan, melakukan tipu muslihat,
pada kejahatan-kejahatan politik yang atau membujuk anak yang belum
kausalistis. Delinkuensi anak yang demikian cukup umur untuk melakukan tindak
harus meletakkan subjek anak sebagai pidana sebagaimana dimaksud dalam
pelaku kejahatan anak sebagai subjek Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal
hukum yang dapat 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117,
dipertanggungjawabkannya tindakan- Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal
tindakan perbuatan yang menimbulkan 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124,
delinkuensi anak itu menjadi sah. Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129
63
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78
dipidana dengan pidana mati atau (1) Dilarang secara tanpa hak atau
pidana penjara seumur hidup, atau melawan hukum menanam,
pidana penjara paling singkat 5 (lima) memelihara, memiliki, menyimpan,
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) menguasai, atau menyediakan
tahun dan pidana denda paling sedikit narkotika golongan I dalam bentuk
Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar tanaman. (Pasal 111)
rupiah) dan paling banyak Rp. (2) Dilarang secara tanpa hak atau
20.000.000.000,00 (dua puluh miliar melawan hukum memiliki,
rupiah). menyimpan, menguasai, atau
2) Setia orang yang menyuruh, memberi menyediakan narkotika golongan I
atau menjanjikan sesuatu, memberikan bukan tanaman. (Pasal 112)
kesempatan, menganjurkan, (3) Dilarang secara tanpa hak atau
memberikan kemudahan, memaksa melawan hukum memproduksi,
dengan ancaman, memaksa dengan mengimpor, mengekspor, atau
kekerasan, melakukan tipu muslihat, menyalurkan narkotika golongan I.
atau membujuk anak yang belum (Pasal 113)
cukup umur untuk menggunakan (4) Dilarang secara tanpa hak atau
narkotika, dipidana dengan pidana melawan hukum menawarkan untuk
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dijual, menjual, membeli, menerima,
dan paling lama 15 (lima belas) tahun menjadi perantara dalam jual beli,
dan pidana denda paling sedikit Rp. menukar, atau menyerahkan
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) narkotika golongan I. (Pasal 114)
dan paling banyak 10.000.000.000,00 (5) Dilarang secara tanpa hak atau
(sepuluh milyar rupiah). melawan hukum membawa,
mengirim, mengangkut, atau
Pasal 134 berbunyi: mentransito narkotika golongan I.
(1) Pecandu narkotika yang sudah (Pasal 115)
cukup umur dan dengan sengaja (6) Dilarang secara tanpa hak atau
tidak meloprkan diri sebagaimana melawan hukum menggunakan
dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) Narkotika Golongan I terhadap orang
dipidana dengan pidana lain atau memberikan Narkotika
kurungan paling lama 6 (enam) Golongan I untuk digunakan orang
bulan atau pidana denda paling lain. (Pasal 116)
banyak Rp. 2.000.000,00 (dua juta (7) Dilarang secara tanpa hak atau
rupiah). melawan hukum memiliki,
(2) Keluarga dari pecandu narkotika menyimpan, menguasai, atau
sebagaimana dimaksud pada ayat menyediakan Narkotika Golongan II.
(1) yang dengan sengaja tidak (Pasal 117)
melaporkan pecandu narkotika (8) Dilarang secara tanpa hak atau
tersebut dipidana kurungan melawan huku memproduksi,
paling lama 3 (tiga) bulan atau mengimpor, mengekspor, atau
pidana denda paling banyak Rp. menyalurkan Narkotika Golongan II.
1.000.000,00 (satu juta rupiah). (Pasal 118)
Ketentuan pidana yang dilarang terhadap (9) Dilarang secara tanpa hak atau
anak adalah delinkuensi anak yang melawan hukum menawarkan untuk
termuat dalam pasal-pasal sebagai dijual, menjual, membeli, menerima,
berikut: menjadi perantara dalam jual beli,
64
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78
65
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78
66
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78
67
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78
68
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78
69
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78
70
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78
71
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78
Tabel 3 menunjukkan bahwa tahun 2011 ke orang tuanya, sehingga pihak kejaksaan
dan 2012 penanganan ABH di tingkat melawan kami dengan upaya hukum”.
penuntutan tidak melalui pendekatan keadilan
restorative (diversi), tetapi semua kasus anak Dalam hal ini, perlu cara pandang
diproses sesuai prosedur hukum formal. baru yang mampu menjelaskan problem-
Menurut Hernayati, S.H. (Jaksa Fungsional problem sosial secara utuh, sejalan dengan
Kejaksaan Negeri BauBau, wawancara tanggal perkembangan keilmuan yang terjadi akhir
17 Maret 2014) bahwa: abad ke-20. Dalam konteks hukum muncul
“Kami dalam melakukan kebijakan, harus teori chaos yang melihat hukum sebagai
sesuai dengan aturan karena akan realitas yang bersifat cair. Menurut Charles
dilaporkan kepada pimpinan. Apabila sudah Sampford, kaum positivist telah melakukan
disetujui pimpinan, kemudian kami akan reduksi realitas. Oleh karena itu, teori
lanjutkan. Prosedur penghambat kami hukum tidak harus berupa teori sistem
untuk melakukan pendekatan diversi karena mekanis, tetapi dapat berupa teori
kami harus melaksanakan tugas sesuai ketidakteraturan (disorder). Pada konteks
aturan yang berlaku”. tersendiri, pemikiran Charles Sampford
tentang struktur hukum yang cair, telah
Ali (dalam Faisal, 2010:62) menghantarkan Satjipto Rahardjo sampai
memberikan kritikan terhadap penegak pada anggapan tentang hukum yang disorder
hukum positivist yang mengatakan: karena hukum dalam tatanan empirik
“Dewasa ini cara berhukum bangsa ini sebagai tatanan yang tidak teratur.
snagat memprihatinkan, karena akibat
penggunaan kacamata positivist yang kaku Tabel 4 Sarana dan Prasarana Perangkat
dalam menginterpretasikan berbagai Hukum Penanganan ABH Di
undang-undang, maka berbagai kebijakan Kejaksaan Negeri BauBau
penegak hukum maupun putusan hakim Proses Jaksa Ruang Pertmbangan Bantuan
gagal untuk menghasilkan suatu keadilan Hukum Anak Tahanan Hasil Litmas Hukum
yang Khusus
yang subtansial, melainkan hanya sekadar dilakukan
keadilan yang prosedural”. Sidang Belum Belum Ada Ada
ada ada
72
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78
73
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78
langsung oleh hakim yang mempunyai dengan sangat terpaksa pedang bermata dua
sertifikasi khusus menangani masalah anak. itu tidak digunakan, apalagi terhadap anak.
Akan tetapi, di Pengadilan Negeri BauBau Apabila anaknya masih bisa dibina, maka
belum tersedianya ruang tunggu, ruang diputuskan untuk dikembalikan ke orang
sidang yang ramah anak, serta ruang saksi tua, tetapi kalau anak itu kenakalannya
anak. Dalam memutuskan perkara anak, sudah berkali-kali, berarti kita putuskan
hakim sangat mempertimbangkan hasil untuk menyerahkan ke dinas sosial sebagai
Litmas, sehingga putusan yang dikeluarkan anak negara”.
oleh hakim tidak hanya sanksi pidana,
melainkan putusan berupa tindakan. Jika undang-undang yang ada tidak
mampu menangkap rasa keadilan
Tabel 6 Data Putusan Hakim terhadap masyarakat, hakim tidak boleh menjadi
ABH Tahun 2011-2012 tawanan undang-undang dengan bertindak
Tahun Jumlah Sanksi Sanksi sebagai terompet undang-undang semata,
Kasus Pidana Tindakan tetapi hakim perlu secara kreatif melakukan
2011 162 160 2 terobosan hukum lewat penciptaan hukum
2012 205 172 21 melalui putusan-putusannya (judge made
Total 375 332 23 law). Meskipun dengan itu mengorbankan
Sumber: Pengadilan Negeri Kota BauBau kepastian hukum yang merupakan salah
Tahun 2013 satu asas yang fundamental dalam hukum
pidana.
Tabel 6 di atas menggambarkan bahwa Penegakan hukum pada hakikatnya
jumlah putusan hakim terhadap ABH di mengandung supremasi nilai substansial,
tahun 2011-2012 berupa sanksi pidana lebih yaitu nilai keadilan. Seringkali publik
besar daripada sanksi tindakan. Ini memberikan komentar yang beragam
menandakan bahwa hakim dalam memutus mengenai penegakan hukum dan keadilan
perkara anak tidak mengutamakan yang diasosiasikan dengan apa yang
kepentingan terbaik bagi anak, tetapi pada dihasilkan oleh lembaga peradilan sehingga
tahun 2012, sanksi berupa tindakan peradilan merupakan simbolisasi dari upaya
mengalami peningkatan yaitu dari 2 kasus melahirkan penegakan hukum yang pro-
menjadi 21 kasus. Ini menggambarkan keadilan, sementara perhatian yang lebih
bahwa tingkat pemahaman hakim tentang penting terpusat pada peran aparatur
mengutamakan kepentingan terbaik bagi penegak hukum yang mengoperasikan
anak meningkat. Menurut Ari Wahyu fungsi peradilan menjadi lebih kongkret.
Irawan (Hakim Anak di Pengadilan Negeri Sisi lain dari proses penegakan
Baubau, wawancara tanggal 19 Maret 2014) hukum, dimana tidak asing bagi kita apa
bahwa: yang disebut dengan peradilan sesat, yaitu
“Selama saya bertugas di Pengadilan Negeri kegagalan proses mencari keadilan dalam
Baubau dari tahun 2011, saya lebih seluruh aspeknya. Hal ini terjadi karena
mengutamakan sanksi tindakan daripda peradilan gagal memproses pelaku
sanksi pidana”. kejahatan secara tepat dan benar serta gagal
menerapkan hukum dengan sebagaimana
Hal serupa juga diungkapkan oleh mestinya. Cikal bakal kegagalan peradilan
Iswahyu Widodo (Hakim Anak di ini sebagian besar dilakoni oleh perilaku
Pengadilan Negeri BauBau, wawancara aparat penegak hukum yang tidak
tanggal 19 Maret 2014) bahwa: mengabdi kepada nilai keadilan.
“Pidana penjara merupakan ultimum Aktualisasi dari kegagalan peradilan
remedium bagi siapapun. Kalau tidak lembaga peradilan di era reformaasi
74
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78
menunjukkan suatu cara pandang dari yang berstatus pidana bersyarat ada dua
aparat penegak hukum yang menjadikan anak, dan anak yang berstatus lepas
hukum sebagai instrumen transaksional bersyarat tidak ada. Sedangkan pada tahun
dalam memenuhi hasrat kepentingan 2012 jumlah anak yang berstatus kembali ke
kekuasaan, popularitas, bahkan sampai pada orang tua/wali ada tujuh anak, pidana
kepentingan bisnis semata. bersyarat tidak ada, dan lepas bersyarat 3
Menurut Satjipto Rahardjo, Bismar anak.
Siregar termasuk tipe penegak hukum yang
mengutamakan suara hati nuraninya Tabel 8 Data Jenis dan Jumlah ABH di
daripada suara-suara yang lain. Hal ini BAPAS Klas II BauBau
tercermin dalam pernyataan Bismar Siregar Jenis Tindak Pidana Jumlah ABH
yang mengatakan: Tahun 2012
“Aku tidak menghindari caci, cercaan, dan Pencurian 175
celaan sesama. Sepanjang hati nuraniku Penganiayaan 64
berucap bahwa itulah yang adil dan tepat Laka Lantas 21
menjadi keputusan. Aku tidak Narkoba 10
mempertanggungjawabkan keputusan Senjata Tajam 10
kepada sesama, tetapi yang utama kepada Kekerasan/ancaman 9
Tuhanku, hati nuraniku, baru kepada yang kekerasa
lain.” Pengrusakan 7
Pendapat di atas menunjukkan bahwa Pengeroyokan 5
seorang penegak hukum harus memiliki Perbuatan cabul 4
kemampuan dan kemandirian untuk Pembunuhan 3
menggali nilai-nilai keadilan yang Curas 3
diterapkan dalam setiap putusan. Persetubuhan 2
Penghinaan 1
d) Balai Pemasyarakatan Percobaan pencurian 1
Balai Pemasyarakatan (Bapas) Penipuan 1
dalam melakukan penelitian Lain-lain 4
kemasyarakatan selalu mengutamakan Jumlah 320
kepentingan terbaik bagi anak Sumber: BAPAS Klas II BauBau Tahun 2012
berdasarkan Surat Keputusan Bersama
tahun 2009. Tabel di atas menggambarkan bahwa
jumlah tindak pidana yang dilakukan anak
Tabel 7 Data ABH Berdasarkan Status sebanyak 320 kasus. Kasus tertinggi pertama
Klien di Bapas Klas II Baubau adalah kasus pencurian sebanyak 175 kasus,
Tahun Anak Pidana Lepas diikuti oleh kasus penganiayaan sebanyak
Kembali Bersyarat Bersyarat 64 kasus, dan tertinggi ketiga adalah kasus
ke Orang Anak Anak Laka Lantas sebanyak 21 kasus. Menurut Ari
Tua/Wali
Wahyu Irawan, SH (Hakim Anak
2011 - 2 - Pengadilan Negeri BauBau, wawancara
2012 7 - 3
tanggal 19 Maret 2014) bahwa:
Total 7 2 3 “Perkara anak sebenarnya sangat kental
Sumber: BAPAS Klas II BauBau Tahun 2013 untuk nuansa keadilan restoratif. Justru
keadilan restoratif itu lahir dari petugas
Tabel 7 menunjukkan bahwa pada pembimbing kemasyaratan, tetapi hampir
tahun 2011 jumlah anak yang berstatus tidak pernah petugas BAPAS untuk
kembali ke orang tua/wali tidak ada, anak
75
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78
76
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78
Tabel 9 Faktor Penyebab Digolongkan masyarakat dalam hal ini diwakili oleh
Jenis Tindak Pidana yang tokoh masyarakat sebagai mediator dan
Dilakukan sebagai wakil masyarakat yang
Jenis Tindak mendandakan tidak ada dendam lagi dalam
Pidana Yang Faktor Penyebab masyarakat. Masyarakat kini belum aktif
Dilakukan dalam peran pelayanan untuk menyediakan
Pencurian 1. Tekanan ekonomi kerja pelaku anak.
2. Pengaruh
orang/lingkungan
Penganiayaan 1.Ketidakstabilan emosi 4. Simpulan
2.Pengaruh Simpulan penelitian ini bahwa
orang/lingkungan pelaksanaan diversi didasari keinginan
Laka Lantas 1.Kealpaan menghindari efek negetaif terhadap jiwa dan
2.Pengaruh perkembangan anak oleh keterlibatannya
orang/lingkungan dengan sistem peradilan pidana.
Narkoba 1.Tekanan ekonomi Pelaksanaan diversi oleh aparat penegak
2.Kealpaan hukum didasari oleh kewenangan aparat
3.Pengaruh penegak hukum yang disebut discretion atau
orang/lingkungan diskresi. Faktor-faktor yang menghambat
Senjata tajam 1.Ketidakstabilan emosi penerapan diversi terkhusus di Kota Baubau
2.Pengaruh adalah sebagai berikut: (1) Substansi
orang/lingkungan Hukum. Diversi sebenarnya sudah
Sumber: BAPAS Klas II BauBau Tahun 2013 diterapkan dalam beberapa bagian sistem
hukum di Indonesia, namun terhambat oleh
Tabel 9 menunjukkan bahwa lemahnya implementasi dan penegakan
terjadinya tindak pidana yang dilakukan hukum. Kelemahan yang terkandung dalam
oleh anak disebabkan oleh adanya faktor peraturan-peraturan yang terkait dengan
tekanan ekonomi, pengaruh orang penanganan ABH; (2) Struktur Hukum.
lain/lingkungan, ketidakstabilan Kelemahan dari peraturan yang ada bisa
emosi/emosional, dan kealpaan. teratasi apabila ada kepedulian dan
Berdasarkan data tersebut, perlu adanya sensivitas dari aparat penegak hukum dalam
upaya serius dari pihak pemerintah untuk penanganan ABH. Hal ini terjadi karena
menciptakan lapangan kerja agar tingkat mereka mempunyai diskresi untuk
kejahatan yang dilakukan oleh anak memberikan alternatif yang lebih baik
mengalami penurunan. Di samping upaya daripada penjara untuk melindungi
oleh pemerintah, perlu adanya perhatian kepentingan masa depan anak; (3) Kultur
khusus dari orang tua agar meningkatkan Hukum/Partisipasi Masyarakat. Salah satu
pendidikan spiritual dan pengawasan kendala terhambatnya penerapan diversi di
terhadap perilaku anak agar anak lebih Kota BauBau adalah paradigma masyarakat
merasa diperhatikan oleh orang tuanya. yang beranggapan bahwa setiap tindak
Di dalam peradilan restoratif, kejahatan yang dilakukan ada balasannya
masyarakat terlibat sebagai mediator (restributif justice). Sehingga jika ada anak
mengembangkan pelayanan masyarakat dan yang melakukan perilaku menyimpang
menyediakan kesempatan kerja sebagai harus dilaporkan ke pihak kepolisian untuk
wujud kewajiban, reparative, membantu dilanjutkan ke proses persidangan.
korban dan dukung pemenuhan kewajiban
pelaku. Dalam praktik mediasi, peran
77
SANG PENCERAH
Volume 3, Nomor 2, Agustus 2017, Hlm. 60-78
78