Anda di halaman 1dari 4

Nama : Sania Husna Saputri

Kelas : 1B ( A02019061 )

A. 7 unsur kebudayaan dikabupaten banyumas

1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia

Perlengkapan pada acara Begalan di banyumas :

a) Pikulan atau mbatan:adalah alat pengangkat brenong kepang bagi peraga yang bernama Gunareka.
Begal ini dari pihak pengantin pria atau kakung . Alat ini terbuat dari bambu yang melambangkan
seorang pria yang akan berumah tangga harus dipertimbangkan terlebih dahulu, jangan sampai merasa
kecewa setelah pernikahan sehingga ketika seorang pria mencari seorang calon isteri maka harus
dipertimbangkan bibit, bobot, dan bebetnya.

b) Pedang Wlira: adalah alat yang digunakan sebagai pemukul dengan ukuran panjang 1 meter, tebal
2cm, dan lebar 4 cm. Terbuat dari kayu pohon pinang. Pedang Wlira dibawa oleh Rekaguna dari pihak
pengantin wanita yang menggambarkan seorang pria yang bertanggungjawab, berani menghadapi
segala sesuatu yang menyangkut keselamatan

c) Brenong Kepang: adalah barang – barang yang dibawa oleh Gunareka utusan dari keluarga
mempelai pria berupa alat – alat dapur meliputi :

Alat –alat dapur : Ilir, cething, kukusan, centong, irus, siwur, n saringan ampas dll

2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi

Dari jumlah penduduk ini, 47% diantaranya merupakan angkatan kerja. Mata pencaharian paling banyak
adalah di sektor pertanian (42,34%), diikuti dengan perdagangan (20,91%), industri (15,71%), dan jasa
(10,98%)

3. Sistem kemasyarakatan

Dalam setiap masyarakat selalu dijumpai upacara-upacara yang biasa dikenal dengan istilah upacara
adat-istiadat. Pengertian adat istiadat yang dimaksud yaitu berbagai aturan, kegiatan, dan kebiasaan
yang dilakukan secara turun temurun dan menjadi simbol bagi masyarakat pendukungnya. Penggunaan
bahasa dalam ranah adat yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi pada adat-istiadat yang erat kaitannya
dengan upacara-upacara kelahiran, pernikahan, dan kematian.

Pada upacara perkawinan penggunaan baju dipengaruhi oleh mempelai yang melangsungkan
pernikahan. Apabila mempelai berasal dari sesama etnis Jawa lazimnya digunakan bahasa Jawa.
Sebaliknya, apabila kedua mempelai berlainan etnis, mereka menggunakan bahasa indonesia .
Penggunaan basasa Jawa dalam upacara perkawinan selain pada upacara akad nikah, juga dalam
sambutan-sambutan yang disampaikan dari pihak mempelai.
Pada upacara kematian penggunaan baju lebih banyak dijumpai pada masyarakat pedesaan. Pada
masyarakat perkotaan terutama dari golongan kelas menengah ke bawah juga terdapat pemakain baju
dalam upacara tersebut.

Pemerintahan

Kota-kota di wilayah Banyumasan antara lain : Brebes, Tegal, Pemalang, Banjarnegara,Kebumen,


Cilacap, Purwokerto, Purbalingga, Slawi, Bumiayu, Gombong, Majenang, Bobotsari,Ajibarang, Sumpiuh,
Tanjung, Comal, Ketanggungan, Purwareja, Kroya dll.

4. Bahasa (lisan maupun tertulis).

Dialek Bumiayu atau Bahasa Bumiayu, adalah dialek Bahasa Jawa yang dituturkan di daerah Bumiayu
(Kabupaten Brebes) dan sekitarnya. Dialek ini sebenarnya tidak berbeda jauh dengan Dialek Banyumas
dan Dialek Tegal, kosakata dan cara pengucapannya juga mirip. Hal yang membedakan dialek Bumiayu
dengan banyumas hanya pada intonasi dan pemilihan kata.

Ada sebagian kata yang umum dipakai oleh orang Banyumas tetapi tidak digunakan oleh orangBumiayu.
misalnya kata masuk, kata yang biasa dipakai oleh orang Banyumas adalah mlebutetapi orang Bumiayu
memakai kata manjing, kedua kata tersebut sama-sama bahasa Jawa dan memiliki arti yang sama yaitu
masuk kedalam ruangan.

Jika diteliti lebih jauh, bahasa Bumiayu banyak dipengaruhi oleh bahasa Sansekerta. Dalam tradisi
budaya Jawa, bahasa Sansekerta berada di atas Krama Hinggil, bahasa Jawa yang dianggap paling halus.
Kata "manjing", misalnya, sering dipakai oleh para dalang dalam cerita perwayangan. Kata "manjing"
digunakan secara khusus untuk menggambarkan ruh yang masuk ke dalam diri sang Arjuna. Tapi di
Bumiayu, kata tersebut digunakan untuk sembarang kalimat yang berkonotasi "masuk". "Ayame manjing
umah", misalnya, berarti "ayamnya masuk rumah."

Dialek Bumiayu juga sering menambahkan akhiran ra (diucapkan rha), belih untuk mengakhiri kalimat,
hal ini mungkin untuk menegaskan maksud dari kalimat tersebut. Misal:

· Ana apa, ra? ( Ada apa ?)

· Rikané masa ora ngerti, ra ? (Kamu masa ngga ngerti ?)

· Wis mangan, belih ? ( Sudah makan belum ?)

· Pan maring ngendi ? ( mau pergi kemana ?)

Dialek ini diucapkan oleh masyarakat dari Kecamatan Bumiayu Buaran-Bumiayu Paguyangan,Sirampog,
dan Tonjong (Kabupaten Brebes

5. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya).

Budaya Banyumasan memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan wilayah lain di Jawa Tengah,
walaupun akarnya masih merupakan budaya Jawa.
Diantara seni pertunjukan yang terdapat di Banyumas antara lain: Wayang kulit gagrag Banyumas,
Begalan.

Kesenian musik tradisional Banyumas juga memiliki kekhasan tersendiri dibanding dengan kesenian
musik Jawa lainnya, diantaranya: calung, kenthongan, sholawat, bongkel,

ü Sejumlah tarian khas Banyumasan antara lain:

ü lengger, merupakan tarian yang dimainkan oleh dua orang perempuan atau lebih. Di tengah-tengah
pertunjukkan hadir seorang penari laki-laki disebut badhud (badut/bodor). Tarian ini umumnya
dilakukan di atas panggung dan diiringi oleh alat musik calung.

ü sintren, adalah tarian yang dimainkan oleh laki-laki yang mengenakan baju perempuan. Tarian ini
biasanya melekat pada kesenian ebeg. Di tengah-tengah pertunjukan biasanya pemain ditindih dengan
lesung dan dimasukan ke dalam kurungan, dimana dalam kurungan itu ia berdandan secara wanita dan
menari bersama pemain yang lain.

ü aksimuda, yakni kesenian bernafaskan Islam berupa silat yang digabung dengan tari-tarian.

ü angguk, yakni kesenian tari-tarian bernafaskan Islam. Kesenian ini dilakukan oleh delapan pemain,
dimana pada akhir pertunjukan pemain tidak sadarkan diri.

ü aplang atau daeng, yakni kesenian yang serupa dengan angguk, dengan pemain remaja putri.

ü buncis, yaitu paduan antara kesenian musik dan tarian yang dimainkan oleh delapan orang. Kesenian
ini diiringi alat musik angklung.

ü ebeg, adalah kuda lumping khas Banyumas. Pertunjukan ini diiringi oleh gamelan yang disebut
bendhe.

6. Sistem pengetahuan.

Sistem pengetahuan di kanupaten banyumas sbb:

1. sistem pengetahuan alam

2. sistem pengetahuan buatan

3. sistem pengrtahuan bercocok tanam

7. Religi (sistem kepercayaan).

Sebagian besar penduduk banyumas beragama Islam dan mayoritas tetap mempertahankan tradisi
Kejawen yang dikenal dengan istilah abangan.Agama lain yang dianut adalah Protestan, Katolik, Hindu,
Buddha, Kong Hu Cu, dan puluhan aliran kepercayaan. Penduduk Jawa Tengah dikenal dengan sikap
tolerannya. Sebagai contoh di daerah Muntilan,Kabupaten Magelang banyak dijumpai penganut agama
Katolik, dan dulunya daerah ini merupakan salah satu pusat pengembangan agama Katolik di Jawa.
Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi dengan populasi Kristen terbesar di Indonesia.

B. Masalah dan solusinya

1. Sistem mata pencaharian : masih banyaknya yang pengangguran

Solusi: seharusnya pemerintah lebih memperbanyak lapangan pekerjaan

2. Sistem bahasa: banyak anak muda menggunakan bahasa gaul

Solusi : sebaiknya anak muda sekarang lebih melestarikan bahasa Indonesia, walopun harus
mempelajari bahasa lain juga.

3. Sistem religi : penggunaan hak milik agama lain

Solusi : saling toleransi

4. Sistem pengetahuan : sedikitnya wawasan masyarakat,

Solusinya: karena ilmu tidak hanya di sekolah saja, sebaiknya tuntutlah ilmu dimana sapa, kapan pun.

5. sistem organisasi masyarakat : perbedaan pendapat antar masyarakat

Solusi : menghormati perbedaan pendapat

6. Sistem kesenian : sulit mendatangkan warga jika menggelar kesenian yang tidak gratis.

Solusi : butuh kerja keras untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat.

7. Sistem teknologi dan peralatan : banyak anak kecil yang bermain hp setiap hari

Solusi : pintar2 nya orang tua dalam merawat dan mendidik anak.

Anda mungkin juga menyukai