Anda di halaman 1dari 8

PSIKOLOGI DASAR

“PENYESUAIAN DIRI”

Kelompok 11:

1. Indri Christina Ananda S. (125170382)


2. Anita Octrani Tampubolon (125170390)
3. Maria Gabriela (125170396)

Kelas: CY

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

JURUSAN AKUNTANSI

UNIVERSITAS TARUMANGARA

2020
A. Definisi Penyesuaian Diri
 Proses dinamis terus-menerus yang bertujuan untuk mengubah perilaku guna
mendapatkan hubungan yang lebih serasi antara diri dan lingkungannya
(Fahmi, 1997).
 Dapat mempertahankan eksistensinya, atau bisa survive dan memperoleh
kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang
memuaskan dengan tuntutan sosial.
 Hurlock (dalam Gunarsa, 2003) memberikan perumusan tentang penyesuaian
diri secara lebih umum, yaitu bilamana seseorang mampu menyesuaikan diri
terhadap kelompoknya, dan ia memperlihatkan sikap serta tingkah laku yang
menyenangkan berarti ia diterima oleh kelompok atau lingkungannya. Dengan
kata lain orang tersebut mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.

Proses penyesuaian diri menurut Sugeng Haryadi adalah sebagai berikut:


 Mula-mula individu di satu sisi memiliki dorongan keinginan untuk
memperoleh arti atau makna (eksistensi) dalam kehidupannya, dan di sisi lain
individu mendapat peluang atau tuntutan dari luar dirinya sendiri.
 Kemudian individu mempelajari (memikirkan dan merasakan) kondisi dan
keadaan dirinya serta mempelajari peluang, tuntutan dan keterbatasan
lingkungan hidupnya.
 Terjadilah tahap pemahaman tertentu tentang dirinya sendiri dan
lingkungannya, tergantung pada persepsi dan kemampuan individu dalam
belajar.
 Selanjutnya individu secara dinamis melakukan upaya-upaya
menginteraksikan antara dorongan, kemampuan, dan persepsi dengan peluang,
tuntutan dan keterbatasan lingkungan hidupnya.
 Upaya-upaya berupa suatu tindakan pada gilirannya dapat berupa tindak
positif atau negatif, aktif atau pasif, ataupun kombinasi antara keduanya.

B. Faktor yang Berpengaruh dalam Penyesuaian Diri


1. Kondisi-kondisi fisik (keturunan, konstitusi fisik, kesehatan, penyakit dan
sebagainya).
 Kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi tercapainya
proses penyesuaian diri yang baik
 Kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan
dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Penyakit
jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses
penyesuaian dirinya.

2. Perkembangan dan kematangan khususnya kematangan intelektual, sosial,


moral dan emosional.
 Pola penyesuaian diri akan bervariasi sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kematangan yang dicapainnya. Kondisi-kondisi
perkembangan mempengaruhi setiap aspek kepribadian seperti
emosional, sosial, moral, keagamaan dan intelektual.

3. Penentu psikologis termasuk di dalamnya pengalaman, belajar, pengkondisian


(diciptakan, mis: ruangan bising), frustasi dan konflik.
 Pengalaman
Pengalaman yang menyenangkan akan menimbulkan penyesuaian diri
yang baik dan sebaliknya.
 Belajar
Proses belajar merupakan suatu dasar yang mendasar dalam proses
penyesuaian diri, karena melalui beljar ini akan berkembang pola-pola
respon yang akan membentuk kepribadian.

4. Kondisi lingkungan
 Rumah dan keluarga
Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau
dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat
keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan. Dengan demikian
penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu
merasakan bahwa kehidupannya berarti.
 Hubungan orang tua dan anak
Pola hubungan antara orang tua dengan anak akan mempunyai
pengaruh terhadap proses penyesuaian diri anak. Beberapa pola
hubungan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri antara lain:
a) Menerima (acceptance)
b) Menghukum dan disiplin yang berlebihan
c) Memanjakan dan melindungi anak secara berlebihan
d) Penolakan
 Hubungan saudara
Suasana hubungan saudara yang penuh persahabatan, kooperatif,
saling menghormati, penuh kasih sayang, mempunyai kemungkinan
yang lebih besar untuk tercapainya penyesuaian yang lebih baik.
Sebaliknya, suasana permusuhan, perselisihan, iri hati, kebencian, dan
sebagainya dapat menimbulkan kesulitan dan kegagalan penyesuaian
diri.
 Masyarakat
Keadaan lingkungan masyarakat dimana individu berada merupakan
kondisi yang menentukan proses dan pola-pola penyesuaian diri.
Kondisi studi menunjukkan bahwa banyak gejala tingkah laku salah
bersumber dari keadaan masyarakat. Pergaulan yang salah di kalangan
remaja dapat mempengaruhi pola-pola penyesuaian dirinya.
 Sekolah
Sekolah mempunyai peranan sebagai media untuk mempengaruhi
kehidupan intelektual, sosial dan moral para siswa. Suasana di sekolah
baik sosial maupun psikologis menentukan proses dan pola
penyesuaian diri. Di samping itu, hasil pendidikan yang diterima anak
di sekolah merupakan bekal bagi proses penyesuaian diri anak di
masyarakat.

5. Penentu Budaya, termasuk agama.


 Lingkungan kultural di mana individu berada dan berinteraksi akan
menentukan pola penyesuaian diri. Contoh: tata cara kehidupan di
sekolah, di masjid dan semacamnya akan mempengaruhi bagaimana
anak menempatkan diri dan bergaul dengan masyarakat sekitarnya.
 Agama memberi tuntunan, konsep, dan falsafah hidup yang
meyakinkan dan benar. Oleh pemilikan semua ini, orang akan
memperoleh arti hidup, kemana tujuan hidup, apa yang dicari dalam
hidup ini, dan bagaimana ia harus berperan dalam hidup sehingga
hidupnya di dunia tidak sia-sia.

C. Penyesuaian Diri Positif (Well Adjustment ─ Schneiders, 1964)


a) Terhindar dari ekspresi emosi yang berlebihan, merugikan atau kurang mampu
mengontrol diri (absence of excessive emotionality)
Aspek ini menekankan kepada adanya kontrol dan ketenangan emosi individu
yang memungkinkannya untuk menghadapi permasalahan secara cermat dan
dapat menentukan berbagai kemungkinan pemecahan masalah ketika muncul
hambatan. Bukan berarti tidak ada emosi sama sekali, tetapi lebih kepada
kontrol emosi ketika menghadapi situasi tertentu
b) Terhindar dari mekanisme-mekanisme psikologis (absence of psychological
mechanism)
Aspek ini menjelaskan pendekatan terhadap permasalahan lebih
mengindikasikan respon yang normal dari pada penyelesaian masalah yang
memutar melalui serangkaian mekanisme pertahanan diri yang disertai
tindakan nyata untuk mengubah suatu kondisi.
c) Terhindar dari perasaan frustrasi, kecewa karena suatu kegagalan (absence of
the sense of personal frustration)
Individu yang mengalami frustrasi ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan
tanpa harapan, maka akan sulit bagi individu untuk mengorganisir kemampuan
berpikir, perasaan, motivasi dan tingkah laku dalam menghadapi situasi yang
menuntut penyelesaian
d) Memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional (rational
deliberation and self-direction)
Individu memiliki kemampuan berpikir dan melakukan pertimbangan terhadap
masalah atau konflik serta kemampuan mengorganisasi pikiran, tingkah laku,
dan perasaan untuk memecahkan masalah, dalam kondisi sulit sekalipun
menunjukkan penyesuaian yang normal.
e) Mampu belajar, mampu mengembangkan kualitas dirinya (ability to learn)
Penyesuaian normal yang ditunjukkan individu merupakan proses belajar
berkesinambungan dari perkembangan individu sebagai hasil dari
kemampuannya mengatasi situasi konflik dan stres.
f) Mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu (utilization of past experience)
Individu dapat menggunakan pengalamannya maupun pengalaman orang lain
melalui proses belajar. Individu dapat melakukan analisis mengenai faktor-
faktor apa saja yang membantu dan mengganggu penyesuaiannya
g) Bersikap objektif, dan realistik mampu menerima kenyataan hidup yang
dihadapi secara wajar
Sikap yang realistik dan objektif bersumber pada pemikiran yang rasional,
kemampuan menilai situasi, masalah dan keterbatasan individu sesuai dengan
kenyataan sebenarnya

Bentuk Penyesuaian Diri Positif


 Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung
Individu secara langsung menghadapi masalah dengan segala akibatnya.
Misalnya, seorang siswa yang terlambat dalam menyerahkan tugas karena
sakit, maka ia menghadapinya secara langsung, ia mengemukakan segala
masalahnya kepada guru.
 Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi
Individu mencari bahan pengalaman untuk dapat menghadapi dan
memecahkan masalahnya. Misalnya, seorang siswa yang merasa kurang
mampu dalam mengerjakan tugas, ia akan mencari bahan dalam upaya
menyelesaikan tugas tersebut, dengan membaca buku, konsultasi, diskusi, dan
sebagainya.
 Penyesuaian dengan trial and error atau coba-coba
Individu melakukan suatu tindakan coba-coba, jika menguntungkan diteruskan
dan jika gagal tidak diteruskan.
 Penyesuaian dengan substitusi atau mencari pengganti
Jika individu merasa gagal dalam menghadapi masalah, maka ia dapat
memperoleh penyesuaian dengan jalan mencari pengganti. Misalnya adalah
saat kehabisan tiket film di bioskop, alternatifnya adalah menonton dengan
cara streaming di rumah.
 Penyesuaian dengan menggali kemampuan pribadi
Individu mencoba menggali kemampuan-kemampuan khusus dalam dirinya,
dan kemudian dikembangkan sehingga dapat membantu penyesuaian diri.
Misalnya seorang mahasiswa yang mempunyai kesulitan dalam keuangan,
berusaha mengembangkan kemampuannya dalam menulis, dari usaha menulis
tersebut ia memperoleh penghasilan yang membantu mengatasi kesulitan ia
dalam keuangan.

 Penyesuaian dengan belajar


Individu melalui belajar akan banyak memperoleh pengetahuan dan
keterampilan yang dapat membantu menyesuaikan diri. Misalnya seorang guru
akan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak belajar tentang berbagai
pengetahuan keguruan.
 Penyesuaian dengan inhibisi dan pengendalian diri
Individu berusaha memilih tindakan mana yang harus dilakukan, dan tindakan
mana yang tidak perlu dilakukan. Cara inilah yang disebut inhibisi. Selain itu,
individu harus mampu mengendalikan dirinya dalam melakukan tindakannya.
Misalnya adalah orang yang kecanduan nikotin dalam rokok akan sulit untuk
menghilangkan kebiasaannya, tetapi karena ia tau merokok akan menimbulkan
efek negative terhadap tubuhnya, maka ia berusaha untuk stop merokok
dengan menahan diri.
 Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat
Individu mengambil keputusan dengan pertimbangan yang cermat dari
berbagai segi, antara lain segi untung dan ruginya. Misalnya, seorang
mahasiswa menghitung biaya ongkos pergi dan pulang ke kampus dengan
berbagai alternative seperti ojek online, kereta, atau transjakarta. Ia melakukan
perhitungan dalam segi biaya, waktu, dan kenyamanan, dan memutuskan
memillih transjakarta karena membutuhkan biaya yang termurah dan
tergolong membutuhkan waktu yang relatif tidak terlalu lama.

Penyesuaian Diri Negatif (Maladjustment ─ Schneiders, 1964)


Penyesuaian diri yang salah ditandai dengan berbagai bentuk tingkah laku yang serba
salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistik, agresif, dan sebagainya.
Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang salah yaitu:
a. Reaksi Bertahan (Defence Reaction)
Individu berusaha untuk mempertahankan diri, seolah-olah tidak menghadapi
kegagalan. Bentuk khusus reaksi ini antara lain:
 Rasionalisasi, yaitu bertahan dengan mencari-cari alasan untuk
membenarkan tindakannya.
 Represi, yaitu berusaha melupakan pengalamannya yang kurang
menyenangkan. Misalnya seorang pemuda berusaha melupakan
kegagalan cintanya dengan seorang gadis.
 Proyeksi, yaitu melempar sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain
untuk mencari alasan yang dapat diterima. Misalnya seorang siswa
yang tidak lulus mengatakan bahwa gurunya membenci dirinya.
 Sour grapes (anggur kecut), yaitu dengan memutarbalikkan kenyataan.
Misalnya seorang siswa yang gagal mengetik, mengatakan bahwa
mesin tik-nya rusak, padahal dia sendiri tidak bisa mengetik.
b. Reaksi Menyerang (Aggressive Reaction)
Reaksi-reaksi menyerang nampak dalam tingkah laku: selalu membenarkan
diri sendiri, mau berkuasa dalam setiap situasi, mau memiliki segalanya,
bersikap senang mengganggu orang lain, menggertak baik dengan ucapan
maupun dengan perbuatan, menunjukkkan sikap permusuhan secara terbuka,
menunjukkan sikap menyerang dan merusak, keras kepala dalam
perbuatannya, bersikap balas dendam, memperkosa hak orang lain, tindakan
yang serampangan, marah secara sadis.
c. Reaksi Melarikan Diri (Escape Reaction)
Reaksi melarikan diri, nampak dalam tingkah laku seperti berfantasi, yaitu
memuaskan keinginan yang tidak tercapai dalam bentuk angan-angan, banyak
tidur, minum-minuman keras, bunuh diri, menjadi pecandu ganja, narkotika,
dan regresi yaitu kembali kepada tingkah laku yang tipis pada tingkat
perkembangan yang lebih awal, misalnya orang dewasa yang bersikap dan
berwatak seperti anak kecil, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai