Kepada siapa rakyat berharap pertolongan? Kepada Tuhan, kata para agamawan.
Pasti! Itu pasrah namanya. Apakah kalau sudah pasrah persoalan jadi selesai?
Tidak. Karena tak ada yang tahu pasti bagaimana mekanisme takdir itu berjalan.
Yang pasti justru jumlah positif Covid-19 terus bertambah. Kemarin (24/3) ada 686
yang positif. Dan akan terus bertambah setiap harinya. Begitu juga dengan yang
mati. Mungkin diantara mereka ada yang anda kenal.
Kalau saja kematian akibat covid-19 di Indonesia dibuat rata-rata empat persen,
maka berarti jumlah orang yang positif Covid-19 sudah di atas 20.000 orang.
Mereka tak terdeteksi, karena mungkin tak ada gejala yang nampak. Hanya 15
persen saja yang terdeteksi. 85 persen berkeliaran dan melakukan kontak sosial
di luar.
Sebagian rakyat panik, itu pasti. Dalam situasi seperti ini, mereka penuh harap
kepada pemerintah. Di tangan pemerintah ada kebijakan dan fasilitas yang bisa
digunakan untuk menyelamatkan rakyat.
Harapan ini wajar. Anda yang pilih orang-orang itu duduk di posisi pemerintahan
dan anda telah titipan pajak kepada mereka. Tugas mereka melayani anda.
Termasuk membantu anda selamat dari covid-19.
Sebagai akibatnya, jumlah korban dan kematian makin kencang angkanya. Jauh
meninggalkan langkah pemerintahan kita. Pek.. Pek.. Pek... Pek... Pek... Korban
berjatuhan. Dan pemerintah terlihat masih sibuk ngardusin APD (Alat Pelindung
Diri) di tengah kematian puluhan anak bangsa ini.
Katanya impor, kok Made In Indonesia? Jangan disoal! Diam aje luh! Yang penting
ada. Itu bagian dari langkah serius. Mesti kita support dan apresiasi. Saatnya
bangsa ini kompak menghadapi ujian bersama.
Dana dari mana? Ambil dari anggaran kereta cepat Jakarta-Bandung, misalnya.
Pakai dulu dana yang akan digunakan untuk promosikan Ahok di Ibu Kota Baru.
Bila perlu, para taipan paksa untuk bantu. Tiru Tommy Winata (TW) yang sudah
memberi contoh bantuan. Yang lain, jangan malah lari ke Singapore. Kalau
langkah ini dilakukan, masyarakat akan stay di rumah. Gak keluyuran.
Tugas aparat keamanan adalah menertibkan warga yang masih jalan-jalan keluar
rumah, dan beraktifitas di tempat keramaian. Kecuali untuk keperluan-keperluan
urgent sesuai kriteria yang ada di peraturan. Hentikan transportasi publik. Stop
KRL, MRT, LRT dan tutup Stasiun Busway.
Kedua, lakukan test massal kepada mereka yang dinyatakan ODP dan PDP.
Semuanya, tanpa terkecuali. Pastikan mereka positif atau negatif. Jangan biarkan
mereka berkeliaran dan melakukan interaksi dengan orang lain tanpa kejelasan
status.
Australia telah melakukan test massal sebanyak 80 ribu orang. Korea Selatan
melakukannya terhadap 250 ribu orang. Jakarta? Atas bantuan alat test dari
Yayasan Buddha Tzu Chi akan melakukan test massal sebanyak 100 ribu orang.
250 orang sudah dimulai di Jakarta Selatan. Daerah lain? Mestinya pemerintah
pusat menyiapkan alat test, tenaga medis dan biaya yang cukup untuk melakukan
test massal ini. Karena tidak semua daerah berkemampuan seperti Jakarta.
Ketiga, siapkan ruang isolasi yang cukup beserta tenaga medis yang memiliki
kelengkapan peralatan. Sehingga, tak ada satupun calon pasien yang ditolak di
rumah sakit dan meninggal di jalanan. Pastikan mereka terlayani dengan cepat
dan tepat. Isolasi ODP dan PDP. Jauhkan dari interaksi dengan orang lain.
Langkah-langkah ini menjadi pilihan yang tidak bisa tidak harus diambil. Gak ada
kata terlambat. Jika tidak, kedepan kita akan semakin sering menyaksikan orang-
orang jatuh di jalan, pek...pek... pek... langsung mati. Disitulah kita baru sadar
betapa gelombang badai covid-19 telah membuat nyawa di negeri ini begitu
murah setelah banyak anak bangsa mati karena lambatnya penanganan. *