Anda di halaman 1dari 21

Log In

 ESAI

o
o
 CORAK

o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
 KOMEN

o
o
o
o
 ULASAN

o
o

o
o
o
o
o
 PENJASKES

o
o
o
o
 RAME

o
o
o
o
 KOLOM
o

o
o
o
 TERMINAL
 # TRENDING

o
o

o





TAK HANYA MS BRAEMAR, TAPI DUNIA
JUGA BERUTANG BUDI KEPADA KUBA
R IZ KY P RA SE TY A 23 MAR ET 2020

POJOKAN  1 5







MOJOK.CO – Kuba bukan hanya Castro dan menyalakan cerutu. Lebih dari itu,
mereka adalah negara yang juga doyan menyalakan mesin pesawat untuk mengirim
tenaga medis ke negara yang butuh uluran tangan.
Mendengar Kuba, membuat kita tidak bisa menghilangkan wajah Fidel Castro dari
kepala kita. Mungkin itu juga yang dipikirkan mendiang Fidel Castro, ketika
mengingat Indonesia pasti wajah Soekarno lah yang terpampang nyata, hingga pada
tahun 2008 Kuba merilis perangko bergambar Soekarno.

Sebagian besar mungkin akan selalu mengenal Kuba sebagai negara yang
menganut paham komunisme, yang dianggap sebagai hantu mengerikan bagi
sebagian rakyat Indonesia walau mereka tak pernah benar-benar paham apa itu
komunisme. Ah, bukankah itu sifat alami manusia? Takut pada hal bahkan tidak kita
pahami?

Kelak, Kuba bukan hanya tentang komunis dan Castro (dan tentu saja cerutu). Lebih
dari itu, ia punya reputasi ciamik sebagai negara yang benar-benar mengamalkan
butir-butir pelajaran PMP: gemar menolong.

Pada suatu hari yang diselimuti kegelapan, seluruh kru MS Braemar cemas. Kapal
mereka mengangkut orang yang didiagnosa terjangkit virus corona. Itu artinya
mereka harus berpacu dengan waktu untuk segera berlabuh dan memberi
pengobatan yang layak.

Tapi semua paham, corona membuat semuanya tampak berbeda. Bagi MS


Braemar, corona membuat bukan hanya laut yang kemudian pasang tampang kejam
terhadap mereka, tapi juga juga daratan. Kapal MS Braemar tidak diterima di negara
mana pun, bahkan Amerika Serikat, negara yang mengaku sebagai negara
demokrasi, dan sering mengirimkan tentara untuk mengajari negara lain apa itu arti
demokrasi. Saya tidak bisa membayangkan betapa sakit hati kru MS Braemar ketika
ditolak oleh AS. We’re British, for God’s sake.

Seluruh awal kapal dilanda kepanikan. Betapa mereka akan mengalami nasib yang
menyedihkan di lautan. Terkatung-katung entah sampai kapan layaknya Flying
Dutchman yang tak pernah kembali ke daratan.

Baca juga:  Apresiasi untuk Musisi Dunia yang Menghibur Jutaan Manusia


lewat Dunia Maya
Tapi hidup memanglah penuh dengan keajaiban. Selalu ada harapan yang hadir.
Dan kali ini, harapan itu bernama Kuba.

MS Braemar meminta izin untuk berlabuh di Kuba, tidak lupa mereka memberi tahu
kondisi yang memaksa mereka. Tanpa ragu Kuba memberi izin, mereka bahkan
menyambut serta memberikan pertolongan yang dibutuhkan. Tak peduli kau kiri atau
kanan, liberal atau konservatif, kemanusiaan harus berada di depan.

Meski tidak terpapar eksposur media yang gila-gilaan, Kuba hampir tidak pernah
absen mengirimkan bantuan berupa tenaga medis ke negara yang sedang terkena
musibah. Ketika Aceh tertimpa musibah berupa tsunami dan Jogja terkena gempa,
mereka mengirimkan tenaga medis untuk misi kemanusiaan. Haiti berutang budi
begitu besar kepada Kuba atas bantuan yang mereka terima.

Ketika corona mewabah, mereka tidak berpikir dua kali untuk mengirimkan tenaga
medis mereka ke bagian dunia yang membutuhkan. Meski terdapat kasus corona di
Kuba, bukan berarti mereka menutup diri dan berhenti berkontribusi. Dalam senyap,
mereka mengembangkan obat untuk memperkuat imun yang terbukti ampuh untuk
penderita HIV/AIDS dan demam berdarah. Obat yang mereka kembangkan adalah
salah satu obat yang dipakai oleh China untuk menangani pasien corona.

Baiklah, kalian mungkin bertanya ketika Indonesia kekurangan tenaga medis meski
punya penduduk jauh lebih banyak dibanding Kuba, kenapa malah mereka yang
mengirimkan tenaga medis ke penjuru dunia? Jawabnya adalah rasio dokter per
pasien yang rendah.

Baca juga:  Cerita Masa Kecil: Dibenci Waktu Kecil, Dirindukan Waktu Dewasa

Kuba adalah negara dengan rasio dokter per pasien terendah di dunia. Per dokter
hanya menangani 155 pasien, jauh lebih baik dibandingkan AS yang punya rasio per
dokter menangani 396 pasien. Subsidi besar-besaran untuk pendidikan membuat
Kuba tidak akan kekurangan tenaga medis.

Kalau tenaga medis seluruh negara G8 digabung, jumlah tersebut masih tidak bisa
menyamai jumlah tenaga medis di Kuba.
Semangat anti-kolonial dan kemanusiaan yang dipegang erat oleh Kuba membuat
mereka selalu siap untuk membantu negara yang sedang dilanda musibah. Mereka
sigap mengirimkan tenaga medis ke Italia dan China melawan corona.

Kiri atau kanan, liberal atau konservatif, di depan kemanusiaan semua itu sama. Kau
akan menanggalkan atributmu untuk berlari ke depan menjadi garda pelindung
kemanusiaan. Kuba mungkin di kepalamu hanyalah tentang cerutu, komunis, dan
Castro. Tapi mereka tidak akan berhenti memanaskan mesin pesawat untuk
mengirim tenaga medis ke negara yang butuh uluran tangan.

“It’s a bird? It’s a plane? No, it’s Cuba.”

BACA JUGA Menjawab Pertanyaan Makin Tua Kemampuan Otak Makin


Menurun dan artikel menarik lainnya dari Rizky Prasetya.

Rizky Prasetya
REDAKTUR
 







TERPOPULER SEPEKAN
MANCHESTER UNITED DAN ARSENAL MENGAKHIR BULAN MADU
DENGAN IGHALO DAN CEBALLOS?

SEMBRONONYA MUSLIM INDONESIA MENGHADAPI CORONA

15 TEBAK-TEBAKAN YANG KATANYA PALING BIKIN EMOSI


898 RS ‘MARK-UP’ KELAS DEMI DUIT BPJS KESEHATAN ITU TAK
MENGAPA: TAK MENGAPA, NDIASMU!

VIDEO DOKTER TERAWAN MUNDUR ADALAH BUKTI BAHWA KOMINFO


KAKU KAYAK KANEBO

LIVERPOOL YANG MALANG: TENTANG KEGAGALAN PALING PUITIS


ABAD INI
KEGIATAN YANG SEHARUSNYA DILAKUKAN GATOT NURMANTYO
KETIMBANG BIKIN PERNYATAAN SEMBRONO TENTANG CORONA

ARSENAL: PRASASTI KEGAGALAN


YANG DICUCI DENGAN TANGIS
EDUARDO DAN ABOU DIABY
Y AMAD IP AT I S EN O 24 MA RE T 2020
BALBALAN   0

MOJOK.CO – Abou Diaby dan Eduardo akan selamanya menjadi penanda. Menjadi


titik-titik aksara di sebuah prasasti bernama Arsenal. Prasasti yang saat ini kita
pahami dengan satu kata: kegagalan.

Musim 2005/2006 ditandai oleh tiga perasaan besar; dua rasa kecewa yang luar
biasa dan satu rasa excitement setelah musim usai. Dua perasaan kecewa diwakili
oleh cederanya Abou Diaby dan final Liga Champions yang dirampok.
Rasa excitement yang semakin memuncak setelah Emirates Stadium akhirnya bisa
digunakan.

Liga Champions akan selalu bisa dikejar lagi. Entah kapan, jika kita sedang
membicarakan Arsenal. Maksudnya, sebuah klub akan tetap bisa kembali ke
panggung gemerlap itu lain waktu. Jangka waktunya panjang. Bisa terjadi di
kehidupanmu sekarang atau lain kali. Jika jangka waktu sebuah klub untuk kembali
ke Liga Champions masih panjang, tidak demikian dengan karier pemain.

Musim 2005/2006 itulah, untuk kali pertama, rasa kecewa karena cedera pemain
begitu memukul saya. Waktu itu, saya belum tahu kalau sebuah tekel ke arah ankel
Abou Diaby adalah permulaan dari sebuah horor panjang. Sebuah kesedihan yang
diulang kembali ketika Eduardo da Silva patah kaki di Saint Andrew, kandang
Birmingham.

Saya ingat betul “suasana” di sekitar cederanya Abou Diaby. Retak di bangian
ankelnya dianggap sebagai “hujan setelah mendung gelap”. Sesuatu yang biasa.
Hal yang pasti terjadi. Cedera selalu berkawan baik dengan atlet.

Satu hal yang mengganggu perasaan saya adalah ketika, beberapa tahun
kemudian, Diaby berkata bahwa sebelum tekel keras itu, dia belum pernah cedera.
Bagi pemain muda, cedera untuk kali pertama bisa merusak banyak hal. Apalagi
cedera yang datang termasuk berat. Namun, di Mei 2006 itu, banyak orang yang
belum tahu bahwa karier Diaby sudah seperti lilin yang hampir habis dilalap api.

Kedatangan Diaby, bersamaan dengan Emmanuel Adebayor,


menghadirkan excitement baru. Kepergian Patrick Vieira meninggalkan ruang
hampa di lini tengah Arsenal. Diaby, dengan kaki panjangnya, dengan tinggi
badannya, dengan kepercayaan dirinya, membuat bayangan Vieira mulai dipupus
secara perlahan.

Gilberto Silva dan Cesc Fabregas akan mendapatkan pelapis potensial. Sayang,
semuanya berakhir dengan kata “tapi” dan “jika”. Sebuah kesedihan yang sama
tertarik dari masa 2006 ketika karier Eduardo da Silva tidak lagi sama setelah laga di
Saint Andrew.

Sama seperti Diaby, nama Eduardo memberikan excitement yang nyata.


Kebanyakan fans Arsenal tidak mengenal Eduardo ketika datang di musim
2007/2008. Dia datang dari Dinamo Zagreb. Bersama-sama Luka Modric dan
Vedran Corluka, mereka memikat Eropa.

Fans Arsenal diberi petunjuk oleh Arsene Wenger kala itu. Beliau bilang: “Saya
langsung tahu kalau dia pemain special. Sejarah hidupnya bisa menjelaskan banyak
hal. Seorang pemuda dari Brasil yang berhasil beradaptasi di sebuah negara
dengan kultur sepak bola berbeda. Jadi, saya percaya dia akan beradaptasi dengan
cepat di Arsenal.”

Aroma kedatangan Eduardo di Arsenal persis seperti awal karier Diaby. Sama-sama
diiringi harapan tinggi. Jika Diaby diidamkan menjadi penerus Vieira, Eduardo
datang ketika Thierry Henry dan Freddie Ljungberg hengkang. Kepergian dua
pemain legendaris itu menjadi penanda habisnya romansa invincible yang tersisa.

Eduardo tidak langsung mendapatkan “pijakan” yang ideal. Duet Robin van Persie
dan Adebayor tampil sangat stabil. Duet itu mengantarkan Arsenal ke puncak
klasemen. Untuk kali pertama sejak pindah ke Emirates, Arsenal kembali bisa
mencoba menatap gelar juara Liga Inggris di kejauhan dengan kepercayaan diri.

Momen bagi Eduardo datang ketika van Persise cedera ketika tugas negara dan
Adebayor butuh rekan kerja. Striker yang akhirnya memilih Kroasia
ketimbang Brasil itu menancapkan kukunya di tim utama dengan sebuah gol indah
ke gawang Sheffield United. Menerima umpan diagonal dari Nicklas Bendtner di sisi
kiri lapangan, masih agak jauh dari kotak penalti, Eduardo mengontrol bola sebelum
melepaskan tembakan keras ke sisi kanan gawang Sheffield United.
Gol indah itu menjadi sebuah pengiring atau bisa kamu sebut sebagai penegas
tingginya level Arsenal kala itu. Pada Februari 2008, Arsenal unggul lima poin dari
Manchester United. Pundit menjagokan mereka akan tetap kuat di posisi satu
sampai musim paripurna. Namun, sekali lagi, seperti yang dialami Abou Diaby,
gemuruh excitement pudar dengan cepat.

Tanggal 23 Februari 2008, Arsenal tandang ke Saint Andrew. Birmingham ada di


zona degradasi dan mereka bermain dengan segala kekuatan untuk setidaknya
tidak kalah. Dan Birmingham tahu, Eduardo yang menjadi penanda laju Arsenal kala
itu.

Pertandingan berjalan tiga menit. Kedua tim masih berusaha saling membaca,
membayangi. Gael Clichy melepas umpan sederhana ke Eduardo. Martin Taylor,
bek Birmingham langsung menekan dan ingin sesegra mungkin mengambil bola.
Tekel menjadi pilihannya. Namun, Eduardo sudah membaca pilihan Martin Taylor
itu. Dia tidak mengontrol bola, tetapi langsung mengumpan dengan satu sentuhan.
Martin Taylor gagal menggapai bola, tetapi kakinya menghantam kaki Eduardo.

Tulang tibia dan fibula patah bersamaan. Patahan tulang itu merobek dan
menembus otot. Takel Martin Taylor menghantam kaki Eduardo yang menjadi
tumpuan gerak. Karena impak dari hantaman itu, ankel Eduardo ikut patah.

Dua detik pertama, kejadian itu terasa sama seperti kejadian yang menimpa Abou
Diaby. Namun, semua orang baru tersadar kalau horor sudah terjadi ketika
Fabregas terlihat sangat panik. Dia meminta petugas medis untuk segera masuk
lapangan. Alexander Hleb memalingkan muka, tidak berani melihat impak dari horor
hari itu. Tangan kanannya membekap mulut. Hleb susah payah menahan muntah.

Mathieu Flamini marah dan mendekati wasit, ketika Adebayor hanya bisa
menggelengkan muka dan menatap kosong ke arah lapangan. Horor sudah terjadi,
suka tidak suka. Kaki Eduardo patah sempurna.

Jonathan Pearce, komentator BBC berbicara kepada audien. BBC tidak akan


menayangkan cedera Eduardo karena sangat disturbing. Selama 7 menit 40 detik
Eduardo mendapatkan perawatan di dalam lapangan. Dia ditandu keluar dengan
mengenakan masker oksigen sebagai alat bantu. Tujuh menit 40 detik yang
mengubah musim Arsenal.
“Menurut saya, orang ini tidak boleh bermain sepak bola lagi. Pikiran seperti apa
yang ada di kepala Martin Taylor ketika bermain?” Arsene Wenger marah betul.
Ketika ditanya apakah musim Eduardo sudah berakhir, Wenger menjawab dengan
gusar: “Lebih dari musimnya yang sudah berakhir!”

Sejarah mencatat. Karier Eduardo hancur. Musim Arsenal hancur. Impian


mengangkat piala Liga Inggris di stadion baru, hancur.

Mental para pemain Arsenal ikut hancur. William Gallas, yang kala itu menjabat
kapten, tidak bisa mengontrol dirinya. Selepas laga, Gallas menendang papan iklan
lalu terduduk dalam waktu yang lama di tengah lapangan, di tengah keheningan
Saint Andrew. Sikap Gallas ini disayangkan banyak. Sebagai kapten, Gallas harus
lebih kuat ketimbang lainnnya. Dia bahkan hampir berkelahi dengan Gilberto Silva.

Setelah laga itu, dari 21 poin yang tersedia, Arsenal hanya bisa mengumpulkan tujuh
poin. Manchester United menyalip. Musim The Gunners usai dengan kegagalan
yang terasa begitu getir. Kegagalan paling getir adalah ketika satu tanganmu sudah
hampir menggapai keberhasilan untuk kemudian terjatuh dan tidak bisa bangkit lagi.

Cedera. Begitu akrab dengan karier pemain. Cedera, menjadi karib Arsenal. Nama
Abou Diaby dan Eduardo akan selamanya menjadi penanda. Menjadi titik-titik
aksara di sebuah prasasti bernama Arsenal. Prasasti yang saat ini kita pahami
dengan satu kata: kegagalan.

BACA JUGA 5 Detik yang Memisahkan Arsenal dari Masa Depan atau tulisan
lainnya dari Yamadipati Seno.

Yamadipati Seno
REDAKTUR
  







TERPOPULER SEPEKAN

MANCHESTER UNITED DAN ARSENAL MENGAKHIR BULAN MADU


DENGAN IGHALO DAN CEBALLOS?

SEMBRONONYA MUSLIM INDONESIA MENGHADAPI CORONA


15 TEBAK-TEBAKAN YANG KATANYA PALING BIKIN EMOSI

898 RS ‘MARK-UP’ KELAS DEMI DUIT BPJS KESEHATAN ITU TAK


MENGAPA: TAK MENGAPA, NDIASMU!

VIDEO DOKTER TERAWAN MUNDUR ADALAH BUKTI BAHWA KOMINFO


KAKU KAYAK KANEBO
LIVERPOOL YANG MALANG: TENTANG KEGAGALAN PALING PUITIS
ABAD INI

KEGIATAN YANG SEHARUSNYA DILAKUKAN GATOT NURMANTYO


KETIMBANG BIKIN PERNYATAAN SEMBRONO TENTANG CORONA

 TENTANG
 KRU
 KIRIM ARTIKEL
 DISCLAIMER
 KONTAK
 BLOG
 RSS

© 2020 MOJOK.CO - ALL RIGHTS RESERVED.

Anda mungkin juga menyukai