Oleh : DUL.
BABAK 1
Cerita di awali Dengan seseorang yang berdiri di tengah-tengah panggung, ia tersenyum, perutnya
terikat kain dari berbagai arah, dalam keadaan berdiri, ia memegang sebuah manuskrip. Lalu, ia
bercerita tentang Nuh, tentang bagaimana Nuh terus membujuk kaumnya untuk bertaubat dan ikut
naik kapalnya.
Namun tak ada jawaban, ia merasa putus asa, kemudian ia menengadahkan tangannya dengan
disertai sebuah do’a. Setelah itu, tiba-tiba, ia di tarik oleh kain-kain yang mengikat dirinya, kaget
melandanya, manuskrip itu ia dekap dengan erat. dengan Tarikan yang semakin membuat nya
bingung, akhirnya ia menggulung manuskrip itu dan memasukkannya kedalam sarungnya.
Sesudah kain kain yang mengikat dirinya berhenti menarik dirinya, ia kembali tenang dan ain-
kain yang mengikat dirinya ia lepaskan lalu ia kumpulkan. Dan dibentuk seolah menjadi jaring, dan
akhirnya ia berjalan mundur dengan memikul jaring.
Di bagian belakang panggung, terdapat seorang anak yang berjalan kelaparan sambil
memainkan alat masak, nelayan yang berjalan mundur kemudian merespon pada si anak itu, disertai
kebingungan, ia kemudian berbaris dengan si anak, si anak menjatuhkan alat masak, kemudian
mereka berdua duduk dan melanjutkan permainan alat masak itu(memasak) dan setelah itu,
mereka menabuh-nabuh yang ada di depan mereka secara bergantian (makan).
Setelah makan, mereka berdiri dan bersyukur pada tuhan atas apa yang mereka makan dengan
menudungkan alat masak(sobluk) itu dikepala mereka berdua. Setelah itu, mereka duduk dan sang
anak melepas sobluk yang ada dikepalanya, ia duduk dibelakang ayahnya dan menulis abjad(A dan B)
pada punggung sang ayah. Namun, karena tulisannya salah, ia meghapus tulisan itu dan menulis lagi
dengan huruf Arab(Alif dan Ba’) sang anak tersenyum dan merunduk di punggung ayahnya.
Kapalnya dibakar karena dituduh menggunakan sihir agar selalu mendapat ikan yang banyak.
Ayah dan anak itupun panik, si anak menutup seluruh badannya dengan sarung, dan sang ayah
terlihat bingung, ia berlari dengan ketakutan, berguling-guling sambil menangis. Dan setelah itu,
akhirnya ia bangun dengan tertatih dan berkata “betapa telah terbakar hidup kami” dan tiba-tiba si
anak menjerit, dan sang ayah roboh ditengah-tengah.
Setelah si ayah roboh, terdapat empat orang masuk dari berbagai arah dan berkumpul memikul
sang ayah dan berdiri ditengah-tengah sambil mengucapkan sebuah petuah :
“kami hidup atas kehendak tuhan, laut, dan nenek moyang kami”
LAMPU MATI.
Ket : ( di babak ini, pada paragraf pertama, seorang “ia” adalah sebuah wujud NUH pada saat NUH
mengajak kaumnya yang belum Islam untuk menjadi Islam dan ikut bersamanya untuk selamat dari
banjir yang akan melanda. Dan manuskrip yang ia pegang melambangkan perintah dari Tuhan untuk
dirinya.)
( Kain-kain yang mengikatnya adalah sebuah manipulasi untuk menciptakan guncangan yang ia alami
semasa di atas kapalnya.)
Lalu ini seperti sebuah siluet yang memudar seolah berjalannya waktu.
BABAK 2
Lalu secara perlahan dengan membawa sebuah kotak ia Berjalan dengan ; pelan-cepat-pelan-cepat
memutari panggung.
Dan sesekali berhenti sambil mencemooh aktor 1 yang masih mengais-ngais serakan yang ada di
dekat nya.
Kemudian, terjatuh dan terguling ke luar panggung, di luar panggung terdapat suara dan jeritan dari
aktor 2, ia meminta tolong.
Aktor 1 hanya mendengar dan tersenyum. Setelah itu, ia keluar dari panggung dan masuk lagi
membawa botol di tangannya.
Kemudian, aktor 2 berhenti dan menghentakkan kaki yang dipegangi oleh aktor 1.
Aktor 1 bersujud kepadanya dengan maksud meminta pertolongan untuk kehidupannya yang telah
tak tentu arah.
Kemudian,,
1 aktor lagi masuk, ia adalah Anak dari aktor 1 tersebut, anak itu kemudian bersujud di belakang
ayahnya.
Lalu aktor 2 yang berdiri itu berkata : apakah kau harus menghitung pasir yang kau injak untuk
berjalan menuju impianmu?
Hahahaha
Aktor 1 kemudian berkata : Kami hanyalah buih-buih lautan, tak ada lagi yang bisa kami lakukan
selain menebar jaring-jaring kelautan. Namun sekarang, kapal telah dibakar, hidup kami berada
diambang kehancuran, tidak ada lagi harapan selain tuan mau membantu kami
Aktor 3 (anak) : yaa itu benar, betapa telah kami abdikan hidup kami pada laut. Ayah, janganlah
berharap terlalu besar pada penguasa. Mereka tak pernah berpikir bagaimana nasib kita.
Kemudian 1 aktor lagi masuk dari arah belakang, dan berhenti di belakang mereka, dengan
sombongnya ia kemudian berkata : Masih ada cara saudaraku, mari ikut aku, kita jajah harta rakyat
pesisir saat malam tiba.
1 aktor lagi masuk dari samping dan berkata : lebih baik kau ikut denganku, kita pergi dari sini dan
mengemis di kota.
Lalu masuk lagi seorang aktor dari samping kiri dan berkata : jual saja anakmu ke kota, aku yakin kau
akan mendapatkan banyak uang.
Lalu mereka (aktor 2 4 5 6) melingkari aktor 1 dan 3 dan saling berkata : mencuri, jual anakmu, matii
sajaa, mengemis saja.
Dan berkata
Aktor 1 : aku tidak melaut untuk mencari harta. Aku tidak melaut untuk kejayaan ataupun menjadi
seorang penguasa. Tetapi Aku melaut untuk keluargaku, untuk kehidupan mereka, keselamatan
mereka. Jika saja kapalku tidak dibakar, anakku tak akan sengsara. Dan demi apapun, aku tidak
mencari uang, aku mencari dan menangkap ikan. Oleh sebab itu aku disebut nelayan. Juga, ini adalah
budaya para pendahuluku, aku tak bisa menghilangkannya.
Lalu, ia menunjuk pada aktor 6 yang menyuruhnya untuk menjual anaknya (aktor 3) dengan
berkata : Dan kau! jika aku menjualnya pada para penguasa yang bedebah itu, maka untuk apa hasil
yang kudapatkan setelahnya. Sedangkan, semua yang kulakukan selama ini untuk keselamatan
putraku.
Setelah selesai membaca puisi, terdapat seorang aktor baru, masuk dan berdiri dibelakangnya, dan
berkata : ini adalah kehendak Tuhan, Tuhanlah yang mengatur segalanya,janganlah terlalu
menghamba pada laut. Sebab, tuhanlah yang memerintah laut.
Lampu mati
END.