Anda di halaman 1dari 2

Sebabnya Aku Jera

Sebuah Anekdot

Kisah ini terjadi saat aku masih berusia remaja bersama dengan seorang teman bermarga Situmeang.
Ia adalah seorang guru SD merangkap seorang wartawan sampai sekarang.
Waktu itu kami berdua sedang mandi-mandi. Telanjang, seperti anak-anak muda dalam film kartun.
Airnya hanya sebatas perut. Namun di bagian hulunya terdapat lubuk yang sangat dalam. Di lubuk ini terdapat
cadas tinggi yang kami jadikan tempat untuk istirahat.
Setelah sekian lama mandi, kami naik ke atas cadas. Beristirahat, masih dalam keadaan telanjang.
Saat istirahat, kami melihat dua orang anak di arah berseberangan dengan kami, sedang mencari ikan. Tenyata
anak berusia belasan tahun itu mantan murid temanku yang wartawan itu. Temanku lalu menyapanya dan
meminta ikan kepadanya. Dan kerjaan iseng itu ternyata mendapat sambutan. Karena saling berseberangan,
mereka memberikannya dengan cara melemparkannya ke arah kami. Namun, karena lemparannya kurang
kuat ikan jatuh tepat di bagian sungai yang dalam.
Jebur…!!! Suara air bergemuruh. Ternyata anak mudanya (aku) tanpa komando langsung melompat
ke sungai mengejar sang ikan. Karena air sangat tenang dan dalam , ‘buruanku’ segera tenggelam dan tak
kelihatan.
Dari atas cadas kawanku memberi komando. Aku mengikuti petunjuknya, seolah-olah makhluk langka
dan tak pandai berenang itu komandanku. Aku menyelam. Timbul. Menyelam lagi. Timbul kembali. Menyelam
kemba…!
Ah, aku terkesiap. Dari arah belokan, beberapa puluh meter dariku, tetapi sangat dekat dengan
kawanku di bagian hulu sungai kulihat beberapa makhluk asing berhanyut-hanyutan. Mereka beriring-iringan
mengendarai ban. Rambut mereka rata-rata putih dan kuning. Cepat mereka kukenali. Mereka memang orang
asing alias bule. Dan cepat-cepat pula aku sadar dengan keadaanku. Aku bingung. Sangat bingung! Tetapi
mataku menangkap ada makhluk yang lebih bingung di atas cadas. Ia jingrak-jingrak saat bule-bule itu
‘dirapatkan’ oleh arus sungai kepadanya. Benar-benar sangat dekat dan ia benar-benar tak mampu
menyembunyikan ‘souvenir’ miliknya dari penglihatan tamu-tamu negara itu. Aku jadi tertawa melihat ulahnya
yang masih berusaha merapatkan kedua tangannya ke bawah selangkangannya. Ia benar-benar tak mampu.
Melompat ke sungai tentu lebih gila. Aku tertawa lagi. Lagi. Dan mentertawai diriku sendiri yang di balut
lembaran batang pisang yang sempat kulepaskan dari batangnya ketika hanyut melintas di depanku. Dan.
Sejak saat itu aku tak berani mandi telanjang lagi!
Bohorok, 18 Agustus 2004

Penulis, Insan Alrasyid


Sebabnya Ucok Jera
Sebuah Anekdot

Kisah ini terjadi saat Ucok masih berusia remaja bersama dengan seorang temannya bermarga
Situmeang. Ia adalah seorang guru SD merangkap seorang wartawan sampai sekarang.
Waktu itu ia dan temannya sedang mandi-mandi. Telanjang, seperti anak-anak muda dalam film
kartun. Airnya hanya sebatas perut. Namun di bagian hulunya terdapat lubuk yang sangat dalam. Di lubuk ini
terdapat cadas yang tinggi yang mereka jadikan sebagai tempat untuk istirahat.
Setelah sekian lama mandi, mereka naik ke atas cadas. Beristirahat, masih dalam keadaan telanjang.
Saat istirahat, mereka melihat dua orang anak di arah berseberangan dengan mereka, sedang mencari ikan.
Tenyata anak berusia belasan tahun itu mantan murid teman Ucok yang wartawan tadi. Teman Ucok lalu
menyapanya dan meminta ikan kepadanya. Dan kerjaan iseng itu ternyata mendapat sambutan. Karena saling
berseberangan, mereka memberikannya dengan cara melemparkannya ke arah Ucok dan temannya. Namun,
karena lemparannya kurang kuat ikan jatuh tepat di bagian sungai yang dalam.
Jebur…!!! Suara air bergemuruh. Ternyata anak mudanya (Ucok) tanpa komando langsung melompat
ke sungai mengejar sang ikan. Karena air sangat tenang dan dalam , ‘buruan Ucok’ segera tenggelam dan tak
kelihatan.
Dari atas cadas kawan Ucok memberi komando. Ucok mengikuti petunjuknya, seolah-olah makhluk
langka dan tak pandai berenang itu komandannya. Ucok menyelam. Timbul. Menyelam lagi. Timbul kembali.
Menyelelam kemba…!
Ah! Ucok terkesiap. Dari arah belokan, beberapa puluh meter darinya, tetapi sangat dekat dengan
kawannya di bagian hulu sungai diihatnya beberapa makhluk asing berhanyut-hanyutan. Mereka beriring-
iringan mengendarai ban. Rambut mereka rata-rata putih dan kuning. Cepat mereka dikenalinya. Mereka
memang orang asing alias bule. Dan cepat-cepat pula Ucok sadar dengan keadaannya. Ucok bingung. Sangat
bingung! Tetapi matanya menangkap ada makhluk yang lebih bingung di atas cadas. Makhluk itu jingrak-
jingrak saat bule-bule itu ‘dirapatkan’ oleh arus sungai kepadanya. Benar-benar sangat dekat dan makhluk itu
benar-benar tak mampu menyembunyikan ‘souvenir’ miliknya dari penglihatan tamu-tamu negara itu. Ucok
jadi tertawa melihat ulah temanya yang masih berusaha merapatkan kedua tangannya ke bawah
selangkangannya. Makhluk itu benar-benar tak mampu. Melompat ke sungai tentu lebih gila. Ucok tertawa
lagi. Lagi. Dan mentertawai dirinya sendiri yang dibalut lembaran batang pisang yang sempat dilepaskannya
dari batangnya ketika hanyut melintas di depannya. Dan. Sejak saat itu Ucok tak berani mandi telanjang lagi!

Bohorok, 18 Agustus 2004

Penulis, Insan Alrasyid

Anda mungkin juga menyukai