Anda di halaman 1dari 10

Perang Lasem

Naskah Pementasan Teater


<(@+++-----------------------------------------------------------<<
Oleh. Day Milovich,,

Dedicated to Ratu Lasem,


Keluarga, Pengikut, dan Murid-muridnya.

Sinopsis
Utusan dari Batavia mengabarkan terjadinya pembantaian ribuan orang China kepada
orang Lasem. Kabar tersebar di pasar. Rombongan penari penerus ajaran Sunan
Kalijaga, terus menyebarkan semangat melawan Kompeni dan menjaga Lasem. Lasem
mengangkat tiga panglima perang. Panglima Perempuan dari Kajar memberi ketiganya
bekal untuk peperangan dan meramalkan apa yang akan terjadi. Pasukan Lasem
menang di Rembang dan Juwana, namun kehilangan para pahlawan mereka.
Kumandang perang jihad dari Masjid Lasem, menyulut peperangan lebih besar,
korban lebih besar. [d]

Catatan Pengantar
Pementasan ini menceritakan Perang Lasem.
Sebagian fiktif, belum tercatat di buku, atas hasil pembacaan peninggalan sejarah, sedangkan
sebagian lagi berdasarkan catatan sejarah. Saya tidak menggunakan hanya satu sumber
sejarah. Sebisa mungkin, ini bukan cerita yang didominasi sumber sejarah etnis tertentu atau
agama tertentu. Ini tentang Lasem.
Jika hendak dipentaskan dalam kesempatan lain, sebaiknya kabari saya, mungkin ada
perkembangan dan catatan yang bisa kita diskusikan.
Terima kasih untuk kawan-kawan yang terlibat dalam proses penulisan naskah ini.
Terlepas dari semua catatan di atas, selamat membaca dan menikmati.

Day Milovich,,
Rembang Art Society.

Kabar dari Batavia


UTUSAN BATAVIA SAMPAI DI LASEM, MENGABARKAN PEMBANTAIAN.

SET. RUMAH CHINA. RUANG TAMU. OBOR BAMBU. 1740, OKTOBER.


SFX. SUARA MALAM. SEPI.

TUAN RUMAH DAN TETANGGA, RESAH MENUNGGU.


SESEKALI BERJALAN BEBERAPA LANGKAH.
MENOLEH KE ARAH UTUSAN TERBARING.
DUDUK, BERDIRI, BERJALAN, DST.
UTUSAN BATAVIA TERBARING LEMAH.
SETENGAH TIDUR, SETENGAH PINGSAN.
TUAN RUMAH DAN TETANGGA, MENUNGGU DIA SADAR.

TETANGGA : Bagaimana keadaannya?


TUAN RUMAH : Setengah tidur, setengah pingsan. Aku sudah mengobatinya. Dia bisa
mendengarkan kita dalam alam setengah-sadar.
TETANGGA : Siapa yang membawanya ke rumahmu?
TUAN RUMAH : Aku sendiri. Dia lelah di atas pelana kuda. Dia terluka, melakukan
perjalanan jauh. Sudah kubersihkan. Aku merasakan gelagat tidak enak.
TETANGGA : Aku tahu. Rasa sakit selalu menyulut keributan.

UTUSAN BATAVIA BERGERAK-GERAK. MEMAKSAKAN-DIRI BANGUN.

UTUSAN : Mati. Mereka semua mati.


Kompeni menggiring ribuan orang ke pinggir Kali Angke.
Batavia penuh orang berdiri, berbaris. Ketakutan.
Mata dan kulit kami dibenci Kompeni.
Kepala kami dihitung dengan pelor. Maut menurut begitu saja.
Tepat di kepala, dan jantung. Kami diincar dan ditembaki.
Habis peluru, diisi lagi. Kalau lelah tajam belati bicara.
Belati di ujung senapan itu menggorok leher.
Anak-anak rebah, luka mereka menganga.
Mati dengan mata terbuka.
Mereka mati di tempat di mana biasa mandi dan mencuci.
Lalu ... rumah-rumah dan toko-toko diambil-alih begitu saja.
Sebagian lain dibakar. Pabrik gula sepahit nasib kami.
Batavia merah. Penuh darah dan api.
Batavia menyala, dengan mengurangi nyawa kami.

UTUSAN MEMBUKA BAJU. BANYAK LUKA BASAH DI BADANNYA.


UTUSAN BATAVIA MENGAMBIL SURAT. MENUTUPI MUKA. MENANGIS.

UTUSAN : Atas nama perniagaan dan tata-cara berpindah, ribuan orang mati. Harta
kami dijarah. Perlawanan semakin melemah.
Lalu aku menyamar. Berkuda, tak peduli luka.
Aku harus kabarkan kepada semua orang.
Kumpeni akan menyisir Surakarta, Semarang, dan Lasem.

TUBUH UTUSAN BATAVIA BERGETAR. BERLUTUT. LALU MATI.


TANGANNYA MASIH MENGGENGGAM SURAT.
TUAN RUMAH MEMERIKSA JANTUNG DAN NADI. BERHENTI.
TETANGGA MENGAMBIL DAN MEMBACA SURAT.
TUAN RUMAH MEMBARINGKAN UTUSAN BATAVIA.

TUAN RUMAH : Kompeni akan mengendus.


Kumpulkan orang-orang tercepat dan terbaik. Di sini.
Pasar akan dibuka sebentar lagi. Pasar bernama peperangan.
ORANG JAWA : Kabar telah sampai di pasar.
Siapkan peperangan. Hadapi bersama jika harus terjadi.

SFX. SUARA PEPERANGAN. SESEKALI ORANG MENANGIS. DETAK JAM.

Kabar di Pasar
ORANG-ORANG DI PASAR, RAMAI MEMBICARAKAN PEPERANGAN.

SET. PASAR. SEBELUM SHUBUH. REMANG-REMANG. 1741.


SFX. CROWDED PEOPLE. SUARA PASAR DI SEKITAR ORANG-ORANG.

EMPAT PEDAGANG-PEREMPUAN BERKABAR TENTANG PERANG. EMPAT


PEDAGANG LELAKI BELUM IKUT BICARA.
SETIAP SATU DIALOG, TERDENGAR DETAK JAM,
MENANDAI PERJALANAN WAKTU.
---
ORANG 1 : Tumenggung Widyaningrat menerima para pengungsi Batavia untuk
menetap.
ORANG 2 : Banyak perkampungan baru di Kemandung Karangturi, Pereng, dan
Soditan.
ORANG 3 : Tiga pemimpin perang telah diangkat. Den Panji Margono, Den Ngabehi
Widyaningrat, dan juragan bata Tan Kee Wie
ORANG 4 : Kanjeng Pakubuwono dari Surakarta, mau melawan Kompeni.
ORANG 1 : Melawan Kompeni? Berarti Lasem akan menjadi karang abang. Ohh...
bagaimana keluargaku. Perang akan semakin besar.
ORANG 2 : Kanjeng Pakubuwono mau, asalkan orang-orang bersumpah setia, putus
hubungan dengan Belanda.
Asalkan dia melawan Adipati Cakraningrat IV.
ORANG 3 : Pasukan Cakraningrat IV menyapu bersih Tionghoa Surabaya, Gresik, dan
Pasuruan.
ORANG 4 : Pasukan Pakubuwono II menyerbu Kartasura. Kapiten Johannes van
Velsen dibunuh. Kompeni yang masih hidup diberi tawaran: masuk Islam
atau mati.

Jantur Laku
ROMBONGAN PENARI TOPENG, PENERUS SUNAN KALIJAGA, MENGAJAK ORANG
BERPERANG DENGAN CARA MEREKA.

TAK LAMA KEMUDIAN, DATANG PENARI PEREMPUAN DAN 4 PEMUSIK :


KENDANG, BONANG, SERULING. ORANG-ORANG PASAR BERKERUMUN. TARIAN,
TEMBANG, DAN MUSIK DIMAINKAN. 4 LELAKI DATANG DI ANTARA 4 PEDAGANG
PEREMPUAN DI PASAR ITU. SEBAGIAN MELEMPARKAN KEPING UANG. SETELAH
TARIAN SELESAI, PEDAGANG PEREMPUAN KASAK-KUSUK. ADA YANG SUKA, ADA
YANG TIDAK SUKA. 3 LELAKI MASIH DI SITU, MENUNGGU DAN MENDESAK
PENARI UNTUK MEMAINKAN TARIAN DAN MUSIKNYA LAGI.

PENONTON 1 : Bermainlah lagi. Aku akan membayarmu dengan upahku sebulan.


PENONTON 2 : Kalian bisa datang ke rumahku, sekarang juga bisa.
PENONTON 3 : Kami bosan dengan peperangan. Kami butuh hiburan.
PENONTON 1 : Kami akan lakukan apa saja asalkan tetabuhan dan tarianmu bermain lagi.
PENONTON 2 : Atau bukalah topengmu. Kami bisa menebak, pasti wajahmu, cantik jelita.
PENONTON 3 : Maukah kau menjadi kekasihku?

PENARI BERDIRI DAN BERGERAK LEMBUT.

PENARI : Aku hanya belajar bergerak, lebih halus, lebih lambat.


Aku menjadi udara. Bergerak, mengisi kekosongan, menjadi suwung.
Memuat, sekaligus mengembalikan. Menyentuh, tanpa ketiadaan.
Aku menjadi air. Turun dari langit.
Membasuh, melesap tanah, mencapai akar tak terlihat.
Aku api yang membakar. Seperti kekuasaan dan pengetahuan.

PELAN-PELAN, SANG PENARI BERHENTI. BERTANYA KEPADA PARA LELAKI.

Kalian, para lelaki, mengapa tak pernah belajar memperlambat gerak?


Kalian hanya memperlambat waktu, tidak belajar dari tanah terpijak.
Kalian tidak mau berperang, hanya terbaring dan menepuk dada.
Tanah ini memanggilmu. Tidakkah kalian rasakan itu?

PARA PEMUJA ITU BERSEDIH.


PENONTON 1 : Sudah banyak orang-orang sebelum kami, mati berkalang tanah.
PENONTON 2 : Kami masih ingin hidup.
PENONTON 3 : Kami tidak peduli peperangan. Yang penting kami bekerja.

PENARI : Mereka tidak mati. Mereka sedang menyeberang.


Kalian tidak malu, pada tetumbuhan yang bersedia kalian masak.
Kalian tidak malu, pada leluhur bumi ini, yang lebih rela mati daripada
melihat orang lain ditindas.
Kalian pikir ini soal mati?
Ini tentang hidup yang sesungguhnya.

KETIGA LELAKI ITU SALING-PANDANG.

PENONTON 1 : Sebenarnya, siapa dirimu?


PENONTON 2 : Bukalah topengmu.
PENARI : Aku tidak akan membuka topengku, untuk kalian.
Ikutlah denganku. Kubawa kalian memasuki keberanian, mengampu
kesaktian. Menjadi lelaki, menjadi manusia.
Bumi ini memanggilmu. Ikutlah denganku jika ingin melihat wajahku.

ROMBONGAN PENARI DAN PEMUSIK PERGI.


ORANG-ORANG MENGIKUTINYA DARI BELAKANG.

Badra dan Santi


BADRA BERPAMITAN PERANG KEPADA SANTI

BADRA DI UJUNG PANGGUNG KIRI.


SANTI DI UJUNG PANGGUNG KANAN.
SELANGKAH DEMI SELANGKAH, MAJU. SAMBIL BERDIALOG.

SANTI : Siapa penari itu, Badra? Mengapa dia tidak membuka topeng?
BADRA : Pada suatu hari, Syekh Wahdat melepas muridnya, bernama Lokajaya.
Beliau meminta Lokajaya pergi, turun dari Bonang, dengan tiga syarat.
Lokajaya harus menerjemahkan ajaran Syekh Wahdat dalam lidah Jawa.
Sebisa mungkin, sehalus mungkin, tanpa ada paksaan, tanpa pengakuan.
Lokajaya mengalami duka dan derita.
Dia menahan-diri, agar tak seorangpun tahu, dia murid Syekh Wahdat.
Lokajaya membungkus pengetahuan sejati dalam tembang dan tari.
Lokajaya membegal perhatian orang terhadap dunia
SANTI : Menuju ke mana, Kang Mas?
BADRA : Menuju kepada gerak dan bunyi. Menuju ketakberhinggaan.
Dia tinggalkan segala gelar menuju Yang Tak Bergelar.
Dia mengajak semua orang menari dan memasuki tetabuhan.
Kelak orang menyebutnya Sunan Kalijaga.
Penari dan pemusik tadi, adalah penerus ke sekian dari Syekh Wahdat dan
Sunan Kalijaga.
Apa yang sedang kau rasakan, Ni Mas?
SANTI : Tiba-tiba ada rasa rindu ingin bertemu dengan orang yang belum pernah
kutemui, Kang Mas.
BADRA : Suatu saat nanti, kau dan aku akan menyeberang, Ni Mas.
Semua manusia. Akan pulang. Hidup ini terus berulang.
Orang dilahirkan-kembali ketika ingatan tentang keabadian terjadi seperti
rasamu tadi.
SANTI : Berjanjilah kau akan selalu berbicara seperti ini kepadaku.
BADRA : Selamanya. Kau ingat itu?
SANTI : Apakah...
BADRA : Aku bisa mengatakan rindumu, dengan membaca kedua matamu, Ni Mas.
SANTI : Aku membenci perasaan seperti ini. Perasaan kehilangan. Kau akan...
BADRA : Benar. Aku akan pergi. Peperangan telah membuka seribu pintu.
Bumi Lasem memanggilku, mewakili setiap jengkal bumi, agar
perbudakan terhapuskan.
Aku percaya, setiap yang bernyawa itu setara.
SANTI : Aku mengerti. Hanya saja, aku tidak bisa menerima kehilangan dirimu.
BADRA : Aku telah pergi, Ni Mas. Kau tak pernah kehilangan aku.
Hidup ini, keabadian ini.
Lepaskan dan relakan. Kau akan mencapai segalanya.
SANTI : Kang Mas...
---
SANTI BERSEDIH. LALU BERSILA DAN MELAKUKAN MEDITASI.

Panglima Kajar
PANGLIMA PERANG LASEM DILANTIK DI KAJAR. TAN KEE WIE, OEY ING KIAT, DAN ADIPATI
WIDYANINGRAT MENEMUI PANGLIMA-PEREMPUAN.

SET. LERENG GUNUNG KAJAR. BAU BUNGA KENANGA DI MANA-MANA.


SFX. MUSIK KESUNYIAN. MALAM.

KETIGA PANGLIMA DAN PENGANTAR, MENUNGGU PANGLIMA-PEREMPUAN.


---
PENGANTAR : Gunung ini, tempat pendadaran para pejabat Majapahit.
Mereka diajari pemerintahan, pertanian, dan sastra.
Mereka dilantik di sini.
Ada tapak batu bertanda kaki Sang Raja dan Lingga.
WIDYANINGRAT : Siapa yang akan kita temui?
PENGANTAR : Panglima yang biasa melantik para panglima.
Turun temurun dari sejak Majapahit.
Dia tidak pernah disebut.
Dia bisa mencium kedatangan kita dari jauh.
Dia peracik racun yang bisa menyajikan masakan terlezat.
Angin, bulan, dan matahari, bisa menjadi pasukan perangnya.
Dia mengerti jalan darah dan di mana nafas manusia bisa dihentikan.
OEY ING KIAT : Mengapa dia tidak turut bertarung melawan Belanda?
PENGANTAR : Siapa yang akan menjaga gunung dan mengajari orang berperang?
Bukalah mata, Tuan Oey Ing Kiat. Perang ini menghabiskan apa saja.
Harus ada yang bertahan. Mengajarkan sastra, pemerintahan, dan
kanuragan.
Jikalau semua bangunan rata-tanah dan para panglima mati,
harapan terakhir adalah sastra dan anak-anak kecil.
TAN KEE WIE : Kau sendiri, bagaimana bisa tahu dia?
PENGANTAR : Kami memiliki kesetiaan. Dia selalu di depan di setiap peperangan.
Jika kau setia kepada bumi, semua orang akan setia kepadamu.
Jika kau bertarung di depan, semua orang akan bertarung untukmu.

PANGLIMA PEREMPUAN MUNCUL.

PANGLIMA : Majulah. Katakan keinginan kalian.


WIDYANINGRAT : Kami dari Lasem. Aku Widyaningrat, ini Oey Ing Kiat, dan Tan Kee Wie.
Kami bertiga, akan memimpin perang melawan Kompeni.
Belanda akan mendapatkan bantuan dari Tuban dan Semarang.
OEY ING KIAT : Lumbung padi masih terisi.
TAN KEE WIE : Kami telah menyiapkan orang-orang terbaik dan tercepat.
PANGLIMA BERDIRI.

PANGLIMA : Aku tidak mau melantik. Kalian belum siap berperang.

KETIGA PANGLIMA MENGHUNUS SENJATA, BERGERAK.


PANGLIMA KAJAR LEBIH CEPAT DAN MEMATIKAN.

PANGLIMA : Kalian bertiga akan mati.


Dengarkan baik-baik. Perang bukan soal kemauan dan tujuan. Perang itu
tentang cara. Sebagus apapun kemauan dan tujuanmu, jika caramu buruk,
kalian akan kalah.
WIDYANINGRAT : Lasem dikepung Kompeni. Perempuan dan anak-anak dalam ancaman.
PANGLIMA : Kalau bukan karena perempuan dan anak-anak itu, aku tidak mau bicara
denganmu.

TAN KEE WIE BERLUTUT.

TAN KEE WIE : Bukan kekuasaan ataupun kemenangan yang kami cari.
OEY ING KIAT : Ajarkan kepada kami bagaimana mengalahkan Kompeni.

DARI LUAR, ADA SUARA GADUH. PENGANTAR EXIT.


PENGANTAR KEMBALI, MEMBAWA 2 ORANG.
WAJAHNYA DITUTUP KAIN.

PENGANTAR : Dua orang ini mata-mata Kompeni. Mereka di antara orang-orang di pasar.
Mereka sudah mengaku. Menunggu keputusanmu.

PANGLIMA MEMBUKA TUTUP KEPALA KEDUA PENGKHIANAT INI.


PANGLIMA BERTANYA KEPADA 3 PANGLIMA LASEM.

PANGLIMA : Jika kalian menjadi panglima, apa yang kalian lakukan kepada 2
pengkhianat ini?
WIDYANINGRAT : Mencari tahu, mengapa kedua orang ini berkhianat.

PANGLIMA KAJAR BERKATA KEPADA 2 PENGKHIANAT.

PANGLIMA : Panglima Lasem bertanya kepada kalian berdua. Jawablah.


PENGKHIANAT 1 : Gulden. Kompeni memberiku Gulden. Aku bisa berkuasa, meskipun kecil.
Menentukan apa yang aku mau. Kelak kalian akan dipaksa menanam dan
menjual kepada Kompeni, saat aku telah memiliki banyak tanah.

PANGLIMA KAJAR MENGARAH PADA PENGKHIANAT 2.

PENGKHIANAT 2 : Aku tidak memiliki kemampuan apa-apa selain berkhianat. Aku harus
melapor.
OEY ING KIAT : Ampunilah kedua orang ini. Mereka bisa menjadi orang baik-baik.
TAN KEE WIE : Orang-orang ini harus dibunuh jika benar mereka berkhianat.

PANGLIMA MENOLEH KEPADA PENGANTAR.


PENGANTAR MENGAMATI KEDUA ORANG INI DENGAN TELITI.

PENGANTAR : Orang pertama ini, berasal dari Lasem. Aku kenal wajahnya.
Tangannya kasar, tanda dia rajin bekerja.
Dia memang berkhianat. Aku selalu memeriksa laporan pasukanku.
Dia memiliki harapan hidup tinggi, karena ingin menjadi orang kaya raya.
Di belakangnya ada orang-orang yang mau mengikuti apa katanya.
Mungkin 20 sampai 50 orang.
Dalam tujuh pasaran aku bisa mengajari mereka berperang.
Tinggal bagaimana kita bisa mengubah tujuan hidup tuannya.
Orang kedua, tidak berasal dari Lasem. Lihat debu di tubuhnya.
Tidak ada jejak pekerjaan di tubuhnya, selain makan dan minum.
Dia bekerja untuk dirinya sendiri.
Jika dibiarkan hidup, kita hanya membiarkan hidup satu orang.
Aku akan mengampuni orang pertama.

PENGANTAR MENOLEH, MEMINTA PERSETUJUAN. PANGLIMA KAJAR MENGANGGUK.


SATU SABETAN PEDANG, PENGKHIANAT 2 MATI. PENGKHIANAT 1 BERSUJUD.

PENGKHIANAT 1 : Aku berjanji akan setia kepadamu, kepada bumi Lasem.


Hidupku yang terakhir, segenap yang kupunyai, akan kuberikan untuk
melawan Kompeni.

TIGA PANGLIMA LASEM BERSURUT MUNDUR KE BELAKANG.


PANGLIMA TIDAK MEMBERIKAN REAKSI APA-APA.
PENGANTAR BERKATA KEPADA PENGKHIANAT 1.

PENGANTAR : Bawa pengkhianat ini ke tengah pasar. Jadikan ingatan terburukmu. Dan
jangan pernah menoleh.
PANGLIMA : Ketahuilah siapa musuhmu. Kompeni akan menyerang dari Barat, Timur,
dan arah laut. Jangan jauh mengejar, perbaiki pertahanan. Ungsikan
keluarga kalian, lekaslah berpamitan. Siapkan lumbung makanan dan atur
kapan dan siapa yang boleh makan. Kalian membutuhkan pasukan.
Ajaklah para berandal dan perampok untuk membela tanah mereka.
Jangkauan senjata, lebih mematikan daripada tajamnya senjata.
Jika kalian gugur, tersenyumlah. Mintalah mereka yang masih hidup untuk
meneruskan peperangan.
Berdirilah. Aku akan melantik kalian.

MEREKA MELAKUKAN RITUAL PELANTIKAN PANGLIMA DI LERENG KAJAR.

Peperangan
SFX. SUARA PEPERANGAN.
BADRA DAN SANTI BERDIRI DI SEBUAH LEVEL, MENCERITAKAN PEPERANGAN.
SESEKALI ORANG-ORANG BERSELIWERAN DI TENGAH PEPERANGAN.
*) TEKSNYA MENYESUAIKAN NANTI.
DI SISI PANGGUNG LAIN, TERJADI PEPERANGAN.

SET. LAUTAN. CELAH ANTARA UJUNG WATU DAN PULAU MANDALIKA. 1742, 5 November
SFX. OMBAK LAUT. SUARA MERIAM DITEMBAKKAN. PELURU BERDESINGAN.

TAN KEE WIE MENGARUNGI KAPAL BERSAMA ANAK BUAHNYA.


AWAK KAPAL MEMPERLIHATKAN PETA.

AWAK KAPAL : Tuan, kita berada di celah. Antara Ujung Watu dan Pulau Mandalika.
Kompeni belum juga nampak. Kita terhalang kabut.

LAMPU DISOROTKAN KE ARAH KAPAL.

TAN KEE WIE : Teruslah melaju. Tanah Lasem sedang mengirimkan bintang-bintang,
memandang dari langit.
AWAK KAPAL : Satu dari tanah, satu dalam laut. Melawan penjajah, biar maut
menjemput.
TAN KEE WIE : Pintakan maaf pada tetumbuhan dan ikan. Lawan. Pantang menyerah!
SFX. PELURU-PELURU DITEMBAKKAN.
TAN KEE WIE TERTEMBAK.
KAPAL TERGUNCANG MERIAM.
ORANG-ORANG MATI DI TENGAH KABUT.
KOMPENI MELOMPAT KE KAPAL TAN KEE WIE.
MEMBUNUH PARA AWAK KAPAL.

SFX. TEMBANG KEMATIAN, MUSIK KESEDIHAN, TERDENGAR DARI KEJAUHAN.

BADRA : Lalu Den Panji melepas baju hitamnya. Menukar dengan baju rakyat biasa.
Den Panji bersama pasukannya, menyamar, dengan berjualan alat dapur.
Golok dan pedang telah disembunyikan, di bawah panci dan wajan.
Sepanjang jalan, terbayang pelor dan belati yang tertanam di dada dan
leher. Mereka terus berjalan sampai Lasem.
Sampai, lima tahun kemudian, datanglah kembali ancaman.

SFX. TEMBANG KEMATIAN MASIH TERDENGAR. FADE OUT.


SFX. CROWDED PEOPLE.

Ancaman dari Belanda


BELANDA SEMAKIN MENGANCAM.

SET. LOKASI SAMA. 1747

KOMPENI DATANG MEMBACAKAN PENGUMUMAN.


GAYA MEMBACANYA LUCU, UNTUK MEMECAH SUASANA.
ORANG-ORANG BERKERUMUN, MENDENGARKAN.

PEMBACA : Pengumuman dari Goopermen dan Verenigde OostIndische Compagnie.


Siapa saja yang bersekongkol dengan pemberontak, akan disiksa, sampai
mati. Dilarang menyimpan kitab-kitab Hindu Syiwa, Buddha. Dilarang
menyimpan pustaka Sabda Badrasanti, dan catatan-catatan pemberontak.
Bagi yang menyimpan harap menyerahkan ke Kadipaten. Barang siapa
yang masih menyimpan, tidak mau menyerahkan, akan dihukum.
Hukumannya adalah dicambuk duapuluhlima kali. Candi-candi di Lasem
akan dibongkar dan arca-arcanya, akan dihancurkan.

PEMBACA PENGUMUMAN TURUN DARI KETINGGIAN.


ORANG-ORANG PASAR MULAI RIBUT.
PEMBACA BERJALAN DIIKUTI KAWANNYA.

SFX. PENGUMUMAN ITU DIBACAKAN LAGI DI BALIK LAYAR.

ORANG 1 : Kompeni terkutuk! Langit akan marah! Apa haknya melarang apa yang
kami percaya!?
ORANG 2 : Candi-candi dan patung-patung akan dihancurkan.
ORANG 3 : Kabarnya, benteng VOC akan dipindahkan dari Tulis, Kajar, ke Rembang
ORANG 4 : Para pemberontak Argasoka sedang turun gunung.
Mereka telah turun dari Kajar. Perang akan semakin besar.

Malam Jum'at, sebelum Perang Besar


MALAM SEBELUM PERANG BESAR

SET. RUMAH PANJI MARGONO. 1750. MALAM. BAU DUPA, CAHAYA REMANG.
SLIDE MENAMPILKAN ORANG-ORANG MATI DI PEPERANGAN.
PANJI MARGONO NEMBANG SINOM.
ADA DUPA DAN SEBILAH GOLOK DI DEPANNYA.
PANJI MARGONO BERDIRI.

SFX. SUARA LANGKAH ORANG-ORANG.

Kumandang Perang dari Masjid


PERANG BESAR DIMULAI DARI MASJID

SET. ALUN-ALUN. DEPAN MASJID LASEM. 1750.


SFX. DERAP LANGKAH MANUSIA DAN KUDA. DENTING SENJATA. SUARA KHOTBAH KEDUA.
BAYANGAN ORANG-ORANG SEDANG SHOLAT JUMAT.
PANJI MARGONO, KELOMPOK PEMBERONTAK ARGASOKA, ORANG-ORANG BERPAKAIAN ADAT
JAWA, DAN ORANG-ORANG CHINA, MENANTI KYAI ALI BADAWI KELUAR DARI MASJID.
KYAI ALI BADAWI KELUAR, DIBERI JALAN. KYAI ALI BADAWI MENGANGKAT TANGAN
ORANG-ORANG DIAM, MEMPERSILAKAN PANJI MARGONO.

PANJI MARGONO BERPIDATO.

PANJI MARGONO : Kita berkumpul di sini karena sudah gusar dengan kekuasaan Kompeni.
Kita berkumpul karena sejengkal tanah yang tidak dihargai.
Sejengkal tanah bernama: keadilan, kemanusiaan, dan keyakinan.
Aku Panji Margono.
Nenek moyangku datang ke sini sejak ratusan tahun lalu.
Ini hutan kita, tanah kita, laut kita. Inilah kamanungsan kita.
Sejak semula, kita bebas. Mendirikan rumah, berdagang, dan
bersembahyang di sini.
Aku terlahir di Jawa seperti kalian semua.
Tuan Tan Kee Wie, Raden Ngabehi Widyaningrat, adalah saudaraku.
Sama seperti kalian semua, adalah saudaraku.
Mereka yang telah gugur melawan Kompeni, terpejam, tidur damai di
tanah ini. Maka bukalah mata kalian lebih dulu.
Pandangilah laut yang menjadi pintu kedatangan damai manusia dari
manapun. Pandangilah gunung-gunung yang menyediakan beras,
sekaligus benteng pertahanan.
Kenanglah kembali kebesaran Majapahit di Bumi Pusaka Lasem.
Kenanglah anak dan isteri kalian.
Jika kalian takut mati, jangan pernah mau mati dalam peperangan ini.
Sama seperti kalian, takutku pada mati, terjadi karena kecintaanku,
pada keluarga dan Bumi Lasem.
Aku tidak takut mati jika memang harus mati. Aku akan berdiri di depan
kalian dalam pertempuran, sama seperti sekarang.
"Aku membela kalian!". Tanamkan dalam dada kalian.
Getarkan dengan jantung sebagaimana kalian akan getarkan pedang
kalian. Agar tidak ada pedang Kompeni bisa tertanam dalam dada kalian.
Balas dan tumpaslah tangisan tetangga kita dengan jerit ketakutan
Kompeni. Pertempuran akan terjadi lagi.
Merdeka atau menjadi budak selamanya.
Apakah kalian lebih takut kepada manusia yang menghancurkan candi,
dan merampas pustaka warisan dari tanah ini?
Apakah kalian lebih mendamba menjadi budak selamanya daripada
kembali tertawa?
Kita akan bertempur. Meraih kemenangan.
Mengusir seluruh Kompeni dari tanah ini.
SELURUH ORANG MENGANGKAT SENJATA DAN BERTERIAK.
PANJI MARGONO MENGANGKAT TANGAN. ORANG-ORANG DIAM.
KYAI ALI BADAWI MAJU SELANGKAH. MENGANGKAT TANGANNYA DAN BERDOA.
ORANG-ORANG BERDOA DENGAN CARANYA MASING-MASING.
SETELAH BERDOA SELESAI ...

KYAI ALI BADAWI : Aku menyerukan perang jihad! Lawan Kompeni!

ORANG-ORANG BERPISAH KE TIGA PENJURU. EXIT.


PERTEMPURAN DAR DER DOR.

BADRA DAN SANTI BERDIRI DI ATAS LEVEL.


KEDUANYA MENJELASKAN KEJADIAN PERANG.

SLIDE MEMAINKAN ADEGAN-ADEGAN PEPERANGAN.

Panji Margono Gugur


PANJI MARGONO GUGUR DAN MENGATAKAN PESAN TERAKHIR.

PANJI MARGONO MEMEGANGI USUSNYA YANG TERBURAI.


DIA BICARA PADA PENGAWALNYA.

PANJI MARGONO : Mendekatlah. Dengarkan bisikanku.


Benamkan tubuhku di bawah trenggulun, di Sambong.
Tanpa kuburan, tanpa gundukan, tanpa batu nisan. Biarkan rata-tanah.
Bawa isteri dan anak-anakku ke Narukan.
Selamatkan buku dan pustaka Badra Santi kepada Ki Badraguna di Criwik.
Tembang sinom, yang kubawa dari perang di Juwana, jadikan kidung.

PANJI MARGONO DIBAWA PENGAWALNYA EXIT.

PEPERANGAN MASIH TERUS BERLANGSUNG.

Oey Ing Kiat Gugur


OEY ING KIAT GUGUR DAN MENGATAKAN PESAN TERAKHIR.

OEY ING KIAT GUGUR.


OEY ING KIAT MENDEKAP DADANYA. TERLUKA.

OEY ING KIAT : Kuburkan aku di lereng puncak gunung Bugel. Hadapkan ke matahari
tenggelam.
Tandai dengan dayung perahu dan pohon beringin.
Jangan biarkan Kompeni menyentuh. Hanya anak isteriku.

SUARA PEPERANGAN SEMAKIN LURUH.

Ending
ORANG-ORANG MASUK. MENEBARKAN BUNGA DI ATAS PEPERANGAN.

*) ADEGAN PERTEMUAN DENGAN DEWI INDU, PERENCANAAN PERANG, DAN DIALOG


DENGAN KOMPENI, BELUM SAYA CANTUMKAN DALAM NASKAH.

REMBANG, 28 APRIL 2016.

Anda mungkin juga menyukai