#dirumahaja
www.bpkgunungmulia.com
JOAS ADIPRASETYA
Labirin
Kehidupan
Spiritualitas Sehari-hari
bagi Peziarah Iman
Diterbitkan oleh
PT BPK Gunung Mulia
Jl. Kwitang 22-23, Jakarta 10420
E-mail: publishing@bpkgm.com
Website: www.bpkgunungmulia.com
Anggota IKAPI
Adiprasetya, Joas
Labirin kehidupan : spiritualitas sehari-hari bagi peziarah iman / oleh Joas Adiprasetya.
– Edisi #dirumahaja – Jakarta : Gunung Mulia, 2020.
x , 211 hlm. ; 19 cm.
ISBN 978-602-231-308-3
BPK GUNUNG MULIA
BPKGUNUNGMULIA
E-COMMERCE : 0878 8005 7922
Daftar Isi
1 Bayang-Bayang Kematian — 1
2 Sakramen Sehari-hari — 7
3 Seperti Biasa, Baik! — 13
4 Pada Hari Ini dan Setiap Hari — 19
5 Mencintai Dunia — 25
6 Satu Peristiwa, Dua Dimensi — 32
7 Spiritualitas Maraton Bernama Ketabahan — 38
8 Kini dan Sampai Kematian Memisahkan — 47
9 Keseharian dan Derita — 55
10 Labirin — 60
vi
Sahabat
di Tengah Krisis
I
zinkan saya menyapa Saudara yang mungkin tengah
berada di rumah untuk melakukan jaga jarak sosial (social
distancing), demi membantu usaha memutus rantai pe
nyebaran Covid-19. Saya mengapresiasi kesediaan Saudara
untuk berpartisipasi ke dalam usaha penyelesaian masalah
nasional dan global ini. Bagi Saudara yang terpaksa masih ha
rus keluar rumah karena tugas yang tak terhindarkan, saya
berdoa agar Allah selalu menyertai dan menjaga Saudara.
Atau, mungkin, sebagian dari pembaca tengah terbaring sak it
karena terinfeksi virus Covid-19 atau penyakit lain, perca
yalah, Kristus Sang Imanuel selalu mendampingi Saudara.
Saya bersama BPK Gunung Mulia bersepakat untuk
membagikan sepuluh bab (sepertiga) buku Labirin Kehidupan:
Spiritualitas Sehari-hari bagi Peziarah Iman. Fragmen ini kami
bagikan secara cuma-cuma dan boleh diteruskan ke siapa pun
yang Saudara kenal. Tujuannya untuk menemani Saudara
pada masa menahan diri di dalam rumah dengan bacaan
vii
viii L A b ir in Kehidupa n
Joas Adiprasetya
1 Bayang-Bayang
Kematian
Bayang-Bayang Kematian
A
pa yang menggelisahkan manusia sepanjang za
man dan tempat adalah bahwa ia tak pernah da
pat hidup terlepas dari bayang-bayang ”yang lain”.
Kita tidak pernah dapat menangkap sebuah bayang-bayang,
entah bayang-bayang tubuh kita sendiri atau tubuh orang
lain, sebab memang bayang-bayang sebenarnya tak pernah
memiliki eksistensi pada dirinya sendiri. Namun, pada saat
bersamaan, bayang-bayang yang kita lihat menjadi tanda
bahwa ada sebuah sosok yang begitu dekat dengan kita.
Pengalaman berurusan dengan bayang-bayang meru
pakan pengalaman kita sehari-hari. Mulai dari anak-anak
yang kepanasan mencari bayang-bayang ayahnya agar da
pat berteduh barang sejenak, hingga seorang ibu yang
1
2 L A b ir in Kehidupa n
1
Kata ini muncul 18 kali dalam 17 ayat di dalam Perjanjian Lama, yang terba
nyak adalah Kitab Ayub (9 kali) disusul oleh Kitab Mazmur (4 kali).
4 L A b ir in Kehidupa n
Ars Moriendi
Di dalam literatur Kristen, dikenal sebuah jenis sastra yang
disebut ars moriendi atau seni mati. Karya ars moriendi per
tama muncul pada awal abad ke-15 sebagai sebuah jawaban
imani atas peristiwa wabah serempak di Eropa pada tahun
1346-1353, yang kerap dijuluki ”Kematian Hitam” (Black
Death). Pandemi tersebut menelan korban hingga 200 juta
jiwa. Pada kemudian hari, bermunculanlah karya-karya ars
moriendi lain. Bahkan, para penulis Protestan juga meman
Baya ng - Baya ng K e m at i an 5
2
Jika Anda tertarik untuk meneliti jenis sastra Ars Moriendi ini di dalam beragam
tradisi keagamaan, sumber yang terbaik ada dalam buku karangan Kenneth
Kramer, The Sacred Art of Dying: How World Religions Understand Death (New
York & Mahwah: Paulist Press, 1988).
6 L A b ir in Kehidupa n
Tiga Tahap
Kehidupan Spiritualitas
S
aya sangat tercerahkan setelah membaca sebuah
artikel pendek yang ditulis oleh salah seorang penulis
kegemaran saya, Barbara Brown Taylor, seorang pe
rempuan teolog dari gereja Episkopal.1 Artikel bertajuk
”Everyday Sacraments”2 itu berisi autobiografi spiritual
singkat penulisnya yang terbagi menjadi tiga tahap. Pada
1
Nama ”episkopal” (yang berarti terkait dengan ”uskup”) lebih sering dipergu
nakan di Amerika Serikat ketimbang nama ”Anglikan” (yang berarti ”Inggris”).
Kita mengingat pertikaian antara pemerintah Kerajaan Inggris dan para pelarian
yang akhirnya migrasi ke benua Amerika. Maka, pemakaian nama ”episkopal”
juga menunjukkan keengganan untuk mengaitkan diri dengan Gereja Anglikan
atau Gereja Inggris.
2
Barbara Brown Taylor, ”Everyday Sacraments”, dalam Living Pulpit 12, no. 3
( Jul-Sept 2003).
7
8 L A b ir in Kehidupa n
3
Gereja Protestan mengakui dua sakramen, sementara Gereja Katolik Roma
mengakui tujuh sakramen. Kedua sakramen Protestan adalah baptisan kudus
dan Perjamuan Kudus. Ketujuh sakramen Katolik adalah baptis, ekaristi, tobat
(pengakuan dosa), krisma (penguatan), perkawinan, perminyakan (pengurapan
orang sakit), dan imamat.
Sa k ra m e n S eh ar i -h ar i 9
4
Demikian dijelaskan di dalam Katekismus Gereja Katolik § 1667. Sakramentali
dibahas secara khusus di dalam poin § 1667-1679.
Sa k ra m e n S eh ar i -h ar i 11
5
Banyak orang Kristen Protestan yang gemar menyanyikan ”Dunia dalam Rawa
Paya” (Kidung Jemaat Nomor 343) dengan mentalitas pemisahan antara gereja
dan dunia, antara yang rohani dan yang jasmani.
3 Seperti Biasa,
Baik!
E
ntah sejak kapan para motivator itu berhasil meme
ngaruhi warga gereja kita. Orang-orang berpenam
pilan menawan itu berhasil dengan sangat meya
kinkan memotivasi warga jemaat kita untuk berteriak, ”Luar
biasa!” setiap kali kepada mereka diajukan pertanyaan, ”Apa
kabar?” Tentu saja, dengan sedikit penambahan religius,
ungkapan ini kedengarannya benar. Bukankah Allah kita
memang luar biasa dan Ia mengerjakan banyak hal yang luar
biasa dalam hidup kita dan membuat hidup kita luar biasa?
Tentu saya tak yakin dapat mengubah cara pandang
warga jemaat kita itu. Ekspresi yang sangat menyakinkan
itu tampaknya begitu cocok dengan naluri iman kita kepada
Allah yang memang luar biasa itu. Namun, mungkin kita
13
14 L A b ir in Kehidupa n
1
Evaluasi Allah, ”sungguh amat baik”, diungkapkan di akhir penciptaan selama
enam hari itu. Di peristiwa penciptaan setiap harinya, Allah mengungkapkan
bahwa apa yang diciptakan-Nya ”baik” (Kej. 1:4, 10, 12, 18, 21, 25). Seolah-olah,
memang, seluruh ciptaan yang baik itu secara bersama-sama bersifat harmonis
dan secara keseluruhan menjadi ”amat baik”. Inilah sisi estetis dari ajaran Kristen
mengenai penciptaan, yang sekaligus memberi undangan yang sangat kuat
bagi kita untuk mencintai semesta.
2
Lihat http://facts.randomhistory.com/human-heart-facts.html.
S epert i Bi as a, Bai k ! 15
S
alah satu cara terbaik untuk membahas teologi dan
spiritualitas sehari-hari adalah dengan memahami
Doa Bapa Kami. Doa indah ini kita jumpai dalam dua
versi, yaitu Matius 6:9-13 dan Lukas 11:2-4. Sudah sangat
banyak penulis berusaha membandingkan kedua versi ini,
tetapi apa yang menarik perhatian saya adalah bagaimana
kedua versi mengungkapkan permohonan agar Sang Bapa
memberi kita makanan yang secukupnya.
Yesus, di dalam versi Matius, mengajar para murid-Nya
untuk meminta makanan secukupnya pada hari ini, sedang
kan di dalam versi Lukas, makanan secukupnya diminta
untuk setiap hari
19
20 L A b ir in Kehidupa n
Makanan Secukupnya
Perbedaan sudut pandang antara Matius dan Lukas agaknya
tidak serta-merta menggiring kita pada situasi harus me
nentukan satu di antara kedua pilihan tersebut. Sebaliknya,
terlepas dari perbedaan tersebut, keduanya berujung pada
sebuah spiritualitas yang sama, yang sekaligus berwajah
ganda. Pada satu sisi, keduanya mengundang kita untuk
bergantung pada Allah yang penuh rahmat, sedemikian rupa
hingga kita selalu bermohon, ”Berikanlah kami ….” Artinya,
hanya Allahlah yang memberikan kita makanan dan kehi
dupan. Bukan yang lain. Pada sisi lain, doa ini mengajar
24 L A b ir in Kehidupa n
O
rang Kristen pada masa kini tampaknya sangat
fasih dengan ungkapan-ungkapan yang mence
mooh dunia, seperti, ”Jangan serupa dengan
dunia”, ”Kita tak boleh cinta dunia”, atau sekadar berkata,
”Duniawi!” Dunia seolah harus dijauhi sebab ia berpotensi
mencemari kemurnian iman kita. Tentu saja ungkapan-
ungkapan tersebut bukan tanpa dasar. Dengan mudah kita
bisa menemukan teks-teks Alkitab yang memang mendo
rong kita untuk bercuriga pada dunia. Ungkapan pertama
di atas, misalnya, adalah tulisan Paulus dalam Roma 12:2,
yang lengkapnya berbunyi, ”Janganlah kamu menjadi se
rupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan
budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah ke
25
26 L A b ir in Kehidupa n
1
Di dalam seluruh Perjanjian Baru, kata dunia (Yun.: kosmos) muncul sebanyak
156 kali. Dari jumlah itu, 58 kali (38%) ia muncul di dalam Injil Yohanes, belum
termasuk tulisan-tulisan Yohanes lain (1-3Yoh. dan Why.), yaitu sebanyak 21 kali.
M e ncintai D u n i a 27
Ketegangan Kreatif
Keterarahan Allah yang penuh kasih pada dunia ini menjadi
tema yang sangat mendasar di dalam seluruh tulisan
Yohanes, mulai dari Injil Yohanes hingga Kitab Wahyu.
Pesan cinta pada dunia ini begitu konsisten di tengah teks-
teks yang memahami dunia secara negatif, yang celakanya
lebih kerap disukai orang Kristen.
Gagasan mengenai cinta pada dunia ini tentulah tidak
serta-merta membuat kita lupa bahwa tetap saja ada pema
haman di dalam teks-teks Yohanes bahwa dunia di sisi lain
memang bermakna negatif dan harus disikapi secara berhati-
hati. Hanya saja sikap ini tidak boleh diartikan sebagai se
buah pembenaran bagi kehidupan yang menghindar dan
lari dari urusan dunia.
Doa Yesus versi Injil Yohanes dengan sangat jelas me
nunjukkan betapa pentingnya menjaga kedua sikap ini
bersama-sama, yaitu sikap mencintai dan terlibat di dalam
dunia dan sikap berhati-hati pada dunia yang menolak Allah.
Kedua sikap ini diterjemahkan ke dalam dua ungkapan yang
sangat terkenal: ”bukan dari dunia” (ouk eisìn ek toû kósmou;
30 L A b ir in Kehidupa n
Yoh. 17:14, 16) dan ”di dalam dunia” (en tōi kósmōi; Yoh.
14:11).2
Kedua ungkapan ini lantas bukan sekadar berbicara
tentang sikap kristiani terhadap dunia, namun juga tentang
identitas kristiani dalam relasi dengan dunia. Murid-murid
Kristus adalah orang-orang yang bukan dari dunia, namun
berada di dalam dunia. Identitas ganda ini harus dipertahan
kan bersama-sama. Memang menegangkan, namun jika
diolah secara kreatif, keduanya akan mampu menampilkan
model hidup kristiani yang tepat.
Menekankan identitas ”bukan dari dunia” dan meng
abaikan identitas ”di dalam dunia” hanya akan menciptakan
orang-orang yang membenci dunia dan melarikan diri dari
persoalan dunia. Sebaliknya, tetap ”di dalam dunia”, namun
mengabaikan identitas ”bukan dari dunia” dapat dengan
2
Bagi mereka yang ingin mendalami ketegangan identitas ini, sila membaca
buku apik James Davison Hunter, To Change the World: The Irony, Tragedy, and
Possibility of Christianity in the Late Modern World (New York: Oxford University
Press, 2010). Di dalam buku ini, Hunter memaparkan empat model relasi Ke
kristenan dengan dunia. Yang pertama adalah defensive-against (bertahan-me
lawan), yang melihat dunia sebagai ajang dosa yang harus ditransformasi dan
ditobatkan. Yang kedua adalah relevance-to (relevansi bagi), yang sangat meng
hargai dunia dan sangat ingin relevan bagi dunia, namun kerap justru tergelincir
ke dalam keserupaan dengan dunia. Yang ketiga adalah purity-from (kemurnian-
dari), yaitu sebuah sikap yang menolak dunia sepenuhnya dan lari dari dunia.
Akhirnya, Hunter mengusulkan model yang keempat, yaitu faithful-presence
(kehadiran-setia). Model ini dianggap paling dekat dengan doa Yesus di dalam
Yohanes 17.
M e ncintai D u n i a 31
S
ecara populer, orang-orang Kristen kerap membuat
pembedaan antara mencobai (tempting) dan menguji
(testing). Sementara pencobaan dilakukan oleh si jahat
dengan tujuan agar orang yang dicobai jatuh, ujian dilaku
kan oleh Allah agar iman orang tersebut dapat bertumbuh.
Pembedaan tersebut tampaknya berangkat dari keyakinan
bahwa Allah tidak pernah mencobai manusia. Artinya,
Allah tidak pernah menghendaki manusia jatuh ke dalam
dosa. Salah satu ayat yang kerap dipakai untuk melandasi
keyakinan ini adalah Yakobus 1:13, ”Apabila seorang dico
bai, janganlah ia berkata: ’Pencobaan ini datang dari Allah!’”
Tentu saja saya sepakat dengan pendapat ini. Akan te
tapi, pada saat bersamaan saya ingin menegaskan bahwa
32
Sat u Perist iwa , D ua Di m e n s i 33
Peristiwa Sehari-hari
Sekali lagi, betapa penting menghayati spiritualitas sehari-
hari. Sebab, peristiwa apa pun yang berlangsung setiap de
tik adalah peristiwa yang berpotensi untuk menjatuhkan
sekaligus menumbuhkan iman kita. Itu sebabnya, dalam
setiap peristiwa apa pun yang terjadi setiap hari, kita perlu
Sat u Perist iwa , D ua Di m e n s i 37
Y
asmin dan Filadelfia adalah nama dari dua komu
nitas yang masing-masing melekat pada dua deno
minasi gerejawi besar di Indonesia, yaitu GKI dan
HKBP; namun, keduanya kini dipertemukan oleh nasib
pedih yang sama. Keduanya dilarang beribadah di gedung
gereja yang secara sah mereka miliki dan dirikan. Akibatnya,
secara rutin dua minggu sekali mereka beribadah di depan
istana kepresidenan di wilayah Monas, untuk mengeks
presikan iman, pengharapan, dan kasih mereka. Mereka
tidak menjadikan ibadah sebagai alat protes, namun mereka
38
Spiritualitas Maraton Bernama Ketabahan 39
Ketabahan
Ketabahan atau ketekunan adalah sebuah kebajikan kristiani
yang sangat luhur. Alkitab memakai kata hupomone sebanyak
31 kali untuk ketabahan. Ia bukan saja berarti ’bertahan’, na
mun terlebih ’bertahan untuk bertahan’ (to keep on keeping on).
Namun, sikap bertahan ini bukanlah sekadar sebuah kesabaran
yang pasif sembari menanti persoalan akan usai dengan
40 L A b ir in Kehidupa n
1
Bell Hooks, All about Love: New Visions (New York: William Morrow, 2001),
hlm. 137.
46 L A b ir in Kehidupa n
S
udah cukup lama saya ingin berkhotbah tentang ke
matian di dalam ibadah peneguhan dan pemberkatan
nikah, namun barulah setelah menjadi pendeta se
lama delapan belas tahun saya berani melakukannya. Ber
khotbah tentang kematian saat orang bergembira mema
suki pernikahan? Ya, benar. Alasan saya sederhana saja. Kata
kematian atau maut adalah kata yang paling dihindari semua
orang yang melangsungkan pernikahan, namun yang tidak
pernah absen di dalam semua liturgi pernikahan, setidaknya
di GKI. Bukankah semua mempelai harus mengucapkan
janjinya untuk mengambil pasangannya sebagai suami atau
47
48 L A b ir in Kehidupa n
Eternal Now
Semoga pesan yang disampaikan di sini cukup jelas dan
saya pun tidak ingin memperumitnya. Namun, izinkan saya
ingin mengimbuhi sedikit dengan membagikan pandangan
seorang teolog yang bernama Paul Tillich, yang rasanya
sayang jika tidak dihadirkan di sini.
Di dalam buku yang berjudul Eternal Now (1963), yang
sebenarnya merupakan kompilasi khotbah-khotbahnya,
Paul Tillich membahas persoalan waktu secara apik. Pada
akhir pasal 11 buku tersebut, Tillich menunjukkan bahwa
misteri masa lalu dan masa depan dipersatukan di dalam
misteri masa kini. Ia berkata tentang ketiga dimensi waktu
itu begini, ”Kita memiliki masa depan karena kita mengan
tisipasinya di dalam masa kini dan kita memiliki masa lalu
juga karena kita mengenangnya pada masa kini.”
Di masa kini itulah kita memiliki kehadiran (presence).
Namun, tentu persoalan makin rumit ketika kita menyadari
bahwa masa kini selalu saja hilang sementara kita memi
kirkannya. Ia selalu menjadi garis batas yang bergerak terus
antara masa lalu dan masa kini dan karena itu terlalu sukar
untuk mengatakan bahwa kita memiliki masa kini.
Lantas, Tillich mengusulkan sebuah solusi atas kega
mangan tersebut. Solusi tersebut ditemukan pada diri Allah
yang kekal. Ia berkata:
54 L A b ir in Kehidupa n
S
ampai titik ini, tampaknya usulan saya tentang pen
tingnya spiritualitas sehari-hari mengandaikan
bahwa keseharian itu adalah kehidupan yang baik-
baik saja. Saya nyaris tidak menyadari bahwa ternyata bagi
begitu banyak rakyat Indonesia, keseharian adalah kata lain
bagi penderitaan. Saya diinsafkan oleh sebuah puisi Wiji
Thukul, yang ditulisnya di Solo pada bulan Juli 1988,
sepuluh tahun sebelum ia hilang secara tiba-tiba. Saya akan
kutip puisi Wiji Thukul yang berjudul ”Kampung”.
55
56 L A b ir in Kehidupa n
Kampung1
1
Wiji Thukul, ”Kampung”, dalam Aku Ingin Jadi Peluru (Magelang: IndonesiaTera,
2000), hlm. 44.
K e seha ria n dan Der i ta 57
di belakang tembok-tembok
menyumpal gang-gang
berputar dalam bayang-bayang
mencari tanah lapang
ayo ...
kita keliling kota
hari ini ada peresmian hotel baru
berbintang lima
dibuka pejabat tinggi
dihadiri artis-artis ternama ibu kota
lihat
mobil para tamu berderet-deret
satu kilometer panjangnya
besok pagi
kita ke pabrik
kembali bekerja
sarapan nasi bungkus
ngutang
seperti biasa
K e seha ria n dan Der i ta 59
B
ertahun-tahun lamanya halaman tengah kampus
STT Jakarta dihiasi oleh sebatang pohon mangga,
tepat di tengah-tengahnya. Para mahasiswa biasa
duduk santai di bawah pohon tersebut sebab memang ada
lingkaran semen yang mengurung pohon itu. Sampai akhir
nya, diputuskan bahwa pohon mangga itu harus dipangkas
untuk kemudian dipindahkan ke halaman belakang. Pasal
nya, di bawah pohon itu sesungguhnya terdapat sebuah
septic tank yang membuat pohon mangga itu tak dapat ber
tumbuh baik dan terancam tumbang jika ia terus membesar.
Bersamaan dengan itu, para alumni STT Jakarta tengah
mengumpulkan dana untuk memperbarui paving blocks
seluruh halaman kampus tua ini sebab memang keadaannya
sudah sangat parah. Akhirnya, terlaksanalah rencana itu.
60
Lab i r i n 61