Anda di halaman 1dari 472

Yakobus 1:1 Pengantar Kitab Yakobus, dan Pendahuluan Salam Sejahtera

Sekilas, waktu kita membaca kitab Yakobus, maka ada kesan bahwa surat ini
bertentangan dengan tulisan Paulus, khususnya tentang topik, “iman”. Tetapi setelah
kita teliti mengenal kitab ini, nyatalah bahwa surat ini tidaklah bertentangan dengan
surat-surat Paulus, melainkan surat ini adalah penjelasan lanjutan kepada orang orang
yang tidak membuktikan imannya melalui wujud iman yang nyata, sebab iman itu
harus diwujudkan dalam kehidupan sehari hari dan bukan hanya dipikirkan sebagai
sesuatu yang abstrak.

Karena adanya ketidakseimbangan [incompatibilitas] antara pengakuan diri sebagai


orang beriman dengan perilaku [ekspresi] sebagai orang beriman. Maka Yakobus
menuliskan surat ini, supaya jemaat di perantauan. Pada saat itu tidak hanya sekedar
menampilkan “pengakuan” tetapi aktual dalam iman. Memang pengakuan iman itu
perlu. Tetapi yang paling perlu adalah menunjukkan bukti dari keberwujudan iman itu
sendiri.

Untuk memulai maksud tersebut, Yakobus membuka suratnya dengan mengucapkan


“salam” terlebih dahulu TB: “Salam dari Yakobus, hamba Allah dan Tuhan Yesus
Kristus, kepada kedua belas suku di perantauan.” [ay 1]

Apakah makna salam Yakobus?

Jika kita hanya membaca TB, maka, kita sulit menangkap makna salam tersebut, tetapi
dalam terjemahan lainnya salam yang dimaksud sangat jelas:

FAYH: Dari Yakobus, hamba Allah dan Tuhan kita Yesus Kristus. Kepada: Umat
Kristen Yahudi yang tersebar di mana-mana. Salam sejahtera! [ay 1]

Berdasarkan terjemahan Aslinya [Textus Receptus], saudara juga bisa melihat


terjemahan bebas yang saya buat sebagai berikut:

Iakōbos [dari Yakobus] theou kai kuriou iēsou christou doulos [hamba Allah dan Tuhan
Yesus Kristus] tais[kepada] dōdeka phulais tais en tē diaspora [12 suku Israel
didispora/perantauan] chairein [salam sejahtera]

Dari terjemahan di atas, kita bisa melihat, bahwa makna dari salam Yakobus, bukan
salam pembukaan surat yang biasa, tetapi salam sejahtera yang harus diekspresikan
dengan sukacita yang tepat. Sebab istilah “salam” di TB, diterjemahkan dari kata
Yunani chairein, yang bermakna salam sejahtera.

Kata chairein ini berasal dari kata dasar xaírō yang serumpun dengan kata xáris, di
mana makna dari salam sejahtera ini menekankan ekspresi dari kasih karunia Allah.
Maksudnya adalah; untuk menyenangkan Allah dalam kasih karunia, maka seseorang
harus mengalami sejahtera yang benar, dan ekspresi dari sejahtera yang benar harus
ditunjukkan melalui “sukacita” atau “kegembiraan” yang benar dan tepat, jadi chairein
[salam] yang dimaksud oleh Yakobus adalah sebuah pengingat [salam tentang makna
kesejahteraan yang Illahi], supaya orang percaya mengalami sejahtera Allah yang
benar, melalui ekspresi kasih karunia Allah, yaitu sukacita-kegembiraan yang benar.

Kenapa yakobus menekankan ekspresi sejahtera [sukacita]? Dan, apa sebenarnya


sasaran dari ekspresi sejahtera Yakobus?

Supaya orang orang kristen diperantauan mengetahui dengan benar apa itu cara
ekspresi sejahtera yang benar, sebab gaya hidup sejahtera pada saat itu sudah
melenceng dari ajaran Kristus.

Karena itu yakobus, mengajarkan salam sejahtera [chairein] dengan memberitahukan,


bahwa dia telah terlebih dahulu mempraktekkan ekspresi sukacita dari kesejahteraan
itu kepada dirinya sendiri terlebih dahulu. Karena itu dia mengatakan; dari “hamba
Allah dan Tuan Yesus Kristus” [theou kai kuriou iēsou christou doulos].

Maksudnya, Yakobus sedang mengajar, bahwa Sejahtera, tidak terdapat di luar


Kristus. Sejahtera terjadi ketika anda mengetahui dengan benar bahwa diri anda sendiri
adalah milik Tuan Allah Yesus Kristus. Yakobus tidak mungkin berani mengajarkan
ekspresi sukacita, apalagi menekankan tentang sudut pandang ajaran Kristus
mengenai ekspresi kesejahteraan di dalam Kristus [sukacita] yang benar, jika dia tidak
menyadari bahwa dirinya adalah budak [doulos], di mana dirinya tidak memiliki hak
apapun atas dirinya, karena dia adalah milik dari Tuan, sekaligus Allah yaitu Yesus
Kristus. Dan karena dia sadar dirinya sendiri sebagai haknya Allah, maka semua
prinsip hidupnya di dasarkan kepada pandangan; dirinya dalah budak dari Tuan Allah
Yesus Kristus. Jadi jelas, bahwa ekspresi sukacita kesejahteraan itu berhubungan erat
dengan soal soal sikap hamba yang mengalami kesukaran dan aniaya, untuk
membuktikan sikap ketundukan yang mutlak kepada Tuan itu sendiri. Hal Inilah yang
diingatkan oleh yakobus kepada 12 suku Isreal. 'kedua belas suku' di ayat ini adalah
istilah lain kepada Israel. Tetapi penggunaan Israel di sini tidak menunjuk kepada Israel
secara lahiriah, tetapi berkaitan dengan orang-orang percaya yang telah menjadi
Kristen. Jadi kalimat tersebut bisa diartikan sebagai 'semua orang percaya yang
tersebar di mana-mana [di luar Palestina, diperantauan, atau diaspora]'. Seolah oleh
Yakobus berkata, ‘salam sukacita bagimu!’ sejahtera [ekspresi sukaacita yang benar]
menyertaimu.

Selasa 19 April 2016

Seri #2 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:2 Menolak Pencobaan Karena Ketidakpengertian


Setelah Yakobus langsung memulai topik permasalahan iman yang umum terjadi pada
masa itu [wujud ekspresi yang salah tentang iman] di ayat 1, maka di ayat yang kedua,
Yakobus langsung menegor ekspresi yang menyimpang yang terjadi di jemaat
perantauan: TB: Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila
kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, [2]

Jika kita melihat terjemahan baru [TB], sepertinya apa yang ditekankan di ayat 1
[ekspresi kesejahteraan melalui sukacita] tidak terlalu tegas di ayat 2, tetapi dalam teks
Aslinya tidak demikian;

TR: pasan charan ēgēsasthe adelphoi mou [biarlah sukacita selalu memimpin kalian
saudara saudari] otan peirasmois peripesēte poikilois [setiap kali kalian mengalami
berbagai pencobaan] [2].

Bandingkan dengan terjemahan berikut:

BSD: Saudara-saudara, bergembiralah meskipun kalian mengalami banyak masalah.

FAYH: Saudara sekalian yang saya kasihi, apakah kehidupan Saudara sedang dilanda
berbagai kesulitan dan cobaan? Kalau demikian, bergembiralah,

WBTC Draft: Saudara-saudaraku, kamu akan mendapat banyak pencobaan, tetapi


setiap kali itu terjadi, kamu harus menganggap semuanya itu sukacita

Masalah yang terjadi di jemaat perantauan saat itu adalah, penolakan ketika
mengalami percobaan, saat pencobaan datang, mereka kehilangan ekspresi sejahtera
[sukacita], hal ini sama dengan Injil yang lahiriah di zaman kita, di mana orang
diarahkan kepada berkat berkat yang lahiriah, dan ekspresi ekspresi iman [ padahal
kebanyakan yang lahiriah] selalu digambarkan dengan mukjizat, perlipatgandaan berkat
ekonomi, terbebas dari berbagai kesukaran hidup, dan berbagai hal yang membuat
hidup semakin sejahtera secara lahiriah. Sehingga ketika pencobaan datang, maka
otomatis timbul satu sikap penolakan, bahkan penolakan it dipandang sebagai bagian
dari iman yang benar, padahal tidaklah demikian kebenarannya. Itu jugalah yang terjadi
kepada orang percaya diperantauan, hal ini tentu saja bersumber dari ketidak
pengertian tentang wujud konsep iman yang benar tetnang sejahtera tersebut.

Apa sebenarnya makna frasa “anggaplah sebagai suatau kebahagiaan ketika jatuh
ke dalam pencobaan [TB]? Seperti dalam teks Aslinya [TR, lihat arti singkatan TR di
halaman 21], makna konotasi “anggaplah sebagai suatau kebahagiaan ketika jatuh
ke dalam pencobaan” berbicara tentang kehidupan yang selalu dipimpin ekspresi
kesejahteraan [sukacita] setiap kali menghadapi berbagai pencobaan hidup.

Istilah kebahagiaan dalam TB ini diterjemahkan dari kata Yunani Charan, kata charan
ini adalah penegasan kepada salam ekspresi kesejahteraan [sukacita/kebahagiaan] di
ayat1/ kalau di ayat 1 chairein, sekarang menggunakan kata chara, di mana kedua
kata ini berasal dari kata xairo yang sepadan juga dengan kata xaris [lihat renungan
senin kemarin] artinya ayat 2 ini untuk menekankan ayat 1 kembali tentang
pengetahuan yang benar mengenai hidup yang bersukacita atau hidup yang
berbahagia, di mana sumber sukacita ini berawal dari cara pikir atau perspektif dalam
menghadapi berbagai persoalan hidup.

Dalam arti yang sederhana, dapat kita katakan, tanpa cara berpikir [salib,atau
kesukaran hidup] yang tepat, maka tidak mungkin orang percaya menemukan chara
[sumber kebahagiaannya]. Itu sebabnya di dalam terjemahan baru dikatakan
“anggaplah”. Karena wujud iman yang benar ditandai dengan adanya kebahagiaan
yang benar, dan kebahagiaan yang benar, terjadi melalui anggapan yang benar pula

Kata anggaplah [TB] di ayat 2 ini diterjemahkan dari kata kerja Yunani, hegeomai.
Kata hegeomai ini mengandung makna “yang memimpin”, atau “kuasa yang
,memimpin”. Jadi terjemahan anggaplah di dalam TB, sebenarnya bermakna biarlah
kalian selalu di pimpin [sukacita], jadi kata hegeomai di ayat ini bermakna “cara
pandang kesukaran hidup” [salib Kristus] yang selalu memimpin hidup sebagai langkah
awal proses terjadinya wujud iman yang benar. [mengalami sukacita yang tepat].
Langkah awal terjadinya wujud iman yang benar terlihat dari sebuah ekspresi sejahtera,
yaitu kehidupan yang selalu dipimpin sukacita yang benar setiap kali menghadapi
berbagai pencobaan, tanpa langkah awal ini, maka mustahil kita membicarakan wujud
iman yang benar. Perhatikan terjemahan berikut:

BSD: bergembiralah meskipun kalian mengalami banyak masalah.

TL: sifatkanlah semuanya itu kesukaan sahaja,

WBTC Draft: kamu harus menganggap semuanya itu sukacita.

Tanpa cara pikir yang tepat mengenai kesukaran dan persoalan hidup, maka tidak
mungkin saudara memiliki kuasa [langkah awal] untuk mewujudkan iman yang benar,
anda tidak mungkin bisa memiliki kuasa untuk memimpin diri sendiri ke dalam wujud
iman sejati, jika anda selalu mengukur iman anda dari wujud yang lahiriah saja.

Rabu 20 April 2016

Seri #3 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:2 Bagian II Memahi Peirasmois

Jika di atas, [selasa] kita telah menyebutkan kata pencobaan beberapa kali, maka yang
perlu kita pertanyakan adalah, apakah makna pencobaan [TB] yang dimaksud di ayat 2
ini

Kata pencobaan [TB] diterjemahkan dari kata Yunani peirasmois. Semua Alkitab teks
Yunani yang paling tua sama sama menggunakan kata peirasmois, namun terjemahan
bahasa Inggris terbagai dua dalam menterjemahkan kata peirasmois. Dari keseluruhan
terjemahan bagasa Inggris saya akan mengutip 2 terjemahan mewakili semuanya,

Yang pertama, digunakan terjemahan temptation,


King James Bible
My brethren, count it all joy when ye fall into divers temptations;
Sedangkan yang kedua, digunakan terjemahan trial

English Standard Version


Count it all joy, my brothers, when you meet trials of various kinds,

Tetapi dalam terjemahan bahasa Indonesia kata peirasmois di terjemahkan di dalam


minimal 4 arti kata;

Pertama, TL: berbagai-bagai pencobaan,


Kedua, TSI: diuji lewat berbagai kesusahan
Ketiga, BSD: mengalami banyak masalah.
Keempat, FAYH: dilanda berbagai kesulitan dan cobaan?

Dari terjemahan di atas, dapat kita pahami bahwa kata peirasmois bisa diartikan
dengan kata godaan tetapi secara bersamaan juga bisa menjadi test [ujian], begitu
juga sebaliknya. Maksudnya, secara bersamaan peirasmois ini dapat bermakna positif
[ test/ujian] dan juga dalam arti negatif [godaan atau perncobaan]. [tergantung pada
konteks problema hidup], dan yang paling penting yang perlu kita ketahui adalah,
apapun permasalahan yang kita hadapi, baik itu dalam keadaan di goda, atau sedang
di uji, semua itu tetap saja peirasmois,

Makna dari tetap saja peirasmois di sini adalah, mau anda sedang dalam pencobaan
atau dalam sedang ujian, tetap saja hal itu sama sama sebagai sarana untuk
membuktikan wujud iman kita. Dengan demikian dalam semua kehidupan kita, tidak
ada yang terbebas dari peirasmois,

Semua kehidupan yang kita jalani hanya tergolong dua hal, godaan-cobaan atau ujian.
Jadi, dalam hal ini, maka yang paling dibutuhkan adalah cara pikir yang benar tentang
seluruh keadaan hidup, maksudnya, saudara harus tahu dan sadar, bahwa apapun
yang kita lakukan akan selalu diperhadapan dengan cobaan atau ujian [peirasmois],
dan jangan saudra pikir kalau saudara dalam pencobaan dan godaan saudara tidak
bisa mengalami sejahtera Illahi, saudara tidak bisa bersukacita, dan karena itu
janganlah berpikir yang jahat, apalagi mencurigai kasih karunia Allah tidak cukup kuasa
untuk melindungi anda, sehingga anda harus berusaha keras untuk “membujuk bujuk”
Allah supaya kasih karunianya berkuasa atas anda. Saya ingatkan, pikiran yang
demikian tidak berasal dari firman Yesus, yang benar adalah, dalam segala hal, bahkan
pencobaan yang paling sakit sekalipun, Allah menyertai dan berkuasa terus menerus
menyertai kita.

Karena itu, ubah pikiranmu [Roma 12:2], jika pikiranmu benar di dalam Kristus, maka
apapun keadaanmu di dalam Tuhan, sukacita akan selalu memimpinmu [Filipi 4:4]
Ketika saudara dalam keadaan sehat tetapi diluar tuhan, itu tidak membuat saudara
bersukacita, kalaupun anda merasa bersukacita, itu hanyalah sukacita yang umum di
dunia ini. Sebaliknya, ketika saudara mengalami kesukaran hidup karena pekerjaan
Tuhan, lalu saudara bersuka, maka hal itu pasti datang dari Allah, dan, apakah roh kita
selalu sejahtera atau tidak, terlihat dari ekspresi sukacita Illahi di dalam jiwa kita [ini
tidak berkaitan dengan kesejhateraaan dan sukacita lahiriah].

Dalam menghadapi semua problematika hidup, apakah itu cobaan, ataukah ujian, yang
penting yang harus kita pengang adalah, semua itu menjadi sarana untuk mengerjakan
wujud dari iman yang benar. Inilah tanda tanda dari wujud iman yang benar; yaitu “cara
pandang” yang memimpin hidup atau “perspektif” yang memiliki kuasa melalui [tidak
ada cara pikir yang lainnya] semua kesukaran hidup yang dialami, dan bukan soal soal
kesenangan yang lahiriah. Inilah langkah awal untuk mewujudkan iman yang benar,
sebab, iman kepada Allah harus melalui pengujian. Inilah yang Yakobus ingatkan,
bahwa tidak ada gunanya kita menyebut diri sebagai orang beriman, jika iman kita tidak
melewati proses pengujian terlebih dahulu.

Kamis 21 April 2016

Seri #4 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:3 Bagian I Tanpa Peirasmois, Iman Yang Benar Tidak Berwujud

Jika wujud iman yang benar harus melalui saat pengujian-pencobaan [‘peirasmois’],
selanjutnya MENGETAHUI ‘peirasmois’ atau berbagai masalah kehidupan, atau
berbagai macam jenis kesulitan hidup adalah alat atau cara atau media ALLAH untuk
menghasilkan KEMURNIAN

TB: sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. [3]

ΙΑΚΩΒΟΥ 1:3 Stephens Textus Receptus: “ginōskontes oti to dokimion umōn tēs
pisteōs katergazetai upomonēn” [3]

Kata ujian [ayat 3] diterjemahkan dari kata Yunani ‘dokimion’. Kata ini bermakna ujian
kemurnian iman, atau pembuktian iman murni atau iman yang sejati.

kemurnian iman terwujud melalui masa ‘trial’ atau percobaan atau pencobaan atau
berbagai kesukaran dan kesusahan hidup. Saat datang masa masa ‘peirasmois’, kita
harus memiliki sikap yang benar.

Sikap yang benar itu sama seperti benih padi yang sedang ditaburkan oleh petani,
benih padi disebut murni [gambaran wujud padi yang pada akhirnya akan tumbuh,
hijau, menguning dan siap dituai] terjadi melalui proses terjadinya air, panas terik,
angin, malam, siang, dan penanaman, sebagai media atau sarana yang membuat benih
padi itu pada masanya akan menguning dan bisa dituai.

Tidak mungkin benih padi bisa bertumbuh apalagi bisa menguning, kalau tidak ada
malam, pagi, angin, panas terik, dan sarana sarana yang lainnya. Benih padi
membutuhkan itu semua, bahkan saat padi ditanam di tanah, maka bukan hanya benih
padi yang tumbuh, tetapi banyak rumput-rumput yang lainnya pada masa
bertumbuhannya, dan tiba saatnya rumput rumput yang tumbuh di sekitar padi itu harus
dibersihkan, di mana petani harus menginjak injak tanah di sekitar padi itu supaya padi
itu bisa dibersihkan, demikianlah kiranya dengan gambaran ‘peirasmois’, hal itu
diijinkan Allah supaya wujud iman yang benar terwujud di dalam hidup kita.

FAYH: “karena, jika jalan kehidupan itu sulit, kesabaran Saudara memperoleh
kesempatan untuk tumbuh”[3]

Adalah bodoh menurut pandangan Allah, jika seseorang kehilangan ekspresi


kesejahteraan sejati hanya karena masa masa ‘peirasmois’ terjadi. Sebab saat diri
kehilangan ekspresi kesejahteraan, sebenarnya anda sendiri sedang membuktikan
tidak tahu apa apa tentang wujud iman sejati yang membutuhkan media ‘peirasmois’
supaya wujud iman itu memperoleh bentuk yang murni, sebab dari mana orang tahu
bahwa iman tersebut berasal dari Allah, kalau tidak dari wujudnya?

Mengetahui ujian kemurnian iman [harus] terjadi karena diperhadapkan berbagai


kesukaran dan kesusahan hidup adalah langkah YANG GENTING dari terbentuknya
wujud iman yang sejati. Jika sebelumnya; anggapan [hegeomai] atau “cara pandang”
atau “perspektif” adalah langkah awal sebagai proses terjadinya wujud iman yang
benar. Maka mengetahui [ginosko] wujud kemurnian iman terjadi melalui masa masa
‘trial’ atau percobaan adalah langkah yang tidak kalah penting.

Kata mengetahui [sebab kamu tahu] yang dalam terjemahan baru, diterjemahkan dari
kata kerja Yunani, ‘ginoskontes’, dari kata dasar ‘ginosko’ [mengetahui], konteks
mengetahui di sini bukan pengetahuan umum, tetapi mengenal erat, seperti seorang
pasangan yang sudah menikah mengenal bagian bagian tubuh pasangannya secara
detail. Jadi dalam pengenalan itu terdapat pengertian yang benar. Makna ‘ginoskontes’
ini seperti seorang spesialis yang tahu seluk beluk dari pekerjaannya secara sempurna,
sehingga tidak ada yang tahu sesempurna dia tahu tentang pekerjaan yang ditekuninya
itu [spesialis]. Begitu juga dengan ‘ginoskontes’, saat ‘peirasmois’ datang, maka dia
sudah tahu langkah langkah apa yang harus dilakukannya, sebab dia sangat tahu akan
hal itu, tidak ada yang dia tidak tahu, dan karena itu, ketika ‘peirasmois’ datang, maka
dia berbahagia, bahwa tahapan dari hasil wujud imannya terus mengalami
perkembangan, oleh terjemahan baru di katakan “menghasilkan ketekunan”

Jadi kalau dalam langkah pertama, seseorang harus memiliki cara pikir atau perspektif
sebagai langkah untuk terjadinya wujud iman yang benar, maka langkah yang kedua
adalah, dia harus mengetahui, kenal erat, detail pengertian cara pikir atau perspektif
yang benar tentang wujud iman yang benar.

Jadi tanpa mengetahui dengan benar bahwa wujud iman yang benar [harus] diuji
melalui cobaan kesukaran hidup, maka, diri seseorang tidak benar benar memiliki iman.
orang itu hanya memiliki iman di awang awang, hanya sebuah opini yang di dapatnya
dari ‘kata orang’, dan iman yang seperti itu adalah iman yang tidak ada wujudnya,
sebab, hanya iman abstrak yang tidak punya bentuk konkret sama sekali.

Jumat 22 April 2016

Seri #5 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:3 bag 2 Manfaat Peirasmois

Wujud kemurnian iman terjadi melalui sebuah proses pencobaan, sedangkan manfaat
dari masa masa pencobaan itu mengakibatkan terjadinya ketekunan. Inilah bukti;
apakah iman itu telah dibuktikan sebagai iman yang benar, yang benar benar tinggal di
dalam Yesus atau tidak. Sebab tiidak mungkin wujud iman tidak terlihat dari kelakuan.

Kata menghasilkan di ayat 3 diterjemahkan dari kata kerja Yunani ‘Katergazetai’,


artinya, ‘melakukan’ atau ‘mengerjakan’. Inilah yang ditekankan oleh Paulus, tentang
bagaimana cara mengerjakan keselamatan:

TB: Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah
kerjakan keselamatanmu [katergazomai] dengan takut dan gentar...” [Filp 2:12]

Kata ketekunan berasal dari bahasa Yunani ‘hupomonen’ yang juga bisa diartikan
sebagai ‘kesabaran’, atau ‘ketabahan’ karena sebuah penantian. Kemampuan bertahan
dalam berbagai kesukaran, atau ketahanan dalam menanggung kesusahan hidup,
itulah yang pada akhirnya akan melahirkan wujud iman yang mampu menjadikan
situasi yang tidak menyenangkan, menjadi sesuatu yang memuliakan nama Tuhan.

Karena mampu membuat semua jenis situasi yang sukar-sulit menjadi sarana untuk
selalu memuliakan Tuhan, maka ketekunan itu mengandung sikap yang menanti-nanti,
karena itulah, meski kehidupan tidak pernah lepas dari kesukaran hidup, tetapi karena
‘hupomonen’, semua kehidupan yang sukar bisa dijadikan atau dipandang sebagai
bagian dari proses terjadinya berkat Tuhan.

Pengetahuan berkat yang benar [tepat] bukanlah soal soal yang menyenangkan,
karena soal soal yang menyenangkan tidak bisa dijadikan standar ujian terjadinya
wujud iman, sebaliknya acuan terjadinya wujud iman, hanya terjadi melalui jalan hidup
yang sakit dan sukar.

TSI: Tetapi Tuhan menjawab, “Kebaikan hati-Ku sudah cukup bagimu! Karena kuasa-
Ku menjadi sangat nyata ketika kamu lemah.” Jadi, jauh lebih baik saya
membanggakan kelemahan-kelemahan saya, supaya saya merasakan kuasa Kristus
melindungi saya. VMD: Aku senang di dalam kelemahan, di dalam hinaan, di dalam
kesukaran, di dalam penganiayaan, dan di dalam kesengsaraan karena Kristus. Dan
aku senang dengan hal itu sebab apabila aku lemah, aku sungguh-sungguh kuat. 2
Korintus 12 : 9-10

Hanya kesukaranlahlah [salib] sebagai tanda [stigmata] bahwa seseorang telah benar
benar mengetahui dengan benar tentang berkat yang benar, untuk melahirkan
kemurnian iman, dan hanya cara hidup yang dipenuhi kesukaranlah standar pengujian
wujud iman mengenai berkat yang benar, sehingga iman benar benar tepat di dalam
Yesus

TSI: Saudara-saudari, setiap kali keyakinan kalian masing-masing diuji lewat berbagai
kesusahan hendaklah kamu menganggap semuanya itu sebagai berkat yang
membawa sukacita bagimu.[ay3]

Hal inilah yang dijadikan Paulus sebagai patokan hidup di bawah kasih karunia, sebab
tanda tanda dari patokan itu hanya salib. Tidak mungkin seseorang mengaku sebagi
milik kristus, padahal di dalam tubuhnya tidak ada tanda tanda penderitaan
[percobaan]. Tidak mungkin seseorang benar benar beriman sejati, jika tanda tanda
dari tubuhnya hanyalah persepsi yang salah tentang berkat berkat yang lahiriah, jika
saudara berpikir demikian, maka hal itu bukan wujud dari iman yang benar, karena
itulah dengan tegas Paulus menggunakan istilah stigmata [Galatia 6:17], sebab di
tubuhnya ada bekas luka dan noda-noda karena dampak dari penderitaannya sebagai
seorang rasul, dan akan hal itu Paulus bermegah, karena tanda bekas luka itulah yang
menandakan Paulus hidup di dalam salib Tuhan Yesus. Luka-luka yang dialami inilah
yang menjadi tanda bahwa ia telah membuktikan hidupnya tekun di dalam wujud iman
yang benar.

Sabtu 23 April 2016

Seri #6 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:4 Memahami & Mengharapkan Bayang Bayang Peirasmois Terus


Menerus

ΙΑΚΩΒΟΥ 1:4 Stephens Textus Receptus: ē de upomonē ergon teleion echetō ina ēte
teleioi kai oloklēroi en mēdeni leipomenoi

TB: Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu
menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun. [4]

kemurnian iman terjadi melalui proses percobaan dan berbagai kesukaran hidup,
semua itu terjadi supaya orang percaya tekun sampai memperoleh buah yang
matang.

Dalam terjemahan TB di sebutkan “dan biarkanlah ketekunan itu”. Kata “biarkanlah


ketekunan itu” ini berasal dari kata Yunani ē de upomonē, dalam terjemahan bebasnya
bisa diartikan “pastikan ketekunan itu terus menerus bertahan”.

BIS: Jagalah supaya ketabahan hatimu itu terus berkembang


TMV: Pastikan supaya ketabahan menanggung penderitaan itu berterusan

Ketekunan di sini merujuk kepada kerinduan untuk selalu melihat dampak dari
pencobaan-kesukaran. Ini sama persis seperti emas yang dikeluarkan dari perapian.

Cobaan-ujian akan terus menerus terjadi sebagai konsekuensi disempurnakannya


seseorang di dalam Kristus.

TB: Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang
terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,
melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang
hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia
telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu
salib.Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya
nama di atas segala nama,[Filipi 2:5-9]

Dalam TB ketekunan itu digambarkan sampai memperoleh buah yang matang dan
supaya menjadi sempurna. Dalam bahasa aslinya, kedua hal yang diperoleh itu; [buah
matang dan sempurna] diterjemahkan dari kata yang sama, yaitu teleios. [ergon
teleion echetō ina ēte teleioi].

Satu dalam bentuk objek kalimat. Tujuannya untuk menekankan kesempurnaan karena
kehidupan yang terus menerus mengalami pencobaan-ujian

“ Maka biarlah sabar itu bekerja dengan sempurnanya” [Terj, Shellabear].

Sedangkan yang satu lagi dalam subjek kalimat [nominatif]. Tujuan untuk menekankan
wujud kesempurnaan iman dalam kehidupan yang praktis akibat terus menerus
mengalami ujian cobaan.

“supaya kamu sempurna dan lengkap, dan satu pun jangan kurang padamu -yang
rohani-”[Terj, Shellabear]

Kitab Yakobus berisi nasehat praktis tentang integritas perkataan dan perbuatan.
Karena saat itu orang yang mengaku beriman, menunjukkan tindakan yang
bertentangan antara perasaan beriman, tetapi perbuatan orang beriman [wujud iman]
justru mengalami: ‘kebimbangan,’ ‘menipu diri,’ ‘berdusta,’ ‘menghujat,’ ‘sombong,’
‘memandang muka’ dan juga ‘dosa lidah.’

Wujud kesempurnaan iman itu tidak di dasarkan kepada hal hal yang takhayul apalagi
mistis, tetapi kepada ciri-ciri hidup yang praktis. Wujud iman yang benar harus selalu
berbuah dan membuat anda sempurna secara praktis, karena itulah saudara terus
menerus diijinkan mengalami peiresmois, hal itu seumpama emas yang harus dibakar
supaya menjadi murni, dan Yohanes juga telah mengutip perumpamaan Yesus, bahwa
pohon anggur harus dibersihkan, dipangkasi, supaya lebih banyak berbuah [Yoh 15:2b],
itulah sebabnya orang kristen diijinkan mengalami kesukaran supaya hidupnya bisa
dikhususkan Firman Kristus. Karena proses pengkhususan itu masih terus berjalan,
maka Tuhan juga mengijinkan ‘berbagai-bagai pencobaan’ [ay 2] setiap waktu. karena
itulah, bersukacitalah jika mengalami pencobaan, dan buatlah pencobaan itu menjadi
syarat mengalami sukacita yang benar setiap waktu

Minggu 24 April 2016

Seri #7 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:1-4 Kesimpulan dan makna Kitab Yakobus 1:1-4

Kita, telah mempelajari kitab Galatia pasal 1:1-4 selama 6 hari, kini untuk bisa
mengaplikasikan [melakukan] firman yang telah kita pelajari selama 6 hari, maka kita
akan terlebih dahulu meringkas apa apa saja poin penting pembahasan kita selama 6
hari ini sebagai berikut:

1. Orang percaya mengalami sejahtera Allah yang benar, terjadi melalui ekspresi kasih
karunia Allah, yaitu sukacita-kegembiraan yang benar.

2. Tanpa cara berpikir [salib,atau kesukaran hidup] yang tepat, maka tidak mungkin
orang percaya menemukan chara [sumber kebahagiaannya]. Karena wujud iman yang
benar ditandai dengan adanya kebahagiaan yang benar, dan kebahagiaan yang benar,
terjadi melalui anggapan yang benar pula

3. Langkah awal terjadinya wujud iman yang benar terlihat dari sebuah ekspresi
sejahtera, yaitu kehidupan yang selalu dipimpin sukacita yang benar setiap kali
menghadapi berbagai pencobaan, tanpa langkah awal ini, maka mustahil kita
membicarakan wujud iman yang benar.

4. Dalam pencobaan atau dalam sedang ujian, hal itu sama saja sebagai sarana untuk
membuktikan wujud iman kita. Dengan demikian dalam semua kehidupan kita, tidak
ada yang terbebas dari pencobaan

5. Semua kehidupan yang kita jalani hanya tergolong dua hal, godaan-cobaan atau
ujian. Jadi, dalam hal ini, maka yang paling dibutuhkan adalah cara pikir yang benar
tentang seluruh keadaan hidup, maksudnya, saudara harus tahu dan sadar, bahwa
apapun yang kita lakukan akan selalu diperhadapan dengan cobaan atau ujian

6. Dalam menghadapi semua problematika hidup, apakah itu cobaan, ataukah ujian,
yang penting yang harus kita pengang adalah, semua itu menjadi sarana untuk
mengerjakan wujud dari iman yang benar.

7. Tidak ada gunanya kita menyebut diri sebagai orang beriman, jika iman kita tidak
melewati proses pengujian terlebih dahulu.
8. Bodoh, jika seseorang kehilangan ekspresi kesejahteraan sejati hanya karena masa
masa pencobaan. Sebab saat anda kehilangan ekspresi kesejahteraan, sebenarnya
anda tidak tahu apa apa tentang wujud iman sejati yang membutuhkan media
pencobaan supaya wujud iman itu memperoleh bentuk yang murni, sebab dari mana
kita tahu bahwa iman kita berasal dari Allah yang benar, kalau tidak dari wujudnya?

9. Jadi kalau dalam langkah pertama, seseorang harus memiliki cara pikir atau
perspektif sebagai langkah untuk terjadinya wujud iman yang benar, maka langkah
yang kedua adalah, dia harus mengetahui, kenal erat, detail pengertian cara pikir atau
perspektif yang benar tentang wujud iman yang benar.

10. Tanpa mengetahui dengan benar bahwa wujud iman yang benar [harus] diuji
melalui cobaan kesukaran hidup, maka, seseorang tidak benar benar memiliki iman.
Dia hanya memiliki iman di awang awang, hanyalah iman abstak yang tidak punya
bentuk sama sekali.

11. Jadi semua pengetahuan berkat yang benar [tepat] bukan soal soal yang
menyenangkan, karena soal soal yang menyenangkan itu tidak bisa menjadi acuan
ujian wujud iman, sebaliknya acuan ujian wujud iman itu hanya mengenai soal soal
hidup yang menyakitkan dan soal soal kesukaran hidup:

12. Hanya kesukaranlah [salib] tanda-tanda [stigmata] seseorang telah benar benar
mengetahui dengan benar tentang berkat yang benar untuk melahirkan kemurnian, dan
hanya soal soal kesukaranlah, istilah berkat yang benar sebagai satu satunya yang
menjadi standar pengujian wujud iman seseorang apakah imannya benar benar di
dalam Yesus atau tidak

13. Milikilah pemahaman dan lalu kerinduan untuk selalu berada di dalam bayang-
bayang masa masa pencobaan-kesukaran secara terus menerus.

14. Kemampuan bertahan dalam berbagai kesukaran, atau ketahanan dalam


menanggung kesusahan hidup, kesabaran dan ketabahan pada masa-masa sukar
dengan sedemikian rupa [ketekunan] sekarang menjadi pada setiap masa, bukan lagi
hanya pada masa-masa sukar, tetapi mengalihkan hidup kejalan masa masa sukar,
sehingga hidup kita terus menerus mengalami peiresmois

15. Wujud kesempurnaan iman itu tidak di dasarkan kepada hal hal yang takhayul dan
mistis, tetapi kepada ciri-ciri yang praktis, wujud iman yang benar harus berbuah dan
membuat anda menjadi sempurna secara praktis, karena itulah saudara harus terus
menerus mengalami peiresmois, dan membuat diri menadi peiresmois sama halnya
seperti emas harus dibakar supaya menjadi murni, dan pohon anggur harus
dibersihkan, dipangkasi, supaya lebih banyak berbuah [Yoh 15:2b], itulah sebabnya
orang kristen harus mengalami kesukaran supaya hidupnya bisa dikhusukan Firman
Kristus. Karena proses pengkhususan itu masih terus berjalan, maka Tuhan juga
menggunakan ‘berbagai-bagai pencobaan’ [ay 2] setiap waktu. karena itulah kita
mengajar, bersukacitalah jika anda mengalami pencobaan, dan buatlah pencobaan itu
menjadi syarat anda mengalami sukacita yang benar setiap waktu

Senin 25 April 2016

Seri #8 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:5 Kekurangan Hikmat?

Hikmat [kebijaksanaan] pada umumnya selalu dianggap sebagai sesuatu yang


abstrak, karena dianggap melulu soal soal akal budi dari sudut pandang pengetahuan
saja. Tetapi menurut konsep Alkitab, hikmat itu adalah pimpinan Tuhan untuk bertindak
benar [takut akan Tuhan] dalam mengambil keputusan praktis dalam kehidupan sehari
hari. Itulah sebabnya kitab Amsal sebagai kitab hikmat selalu berbicara tentang
bagaimana menjalani kehidupan yang praktis, yang sesuai hukum Tuhan:

Amsal 1:7 TB, Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh
menghina hikmat dan didikan.

Kebijaksanaan inilah yang sedang dinasihatkan oleh Yakobus:

TB: Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia
memintakannya kepada Allah, --yang memberikan kepada semua orang dengan murah
hati dan dengan tidak membangkit-bangkit--,maka hal itu akan diberikan kepadanya. [5]

Di ayat 3 telah kita bahas, bahwa wujud iman, berkaitan erat dengan unsur
pengetahuan, atau pengenalan yang erat [bijaksana]. Ini sejalan dengan tema besar
hikmat di PL, sebab awal pengetahuan di PL dimulai dari cara hidup yang takut akan
Tuhan [melakukan perintah-Nya].

Mazmur 111:10 TB Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, semua orang yang
melakukannya berakal budi yang baik. Puji-pujian kepada-Nya tetap untuk selamanya.

Tadi telah kita katakan, bahwa wujud iman mengandung pengetahuan dan pengenalan
yang tepat terhadap iman yang dimaksudkan. Sekarang kita perjelas lagi. Mengetahui
secara dekat [ginosko], adalah langkah yang sangat penting untuk bisa menunjukkan
wujud iman yang benar.

Bahkan, sekarang di ayat 5, hal tersebut dijelaskan lebih spesifik lagi. [Tetapi apabila di
antara kamu ada yang kekurangan hikmat [Ei de tis hymōn leipetai sophias]. Hal ini
terlihat dari 2 klausa Yunani yang digunakan di ayat 5 tersebut.

Pertama, kata Yunani Ei digunakan untuk menekankan kekurangan kebijaksanaan.


Sebab orang yang tidak bijaksana dalam hidupnya terdeteksi dari isi pengetahuannya
yang tepat untuk bisa takut akan Tuhan.
Logika sederhananya adalah, bagaimana mungkin seseorang bisa mengasihi Tuhan
dan sesama manusia, kalau pikirannya tidak selaras dengan firman Allah, sebagai
syarat mutlak seseorang bisa menjadi takut akan Tuhan?.

Kedua, kata Yunani δέ yang di gunakan di ayat ini mencakup 3 hal di konteks ini;

[Ei de tis hymōn leipetai sophias]

1. Adanya pertentangan yang ingin dijelaskan dan dinasehatkan Yakobus. Maksudnya;


saat itu, ada perasaan beriman tetapi justru kurang bijaksana sebagai bukti orang yang
beriman.

2. Pertentangan antara perasaan beriman dan hidup yang tidak bijaksana dijelaskan
Paulus dengan mendahuluinya dengan kata Konektif [penghubung]. Maksudnya Ayat 5
ini ditulis untuk menjelaskan ayat 4.

3. Penegasan nasehat kepada perasaan beriman tetapi justru mengalami kehilangan


sukacita pada saat mereka menghadapi ujian sebagai bukti mereka orang yang
beriman. Jadi Yakobus ingin menasehati jemaat di perantauan yang kehilangan
sukacita pada saat mengalami peirasmois [pencobaan dan ujian, terjadi untuk
memurnikan iman mereka], karena sifat yang demikian, justru tidak bijaksana [wujud
imannya tidak membuktikan iman mereka datang dari Allah]

Yak 1:5 mengatakan, setiap orang yang kekurangan hikmat; [leipetai sofias] supaya
memintanya dari Allah. Pertanyaannya adalah, apa yang dimaksud dengan,
'kekurangan hikmat'?

Kata kekurangan di ayat 5 di terjemahkan dari kata Yunani leipeteai dari kata leipó,
kata ini bermakna, atas keinginan sendiri di masa lalu, meninggalkan jalan Tuhan,
akibatnya tertinggal secara rohani.

Maksudnya, dulu mungkin ikut dalam perlombaan iman [untuk membuktikan wujud
iman], memang dulu dengan sadar tidak mau bijaksana, tetapi kemudian dia
merasakan kekurangan yang rohaniah.

konteks dari leipetei shofias ini, bermakna, saya sadar, karena meninggalkan cara
hidup bijaksana, saya menjadi berkekurangan secara rohani, karena itu saya ingin
bertobat.

kekurangan hikmat yang dimaksud adalah adanya kesadaran baru dalam hal cara
hidup yang bijaksana, bahwa dulu merasa kaya tanpa aturan Allah, akibatnya,
mengalami ketertinggalan, TETAPI kemudian dia bertobat, lalu ingin menjadi orang
bijaksana.

Itu sebabnya LAI TB mengatakan “ada diantara kamu yang kekurangan”

FAYH: Jika Saudara ingin mengetahui apa yang dikehendaki Allah dari Saudara.
Jadi kekurangan di sini, adalah sebuah yang bersifat rohani, yang muncul dari
kesadaran total untuk berbalik menjadi manusia yang bijaksana. Sebab orang yang
tidak menyadari dosa dan kejatahatannya, tidak pernah merasakan dirinya
berkekuragan [Mat. 5:3], tetapi mereka yang ingin sungguh sungguh bertobat, mereka
bukan hanya merasa kekurangan, tetapi merasa miskin di hadapan Allah.

Selasa 26 April 2016

Seri #9 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:5 Bagian 2 Meminta Hikmat

Hikmat di ayat 5 ini diterjemahkan dari kata benda Yunani, shofias. Kata shofias
berasal dari kata shopos yang berarti, kebijaksanaan, wawasan, atau keterampilan.

Makna shofias di ayat 5 ini lebih kepada keterampilan hidup kudus atau ketepatan
menggunakan kebijaksanaan dalam menunjukkan diri sebagai orang yang beriman.

Dari ayat 5 [juga ayat 4] terdapat hal yang menarik, di mana orang yang tidak
kekurangan yang rohani [ay 4] dan orang yang kekurangan hikmat [ay 5], berasal dari
kata dasar yang sama yaitu, leipo.

Jika dia ayat 4 orang percaya yang tidak kekurangan yang rohani [leipomenai] terjadi,
karena pemahaman yang benar dalam menerapkan peiramois [pencobaan-ujian],
sebaliknya, di ayat 5 orang mengaku percaya tetapi kurang yang rohani, terjadi karena
kurang [leipetei] keterampilan atau ketepatan keterampilan dalam kehidupan yang
bijaksana

makna kekurangan hikmat sudah mengandung adanya kesadaran kembali, sebab


kata leipetei tersebut, juga mencakup adanya kesadaran akan ketertinggalan dan
kemudian ingin datang kembali [bertobat].

Sekarang kesadaran itu dijelaskan dengan sangat jelas. Memang, Sekilas, kita melihat
bahwa yang ditekankan di sini adalah supaya orang percaya berdoa. Tetapi apakah
benar doa yang ditekankan? Atau kalau pun doa yang ditekankan, apakah doa itu
seperti doa yang umumya ditekankan di zaman kita yang di maksud? Bagaimana
seharusnya kita memaknai esensi doa yang ditekankan tersebut? Bagaimana kita
harus mengaplikasikannya?

Sebagai pendahuluan, mari kita perhatikan pandangan awal sebagai berikut:

Yang pertama, dalam bahasa Yunani, apa yang di tuliskan dalam LAI terjemahan baru

[hendaklah ia memintakannya kepada Allah, --yang memberikan kepada semua orang


dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit--]
adalah satu kesatuan. Jadi tidak ada garis penghubung [--] artinya semua bagian itu
hendak memberitahukan makna doa yang spesifik secara utuh.

Yang kedua, Kitab Yakobus tidak sedang mengajarkan orang percaya tentang iman,
jika ini yang saudara pikirkan saudara harus berpikir ulang tentang kitab Yakobus, yang
ingin dijelaskan Yakobus bukan definisi iman tetapi wujud dari iman [eksitensi iman].
sebab semua orang percaya di perantauan saat itu justru mengaku telah beriman, jadi
dalam hal berdoa juga mereka tetap berdoa untuk meminta hikmat, tetapi itulah yang
menjadi pangkal masalahnya, bahwa pengakuan beriman, bahkan juga doa meminta
hikmat itu, tidak sesuai dengan wujud iman [eksistensinya tidak tepat]. Dengan
demikian, bukan berdoa yang hendak ditonjolkan oleh Yakobus tetapi wujud atau
permintaan yang tepat dari orang yang menyadari kemiskinannya di hadapan Tuhan.

Untuk melihat makna yang sebenarnya, maka, dari 2 poin di atas, kita perlu
memperhatikan apa yang dimaksud dengan “ hendaklah ia memintakannya kepada
Allah”.

Kata meminta ini berasal dari bahasa Yunani aiteitō. Dalam terjemahan bahasa Inggris
kata aiteitō ini diterjemahkan sebagai ask, [bertanya]. Jadi makna meminta di sini
[request], lebih kepada sikap hidup yang bertanya tentang bagaimana cara [wujud]
hidup beriman yang praktis, sehingga pengabulan pertanyaan yang diharapkan lebih
kepada jawaban cara hidup bijaksana [sophis] tentang cara praktis wujud iman.

Dalam terjemahan FAYH di katakan:, tanyakanlah kepada-Nya.

Jadi makna aiteito [bertanya], di ayat ini mengacu kepada implikasi kehidupan doa
[pertanyaan] yang tepat. Jadi implikasi dari doa itu lebih kepada kehidupan doa, bukan
untuk berdoa saja,

Misalnya anda berdoa, “Tuhan bagaimana caranya mewujudkan iman?” setelah itu
anda bijaksana mencari jawaban atas pertanyaan anda tentang bagaimana cara hidup
yang bijaksana. Jadi bukan seperti orang [yang kurang bijaksana] yang mengharapkan
jawaban muncul seketika seperti orang yang sedang pergi bertanya kepada dukun.

Jadi anda tidak lagi berdoa dengan akal yang kosong, “wujudkan iman saya Tuhan!”.
Lalu tiba tiba, seperti orang yang kurang kesadaran, jawaban doa itu datang kepada
anda.

Jika anda memiliki sikap hidup yang berdoa yang selalu “bertanya”, maka yang anda
butuhkan adalah jawaban yang tepat dalam hal kebijaksanaan, dan sebagai wujud dari
implikasi kehidupan doa yang bijaksana, maka anda akan mencari jawaban melalui
firmanya. Tetapi jika anda berdoa tanpa implikasi doa yang tepat, dan dengan tujuan,
supaya iman anda berwujud, tanpa bekerja keras untuk menemukan jawabannya, maka
hal itu tidak tepat, sebab doa yang demikian sama, seperti seorang petani yang
meminta Allah untuk melipatgandakan hasil pertaniannya, tanpa cara yang benar.
Bagaimana mungkin Allah bisa menjawab doanya kalau dia hanya berdoa, tanpa
bekerja keras? doa yang seperti itu adalah bagian dari kurangnya hikmat, dan cara cara
yang seperti itu, membuktikan saudara tidak menyadari anda kekurangan secara
rohani.

Rabu 27 April 2016

Seri #10 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:5 Bagian 3 Allah Menjawab, Kalau Kita Sadar-Bertobat Tidak Bijak
Sana

Hal selanjutnya yang perlu kita perhatikan adalah, “memberikan kepada semua orang”.
Istilah “memberikan” tersebut, diterjemahkan dari kata Yunani didontos dari akar kata
didomi, yang bermakna memberikan jawaban. Terjemahan FAYH mengatakan,
“maka Ia akan memberitahukannya”

makna memberikan di ayat 5 ini mengacu kepada pemberitahuan jawaban, tentang


bagaimana wujud dari iman yang benar. Jadi ketika seseorang memiliki kehidupan doa,
maka wujud kehidupan doa yang benar itu, isinya adalah praktek hidup yang sesalu
bertanya-tanya tentang wujud iman yang benar. Hidupnya selalu bertanya, “bagaimana
Tuhan cara saya mewujudkan iman yang dari padamu?”, maka hasil kehidupan yang
bertanya-tanya itu adalah Allah memberitahukan hikmat yang praktis [kebijaksanaan],
cara menunjukkan wujud dari iman.

Tadi telah kita lihat, bahwa yang dimaksud dengan memberikan adalah jawaban dalam
hal hikmat yang praktis. Lalu kemudian, oleh Yakobus, jawaban tentang hikmat praktis
tersebut dihubungkan dengan kemurahan hati Allah. Sebab di katakan ‘Allah
memberikan [menjawab] dengan murah hati, atau dalam terjemahan TB di katakan,
“memberikan dengan murah hati”

Apakah yang dimaksud dengan murah hati di sini? Kata murah hati, diterjemahkan dari
kata, haplos [ἁπλῶς], konteks dari kata ini adalah Allah menjawab dengan syarat yang
sangat sederhana atau dengan sangat mudah [Simple] atau Allah menjawab dengan
sifat yang tulus atau dengan kesungguhan hati untuk segera menjawab [sincerely] atau
Allah menjawab dengan jawaban yang berlimpah [bountifully]. Jadi kata haplṓs ini
bermakna, Allah membuka jawabannya dengan syarat yang mudah dan cepat, dan
karena melimpahnya jawaban itu, sehingga jawaban Allah yang melimpah tidak
sebanding [undividedly] dengan motivasi dan alasan alasan kita mengajukan
pertanyaan kepada Allah.

Untuk bisa memahami makna penulis ini dengan tepat, maka kita perlu memperhatikan
kata penghubung kai yang telah digaris bawahi dalam bahasa Yunani di bawah ini yang
digunakan Yakobus sebanyak 2 kali untuk menegaskan, jawaban Allah yang
berlimpah atas pertanyaan kita

haplōs kai mē oneidizontos, kai dothēsetai autō.

Pertama, kata haplōs dihubungkan dan ditegaskan kata penghubung [kai] dengan kata
oneidizontos, [haplos kai me oneidizontos] artinya jawaban Allah mengenai syarat
yang mudah [cepat], dan yang berlimpah itu sangat berkaitan erat dengan istilah
membangkit bangkit, bahkan istilah membangkit bangkit tersebut adalah
penegasan kepada syarat Allah yang sangat mudah dalam hal memberikan jawaban.
Dalam LAI TB di katakan, “dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit”.

Istilah membangkit bangkit adalah kalimat terbalik negatif, [tidak membangkit bangkit]
yang tujuannya sebagai penegasan Allah; untuk menjadi orang yang bijaksana,
sangat mudah [syaratnya]. Sebab kata membangkit bangkit dari bahasa Yunani
oneidizontos, berfungsi sebagai penegasan menggunakan kalima negatif. Secara
sederhana gambaran kata ini menegaskan; “saya tidak akan mencela atau mencaci,
atau mempermalukan atau menghina atau mencari, kesalahanmu yang membuat kamu
malu”.

Kedua, untuk ke 2 kalinya Allah menegaskan, [kai dothesetau auto] bahwa Allah pasti
membuat orang bijaksana, jika ada kesadaran, bahwa kita miskin rohani, kurang
bijaksana, dan membutuhkan tuntunan Tuhan supaya bisa menjadi manusia yang
bijaksana. Sebelumnya, kalau orang yang tidak sadar-sadar dicelaNya.

Matius 11:20, Lalu Yesus mulai mengecam [oneidizo] kota-kota yang tidak bertobat,
sekalipun di situ Ia paling banyak melakukan mujizat-mujizat-Nya.

Tetapi bagi orang yang sadar, bertobat, bahwa dirinya miskin rohani [kurang bijaksana]
dihadapannya, maka;

1. Allah Pasti memberitahukan hikmat yang praktis [kebijaksanaan], tentang bagaimana


cara menunjukkan wujud

2. Diberikan jawaban yang cepat, syarat mudah, dan berlimpah jawabannya,

3. Allah bahkan menegaskan, bahwa dia tidak akan mempermalukan atau mencari
cari kesalahan kita, sehingga berlama lama dalam menjawab.

4. Untuk yang ke dua kalinya Allah kembali mengulangi apa sudah dijanjikan, Allah
pasti memberikan jawaban

Kamis 28 April 2016

Seri #11 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:6 Apa Makna Meminta Dengan Iman?

Telah kita pelajari, bahwa Allah akan memberikan jawaban yang cepat atas pertanyaan
kita untuk kehidupan yang bijaksana dalam mewujudkan iman. kalau begitu, bagaimana
kita memahami jawaban yang cepat itu? Kapan? Berapa lama? Atau apa yang
dimaksud dengan secepatnya?

TB: Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang...[6]
Pertama, Ketika seseorang memiliki kehidupan yang bertanya dengan wujud iman,
maka saat itu juga Allah akan memberikan jawaban kepadanya. Kalau begitu, apakah
yang dimaksud dengan meminta dengan iman?

Sebelum kita melihat makna “meminta dalam iman”, maka perlu ditekankan sekali
lagi, bahwa kitab Yakobus tidak membahas tentang iman, tetapi wujud iman. Istilah
iman yang digunakan oleh Yakobus, tidak berkonotasi dengan definisi iman,
maksudnya bukan dalam arti iman secara pengertian, tetapi wujud doa yang beriman.
Sehingga istilah iman yang dimaksud bukan dalam arti, ‘orang percaya berdoa, dan
meminta dengan yakin sungguh sungguh’, meskipun tidak salah juga kalau kita berdoa
dan bertanya seperti itu, tetapi yang dimaksudkan Yakobus bukan seperti itu, tetapi
lebih kepada sikap hidup orang percaya yang bertanya tanya sebagai cara meminta
kepada Allah dengan cara yang benar. Jadi wujud dari permintaan itu, terdeteksi dari
sikap hidup yang bertanya, sikap hidup yang merindukan sebuah jawaban, tentang
sebuah pemahaman yang benar untuk bisa bijaksana dalam mempraktekkan wujud
iman yang tepat.

Sekilas, perlu kita katakan, bahwa salah satu fenomena “berdoa dengan iman” saat ini
telah melenceng jauh dari ajaran yang benar, banyak gereja mengajarkan kalau kita
semakin banyak berdoa, maka Tuhan akan melakukan perkara perkara yang besar,
tetapi benarkah demikian? Kita harus berani berkata, “tidak”. Hal ini dapat kita lihat dari
apa yang disampaikan oleh Yesaya: Yesaya 1:15 TB Apabila kamu menadahkan
tanganmu untuk berdoa, Aku akan memalingkan muka-Ku, bahkan sekalipun kamu
berkali-kali berdoa, Aku tidak akan mendengarkannya, sebab tanganmu penuh
dengan darah.

Yeremia 7:16 TB "Tetapi engkau, janganlah berdoa untuk bangsa ini, janganlah
sampaikan seruan permohonan dan doa untuk mereka, dan janganlah desak Aku,
sebab Aku tidak akan mendengarkan engkau.

memperoleh kesempatan untuk tumbuh

Kita tidak sedang mengajarkan anti banyak berdoa, tetapi sudah terlalu banyak nabi
palsu yang mendewakan doa, tetapi sebaliknya tidak hidup bijaksana dalam
mewujudkan kehidupan berdoa. kita telah melihat kecenderungan gereja yang
menyimpang di zaman kita, yang menjadikan ayat-ayat firman Allah seperti mantra
dalam berdoa, dan kemudian menjadikan doa sebagai komoditi untuk mendikte Tuhan,
lalu kemudian dengan lantang menyembunyikan berbagai wujud iman yang
menyimpang dari hadapan Allah yang maha tahu, dan meski begitu, masih dengan
sombongnya mengklaim akan mengalami mukjizat Allah. Itu sebabnya, kita melihat
fenomena, di mana banyak pemikiran yang konyol, di mana orang meyakini, meski
tanpa kehidupan yang bijaksana, [maksudnya tidak ada praktek nyata soal kehidupan
yang bijaksana, jadi bukan slogan dan retorika yang abstrak], bahwa yang penting, asal
berdoa, asal memperbanyak doa, asal banyak memuji-menyembah, dan asal banyak
berpuasa, maka, Allah akan melakukan mukjizat. Benarkah seperti itu? Untuk
mengujinya, maka kita perlu memperhatikan ayat 6 ini dengan tujuan supaya
paradigma kita tentang berdoa dengan iman, mengalami pembaharuan.
Pertama, hendaknya kita ketahui, bahwa apa yang di maksud dengan “Hendaklah ia
memintanya dalam iman” tidaklah dalam kerangka, berdoa dengan hati atau pikiran
yang beriman, tetapi lebih kepada praktek hidup doa yang menunjukkan sikap bertanya
kepada Allah.

Dalam pembahasan ayat 5, telah kita perhatikan bahwa istilah meminta [aiteitō] bukan
mengacu kepada seperti orang yang berdoa pada umumnya, tetapi kepada sikap hidup
yang bijaksana dalam bertanya. Sebab kata meminta [aiteitō] di ayat 5 bermakna
bertanya dalam wujud kehidupan doa yang bijaksana. Kemudian istilah meminta dalam
iman yang diterjemahkan LAI TB, diterjemahkan dari bahasa Yunani “aiteitō de en
pistei.” Di ayat 5, kita telah membahas penggunaan kata penghubung Yunani de.
Sekarang di ayat 6, kata penghubung de ini digunakan kembali untuk menjelaskan ayat
5 di dalam ayat 6 kembali dalam dua hal,

1. Apa yang dituliskan di ayat 6 untuk memberikan penjelasan yang lebih jelas di ayat 5.

2. Kata penghubung ini untuk menegaskan makna dari sikap hidup yang bertanya
kepada Allah [bertanya atau aiteito] di ayat 6

Yang kedua, makna iman yang di maksud di ayat 6 ini [pistei], bukan sebagai
keyakinan atau kepercayaan dalam akal budi, tetapi kesetiaan dalam hal praktek hidup.
Kata iman tersebut bermakna kesetiaan, persis sama dengan buah Roh yang ke 7
[Kesetiaan], di Galatia 5:22. Baik Galatia 5: 22 yang menjelaskan buah Roh no 7
[kesetiaan] maupun istilah iman di Yakobus 1:6 berasal dari kata Yunani yang sama
pistis. Jadi konotasi pistis di ayat 6 ini bermakna sikap hidup yang setia yang “layak
untuk dipercaya” Allah.

Jumat 29 April 2016

Seri #12 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:6 Bag. 2 Setia Dan Tidak Bimbang

Sekilas, perlu kita jelaskan, bahwa Galatia 5: 22 [poin yang ketujuh] yang membahas
kesetiaan, adalah nasihat Paulus yang menggambarkan orang percaya sebagai bagian
dari Roh [dilahirkan dari Roh]. Penggambaran itu menggunakan mekanisme pertanian,
semisal; pisang. Inti dari gambaran itu adalah; Jika kita mengaku sebagai bagian dari
pohon pisang, maka jika kita benar benar bagian dari pohon pisang, hal itu terlihat buah
pisang. Maksudnya, tidak mungkin orang mengakui bagian dari pisang, tetapi buah
yang ditunjukkan justru buah dari pohon kedondong. Implikasinya jelas, Tidak mungkin
pengakuan anda sebagai orang yang lahir dari Roh Allah benar adanya, kalau anda
tidak menunjukkan kesetiaan kepada Allah.

Begitu juga dengan Yakobus 1:6, tentang kesetian dari wujud iman, tidak mungkin anda
bisa menerima jawaban tentang bagaimana menjadi orang yang bijaksana dalam
menata kehidupan yang konkrit bagi Allah, padahal kehidupan saudara tidak
mencerminkan kesetiaan menurut cara hidup Allah. Jadi karena
kata pistis berhubungan dengan konteks keberwujudan iman dalam kehidupan sehari
hari, maka, pistis itu harus bermakna kesetiaan hidup menurut cara hidup yang takut
akan Tuhan, dengan demikian bila kita berbicara tentang istilah “meminta dengan
iman” maka wujudnya sudah harus dimulai dulu dengan adanya kesadaran telah salah
langkah dan kemudian kembali ke jalan yang benar, baru setelah itu kita rindu, dan
karena itu kita memiliki kehidupan yang bertanya kepada Allah saja [bukan kepada
selain Allah], dan setelah itu kita setia untuk selalu bertanya kepada Allah saja melalui
tindakan yang konkrit, yaitu kesungguhan untuk meneliti firman Allah: Ezra 7:10 TB,
Sebab Ezra telah bertekad untuk meneliti Taurat TUHAN dan melakukannya serta
mengajar ketetapan dan peraturan di antara orang Israel.

Memperhatikan penjelasan di atas, maka masih ada yang terasa yang belum konkrit,
yaitu seperti apa langkah langkah orang yang bertanya kepada Allah [meminta kepada
Allah]? Dan seperti apakah langkah sederhananya orang yang setia bertanya hanya
kepada Allah? sederhananya orang tersebut adalah tidak bimbang. Tetapi kita
kemudian bertanya, apa yang dimaksud dengan bimbang di sini? Seperti apa persisnya
istilah “jangan bimbang tersebut? Apakah istilah bimbang itu, hanya bersifat akal budi
atau praktek hidup yang tidak bimbang?

Kalau kita teliti, sebenarnya istilah tidak bimbang adalah istilah lain untuk kesetiaan itu
sendiri.

Istilah jangan bimbang, diterjemahkan dari 2 kata Yunani “mēden diakrinomenos”. Kata
meden dapat bermakna tidak sama sekali [none]. Kata meden ini terdiri dari 2 kata
dasar, “meden dan Heis”

Pertama, meden berfungsi sebagai kata penghubung negatif, jadi, secara


sederhananya, kata ini dihubungkan dengan kata bimbang, sehingga penekanannya
berfungsi untuk menjelaskan bahwa tidak ada cara yang lain [bimbang] selain setia.

Kedua, Sedangkan Heis, adalah kata Adjective, di mana tujuan dari penggunaan kata
ini dikhususkan kepada sifat manusia. Sifat manusia yang seperti apakah dimaksud?
Diakrinomenos. Itu sebabnya kata meden ini tidak boleh dilepaskan dari kata
diakrinomenos .Jadi kata tidak sama sekali harus dihubungkan dengan bimbang, jadi
artinya tidak boleh memberikan kesempatan untuk bimbang sama sekali. Lalu, apakah
sifat kebimbangan dari manusia yang ingin dijelaskan secara khusus oleh kata dasar
“Heis” tersebut? Dan bagaimana kita memaknainya?

Kata bimbang atau diakrinomenos adalah sifat hidup yang membeda-bedakan, praktek
hidup sehingga tidak seutuhnya hidup untuk Tuhan. Sederhannya, sebagagian
hidupnya untuk Tuhan, sebagian lagi untuk dirinya sendiri. Sifat membedakan ini tidak
datang dari Allah. Inilah yang mengakibatkan pikiran ragu-ragu, untuk melakukan
firman Allah secara total

Kata diakrinomenos ini berasal dari 2 kata, yaitu “dia dan krino”.

Pertama, Kata Yunani dia adalah preposisi [awalan] yang tujuannya untuk
menjelaskan sifat yang menyimpang ke sisi yang negatif [sehingga menjadi diakrino],
Jadi kata Yunani “dia”, digunakan sebagai awalan untuk menjelaskan sifat yang
menyeberang ke sisi jahat

Yang kedua, adalah krino. Tadi di atas telah kita perhatikan bahwa kata awalan dia +
krino melahirkan kata yang baru yaitu diakrino. Artinya sifat dari keragu-raguan yang
terjadi, terlahir justru akibat penilaian diri sendiri, karena sudah memutuskan sendiri
[tidak melibatkan Tuhan], dan Keputusan tersebut benar benar adalah hasil dari
pemikiran yang sungguh-sungguh dari dirinya sendiri. Jadi makna keragu-raguan yang
dimaksud di sini, justru datang dari hasil keputusan yang benar benar matang, untuk
tidak setia memiliki gaya hidup yang bertanya Tanya tentang cara hidup bijaksana,
tetapi keputusan yang matang ini bersifat negative, dan tidak melibatkan Tuhan

Sabtu 30 April 2016

Seri #13 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:6-7 Mengaku Beriman Tetapi Berperilaku Ragu Ragu

Makna kata krino [ragu] dapat di gambarkan seperti seorang hakim pengadilan yang
sedang menilai apakah dalam pengadilan dia memberikan Keputusan yang negatif atau
yang positif. Krino [ragu], adalah benar benar hasil dari kemauan diri sendiri untuk
membuat keputusan seperti layaknya seorang hakim, yangmemisahkan yang membuat
keputusan [penilaian] dalam memberikan vonis hukuman.

Krínō [keraguan] adalah sifat diri yang mapan tetapi justru kontras [menolak] dengan
firman Allah. Krino terjadi, untuk menyetujui hal hal yang salah. Krino rela terpisah, atau
memisahkan diri dari Allah [tidak setia, pistis] seperti sekam yang terpisah [memisahkan
diri] dari gandum: Mazmur 1:4 TB Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam
yang ditiupkan angin.

Orang yang bimbang [diakrinomenos] di ayat ini, digambarkan di dalam 2 gambaran.

1. Orang yang sama dengan gelombang laut.

2. Gelombang laut yang diombang-ambingkan kian kemari oleh angin.

Pertama, ada dua kata penghubung yang di gunakan di dua gambaran ini yang
menekankan dua hal yang berbeda: perhatikan yang saya garis berikut: ho gar
diakrinomenos eoiken klydōni thalassēs anemizomenō kai rhipizomenō;

Kata penghubung “gar”, digunakan sebagai kausalitas [sebab] kepada keragu-raguan


[gar diakrinomenos], maksudnya untuk memberikan penjelasan, akibat dari sifat
kebimbangan itu [akibat secara sadar menolak tunduk kepada firman Allah,akibat
seperti seorang hakim memutuskan jalan hidupnya sendiri untuk melakukan yang
jahat].

Untuk memperjelas keragu-raguan itu penulis Yakobus mengambil contoh dari


gelombang laut yang bisa dilihat pada zaman itu di laut Tiberias atau Laut Merah. Apa
yang kita pelajar dari penggunaan gambaran gelombang laut tersebut? gelombang laut,
tidak memiliki sifat yang tetap tenang, gelombang laut terus menerus bergerak ke
segala arah. Lalu, kenapa gelombang laut tidak bisa tenang? Karena selalu ditiup
angin. Jadi gambaran dari ditiup angin di sini digunakan untuk mengacu pada gerakan
dari keinginan duniawi yang terus menerus mendorong dirinya [anemizómeno], untuk
tidak hidup bijaksana, karena itulah disebut sebagai orang yang bimbang.

Kemudian, Yakobus menggunakan kata penghubung kai, untuk menekankan kembali


apa yang sudah dikausalitaskan di atas. Kalau sebelumnya di nomor 1, sudah
dijelaskan bahwa gelombang laut tidak memiliki sifat tenang karena selalu ditiup angin
[digerakkan], maka selanjutnya, ditekankan kembali, bahwa setelah ditiup angin, maka
gelombang laut akan selalu diombang-ambingkan atau lebih tepatnya, terhempas-
hempaskan sifatnya. Dengan demikian Yakobus ingin menyoroti dua hal dari gambaran
ini. Pertama, orang yang mengaku beriman, tetapi selalu mengikuti keinginan hatinya
yang jahat, dan yang kedua, yang selalu akan memiliki sifat yang terhempas-
hempaskan sesuai dengan kemauan hatinya saja. [kai rhipizomenō]:

Bandingkan dengan terjemahan berikut: KSZI: kerana orang yang ragu-ragu itu
umpama ombak laut yang terumbang-ambing ditiup angin. [ay, 6]

Tentu saja kita bertanya, apa indikasi sederhana dari orang yang selalu mengikuti jalan
hatinya? Maka ayat 7 pun menjawab pertanyaan tersebut. Mari kita soroti;

Ayat 7 dimulai dengan istilah orang yang demikian, mengacu kepada orang yang
bimbang atau ragu ragu yang digambarkan seperti angin yang diombang-ambingkan
angina, dan waktu kita menyelidiki ayat 5-6 kita bisa melihat, minimal 4 tanda tanda dari
orang yang ragu ragu-bimbang yang tidak akan mungkin bisa bijaksana menurut jalan
Tuhan.

1. Orang yang tidak sadar, atau tidak memiliki gaya hidup yang mau bertobat [takut
akan Tuhan], dan karena itu dia tidak pernah merasa berkekurangan, sehingga meski
jalan hidupnya sudah leceng jauh dari Tuhan.

2. Dia tidak memiliki gaya hidup yang bertanya Tanya hanya kepada Allah, sehingga
kebijaksanaan praktek hidupnya selu berdasarkan jawaban dunia.

3. Orang yang tidak memperhatikan kemurahan hati Allah, bahwa Allah itu adil, sebab
tiba saatnya Allah akan mencela dia karena kekerasan hatinya

4. Mungkin dia bertanya kepada Allah, tetapi cara hidupnya yang bertanya tidak terlihat,
tidak ada wujudnya. Sehingga pengakuan sebagai orang beriman tidak terlihat dari
praktek hidup orang yang beriman

Dengan ke 4 tanda tanda di atas, Yakobus dengan tegas mengajar, bahwa orang
yang dengan ke 4 tanda di atas, dilarang Allah untuk mengira bahwa dia menerima
sesuatu dari Allah.
Apa gunanya kita menjalankah keagamaan kita, kalau tidak memiliki gaya hidup yang
bertobat, tidak memiliki gaya hidup yang bertanya hanya kepada Allah melalui
firmanNya, tidak memperhatikan kemurahan hatiNya, dan tidak menunjukkan wujud
iman sebagai bukti kita beriman? Seban pada akhirnya kita pasti dilarang untuk
mengira, dilarang untuk meyakini; bahwa kita sebagai orang yang beriuman, sebab
wujud dari keyakinan kita tidak terlihat.

Minggu 31 April 2016

Seri #14 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:7-8 Double-Minded yang Gelisah

Kemarin telah kita pelajari bahwa, orang yang bimbang dengan 4 indikasi dilarang
Auntuk mengira bahwa dia menerima sesuatu dari Allah.

Bagaimanakah caranya untuk memahami larangan tegas tersebut? Untuk


memahaminya terlebih dahulu, kita perlu mengelompokkan perintah larangan tersebut
ke dalam dua poin. Sebab, ayat 7 ini dijelaskan Yakobus melalui satu kalimat yang utuh
yang bisa kita kategorikan ke dalam 2 poin penting

Poin Pertama, Yakobus menerangkan, bahwa orang yang demikian [lihat ke 4 poin di
atas]; supaya jangan mengira;

1. Kata jangan di sini menggunakan kata partikel negatif sebagai keterangan [jangan
mengira menerima] sekaligus sebagai kata perintah negatif [“me” atau jangan] kepada
orang yang ragu, dalam bahasa Yunaninya di katakan mē gar oiesthō [terj, harfiah,
kamu jangan berpikiran akan menerima satupun]

2. Kemudian, Yakobus menggunakan kata penghubung gar untuk menerangkan secara


jelas, akibat dari iman yang ragu-ragu tersebut [gar oiestho].

Makna dari konteks Oiestho di sini adalah, meskipun hidupnya tidak bijaksana, tidak
menjalani kehidupan beriman sebagi kesempatan untuk dimurnikan Tuhan, tetapi tetap
saja masih mengira atau masih menduga [to suppose,] bahwa cara hidupnya yang
duniawi itu tergolong bijaksana, yang datang dari Tuhan. Karena itulah di katakan me
gar oistho, bahkan lebih dari itu, karena kata oiestho berasal dari kata Oimai. Maka
makna jangan mengira di sini, lebih kepada tidak boleh mengira, dan memikirkan
untuk menerima dari Tuhan, apalagi membayangkannya.

Kedua, Yakobus menerangkan hubungan dari orang yang demikian [ragu ragu]
terhadap wujud imannya [sebab akibatnya] [dari bahasa Yunani hoti yang dalam
bahasa Indonesia diterjemahkan bahwa]; maksudnya, bahwa akibat dari orang yang
demikian adalah mereka tidak menerima sesuatu apapun dari Allah

Apa yang di maksud dengan tidak menerima sesuatu apapun?


Kata ini berasal dari dua kata, yaitu: lēmpsetai ti. Lempsetai berasal dari kata lambano,
yang artinya menerima atau mendapatkan, sedangkan kata ti berarti tidak, jadi
lempsetai ti dapat berarti; tidak bisa menerima atau mendapatkan apapun, tentang
cara hidup yang bijaksana atau, tidak akan bisa merebut apa yang telah hilang [tentang
cara hidup yang bijaksana] sebagai akibat meninggalkan cara hidup bijaksana di dalam
Tuhan [ragu ragu]. Kata merebut sengaja digunakan ke pada kata lempsetai, karena
kata lambano, berasal dari akar kata lab, yang berarti "aktif untuk merebut, supaya bisa
mengambil atau menerima,".

Lalu, Kenapa Yakobus mengatakan tidak bisa menerima cara hidup yang bijaksana
tersebut? Karena orang yang yang demikian memiliki kehidupan yang bimbang. Dalam
terjemahan bahasa inggris di katakan “double-minded,” sedangkan terjemahan LAI TB
menggunakan istilah mendua hati.

Kata mendua hati ini, berasal dari kata Yunani dípsyxos. Dalam bahasa Indonesia,
istilah dipsyxos hanya diartikan sebagai orang yang mendua hati, atau bimbang, tetapi
makna kata ini lebih dari definisi bimbang dan dua hati, tetapi lebih kepada kerohanian
yang mirip mirip dengan penyakit skizofrenia [gila]. Atau mirip dengan kepribadian
ganda. Sebab dípsyxos adalah kata sifat, yang berasal dari dua kata. Kata yang
pertama adalah dis, atau "dua" dalam arti negatif [penyimpangan] dan yang kedua
adalah psyxḗ, atau "jiwa". Jadi dipsyxos ini adalah bagian dari penyimpangan dari jiwa
yang sehat menurut ajaran Tuan Yesus. Perhatikan terjemahan berikut:

TL: orang yang bercabang hatinya,


KSKK: dan perilakunya akan selalu tidak pasti.

Cara terakhir melihat, apakah seseorang hidup bijaksana atau tidak, hidup dalam
praktek iman yang sehat atau hanya iman-imanan yang tidak jelas, maka kita bisa
melihatnya, melalui indikasi dorongan hatinya yang dípsyxos [ labil, atau bagaikan
orang yang memiliki 2 kepribadian ganda]. Misalnya, apakah dia stabil mengikuti aturan
yang telah diberikan Allah. Melalui mekanisme yang sudah diajarkan Alkitab atau tidak.
Sebab istilah tidak akan tenang dalam LAI TB, berasal dari kata Yunani akatastatos
yang bermakna pikiran yang labil, kelabilan itu terdeteksi dari satu ciri khas; yaitu sikap
hidup yang cenderung gelisah ketika menghadapi peirasmois [pencobaan-ujian]. Pada
waktu dalam keadaan tenang secara lahiriah, ini tidak terdeteksi, misalnya keuangan
tidak mengalami ujian, kesehatan tidak mengalami ujian, keluarga adem adem, hidup
secara lahiriah dalam keadaan aman aman, maka kita tidak bisa melihat apakah
seseorang, tergolong sebagai orang yang dipsyxos atau tidak, tetapi waktu datang
ujian, atau ketika Allah mulai menempa dirinya dalam proses-proses pengujian Tuhan,
maka sikap hidupnya langsung terdeteksi yang dipsyxos akan terdeteksi, sebab pada
saat saat itu orang tersebut akan cenderung gelisah.
Senin 02 Mei 2016
Seri #15 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:9 Apa Maksudnya Bermegah Atas Kemiskinan?

Hari minggu 01 Mei kemarin kita telah pelajari bahwa tanda tanda dari orang yang
bimbang dan tidak setia itu adalah gelisah pada waktu datang ujian dan pencobaan.
Hari ini kita akan melihat lebih kongkrit lagi tanda tanda dari orang orang yang hidupnya
tidak bijaksana, yang tidak setia kepada Allah.
LAI TB: Baiklah saudara yang berada dalam keadaan yang rendah bermegah karena
kedudukannya yang tinggi. [ay 9]
Bahasa Yunani Stephens Textus Receptus (1550)
kauchasthō de o adelphos o tapeinos en tō upsei autou
Ayat 9-11 adalah bahasa bahasa retorika, sebuah tehnik nasehat dengan
menggunakan teknik persuasi. Tehnik ini digunakan oleh Yakobus untuk untuk
menyindir orang orang percaya. Melalui persuasi ini Yakobus mengharapkan mereka
menunjukkan wujud iman yang benar, jika mereka benar benar adalah orang yang
percaya.
Jika di ayat 1-8 kita belum melihat siapa saja yang diminta untuk bersukacita atau
berbahagia saat datang ujian-pencobaan [peirasmois], maka di ayat 9 ini sasaran
nasehat Yakobus sangat jelas. Hal ini terlihat jelas dari kata penghubung de yang
berfungsi sebagai penjelasan yang lebih detail terhadap apa yang sudah dibicarakan di
ayat 1-8. artinya, ayat 9 dan seterusnya masih membicarakan topik pencobaan-ujian.
Pertama, Yakobus menyindir orang yang miskin yang tidak bisa menunjukkan wujud
iman yang benar sebagai bukti mereka orang percaya
WBTC Draft: Biarlah orang percaya yang miskin bersukacita sebab Allah menganggap
mereka sangat penting. [ay 9]
Paulus menegor orang orang miskin, jika mereka benar benar orang percaya, maka
satu satunya cara untuk bisa melihatnya adalah, dari respon mereka terhadap keadaan
miskin tersebut. Sebab keadaan yang miskin justru cara yang tepat untuk melihat iman
yang benar.
Bagaiman mungkin kita benar benar sebagai orang percaya, jika kita tidak bisa
menampilkan wujud sebagai orang percaya. Dan lagi pula keyakinan percaya yang
hanya di otak saja, tidak bisa dibuktikan, dan karena itulah kemiskinan adalah salah
satu kondisi yang tepat untuk membuktikan bahwa seseorang benar benar orang
percaya. Dengan cara bagaimana? Dengan cara bermegah karena kedudukannya
yang tinggi.
Kalau di ayat 1 Yakobus membuka suratnya dengan mengucapkan salam yang
bermuatan “sukacita” atau “kegembiraan” [chairein], kemudian di ayat 2 Yakobus
mengulangi dan menekankannya kembali. Isi penekanan Yakobus ini adalah nasehat
supaya mereka berbahagia pada waktu mengalami pencobaan [Charan]. kini Yakobus
dengan jelas, menunjuk orang miskin supaya mereka bermegah, sebab keadaan
mereka yang miskin adalah kesempatan untuk kedudukan yang tinggi
Yakobus memerintahkan untuk bermegah [Kauchasthō ] atas keadaan mereka yang
miskin. Kata kauchasthō di konteks ini berarti “memegahkan keadaan mereka yang
miskin, atau “bersukacita” karena mereka miskin. Kata kauchasthō ini berasal dari
kata kaucaomai , biasanya diartikan seperti orang yang berkepala tegak karena
kepercayaan diri sendiri atas keadaannya, karena kata ini berasal dari akar kata
auχen ["leher"], yang mengacu kepada; memegang kepala tinggi-tinggi [tegak]. Kata ini
dipakai oleh Paulus, baik dalam arti negatif [Rom 2:17] maupun positif [Rom 5:2]. Tetapi
salah satunya dalam konteks ini kata ini diartikan bermegah atas kemiskinan.
Kenapa mereka harus bermegah atas kemiskinan tersebut? Sebab keadan mereka
yang miskin itu menjadi ujian. Di ayat 2-3 jelas menyebutkan bahwa ujian-pencobaan
itu bermakna untuk membuktikan kemurnian iman, atau untuk membuktikan bahwa
iman adalah murni atau iman yang sejati. Maksudnya, kemurnian iman itu terwujud
melalui masa trial atau percobaan atau pencobaan atau berbagai kesukaran dan
kesusahan hidup. Lalu bagaimana mungkin seseorang bisa mengalami kemurniaan
kalau mereka tidak mengalami ujian-pencobaan? Bagaimana mungkin seseorang bisa
mengalami ujian pencobaan jika mereka tidak jatuh ke dalam keadaan miskin?
Bagaimana mungkin mereka bisa menjalani proses ujian kemurnian itu kalau mereka
justru menolak, bersungut sungut, tidak berbahagia atas keadaan yang miskin itu?

Selasa 03 Mei 2016


Seri #16 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:9 Bagian 2 Menguji Orang Yang Benar Benar Ditinggikan Allah
Di ayat 9 ini ada yang terasa sulit untuk kita mengerti, yaitu ketika dalam LAI TB
mengatakan, “keadaan yang rendah bermegah karena kedudukannya yang tinggi”.
Frasa ini masih belum begitu jelas maksudnya. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan
keadaannya yang rendah bermegah karena kedudukannya yang tinggi? Baiklah terlebih
dahulu kita memeriksa makna rendah di ayat ini.
Pertama, ayat ini hendak menegaskan bahwa keadaan rendah di sini tidak hanya
berkonotasi miskin secara umum. Tetapi juga kepada hidup dalam keadaan
sederhana. [akan dijelaskan di ayat 10]
AYT: Biarlah saudara yang hidup sederhana bangga saat ia ditinggikan,
KSZI: Saudara yang hidup dalam keadaan sederhana patut bermegah dengan
kedudukannya yang tinggi.
Jadi di satu sisi, istilah rendah di sini bisa bermakna orang orang yang hidupnya
sederhana atau membuat gaya hidupnya sederhana, sehingga meski orang orang
tertentu dipercayakan Tuhan banyak harta, tetapi jika gaya hidup mereka sederhana,
dan hartanya digunakan untuk pekrjaan Tuhan, maka mereka tergolog sebagai orang
yang rendah.
Kedua, tetapi ayat ini juga bermakna; orang orang yang benar benar miskin, tetapi
mereka sudah menjadi orang percaya, artinya karena mereka sebagai orang percaya
mereka mendapatkan kedudukan yang tinggi, yaitu menjadi umat pilihan Allah.
Baiklah kita melihat dulu apa sebenarnya makna bahasa Yunani dari kata rendah
tersebut.
Pertama, Tapeinos adalah kata sifat, yang menggambarkan kerendahan keadaan
[miskin]. Kerendahan ini dikiaskan Yakobus dengan cara menyindir ketidak bahagiaan
mereka atas kemiskinannya [karena orang kristen miskin saat itu justru tidak
berbahagia], Yakobus menyindir, ‘meski sekarang kalian miskin, tetapi seharunya kalian
bahagia, karena Allah sudah membuat kalian kaya secara rohani.’

Yakobus menyindir mereka, supaya keadaan miskin itu mereka jadikan sebagai bukti,
dan kesempatan untuk bergantung sebanyak banyaknya kepada Allah.
Matius 5:3 LAI TB: "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena
merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Orang mungkin berkata, kemiskinan-kesederhanaan tidakah satu2nya cara untuk
bergantung kepada Allah, tetapi pernyataan seperti itu hanya teori belaka, ingat, secara
pikiran, memang sering berpikir seperti itu tetapi dalam kenyataannya tidak demikian,
artinya, orang orang yang miskin dan sederhanalah yang memiliki banyak kesempatan
untuk terus menerus bergantung kepada Allah, karena keadaan mereka mengharuskan
mereka untuk selalu bergantung, sedangkan orang kaya tidak memiliki kesempatan
untuk bergantung kepada Allah karena keadaan mereka tidak memungkinkan untuk
mereka bergantung kepada Allah.
1 Timotius 6:17 LAI TB: Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar
mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti
kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita
segala sesuatu untuk dinikmati.
Ingat, wujud iman tidak membicarakan teori iman tetapi contoh kongkrit untuk takut
akan Tuhan. Dari mana seseorang bisa membuktikan bergantung kepada Allah, kalau
dia membentengi dirinya dengan kekayaan? Misalnya, Kalau tidak berkekurangan,
mana mungkin seseorang mau meminta [bergantung]? Kalau seseorang memiliki
segala hal untuk membuat dirinya aman, apa lagi yang dia minta kepada Allah
[bergantung]? Saya kira tidak benar, orang kaya bisa bergantung kepada Allah, orang
yang benar benar bergantung kepada Allah adalah orang yang tidak menjadikan
kekayaan untuk membentengi dirinya. Jadi bergantung kepada Allah, tidak dinilai dari
doa, ritual, dan ucapan retorika, tetapi dari keadaan hidup yang miskinlah seseorang
bisa bergantung pada Allah.
Bagaimana kita mengetahui benar atau salah; kedudukan seseorang kaya, tinggi di
hadapan Allah? Dengan menunjukkan bahwa kekayaannya akan lenyap, karena itu dia
membagikannya kepada orang orang yang membutuhkan. Bagaimana mungkin
seseorang miskin ditinggikan Allah? dengan cara bermegah atas keadaannya,
maksudnya keadaannya yang miskin menjadi kesempatan yang besar untuk terus
menunjukkan wujud nyata dia terus menerus bergantung kepada Allah?

Rabu 04 Mei 2016


Seri #17 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:10 Ironi “Pengakuan” Orang Kaya Dan Miskin Sebagai Orang
Percaya

Senin kemarin kita telah mempelajari, bahwa; Yakobus menyindir orang yang miskin
yang tidak bisa menunjukkan wujud iman yang benar sebagai bukti mereka orang
percaya
Saat ini kita akan melihat, bagaimana Yakobus menyindir orang kaya.
TSI: Sedangkan kalau kamu kaya atau mempunyai kedudukan tinggi, bersukacitalah
kalau kamu sudah menyadari bahwa kekayaan atau kedudukanmu itu hanyalah
sementara saja. Karena orang kaya digambarkan seperti bunga tanaman liar yang
cepat layu dan rontok. [ay 10]
Di ayat 9 sebelumnya, Yakobus memerintahkan orang miskin supaya bermegah
[Kauchasthō ] atas keadaan mereka yang miskin. Karena saat itu orang miskin tidak
bermegah, sekarang orang kaya disindir dengan sangat keras sekali.
Bahasa Yunani Stephens Textus Receptus (1550)
o de plousios en tē tapeinōsei autou hoti ōs anthos chortou pareleusetai
Ayat 10 ini adalah penekankan terbalik kepada poin ayat 9 dengan dua poin penting.
Pertama, Yakobus menggunakan kata Yunani de, untuk menjelaskan poin di ayat 9
dengan cara terbalik kepada orang kaya. Kalau Di ayat 9 apa sindiran yang
ditekankan? Sifat orang miskin yang dulunya tidak mau berbahagia atas kemiskinan
mereka, padahal keadaan mereka yang rendah adalah wujud nyata yang membut
orang percaya bisa selalu bergantung [Tapeinos ] kepada Allah. Sedangkan, di ayat
10 orang kaya disindir dengan sangat keras? Di mana kekayaan itu dihinakan Allah,
dianggap tidak berguna untuk hidup kekal, dan karena itu mereka harus
membagikannya kepada orang orang yang membutuhkannya.

Jika di ayat 9 Yakobus menggunakan kata tapeinos sebagai sindiran dan ironi,
karena kemiskinan itu adalah kerendahan dalam menggambarkan ketergantungan
kepada Allah, maka di ayat 10 Yakobus menggunakan kata Tapeinosei. Sebagai
sindiran dan ironi dan juga sebagi bukti, bahwa seseorang rendah hati di hadapan Allah
adalah harus terjadi dulu kehinaan , harus ada dulu penghinaan. Ini adalah sebuah
gambaran. Misalnya tidak mungkin kita mengaku seseorang rendah hati, kalau tidak
terlebih dahulu ada yang mengujinya. Inilah sindiran keras itu. Allah seperti menghina
harta orang kaya tersebut, harta itu tidak berguna bagi Allah. Inilah gambaran dari
Penghinaan terhadap harta tersebut. [dalam arti dibagikan kepada yang
membutuhkannya], karena kekayaan itu tidak membuat makna apa apa dalam
kehidupan orang kaya yang percaya.
TSI: Sedangkan kalau kamu kaya atau mempunyai kedudukan tinggi, bersukacitalah
kalau kamu sudah menyadari bahwa kekayaan atau kedudukanmu itu hanyalah
sementara saja.
FAYH: Sedangkan orang kaya seharusnya bergembira bahwa kekayaannya sama
sekali tidak berarti bagi Tuhan.
Yakobus ini secara langsung menyindir orang-orang kaya karena, sering kali, sangat
sulit bagi mereka untuk bertahan menghadapi ujian iman. Sering kekayaan mereka
itulah yang menjadi andalan atau yang menjadi ilah mereka. Dan setiap kali mereka
menghadapi ujian iman, mereka akan mendua hati terhadap Allah karena tersedianya
andalan lain bagi mereka.
Sangatlah mudah bagi mereka yang kaya untuk mengatakan “mereka mengasihi
Allah”, tetapi fakta hidup mereka, adalah mereka hanya mengasihi uang, sedemikian
rupa hingga mereka tidak bisa bergantung sepenuh hati kepada Allah dan gagal di
dalam menghadapi ujian iman. Kata-kata rasul Yakobus ini ditujukan terutama kepada
orang kaya karena mereka juga harus menghadapi ujian iman. Yakobus
menggambarkan ujian ini dengan kata-kata ‘direndahkan’. Yakobus memandang
perkara ini dengan mata iman. Oleh karena ini, dia menyuruh mereka untuk
bersukacita. Mungkin mereka akan kehilangan harta benda, atau mereka akan
direndahkan kedudukannya di dalam ujian iman ini, akan tetapi Yakobus menyuruh
mereka untuk bersukacita karena harta benda yang mereka miliki itu hanya bersifat
sementara.

Kamis 05 Mei 2016


Seri #18 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:10-11 Gambaran Tegoran Kepada “Kedudukan Kekayaan”

Kita telah memeriksa kata keadaan yang rendah [tapeinos] di ayat 9 dan
kedudukan yang rendah [tapainosei] di ayat 10 dalam dua bentuk pengertian.
Pertama, kata tapeinos merujuk kepada keadaan orang miskin dan yang kedua kata
tapeinosei dari akar kata tapainoo yang sama dengan kata tapeinos merujuk kepada
kedudukan orang kaya.
Kalau kepada keadaan orang miskin, kata ini sebagai sindiran; keadaan yang yang
miskin adalah bukti kongkrit untuk bisa merendah, dan untuk selalu bergantung
kepada Allah. Sedangkan kepada orang kaya; kata ini bermakna kedudukan yang
kekayaan tidak penting atau sebagai gambaran dari kekayaan yang di hina; bahwa
harta itu tidak berarti bagi Allah, dengan demikian, orang kaya harus menjadi rendah
hati dengan tindakan kongkrit. [menyalurkan hartanya untuk pekerjaan Tuhan]
Kalau rabu kemarin kita telah menyelesaikan poin Pertama, di mana Yakobus
menggunakan kata de untuk menjelaskan poin di ayat 9 . Maka penjelasan itu akan
kita lanjutkan dengan menggunakan gambaran Kata penghubung kedua [hoti] untuk
memberikan gambaran jelas dari sindiran kepada kekayaan, bahwa akibat dari
kedudukan keyaan itu adalah menjadi seperti bunga rumput.
Gambaran bunga rumput di Alkitab adalah sebuah konotasi kepada penghakiman
karena tidak takut akan Allah;
Yesaya 40:7 LAI TB: Rumput menjadi kering, bunga menjadi layu, apabila TUHAN
menghembusnya dengan nafas-Nya. Sesungguhnyalah bangsa itu seperti rumput.
Karena orang kaya diandaikan sebagai orang yang bimbang [ayat 8] maka gambaran
dari orang yang kaya yang bimbang sama seperti lenyapnya bunga rumput yang
dihembuskan nafas Allah.

Bunga rumput yang dimaksud adalah bunga rumput dari padang rumput:
KSKK: dan hendaklah orang kaya berbangga karena direndahkan, sebab ia akan
lenyap bagaikan bunga di padang.
Bunga rumput dipadang disebut sebagai bunga rumput karena tergolong sebagai
bunga dari tanaman liar:
TSI: Sedangkan kalau kamu kaya atau mempunyai kedudukan tinggi, bersukacitalah
kalau kamu sudah menyadari bahwa kekayaan atau kedudukanmu itu hanyalah
sementara saja. Karena orang kaya digambarkan seperti bunga tanaman liar yang
cepat layu dan rontok.
Gambaran dari bunga rumput dari tanaman liar di padang ini, Di ayat 11 dijelaskan 5
kali , hal itu terlihat dari kata penghubung yang digunakan untuk menjelaskan maksud
dari gambaran penghakiman itu. Perhatikan yang saya garis bawahi dari terjemahan
Yunani berikut ini
Bahasa Yunani Stephens Textus Receptus (1550)
aneteilen gar o ēlios sun tō kausōni kai exēranen ton chorton kai to anthos autou
exepesen kai ē euprepeia tou prosōpou autou apōleto outōs kai o plousios en tais
poreiais autou maranthēsetai
Pertama, matahari terbit yang menghasilkan sinar yang panas adalah gambaran
pertama dari Allah yang melawan orang yang bermegah atas kekayaannya.
Kedua, matahari yang menghasilkan sinar panas pasti suatu saat menyebabkan
bunga rumput liar ditengah tengah padang ruput menjadi layu. Itu adalah gambaran
kedua dari tingkatan tegoran yang keras kepada kemegahaan atas kekayaan
Ketiga, matahari yang menghasilkan sinar panas bukan hanya menjadikan bunga
rumput liar ditengah tengah padang ruput menjadi layu, tetapi menyebabkan bunganya
berjatuhan. Ini tingkatan ketiga, tegoran yang sangat keras terhadap orang yang
bermegah atas kekayaannya
Keempat, matahari yang menghasilkan sinar panas bukan hanya menjadikan bunga
rumput liar ditengah tengah padang ruput menjadi layu, dan bunganya berjatuhan.
Tetapi akan membinasakannya. Ini adalah gambaran dari tegoran tingakat tertinggi,
bahwa siapa yang bermegah atas kekayaannya akan dibinasakan oleh Allah, hal itu
terlihat dari poin kelima,
Kelima, sebab di katakan, begitulah orang kaya yang mengejar kekayaan, dia
dimatikan oleh Allah pada waktu dia masih sibuk dengan segala usahanya.

Ada dasar rohani untuk bermegah bagi orang miskin [2 Kor 6:10], karena orang miskin
yang mengandalkan Allah secara total memiliki kedudukan yang tinggi di mata Allah.
Perintah ini mungkin juga dimaksudkan sebagai respon terhadap sikap beberapa orang
miskin yang mengambil hati orang kaya [tidak mau bermegah dalam Tuhan] dengan
cara memperlakukan orang pang kaya secara istimewa

Jumat 06 Mei 2016


Seri #19 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:12 Memahami Orang Yang Bertahan Dalam Pencobaan –Ujian

Di ayat 12, Yakobus berbicara tentang hal ‘bertahan dalam pencobaan’ dan juga
tentang ‘tahan uji’. LAI TB dan semua terjemahan Alkitab bahasa Indonesia, serta
seluruh terjemahan bahasa inggris menggunakan 2 kata secara bergantian, untuk kata
yang sama dalam terjemahan aslinya [peirasmos] yaitu pencobaan dan ujian.
Kata ‘pencobaan [temptation]’ di ayat 12, di dalam bahasa Yunaninya memakai kata
Peirasmos, kata ini juga [peirasmos] yang digunakan untuk istilah ‘pencobaan [trials]’ di
ayat 2. Dan juga kata ‘ujian [test]’ di ayat 12 juga memakai kata yang sama dengan
‘ujian [testing]’ di ayat 3.
Sekalipun kata ‘ujian [testing]’ dan kata ‘pencobaan [temptation]’ adalah kata yang
berbeda dalam terjemahan bahasa inggris dan bahasa indonesia, namun keduanya
memiliki makna yang sama dalam memurnikan iman menurut Rasul Yakobus, sekali
lagi tidak ada perbedaan di antara keduanya, baik ujian, maupun cobaan sama sama
untuk memurnikan iman. Tetapi jangan lupa memurnikan iman di sini dalam arti, bukti
sebagai orang beriman, wujud dari orang yang beriman.
Arti ‘pencobaan’ di sini, dan kata ‘bertahan’ dan ‘tahan uji’ menjelaskan tentang konsep
Peirasmos. Kata Peirasmos mengandung dua arti di sini:
Pertama, kata ini juga bisa berarti “ujian” [ayat 12; bandingkan terjemahan LAI
[Lembaga Alkitab Indonesia] menterjemahkan menjadi “pencobaan.”] Ujian di sini
maksudnya berbagai macam kesulitan dari luar. Misalnya, Dalam konteks orang
kaya dan orang miskin, maka dari luar artinya adalah orang kaya datang menindas
orang miskin,
Kedua, kata ini juga berarti “pencobaan” [ayat 13-15] yang berasal dari dalam diri
sendiri untuk melakukan perbuatan jahat. Misalnya orang kaya yang memiliki niat,
untuk menindas orang miskin. Kalau yang pertama ujian ditujukan kepada orang miskin,
maka yang kedua pencobaan di tujukan kepada orang kaya.

Di ayat 12, Yakobus masih melanjutkan penjelasannya kepada orang kaya dan orang
miskin.
Bagi orang kaya, mereka harus bertahan dalam pencobaan, mereka harus berbahagia,
saat mereka ditegor untuk tidak bermegah atas kekayaannya, karena itu mereka harus
bisa tidak menindas orang miskin tetapi mereka harus menolongnya. Sedangkan orang
miskin mereka harus bertahan dan hal tahan uji. Ketika mereka ditindas, maka mereka
harus berbahagia, sebab justru ketika mereka berbahagia, hal itu adalah wujud dari
iman mereka yang sejati.
Jika kita berulang ulang membaca pasal 1: 1-18, maka jelas sekali Yakobus masih
membahas topik tentang ujian iman; alur pemikirannya masih belum beralih dari ayat 2.
Ayat 2 membicarakan kebahagiaan saat menghadapi ujian dan cobaan, dan di ayat 9-
11 jelas bahwa ujian dan cobaan ditujukan kepada orang kaya dan orang miskin. Orang
kaya menghadapi cobaan, karena bemegah atas kekayaan itu datang dari dalam diri
sendiri. Sedangkan ujian ditujukan kepada miskin, karena kesukaran hidup mereka
tidak datang dari diri mereka tetapi datang dari orang orang kaya yang menindas
mereka.
Di dalam ayat 2, Yakobus ingin agar orang percaya bersukacita di dalam berbagai
pencobaan dan ujian. Mengapa orang percaya harus bersukacita di dalam berbagai
pencobaan itu? Jawabannya ada di ayat 12. TB: Berbahagialah orang yang bertahan
dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota
kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia. [ay 12]
Baik ujian maupun cobaan adalah sama sama kesusahan. Sebab, bagi orang kaya,
ketika hendak hidup sederhana, mereka pasti akan memberikan hartanya bagi orang
yang membutuhkan maka hal itu adalah kesusahan. Bagi orang miskin yang ditindas
oleh orang kaya, ditindas, dan lalu harus tetap bersukacita adalah pekerjaan yang
susah untuk dilaksanan, dan hal itu juga adalah kesusahan. Tetapi orang miskin dan
orang kaya yang bertahan dalam kesusahan tersebut akan sama sama menerima
upah, maksudnya akan lolos ujian wujud iman, mereka akan dilihat Allah sebagai orang
yang bisa menunjukkan wujud iman mereka, merekalah orang yang beriman, yang
menerima yang benar benar percaya dan menerima hidup kekal.
Sabtu 07 Mei 2016
Seri #20 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:12 bagian 2 Memahami Orang Yang Bertahan Dalam Pencobaan –Ujian

Setiap orang tidak pernah luput dari Peirasmos, namun Yakobus menasihati kita untuk
tetap bertahan terhadap segala kesulitan itu dengan tetap teguh dan setia kepada
Allah. Tetap bertahan di tengah kesulitan merupakan ujian sesungguhnya. Jika kita
berhasil melewati ujian tersebut, Allah jauh sebelumnya telah berjanji bahwa Dia ‘akan
menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa
yang mengasihi Dia’ [ay 12b]. Apakah yang dimaksud dengan mahkota kehidupan?

Mahkota kehidupan hanyalah gambaran dari orang yang akan menerima kehidupan
yang kekal.. Istilah mahkota adalah istilah dari bahasa Yunani Stephanos, arti dari kata
ini adalah karangan bunga [garland], karangan bunga ini, jaman dahulu diberikan
kepada pemenang dalam permainan atletik kuno [seperti Olimpiade Yunani] karangan
ini adalah lambang dari orang orang yang benar benar telah menunjukkan, bahwa;
wujud imannya dibuktikan dalam kehidupan sehari hari. bandingakan dengan
terjemahan berikut

WBTC Draft: Allah akan memberikan hadiah hidup kekal kepadanya, yang telah
dijanjikan-Nya kepada mereka yang mengasihi-Nya
VMD: Allah akan memberikan hadiah hidup kekal kepadanya, yang telah dijanjikan-Nya
kepada mereka yang mengasihi-Nya
BIS: ia akan menerima upahnya, yaitu kehidupan yang telah dijanjikan Allah kepada
orang-orang yang mengasihi Allah.
Ay 12b ini bukan hanya menunjukkan hidup kekal yang akan kita terima kalau kita bisa
bertahan atau bertekun dalam kesukaran, tetapi dari 3 kata-kata yang saya garisbawahi
di atas, kita bisa mempelajari hal-hal yang harus kita lakukan untuk bisa bertahan dan
bertekun:

1. Kita harus melihat dan percaya kepada janji Tuhan.


Alkitab berisikan banyak janji Tuhan yang berguna dalam menghadapi kesukaran /
penderitaan, Karena itu rajinlah dan tekunlah dalam membaca Alkitab [bersaat teduh]
dan belajar Alkitab, karena tanpa itu saudara tidak akan bisa melihat dan percaya pada
janji Tuhan di tengah-tengah kesukaran dan penderitaan saudara.
2. Kita harus memandang pada mahkota kehidupan yang dijanjikan
Dengan kata lain, kita harus mengarahkan pandangan kita pada kekekalan. Orang yang
mengalami penderitaan, sering punya kecondongan untuk mengarahkan
pandangannya pada kesukaran / penderitaannya, dan akibatnya ia menjadi sedih,
kecewa, putus asa dsb. Tetapi Firman Tuhan mengajar kita untuk memandang ke
surga, karena ini bisa menguatkan kita dalam menghadapi kesukaran / penderitaan.
Ro 8:18 - “Sebab aku yakin bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat
dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita”.
2Kor 4:17 - “Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami
kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan
kami”.
3. Kita harus membuktikan kasih kita pada Tuhan.
Yakobus tidak mengatakan ‘melayani Tuhan’ tetapi ‘ mengasihi Tuhan’. Kalau kita
benar benar mengasihi Tuhan maka wujudnya adalah, kita akan kuat menghadapi
apapun yang tidak enak, demi Tuhan yang kita kasihi itu! Karena itu peliharalah kasih
saudara kepada Tuhan dengan cara:
pertama, tidak mencintai uang / dunia, karena kalau kita mencintai uang / dunia, kita
tidak akan mencintai Tuhan
Kedua, merenungkan cinta Tuhan yang Ia tunjukkan melalui kematian Yesus di kayu
salib bagi saudara!
Yakobus melihat bahwa jemaat harus bertahan terhadap segala kesulitan dari luar,
namun sisi lain jemaat juga harus waspada terhadap pencobaan yang datang dari
dalam dirinya sendiri. Menghadapi musuh dari luar harus tetap teguh dan setia kepada
Allah, namun bukan berarti kita tidak akan pernah melakukan perbuatan jahat atau
dosa dari dalam diri kita sendiri. Karena itu hati hati hatilah terhadap ujian dari orang
lain, dan pencobaan dari diri kita dalam segala hal maka dengan demikian kita bisa
berhikmat dalam membuktikan kasih kita pada Allah

Minggu 08 Mei 2016


Seri #21 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:12Penutup Pembahasan Minggu Ini


Bagi rasul Yakobus, menjalani ujian iman adalah hal yang sangat penting, untuk
membuktikan ketahanan dan kemenangan terbesar kita di dalam menghadapi ujian itu.
Pada dasarnya, mahkota kehidupan itu melambangkan tuntasnya keselamatan kita
atau pembuktian Allah, apakah iman kita benar benar dari Tuhan atau tidak, jadi
penerimaan kita oleh Tuhan. Digambarkan sebagai mahkota pada saat kita
menyelesaikan perjuangan iman kita
Sekali lagi, saya ingin menekankan pentingnya pertumbuhan di dalam kehidupan
rohani. Banyak pendeta sekarang ini yang hanya peduli pada jumlah orang percaya di
dalam gereja namun tidak peduli pada pertumbuhan rohani mereka. Mereka juga
meremehkan makna penting ujian iman ini. Entah orang-orang percaya itu akan
berhasil atau gagal di dalam ujian itu, tidak menjadi masalah penting bagi mereka.
Bagi pada pendeta ini, hal ‘menerima mahkota kehidupan’ hanya masalah hadiah, dan
bukan masalah keselamatan. Pemahaman seperti ini telah mengakibatkan banyak
orang Kristen tersesat sehingga mereka sering tidak siap ketika berhadapan dengan
pencobaan. Dan sekalipun mereka gagal di dalam ujian itu, mereka sama sekali tidak
merasa khawatir akan hal itu.
Penekanan atau pemahaman seperti itu bisa kita bayangkan seperti seorang profesor
yang berkata kepada para mahasiswanya, “Ujian akhir tidaklah penting. Mereka yang
berhasil akan mendapat ijazah. Mereka yang gagal juga tidak perlu khawatir karena
kalian juga akan lulus. Hanya saja, kalian tidak menerima ijazah. Ijazah itu hanya
sekadar hadiah. Tidak ada manfaatnya.” Saya yakin bahwa tidak seorang pun yang
akan mempercayai omong kosong semacam ini. Lalu mengapa kita justru percaya jika
dikatakan bahwa ujian iman [atau ujian di universitas]

itu tidak penting, dan mahkota kehidupan [ijazah] itu juga tidak penting? Rasul Yakobus
memberitahu kita di dalam ayat 12 bahwa mahkota kehidupan itu diberikan kepada
mereka yang mengasihi Tuhan. Ini bukan sekadar masalah hadiah, ini perkara apakah
Tuhan melihat kita menampilkan wujud dari iman, jadi Allah menilai kita bukan dari
pengakuan mulut kita sebagai orang beriman tetapi dari tindakan kita wujud iman kita
dalam kehidupan sehari hati. Itu yang membuktikan kita menerima hidup yang kekal
Sekilas ini akan seperti mengandalkan kebenaran kita sendiri. Tetapi bukan itu
maksudnya, iman yang dinilai Allah bukan iman dalam pikiran yang tidak dipraktekkan
dalam kehidupan sehari hari, iman yang demikian bukan iman yang benar, atau bisa
kita akan iman yang seperti itu bukan iman yang dari Tuhan, iman yang demikian
adalah iman palsu. Iman yang benar adalah iman yang terlihat buahnya. Jadi kita tidak
sedang mempersoalkan apakah seseorang benar benar beriman atau tidak, kita tidak
sedang mempersoalkan bahwa kita diselamatkan oleh iman atau oleh perbuatan atau
oleh iman dan perbuatan, tetapi ini berbicara tentang, iman yang benar harus terlihat
dari buahnya.
Iman hanya bisa dinilai dari buahnya. Contoh yang sederhana, adalah waktu kita mau
makan buah pisang, lalu ada yang menawarkan buah, dan katanya, “ini adalah buah
pisang” tetapi waktu kita makan, rasanya bukan buah pisang, tetapi buah pala. Bentuk
memang seperti buah pisang, tetapi rasa bukan buah pisang, melainkan buah pala.
Gambaran di atas, memberikan kita pengertian, bahwa orang yang beriman hanya
dinilai dari wujud imannya dalam kehidupan sehari hari.
“Mereka yang tidak bisa memberikan bukti telah mengasihi Allah tidak akan menerima
mahkota, namun tetap akan masuk ke dalam kerajaan surga.” Paulus berkata kepada
jemaat di dalam 1 Kor 16:22, “Siapa yang tidak mengasihi Tuhan, terkutuklah ia.” Oleh
karena itu, saudara-saudari, mari kita terus bertumbuh dengan teguh berpegang
kepada Tuhan di dalam iman. Kita harus bergantung pada kasih karunia Tuhan untuk
bisa bertahan di tengah pelbagai pencobaan.

Senin 09 Mei 2016


Seri #22 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:13Pencobaan Datang Dari Allah???

Yakobus 1:13 B. Yunani Stephens Textus Receptus


mēdeis ‘peirazo’menos legetō oti apo tou theou ‘peirazo’mai o gar theos apeirastos
estin kakōn peirazei de autos oudena
Yakobus 1:13 adalah elemen terpenting dan sebagai penghubung ke pada semua
aktivitas iman orang percaya, salah memahami ayat ini mengakibatkan wujud iman
yang menyimpang dalam berbagai bentuk kehidupan orang percaya. Benar dalam
memahami ayat ini, maka bisa dipastikan, kita mengerti secara erat, bagaimana
menjadikan peirasmos menjadi pengujian wujud iman.
Ada beberapa poin yang kita garis bawahi terlebih dahulu:
1. Kita menggunakan istilah Yunani peirasmos, karena baik pencobaan maupun ujian
berasal dari kata yang sama. Jadi supaya istilah ujian dan pencobaan tidak disalah
artikan maka kita akan sering menggunakan istilah peirasmos
2. Peirasmos ini adalah cara Allah untuk menguji wujud iman. menguji di sini tidak
dalam arti negatif. Sedangkan iman di sini adalah bukti kita beriman, atau wujud
beriman. Apakah kita benar benar sebagai orang beriman terlihat dari cara kita
merespon peirasmos tersebut.
Untuk bisa menunjukkan respons yang benar, maka sebelumnya kita akan mempelajari
makna dari ayat 13 ini.
Waktu kita mempelajari ayat 13 ini ada yang terasa sulit untuk kita pahami, seperti
misalnya; Mengapa Yakobus mengatakan bahwa Allah tidak mencobai siapa pun?
Padahal Kejadian 22:1 mengatakan, "Allah mencoba Abraham" Selain itu, jika Allah
tidak dapat dicobai, bagaimana kita memahami Kitab Suci yang mengatakan bahwa
Yesus dicobai, padahal ayat 13 berkata “Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang
jahat” padahal Yesus yang adalah Allah dicobai. Belum lagi, waktu kita membaca
Matius 6:13, di katakan “janganlah membawa kami ke dalam pencobaan”.

Jika kita tidak tekun untuk mempelahari hal ini, maka akan timbul pemikiran; bahwa
Kitab Suci saling bertentangan dengan yang lain. Dan karena alasan tersebut, kitapun
akan gagal memahami pencobaan, dan dengan demikian kita akan mengatakan,
bahwa, “Yakobus bertentangan dengan Kitab Kejadian”, dan, “kitab kejadian
bertentangan dengan kitab Matius”, dan kita akan berkata, “kitab yang satu dengan
yang lainnya saling bertentangan”, tanpa sadar bahwa caya yang demikian adalah
bentuk dari kegagalan memahami dan menghadapi pencobaan
Yakobus melihat pencobaan yang terjadi dalam jemaatnya berdasarkan peristiwa-
peristiwa dalam Perjanjian Lama. Dan semua dasar pencobaan di perjanjian baru
bersumber dari perjanjian lama. Yakobus juga, ingin orang percaya memiliki iman
seperti yang di miliki oleh bapa iman di perjanjian lama; yaiut Abraham. Dan akan kita
lihat, bahwa di sini baik secara tersirat maupun secara tersurat, Yakobus
membandingkan Abraham dengan Orang orang Israel yang gagal dalam mengatasi
pencobaan, dan karena itulah kenapa di perjanjian lama banyak orang Israel
menyalahkan Allah.
Istilah dicobai harus kita lihat berdasarkan kisah pencobaan-pengujian dalam Perjanjian
Lama.
Pertama, kisah Adam dan Hawa.
Saat mereka menghadapai peirasmoi, maka Adam dan Hawa menyalahkan Tuhan.
Adaam yang terlebih dahulu menyalahkan Allah karena menempatkan hawa disisinya.
Kejadian 3:12, Manusia itu menjawab: "Perempuan yang Kautempatkan di sisiku,
dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan."
Dari ayat ini kita melihat, poin penting dalam memahami peirasmos yaitu, Adam
menyalahkan Allah secara tidak langsung. Sebab Adam berkata, “yang kau tempatkan”
berarti Adam menyalahkan Allah. Jadi poin penting dalam mehami peirasmos adalah
hati hati terhadap sifat menyalahkan Allah dalam kehidupan kita, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Peirasmos adalah media untuk membuktikan wujud iman kita,
apakah kita benar sebagai orang yang sudah ditebus Yesus atau tidak, sebab kalau
kita masih menyalahkan Allah dalam berbagai persoalan kehidupan kita, maka kita
gagal membuktian keberimanan kita.

Selasa 10 Mei 2016


Seri #23 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:13 Bag 2Pencobaan Datang Dari Allah???

Kedua, kisah Abraham


Kisah tersebut dimulai dengan Abraham yang mengalami peirasmos, sehingga akhirnya
Allah berkata, "Jangan bunuh anak itu dan jangan kau apa-apakan dia, sebab telah
Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan
untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku" [Kejadian 22:12].
Perhatikan baik-baik, dari pernyataan di atas ada beberapa poin penting yang harus
kita garis bawahi.
Pertama, peirasmos yang dialami Abraham bukan dalam hal negatif. Allah tidak
bermaksud supaya Abraham membunuh anaknya, tetapi hanya ingin melihat Abraham
membuktikan bahwa dia benar benar sebagai orang beriman. Dari pernyataan tersebut,
kita mengerti, peirasmos dan hubungannya dengan iman, tujuannya hanya untuk
melihat wujud iman, atau bukti iman.
Kedua, bukti kita beriman tidak pernah terlihat dari hal hal yang jahat. Misalnya,
Abraham membunuh anaknya. Allah tidak mungkin membiarkan Abraham membunuh
anaknya, sebab jika Abrahm membunuh anaknya maka hal itu berarti Allah ikut terlibat
untuk merencanakan dan melakukan yang jahat.
Ketiga, banyak orang bingung, kenapa Allah membiarkan iblis mengoda orang
percaya. Di sinilah letak rahasianya. Siapa yang bisa mempercayai anda sebagai orang
percaya jika tidaka ada yang menggoda anda? Dari mana kita tahu apakah sesuatu itu
dianggap bernilai atau tidak, emas atau terbuat dari tanah liat, orang beriman atau
tidak, jika tidak terlebih dahulu di mengalami peirasmos?
Kita akan membahas secara khusus ayat emas bapak gembala di bilangan 14:28
karena ayat ini berhubungan erat dengan peirasmos. Di dalam ayat 28 di katakan:
”Katakanlah kepada mereka: Demi Aku yang hidup, demikianlah firman TUHAN,
bahwasanya seperti yang kamu katakan di hadapan-Ku, demikianlah akan Kulakukan
kepadamu”.
Apa yang dimaksud dengan, “seperti yang kamu katakan di hadapan-Ku, demikianlah
akan Kulakukan kepadamu”? Hal itu berbicara tentang bagaimana menempatkan
peirasmos secara tepat atau tidak. Kalau seseorang diperhadapankan dengan
peirasmos, lalu menggunakan momentum peirasmos itu kepada yang negatif dan yang
jahat, Allah akan mengabulkan keinginan tersebut, tetapi kalau sebaliknya peirasmos
digunakan menjadi momentum untuk membuktikan sebagai orang percaya maka Allah
juga akan mengabulkan permintaan tersebut. Jadi mengabulkan di sini, tidak dalam arti
Allah terlibat membawa manusia kepada yang jahat, tetapi mengijinkan sisi yang jahat
itu untuk menguasi manusia
Karena itulah di ayat 13 di katakan, saat seseorang menghadapi peirasmos, dia tidak
diijinkan untuk berkata. ““Aku sedang dicobai Allah.” ”Dalam bahasa Yunaninya di
katakan, “mēdeis ‘peirazo’menos legetō ”. Dalam poin ini yang sangat penting kita
perhatikan adalah kata larangan “medeis” tersebut. Kata “medeis” adalah kata sifat
yang yang menjelaskan sikap batin yang tidak diijinkan oleh Allah. Misalnya larangan
untuk menyalahkan Allah, atau bahkan menuduh Allah melakukan hal yang jahat.
Menyalahkan di sini dalam arti mengkambinghitamkan Allah atas apa yang terjadi
dalam kehidupannya. Larangan terlihat itu jelas dari kata sambung Yunani Hoti dan
dengan kata Yunani apo tou. [hoti apo tou theou ‘peirazo’mai] Bentuk apo tou theou
menyiratkan bahwa ada tuduhan, bahwa Allahlah sebagai penyebab tidak langsung
sifat berdosa di dalam diri mereka. Karena itulah di katakan Tidak ada seorang pun
[mēdeis] yang boleh menyalahkan Allah sebagai penyebab jatuhnya seseorang ke
dalam pencobaan secara tidak langsung, apalagi sebagai penyebab langsung.
Hal ini berarti bahwa dalam menghadapi peirasmos di padang gurun [Keluaran 15:25]
mereka tidak menunjukkan sikap taat dan percaya, [sesuatu yang positif] melainkan
menyalahkan dan menuntut [sikap negatif] itulah yang terjadi di Masa, sebuah nama
yang berarti "ujian" atau "pencobaan"; Keluaran 17:2,7].
Dari kisah Abraham dan Kisah di Masa, bahwa Allah mengijinkan peirasmois, supaya
orang percaya mewujudkan pengakuan iman mereka, tetapi kalau mereka tetap
memilih yang negatif, Allah akan mengijinkan kemauan hati mereka yang jahat.

Rabu 11 Mei 2016


Seri #24 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:13 Bag 3Pencobaan Datang Dari Allah???

Peristiwa di Masa menimbulkan perintah seperti yang tampak dalam Kitab Ulangan
6:16, "Janganlah kamu mencobai TUHAN, Allahmu, seperti kamu mencobai Dia di
Masa" Mazmur 78, 95 dan 106 juga menggambarkan cerita ini.
Dari Ulangan 6:16 kita dapat mengerti bahwa "Allah tidak dapat dicobai oleh orang
berdosa, dan terlebih oleh hal yang jahat" hal ini selaras dengan Yakobus 1:13 yang
mengatakan “Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat ”
Pertama, apeírastos berasal dari kata A atau "tidak" dan kata peirázō , rentan
terhadap godaan. Kalau kedua kata ini, jika digabung, artinya menjadi “tidak rentan
terhadap godaan".
Kedua, Kata bahasa Yunani apeirastos, yang diterjemahkan "tidak boleh dicobai" [atau
tidak dapat dicobai ], hanya satu kali di dalam Perjanjian Baru. Jadi kata
apeirastos ["untemptable"], hanya terdapat di Yakobus 1:13, yang mengacu pada sifat
Allah yang tidak mungkin tergoda, yaitu tidak mungkin bisa dirayu [tertarik] oleh dosa
Ketiga, hal itu terlihat dari kata artikular yang berfungsi menyatakan identitas yang
spesial yang tidak dimiliki oleh siapapun, [ho], artinya Allah adalah mengidentifikasikan
dirinya sendiri, sebagai satu-satunya yang tidak dapat dicobai oleh yang jahat [ho gar
Theos apeirastos estin kakōn ]
Manusia dan setan bisa ‘mencobai’ Tuhan, tetapi mereka tidak bisa membuat Dia
berdosa karena pencobaan itu. Sebaliknyan kalau Allah digambarkan mencobai kita, itu
artinya bukan membawa kita kepada hal yang jahat, tetapi mengijinkan hal yang jahat
untuk melihat kita apakah kita sebagai orang beriman atau tidak

Pernyataan "Allah tidak boleh dicobai" sesuai dengan gambarkan peristiwa dalam
Ulangan 6:16, dan memberitahu kita untuk tidak menyalahkan Allah seperti yang
dilakukan umat Israel di Masa.
Ini juga memecahkan masalah mengenai pengujian atau pencobaan di matius 6:13 di
mana dalam doa bapa kami di katakan ’jangan membawa kami ke dalam pencobaan’
yang berarti, ketika daging kita ingin melakukan yang jahat, Allah memberikan
kemurahannya, Allah tidak langsung menyerahkan kita kepada yang jahat tersebut,
sebab salah satu sifat dari Allah adalah maha kasih. seperti dalam terjemahan berikut:
TSI: Dan janganlah biarkan kami tergoda melakukan kejahatan, tetapi selamatkanlah
kami dari kuasa iblis.’ [Matius 6:16]
Sebaliknya, Allah tidak memiliki sifat untuk membuat kita melakukan yang jahat. Dan
tidak menurunkan sifat yang jahat kepada manusia. Karena itu kita tidak boleh
mengkambinghitaman Allah, sebab sifat mengkambinghitamkan tidak ada di dalam diri
Allah. Kalau begitu dari manakah sifat yang jahat yang ada di dalam diri manusia itu?
Ada dua jawaban.
Pertama, manusia bukanlah pencipta tetapi ciptaan. Ciptaan, sesempurna apapun dia
diciptakan, maka dia telah memiliki satu ciri khas dari arti ciptaan itu. Maksudnya,
ciptaan itu sendiri sudah mendefinisikan bahwa dia tidak sempurna, sebab justru
karena dia tidak sempurnalah maka dia dijadikan ada, sebab kalau apa yang ada tidak
dijadikan tetapi sudah ada sejak bahkan sebelum adaan, maka dia adalah yang
sempurna, tetapi kalau dulu tidak ada, sekarang menjadi ada, maka hal itu menegaskan
ketidak sempurnaan. Artinya barang siapa yang tidak sempurna bisa tercemar dengan
dosa.
Kedua, dan barang siapa [cipataan] yang tidak sempurna mendengarkan yang jahat,
maka dia akan memiliki sifat yang jahat. Hal inilah yang tidak diketahui oleh orang yan
mengaku Kristen saat itu, Jadi hal ini adalah Kesalahpahaman tentang natur manusia.
Mereka menyalahkan Allah sebagai pencipta natur negatif manusia. Inilah salah satu
bukti mereka tidak lulus pencobaan, sebagai bukti mereka orang beriman.

Kamis 12 Mei 2016


Seri #25 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:14Keinginan?

Yakobus tidak menyangkal bahwa Allah mengizinkan orang percaya dicobai, tetapi
tidak benar, kalau kita berpikiran, bahwa Allah memiliki maksud-keinginan yang jahat
untuk menjatuhkan orang percaya [atau membuat mereka jauh dalam dosa]. Penyebab
kekalahan dalam menghadapi pencobaan terletak pada aspek manusia sendiri.
TSI: Tetapi keinginan-keinginan kita sendiri yang membuat kita tergoda, karena kita
membiarkan diri kita terseret sampai terjerat pada keinginan kita sendiri. [14]
Kata deleazomenos [dipikat] menggambarkan ikan yang terjebak memakan umpan.
Artinya, kesalahan terletak pada ikan [keinginan untuk memakan] dan pengail [setan]
Dengan demikian pencobaan itu tidak berasal dari Allah, melainkan Iblis.
VMD: Setiap orang dicobai oleh keinginan jahat dari dia sendiri. Keinginan jahat seperti
itulah yang menariknya dan memegangnya
Dalam nasihat agar kita tetap setia kepada Allah ketika mengalami penindasan,
Yakobus berkata, " ... lawanlah Iblis" [4:7], artinya Iblislah yang memberikan
pencobaan. "Allah tidak mencobai siapa pun." Bukan Allah yang menghendaki hal yang
jahat bagi manusia dan berusaha menjatuhkan mereka; melainkan Iblis. Bukan Allah
yang ingin melakukan hal yang jahat kepada Abraham, melainkan setan. Karena itu
daripada menyalahkan Allah [yang selalu memberikan apa yang baik —Yakobus 1 :17],
orang Kristen seharusnya menyelidiki keinginan hati mereka sendiri, yang membuat
mereka mudah dicobai Iblis dan terpikat sehingga jatuh [1:14].

Allah tidak bisa disalahkan karena:


1. Ia memiliki tujuan yang positif dalam pencobaan [1:2-3].
2. Ia bermurah hati memberikan hikmat untuk menghadapi pencobaan [1:4-5].
Ia adalah Allah Pencipta [Bapa segala terang, 17] yang selalu memberikan semua hal
yang baik dan sempurna saja [ayat 17] dan sikap ini tidak mungkin berubah, karena
Allah tidak berubah [ayat 18].
Setelah memahami hal ini kita harus berdiri teguh, yaitu melawan Iblis yang menjadi
sumber dari segala macam pencobaan. Sikap ini bukan hanya baik untuk zaman
Yakobus, tetapi juga memperingatkan kita untuk tidak menyalahkan Allah dan
mengajarkan strategi yang sama untuk bertahan dalam menghadapi pencobaan.
Yakobus memberikan 2 alasan;
Pertama, Allah pada dirinya sendiri tidak dapat dicobai untuk berbuat jahat atau tidak
adil terhadap siapapun.
Kedua, Allah sendiri tidak mencobai siapapun untuk berbuat jahat.
Kedua salah pengertian ini harus diperbaiki. Musuh dari dalam jauh lebih berbahaya.
Peirasmos dari dalam dapat menghancurkan seseorang. Oleh sebab itu, Yakobus
menyatakan bahwa keinginan jahat merupakan musuh dari dalam dan inilah yang terus
menerus mencobai kita. Keinginan jahat dapat menarik kita seperti seekor ikan yang
terkena kail pancing dan ditarik ke atas oleh si pemancing. Keinginan jahat dapat
memikat atau menggoda kita seperti seekor tikus yang terjebak oleh sebuah jebakan.
Itulah sebabnya kita terus menerus dicobai dan ini seperti sebuah peperangan di dalam
batin kita. Ketika keinginan jahat itu dituruti oleh kehendak kita, maka keinginan itu
berubah menjadi perbuatan jahat [Yakobus memakai istilah “dibuahi” dan “melahirkan”].
Dan perbuatan jahat yang mencapai puncaknya akan melahirkan kematian.
Hal ini jelas kontras dengan ayat 12 di atas. Orang yang bertahan terhadap Peirasmos
yaitu orang yang melewati ujian dan tidak tertarik atau tergoda oleh keinginan jahat
akan memiliki kehidupan dan sebaliknya orang yang gagal bertahan terhadap
Peirasmos, dia akan memiliki kematian. Bertahan terhadap Peirasmos merupakan
salah satu usaha kita untuk mengasihi Allah.

Jumat 13 Mei 2016


Seri #26 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:14-15KeInginan Dibuahi Dan Melahirkan Dosa”

Ay 14-15 berbicara tentang keinginan sendiri. Istilah ini berasal dari kata epithumia
yang artinya mengacu kepada hama nafsu duniawi. Kita memang memiliki Keinginan
tidak selalu merupakan dosa. Tetapi di ayat ini bukan keinginan yang seperti itu yang
dimaksudkan. Tetapi keinginan yang tidak bersumber dari keinginan Allah. Itu
sebabnya di katakan,
BSD: Tetapi kita dicobai oleh keinginan kita yang jahat. Keinginan kita itulah yang
menarik dan memikat kita. [14]
Kita memiliki keinginan yang mulia yang dari Allah, tetapi keinginan itu tenggelam
karena kuasa dosa, itu sebabnya dalam hal mengingini kita mengingini yang baik, tetapi
dalam hal melakukan kita, kita justru melakukan yang jahat,
Keinginan yang berdosa inilah yang dimaksudkan dengan pencobaan dalam ay 13 ini!
Keinginan itu sendiri, sekalipun belum dituruti, atau dilaksanakan, sudah merupakan
dosa!
Tetapi bagaimana dengan ay 15?
Sebab di dalam Ay 15a di katakan: ‘apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan
dosa’.
Apakah ini bisa diartikan bahwa keinginan yang belum dibuahi-dilakukan bukanlah
dosa? Tidak! ‘Melahirkan dosa’ artinya dosanya menjadi kelihatan. Tadi, sebelum
keinginan itu dibuahi-dilakukan, itu sudah merupakan dosa, tetapi dosa itu ‘masih dalam
kandungan’, artinya dosa itu belum kelihatan. Tetapi pada waktu keinginan itu dibuahi-
dilakukan, maka dosanya ‘lahir’ -menjadi kelihatan.
Di dalam Ay 15b di katakana : ‘apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut’.
Kalau demikian, lalu apa artinya ay 15b itu? ‘Dosa itu sudah matang’ tidak menunjuk
pada satu dosa saja, tetapi menunjuk pada seluruh kehidupan orang yang berbuat dosa
itu.

Perlu kita ketahui bahwa Allah punya batas untuk banyaknya dosa yang dilakukan
seseorang. Sebelum batas itu tercapai, maka Allah bersabar-menunda penghukuman.
Tetapi kalau batas itu sudah tercapai, maka Allah akan menghukum.
Kej 15:16 berbicara tentang kedurjanaan orang Amori -Kanaan yang belum genap, dan
ini menyebabkan mereka belum dihukum-dimusnahkan. Tetapi setelah dosa mereka
genap [mencapai batas yang Tuhan tetapkan], maka mereka dihukum-dimusnahkan.
Jadi Arti ay 15 ini adalah, keinginan berdosa itu sudah merupakan dosa. Kalau
keinginan itu dituruti, maka dosanya menjadi kelihatan. Kalau hal itu terus dilakukan,
dan batas dosa yang ditentukan oleh Allah sudah tercapai, maka datanglah maut!
apakah pencobaan seperti ini [keinginan yang berdosa] bisa datang dari Allah?
Jawabnya ada dalam ay 13, yaitu ‘tidak’!
Mengapa hal seperti ini dipersoalkan oleh Yakobus? Karena orang Yahudi mempunyai
kepercayaan bahwa dalam diri manusia ada 2 kecondongan: kecondongan untuk
berbuat baik dan kecondongan untuk berbuat jahat. Kecondongan untuk berbuat jahat
itu datang dari setan. Lalu, dari mana setan mendapat hal yang jahat itu? Menurut
mereka, Tidak ada jawaban lain selain: ‘dari Tuhan’. Jadi kesimpulan mereka adalah:
Allah adalah sumber, pencipta dosa!
Dengan demikian, mereka berkata, kalau dalam diri mereka ada keinginan yang
berdosa, maka mereka melemparkan tanggung jawab kepada Tuhan dan menjadikan
Tuhan sebagai kambing hitam!
Karena itulah maka di sini Yakobus membela Allah, dan ia bahkan menegur mereka
dalam ay 16-17.

Sabtu 14 Mei 2016


Seri #27 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:17-18 Allah Yang Tidak Berubah

Dalam beberapa eksposisi yang lalu kita sudah mempelajari dua alasan mengapa
pencobaan bukan berasal dari Allah [ayat 13a]: Allah tidak mungkin memberikan yang
jahat [ayat 13b] dan kita berdosa karena mengikuti hawa nafsu kita sendiri [ayat 14-15].
Sekarang kita sampai pada alasan terakhir, yaitu Allah selalu memberi yang baik [ayat
16-18].
Hampir semua versi Alkitab menempatkan ayat 16 “saudara-saudaraku yang terkasih,
berhentilah disesatkan” sebagai pendahuluan bagi ayat 17-18 [kecuali NASB]. Hal ini
bisa dibenarkan, karena Yakobus seringkali memakai sapaan “saudara-saudara”
sebagai pembuka sebuah paragraf yang baru. Melalui ungkapan ini Yakobus
menyinggung kembali ayat 13a yang menginformasikan kesalahpahaman di antara
pembaca suratnya.
Kata dasar “sesat” [planaw] yang muncul 39 kali dalam PB biasanya merujuk pada
kesalahan doktrinal maupun kehidupan praktis yang serius. Sapaan “saudara-saudara
yang terkasih” dalam ayat ini menunjukkan bahwa Yakobus tetap menganggap mereka
yang sesat di sini sebagai orang Kristen. Selain itu, sapaan ini juga menggambarkan
kasih dan kelembutan Yakobus. Peringatannya memang keras sekali, tetapi itu
disampaikan dengan penuh kasih. Bagi Yakobus orang yang sesat harus dikasihi dan
dibawa kembali pada kebenaran [Yak 5:19-20]
Setelah memberikan peringatan yang keras sekaligus penuh kasih di ayat 16, Yakobus
lalu memberikan alasan mengapa anggapan di ayat 13a merupakan kesesatan [ayat
16]. Di ayat 17 ia menjelaskan bahwa Allah selalu memberikan yang baik. Di ayat 18 ia
memberikan salah satu contoh kebaikan Allah yang dibahas di ayat 17.
terjemahan tradisional yang kita temukan di hampir semua versi [“setiap pemberian
yang baik dan anugerah yang sempurna adalah dari atas”] tetap lebih bisa diterima.

Dalam struktur kalimat Yunani, frase “setiap pemberian yang baik” dan “setiap
anugerah yang sempurna” memiliki jumlah suku kata yang sama. Teknik penulisan
seperti ini adalah hal yang umum dalam penulisan puisi Yunani, yang
disebut hexameter. Karena ayat 17a merupakan puisi pendek, arti dua kalimat tersebut
bersifat sejajar (paralel). Keduanya saling menjelaskan atau menegaskan. Dari ayat
17a ini terlihat bahwa Yakobus ingin menegaskan bahwa Allah adalah sumber
dari setiap hal yang baik. Kalau ada sesuatu yang baik, benar dan indah di dunia ini,
betapa pun kecilnya hal itu, hal itu tetap bersumber dari atas.
Dalam bagian selanjutnya Yakobus menjelaskan frase “dari atas”. “Dari atas” yang
dimaksud Yakobus adalah dari Bapa segala terang. Apa arti sebutan ini? Penjelasan
yang paling tepat adalah dengan menganggap sebutan ini sebagai rujukan kepada
Allah sebagai sumber/pencipta matahari, bulan dan bintang. Dari ayat ini kita bisa
melihat bahwa peranan Allah di balik semua keberadaan alam semesta dihubungkan
dengan peranan seorang ayah/bapak. Selain itu, beberapa kata yang dipakai di ayat 17
juga berhubungan dengan ilmu perbintangan kuno, misalnya “perubahan” [atau
parallagh] bayangan [atau trophs] dan “pertukaran” [ atau aposkiasma].
Apakah maksud Yakobus menyebut Allah sebagai Bapa segala terang yang pada diri-
Nya tidak ada perubahan atau bayangan? Ia sedang membandingkan
ketidakperubahan Allah dengan ciptaan-Nya [matahari dan bulan]. Philo, seorang
penafsir Yahudi abad ke-1, menyatakan “setiap ciptaan pasti mengalami perubahan,
karena ini merupakan natur/hakekatnya, sedangkan ketidakberubahan hanyalah milik
Allah”. Dalam Yakobus 1:17, Yakobus juga ingin membandingkan ketidakberubahan
Allah dengan perubahan matahari dan bulan. Benda-benda penerang ini memang
muncul secara teratur [konsisten] setiap hari, tetapi bagaimanapun mereka tetap harus
mengalami perubahan, bayangan maupun pertukaran. Dalam diri Allah sama sekali
tidak ada perubahan.
Penekanan pada ketidakberubahan Allah di atas merupakan sesuatu yang penting
dalam keseluruhan argumentasi Yakobus di ayat 16-17. Kalau Allah adalah sumber dari
setiap hal yang baik [ayat 17a] dan Ia tidak mungkin berubah [ayat 17b], bagaimana
mungkin Allah bisa memberikan yang buruk [menyebabkan orang jatuh ke dalam dosa,
ayat 13a]? Dengan kata lain, Yakobus menegaskan bahwa Allah tidak mungkin menjadi
sumber pencobaan, karena Ia selalu memberi yang baik saja.

Minggu 15 Mei 2016


Seri #28 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:17-18 Bag 2Allah Yang Tidak Berubah

Pernyataan Yakobus di ayat 17a “setiap pemberian…setiap anugerah…” menyiratkan


bahwa kebaikan Allah tidak terbatas pada satu pemberian tertentu saja. Setiap hal yang
baik pasti bersumber dari Allah. Dalam ayat ini Yakobus hanya memberikan salah satu
contoh dari sekian banyak pemberian Allah yang baik, yaitu Allah telah menjadikan kita
sebagai yang sulung di antara semua ciptaan melalui firman kebenaran. Penegasan
bahwa hal ini merupakan pemberian/anugerah Allah [ayat 17a] dapat dilihat dari frase
“oleh kehendak-Nya sendiri” [boulhqeis].
Apa yang dimaksud Yakobus dengan “menjadikan kita sebagai yang sulung dari semua
ciptaan?” Apakah ia memikirkan manusia secara umum sebagai mahkota ciptaan di
Kejadian 1:26-31? Ataukah ia memikirkan penciptaan secara rohani [kelahiran
kembali]? Dugaan pertama didukung oleh beberapa hal: [1] sebutan “Bapa segala
terang” di ayat 17 sangat berhubungan dengan penciptaan; [2] penciptaan di Kejadian 1
juga memakai media firman; [3] kata “ciptaan” [ktisma] seringkali merujuk seluruh
ciptaan.
ayat 18 adalah rujukan pada penciptaan secara rohani [band. Ef 2:10
“buatan Allah…diciptakan dalam Kristus Yesus” dan 2Kor 5:17 “siapa di dalam Kristus
adalah ciptaan baru”].
Pertama, kata Yunani apokuew di ayat 18 makna terjemahkan nya adalah “melahirkan”
[KJV/NIV/NRSV], bukan “menjadikan” [LAI:TB]. Kata apokuew juga muncul di ayat 15
dan diterjemahkan “melahirkan”. Dari konteks ayat 15 dan 18 terlihat jelas bahwa kata
apokuew memiliki arti figuratif, bukan hurufiah yang merujuk pada penciptaan di
Kejadian 1.

Kedua, istilah “firman kebenaran” merujuk pada berita Injil, bukan firman Allah secara
umum. Kata “firman” yang muncul di ayat 21 diterangkan sebagai firman yang berkuasa
menyelamatkan jiwamu. Dalam ayat 25 kata “firman” disamakan dengan hukum yang
memerdekakan orang. Istilah “firman kebenaran” dalam Perjanjian Baru juga merujuk
pada berita Injil.
Efesus 1:13 “…kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatan…”.
Kolose 1:5 “…kamu dengar dalam firman kebenaran, yaitu Injil”.
Ketiga, kata “sulung” [aparch] dalam Perjanjian Baru seringkali dihubungkan dengan
orang Kristen [Rom 16:5; 1Kor 16:15; 2Tes 2:13 [NRSV]]. Wahyu 14:4 menyatakan
“mereka ditebus dari antara manusia sebagai yang sulung bagi Allah” [terjemahan
LAI:TB istilah “kurban-kurban yang sulung” hanyalah gambaran secara konotasi, karena
tidak ada kata “kurban” dalam teks Yunaninya]. Roma 8:23 bahkan secara khusus
menghubungkan status orang percaya sebagai yang sulung dengan penebusan seluruh
ciptaan [Rom 8:17-25].
Ide tentang restorasi alam semesta bukanlah ide yang asing. Penggunaan istilah “langit
dan bumi yang baru” [Yes 65:17; 66:22; 2Pet 3:13; Why 21:1] dalam Alkitab
menyiratkan ide tentang restorasi alam. Semua restorasi yang akan dikerjakan Allah ini
dimulai dari keselamatan orang-orang pilihan Allah. Mereka adalah yang sulung dari
semua ciptaan.
Contoh pemberian Allah yang baik yang diberikan Yakobus di sini merupakan sesuatu
yang fundamental. Ketika kita sedang mengalami masalah dan kegagalan dalam hidup,
kita sering menyalahkan Allah [ayat 13a]. Kita juga cenderung meragukan kebaikan
Tuhan dalam hidup kita. Bagaimanapun, ada satu kebaikan Allah yang tidak bisa
diubah oleh situasi apapun, yaitu keselamatan jiwa kita. Fakta bahwa kita sudah
mendapat jaminan keselamatan dalam Kristus merupakan alasan yang cukup bagi kita
untuk terus meyakini kebaikan Allah melalui Yesus Kristus di dalam hidup kita

Senin 16 Mei 2016


Seri #29 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:19 Belajar Perintah Untuk Memperhatikan Firman Tuhan Baik Baik

Teks Nestle Greek New Testament 1904 - Transliterasi: Iste, adelphoi mou agapētoi.
estō de pas anthrōpos tachys eis to akousai, bradys eis to lalēsai, bradys eis orgēn;
[ayat 19]

TB: Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat
untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; [19]

BIS: Perhatikanlah ini baik-baik, Saudara-saudara yang tercinta! Setiap orang harus
cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berbicara dan lambat untuk marah. [19]

Perhatikan terjemahan BIS yang saya kutip di atas, terjemahan BIS ini mengikuti pola
bahasa Yunani yang menekankan poin pentingnya, yaitu “Iste, adelphoi mou
agapētoi” dalam terjemahan bebas bisa kita artikan sebagai berikut “buka matamu baik
baik, atau buat matamu terbuka jelas dan perhatikan lah saudara yang saya kasihi”.
Istilah “ingatlah ini” dalam TB, dan istilah “perhatikan” dalam BIS diterjemahkan dari
kata kerja imperatif [memberikan perintah/komando] Yunani yaitu kata “iste”. Kata
“iste” bermakna rohani, yang bisa diartikan “buka matamu sekarang, untuk bisa
memahami kebenaran rohani”.
Tentang apakah kiranya Yakobus hendak merujuk, membuka mata untuk melihat
kebenaran rohani itu? Rujukannya terdapat di ayat 18, karena ayat 19 ini masih bagian
untuk dari ayat 18, tetapi dibuat menjadi nomor 19 hal itu terlihat dari tidak adanya kata
penghubung awal di ayat 19 ini, dan di bagian akhir ayat 18, dan langsung dimulai dari
kata kerja “iste” untuk membuka mata supaya dapat memahami kebenaran rohani dari
firman Allah di ayat 18
TB: Atas kehendak-Nya sendiri Ia telah menjadikan kita oleh firman kebenaran,
supaya kita pada tingkat yang tertentu menjadi anak sulung di antara semua ciptaan-
Nya.
Jadi inti yang ingin ditekankan di ayat 18-19 adalah firman kebenaran.
Hal itu terlihat dari frasa selanjutnya di ayat 19 setelah Yakobus menyuruh untuk
membuka mata dan mengarahkan pandangannya kepada firman Allah. Apa yang di
tekankan kepada Firman Tuhan? “setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar”
Cepat mendengar dalam bahasa Yunani adalah “tachys eis to akousai”, yang berarti,
“tangkas” mendengar dan memahami-mengerti. “Tachys” berasal dari kata taxus yang
serumpun dengan kata taxys, taxis atau taxys atau taxus adalah kata sifat yang
menjelaskan kecepatan untuk mendengarkan firman Allah tanpa penundaan yang tidak
perlu, dari kata ini lah istilah angkutan taxy digunakan. Jadi taxus menekankan
gagasan "segera lakukan".
Ada dua kata dalam bahasa Inggris untuk kata mendengar, yaitu to listen dan to hear.
Dua kata ini memiliki arti yang berbeda:
Listening menunjukkan sebuah aktifitas yang disengaja. Berarti kita secara aktif
mencoba untuk mendengar, memahami, memperhatikan apa yang kita coba dengar.
Contohnya: You have to listen your perents. Ketika seorang anak mendengar
orangtuanya berbicara kepadanya, ia dituntut untuk mendengar dengan maksud untuk
mengerti, memahami apa perkataan orangtuanya.
Hearing adalah sesuatu yang terjadi tanpa ada upaya untuk sengaja melakukannya. To
hear adalah mendengar tidak disengaja, tidak untuk dipahami. Contoh: last night, i
heard a thunder. Ketika seorang mendengar bunyi petir atau tangisan Bayi, ia tidak
merencanakan atau sengaja mendengarnya
Jadi dalam firman Tuhan kita menggunakan listening dengan maksud orang itu
mengerti carah hidup yang baik.
Markus 4:23 Barangsiapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia
mendengar!"

Roma 10:17 Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.
Cepat mendengar berarti, cepat mendengar apa kata firman Tuhan mengenai situasi
yang kita hadapi, dosa apa yang sedang kita lakukan, apa yang harus kita perbuat, dll.
Alkitab harus menjadi tempat pertama ke mana kita pergi ketika menghadapi persoalan.
Bukan mimpi, nubuatan, kata orang, apa lagi kata diri sendiri.

Selasa 17 Mei 2016


Seri #30 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:19 Bag 2Arti Lambat Berkata-Kata Dan Lambat Marah


Setelah Paulus meminta, supaya orang percaya cepat untuk mendekat kepada firman
Allah, dia kemudian memerintahkan untuk lambat berkata-kata. Istilah lambat berasal
dari kata bradus yang artinya adalah tidak tergesa-gesa, mempertimbangkan semua
fakta terlebih dahulu baru berbicara-berkata kata. Sedangkan berkata-kata berasal
dari kata “laleo” artinya tidak sembarangan berbicara, hanya berbicara sesuai dengan
firman Tuhan. Jadi lambat berkata-kata di sini menunjuk kepada kontrol perkataan yang
harus kita miliki khususnya supaya sesuai firman Tuhan.
Jadi Lambat untuk berkata-kata artinya, Jika apa yang Firman Tuhan katakan
berlawanan dengan apa yang saudara lakukan, jangan membantahnya,
mendebatkannya. Sebaiknya saudara tutup mulut dan biarkan Tuhan yang berbicara.
Kemudian di katakan lambat [bradus atau lamban ] untuk marah.
Marah di sini dari kata orge. Kata orge bukanlah kemarahan yang tiba tiba tetapi
"kemarahan yang bertahan lama atau menetap lama. Sifat ini terjadi karena pola pikir
yang sudah diproses panjang, seperti orang yang sakit hati kepada seseorang karena
diperlakukan tidak benar, jadi kemarahan itu terjadi [bertumpuk] karena masalah
tertentu yang sudah lama dipikirkan, hal ini tentu bertentangan dengan firman Allah.
Istilah Orge berasal dari kata kerja Orago yang maknanya adalah kemarahan yang
berkumpul, atau kemarahan yang berkerumun, dan terus menerus membengkak , dan
dengan demikian menyiratkan bahwa itu bukan ledakan kemarahan tiba-tiba, melainkan
telah dipendam lama.
Marah bukanlah hal yang salah ataupun dosa; Yesus saja pernah marah.
Tetapi marah yang dibicarakan oleh Yakobus adalah "marah" yang tidak mengerjakan
kebenaran dihadapan Allah, artinya marah yang muncul bukan karena melihat
kebenaran Tuhan dilecehkan atau marah karena melihat ketidakadilan,

Namun rasa marah yang muncul karena hasrat dosa/napsu kita yang tidak terpenuhi
atau terhambat. Ingat dalam ayat 13-14 Yakobus membicarakan mengenai hasrat dosa
yang membuat seseorang terjerat dan terjerumus dalam dosa; konteks yang sama juga
masih terkait dengan ayat 19-20.
Di atas kita telah bahas satu sisi dari lambat untuk marah, sekarang kita akan
melihatnya dari sisi yang lain, yaitu kemaran saat mendengarkan firman Allah. Karena
Sama seperti pada 2 hal di atas, bagian inipun harus diterapkan dalam konteks
mendengar, menerima Firman Tuhan. Jadi artinya: pada saat mendengar Firman,
jangan menimbun kemarahan kalau ditegor, dikoreksi atau di “pukul firman Tuhan,
mungkin ada bagian bagian tertentu dari Firman Tuhan yang “menusuk” dosa dan
kesalahan kita, rendah hatilah menerimanya
Menghargai firman Tuhan yang disampaikan sangat penting, itu pertanda kita sebagai
seorang Kristen yang dewasa. Dan tandanya adalah tidak marah saat ditunjukkan
kesalahan kita. Tidak ada artinya kita belajar banyak, kelihatan sangat rohani, namun
integritas kedewasaan kita di dalam menghargai firman Tuhan tidak terlihat.
Saya melihat ada kecenderungan orang tidak lambat marah saat mendengarkan firman
Tuhan, misalnya saat pujian dan penyembahan di dalam gereja orang bisa bertahan
lama, tetapi waktu firman Tuhan disampaikan menggunakan durasi yang lebih banyak
dari yang kita anggap biasa, sering kali kemaran itu muncul.
Ada juga kalanya kemaran itu terlihat dari ketidak sukaan kita kepada Firman, ini
sifatnya mengelabui, sama seperti seseorang yang tidak suka kepada orang tertentu,
dan kemudian dia tidak mau bertemu dengannya, begitu juga dengan salah satu dari
bagian kemarahan kepada Firman Allah, memang dari pernyataan bisa saja kita
mengatakan tidak, tetapi dari kerinduan kita untuk bertemu firman Tuhan bisa kelihatan
apakah kita rindu atau marahan dengan fimman Tuhan. Karena itu, kita harus penuh
rendah hati mendengar dan menerima firman Tuhan itu.

Rabu 18 Mei 2016


Seri #31 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:20 Apa Arti Amarah Tidak Mengerjakan Kebaikan Dihadapan ALlah

Teks Nestle Greek New Testament 1904: orgē gar andros dikaiosynēn Theou ouk
ergazetai.

TB: sebab amarah [orge] manusia tidak mengerjakan [ergazomai] kebenaran


[dikaiosune] di hadapan Allah.

TSI: Karena waktu kita bertindak dalam keadaan marah, pasti kita tidak bertindak
sesuai dengan kemauan Allah.

Ayat 20 adalah penjelasan kelanjutan dari ayat 19 khususnya membahas efek dari
kemaran. Tetapi kemaran yang di maksud berbeda dari kemarahan pada umumnya.
Kemarahan di ayat 20 ini adalah subjek atau sumber dari masalah manusia, tetapi
amarah yang di maksud adalah lawan dari pada firman itu sendiri. Di ayat 18-19,
sumber dari kehidupan kita adalah firman Tuhan, di mana dari sifat kehidupan dari
firman itu selalu mencakup hal hal yang baik.
Sebaliknya kebalikan dari yang baik adalah amarah itu sumber dari ketiadaan kebaikan
kita. Itu sebabnya di ayat sebelumnya Yakobus membahas tentang “peiresmos” atau
sumber dari yang jahat, sebab sumber dari yang jahat itu tidak datang dari Allah, tetapi
dari iblis dan dari diri manusia, jadi yang datang dari manusia inilah yang disebut
Yakobus dengan kemarahan.
Jika di ayat 19 di katakan,
19 Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat
untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah;
Di mana di ayat ini kita berikan peringatan dua hal,
Pertama, lambat untuk berkata kata, yang bermakna, tidak sembarangan berbicara,
hanya berbicara sesuai dengan firman Tuhan

Dua, lambat marah, yang bermakna peringatan akan rasa marah yang muncul karena
hasrat dosa/napsu kita yang tidak terpenuhi dan kemaran saat mendengarkan “suara”
firman Allah, atau perasaan menolak saat firman Tuhan bekerja di dalam pikiran kita,
maka di ayat 20 Yakobus menjelaskan dengan detail tentang sumber dari ketiadaan
kebenaran itu. Itulah amarah yang di maksud oleh Yakobus, sumber dari ketiadaan
untuk bertidan sesuai dengan kemauan Allah.
Perhatikan terjemahan berikut: BSD: Allah mau setiap orang berbuat baik. Tetapi, orang
yang sedang marah tidak bisa berbuat baik.
Ayat ini yang ditekankan orang yang sumber hidupnya bukan firman maka dia pasti
tidak melakukan yang baik. Itu sebabnya dalam bahasa yunaninya di katakan “ouk
ergazetai” atau tidak menghasilkan. Kebalikan dari kata ini adalah, semua yang di
dalam Tuhan pasti menghasilkan yang baik, tidak ada yang di dalam Tuhan tidak
menghasilkan yang baik. Jadi ergazetai yang dari kata dasar ergázomai adalah sebuah
penekanan kepada pekerjaan hidup [cara hidup] yang baik dari orang yang dasar
kehidupannya adalah firman Tuhan. Sebaliknya orang yang hidup yang berdasarkan
sumber selain firman Tuhan maka hal itu disebut sebagai amarah, dan itulah yang
disebut Yakobus sebagai bagian dari “peirasmos” atau sumber dari yang jahat.
FAYH: Sebab amarah itu tidak dapat menjadikan kita baik, sebagaimana dituntut oleh
Allah.
Jadi amarah yang dimaksukkan Yakobus adalah seperti illah [yang jahat] yang
menindas manusia, itu sebabnya disebut, “orgē andros”, atau amarah manusia. Bukan
manusia marah, atau manusia pemarah, tetapi amarah manusia. Kalau manusia
pemarah, maka manusianya yang sebagai sumber, tetapi karena amarah manusia,
maka amarahnya sebagai pengonttol. Jadi, dal hal ini, manusia itu seperti objek yang
ditindas oleh amarah itu sendiri. Orang yang menyadari seutuhnya hidup hanya dan
harus bergantung terhadap firman Tuhan, maka hidupnya akan dipenuhi kebaikan,
tetapi orang yang hidupnya tidak bersumber kepada firman Tuhan, hidupnya akan
dipenuhi ketiadaan kebaikan, sebab dari manakah orang tahu anda seorang yang
beriman di dalam Tuhan Yesus kalau bukan dari kebaikan yang memenuhi kehidupan
saudara?

Kamis 19 Mei 2016


Seri #32 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:21Membuang Segala yang Jahat! Dengan Cara Bagaimana?

Teks Scrivener's Textus Receptus: dio apothemenoi pasan ruparian kai perisseian
kakias en prautēti dexasthe ton emphuton logon ton dunamenon sōsai tas psuchas
umōn
TMV: Oleh itu, buanglah segala kebiasaan buruk dan kelakuan yang jahat. Berserahlah
kepada Allah dan terimalah firman yang ditanam-Nya di dalam hati kamu, kerana firman
itu dapat menyelamatkan kamu.
Ayat 21 ini kita mulai dari terjemahan TMV yang mengutip 2 hal dari satu sumber
“peirasmos” [cobaan] di dalam diri kita. Kedua hal itu adalah “kebiasaan yang buruk dan
kelakuan yang jahat.
Kedua hal yang kita sebutkan di atas adalah penjelasan dari kelanjutan ayat 20 yang
masih menjelaskan amarah sebagai sumber dari kejahatan itu. Telah kita pelajari,
bahwa istilah amarah itu merujuk kepada “peirasmos” atau hal yang jahat yang
bersumber dari diri, kita bahwa kalau kita masih berbuat jahat, maka tidak mungkin kita
berasal dari Allah.
Sekarang diayat 21 di perjelas, itu sebabnya awal dari pasal 21 ini dimulai dengan kata
penghubung “dio”. Kata “dio” berasal dari kata “dia”, artinya adalah "menyeberang ke
sisi lain”. Dari sisi yang jahat menyeberang ke sisi yang baik, lalu, bagaimana cara
menyeberang ke sisi Allah di dalam iman di dalam Yesus, terjemahan TSI mengatakan
membuang yang kotor dan yang najis.
Pertama, kebiasaan buruk yang di maksud adalah “rhuparia” atau kekotoran moral
atau kebobrokan.
Yang kedua , kelakuan yang jahat atau “kakias” atau kejahatan yang bobrok. Hal itu
bisa seperti, fitnah, kelakuan jahat, kebencian, atau kenakalan yang jahat.
Dari kedua contoh yang di jelaskan di atas, Yakobus mengatakan, semua hal itu [pas];
artinya segala rupa rupa dari yang jahat dalam diri kita harus di buang [apotithemi],
jadi meski dalam terjemahan TB Cuma di katakan “yang kotor dan yang jahat”, tetapi
yang kotor itu mencakup semau yang tidak sesuai degnan natur Allah, sekali lagi ,
harus “semua”. Ingat dalam terjemahan LAI TB semua yang jahat itu di katakan
“berlimpah limpah” dari kata Yunani “perissei” yang maknanya; “begitu banyak” yang
jahat, atau kejahatan yang “meluap” artinya jelas banyak sekali yang jahat dalam diri
kita harus kita buang, harus kita sisihkan. Dalam bahasa Yunaninya di katakan
“apotithemi”, kata “apotithemi”, Ini adalah kata kerja perintah untuk menanggalkan,
membuang semua hal itu.
Jadi tidak benar orang yang hidup di dalam Yesus boleh bermain main dengan hal
yang jahat dalam hal apapun itu, sebab orang yang hidup dalam Yesus harus mengikuti
cara hidup Yesus yang sempurna

Matius 5:48 Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga
adalah sempurna."

Lalu bagaiamana caranya? Dengan cara menerima firman Allah dengan lemah
lembuat. Lalu apakah yang dimaksud dengan menerima firman Allah dengan lemah
lembuat?

Pertama, istilah menerima firman Tuhan di sini adalah ada niat untuk menyambut
[dechomai], jadi ada tindakan real, untuk bisa memahai dan belajar firman Tuhan
dengan lebih baik lagi. Kedua. Menerima firman Tuhan dengan Lemah lembuat.
Dalam bahasa Yunaninya adalah praotes yang dicirikan oleh roh berserah.

Praotes Ini adalah sebuah metafora yang diambil dari hewan peliharaan. Dalam
bahasa Yunani kata yang diterjemahkan dengan lemah lembut ini memiliki makna lebih
luas dibanding arti lemah lembut dalam bahasa Indonesia yang mempunyai tiga arti
utama:

1, Patuh kepada kehendak Allah [melalui perintah Allah dialkutab].


2, Mau diajari, dalam arti tidak sombong untuk menerima pengajaran
[BSD: Karena itu, buanglah semua kebiasaan yang buruk dan berhentilah berbuat
jahat. Allah sudah menyampaikan pesan-Nya kepadamu. Ia juga sudah membuat kalian
memahami pesan itu dengan baik. Ikutilah pesan itu, karena pesan itu dapat
menyelamatkan hidupmu. Yak 1:21].

3, Lemah lembut [TB: Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar.
Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu. Ef 4:2].

Jumat 20 Mei 2016


Seri #33 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:22 Pelaku Firman Tuhan

Teks Westcott and Hort 1881: Ginesthe de poiētai logou kai mē akroatai monon
paralogizomenoi heautous. [22]

TB: Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja;
sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri[22].

Di bagian akhir ayat 21 itu di katakan, untuk menerima dengan lemah lembut firman
yang tertanam di dalam hati, yang berkuasa [dunamai] menyelamatakan [sozo] jiwa.
Artinya menerima Firman dengan lemah lembuat seperti yang kita pelajari #jumat
kemarin, menjadi syarat terjadinya kuasa [dinamis] firman untuk bisa menyelamatkan
kita.

Jadi tidak ada artinya kita mengaku sebagai orang beriman kalau, kita tidak melakukan
[poietes] firman Tuhan. Dalam terjemahan TSI di katakan: Tetapi hendaklah kita
menjadi pelaku Firman-Nya. Janganlah kita menipu diri kita sendiri dengan berpikir,
“Bagi saya mendengar Firman-Nya saja sudah cukup!”

Pertama, meski kita tidak boleh hanya pendengar [akroates] tetapi syarat utama untuk
mengalami kuasa [dinamis] keselamatan, maka kita harus terlebih dahulu menjadi
orang yang rindu untuk menjadi pendengar. Pendengar di sini bukan merujuk kepada
kuping yang mendengar, tetapi kepada hati yang selalu rindu untuk belajar firman
[orangnya, bukan telinga orangnya].
Kedua, Kalau kita hanya mau belajar yang mudah, dan kita tidak mau mempelajari
secara teliti dan mendalam, maka kita hanya akan mendapat kulitnya saja! [artinya,
maknanya justru tidak tersingkapkan bagi kita] Karena itu kita harus mau belajar secara
mendalam, sebab ciri orang yang pendengar itu adalah memiliki kerinduan untuk selalu
maju dan lebih baik lagi. Sebab melakukan makna terdalam dari firman itu dimulai dari
kesukaan kita untuk mendengarkan/mempelahari hal hal sukar untuk kita pelajari.
Karena itulah renungan kita selalu kita usahakan lebih baik lagi supaya kita belajar
bersama untuk meneliti/berdialog dengan hal hal yang sukar dari firman

Karena itu jangan pernah berpikir bahwa setelah sekian lama belajar Firman, maka
saudara sudah mempunyai cukup pengertian, dan saudara lalu tidak merasa perlu
untuk belajar lebih banyak. Amsal 19:27 menjamin saudara akan tersesat kalau
saudara melakukan hal seperti itu!
Tetapi kita tidak boleh hanya menjadi pendengar tetapi harus menjadi pelaku firman.
2Pet 2:21 mengatakan bahwa lebih baik tidak pernah tahu kebenaran, dari pada
setelah tahu lalu berbalik dari kebenaran itu.
Pertama, orang yang hanya mendengar itu adalah orang yang memiliki sikap secara
rendah dan salah. Orang mempunyai penilaian yang rendah terhadap firman akan
berakibat mereka mempunyai sikap yang negatif terhadap firman, antara lain dianggap
tidak relevan dan membatasi kehidupan mereka. Mereka lebih menghargai kepandaian,
kekayaan dan sebagainya hingga tidak mampu melihat keindahan Firman Tuhan.
Bagaimanapun juga, setiap orang Kristen harus bersikap kritis ketika mendengarkan
khotbah untuk menghindari pengajaran yang salah tapi tetap disertai dengan sikap
hormat dan bersedia menerima pengajaran yang benar dengan rendah hati.
Kedua, sikap tidak membiarkan Firman Tuhan merubah totalitas pribadinya. agama
sejati terutama tidak terletak pada emosi, pikiran atau tindakan, tetapi di dalam afeksi
yang kudus. Itulah totalitas diri manusia yang mencakup di dalamnya pemahaman akan
kebenaran [pikiran] dan mengasihi kebenaran [emosi] sehingga mendorong dia untuk
bertindak dan mengasihi dengan benar terutama mencintai dan melakukan kehendak
Tuhan. Pengajaran Firman tidak pernah dimaksudkan hanya untuk dimengerti [berhenti
di otak] melainkan secara aktif, kreatif dan konstrusktif diwujdukan dikehidupan sehari-
hari sehingga dapat menjadi berkat.
Menurut Yakobus, jika Firman Tuhan hanya didengar namun tidak melakukannya,
maka kita menipu diri sendiri. Artinya, jangan pernah berpikir bahwa kita telah hidup
dalam Firman Tuhan jika pada kenyataannya tidak pernah melakukannya. Kepada para
pendengar dan pemberita Firman Tuhan, bacaan kita hari ini mengingatkan dan
menegur kita. Janganlah hanya mendengar firman, tetapi dengar-dengaranlah
[patuhilah] pada Firman itu. Janganlah cepat-cepat berbicara [beritakan] Firman pada
orang lain (ay.19), jika pem berita itu sendiri tidak pernah mengerjakan Firman tersebut.
Karena itu, marilah kita melakukan dengan sungguh-sungguh Firman Tuhan hari ini.
Lakukanlah, maka kita akan berbahagia...!!

Sabtu 21 Mei 2016


Seri #34 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:23 Cermin

Di ayat 23 ini kita akan membahas secara khusus tentang cermin. Apakah makna dari
istilah itu di ayat 23 ini?
VMD: Jika kamu mendengarkan ajaran Allah, tetapi tidak melakukan apa-apa, kamu
sama seperti orang yang melihat wajahnya di depan cermin.
Cermin yang dimaksud di sini adalah “esoptron” sebuah logam cermin
[bukan dibuat dari kaca ]. Sebuah cermin kuno [hanya terbuat dari logam mengkilap]
yang hanya tidak menghasilkan gambar yang kurang jelas [refleksi]. Jadi, untuk
mendapatkan gambaran yang akurat, meskinpun tidak jelas [refleksi] orang yang
memandang logam yang mengilap itu harus melihat dari beberapa sudut yang berbeda.
Jadi istilah esopotron ini memiliki implikasi yang mendalam dalam melakukan firman
Tuhan, lalu apa kah yang hendak dimaksudkan Yakobus di ayat 23 ini?
Di alkitab istilah cermin hanya di gunakan dua kali. Kata 'cermin' dalam ayat 23 dan
1Kor 13:12 di ayat ini memang menunjuk pada Kitab Suci. Tetapi ada pesan yang
hendak disampaikan secara khusus kenapa seseorang bisa tidak melakukan firman
meski sudah melihat cermin itu
Dalam 1Kor 13:12 ada kata-kata 'melihat dalam cermin'. Melihat siapa? Bandingkan
dengan Yak 1:23-24. Jelas melihat diri sendiri! Kitab Suci memang berfungsi untuk
menunjukkan kepada kita siapa diri kita yang sebenarnya.
Dalam 1Kor 13:12 ada kata-kata 'melihat muka dengan muka'. Apa artinya?
Bandingkan dengan Bil 12:6-8 dan Kel 33:9-11. Dalam kedua bagian ini, Musa
dikatakan berhadapan dengan Tuhan [muka dengan muka] dan itu menunjukkan bahwa
ia mendapat wahyu yang lebih lengkap. Jadi, kalau dalam kedua bagian itu kata-kata
'berhadapan muka' [muka dengan muka] digunakan untuk mengkontraskan wahyu yang
sebagian dan wahyu yang lebih penuh-lengkap, maka dalam 1Kor 13:12 kata-kata itu
digunakan untuk mengkontraskan wahyu yang sebagian dengan wahyu yang terakhir-
seluruhnya [Alkitab sempurna]

Jadi perbandingan ayat 23 ini dengan 1korintus 13: 12 hendak menjelaskan kepada
kita kesempurnaan firman Tuhan yang sebagai wahyu yang bisa memulihkan hidup
kita.
Tetapi yang menjadi rahasianya adalah, Sebuah cermin memberitahu kita tentang
berbagai cacat, tetapi tidak mengubah kita. Jadi yang menjadi rahasianya adalah
Firman Allah harus kita tanamkan di dalam hati kita, dan itu yang berkuasa untuk
memulihkan jiwa kita.
Kita menjadi bagian dari rencana Allah dengan mengesampingkan sikap yang buruk—
keegoisan [suka bicara/amarah] dan berbagai kecemaran hati [19-21]—
kemudian dengan mempraktekkan firman itu [22-25].
Sebagai contoh, andaikan ada orang yang sudah lama berbaring karena sakit tetapi
akhirnya ada obat yang tepat. Untuk menjadi sungguh pulih, orang itu perlu
mengesampingkan sikap yang buruk, misalnya sikap yang menempatkannya sebagai
orang yang tidak berdaya, atau sikap tidak mau mendengar nasihat dokter dsb. Tetapi
untuk sungguh pulih, orang itu juga perlu berdiri dan berjalan. Tanpa obat dia tidak bisa
berdiri, tetapi minum obat yang tidak disertai oleh tindakan juga tidak akan berguna.
Pengajaran firman Allah memberitahu kita tentang berbagai cacat kita dan juga
berkuasa untuk memulihkan cacat-cacat itu.
Tanpa pemahaman seperti itu kita akan jatuh ke moralisme: lakukan ini dan itu sebagai
kewajiban keagamaanmu. Dengan demikian, hukum Allah tidak membawa
kemerdekaan atau kebahagiaan. Tetapi jika kita bekerja sama dengan firman dengan
cara mempraktekkannya, seluruh hidup kita menjadi ibadah yang berkenan di hadapan
Allah.
Ada istilah “mendengar tapi tak menyimak”; bukankah ini seperti berada di tengah
kerumunan orang ramai yang sedang berbicara, kita mendengarnya namun karena kita
ngga peduli maka apa yang dibicarakan oleh orang banyak itu tidaklah menjadi
perhatian kita. Demikian juga dengan kehidupan kekristenan kita, begitu banyak yang
mengaku dirinya sebagai orang Kristen namun pada kenyataannya tidaklah banyak
orang yang setelah mendengar FirmanNya kemudian melakukannya dalam
kehidupannya. Kebanyakan mereka kembali pada kehidupannya masing-masing,
melakukan apa yang bagi mereka mau lakukan, tanpa memandang atau
mempertimbangkan ulang apa yang telah mereka dengar tentang tuntutan Firman
Tuhan itu.

Minggu 22 Mei 2016


Seri #35 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 23 Bagian 2 Bercermin, tapi Lupa

Berapa banyak nasehatkah yang pernah saudara terima? Saya sering sekali
mendapatkan nasehat dari orang lain. Sebagian disampaikan pada saya tanpa
permintaan. Sebagian saya yang menanyakan dan membutuhkannya. Sebagian
nasehat yang saya terima adalah mengenai nasehat untuk kehidupan sehari-hari.
Cara kita bereaksi terhadap sebuah saran atau nasehat merefleksikan apa pendapat
kita terhadap sumber nasehat tersebut. Inilah yang akan kita bahas dalam pelajaran
Alkitab kita minggu ini. Mari kita melompat ke dalamnya segera!
Mengapa Yakobus mengatakan bahwa hanya mendengarkan adalah menipu diri
sendiri? Apakah pokok penekanan Yakobus mengenai para pendengar? Yakobus ingin
menyampaikan bahwa nasehat yang dikatakan bukanlah sembarang nasehat. Yakobus
menujukan “dan firman itu” yang mengacu kepada Alkitab. Orang yang mendengarkan
juga tidak percaya bahwa nasehat itu adalah nasehat usang. Namun, mereka bertindak
seolah nasehat itu adalah usang dan mereka tidak mengikutinya.
Dimanakah tipu daya di dalamnya? Pada dasarnya, para pendengar [yang hanya
mendengar] sedang menipu diri mereka. Mereka mengklaim bahwa Alkitab memberikan
kepada mereka nasehat yang baik, namun mereka gagal untuk mengikutinya. Jika
mereka gagal untuk mengikuti nasehat itu maka mereka menipu diri sendiri dengan
berpikir bahwa mereka merupakan Orang Kristen yang baik. Apaka saudara
mengetahui orang yang bertindak serupa ini?
Apakah obat penawar dari penipuan ini? Yakobus menerangkan apa yang Alkitab
sarankan agar kita lakukan

Mengapa saudara bercermin? Saya ingin memastikan bahwa penambilan saya sudah
baik. Bagaimana caranya untuk mengetahui bahwa sesuatu itu salah? Saudara tahu
pasti bagaimana baiknya penampilan saudara. Mengapa saudara perlu “melihat” hukum
Allah? Hukum Allah adalah “bagaimana seharusnya yang terjadi” dalam kehidupan
saudara. Jika saudara menemukan bahwa jalan hidup saudara tidak pada tempat
semestinya, maka saudara perlu mengadakan perubahan – kecuali saudara ingin
menipu diri saudara.
Bagaimana pendapat saudara, jika seseorang mengatakan bahwa seketika setelah
bercermin mereka telah lupa bagaimana rupa mereka? Tentunya saudara berpikir ada
yang salah dengan orang tersebut. Bukannya seharusnya kita mengetahui secara
umum bagaimana rupa kita bagaimana mungkin kita lupa?, namun kita melihat cermin
untuk mengetahui jika ada yang kurang tepat dalam penampilan kita. Karena kita
mencari tahu apa yang kurang, bagaimana mungkin kita dapat melupakan rupa kita?
Dapatkah saudara menemukan penjelasan lainnya mengapa seseorang dapat lupa –
selain bahwa ada yang salah dengan otak orang tersebut? jika saudara seketika dapat
melupakan sesuatu, maka kemungkinannya adalah karena saudara tidak peduli jika
ada yang salah. Jika saudara tidak peduli dengan bagaimana penampilan saudara,
bukannya tidak penting untuk mengingatnya?
Pokok penjelasan apakah yang hendak Yakobus tekankan? Jika kita melihat melalui
hukum bahwa kehidupan kita tidak sesuai dengan yang disarankan oleh hukum, namun
kita tidak melakukan apapun terhadap masalah itu, maka hukum menyarankan bahwa
ada sesuatu yang salah dalam pikiran kita atau kita sama sekali acuh dan tidak perduli
Senin 23 Mei 2016
Seri #36 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:24 Setelah Mengerti, masih Tetap Pergi Mengikuti Keinginan Diri
Sendiri

Teks Scrivener's Textus Receptus (1894): katenoēsen gar eauton kai apelēluthen kai
eutheōs epelatheto opoios ēn [24]
TB: Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana
rupanya. [24]
TSI: Tetapi sesudah mengamat-amatinya ada sedikit kotoran di pipinya, dia langsung
pergi dan lupa membersihkan kotoran itu! [24]
Hari sabtu kemarin, kita telah mempelajari, bahwa, Alkitab hanya 2 kali menggunakan
istilah bercermin, [“esoptron”]. Yang satu merujuk kepada kesempurnaan firman Tuhan
dalam mengubah hidup kita, dan yang satunya lagi kepada fokus-kesungguhan kita
untuk melihat diri kita dari “cermin” firman Tuhan.
Kenapa harus fokus atau sungguh sungguh? Karena gambaran kaca yang di gunakan
pada saat itu adalah sebuah logam cermin yang hanya mampu menghasilkan gambar
yang kurang jelas, dan untuk mendapatkan gambaran yang tepat dan akurat, orang
yang memandang logam yang mengkilap itu harus melihat dari sudut pandang tertentu
dan harus dengan tepat. Aplikasi dari gambaran ini sangat jelas, untuk bisa melihat
kekurangan kita, maka kita tidak boleh main-main belajar firman Tuhan, dibutuhkan
kesungguhan untuk mempelajarinya dengan komitmen yang kuat, supaya kita mengerti
apa sebenarnya yang ingin diajarkan Tuhan.
Kita harus sadar, hanya kesungguhan mempelajari firman Tuhanlah yang bisa
membuat kita untuk berkaca, karena sama seperti orang yang membutuhkan focus dan
titik pandang tertentu, demikian juga dengan kita, meski kita telah mempunyai Alkitab,
maka tanpa focus menggumulinya kita tidak akan bisa melihat kelemahan kita. Sampai
di sini, kita harus berryukur, karena kita telah bisa melihat kelemahan kita dari kaca
firman Tuhan, tetapi ada bahaya yang harus kita perhatikan, supaya jangan kita jago
melihat kelemahan kita tanpa mengikuti intruksi firman Tuhan untuk memperbaiki
kelemahan kita.

Dalam terjemahan TB di katakan, “Baru saja ia memandang dirinya” sedangkan


terjemahan TSI mengatakan: “Tetapi sesudah mengamat-amatinya ada sedikit kotoran
di pipinya”. Apa sebenarnya makna yang hendak disampaikan dari istilah “baru saja
memandang, meneliti atau mengamat-amati ini”? istilah ini diterjemahkan dari kata
kerja Yunani “katenoēsen”, dari akar kata “katanoeo”. Arti kata ini adalah “Saya
mengerti”, atau “sudah mempertimbangkan dengan hati-hati”. Kata “katanoéō” berasal
dari 2 kata:
Pertama, adalah “kata”, artinya adalah; “benar sebagai mana mestinya” Kedua,
adalah “noiéō”, artinya berpikir dengan benar, mempertimbangkan degan hati-hati,
penuh perhatian, berkonsentrasi untuk memperbaiki, atau untuk memahami dengan
jelas dan sepenuhnya, jadi kata katanoéō memiliki "gagasan mempertimbangkan penuh
perhatian
Tetapi ada satu yang kurang, setelah kita mengerti-mempertimbangkan hati-hati, atau
sesudah kita tahu diri kita dengan benar sebagai mana mestinya [katenoēsen gar
heauton], kita justru tidak memperbaiki yang semestinya harus diperbaiki, tetapi masih
tetap mengikuti keinginan hatinya, dan malahan melupakan semua pertimbangan dari
firman Tuhan tersebut. Inilah yang menjadi akar permasalahan terakhir kenapa
seseorang tidak hidup di dalam takut akan Tuhan, sebab setelah seseorang datang ke
pada firman Tuhan, dan melihat dirinya yang sebenarnya, dia malahan pergi kemudian,
tanpa memperhatikan dan menghidupi perintah Tuhan. Pergi di sini dari kata
“apelēlythen”, artinya, pergi setelah datang terlebih dahulu ke firman Tuhan. Kata
“apelēlythen” ini terdiri sari 2 kata; “apo” dan kata “erchomai”. “apo” artinya
adalah “jauh dari” sedangkan “erchomai” artinya “aku datang dan pergi”
Inilah akar masalahnya, siapa yang menyuruh pergi? Yang pasti bukan Tuhan. Setelah
dia melihat dirinya yang sebenarnya, dia malah pergi, tanpa terlebih dahulu
memperbaikinya? Tentu keinginan utuk pergi tanpa melakukan perubahan itu bukan
datang dari Allah tetapi dari keinginan dagingnya itu sendiri. Jadi salah satu jenis dari
tipuan keinginan yang jahat dari diri kita sendiri adalah, setelah mendengar firman
Tuhan dan memahaminya, kita justru pergi menjauh dari koreksi dan nasehat dari
firman yang harusnya kita lakukan. Kita malahan membiarkan kekurangan kita yang
seharusnya kita perbaiki, dan pergi [hidup] sesuka keinginan hati kita

Selasa 24 Mei 2016


Seri #37 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:24 Bag 2Eksis Untuk Melupakan Atau Melakukan


Teks Scrivener's Textus Receptus:
katenoēsen gar eauton kai apelēluthen kai eutheōs epelatheto opoios ēn
TB: Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana
rupanya. [24]
TSI: Tetapi sesudah mengamat-amatinya ada sedikit kotoran di pipinya, dia langsung
pergi dan lupa membersihkan kotoran itu! [24]
Hari ini kita melihat, dua dimensi penting kenapa kita tidak bisa menjadi pelaku firman
Tuhan. Pertama-tama, mari kita memperhatikan terjemahan berikut: BSD: “Ia melihat
mukanya, kemudian pergi dan lupa akan apa yang sudah ia lihat. Tetapi, orang yang
sungguh-sungguh memperhatikan pesan Allah, Ia tidak hanya mendengarkan pesan
itu, tetapi melakukannya juga”.
Pertama, alasan kita tidak menjadi pelaku firman Tuhan adalah karena kita tidak
membiasakan diri untuk menjadi pelaku firman Tuhan. Maksudnya begini, waktu kita
berkaca dari firman Tuhan, maka ada saju jenis dosa tertentu yang ditunjukkan firman
Tuhan, dan untuk bisa berhasil mengalahkan dosa atau kebiasaan itu maka kita harus
menjadikan; melakukan firman terhadap dosa-kelahan yang ditegor itu sebagai sebuah
habit, dan kebiasaan kita.
Dalam bahasa Yunaninya, dijelaskan alasan seseorang tidak bisa melakukan firman
Tuhan adalah “eutheōs epelatheto” kata eutheōs artinya adalah, “segera” atau
“terburu-buru”, sedangkan kata “epilanthánomai” artinya “melupakan” . Kata
“epilanthánomai” berasal dari 2 kata Yunani, kata pertama adalah; “epi” dan kata kedua
adalah “lanthanó”. “epi”, artinya "pas" sedangkan “lanthánō”, artinya, "tanpa diketahui".
Jadi kata ini bermakna mengabaikan, akibat pergi karena gagal untuk melihat. Dari
penjelasan di atas, ada satu poin penting yang harus kita ingat, yaitu fungsi mata.

Fungsi mata, melihat dari segi firman Tuhan, tidak hanya sekedar melihat saja, tetapi
juga-harus berhubungan-memastikan untuk terus melihat, sampai kita melakukan apa
yang telah kita lihat pada awalnya, karena pada awalnya, melalui kaca, kita telah
melihat kelemahan kita dari firman Tuhan, sehingga kita tidak lagi lupa dan
mengabaikan
Kedua, Poin penting yang harus kita perhatikan kemudian adalah, mengabaikan itu
adalah sesuatu yang alami dalam hidup, jika kita tidak melatih diri untuk bisa terbebas
dari kelemahan tertentu, maka kita akan terus menerus mengabaikan firman Tuhan
yang menunjukkan kelemahan kita.
Saya memberikan kesaksian sederhana, saya dulu suka melanggar lalu lintas,
[melawan arus], pada awalnya, meski hati nurani saya terus menerus mengingatkan
saya, bahwa hal itu salah, tetap saja saya melanggar lalu lintas, tetapi kemudian saya
mulai berlatih untuk tidak lagi melawan arus di persimpangan yang biasanya saya
langgar itu. Satu bulan pertama, ada konflik di batin saya, tetapi saya terus berlatih,
higa bebera bulan kemudian, saya benar benar bisa untuk tidak melanggar lalu lintas,
dan lucunya, setiap kali saya ingin melawan arus, supaya saya bisa cepat, justru diri
saya tidak mau lagi melakukanya. Demikian juga dengan melakukan firman Tuahn,
supaya kita tidak lupa akan cara memperbaiki kelemahan kita [hopoios], cara satu
satunya adalah berlatih keras, sehingga kita kembali kepada “kuasa” untuk menghidupi
perintah Allah.
Kalau saudara mempeerhatikan teks Yunaninya bagian terakhir, maka penulis
menggunakan kata kerja “en” dari kata “eimi”. kata “eimi” ini adalah bagian dari frasa
kata kerja “epelatheto” dan kata sifat “hopoios”. Kata “eimi” ini dalam bahasa inggris
adalah “I exist”, atau “saya tetap eksis”, artinya sifat melupakan firman Tuhan terjadi
secara alami karena kita kerjakan dan biasakan, sedangkan sifat melakukan firman
Tuhan terjadi juga secara alami kalau kita biasakan-kerjakan. Ingat; lupa, itu dalam
bahsa aslinya adalah kata kerja, artinya seseorang lupa melakukan friman Tuhan
karena dia sudah terbiasa mengerjakan[epelatheto ] sedangkan istilah TB “bagaimana
rupanya” dalam bahasa Yunaninya adalah “kata sifat”, artinya kebiasaan melupakan
cara memperbaiki kelemahannya adalah, karena sifat itu dibiasakan. Sedangkan “eimi”
itu adalah hasil dari apa yang kita kerjakan, jadi kalau “eimi” ingin menjadi pelaku
firman Tuhan, maka kita juga harus mengerjakan hal tersebut, sehingga kehidupan
tetap “eksis” untuk melakukan Firman, bukan sebaliknya. Eksis mendengarkan lalu
eksis juga untuk melupakannya.

Rabu 25 Mei 2016


Seri #38 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:25 Meneliti Firman Dengan Teliti

Nestle Greek New Testament 1904: ho de parakypsas eis nomon teleion ton tēs
eleutherias kai parameinas, ouk akroatēs epilēsmonēs genomenos alla poiētēs ergou,
houtos makarios en tē poiēsei autou estai

WBTC Draft: Janganlah kamu berbuat demikian. Kamu harus hati-hati mempelajari
hukum Taurat Allah yang sempurna, yang membuat orang bebas. Kamu harus terus
mempelajarinya. Kamu harus mendengarkan ajaran-Nya dan jangan melupakan yang
telah kamu dengar. Dan kamu harus menaatinya. Apabila kamu melakukan itu, kamu
akan benar-benar berbahagia.

Pertama, Marilah kita memulai penelitian kita dari terjemahan WBTC Draft yang
mengatakan, “Kamu harus hati-hati mempelajari”. Di ayat ini yang menjadi subjek
adalah “meneliti”, jadi meski kita membaca Alkitab yang sempurna, tanpa aspek
penelitian yang sungguh sungguh, hal itu tidak akan mungkin. Itu sebabnya dalam
terjemahan WBTC draf di katakan “kamu harus terus mempelajarinya”.

Istilah “meneliti” yang oleh LAI TB mengatakan “barangsiapa meneliti” berasal dari kata
Yunani “parakuphas” sebuah kata kerja yang secara harafiah diartikan sebagai
“menekuk ke samping, atau bersandar lebih sehingga dapat mengintip ke dalam, atau
melihat dengan cara membungkuk, seperti para murid murid yang hendak meihat
kubur Yesus; untuk memastikan Yesus masih ada di dalam kuburan atau tidak, maka
murid murid saat itu harus “parakuphos” sehingga mereka dapat memastikan apakah
Yesus masih ada atau tidak. Jadi kata “parakuphos” menekankan ketelitian sampai
kita bisa memastikan, apa yang hendak kita pahami. Inilah yang menjadi fondasi dasar
bagi setiap orang Kristen, jika mereka ingin mengetahui apakah sebenarnya yang ingin
diajarkan oleh Tuhan Yesus.

Di Ibrani 2:1 katakan, “Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah
kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus”.
Ayat di atas mengajar, untuk teliti memperhatikan apa yang kita dengar. Banyak gereja,
semangat melakukan praktek hidup yg tidak sehat, & tetap semangat melakukannya,
namun yang dipraktekan bukan berdasarkan penelitian yang akurat, karena itu,
semangat mereka itu membawa mereka kepada maut.
Saya kasih contoh, beberapa tahun yang lalu, ada pendeta yang sangat terkenal di
Indonesia, yang mengajarkan dan melakukan pernikahan secara rohani. Maksudnya,
meski pdt ini sudah memiliki istri yang sah, tetapi dia tetap menikah lagi secara rohani,
dia meninggalkan istri yang sahnya dan hidup bersama istri secara rohaninya. Tetapi yg
aneh bin ajaib dari kehidupan pdt ini adalah, meski dia mempraktekkan hidup yang
tidak sesuai ajaran Kristus, apapun yang diajarkan pdt ini masih saja diikuti oleh
jemaatnya, Saya yakin bahwa semua itu karena satu factor, ketidak telitian akan firman
Allah, sehingga dia dan jemaatnya bisa begitu jauh dari ajaran Kristus yang sejati. Kita
pun demikian, tanpa ketelitan akan firman Allah, maka keagamaan kita hanyalah emosi
yang semu, yang tinggal menunggu waktu untuk mengalami kehancuran, karena itu
waspasalah, telitilah sungguh sungguh firman Allah dalam hidup anda
Dalam terjemahan VMD di katakan: “Janganlah kamu berbuat demikian. Kamu harus
hati-hati mempelajari hukum Taurat Allah yang sempurna, yang membuat orang bebas.
Kamu harus terus mempelajarinya”[25]
Perhatikan yang ditekankan di atas, adanya sikap kehati-hatian, tidak sembrono,
karena itulah Tuhan menetapkan di gereja para pengajar yang membimbing saudara
meneliti firman Allah secara teliti dan hati hati. Ingat, yang kita teliti adalah firman yang
sempurna, bukan buku buku yang fana. Kalau dalam hal hal yang fana saja, seseorang
harus belajar dengan giatnya, mempelajari terus keahliannya sampai dia menjadi
seorang ahli, katakanlah menjadi seorang ahli bedah, tidaklah mungkin dia menjadi
seorang ahli, kalau dia tidak tekun untuk mempelajari apa yang menjadi keahliannya,
demikian juga dengan kita, kalau kita memiliki hukum yang sempurna, maka sikap dan
tindakan kita dalam meniliti firman Allah juga harus mencerminkan kesempurnaan itu
sendiri.

Kamis 26 Mei 2016


Seri #39 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:25 bag 2 Meneliti Firman yang Sempurna Berdampak Kesempurnaan

Nestle Greek New Testament 1904: ho de parakypsas eis nomon teleion ton tēs
eleutherias kai parameinas, ouk akroatēs epilēsmonēs genomenos alla poiētēs ergou,
houtos makarios en tē poiēsei autou estai [25]
KSZI: Namun, orang yang meneliti hukum yang sempurna, iaitu hukum yang dapat
membebaskan manusia, dan melakukannya, akan diberkati dalam segala tindakannya,
kerana dia tidak hanya mendengar lalu melupakannya. [25]
Hari ini kita akan mempelajari apa sebenarnya yang dimaksud dengan
“keesempurnaan” di ayat ini. Sebab dalam terjemahan LAI TB di katakan, “hukum yang
sempurna”. Kemarin telah kita pelajari bahwa yang menjadi subjek di ayat ini adalah
“meneliti”, sekarang kita akan melihat, kata “sempurna” itu sendiri.
Kata sempurna di ayat ini diterjemahkan dari kata sifat Yunani “teleios” yang berasal
dari kata benda “telos”. Kata benda “telos” ini artinya penyempurnaan atau tujuan akhir
yang sempurna. Sedangkan fungsinya dalam kata sifat; “teleios” ini hendak
menekankan kematangan akibat dari sifat penelitian kita yang sungguh sungguh
terhadap firman Tuhan. Sifat kesempurnaan dari firman Allah itu, akan ditrasfer kepada
kita [melalui sikap ketelitian itu] dan menjadi cerminan hidup kita. Jika kita memiliki
kebiasaan untuk meneliti firman Allah dengan sungguh sungguh, maka, tahapan-
tahapan ketelitian yang telah kita praktekkan, pada akhirnya akan menghantarkan kita
untuk mencapai tujuan akhir yang sempurna.
Artikel Yunani; “ho” selalu menjelaskan satu-satunya dari kata yang mengikutinya. Jadi
misalnya jika di katakan “ho theos” maka kata ini berarti “satu-satunya Allah yang
benar; artinya meski banyak allah, dan meski kata “allah” juga digunakan untuk
bermacam macam allah, tetapi Cuma satu Allah yang benar,

Demikian juga dengan frasa “ho de parakypsas eis nomon teleion”, meski banyak
penelitian yang dianggap juga sebagai penelitian, tetapi bagi Tuhan, hanya satu
penelitian yang benar benar sebagai penelitian yang sejati dan yang membawa
kesempurnaan di akhir penelitian, apa itu? penelitian firman itulah penelitian yang
sempurna. Itu sebabnya, istilah sempurna itu sendiri hendak menjelaskan dampak
kepada orang yang meneliti hukum itu sendiri, sebab dampak dari penelitian firman
Allah yang sempurna, sebagai satu-satunya penelitian yang membawa dampak
kesempurnaan di akhir tujuan hidup, hanya terdapat di dalam penelitian firman Allah.
Itulah juga yang dilakukan oleh Ezra. Ezra 7:10 LAI TB, Sebab Ezra telah bertekad
untuk meneliti Taurat TUHAN dan melakukannya serta mengajar ketetapan dan
peraturan di antara orang Israel.
Ezra membawa perubahan social pada zamannya, karena ketelitian Ezra, generasi
umat Allah pada Zamannya memperolah manfaat dari kesempurnaan firman, umat
yang dahulunya berada dalam gelap, di bawahnya kepada terang, karena kecakapan
Ezra dalam meneliti Firman Allah,
Ezra 10:2 mencatat, Maka berbicaralah Sekhanya bin Yehiel, dari bani Elam, katanya
kepada Ezra: "Kami telah melakukan perbuatan tidak setia terhadap Allah kita, oleh
karena kami telah memperisteri perempuan asing dari antara penduduk negeri. Namun
demikian sekarang juga masih ada harapan bagi Israel.
Semua itu karena Ezra telah sungguh sungguh meneliti firman Allah, hingga Umat itu
menyadari kejahatan mereka, sebab mereka diajar oleh pengajar yang benar benar
teliti meneliti firman Allah itu
Ezra 7:11 mencatat, “..Ezra, imam dan ahli kitab itu, yang ahli dalam perkataan segala
perintah dan ketetapan TUHAN bagi orang Israel:
Sedangkan Ezra 7:6 mengatakan, “Ezra ini berangkat pulang dari Babel. Ia adalah
seorang ahli kitab, mahir dalam Taurat Musa yang diberikan TUHAN, Allah Israel”.
Adalah satu sifat yang naïf dan tidak akan membawa dampak apa-apa; bahwa kita ingin
merindukan dampak kesempurnaan firman Allah, tetapi kita bersikap layaknya orang
bodoh, bebal, lagi malas serta tidak teliti kepada firman Allah yang sempurna, kita
merindukan dampak kesempurnaan firman, tetapi langkah hidup kita mencerminkan
ketidak sempurnaan, maka, dampaknya pastilah kesesatan dan hukuman.

Jumat 27 Mei 2016


Seri #40 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:25 bag 3Bebas Dari Ikatan Dosa akibat Tinggal Tetap

Nestle Greek New Testament 1904: ho de parakypsas eis nomon teleion ton tēs
eleutherias kai parameinas, ouk akroatēs epilēsmonēs genomenos alla poiētēs ergou,
houtos makarios en tē poiēsei autou estai [25]
Shellabear 2010: Namun, orang yang menyelidiki hukum yang sempurna, yaitu hukum
yang menjadikan seseorang merdeka, kemudian tetap tinggal di dalamnya, jadi bukan
hanya mendengar lalu melupakannya melainkan juga melakukannya, maka ia akan
berbahagia karena apa yang dilakukannya. [25]
Hari ini kita akan mempelajari apa yang di maksud dengan “ hukum yang
memerdekakan orang ”. Jika kemarin kita telah mempelajari apa itu “meneliti” dan apa
itu “sempurna” maka sekarang kita akan memperhatikan apa sebenarnya yang
dimaksud dengan hukum yang memerdekakan orang. Kemerdekaan seperti apakah
yang hendak dimaksdukan oleh Yakobus? Kata Merdeka di ayat ini diterjemahkan dari
kata benda Yunani, “eleutherias”.
Kata benda “eleutherias” berarti kebebasan, tetapi kebebasan yang di maksud bukan
kebebasan seperti yang diharapkan oleh manusia duniawi, tetapi kebebasan dari
perbudakan dosa. Jika sebelumnya, kita telah mempelajari, ada dua gambaran dari
perbudakan yang jahat yang merongrong kita, pertama, “peraimos” [pencobaan-ujian]
dan yang kedua adalah “ergon” [amarah], maka hari ini kita mempelajari; memiliki
firman Allah dan lalu bersikap teliti terhadap firman Allah sampai kita memastikan apa
yang hendak diajarkan Allah, dan kita melakukannya, maka hal itu akan membebaskan
kita dari perbudakan si jahat, kita akan bebas dari jeratan “ergon” [amarah] dan
“peirasmos” [pencobaan-ujian]. Kisah Para Rasul 13:39 Dan di dalam Dialah setiap
orang yang percaya memperoleh pembebasan dari segala dosa, yang tidak dapat kamu
peroleh dari hukum Musa.
Dan di dalam Dialah setiap orang yang percaya memperoleh pembebasan dari segala
dosa, yang tidak dapat kamu peroleh dari hukum Musa.
Perhatikan yang di katakan di dalam Kisah Rasul 13:39, pembebasan kita dari dosa
terjadi jika kita tinggal di dalam Dia. Saat ini kita tidak menjelaskan secara detail apa
yang di maksud dengan “di dalam Dia” tetapi cukuplah kita katakan bahwa salah satu
aspek yang hendak di katakan adalah tinggal di dalam Firman Allah, itulah yang bisa
membebaskan kita dari perbudakan dosa, karena Yesus itu pada hakekat dan pada
mulanya adalah Firman, dan Firman yang berkuasa untuk menciptakan segala yang
baik, berkuasa juga untuk membebaskan kita dari perbudakan dosa, asal kita bertekun
dengan teliti di dalam Firman itu sendiri.
Tetapi untuk bisa bisa terbebas dari perbudakan dosa, maka ada syarat yang wajib kita
lakukan. Apa itu? “bertekun” di dalamnya. Apa yang di maksud dengan bertekun ini?
Dalam terjemahan Shellabear 2000 di katakan: “ kemudian tetap tinggal di dalamnya” ,
sedangkan terjemahan TSI berkata, “merenungkannya”.
Istilah “bertekun” ini berasal dari kata kerja “parameinos” yang artinya adalah tinggal di
dekat, secara menetap, jadi secara harafiah hal itu bisa diartikan sebagai; tinggal
secara permanen, atau tetap bertahan mematuhi apapun yang terjadi, terus berlanjut
dalam segala kondisi.
Tetapi yang menarik adalah kata kerja “parameinos” ini dituliskan dalam bentuk aorist
aktif participle, sekaligus sebagai nominatif. Marilah kita periksa apa makna yang
hendak di ajarkan Yakobus melalui ayat ini:
Pertama, kata kerja aorist aktif participle artinya, seseorang hanya bisa dibebaskan
apabila-selama dia tetap tinggal di dalam firman itu. Kedua. nominatif
artinya, “parameinos” yang artinya “tinggal dekat” bagian “melekat” dengan sikap
hidup yang “meneliti” jadi “meneliti” dan melekap” adalah satu kesatuan yang tidak
terpisahkan Ketiga, kata kerja “paraménō” berasal dari dua
kata, pertama, kata “Pará” artinya , "dekat-bersama" dan kata yang kedua adalah,
“Meno” artinya , "mematuhi, secara tetap. Jadi kata “parameno” hendak menekankan
kepaturan yang terus menerus, atau terus bersama firman, menjalin erat hubungan
dengan firman , atau tinggal tetap di dalam firman, itulah yang membuat kita
dibebaskan dari dosa. Tidak ada cara lain.

Sabtu 28 Mei 2016


Seri #41 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:25 Bag 4Habit Melakukan & Habit Melupakan

Nestle Greek New Testament 1904: ho de parakypsas eis nomon teleion ton tēs
eleutherias kai parameinas, ouk akroatēs epilēsmonēs genomenos alla poiētēs ergou,
houtos makarios en tē poiēsei autou estai [25]
KSKK: Tetapi orang yang memandang dengan perhatian pada hukum kebebasan yang
sempurna dan berpegang padanya, tidak hanya mendengar lalu melupakannya, tetapi
bertindak sesuai dengannya, dia akan menemukan berkat untuk perbuatan-
perbuatannya itu.
Hari ini kita akan melihat satu aspek penting dari ayat 25 ini, yaitu “jadi bukan hanya
mendengar untuk melupakannya ”, tetapi marilah kita sejenak memperhatikan poin
ketiga dari pembelajaan kita #jumat kemarin, bahwa kita perlu memperhatikan aspek
kepatuhan yg terus menerus, atau menjalin erat hubungan, atau tinggal tetap di dalam
firman.
Sekarang kita akan melihat hubungan dari “kepatuhan yang terus menerus,” dan “jadi
bukan hanya mendengar untuk melupakannya ” tersebut.
Pertama, “akroatēs epilēsmonēs genomenos“
1. kata akroatēs” artinya adalah pendengar. Tetapi pendengar ini tidak tergolong ke
pada habit atau karakter pelaku firman Allah, hanya sebatas mendengarkan saja.
Sebab pendengaran itu hanya dilatih untuk sebatas mendengarkan saja.
2. kata “epilēsmonēs ” artinya adalah “kelalain”. Kata “epilemones” berasal dari kata
“epilanthánomai” yang artinya adalah , "mengabaikan" sehingga menjadi pelupa, atau
kegagalan untuk melakukan. Kata “epilanthánomai” ini hendak menekankan efek
secara alami dari sikap mengabaikan itu. Seperti yang kita sebutkan tadi, karena
pendengaran itu hanya dilatih untuk mendengarkan saja, maka dampak pendengaran
itu tidak bisa membawa perubahan. Itu sebanya di katakan kelalaian. Kenapa bisa
lalai? Karena habit mendengarkan itu tidak dilatih sampai kepada gaya hidup. Jadi
hanya sebatas informasi yg di pikiran sadar saja, sehingga apa yg didengarkan, tetap
diabaikan pikiran bawah sadar.
Artinya, tidak mungkin seseorang bisa menjadikan informasi firman Tuhan menjadi
gaya hidup kalau hal itu tidak dikerjakan atau dibiasakan. Segala informasi yang hanya
sebatas pikiran sadar kita pasti kita abaikan. Satu satunya cara untuk menjadikannya
menjadi bagian dari diri kita adalah berlatih untuk melakukannya.
Saya kasih contoh sederhana, waktu kita belajar bahasa Inggris, kita memang focus
dan teliti saat mendengarkannya, tetapi kalau kita tidak berlatih untuk
mengucapkannya, maka meski setiap hari kita mendengarkan percakapan bahasa
Inggris, maka setiap kali kita ingin mempraktekkannya, maka kita pasti tetap
“melupakannya”. Begitu juga dengan firman Tuhan, tanpa latihan yang teratur, saudara
hanya pendengar firman saja, dan saat anda mau melakukannya, anda pasti
melupakannya.
3. kata kerja“genomenos” artinya adalah muncul, atau menjadi, atau sebuah
transisi dari satu titik ke titik yang lain. Maksudnya begini, saat kita terbiasa untuk
melatih diri hanya untuk mendengarkan tanpa latihan untuk melakukan, maka tetap saja
titik transisi kita adalah “pelupa firman Tuhan”. Karena kata kerja “gínomai” secara
fundamental berarti "menjadi " atau menandakan perubahan kondisi, yang
menyiratkan gerak, atau gerakan, atau pertumbuhan", maka saat kondisi kita sudah
mengalami perubahan negatif, atau gerakan negatif yang sudah terlatih, sudah
terbiasa atau sudah bertumbuh dalam gerak negatif, atau otak kita sudah masuk dalam
pertumbuhan yang negatif, maka 1000 kali pun saudara mendengar firman Allah, maka
hal itu tidak akan berdampak bagi saudara, karena habit, dan karakter anda telah,
dilatih di titik melupakan, karena habit anda telah bertumbuh menjadi monster yang
konsisten untuk melupakan dan melupakan saja, itu sebabnya dalam terjemahan TSI
di katakan, “bukan hanya mendengar dan melupakannya dengan cepat ” [25]
Inilah yang harus kita perhatikan, sekali lagi SAYA GARIS BAWAHI, tanpa latihan-
menjadikan-melakukan firman Allah sebagai kebiasaan dan gaya hidup kita, maka kita
tidak akan bisa terluput dari hawa nafsu [2 Petrus 1:4]. Tubuh kita itu bersifat netral, jika
sudah terlanjur melatihanya utuk yang jahat, maka itulah yang akan dilakukannya setiap
waktu, meski kita seorang yang rajin mendengar firman Allah, tetapi kalau kita, melatih
tubuh kita untuk menjadi pelaku firman Allah, maka informasi firman Allah itu diolah
pikiran untuk dibiasakan pikiran bawah sadar dilakukan.

Minggu 29 Mei 2016


Seri #42 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 25 Bagian 5 Habit Berlatih Melakukan Firman

Nestle Greek New Testament 1904: ho de parakypsas eis nomon teleion ton tēs
eleutherias kai parameinas, ouk akroatēs epilēsmonēs genomenos alla poiētēs ergou,
houtos makarios en tē poiēsei autou estai [25]
KSKK: Tetapi orang yang memandang dengan perhatian pada hukum kebebasan yang
sempurna dan berpegang padanya, tidak hanya mendengar lalu melupakannya, tetapi
bertindak sesuai dengannya, dia akan menemukan berkat untuk perbuatan-
perbuatannya itu. [25]
Hari ini kita akan mempelajari makna dari “sungguh-sungguh melakukannya”.
Pertama, Istilah sungguh sungguh melakukannya berasal dari kata benda “poiētēs”,
tetapi kata benda ini ditempatkan sebagai nominative, artinya kata ini hendak
ditempatkan sebagai subjek yang menggerakkan apa yang hendak dilakukan.
“Poietes” ini merujuk kepada orang yang melakukan profesi. Contoh: seperti profesi
atlit. Atlit, saat dia melakukan apa yang hendak dia lakukan, maka semua itu sudah
harus menjadi kebiasaan dia. Tidak ada seorang atlit yang melakukan gerakan gerakan
tertentu, tanpa dia tidak melatihnya. Lihatlah pemain bola professional, setiap hari
Cuma satu yang dikerjakannya yang berkaitan dengan profesinya, apakah itu? Berlatih
dan berlatih.
Begitu juga dengan kata benda “pietes” yang dimaksudkan Yakobus, kata ini
dimaksudkan sebagai rujukan kepada orang yang ahli, seperti seorang pemain, atau
penyair; atau seorang pelaku, atau pembuat sebuah syair. Kata “poietes” berasal dari
kata “poieó ” yang artinya saya membuat, memproduksi atau melakukan. Begitulah
dengan pelaku firman Allah, dia harus setiap hari berlatih melakukannya, supaya dia
mempunyai habit seperti seorang yang ahli, sehingga tidak mengalami kesulitan saat
hendak melakukan firman Tuhan tersebut.

Marilah kita memeriksa tiga ayat berikut untuk melihat dampak dari latihan terhadap
kebiasaan seseorang:
Pertama, 1 Korintus 9:27 TB, Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya
seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri
ditolak.
Ayat ini mengajarkan, untuk menjadi seperti olahragawan yang dengan sengaja
mengikuti latihan keras— supaya bisa menguasai tubuh dan pikiran Kristus
Kedua, Ibrani 12:11 TB, Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak
mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah
kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya.
Ayat ini mengajar kita, bahwa latihan untuk berusaha keras melakukan firman Tuhan,
seperti seorang anak yang diajar [dihajar], yang membuat kita sedih akibat hajaran itu.
Tetapi kemudian [akibat hajaran itu], hukuman itu menyebabkan kita hidup menurut
kemauan Allah. [menjadi pelaku firman ALlah]
Ketiga, 2 Petrus 2:14 TB Mata mereka penuh nafsu zinah dan mereka tidak pernah
jemu berbuat dosa. Mereka memikat orang-orang yang lemah. Hati mereka telah
terlatih dalam keserakahan. Mereka adalah orang-orang yang terkutuk!
Ayat ini mengajarkan Hati myang sudah terbiasa dengan yang jahat. Maka mereka itu
menjadi orang yang terkutuk! Inilah yang harus kita waspadai, sebab kalau kita terbiasa
untuk melakukan yang tidak datang dari Allah, maka meski kita mendengarkan firman
Allah, hal itu tidak berdampak apa apa pada kita, sebab, kita sudah terlatih untuk
menjadi serakah.
Bagian terakhir yang harus kita perhatikan adalah, kata “ergou” artinya jerih lelah
sebagai akibat pekerjaan, atau implikasi dari tindakan, jadi dapat diartikan sebagai
melakukan, tenaga kerja, kerja. Kata ergon yang dari kata ergo , "bisa diartikan
bekerja untuk mencapai, atau perbuatan yang melakukan dan yang merupakan
keinginan batin kita sendiri. Maknanya jelas, berlelah lelah lah untuk bisa
mempraktekkan firman Allah, mari bekerja, bekerja dan bekerja, latihlah tubuh saudara,
supaya keinginan batin kita juga melakukan firman Allah, sebab tidak mungkin batin kita
menyukai melakukan firman Allah, jika kita tidak biasakan hati kita untuk melakukannya.
Senin 30 Mei 2016
Seri #43 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 25 Bagian 6 Pahamkah Saudara Apa Itu Kebahagiaan?

Nestle Greek New Testament 1904: ho de parakypsas eis nomon teleion ton tēs
eleutherias kai parameinas, ouk akroatēs epilēsmonēs genomenos alla poiētēs ergou,
houtos makarios en tē poiēsei autou estai [25]
VMD: Janganlah kamu berbuat demikian. Kamu harus hati-hati mempelajari hukum
Taurat Allah yang sempurna, yang membuat orang bebas. Kamu harus terus
mempelajarinya. Kamu harus mendengarkan ajaran-Nya dan jangan melupakan yang
telah kamu dengar. Dan kamu harus menaatinya. Apabila kamu melakukan itu, kamu
akan benar-benar berbahagia.
Apa yang di maksud dengan berbahagia di ayat ini? Istilah berbahagia berasal dari
kata sifat Yunani “makarias” yang berasal dari akar kata “makar” [bahagia]. “Makarios”
atau “bahagia” atau "diberkati", menjelaskan orang yang "beruntung" karena menerima
ketentuan Allah. secara harfiah bisa diartikan sebagai orang yang “memperbesar”
manfaat dari kasih karunia-Nya. Jadi bisa katakan, meski Allah memberikan kasih
karunia, tetapi manfaatnya belum tentu bisa dinimkati orang percaya. Misalnya; Allah
mengaruniakan karunia memberi, tetapi tidak semua orang yang mendapatkan karunia
itu untuk maximal untuk melakukannya. Contoh lainnya perumpamaan tetang talenta.
Dari tiga orang yang dikaruniakan tatenta, hanya dua orang yang memaximalkan
talenta itu, sedangkan yang satunya lagi justru menyianyiakan talenta itu
Jadi fungsi dan manfaat kasih karunia Allah bisa kita nikmati, tetapi, jika kita berlatih
melakukannya dalam kehidupan kita. Misalnya; kesabaran adalah kasih karunia Allah,
tetapi kesabaran tidak bisa kita nikmati kalau kita tidak melatih diri kita sabar. Tentunya,
kesabaran harus dulu melalui syarat; yaitu adanya kondisi yang membuat kita untuk
tidak sabar. Saaat keadaan seakan akan membuat kita tidak sabar, maka saat itulah
kita diminta untuk berlatih menjadi orang yang sabar.
Demikianlah kita bisa menikmati kasih karunia Allah tentang kesabaran. Melalui contoh
kasih karunia tentang kesabaran, kita juga mengerti, bahwa kasih karunia Allah dalam
hal apapun harus melalui proses latihan terlebih dahulu, supaya kita menjadi terbiasa
menjadi orang yang melakukan firman Allah. Jadi, “makarios” terjadi jika kita menerima
[mematuhi] Tuhan dalam iman yang benar. Oleh karena itu, iman [pistis] dan
dan berkat/kebahagiaaan atau “Makarios “ sangat terkait erat. Mari kita periksa
sejenak apa hubungan “makarios” [berkat] dengan iman [pistis]
Roma4:5-7: Tetapi kalau ada orang yang tidak bekerja, namun percaya kepada Dia
yang membenarkan orang durhaka, imannya diperhitungkan menjadi kebenaran.
Seperti juga Daud menyebut berbahagia orang yang dibenarkan Allah bukan
berdasarkan perbuatannya…”
Ayat di atas mengatakan, kita dibenarkan karena iman kita, tetapi iman yang benar
selalu dikerjakan melalui contoh perbuatan yang benar. Misalnya, Daud. Daud sadar
betul, bahwa dia tidak dibenarkan karena perbuatannya, tetapi karena iman, tetapi dia
tahu juga bahwa iman yang benar harus disertai dengan perbuatan-perbuatan yang
kongkrit, dan tidak hanya pengakuan mulut, tetapi melalui praktek hidup yang nyata.
Jadi perbuatan orang yang benar itulah yang membuat dia berbahagia, dan bukan
pengakuannya. Sebab pengakuan dalam iman tidak berdampak apa apa, tetapi
perbuatan dalam iman itulah yang membuat dampak yang nyata
Wahyu 14:12-13, Yang penting di sini ialah ketekunan orang-orang kudus, yang
menuruti perintah Allah dan iman kepada Yesus. Dan aku mendengar suara dari sorga
berkata: Tuliskan: "Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan, sejak
sekarang ini." ...karena segala perbuatan mereka menyertai mereka."
Ayat di atas menjelaskan dua hal. Pertama, ketekuanan. Ini berbicara tentang
perbuatan iman di dalam Yesus. Kedua, orang yang mati di dalam Tuhan. Orang yang
mati di dalam Tuhan disebut berbahagia, kenapa? Karena mati di dalam Tuhan adalah
bukti dari perbuatan iman, dan bukan hanya perkataaan atau pengakuan sebagai orang
beriman. Jadi iman tanpa perbutan adalah iman kosong, dan itulah yang membuat
manusia dihukum Allah. sedangkan perbuatan di dalam iman, adalah iman yang benar,
dan itulah yang membuat seseorang diberkati Tuhan.

Selasa 31 Mei 2016


Seri #44 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:25 Bag 7 penutup Anda Sudah Hampir Terlambat, Berlarilah Untuk
Mengejar Kairos Iman

Nestle Greek New Testament 1904: ho de parakypsas eis nomon teleion ton tēs
eleutherias kai parameinas, ouk akroatēs epilēsmonēs genomenos alla poiētēs ergou,
houtos makarios en tē poiēsei autou estai [25]
VMD: Janganlah kamu berbuat demikian. Kamu harus hati-hati mempelajari hukum
Taurat Allah yang sempurna, yang membuat orang bebas. Kamu harus terus
mempelajarinya. Kamu harus mendengarkan ajaran-Nya dan jangan melupakan yang
telah kamu dengar. Dan kamu harus menaatinya. Apabila kamu melakukan itu, kamu
akan benar-benar berbahagia.
Hari ini kita akan memberikan kesimpulan baru ayat 25 ini sekaligus memberikan
cara kerja iman yang benar di dalam Tuhan. Dalam bahasa Yunaninya, “perbuatan”
[poiesei] adalah kata benda dative, yang menjadi objek dari “makarios” [berkat] itu
sendiri. Artinya, meski Allah yang memberikan berkat, tetapi pengetahuan kita tentang
pemberian berkat itu harus di letakkan pada posisi yang tepat, tidak secara sembrono,
lalu mengklaim sebagai orang yang diberkati, tanpa mengerti letak dan posisi dari
berkat itu sendiri, bagaimana cara kerjanya.
Itu sebabnya kata benda Dativ “poiesei” [perbuatan] ini berasal dari kata “poieó”,
artinya adalah sebuah Keputusan untuk melakukan perbuatan iman. kenapa kita harus
menghubungkan perbuatan itu dengan iman? karena kata “poiesei” [perbuatan] adalah
kata benda Dativ, atau sebagai objek langsung dari kata sifat “makarias” [berkat] yang
diletakkan sebagai subjek dari “poiesei” [perbuatan] itu sendiri. Artinya, perbuatan itu
dikerjakan oleh berkat/karunia Allah. Sedangkan berkat itu adalah pemberian Allah,
tepatnya, sebuah sifat yang dikaruniakan oleh Allah.
makarias” [berkat] itu berhubungan erat dengan “pistis” [iman], karena iman itu
adalah berkat yang diberikan Allah. Di atas, telah kita katakan, bahwa “makarias”
adalah subjek dari “poiesei” [perbuatan], artinya, perbuatan iman itu lahir dari berkat itu
sendiri. Untuk mengetahui urutannya, mari kita jelaskan proses terjadinya;
Pertama, Allah mengaruniakan [berkat] hukum atau firman yang sempurna [nomon
teleion] jadi, Allah mengaruniakan terlebih dahulu
Kedua, orang percaya harus meresponi pemberian, dengan sikap yang
menggambarkan kesempurnaan hukum, dengan cara sikap penelitian yang teliti
[parakypsas]. Jadi kesempurnaan firman Allah harus diresponi dengan sikap penelitian
yg menggambarkan kesempurnaan, tidak asal-asalan

Ketiga, harus bertekun atau “parameinos” atau tinggal di dekat, secara menetap, yang
secara harafiah diartikan sebagai; tinggal secara permanen, atau tetap bertahan
mematuhi apapun yang terjadi, terus berlanjut dalam segala kondisi.
Keempat, untuk bisa menjadi “parameinos” harus berlatih untuk melakukannya,
atau “poiētēs”, yang menggerakkan apa yang hendak dilakukan, supaya bisa menjadi
seperti seorang yang ahli, seperti seorang pemain, atau penyair atau atlet; Artinya kita
harus berlatih terus menerus untuk pelaku firman Allah yang sudah kita teliti. Karena
seorang atlet atau penyair hanya melakukan dua hal dalam profesinya, latihan dan
menghasilkan karya. Kita pun harus demikian, latihan melakukan firman Tuhan, dan
hasilkan karya perbuatan iman kita.
Kelima, setelah bersikap teliti dan kerinduan yang mencerminkan kesempurnaan
firman Allah, kita kemudian latihan dan menghasilkan karya, itulah yang membuat
seseorang berbahagia. Jadi meski kita di karuniakan berkat, jika kita tidak meneliti,
berkat itu, dan tidak latihan dan menghasilkan karya dari berkat itu, maka kita tidak
akan menikmati fungsi dari kasih karunia itu.
Keenam, kalau di ayat 24, Yakobus menggunakan kata kerja “ēn” dari kata “eimi” di
kata terakhir untuk menekankan orang yang tidak mengerjakan imannya, tetapi
mengerjakan keinginannya sendiri sehingga, mereka hanya pendengar untuk
melupakan atau memiliki habit pelupa firman Tuhan, maka di bagian terakhir ayat 25 ini
Yakobus juga menggunakan kata “estai” dari kata kerja “eimi” juga, untuk menjelaskan
iman yang benar, sebab iman yang benar dilihat dan dinilai berdasarkan habit yang
eksis untuk latihan, dan eksis untuk melakukan firman Allah. artinya, setelah anda
mencerminakan sikap ketelitian yang mencerminkan kesempurnaan, anda harus masuk
dalam transisi kedua, yaitu latihan dan menghasilkan karya; yaitu, perbuatan iman.
Banyak orang tidak sadar eksis untuk melupakan firman Allah, disebabkan sikap
yang tidak teliti, sehingga tidak ada timbul kesadaran, untuk menyesali betapa jauhnya
dia sudah menyimpang dari Tuhan. karena kesadaran tidak timbul lagi, maka yang lahir
adalah sikap keagamawan, yang terlihat kudus dari mulut dan retorikanya, sikapnya
layaknya seorang aktor-aktris yang tahunya hanya bersandiwawa, tetapi habitnya
adalah pelupa firman Allah. Anda telah eksis dalam hal itu, dan anda tidak akan bisa
lagi berubah, terkecuali, anda menetapkan hati untuk mencerminkan kesempurnaan
firman Allah, masa anda meyakini firman Allah itu sempurna, tetapi sikap ketelitian anda
rendahan, dan tidak bisa dipercaya, bagaimana mungkin anda tahu apa yang anda
katakan anda tahu, sedangkan sikap anda tidak mencerminkan kerinduan untuk
mengetahui dengan baik dan benar? Jangankan latihan firman Tuhan dan
menghasilkan karya perbuatan iman, bahkan yang anda ucapkan pun hanya kata
orang, dan asumsi semata. Karena itu berubahlah, karena waktu merubah habit anda
itu butuh waktu lama, dan waktu meneliti itu butuh waktu, momentum [kairos], sudah
mau habis, sadarilah kemalangan anda, jangan lagi menggunakan waktu hanya untuk
memuaskan ego anda sendiri, kalau tidak anda pasti tertinggal.

Rabu 01 Juni 2016


Seri #45 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:26 Hati Hati Dengan Opini


Westcott and Hort 1881: Ei tis dokei thrēskos einai mē chalinagōgōn glōssan heautou
alla apatōn kardian heautou, toutou mataios hē thrēskeia. [26]
TSI: Karena orang yang berpikir bahwa dia sudah hidup baik sesuai dengan peraturan
agamanya, tetapi dia tidak menguasai lidahnya sendiri, dia adalah orang yang
hanya berpura-pura baik, yang sudah menipu dirinya sendiri. Karena cara
beragama semacam itu percuma saja. [26]

BIS: Kalau ada seseorang yang merasa dirinya seorang yang patuh beragama, tetapi
ia tidak menjaga lidahnya, maka ia menipu dirinya sendiri; ibadatnya tidak ada
gunanya. [26]

Minggu kemarin, telah kita belajar bahwa kita harus memulai latihan firman Tuhan dan
menghasilkan karya perbuatan iman melalui sikap yang mencerminkan kesempurnaan
firman Tuhan. Yaitu; ketelitian [parakypsas], sekarang kita akan melihat dari kebalikan
dari sikap dari ketelitian itu;
Setelah menjelaskan cara hidup yang berdasarkan ketelitian firman dan melatihnya
untuk melakukannya, maka sebaliknya Yakobus langsung menjelaskan sikap yang
berdasarkan opini, hal itu terlihat dari kata penghubung “ei”. [Ei tis dokei thrēskos
einani]

KSKK: Mereka yang merasa diri saleh tetapi tidak menahan lidah, menipu diri sendiri
dan agama mereka sia-sia. [26]

Terjemahan KSKK di atas, mengatakan, sikap itu berdasarkan perasaan saja, dan
bukan karena hasil penelitian firman Tuhan yang sempurna. Apa yang dimaksud
dengan “perasaan”, atau “pikiran” “asumsi” di atas? Dan apa hubungannya dengan
meneliti firman Allah? Dan kenapa Yakobus harus menggunakan istilah tersebut?

Untuk memeriksa hal itu marilah kita perhatikan poin-poin berikut:


Pertama, kata penhubung “ei” adalah kata penghubung yang digunakan untuk
menjelaskan "kondisi” yang berdasarkan “asumsi “, atau yang dipandang sebagai
“faktual “demi sebuah argumen seseorang untuk mempertahankan keyakinannya.
Dengan demikian penggunaan kata “ei” bertujuan untuk menggambarkan asumsi yang
dianggap valid, benar, dan faktual, padahal tidak, dan berkebalikan dengan firman
Allah
Kedua, kata “dokei” artinya adalah, “saya pikir atau lebih tepatnya pikiran saya”, jadi
bukan saya berpikir, tetapi, perasaannya sendiri tentang apa yang berpikir, jadi hal ini
berarti sebuah cara berpikir yang hanya berdasarkan apa yang “tampaknya” dari opini,
dan itu jelas hanya membangun asumsi. Banyak orang tidak bisa membedakan yang
mana oponi, yang mana sebenarnya sebagai firman Allah, tetapi hari ini kita akan
belajar, bahwa opini yang dianggap sebagai firman Allah adalah sesuatu yang sangat
berbahaya dalam hidup kita.

Ketiga, Kata “dokei” adalah kata kerja yang menyatakan waktu kini, atau yang
menyatakan sesuatu yang berlangsung terus-menerus atau berulang kali [Present
Indikatif Aktif ] yang berasal dari akar kata “dokos” [opini], artinya jelas; banyak orang
tanpa sadar, kini dan terus menerus bertindak berdasarkan “opini” atau “pendapat” saja,
dan bukan berdasarkan firman Allah. Yang menarik adalah Yakobus ingin mengoreksi
“dokei” [asumsi-opini] itu sendiri, karena saat itu, banyak Kristen yang tanpa sadar
justru sedang dihipnotis oleh opininya sendiri, dan tidak benar benar tunduk kepada
firman Allah.

Kita harus memperingatkan siapa saya yang menyebut dirinya sebagai orang Kristen,
supaya hati hati, sebab banyak nabi nabi palsu yang juga suka mengutip firman Tuhan,
tetapi yang makna yang disipkannya bukan makna firman Tuhan, tetapi makna dari
opininya, Matius 7:15
berkata: "Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan
menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas”.
[TB], saya mengingatkan anda, sekarang begitu banyak, nabi palsu yang berkhotbah di
mimbar, dan mereka sedang menyisipkan opini mereka ditengah pembacaan firman
Allah, karena itu wasapadalah dan telitilah [parakypsas]

Kamis 02 Juni2016
Seri #46 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:26 bag 2 Hati-hati Perasaan Sudah Beribadah…..


Westcott and Hort 1881: Ei tis dokei thrēskos einai mē chalinagōgōn glōssan heautou
alla apatōn kardian heautou, toutou mataios hē thrēskeia. [26]
BSD: Mungkin ada yang merasa bahwa ia sangat setia beribadat kepada Tuhan.
Tetapi, kalau orang itu tidak dapat menjaga kata-katanya supaya ia tidak bersalah,
maka percuma saja ia beribadat kepada Tuhan. Ia hanya menipu dirinya sendiri.
Banyak orang salah pandang tentang istilah “menghakimi. Sebab, kalau ada
seseorang sedang menyampaikan yang benar, tetapi karena apa yang sidampaikan
keras, dan menusuk kesalahan dan dosa tertentu yang sudah menjadi tradisi, maka
orang yang menyampaikan yang benar itu, kadang, dan umumnya; sama orang yang
sudah melakukan tradisi tanpa dasar firman Tuhan, akan di cap sebagai orang yang
suka menghakimi [maksudnya yang menuduh itu adalah menghakimi dengan tidak
benar], padahal tidak. Sebab, apa yang mereka katakan [yang mengatakan yang benar
itu yang dianggap sesat], sebenarnya justru bukan firman Tuhan yang tepat, [justru
opini].
Firman Tuhan justru memerintahkan kita untuk menghakimi [jangan salah memahami
istilah menghakimi], tetapi dengan cara yang benar, artinya kita harus menjadi media
firman Allah sebagai hakim yang mengatakan benar kalau benar dan salah kalau salah,
sebab selain itu pastilah sebuah opini saja. Dan di ayat 26 ini, dijelaskan, bahwa
“ dokeo” atau “mengira diri benar” , opini yang membentuk pendapat , justru itulah yang
disebut sebagai menghakimi dengan lalim, atau menghakimi dengan tidak benar.

Sebab menghakimi dengan benar, harus berdasarkan firman Allah, dan tidak boleh
berandai andai, sebaliknya hakim yang lalim selalu menggunakan opini dan asumsi,
sehingga orang yang menggunakan opini dan asumsi [yang jatuh ke dalam
penghakiman yang lalim], selalu mendasarkan pernyataaannya berdasarkan “dokeo”
[opini] saja.
Selanjutnya Yakobus menasehati, bahwa opini [perasaan]; sudah beribadah sangat
berbahaya. Kenapa, kita harus memperhatikan baik baik perasaan [opini] sudah
beribadah ini? Karena frasa pertama dari induk kalimat yang ingin ditekankan oleh
Yakobus di ayat ini adalah “supaya waspada” kepada sikap perasaan sudah beribadah
kepada Allah.
Kata beribadah di ayat ini berasal dari kata sifat “threskos”. “threskos” ini mengacu
kepada perasaan [opini] sudah taat terhadap apa yang diyakini. Dalam terjemahan
WBTC Draft, di katakan “mengira beribadat kepada Allah”, sedangkan dalam
terjemahan TSI, dikatakan “berpikir, sudah hidup baik sesuai dengan peraturan
agamanya”. Dalam kata terakhir frasa ini ditekankankannya perasaaan itu melalui kata
“einai” dari kata eimi , yang bisa diartikan sebagai “ to be” atau “I am” atau “ I exist”
atau “aku telah” atau “menjadi”. Maksunya begini; banyak orang merasa sudah eksis
beribadah kepada Allah, tetapi hanya berdasarkan asumsi, dan opininya sendiri. Ini
yang kita sebut sebagai yang sangat berbahaya
Kata sifat “beribadah” [thrēskos] atau kata benda “ibadah” [thrēskeia] jarang muncul
dalam Perjanjian Baru. Dalam Kisah Para Rasul 26:5 kata thrēskeia merujuk pada
praktek keagamaan Farisi yang sangat ketat dan fanatik. Kolose 2:18 mengaitkan kata
yang sama dengan ibadah kepada para malaikat. Pemunculan dalam kitab-kitab kuno
di luar Alkitab menunjukkan bahwa kata tersebut disejajarkan dengan “agama” atau
“hal-hal ritual yang eksternal dari suatu agama”
Arti mana pun yang lebih tepat, poin yang ingin disampaikan Yakobus di 1:26-27 tetap
sama. Dia sedang menegaskan keterkaitan antara perasaan-opini-asumsi sudah
ibadah dan praktek hidup orang beragama. Kenapa? Karena kesalehan seseorang
bukan diukur dari ritual tertentu, tetapi melalui praktek kehidupan sehari-hari. Ibadah
adalah mempersembahkan keseluruhan hidup kita [Roma 12:2]. Hal tersebut selaras
dengan bagian sebelumnya [19-25]. Di sana Yakobus mengajarkan pentingnya orang-
orang Kristen untuk berlatih melakukan keseluruhan firman Tuhan, sebab, Kebenaran
tujuannya bukan ritual dan pengetahuan, namun untuk dilakukan. Karena itu, latihanlah
dirimu utuk melakukan firman

Jumat 03 Juni2016
Seri #47 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:26 bag 3 Waspada Terhadap Opini dan Mulut

Westcott and Hort 1881: Ei tis dokei thrēskos einai mē chalinagōgōn glōssan
heautou alla apatōn kardian heautou, toutou mataios hē thrēskeia. [26]
BSD: Mungkin ada yang merasa bahwa ia sangat setia beribadat kepada Tuhan.
Tetapi, kalau orang itu tidak dapat menjaga kata-katanya supaya ia tidak bersalah,
maka percuma saja ia beribadat kepada Tuhan. Ia hanya menipu dirinya sendiri.
Hari ini kita akan mempelajari frasa ke dua dari ayat ini, yaitu; “tetapi tidak mengekang
lidahnya”. Apa yang dimaksud dengan tidak mengkekang lidah di ayat ini?
Kekang di sini dari kata kerja “chalinagōgōn” yang artinya adalah “mengendalikan”. kata
ini berasal dari dua kata. Pertama, “chalinos” atau “kekang” dan yang kedua
adalah “agó” atau “saya memimpin atau saya membawa”
Sedangkan lidah, dari kata “Glossan” yang artinya adalah “mulut untuk berbicara” jadi
lidah yang dimaksud lebih kepada kata kiasan untuk menggunakan mulut dalam
berbicara, apakah sesuai dengan firman Allah atau tidak, atau hanya bersumber opini.
Jadi istilah “tetapi tidak mengekang lidahnya” [mē chalinagōgōn glōssan] artinya adalah
tidak menggunakan mulut sebagai mana diperintahkan firman Tuhan. Apa dan
dimanakah perintah firman Tuhan tentang lidah atau menggunakan mulut? Sangat
banyak, tetapi singkatnya adalah; semua dosa, selalu dimulai dari opini yang salah, dan
kemudian dilanjutkan oleh mulut yang tidak benar. Mulut yang tidak benar adalah alat
dari opini yang berlawan dengan firman Allah. sedangkan opini adalah sumber dari
mulut yang nazis.

Karena opini dan mulut yang Nazis adalah 2 sumber dari segala penyimpangan dari
firman Allah, maka untuk menyimpukan semua perintah Allah mengenai opini yang
bertentangan firman Allah dan mengenai mulut yang najis, kita akan menggunakan dua
sumber dari firman Allah’
Pertama, keluaran 20. Semua penyinpangan kepada 10 perintah Allah ini terjadi
melalui opini dan mulut. Mari kita periksa
Ayat 3, Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. Terjadi karena opini yg salah.
Ayat 4, Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di
atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Ini
diakibatkan oleh opini. Ayat 5 Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah
kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang
membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga
dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku. Ini terjadi terjadi melalui opini dan
mulut. Ayat 7, Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab
TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan
sembarangan. Ini terjadi melalui mulut. Ayat 8, Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat. Ini
melalui opini dan mulut. Ayat 12, Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu
di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu. Ini melalui opini dan mulut
13 Jangan membunuh. Ini dimulai di opini. 14 Jangan berzinah. Ini dumilai dari opini.
Ayat 15, Jangan mencuri. Dimulai dari opini. Ayat 16, Jangan mengucapkan saksi dusta
tentang sesamamu. Melalui mulut. Ayat 17, Jangan mengingini rumah sesamamu;
jangan mengingini isterinya, atau hambanya, atau lembunya atau keledainya, atau
apapun yang dipunyai sesamamu. Ini terjadi melalui opini dan mulut
Anda lihat, Semua perlawanan kepada perintah Allah, selalu terjadi karenja opini dan
mulut yang Nazis. Dan telah kita periksa, bahwa semua perintah perintah Allah melalui
rangkuman kepada 10 perintah Allah, dilanggar karena mengikuti keinginan opini dan
mulut yang Nazis. Jadi jelas, anda jangan terlalu yakin, bahwa anda orang beriman,
kalau anda hanya mengikuti opini anda dan tidak tunduk kepada firman Allah, serta
anda tidak bisa mengekang mulut saudara, persis seperti yang diperintahkan firman
Allah. Karena itu latilah mulut dan pikiran anda tunduk kepada firman Allah, supaya
jinak saat anda mengingini yang baik.

Sabtu 04 Juni 2016


Seri #48 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:26 Bag 4 Waspada Terhadap Tipuan Diri Sendiri

Westcott and Hort 1881: Ei tis dokei thrēskos einai mē chalinagōgōn glōssan
heautou alla apatōn kardian heautou, toutou mataios hē thrēskeia. [26]Shellabear
2000: Jika seseorang menyangka, bahwa dirinya adalah orang yang beribadah tetapi
lidahnya tidak dikekangnya, maka ia menipu dirinya sendiri dan sia-sialah ibadahnya.
Kemarin kita telah melihat di PL, bahwa semua dosa dan perlawanan kepada firman
Allah selalu dimulai dari opini dan mulut. Sekarang kita akan memeriksa sumber dari
PB. Kita akan melihat Galatia 5:22-23, karena dosa-dosa ini sudah mewakili semua
pemberontakan kepada firman Allah. Mari kita periksa
Ayat 20, penyembahan berhala [karenaopini dan mulut], sihir [karena opini dan mulut],
perseteruan [karena mulut], perselisihan [karena mulut], iri hati [karena opini], amarah
[karena opini dan mulut], kepentingan diri sendiri [karena opini], percideraan[karena
opini dan mulut], roh pemecah [karena opini dan mulut], ayat 21, kedengkian [karena
opini], kemabukan[karena mulut], pesta pora [karena mulut]
Perhatikan semua dosa da kenazisan itu diawali dengan opini diri sendiri dan bukan
berdasarkan firman Allah, dan pada akhirnya opini itu diteruskan oleh mulut yang Nazis,
sehingga diri tidak bisa tunduk kepada firman Allah.
Dalam kitab Amsal 10:11, di katakan “Mulut orang benar adalah sumber kehidupan,
tetapi mulut orang fasik menyembunyikan kelaliman”. [TB] sedangkan Mazmur 37:30
berkata “Mulut orang benar mengucapkan hikmat, dan lidahnya mengatakan hukum”;
Karena itu pikirkanlah dengan baik-baik, jangan sampai keyakinan anda terhadap ritual
keagamaan yang sudah anda jalankan selama ini, sia-sia.
Adalah bijak untuk berhenti sejenak, dan mulai merenung, apakah kehidupan beragama
anda hanya ritual semata, tanpa praktek atau latihan untuk benar benar menghidupi
firman Allah dalam kehidupan saudara. Karena renungkanlah baik baik.
Sekarang marilah kita memperhatikan hubungan frasa pertama dengan frasa kedua ini
[menggunakan mulut dengan benar]. Ingat Orang yang mengaku sebagai orang yang
“beragama”, atau anggapan “seseorang bahwa dirinya beragama” atau kalau anda
berpikir [ “dokeō”] sudah menghidup keyakinan anda, maka indikasinya adalah anda
mampu menjaga mulutuntuk tidak mengeluarkan hal hal yang najis.
Matius 15:11 berkata, "Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut
yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan
orang." [TB]
Dari ayat di atas, kita mengerti, bahwa semua jenis kenajisan yang terjadi , selalu
dimulai dari opini, dan kemudian keluar melalui mulut. Karena itu jangalah diri saudara,
supaya tidak dikontrol oleh asumsi atau opini. Sebab, ketika kebiasaan untuk
mendengarkan opini dari pada firman Allah telah menjadi habit, maka anda pasti ditelan
oleh hawa nafsu yang membinasakan. Karena itu, jangalah kairos Tuhan, jangan
mempermaikan Tuhan bertobatlah, sebab habit itu membutuhkan waktu untuk
mengubahnya, kalau bukan sekarang, kapan lagi.
Karena itulah-makanya Yakobus berkata, itu hanya akan “menipu dirinya sendiri”
[apaton kardian]. Istilah “apaton” berasal dari kata apatáō atau “apate” yang
artinya, menipu dengan menggunakan taktik rayuan, atau memberikan kesan yang
menyimpang. Jadi “apatáō” artinya memikat dalam penipuan, jadi “apatao” hendak
menekankan cara hidup yang mendatangkan kesalahan atau sering disebut orang
sebagai delusi. Kenapa dikatakan delusi? karena, rayuan-kesan tersebut
memanfaatkan unsur kesenangan diri sendiri. Sedangkan “kardian” adalah
hati atau pusat keberadaan kita, dan pusat dari moral kita. Jadi, Yakobus memberikan
peringatan keras-hati-hati, kalau sampai habit nafsu yang jahat menguasai kita, maka
dia akan terus menerus, dan terbiasa, dan sudah biasa untuk merayu dan
mengesankan kita melalui berbagai keinginan opini kita. Karena itu belajar yang benar
firman Allah, teliti, lalu berlatih terus untuk melakukannya, kalau tidak anda pasti akan
ditelah hawa nafsu dunia.

Minggu 05 Juni 2016


Seri #49 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:26 Penutup Ibadah yang Sia-sia


Westcott and Hort 1881: Ei tis dokei thrēskos einai mē chalinagōgōn glōssan
heautou alla apatōn kardian heautou, toutou mataios hē thrēskeia. [26]
Shellabear 2000: Jika seseorang menyangka, bahwa dirinya adalah orang yang
beribadah tetapi lidahnya tidak dikekangnya, maka ia menipu dirinya sendiri dan sia-
sialah ibadahnya.
Hari ini kita akan menyelesaikan pelajaran terakhir dari ayat 26 ini yaitu ibadah yang sia
sia.
Pertama, ibadah ini merujuk kepada tindakan ritual dalam kehidupan
beragama. Artinya, banyak orang tanpa sadar, bahwa ritual ritual beragamanya telah
menjadi sia-sia, karena habitnya telah dibentuk terus menerus berdasarkan asumsi
atau opininya saja. Ini jelas karena ketidak telitian firman Allah, sebab di ayat 25 telah
dijelaskan jika seseorang teliti, maka dia tidak akan mungkin bersandar kepada
opininya. Tetapi kalau seseoang sudah dibangun di atas opini, maka habitnya itu akan
membinasakannya, dan itu tinggal menunggu waktu saja.
Kita perlu tegaskan ulang, bahwa kehidupan kita tidak dinilai dari ritual-ritual
keagamaan kita. Bandinkan dengan ayat berikut: Matius 5:20 Maka Aku berkata
kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan
ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke
dalam Kerajaan Sorga. Ini sekaligus sebagai kritik kepada umat Allah yang selalu
menilai dirinya berdasarkan ritual-ritual agam yang dijalankannya. Firman Alllah jelas
menegor kita, bahwa jika dalam kehidupan keseharian kita kita tidak melatih diri untuk
mempraktekkan firman Allah, maka ritual agama kia pasti sia-sia.

Apa yang dimaksud dengan sia sia di ayat ini? sia-sia, yang dimaksud di ayat ini adalah
tidak produktif, maknanya jelas tidak berTuhan, meski mengakui sebagai orang yang
beriman, atau bahkan hidup berdasarkan ritual keagamaan. Tetapi orang yang
demikian pasti akan terlihat dari cara dia mengunakan mulutnya, apakah berdasarkan
firman Allaha tau hanya berdasarkan opini. dan 1 Timotius 1:6, mengatakan, “Tetapi
ada orang yang tidak sampai pada tujuan itu dan yang sesat dalam omongan yang sia-
sia.”

Jadi pengakuan sebagai orang yang percaya pada Kristus, akan menjadi sia-sia,
menjadi tidak nyata, tidak efektif, tidak produktif; tidak praktis, artinya. Pengkuan
sebagai orang yang bertuhan hanya teori saja.

Istilah sia-sia ini berasal dari kata sifat “mataias” yang akar katanya adalah “Maten”
yang berarti "tanpa tujuan. Tanpa tujuan di sini hanya kiasan yang hendak menekankan
kehidupan yang dibangun dia tas opini [bukan firman Allah] atau kehidupan yang tanpa
dasar, kehidupan yang sekejab (fana). Jadi “mátaios” hendak menekankan tidak
adanya tujuan hidup yang pasti sesuai firman Allah, atau kegagalan untuk mencapai
tujuan yang benar.

Senin 06 Juni 2016


Seri #50 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1: 27 Memahami Ibadah Yang Sempurna

Yakobus 1:27 Byzantine/Majority Text: thrēskeia kathara kai amiantos para theō kai
patri autē estin episkeptesthai orphanous kai chēras en tē thlipsei autōn aspilon eauton
tērein apo tou kosmou [27]
TSI: Cara beragama yang sempurna dan yang tidak bercela di mata Allah bisa terlihat
dalam hal seperti ini: Ketika kita memperhatikan penderitaan anak yatim piatu atau
janda dan menolong mereka, dan ketika kita tidak membiarkan diri kita ternoda dengan
mengikuti keinginan-keinginan duniawi. [27]
Jika sebelumnya telah dijelaskan bahwa ibadah yang menyimpang itu ditandai dengan
kehidupan yang selalu di dasarkan kepada opini [dokos], di mana bentuk akhirnya opini
itu terlihat dari kebiasaan mulut yang menyimpang dari firman Allah, maka hari ini kita
belajar, bahwa ibadah yang murni terlihat dari dari satu hal saja.
[sebelumnya kita telah pelajari, bahwa semua hukum Allah dilanggar melalui dua unsur,
pertama; Pikiran yang membangun opini, dan yang kedua; mulut yang mempraktekkan
opini yang salah]
Tetapi sebelum melihat makna unsur dari ibadah yang murni & tidak bercatat di
hadapan Allah, marilah kita terlebih dahulu melihat, apakah yg dimaksud dengan
ibadah yang murni & tak bercacat di hadapan Allah.
Pertama, mari kita mempelajari apa sebenarnya makna dari ibadah yang sempurna
dan tidak bercacat. [thrēskeia kathara kai amiantos]
1. thrēskeia artinya adalah ibadah.
2. Sedangkan “kithara” artinya bersih. “kithara” adalah kata sifat yang berasal dari kata
“katharos”, artinya, bersih, murni, tidak dicemarkan, baik secara harfiah atau seremonial
atau spiritual. Kata sifat “katharos” adalah kata primitif, yan bisa diartikan sebagai
"tanpa campuran" atau apa yang dipisahkan, atau yang dibersihkan, murni
karena tidak dicampur, atau karena tanpa elemen yang tidak diinginkan.
Jadi kata ini digunakan sebagai kiasan rohani yg merujuk pada keadaan yg suci karena
dibersihkan atau disucikan oleh Allah, atau karena bebas dari kontaminasi yang
mengotori, atau dari pengaruh dari dosa.
3. Sedangkan kata “amiantos” adalah kata sifat yang artinya tidak bernoda, ternoda,
atau bebas dari kontaminasi. kata sifat “amiantos” berasal dari dua kata Yunani.
Pertama, A [alpha] artinya "tidak" dan yang kedua. “miaínō” artinya noda, kenajisan.
Jadi kata sifat “aminantos” adalah kata kiasan yang menggambarkan orang yang tidak
tercemar atau yang tidak kena noda kenajisan si jahat. Jadi istilah ibadah yang murni
dan yang tak bercacat hendak menjelaskan sebuah konsep ibadah yang murni, dan
tidak dicampur elemen dunia yang tidak dinginkan yaitu opini, dan karena itu tidak
bernoda, ternoda, atau bebas, atau tidak tercemar atau tidak kena noda kenajisan si
jahat. Berbeda dengan ibadah yang sia-sia [mataios], ibadah yang suci dan tidak
tercemar dosa, tidak tercemar opini dunia [kathara kai amiantos].
Dua kata ini [kathara kai amiantos] menyiratkan kesucian yang mutlak dari pandangan
Allah, itu sebabnya penulis menggunakan istilah “Allah dan Bapa”. Jadi Kesucian yang
mutlak ini selaras dengan sifat yg berasal dari Allah. Itu sebabnya di katakan, “para
theō kai patri” [di hadapan Allah, Bapa kita ]. Kenapa Yakobus sengaja memberi
tambahan “di hadapan Allah, Bapa kita”? [ayat 27a]. Perhatikan baik baik penulis
menempatkan “theō kai patri” sebagi objek dari ibadah yang suci dan tidak tercemar
[kithara kai amiantor], artinya penggunaan istilah Allah dan Bapa, hendak menekankan
sumber dan sifat dari ibadah yang murni dan yang tidak catat itu sendiri. Murni dan
tidak catat [kathara kai amiantos] adalah idiom [ungkapan Yunani] yang menjelaskan
konsep ibadah yang suci dan tidak tercemar. Sedangkan Allah dan Bapa [theō kai patri]
adalah idiom [ungkapan] Yunani yang digunakan Yakobus untuk menjelaskan sifat
dan sumber dari kesempurnaan kesuciaan ibadah itu sendiri.
Orang yang beribadah adalah orang yang merindukan kesucian yang sejati, dan harus
tahu bahwa itu datang dari Allah, dan hanya dihadapan ALlah, dan itu dianugerahkan
Allah melalui FirmanNya, dan karena itu sikap kita harus mencerminkan kesempurnaan
[teliti], dan kita juga harus berlatih untuk melakukan firman dengan sikap yang
sempurna, baru kita bisa menghidupi ibadah yg sempurna, karena ibadah yang
sempurna, bukan liturgy apalagi ucapan lidah berdasarkan opini, tetapi habit yang
menjadikan firman Allah sebagai yang eksis di dalam mental kita.

Selasa 07 Juni 2016


Seri #51 Belajar Kitab Yakobus
Yakobus 1:27 Bag 2 Memahami , Bahwa Ibadah Adalah Tujuan Akhir

Yakobus 1:27 Byzantine/Majority Text: thrēskeia kathara kai amiantos para theō kai
patri autē estin episkeptesthai orphanous kai chēras en tē thlipsei autōn aspilon eauton
tērein apo tou kosmou [27]
BSD: Sebab, bagi Allah, orang yang sungguh-sungguh beribadat ialah orang yang
menolong anak yatim piatu dan janda-janda yang mengalami kesusahan. Orang itu juga
menjaga dirinya sendiri supaya tidak ikut-ikutan melakukan hal-hal yang jahat di dunia
ini. [27]
Kemarin kita telah mempelajari apa yang dimaksud dengan ibadah yang sejati, hari ini
kita akan mempelajari wujud dari ibadah yang murni sebagai berikut:
[estin episkeptesthai orphanous kai chēras en tē thlipsei autōn aspilon eauton tērein
apo tou kosmou]
Pertama, ibadah yang murni terlihat dari wujud kehidupan sehari hari. Perhatikan kata
kerja “Estin” kata ini berasal dari kata “eimini” sebuah kata kerja dasar Yunani yang
menyatakan “menjadi”. Jadi ibadah yang sejati itu dilihat ari eksistensi perbuatan hidup
yang menjadi sama seperti yang Allah inginkan. Itu sebanya kata “Estin” [menjadi]
dihubungkan dengan: mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan
mereka [estin episkeptesthai orphanous kai chēras en tē thlipsei autōn]
Frasa “mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka” adalah
idiom [ungkapan teologis] yang merujuk kepada kasih

Koreksi ungkapan janda janda

1 Yohanes 4:8 “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah
adalah kasih.
Untuk memeriksa bahwa ungkapan itu benar benar merujuk kepada kasih, maka kita
perlu memeriksanya dengan seksama; Kata “mengunjungi” [episkeptesthai, dari kata
“episkeptomai” ] di ayat ini adalah ungkapan [idiom] kiasan yang berasal dari dua kata.
Pertama. Dari kata “epi” dan yang kedua, adalah “skopos”.

Pertama, “Epi” artinya adalah “pada atau untuk” yg menyiratkan "cocok atau pas"
dengan kata yang melekat dengan kata “epi” tersebut, karena “Epi” adalah sebuah
“preposisi” atau kata depan yang merangkaikan-menyatu dengan kata-kata yang
dirangkaikannya. Jadi jika “epi” dihubungkan dengan “skeptomai”, maka hal itu
membentuk sebuah pengertian baru yang hendak dijelaskan, karena itu menjadi
“episkeptomai”. Kalau begitu apakah pengertian episkeptomai yg hendak dijeskan
tersebut? Sebelum menjelaskannya, maka kita harus menjelaskan kata “skeptomai” yg
berasal dari kata “skopos” tersebut
Kedua. “skopos” yang berasal dari kata “skeptomai artinya adalah “media untuk
melihat dengan seksama” atau “cara untuk mempertimbangkan dengan tepat”. Istilah
skopos adalah sebuah uangkapan kiasan., dan untuk memahami istilah ini dengan
tepat, kita harus menggunakan gambaran senapan yang digunakan penembak jitu,
karena “skopos” mengandung pengertian “lingkup" atau “zoom” atau “teropong pada
senapan yang digunakan penembak jitu untuk bisa mencapai target. Pada senapan,
untuk mencapai target dengan pas, dan tanpa meleset digunakan lingkup atau zoom
atau teropong.
Gambaran yang diambil dari penggunaan teropong atau zoom dalam senapan adalah,
seorang yang memahami ibadah yang sejati adalah orang yang memahami bahwa
ibadah itu adalah tujuan hidup, dan orang yang hidup dalam tujuan hidup yang sejati,
dia bersikap layaknya seperti seorang penembak jitu yang memantau sasarannya
[tujuannya] dengan zoom, artinya dia menemukan sasaran yang tepat, dan itulah tujuan
hidupnya. Itu sebabnya di katakan, mengunjungi atau menolong anak yatim piatu dan
janda-janda yang mengalami kesusahan, karena idiom [ungkapan] “mengunjungi atau
menolong anak yatim piatu dan janda-janda yang mengalami kesusahan” adalah idiom
[ungkapan] untuk melaksanakan hukum kasih, maka dalam konteks saat itu zoom yang
digunakan Yakobus menghasilkan pertimbangkan yang seksama: menolong anak yatim
dan janda yang kesusahan adalah tujuan hidup orang percaya yang paling prioritas
saat itu, karena aniaya, para suami yg mati terbunuh, karena jemaat itu sedang lari
keperantauan akibat penganiayaan. Orang yang mehami ibadah yang sejati, dia
mengerti bahwa tujuan hidupnya dirinya dipanggil untuk mengasihi sesama, dan dia
ibarat penembak jitu, meneropong untuk melihat dengan seksama, sehingga dia
melihat sekitarnya, dalam hal apa wujud kasih di prioritaskan, untuk itulah dia dipanggil
& dia harus mencapai sasarannya.

Rabu 08 Juni 2016


Seri #52 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:27 bagian 3Tujuan Akhir Dari Keseluruhan Firman

Yakobus 1:27 Byzantine/Majority Text: thrēskeia kathara kai amiantos para theō kai
patri autē estin episkeptesthai orphanous kai chēras en tē thlipsei autōn aspilon eauton
tērein apo tou kosmou [27]
BSD: Sebab, bagi Allah, orang yang sungguh-sungguh beribadat ialah orang yang
menolong anak yatim piatu dan janda-janda yang mengalami kesusahan. Orang itu juga
menjaga dirinya sendiri supaya tidak ikut-ikutan melakukan hal-hal yang jahat di dunia
ini. [27]
Kemarin kita telah mempelajari “skopos” [melihat-mempertimbangkan dengan seksama]
sekarang kita akan menggunakan istilah “akhir-penanda”. Kenapa kita harus
menggunakan istilah “akhir-penanda? karena dua hal.
Pertama. tujuan akhir dari keseluruhan firman Allah itu adalah praktek hidup sesuai
dengan sifat Allah, dan karena praktek hidup seluruh firman Allah dirangkumkan
dengan kasih, maka tujuan akhir dari semua firman Allah adalah mengasihi. Maka
istilah “episkeptomai” yang digunakan adalah idiom [ungkapan] untuk bisa mengasihi,
sebagai bukti keberadaan kita sebagai orang yang menghidupi ibadah yang sejati,
karena ibadah yang sejati adalah tujuan hidup yang sejati [mengasihi], itu sebabnya
semua hukum di Alkitab, dirangkumkan di dalam 2 idiom [ungkapan] kasih:
Matius 22:37-39. “Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah
hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan
itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah
tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."
Tetapi bagaiman kita mau mengungkapkan kasih kita kepada Allah yang tidak
kelihatan, jika kasih kepada yang kelihatan tidak bisa kita lakukan? Itu sebabnya idiom
[ungkapan] kasih yang benar kepada Allah selalu harus dibuktikan melalui kasih kepada
sesama.

Jadi dari kata “episkeptomai” [meneropong, untuk melihat sasaran kasih kita dengan
tepat], kita mendapatkan satu pengertian yang tepat, bahwa ibadah yang benar eksis
melalui perbuatan yang mengasihi, dan itu kita buktikan kepada orang orang yang kita
pertimbangkan dengan adil, tepat, bahwa orang orang tersebut wajib untuk ditolong,
dan bukan hanya melalui ungkapan bibir, atau liturgy pujian penyembahan yang
dilaksanakan di dalam organisasi gereja. Dan karena mengasihi adalah sebuah proses,
maka setiap orang Kristen wajib hukumnya melatih diri untuk mengasihi, untuk
meneropong dengan konsisten, siapakah yang sedang membutuhkan sasaran kasih
kita? Itu harus kita latih dengan sikap yang sempurna, supaya habit mengasihi eksis di
dalam mental anda. Jika tidak, maka semua keagamaan kita, adalah palsu dan
pembohongan, yang tidak berguna sama sekali.
Bayangkan, jika misalnya, seorang anak gadis dari keluarga yang sederhana, di mana
ayahnya hanya memiliki penghasilan / bulan misalnya 3 jutaan, dan karena gajinya
yang hanya cukup untuk menafkahi keluarga itu, maka ibu dari sang anak gadis itu
harus mengerjakan semua pekerjaan rumah sendirian. Dan jika, anak gadis dari
keluarga yang sederhana ini tidak dilatih dalam pengertian dan praktek ibadah yang
benar, dia akan menjadikan ibunya seperti pembantunya, karena setiap hari, ibunya
akan menolong dia, tetapi anak gadis itu akan bertindak bagaikan putri raja. Apa-apa
dilayani, tanpa sadar harusnya melayani. Kalau anak gadis ini tahu tidak bahwa ibadah
adalah tujuan hidup yang sejati, yang sudahlah sewajarnya memiliki tujuanya menolong
ibunya dalam perkerjaan pekerjaan rumah atau yang sejenisnya, maka hal itu akan
melahirkan sikap generasi muda yang jatuh kepada peribadatan yang palsu, karena
banyak anak gadis yang mengaku Kristen, dan dalam pelayanan di gereja sangat
“mantap” tetapi dalam hal hal yang paling sederhana di rumahnya, tidak bisa
diandalkan.
Ilustrasi gadis di atas adalah contoh, bahwa ibadah itu adalah tujuan hidup yang sejati.
Dan tujuan hidup yang sejati adalah, mengasihi, dan mengasihi yang benar, harus
mengunakan teropong untuk bisa melihat dengan seksama sekitar kita, dalam hal apa
kita harus mewujudkan kasih kita dengan tepat, sebab percuma kita menjadi orang
Kristen, jika dalam hal hal yang sederhana dan perkara perkara yang kecil, kita justru
menjadi batu sandungan. Apa gunanya kita menjadi Kristen, kalau kita tidak memiliki
tujuan hidup yang terukur, dalam hal hal yang sederhana?

Kamis 09 Juni 2016


Seri #53 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:27 bagian 4Penanda Sudah Mencapai Tujuan Akhir

Yakobus 1:27 Byzantine/Majority Text: thrēskeia kathara kai amiantos para theō kai
patri autē estin episkeptesthai orphanous kai chēras en tē thlipsei autōn aspilon eauton
tērein apo tou kosmou [27]
BSD: Sebab, bagi Allah, orang yang sungguh-sungguh beribadat ialah orang yang
menolong anak yatim piatu dan janda-janda yang mengalami kesusahan. Orang itu juga
menjaga dirinya sendiri supaya tidak ikut-ikutan melakukan hal-hal yang jahat di dunia
ini. [27]
Kemarin kita telah mempelajari satu hal dari “akhir-penanda? Yaitu, tujuan akhir dari
keseluruhan firman Allah yaitu untuk mengasihi. Sekarang kita akan memeriksa aspek
kedua, yaitu aspek “penanda”.
Penanda adalah aspek makna, atau makna hidup, atau aspek yang berguna bagi orang
lain, sebagai bukti, atau sebagai bukti jika kita mengaku mengasihi. Mari kita pelajari
pelan pelan. Kalau dikatakan penanda, maka harus ada petanda. Karena sebuah
tanda, selalu disertai dua hal, yaitu; 1. Penanda. 2. Petanda.
Pertama, Penanda adalah aspek material dari tanda atau bukti tanda orang yang sudah
sampai kepada tujuan akhir dari kekristenan, di mana bukti itu ditemukan dari orang
yang menikmati tanda kasih kita tersebut. Dengan kata lain, penanda adalah “kasih
yang bermakna” atau “kehidupan yang bermakna” dan yang dirasakan orang lain.
Sebab tidak mungkin kita mengatakan mengasihi, kalau orang tidak merasakan
dampak dari pengakuan kita.
Kedua, sedangkan petanda adalah aspek abstrak, atau ide atau kerinduan yang ada
dalam pikiran untuk mengasihi seseorang. Tanda orang yang tujuan kehidupannya di
rasakan orang lain, dimulai dulu dari dirinya sendiri. Dan tandanya itu adalah petanda,
atau aspek ide, atau kerinduan yang berdasarkan pehamahan yang tepat kepada
firman Allah, sebab tidak mungkin muncul begitu saja tanda mengasihi, kalau
pikirannya tidak diselaraskan dengan firman Allah.

Dari aspek akhir dan aspek penanda dari tanda orang yang menghidupi firman Allah
untuk mengasihi, kita menjadi mengerti bahwa istilah “skopos” sebagai kata “kiasan”
bertujuan untuk menjelaskan aspek praktek-nyata dari orang orang yang ingin sampai
ditujuan akhir dari ibadah itu sendiri. “Skopos” adalah tanda satu-satunya dari orang
yang hidup di dalam iman yang benar. Jadi istilah “skeptomai” yang berasal dari kata
“skopos” adalah ungkapan kiasan untuk merujuk kepada tindakan yang penuh dengan
seksama dan penuh perimbangan untuk membuktikan tanda yang sah, dan satu-
satunya; bahwa seseorang sudah sampai kepada tujuan imannya, atau bisa kita sebut
sebagai tanda dari orang yang melakukan perlombaan iman, sebab tanda dari
perlombaan itu, terlihat dari sikap hidup yang memiliki tujuan untuk mengasihi. Itulah
yang dikejar oleh Paulus, dan itulah makna dari idioam [ungkapan] yang sampaikan
Paulus di kitab Filipi:
Filipi 3:14 dan berlari-lari kepada tujuan [skopos] untuk memperoleh hadiah, yaitu
panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.
Ayat di atas menjelaskan bahwa Paulus berlari lari kepada “skopos” [tujuan]. Dengan
seksama Paulus berkata, untuk itulah dia dipanggil Kristus. Secara sekilas, kita akan
melihat dua ayat dari pasal 3 yang bertentangan dengan tujuan hidup seseorang.
Pertama, 3:11 “Adakah sumber memancarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang
sama?” Ayat ini adalah idiom [ungkapan] kiasan, bahwa seorang pengikut Kristus tidak
mungkin melahirkan dua habit yang saling bertentangan. Perhatikan baik baik,
ungkapan kiasan itu menggunakan gambaran dari sumber mata air. Ungkapan ini
memberikan kita gambaran kongkrit, bahwa habit itu seperti mata air, dan tidak
mungkin melahirkan dua hal; yang bermanfaat dan yang yang tidak bermanfaat. Artinya
jelas, jika anda tidak segera melatih diri untuk memiliki gaya hidup melakukan firman
Tuhan, anda pasti akan binasa, dan itu tidak bisa dibantah melalui habit jahat anda. Itu
pasti
Kedua, 3: 14 “Jika kamu menaruh perasaan iri hati dan kamu mementingkan diri
sendiri, janganlah kamu memegahkan diri dan janganlah berdusta melawan
kebenaran!”. Dua indikator [tanda] seseorang berbohong, telah menghidupi ibadah
yang sejati adalah; 1. iri hati. 2. mementingkan diri sendiri. Jika kedua ini adalah habit
anda. Keberibadatan anda hanyalah kebohongan dan kemegahan yang sesat. Karena
itu sadarilah kemalanganmu, bertobatlah segera, waktu bertobat tinggal sedikit.

Jumat 10 Juni 2016


Seri #54 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:27 bagian 5Menemukan Ibadah yang Sejati, dan Beribadahlah

Yakobus 1:27 Byzantine/Majority Text: thrēskeia kathara kai amiantos para theō kai
patri autē estin episkeptesthai orphanous kai chēras en tē thlipsei autōn aspilon eauton
tērein apo tou kosmou [27]
WBTC Draft: Ibadat yang diterima Allah ialah: mengurus anak yatim piatu atau para
janda yang membutuhkan pertolongan, dan menjaga dirimu sendiri dari pengaruh
dunia. Ibadat seperti itulah yang diterima Allah selaku ibadat yang murni dan baik
Kemarin telah kita lihat istilah episkeptesthai, dari kata “episkeptomai” di mana
ungkapan [idiom] “episkeptomai ini hendak menjelaskan “skopos” atau “zion” atau
“teropong” untuk bisa mengamati tujuan hidup dengan cermat, di mana melalui
pengamatan Yakobus pada saat itu, bahwa tujuan prioritas mereka saat itu dalam
mewujudkan kasih adalah menolong anak yatim dan janda yang kesusahan karena
aniaya, sebab para suami mereka mati terbunuh akibat nama Yesus.
Sekarang kita akan memeriksa dengan seksama, apakah mereka benar benar
mengalami aniaya atau tidak, dan kalau ia, aniaya yang seperti apa yang hendak
dijelaskan oleh Yakobus? Hal ini perlu kita pahami, supaya dalam menetapkan sasaran
yang di dasarkan dengan pertimbangan, kita membutuhkan perngertian yang selaras
dengan Firman Allah, sehingga kita memiliki sikap yang tepat untuk mewujudkan tujuan
dari kasih dengan cara yang benar.
Di dalam terjemahan baru di katakan, “dalam kesusahan mereka”. Istilah kesusahan ini
berasal dari kata kerja Yunani “thlipsei” yang berasal dari kata “thlibo”. Arti kata ini
adalah menganiaya, atau menekan keras. “thlíbō” berasal dari akar kata
“thlipsis” artinya adalah; orang yang mengalami gesekan, yang mengalami tekanan
karena berbagai situasi hidup, seperti misalnya; situasi yang tidak sesuai dengan
keadaan kita "menggosok kita dengan cara yang salah" yang membuat kita mengalami
tekanan hingga mengalami distress. Apa itu distress? Dan kenapa kita mencantumkan
istilah itu?

Pertama, karena “distress” artinya stess yg negatif akibat tekanan hidup, maka setiap
orang yang mengalami tekanan hidup [kesusahan] pasti mengalami distress. “Distress”
berasal dari B. Prancis, “destresse”, yang berarti ditempatkan dibawah kesempitan-
penindasan. Distress berasal dari dua kata. 1. “Dis” yang berarti adanya masalah,
gangguan yang tidak ada jalan keluar. Dan kata yang ke 2 adalah “stess”. Artinya suatu
kondisi yang dinamis, saat seorang dihadapkan pada peluang-tuntutan yang terkait
dengan apa yang dihasratkan-penting tetapi yang hasilnya dipandang tidak pasti

Kedua, distress adalah unsur jahat dari stres. Stress memiliki dua unsur yang saling
berlawanan, yaitu “distress dan eustress”. Distress telah kita jelaskan di atas,
sedangkan eustress berasal dari dua kata, yang pertama adalah kata “eu” berasal dari
bahasa Yunani yang berarti sehat [sedangkan stess telah di jelaskan di atas].
Maknanya jelas, Manakala distress menimpa orang percaya; seperti konteks penerima
surat yakobus yang diperantauan misalnya; saat kesan negatif akibat kematian suami-
ayah mereka, membuat mereka menjadi janda dan yatim piatu, orang percaya saat itu
harus memberikan kesan positif [kasih] sehingga tercipta eustress. Sebab saat seperti
itu, tekanan hidup berubah menjadi kesan negatif, diri menjadi distress dan saat itu diri
menjadi sangat lemah. Inilah manfat dari “skopos” orang percaya [pengamatan yang
cermat], sebab melalui teropong yang cermat, orang percaya bisa menemukan
ibadahnya, yaitu menemukan orang orang yang mengalami “thlipsei” atau orang yang
mengalami tekanan hidup yang menyebabkan kesusahan yang negatif di dalam dirinya,
dan saat itu yang mereka butuhkan adalah adanya sebuah aksi nyata untuk
menciptakan kesan positif dalam diri mereka, atau Eustress yang menyehatkan pikiran
mereka, sehingga pikiran mereka yang dulu dalam tekanan berat, bisa melihat Allah
melalui perbuatan kasih kita, itulah ibadah kita yang sejati.

Allah telah mengaruniakan teropong kepada kita untuk bisa menjangkau ibadah sejati
kita, maksudnya untuk melihat, dan menemukan orang orang yang tidak berdaya.
Mereka yang sedang dalam kondisi distress, karena kesan yang negatif terus menerus
menghantui mereka, dan kalau kita sudah menemukan mereka, tetapi tanpa kasih
kepada mereka, untuk apakah anda mengaku beribadah? Sudah sepantasnya anda
malu dengan dengan pengakuan anda, karena anda tidak melakukan ibadah yang
sejati. Adan hanyalah pembohong yang tidak berguna. Karena itu, bertobatlah, jangan
lagi hidup utuk dirimu sendiri, waktu sudah tinggal sedikit.

Sabtu 11 Juni 2016


Seri #55 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:27 bagian 6Manfaat Dari Ibadah yang Sejati

Yakobus 1:27 Byzantine/Majority Text: thrēskeia kathara kai amiantos para theō kai
patri autē estin episkeptesthai orphanous kai chēras en tē thlipsei autōn aspilon eauton
tērein apo tou kosmou [27]
BSD: Sebab, bagi Allah, orang yang sungguh-sungguh beribadat ialah orang yang
menolong anak yatim piatu dan janda-janda yang mengalami kesusahan. Orang itu juga
menjaga dirinya sendiri supaya tidak ikut-ikutan melakukan hal-hal yang jahat di dunia
ini. [27]
Dari mulai hari #selasa kemarin kita telah mempelajari unsur dari ibadah yang sejati.
Sekarang, kita akna melihat dampak dari ibadah itu dalam kehidupan orang percaya.
Dalam terjemahan aslinya, Yakobus tidak menggunakan penghubung [dan], melainkan
kata ganti yang hendak menjelaskan dampak yang luar biasa dari orang yang hidup
dalam ibadah yang sejati. Jadi makna yang ingin ditekankan Yakobus bukanlah “dan
menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia.” karena saat seseorrang
masuk dalam ibadah, dirinya tidak lagi tercemar oelh dunia. Itu sebabnya makna yang
hendak dijelaskan Yakobus adalah; bahwa orang yang masuk dalam ibadah yang
sejati, yang berlari-lari kepada tujuan hidup sejati, dengan “skopos” atau teropong untuk
bisa melihat tujuan hidup dengan seksama, maka orang itu tidak akan lagi dicemarkan
oleh dunia. Itulah yang hendak ditekankan. Jadi istilah “dan” dalam terjemahan LAI TB,
tidak bermakna, menjaga diri lagi setelah beribadah supaya tidak dicemarkan dunia,
tetapi “jika mereka sudah masuk dalam ibadah yang sejati, maka mereka tidak akan
tercemar oleh dunia.
Bandingkan dengan terjemahan berikut. WBTC Draft: “Ibadat yang diterima Allah ialah:
mengurus anak yatim piatu atau para janda yang membutuhkan pertolongan, dan
menjaga dirimu sendiri dari pengaruh dunia. Ibadat seperti itulah yang diterima Allah
selaku ibadat yang murni dan baik” [27]. Dari terjemahan di atas, jelas maksud
Yakobus, orang yang beribadah, tidak lagi tercemar, tetapi hidupnya telah murni.

Itu sebabnya Yakobus menggunakan kata ganti “autōn” sebuah kata ganti intensif, yang
merujuk kepada orang yang beribadah karena kata “auton” ini ditempatkan sebagai
genitif [artinya untuk menjelaskan subjek dari ide utama di ayat 27 ini] yaitu untuk
menjelaskan dampak dari ibadah yang sejati, bahwa mereka tidak akan dicemarkan
oleh dunia.
Dalam idiom [uangkapan] Yunaninya, yang ditekankan dahulu di ayat 27 ini bukanlah
mengenai “menjaga seperti” yang diterjemahkan LAI TB[ “menjaga supaya dirinya
sendiri”] tetapi “tidak cemar”, karena, saat orang masuk dalam ibadah yang sejati dia
suda menjaga dirinya. Jadi yang ditekankan oleh Yakobus adalah; “dirinya sendiri tidak
lagi cemar” [aspilon eauton]
Pertama, “heauton” adalah kata ganti refleksif artinya adalah diri sendiri. Jadi kalau dua
kata Yunani [aspilon eauton] jika digabung dengan kata ganti intensif “auton” dan
menjadi frasa “auton aspilon eauton”, maka frasa itu adalah ungkapan [idiom] yang
menjelaskan akibat orang yang sudah masuk dalam ibadah sejati, artinya jelas, mereka
sendiri tidak lagi tercemar karena sudah masuk dalam ibadah sejati. Lalu apakah yang
dimaksud dengan tercemar di ayat ini?
Kedua, Tercemar atau “áspilos” adalah kata sifat, yang berasal dari dua kata. 1.
A [alpha] artinya "tidak" dan “Spilos” , artinya cacat atau bernoda”. Jadi Jadi “aspilos”
maknanya adalah, orang yang sudah masuk dalam ibadah sejati, dia tak lagi ternoda,
tidak lagi dicemarkan. Ini adalah sebuah kiasan yang mengacu pada apa yang murni
secara moral [rohani] yaitu orang yang tidak bercacat moral dihadapan Allah
Ketiga, uangkapan [idiom] Yunani “tērein apo tou kosmou” hendak menjelaskan,
bahwa orang yang sudah masuk dalam ibadah telah menjaga dirinya dari pengaruh
dunia. Sebab istilah “menjaga” berasal dari B. Yunnai “Terein”, sebuah kata kerja dari
kata “tēréō” dari akar kata “Teros” [penjaga], maknanya jelas, orang yang sudah
masuk dalam ibadah sejati, pasti sudah terus-menerus mengamati, mengawasi, atau
menjaga dirinya dari pengaruh dunia. Karena dunia atau “kosmos” yang secara harfiah
artinya, "sesuatu yang memerintahkan, atau sebuah sistem duniawai, maka arti
ungkapan ini sangat jelas, Paulus hendak menjelaskan “urusan duniawi”. Jadi makna
ungkapan [idioam] Yunani “tērein apo tou kosmou” adalah, sudah mempertahankan
dirinya dari sistem duniawi, atau sudah menjaga dirinya utuk bebas dari pengaruh
urusan urusan yang duniawi. Itulah manfaat orang yang masuk dalam ibadah yang
sejati.

Minggu 12 Juni 2016


Seri #56 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 1:27 Penutup Ringkasan kesimpulan dari Ibadah yang Sejati


&Manfaatnya

Setelah mempelajari ayat 27 ini secara tuntas, dan kita juga telah menyelesaikan pasal
1 dengan teliti, maka hari ini kita akan mengingat kembali apa yang sudah kita pelajar
satu Minggu ini dengan cara membuatnya menjadi poin-poin penting untuk bisa kita
latih dalam kehidupan kita
Orang yang beribadah adalah orang yang merindukan kesucian yang sejati, dan
merindukan kesucian yang sejati harus tahu bahwa kesucian sejati itu datang dari
Allah, dan hanya dihadapan Allah, dan itu dianugerahkan Allah melalui FirmanNya,
dan karena itu sikap harus mencerminkan kesempurnaan [teliti], dan juga harus
berlatih untuk melakukan firman dengan sikap yang sempurna, baru bisa
menghidupi ibadah yg sempurna, karena ibadah yang sempurna, bukan soal liturgy
apalagi ucapan lidah berdasarkan opini, tetapi habit yang menjadikan firman Allah
sebagai yang eksis di dalam mental kita
Orang yang memahami bahwa ibadah itu adalah tujuan hidup, dan yang hidup dalam
tujuan hidup yang sejati, dia bersikap layaknya seperti seorang penembak jitu yang
memantau sasarannya [tujuannya] dengan zoom, artinya dia menemukan sasaran
yang tepat, dan itulah tujuan hidupnya.
Orang yang memahami ibadah yang sejati, dia mengerti bahwa tujuan hidupnya
dirinya dipanggil untuk mengasihi sesama, dan dia ibarat penembak jitu,
meneropong untuk melihat dengan seksama, sehingga dia melihat sekitarnya,
dalam hal apa wujud kasih di prioritaskan, untuk itulah dia dipanggil & dia harus
mencapai sasarannya.
Dan tujuan hidup yang sejati adalah, mengasihi, dan mengasihi yang benar, harus
mengunakan teropong untuk bisa melihat dengan seksama sekitar kita, dalam hal
apa kita harus mewujudkan kasih kita dengan tepat, sebab percuma kita menjadi
orang Kristen, jika dalam hal hal yang sederhana dan perkara perkara yang kecil,
kita justru menjadi batu sandungan.

Seseorang sudah sampai kepada tujuan imannya, atau bisa kita sebut sebagai tanda
dari orang yang melakukan perlombaan iman, terlihat dari sikap hidup yang memiliki
tujuan untuk mengasihi. Itulah yang dikejar oleh Paulus, dan itulah makna dari
idioam [ungkapan] yang sampaikan Paulus di kitab Filipi: Filipi 3:14 dan berlari-lari
kepada tujuan [skopos] untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari
Allah dalam Kristus Yesus.
Allah telah mengaruniakan teropong kepada kita untuk bisa menjangkau ibadah sejati
kita, maksudnya untuk melihat, dan menemukan orang orang yang tidak berdaya.
Mereka yang sedang dalam kondisi distress, karena kesan yang negatif terus
menerus menghantui mereka, dan kalau kita sudah menemukan mereka, tetapi
tanpa kasih kepada mereka, untuk apakah anda mengaku beribadah?
Orang yang sudah masuk dalam ibadah sejati, dia tak lagi ternoda, tidak lagi
dicemarkan. yaitu orang yang tidak bercacat moral dihadapan Allah
Orang yang sudah masuk dalam ibadah sejati, telah mempertahankan dirinya dari
sistem duniawi, atau sudah menjaga dirinya utuk bebas dari pengaruh urusan
urusan yang duniawi. Itulah manfaat orang yang masuk dalam ibadah yang sejati

Senin 13 Juni 2016


Seri #57 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:1 M@ri Bertanya: Apkakah Anda Pilih Kasih?

Westcott and Hort / [NA27 variants] Ἀδελφοί μου, μὴ ἐν προσωπολημψίαις ἔχετε τὴν
πίστιν τοῦ κυρίου ἡμῶν Ἰησοῦ Χριστοῦ τῆς δόξης;
Translate: Adelphoi mou, mē en prosōpolēmpsiais echete tēn pistin tou kyriou hēmōn
Iēsou Christou tēs doxēs?
Di ayat 1 ini, kita sengaja menggunakan huruf Yunaninya, dari variants Yunani NA27,
karena beberapa hal. Tetapi sebelum menjelaskan hal itu, adalah penting untuk
mengingatkan kita, bahwa ayat 1 ini adalah penjelasan lebih lanjut terhadap pasal 1,
dan khususnya ayat 27.
Idiom/ungkapan di ayat 1 ini adalah peringatan keras Yakobus, supaya jangan ada
seorang yang berani mengaku sebagai orang yang percaya kepada Yesus, jika tidak
bisa menghidupi hukum kasih.
Berhubung di atas, telah kita singgung variants Yunani NA27, dan tujuan
penggunaannya, marilah kita terlebih dahulu memeriksanya.
Kalau kita memeriksa ungkapan di ayat 1 ini dalam terjemahan bahasa Indonesia,
maka hanya ada satu terjemahan yang menggunakan tanda tanya [?], sedangkan
dalam bahasa Inggris hanya dua terjemahan yang menggunakan tanda tanya [?]

Dalam terjemahan bahasa Indonesia, meski ada yang menggunakan tanda tanya,
tetapi terjemahan tersebut tidak berupaya untuk mengikuti bentuk idiom literal dari
bahasa aslinya.

Perhatikan terjemahan yang menggunakan tanda tanya berikut:

FAYH: SAUDARA sekalian yang saya kasihi, bagaimana Saudara dapat mengatakan
bahwa Saudara milik Yesus Kristus, Tuhan Yang Mahamulia, jika Saudara
mengistimewakan orang kaya, sedangkan orang miskin Saudara pandang rendah?

Sebaliknya, ada satu terjemahan yang mengikuti bentuk literal idiom [ungkapan]
Yunaninya di dalam terjemahan bahasa Indonesia, [Shellabear 1912], tetapi terjemahan
berikut tidak menggunakan tanda tanya:
“Hai saudara-saudaraku, janganlah kamu memandang muka orang dalam hal kamu
beriman akan Tuhan kita 'Isa al-Maseh yang mulia itu”. [Shellabear 1912]
Kenapa kita perlu memahami ini? Alasannya adalah Untuk bisa memahami
idiom/ungkapan ayat 1 ini setepat mungkin, sarana yang tepat yang sesuai dengan
idiom Yunaninya adalah tanda Tanya
[; titik koma adalah tanda symbol untuk Tanya dalam bahasa Yunaninya]
Artinya, ayat 1 ini adalah mempertanyakan orang yang mengaku percaya kepada
Yesus, tetapi tidak hidup dalam kasih. Itu sebabnya dalam LAI TB di katakan
“memandang muka”
Memandang muka adalah kata kiasan [partiality], yang berasal dari kata benda Yunani
“prosōpolēmpsiais” yang arti hurufiahnya adalah “pilih kasih” [favoritisme] atau bisa juga
disebut sebagai “keberpihakan”. Dari kata “prosópolémptés” yang artinya menunjukkan
keberpihakan atau yang menunjukkan sikap pilih kasih. kata ini berasal dari 2 kata. 1.
dari “prosopon” atau wajah, dan ke 2. “lambanó” yang berarti aktif untuk merebut,
atau aktif merebut secara agresif.
Apa yang kita pelajari hari ini? Kalau ada orang yang mengaku percaya kepada Yesus
Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat, tetapi orang tersebut masih memandang muka,
atau masih pilih kasih, atau masih berpihak kepada siapapun sehingga tidak benar
benar berlaku adil seperti yang diperintahkan oleh firman Allah, maka pengakuan
orang tersebut perlu dipertanyakan.
Adalah baik untuk merenung hari ini, untuk memeriksa habit kita, masihkah kita pilih
kasih? Masihkah kita hidup berpihak dan bukan hidup adil? Adalah baik untuk
merenung, sebab tidak ada gunanya mengaku sebagai orang yang beriman kepada
Yesus Kristus, padahal habit kita menunjukkan yang sebaliknya. Jika anda tidak segera
melatih diri untuk pelaku firman, hidup dalam kasih, maka cepat atau lambat, anda akan
menjadi orang yang pilih kasih/berpihak, dan itulah bukti yang tidak terbantahkan,
bahwa anda bukan milik Kristus.

Selasa 14 Juni 2016


Seri #58 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:1 M@ri Bertanya: Apkakah Anda Adil?

Westcott and Hort / [NA27 variants] Ἀδελφοί μου, μὴ ἐν προσωπολημψίαις ἔχετε τὴν
πίστιν τοῦ κυρίου ἡμῶν Ἰησοῦ Χριστοῦ τῆς δόξης;
Translate: Adelphoi mou, mē en prosōpolēmpsiais echete tēn pistin tou kyriou hēmōn
Iēsou Christou tēs doxēs?
Umumnya, semua terjemahan Alkitab, baik bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia,
khusunya LAI TB, tidak mengikuti kaidah idiom literal Yunaninya dalam
menterjemahkan ayat 1 ini, hal itu terjadi karena idiom Yunani di ayat 1 ini sangat
sulit/hampir mustahil terjemahan jika tidak menggunakan tanda Tanya

[pada umumnya terjemahan ayat 1 ini tidak menggunakan tanda tanya]

Seperti kita katakan di atas, terjemahan tanpa menggunakan tanda tanya tersebut
harus menggunakan semua usaha [juga denga tidak mengikuti idiom/ungkapan
Yunaninya] untuk bisa menyampaikan arti dari teks Yunaninya ke dalam bahasa
Indonesia
Seperti sudah kita sebutkan di atas, alasa Kenapa tanda tanya itu perlu kita pahami
dengan tepat adalah, karena;

Pertama, Karena kalau ayat 1 ini diterjemahan mengikuti literal idiom Yunaninya, maka
terjemahan yang paling mendekati adalah, jika ayat 1 ini menggunakan tanda tanya.
Kedua, Dari salah satu varians tertua bahasa Yunani, ada 1 terjemahan yang
menggunakan tanda tanya, di mana varias Yunani itu disebut sebagai NA27 Variants
seperti yang kita gunakan di atas
NA27 Variants adalah Perjanjian Baru Yunani Nestlé-Aland 27 yang diterbitkan oleh
Lembaga Alkitab Jerman edisi kritis yang sudah diterima secara luas yang
menggabungkan penelitian terbaru.

Inilah yang perlu kita ungkapkan, karena terjemahan paling tepat, jika ingin sesuai
dengan literal idiom ayat 1, atau jika ingin mengikuti literal idoam Yunaninya, maka
harus menggunakan tanda tanya. Sehingga terjemahannya dalam bahasa Indonesia
yang paling mengikuti bentuk idiom/ungakapan Yunaninya adalah:
Saudara-saudaraku, apakah anda mengganggap, meski pilih kasih, masih benar-benar
percaya kepada Tuhan Yesus Kristus yang mulia?
Bandingkan dengan LAI TB berikut
TB: Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan
kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka.
Dengan demikian ayat 1 ini secara khusus menekankan satu hal saja, yaitu
mepertanyakan orang yang mengaku beriman kepada Yesus, tetapi tidak hidup di
dalam kasih justru pilih kasih. Untuk memahami ini secara untuh, kita perlu memeriksa
3 ayat tambahan di PB, karena istilah memandang muka, atau pilih kasih yang dari kata
“prosōpolēmpsiais” Hanya empat kali di gunakan di Alkitab
Roma 2:11 Sebab Allah tidak memandang bulu[prosopolepsia].
Kolose 3:25 Barangsiapa berbuat kesalahan, ia akan menanggung kesalahannya itu,
karena Tuhan tidak memandang orang[prosopolepsia].
Efesus 6:9 Dan kamu tuan-tuan, perbuatlah demikian juga terhadap mereka dan
jauhkanlah ancaman. Ingatlah, bahwa Tuhan mereka dan Tuhan kamu ada di sorga
dan Ia tidak memandang muka [prosopolepsia].
Dari ketiga ayat di atas, dan juga berdasarkan Yakobus 2:1, ternyata idiom pilih kasih
merujuk kepada keadilan. Keadilan adalah bagian dari kasih. Orang yang hidup dalam
kasih pasti adil. Allah itu Adil. Allah juga menghukum orang yang tidak adil. Siapapun,
saat Allah menemukan ada ketidak adilan, pasti kita di hukum Allah. Bohong kalau ada
orang yang mengaku beriman di dalam Yesus, tetapi tidak hidup adil, orang yang
demikan sudah pasti dihukum Allah. Dan anda tidak mungkin menjadi adil jika anda
tidak melatih diri anda menjadi orang yang adil. Cepat atau lambat, habit anda akan
menunjukkan anda orang adil atau tidak, saat itulah saat yang tidak terbantahkan ketika
habit anda mendorong anda berlaku tidak adil, bahwa anda bukan kristen. Karena itu
sadarilah kemalanganmu, waktu tinggal sedikit, bertobatlah segera.

Rabu 15 Juni 2016


Seri #59 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:1 bagian 3 Mengaku Percaya; Apakah Anda Bersikap Adil atau Tidak
Adil?

Westcott and Hort / [NA27 variants]: Ἀδελφοί μου, μὴ ἐν προσωπολημψίαις ἔχετε τὴν
πίστιν τοῦ κυρίου ἡμῶν Ἰησοῦ Χριστοῦ τῆς δόξης;
Translate: Adelphoi mou, mē en prosōpolēmpsiais echete tēn pistin tou kyriou hēmōn
Iēsou Christou tēs doxēs?
Iman di dalam kristus, bukan soal pengakuan, tetapi sebuah tindakan hidup yang
benar. Bisa saja kita berkata “Yesus Kristus Allah yang mulia sebagai Tuhan dan
juruselamatku”, tetapi jika ucapakan atau pikiran kita tidak selaras denga ucapan kita,
maka makna perkataan kita, “Yesus Kristus Allah yang mulia sebagai Tuhan dan
juruselamatku” hanyalah sebuah opini yang justsru menunjukkan bahwa kita bukan
orang yang yang memberikan kemuliaan kepada Yesus, tetapi mengolok olok Yesus
Ibadah adalah mempersembahkan hidup secara total tujuannya untuk mengasihi Allah
dan sesama, dan jika kita tidak sungguh sungguh mengasihi, maka ibadah apapun
yang anda sebut sebagai ibadah, adalah kehinaan dan kejijikan bagi Allah.
Perhatikanlah apa yang disampaikan Allah kepada Amos:
TB "Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada
perkumpulan rayamu. Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban-
korban bakaran dan korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban
keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. Jauhkanlah dari
pada-Ku keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar.
Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang
selalu mengalir." [Amos 5:21-24]
Dari Amos 5 di atas, kita melihat, bahwa satu aspek ibadah yang wajib kita lakukan
adalah hidup adil, ya, adil sesuai perintah Tuhan.

tanpa itu, sekali lagi, semua yang kita anggap sebagi ibadah, atau sikap
penghormatan, atau sikap yang memuliakan Allah adalah kejijkan di mata Allah. ini
sekaligus sebagai tegoran, kepada orang yang “merasa” telah, atau sudah, atau biasa
merasakan hadirat Allah dalam ritual ritual ibadah, tetapi yang tidak hidup adil. Sikap
mereka, dan apa yang mereka katakan merasakan hadirat Allah adalah kejijikan di
mata Tuhan
Di ayat 1 ini, ada satu sikap yang benar benar ditentang oleh Yakobus, yaitu sikap yang
meyakini Ketuhanan Yesus Kristus yang Mulia, tetapi yang tidak berlaku adil. Itu
sebabnya terjemahan Indonesia untuk ayat 1 ini, yang paling mendekati idiom
Yunaninya adalah; “Saudara-saudaraku, apakah anda mengganggap, meski pilih kasih,
masih benar-benar percaya kepada Tuhan Yesus Kristus yang mulia?”
Pertama, orang yang tidak adil/ pilih kasih [prosōpolēmpsiais] di ayat 1 ini
menggunakan kata ganti [mou] untuk mempertanyakan keyakinan orang yang tidak pilih
kasih tersebut. Dalam idiom/ungkapan Yunaninya di katakan, “mou mē en
prosōpolēmpsiais”. Artinya, orangnya yang mengaku beriman itu justru orang yang tidak
adil.
Kedua. Yakobus menegor mereka s yang masih merasa memiliki iman meski tidak
adil. Dalam idiom Yunaninya di katakan “echete tēn pistin”. “echete” artinya, Saya
memiliki, atau saya memegang, atau iman saya miliki atau saya pegang. Maksudnya,
Yakobus menegor keras, mereka yang hidup tidak adil, bahwa mereka bukanlah orang
percaya”.
Orang yang hidup tidak adil, tetapi mengatakan bersukacita atau merasakan Allah,
orang tersebut sistem berpikirnya telah rusak. 1 Korintus 13:6 berkata, orang yang
hidup dalam kasih, Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan. Ini juga berlaku bagi
mereka yang tidak memahami keadilan, mereka tidak mungkin benar benar
memuliakan Allah, jika mereka tidak mengerti konsep keadilan, seperti idiom
“menghakimi” misalnya; jika adan berkata, “jangan menghakimi” tetapi tidak mengerti
makna konsepnya “menghakimi” maka sulit rasanya diterima bahwa orang orang yang
demikian bisa memulikan Tuhan Yesus yang mulia itu, sebab praktek hidup yang
memuliakan Allah harus di dahuli sikap yang teliti terhadap apa yang dipikirkan,
diucapkan dan dipraktekkan. Yohanes mengajar kita, untuk menghakimi, tetapi dengan
adil. Yohanes 7:24 berkata “Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi
hakimilah dengan adil." Jadi bagaimana sekarang, masikah anda yakin dan bangga
dengan sikap keagamaan anda, meski anda bersikap tidak adil? Pikirkanlah dengan
hati hati.
Kamis 16 Juni 2016
Seri #60 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:1 Penutup Memeriksa Pengakuan & Perbuatan

Westcott and Hort / [NA27 variants]: Ἀδελφοί μου, μὴ ἐν προσωπολημψίαις ἔχετε τὴν
πίστιν τοῦ κυρίου ἡμῶν Ἰησοῦ Χριστοῦ τῆς δόξης;
Translate: Adelphoi mou, mē en prosōpolēmpsiais echete tēn pistin tou kyriou hēmōn
Iēsou Christou tēs doxēs?
Kemarin kita telah menjelaskan dua poin dari ayat 1 ini, hari ini kita akan
menyelesaikan ayat 1 ini.
Ketiga, ada orang yang sudah terbiasa memuliakan Allah dalam bentuk bentuk
keagamaan, tetapi dalam praktek hidupnya habitnya adalah perilaku yang tidak adil. Itu
sebabnya idiom Yunani untuk mereka yang mengaku Yesus kristus adalah Tuhan yang
mulia, menggunakan kata ganti yang juga dipakai di dalam kata ganti yang menjelaskan
ketidak adilan/pilih kasih tersebut: “hēmōn Iēsou Christou tēs doxēs”. Perhatikan yang
saya garis bawahi tersebut. Kata “hemon” tersebut adalah kata ganti yang sama
dengan kata ganti “mou” untuk menjelaskan ketidak adilan, yang dari akar kata “ego”.
Jadi orang yang mengatakan Yesus itu Tuhan yang mulia, adalah orang yang sama,
yang juga berlaku tidak adil atau pilih kasih
Keempat, Hal itu terlihat dari kata terakhir Yunani “doxes”. dari kata “dokeo”, yang
dari akar kata “dokeo”. Karena kata ini diletakkan Yakobus sebagai kata benda genifiv,
maka makna kata ini jelas; keyakinan bahwa Yesus adalah Tuhan/Tuan yang mulia,
hanyalah pendapat pribadi di mana esensi dari keyakinan itu bertolak belakang dari
pengakuan tersebut. Jadi waktu seseorang hidup dalam ketidakadilan, pilih kasih,
memandang muka; maka saat dia berkata Yesus itu Tuhan yang mulia dalam
idiom/uangkapan jenis apapun, atau dan dalam kesempatan apapun, apakah saat
dirumah, di gereja, di komunitas, dimananpun dia mengucapkan ungkapan yang
mengakui atau meyakini atau memuliakan keTuhanan Yesus dan kemuliaannya, tetap
saja esensi atau makna idiom ungkapan itu hanya sebuah opini yang menipu diri
sendiri.
Dari mana kita menilai hal itu? Dari dua hal:
Pertama, dari tindakannya yang sengaja dibuatnya terbatas sehingga menjadi pilih
kasih. Waktu dia pilih kasih, maka itulah bentuk yang sebenarnya dari ibadahnya, dan
itulah bahasa ibadahnya yang justru mengatakan Tuhan itu tidak mulia. Orang yang
lahir dari sifat Allah tidak mungkin memperolok-olok Allah, itu mustahil. Dan orang yang
memperolok-olok Allah adalah orang yang mengatakan melalui mulutnya “Tuhan yang
mulia” [doxes] tetapi perbuatannya mengatkan Tuhan yang tidak mulia
[prosōpolēmpsiais], jadi orang yang seperti ini, adalah orang yang pikirannya sudah
ditawan kejahatan, sehingga mulutnya, seperti memuliakan Allah, tetapi perbuatannya
adalah sifat Iblis. Apakah mungkin di dalam diri seseorang bediam Iblis dan Allah?
Kedua, Saat seseorang mengungkapkan iman, bahwa Yesus adalah Tuhan yang
mulia, tetapi tindakannya pilih kasih, maka dia sedang meniru langkah Iblis;
Yakobus 2:19 Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi
setan-setanpun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar.
Ayat di atas, memiliki dimensi yang sama dengan Yakobus 2:1. Dimana kedua-duanya
sama sama mempercayai bahwa ada satu Allah, tetapi dalam hal tindakan juga
memiliki satu kesamaan, yaitu sama sama menentang perintah Allah. Manusia tidak
adil karena tidak tunduk kepada Allah, sedangkan iblis menjadi bapa orang yang tidak
adil juga karena memberontak kepada Allah.
Jadi saat seseorang berkata Tuhan Yesus itu mulia, tetapi ibadah perlikaunya tidak adil,
maka esensi hidupnya adalah sifat iblis yang menantang Allah. Saat Iblis sudah
merebut sifatmu, itulah tabiatmu, maka anda seperti orang yang dihimpotis/sugesti, di
mana pikiran anda merasa sebagai orang beriman, tetapi tindakan anda tidak bisa
membantahnya, habit anda akan menarik anda kepada siapakah diri anda sebenarnya,
anak Allah atau anak Iblis.

Jumat 17 Juni 2016


Seri #61 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:2-3 Iman Palsu Terbukti Dari Sifat Nilai-Kemegahan Bendawi

Nestle Greek New Testament 1904.


ean gar eiselthē eis synagōgēn hymōn anēr chrysodaktylios en esthēti lampra, eiselthē
de kai ptōchos en rhypara esthēti,
epiblepsēte de epi ton phorounta tēn esthēta tēn lampran kai eipēte Sy kathou hōde
kalōs, kai tō ptōchō eipēte Sy stēthi ekei ē kathou hypo to hypopodion mou, [Ayat 2-3]
kita telah melihat dengan seksama di ayat 1, bahwa pilih kasih adalah istilah lain
kepada orang yang beriman palsu; bahwa orang yang tidak adil tidak mungkin
mengasihi, dan orang yang tidak mengasihi, tidak mungkin orang yang beriman kepada
Allah. Hari ini kita akan mempelajari gambaran yang digunakan oleh Yakobus untuk
melihat aspek ke tidak adilan tersebut melalui sifat kemegahan yang lahiriah dan sifat
kemegahan yang rohani.
Pertama, Yakobus menjelaskan konsep pilih kasih dengan menggunakan gambaran
dari sifat kekayaan dan gambaran dari sifat kemiskinan. Hal itu terlihat dari istilah “ean”
yang digunakan oleh Yakobus.
Kata “ean” adalah partikel bersyarat yang digunakan untuk menyatakan pernyataaan
kondisional. Kata ini berasal dari dua kata, “ei” artinya “jika” dan “an” sebagai partikel
bersyarat dari kata “ei” atau jika tersebut. Jadi istilah “ean” yang digunakan oleh
Yakobus saat itu adalah gambaran atau contoh yang untuk memperjelas cara
terjadinya ketidak adilan itu. Itu sebabnya LAI TB menggunakan kata “jika”, sedangkan
terjemahan yang lainnya, menggunakan istilah “contohnya atau anggaplah”. Jadi
Yakobus hendak memberikan contoh yang kongkrit bagaimana orang orang yang tidak
adil itu dijerat oleh sifat dari kemegahan yang lahiriah, yaitu jika diperdaya oleh sifat
nilai-kemegahan lahiriah
Kedua, Yakobus Menggunakan gambaran dari 2 sifat kemegahan yang duniawi
sebagai tanda untuk membuktikan seseorang itu benar benar tidak adil. [anēr
chrysodaktylios en esthēti lampra,] idioam Yunaninya ini hendak menjelaskan orang
yang datang dengan dua sifat lahiriah: Nilai /kualitas dari cincin dan kemegahan dari
pakaian.

Perhatikan dua kata sifat kemegahan lahiriah yang digambarkan oleh Yakobus;
Pertama, Kata sifat cincin di jari, atau “chrysodaktylios” [kemegahan dari hiasan
bendawi] hendak menekankan “hiasan” atau “sifat yang dihiasi” kemegahan yang
bendawi yaitu sebuah cincin emas sedang datang ke ibadah
“chrysodaktylios” adalah kata sifat yang berasal dari kata benda “chrusos” yang
digambarakan oleh Yakobus untuk menjelaskan sifat keadilan manusia yang diperdaya
oleh sesuai yang terbuat dari nilai bendawi [yaitu emas]. Jadi istilah “chrysodaktylios”
yang digunakan Yakobus hendak menjelaskan atau simbol dari orang orang munafit,
yang tampak luarnya seperti sifat Allah, kareja mereka digambarkan beribadah di
rumah ibadah, dan sedang memuliakan Allah, tetapi sifat aslinya justru tidak datang dari
kemegahan Allah, [dari unsur duniawi] hal itu terlihat saat sifat yang duniawi
mendatangi mereka
Kedua, Yakobus kemudian menekankan sifat iman yang palsu itu dengan menekankan
sifat dari hal yang bendawi, itu sebabnya Yakobus menggunakan kata sifat kedua, yaitu
“lampra” [pakaian yang megah] dari kata “lampros” yan artinya “bersinar, megah, cerah,
atau indah.” Kata ini berasal dari kata “lampo” atau dalam bahasa Indonesia disebut
“lampu” yang artinya “saya bersinar”, jadi sifat kedua yang ditekankan oleh Yakobus
adalah, untuk menekankan, watak atau habit yang sebenarnya dari iman yang palsu,
yang pasti diperdaya oleh kemegahan yang lahiriah.
di ay 3 dijelaskan, saat kemegahan lahiriah menghampiri orang yang tidak adil,
atau di pasal 1 di katakan, saat di cobia-diuji [peirasmos] mereka langsung bertindak
tidak adil. Dalam terjemahan LAI TB di katakan; “dan kamu menghormati orang yang
berpakaian indah itu dan berkata kepadanya: "Silakan tuan duduk di tempat yang baik
ini!”. Sedangkan ayat 4 berkata, “ bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam
hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat?”. Maksud dari
gambaran ini jelas, orang yang habitnya jahat, meski dia di rumah ibadat atau bahkan
sedang menyembah Allah, tetapi pada dasarnya, ketika datang godaan yang sifatnya,
bernilai- megah secara lahiriah, orang itu pasti berlaku lalim. Inilah contoh kongkrit dari
orang yang mulutnya mengaku beriman, tetapi hati dan habitnya datang dari iblis. Jika
itu adalah saudara, segeralah bertobat, ingat jangan coba coba permainkan Allah.

Sabtu 18 Juni 2016


Seri #62 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:2-3Membongkar Kesucian Yang Lahiriah

Nestle Greek New Testament 1904.


ean gar eiselthē eis synagōgēn hymōn anēr chrysodaktylios en esthēti lampra, eiselthē
de kai ptōchos en rhypara esthēti,
epiblepsēte de epi ton phorounta tēn esthēta tēn lampran kai eipēte Sy kathou hōde
kalōs, kai tō ptōchō eipēte Sy stēthi ekei ē kathou hypo to hypopodion mou, [Ayat 2-3]
kalau iman palsu melihat kemegahan nilai duniawi, maka saat itu hebitnya akan
menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya. Tetapi bukan hanya berdasarkan nilai
kemegahan duniawai seseorang akan terlihat munafiknya, juga saat seseorang
diperhadapkan dengan sifat kemegahan yang surgawi orang itu akan terangterangan
untuk menolak hal itu.
Sekarang mari kita lihat aspek sifat dari nilai-kemegahan yang surgawi Pertama, sifat
kemegahan yang surgawi datang melalui ungkapan “yang sangat miskin” yang
membutuhkan tindakan kasih sejati. Gambaran dari Sifat orang yang sangat miskin
yang datang keperibadatan di ayat 2 ini gambaran dari idiom/ungkapan akan kehadiran
kasih Allah yang memiliki nilai kemegahan yang terbaik di tengah-tengah mereka. Idiom
ini sama dengan yang digambarkan oleh Yesus di Matius 25:
TB: “Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: Enyahlah
dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal
yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya.Sebab ketika Aku lapar, kamu
tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; ketika
Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu
tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat
Aku ” [Mat 25:41-43]
Sama juga dengan idiom/ungkapan 1 Yohanes 4:20
1 Yohanes 4:20 TB, Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia
membenci [tidak mengasihi] saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena
barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi
Allah, yang tidak dilihatnya.

Sifat miskin yang digunakan di ayat 2 ini diterjemahkan dari kata sifat Yunani “ptōchos”,
atau miskin, dalam arti orang yang saleh dan rendah hati yang tidak memiliki apa apa
yang benilai secara duniawi. “ptōchos” berasal dari kata “ptōssō”. Secara harafiah kata
ini berarti, membungkuk seperti pengemis. Membungkuk adalah kata kiasan kepada
orang yang sangat miskin, karena orang yang benar-benar tidak mempunyai apa-apa.
Dia bertindak layaknya seperti pengemis yang sedang membungkuk.
Jadi dari kata sifat orag yang sangat miskin ini, Yakobus ingin menjelaskan; bagaimana
orang yang mengaku beriman [iman palsu] dijebak oleh habitnya sendiri karena tidak
bisa melihat kehadiran Allah melalui orang yang keadaan yang bertentaqngan dengan
habitnya [diungkapkan dengan istilah sangat miskin], sebab ketika sifat dari kemegahan
Allah yang paling berkualitas datang menyapa keperibadatannya, orang tersebut
malahan berkata‘’ "Duduklah di lantai ini dekat tumpuan kakiku!", dengan demikian,
terbukti, orang itu beriman secara lahiriah, tetapi esensinya jahat dan berisifat lalim.
Sebab gambaran dari orang miskin yang digunakan Yakobus, adalah idiom/uangkapan
terhadap kasih kepada Allah melalui kasih kepada sesama, seperti idiom yang
digunakan Yesus di Matius 25; “ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku
tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit
dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku. Maka Ia akan menjawab mereka: Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk
salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku”. [44-
45]
Kedua, kesucian yang lahiriah terbongkar menjadi kenajisan yang rohaniah
berdasarkan tanda kekotoran yang lahiriah [pakaian kotor digambarkan sebagai
ungkapan yang bertentangan dengan habit iman palsu]. Jangan lupa, kata sifat kedua,
yaitu “rhypara” dari kata “rhuparos” adalah gambaran kepada pakaian yang kotor, najis,
kotor. “rhyparós” berasal dari kata “rhýpos” yang hanya digunakan 1 x di Alkitab;1
Petrus 3:21. Jadi waktu Allah hadir melalui si miskin dengan baju najis, seharunya itulah
media ibadah yang sejati untuk membersihkan "kotoran moral", tetapi sebaliknya habit
mereka malahan menunjukkan betapa kotornya moral mereka, sebab mereka berlaku
lalim dan jahat. Itulah tanda yang tidak terbantahkan, bahwa habit seseorang diikat oleh
kuasa sijahat. Bagaimana sekarang, adakah diantara anda yang berani
mempermainkan Allah? Lihat habitmu, jangan munafik, jika anda adalah orang
moralnya kotor, segeralah bertobat, waktu tersisa tinggal sedikit untukmu

Minggu 19 Juni 2016


Seri #63 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:2-3Kekotoran Rohani VS Kekotoran Lahiriah

Kemarin kita telah pelajar bahwa “rhyparós” digunakan dua kali di alkitab. Kata
ini berasal dari kata “rhýpos” yang hanya digunakan 1 x di Alkitab yang terdapat di 1
Petrus 3:21. jadi istilah kotor atau najis [rhyparos] hanya digunakan sebanyak 3 kali.
Mari kita periksa:
Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan--maksudnya
bukan untuk membersihkan kenajisan [rhypos] jasmani, melainkan untuk
memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah--oleh kebangkitan Yesus Kristus,
Ayat di atas adalah tipologi, di mana Yakobus membuat tipe dan antitype dari baptisan-
air bah. Dalam terjemahan AYT di katakan, “Air bah itu melambangkan baptisan yang
sekarang menyelamatkanmu”.

Air Bah di PL yang hanya menyelamatkan 8 orang; peristiwa itu digambarkan Yakobus
menjadi sarana Allah untuk membersihkan kenajisan [rhypos] jasmani 8 orang tersebut
sehingga hati nurani mereka bersih di hadapan ALlah
Ayat 20 mencatat, pada saat Air bah itu datang hanya sedikit yang taat, yaitu delapan
orang. Ketaatan 8 orang tersebutlah yang membuat mereka selamat-dibersihkan hati
nurani mereka. Jadi air bah dibuat Yakobus menjadi tipe di mana saat peristiwa itu,
hanya diresponi delapan orang sehingga hati nurani mereka sajalah yang suci-
dibersihkan oleh Allah. Hal itu dibuat Yakobus menjadi antype atau penggenapannya.

Artinya, kita dipaptiskan atau dimasukkan ke dalam kehendak Allah meski itu membuat
menderita karena ejekan manusia yang pikirannya telah ditawan prinsip duniawi, sama
juga halnya pada waktu zaman Nuh, di mana mereka menderita karena cara hidup
Keluarga Nuh menjadi ejekan saat itu. Jadi tipe Air Bah dan antitpe baptisan
[masukkan] ke dalam kehendak Allah merujuk kepada sikap hati kita yang
mengkhusukan Kristus menjadi Tuan yang hanya kepada perkataanya kita boleh
tunduk total.

Sekarang kita memeriksa ayat kedua dari kata “rhyparós” tersebut di Yakobus ayat 2
dan di Wahyu 22:11

“Barangsiapa yang berbuat jahat, biarlah ia terus berbuat jahat; barangsiapa yang
cemar, biarlah ia terus cemar [rhuparos]; dan barangsiapa yang benar, biarlah ia
terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan
dirinya!"
Ayat di atas menjelaskan firman Allah membuat dua hal. Yang kudus makin kudus, dan
yang kotor makin kotor.
Ketiga ayat ini; Yakobus 2:2, 1 Petrus 3:21, dan Wahyu 22:11, memiliki rangkaian yang
saling terhubung yang merujuk kepada idiom/ungkapan yang sama, yaitu kecemaran
lahiriah atau kecemaran rohaniah.
Pertama, Wahyu 22:11 mengatakan yang cemar secara rohani akan terus semakin
cemar, sedangkan yang kudus akan semakin kudus. Itu terjadi karena satu hal; yang
kudus karena menjadikan Yesus sebagai Tuan yang memerintah di hati kita atau kita
yang memerintah, sebaliknya, karena menjadikan dirinya sebagai penguasa di hatinya
Kedua, 1 petrus 3:21 mengatakan hal yang sama, kecemaran rohaniah diakibatkan
oleh ketidaktaatan kepada perintah Allah meski Allah sudah menanti dengan sabar [1
petrus 3:20] mereka tetap melanggar perintah Allah. Sedangkan kesucian rohaniah
terjadi karena ketaatan kepada perintah Allah sehingga mereka diselamatkan
Ketiga, Di Yakobus 2:2 orang yang cemar secara rohaniah tidak taat kepada perintah
Allah [berlaku lalim] justru saat mereka diperhadapkan kualitas nilai-kemegan surgawi
melalui orang miskin.
Dari ketiga ayat ini dapat dirangkumkan, bahwa barang siapa yang taat kepada perintah
Allah akan dikuduskan hati nuraninya dengan nilai kualitas-kemegahan surgawi, tetapi
untuk bisa mendapatkan kualitas kemegahan surgawi itu, setiap orang harus
menjalankan hukum kasih seperti yang dijelaskan di ayat 8, “..jalankan hukum utama
yang tertulis dalam Kitab Suci: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri..."
Sebaliknya orang yang tidak dikuduskan hatinya meski dari tampilan luarnya beribadah,
mereka tetap tidak bisa menutupi kekotoran moral mereka di hadapan Allah. Karena
kemurnian iman terbukti melalui saat ujian-pencobaan. Sedangkan iman palsu, saat
mereka dihadapkan kepada ujian-cobaan maka habit mereka akan berontak, dan jiwa
yang jahat akan menunjukkan kelaliman dan kemunafikan saat mereka diperhadapkan
denga sifat sifat Allah.

Senin 20 Juni 2016


Seri #64 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:4Tanda-Tanda IMAN Lahiriah

Ayat 4. Westcott and Hort 1881 - Transliterasi ou diekrithēte en heautois kai


egenesthe kritai dialogismōn ponērōn?
Iman harus melewati satu proses pembuktian, baru iman itu dapat di buktikan sebagai
iman yang murni atau tidak. Itulah yang dijelaskan di ayat 4 ini. Sebab ayat ini
menjelaskan tindakan yang menyertai pengakuan beriman dari seseorang, sebab bisa
saja orang meyakini beriman, tetapi bertindak tidak benar, seperti yang dijelaskan di
ayat 4 ini. Dalam terjemahan BIS dikatakan: “Dengan berbuat demikian, kalian
membuat perbedaan di antara sesamamu dan menilai orang berdasarkan pikiran yang
jahat”.
Perbuatan seperti apakah tepatnya yang dilakukan oleh orang yang tidak beriman yang
dimaksud oleh Yakobus ini? Perbuatan yang tidak sesuai dengan perintah Allah [tidak
adil]. Yakobus menggunakan kata kiasan “hakim” untuk menjelaskan maksudnya
tersebut;
Istilah “krites” [hakim] di gunakan 19 kali di Alkitab dan merujuk kepada dua hal.
Pertama, bertindak dengan benar. Kedua, bertindak curang dan lalim, seperti yang
dijelaskan di ayat 4 ini. Jadi kata kiasan hakim yang digunakan Yakobus di ayat ini
adalah orang yang bertindak dengan lalim. Itu sebabnya LAI TB, berkata: bukankah
kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan
pikiran yang jahat?
Jika kita mempehatikan dengan seksama pasal 1 dan pasal 2 ini, maka ada yang
menarik karena apa yang sudah dijelaskan di pasal 1, ditekankan lagi di pasl 2 dengan
lebih jelas, dan dari ayat 4 kita menemukan, bahwa ayat ini adalah penekanan ulang
dari istilah BIMBANG di pasal 1: 6.

Di Yakobus 1:6 kita telah pelajari, bahwa istilah bimbang adalah sifat hidup yang
sebagian hidupnya telah dianggap untuk Tuhan, semuanya untuk dunia dengan bukti,
hidupnya ragu-ragu untuk setia [pistis] kepada firman Allah. Sifat itulah yang disebut
Yakobus dengan kata kiasan bimbang atau ragu-ragu di pasal 1:6. Jadi kata kiasan
ragu-ragu itu merujuk kepada orang yang tidak mau tunduk melakukan firman Allah
secara total.
Dan sekarang, maksud itu ditekankan kembali di pasal 2:4 ini dengan gamblang, sebab
kalau di Yakobus 1:6 orang yang tidak beriman-yang bimbang itu digambarkan melalui
gambaran gelombang laut yang diombang-ambungkan, sekarang, diYakobus 2:4 ini,
gambaran itu, dijelaskan melalui wujud yang kongkrit dari kebimbangan itu, yaitu;
orang yang bertindak laim, tidak adil, atu pilih kasih sebagai wujud ketidak setiaan.
Kata “bimbang” di Yakobus 1:6 dan kata “membuat pembedaan” di Yakobus 2:4 sama
sama berasal dari kata “diakrino”. kata “bimbang” di Yakobus 1:6 diterjemahkan dari
kata “diakrinomenos”, sedangkan kata “membuat pembedaan” di Yakobus 2:4
diterjemahkan dari kata “diekrithēte”. Kedua kata ini sama-sama berasal dari kata
“diakrino” yang berasal dari 2 kata, yaitu “dia dan krino”. Keduanya juga sama sama
kata kerja. Yang membedakan hanya bentuk kata kerjanya. Artinya pasal 2:4 ini adalah
penjelasan yang lebih ditail tentang keberimanan yang tidak sesuai dengan firman
Allah. kalau di pasal 1:6 digambarkan sebagai orang yang bimbang, maka di pasal 2:4
dikongkritkan dengan tindakan yang lalim.
Jadi orang yang tidak beriman benar itu, memiliki ciri ciri bimbang dalam arti tidak mau
taat penuh kepada firman Allah. Kemudian orang yang tidak beriman sejati itu
“membuat pembedaan” yang tidak benar, dalam arti, sikapnya tidak jujur dalam
menetapkan sesuatu, dia menilai berdasarkan untung dan motif motif yang lahiriah.
Inilah tanda-tanda dari orang yang bisa saja mengaku beriman, tetapi sebenarnya
tidaklah benar benar memiliki iman sejati.

Selasa 21 Juni 2016


Seri #65 Belajar Kitab Yakobus
Yakobus 2:4 bag 2Tanda-Tanda IMAN Lahiriah

Ayat 4. Westcott and Hort 1881 - Transliterasi ou diekrithēte en heautois kai


egenesthe kritai dialogismōn ponērōn?
Di ayat 4 ini ada beberapa yang dijelaskan oleh Yakobus yang perlu kita perhatian.
Pertama, orang yang mengaku beriman membedakan dengan pikiran yang jahat.
Dalam idiom Yunaninya di katakan “kritai dialogismōn ponērōn” atau seperti seorang
hakim yang berpikiran jahat.
Kedua. Orang yang bertindak tidak benar itu, terlihat dari jalan logikanya sendiri. Kata
Yunani yang digunakan adalah “dialogis”. “dialogis” adalah pikiran yang
memperhitungan, atau penalaran dengan tujuan untuk menciptakan kebingungan atau
pikiran yang berdasarkan prasangka. Jadi orang yang tidak benar itu pasti terlihat dari
cara berpikirnya yang membuat pertimbangan untuk tujuan yang jahat. Itu sebabnya di
bagian terakhir kata Yuaninya di katakan, “ponērōn” atau jahat. Jadi orang yang iman
palsu selalu akan terdeteksi dari cara berpikirnya, di mana tujuan dari pertimbangan itu
selalu berakhir dengan merugikan dan menyimpang dari perintah Allah.
Sekilas kita ingin mengulangi apa yang kita pelajar di pasal 1: 6 di mana orang yang
ketaatannya kepada firman Tuhan tidak konsisten atau bimbang yang digambarkan
melalui dua gambaran
1. Orang yang sama dengan gelombang laut.
2. Gelombang laut yang diombang-ambingkan kian kemari oleh angin.
Telah kita pelajar di pasal 1: 6 bahwa gambaran dari keragu-raguan untuk tunduk
kepada firman sehingga bertindak dengan tidak adil [pasal 2:4] sama seperti
gelombang laut yang tidak memiliki sifat yang tetap tenang sesuai dengan janji Tuhan,
yang selalu bergerak ke segala arah, sesuai dengan maunya sendiri-selalu ditiup oleh
nafsunya sendiri.
Jadi gambaran dari ditiup angin di sini digunakan untuk mengacu pada gerakan dari
keinginannya yang duniawi yang terus menerus mendorong dirinya [anemizómeno],
untuk bertindak tidak benar.

Dan karena itulah pikirannya selalu di isi dengan hal hal yang jahat. Perhatikan baik
baik; pasal 1-2 ini dirangkai dengan sangat cermat, untuk menunjukkan bahwa iman itu
selalu berkaitan dengan seluruh aspek hidup. Jadi tidak benar, jika, seorang mengaku
beriman, tetapi ada aspek hidupnya yang berlawanan dengan pengakuannya.
Misalnya di pasal 1:25, bahwa, ada orang yang mendengar firman Tuhan tetapi tetap
melupakan firman yang didengarkannya; bukan karena orang tersebut tiba tiba ingin
melupakan, tetapi karena di dalam habitnya, sudah tertanam keinginan yang jahat
[digambarkan dengan istilah kemarahan] dan segala kenazisan yang rohaniah [Yak.
1:19-21] yang sudah bertaham lama. itu sebabnya Yakobus menggunakan kata
“genomenos” dari kata “ginomai” untuk menghubungkan antara pikiran seseorang dan
tindakannya sehingga membentuk kebiasaannya. Sebab pikiran seseorang bisa
memanupilasi diri sendiri seperti digambarakan oleh Yakobus dengan istilah “menipu
diri sendiri”
Hal itu juga yang dijelaskan di Yakobus 2:4 ini. Sebab, Jika sebelumnya kita katakan,
bahwa orang yang sudah mendengarkan firman Allah tetap saja melupakan
[genomenos], sekarang di pasal 2:4 di katakan, orang yang mengaku beriman, tetapi
tindaknnya [egenestehe] layaknya hakim yang jahat. Bandingkan dengan ayat 4 berikut
ini; “bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak
[egenesthe] sebagai hakim dengan pikiran yang jahat?”
Jadi karena karena kata “genomenos” dan kata “engenesthe” sama sama berasal dari
kata “ginomai”, maka kedua kata ini hendak menekankan hal yang sama, yaitu
“Eksistensinya”. Jadi [misalnya] saat orang mendengar firman Tuhan yang dinilai
bukanlah saat dia mendengarkan firman Tuhan, tetapi apakah dia melakukan apa yang
didengarkannya. Kalau seseorang mendengarkan firman Tuhan, dan dia
melupakannya, maka dia telah menjadi-eksistensinya adalah tidak pelaku-pelupa firman
Tuhan. Sebab bagaimana dia mau melakukan, jangankan melakukan, waktu dia
mendengarkan dia sudah buru buru untuk melupakannya. Sama halnya dengan
“egenesthe” di Yakobus 2:4. Waktu dia berkata saya orang beriman [Yakobus 2:1],
tetapi waktu dia dituntut bertindak adil, yang dilakukannya adalah bertindak layaknya
hakim yang lalim.
Bandingkan dengan TL, berikut: bukankah kamu sudah membuat perbedaan di dalam
hatimu, dan menjadi hakim dengan pikiran yang jahat?

Rabu 22 Juni 2016


Seri #66 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:5 bagian 1Gambaran Miskin & Kaya Terhadap Iman Sejati
Westcott and Hort 1881: Akousate, adelphoi mou agapētoi. ouch ho theos exelexato
tous ptōchous tō kosmō plousious en pistei kai klēronomous tēs basileias hēs
epēngeilato tois agapōsin auton?
Kita telah melihat, bahwa orang yang beriman palsu itu terlihat dari cara berpikirnya
yang jahat dan yang bertindak bagaikan hakim yang lalim. sekarang kita akan
mempelajari satu indikator dari orang orang yang dipilih Allah untuk menjadi orang yang
beriman sejati.
Perhatikan baik baik ayat 5 ini:
KSKK: Dengarlah, hai saudara-saudari terkasih, bukankah Allah telah memilih orang-
orang miskin di dunia ini untuk memperoleh kekayaan iman dan mewarisi kerajaan
yang telah dijanjikan-Nya kepada orang-orang yang mengasihi Dia?
Apakah yang dimaksud dengan “bukankah Allah telah memilih orang-orang miskin di
dunia ini” di ayat 5 ini? Sifat [indikator] itu adalah tidak menumpulkan harta untuk
dirinya sendiri sebagai bukti kasih kepada Allah.
Sekilas memang, kalau kita tidak seksama membaca ayat ini, seolah olah yang dipilih
adalah orang-orang miskin, tetapi bukan orang miskin yang umum di dunia ini yang
dimaksud, tetapi yang membuat dirinya “miskin” untuk bisa menjadi kaya secara
rohani. Dan miskin yang di maksud bukan idiom/uangkapan untuk merujuk kepada sifat
miskin yang biasa, tetapi sifat yang hendak merujuk kepada iman yang benar
Perhatikan baik baik idiom Yunaninya ini: “theos exelexato tous ptōchous tō kosmō
plousious en pistei” [Allah temah memilih orang miskin di dunia ini untuk kaya di dalam
iman]

Bandingkan dengan terjemahan TB berikut ini “Allah memilih orang-orang yang


dianggap miskin oleh dunia ini untuk menjadi kaya dalam iman”
Perhatikan baik baik, ayat ini tidak merujuk kepada orang yang miskin biasanya, sebab
kalau orangnya [miskin] yang ingin ditekankan, maka semua orang yang miskin akan
dipilih Allah. Yang ditekankan adalah sifat khusus dari orang tersebut yang membuat
dia menjadi kaya secara rohani. Itu sebabnya Yakobus menggunakan kata sifat
“ptōchous” yang merujuk kepada orang percaya yang sangat miskin karena di ayat 2
sebelumnya juga telah dijelaskan bahwa gambaran yang dikisahkan ini terjadi dirumah
ibadat, sebagai gambaran bahwa miksin yang dijelaskan itu adalah orang percaya.
Jangan lupa juga, bahwa di ayat 2, telah kita bahas, bahwa penggunaan orang miskin
dan orang kaya, hanyalah gambaran [meski itu diambil dari kehidupan sehari hari
mereka], yang ingin menjelaskan iman sejati.
Itu sebabnya meski banyak orang miskin di dunia ini tetapi tidak semua orang miskin
yang dipilih Allah, hanya mereka yang memilih yang mau bergantung kepada Allah,
yang terpilih, dan ketegantungan kepada Allah itulah yang di maksud oleh Yakobus.
Sekilas, kalau kita tidak teliti, kita akan beropini, bahwa iman itu bukan kasih karunia,
tetapi bukan seperti itu yang hendak kita maksudkan, yang kita maksudkan dan yang
kita yakini adalah, kalau saudara meyakini anugrah keselamatan telah diberkan kepada
saudara, maka buktikanlah hal itu melalui tindakan nyata. Dan itulah yang
dipertanyakan Yakobus di ayat 1. Sebab banyak orang meyakini telah mendapatkan
kasih karunia keselamatan, tetapi hidupnya tidak konsisten dengan apa yang
diyakininya. Jadi kalau ada orang yang ingin atau meyakini sudah bergantung kepada
Allah, maka harus ada syarat pembuktian, bahwa orang tersebut tidak boleh
mengumpulkan harta untuk dirinya sendiri. Seperti yang dijelaskan di Yakobus 1:10
[BIS]: “Dan orang Kristen yang kaya hendaklah merasa gembira juga, kalau Allah
merendahkannya. Sebab orang kaya akan lenyap seperti bunga rumput”.
Jadi jelas, melalui kiasan kekayaan dan kiasan kemiskinan, Yakobus mengajar kita
untuk bergantung sepenuhnya kepada Allah. Seperti orang miskin yang tidak bisa
hidup tanpa bergantung kepada orang lain [mengemis], maka demikianlah seperti kita,
membuktikan diri bergantung kepada Allah dengan hidup dalam kasih sejati

Kamis 23 Juni 2016


Seri #67 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:5 bagian 2Gambaran Miskin & Kaya Terhadap Iman Sejati

Westcott and Hort 1881: Akousate, adelphoi mou agapētoi. ouch ho theos exelexato
tous ptōchous tō kosmō plousious en pistei kai klēronomous tēs basileias hēs
epēngeilato tois agapōsin auton?
Untuk memperhatikan gambaran dari kata MISKIN DAN KAYA terhadap IMAN SEJATI,
maka kita harus kembali sejenak ke pasal 1:9. Kalau di ayat 4 kita telah melihat
perbandingannya dengan pasal 1:6, sekarang kita akan membandingkan gambaran
dari sifat miskin dan kaya yang sudah dijelaskan di pasal 1:9-11 dengan ayat 5 ini.
Sebelumnya di pasal 1:9 telah di bahas orang yang miskin [kiasa rohani], sekarang mari
kita periksa sejenak ayatnya;
TB: Baiklah saudara yang berada dalam keadaan yang rendah bermegah karena
kedudukannya yang tinggi.
Ayat ini mengambarkan bahwa orang yang beriman itu adalah orang rendah secara
duniawi sebagai syarat bergantung kepada Allah. sebab kata rendah di TB ini berasal
dari kata sifat “tapeinos” yang menggambarkan kerendahan duniawi orang
yang tergantung pada Tuhan. Jadi untuk bisa bergantung kepada Allah, ada syarat
mutlak yan harus dipenuhi, apa itu? Melepaskan hak-hak duniawi.
Kita kasih contoh, kalau seorang anak ingin bergantung kepada orangtuanya, dalam
hal makan misalnya, maka anak itu harus minta disuapi. Tetapi supaya anak itu tidak
lagi bergantung kepada orangtuanya, maka anak itu tidak lagi disuapi orangtuanya, dia
harus makan sendiri tanpa disuapai orang tuanya. Dan dari semua terjemahan yang
ada, istilah “tapeinos” di pasal 1:9 ini merujuk kepada orang yang membut dirinya hidup
sederhana, hidup tidak bermewah mewah dan menggunakan hartanya untuk
pekerjaaan Tuhan.

Bandingkan dengan ayat terjemahan berikut: TSI: Saudara-saudari seiman, kalau kamu
miskin atau mempunyai kedudukan rendah, bersukacitalah! Karena Allah sudah
memberikan kedudukan yang tinggi kepadamu— yaitu sebagai warga kerajaan-Nya.
Sekarang akibat dari mereka memiliki kedudukan yang tinggi [iman] di jelaskan di ayat
10
BIS: Dan orang Kristen yang kaya hendaklah merasa gembira juga, kalau Allah
merendahkannya. Sebab orang kaya akan lenyap seperti bunga rumput.
Jadi ayat 9-10 ini selaras dengan pasal 2: 5, karena untuk bisa menjadi orang yang
kaya secara rohani, orang tersebut harus mau mempunyai kedudukan yang rendah
[idiom/ungkapan hidup sederhana/miskin/tidak cinta uang], dan orang kaya [gambaran]
jika ingin mempunya kedudukan yang tinggi [beriman], maka dia harus terlebih dahulu
direndahkan [menggunakan hartanya sebagai bukti dia mengasihi Allah]
Orang mungkin berkata, orang yang mengumpulkan harta untuk dirinya sendiri bisa
bergantung kepada Allah, tetapi itu tidak benar. Perhatikan gambaran berikut:
Lukas 16:12 Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan
menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?
Ayat di atas menjelaskan bahwa kalau kita tidak setia dengan harta orang lain, harta
kita tidak akan diberikan kepada kita.
11 Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan
mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?
Sedangkan ayat 11 berkata bahwa gambaran dari harta orang lain adalah istilah lain
kepada ketidak jujuran untuk mengelola uang sesuai firman Allah
10 "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara
besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga
dalam perkara-perkara besar.
Ayat di atas mengajar, jika kita tidak bisa setia dalam harta duniawai, kita tidak bisa
dipercayakan iman sejati. karena semua yang ada di dunia ini dipercayakan Tuhan
untuk kita gunakan bagi sebagai bukti kita orang yang beriman sejati. Bagaimana kita
bisa mengaku beriman sejati, jika dalam hal hal yang lahiriah kita tidk bisa berlaku
jujur?

Jumat 24 Juni 2016


Seri #68 Belajar Kitab Yakobus

Penjelasan Hubungan 2:5 & Yakobus 1:9-10

Westcott and Hort 1881: Akousate, adelphoi mou agapētoi. ouch ho theos exelexato
tous ptōchous tō kosmō plousious en pistei kai klēronomous tēs basileias hēs
epēngeilato tois agapōsin auton?
Jika di ayat 9 Yakobus menggunakan kata tapeinos sebagai sindiran dan ironi,
karena kemiskinan itu adalah kerendahan dalam menggambarkan ketergantungan
kepada Allah, maka di ayat 10 Yakobus menggunakan kata Tapeinosei. Sebagai
sindiran dan ironi dan juga sebagi bukti, bahwa seseorang rendah hati di hadapan Allah
adalah harus terjadi dulu kehinaan yang lahiriah sebagai bukti iman itu mengalami
pemurniaan. Ini adalah sebuah gambaran. Misalnya tidak mungkin kita mengaku
seseorang rendah hati, kalau tidak terlebih dahulu ada yang mengujinya,
Karena kita telah belajar kitab Ibrani, mari kita ingin melihat sejenak Yakobus pasal Ibr
12:6 yang mengatakan; “karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia
menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak"

Perhatikan gambaran di atas; ayat itu adalah gambaran untuk bisa bertekun di dalam
iman yang murni. Untuk bisa mengalami iman sejati ,pergumulannya berat. Seperti
seorang anak yang dituntut mentaati bapanya terus menerus secara konsisten, dia
harus dihajar setiap kali melakukan kesalahan. Gambaran itu menjelaskan tentang
yang murni atau tidak. Itu sebabnya Di ayat 7-8 di katakan:

“Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di
manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas
dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-
anak gampang”. Implikasi dari ayat di atas jelas, iman murahan tidak membutuhkan
pengorbanan lahiriah untuk mendapatkannya, tetapi iman sejati harus melalui sebuah
pengorbanan MULAK . Tanpa itu tidak mungkin IMAN SEJATI ada temukan
.

Inilah sindiran keras itu. Bagaimana mungkin orang yang mengaku memiliki imann
sejati, , tetapi saat orang tersebut dihampiri dengan nilai kemegahan lahiriah, dia
berubah dan bertindak seperti hakim jahat?

Itu sebabnya gambaran dari kehinaan orang yang mengumpulkan uang untuk dirinya
sendiri di Yakobus 1:9-11 digambarkan sebagai Bunga rumput yang dari padang
rumput. Dan kita telah pelajari bahwa orang yang tidak menyadari kekayaan adalah
adalah sementara yang harus dikelola untuk mengasihi Tuhan dan sesama, maka, dia
tidak akan mau direndahkan oleh Tuhan. Sebaliknya, orang yang menyadarinya akan
memberikan dirinya direndahkan oleh Tuhan. Bagaimana cara Allah merendahkan
dirinya? Dengan cara menyadari bahwa harta itu bukan miliknya, bukan untuk dirinya,
tetapi untuk syarat mengasihi Tuhan dan sesama. Itulah yang di maksud di pasal 2:5 ini

Itu sebabnya Yakobus menekankan untuk mendengarkan dengan bijak [akousate],


perhatikan baik baik;

TB: Dengarkanlah [Akousate], hai saudara-saudara yang kukasihi! Bukankah Allah


memilih orang-orang yang dianggap miskin oleh dunia ini untuk menjadi kaya dalam
iman dan menjadi ahli waris Kerajaan yang telah dijanjikan-Nya kepada barangsiapa
yang mengasihi Dia?
Jadi Miskin yang dimaksud bukan, orang-orang miskin, tetapi orang yang membuat
dirinya menjadi seperti orang yang miskin [ptōchous]. Jadi siapapun yang ingin menjadi
orang kaya secara iman, dia harus membuktikannya melalui satu hal: membuat dirinya
benar benar kongkrit bergantung kepada Allah.

Jadi frasa idiom Yunani “theos exelexato tous ptōchous tō kosmō plousious en pistei”
[Allah temah memilih orang miskin di dunia ini untuk kaya di dalam iman] Sama dengan
ungkapan di Matius 6:19 yang mengatakan, [TB]: "Janganlah kamu mengumpulkan
harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar
serta mencurinya. Artinya, buktikanlah dirimu sebagai orang yang beriman sejati,
dengan cara tidak lagi hidup dengan cara hidup yang duniawi.

Sabtu 25 Juni 2016


Seri #69 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:5 Penutup Penjelasan Hubungan 2:5 & Yakobus 1:9-10

Westcott and Hort 1881: Akousate, adelphoi mou agapētoi. ouch ho theos exelexato
tous ptōchous tō kosmō plousious en pistei kai klēronomous tēs basileias hēs
epēngeilato tois agapōsin auton?
Kita kemarin telah mempelajari, hubungan dari 2:5 & Yakobus 1:9-10, sekarang kita
akan menyelesaikan hubungan dari ayat ini.
Bandingkan dengan terjemahan berikut ini.
VMD: “Jangan menimbun harta benda di bumi UNTUK DIRI SENDIRI. Rayap dan karat
akan merusakkan harta benda di bumi ini. Dan pencuri dapat masuk ke rumahmu dan
mencurinya. [matius 6:19 ]
Kenapa orang tidak boleh mengunakan harta untuk diri sendiri?
Sebenarnya Alkitab telah memberikan gambar yang jelas, bahwa mencintai uang
adalah akar dari segala kejahatan.
1 Timotius 6:10 [TB], Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh
memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya
dengan berbagai-bagai duka.
Dan itulah yang ditekankan di pasal 1:9-11. Karena orang yang yang tidak terbukti
beriman [tidak kaya secara iman], dibuktikan satu hal, apa itu keinginan diri sendiri.
Inilah pokok dari pencobaan itu sendiri.
Seharusnya bagi orang yang benar benar orang yang beriman sejati, saat datang
ujian/pencobaan [peirasmos], mereka harus berbahagia, sebab dengan adanya
pencobaan itu iman mereka teruji. Sama seperti emas, semain dipanaskan oleh api,
maka emas itu akan semakin murni:
Itulah sebabnya Yakobus 1:12, berkata; [TB] “Berbahagialah orang yang bertahan
dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota
kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia.

Tetapi mereka yang tidak memiliki iman sejati, mereka tidak akan sanggup bertahan di
dalam pencobaan, sebab pencobaan bagi iman palsu berarti memperlihatkan siapa
dirinya sendiri [secara duniawi]. Itu sebabnya di Yakobus 1: 14 di katakan: “Tetapi tiap-
tiap orang dicobai oleh keinginannya [plousious] sendiri, karena ia diseret dan dipikat
olehnya.
Karena Yakobus 2:1-5 ini menegor orang yang mengaku beriman tetapi hidup dalam
keinginan dagingnya sendiri, makaYakobus 2:1-5 khusunya ayat 5 ini berhubungan erat
dengan Yakobus 1: 14-15 berbicara tentang keinginan sendiri.
Istilah keinginan daging ini berasal dari kata epithumia yang artinya mengacu kepada
hama nafsu duniawi. Kita memang memiliki keinginan tidak selalu merupakan dosa.
Tetapi di ayat ini bukan keinginan yang seperti itu yang dimaksudkan. Tetapi keinginan
yang tidak bersumber dari keinginan Allah. Itu sebabnya 1 Yohanes 2:16, berkata,
Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan [epithumia] daging dan
keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari
dunia.
Itulah yang dijelaskan oleh Markus 4:19 [TB]: “lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya
kekayaan dan keinginan-keinginan [epithumia] akan hal yang lain masuklah menghimpit
firman itu sehingga tidak berbuah”.
Dan karena pasal 2 ini menjelaskan untuk tunduk total kepada firman Tuhan, maka saat
seseorang ditipu oleh keinginan daginya sendiri, maka bagaimana mungkin firman
Tuhan bisa bertumbuh di dalam hidupnya? Bagaimana mungkin firman Tuhan bisa
dilakukannya? Itu sebabnya ayat 8 menyimpulkan semua firman Allah [perintah] di
dalam satu hukum: “Akan tetapi, jikalau kamu menjalankan hukum utama yang tertulis
dalam Kitab Suci: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri", kamu berbuat
baik”.

Minggu 26 Juni 2016


Seri #70 Belajar Kitab Yakobus

Penjelasan Tambahan Untuk semakin Memahami Pasal 2

Yakobus 2 ini membicarakan tentang kesalehan yang sejati. Tanda lain dari
kesalehan ini adalah tidak memandang muka. Pendirian ini diambil kerena iman kepada
Yesus Kristus. ini diawali dengan sebuah contoh yang nyata (Yakobus 2:1-4),
dilanjutkan dengan pembahasan akan betapa jahat dan tidak masuk akalnya orang
yang bersikap demikian (Yakobus 2:5-7), dan diakhiri dengan pernyataan bahwa
perbuatan ini melanggar hukum, dan orang yang bersangkutan akan dihakimi
Nasehat dalam bagian ini berhubungan dengan kesenjangan ekonomi yang
amat menyolok di antara yang kaya dan miskin. Masyarakat yang terdiri atas strata-
strata yang berkisar pada patron-patron dan klien-klien membuat sikap memandang
muka sesuatu yang lazim pada zaman itu. Karena klien membutuhkan bantuan patron
secara langsung atau tidak langsung. Patron adalah orang yang berkuasa dan kaya.
Mereka merasa wajar dan senang beroleh penghormatan dari klien-klien yang ada di
sekeliling mereka. Kekayaan dan kedudukan menjadi ukuran segala-galanya. Tidak
jarang kaum miskin dihina dan ditindas. Kebutuhan orang Kristen miskin bahkan
diabaikan saudara seimannya. Iman Kristen sepertinya sudah tidak berfungsi lagi.
Keadaan seperti ini sudah tentu menimbulkan ketegangan di dalam masyarakat secara
umum, juga di dalam komunitas orang Kristen secara khusus.
Topik merawat yatim piatu dan janda-janda serta menjaga diri agar tidak
dicemari dunia, kini dielaborasi dalam pasal baru ini. Kata-kata "sebagai orang yang
beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia" menunjukkan peran utama iman
kristiani dalam kehidupan orang Kristen (ayat 1). Pernyataannya ini menjadi dasar
untuk serangkaian contoh dan nasihat yang akan dibicarakan dalam pasal ini. Jika ayat
1 diterjemahkan ulang menjadi "janganlah dengan sikap memandang muka percaya
kepada Tuhan kita, Yesus Kristus, yang mulia", maka penekanan penulis kitab jelas
jatuh pada sikap yang tidak dapat dibenarkan, yaitu memandang muka.

Jadi sikap memandang muka merupakan suatu perbuatan yang hina, yang tidak cocok
dengan iman kepada Tuhan yang mulia. Walaupun perbuatan memandang muka sering
ditemukan dalam masyarakat zaman itu, namun iman Kristen mengajarkan sikap yang
baru. Karena Tuhan Yesus sama sckali tidak sama dengan patron dalam masyarakat.
Tuhan Yesus pun tidak pernah menunjukkan sikap memandang muka.
Jika memperhatikan isi dan konteks unit ini, yang lebih mungkin adalah pertemuan di
sinagoge dengan suasana beribadah. Kasus ini dipilih penulis kitab untuk menegaskan
kritiknya bahwa betapa tidak pantas sikap memandang muka ini terjadi justru dalam
sinagoge, ketika orang beribadah kepada Tuhan (ayat 2-3). Yang kaya dihormati, yang
miskin dihina. Kesalehan demikian bertolak belakang dengan kesalehan yang sejati
(Yakobus 1:26,27). Betapa terhina dan tertekannya saudara seiman yang beribadah
dalam suasana seperti ini.
Tindakan memandang muka itu memperlihatkan isi hati orang yang bersangkutan.
Pertama, orang ini lebih menghargai kekayaan daripada menghormati moralitas atau
kesalehan.
Kedua, dia memperhatikan hal-hal yang bersifat superfisial, misalnya, pakaian indah
atau pakaian buruk (atau diterjemahkan: kotor. Ayat 2).
Dan ketiga, dia sudah "bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat" (ayat 4b).
Jadi orang ini bertindak sama seperti hakim, padahal dia bukan. Dia bersikap subjektif
dan berprasangka buruk terhadap orang miskin yang baik-baik hanya karena
pakaiannya kotor.

Senin 27 Juni 2016


Seri #71 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:6 Ujilah Imanmu!

Ayat 6. Nestle Greek New Testament 1904 - Transliterasi hymeis de ētimasate ton
ptōchon. ouch hoi plousioi katadynasteuousin hymōn, kai autoi helkousin hymas eis
kritēria?
Telah kita pelajari, bahwa yang hendak ditekankan Yakobus di pasal 2 bukan orang
kaya dan orang miskin, tetapi sifat dari iman sejati yang diuji dengan menggunakan
gambaran dari kata sifat kaya dan miskin, yang menghampiri mereka. sebab pasal 2 ini
adalah penjelasan Yakobus tentang iman sejati dengan menggunakan gambaran dari
kehidupan sehari hari mereka saat itu. Dengan kata lain, kisah orang kaya dan orang
miskin yang digambarkan [dicontohkan dari kata penghubung “gar” di yakobus 2:2],
hanya alat ilustrasi untuk menjelaskan iman yang salah atau iman yang benar.
Di ayat 1, Yakobus sudah mempertanyakan [meragukan] pengakuan mereka, bahwa
orang yang mengaku beriman tetapi tidak hidup seturut dengan firman Tuhan tidak
benar benar orang beriman [2:1], dan di ayat 14 hal itu diulangi kembali: 14 Apakah
gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman,
padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?
Sekarang iman yang tidak benar itu diperjelas dengan satu bukti, yaitu; “mereka
menghina orang miskin”.
Adalah menarik untuk mengamati, bahwa Yakobus menggunakan gambaran dari kata
sifat miskin dan kaya untuk menjelaskan iman sejati yang melakukan semua perintah
Allah yang dirangkumkan dengan hukum kasih, atau sebaliknya iman palsu yang
terdeteksi dari ketidak totalan mereka [ragu-ragu-Yakobus 1:6] melakukan
keseluruhan firman Allah. Jadi ayat 6 ini adalah bagian dari penjelasan untuk
mengkritisi keimanan seperti yang sudah dijelaskan di pasal 1 dan pasal 2:1.
Pertama, Yakobus menggunakan isitilah “menghina orang miskin” sebagai simbol
kepada orang yang tidak bisa melakukan perintah Allah dengan sempurna.
Yakobus mengunakan istilah menghina [etimasate dari akar kata atimazo] yang
ditujukan [dihinakan] kepada orang miskin, yang dibenci karena dinggap Aib [tercemar]
oleh orang yang mengaku beriman . Perhatikan baik baik idiom Yunani nya “hymeis de
etimasate ton ptochon.” Yakobus menggunakan gambaran orang yang tidak beriman
yang menghina orang miskin sebagai penjelasan bahwa justru merekalah tidak
beriman. Jika kita memeriksa secara sekilas ayat 11, Yakobus menggunakan
gambaran; bahwa, meski kita telah melakukan hukum Allah, tetapi jika mengabaikan
satu dari antaranya, maka kita tetap disebut sebagai pelanggar perintah Allah:
“Sebab Ia yang mengatakan: "Jangan berzinah", Ia mengatakan juga: "Jangan
membunuh". Jadi jika kamu tidak berzinah tetapi membunuh, maka kamu menjadi
pelanggar hukum juga”. [Yak 2:11]
Artinya Yakobus menegaskan bahwa keberimana itu harus dibuktikan dengan
konsistensi melakukan semua perintah Allah tanpa terkecuali secara sempurna;
“Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah
sempurna." [Matius 5:48]. Tetapi Yakobus menjelaskan, jangankan konsistensi
melakukan firman Tuhan, orang yang mengaku beriman itu, justru menghina orang
miskin, mereka justru mengina firman Allah atau menghina Allah. Dari gambaran ini kita
mendapatkan perbedaan cara berpikir keberimanan yang benar dan yang tidak benar.
Orang yang beriman benar, mengkhusukan dirinya untuk mengasihi orang yang tidak
punya apa-apa sebagai cara yang sempurna untuk melakukan firman Allah. Perhatikan
ungkapan berikut ini: “Kata Yesus kepadanya: "Jikalau engkau hendak sempurna,
pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka
engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku."
[Matius 19:21]Sebaliknya orang yang beriman palsu menggunakan kehidupannya
untuk hal hal yang lahiriah, dan saat mereka diperhadapakan kepada ujian iman,
mereka akan menolak iman sejati, hal itu terbukti saat mereka dituntut untuk
menunjukkan kasih sejati.

Selasa 28 Juni 2016


Ujilah Imanmu! Seri #72 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:6 bag 2


Ayat 6. Nestle Greek New Testament 1904 - Transliterasi hymeis de ētimasate ton
ptōchon. ouch hoi plousioi katadynasteuousin hymōn, kai autoi helkousin hymas eis
kritēria?
Perhatikan baik baik idiom Yunani orang yang menghina orang miskin tersebut: “hymeis
de etimasate ton ptochon.” [BSD: Tetapi, kalian malah menghina orang miskin! ] Apa
yang hendak kita pelajari dari idiom/ungkapan penghinaan kepada orang miskin?

Pertama, Yakobus menggunakan gambaran orang yang tidak beriman yang menghina
orang miskin sebagai penjelasan bahwa mereka bukan orang beriman

Kalau mereka memiliki cara pandang yang benar, mereka seharusnya sadar bahwa
mereka di hina orang kaya [dengan cara ditindas dan diseret kepengadilan]. Tetapi
sebaliknya mereka justru mempermalukan orang miskin [karena orang miskin tidak
memiliki benda lahiriah yang mereka inginkan]. Jadi dari uangkapan di atas, ternyata
Yakobus hendak memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana orang yang
bisa mengaku beriman tetapi justru menghina Allah dengan cara melanggar hukum
taurat ketika mereka sedang diuji oleh keinginannya sendiri;

Roma 2:23 Engkau bermegah atas hukum Taurat, mengapa engkau sendiri menghina
Allah dengan melanggar hukum Taurat itu?

keberimanan sejati atau tidak teruji saat diperhadapkan dengan keinginan daging.
Keinginan daging itu di Yakobus 1:15-16, diungkapkan seperti kehidupan yang berjalan
secara alami. Itu sebabnya di ayat 15 dikatakan “jangan sesat” dan ungkapan “jangan
sesat” ini persis sama dengan Galatia 6:7 yang mengatakan “Jangan sesat! Allah tidak
membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan
dituainya. ” Artinya keinginan daging itu tertanam natural.

Orang tidak mungkin tiba tiba bisa berlaku adil jika dari mulanya ketika dia mengaku
sebagai orang yang beriman tidak melatih dirinya menjadi orang yang adil. Sama
seperti gambaran dari kehidupan;

Manusia misalnya, seorang anak tidak mungkin tiba tiba bisa berjalan jika tidak diajari
dari umur 1 tahun untuk belajar berjalan.
Pohon Manga misalnya, Seseorang tidak mungkin bisa menemukan buah manga jika,
minimal 3 tahun sebelumnya orang tersebut tidak menanam manga dan merawatnya
dengan baik. Seperti itulah keberimanan, diuji dengan keinginan itu sendiri. Saat
seseorang terlihat keinginan dagingnya, “hormat” dan berlaku baik hanya karena hal hal
yang lahiriah maka tindakannya itu sudah membuktikan siapa dirinya. Saat seseorang
merendahkan seseorang atau berindak tidak baik hanya karena factor yang lahiriah hal
itulah bukti bahwa keberimanannya palsu di hadapan Allah.
Kedua. kata sifat kekayaan dan kemiskinan digunaan yakobus untuk menjelaskan
bagaimana cara sifat orang mengaku beriman tetapi menghina Allah.
Di ayat 1 telah bahas, mulut orang yang mengaku beriman itu memuliakan Tuhan
tetapi dalam perbuatan menghina Tuhan. Dalam idiom Yunaninya di katakan “hēmōn
Iēsou Christou tēs doxēs”. Di mana Kata “hemon” kata ganti yang sama dengan kata
ganti “mou” yang menjelaskan ketidak adilan, yang dari akar kata “ego”. Artinya orang
yang mengatakan Yesus Tuhan yang mulia malah mereka yang menghina Tuhan,
bahkan jelas terlihat dari kata Yunani “doxes” yang digunakan, sebab kata itu
dari kata “dokeo”, yang dari akar kata “dokos”. Artinya memuliakan Tuhan hanya
melalui opini, tetapi bukan perbuatan yang nyata.
Artinya jelas, ungkapan “Tetapi kamu telah menghinakan orang-orang miskin” dan
ungkapan “Bukankah justru orang-orang kaya yang menindas kamu dan yang menyeret
kamu ke pengadilan?” hendak menjelaskan iman yang jahat yang terlihat dari
perbuatan yang menghina Allah. Itulah sebabnya kenapa kita begitu giatnya
menyerukan kepada semua orang percaya suapa berlatih beribadah secara benar, dan
karena hidup kita adalah ibadah, maka kita tidak boleh mempermainkan Allah, mari kita
secepat mungkin memuliakan Allah dengan cara mengasihi orang orang yang dianggap
hina oleh dunia.

Rabu 29 Juni 2016


Seri #73 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:7-8 Gambaran Miskin & Kaya Terhadap Iman Sejati

Ayat 7-8. Nestle Greek New Testament 1904 - Transliterasi”


7, ouk autoi blasphēmousin to kalon onoma to epiklēthen eph’ hymas?
8, ei mentoi nomon teleite basilikon kata tēn graphēn agapēseis ton plēsion sou ōs
seauton kalōs poieite
Sebelum kita mempelajari ayat 7 ini, marilah kita merenung sejenak, kenapa Allah
harus menggunakan kata sifat miskin dan kaya untuk menjelaskan iman? Sebab kalau
kita perhatikan ayat 7 ini orang yang mengaku beriman yang disebut meghina Allah
justru karena dua factor kata sifat tersebut [kaya dan miskin]. Sebelum melanjutkannya,
ada beberapa poin penting yang harus kita ingat:

Pertama, istilah kaya dan miskin yang digunakan Yakobus bukan merujuk kepada
kekayaan dan kemiskinan yang umumnya kita pikirkan, tetapi sebagai gambaran untuk
menjelaskan bentuk dari ketergantungan yang sebenarnya kepada Allah atau kepada
dunia

Kedua. Kata kaya dan miskin adalah kata sifat, bukan kata benda. Jadi dari segi firman
Tuhan, kekayaan tidak boleh dinilai dari benda yang dimiliki. Tetapi dari sifat dari
orangnya. Begitu juga dengan istilah istilah kaya dan miskin di kitab Yakobus ini, tidak
sedang mengajarkan konsep kaya dan miskin yang umumnya sudah menjadi opini
banyak orang. Jadi dari segi firman Tuhan, Kemiskinan tidak dinilai dari benda yang
dimilikinya, tetapi dari sifatnya. Kekayaan juga tidak dinilai dari harta yang tidak
dipunyainya tetapi dari sifat orangnya tersebut. Artinya cara pandang firman Tuhan dan
dunia mengenai kekayaan dan kemiskinan sangat berbeda.
Perhatikan Yakobus 1:9-10, “Baiklah saudara yang berada dalam keadaan yang
rendah bermegah karena kedudukannya yang tinggi, dan orang kaya karena
kedudukannya yang rendah sebab ia akan lenyap seperti bunga rumput.

Jadi waktu belajar gambaran dari kata sifat kaya dan kata sifat miskin yang digunakan
Yakobus, hendaklah kita hati-hati supaya jangan sampai cara berpikir kita sama dengan
cara berpikir dunia sehingga kita menyalahgunakan gambaran kaya dan miskin yang
digunakan oleh Yakobus ini, sebab jika kita salah memahami hal ini, maka iman kita
akan melenceng pada akhirnya.
Sekarang mari kita periksa penggunaan kata sifat itu di ayat 7-8;
Ayat 7 ini hanyalah gambaran dari sifat orang kaya menurut ukuran duniawi yang di
gunakan Yakobus untuk menyindir mereka yang yang mengaku beriman, tetapi
menghujat Allah. Memang kalau kita tidak memperhatikan kata “teleite di ayat 8, maka
ayat 7 ini seolah olah tidak ditujukan kepada orang yang mengaku beriman [tetapi
perbuatannya jahat] tetapi dari ayat 8 kita dapat mengetahui bahwa Yakobus
menggunakan gambaran dari orang kaya yang menghina Allah untuk menegor mereka
bahwa merekalah yang sebenarnya yang menghina Allah
Perhatikan frasa Yunani berikut “ei mentoi nomon teleite” [Bagaimanapun juga, jika
kamu sedang menggenapkan hukum taurat]. Perhatikan terjemahan “jika kamu” yang
digaris bawahi di atas. Kata itu berasal dari kata “teleite” dari akar kata “teleo” artinya
kamu tetap memenuhi, atau menggenapi atau melakukan firman Allah dengan
sempurna. Jadi gambaran dari ayat 7 tersebut digunakan sebagai sindiran untuk
memperingatkan mereka, bahwa merekalah yang sebenarnya yang menghina Allah,
dengan cara tidak tuntuk total kepada firman Allah sebab ketika mereka bertemu
dengan orang miskin menurut ukuran dunia tetapi kaya menurut ukuran Allah mereka
menghinanya.
Sekarang mari kita kembali sejenak ke ayat 5, sebab di ayat 5 ini di katakan, "Bukankah
Allah memilih orang-orang yang dianggap miskin oleh dunia [definisi miskin menurut
dunia] dunia ini untuk menjadi kaya dalam iman dan menjadi ahli waris. Jadi penulis
kitab ini menemukan hal-hal yang indah pada orang-orang miskin ini. Allah telah
memilih orang-orang miskin ini. Mereka kaya dalam iman. Mereka berhak menerima
Kerajaan Surga. Mereka mengasihi Allah. Perhatikan, mereka dipuji bukan karena
kemiskinan [bendawi] menurut ukuran dunia tetapi iman mereka, [sifat mereka yang
kaya]. Orang yang beriman itu adalah orang kaya [sifatnya] dan sifat kekayaan mereka
[iman] terlihat dari ketaatan total mereka kepada keseluruhan firman Allah, di mana
semua firman Allah dirangkuman di dalam satu hal saja “mengasihi”

Kamis 30 Juni 2016


Seri #74 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:7-8 Bag 2 Makna Kristen

Ayat 7-8. Nestle Greek New Testament 1904 - Transliterasi”


7, ouk autoi blasphēmousin to kalon onoma to epiklēthen eph’ hymas?
8, ei mentoi nomon teleite basilikon kata tēn graphēn agapēseis ton plēsion sou ōs
seauton kalōs poieite
Kalau kita memerika terjemahan LAI TB kita akan menemukan bahwa ayat 7 ini tidak
menerjemahkan kata “kalon” sebagaimana adanya; perhatikan terjemahan TB berikut
“Bukankah mereka yang menghujat Nama yang mulia, yang oleh-Nya kamu menjadi
milik Allah? ”
Pertama, yang dimaksud dengan “kalon” bukan mulia seperti yang diterjemahkan LAI
TB.[mulia berasal dari kata doxes di ayat 1] tetapi indah, baik atau menarik, yang
mengilhami [memotivasi] orang lain untuk memeluk apa yang indah [terpuji]; yaitu
yang baik yang dilakukan sehingga menjadi menawan [menarik].
Kedua, Nama yang mulia [kalon onoma ] yang dimaksud bukan tentang sifat dari
kemuliaan nama itu tetapi keindahan atau kebaikan nama itu sangat menarik, karena
keindahannya menarik, sehingga mengilhami atau memotivasi orang percaya untuk
memeluk atau melakukannya.
Ketiga, idiom atau ungkapan Nama yang indah [kalon onoma] yang merujuk kepada
Tuhan Yesus .Dengan kata lain, orang yang bersikap pilih kasih, tidak hidup
mencerminkan iman sejati sudah tidak menghormati Tuhan Yesus, dan mengabaikan
imannya. Dengan dua kalimat yang bernada bertanya ini, penulis kitab ini menyatakan
rasa tidak puasnya, artinya Sikap orang yang mengaku beriman itu sungguh tidak
masuk akal. Jadi ayat ini memberi kesan bahwa orang yang tidak mau direndahkan
Allah secara lahiriah benar benar tidak percaya kepada Tuhan Yesus. Ada dua
kejahatan yang yang membuktikan mereka tidak benar benar percaya kepada ALlah.
1. mereka menindas orang yang lebih lemah daripada mereka. 2. mereka menghina
nama Tuhan.

Keempat, orang percaya saat itu dipanggil dengan nama Kritus yang indah itu, tetapi
dengan cara mengejek.
Jadi arti dari “epiklēthen eph’ hymas?” [ yang olehnya kamu dipanggil?] adalah kristen.
Pada saat itu istilah kristen adalah untuk menyindir orang orang yang mengikuti Kristus.
Karena kristen artinya adalah kata sindiran kepada pengikut Kristus. Karena saat itu
para pengikut kristus adalah orang orang yang sangat miskin yang mengalami aniaya.
Tetapi yang terjadi saat itu adalah, ada kelompok kelompok yang mengaku orang yang
percaya kepada Yesus tetapi tidak mengasihi orang orang yang menderita ini. Mereka
menggagap dirinya kaya tetapi menurut ukuran duniwai;
Wahyu 3:17 Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku
dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau
melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang,
Tetapi menurut firman Tuhan, orang yang membuat dirinya atau yang mengingini kaya
menurut ukuran dunia adalah orang yang miskin di hadapan Allah yang tidak dapat
dipercayakan iman sejati. Jadi kata sifat miskin dan kaya ini digunakan semacam
modifer kata [semacam permainan kata] untuk mengungkapkan iman sejati atu iman
yang palsu. Dan karena kekayaan dan kemiskinan adalah dua kata yang menjadi kunci
sekaligus untuk bisa memeriksa kehidupan seseorang secara menyeluruh, di mana
kata sifat miskin selalu di gunakan Alkitab untuk menjelaskan orang orang yang kaya
iman, seperti;
"Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan
kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku. [Lukas 4:18 ]
"Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya
Kerajaan Sorga. Orang yang mikisn digunakan sebagai idiom yang merujuk kepada
orang yang bergantung kepada Allah [Matius 5:3 ]
Maka, setiap kita harus yang kaya menurut ukuran Tuhan, dengan cara; harus
mengasihi sesama manusia seperti diri kita sendiri, sebab seluruh hukum Allah
disimpulkan dalam hukum kasih. Sebab jikalau kita mengaku Allah sedemikian
mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. [1 Yohanes 4:11]

Jumat 01 Juli 2016


Seri #75 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:8 bagian 1HUKUM TERUTAMA DARI KERAJAAN

Ayat 8. Nestle Greek New Testament 1904 - Transliterasi”


8, ei mentoi nomon teleite basilikon kata tēn graphēn agapēseis ton plēsion sou ōs
seauton kalōs poieite
Ayat 8 sampai 13 di pasal 2 ini sedang menjelaskan bahwa orang yang memihak
kepada orang kaya dengan mengorbankan orang miskin berarti membeda-bedakan
orang. Orang yang melakukan hal yang demikian melanggar hukum Allah, karena tidak
menunjukkan kasih kepada sesamanya. Sebab setiap orang yang melanggar bagian
dari hukum, melanggar seluruh hukum itu dan dihakimi oleh hukum itu.
Sikap memandang muka bukan saja tidak baik dan tidak masuk akal, perbuatan ini juga
melanggar hukum. Menurut ayat 8, "... jikalau kamu menjalankan hukum utama [atau
diterjemahkan: dari "Raja"] yang tertulis dalam Kitab Suci: "Kasihilah sesamamu
manusia seperti dirimu sendiri", kamu berbuat baik." Sebelumnya di Yakobus 1:21-25,
penulis kitab ini telah menyamakan "firman" dengan "hukum", yaitu Perjanjian Lama
[PL]. Yakobus dalam pembahasannya ini merujuk kepada taurat yang sudah dikenal
orang-orang Yahudi, Mitsvot ke-26, Mengasihi Sesama:
Imamat 19:18
LAI TB, Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap
orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri; Akulah TUHAN.
Di sini "hukum dari Raja" yang dikutip dari Imamat 19:18. Sebutan ini Sang menunjuk
pembuat hukum ini adalah Raja, yaitu Allah. Dalam Kerajaan ini ada hukum dari Raja.
Setiap warga Kerajaan ini berkewajiban mematuhi hukum ini. Patut ditegaskan di sini,
Imamat 19:18 juga sangat diperhatikan Tuhan Yesus [Baca Matius 22:35-40].

Dari titik tolak itu, Tuhan Yesus meletakkan dasar Hukum Kasih yang baru, dalam
tatanan baru, setiap warga Kerajaan ini harus mengasihi sesamanya seperti dirinya
sendiri. Atau, dilihat dari sudut lain, inti dari hukum adalah kasih. Tanpa memahami
semangat kasih dan mengasihi orang lain, seseorang belum memahami hukum.
Di ayat 8, Yakobus mau agar kita menaati hukum yang utama. Apa itu hukum yang
utama? Sebenarnya dalam bahasa aslinya, katanya adalah “royal law” dan kata “royal”
dalam bahasa aslinya adalah “apa yang menjadi milik Raja”. Ini berarti, hukum dari raja
atau satu dekrit yang dikeluarkan oleh raja khusus untuk ditaati oleh umat-nya;
Kata-kata ini menunjuk kepada perintah "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri" [Imamat 19:18], perintah yang juga dikutip oleh Yesus [Matius 22:39] dan
Paulus [Roma 13:8-9: Galatia 5:14]. Namun arti ungkapan hukum utama, yang secara
harfiah berarti "hukum kerajaan", dapat ditafsirkan dengan berbagai cara:
Pertama, Kata utama kadang-kadang diartikan sebagai hukum yang diberikan oleh
atau berasal dari seorang raja, dan dalam hal ini raja tersebut adalah "Allah".
Kedua, Kata itu kadang-kadang diartikan "agung" atau "paling penting", yang
menunjukkan bahwa perintah untuk mengasihi dianggap sebagai hukum yang utama
atau yang paling penting di antara hukum-hukum lain [bandingkan Markus 12:31],
sebagaimana yang dinyatakan di tempat-tempat lain untuk menyimpulkan semua
hukum lain [Roma : 3.:8-9: Galatia 5:14].
Ketiga, Kalau kita perhatikan arti istilah Kerajaan pada ayat 5, ungkapan itu dapat
diartikan sebagai hukum Kerajaan sebagaimana yang dilakukan dalam terjemahan BIS.
Hal ini berarti hukum yang mewajibkan orang agar mengasihi sesama merupakan
hukum yang berkuasa dalam Kerajaan Allah yang tidak dapat ditawar tawar. Setiap
orang yang mengaku sebagai warga kerajaan Allah harus melakukan perintah Allah
tersebut

Sabtu 02 Juli 2016


Seri #76 Belajar Kitab Yakobus
Yakobus 2:8 HUKUM TERUTAMA DARI KERAJAAN

Ayat 8-9. Nestle Greek New Testament 1904 - Transliterasi”


8, ei mentoi nomon teleite basilikon kata tēn graphēn agapēseis ton plēsion sou ōs
seauton kalōs poieite
Frasa kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri sering dikutip dalam PB
[sebanyak delapan kali] sebagai kesimpulan dan hukum yang tertinggi dari keseluruhan
Hukum PL. Dalam PB Hukum ini direformulasi kedalam tatanan baru. Kalau, di dalam
PL, kata "sesama" selalu dalam arti yang sempit, yaitu berarti orang sesama Yahudi
atau orang sebangsa, perhatikan bahwa memang Imamat 19:18 menulis khusus
"orang-orang sebangsamu" sehingga orang Yahudi selalu mengartikan istilah "sesama"
itu dalam artian khusus sebangsanya saja.
Namun Tuhan Yesus mengajarkan, bahwa istilah sesamau itu berhubungan dengan
semua, khususnya orang yang berkekurangan, bahkan orang asing [Lukas 10:25-37]
dan musuh [Matius 5:44]. Dalam Hal ini Hukum tsb [Mitsvot ke-26] berubah ke dalam
tatanan baru yang dikenal sebagai HUKUM KRISTUS.
Dalam konteks perikop ini kata 'sesama' merujuk kepada sesama termasuk orang-
orang miskin yang berkekurangan sesuai yang dibahas di ayat 1. dari ayat 8 ini kita
menemukan beberapa poin penting;
Pertama, Kasihilah. Di banyak tempat di dunia kata ini sangat sulit untuk
diterjemahkan. Cara lain untuk menerjemahkannya adalah perhatikanlah, perlakukanlah
dengan belas kasihan, atau dengan menggunakan kiasan, milikilah hati/ [perut] yang
hangat/[manis] terhadap. Dalam konteks ini, penekanannya adalah terhadap kewajiban
atau ketaatan, bukan karena "sangat menyukai seseorang" .
Kedua, Sesamamu manusia: Kata-kata ini, secara harfiah, berarti "tetangga", dapat
juga diterjemahkan sebagai orang lain.

Ketiga, Kamu berbuat baik: Klausa ini jangan diartikan sebagai ejekan atau sindiran,
sebagaimana kesan yang mungkin ditimbulkan oleh klausa yang sama pada Yakobus
2:19. Di sini klausa ini hanya berarti kamu melakukan yang benar [sesuai dengan
terjemahan BIS].
Dalam beberapa bahasa mungkin lebih wajar kalau menuliskan klausa ini di awal
seperti yang dilakukan oleh BIMK dan salah satu terjemahan lain: Kalian melakukan
yang benar, kalau kalian melaksanakan hukum Kerajaan.
Sesuai dengan penjelasan di atas, di samping LAI-TB dan BIS, ayat ini dapat juga
diterjemahkan sebagai berikut:
Hukum yang paling penting dalam Kitab Suci yang diperintahkan Allah supaya
kamu ikuti adalah: "Kamu harus mengasihi orang lain seperti kamu mengasihi
dirimu sendiri." Jika kamu menaati hukum ini kamu melakukan hal yang benar.
Atau:
Hukum utama dalam Kitab Suci adalah hukum yang memerintahkan kalian untuk
mengasihi orang lain seperti kalian mengasihi dirimu sendiri. Jika kalian melakukan
hal ini kalian melakukan hal yang benar.
Dari ayat 8 ini kita di ajar, bahwa mengasihi sesama, atau semua orang adalah perintah
langsung dari sang raja kerajaan yang kita yakini. Di 1 Yohanes 4:7 di katakan dengan
jelas, Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu
berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal
Allah.
Sebenrarnya, jika kita ingin mempersingkat pembahasan dari seluruh isi Alkitab, maka
inti dari keseluruhan Alkitab itu adalah perintah yang utama ini. Artinya degan berhasil
mengasihi semua orang, kita sudah melakukan semua perintah Allah dengan
sempurna. Karena itulah, sebagai bukti kita lahir dari kasih Allah, mari kita berlomba-
lomba saling menunjukkan kasih kita di manapun kita berada setiap hari, karena itulah
inti dari seluruh kekristenan.

Minggu 03 Juli 2016


Seri #77 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:9 KEBALIKAN DARI HUKUM TERUTAMA DARI KERAJAAN

Ayat 9. Nestle Greek New Testament 1904 - Transliterasi”


9, ei de prosōpolēmpteite, hamartian ergazesthe, elenchomenoi hypo tou nomou hōs
parabatai.
Ayat 9 merupakan kebalikan atau bertolak belakang dengan ayat 8. Hal ini dapat dilihat
dari dua hal yang berlawanan, yaitu antara "memang" dalam ayat 8
dengan tetapi dalam ayat 9, dan antara "kamu berbuat baik" dalam ayat 8 dengan kamu
berbuat dosa dalam ayat 9.
Pertama, Kamu memandang muka: Ungkapan ini hanya dipakai di sini dalam PB. Kata
kerja ini memiliki akar kata yang sama dengan kata benda yang dipakai pada Yakobus
2:1. Maksudnya ialah membeda-bedakan, yaitu membeda-bedakan orang-orang
berdasarkan hal-hal lahir [BIS] atau ... berdasarkan penampilan lahiriah. Dalam konteks
ini, kata kerja ini menunjuk kepada perbuatan memuji-muji orang kaya [bandingkan
dengan salah satu terjemahan, Tetapi jika kamu memuji-muji orang besar, atau
terjemahan lain, ketika kamu memihak yang kaya].
Kedua, Kamu berbuat dosa: Menurut Yakobus, sikap membeda-bedakan orang
bertentangan dengan perintah untuk mengasihi, sehingga merupakan dosa.
Ketiga, Memandang muka berarti berbuat dosa. Ungkapan Kamu berbuat
dosa merupakan pernyataan yang tegas, yang menunjukkan bahwa perbuatan dosa itu
dilakukan dengan sukarela dan sengaja. Hal itu jelas bukan sekedar kesalahan yang
tidak disengaja, atau kesalahan biasa yang dilakukan seseorang. Hal itu sesungguhnya
berarti dengan sengaja melanggar batas, dengan sengaja tidak menaati kehendak
Allah. Orang yang melakukan hal ini adalah "pelanggar [hukum]" sebagaimana yang
dinyatakan pada klausa selanjutnya. Dalam bahasa-bahasa tertentu kamu berbuat
dosa harus diterjemahkan "kamu telah melakukan sesuatu yang sangat salah".

demikian juga ketika la melihat Lazarus yang sudah meninggal terharulah hati-
Nya karena ia sangat mengasihinya. Jadi pertobatan yang sesungguhnya adalah hati
yang keras telah diubahkan jadi hati yang lemah lembut. Di mana mulutnya, hatinya,
pikirannya, perbuatannya telah bersih/benar sesuai dengan Fiman Tuhan.
2. Yesus adalah Tuhan yang mengutamakan KESELAMATAN UMAT, (Ratapan 3:
21-25; 1 Tim 2:1-4).
Tangisan Yesus mengajarkan kepada kita bahwa Yesus adalah Tuhan yang
mengutamakan keselamatan. Yesus menangisi Yerusalem karena Ia tahu kota itu
sedang menuju kepada kehancuran. Yesus menangis bukan karena merasa ditolak,
bukan juga karena Ia menderita tetapi karena Ia mengutamakan keselamatan
Yerusalem, secara rohani artinya Ia menangis karena mengutamakan keselamatan kita,
karena itu kita harus sadar dan bertobat. Tidak jarang kita jumpai orang tidak
menempatkan keselamatan sebagai hal yang penting, tetapi berkat dan muzijatlah yang
mereka utamakan. Padahal berkat dan mujizat adalah bagian yang telah Tuhan janjikan
bagi orang-orang percaya. Yesus berkata: "Apa artinya engkau mendapati setengah
dari dunia ini jika jiwamu binasa", artinya Yesus menghendaki agar kita menempatkan
keselamatan menjadi bagian yang terpenting dalam hidup ini. Jika hal itu sudah kita
lakukan maka kita akan melihat kemuliaan Tuhan dinyatakan di dalam hidup ini.
3. Yesus adalah Tuhan yang KASIHNYA tidak terbatas (Yoh 3:16). Ratapan 3: 32-
36.
Tangisan Yesus mengajarkan kepada kita bahwa Yesus adalah Tuhan yang kasih-Nya
tidak terbatas bagi kita. Air mata tidak selamanya pertanda kelemahan, tetapi sering
juga merupakan lambang cinta. Ketika suami menatap istrinya dan berkata: "Mah, I
LOVE YOU", lalu istri menjawab sambil meneteskan air matanya, "Pah, itu segala-
galanya bagi ku". Jadi, air mata Kristus merupakan lambang cinta-Nya yang tak
terbatas, dengan kata lain air mata itu juga bicara tentang kasih. Orang boleh saja
mereka-reka atau merancangkan hal yang buruk terhadap kita, jika kita tetap setia
berada dalam Kristus maka cinta-Nya akan menuntun kita berjalan dalam kuasa
kemuliaan-Nya.

Senin 04 Juli 2016


Seri #78 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:10 Akibat Tidak Hidup Dalam Kasih

Nestle Greek New Testament: hostis gar holon ton nomon tērēsē, ptaisē de en heni,
gegonen pantōn enochos. [ay 10]
Ayat 10 adalah penjelasan ayat 9, akibat dari orang yang tidak hidup di dalam hukum
kasih. Ada beberapa poin penting yang kita perhatikan;

Pertama, orang yang mendang muka disebabkan tidak hidup dalam hukum kasih
[hukum Kristus]

Di ayat 10 dalam terjemahan LAI TB, di katakan “sebab”, di mana kata ini berasal dari
kata penghubung Yunani “gar” yang digunakan untuk mengekspresikan penyebab
sesuatu, artinya untuk menjelaskan penyebab kenapa seseorang “memandang muka”.
Jadi kata penghubung “gar” [konjungsi] bisa diartikan sebagai “penjelasan sementara”
tentan ayat 9-10, di mana arti keseluruhannya, dibentuk oleh ayat 8 sebelum
pernyataan “gar” tersebut. Jadi yang hendak dijelaskan kata penghubung “gar” ini
adalah orang yang mengaku beriman, tetapi memandang muka di ayat 9. Itu sebabnya
di katakan “sebab” [ayat 10], sebagai penjelasan ayat 9 tersebut. Jadi kata Sebab ini
menunjukkan bahwa Yakobus melanjutkan penjelasannya, dan menunjukkan hubungan
sebab-akibat, orang yang tidak hidup dalam hukum kasih yang sudah dijelaskan
sebelumnya dia ayat 8.

Kedua, orang yg tidak menghidupi hukum kasih, meski berusaha melakukan


hukum tetap tidak bisa menjaga dirinya dari kecemaran

Ungkapan “menuruti seluruh hukum itu” di sini dapat juga diartikan sebagai berusaha
melakukan hukum taurat dengan ‘sempurna’ tetapi tetap tidak bisa, karena itulah di
frasa selanjutnya di katakan “tetapi mengabaikan satu bagian”. Istilah “menuruti” ini
diterjemahkan dari kata “tēréō” dari kata “Teros” atau penjaga, mempertahankan, di
mana kata kiasan ini sama dengan istilah menjaga di Yakobus 1:27. Kalau di Yakobus
1:27, orang kalau masuk dalam ibadah sejati, [idiom atau ungkapan untuk hidup dalam
kasih] sudah menjaga dirinya dari pengaruh dunia, maka di Yakobus 2:10 ini, meski
seseorang sudah berusaha melakukan hukum taurat degan sempurna, maka dia akan
gagal menghidupnya.

Ketiga, orang yang tidak hidup dalam hukum kasih [hukum Kristus], akan
tersandung hukum taurat.

Istilah tersadung yang oleh LAI TB diterjemahkan “mengabaikan” berasal dari kata
kerja Yunani “ptaisē” dari kata kerja “ptaió”. Arti kata ini berarti, Saya tersandung, jatuh,
berdosa, atau melampaui batas ketentuan. Istilah tersandung ini adalah ungkapan
yang merujuk kepada orang yang akan dihakimi menurut standar atau atauran hukum
Taurat.
Waktu seseorang tidak hidup dalam kasih, maka mereka tidak bisa dihakimi dengan
prinsip hukum kasih. Dan siapa yang didapati Allah tidak hidup dalam hukum kasih
akan dihakimi dengan prinsip hukum taurat. Dan waktu semua orang di adili [atau akan
di adili], tidak satuorangpun yang kedapatan benar/dibenarkan jika dihakimi dengan
dasar hukum taurat;
Roma 3:20 Sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh
karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal
dosa.
Kalau seseorang tidak ingin dihakimi Allah berasarkan hukum taurat, orang tersebut
harus hidup dalam hukum kasih kristus. Tetapi jika tidak, maka orang itu tetap terkurung
di bahwa kuasa hukum taurat;
Roma 7:6 Tetapi sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah
mati bagi dia, yang mengurung kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan
baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat.
Di ayat 10 ini, Yakobus memberikan contoh yang mudah dipahami jemaat dengan latar
belakang Yahudi saat itu, tetapi susah dipahami oleh orang jaman modren karena tidak
memahami ungkapan-ungkapan dalam tradisi dan kebiasaan orang orang Yahudi saat
itu, jadi ungkapan ini hendak menjelaskan orang yang tidak hidup dalam hukum kristus
akan dihakimi berdasarkan prinsip hukum taurat, maka hukum itu harus dianggap
sebagai satu kesatuan, utuh dan tidak dapat dibagi-bagi, karena masing-masing
perintah merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang utuh. Saat seseorang tidak
konsisten hidup dalam prinsip kasih Kristus, maka orang itu akan didakwa Alah menurut
keseluruhan perintah taurat yg terdiri 613 perintah, hal itu berarti, orang yang di dakwa
Allah dengan dasar hukum taurat tidak akan mungkin bisa dibenarkan Allah.

Selasa 05 Juli 2016


Seri #79 Belajar Kitab Yakobus
Yakobus 2:10 bag 2 Dihakimi Allah Berdasarkan Hukum Taurat atau Hukum Kasih
Kristus

Nestle Greek New Testament: hostis gar holon ton nomon tērēsē, ptaisē de en heni,
gegonen pantōn enochos. [ay 10]
Dari manakah asal dari peraturan taurat yang yang menjadi dasar argumen Yakobus
2:10 kepada mereka yang tidak hidup dalam hukum kasih? Atau bagian dari Kitab
Taurat yang manakah menjadi dasarnya? Ada 2 dasar yang menjadi latar belakang
penulisan ayat sebagai berikut:
Pertama: Tuntutan melaksanakan seluruh perintah Hukum Taurat itu berlaku karena
Nazar orang Israel sendiri sejak peristiwa yang tercatat di Keluaran 24:3. Di mana
bangsa Israel Bernazar "Segala firman yang telah diucapkan TUHAN itu, akan kami
lakukan." [Keluaran 24:3b].
Kedua; Hukum Taurat yang disampaikan melalui Musa, merupakan satu-kesatuan,
maka orang yang melanggar satu bagian saja, dia sudah melanggar keseluruhannya.
Dasar pemikiran ini diberikan oleh penulis kitab Yakobus kepada orang yang tidak
hidup dalam prinsip kasih Kristus, bahwa, resiko dari orang yang tidak hidup dalam
prinsip kasih akan di tuntut berdasarkan 613 hukum taurat secara bersamaa. Itu juga
yang ditekankan oleh Paulus, di Galatia 3:10
“Karena semua orang, yang hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah
kutuk. Sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala
sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat."
Kalau begitu apakah, jika kita hidup berdasarkan prinsip hukum kristus, maka kita
bebas dari dakwaan Allah apabila berbuat dosa? Bukan seperti itu maksudnya, sebab
Yesus sang pemberi makna sejati kepada perintah atau hukum Allah berkata;
TB, Karena itu haruslah kamu sempurna [teleios], sama seperti Bapamu yang di sorga
adalah sempurna[teleios],." [Matius 5:48]
Justru setiap orang yang hidup dalam prinsip hukum Kristus harus hidup dalam
kesempurnaan. Tetapi kita tidak boleh salah paham dengan kesempurnaan yang
dimaksud; bandingkan dengan terjemahan berikut;
.
KSZI: Kamu haruslah mengasihi semua orang sebagaimana Bapamu yang di syurga
mengasihi[teleios], semua orang. Dengan demikian kamu sempurna[teleios], seperti
Dia.
TSI: Hendaklah kamu mengasihi [teleios], semua orang! Dengan demikian kamu
akan menjadi sempurna[teleios],, sama seperti Bapamu yang di surga adalah
sempurna[teleios]”.
Jadi waktu kita hidup menurut prinsip hukum Kristus, kita tidak menjadi bebas
melakukan yang jahat, tetapi justru kita sempurna/disempurnakan menurut penilaian
hukum kasih [Hukum Kristus], jadi yang menyempurnakan kita adalah kasih [karunia]
Kristus. Karena itulah kita wajib HIDUP menurut prinsip hukum kasih. Dan saat kita
disempurnakan kasih Yesus, maka kita tidak akan lagi takut akan penghakiman Allah,
sebab Allah tidak lagi menilai kita berdasarkan prinsip hukum taurat, tetapi prinsip
hukum kasih;
1 Yohanes 4:18, Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna
melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa
takut, ia tidak sempurna di dalam kasih.
1 Yohanes 4:17 Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau
kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti
Dia, kita juga ada di dalam dunia ini.
Jadi, sebagai bukti orang yang hidup dalam kasih Kristus, kita tidak boleh bertindak
seperti anak-anak yang tidak dewasa dalam kasih [pilih kasih], maksudnya, banyak
orang sekarang kelihatan mengasihi Allah hanya lewat ibadah litugi, hanya melalui
perkataan, tetapi dalam ibadah sejati [setiap waktu] justru penuh dengan rupa-rupa
kejahatan. Itulah yang dingatkan Paulus kepada jemaat Korintus, yang meski dalam
hal karunia karunia seperti orang yang sangat dekat degnan Allah, tetapi sebaliknya
mereka dewasa dalam hal-hal yang jahat;
1 Korintus 14:20 Saudara-saudara, janganlah sama seperti anak-anak dalam
pemikiranmu. Jadilah anak-anak dalam kejahatan, tetapi orang dewasa [teleios] dalam
pemikiranmu!
Prinsip hukum kasih itulah yang dijelaskan di Yakobus 1:4, karena ketekunan
seseorang dalam kasih, apakah sudah matang atau tidak, harus diuji, sebab banyak
orang mengaku beriman, tetapi perbuatannya tidak teruji/sama dengan perkataannya.
Karena itu buktikanlah kalau saudara orang yang hidup dalam prinsip kasih Kristus,
sebab perbuatanmu adalah dasar Allah untuk mengahkimi, apakah saudara hidup
berdaarkan prinsip hukum kasih Kristus atau berdasarkan hukum taurat

Rabu 06 Juli 2016


Seri #80 Belajar Kitab Yakobus
Yakobus 2:10 Bag 3 Dekrit Raja Yang Berbelas kasihan

Nestle Greek New Testament: hostis gar holon ton nomon tērēsē, ptaisē de en heni,
gegonen pantōn enochos. [ay 10]
Di ayat 8 kita telah mempelajari bahwa ungkapan “menjalankan hukum utama ”
merujuk kepada “melaksanakan hukum Kerajaan” karena berasal dari bahasa Yunani,
“nomon teleite basilikon” [basilikon atau kerajaan] di mana istilah “hukum raja” dikutip
dari Imamat 19:18, yang isinya memerintahkan setiap warga Kerajaan wajib mematuhi
hukum utama dari Kerajaan atau “royal law” yang berarti, hukum raja atau satu dekrit
yang dikeluarkan oleh raja khusus untuk ditaati oleh umat-nya.
Di ayat 5 kita juga telah pelajari, bahwan ungkapan “Kerajaan” dapat diartikan sebagai
hukum Kerajaan sebagaimana yang dilakukan dalam terjemahan AYT [menjadi kaya
dalam iman dan mewarisi Kerajaan Allah yang telah Ia janjikan kepada mereka yang
mengasihi Dia? ]. Hal ini berarti hukum yang mewajibkan orang agar mengasihi sesama
merupakan hukum yang berkuasa dalam Kerajaan Tuhan Allah yang tidak dapat
ditawar tawar. Setiap orang yang mengaku sebagai warga kerajaan Allah harus
melakukan perintah raja tersebut. Dan setiap orang yang hidup dalam prinsip hukum
kasih itu diberikan hak mutlak masuk ke dalam kerajaanNya.
2 Petrus 1:11 Dengan demikian kepada kamu akan dikaruniakan hak penuh
untuk memasuki Kerajaan kekal, yaitu Kerajaan Tuhan dan Juruselamat kita,
Yesus Kristus.
Dan waktu Raja yang dijanjikan datang ke dalam dunia, Raja itu meneguhkan maksud
hukumnya dari sejak awalnya, sebab sebelumnya, bukan raja itu yang memaknai
hukum yang diberikannya itu, tetapi para manusia yang berdosa. Yang tidak bisa
memaknai perintah Allah dengan tepat karena penghalang dosa. Perhatikan apa yang
di katakan kitab Ibrani, KSKK: “Dahulu kala Allah berulang kali dan dengan berbagai
cara telah berbicara kepada nenek moyang kita, dengan perantaraan para nabi,
sekalipun tidak pernah secara sempurna. [Ibrani 1: 1] perhatikan kata tidak pernah
secara sempurna. Jadi maksud sejati Hukum itu tidak bisa dapat dimaknai semua
manusia, termasuk para nabi nabi di PL.

KSKK: tetapi dalam zaman kita ini, Ia telah berbicara kepada kita secara tuntas
dengan perantaraan Putra-Nya. Dialah yang telah ditentukan Allah menjadi ahli
waris segala sesuatu, sebab oleh Dia Allah telah menjadikan dunia menurut tahap-
tahapnya. [Ibrani 1: 2]
Perhatikan baik baik ayat 2 di atas, Hanya Melalui Tuhan Yesuslah Allah bisa berbicara
secara sempurna kepada manusia, dengan kata lain, hanya Tuhan Yesuslah yang bisa
secara sempurna memaknai perkataan Allah. itu sebabnya di katakan, “Dialah yang
ditentukan Allah”. Jadi meski Allah berbicara kepada Musa, atau kepada nabi nabi yang
lainnya, tetapi perintah Allah itu tidak bisa dimaknai dengan sempurna, ada cacat, itulah
yang secara berulang ulang terjadi kepada bangsa Israel:
Dan pada waktu Khotbah diatas Bukit [Matius pasal 5-7], Tuhan Yesus Kristus
[raja yang diurapi] menunjukkan bahwa hanya dirinya sendirilah [raja yang dijanjikan]
yang bisa memaknai perintah Allah dengan benar. Perhatikan salah satu Makna
perintah Allah yang tidak dapat dilakukan Bangsa Israel dengan tepat, dan yang juga
DIIJINKAN oleh Musa.
TSI: Lalu orang-orang Farisi itu bertanya kepada-Nya, “Kalau begitu, kenapa
Musa mengijinkan seorang suami menceraikan istrinya dengan memberikan
surat keterangan cerai kepadanya?”
TSI: Jawab Yesus, “Musa mengijinkan kamu menceraikan istrimu karena
[kekerasan hatimu/sklerokardia] terhadap perintah Allah, tetapi dari awal
penciptaan tidaklah seperti itu. Matius 19 : 7-8
Perhatikan baik, baik kata “kekerasan hati” hanya 3 kali digunakan di PB, di mana kata
ini diterjemahkan dari kata Yunani “sklerokardia” yang artinya keras hati karena
memberontak. Kata ini juga digunakan kepada murid murid yang meski di ajar
“memiliki hati/habit yang memberontak

“...Yesus mencela ketidakpercayaan dan kedegilan hati [sklerokardia] mereka, oleh


karena mereka tidak percaya kepada orang-orang yang telah melihat Dia sesudah
kebangkitan-Nya. [Markus 16:14]
Jadi sifat degil manusia itulah yang membelokkan makna dari perintah Tuhan, sehingga
meski Allah memerintahkan/atau memberikan hukumnya untuk dilakukan sesuai
dengan kehendaknya dari awalnya, tetapi, mata dan pendengaran manusia itu justru
membelokkan makna sejati dari perintah yang sebenarnya. Hal itu seperti orang yang
mengalami ilusi, sehingga apa yang tidak dikatakan Allah menjadi seolah olah di
katakan Allah, dan mana yang dikatakan Allah menjadi seolah-olah tidak di katakan
Allah. Tetapi syukur kepada kasih Tuhan Yesus Kristus, oleh Kasih Tuhan Yesus
Kristus kita disempurnakan untuk bisa melakukan perintah RAJA [Kristus] dengan tepat,
perintahnya tidak berat: “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”.

Kamis 07 Juli 2016


Seri #81 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:10 Bag 4Perbedaan Prinsip Hidup Hukum Taurat & Prinsip Hidup
Hukum Kasih
Nestle Greek New Testament: hostis gar holon ton nomon tērēsē, ptaisē de en heni,
gegonen pantōn enochos. [ay 10]
Dari ayat 8 sd ayat 13, Yakobus hendak mengkontraskan prinsip hukum taurat dengan
prinsip hukum Kristus, dan juga sebab akibatnya. Dan untuk ntuk bisa memahami ayat
10-13 ini, kita perlu mengupas beberapa ayat yang berhubungan erat dengan apa yang
dimasud di dalam ayat 10-13 ini.
Pertama, semua orang yang tidak tunduk kepada hukum kasih dinyatakan pasti
bersalah oleh Allah.
Sekilas, kalau kita tidak teliti membaca ayat 10 ini, maka, di ayat 10 ini Yakobus
seolah-olah masih melandaskan kehidupan orang percaya kepada hukum taurat yang
sebanyak 613 tersebut, sebab di katakan, ‘mengabaikan satu mengabaikan
keseluruhan’. Tetapi kalau kita teliti sunguh sungguh, bukan seperti itu maknanya. Dari
istilah kata “bersalah” tersebut, kita mengetahui, bahwa Yakobus hendak menjelaskan
siapa yang tidak hidup dalam kasih berarti dipersalahkan menurut aturan Taurat.
Kata bersalah berasal dari bahasa Yunani, “enokhos”. Kata ini merupakan istilah
kepada hukum taurat yang dapat berarti "terancam hukuman", atau terbukti "bersalah
melakukan kejahatan", atau "bersalah sehubungan dengan 613 hukum taurat yang
telah dilanggar seseorang", jadi melalui istilah langgar, Yakobus sebenarnya sedang
mengatakan, supaya hidup menurut prinsip kasih Kristus, sebab tidak akan ada yang
bisa bebas dari dakwaan Allah, jika kita di dakwa berdasarkan aturan taurat:
Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan
hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu
kamipun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh karena
iman dalam Kristus dan bukan oleh karena melakukan hukum Taurat. Sebab: "tidak
ada seorangpun yang dibenarkan" oleh karena melakukan hukum Taurat. Galatia
2:16

Kedua, Hukum Taurat hanyalah tatanan fisikal dan lahiriah.


Jangan salah paham dengan istilah fisikal [fisik] dan lahiriah. Makna dari istilah itu
adalah, karena manusia tercemar dosa, maka maksud sejati dari firman yang diberikan
Allah tidak akan mungkin bisa dapat dimaknai bangsa Israel dengan sempurna karena
sifat keberdosaan mereka, mereka hanya bisa melakukan perintah Allah secara fisikal
dan lahiriah, tetapi Yesus datang dan memaknai perintah Allah secara moral-spriritual.
Perhatikan perbedaan makna perintah Allah yang datang melalui injil/perkataan Yesus
dan bandingkan dengan perintah Allah yang diturunkan kepada nabi Musa:
Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah
musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah
bagi mereka yang menganiaya kamu. [Matius 5:43-44]
Lihat perbedaan pemaknaan perintah Allah yang melalui perantaraan nabi yang masih
berdosa dan yang melalui perantaraan Mesias, Allah yang menjadi manusia yang tidak
tercemar dosa. Sekarang perhatikan perbandingan kedua.
Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi.
Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat
jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah
juga kepadanya pipi kirimu. [Matius 5:38-39]
Ayat ayat di atas menyatakan kepada kita dengan jelas, PERBEDAAN MAKNA
perintah yang diberikan Allah kepada bangsa Israel melalui Musa dan melalui Yesus itu
sendiri
Ibrani 10:1 berkata, Di dalam hukum Taurat hanya terdapat bayangan saja dari
keselamatan yang akan datang, dan bukan hakekat dari keselamatan itu
sendiri. Karena itu dengan korban yang sama, yang setiap tahun terus-menerus
dipersembahkan, hukum Taurat tidak mungkin menyempurnakan mereka yang
datang mengambil bagian di dalamnya.
Sekarang pertimbangkanlah dengan segenap hatimu, apakah saudara memilih dihakimi
Allah melalui aturan hukum taurat atau aturan kasih karunia. Jika mau dihakimi dengan
prinsip hukum hiduplah dengan kasih, sebab tidak benar, kalau saudara mau dihakimi
dengan prinsip kasih karunia, tetapi hidup dengan diluar hukum Kristus.

Jumat 08 Juli 2016


Seri #82 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:10 Bag 5 Dampak Besar [jahat ] jika tidak hidup dalam Prinsip Hukum
Kasih

Nestle Greek New Testament: hostis gar holon ton nomon tērēsē, ptaisē de en heni,
gegonen pantōn enochos. [ay 10]
Hari ini kita perlu menegor jemaat, untuk sungguh-sungguh melatih diri hidup dalam
kasih Kristus yang nyata melalui perbuatan, karena jika tidak, ada dampak besar yang
negatif yang pasti menyeret manusia kepada kematian yang kekal.
Pertama, kata “seluruhnya” hendak menjelaskan bahwa orang yang tidak hidup dalam
hukum kasih, akan dinilai dari keseluruhan hukum taurat.

Kata yang diterjemahkan seluruhnya atau "semua" ini berasal dari bahasa Yunani,
“pantôn”, dari kata πας – pas. kata itu dapat dipahami sebagai kebalikan dari "satu".
Dalam hal ini jika kita menerjemahkan "satu" sebagai "satu bagian/perintah dari
keseluruhan hukum taurat [613]", maka seluruhnya berarti "semua bagian dari perintah
tersebut, artinya secara bersamaan, orang yang tidak hidup dalam prinsip kasih Kristus
akan didakwakan kepada keseluruhan hukum taurat.
Seluruh Hukum Taurat, yang kalau diperinci jumlahnya adalah 613 perintah/ Mitsvot].
Salah satu [contoh] dari 613 perintah itu adalah, Perintah ke-256 TIDAK BERBUAT
CURANG DALAM SUATU KASUS OLEH KEMISKINAN DARI SALAH SATU PIHAK.
Perintah itu dituliskan di Keluaran 23:3, "Juga janganlah memihak kepada orang miskin
dalam perkaranya." [ Bahasa Ibrani: "VEDÂL LO' TEHDAR BERÏVÕ"]
Jadi , makna dari kata “seluruhnya” di ayat 10 ini jelas menyatakan bahwa jika kamu
tidak mengasihi saudaramu, atau jika kamu berlaku pilih kasih, maka kamu tidak saja
hanya didakwa tidak menaati satu saja bagian dari Hukum Taurat tetapi akan didakwa
bersalah kepada keseluruhan Hukum Taurat!
Jadi ayat 10 ini bisa dimaknakan sebagai berikut; jika kamu tidak mengasihi saudaramu
dengan perbuatan yang nyata, kamu di hakimi bersalah menurut hukum taurat
terhadap seluruh hukum taurat, atau kamu di di dakwa bersalah terhadap keseluruhan
hukum taurat. atau bersalah melanggar keseluruhan hukum itu.

Kedua, Dengarkan dan lakukan Perkataan/perintah Yesus maka saudara akan


dibenarkan saat dihakimi.

Mungkin saudara berkata, apa perbedaan firman yang datang dari Tuhan Yesus, dan
yang datang melalui pertantaraan manusia? Sangat berbeda. Untuk melihat perbedaan
itu, mari kita lihat apa yang Yesus bedakan di Matius 5:38: "kamu telah mendengar
firman" dari mana mereka mendegarkan firman itu? Dari manusia, tepatnya dari nabi
nabi, dan kemudian dari pada ahli taurat/farisi yang turun temurun memelihara
perkataan Allah yang diberikan Allah di PL.

Jadi perintah Allah yang diterima sebagai hukum taurat, tidak bisa menjadi sarana
penyelamatan karena keberdosaan manusia itu sendiri. Tetapi justru membangkitkan
rupa-rupa keinginan daging.
Roma 7:8 Tetapi dalam perintah [taurat] itu dosa mendapat kesempatan untuk
membangkitkan di dalam diriku rupa-rupa keinginan; sebab tanpa hukum
Taurat dosa mati.
Dan karena itulah, Alkitab bersaksi, bahwa hanya perkaatan Kristuslah yang sepurna
memanai hukum hukum yang sudah diberikan di PL [tauat], dan melalaui perkataan
Yesus itu, kita beroleh iman.
Roma 10:17 Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman
Kristus.
Dan sekarang dan untuk selamanya, Tuhan Yesus memberikan makna sejati kepada
perintah yang pernah disampaikanNya kepada Musa melalui perantarannya sendiri.
Karena Yesus telah memaknai ke 613 perintah di PL [taurat] menjadi dua perintah
saja;
Mat 22:40 Pada kedua hukum [Hukum kasih] inilah tergantung seluruh hukum
Taurat dan kitab para nabi
kini hukum Taurat yang spesifik itu SUDAH SELESAI DIGENAPI dengan makna
sejatinya sesuai dengan makna sejatinya dari awalnya perintah itu diberikan. Dan
karena sudah selesai digenapi berarti kegenapannyalah yang menjadi dasar/hukum
dari kehidupan kita, yaitu HUKUM KASIH jadi melalui ayat 9-11 yakobus hendak
menjelaskan, ‘jangan lagi hidup diluar kasih karunia Kristus, sebab jika kamu masih
kedapatan memperlakukan saudaramu dengan pilih kasih, memandang muka, maka
kamu tidak bisa dihakimi menurut aturan kasih karunia, tetapi melalui aturan taurat. Dan
kalau kamu didakwa menurut aturan taurat, kamu pasti kedapatan bersalah”, karena itu
saudara hiduplah menurut kasih Kristus.

Sabtu 09 Juli 2016


Seri #83 Belajar Kitab Yakobus

Seri #90 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:10-11 Bag 5 Perilaku yang Tidak Berdasarkan Kasih Kristus akan
Dihakimi berdasarkan aturan Taurat.

Nestle Greek New Testament: ho gar eipōn Mē moicheusēs, eipen kai Mē phoneusēs;
ei de ou moicheueis, phoneueis de, gegonas parabatēs nomou. [ay 10]

Banyak orang kristen telah disesatkan, karena opini [dokos], bahwa dengan menjadi
orang kristen, maka kalau kita ‘berbuat dosa maka kita akan diampuni’. Berbuat dosa
yang kita maksud adalah kesengajaan berbuat dosa. Kalau ada orang kristen yang
berpikir demikian, orang tersebut berarti belum hidup berdasarkan prinsip kasih karunia
yang benar

Ibrani 10:26 Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan
tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu.

Dalam pelajaran hari ini kita tidak ingin secara khusus meneliti, kesengajaan berbuat
dosa tersebut, karena hal itu sudah saya bicarakan pelajaran kitab Ibrani. Tetapi hari ini
kita ingin menyoroti secara khusus ungkapan klausa “maka kamu menjadi pelanggar
hukum juga. ”

Pertama, Bagi orang yang tidak hidup di dalam hukum Kristus, Allah memberikan INTI
dari perintah

Yakobus pertama tama mengatakan SEBAB DIA YANG BERKATA.


Yakobus menggunakan kata ganti Ia/Dia [ho] yang menunjuk kepada Allah satu-
satunya yang memberikan perintah. Apakah inti perintahnya itu “jangan berjinah?
TIDAK. memang salah satu perintah itu adalah Perintah [Keluaran 20:14] yang merujuk
kepada Imamat 18:20 sebagai perintah no 102 yang melarang "bersetubuh dengan istri
laki-laki lain". Ungkapan ini dapat diterjemahkan menjadi: Jangan bersetubuh dengan
pasangan orang lain.

Tetapi INTI dari pesan ini bukan di jangan berjinah [ho gar eipōn ] tetapi di kata
berikutnya, yaitu IA MENGATAKAN JUGA. jadi meski di katakan "Jangan membunuh",
di mana Perintah ini adalah nomor/urutan ke 278 yaitu membunuh orang yang tidak
bersalah [Keluaran 20:13]. tetapi IA tidak berhenti di perintah itu.

Allah memang melarang orang Israel membunuh sesama orang Yahudi. sebab Istilah
membunuh ini berarti pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja atau sudah
dipertimbangkan, yang tidak direstui oleh masyarakat. Karena itu. membunuh di dalam
perang atau untuk mempertahankan hak suku atau bangsa, atau pelaksanaan
hukuman mati, tidak termasuk dalam istilah yang dipakai untuk membunuh.

tetapi waktu di katakan IA MENGATAKAN JUGA, maka INTI dari perintah itu tidak
berhenti sampai disitu saja, jadi INTI PERINTAH itu bukan di dalam kedua hukum itu
tetapi di dalam kesatuan [keseluruhan 613] perintah tersebut. artinya saat seseorang
tidak hidup dalam hukum Kristus, maka orang itu diperhadapkan kepada INTI taurat,
atau kepada keseluruhan ancaman taurat, dengan kata lain tidak ada kemungkinan
belaskasihan Allah [kasih karunia] diberikan saat orang tersebut dihakimi Allah.
Kedua, Dengarkan dan lakukan Perkataan/perintah Yesus maka saudara akan
dibenarkan saat dihakimi.

Mungkin saudara berkata, apa perbedaan firman yang datang dari Tuhan Yesus, dan
yang datang melalui perantaraan manusia?

Sangat berbeda. Untuk melihat perbedaan itu, mari kita lihat apa yang Yesus bedakan
di Matius 5:38: "kamu telah mendengar firman" dari mana mereka mendengarkan
firman itu? Dari manusia, tepatnya dari nabi nabi, dan kemudian dari pada ahli
taurat/farisi yang turun temurun memelihara perkataan Allah yang diberikan Allah di PL.

Jadi perintah Allah yang diterima sebagai hukum taurat, tidak bisa menjadi sarana
penyelamatan karena keberdosaan manusia itu sendiri, dan justru membangkitkan
rupa-rupa keinginan daging.

Roma 7:8 Tetapi dalam perintah [taurat] itu dosa mendapat kesempatan untuk
membangkitkan di dalam diriku rupa-rupa keinginan; sebab tanpa hukum Taurat dosa
mati.

Dan karena itulah, Alkitab bersaksi, bahwa hanya perkaatan Kristuslah yang sepurna,
yang SEMPURNA memaknai hukum hukum yang sudah diberikan di PL [tauat], dan
melalui perkataan Yesus itu, kita beroleh iman.

Roma 10:17 Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.

Dan sekarang dan untuk selamanya, Tuhan Yesus memberikan makna sejati kepada
perintah yang pernah disampaikanNya kepada Musa melalui perantarannya sendiri.

Karena Yesus telah memaknai ke 613 perintah di PL [taurat] menjadi dua perintah saja;
yaiut Mat 22:40 Pada kedua hukum [Hukum kasih] inilah tergantung seluruh hukum
Taurat dan kitab para nabi.

kini hukum Taurat yang spesifik itu SUDAH SELESAI DIGENAPI dengan makna
sejatinya sesuai dengan makna/maksud sejatinya dari awalnya perintah itu diberikan.
Dan karena sudah selesai digenapi berarti kegenapannyalah yang menjadi
dasar/hukum dari kehidupan kita, yaitu HUKUM KASIH.

Jadi melalui ayat 10-11 Yakobus hendak menjelaskan, ‘jangan lagi hidup diluar kasih
karunia Kristus, sebab jika kamu masih kedapatan memperlakukan saudaramu dengan
pilih kasih, memandang muka, maka kamu tidak bisa dihakimi menurut aturan kasih
karunia, tetapi melalui aturan taurat. Dan kalau kamu didakwa menurut aturan taurat,
kamu pasti kedapatan bersalah”, karena itu jika kamu benar benar orang beriman,
hiduplah menurut kasih Kristus dengan perbuatan yang nyata.

jika saudara diberkati, bagikan dengan orang lain

Parlin Purba
Minggu 10 Juli 2016
Seri #84 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:11 PENUTUP PEMBAHASAN

Mereka yang tidak hidup dalam hukum kristus, maka apabila mereka kedapatan
bersalah akibat salah satu hukum taurat, maka penghakiman bagi mereka adalah
“bersalah atas satu perintah berarti bersalah atas seluruh perintah itu.
Jika seseorang tidak hidup dalam prinsip hukum kristus [perilaku mengasihi]maka bagi
mereka dasar penghakiman adalah hukum taurat. [hukum taurat tertulis dan hukum
taurat hati nurani], dan hukum taurat ajaran Musa menjelaskan bahwa Hukum Taurat
harus ditaati secara keseluruhan, sebab tidak ada perbedaan antara perintah yang
penting dan kurang penting - hukum itu tidak dapat dibagi. Karena itu. melanggar satu
perintah berarti melanggar seluruh perintah itu. INILAH MAKNA yang hendak dijelskan
oleh Yakobus, bahwa bagi mereka yang tidak hidup dalam perilaku kasih sejati, mereka
akan tidak bisa dihakimi berdasarkan prinsip kasih mereka akan di hakimi berdasarkan
hukum taurat. Berarti mereka harus berlaku sempurna melakukan semua jenis hukum
hukum taurat. Dan kita tahu tidak ada satupun yang bisa melakukan hukum taurat
dengan sempurna. Karena kita tertawan di bahwa kuasa dosa. Tetapi bagi mereka
yang hidup dalam hukum Kristus mereka akan dibenarkan oleh Allah:
Roma 8:3 Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak
berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus Anak-Nya
sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa,
Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging, Galatia 3:11 Dan bahwa
tidak ada orang yang dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat
adalah jelas, karena: "Orang yang benar akan hidup oleh iman."
orang masih memandang muka, berarti mereka tidak hidup dalam hukum kasih [hukum
kristus], berarti mereka akan dihakimi berdasarkan perilaku mereka. Sebab jika mereka
berlaku kasih, mereka akan dihakimi dengan prinsip kasih, tetapi karena mereka
bertolak belakang dengan prinsip kasih, maka mereka dinyatakan bersalah

Jika kita tidak berlaku kasih, maka kita HARUS INGAT; Hukum Taurat adalah satu-
kesatuan. Kegagalan dalam segi manapun merupakan kegagalan terhadap semuanya.
Taurat secara resmi [tertulis] diberikan melalui Musa dan itu spesifik bagi Israel.
Sebelum Taurat diberikan melalui Musa, apakah tidak ada hukum? Apakah hukum
belum ada? Hukum dosa telah ada, tetapi belum dituliskan. Dan meskipun belum ada
hukum taurat secara tertulis, tetap saja dosa [misalnya, pembunuhan] tidak
diperbolehkan? Kain membunuh Habel. Maka, walaupun tidak ada "Taurat"-nya yang
tertulis, tetapi Kain-pun dinyatakan bersalah dan dihukum Allah. Air bah misalnya,
bencana air-bah pada zaman Nuh itu diturunkan karena kejahatan manusia. Jadi,
hukum dosa itu sudah dikenal sejak manusia pertama, yaitu Adam jatuh dalam dosa.
Taurat adalah hukum tertulis yang tidak hanya mencakup soal pembunuhan,
pencurian, perzinahan, tetapi juga menyangkut tata ibadah. Dan jika dirinci jumlahnya
613, dan terhadap semua ini orang Israel bernazar memenuhinya. Dan Nazar itu-pun
menjadi bagian dari hukum Taurat. Tetapi setelah Yesus, Dia menggenapi hukum
taurat, dan kegenapannya kemudian dirumuskan menjadi dua perintah saja. perintah
Yesus Kristus kini hanya ada 2, bukan 613! Kitapun HANYA dituntut melaksanakan
yang "2" ini dengan baik.
Tuhan kita Yesus tidak meletakkan Hukum Taurat dengan 613 ketentuannya di
atas pundak kita, sebab Dia telah menyelesaikannya dengan baik di atas kayu salib
dengan perkataan monumental: "TETELESTAI!" Namun demikian, jangan pula di salah-
pahami bahwa kita hidup tanpa hukum. Sebab Tuhan Yesus telah meletakkan Hukum-
Nya yang baru, yaitu Hukum kasih yang hanya memiliki 2 perintah [bukan 613 perintah].
Dengan Hukum Kasih:
Kita menyembah Allah, karena kasih kepada Allah
Kita tidak akan menyembah berhala, karena kasih kepada Allah
Kita tidak akan membunuh karena kasih, karena kasih kepada sesama
Kita tidak akan mencuri karena kasih, karena kasih kepada sesama
Kita tidak akan berzinah karena kasih, karena kasih kepada sesama
dan seterusnya. Itulah Hukum yang dicanangkan Tuhan Yesus yang kita kenal dengan
sebutan HUKUM KASIH. Hukum ini juga disebut HUKUM KRISTUS
Senin 18 Juli 2016
Seri #85 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:12 Bertindak Seperti Hukum Yang Membebaskan

Nestle Greek New Testament: houtōs laleite kai houtōs poieite hōs dia nomou
eleutherias mellontes krinesthai. [ay 12]
Di ayat 8 telah dijelaskan supaya semua orang percaya hidup dalam prinsip hukum
kasih atau hukum Kristus. Dan di ayat 10-11 telah dijelaskan dengan gamblang, hwa
siapa yang tidak hidup berdasarkan prinsip hukum kasih maka akan dihakimi
berdasarkan hukum taurat.
Sekarang di ayat 12-13 ini hal itu semakin jelas lagi.
Dalam ungkapan TB di katakan “Berkatalah dan berlakulah seperti orang-orang yang
akan dihakimi oleh hukum yang memerdekakan orang.” [ay 12]
Dari ungkapan Terjemahan Baru ini, marilah kita soroti istilah “hukum yang
memerdekakan orang”. Dalam ungkapan Yunaninya di katakan, “nomou eleutherias
mellontes krinesthai” ungkapan ini bisa diterjemahkan sebagai berikut: “ dihakimi
berdasarkan hukum yang memerdekakan”. Apakah hukum yang memerdekakan yang
di maksud? Apakah itu hukum taurat? Tidak. Kenapa hukum taurat tidak bisa
memerdekakan kita?
Pertama, hukum taurat membangkitkan murka
Roma 4:15 Karena hukum Taurat membangkitkan murka...”
Kedua, hukum taurat membangkitkan rupa-rupa keinginan jahat dalam daging manusia
Roma 7:8 Tetapi dalam perintah itu dosa mendapat kesempatan untuk membangkitkan
di dalam diriku rupa-rupa keinginan...”
Ketiga, hukum taurat adalah kuasa dosa
1 Korintus 15:56 Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat.
Keempat, kita telah mati bagi hukum taurat
Galatia 2:19 Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku
hidup untuk Allah...”.

Jadi bukan hukum taurat yang di maksud Yakobus. Kalau bukan hukum taurat? Hukum
apakah yang dimaksud? Kata-kata ini secara harfiah berarti "hukum kebebasan".
Ungkapan ini telah dibahas pada Yakobus 1:25, dan di sini dikutip sebagian. "Dalam
pengajaran Paulus, "kebebasan" dijelaskan sebagai kemampuan untuk "memenuhi
hukum Kristus" [Galatia 6:2]. dan hukum itu disamakan dengan hukum kasih [Roma
13:10; Galatia 5:1,13,14]. Sesungguhnya memang inilah yang dilakukan Yakobus pada
Yakobus 2:8 dan Yakobus 2:12. Hukum adalah kebebasan, karena dengan tunduk
kepada Kristus, seseorang pun dibebaskan dari hukum dosa dan maut [Roma 8:2], dan
dipindahkan kepada hidup yang melayani dan mengasihi. Jadi hukum yang di maksud
adalah hukum Kristus. Itulah hukum yang memerdekakan. Dan bagai orang yang
dimerdekakan hukum Kristus, mereka tidak akan mungkin dihukum lagi: Roma 8:1
Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus
Yesus;
Pertama, hukum yang memerdekakan itu adalah hukum Kristus
1 Korintus 9:21 Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi
seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup di luar
hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku dapat
memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat.
Kalau seseorang benar benar hidup di dalam hukum Kristus, maka orang itu tidak lagi
didakwa berdasarkan hukum taurat, dan dengan demikian orang itu otomatis
dibebaskan atau dimerdekakan hukum taurat
Kedua, hanya Kristus yang bisa memerdekakan kita
Galatia 5:1 Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita.
Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan.
Hukum taurat tidak bisa membebaskan manusia, hanya hukum Kristus yang bisa
membebaskan. Karena itu hiduplah di dalam Krsitus. Telah kita katakan bahwa hukum
yang memerdekakan itu hanya terdiri dari dua hal, mengasihi Tuhan dan mengasihi
sesama. Itu sebabnya kasih kepada Allah harus diwudujkan dalam bentuk nyata dan
kongkrit kepada sesama sebagai bukti bahwa kita telah memenuhi hukum Kristus
sehingga kita benar benar telah melakukan hukum Kristus. Karena itulah Paulus
berkata di Galatia 6:2 Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu
memenuhi hukum Kristus.

Selasa 19 Juli 2016


Seri #86 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:12 Bag 2 Bertindah Seperti Hukum Yang Membebaskan

Nestle Greek New Testament: houtōs laleite kai houtōs poieite hōs dia nomou
eleutherias mellontes krinesthai. [ay 12]
Jika kita memperhatikan Yakobus 1: 6; yakobus 2: 4 dan Yakobus 2 : 12 ini dengan
seksama, kita akan tahu bagaimana Yakobus menjelaskan maksud keberimana itu
dengan sangat kongkrit.
Pertama, Kalau di yakobus 1: 6, orang yang bimbang atau adalah sifat hidup yang
membeda-bedakan, atau praktek yang tidak seutuhnya hidup untuk Tuhan, di mana
sebagian hidupnya seolah olah untuk Tuhan, dan sebagian lagi [sebenarnya sutuhnya]
untuk dirinya sendiri atau untuk dunia ini, di mana sifat membedakan yang
mengakibatkan pikiran ragu-ragu, untuk melakukan firman Allah digambarkan sebagai
gelombang laut yang diombang-ambungkan
Kedua, Maka di Yakobus 2:4 orang yang bimbang itu digambarkan sebagai hakim
[krino] yang ragu-ragu untuk bertindak benar atau di mana gambarakan hakim yang
ragu ragu itu dijelaskan melalui wujud yang kongkrit dari kebimbangan itu, yaitu; orang
yang bertindak laim, tidak adil, atu pilih kasih sebagai wujud ketidak setiaan.
Ketiga, Kalau di pasal 1:6 digambarkan sebagai orang yang bimbang [diakrino], dan di
pasal 2:4 dikongkritkan dengan tindakan yang lalim yaitu dengan cara membedakan
[diakrino], Maka di Yakobus 2:12 dijelaskan supaya janga ada orang yang bertindak
ragu ragu, atau tidak bertindak membedabedakan, tetapi menjadi orang hidup [berkata-
kata dan bertindak] seperti orang yang dihakimi oleh hukum yang membebaskan.
Kalau seseorang ragu ragu untuk datang kepada Allah melalui firmanya, maka
bagaimana mungkin seseorang bisa hidup sesuai dengan hukum yang
memerdekakan? Bisa saja ada orang yang mengatakan sebagai orang yang beriman,
tetap jika mereka tidak setia kepada firman Allah, maka mereka tidak bisa dihakimi
dengan hukum yang memerdekakan.
Mereka otomatis dihakimi dengan prinsip hukum taurat.

Di pasal 1:18 telah dijelaskan bahwa kita ada [ yang baik dan berkenan kepada Allah]
terjadi karena firmannya:
TB: Atas kehendak-Nya sendiri Ia telah menjadikan kita oleh firman kebenaran, supaya
kita pada tingkat yang tertentu menjadi anak sulung di antara semua ciptaan-Nya.
Bahkan, di Yohanes 1:1 juga telah dijelaskan bahwa segala sesuatu dijadikan oleh
firman Allah
Yohanes 1:1 “Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang
telah jadi dari segala yang telah dijadikan”.
Itu sebabnya di Yakobus 1:19-27, Yakobus telah menjelaskan bagaimana menjadi
pelaku FIRMAN, di mana kegenapan dari firman itu, membawa kepada kesempurnaan
hidup melalui tindakan kasih, karena semua firman Allah dirangkumkan melalui
tindakan dua kasih. Dan bukan saja itu, bahkan tindakan Allah dari mulanya itu, adalah
dorongan KASIH:
Yohanes 3:16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-
Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
Lalu kita kembali bertanya, bagaimana mungkin seseorang hidup menurut prinsip
hukum kasih, jika membeda-bedakan [Yak 2:4]?
Bagaimana mungkin seseorang hidup menurut prinsip hukum kasih Kalau seseorang
bimbang [diakrino] untuk hidup setia kepada firman Krstus? Bagaimana mungkin
seseorang hidup menurut prinsip hukum kasih kalau seseorang masih hidup membeda-
bedakan [diakrino]? Bagaimana mungkin mereka dihakimi [krino] berdasarkan hukum
yang memerdekakan? Jika mereka tidak berkata dan berbuat seperti orang-orang yang
perkaranya/[kata-katanya] akan diputuskan oleh Allah dengan menggunakan hukum
yang membebaskan? Tidak mungkin orang yang tidak hidup dalam kasih bisa
dimerdekakan [bebaskan] Kristus. Mereka yang benar benar di merdekakan [bebaskan]
kristus, harus setia kepada firman Kristus. Mereka tidak boleh bimbang [diakrino].
Mereka tidak boleh membeda-bedakan, mereka harus berkata kata dan bertindak
seperti orang yang dihakimi [krino] hukum yang membebaskan, baru mereka benar
benar bisa dibebaskan oleh Kristus.

Rabu 20 Juli 2016


Seri #87 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:13 Bag 1 Berbelas kasihan

Nestle Greek New Testament: hē gar krisis aneleos tō mē poiēsanti eleos;


katakauchatai eleos kriseōs. [ay 13]
Hari ini kita akan memulai penjelasan ayat 13 ini dengan mengutip ungkapannya dalam
terjemahan TSI;
TSI: Karena pada Hari Pengadilan, siapa yang tidak menunjukkan belas kasihan
kepada sesamanya juga tidak akan dikasihani oleh Tuhan. Tetapi kalau kita menjadi
orang yang berbelas kasih, maka kita tidak perlu takut Hari Pengadilan!
Kata belaskasihan dia ayat ini diterjemahkan dari kata benda “eleos”. Kata ini haya di
gunakan sebanyak 27 kali di perjanjian baru. Ke 27 makna dari 27 kata ini diperjanjian
baru selalu mengacu kepada Tuhan Yesus Mesias yang dijanjikan yang menggenapi
keseluruhan firman di PL.
Salah satu bentuk penggenapan firman yang dilakukan oleh Yesus adalah
menggenapi hukum tentang hari sabat di Matius 12:1-8
1 Pada waktu itu, pada hari Sabat, Yesus berjalan di ladang gandum. Karena lapar,
murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya.
2 Melihat itu, berkatalah orang-orang Farisi kepada-Nya: "Lihatlah, murid-murid-Mu
berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat."
3 Tetapi jawab Yesus kepada mereka: "Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan
Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar,
4 bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti
sajian yang tidak boleh dimakan, baik olehnya maupun oleh mereka yang
mengikutinya, kecuali oleh imam-imam?
5 Atau tidakkah kamu baca dalam kitab Taurat, bahwa pada hari-hari Sabat, imam-
imam melanggar hukum Sabat di dalam Bait Allah, namun tidak bersalah?
6 Aku berkata kepadamu: Di sini ada yang melebihi Bait Allah.
7 Jika memang kamu mengerti maksud firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas
kasihan dan bukan persembahan, tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak
bersalah.
8 Karena Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat."
Ayat yang dikutip di atas adalah penggenapan Yesus tentang hukum memelihara hari
sabat yang terdapat di perintah hukum taurat no 110.

Perintah itu terdapat di Keluaran 20:10 [LAI TB], “tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat
TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu
laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan,
atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu”.
Bagi orang Farisi-ahli ahli taurat saat itu, demi hukum sabat [no 110], meski kelaparan,
maka murid murid Yesus tidak boleh memetik bulir gandum. Tentu saja mereka tidak
mengerti makna dari hukum itu dan karena itu mereka salah memaknaninya. Karena
itulah Yesus berkata, “Di sini ada yang melebihi Bait Allah”, yang merujuk kepada
dirinya sendiri.
Tadi telah kita katakan bahwa Ke 27 arti kata ini diperjanjian baru selalu mengacu
kepada Tuhan Yesus sang Mesias yang dijanjikan di Pl. Sedangkan makna “eleos” di
ayat 13 ini adalah rahmat atau kasih sayang Allah. Perhatikan baik baik rahmat atau
belaskasihan Allah ini;
Di PL Allahlah yang memberikan janji kepada manusia seecara SEPIHAK. Sesudah
manusia jatuh dalam dosa, maka secara sepihak, Allah memberikan janjiNya. Allah
mengikatkan dirinya dengan manusia melalui perjanjian yang datang dari pihak Allah
sendiri. Inilah rahmat atau belas kasihan tersebut. Dengan demikian eleos; makna
sejatinya adalah Kesetiaan pada perjanjianNya sendiri karena rahmatNya, karena
belaskasihanNya kepada manusia.
Karena itulah ketika ungkapan belas kasih yang kita kutip di TSI mengatakan “Karena
pada Hari Pengadilan, siapa yang tidak menunjukkan belas kasihan kepada sesamanya
juga tidak akan dikasihani oleh Tuhan. Tetapi kalau kita menjadi orang yang berbelas
kasih, maka kita tidak perlu takut Hari Pengadilan!”
Artinya jelas, orang yang hidup dalam belaskasihanlah yang mengerti kesetiaan sejati
kepada perjanjian yang diberikan Allah. Hanya orang yang hidup dalam belas
kasihanlah yang hidup setia menemani perjanjian dengan Allah. Hanya orang yang
hidup dalam belaskasihanlah yang benar benar mengerti bagaimana dongani [setia
menemani] dalam iman, hanya orang yang hidup dalam belaskasihanlah yang
mengerti kasih Allah yang besar. Dan kegenapan terakhir dari perjanjian itu adalah
siapa yang hidup dalam belas kasihan dialah yang akan diselamatkan pada hari
penghakiman. Karena itulah Yesus mensentralkan semua perintah Allah di dalam
perintah Kasih. Karena kasih kepada sesama adalah wujud dari perjanjian kekal
dengan Allah.

Kamis 21 Juli 2016


Seri #88 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:13 Penutup Pembahasan ayat 13

Nestle Greek New Testament: hē gar krisis aneleos tō mē poiēsanti eleos;


katakauchatai eleos kriseōs. [ay 13]
Hari ini kita akan menutup penjelasan ayat 13 ini dengan menguraikan beberapa poin
penting.
Pertama, mereka yang tidak hidup berdasarkan belaskasihan mereka tidak akan
berolah belaskasihan pada hari penghakiman.
Di ayat 12 Yakobus menekankan supaya bertindak kasih, sehingga Allah bisa
menghakimi orang yang hidup dalam kasih dengan prinsip hukum kasih, maka di ayat
13 ia tekankan bahwa Allah akan menghakimi dengan dengan dua hal, yaitu dengan
belas kasihan dan dengan tegas, dan bagi orang yang hidup dengan belas kasihan
mereka akan menerima belas kasihan saat penghakiman, sedangkan bagi orang yang
tidak hidup dalam belas kasihan akan ditindak dengan tegas, mereka yang kedapaatan
melakukan satu kesalahan saja dari semua elemen hukum taurat mereka akan ditindak
dengan tegas.
Karena ayat 13 ini adalah penjelasan Yakobus tentang bagaimana Allah akan
menghakimi pada akhir zaman, dengan kata lain, pada hari terakhir ketika Allah
menghakimi orang orang yang tidak hidup dalam belas kasihan, Allah akan
memutuskan apakah orang-orang bersalah atau tidak berdasarkan dua hal saja,
pertama berdasarkan seseorang hidup dalam prinsip belaskasihan saja. Kedua dari
prinsip hukum taurat. Jadi Dia tidak akan menunjukkan belas kasihan kepada orang
yang tidak hidup berdasarkan belas kasihan.
Apakah yang dimaksud dengan “Tak berbelas kasihan”? Kata-kata “Tak berbelas
kasihan” [anileos], hanya tertulis 1 kali dalam PB. Kata ini terdiri dari dua kata. Pertama.
Huruf A. artinya “tidak”. Dan yang kedua adalah “híleōs”, yang artinya “menguntungkan”
atau “ditenangkan”. Jadi secara harafiah bisa diartikan sebagai “tidak menguntungkan”
atau “tidak ditenangkan” tetapi makna dari kata ini di ayat ini adalah:

tidak akan berolah untung dalam penghakiman atau tidak akan beroleh ketenangan
saat penghakiman karena dia tidak adkan diperdamaikan Yesus kepada Allah Bapa.
Jadi “anileos” di sini berarti Yesus tidak akan menunjukkan belaskasihan pada hari
penghakiman.
Pemikiran bahwa Allah penuh atau memiliki sifat belas kasihan merupakan inti dari
perjanjian Allah secara sepihak kepada manusia. Allah memberikan janji kepada
manusia hanya karena Allah BERBELAS KASIHAN, sekali lagi HANYA KARENA belas
kasihan merupakan sifat Allah [Keluaran 34:5-6].
Sifat inilah yang harus melekat kepada mereka yang telah diangkat menjadi anak anak
Allah [Yohanes 1:12]. Di dalam Yohanes 1: 12 di katakan “TB: Tetapi semua orang
yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa [exousia] supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu
mereka yang percaya dalam nama-Nya; ” perhatikan baik-baik, supaya menjadi anak-
anak Allah, ada syaratnya. Yaitu diberikan kuasa hak-hak kuasa [exousia]. Kata ini
digunakan 103 kali di Alkitab, merujuk kepada hak-kuasa kemampuan untuk melakukan
yang ingin dilakukan. Dan hubungannya dengan ayat 13 ini adalah, orang yang
mengaku anak Allah yang penuh belas kasihan, harus memiliki gen yang sama dengan
Allah, karena gen itu telah diberikan [exousia], jadi jika seseorang mengaku orang
perecaya tetapi tidak memiliki belaskasihan, maka orang itu bukanlah anak anak Allah.
Perhatikan sekali lagi terjemahan ayat 13 ini:
BSD: Allah tidak akan menunjukkan belas kasihan kepada orang yang tidak
berbelaskasihan kepada orang lain. Tetapi, orang yang berbelaskasihan kepada orang
lain tidak perlu takut bahwa ia akan dihakimi oleh Allah.
Walaupun Allah penuh belas kasihan, tetapi dalam penghakiman terakhir Allah tidak
akan berbelas kasihan kepada orang yang tidak berbelas kasihan. Ini merupakan
peringatan dan hukuman yang sangat keras. Orang yang tidak berbelas kasihan, atau
"orang yang tidak melakukan belas kasihan" tidak akan memperoleh belaskasihan Allah
saat penghakiman. Pada hari penghakiman, Allah bersukacita karena dapat mengatasi
penghakiman-Nya dengan belas kasihan-Nya, bahkan semua keputusan penghakiman
Allah ditentukan oleh belas kasihan Allah, tetapi saat Orang yang tidak memiliki belas
kasihan terhadap orang lain menghadapi penghakiman Allah, mereka akan dihakimi
oleh Allah yang bersikap tak berbelas kasihan kepada mereka.

Jumat 22 Juli 2016


Seri #89 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:14 Bag 1 Menyelaskan Keyakinan & Perbuatan

Nestle Greek New Testament: Ti to ophelos, adelphoi mou, ean pistin legē tis echein
erga de mē echē? mē dynatai hē pistis sōsai auton? [ay 14]
Tidak ada gunanya menggunakan orang beriman, karena kita tidak dinilai dari
keyakinan kita kepada apa yang kita katakan, tetapi dari wujud keyakinan kita, yaiut dari
apa yang kita lakukan [erga]
Shellabear 2000: Hai Saudara-saudaraku, apakah faedahnya jika seseorang
mengatakan bahwa dirinya adalah orang beriman, tetapi ia tidak berbuat sesuatu pun?
[erga] Dapatkah iman itu menyelamatkannya?
Yang dimaksudn dengan yang kita “lakukan” atau “perbuatan” kita diterjemahkan dari
kata “erga” dari kata kerja “ergon” yang artinya adalah "untuk bekerja”, atau “untuk
mencapai sebuah pekerjaan”. Bekerja yang dimaksud adalah perbuatan [tindakan] yang
melakukan [melengkapi] sebagai bukti telah atau sedang mencapai tujuan dari
keyakinan tersebut
Jika kita perhatikan baik-baik, Yakobus hendak menekankan, kesia-siaan dari orang
yang terperangkap dengan permainan keyakinan iman. kenapa kita menggunakan
perangkap? Kenapa kita menggunakan permainan keyakinan iman? karena banyak
orang telah disugesti kegelapan sehingga kehidupannya selalu dinilainya dari apa yang
diyakininya, dan bukan dari apa yang diberbuatnya. Ada orang yang masih yakin sekali
orang beriman meski kehidupannya menunjukkan tanda tanda anak anak iblis.
Sekilas kita akan seperti orang yang bigung dalam membedakan apa yang diyakini
dengan apa yang diperbuat. Tetapi menurut Yakobus, banyak orang merasa sudah
menjadi anak anak Allah, sudah menjadi orang yang benar benar percaya kepada
Yesus meski keyakinannya bertentangan dengan perbuatannya. Itu sebabnya Yakobus
mengatakan “Ti to ophelos,” [apa manfaatnya]. Jadi poin penting yang harus kita
perhatikan adalah:

Pertama: tidak ada gunanya mengaku orang beriman kalau tidak menyelaraskan
keyakinan orang beriman melalui perbuatan yang kongkrit

VMD: Saudara-saudaraku, jika orang mengatakan dia mempunyai iman, tetapi tidak
berbuat apa-apa, iman itu tidak mempunyai arti. Iman seperti itu tidak dapat
menyelamatkan seseorang.

Istilah “tidak bermanfaat” yang berasal dari kata benda “ophelos” hendak
menjelaskan, bahwa sia-sia jika merasa telah beruntung sebagai orang beriman kalau
kehidupannya tidak mendukung keyakinannya tersebut. Perhatikan perbadingan yang
dibuat Yakobus di sini’ “legē tis echein erga de mē echē? ”. Orang yang mengatakan
beriman, hanya MENGATAKAN [Lege]. Kontras dengan PERBUATAN [erga].
Kedua, karena ophelos artinya keuntungan kumulatif, maka saat di katakan “ti to
ophelos” [apa untungnya-gunanya] maka yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu
kerugian kumulatif. Arti sederhananya adalah orang yang mengatakan orang yang
beriman tetapi tidak hidup seturut dengan keyakinannya akan mengalami kerugian
terbesar dalam hidupnya.
Jika tadi perbadingan yang dibuat Yakobus antara orang yang mengatakan beriman,
[kontras] dengan PERBUATAN [erga], maka untung rugi seseorang itu dilihat dari
perkataan dan perbuatannya. Jika orang yang meyakini beriman tetapi perilaku tidak
beriman, maka orang tersebut akan mengalami kerugian yang terbesar. Jika seseorang
tidak hanya meyakini beriman tetapi melakukan keyakinannya orang itu akan sangat
beruntung.
Matius 5:7 berkata Berbahagialah orang yang murah hatinya [eleemon], karena mereka
akan beroleh kemurahan [eleemon].
Kata eleemon hanya digunakian dua kali di PB, pertama matius 5:7 dan yang kedua
adalah Ibrani 2:17: Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan
dengan saudara-saudara-Nya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas
kasihan [eleemon] dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh
bangsa.
Allah mendamaikan semua dosa manusia karena, dia murah hati. Dan murah
hati selalu tercipa dari kemurnian hati seseorang dihadapan Allah. Orag yang murah
hati [eleemon] selalu berdampingan dengan belaskasihan. Dan belaskasihan selalu
menggerakkan seseorang untuk BERBUAT sesuatu yang sesuai dengan kehendak
Allah. Saat seseorang murah hati. Sejatinya dia belas kasih. Saat seseorag belaskasih.
Sejatinya dia menyelaraskan keyakinannya dengan tindakannya. Orang yang demikian
sangat beruntung atau sangat berbahagia.
Sabtu 23 Juli 2016
Seri #90 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:14 Bag 2 Menilai Pengakuan Seseorang Percaya Kepada Allah

Nestle Greek New Testament: Ti to ophelos, adelphoi mou, ean pistin legē tis echein
erga de mē echē? mē dynatai hē pistis sōsai auton? [ 14]
Yakobus membuka perikop ini dengan langsung mengajar CARA KERJA IMAN
YANG SEJATI. Dengan membuat perbandingan antara orang yang mengaku beriman
tetapi tidak didukung oleh perbuatan yang baik yang sesuai dengan kehendak Allah,
dengan orang yang mengaku beriman dan juga yang didukung oleh perbuatan-
perbuatan/pekerjaan-pekerjaan yang baik dan yang selaras denga sifat sifat Allah.
Iman tidak bisa menyelamatkan jika tanpa disertai perbuatan, tetapi perlu digaris
bawahi, tidak berarti keselamatan KARENA perbuatan, sebab jika saudara berpikir
demikian, saudara salah.
Dalam terjemahan bebasnya ayat 14 ini bisa diterjemahkan demikian, “sia-sia saja ada
orang Kristen yang berkata bahwa ia memiliki iman yang menyelamatkan, tetapi tidak
memiliki perbuatan-perbuatan yang membuktikan iman itu, karena iman semacam itu
tidak dapat menyelamatkannya.”
Jadi Yakobus sedang menjelaskan dua hal
Pertama, iman yang tidak benar yang tidak menyelamatkan
Kedua, iman sejati yang menyelamatkan yang terlihat dari perbuatan perbuatan baik
Untuk menegaskan hal ini, Yakobus menggunakan bentuk pertanyaan retoris yang
menghendaki jawaban “tidak”. Jadi jawaban dari ayat 14 ini adalah TIDAK
BERMANFAAT SAMA SEKALI, alias SIA-SIA.
Karena itulah Yakobus menekankan poin yang kontras/pertentangan di ayat 14 ini; di
mana jika seorang berkata bahwa dirinya punya iman tetapi iman itu tidak dilakukan
maka iman itu TIDAK menyelamatkannya. Jadi saat seseorang berkata, “ “Saya
percaya kepada Allah, ” jika perbuatannya kontras dengan yang diucapknyya, maka
jawaban kepada orang tersebut adalah “kamu TIDAK BENAR BENAR percaya kepada
Allah”

Ayat 14 ini tidak boleh dilepaskan dari ayat sebelumnya, karena pertanyaan retorika ini
berasal dari ayat sebelumnya. Jadi Pernyataan, “Dapatkah iman itu menyelamatkan dia
?” harus dikaitkan dengan pernyataan sebelumnya [Yakobus 2:1-13] dan konteks
penulisan Surat Yakobus yaitu kepada orang-orang yang sudah Kristen.
Mungkin saudara bertanya? Kalau mereka kristen mengapa mereka masih diragukan
sebagai orang beriman? Untuk perntanyaan saudara itu, Matius 22:14 berkata, “Sebab
banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih”. Itu sebabnya, meski di Yakobus 1:1,
dan di di dalam ayat 14 ini; Yakobus menggunakan istilah “saudara-saudaraku yang
seiman” [adelphoi] tetapi keterpilihan mereka sebagai anak anak Allah harus dinilai
dari iman sejati mereka.
Inilah yang disoroti Yakobus; jika orang Kristen yang mengaku memiliki iman kepada
Yesus, tetapi bertindak kontra dengan hukum kasih kristus [lihat Yakobus 2:1-4], maka
pengakuan itu adalah SIA-SIA. Untuk menegur orang Kristen semacam ini, pada pasal
2 ayat 5-7, Yakobus menjelaskan konsep paradoks tentang kekayaan. Kaya menurut
dunia Versi Kaya Menurut Tuhan. Di mana Tuhan justru memakai orang-orang yang
dianggap miskin oleh dunia ini untuk menjadi kaya dalam iman dan menjadi ahli waris
Kerajaan yang telah dijanjikan-Nya kepada barangsiapa yang mengasihi Dia [ayat 5].
Jadi, orang yang mengaku diri Kristen bahkan yang sangat yakin sekali sebagai orang
yang beriman, jika masih sifatnya tidak kaya, meski memiliki harta duniawai yang
banyak, yang bagi sebagian besar orang kristen sebagai berkat yang dikaruniakan,
tetapi bagi Yakobus, itu suatu kesia-siaan dan bahkan iman seperti itu tidak
menyelamatkan.
Jadi Pernyataan pada ayat 14 ini pun merupakan kesimpulan dari pengajaran Yakobus
pada pasal 2 ayat 8-13 yang menjelaskan mereka yang mengaku beriman tetapi tidak
hidup dalam hukum kasih kristus, tidak mencerminkan belaskasihan Allah, mereka
bukanlah orang yang beriman. Karena itu saudara pertimbangkanlah baik baik apa
yang di katakan Yakobus ini TSI: Saudara-saudari, kalau seseorang dari antara kita
berkata, “Saya percaya penuh kepada Kristus,” tetapi dia tidak melakukan apa-apa
yang menunjukkan bahwa dia sebagai orang yang percaya penuh kepada-Nya, berarti
ucapannya itu omong kosong saja. Kita diselamatkan tidak berdasarkan ucapan seperti
itu! [tetapi melalui tata cara perbuatan kita seperti yang dilakukan oleh Tuhan Yesus
teladan hidup kita]

Minggu 24 Juli 2016


Seri #91 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:14 PENUTUP PEMBAHASAN ayat 14

Nestle Greek New Testament: Ti to ophelos, adelphoi mou, ean pistin legē tis echein
erga de mē echē? mē dynatai hē pistis sōsai auton? [ 14]
Kalau situasi seperti yang tercantum dalam pasal 2 ayat 1-13 terjadi, maka
kemungkinan besar orang dipanggil menjadi Kristen akan diragukan oleh orang-orang
non-Kristen sebagai orang yang beriman sejati karena mereka melihat sikap dan
perbuatan orang Kristen sama sekali tidak menampakkan buah dari iman sejati itu
melalui perbuatan-perbuatan mereka.
Oleh karena itu, Yakobus pada akhir ayat ini mengajukan kembali pertanyaan retoris
tentang iman yang tidak berbuah di dalam perbuatan apakah mungkin dapat
menyelamatkan orang Kristen yang memiliki iman tersebut.
Apakah untungnya/gunanya orang yang mengatakan ia mempunyai iman tetapi tidak
mempunyai perbuatan? [ean pistin legē tis echein erga de mē echē? ] Penggunaan
subjunctive di sini lege/ exe tidak hanya mengimplikasikan sebuah hipotesa – yang
mana di jemaat itu ada yang bertanya seperti itu – melainkan dapat mengindikasikan
situasi sesungguhnya yang terjadi di gereja Yakobus. [subjunctive adalah menjelaskan
apa yang situasi yang sudah pernah terjadi.
Seseorang berkata, aku mempunyai iman, tetapi tidak mempunya perbuatan, Yakobus
bertanya, apakah iman seperti itu dapat menyelamatkan? Statement di atas merupkan
pertanyaan retorika, ditulis dalam bentuk pertanyaan sebagai bentuk penekanan. Hal ini
terlihat dari bentuk Yunaninya: Me dunatai he pistis sosai auton, bentuk negasi me
menunjukkan bahwa jawaban yang diharapkan adalah tetap negatif yaitu “tidak!”
Artinya adalah bahwa iman itu tidak dapat menyelamatkan dia. Artinya ada
pemahaman dan penghidupan yang salah terhadap iman sejati. Maksudnya; Yakobus
berkata bahwa iman yang dimiliki olehh si penanya ini bukanlah iman yang
sesungguhnya di dalam Yesus Kristus

Jadi dapat dimengerti bahwa perbuatan yang dimaksud oleh Yakobus dapat dibedakan
dengan apa yang dimaksudkan oleh Paulus. Di satu sisi Paulus berusaha untuk
mengatasi kesalahan pengajaran bahwa keselamatan berdasar iman “plus” perbuatan
baik, sementara disisi lain Yakobus pengajaran mengenai gambaran iman yang salah
kaprah di dalam jemaatnya yang “sudah diselamatkan oleh iman” namun tetap dapat
disesatkan[

Jadi IMAN haruslah terlihat didalam sebuah bukti sebagaimana yang dinyatakan juga di
dalam Ibrani 11 bahwa Iman merupakan bukti dari segala sesuatu yang tidak terlihat.
Iman kepada Yesus Kristus membuahkan perbuatan. Inilah yang ditekankan Yakobus;
perbuatan dari orang percaya dalam relasi dengan iman.
Kata Iman di dalam ayat 14 adalah kepercayaan kepada Yesus Kristus secara pribadi.
Pengertian ini dikuatkan oleh kenyataan bahwa iman dihubungkan dengan keselamatan
seseorang. Kemudian kata perbuatan jangan diartikan sama dengan pengertian yang
biasa terdapat dalam surat-surat Paulus yaitu menaati peraturan hukum Musa. Disini
yang dimaksud adalah perbuatan-perbuatan baik seperti belas kasihan [ay 13] dan
pemberian sedekah kepada orang miskin yang berkekurangan [ay 15 dan 16].
Perbuatan yang dimaksud oleh Yakobus bukanlah perbuatan menurut pemahaman
Yahudi yaitu sarana untuk memperoleh keselamatan, namun perbuatan iman hasil
moral dari kesalehan sejati da khususnya perbuatan kasih.

Senin 25 Juli 2016


Seri #92 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:15-16 Mengucapkan Kata-Kota Rohani Untuk Menghindar

Yakobus menggunakan ilustrasi di ayat 15-16 ini untuk menjelaskan ayat 14 secara
tuntas. Karena itu dikatakan di ayat 15 “ean” atau “seandainya. Perhatikan bahasa
Yunani ayat 15 berikut:
ean de adelphos ē adelphē gumnoi uparchōsin kai leipomenoi ōsin tēs ephēmerou
trophēs
KSKK: Seandainya seorang saudara membutuhkan pakaian atau makanan, [15]
Yakobus menggunakan gambaran dari orang yang miskin yang membutuhkan
pertolongan dari orang yang mampu menolong mereka untuk menjelaskan keimanan di
ayat 14, tujuannya adalah untuk bisa menjelaskan cara kerja dan wujud iman dengan
tepat.
Dari gambaran itu, sebenarnya ada hal yang sederhana yang menjadi esensi iman
yang hendak dijelaskan oleh Yakobus, untuk menemukan esensi iman itu, kita perlu
melihat keadaan orang miskin yang MEMBUTUHKAN tindakan nyata. sebab bagi orang
miskin, yang mereka butuhkan adalah makanan untuk perut mereka, dan pakaian
hangat untuk menghangatkan tubuh mereka dari cuaca dingin. Gambaran dari contoh
di ataslah yang hendak dijelaskan Yakobus.
Pertama-tama Yakobus menggunakan ucapan-ungkapan basa basi yang sudah umum
terjadi di setiap zaman. Juga yang terjadi di zaman Yakobus, juga yang terjadi juga di
zaman kita.
Kita telah sering mendengarkan ungkapan ungkapan yang tidak bermakna, yang
dibungkus dengan kata kata “rohani”. Dalam bentuk sekarang, ungkapan itu sering
dikatakan, “Tuhan memberkatimu”. Kita tidak sedang mengatakan bahwa ungkapan ini
salah, tetapi yang menjadi salah, adalah, ungkapan ini sering sekali menjadi tameng
untuk melarikan diri dari wujud iman yang sejati. Sebab sering sekali orang
menggunakan kata sakti ini tanpa harus lagi peduli, apakah harus mewujudkan realita
dari kata ‘Tuhan yang memberkati’-
melalui perbuatannya, sebab dengan mengucapkan basa-basi-kata itu,
orang bisa-terbiasa sudah “merasa rohani” dan menjadi berkat, dan tanpa
sadar justru mengucapkan kata kata yang tidak berguna sama sekali.
Itu sebabnya di ayat 14 Yakobus mengatakan, “ti to ophelos” atau apa
gunanya, karena ayat 15-16 ini adalah ilustrasinya dari
penjelasan iman di ayat 14 maka kritik Yakobus, yang
mengatakan “ti to ophelos” -apa gunanya” dijelaskan
dengan gambaran orang miskin yang membutuhkan
pertolongan.
Perhatikan bahasa Yunani ayat 16 berikut;
eipē de tis autois ex umōn upagete en eirēnē thermainesthe kai chortazesthe mē dōte
de autois ta epitēdeia tou sōmatos ti to ophelos [16]
TL: lalu berkata seorang dari antara kamu kepadanya, "Selamat jalan, hangatlah
kiranya dirimu, dan makan sehingga kenyang"; tetapi tiada kamu memberi kepadanya
barang yang patut bagi tubuhnya, maka apakah faedahnya?
Contoh nyata dari tindakan buruk dari orang yang lari dari wujud iman saat itupun
dikutip Yakobus. Adapun ungkapan saat itu sering digunakan adalah: “Hupagete en
eirēnē” atau “pergilah dengan damai” ungkapan ini di TB di terjemahkan dengan
‘selamat jalan” sedangkan VMD menterjemahkannya “semoga Tuhan besertamu”
seperti yang sudah kita bahas di atas.
Ungkapan ini adalah kata yang biasanya digunakan oleh umat Israel untuk menghindar;
jika ada orang yang meminta pertolongan kepada mereka. Jika memang ada orang
yang datang kepada kita dan kita tidak benar benar tidak bisa menolongnya, maka kita
sangat tidak boleh mengatakan “Hupagete en eirēnē” atau pergilah dengan damai. Dan
yang lebih jahat adalah jika ungkapan itu diucapkan oleh yang mampu untuk
menolong, di mana mereka mengucapkan “Hupagete en eirēnē” atau pergilah dengan
damai, tanpa mau menolong dengan tujuan supaya mereka tidak di tolong.

Selasa 26 Juli 2016


Seri #93 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:15-16 ti to ophelos? [Apa Gunanya]

Ungkapan yang kedua yang disalahgunakan dan yang sering diucapkan saat itu tetapi
tidak sesuai dengan makna ungkapan itu adalah “thermainesthe kai chortazesthe” atau
kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang”. Sama seperti ungkapan
pertama, jika kita melihat orang yang sedang kedinginan atau yang sedang lapar, di
mana mereka meminta kita untuk menolong mereka, dan kita sebenarnya sanggup
untuk menolong, tetapi kita tidak menolong tetapi hanya mengucapkan kata kata seperti
ungkapan di atas, maka apakah gunanya ungkapan itu kita ucapkan?

Sebenarnya, ungkapan kedua dia atas, tidak hanya berlaku bagi orang yang sedang
membutuhkan kebutuhan terbatas seperti pakaian saja atau makanan saja, tetapi ini
berhubungan dengan hal apa saja yang; di mana saudara butuh untuk di tolong, karena
tolong menolong adalah kegenapan dari hukum Kristus.
Galatia 6:2 Bertolong-tolonganlah [allelon] menanggung bebanmu! Demikianlah kamu
memenuhi hukum Kristus. [TB]
Ungkapan ungkapan yang sering diucapkan itu, tidak menunjukkan sikap sebagai orang
Kristen sejati karena sama sekali tidak bisa dibuktikan wujudnya kata kata tersebut
dengan tindakan yang berbelaskasihan. Sebab di ayat sebelumnya, yang terjadi justru
sebaliknya, mereka telah memperlakukan dengan tidak adil saudara-saudara seiman
yang sedang menderita. mereka memperlakukan mereka dengan buruk yang
dibungkus dengan kata-kata yang rohani, tanpa memberikan sesuatu yang perlu bagi
tubuhnya.
Itu sebabnya setelah Yakobus mengkritik ungkapan ungkapan rohani yang sering
mereka salah gunakan tetapi tidak melakukan perwujudannya, Yakobus berkata, “mē
dōte de autois ta epitēdeia tou sōmatos”, atau ‘tetapi kamu tidak memberikan
kepadanya apa yang diperlukan tubuhnya”.

Dari ilustrasi kehidupan orang miskin yang membutuhkan tindakan


pertolongan nyata, Yakobus kembali mengulangi dua kata
pertama di ayat 14 dan di ayat 16; “ti to ophelos?” atau apa
gunanya itu? Dari dua kali penekanan kata “ti to ophelos” baik
di ayat 14, maupun di ayat 16, maka jelas, ayat 15-16 ini
adalah gambaran yang digunakan Yakobus untuk
menjelaskan iman palsu yang terlihat dari ungkapan ungkapan
yang biasanya dibungkus serohani mungkin tetapi kosong dengan
perbuatan.

Pertama, jika orang mengatakan “Hupagete en eirēnē” atau pergilah dengan damai,
seharusnya orang tersebut yang disuruh pergi itu harus merasakan dampak dari damai
yang benar

Kata pergilah atau “hypágō” dari kata “Dipo” , artinya adalah pergi di bawah otoritas
seseorang untuk tujuan misi tertentu. Saat seseorang mengatakan pergi, maka orang
yang disuruh pergi tidak boleh bertentangan dengan tujuan dia pergi. Di ayat ini tujuan
dia di suruh pergi adalah “damai” karena itu dikatakan, ‘pergilah dengan damai’

Sedangkan kata “Eirene” dari kata “eirō” arti harafiahnya adalah bergabung, atau
diikat bersama dalam keutuhan, yaitu ketika semua bagian penting bergabung
bersama-sama, kalau itu terjadi maka terjadilah yang kita sebut dengan damai atau
kasih karunia Allah dari terjadinya keutuhan. Jadi saat kita memerintahkan seseorang
untuk pergi dengan damai, maka kita diberikan otoritas untuk mempersatukan orang
tersebut dengan kita, karena mereka pergi sesuai dengan tujuan misi kita, bukan
sebaliknya, kita berencana memisahkan. Kalau begitu, apa tujuan dari misi itu? Orang
itu mendapatkan pertolongan buat meringankan beban yang ditanggungnya, dengan
demikian dia tahu bahwa kita adalah saudara dalam Tuhan, dan dia tahu kita sama
sama bersatu di dalam Tuhan, dan karena itu diantara kita yang menolong gdan yang di
tolong terjadilah damai. Jadi kalau seseorang mengatakan pergi dengan damai, tetapi
tujuannya supaya apa yang diminta orang yang membutuhkan itu tidak diberikannya,
yang terjadi bukanlah damai, yang terjadi adalah perpisahan.

Rabu 27 Juli 2016


Seri #94 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:15-16 Go, Buktikan Imanmu

Kata “eirene” sepadan dengan kata Ibrani “syalom”, yang secara konseptual
bermakna: suatu keadaan tenang, misalnya tanpa huru-hara atau perang,
keharmonisan antar individu, keamanan, keselamatan, kemakmuran di bawah
pemerintahan kepala negara yang bijaksana dan untuk tata tertib yang berlaku dan
terpelihara dalam suatu kota atau desa. Dalam terjemahan bahasa Indonesia istilah
damai ini diterjemkan dengan istilah lain seperti perdamaian, sentosa dan hidup rukun.
Jadi saat seseorang berkata, “Hupagete en eirēnē” atau pergilah dengan damai, tetapi
tidak ada dampak rukunya, justru yang ada adalah rasa sakit dan tiada pertolongan,
maka sia-sialah kata kata “pegilah dengan damai” tersebut.

Kedua. Saat kita mengatakan “thermainesthe kai chortazesthe” atau kenakanlah kain
panas dan makanlah sampai kenyang” kita harus melakukannya sendiri.

Tadi, di atas, kedua ungkapan itu dimulai dari kata perintah. “go”. Pergilah. Sekarang
saat kita memberikan perintah, kita tentunya memiliki otoritas. Jadi saat kita berkata
“thermainesthe” hangatkanlah tubuhmu. Maka kita yang harus menghangatkan
tubuhnya.

Kita tidak mengajarkan orang Kristen untuk membantu secara membabi buta. Kita juga
tidak mengajar untuk menghambur-hamburkan uang Tuhan dalam membantu orang-
orang miskin. Karena Yakobus tidak mengatakan, “tetapi ia tidak memberikan
memberikan kepadanya apa yang perlu bagi hidupnya, tetapi ia mengatakan, “tetapi ia
tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuh [swmatoò]nya”. Jadi, kalau
seseorang tidak bisa menghangatkan tubuhnya sendiri, maka kita harus melakukannya
sendiri, dengan hikmat, karena kita mampu.

Jangan lupa kata “thermainesthe” adalah kata kerja. Jadi jika orang yang
datang kepada kita memang tidak bisa mengerjakan apa yang membuat
tubuhnya hangat, maka tugas kitalah untuk menghangatkannya,
karena kita telah diberikan otoritas, dengan otoritas kita, kita
membuat mereka menjadi “jadilah hangat” [untuk orang-orang
yang kekurangan pakaian] dan “jadilah kenyang” [untuk orang-
orang yang kekurangan makanan]
Demikian juga dengan “chortazesthe”. Saat kita berkata.
“chortazesthe” atau makanlah. Maka kita yang harus memberikan
dia makan. Sebab dia datang kepada kita karena dia tidak bisa mengerjakan apa yang
membuat dirinya makan. Jadi tugas kitalah yang harus membuat dia kenyang.
Seperti yang kita katakan, tolong menolong ini tidak hanya menyangkut satu dua hal
saja, tetapi menyangkut semua hal, karena iman yang benar harus menyangkut semua
hal.
TB: Tetapi barangsiapa yang bimbang [diakrino], kalau ia makan, ia telah dihukum,
karena ia tidak melakukannya berdasarkan iman [pistis]. Dan segala sesuatu yang tidak
berdasarkan iman [pistis], adalah dosa [hamartia] [Roma 14:23]
Apa saja yang kita lakukan dengan bimbang, maka kita tidak hidup dalam hukum
kasih. Dan dalam pembahasan pasal 1 dan pasal 2 kitab yakobus, kita telah belajar,
bahwa diakrino artinya adalah orang yang tidak hidup berdasarkan hukum Kristus.
Segala sesuatu yang tidak dilakukan tanpa keyakinan [pistis] kepada hukum Kristus
maka orang tersebut sudah dihukum
Karena apa yang tidak berdasarkan keyakinan [pistis] kepada hukum Kristus adalaj
peyimpangan dari kehendak kekal Allah [hamartia]
Dari tiga penjelasan di atas, dan frasa terakhir dari ayat 16 ini adalah, kita mendapatkan
cara kerja iman sejati yang sudah dijelaskan di ayat 14. Jadi saat di katakan “ti to
ophelos” di mana gambarannya di atas di katakan Apakah pernyataan seperti itu
memiliki kegunaan? Maka wujud sebenarnya dari gambran itu adalah ayat 14;
VMD: Saudara-saudaraku, jika orang mengatakan dia mempunyai iman, tetapi tidak
berbuat apa-apa, iman itu tidak mempunyai arti. Iman seperti itu tidak dapat
menyelamatkan seseorang. [14]

Kamis 28 Juli 2016


Seri #95 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:17 Persamaan Iman yang Salah Dengan Orang yang Tidak mau
Menolong

Di pasal 15-16 Yakobus telah memberikan gambaran yang sangat mudah dipahami
tentang wujud iman yang salah melalui contoh orang yang miskin yang membutuhkan
pertolongan tetapi hanya dibalas dengan angin kosong yang dibungkus dengan kata
kata rohani. Kini di ayat 17, Yakobus beralih, dari gambarannya ke wujud yang
sebenarnya. Itu sebabnya di ayat 17 Yakobus langsung mengatakan, “houtōs kai hē
pistis” atau ‘Demikian juga iman’. Perhatikan Bahasa Yunaninya berikut
‘outōs kai ē pistis ean mē erga echē nekra estin kath eautēn’ [17]
AYT: Demikian juga iman, jika iman tidak disertai perbuatan-perbuatan, pada dasarnya
iman itu mati. [17]
Dari ayat 17 ini ada bebera poin penting yang perlu kita pahami dengan baik:
Pertama, iman yang salah sama persis dengan tindakan orang yang mengatakan
‘pergilah dengan damai’ tetapi tidak menolong sama sekali
Kita menggunakan istilah “sama persis” karena Yakobus memang menjelaskan makna
yang sama dari gambaran di ayat 16 dan wujud sebenarnya di ayat 17. Dan seperti
yang sudah kita sebutkan sekilas di atas, Yakobus mengatakan “Demikianlah” dengan
iman atau “outōs kai hē pistis”.
autos” adalah kata keterangan, yang berasal dari kata ganti demonstratif. Arti kata
“auto” ini adalah ‘seperti ini’ atau ‘dengan cara ini’ atau bisa juga diartikan: ‘dengan
cara yang sama’ yang dilakukan oleh orang yang mengatakan ‘pergilah dengan damai’.
Artinya, iman yang tidak benar terjadi dengan cara yang sama yang dilakukan oleh
orang yang mengatakan “pergilah dengan damai” kepada orang yang sedang
membutuhkan tindakan kasih yang nyata yang hanya di balas dengan jawaban yang
sia-sia.
Kedua, iman yang mati terlihat dari kondisinya yang tidak disertai dengan perbuatan.
Sekarang Yakobus membuat pernyataan kondisional yang menjelaskan bagaimana
iman itu disebut iman yang mati. Karena itu Yakobus menggunakan kata penghubung
“ean”.
“ean” adalah kata konjungsi-penghubung, yang berasal dari kata “ei” yang artinya
adalah "jika" dan dari kata “an”, sebuah partikel menunjukkan pernyataan kondisional .
Sekarang kita bertanya, apa yang membuat kondisi iman itu disebut sebagai iman yang
mati?
Sebenarnya, jika kita menyimak ayat 16, dari gambaran ayat 16 ini kita sudah
menemukan esensi iman yang salah itu. Yaitu tidak adanya perbuatan. Perhatikan baik
baik:
VMD: Dan kamu berkata kepada orang itu, “Semoga Allah besertamu. Aku berharap
kamu tidak kedinginan dan bisa makan kenyang,” tetapi kamu tidak menolong orang
itu, maka kata-katamu itu tidak ada gunanya. [16
Ilustrasi di ayat 16 inilah yang diulangi di ayat 17, sebab di katakan; “ean mē erga” atau
jika tidak memiliki perbuatan.
“ean me” sedang menerangkan “tidak memiliki atau tidak mempunyai”
“erga” dari kata “ergo” artinya bekerja untuk memiliki. Jadi jika iman itu iman yang
benar terlihat dari tindakannya, dan jika iman itu bukan iman yang benar telihat juga
dari tindakannya
Sedangkan ean mē erga mengkondisian bahwa, iman itu adalah sia-sia. Melalui
kedua kata kerja erga dan ean, dan satu kata keterangan tidak atau “me”. Jadi
gamblang sekali yakobus menguraikan, kondisi yang menyebabkan iman yang sia-
sia itu, disebut a sia-sia? Karena itulah di ayat 14,16 sudah di katakan, “ti to
ophelos”
Jika iman itu tidak disertai perbuatan secara harfiah berarti "jika iman tidak memiliki
perbuatan", jelas bahwa perbuatan bukan sesuatu yang ditambahkan kepada iman -
keduanya harus ada bersama-sama. Juga, Yakobus tidak henda bermaksud untuk
membedakan antara "iman" dan "perbuatan"; yang dibedakan adalah antara "iman
yang disertai perbuatan" dan "iman yang tanpa perbuatan". Karena, iman harus disertai
oleh perbuatan, jika iman itu disebut sebagai iman sejati.

Jumat 29 Juli 2016


Seri #96 Belajar Kitab Yakobus
Yakobus 2:17 Bag 2 Iman yang Mati

Kita telah berulang-ulang memperhatikan penekanan Yakobus tentang ketidak gunaan


orang yang mengaku beriman tetapi tidak dapat ditemukan dari perbuatannya.
Sekarang di ayat 17, tanpa basa-basi Yakobus menjelaskan wujud yang sebenarnya.
Jadi jika kita membuat tujuan sebenarnya dari gambaran ayat 16 maka dapat di
kalimatkan sebagai berikut: ‘ jika iman itu tidak disertai dengan perbuatan /“ti to
ophelos” atau apakah gunanya?’
Jika di ayat 14 sebelumnya di katakan “jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai
iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?”
sekarang di ayat 17 poin itu diulangi kembali. Sebab di katakan “ean mē echē erga”
atau ‘jika iman tidak disertai perbuatan-perbuatan’ maka dampak dari iman yang tidak
disertai dengan perbuatan itu adalah “nekra estin kath’ heautēn”, atau ‘pada dasarnya
iman itu mati’.
Dari ayat 17 bagian terakhir ini kita menemukan beberapa poin penting sebagai berikut:
Pertama, iman, jika tidak dinilai dari perbuatannya, iman itu akan menjadi mati.

Di dalam bahasa Yunaninya hal itu terlihat jelas, karena Yakobus menggunakan kata
kerja “Estin”. kata ini berasal dari kata “eimini” sebuah kata kerja dasar Yunani yang
menyatakan “menjadi”. Itu sebanya di katakan “nekra estin” [menjadi atau ialah mati].
Kita sudah sering mendengarkan opini umum, bahwa jika seseorang percaya kepada
Yesus maka orang tersebut sudah selamat. Hal ini tentu tidak benar, karena telah
terbukti, bahwa banyak orang mengaku orang percaya, bahkan lebih banyak yang aktif
di gereja local tetapi perbuatannya tidak menunjukkan orang tersebut sebagai orang
percaya.

Kedua, iman tanpa dibuktikan dari sifat perbuatannya yang


mengerjakan imannya, maka iman itu hakekatnya mati
Mati atau ‘nekrós’ adalah kata sifat, yang berasal dari
kata ‘nekys’ atau ‘mayat’, atau ‘mati’ yang secara harfiah bisa
berarti "kurang hidup". Jadi istilah mati; secara kiasan hendak
menjelaskan hakikat dari makna iman yang salah yang tidak
mampu merespon, atau yang tidak mampu melakukan fungsinya dengan baik
sehingga iman itu disebut sebagai iman yang mati. Jadi saat seseorang percaya
kepada Yesus, belum bisa dijadikan sebagai syarat orang itu masuk surga, tetapi harus
dinilai dari perbuatannya, apakah sudah hidup benar sesuai kehendak Allah, dan bukan
hanya sebagai keyakinan tanpa bukti nyata.
Jadi kata mati di sini dipakai sebagai kiasan yang artinya ‘tidak hidup’, ‘tidak bekerja’,
dan ‘tidak berguna’. Atau kepercayaan yang tidak berguna, atau iman yang tidak
menghasilkan apa-apa.
Dari contoh sederhana di ayat 16, dapat menjelaskan secara kongkrit bahwa orang
percaya sejati tidak cukup hanya mengucapkan kata-kata rohani dalam berbagai
bentuk kehidupan kita kepada saudara dan saudarinya yang membutuhkan
pertolongan. Juga tidak cukup hanya membanggakan apapun yang kita sebut seabgai
pujian atau penyembahan dalam bentuk ritual atau ibadah yang sering kita agungkan,
tetapi harus melalui kehidupan yang seutuhanya, supaya kita hidup sama seperti Yesus
yang adalah Kristus Hidup.
Jika kita melihat fenomena di kekristenan zaman sekarang, di mana tugas tolong
menolong digantikan dengan kebiasaan mengucapkan kata kata berkat, supaya terlihat
rohani, maka kita tidak boleh ikut-ikutan. Orang yang sejatinya kristen sejati harus
menunjukkan Tuhan itu pemberi berkat yang sering diungkapkan melalui ungkapan
“tuhan memberkati” atau “Tuhan Menolongmu” Tuhan menyertaimu” bukan dari kata-
kata rohani, tetapi dari perbuatan sebab keberimanan kita yang sejati dinilai dari
keyakinan yang kita wujudkan dari tindakan kita sehari hari.

Sabtu 30 Juli 2016


Seri #97 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:18 Bag 2: Belajar Memahami Ungkapan su pistin echeis kagō erga
echō deixon’

Hari ini kita akan memulai pelajaran kita tentang ungkapan yang sangat sulit dipahami,
khususnya didalam Terjemahan Baru. Adapun ungkapan itu secara harafiah
diterjemahkan: ‘Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan’ yang di dalam
idiom/ungkapan Yunaninya di katakan, ‘su pistin echeis kagō erga echō deixon’.

Secara umum ayat 18 frasa kedua ini; [‘su pistin echeis kagō erga echō deixon’] sangat
sulit untuk dipahami, dan hal itu diakui oleh semua penafsir. Dapat di katakan, bahwa
ayat ini merupakan salah satu ayat yang sangat sulit ditafsir [crux interpretatum]. Dan
dengan jujur, kita boleh mengakui, akan bingung saat mencari makna dari ungkapan
‘padamu ada iman’ dan ‘padaku ada perbutan’ jika kita hanya menafsirkan ungkapan
itu secara baku, harafiah, dan tanpa memperhatikan konteksnya.

Untuk bisa memahami konteks dari frasa tersebut, pertama-tama yang harus kita
lakukan adalah, harus tahu bahwa Yang dimaksud dengan, “mungkin ada orang yang
berkata?” bukanlah lawan bicara Yakobus dan juga bukan Yakobus sendiri, tetapi
lawan bicara bayangan yang dibuat sendiri untuk menjelaskan cara kerja iman itu
sendiri

Jadi “orang” yang digambarkan dalam perkataan, “engkau punya iman?” atau klausa
“padamu ada iman dan padaku ada perbuatan?” tidak ditujukan secara khusus kepada
orang tertentu, karena ayat ini tidak dirujuk kepada orang tertentu, tetapi hanya sebagai
lawan bicara bayangan yang diciptakan sendiri dipikiran Yakobus supaya tujuannya
untuk menjelaskan iman bisa tercapai dengan tepat.

Dari ayat 18 ini kita menemukan beberapa poin penting sebagai berikut: Pertama.
Ungkapan “‘su pistin echeis kagō erga echō deixon’” atau “Padamu ada iman dan
padaku ada perbuatan!” adalah ungkapan yang hendak menjelaskan bentuk dari iman
yang tidak benar.

Bandingkan dengan terjemahan berikut:

BSD: Mungkin ada yang berkata, “Seseorang dapat menjadi orang yang percaya tanpa
harus melakukan perbuatan-perbuatan yang baik.” Jadi maksudnya adalah, ada orang
yang merasa menjadi orang percaya, meski tidak bisa dibuktikan dari perbuatannya.
Bandingkan dengan terjemahan berikut:
TSI: Tetapi akan ada orang yang menentang saya dengan berkata, “Tetapi saya tidak
seperti kamu! Saya percaya penuh tanpa harus membuktikannya melalui perbuatan.”
Tetapi saya menjawab orang seperti itu, “Bagaimana saya bisa tahu kalau
kepercayaanmu itu benar-benar ada atau omong kosong saja kalau kamu sendiri tidak
pernah membuktikannya? Saya yakin kita lebih baik membuktikan kepercayaan kita
kepada Kristus lewat kasih dalam perbuatan!”
Jadi yang dimaksud dengan ungkapan ‘su pistin echeis kagō
erga echō deixon’ adalah, saat itu ada keyakinan bahwa iman
bisa berjalan sendiri tanpa harus melalui perbuatan, jadi kalau
seseorang melakukan dosa-dosa, karena dia merasa orang percaya, maka saat itu,
orang tersebut masih juga dengan bangga meyakini sebagai anak-anak Allah. Itu
sebabnya Yakobus menjelaskan ungkapan itu dengan mengatakan, ‘Tunjukkanlah
kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan’ yang jawabannya adalah tidak akan mungkin
bisa ditunjukkan, dan kemudian dilanjutkannya dengan mengatakan ‘aku akan
menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku’
Untuk bisa memahami ayat 18 ini denga utuh, kita harus memperhatikan frasa terkahir
dari ayat 17, karena ayat 18 ini masih penjelasan lanjutan. Dalam bahasa Yunani pada
akhir ayat ini tertulis sebuah frasa “kath eautēn” yang artinya "[dalam dirinya] sendiri".
Menurut letaknya dalam kalimat, ungkapan ini dalam bahasa Yunani dapat menjelaskan
kata iman atau menjelaskan kata mati tersebut. Dengan demikian ungkapan: Jika iman
itu tidak disertai perbuatan itulah yang diperjelas kembali di ayat 18 dengan uangkapan
yang singkat, yaitu ‘su pistin echeis kagō erga echō deixon’ yang secara harafiah
diartikan, padamu ada iman, dan padaku ada perbuatan. Tetapi makna dari ungkapan
itu sebenarnya, padamu hanya ada iman yang tidak disertai dengan perbuatan,
sedangkan pada saya ada iman yang disertai dengan perbuatan. Itu sebabnya di frasa
selanjutnya di katakan,‘ "Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku
akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku."

Minggu 31 Juli 2016


Seri #98 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:18: PENUTUP PEMBAHASAN

Kita telah belajar selama 6 hari, bahwa jika kita meyakini atau ‘su pistin echeis’ atau
yakin memiliki iman, maka keyakinan itu harus ‘kagō erga echō’ atau haruslah iman
yang dibuktikan melalui perbuatan.
Kita telah belajar bahwa iman itu disebut iman yang yan tidak benar atau iman yang
tidak hidup itu tidak bisa di katakan sebagai iman jika tidak ditunjukkan dari perbuatan
perbuatan yang baik. Dalam ungkapan Yunaninya di katakan, ‘deixon moi tēn pistin sou
chōris tōn ergōn’ atau tunjukkanlah kepadaku imanmu tanpa perbuatan
Alkitab berulang ulang mengajar kita bahwa terang Kristus di ajas kita harus ditunjukkan
dari perbuatan kita
TB: Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka
melihat perbuatanmu [ergon] yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."
Karena itulah Yakobus di ayat 18 mengajarkan bahwa iman harus ditunjukkan dari
perbuatan. Dalam ungkapan Yunaninya di katakan, ‘kagō soi deixō ek tōn ergōn mou
tēn pistin’ atau, ‘maka aku akan menunjukkan imanku dari perbuatanku’.
Jika kita memperhatikan dengan seksama, Alkitab selalu berulang ulang mengajarkan
bahwa iman yang benar selalu harus diwujudkan dari perbuatan yang benar. Dan iman
yang demikianlah yang memberikan hidup yang kekal: Roma 2:7 berkata, “yaitu hidup
kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik [ergo], mencari kemuliaan,
kehormatan dan ketidakbinasaan”. Bahkan Roma 2:6 mengatakan, “Ia akan membalas
setiap orang menurut perbuatannya, [erga]”.
Dan karena itu, kita harus tahu, bahwa tindakan kita tidak dinilai dari apa yang kita
yakini, tetapi dari apa keyakinan yang kita lakukan atau keyakinan yang disertai dengan
perbuatan. Kalau tidak, kepercayaannya itu merupakan kepercayaan yang mati.

Bahkan jika kita maju sejenak ke ayat 19, di mana Kata "percaya" dalam Yakobus 2:19
adalah kata "percaya" yang sama dengan yang tertulis di dalam Yohanes 3:16, yaitu
dari kata dasar πιστεύω - PISTEUÔ, maka kita menjadi paham, bahwa jika hanya
sekedar percaya, roh roh jahat juga percaya bahkan gentar pada Tuhan.
Lalu apa yang membedakannya? sebab "PISTEUÔ" yang di Yakobus 2:19 tidak
memberikan hidup kekal sedangkan "PISTEUÔ" yang di Yohanes 3:16 menghasilkan
hidup yang kekal?
Lalu, percaya atau "PISTEUÔ" yang bagaimana yang menyelamatkan? Mengingat roh
roh jahat juga juga percaya atau "PISTEUÔ" Yesus Kristus adalah Anak Allah, dan roh
roh jahat juga percaya atau"PISTEUÔ" bahwa hanya ada satu Allah dan juga percaya
bahwa Yesus adalah Anak Allah!

Ternyata, Alkitab kita memberikan suatu indikasi spesifik tentang kata "PISTEUÔ"
[tindakan percaya] yang menghasilkan hidup yang kekal, yaitu "PISTEUÔ" yang ditulis
dalam bentuk participal. MODUS PARTISIP adalah menggambarkan partisipasi dalam
tindakan yang dilakukan oleh verba yang menunjuk kepada sesuatu yang sedang
dilakukan, yaitu suatu pekerjaan/perbuatan yang sedang dilakukan atau yang
dilakukan berulang-ulang dalam waktu sekarang. Jadi saat seseorang mengku
percaya, jika harus hidup atau berpartisipasi atau menyatu ata. melakukan apa yang
diyakininya.

Senin 1 Agustus 2016


Seri #99 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:19: Iman yang aktifitas, TINDAKAN yg Memberontak


Dalam terjemahan baru apa yang dterjemahkan dengan ‘setan setan’, kurang tepat.
Karena setan dalam bahasa Yunani ditulis dengan kata ‘σατάν’ [satan] sedangkan di
Yakobus 1:19 ini tidak menggunakan kata ‘satan’ tetapi ‘daimonia’ dan berbentuk
plural.
Perhatikan Bahasa Yunani ayat 19 yang digaris bawahi
berikut:
su pisteueis oti o theos eis estin kalōs poieis kai ta daimonia
pisteuousin kai phrissousin [Stephens Textus Receptus]
Karena ‘satan’ itu hanya satu, maka tentunya tidak cocok jika
diterjemahkan dengan istilah ‘setan-setan’ meskipun
maknanya bukanlah merujuk kepada pribadi setan setan
secara harafiah.
Tetapi karena ungkapan itu hendak menjelaskan makna secara kiasan, maka perlu kita
memahami apa makna kiasan ‘setan-setan’ yang dimaksud dalam terjemahan baru.
Karena itu sangat penting untuk memeriksa apa yang sebenarnya hendak disampaikan
oleh Yakobus. Untuk memeriksa maknanya kita harus meneliti makna ‘daimonia’
tersebut.
Kata benda plural ‘daimonia’ dalam bahasa Indonesia harusnya diterjemahkan roh roh
jahat. Karena kata itu adalah kata benda plural. Dalam 5 bentuk kata benda yang
berbeda, kata dasar ‘daimonion’ ini digunakan di dalam 60 kali di PB.
Dalam bentuk kata benda nominative neuter plural yaitu ‘daimonia’ [δαιμόνια]
digunakan sebanyak 32 kali yang terjemahannya adalah ‘roh roh jahat. Sedangkan kata
benda dalam bentuk genitif plural yaitu ‘daimonion’ [δαιμονίων] digunakan sebanyak 11
kali, yang juga diterjemahkan secara harafiah yang adalah ‘roh roh jahat’.

Sedangkan kata benda dalam bentuk datif plural adalah ‘daimoniois’ [δαιμονίοις] juga
diterjemahkan ‘roh roh jahat’. Kemudian digunakan 15 kali dalam bentuk kata benda
akusatif singgular, yang harus diterjemahkan ‘roh jahat’. Dan 4 kali dalam bentuk kata
benda genitif singgular [δαιμονίου] yang diterjemahkan juga sebagai ‘roh jahat’.
Transliterasi
sy pisteueis hoti heis estin ho Theos? kalōs poieis; kai ta daimonia pisteuousin kai
phrissousin.
Serumpun: 1140 daimónion (a netral, Diminutive nouns adalah kata benda yang
menunjukkan sesuatu yang bersifat kecil dan disukai yang terkadang dianggap remeh.)
- sebuahsetan , yaitu fallen angel . 1140 ( daimónion ) selalu mengacu
padasetan dalam PB - pengecualian hanya menjadi Ac 17:18 (yang mengacu pada
dewa kafir). Lihat 1139 ( diamonizomai ).
[ 1140 / daimónion ( "setan"), yang kecil bentuk 1142 / Daimon ( "setan"),
menyampaikan betapa sangat setan tidak berdaya ( malaikat yang jatuh ) yang
melawan Kristus (rencana-Nya).
1140 ( daimonion ) sering digunakan (lebih dari enam puluh kali) dibandingkan dengan
yang jarang 1142 ( Daimon ).]

Serumpun: 1142 Daimon . (Kata benda feminin) - setan, yaitu malaikat yang jatuh Lihat
1139 / diamonizomai ( "setan") dan 1140 / daimónion ( "kecil setan").
[Istilah ini lebih sering terjadi pada Textus Receptus ( TR ) dari edisi selanjutnya dari
teks kritis. Lihat misalnya Rev 16:14, 18: 2.Sedangkan 1140 ( daimónion )
menekankan jahat sifat malaikat yang jatuh, 1142 ( Daimon ) dapat menekankan
kehadiran meresap setan di dunia.]
daimonizomai

Saya memiliki, berada di bawah kuasa jahat-roh atau setan.

MEMBANTU Kata-studi

1139 daimonízomai (dari 1142 / Daimon ) - benar, setan , yaitu datang di bawah
kekuasaan setan (fallen angel).

Dalam agama, okultisme dan cerita rakyat, setan adalah makhluk gaib digambarkan
sebagai sesuatu yang tidak manusia dan dalam penggunaan jahat biasa. Netral asli
kata "Daimon" Yunani tidak membawa konotasi negatif awalnya dipahami oleh
pelaksanaan Koine (Helenistik dan Perjanjian Baru Yunani) (daimonion), dan kemudian
dianggap berasal dari kata-kata serumpun berbagi akar, awalnya ditujukan untuk
menunjukkan semangat atau spiritual.

1. Lucifer (Pride/Kebanggan)
Dalam bahasa Latin, kata "Lucifer" yang berarti "Pembawa Cahaya" (dari lux, lucis,
"cahaya", dan "ferre", "membawa")adalah sebuah nama untuk "Bintang Fajar" (planet
Venus ketika muncul pada dini hari). Lucifer menurut kisah-kisah dulunya adalah
malaikat, namun akhirnya diturunkan ke bumi karena menentang Tuhan, yang ketika itu
mulai menciptakan Adam.

2. Mammon (Greed/Keserakahan)

Mammon adalah iblis keserakahan, kekayaan dan ketidakadilan. Orang-orang yang


menyembah Mammon yang setara dengan orang-orang rakus pada uang. Nah gambar
di atas memperlihatkan Mammon sedang menahan uang/harta di pangkuannya (itu
artinya pelit) dan menginjak kepala seseorang (itu bisa diartikan menginjak
penyembahnya atau bisa pula sedang menginjak orang lain untuk kekayaannya).

3. Asmodeus (Lust/Nafsu seks berlebihan)

Asmodeus adalah setan nafsu dan karena itu bertanggung jawab untuk memutar hasrat
seksual orang. Dikatakan bahwa orang yang jatuh ke cara Asmodeus akan dihukum
selamanya di neraka tingkat kedua. Dia membawahi tujuh puluh dua pasukan setan di
bawah komandonya. Dia adalah salah satu raja neraka di bawah Lucifer. Dia
digambarkan muncul dengan tiga kepala, yang pertama adalah seperti banteng, yang
kedua seperti laki-laki dengan mahkota, dan yang ketiga seperti domba jantan. Dia
memiliki ekor ular, dan dari mulutnya mengeluarkan api. Selain itu, ia duduk di atas
sebuah neraka naga dan memegang tombak.

4. Leviathan (Envy/Iri hati)

Leviathan adalah salah satu dari tujuh pangeran dari neraka dan pintu neraka ada di
mulutnya (Hellmouth). Leviathan identik dengan rakasa laut besar. Leviathan adalah
salah satu setan yang dikatakan untuk menggoda laki-laki dalam melakukan
penghujatan. Penghujatan ini bisa diartikan karena alasan dendam yang timbul karena
iri atau dengki dengan sesuatu hal.

5. Beelzebub (Gluttony/Rakus makan)

Beelzebub adalah nama dari salah satu dari tujuh raja neraka dan digambarkan
sebagai dewa lalat. Dia mengajak seseorang untuk makan banyak, mahal, rakus, dan
pilih-pilih makanan. Dosa ini kelihatan kecil, karena hanya masalah makan, tetapi
ernyata menjadi dosa yang besar.

6. Satan/Amon (Wrath/Kemarahan)
Dia adalah perwujudan dari antagonisme yang berasal
dari agama-agama Abrahamik. Dia memunculkan
kemarahan yang akhirnya bersifat detruktif dan
menimbulkan dosa. Contoh dari akibat dari dosa ini
adalah membunuh (bisa juga membunuh orang lain buat
pemujaan). Namun yang paling berat dari dosa ini adalah
bunuh diri.

7. Belphegor (Sloth/Kemalasan)

Belphegor digambarkan dalam dua model berbeda: sebagai seorang wanita muda yang
cantik ketika di dunia atau sebagai iblis berjenggot mengerikan dengan tanduk dan
kuku yang tajam. Dia sering dikatakan juga sebagai iblis kekayaan yang didapat
dengan licik. Dia mendorong seseorang untuk mendapatkan kekayaan dengan cara
mudah dan jika perlu dengan menipu. Sebagai contoh adalah korupsi. Nah, setelah
kaya maka waktunya untuk bermalas-malasan tanpa bekerja. Kemalasan, bagi kita
biasanya bisa menjadi sebuah kebiasaan.

nah itulah iblis-iblis yang menyesatkan manusai agar tetap berbuat dosa...semoga

‘Tetapi yang menarik dari kata benda plural ‘daimonia’ yang digunakan Yakobus, hal ini
tidak sedang menunjuk kepada semua yang masuk dalam kategori roh roh jahat. Dan
karena iblis atau setan juga adalah roh jahat, dan semua roh selain malaikat yang taat
kepada Allah, disebut juga sebagai roh jahat, di mana iblis juga, tidak taat kepada Allah,
maka iblis juga masuk kategori sebagai roh jahat. Jadi makna dari ’daimonia itu, selain
tidak menunjuk kepada pribadi roh roh yang jahat [selain iblis], kata itu juga tidak
merujuk kepada pribadi iblis itu sendiri.
Kalau kata ini juga tidak menunjuk kepada iblis itu sendiri. apakah makna dari kata
‘daimonia’ itu sendiri? Dan kepada apakah kata ini dirujuk?
Pertama, kata kata ‘daimonia’ tidak merujuk kepada pribadi iblis, atau pribadi pribadi
roh roh jahat, atau semua pribadi yang dipimpin iblis. Melainkan kepada tindakan yang
melawan. Jadi jika dikatakan ‘daimonia pisteuousin’ maka yang hendak dijelaskan
adalah TINDAKAN nya, di mana tindakan dari keyakinan iblis pada hakekatnya
memberontak.
Mungkin ada orang bertanya. Adalah iman yang memberontak? Jika ada seperti
apakah itu? Jawabannya adalah, ‘Ada’. Namanya iman ‘daimonia’. Kenapa disebut
‘iman daimonia? Karena makna kata daimónia bukan makna yang merujuk kepada
pribadi, tetapi aktifitasnya. Jadi ‘daimonia’ bermakna semua aktifitas roh-roh jahat yang
dikendalikan oleh setan untuk melawan Allah. jadi saat di katakan ‘daimonia
pisteuousin’ atau secara harafiah diartikan semua roh yang jahat juga percaya, yang
maknanya adalah semua roh jahat memang percaya pada Allah, tetapi mereka semua
memberontak di bawah pimpinan setan, maka jelas, bahwa hal itu adalah sindiran.
Bahwa iman yang tidak benar pada hakekatnya bukanlah iman yang lahir dari Allah
tetapi yang lahir dari iblis.

Selasa 2 Agustus 2016


Seri #100 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:19: Iman yang Salah: Lain dipikiran, Lain di Dalam Perbuatan

Kita tidak boleh lupa bahwa ayat 14- 26 memanfaatkan tujuan kalimat negatif, di mana
intinya yang sebenarnya justru untuk mengatakan bahwa ‘yang seperti itu bukan iman
yang benar’. Ada hal yang menarik yang perlu kita cermati saat kita memperhatikan
sindiran Yakobus di ayat 19 ini dengan menggunakan tanda tanya.
KSZI: Kamu beriman kepada Allah Yang Esa. Bagus! Roh-roh iblis juga beriman
demikian dan gementar ketakutan.
Saat yakobus mengatakan: ‘sy pisteueis hoti heis theos estin?’ Atau ‘engkau percaya
Allah itu satu’? Maka yang dimaksudkannya adalah, keyakinan itu hanya kepercayaan
berdasarkan pemikiran saja, dan bukan penekanan pada tindakan yang dikehendaki
Allah
Jika keyakinan hanya berdasarkan pikiran, maka seseorang bisa bebas melakukan
dosa dalam tindakan seutuhnya. Seseorang bisa saja mengatakan’ ‘Allah itu satu’,
tetapi dalam prakteknya, dia tidak menjadikan Allah satu dalam hidupnya tetapi banyak
Allah. Orang Israel pun demikian. Dalam Shema orang Osrael,
mereka meyakini bahwa Allah itu adalah satu. Tetapi dalam
praktek hidup mereka, justru bangsa itu membuat banyak
allah-allah lain.
jika kita memeriksa PL, kita menemukan bahwa pengakuan
kepercayaan ternyata bersumber dari pengakuan iman
Shema di Ulangan 6:4. di mana keyakinan itu, yang sepertitertulis dalam shema adalah
syahadat yang baik, tetapi kita tidak boleh lupa,tujuan syahadat itu diberikan bukan
untuk dijadikan sebagai sebagai syahadat saja, tetapi untuk dipraktekkan sehingga
tidak ada lagi allah lain dihadapan Allah.
jadi saat yakobus berkata, ‘engkau percaya Allah itu satu? Maka yakobus menyindir, di
mana makna adari sindiran itu sebebarnya hendak mengatakan, ‘engkau sebenarnya
tidak percaya sungguh sungguh kepada Allah yang satu’. atau dengan kata lain,
Yakobus mengatakan, ‘jika kepercayaan yang kamu miliki hanya kepercayaan
syahadat yang hanya berdasarkan pemikiran saja, hal itu tidaklah cukup, dan itu bukan
tujuan Allah’.

Karena tujuan Allah bukan di aspek pengakuan simbolis saja, sebuah pengakuan yang
utuh dan sempurna, dimana orang yang mengakui bahwa hanya ada satu Allah juga
membiarkan pengakuan itu mempengaruhi kehidupannya dan perilakunya sesuai
dengan apa yang diyakininya. Tetapi jika tidak, maka orang itu bukan orang beriman
yang benar
itu sebabnya pernyataan yakobus itu dilanjutkan dengan sindiran kedua, yaitu: ‘kalōs
poieis’ [itu baik] kata itu juga bisa diartikan secara negatif, yaitu ‘bagus’ atau ‘matap’
tetapi tujuan ungkapan itu sebenarnya hendak memberikan pujian basa-basi yang
bersifat ejekan, yang nada sindirannya terdengar lebih tajam. Itu sebanya di frasa
selanjutnya di katakan ‘daimonia pisteuousin ’
Istilah ‘daimonia’, selalu merujuk kepada malaikat yang tidak taat dan yang jatuh, jadi
karena malaikat itu memberontak, dia disebut menjadi setan atau musuh, atau
memberontak. Jadi ‘daimónia selalu mengacu pada aktifitas yang dikehendaki oleh
setan yang pada dasarnya jatuh dari pandangan Allah. jadi makna ’daimon’
sebenarnya menunjuk kepada aktifitas roh roh jahat yang dipimpin oleh setan yang
tidak berdaya [malaikat yang jatuh ] karena melawan Kristus dalam arti rencana Allah
untuk menjadikan Yesus sebagai raja kebenaran. Jadi yang disoroti adalah kadar dari
nilai keyakinan itu yang pada dasarnya justru pemberontakan kepada Allah.

Jadi saat kita mengaku diri sebagai orang percaya itu, maka yang Allah nilai bukan
pengakuan itu tetapi aktifitas, atau tindakan seutuhnya dari keyakinan itu. Jadi iman
tidak saja menyangkut ucapan mulut, tetapi juga semua tindakan hidup, yang menyatu
dengan pikiran, sehingga hati jiwa dan pikiran selaras, barulah iman itu menjadi iman
yang benar

Rabu 3 Agustus 2016


Seri #101 Belajar Kitab Yakobus
Yakobus 2:19 bagian 3:Iman yang Tidak Takut dan yang Tidak Gemetar

Dalam teks Yunani, jika roh roh jahat yang dimaksud bukan merujuk kepada setan atau
iblis, maka kata roh-roh jahat itu selalui diterjemahan dari dua kata Yunani ‘pneumaton
akatharton’, yang berarti roh najis [unclean spirit]. Tetapi jika roh jahat [yang tunggal]
atau juga roh roh jahat [plural] yang dimaksud bukan merujuk kepada pribadi
‘pneumaton akharton’ tetapi kepada aktifitas roh jahat, maka yang digunakan adalah
‘daimonion’. Dan karena daimonion, bukan bermakna Iblis atau Setan atau Lusifer
yang jatuh, tetapi semua aktifitas jahat yang dikendalikan oleh setan, maka kita perlu
menjelaskan arti dari setan itu sendiri.

Dalam Perjanjian Lama Alkitab bahasa Ibrani, kata setan diterjemahkan sawtawn ]‫[ן ָטָ ׂש‬,
Dalam bahasa Inggris diterjemahkan [satan]. Setan artinya seseorang adversary
[musuh] atau one who withstands [oknum yang melawan]. Jadi jika Yakobus
menggunakan kata ‘daimonia’, di mana kata ini merujuk kepada akftifitas di bahwa
pimpinan setan, maka meski diterjemahkan dengan istilah ‘Tetapi setan-setanpun juga
percaya’, tetapi makna dari ungkapan itu adalah ‘musuh musuh atau para pelawan
Allah juga percaya’, atau ‘para roh roh jahat yang dikendalikan oleh setan juga percaya’
namun mereka tidak taat pada Allah.

Dalam bahasa Ibrani kata setan terdiri dari 3 huruf sin, tet dan nun [ .]‫ן ָטָ ׂש‬Sedangkan
dalam teks Yunani kata ini juga diterjemahkan dengan bunyi mirip yaitu satan [σατάν],
yang artinya musuh atau lawan atu penentang, atau musuh Allah dan umat-Nya. Dalam
menterjemahkan setan, Paulus memberikan uangkapan yang menarik di 2 Korintus 12:
7, yaiut sebagai utusan setan diartikan semacam duri dalam daging. Atau bisa
uangkapan yang ungkapan ‘musuh dalam selimut’, di mana tujuan dari ungkapan itu
adalah mengocoh, atau yang sinonim dengan kata mengjahar atau adu jotos, dengan
licik. Seperti yang dilakukan iblis di Matius 4:1-11, di mana iblis mencobai Yesus.

Jadi, maksud dari ‘diamonia adalah akfititas Iblis atau diabolos [διάβολος], yang menguji
seperti aktifitas pendakwaan yang salah [slanderous, accusing falsely] dengan tujuan
untuk menjatuhkan
Jadi saat di katan ‘setan-setan’ [TB] atau ‘roh roh jahat yang dikendalikan setan sang
pengocoh, juga percaya pada Allah. maka yang ditekankan adalah, adanya unsur
pengocohan dari iman itu, adanya praktek muslihat. Adanya unsur menantang dari
iman itu. Atau adanya niat yang jahat dan yang salah, seperti seorang yang
mengajukan dakwaan yang salah dengan motivasi jahat. Itulah makna dari ‘daimonia
pisteuousin’, bahwa semua aktifitas yang dikendalikan oleh setan adalah aktifitas yang
juga bersumber dari pribadi yang percaya kepada satu Allah saja, tetapi mereka semua
mengerjakan apa yang tidak disukakan Allah, mereka memang percaya dalam ide
kepada Allah, tetapi dalam kesetian, mereka tidak taat, melainkan memberontak.
Jadi, apakah gunanya meyakini Allah itu esa tanpa membiarkan kepercayaan ini
mengubah perilaku? Bukankah itu sama dengan iman yang sama dengan roh-roh jahat.
Bukankah tindakan yang demikian tidak berasal dari Allah? Bukankah iman yang
demikian iman yang tidak dapat menyelamatkan?
Harus kita akui, bahwa dizaman ini, Iblis telah menipu banyak orang yang merasa telah
menjadi percaya pada Yesus, sebab jenis kepercayaan yang seperti ini, sering sekali
dibanggakan oleh mereka yang mengaku sebagai kristen. Padalah keyakinan seperti itu
tidak ada bedannya dengan percayaan yang dibawah pimpinan setan. Mereka [roh
roh jahat] bukan hanya percaya, tetapi juga gemetar [phrisso] atau shudder, atau ngeri,
gemetar ketakutan dan mengigil.

Dalam hal gemetar dan ngeri, aktitifas roh roh jahat [daimonian] lebih hebat dari orang
yag mengaku sebagai kristen. Jika iman hanya ditunjukkan dengan percaya dalam
pikiran tanpa tindakan yang utuh untuk mempercayakan diri kepada Allah, maka hal itu
tidak berbeda dengan roh-roh jahat [daimonia], bahkan jauh lebih rendah dari iman roh
roh jahat, sebab mereka dalam aktifitas mereka melawan Allah, meski roh roh jahat
tahu mereka jatuh, mereka masih mampu gemetar. Mereka mampu mengalami betapa
dahsyatnya Allah itu. Beda dengan kristen zaman sekarang, suka membuat
Kedahsyatan Allah dalam pikiran saja, di mana di ritual ritual ibadah membuat Allah
seolah olah hadir dengan dahsyatnya di dalam pikiran-perasaan tetapi dalam tindakan,
Allah begitu direndahkan

Kamis 04 Agustus 2016


Seri #102 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:20: Keyakinan yang Fana yang Lebih Rendah dari Keyakinan
’daimonia’
Satu hal penting yang harus kita akui, adalah, keyakinan dalam pikiran [pengetahuan]
tanpa disertai dengan tindakan menyeluruh dari hidup untuk dipercayakan kepada
Tuhan Yesus, maka keyakinan yang demikian adalah keyakinan yang bodoh.

Perhatikan baik baik, di ayat 20 yakobus berkata, ‘ō anthrōpe kene’ atau orang yang
bodoh atau fana, atau bisa juga bermakna keyakinan orang yang hampa. Dari partikel
‘go’ tersebut, sebenarnya, Yakobus juga hendak menekankan bahwa satu-satunya
keyakinan yang fana terhadap iman adalah keyakinan tanpa disertai dengan perbuatan.
‘kene’ adalah kata sifat dari kata kenós artinya adalah, kosong , hampa karena tidak
berharga, atau fana karena tidak bernilai, dan atau tidak berlaba. Perhatikan teks
Yunani ayat 20 berikut:

Stephens Textus Receptus: ‘theleis de gnōnai ō anthrōpe kene oti ē pistis chōris tōn
ergōn nekra estin’
Jika kita menghubungkan istilah kehampaan atau kebodohan iman yang dijelaskan di
ayat 20 dengan tindakan gemetar akibat keyakinan ‘daimonia’, orang yang tidak
membuktikan imannya melalui perbuatan yang baik sebenarnya diejek dengan sangat
keras. Sebab di katakan ‘daimonia’ saja gemetar, Kalau ‘daimonia’ bisa sampai
gemetar mengalami kedahsyatan, maka sebaliknya, kita sudah terbiasa melihat
kebodohan yang terbodoh dari iman yang hanya di pikiran yang sering dipertontokan di
gereja gereja zaman sekarang ini. kita sudah terlalu sering dipertontonkan dengan
tindakan yang lebih cocok disebut sebagai keanehan, karena tidak sedikit orang yang
mengaku percaya dan mereka suka dan sering kali kita lihat mengalami gemetaran,
seperti; tangan yang gemetar, atau bibir yang gemetar, tetapi tentu dengan versi
gemetar yang berbeda dan fana. Karena gemetar yang demikian hanyalah gemetar
yang diciptakan pikiran yang jauh lebih rendah dari gemetar dialami oleh ‘daimonion’ ,
bahkan sangat bertentangan dengan gemetar yang benar yang menyadari tindakan
mengasihi dan menghormati Allah, dalalm seluruh aspek kehidupan.

Kegemetaran yang demikianlah kegemetaran yang benar benar gentar, yang seperti
itulah kegemetaran yang dapat membangkitkan sikap hormat kepada Tuhan
sepantasnya dan kerelaan mematuhi kehendak Tuhan tanpa batas. Dan Hal ini tidak
bisa terjadi atau berlangsung secara otomatis. Hal ini harus menjadi pilihan dan selalu
diperjuangkan, sehingga kehidupan yang mematuhi dan menghormati Tuhan menjadi
irama hidup permanen sampai kekekalan.

Untuk menciptakan iman yang benar yang menghasilkan kegemetaran yang kudus
melalui tindakan hidup sehari hari, maka harus lahir sikap kesadaran yang kudus.
Untuk mengenal Tuhan secara pribadi, serta takut akan Dia. Karena itulah yakobus
mengatakan ‘theleis de gnōnai’

Kata kerja gnōnai dari kata ‘ginosko’ berarti benar benar tahu karena mengalami
secara pribadi, atau tahu karena sudah pengalaman. Seperti sepasang suami istri yang
mengenali anggota tubuh pasangannya dengan secara sempurna. Jadi bukan ide,
akibat pengetahuan umum, tetapi akibat pengenalan yang erat. Bukan dipikiran, tetapi
seperti seorang spesialis yang ahli mengerjakan pekerjaannya dengan sempurna.

Sedangkan kata kerja ‘theleais’ dari kata ‘thelo’ adalah keinginan yang terbaik [optimal]
yang lahir dari sikap yang sudah siap sedia untuk bertindak. Jadi ‘theleasi’ adalah
keinginan yang umumnya digunakan Tuhan untuk melahirkan iman yang benar. Jadi
saat di katakan ‘theleis de gnōnai’, maka yakobus hendak mengajarkan, iman yang
benar lahir dari tindakan yang benar, melalui dua hal
Pertama. Dengan mengerjakan sebuah keinginan yang terbaik [optimal] di mana
keinginan itu saudara lahirkan dari sikap yang sudah siap sedia untuk bertindak. Tanpa
ada keinginan yang terbaik tidak akan ada iman sejati. Memang iman lahir karena kasih
karunia, tetapi kasih karunia tidak melahirkan keinginan yang bukan yang terbaik.
Karena itu periksalah keinginanmu, adakah lahir keinginan yang terbaik untuk hidup
dalma iman? Jika tidak ada yang tidak beres dengan imanmu, dan untuk itu saudara
harus berubah
Kedua. Bertindaklah untuk mengenali iman secara erat dengan cara yang benar,
bukan dengan pengetahuan saja, tetapi melalui tindakan nyata untuk bertindak
mempercayakan hidup seperti yang diperitahkanNya. Tanpa penyerahan hidup secara
total, untuk takut akan Tuhan secara total, kesadaran total untuk mengenal iman yang
benar secara total tidak akan pernah lahir di dalam kita.

Jumat 05 Agustus 2016


Seri #103 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:20 Bag 2: Iman yang SIA SIA

Dari ayat 20 ini dapat kita simpulkan bahwa betapa sia-sianya orang yang meyakini
iman yang tidak sejati:
AYT: Hai orang bodoh! Maukah kamu menyadari bahwa iman tanpa perbuatan adalah
sia-sia? [20]
Kenapa sia-sia?
Pertama, karena keyakinan itu tidak dapat membenarkannya untuk orang tersebut
diselamatkan
Istilah kiasan sia-sia di ayat 20 ini sebenarnya secara harfiah adalah ‘mati’. Tetapi
karena kata ‘arge’ atau mati ini juga bisa dikiaskan dengan istilah ‘kosong’, dan ‘tidak
berguna’. Maka penggunaan istilah sia-sia itu di ayat ini hendak menjelaskan dampak
buruk dari iman yang salah tersebut.
Di Matius 7:22, kita bisa menemukan, bahwa orang yang memiliki keyakinan [tetapi
bukan iman sejati], tetap masih bisa mengadakan banyak mukjizat dan dengan tegas
di katakan, pada akhirnya mereka ditolak Tuhan. Ini tentu sia-sia.
7:21, Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke
dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan [poieo] kehendak Bapa-Ku yang
di sorga.
Dari kata ‘poine’ tersebut dapat kita pahami bahwa, iman yang benar itu harus selaras
secara menyeluruh dengan tindakan untuk melakukan kehendak bapa secara
keseluruhan, baru iman itu disebut iman yang benar

Jika kita perhatikan ayat 22, keyakinan yang tidak sejati juga bisa mengusir ‘daimonion’.
Ayat ini dengan jelas, mengatkan keyakinan itu dilandaskan di dalam nama Tuhan
Yesus

7:22Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan,
bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan daimonion ] demi nama-
Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga?
Tetapi dari ayat 23, jelas bahwa orang yang memiliki keyakinan itu tidak pernah dikenal
oleh Allah. mereka dieyahkan, karena mereka disebut pembuat kejatahan.

7:23 Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku
tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat
kejahatan!" [anomia]
Perhatikan baik-baik kata ‘anomai’ atau melakukan kejahatan. Hal ini selaras dengan
ayat 19, karena ‘daimonion, juga percaya kepada Allah, tetapi mereka para roh roha
jahat tidak pernah berhenti melakukan segala kejatahan
Karena itu ketika di katakan “pistis chōris tōn ergōn nekra estin” atau ‘iman tanpa
perbuatan adalah mati atau sia-sia’. Maka hal itu menjelaskan iman yang mati yang
tidak mengerjakan keselamatan.
Kedua, jika iman itu tidak selaras dengan keseluruhan perbuatan yan baik, atau
mengaku beriman tetapi bertindak tidak baik atau tidak benar, maka iman nya itu
adalah iman yang sia-sia atau mati. Hal itu terlihat dari dua kata Yunani.
Istilah mata atau ‘argē’ dari kata ‘Argos’yang bersumber dari dua kata, kata
pertama, ‘alpha’ atau ‘tidak’ dan kata yang kedua adalah ‘ergon’ , tidak aktif siaga atau
tidak aktif bekerja. Jadi Secara kiasan, kata ini juga bisa diartikan iman yang
menganggur atau iman yang malas, atau iman yang ceroboh, atau iman yang tidak
menguntungkan, atau iman merugikan, karena itulah disebut sia sia atau mati.
Sedangkan ‘ergon’ dari kata ergo adalah kata kerja plural, bukan singular, jadi Yakobus
hendak menjelaskan semua yang baik yang harus dikerjakan. Jadi, yang dikerjakan
bukan satu dua hal saja tetapi keseluruhan yang baik yang diperintahkan Allah di dalam
hukum kasih.

Sabtu 06 Agustus 2016


Seri #104 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:21: Iman berarti Mengerjakan semua yang baik yang diperintahkan
Allah

Kita telah mengatakan bahwa, iman sejati terlihat dari semua perbuatan perbuatan
yang baik yang dilakukannya secara konsisten. Sekarang di ayat 21 ini Yakobus
merujuk kepada Abraham yang disebut Allah sebagai bapa orang percaya, karena
‘perbuatan-perbuatannya. [ergōn]
Perhatikan bahasa Yunani berikut:
2:21 Stephens Textus Receptus
abraam o patēr ēmōn ouk ex ergōn edikaiōthē anenenkas isaak ton uion autou epi to
thusiastērion

Pertama, ouk ex ergōn edikaiōthē atau ‘tidakkkah dia dibenrkan karena perbuatan-
perbuatannya, menekankan bukan hanya satu perbuatan tetapi semua perbuatan.
Kata ‘ergon’ adalah kata kepemilikan plural. Artinya Abraham tidak hanya memiliki satu
atau dua hal saja yang baik, tetapi semua yang baik dimilikinya itu sebabnya digunakan
kata benda plural untuk menjelaskan semua tanpa terkecuali. Berbeda dengan
kejahatan. Jika kebaikan, harus mengerjakan semua secara keseluruhan kebaikan
sebagai bukti orang percaya sebagai syarat disebut orang benar, sebaliknya, orang
jahat, tidak butuh melakukan semua kejahatan untuk disebut sebagai ‘anomia’ atau
pembuat kejatahan. Cukup dengan melakukan satu saja kejahatan, di mata Tuhan,
maka kita sudah cukup dianggap bersalah kepada semua hukum Allah, dan kita
kedapatan sebagai orang jahat.
Orang mungkin sudah mengerjakan yang satu yang baik, seperti yang dilakukan di
matius 7:21. Karena mengusir ‘daimonion’ adalah salah satu pekerjaan yang baik.
Tetapi mereka tetap masih disebut melakukan pembuat kejahatan.

Artinya, mereka ternyata tidak melakukan semua yang baik yang lahir dari prinsip kasih
yang seharusnya mereka lakukan. Karena itu di katakan Enyahlah dari pada-Ku, kamu
sekalian pembuat kejahatan!" [anomia].
Artinya melakukan satu dua yang benar dan mengerjakan juga yang tidak benar berarti
saudara masih saja tetap melakukan yang jahat, dan sikap yang demikian itu tidak bisa
identik dengan kasih yang mengerjakan semua kehendak Allah tanpa terkecuali.
Setan adalah pemimpin kejahatan dengan licik. Dia mempersiapkan strategi untuk bisa
mengalakan orang orang yang sudah dipanggil oleh Yesus. Setan tidak takut, hanya
karena kita diberikan kuasa untuk mengusir roh-roh jahat, atau bisa melakukan hal hal
tertentu karena factor karunia karunia, karena jika hanya memiliki kuasa untuk mengusir
roh roh jahat, setan tahu hal itu tetapi tidak akan bisa mencukupi untuk menjadikan kita
hidup dalam iman yang benar.
Karena itu targetnya adalah, kita ditipunya untuk masih meyakini diri sendiri sebagai
orang beriman meski masih tetap melakukan rupa rupa yang jahat. Sebab jika kita
bertindak demikian, maka kita tidak akan bisa menghalau pikiran yang jahat atau yang
salah yang bertengger dalam diri kita sebgai orang jahat[Mat. 16:21-23].
kita bisa saja mengusir roh-roh jahat yang berasal dari setan atau iblis yang mengatur
semua hal yang jahat [dimonio; δαιμόνιο], tetapi jika kita tidak bisa menghalau pikiran-
kiran dan keinginan setan di dalam diri kita, berarti kita tidak mungkin benar benar
memiliki iman yang sejati, dan kita pasti tidak dikenal oleh Tuhan [Mat. 7:21-23].
Iblis sangat senang jika kita menjadi manusia yang bebal, atau manusia yang
[berkepala] kosong". Tetapi bukan demikian dengan Allah. jika istilah "kosong"
menunjukkan kurangnya pengertian. yang berarti "tidak berakal" atau "bodoh", yang
sengaja di tekankan Yakobus di ayat 20 untuk menekankan ke bodohan yang sangat
[BIS] dan keimanan yang tidak berakal, sebaliknya, manusia yang berhikmat, adalah
manusia yang Takut akan Tuhan, yang giat mengerjakan kebaikan demi kebaikan,
karena dia tahu imannya berhasil justru dari semua kebaikan yang dilakukan

Minggu 07 Agustus 2016


Seri #105 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:21 : Apakah Allah Menguji Abaham? Apa Ishak Dipersembahkan?

Di dalam TB di katakan : Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan karena perbuatan-


perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah?
Pertanyaannya adalah: Apakah Ishak mempersembahkan anaknya? Dalam arti benar
benarkah Ishak mati? Tidak. Kalau begitu apakah yang dimaksud dengan
mempersembahkan yang berhubungan dengan iman itu? Jika Ishak tidak
dipersembahkan, kalau begitu apakah perbuatan perbuatan yang dimaksudkan? dan
bagaimana kita menghubungkan pengalaman Abraham ini kepada iman? Untuk
memahami prosenya denga benar, ada beberapa hal yang harus kita perhatikan.
Pertama. Ada orang mengira, bawa supaya iman kita lolos ujian, maka Allah akan
menguji atau mencobai kita. Hal ini tidak benar. Allah tidak pernah menguji atau
mencobai
TB: Apabila seorang dicobai [‘peirazo’], janganlah ia berkata: "Pencobaan [‘peirazo’] ini
datang dari Allah!" Sebab Allah tidak dapat dicobai [apeirastos]oleh yang jahat, dan Ia
sendiri tidak mencobai [‘peirazo’] siapapun. [Yakobus 1:13]
Yang penting yang harus ditekankan adalah cobaan ataupun ujian dalam bahasa
Indonesia diterjemahkan dari kata yang sama ‘peirasmos’. Dan itu tidak datang dari
Allah.
Ada orang yang berpendapat, bahwa Allahlah yang menguji Abraham. Untuk hal ini
perlu ditekankan sekali lagi bahwa Allah tidak pernah menguji siapapun. Yang kedua,
ujian lahir bukan dari sesuatu yang baik sedangkan Allah selalu mengerjakan yang
baik. Ujian datang dari segala hal yang jahat. Sekarang mari kita kembali sejenak ke
kejadian pasal 22:1-19, supaya kita bisa memahami proses terjadinya iman dengan
baik dan benar.
Kedua, kejadian adalah kitab narasi, dan salah satu prinsip memahami kitab kejadian
adalah “hati-hati” dengan narasi yang mengajar implisit/menyiratkan atau tersembunyi
dan kurang jelas.

Dan karena konteks pasal 22:1-19 mengajar secara implisit, maka maknanya adalah
monosemi [makna ganda]. Sehingga kita juga tidak boleh juga mengajarkan secara
eksplisit bahwa Allah mencobai Abraham, hanya karena berdasarkan kata Ibrani:nissāh
Yun:epeirazen tersebut, tanapa melihat konteks utuhnya. karana cerita ini tidaklah
eksplisit maknanya, maka kita harus hati hati mempelajari konteksnya

[ TB: Setelah semuanya itu Allah mencoba [Ibrani:nissāh Yun:epeirazen] Abraham. Ia


berfirman kepadanya: "Abraham," lalu sahutnya: "Ya, Tuhan."]

Ketiga, istilah “mencoba” di ayat 1, juga menggunakan kata dasar yang sama dengan
maz 26:2.

Coba [Ibrani:nissāh Yun:epeirazen dari kata dasar nassah artinya Allah ingin meolong
atau mencoba menolong Abraham membuktikan imannya, jadi konteks sebenarnya
menjelaskan bahwa makna eksplisitnya adalah Allah ingin mencoba meolong Abraham
membuktikan imannya kepada Allah, ini kebalikan dari Daud. Kalau daud ingin Allah
mengadili dan membuktikan dia benar, maka makna dari ayat 1 ini Allah ingin Musa
membuktikan dirinya seorang beriman,

Keempat, Ibrani:nissāh Yun:epeirazen adalah kata kerja implisit, seperti perintah


terselubung, di sini harus hati hati, sebab kalau kita dengan tegas memeriksa
konteksnya, dan eksplisit mengajarkan bahwa perintahnya adalah ayat 2, maka kita
terjebak, perintahnya bukan ayat 2 tetapi ayat 11 [10,12 Sesudah itu Abraham
mengulurkan tangannya, lalu mengambil pisau untuk menyembelih anaknya- 12 Lalu Ia
berfirman: ["Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan] dia, sebab telah
Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan
untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku."] dan ayat 11 ini, juga perintah
yang betujuan antitype. Jadi ayat 2 ini bukanlah perintah Allah [eksplisit], tetapi tipe dari
perintah Allah [implisit], maksudnya Allah hendak memberikan gambaran dari Kematian
kristus di masa depan, itulah antitipenya, dan itulah sebenarnya perintahnya,

Apakah “Ibrani:nissāh Yun:epeirazen” ini eksplisit? Tidak, buktinya? Kalau Abraham


“diperintahkan” untuk membunuh Ishak, Kalau ayat ini kita gunakan dengan eksplisit,
maka tentu saja Ishak wajib dibunuh, karena itu perintah dari Allah, tetapi karena ini
perintah implisit, istilah saya perintah terselubung, maka tentu saja Allah tidak ingin
Abraham membunuh anaknya, karena perintah itu, tidak sesuai dengan natur Allah.
Tetapi ayat 2 ini memiliki tujuan pembuktian iman, dan inilah inti dari pasal ini, karena
pasal ini hendak menjelaskan keteladanan iman Abraham bagi orang percaya.

Bersamabung minggu depan


di kejadian 22: 1, kata kerja “Ibrani:nissāh Yun:epeirazen” “seolah olah memerintahkan
untuk membunuh, tetapi di ayat 10 ketika Abraham hendak mau membunuh, Abraham
dilarang membunuh. Kalau kata kerja “Ibrani:nissāh Yun:epeirazen” di ayat 1 hendak
memerintahkan untk membunuh, seharusnya Allah tidak melarang Abraham
membunuh , tetapi faktanya Allah melarat Abraham untuk membunuh.

Lalu Ia berfirman: "Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab
telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-
segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku."

Kata kerja Ibrani:nissāh Yun:epeirazen di ayat 1 hanya berfungsi sebagai syarat


pembuktian iman. ‘Ibrani:nissāh Yun:epeirazen’ bukanlah bermakna denotasi [perintah
membunuh] seperti di ayat 2, karena ayat dua ini hanyalah ayat bayangan, atau ayat
tipe, atau sebuah kiasan yang menjelaskan iman. Justru makna dari perintah itu ada di
ayat 11

“membunuh anak”, di konteks ini harus dilihat sebagai antitipe Kristus, sebagai dasar
Allah untuk menjelaskan konsep iman. Buktinya adalah ayat 18

Oleh keturunanmulah [Yesus keturunan Abraham] semua bangsa di bumi akan


mendapat berkat, karena engkau mendengarkan firman-Ku

Paulus secara gamblang menjelaskan istilah keturunanmu di ayat 18 merujuk kepada


Kristus. Artinya apa yang saya paparkan di atas sebagai narasi implisit, monosemi, dan
bermakna “bayangan” konsisten dari awal. Dan kalau kita menggunakan ayat bayangan
untuk membuat sebuah ajaran, maka hal itu adalah kesalahan fatal, satu prinsip belajar
alkitab yang tidak boleh diabaikan adalah “prinsip deskripsi dan prinsip mengajar” ayat
yang terang terang digunakan untuk mengajar, itulah yang kita gunakan untuk menjadi
dasar dari ajaran kita, dalam hal itu adalah yakobus 1:13

[ TB: Apabila seorang dicobai [‘peirazo’], janganlah ia berkata: "Pencobaan [‘peirazo’] ini
datang dari Allah!" Sebab Allah tidak dapat dicobai [apeirastos]oleh yang jahat, dan Ia
sendiri tidak mencobai [‘peirazo’] siapapun. [Yakobus 1:13]

karena di yakobus 1:13 secara jelas mengajar bahwa kita tidak boleh mengatakan
pencobaan atau ujian [‘peirazo’]datang dari Allah. Tetapi kalau ayat itu hanya
menggambarkan, maka hal itu tidak boleh dijadikan sebagai dasar dari ajaran, dalam
hal, kejadian 22:1, tidak boleh menjadi acuan untuk MENGAJAR bahwa Allah itu
menguji apalagi mencobai, meski kita tambahkan embel embel dengan tujuan baik.
Sebab mencobai dan menguji tidak pernah bertujuan baik, selalu bertujuan sebaliknya.

konteks menjelaskan Abraham tidak sedang diuji Allah, tetapi Allah ingin Abraham
membuktikan bahwa dia adalah orang beriman. Konteks yakobus ,“peirasmos” adalah
datang dari iblis, dan tidak dapat dibantah. Bahwa kalau Allah mengijinkan “peirasmos”
itu soal lain, tetapi “peirasmos” tidak datang dari Allah dan tidak dirancangkan Allah.
Baik itu ujian maupun pencobaan.

Senin 08 Agustus 2016


Seri #106 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:21 Belajar Makna: Perbuatan Abraham yang


Mempersembahkan Ishak.

Di Yakobus 2:21 di katakan, Abraham “dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya,


ketika ia mempersembahkan Ishak ” [TB]. Apa yang kita pahami mengenai bapa orang
percaya yang dibenarkan karena imannya yang ditunjukkan melalui perbuatannya,
berhubungan dengan kejadian 22, karena pembenaran Allah ini pertama kali dicatat di
kejadian 22: 2:
Firman-Nya: "Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak,
pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah ['alah] dia di sana sebagai korban
bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan ['amar] kepadamu." [TB]
Iman bukanlah iman jika iman itu tidak melalui proses pencobaan. Iman menjadi iman
setelah iman itu dicobai terlebih dahulu. Yakobus 1: 3 jelas mengatakan pencobaan
bukan datang dari Allah, dan Allah tidak pernah mencobai. Ini, sangat menarik, karena
Allah tidak mencobai, tetapi mengijinkan cobaan itu memproses iman menjadi iman
sejati:
TB: Apabila seorang dicobai [‘peirazo’], janganlah ia berkata: "Pencobaan [‘peirazo’] ini
datang dari Allah!" Sebab Allah tidak dapat dicobai [apeirastos] oleh yang jahat, dan Ia
sendiri tidak mencobai [‘peirazo’] siapapun. [Yakobus 1:13]
Yang sering disalahpahami adalah, kadang diopinikan, bahwa ujian itu datang dari
Allah, sedangkan cobaan itu datang dari iblis. Memang kalau kita melihat kejadian 22:1,
maka sekilas, sepertinya Allah memang mencobai seseorang: TB: Setelah semuanya
itu Allah mencoba “nissāh” [ ‫נִ ָּ֖סה‬/mencoba] Abraham. Ia berfirman kepadanya:
"Abraham," lalu sahutnya: "Ya, Tuhan." [Kejadian 22:1]
Karena baik ujian dan cobaan berasal dari kata yang sama, maka kita perlu memahami
dengan tepat, apa sebenarnya makna dari kejadian 22 ini, khusunya ayat 11 yang
mengatakan ‘Allah mencoba’.

kata kerja bahasa Ibrani “nissāh” [ ‫נִ ָ ָּ֖סה‬mencoba] di ayat 1, memang seolah olah
memerintahkan untuk membunuh, karena di katakan ‘persembahkanlah’ tetapi di ayat
10 ketika Abraham memaknai mempersembahkan dengan cara membunuh, Abraham
dilarang membunuh.

Kalau kata kerja “nissāh” [ ‫ ]נִ ָ ָּ֖סה‬di ayat 1 hendak memerintahkan untuk membunuh,
seharusnya Allah tidak melarang Abraham membunuh , tetapi faktanya Allah melarang
Abraham untuk membunuh. Jadi makna mempersembahkan di ayat 2 ini berbeda
dengan membunuh: Lalu Ia berfirman: "Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-
apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan
engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku."

Satu opini yang sering dijadikan dasar iman [sesat], adalah bahwa istilah ‘mencoba’
[nissāh] di kejadian 22:1 sering dianggap sama dengan mencobai. Ini salah. Dalam
Teks alkitab tertua bahasa Yunani septuaginta [LXX] istilah ‘mencoba’ ini adalah
‘ἐπείραζεν’ [Ibrani:nissāh Yun:epeirazen] yang berasal dari kata dasar “peirazo”, tetapi
bentuk kata ini bukan bermakna cobaan, atau ujian, tetapi “berusaha” atau “mencoba
terus”, atau “mencoba berusaha terus”. Di perjanjian baru, kata ‘epeirazen’ [bentuk
tunggal] hanya digunakan satu kali, yaitu di kisah para rasul 9:26. TB: Setibanya di
Yerusalem Saulus mencoba [epeirazen] menggabungkan diri kepada murid-murid,
tetapi semuanya takut kepadanya, karena mereka tidak dapat percaya, bahwa ia juga
seorang murid

Dari ayat di atas, jelas sekali bahwa makna dari “epeirazen” bukan mencobai, tetapi
berusaha mencoba [niat yang baik]. Dan kata ini dalam bentuk plural juga hanya
digunakan satu kali, yaitu di Kisah Para Rasul 16:7. “Dan setibanya di Misia mereka
mencoba [epeirazon] masuk ke daerah Bitinia, tetapi Roh Yesus tidak mengizinkan
mereka”.

Jadi kata “epeirazen” tidak bermakna mencobai [negatif], tetapi mencoba, atau
berusaha mencoba untuk membantu [positif]. Dari apa yang kita pelajari hari ini, jelas
sekali, bahwa Allah tidak pernah mencobai, dan bahwa kejadian 22:1, bukan mencobai,
tetapi mencoba berusaha menolong, Allah menolong Abraham, bagaimana caranya
supaya imannya dibenarkan. Dan bukan mencobai, memang pada saat Allah ingin
menolong, atau mencoba menolong, maka sijahat, akan berusaha mencobai, karena
itu jangan pernah mengatakan ujian-pencobaan datang dari Allah, dan saat datang
pencobaan itu, buktikanlah saudara orang beriman.

Selasa 09 Agustus 2016


Seri #107 Belajar Kitab Yakobus
Yakobus 2:21 Belajar Makna: Abraham DIBENARKAN MELALUI TINDAKAN
IMAN.

Kata kerja nis·sāh di ayat 1 bukan bertujuan untuk mencobai, tetapi berfungsi
sebagai syarat pembuktian iman. ‘nis·sāh’ bukanlah bermakna perintah membunuh,
tetapi perintah mempersembahkan. Di mana makna mempersembahkan ini sebagai
bayangan, atau tipe, atau sebuah kiasan yang menjelaskan iman di dalam Yesus
sebagai persembahan kurban sejati.

Saat, Allah mencoba menolong, disitu iblis pasti diijinkan untuk mecobai, dan ini berlaku
di dalam setiap situasi. Begitu juga dengan Abraham, saat Allah ingin menolong, atau
mecoba berusaha mengarahkan iman Abraham, di sisi lain iblis datang mencobai,
dalam pencobaan itu, Abraham hendak “membunuh anak”, Allah langsung
melarangnya:

Lalu Ia berfirman: "Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab
telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-
segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku." [12]

Dari konteks, kita melihat, bagaimana Allah memanfaatkan pencobaan untuk


menyatakan iman sejati. Cara yang sama juga digunakan Allah, untuk mengaruniakan
iman di dalam Yesus, karena Yesus sebagai persembahan sejati, dikorbankan, akibat
pencobaan, tetapi melalui pencobaan, Yesus menang, dan iman harus menjadi iman di
dalam Yesus baru seseorang diselamatkan. Artinya, dari kejadian 22, kita bisa melihat
sebagai tipe, dimana antytipenya adalah Kristus. Tipenya ada beberapa hal.

Pertama. Ishak dan domba. Ishak, hendak dipersembahkan melambangkan kristus


yang adalah antitypenya atau kegenapannya. Waktu Allah melihat perbuatan iman
Abraham, Allah langsung memberikan domba sebagai tipe sesungguhnya, domba itu
dipersembahkan, sebagai tipe dari persembahan sejati. Sedangkan Kristus menjadi
antitypenya, atau kegenapannya dari kurban yang sebenarnya.

Kedua. Abraham, bapa dari [teladan] dari semua orang percaya di dalam Yesus.
Abraham di benarkan, karena dalam tipe keselamatannya, imannya dibuktikannya
melalui petunjuk dan pertolongan Allah sehingga dia bisa taat kepada Allah. Saat dia
hendak menyembelih anaknya, Allah melarangnya, dan kemudian menunjukkan
domba, sebagai korban yang akan dipersembahkannya. Melaui teladan iman Abraham,
semua orang percaya. Sebagai bukti kita orang percaya, maka kita harus menunjukkan
ketaatan kepada Allah. Memang dalam proses ketaatan itu, pencobaan akan selalu
datang, sebagai sarana untuk menguji iman kita. Tetapi jika kita pilihan Allah, Allah
akan menolong kita, dan menunjukkan caraNya, sehingga kita bisa menhidupi Kristus
yang adalah persembahan yang sejati.

Ketiga. Pencobaan. Saat Abraham ingin menunjukkan imannya kepada Allah,


pencobaan datang, karena dia hampir membunuh anaknya. Semua kita orang percaya,
juga menghadapi hal yang sama, saat kita hendak menunjukan iman, cobaan pasti
datang, kita pasti gagal kalau Allah tidak menolong kita. Saat Allah mencoba menolong
atau membantu kita, di saat yang sama cobaan datang untuk menggagalkan iman kita.
Tetapi semua orang yang dipilih Allah, diberikan kuasa [exousia] untuk bisa
menunjukkan perbuatan yang baik, sebagia bukti anak anak Allah. Sebagai bukti bahwa
kita telah mati di dalam kematian Krsitus, sehingga kita mati terhadap dosa.

Jadi ketika Yakobus berkata: Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan karena
perbuatan-perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas
mezbah? [TB], hal itu menjelaskan, bahwa orang percaya, seharunya di tolong Allah
saat hendak hidup menurut kehendak Allah. Tetapi sebelum kita meyakini, Allah
menolong kita untuk hidup seturut perintahnya, kita tidak boleh lupa bahwa sebelumnya
juga, kita telah diberikan kuasa [exousia] untuk bisa berusaha semaximal mungkin
untuk taat, sama seperti Abraham, dia berusaha untuk taat, meski sijahat melalui
keinginan daging di dalam dirinya hendak menggagalkan imannya. Begitu juga dengan
kita, malahan kita telah dibuat menjadi ciptaan baru, sehingga kita, bisa benar benar
menggenapi iman yang benar, yang tinggal di dalam Yesus. Tinggal di dalam Yesus,
mencakup dua hal; kematianNya dan kebangkitannya. Dalam kematianNya, kita juga
mati terhadap dosa. Dalam kebangkitanNya, kita juga bangkit untuk hidup seturut
kehendak Allah.

Rabu 10 Agustus 2016


Seri #108 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:22 Cara KERJA iman

Banyak orang tidak sadar, telah terjebak kedalam opini yang salah, sehingga tidak
sadar bahwa iman yang diyakininya bukanlah iman yang sempurna. Jika sudah begini,
maka dipastikan tidak ada lagi peluang untuk orang tersebut mengerakkan imannya
kepada kesempurnaan iman. Dengan kata lain imannya adalah iman yang fana.

Ayat 22 ini menjelaskan bagaimana iman itu harus diperhatikan dengan hati hati [jeli]
sehingga bisa digerakkan oleh perbruatan-perbuatan yang baik.
ΙΑΚΩΒΟΥ 2:22 Stephens Textus Receptus [1550]: blepeis oti ē pistis sunērgei tois
ergois autou kai ek tōn ergōn ē pistis eteleiōthē

AYT: Lihatlah bahwa iman bekerja sama dengan perbuatan-perbuatannya, dan oleh
perbuatan-perbuatan, iman disempurnakan.

Dari ayat 22 ini ada beberpa poin yang perlu kita perhatikan dengan seksama:

Pertama, Orang percaya harus melihat iman dengan hati hati.

Di Alkitab TB, di katakan ‘Kamu lihat’ [blepeis]. Kata lihat diterjemahkan dari kata
’Blepeis’, adalah kata kerja present indikatif dari kata ‘blépō’ artinya jeli untuk melihat.
Penekanan untuk jeli melihat, akibat adanya sudut pandang yang tidak tepat yang
berpotensi merusak iman. penggunaan kata ‘blépō’ tujuannya untuk menyarankan;
"untuk melihat dengan teliti, dan akibat dari kehati-hatian itu, iman menjadi dapat
menghasilkan. Jadi, harus hati hati untuk tidak terjebak terhadap persepsi; bahwa iman,
seperti misalnya; percaya kepada Yesus sebagai juru selamat meski tidak
menghidupinya merasa diri orang percaya, atau percaya orang yang dipilih Allah, pasti
akan selamat, meski melakukan perbuatan-perbuatan yang jahat. Harus hati hati dan
waspada mengambil tindakan yang diperlukan. Karena iman yang demikian adalah
iman yang mati yang tidak menghasilkan keselamatan.

Yakobus menekankan kejelian dan kehati-hatian, tujuannya untuk menekankan


bagaimana iman itu menjadi hidup melalui perbuatan-perbuatan yang sesuai kehendak
Allah.

Kedua. Menyadari, bahwa iman wajib bekerjasama [sunērgei] dengan


perbuatan-perbuatan.
iman yang benar adalah iman yang menyatu dengan perbuatan yang baik. Kata
bekerjasama diterjemahkan dari kata ‘sunergei’ yang bisa diartikan dengan menyatu.
Seperti dua unsur yang disatukan untuk bisa mencapai target yang ditentukan. Imanpun
demikian, iman baru satu dimensi yang harus disatukan dengan dimensi perbuatan,
untuk bisa mencapai target. target iman itu baru bisa berhasil, jika iman itu menyatu
dengan perbuatan-perbuatan yang baik. Tanpa itu iman tidak akan mencapi targetnya
Ketiga. Iman Hanya digerakkan oleh perbuatan yang baik sehingga menjadi
sempurna [eteleiōthē]
kata preposisi oleh [ek] hendak menekankan bahwa iman itu hanya dapat dinilai dari
perbuatan-perbuatan yang baik saja. Iman tidak berguna jika dia digerakkan ‘oleh’ [ek]
keyakinan di pikiran. Misalnya seseorang berkata, saya percaya, saya akan sehat. Jika
iman yang demikian hanya digerakkan pikiran, tanpa ada tindakan untuk hidup sehat;
seperti pola makan yang baik, pola tidur yang baik, dan pola hidup yang baik, maka apa
yang diyakininya tidak berguna sama sekali. Atau anda mungkin sering berkata, ‘saya
percaya keluarga saya akan bahagia’. Kalau saudara hanya melakukan keyakinan di
pikiran tanpa ada usaha yang utuh untuk membuat keluarga bahagia maka hal itu tidak
berguna sama sekali. Demikian juga dengan kata proposisi ‘oleh’ [ek] , iman hanya
boleh dinilai dari pebuatan, dan tidak boleh selain oleh perbuatan perbuatan yang baik
yaitu hukum Kristus.
Setelah iman digerakkan oleh [ek] perbuatan, maka iman itu baru menjadi iman yang
sempurna [eteleiothe]. ‘Eteleiothe’ adalah kata kerja present aktif indikatif, sama dengan
kata kerja ‘blepeis’; saat seseorang melihat iman dengan seksama, maka dia tahu iman
harus digerakkan oleh perbuatan-perbuatan yang baik, maka saat itulah iman itu baru
diproses menjadi iman yang sempurna [eteleiothe].
Kata kerja ‘eteleiohte’ berasal dari kata ‘teleióō’ artinya adalah ‘untuk mewujudkan’
atau, ‘mencapai stadium akhir’, kata ini hendak menekankan bahwa iman itu harus
bekerja melalui seluruh proses [tahap demi tahap] untuk bisa mencapai akhir dari
semua fase iman sejati. Dengan demikian, iman itu menjadi sempurna.

Kamis 11 Agustus 2016


Seri #109 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:23 IMAN yang Sempurna Akibat Bertindak Taat

Jangan disesatkan, iman itu terdiri dari dua hal. Iman yang benar dan iman yang tidak
benar. Iman yang tidak benar, sejenis dengan iman ‘daimonia’, karena meski percaya
kepada Allah, tetapi dalam hal tindakan masih memberontak kepada Allah. jika kita
mengaku percaya kepada Allah, tetapi dalam perbuatan kita masih memberontak, tidak
setia kepada hukum kasih, maka kita masih tergolong dengan iman diamonia’ karena
iman kita masih dikendalikan oleh kuasa jahat. Sama seperti iman daimonia, mereka
semua percaya kepada Allah, tetapi dalam tindakan, iman yang demikian dan juga
‘diamonia’ bertindak memberontak kepada Alllah.
Iman baru menjadi iman yang sempurna, jika iman itu digerakkan oleh perbuatan-
perbuatan yang baik. Kalau sudah digerakkan perbuatan perbuatan baik, baru iman itu,
fase demi fase mencapai wujudnya. Saat iman itu aktif digerakkan oleh perbuatan
perbuatan yang baik, maka iman itu di jalur yang benar untuk mencapai stadium akhir,
baru iman itu disebut dengan iman yang sempurna.
Di fase terakhir di ayat 22 di katakan ‘dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi
sempurna’. Sekarang di ayat 3, Yakobus melanjutkan preposisi ‘dan’ [kai] di ayat 23
yang menjelaskan beberapa poin penting.
ΙΑΚΩΒΟΥ 2:23 Stephens Textus Receptus: kai eplērōthē ē graphē ē legousa
episteusen de abraam tō theō kai elogisthē autō eis dikaiosunēn kai philos theou
eklēthē

Pertama, setelah Abraham mencapai iman yang sempurna melalui ketaatannya


[perbuatan baik] kepada Allah, maka dia menggenapi [eplērōthē] nats [graphē]
sehinga tertulis di Alkitab.

Yakobus pertama-tama menggunakan preposisi ‘dan’ [kai] untuk menjelaskan akibat


dari iman Abraham yang menjadi sempurna melalui ketaatannya kepada Allah. jadi
Abraham bisa menggenapi nats di Alkitab, akibat perbuatannya yang taat kepada Allah.
tanpa perbuatan yang taat, nats itu tidak akan digenapi.

Yakobus menggunakan kata kerja ‘eplerothe’ aorist indikatif pasif. Bentuk kata kerja ini
adalah suatau tindakan atau perbuatan yang sudah selesai di masa lampau di mana
Abraham dikenai tindakan. Subjeknya adalah Abraham, sedangkan tindakanya yang
dikenakan kepada Abraham adalah dia harus berbuat taat dahulu kepada Allah.
Setelah dia taat, maka perbuatannya itulah yang menggenapi firman Allah. ‘eplerothe’
berasal dari kata plēróō yang secaya harafiah bisa diartikan "penuh" jadi kata ini bisa
diartikan, memenuhi, melengkapi, atau mengisi dengan penuh. Dari arti kata ‘pleroo’ ini
terlihat jelas, bahwa yang dimaksud dengan ‘kai eplerothe’ adalah; akibat perbuatan
Abraham yang taat kepada Allah, imannya mencapai fase kesempurnaan. Iman itu
menjadi iman yang sempurna.
Kedua. Tanpa perbuatan Abraham yang Taat, Maka Nats Firman Tuhan Tidak
Akan Bisa Berbunyi.
Akibat perbuatan Abraham yang taat kepada Allah, maka nats menjadi bisa
mengatakan [legousa]. Jika Abraham tidak taat, maka tidak ada firman Tuhan yang bisa
menuliskan atau mengatakan "Lalu percayalah Abraham kepada Allah.
Jika Abraham tidak taat kepada Allah, maka firman tidak akan bisa berbunyi. Dari kata
ini, kita melihat bagaimana firman Allah digerakkan oleh tindakan tindakan yang baik.
Itulah sebabnya di pasal 1, Yakobus menjelaskan bahwa semua yang baik, berasal dari
Allah. Saat kita hidup dalam semua perbuatan yang baik, saat itulah iman kita benar
benar telah menjadi berasal dari Allah,sebab semua tindakan yang tidak baik hanya
berasal dari Allah. Saat iman kita dipenuhi dengan tindakan tindakan yang tidak baik,
yang tidak taat kepada Allah saat itulah terlihat bahwa iman kita tidak datang dari Allah.
Karena tidak ada tindakan yang jahat yang datang dari Allah.
Sama seperti mulut yang bisa berbicara, mulut selalu bekerjasama dengan elemen
elemen tubuh lainnya. Seperti lidah, suara, gigi, rongga mulut, dan elemen elemen
lainnya. Dari gambaran di atas, demikianlah firman Allah menjadi genap, terjadi karena
bekerja sama dengan perbuatan-perbuatan yang baik dari orang yang taat kepada
Allah. Tidak akan ada firman Allah yang digenapi di dalam kehidupan orang percaya,
jika mereka tidak dikenakan tindakan atau bertindak terlebih dahulu dengan perbuatan-
perbuatan yang baik. Sebab sama seperti Abraham yang membuat firman Allah
menjadi digenapi di dalam hidupnya, demikianlah juga dengan semua orang yang
percaya, mereka harus terlebih dahulu taat kepada Allah baru firman Allah digenapi di
dalam hidup mereka.

Jumat 12 Agustus 2016


Seri #110 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:23 Bag 2 IMAN yang Sempurna Akibat Bertindak Taat

Kemarin, kita telah melihat dua poin penting dari ayat 23. hari ini kita akan melihat poin
selanjutnya.

Ketiga. Karena Abraham telah selesai menggenapi firman Allah di masa lalu,
maka kepercayaannya terus menjadi hidup di sepanjang waktu, itu karena
tindakanya dimasa lampau tersebut.

Di ayat 23 di katakan, “lalu percayalah Abraham”. Istilah percaya di ayat ini


diterjemahkan dari kata ‘episteusen’, sebuah kata kerja aorist indikatif aktif yang
menjelaskan tindakan kepercayaan yang benar yang telah di masa lampau yang telah
menjadi sempurna.

Sebelumnya,kata kerja ‘eplerothe’ [menggenapi], bentuk kata kerjanya adalah aorist


indikatif pasif. Abraham harus dikenakan tidakan terlebih dahulu baru firman Allah
digenapi, tetapi kata kerja ‘episteusen’ yang berbentuk aorist indikati aktif,
menjelaskan perbuatan Abraham yang sudah selesai di masa lampau yang membuat
dia menjadi orang percaya, dan akibat ketaatannya di masa lampau tersebut, dia
selamanya menjadi orang percaya.

Jika untuk mengenapi firman Allah, Abraham harus bertindak terlebih dahulu di masa
lampau [aorist indikatif pasif]. sekarang, untuk menjadi orang yang kepercayaannya
sempurna, hal itu dinilai dari tindakannya yang benar di masa lalu [aorist indikataif aktif].
Itu sebabnya di katakan ‘percayalah Abraham kepada Allah’. artinya percayanya telah
menjadi percaya yang sempurna, karena tindakanya di masa lampau. Tindakanya di
masa lampau bukan hanya membuat nats Alkitab digenapi, tetapi juga telah
menjadikan dia menjadi orang yang percaya sempurna di hadapan Allah disepanjang
waktu.

Inilah jenis percaya yang menyelamatkan. Jadi orang yang benar yang diselamkan oleh
imannya, bukan iman dipikiran, tetapi tindakan iman dari perbuatan yang taat yang
dikerjakan di masa lampau

Keempat: Iman yang telah menjadi sempurna karena ketaatannya di masalampau


menjadi landasan untuk membenarkan Abraham
Dampak selanjutnya adalah Allah memperhitungkan kepercayaan yang telah dikerjakan
Abraham di masa lampau [Episteusen] sebagai kebenaran [elogisthē autō eis
dikaiosunēn]
‘elogisthe’ adalah kata kerja aorist indikatif pasif dari kata ‘logizomai’. Kata ini menjadi
akar istilah bahasa Inggris logika, atau logis. Kata ini berarti, menghitung, atau
memperhitungkan menurut kesimpulan logis. Karena kata kerja ini bentuknya
dikerjakan di masa lampau [aorist] maka perhitungan logis di landaskan pada apa yang
dikerjakan di masa lampau. Apa pekerjaan yang baik yang dikerjakan di masa lampau
dijadikan menjadi perhitungan akhir untuk membenarkan Abraham. Jadi saat di katakan
’Allah memperhitungkan itu sebagai kebenaran’ maka hal itu merujuk kepada tindakan
mempercayakan diri untuk taat kepada Allah sebelum dia dibenarkan. hal itulah yang
dikerjakan oleh Abraham. Sebab Abraham taat saja, meski Allah belum menyediakan
korban bakaran. Dan pada waktu Allah mau memberikan korban bakaran, Allah
memerintahkan Abraham untuk tidak membunuh Ishak. Dan Abraham taat juga. Saat
Abraham disuruh mempersembahkan domba pengganti Ishak. Abraham taat saja.
Ketaatan Abraham kepada firman Allah membuatnya dipanggil menjadi sahabat
Allah
Bukan saja Abraham dibenarkan, dan [kai] dia juga dipanggil sebagai "Sahabat Allah."
[philos theou eklēthē]. Kata sifat ‘philos’ bisa diartikan sebagai ‘teman/sahabat’. Teman
yang dimaksud adalah seseorang yang dikasihi karena temannya itu sangat berharga,
seperti sahabat yang intim, atau teman pribadi, atau teman yang terpercaya, atau
teman kepercayaan. Akar kata ‘ phil’ hendak menjelaskan sebuah pengalaman pribadi
yang merasakan keterpercayaan yang berdampak rasa sayng. Jadi istilah sahabat
Allah, hendak menjelaskan, bahwa Abraham seperti sahabat yang sangat dekat yang
sangat dipercaya Allah, yang sangat sehati dan memiliki sifat yang sama dengan Allah.
Semua itu terjadi karena Abraham taat kepada Allah. Demikianlah dengan iman, iman
itu akan menjadi dasar Allah untuk membenarkan orang percaya, saat iman itu
sebelumnya telah disempurnakan melalui ketaatan kepada Allah.
Apakah saudara beriman? Hal itu bisa dibuktikan dari ketaatan saudara. Jika saudara
mengaku beriman, tetapi tidak taat, saudara pasti anak anak si jahat, yang memiliki
iman ‘daimonia’.

Sabtu 13 Agustus 2016


Seri #111 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:24 PROSES Pembenaran Iman

Sering kali, orang percaya bingung bagaiman cara Allah membenarkan orang percaya
melalui iman. Tetapi hari ini, dari ayat 24 ini, kita akan mengerti cara kerjanya, dan
setelah kita mengerti, kita memperolah kebenaran yang harus kita kerjakan untuk
membenarkan kita.

Pertama, Pikirkan dengan jernih dan rasakanlah dengan batin yg Jujur; Iman itu harus
bersama sama dengan perbuatan

ΙΑΚΩΒΟΥ 2:24 Stephens Textus Receptus: “horate toinun oti ex ergōn dikaioutai
anthrōpos kai ouk ek pisteōs monon”.

Yakobus pertama tama memberikan kata penekakan ‘horate’ untuk mengajak berpikir
jernih dan logis, bahwa iman itu dibenarkan bukan dengan tindakan iman yang tidak
benar yang tidak disertai dengan perbuatan.

Istilah ‘jadi kamu lihat’ yang di gunakan Alkitab TB di terjemahkan dari kata kerja
‘horate’ dari kata ‘horáō’. Kata ini seringkali digunakan sebagai kata metaforis yang
artinya "untuk melihat dengan pikiran jernih" atau merasakan dengan batin yang
bersih. ‘Horate’ adalah kata kerja perintah present indikatif aktif, tujuannya untuk
menjelaskan, bahwa melihat dengan pikiran yang jernih harus dilakukan secara
kontiniu. Saat kita melihat cara kerja iman Abraham di masa lampau, kita bisa
mempraktekkannya secara kontiniu, sehingga sama seperti Abraham dibenarkan maka
kita juga akan dibenarkan oleh Allah. Abraham dibenarkan oleh Allah, karena dia
percaya yang mempercayakan diri kepada Allah. Karena ketaatannya itu dia sampai
disebut sebagai sahabat dekat.

Kedua, pembenaran Allah kepada iman, hanya keluar dari tindakan yang taat,
atau perbuatan perbuatan yang baik.

BIS: Jelaslah sekarang, bahwa orang diterima baik oleh Allah karena apa yang
dilakukan oleh orang itu, dan bukan hanya karena imannya saja [24]
Dalam TB di katakan “manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya”. Frasa ini
diterjemahkan dari tiga kata Yunani, yaitu ‘ex ergōn dikaioutai’. ‘Ex’ adalah kata
proposisi yang artinya jalan keluar dari. Kata ini seperti pintu keluar. Jadi saat di
katakan ‘ex ergon’. Maka hal itu berarti iman yang benar harus keluar atau harus
diwujudkan melalui perbuatan perbuatan yang baik.
Sedangkan ‘dikaioutai’ adalah kata kerja present indikatif middle or passive. Kata ini
berasal dari kata ‘dikaióō’ artinya, dibenarkan dalam proses peradilan, seperti tahap
tahap pengadian, di mana hakim menyetujui, dibenarkan atau disalahkan. Maka
‘dikaioo’ artinya dalam proses disetujui secara hukum yang berwibawa, untuk
menunjukkan bahwa orang tersebut benar sesuai dengan standar yang tepat-tegak.
Orang percaya dibuat benar atau dibenarkan [dikaióō ] oleh Tuhan, hal itu berarti
orang tersebut dibersihkan dari semua tuduhan [hukuman] yang berkaitan dengan
dosa-dosa. Tetapi bukan berarti saat orang tersebut dibenarkan atau dibersihkan dari
tindakan dosa, orang itu masih saja menjadi manusia yang jahat. Dibenarkan [dikaióō]
artinya benar benar dibuat menjadi benar, oleh kasih karunia Allah. tetapi proses kasih
karunia itu selalu terjadi melalui tahapan, di mana dalam tahapan itu, setiap kali
mereka menerima atau mematuhi dengan iman yang membawa mereka keluar dari
tuntutan hukum. Di atas telah kita katakan bahwa ‘ex argon’ artinya iman harus keluar
atau diwujudkan dari perbuatan yang taat kepada Allah, maka saat dikatakan, mereka
dibenarkan hal itu terjadi karena mereka telah membuktikan imannya dari perbuatan
yang taat kepada Allah. Jadi saat mereka dibenarkan oleh Allah, mereka telah hidup
dalam ketaatan kepada Allah, sama seperti Abraham telah taat kepada Allah
‘Dikaioutai’ adalah kata kerja present indikatif middle or passive. Midlle artinya, subyek
berpartisipasi dalam hasil dari sebuah tindakan, atau tindakan itu dilakukan kepada
dirinya, dan untuk kepentingan pribadinya. Jadi saat di katakan dibenarkan [dikaioutai]
hal itu berarti, orang tersebut berpartisipasi dari hasil-tindakan pembenaran tersebut.
Tidak mungkin orang yang dibenarkan, saat proses pengadilan Allah, mereka
kedapatan melakukan hal hal yang jahat. Yang benar adalah orang yang diberkakan
Allah, menjadi orang yang memiliki cara hidup yang benar. Tidak benar adanya, orang
dibenarkan Allah menjadi orang yang memiliki cara hidup yang tidak benar.
Minggu 14 Agustus 2016
Seri #112 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:24-25 PROSES Pembenaran Iman

Orang percaya sudah harus terlebih dahulu mengerjakan imannya, baru kemudian
dibenarkan oleh Allah. Sama seperti Abraham atau seperti Rahab yang dahulunya
seorang pelacur tetapi karena ketaatannya mereka dibenarkan oleh Allah.
ΙΑΚΩΒΟΥ 2:25 Stephens Textus Receptus: “omoiōs de kai raab ē pornē ouk ex ergōn
edikaiōthē upodexamenē tous angelous kai etera odō ekbalousa”.
Shellabear 2000: Demikian pula Rahab, perempuan sundal itu. Bukankah ia
dibenarkan oleh perbuatannya ketika ia menyambut para pengintai dan menyuruh
mereka pergi melalui jalan lain? [25]
Apa yang dijelaskan di ayat 25 ini adalah persamaan dari ayat 24. karena itu di katakan
‘homoios’. Kata ini adalah kata keterangan yang artinya adalah cara yang sama, atau
sama persis.
Di ayat 25 ini rahab dahulunya adalah ‘porne’ atau pelacur. Tetapi karena perbuatannya
dia pun dibenarkan. Dalam idioam Yunaninya di katakan, ‘bukankah dia dibenarkan
melalui perbuatannya...?
Jika kita melihat kata kerja ‘dikaioutai’ di ayat 24 yang menggunakan kasus voice pasif,
tindakan yang dilakukan Abraham, dilakukannya demi kepentingannya imannya sendiri.
Sama juga dengan Rahab yang taat. Rahab melakukan ketaatan, demi
keselamatannya sendiri. Sebab ketaatan itulah yang membuat iman Rahab dibenarkan
di hadapan Allah.
Di ayat 25 ini rahab dibenarkan berdasarkan perbuatan baiknya akibat keyakinannya
kepada Allah. Rahab dibenarkan [edikaiōthē], artinya Rahab dahulu bertindak benar
untuk membuktikan keyakinannya kepada Allah dari perbuatannya yang baik [aorist
indikatif pasif]
Apa yang dilakukan rahab di masa lampau”
Dia bertanggung jawab penuh atas keselamatan para utusan
Kata yang digunakan adalah kata kerja ‘hypodexamenē’ yang berdeklensi aorist
participle middle dari kata ‘hypodéxOmai’.

Kata ini berasal dari dua kata. Pertama ‘hipo’ artinya di bawah. dan yang kedua
‘dexomai’, artinya menerima, atau menyambut. Jadi kata ini artinya menerima
seseorang di bawah tanggung jawab penuh. Hal ini berarti, Rahab bertanggung jawab
penuh untuk menyambut utusan dan merawan mereka, memperhatikan kebutuhan
mereka bahkan sampai mengamankan mereka dari tindakan pembunuhan.

Persamaan Abraham dengan rahab adalah mereka sama sama menunjukkan iman
merek dari perbuatan, dan tidak membiarkan iman itu sendirian tanpa melalui tindakan
ketaatan.
Rahab benar benar menunjukkan imannya dari perbuatan yang taat kepada Allah,
sampai berani mempertaruhkan nyawanya. Itu semua karena imannya kepada Allah
TB: Karena iman maka Rahab, perempuan sundal itu, tidak turut binasa bersama-sama
dengan orang-orang durhaka, karena ia telah menyambut pengintai-pengintai itu
dengan baik. [Ibrani 11:31]
Adalah sesat, jika kita berpandangan bahwa iman dan perbuatan bekerja terpisah. Hal
itu tidak benar. Iman dan perbuatan baik adalah dua sisi dari satu kesatuan. Itu
sebabnya di frasa terakhir di ayat 24 di katakan ‘ouk ek pisteōs monon’. Telah kita
pelajari, bahwa ‘ek’ artinya jalan keluar. sedangkan ‘’ouk’ adalah kata keterangan yang
artinya adalah ‘tidak’. saat di katakan ‘ouk ek’ artinya bukan jalan keluar. sedangkan
‘ouk ek pisteos monon’, artinya iman tidak bisa keluar dari iman, atau iman tidak bisa
diwujdukan dari iman. Monon adalah kata keterangan yang artinya tidak sendirian.
Kata ini berasal dari kata ‘monos’, yang artinya sendiri, sunyi sepi dalam arti tidak ada
yang menemani. Jadi kalau iman bersama dengan iman maka iman itu akan menjadi
fana. Iman itu akan menjadi sendirian, sehingga tidak bisa mencapai target. Tetapi saat
iman itu bersama sama dengan perbuatan, maka iman itu tidak lagi sendirian, tetapi
sudah berkerja sama dan bersama sama untuk mecapai tujuan. Tujuannya adalah
orang yang membuat kerjasama iman dengan perbuatan yang baik, orang itulah yang
dibenarkan oleh Allah. Sama seperti Abraham dan dengan Rahab, kedua-duanya
adalah contoh yang nyata di mana mereka membuktikan iman mereka dari ketaatan
kepada Allah, dan karena itulah mereka dibenarkan oleh Allah
Senin 15 Agustus 2016
Seri #113 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 2:26Iman tanpa Perbuatan SAMA Seperti Tubuh tanpa Roh

Stephens Textus Receptus: ōsper gar to sōma chōris pneumatos nekron estin outōs
kai ē pistis chōris tōn ergōn nekra estin
Di ayat 26 ini dijelaskan bawa sistem iman yang benar dapat kita pelajari dari sistem
hidup manusia. Yakobus menggunakan dua kata Yunani [hosper gar] untuk
membentuk frasa ungkapan, yaitu, cara kinerja iman yang disamakan dengan tubuh.
Pada kata pertama,Yakobus menggunakan kata keterangan ‘hosper’ [sebab
sama] untuk membentuk makna yang ingin disampaikannya. Tujuannya untuk
menjelaskan bawa iman persis sama seperti tubuh.
itu sebabnya di kata kedua, Yakobus menggunakan kata penghubung ‘gar’, karena
kata 'gar' bertujuan untuk menjelaskan arti dari kata yang dibentuk pernyataan kata
pertama yaitu yaitu ‘hosper’ atau sama dengan. Kemudian Yakobus menjelaskan
persamaan yang dimaksud. Yaitu ‘sōma chōris pneumatos nekron estin’ [TB: tubuh
tanpa roh adalah mati] dari frasa di atas, ada dua hal yang menarik untuk kita pelajari;
Pertama, ‘choris’ adalah kata keterangan dari kata 'cōrís' yang artinya adalah terlepas
dari, atau dipisahkan. Jadi kata ini menjelaskan dampak dari iman jika dipisahkan dari
perbuatan yang baik. Kata kiasan ini juga nanti yang digunakan pada akhirnya untuk
menjelaskan iman di frasa terakhir.
Yang kedua. ‘nekron’ adalah kata sifat. Kata inilah yang hendak menjelaskan sifat dari
iman. Karena kata ini adalah kata sifat, maka yang dijelaskan adalah iman yang tidak
mampu merespon, atau melakukan fungsi sebagaimana seharusnya iman.
Bagian terakhir dari frasa ini adalah kata kerja ‘estin’ dari kata kerja ‘eimini. Dalam
terjemahan bahasa Indonesia kata ini disebut ‘adalah’ tetapi dalam bahasa Yunani ini
adalah kata kerja present indikatif aktif, artinya adalah, iman yang tidak disertai dengan
perbuatan, maka iman MENJADI mengalami reaksi menuju kematian saat itu juga.

Perbandingan terhadap iman kini langsung di simpulkan dengan keterangan yang


sesungguhnya.
Kata yang digunakan adalah ‘haoutos’. Kata keterangan ini adalah demostratif, jadi
semacam ada penekanan emosi, kira kira kata ini di katakan, dengan tekanan yang
kuat ‘ "seperti itulah!!" Seperti itulah iman, tanpa perbuatan adalah mati.
Tadi di atas, kata 'choris' telah dijelaskan; menjelaskan iman yang terpisah dari
perbuatan, sedangkan kata mati juga telah dijelaskan sebagai kata sifat yang artinya
tidak berfungsi sebagai mana adanya. Juga demikian dengan ‘estin’ atau adalah, kata
kerja yang menjelaskan dampak dari iman yang terpisah dari perbuatan menjadikan
iman itu pada hakikatnya adalah iman yang tidak berfungsi sama sekali
Sekarang, kita tahu, bahwa iman yang mati tidak tertutup peluangnya untuk
menggorogoti keselamatan kita. Kita bisa melihat di sekitar kita, para pengikut
‘darimonia’ [semua roh jahat termasuk Setan] atau mereka yang mengaku percaya,
tetapi pada hakekatnya memberontak kepada Allah. kita bisa melihat orang yang
mengaku kristen bahkan yang paling sering kita lihat seperti orang yang gemetar
bahkan gentar saat ibadah ibadah liturgis, adalah orang orang yang umumnya juga
memberontak kepada Allah, mereka hanya takut kepada Tuhan dalam akal budi, dan
perasaan yang bodoh, tetapi dalam tindakan, kehidupan iman mereka benar
benar iman pemberontak kepada Allah.
Kita sudah melihat, bagaimana kehidupan di akhir zaman ini ditandai oleh satu
fenomena yang jelas, kepercayaan yang hanya di katakan, tetapi tidak dipraktekkan.
Apakah anda juga seperti orang orang yang demikian? Jika iya bertobatlah, jangan lagi
melakukan hal hal yang jahat, hiduplah dalam hukum kasih, maka imanmu akan
menjadi iman yang pada hakikatnya iman yang yang hidup [zoe] jika tidak imanmu pada
hakekatnya adalah MATI

Selasa 16 Agustus 2016


Seri #114 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:1Menyadari Pengajar yang Tidak Berkualitas

Ayat 1 ini sering sulit dipahami oleh orang percaya, karena adan kesan yang
memerintahkan supaya tidak banyak yang menjadi guru. Apakah benar demikian? Hari
ini kita akan belajar apa sebenarnya yang dimaksud Yakobus dengan menyelidiki
bahasa Aslinya:
“Mē polloi didaskaloi ginesthe, adelphoi mou, eidotes hoti meizon krima
lēmpsometha” [1]
Perhatikan frasa berikut
“Mē polloi didaskaloi ginesthe”
‘Me’ adalah kata keretangan yang artinya adalah ‘jangan’. Sedangkan ‘polloi’ adalah
kata sifat dari kata ‘polus’ yang artinya banyak atau berlimpah. Kata ini bukan
menekankan kualitas pengajaranya, tetapi kuantitas yang terlibat dalam mengajar yang
tidak berkualitas, sehingga digunakan kata gamabran ’polloi’ untuk menunjukkan
dampat dari perkembangan jumlah yang yang tidak berkualitas. Jadi ‘me polloi’ artinya
adalah, ‘jangan semua yang tidak berkualitas’.
kata sifat ‘polloi’ sudah menjelaskan artinya yaitu semua yang tidak berkualitas, artinya,
meski pengajar banyak, tetapi kalau yang banyak itu [mereka semua] hanya karena
jumlah tetapi tidak berkualitas, sifatnya tidak berguna sama sekali, hal ini selaras
dengan kata sifat ‘polloi’ yang seolah olah mengatakan, ‘jangan mejadi pengajar supaya
terlihat banyak pengajar’. Jadi yang ditekankan bukan jangan banyaknya, tetapi sifat
dari banyaknya pengajar yang tidak berkualitas. Sebab jik banyak pengajar yang
berkualitas, maka tidak mungkin di katakan ‘jangan mengajar semua pengajar yang
berkualitas’.
Gereja rusak, bukan karena tidak ada pengajar, khususnya di zaman kita ini, gereja
rusak justru karena terlalu banyak pengajar, tetapi pengajar yang tidak berkualitas.
Karena terlalu banyak pengajar yang tidak berkualitas yang berlomba lomba mengajar
untuk keuntungan, maka pengajar berkualitaspun biasanya tersisih.

Kenapa tersisih? Karena pengajar yang berkualitas, tidak mau berpurak-purak, dosa
yang dilihatnya pasti ditegornya. Gereja yang berkubang dengan nafsu duniawi pasti di
tempelaknya. Tetapi pengajar palsu dan karbitan cukup dengan bernyanyi atau
berbahasa roh, dan dengan mempelesetkan beberapa ayat firman Tuhan, orang itu
akan sangat diburu, karena sangat memuaskan telinga yang duniawi. Dengan jujur
saya katakan itulah yang umumnya terjadi di gereja khusunya di gereja pentakosta dan
kharismatik
Dari para pengajar yang tidak berkualitas inilah muncul ajaran yang aneh aneh. Itulah
sebabnya Yakobus menasehatkan jemaat itu, sebab bukan hanya di zaman kita banyak
pengajar firman Tuhan yang tidak berkualitas, pada zaman Yakobus dan juga pada
Zaman Tuhan Yesus, terlalu banyak pengajar yang tidak berkualitas, dan terlalu sedikit
dan hamper hamper sulit mencari pengajar yang berkualitas. Pengajar yang tidak
berkualitas inilah yang menyeret jemaat di perantauan sehinga mereka hidup dalam
rupa rupa iman yang menyimpang
Di ayat 1 ini, kata pengajar yang dimaksud adalah kata benda ‘didaskaloi’, deklensinya
adalah nominatif maskulin plural. Kata ini berasal dari kata ‘didasko’ yang artinya
adalah mengajar, kalau ‘didasko’ artinya mengajar, maka ‘didaskaloi’ artinya adalah
pengajar, karena kata ini adalah kata benda. Jadi yang ditekankan bukan ajarannya
tetapi orangnya. Jadi makna kata ‘Mē polloi didaskaloi ginesthe’ adalah, sebuah
perintah, supaya ‘jangan orang yang tidak cakap [berkualitas] mengajar menjadi
pengajar’.
Saudara mau terhindar dari pemikiran yang keliru akan alkitab? Kritislah terhadap
pengajarmu. Siapapun yang kamu dengar mengajar, kristislah. Jangan menjadi kristen
yang murahan, yang gampang mengatakan amen kepada para pengajar yang
mengajak pendengarnya untuk mengatakan amen. Kalau ajarannya benar, saudara
boleh berkata ‘amen’ tetapi kalau ajarannya tidak benar, jangan mau mengamenkan
ajarannya. Tetapi dari mana saudara tahu ajaran pengajar itu benar atau tidak, kalau
saudara tidak sungguh sungguh belajar firman Allah dan tidak sungguh sungguh diajar
firman Allah?
Rabu 17 Agustus 2016
Seri #115 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:1 bagian 2 Merindukan Pengajar yang Berkualitas

Bentuk kata ‘didaskaloi’ hanya digunakan 4 kali di PB. Dan ke 4 kata ini hendak
menekankan; bahwa pengajar itu haruslah orang orang yang memiliki kriteria khusus,
dan tidak bisa di isi oleh orang orang yang sembarangan. Sembarangan maksudnya
bukan berarti orang itu harus pendeta, atau menjabati posisi penting dalam struktur
pemerintahan gerejawi, tetapi orang itu benar benar memiliki kapasitas untuk
menjelaskan firman Tuhan tanpa menyimpang sama sekali, dan bersedia berkhorban
untuk mengkhususkan dirinya belajar Alkitab sungguh sungguh.
Perhatikan 4 ayat yang di kutip berikut:
TB: Adakah mereka semua rasul, atau nabi, atau pengajar [διδάσκαλοι]? Adakah
mereka semua mendapat karunia untuk mengadakan mujizat [1 Korintus 12:29]
Ayat di atas menjelaskan bahwa tidak semua orang bisa memiliki karunia untuk posisi
tertentu dalam pelayanan, dan tentunya untuk posisi pengajar.
TB: Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi
pengajar [διδάσκαλοι]?, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari
penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras. [Ibrani
5:12]
Kata di atas sedang menekankan konteks dari orang yang seharusnya sudah menjadi
pengajar tetapi mereka masih ‘kanak-kanak’. Artinya mereka tidak bisa sampai kepada
kriteria atau kualitas yang sudah seharunya.
Kisah Para Rasul 11:27. Tetapi makna dari ayat ini ada di ayat 2

Pada waktu itu dalam jemaat di Antiokhia ada beberapa nabi dan pengajar
[διδάσκαλοι]?, yaitu: Barnabas dan Simeon yang disebut Niger, dan Lukius orang
Kirene, dan Menahem yang diasuh bersama dengan raja wilayah Herodes, dan
Saulus. [1]

Pada suatu hari ketika mereka beribadah kepada Tuhan dan berpuasa, berkatalah
Roh Kudus: "Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah
Kutentukan bagi mereka." [2]
Dan yang terakhir adalah Yakobus 3:1.
Orang yang ditempatkan Allah pada posisi tertentu [pengajar], haruslah orang yang
benar benar di pilih Allah, mereka harus benar benar dikhususkan Tuhan, dengan cara
yang tepat, dan mengikuti proses Tuhan dengan taat.
Jangan salah paham, dikhususkan artinya, bukan orang itu tiba tiba menjadi pengajar
Firman Allah. Orang yang menjadi pengajar Firman Allah, mereka harus
mengkhususkan diri dari awal untuk mempersiapkan diri menjadi pengajar Firman
Allah, sehingga mereka menjadi orang orang yang mampu menjelaskan apa
sebenarnya yang hendak dimaksudkan di ayat ayat tertentu di Alkitab.
Hal ini terlihat dari kata ‘ginesthe’. Kata ini adalah kata kerja present imperative middle
or passive dari kata ‘ginomai’. Jadi, kata ini hendak menekankan partisipasi atau
tindakan. Maksudnya begini, kalau seorang ingin menjadi pengajar Firman Allah, tetapi
dia tidak bisa berpartisipasi atau memberikan tindakan pengajaran yang tepat, untuk
apa dia menjadi pengajar Firman Allah?
Kata ‘menjadi’ digunakan, karena kata ‘ginesthe’ artinya ‘muncul menjadi’, kata ini
hampir mirip dengan kata kerja ‘eimini’. Kalau ‘eimini’ artinya ‘menjadi’, maka kata kerja
‘ginethe’ artinya ‘muncul menjadi’. Misalnya muncul menjadi seorang pemimpin. Atau
muncul menjadi seorang pengajar. ‘Ginesthe’ berarti untuk menjadi sesuatu, seperti
menjadi seorang pengajar Firman Allah yang untuk menandakan perubahan kondisi.
Misalnya dia dulu bukan seorang pengajar, lalu dia mejadi seorang pengajar.
Pertanyaannya adalah untuk apa seorang menjadi pengajar Alkitab, kalau dia tidak
mampu mengajar dengan benar? Untuk apa banyak pengajar yang mengaku
mengajarkan Alkitab, padahal yang diajarkannya tidak berkualitas? Kalau yang
diajarkannya tidak tepat seperti yang diajarkan Kristus?
Hal itu terlihat dari kata kerja Imperatif itu sendiri. Jadi Tujuannya penggunaan kata
‘ginesthe’ digunakan untuk membuat perintah, atau petunjuk; seolah olh Yakobus
berkata demikian, ‘jangan menjadi pengajar Alkitab, kalau kamu tidak bisa memahami
prinsip mengajar Alkitab. Jangan berani mengajarkan apapun dari Alkitab, jika kamu
sendiri tidak paham apa yang kamu ajarkan.

Kamis 18 Agustus 2016


Seri #116 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:1 Penutup Pengajar Yang Divonis Bersalah

Ayat ini sering disalahgunakan supaya jangan banyak orang menjadi Pengajar Firman
Allah, sebenarnya bukan itu maksdunya, maksudnya adalah orang yang ingin jadi
pengajar, tetapi jika dia tidak memiliki kapasistas pangilan menjadi pengajar Alkitab,
maka sebaiknya dia mengurungkan niatnya menjadi pengajar Firman Allahngkan

Perhatikan frasa terakhir dari ayat 1 ini:


“eidotes hoti meizon krima lēmpsometha”
‘eidotens’ adalah kata kerja perfect participle aktif, dari kata ‘eido’. Arti harafiah ‘eido’
adalah untuk melihat secara fisik dengan mata, kata ini juga dapat diartikan sebagai
melihat untuk mengetahui. Kata kerja ‘eidotens’ adalah kata kerja yang memiliki ciri
kata kerja dan kata sifat, untuk menjelaskan kinerjanya dan juga sifatnya.
Waktu di katakan ‘eidotens hoti’ hal itu bisa diartikan ‘sebab atau bahwa [hoti] kamu
tahu dengan tepat’. Apa yang dimaksudkan Yakobus dengan sebab kamu tahu dengan
tepat’, apa yang diketahui mereka dengan tepat? Yang mereka ketahui adalah dampak
dari kinerja dan sifat dari pengajar yang tidak paham apa yang diajarkannya pasti
dihukum bersalah. Di pasal 2 telah dijelaskan bahwa mereka yang hidup di dalam kasih
karunia yang benar, merekalah yang diadili dengan prinsip hukum kasih karunia, tetapi
mereka yang tidak hidup dalam prinsip kasih karunia, mereka di vonis bersalah
melampaui hukum kasih karunia.

Hal ini terlihat dari kata sifat ‘meizon’ yang menempati posisi sebagai objek langsung
[akusatif], kata ini secara harafiah bisa berarti ‘besar dalam arti luar’, namun konotasi
teologis dari kata ini adalah, orang tersebut dihukum melebihi kapasitas [lebih luar]
kasih karunia, atau dasar penghukuman yang digunakan melampaui kasih karunia.
Orang benar diadili Allah berdasarkan prinsip kasih karunia, tetapi mereka yang tidak
hidup benar, atau mungkin juga mengaku sebagai orang benar, tetapi memiliki sifat
jahat mereka di vonis bersalah melampaui hukum kasih karunia [meizon]

Di atas, sekilas telah di katakan, tentang kepercayaan, bahwa setan juga percaya
kepada Allah seperti semua roh jahat [setan termasuk, karena setan juga roh jahat],
mereka bukan saja hanya mengaku percaya, tetapi juga gentar-gemetar, tetapi tetap
saja memberontak dari natur dan sifat Allah, seperti misalnya satan [memberontak]
yang meski pemberontak tetapi tetap juga datang kepada Allah.

Maka bertanyalah TUHAN kepada setan [satan] : "Dari mana engkau?" Lalu jawab
setan [satan] kepada TUHAN: [Ayub 1:7]
Atau seperti iblis [diablos] meski percaya, tetap mendakwa Yesus dengan dakwaan
jahat supaya tidak taat kepada perintah Allah Bapa.
TB: Maka Yesus dicobai Iblis [diabolos] [mat 4:1]
Setan [pemberontak] atau iblis [diabolos atau pendakwa] adalah pemimpin segala yang
jahat yang menipu manusia termasuk para Pengajar Firman Allah. Diabolos,
mendakwa Pengajar Firman Allah yang tidak berkualitas dan yang tidak dipanggil
menjadi Pengajar Firman Allah dengan ‘cerdik’, mereka di dorong untuk menjadi
pengajar, meski diabolos tahu bahwa orang tersebut tidak bisa jadi pengajar yang
berkualitas, tetapi justru itulah tujuannya supaya pengajar tersebut dan juga orang yang
diajarkannya di vonis bersalah [krima] karena akibat dari ajaran yang salah itu,
akibatnya mereka semua pasti tidak hidup di dalam kasih karunia yang benar.

Kata dihakimi di sini adalah suatu penilaian akhir, atau vonis dari sebuah gugatan
yang merugikan. Dapat juga di katakan vonis atas sebuah gugatan. Apa yang digugat?
Kualitas pengajarnya. Waktu seseorang mengajar tanpa kualitas, maka saat itulah
orang itu sudah kedapatan bersalah. Itulah yang menjadi dasar dari dakwaaan
kepadanya, dan berdasarkan itulah dia divonis bersalah.

Kata menghakimi di sini adalah kata benda ‘kríma’ secara harafiah, artinya adalah
‘netral’. Kata ini adalah kata benda yang berasal dari kata ‘krínō’, yang artinya adalah
‘membedakan’ yang merujuk kepada, hakim yang membuat sebuah keputusan dalam
penghakiman di pengadilan. Kata ini digunakan sebgai kiasan untuk merujuk kepada
hukuman kekal di masa depan, hal itu terlihat dari kata kerja future ‘lēmpsometha’ yang
dari kata lambánō yang artinya adalah menerima di masa yang akan datang [akhir
zaman]" , jadi di hakimi di sini lebih kepada divonis bersalah di pengadilan terakhir dan
kemudian orang itu disiksa . Dari fase ini kita harus tahu bahwa setiap keputusan atau
tindakan kita berdampak kepada hasil yang kekal yang tak terelakkan.

Jumat 19 Agustus 2016


Seri #117 Belajar Kitab Yakobus
Yakobus 3:2 Dampak Pengajar Yang tidak Berkualitas

Hari ini kita akan belajar dampak dari pengajar yang tidak berkualitas yang merusak
semua tatanan jemaat, sehinga fungsi iman yang benar dibolak balik, atau menjadi
terbolak balik dalam pemaham dan praktek hidup jemaat:

“polla gar ptaiomen hapantes; ei tis en logō ou ptaiei, houtos teleios anēr, dynatos
chalinagōgēsai kai holon to sōma”[2].

Ayat 2 ini adalah penekanaan kepada ayat 1. Jadi maknanya, tidak dimaksudkan oleh
Yakobus bahwa ‘kita semua bersalah dalam banyak hal, bukan seperti itu maknanya,
sebab kalau itu yang kita anggap, maka tidak tepat, sebab kata ‘ptaiomen’ itu merujuk
kepada melanggar hukum kristus. Padahal di pasal 2 sudah ditekankan supaya jangan
melanggar hukum kasih. Kalau begitu apakah yang dimaksukan Yakobus?
Perhatikan frasa berikut:
“polla gar”
Kata penghubung ‘gar’ yang digunakan Yakobus bertujuan untuk menjelaskan ayat
sebelumnya di ayat 1. Jadi MAKNA yang ditekankan ‘bukan kita yang melakukan
pelanggaran dalam banyak hal’ tetapi akibat dari pengajar yang tidak berkualitas,
membuat kita menjadi jatuh dalam banyak hal.
Memang sekilas, kalau kita hanya membaca terjemahan baru, maka seolah olah
demikianlah kesannya, tetapi bukan itu maksdunya, sebab kata penghubung ‘gar’
bertujuan untuk menjelaskan pernyataan sebelumnya [ayat 1] yang di dahului oleh
pernyataan yang mendahuluinya. Pernyataan sebelumnya adalah ‘pengajar yang tidak
bisa mengajar’. Sedangkan pernyataan yang mendahuluinya adalah , ‘bersalah dalam
banyak hal’ [TB]

Jadi istilah ‘bersalah dalam banyak hal’ tidak sedang menjelaskan bahwa kita bersalah
dalam banyak hal, atau kita juga melakukan kesalahan yang banyak dalam banyak hal
selalu, bukan itu maksudnya, karena di frasa pertama dari ayat 2,

Yakobus telah menggunakan kata ‘gar’ untuk menjelaskan dengan lebih detail di ayat 2,
jadi di frasa pertama dari ayat 2 ini, seolah olah Yakobus berkata, ‘kalau sampai kita di
ajar oleh guru yang tidak berkualitas, maka kita tidak akan menjadi manusia sempurna
[seperti yang diajarkan oleh hukum kasih], dan akan terus menjadi manusia yang tidak
bisa manjadi manusia yang hidup seturut firman Allah dengan sempurna, dan akan
jatuh dalam berbagai dosa’. Bandingkan dengan 3 ayat berikut
Pertama, Yakobus mau mereka tidak bersalah dalam perkataannya

ayat 2, barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang


sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya.
Dari ayat 2, kita paham, bahwa yang dimaksdkan Yakobus, adalah supaya tidak ada
lagi mulut yang mengeluarkan dua sifat yang baik dan sekaligus jahat
Kedua, Yakobus tidak mau dari mulut mereka keluar tindakan yang memuji Tuhan
tetapi juga tindakan yang menghina Tuhan
Ayat 10, dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-
saudaraku, tidak boleh demikian terjadi.
Ketiga, Yakobus menekankan bahwa satu sumber tidak mungkin mengeluarkan
dua sumber yang berbeda, semisal air dan pohon:
11 Adakah sumber memancarkan air tawar dan air pahit dari mata air yang
sama? 12 Saudara-saudaraku, adakah pohon ara dapat menghasilkan buah
zaitun dan adakah pokok anggur dapat menghasilkan buah ara? Demikian juga
mata air asin tidak dapat mengeluarkan air tawar.
Dari ketiga poin penjelasan di atas, jelas yang dimaksudkan oleh Yakobus adalah
bahaya pengajar yang tidak benar benar memahami Firman Allah, yang akan menyeret
jemaat kepada dua sifat yang saling bertentangan. Yakobus sangat paham sekali
bahwa perilaku jemaat yang meyimpang dari iman sejati, diakibatkan oleh para
pengajar karbitan di zamannya. Kira kira seperti itulah ajaran yang sedang terjadi di
zaman kita, sehingga jemaat menjadi orang yang percaya hanya meyakini [iman] di
dalam pikiran tetapi dalam tindakan, jarang kita menemukan orang yang memiliki
totalitas untuk taat kepada perintah Yesus, semua itu karena zaman sekarang sangat
jarang pengajar yang total untuk mengajar dengan sungguh sungguh. Itulah sebabnya
di pasal 2 sampai sampai jemaat itu diperbandingkan dengan ‘iman daimonion’, semua
itu akibat dari guru guru palsu [yang tidak berkualitas] yang telah dilarangnya menjadi
pengajar di ayat 1.

Sabtu 20 Agustus 2016


Seri #118 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:2 Dampak Ajaran yang tidak datang dari FIRMAN KRISTUS

Kadang orang berpikir bahwa guru palsu, tidak akan datang dengan cara cara yang
alamiah, sehingga kalau seseorang masih di dalam gereja, pendeta, berkhotbah,
menjadi kristen maka dia dianggap tidak akan mungkin menjadi guru palsu, padahal
salah; di PL, para nabi Palsu justru para nabi yang bertugas secara resmi di bait Allah.
Di zaman Musa, nabi palsu justru adalah nabi yang sejati yang berbicara dengan Allah,
tetapi tergiur dengan uang. Pada zaman Tuhan Yesus, para guru palsu justru adalah
ahli taurat dan orang farisi yang tiap hari beribadah kepada Tuhan dan yang hidupnya
diberikan sepenuhnya kepada Tuhan. Artinya, siapaun dia pengajarnya, bisa menjadi
guru palsu, kalau dia tidak sungguh sungguh belajar firman Allah, kalau tida tidak
menyerahkan hidupnya untuk diproses Tuhan seturut kehendaknya maka dia akan
segera menjadi guru palsu.

Perhatikan dua kata berikut:


“ptaiomen hapantes”

‘ptaiomen’ adalah kata kerja yang bisa diartikan sebagi tersandung, jatuh dalam dosa,
atau melampau batas firman Tuhan. Di atas telah kita katakan bahwa Allah ingin kita
taat total kepada Allah dan tidak jatuh dalam dosa, itu sebabnya di kata kedua di
katakan ‘haspantes’ , di mana sifat ini mengartikan semuanya, atau jatuh dalam
berbagai dosa, padahal firman Allah justru memrintahkan kita untuk taat kepada semua
firman Allah, mengasihi Allah dan sesama kepada kepenuhan semua hukum Allah,
menjadi sempurna seperti bapa di surga sempurna
Matius 5:48 Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di
sorga adalah sempurna."

sedangkan kata ‘ptaiomen’ dari kata ‘ptaio’ dalam kasus yang berbeda hanya
digunakan 5 kali di PB yang merujuk kepada orang yang jatuh kepada dosa. kalau Allah
ingin kita menjadi sempurna sama seperti Bapa disurga sempurna, maka tidak mungkin
kita jatuh dalam berbagai dosa, itu tentu pasti karena dampak dari ajaran yang salah,
sehingga jemaat tidak lagi paham apa tujuan dari iman sehingga melakukan kejahatan
dan kebaikan secara bersamaan [ay 9-10]. Perhatikan ke lima kata dasar ptaio yang
digunakan Cuma 5 kali dalam di PB:
Yang pertama, dalam bentuk Aorist indikatif aktif
TB: Maka aku bertanya: Adakah mereka tersandung [eptaisan dari ptaio] dan harus
jatuh? Sekali-kali tidak! Tetapi oleh pelanggaran mereka, keselamatan telah sampai
kepada bangsa-bangsa lain, supaya membuat mereka cemburu. [Roma 11 : 11 ]
Yang kedua dalam bentuk Aorist Subjuktif aktif
TB: Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu
bagian dari padanya, ia bersalah [ptaise] terhadap seluruhnya. [Yakobus 2:10]
Yang ketiga dan yang keempat dalam bentuk presen indikataf aktif 2 kali di Yakobus
3:2
TB: Sebab kita semua bersalah [ptaiomen dari ptaio] dalam banyak hal;
barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang
dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya. [ptaie dari ptaio]
Dan yang kelima, dalam bentuk Aorist Subjuktif aktif
TB: Karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya
panggilan dan pilihanmu makin teguh. Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu
tidak akan pernah tersandung [ptaiste dari ptaio] [2 Peter 1:10]
Dari kelima kali menyebutannya, jelas bahwa kata ‘platio’ merujuk kepada dosa yang
besar, bukan kesalahan yang biasa, dan hal itu tidak ditoleransi oleh Allah. Artinya jelas
bahwa Allah justru tidak mau kita jatuh dalam dosa, dan itu hanya bisa terjadi jika
pengajar, sungguh sungguh memahami apa yang diinginkan Allah, dan diajarkan
dengan setepat mungkin kepada jemaat, sehingga timbul kesadaran untuk menjauhi
dosa dan hidup kudus dihadapan Allah. Tetapi kalau para pengajar asal mengajar,
maka jemaat akan seperti ‘diamonia’ yang hanya percaya dalam pikiran tetapi
memberontak dalam tindakan. Kita mungkin dan umumnya masih bisa menyebah
Tuhan dan meyakini sebagai orang pilihan Tuhan meski sebenarnya adalah roh jahat
[memberontak], karena kita juga adalah mahluk roh, dan tidak mungkin kita disebut
sebagai mahluk roh yang taat, kalau kita memberontak

Minggu 21 Agustus 2016


Seri #119 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:2 Bagian Penutup GENTINGNYA AJARAN DARI FIRMAN KRISTUS

Untuk mehami frasa selanjutnya di ayat 2 ini kita harus terlebih dahulu memahami kata
penghubung yang digunakan Yakobus untuk menghubungkan ide pikiran Yakobus di
ayat satu dan di frasa pertama

Perhatikan yang garis bawahi berikut:

“polla gar ptaiomen hapantes; ei tis en logō ou ptaiei, houtos teleios anēr, dynatos
chalinagōgēsai kai holon to sōma”[2].

Pertama, sudah kita jelaskan bahwa ide utama di pasal 1 dikembangkan di frasa
pertama di ayat 2, itu sebabnya digunakan kata penghubung ‘gar’ seperti yang digaris
bawahi di atas. Sekarang ide di frasa pertama di kembangkan kembali di frasa kedua
seperti yang di garis bawahi di atas [ei], artinya pokok yang dibahas masih bagian dari
ide utama di ayat 1.

Ide utama di ayat 1-12 ini adalah ayat 1. Ayat dua adalah anak kalimat dari ayat 1.
Sedangkan ayat 3-12 hanyalah gambaran yang disisipkan penjelasan singkat terhadap
gambaran tersebut sehingga para pembaca dapat memahami pokok utama yang
sedang ditekankan di ayat 1.

Jika kita jeli, sebenarnya Yakobus hendak mengatakan, bahwa diantara mereka tidak
ada yang belum layak menjadi pengajar, dengan kata lain, hanya tulisan Yakobus
yang benar benar memiliki standar pengajaran yang sesuai denga keinginan
Allah untuk bisa membawa mereka kepada iman sejati.

Itu sebanya tulisan Yakobus ini dikanonisasi menjadi firman Allah, karena memang,
melalui tuntunan Roh Kudus, Yakobus mendekontruksi ulang defenisi iman yang telah
lama mereka yakini, yang membuat mereka begitu jauhnya meyimpang dari Tuhan.
Tetapi melalui ajaran Kristus yang dikirimkan Yakobus, melalui pengilhaman Roh
Kudus, ajarannya dapat membimbing mereka tentang iman sejati.
Perhatikan frasa kedua berikut
ei tis en logō ou ptaiei,
Bandingkan kata ‘ptaiei di frasa ke dua ini dengan frasa pertama di ayat 2 ini [ptaiomen]
jika di frasa pertama, telah kita pelajari, bahwa kita akan jatuh dalam berbagai dosa,
tetapi sekarang di frasa kedua ini, di tekankan barang siapa yang tidak jatuh
[tersandung] dalam dosa, yang akan dilanjutkan bahwa dia adalah orang yang
sempurna. [houtos teleios anēr]
Di Matius 5:48, kita diminta menjadi sempurna [teleios]
Karena itu haruslah kamu sempurna [teleioi dari kata teleios], sama seperti Bapamu
yang di sorga adalah sempurna [teleios]
Artinya jelas, bahwa ajaran yang tepat dari pengajar yang tepat akan membuat
seseorang bisa menjadi ‘teleios’ [frasa kedua], tetapi kalau seseorang di ajar oleh
pengajar yang tidak berkualitas, dia akan terkena batu sandugan dan jatuh dalam rupa
rupa dosa [frasa pertama].
Kalau seseorang merindukan pengajaran seperti yang diberikan oleh Yakobus yang
mengantikan para guru guru yang tidak berkualitas saat itu, yang menyelenggarakan
pengajarannya hanya pada perkataan Kristus [Ibrani 1:1-2, Roma 10:17], maka dia
orang itu akan bisa melakukan apa yang bisa dilakukan oleh Yakobus. Karena saat
Yakobus datang mengirimkan pengajarannya yang, [ajaran Yakobus sesuai dengan
pesan Yesus tentang prinsip hukum kasih, utuk menunjukkan iman yang sejati], maka
paling tidak ada 3 yang akan bisa di alami oleh jemaat;
Pertama, jemaat akan memiliki kuasa [dinatos dari dunamis] untuk mengendalikan
tubuhnya
Kedua, orang itu akan mampu bertindak untuk mengendalikan [chalinagōgēsai]
tubuhnya
Ketiga, dia tidak saja memiliki sifat [kuasa] untuk mampu mengendalikan, dan dia juga
tidak hanya bisa bertindak untuk mengendalikan, tetapi dia akan bisa mengendalikan
semua [holon] anggota tubuhnya.
Dia akan bisa menyelaraskan sifatnya dan kinerjanya sehingga dia menjadi manusia
yang sempurna menurut ukuran Allah, [teleios], itu hanya bisa terjadi kalau seseorang
di ajar oleh pengajar yang mendasarkan ajarannya hanya kepada perkataan Kristus,
sama seperti Yakobus yang datang dengan ilham Roh Kudus, dia mengubahkan
jemaat, sehingga orang yang dulunya diajar guru yang tidak berkualitas karena tidak
datang dari otoritas Yesus, kini digantikan oleh Yakobus yang datang dengan otoritas
Yesus sendiri, sehingg mereka bisa kembali dipulihkan kepada iman sejati.
Stephanus Textus Receptus 1550
ιδου των ιππων τους χαλινους εις τα στοματα βαλλομεν προς το πειθεσθαι αυτους ημιν
και ολον το σωμα αυτων μεταγομεν

ΙΑΚΩΒΟΥ 3:3 Stephens Textus Receptus (1550) - Transliterasi


idou tōn ippōn tous chalinous eis ta stomata ballomen pros to peithesthai autous ēmin
kai olon to sōma autōn metagomen

Senin 22 Agustus 2016


Seri #120 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:3 Kemungkinan yang terjadi Jika di ajar pengajar yang tidak
berkualitas dan pengajar yang berkualitas

Nestle Greek New Testament 1904


εἰ δὲ τῶν ἵππων τοὺς χαλινοὺς εἰς τὰ στόματα βάλλομεν εἰς τὸ πείθεσθαι αὐτοὺς ἡμῖν,
καὶ ὅλον τὸ σῶμα αὐτῶν μετάγομεν.
Transliterasi
ei de tōn hippōn tous chalinous eis ta stomata ballomen eis to peithesthai autous
hēmin, kai holon to sōma autōn metagomen.
Untuk menjelaskan dampak dari ajaran pengajar yang tidak berkualitas, Yakobus
menggunakan gambaran dari tujuan penggunaan kekang kepada mulut kuda.
Perta-tama Yakobus menggunakan konteks dari dua kata sambung ’ei de’ untuk
membentuk argumennya.
‘ei’ adalah kata sambung bersyarat yang bisa diartikan sebagai, ‘jika’. Kalau kata
sambung ‘ei’ diikuti dengan kata kerja apapun, maka hal itu akan menyatakan
‘perubahan kondisi’, misalnya di ayat 3 ini, kata sambung ’ei’ diikuti dengan kata kerja
‘ballomen’ [menempatkan]. Maka, jika kekang di tempatkan di mulut kuda, dampaknya
adalah seluruh tubuh kuda bisa dikendalikan.
Jadi, kata ‘ei’ digunakan untuk menunjukkan hal faktual dari sebuah argumen.
Misalnya. ‘Jika’ kita di ajar oleh pengajar yang benar, hidup kita kemungkinan besar
bisa kita kendalikan Kristus. Atau sebalinya, ika’ kita di ajar oleh pengajar yang tidak
berkualitas, hidup kita kemungkinan tidak bisa kita kendalikan kepada Kristus.
Sedangkan kata sambung ‘de’ adalah partikel berlawanan, yang umumnya
ditempatkan di kata kedua atau posisi kedua dalam klausa, yang bisa diartikan
sebagai, ‘tapi’. Kata ‘de’ ini digunakan untuk menguatkan perlawanan argumen yang
hendak ditekankan kata ‘ei’ tersebut. Karena kata ini kata sambung, tentunya, argumen
yang ingin dipertentangkan adalah ayat yang kedua.

Dari konteks kata sambung ‘ei de’ terlihat jelas bagaimana Yakobus ingin menjelaskan
pertentangan antara pengajaran yang berkualitas dengan pengajaran yang tidak
berkualitas melalui gambaran dari kuda yang dikenakan kekang di mulutnya.
Untuk memperjelas konteks dari kata sambung ‘ei de’ tersebut, kita akan memeriksa
penggunaan kata sambung ‘ei de’ sebanyak tiga kali di ayat sebelumnya di Kitab
Yakobus
Pertama, di Yakobus 1:5, Yakobus menjelaskan pertentangan orang yang merasa
berhikmat tetapi justru tidak berhikmat
Perhatikan yang digaris bawahi berikut:
[Ei de tis hymōn leipetai sophias].
TB: Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia
memintakannya kepada Allah, --yang memberikan kepada semua orang dengan
murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit--,maka hal itu akan diberikan
kepadanya.
Di ayat 5 ini, kata sambung ‘Ei de’ digunakan untuk menekankan pertentangan antara
perasaan beriman dan hidup yang tidak bijaksana. Jadi kata kekurangan dan meminta
yang di maksud di ayat 5 ini lebih kepada, supaya tinggal di dalam Tuhan, dengan kata
lain melakuka perintah Allah, sehingga tidak lagi kekurangan hikmat
Kedua, di Yakobus 2:9, orang yang merasa melakukan hukum Allah, tetapi justru
memandang muka
Perhatikan yang digaris bawahi berikut:
ei de prosōpolēmpteite, hamartian ergazesthe,
TB: Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum
itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran. [9]
Ayat 9 ini menekankan pertentangan, orang yang merasa beriman, tetapi masih
memandang muka. Dari penggunaan kata sambung ‘ei de’ dan dari konteks
penggunaan kata sambung tersebut, adalah jelas, bahwa Yakobus ingin memberikan
penekanan kepada guru yang tidak berkualitas di ayat 1 yang berdampak kepada
kehidupan jemaat yang tidak taat, karena seperti mulut kuda, demikianlah pengajar,
dari dialah sumber kehidupan atau penyesatan digerakkan. Kalau pengajar mengajar
tepat, kemungkinan jemaat juga akan memiliki cara hidup yang benar, tetapi kalau
pengajar mengajar sembrono, maka binasalah jemaat itu.

Selasa 23 Agustus 2016


Seri #121 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:3Pengajar Berkualitas Seperti Kekang di Mulut Kuda

Nestle Greek New Testament 1904


εἰ δὲ τῶν ἵππων τοὺς χαλινοὺς εἰς τὰ στόματα βάλλομεν εἰς τὸ πείθεσθαι αὐτοὺς ἡμῖν,
καὶ ὅλον τὸ σῶμα αὐτῶν μετάγομεν.
Transliterasi:
ei de tōn hippōn tous chalinous eis ta stomata ballomen eis to peithesthai autous
hēmin, kai holon to sōma autōn metagomen.
Kemarin kita telah mempelajari dua kali penggunaan kata sambung ‘ei de’ di kitab
Yakobus, sekarang kita akan mempelajari penggunaannya satu kali lagi di Yakobus :10.
Ketiga, di ayat 10 kata ‘ei de’ di gunakan untuk mempertentangankan orang yang
mengabaiakan satu hukum yang berdampak ke pada seluruh hukum
Perhatikan yang digaris bawahi berikut: ei de ou moicheueis, TB: Sebab barangsiapa
menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia
bersalah terhadap seluruhnya.
Sekarang perhatikan frasa pertama dari ayat 3 ini: ei de tōn hippōn tous chalinous eis ta
stomata ballomen eis to peithesthai autous hēmin
Frasa di atas, bisa diterjemahkan menjadi seperti berikut: ‘jadi, jika kita meletakkan
kekang dimulut kuda, dia akan terdesak atau dia akan terbujuk untuk taat kepada kita’.
Perhatikan yang digaris bawahi di atas, kita sengaja menggunakan kata ‘terdesak’ dan
kata ‘terbujuk’ karena di frasa di atas, kata kerja yang digunakan sehingga kuda
tersebut mau mengikuti kemauan yang menaruh kekang tersebut di terjemahkan dari
kata kerja ‘peithesthai’ di mana factor gramatikalnya adalah present infinitive middle or
passif, artinya, kata ini digunakan untuk menerangkan TUJUAN atau HASIL dari
kelompok kata tersebut [modifier]. Contoh sederhanya begini; untuk apa kekang di
letakkan di mulut kuda?

Supaya kuda mau mengikuti kemauan yang membuat kekang tersebut.


Kata ‘peithesthai’ dari kata ‘peitho’ berasal dari akar kata ‘pistis’ atau ‘iman’, kata ini
bisa diartikan sebagai membujuk, atau dibujuk dari apa yang dipercayai. Contoh
sederhanya adalah kuda. Kuda, sebelum dilatih, dia memiliki pola pola tertentu yang
sudah terbentuk yang diyakininya, tetapi melalui kekang, pola pola itu bisa diubah dan
disesuaikan sesuai dengan keinginan yang meletakkan kekang itu di mulut kuda.
Kata ’peitho’ sebenarnya sedang menggambarkan cara Tuhan membujuk orang
percaya menjadi mempercayakan dirinya kepada kehendaknya. Jadi ketika seseorang
menjadi percaya, hal itu masih di dalam tahap pertama, maka seperti kekang yang
diletakkan di mulut kuda demikianlah orang percaya menjadi bisa masuk ke dalam
tahap kedua, menjadi bisa mempercayakan diri, menjadi orang taat kepada Allah.
Jadi kata ini jelas ingin menekankan partisipasi dari seorang pengajar yang berindak
sesuai dengan fungsinya, itu sebabnya voice yang digunakan ‘peithesthai’ adalah
middle or passif, artinya, pengajar harus bertindak terlebih dahulu dengan benar, baru
ada ketaatan yang tepat dari jemaat kepada Allah. Dan tindakan dari pengajar itu harus
terus menerus berlanjut, itu sebabnya tense yang digunakan ‘peithesthai’ adalah
present di mana aspek verbal semantiknya [makna] adalah suatu proses tindakan yang
masih terus berjalan.
Artinya jelas, kalau seorang pengajar, bertindak tepat, terus menerus, maka seperti
mulut kuda yang dikenakan kekang, maka kuda itu akan bisa dibuat menjadi tunduk
kepada kemauan pelatihnya. Tentu saja gambaran dari yang membuat kekang adalah
Tuhan, kekangnya sendiri adalah pengajar yang benar, dan tubuh kuda adalah
gambaran dari jemaat yang memiliki iman yang benar. Itu sebabnya di frasa terakhir
ayat 3 ini, ada dua gambaran dari tujuan yang terjadi. Pertama, seluruh anggota tubuh
kuda bisa dikendalikan [holon], dan anggota tubuh yang dulunya sudah terbentuk,
terpolakan sesuai sifat kuda tersebut, sekarang bisa di berbalik, atau bisa mengubah
posisi [metagomen], semua itu karena kekang diletakkan di mulut kuda. Gambarannya
sangat jelas, tidak akan ada sifat ketundukan dari semua anggota jemaat kepada
Kristus, tidak akan ada tindakan atau kinerja jemaat untuk berbalik taat total kepada
Kristus, jika firman Kristus yang tertulis tidak di posisikan kepada tempatnya yang
terhormat oleh para pengajar, pengajar yang berkualitas, seperti kekang yang
diletakkan Allah untuk menundukkan seluruh jemaat kepada kehendakNya.

Rabu 24 Agustus 2016


Seri #122 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:4 Pengajar Seperti Juru Mudi yang Membuat Potensi Kapal Kuat

Nestle Greek New Testament 1904


ἰδοὺ καὶ τὰ πλοῖα, τηλικαῦτα ὄντα καὶ ὑπὸ ἀνέμων σκληρῶν ἐλαυνόμενα, μετάγεται ὑπὸ
ἐλαχίστου πηδαλίου ὅπου ἡ ὁρμὴ τοῦ εὐθύνοντος βούλεται
Transliterasi”
idou kai ta ploia, tēlikauta onta kai hypo anemōn sklērōn elaunomena, metagetai hypo
elachistou pēdaliou hopou hē hormē tou euthynontos bouletai
Di ayat 3 kita telah melihat gambaran dari pengajar yang digambarkan seperti kekang
di mulut kuda. Sekarang di ayat 4, pengajar di gambarkan seperti kemudi yang sangat
kecil yang dikemudikan juru mudi.

Perhatikan kata yang digaris bawahi berikut:

idou kai ta ploia

Perhatikan kata kerja ‘idou’ yang digaris bawahi di atas. Kata ini diletakkan sebagai kata
perintah yang prosesnya sudah sempurna. Dalam bahasa inggrisnya di katakan
‘Behold’ yang secara harafiah bisa diartikan, ‘kamu lihat’, kata kerja ‘idou’ berasal dari
kata ‘horáō’ yang artinya adalah ‘lihat’. Umumnya kata ini seringkali dibuat sebagai
kata metaforis, tujuannya ‘untuk melihat dengan pikiran secara rohaniah’. Jadi kata ini
hendak menekankan perasaan batin spiritualis.
idou’ adalah bentuk kata kerja aorist yang menekankan proses yang sudah sempurna.
Maksudnya begini, saat di katakan ‘lihatlah’, maka saat kita memperhatikan dengan
batin yang jujur atau bersih, bagaimana cara kerja kapal, kita mendapatkan gambaran
yang tepat, seolah oleh dari gambaran itu, kita diberikan perintah untuk menarik
pelajarannya dan menjadikannya menjadi contoh yang sempurna dalam kehidupan kita.
Karena modus kata ini adalah imperative, berarti pemberian dari gambaran di ayat 4 ini
sangat penting sekali sebagai panduan dari keberimanan kita.

Apa yang dapat kita lihat dan pelajari kapal untuk kita praktekkan dalam keberimanan?
Pertama, bagaimana kapal itu menjadi sagat kuat
Perhatikan yang digaris bawahi berikut
tēlikauta onta
‘Onta’ adalah kata kerja bentuk participle dari kata ‘eimini’. Kata ini bisa diartikan
‘menjadi ada’, jadi yang ditekankan dari kata ini adalah partisipasi dalam membuat
kapal menjadi besar. Misalnya, apa partisipasi juru mudi supaya kapal itu berpotensi
menjadi kuat/besar di lautan?
Sedangkan besar-kuat yang dimaksud, diterjemahkan dari kata ganti demonstrative
‘tēlikauta’ dari kata ‘tēlikoútos’, artinya begitu besar, atau kuat atau sangat besar. Kata
ini adalah kata kiasan yang hendak menekankan potensi dari ukuran maksimum
[potensinya]. Contoh sederhannya adalah, kapal yang besar di laut. Meski kapal itu
Besar dan potensial, tetapi tanpa partisipasi jurumudi, kapal itu tidak berguna sama
sekali.
Jadi gambaran dari ‘onta telikauta’ hendak menjelaskan bagaimana partisipasi juru
kemudi dalam membuat potensi kapal menjadi sangat kuat. Dari kata tēlikauta onta,
terlihat jelas, bagaimana Yakobus ingin memberikan satu panduan yang sangat hebat
sekali melalui contoh nyata dari tehnik perlayaran saat itu. Tehnik perlayaran yang
membutuhkan seorang juru mudi yang handal, yang bisa membaca arah angin, yang
bisa membuat perhitungan yang tepat, sehingga kapal yang besar itu bisa melalui
gelombang laut yang terkuat sekalipun.
Gambarannya jelas, gereja Tuhan seperti kapal yang sedang berlayar, kapan ini
terombang ambing atau menjadi kapal yang berpotensi besar menurut Tuhan
ditentukan oleh pengajarnya. Pengajarnya akan membawa kapal itu karam, jika
pengajar mengajarkan sembarangan. Pengajarnya akan membawa kapal itu berlayar
menaklukkan cobaan badai angin, jika pengajarnya adalah seorang yang berkualitas.
Pengajar, yang memberikan partisipasi yang berkualitas, membuat gereja berpotensi
maximal, sebaliknya pengajar, bodoh, membuat gereja malu karena gagal dalam
cobaan.

Kamis 25 Agustus 2016


Seri #123 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:4 Bag 2Pengajar Seperti Juru Mudi


yang Membuat Kapal Berpotensi Kuat
Nestle Greek New Testament 1904
ἰδοὺ καὶ τὰ πλοῖα, τηλικαῦτα ὄντα καὶ ὑπὸ ἀνέμων σκληρῶν ἐλαυνόμενα, μετάγεται
ὑπὸ ἐλαχίστου πηδαλίου ὅπου ἡ ὁρμὴ τοῦ εὐθύνοντος βούλεται
Transliterasi”
idou kai ta ploia, tēlikauta onta kai hypo anemōn sklērōn elaunomena, metagetai hypo
elachistou pēdaliou hopou hē hormē tou euthynontos bouletai
Kemarin, kita telah melihat poin pertama dari ayat 4 ini, sekarang kita akan melihat poin
ke dua.
Kedua, Bagaimana Kapal Menjadi pantang menyerah.
Perhatikan kata yang digaris bawahi berikut:
sklērōn elaunomena
Kata sifat ‘sklērōn’ dari kata ‘sklērós’ secara harafiah artinya adalah ‘keras’. Kata ini
secara kiasan bisa diartikan sebagai kaku, dan pantang menyerah, atau secara positif
bisa diartikan sebagai ‘keras kepala. Jadi kata ini menggambarkan orang-orang yang
"tidak mau mengalah" demi tujuan.
Sedangkan kata kerja ‘elaunomena’ artinya adalah ‘saya mengemudi’ atau saya
‘mendorong’,
Jadi konteks kedua kata ini sedang menekankan juru mudi yang mendorong atau
mengemudi kapalnya dengan sifat yang pantang menyerah, dengan sifat yang ’keras
kepala’ dengan sifat yang tidak mau mengalah demi mencapai kesempurnaan umat
yang dipimpinnya seperti yang dikehendaki oleh Kristus.
Tense kata ini adalah present, artinya terus menerus berjuang dan tidak mau
menyerah, sedangkan voice middle or passif artinya, pengajarnya berpartisipasi
dengan sifat yang keras kepala [gigih] di dalamnya secara terus menerus.

Anda lihat, dari kata sklērōn elaunomena, Yakobus memberikan perintah, supaya
orang percaya menyadari bahwa gereja itu seperti kapal yang tidak mudah menyerah
kepada cobaan ombang di dalam lautan yang ganas. Gereja butuh para pengajar yang
otaknya gigih, keras kepala, demi keselamatan jiwa jiwa di dalam kapal.
Kita tidak sedang mengatakan, kita adalah pengajar yang sempurna, tetapi kita seperti
petarung yang berdarah darah, supaya kita bisa sampai kesana.
Kita berada dipersimpangan, di mana para pengajar di gereja sekarang, dipenuhi oleh
para pemerkosa firman Tuhan, disebut pemerkosa firman Tuhan, karena jarang kita
melihat pengajar yang gigih untuk mencari tahu apa sebenarnya makna sebenarnya
[semantik]. Yang ada hanya mencomot ayat demi tujuan duniawi
Gereja sekarang dipenuhi oleh orang yang suka membuat terjemahan alkitab menjadi
seolah oleh mantra sakti yang kalau diucapkan akan menjadi mujizat. Ini semua adalah
penyakit gereja yang dimunculkan oleh pengajar pengajar karbitan, mereka adalah
orang orang yang disebut Tuhan sebagai guru palsu dan calon nabi palsu.
Kita memang tidak sempurna dalam memahami firman Allah, tetapi tanpa kerinduan
untuk terus menerus meneliti, kita tidak akan bisa menjadi umat Tuhan yang sempurna.
Allah menginginkan sifat yang sempurna, karena dia Allah yang sempurna, Firmannya
juga sempurna, dan dia tidak mau pengajar yang mendekatinya datang dengan cara
yang murahan dan gampangan.
Kenapa hal ini harus kita tekankan? Supaya muncul kesadaran social, dimana umat
Allah meningkatkan mutunya, sehingga kita menghargai suara Kristus yang telah
dituliskan para murid tersebut. Yesus yang telah ditetapkan Bapa menjadi yang berhak
sebagai perantara satu-satunya, di mana dia sendiri [Kristus], media yang sah dan
diakui Allah sebagai satu-satunya yang bisa menjadi sarana firman Allah yang
membuat kita menjadi orang yang beriman [Roma 10:17]
Supaya kita menjadi orang yang beriman sejati, seperti kapal yang kuat, keras kepala
dan tidak mau menyerah, maka dari antara kita harus muncul para pengajar yang
berkualitas. Kalau di ayat 1 Yakobus melarang, pengajar yang tidak berkualias,
sebaliknya seperti juru mudi yang hebat yang menyelamatkan kapalnya; maka semakin
banyak dari antara kita pengajar yang berkualitas, semakin besar harapan kapal gereja
Tuhan semakin kokoh dalam melawan arus nabi nabi palsu.

Jumat 26 Agustus 2016


Seri #124 Belajar Kitab Yakobus
Yakobus 3:4 Memperhatikan Pengajaran berdampak Keberhasilan Gereja

Nestle Greek New Testament 1904


ἰδοὺ καὶ τὰ πλοῖα, τηλικαῦτα ὄντα καὶ ὑπὸ ἀνέμων σκληρῶν ἐλαυνόμενα, μετάγεται ὑπὸ
ἐλαχίστου πηδαλίου ὅπου ἡ ὁρμὴ τοῦ εὐθύνοντος βούλεται
Transliterasi”
idou kai ta ploia, tēlikauta onta kai hypo anemōn sklērōn elaunomena, metagetai hypo
elachistou pēdaliou hopou hē hormē tou euthynontos bouletai
Kemarin, kita telah melihat poin kedua dari ayat 4 ini, sekarang kita akan melihat poin
ketiga.
Poin Ketiga, Posisi pengajaran yang benar memang kecil, tetapi itu menentukan
keberhasilan gereja menurut ukuran Tuhan
Perhatikan yang digaris bawahi berikut:
metagetai hypo elachistou
Kata kerja metagetai, artinya berbalik, mengubah posisi atau bisa juga diartikan
‘dibawa kembali’, sedangkan kata sifat ‘elachistou’ dari kata ‘eláxistos’ bisa diartikan
sebagai kecil, atau Paling kecil.
Di lukas 16: 10 digambarkan, orang orang yang setia dalam perkara kecil yang akan
dipercayakan perkara perkara yang besar
TB: "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil [eláxistos], ia setia juga dalam
perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil
[eláxistos], ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar
Tujuan dari pengutipan lukas 16:10 ini hendak membuat perbandingan dari kata
‘elaxistos’ [kecil], di mana posisi yang dipandang kurang penting menurut ukuran
duniawi, justru menjadi posisi sentral dalam menentukan keberhasilan dari visi Tuhan
yang hendak dicapai. Seperti orang setia dala perkara kecil [masalah uang], sehingga
dipercayakan perkara surgawi, maka gereja juga harus memperhatikan posisi yang
kecil itu [pengajar] karena justru itu yang menjadi kunci keberhasilan, apakah gereja
dipercayakan perkara yang besar, seperti yang dilakukan oleh kapal dalam pelayaran
besarnya.

Sama halnya juga perumpamaan yang digunakan di Luk 19:17, di mana hamba disebut
sebagai yang baik karena kesetiaannya dalam perkara kecil.
Katanya kepada orang itu: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba yang baik;
engkau telah setia dalam perkara kecil [eláxistos], karena itu terimalah kekuasaan
atas sepuluh kota.
Katakanlah gereja digambarkan seperti hamba, di mana hamba itu harus setia dalam
perkara yang kecil baru disebut sebagai hamba yang baik, maka gereja perlu
memperhatikan ajaran ajaran yang sejati dari Kristus dan setia di dalamnya baru gereja
itu disebut sebagai gereja yang setia.
Kita tidak boleh lupa bahwa gereja bukanlah individu, gereja adalah perkumpulan orang
orang percaya, maka sangat penting bagi orang orang yang percaya yang bersatu
untuk menjadikan ajaran yang sehat dan yang sejati sebagai tolak ukur kesetiaan. Kita
tidak boleh lagi melihat gereja yang berkembang menurut aturan aturan duniawi, karena
sama seperti zaman Yesus, gereja yang berkembang, hanya bisa memuridkan sekian
orang dari begitu banyak orang Israel saat itu, maka, kiranya kita tidak menjadi minder,
di mana banyak jemaat yang mundur dari pertandingan iman, karena mereka tidak mau
taat kepada ajaran yang benar.
Seperti kata kerja ‘metagetai’, yang bertugas membuat gerakan berbalik, yang bertugas
untuk mengubah posisi sehingga siapa yang masuk dalam kelompok murid Yesus
boleh masuk kapal, sedangkan mereka yang tidak mau taat kepada suara Kristus dan
mengikuti hatinya sendiri boleh ‘turun dari kapal’. Tetapi kapal harus terus berjalan, dua
atau tiga orang penumpang, seperti yang dilakukan Yesus, kapal harus jalan terus, dan
itu hanya bisa terjadi jika gereja memahami bahwa menggembalakan adalah istilah lain
dari mengajar. Karena Yesus mengembalakan saat itu dengan cara mengajar.
Kita harus mempehatikan aspek pengajaran dengan sangat sungguh sungguh, karena
seperti kata sifat ‘elachistou’ yang diartikan sebagai kecil, atau paling kecil. Tetapi
melalui dimensi yang terkecil itu, kita bisa membuat kapal berjalan terus, menjadi kokoh
dan tangguh dan menjadi potensial menjadi kapal besar menurut Tuhan, yang berjalan
sesuai dengan kendak Allah, meski secara duniawi kita semakin mengecil. Lihatlah
Tuhan Yesus, lihatlah Yohanes pembaptis, kiranya saudara tidak kecil hati karena kita
kecil menurut ukuran duniawi, tetapi jika kita setia dalam ajaran Kristus, kitalah yang
besar menurutNya

Sabtu 27 Agustus 2016


Seri #125 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:4 Pengajar yang Membulatkan Hidup Untuk Mengarahkan Gereja


Kepada Firman Kristus

Nestle Greek New Testament 1904


ἰδοὺ καὶ τὰ πλοῖα, τηλικαῦτα ὄντα καὶ ὑπὸ ἀνέμων σκληρῶν ἐλαυνόμενα, μετάγεται ὑπὸ
ἐλαχίστου πηδαλίου ὅπου ἡ ὁρμὴ τοῦ εὐθύνοντος βούλεται
Transliterasi”
idou kai ta ploia, tēlikauta onta kai hypo anemōn sklērōn elaunomena, metagetai hypo
elachistou pēdaliou hopou hē hormē tou euthynontos bouletai
Kemarin, kita telah melihat poin ketiga dari ayat 4 ini, sekarang kita akan melihat poin
terakhirnya.
Keempat: Pengajar membuat gereja tidak menyimpang dari Hukum Kristus dan
membuat perencanaan yang matang dengan niat yang bulat untuk membawa
jemaat berlayar ke surga yang indah
Perhatikan kata yang digaris bawahi berikut:
euthynontos bouletai
Kata kerja ‘euthynontos’ artinya saya membuat lurus, atau panduan, mengarahkan.
Kata ini berasal dari kata ‘euthýnō’ artinya adalah membuat lurus, Tanpa
penyimpangan atau penundaan yang tidak perlu

Artinya gambarannya jelas, pengajar harus seperti juru mudi yang terus menerus
memastikan bahwa kapal gereja terus menerus lurus, terus terproses, diarahkan sesuai
kehendak Allah. Karena voice dari kata kerja ini adalah participle maka pengajarlah
yang harus berpartisipasi untuk membuat hal itu bisa terjadi. Itu adalah tugas pengajar,
dan dari tense kata ini terlihat jelas, bahwa kata ini menekankan kinerja pengajar yang
terjadi terus [present], dan tidak akan pernah sempurna, sebelum kematian
menjemput.

Kita harus bangga bahwa almarhum bapak gembala pdt Dongani Sitanggang telah
memberikan teladan kepada kita. Kalau kita masih harus terus melakukan tugas
pengajaran sampai akhirnya kita mati, maka bapak Almarum Dogani Sitanggang, sudah
selesai melakukannya. Dan hasil dari pengajaran beliau mebuat kita bisa menikmati
kasih karunia Tuhan sekarang ini. Saudara tidak akan mungkin bisa menikmati ajaran
ini, jika kami tidak di ajar beliau. Kami bisa menjadi kritis dalam ajaran sejati; semua itu
karena keteladanan beliau. Dan karena kami masih hidup, kami akan terus berteriak,
meski tidak ada yang mau mendengarkan teriakan kami, sampai kami akhirnya mati
juga dan bertemu pencipta kami, seperti yang sudah di alami oleh Almarhum bapak
Gembala yang sangat kami kasihi.
Seperti yang digambarkan oleh kata kerja ‘bouletai’ kami telah berniat, bulat, seperti
yang ditekankan oleh kata ‘boúlomai’ ini, kami juga telah merencanakan dengan tekad
penuh, dengan tegas kami telah berencana, kami sudah seperti seorang mengemudi
yang membuat perencanaan yang bulat sebelum mengarungi lautan, dan yang pada
akhirnya pergi berlayar untuk menaklukkan lautan pengajar sesat
Kami tekankan sekali lagi, sudah sangat sangat jarang menemukan gereja yang sehat.
Jemaat yang kami kasihi, kami berbicara dengan hati nurani yang jujur, kami ingin
mengajak saudara saudara masuk dalam kapal layar Firman Tuhan Yesus, kami tidak
ingin saudara binasa karena ditipu para nabi palsu dan guru palsu
Diluar sana penipu diabolos, mendakwa orang percaya, tidak lagi diluar gereja, tetapi
dari mimbar mimbar, di mana para guru yang tidak berkualitas sedang berlawak atau
seperti motivator yang merongrong nyawa orang percaya
Kami tidak berbohong, suara hati kami jujur, gereja hampir-hampir tenggelam di dalam
arus duniawi. Memang slogan gereja sekarang rohani, tetapi maknanya duniawi.
Memang gereja sekarang menyembah Allah dalam kegiatan liturgos, tetapi kehidupan
gereja sekarang tak ubahnya seperti ‘daimonia’ yang memberontak
Ini adalah akhir zaman, masuklah kapal, setialah jadi penumpang, kami berjanji dengan
semagat yang bulat, menguraikan setiap perkataan Kristus yang telah dikanonisaikan
supaya saudara beroleh iman sejati, sebab iman sejati hanya datang dari pendegaran
akan firman kristus [rhema kristos]. Apakah dengan mengatakan kebenaran, kami
menjadi musuhmu?

Minggu 28 Agustus 2016


Seri #126 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:5 Bagian 1 Pengajar Seperti Lidah

Nestle Greek New Testament 1904


οὕτως καὶ ἡ γλῶσσα μικρὸν μέλος ἐστὶν καὶ μεγάλα αὐχεῖ. ἰδοὺ ἡλίκον πῦρ ἡλίκην ὕλην
ἀνάπτει·
Transliterasi
houtōs kai hē glōssa mikron melos estin kai megala auchei. idou hēlikon pyr hēlikēn
hylēn anaptei;
Perhatikan kata yang digaris bawahi berikut:
houtōs kai hē glōssa
‘hoútōs’ adalah kata keterangan, yang berasal dari kata ganti demonstratif. Jadi kata ini
dengan tekanan emosi, hendak mengatakan ‘seperti inilah’ [pengajar]. Jadi, yang
ditekankan di ayat ini bukan dosa lidah, tetapi pengajar yang memiliki kesamaan
dengan sifat lidah.
Kata ini bisa diartikan sebagai ‘dengan cara lidah ini’, atau ‘sesuai dengan deskripsi
lidah ini’ atau sesuai dengan apa yang berikut ini [lidah]. Jadi maksudnya jelas, apa
yang sudah dikembangkan di ayat 3 dan 4 di ulangi lagi di ayat 5 dengan
menggambarkan pengajar seperti sifat lidah.
Jika sebelumnya pengajar sudah digambarkan seperti kekang di mulut kuda dan seperti
juru kemudi yang mengendalikan kapal besar. Maka kali ini pengajar di gambarkan
seperti lidah manusia, [glōssa
Perhatikan kata yang digaris bawahi berikut:
mikron melos estin
Kalau di ayat 4, pengajar digambarkan sangat kecil [elachistou] tetapi berdampak
mengerikan, maka di ayat ini digambarkan juga sebagai bagian dari anggota tubuh
[melos] yang terkecil [mikron], tetapi meski kecil, dia menempati sebagai subjek, yang
menentukan posisi dalam tubuh manusia [nominatif]. Meski dia kecil, dia menjadi [estin]
subjek yang mengekspresikan kondisi realitas yang real [indikatif], dari tubuh itu sendiri

Perhatikan terjemahan berikut:


Shellabear 2000: Demikian juga lidah. Lidah adalah suatu anggota tubuh yang kecil,
tetapi ia sangat bermegah
Perhatikan kata yang digaris bawahi berikut
kai megala auchei
Magala adalah kata sifat, yang secara konotasi diartikan mengah dan luas, tetapi
makna yang ingin dibentuk, bukan konotasi positif, tetapi kemegahan yang duniawi.
Artinya, pengajar yang tidak berkualitas seperti sifat dari lidah, yang bisa
membinasakan tubuh Kristus.
Dalam budaya kita, sering di katakan, hati hati dengan lidahmu, karena lidah adalah
gambaran dari mulut yang pada akhirnya merugikan orang yang berbicara tersebut.
Pengajar yang tidak berkualtias juga seperti itu, dia memiliki sifat yang membesar
besarkan, dia membuat kemegahan yang besar menurut ukuran duniawi tetapi
mendatangkan kematian.
Dia suka membuat hal hal yang tidak relevan menurut Yesus menjadi relecan menurut
dia, dia sering sekali menambahkan apa yang tidak diajarkan oleh Yesus. Itu sebabnya,
Paulus mengambarkan pengajar palsu seperti anjing anjing liar, karena mereka sangat
buas sekali.
Sedangkan kata kerha ‘auchei’ artinya Saya membanggakan, atau saya sombong, jadi
pengajar yang tidak berkualtis seperti lidah, dia yang mengekspresikan kondisi realitas
yang real [indikatif], dari tubuh Krsitus itu sendiri.
Dia bisa membanggakan kebodohan dan kesombongan. Dai bisa bericara seolah olah
datang dari Allah, tetapi dia meberikan kematian dan kebinasaan kepada pendegarnya.
Senin 29 Agustus 2016
Seri #127 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:5 Bagian 2: Penekananan yang Sangat Penting Dari Kata ‘horao’

Nestle Greek New Testament 1904


οὕτως καὶ ἡ γλῶσσα μικρὸν μέλος ἐστὶν καὶ μεγάλα αὐχεῖ. ἰδοὺ ἡλίκον πῦρ ἡλίκην ὕλην
ἀνάπτει·
Transliterasi
houtōs kai hē glōssa mikron melos estin kai megala auchei. idou hēlikon pur hēlikēn
hulēn anaptei;
Setelah Yakobus menjelaskan gambaran dari lidah, maka kemudian Yakobus beralih
langsung kepada gambaran dari api, tetapi dengan terlebih dahulu memulai kalimatnya
dengan seruan penekanan betapa penting melihat gambaran tersebut.
Perhatikan kata yang digaris bawahi berikut:
idou hēlikon pur hēlikēn hulēn anaptei;
Di ayat 4 Yakobus sudah terlebih dahulu memberikan penekanan khusus betapa
pentingnya mempelajari gambaran yang sangat jelas dari kapal yang digerakkan oleh
nahkoda yang kecil melalui kata ‘idou’.
perhatiakan yang digaris bawahi berikut
TB: Dan lihat [idou] saja kapal-kapal,
Namun, jika kita jeli melihat, kata ‘ idou’ tersebut, sebenarnya, sudah digunakan juga
Yakobus di pasal 2:4, di mana Yakobus ingin menjelaskan tujuan akhir dari iman
yang benar, yang disertai dengan perilaku hidup yang benar. Dari kata ‘horao’ tersebut,
sebenarnya terlihat jelas, bagaimana Yakobus ingin menekankan pesannya yang
sangat penting dari gambaran yang diberikan.
Tentu saja hal itu berhubungan erat dengan [akibat] pengajaran yang digambarkan
berturut turut seperti kekang di mulut kuda, nahkoda pada kapal, lidah di dalam tubuh
manusia, dan api yang punya potensi untuk membakar kayu bakar. Sebab jika
pengajaran tidak benar, maka iman itu tidak bisa menjadi benar, itu sebabnya di
Yakobus 2: 24 kata yang digunakan adalah sama dengan kata ‘idou’.
Perhatikan kesamaan penekanan kata ‘idou tersebut, seperti yang digaris bawahi
berikut:
TB: Jadi kamu lihat [horate], bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-
perbuatannya dan bukan hanya karena iman.

Di yakobus 2: 24, kata yang digunakan adalah kata dasar ‘horate’, kata ini bertujuan
untuk menekankan iman yang terus menerus dikerjakan. Sedangkan dalam Yakobus
3;4, dan juga di ayat 5, kata yang digunakan juga dari akar kata yang sama, yang
membedakannya hanya hanya factor kasusnya. Sehingga kata ‘idou’ dari kata
‘horao’ yang digunakan adalah berbentuk aorist imperative aktif. Tujuan dari kata kerja
ini; untuk melihat gambaran yang digunakan, sehingga mendapatkan pikiran yang jernih
terhadap cara kerja iman yang sempurna, dan juga yang diperintahkan untuk dijadikan
sebagai contoh perintah atau pun larangan
Penekananan Yakobus sebanyak empat kali ini sangat penting sekali kita perhatikan,
bahkan di dalam penekanan itu, Yakobus menggunakan kata kerja ‘horao’ sebanyak
dua kali supaya jemaat mendapatkan panduan yang tepat dalam mengendalikan
tubuhnya sebagi bukti orang percaya, sehingga sebagai orang yang beriman dapat
mengendalikan tubuhnya sesuai dengan keyakinanan yang sempurna sehingga seperti
yang ditekankan di Yakobus 2:24, bahwa kita dibenarkan bukan karena iman,
maksudnya bukan karena percaya, tetapi karena percaya, lalu kemudian oleh
percayanya itu, mempercayakan tubuh kepada pimpinan Tuhan, sehingga anggota
tubuh dikendalikan [taat] pada Allah dengan sepenuhnya. Bukan sebaliknya seperti
yang dituliskan di ayat 9
Bandingkan dengan ayat berikut:
TB: Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk
manusia yang diciptakan menurut rupa Allah [9]
Melalui penekakan kata ‘horao’ tersebut, Yakobus ingin orang percaya melihat dengan
pikiran yang jernih, sehingga dapat belajar dari kapal yang dikendalikan oleh kemudi
seperti yang dikehendaki oleh jurumudi, atau seperti lidah yang juga disamakan dengan
api [pu] yang meski kecil [helicon], tetapi dapat membakar kayu bakar [hulēn]. Dia
punya potensi, demikianlah potensi dari pengajar, dia punya potensi untuk
mengerakkan tubuh Kristus. Karena itu pengajaran adalah salah satu yang sangat
krusial di dalam gereja, karena melalui pengajaran seseorang bisa seperti kuda yang
dikenakan kekang yang di kendalikan oleh pelatihnya, atau juga seperti kapal besar
yang dikendalikan oleh kemudi seturut kehendak hati juru mudi, atau seperti lidah yang
dapat mengerakkan, seperti hal kapal yang dapat menyalakan api dan membakar kayu
bakar. Allahlah yang mengaruniakan kebenaran, tetapi pengajarlah sarana untuk dapat
mehami kebenaran. Jika pengajar tidak berkualitas, maka bagaimana gereja mengenal
kebenaran?

Selasa 30 Agustus 2016


Seri #128 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:5 Bagian 3: Pengajar seperti Api Yang Ukurannya Kecil tetapi
Berdampak Besar

Nestle Greek New Testament 1904


οὕτως καὶ ἡ γλῶσσα μικρὸν μέλος ἐστὶν καὶ μεγάλα αὐχεῖ. ἰδοὺ ἡλίκον πῦρ ἡλίκην ὕλην
ἀνάπτει·
Transliterasi
houtōs kai hē glōssa mikron melos estin kai megala auchei. idou hēlikon pur hēlikēn
hulēn anaptei;
Ada bebara poin penting yang dapat kita pelajari dari bagian terakhir di ayat 5 ini.
Pertama: Penggunaan kata ‘hulen’.
Yang diterjemahkan TB sebagai hutan yang besar, sebenarnya bukan hutan dalam
bahasa aslinya. Ini penting sekali untuk mendapatkan gambaran yang tepat dari
ilustrasi yang digunakan Yakobus. Yang benar adalah kayu yang digunakan sebagai
bahan bakar [hulen], kalau hutan, bahasa inggrisnya adalah ‘forest’ sedangkan yang
digunakan adalah ‘wood’, atau ‘fuel’, jadi maknanya lebih kepada kayu yang dijadikan
sebagai kayu bakar.
Bandingkan dengan terjemahan berikut:
Shellabear 1912: Maka demikian juga lidah itu pun suatu anggota yang kecil, maka
sangatlah ia memegahkan dirinya. Maka ingatlah berapa banyak kayu dapat dimakan
oleh api yang sedikit.
Kedua, permainan kata hēlikon dan hēlikēn.
Perhatikan baik baik frasa yang digaris bawahi di bawah:
idou hēlikon pyr hēlikēn hylēn anaptei;
‘hēlikon’ dan ‘hēlikēn’ adalah kata sifat dari akar kata yang sama; ‘ἡλίκος’ [helikos]. kata
‘hēlíkos’ berasal dari kata ‘helix’ dalam bahasa Inggrisnya ‘adult comrade’, atau kawan
Dewasa . Secara harafiah, kata ini berarti, kawan yang ukurannya sudah dewasa. Kata
ini digunakan secara kiasan untuk menjelaskan sifat dari UKURAN. Misalnya api;
secara bentuk, awalnya, bentuk api kecil, tetapi bentuk awal api yang kecil, ukurannya
bisa terus menerus menjadi semakin besar, dan ukuran kecil itu mamu membakar kayu
bakar. Jadi dalam hal ukuran, meski kecil tetapi memiliki sifat yang besar dalam
membakar.

Perhatikan idiom Yunani berikut


hēlikon pur
kalau secara harafiah, arti kedua kata itu adalah ‘api besar’ [dampaknya], tetapi
karena dia digunakan untuk menjelaskan kata benda, api, maka sifat yang hendak
digunakan adalah ukuran dari kata benda ‘api’.
Tentu saja api itu kecil; Contoh waktu kita mau menyalakan kompor gas, maka percikan
api itu sungguh sangat kecil. Kalau pada zaman itu, membuat api masih dengan cara
yang kuno, maka percikan api yang dihasilkan juga benar benar sangat kecil pada saat
itu, dan sepertinya tidak akan bisa membakar kayu bakar.
Menariknya ukuran api itu dihubungkan dengan fungsinya sebagai api. Api yang kecil
secara bentuk saat dinyalakan, tetapi berfungsi-berdampak besar karena mampu
membakar kayu bakar.
Logika sederhanya adalah; api saat itu adalah membakar kayu bakar. Jadi, api yang
kecil [helikon] menjadi api yang memiliki kekuatan yang besar [heliken] karena dapat
membakar kayu.
Jadi kata yang digunakan tidak sedang menjelaskan api yang membakar hutan yang
besar, tetapi api yang kecil tetapi besar, yang bisa menyalakan kayu bakar. Yakobus
mengunakan gambaran api yang kecil yang punya potensi besar untuk membakar
kayu, untuk memberikan gambaran dari potensi pengajar yang sudah di jelaskan di ayat
1 dan juga yang akan dijelaskan dampaknya di ayat 6
Perhatikan yang digaris bawahi berikut:
idou hēlikon pur hēlikēn hulēn anaptei;
jika di atas, ‘hēlikon pur’ menjadi api yang kecil, sekarang ‘hēlikēn hulēn’ menjadi api
yang punya kekuatan besar, karena dapat membakar kayu bakar.
Perhatikan baik baik, kedua kata ini berasal dari akar kata yang sama [helikos] yang
hanya dibedakan oleh kasus nominatif [subjek] dan akusatif [objek langung], kata yang
sama itu menjadi semacam ‘permainan kata’ yang digunakan untuk menjelaskan
dampak dari pengajar yang seperti pembuat api untuk membakar kayu. Banyak geraja
sepele dengan pengajaran sejati, akibatnya anggota gereja pun diracuni oleh ajaran
ajaran sesat, ketika mereka sadar, ternya telah terlambat, sebab anggota gereja telah
dinahkodai oleh nabi palsu membawa kapal jauh ke samudra raya kamatian.

Rabu 31 Agustus 2016


Seri #129 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:6 Bagian 1, Pengajar itu seperti: LIDAH ITU API


Yakobus 3:1-12 adalah kalimat panjang di mana induk kalimatnya adalah ayat yang
pertama tentang pengajaran yang dapat menjadi sumber kehidupan bagi orang percaya
atau menjadi kematian karena ajaran ajaran menyimpang.
Jika jemaat telah dibakar api semangat ajaran yang tidak benar, maka jemaat itu akan
seperti kayu bakar yang terbakar yang sulit untuk dipadamkan.
Dari mana kita tahu bahwa api yang digunakan adalah api yang dinyalakan oleh
pembuat api untuk membakar kayu bakar? Dan dari mana kita tahu bahwa gambaran
dari pembuat api untuk menjelaskan potensi dari pengajar yang bisa menggerakkan
jemaat sesuai kehendak Allah atau sesuai dengan kehendak iblis?
Hal itu kita dapat ketahui dari kata kerja ‘anaptei’ yang artinya saya membakar. Kata ini
berasal dari dua kata, yaitu kata preposisi ‘ana’ dan ‘haptó. Kata preposisi ‘ana’
artinya adalah; ‘oleh’. Sedangkan kata ‘hapto’ artinya ‘saya menyalakan’ jadi di ayat 5
ini, gambaran api yang ditekankan adalah gambaran dari seorang yang sedang
menyalakan api yang punya potensi utuk membakar kayu bakar. Kalau begitu potensi
apa yang hendak dijelaskan?
Perhatikan ayat 6.
Nestle Greek New Testament 1904
καὶ ἡ γλῶσσα πῦρ, ὁ κόσμος τῆς ἀδικίας, ἡ γλῶσσα καθίσταται ἐν τοῖς μέλεσιν ἡμῶν, ἡ
σπιλοῦσα ὅλον τὸ σῶμα καὶ φλογίζουσα τὸν τροχὸν τῆς γενέσεως καὶ φλογιζομένη ὑπὸ
τῆς γεέννης.
Transliterasi
kai hē glōssa pyr, ho kosmos tēs adikias, hē glōssa kathistatai en tois melesin hēmōn,
hē spilousa holon to sōma kai phlogizousa ton trochon tēs geneseōs kai phlogizomenē
hypo tēs geennēs.

Bagian pertama dari ayat 6 ini menjelaskan pengajar yang disimbolkan sebagai lidah
yang memiliki sifat dari gambaran api yang sudah dijelaskan di ayat 5 sebelumnya.

Perhatikan kata yang digaris bawahi berikut

kai hē glōssa pur,

Kutipan di atas bisa diterjemahkan sebagai berikut;

‘Dan lidah itu api’


Dalam bahasa Yunani, ada satu prinsip yang umum berlaku saat itu, yaitu jika dua kata
benda digunakan berturut turut maka kata benda kedua menjadi kata sifat.

‘glossa; adalah kata benda. Dan ‘pur’ adalah juga kata benda. Berarti ‘pur’ menjadi kata
sifat. Sehingga kutipan di atas bisa diterjemahkan sebagai; ‘dan lidah itu api’. Api yang
dimaksudkan sifatnya, bukan sekedar api, tetapi ‘hēlikon pur hēlikēn’. Maksudnya;
‘hēlikon pur’ adalah, api yang sebagai benda adalah api yang kecil [ukuran saat
dinyalakan], tetapi sifatnya memiliki potensi menjadi ‘hēlikēn hulēn’ atau api yang
punya kekuatan besar, yang dapat membakar kayu bakar.

Jadi poin pertama yang ingin disampaikan oleh Yakobus di ayat 6 ini adalah gambaran
dari pengajar yang seperti lidah, yang meski bentuknya [benda] kecil secara ukuran
baik di dalam tubuh manusia, atau juga seperti api saat pertama kali dinyalakan, tetapi
sifatnya memiliki potensi yang besar yang bisa membakar.

Apa yang di bakar? Dan apa rujukan dari gambaran lidah yang disamakan dengan api
itu? Tentu saja rujukannya adalah ayat 1. Karena ayat 1 mencatat, supaya jangan
seorangpun pengajar yang tidak berkualitas diberikan ‘panggung’ untuk mengajar.
Yakobus mengatakan ‘jangan’ tentu saja karena orang percaya sudah kecolongan saat
itu sehingga gereja diseret kepada iman yang palsu, dan seperti yang sudah dikatakan
sebelumnya di bagian pendahuluan, pasal 3:1-12, adalah kalimat panjang, sehingga
yang menjadi induk kalimat hanya ada di ay1 ini, sedangkan ay 2-12 adalah anak
kalimat yang menjelaskan induk kalimat di pasal 3:1. sehingga apa yang dijelaskan,
baik tentang anak kalimat lidah, atau anak kalimat api, semuanya sedang menjelaskan
induk kalimatnya yaitu pengajaran. Pengajaran adalah aspek kecil dan sering kali
dianggap sepele, tetapi dia memiliki potensi besar dalam membakar jiwa anggota
gereja, gereja bisa menjadi gelap karena factor pengajar, tetapi dia juga bisa menjadi
gereja yang kudus kalau dia mendengarkan ajaran sejati dari Yesus yang disampaikan.

Kamis 1 September 2016

Seri #130 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:6 Bagian 2, Pengajar yg Tidak Berkualitas Otomatis Menciptakan


Hukum Ketidak adilan di Hidup Jemaat

Nestle Greek New Testament 1904


καὶ ἡ γλῶσσα πῦρ, ὁ κόσμος τῆς ἀδικίας, ἡ γλῶσσα καθίσταται ἐν τοῖς μέλεσιν ἡμῶν, ἡ
σπιλοῦσα ὅλον τὸ σῶμα καὶ φλογίζουσα τὸν τροχὸν τῆς γενέσεως καὶ φλογιζομένη ὑπὸ
τῆς γεέννης.
Transliterasi
kai hē glōssa pyr, ho kosmos tēs adikias, hē glōssa kathistatai en tois melesin hēmōn,
hē spilousa holon to sōma kai phlogizousa ton trochon tēs geneseōs kai phlogizomenē
hypo tēs geennēs.

Poin yang kedua yang ingin dijelakan Yakobus dari pengajar yang digamnarkan
sebagai lidah yang seperti api, hendak menjelaskan aspek semacam sistem
pemerintahan yang tidak adil.
Perhatikan frasa yang digaris bawahi berikut
ho kosmos tēs adikias
Sama seperti di poin pertama di atas, poin kedua ini juga terdiri dari dua kata benda, di
mana kata benda kedua berfungsi sebagai kata sifat. Berarti kata ‘adikias’ berfungsi
untuk menjelaskan lidah yang seperti sistem pemerintahan yang tidak adil. Jadi kutipan
teks Yunani di atas bisa diterjemahkan sebagai berikut: ‘dia [lidah] sitem yang
memerintahkan ketidakadilan’.
Dalam kutipan teks Yunani di atas, ada kata ‘kosmos’. Kata benda ‘kosmos’ secara
harfiah adalah sesuatu yang memerintahkan atau sistem yang memerintahkan.
Misalnya adalah alam semesta. Alam semesta berada dalam satu sistem. Sistem itulah
diciptakan untuk bisa mengatur, atau memerintah alam semesta ini dengan semua
hukum hukum di dalamnya. Misalnya hukum air. Air harus mengalir ketempat yang
paling rendah. Hukum grativitasi, harus jatuh ke bawah. Dan masih banyak lagi hukum
hukumnya, jadi kosmologi ini ada karena ada sistem yang mengatur atau
memerintahnya. Jadi saat di katakan bahwa lidah juga seperti ‘kosmos adikias’ maka
kata ini hendak menjelaskan sistem yang otomatis mengatur ketidak adilan. Penjelasan
ini hendak dapat menjelaskan gambaran dari pengajar sebagai pokok utama kalimat,
dan juga sebagai induk kalimat di pasal ini, hal itu telihat induk kalimat yang

tidak berkualitas supaya jangan mengajar. Kenapa dilarang? Jawabannya adalah di


ayat 6 ini; karena pengajar yang tidak berkualitas itu seperti lidah meski kecil yang juga
seperti api [benda] juga kecil tetapi memiliki potensi yang merusak juga.
Apa yang kita pelajari dari lidah? Lidah bisa menyebabkan kemegahan yang jahat, dia
bisa merusak ajaran Kristus dengan meyampaikan pesan pesan palsu karena tidak
sesuai dengan ajaran Kristus. Apa yang bisa kita pelajari dari api? dia seperti api [sifat]
yang memiliki potensi untuk menggerakkan ‘api semangat’ dari anggota jemaat,
tepatnya potensi yang dapat berfungsi secara otomatis untuk menggerakkan ketidak
adilan.
Saat seseorang yang tidak memiliki karunia untuk mengajar, menjadi pengajar, maka
akan tercipta secara otomatis ketidak adilan. Pengajar yang tidak becuslah yang
secara otomatis menciptakakan ketidak adilan. Allah tidak pernah menciptakan ketidak
adilan di dalam jemaat. Jadi jika jemaat tidak hidup dalam keadilan Allah itu terjadi
karena jemaat mengikuti ajaran yang salah.
‘adikias’ artinya adalah ketidakadilan atau ketidakbenaran, kata ‘adikias’ berasal dari
dari dua kata. Kata pertama adalah ‘a’ yang artinya "tidak" dan ‘dikias’ yang artinya
adalah , ‘keadilan’. ‘Adikias’ hendak menekankan kebalikan dari hidup yang adil;
seperti kelaliman,akibat pelanggaran akan standar Allah [keadilan].
Saat seseorang berani mengajar, meski dia tidak memiliki karunia mengajar, maka
akan tercipta sifat yang melanggar standar keadilan Allah. Sebelumnya telah kita
pelajari, bahwa ‘kosmos’ adalah hukum yang memerintah, semisal hukum hukum di
alam semesta. Seperti sifat air yang selalu mengalir ketempat yang paling rendah.
Gambaran dari ‘kosmos adikias’ hendak menjelaskan bahwa jika seseorang tidak
memiliki kapasitas untuk mengajar, lalu menjadi pengajar, maka akan tercipta secara
otomatis hukum ketidak adilan di dalam jiwa jemaat.
Bandingkan dengan ayat berikut:
TB: dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak
boleh demikian terjadi [10 ]
Dari para pengajar yang tidak berkualitaslah lahir standar hidup yang bobrok. Karena
fungsi pengajaran telah diserobot oleh guru palsu dan nabi palsu, maka gereja
melanggar standar keadilan Allah secara otomatis. Karena itulah mengapa kita benar
benar mengajar anda dengan sangat hati hati, supaya anda mencapi standar keadilan
Allah. Allahlah yang mengerjakan keadilan, tetapi medianya adalah pengajar, tanpa ada
ajaran sejati tidak mungkin ada iman sejati.

Jumat 2 September 2016


Seri #131 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:6 Bagian 3, Pengajar Sepeti LIdah yang Ditetapkan Untuk Mengatur
anggota tubuh kita

Nestle Greek New Testament 1904


καὶ ἡ γλῶσσα πῦρ, ὁ κόσμος τῆς ἀδικίας, ἡ γλῶσσα καθίσταται ἐν τοῖς μέλεσιν ἡμῶν, ἡ
σπιλοῦσα ὅλον τὸ σῶμα καὶ φλογίζουσα τὸν τροχὸν τῆς γενέσεως καὶ φλογιζομένη ὑπὸ
τῆς γεέννης.
Transliterasi
kai hē glōssa pyr, ho kosmos tēs adikias, hē glōssa kathistatai en tois melesin hēmōn,
hē spilousa holon to sōma kai phlogizousa ton trochon tēs geneseōs kai phlogizomenē
hypo tēs geennēs.

Kita telah menjelaskan dua poin yang ingin disampaikan Yakobus dari ayat 6 ini,
sekarang kita akan memeriksa poin ketiga yang hendak dijelaskan Yakobus.

Poin ketiga adalah gambaran dari pengajar yang ditetapkan oleh Allah untuk mengatur
anggota tubuh Kristus, posisinya persis seperti lidah yang bertugas mengatur anggota
tubuh kita.

Lidah di sini tidak selalu merujuk kepada lidah secara harafiah, atau mulut secara
harafiah. Dalam konteks gambaran yang digunakan, kata ‘glossa’ tersebut bermakna,
seperti otak yang secara kiasan berdiri sendiri dan lalu memberikan otoritas kepada
lidah, lalu lidah atau mulut tersebut mengkoordinir anggota tubuh tersebut.
Mengkoordinir di sini tidak sebagai pemimpin, tetapi sebagai sumber dari pokok ide
yang harus disampaikan. Misalnya. Kepala sebagai gambaran dari Kristus memberikan
satu perintah. Lalu mulut gambaran dari pengajar harus dengan tepat menyampaikan
perintah Allah itu tanpa ada penyimpangan untuk bisa dilakukan gereja.

Perhatikan teks B.Yunani dari ayat 6 yang digaris bawahi berikut

hē glōssa kathistatai en tois melesin hēmōn

Kutipan di atas, bisa diartikan diterjemahakan sebagai berikut;

Lidah itu ditetapkan untuk mengatur anggota tubuh kita

Kata ‘kathistatai’ adalah kata kerja present middle or passive yang artinya Aku
mengatur, atau menetapkan, atau menunjuk. Kata middle or passive hendak
menekankan lidah yang mengatur, jadi hal itu berarti lida itu mengatur bagi kepentingan
keteraturan akibat dari adanya aturan itu sendiri. Kata itu berasal dari kata ‘kathístēmi’
berasal dari dua kata. Pertama adalah ‘kata’ atau turun/kebawah dan yang kedua
adalah ‘hístēmi’ , atau ‘berdiri’ jadi kata ‘kahistemi’ ini menyiratkan pengajar seperti
lidah yang sudah ditetapkan, atau diberikan posisi [otoritas, atau status] yang
memungkinkan dia untuk memiliki otoritas untuk mengajar.
Sedangkan kata ‘en’ artinya adalah di, atau antara. ‘en’ adalah kata depan seperti
dalam kondisi di mana sesuatu yang beroperasi dari sisi dalam. Sedangkan ‘melesin’,
artinya adalah organ tubuh, anggota badan. Jadi kata ‘kathistatai he tois melesin’
hendak menjelaskan pengajar yang ditempatkan di dalam tubuh kristus, seperti lidah
yang ditempatkan diantara anggota anggota tubuh yang lainnya oleh Allah.

Lidah tidak akan melakukan fungsi mata, dan lidah tidak akan melakukan fungsi kuping.
Lidah secara otomatis akan melakukan fungsi lidah. Hal ini meyiratkan, jika seseorang
pengajar, dia akan benar benar konsentrasi untuk memperlengkai dirinya supaya bisa
menjadi pengajar sesuai dengan panggilannya. Contoh sederhannya adalah, waktu
kaki diciptakan Allah di dalam tubuh seseorang, maka dari kecil juga kaki itu akan
setiap hari mengerjakan bagian kaki. Lidahpun demikian, tidak pernah lidah akan
mengerjakan bagian yang lain. Ini sebenarnya hendak menggambarkan betapa berat
tugas dari seorang pengajar yang harus mengkhususkan dirinya untuk menyelidiki
perkataan firman Allah dengan ketat, seperti yang dilakukan oleh ezra.

Ezra 7:10
Sebab Ezra telah bertekad untuk meneliti Taurat TUHAN dan melakukannya serta
mengajar ketetapan dan peraturan di antara orang Israel.

Taruhannya adalah standar keadilan Allah, sekali pengajar mengajarkan yang salah,
taruhannya adalah akan lahir orang yang secara otomatis hidup dalam hukum yang
melanggar standar keadilan atau kebenaran Allah. Karena itu jangan pernah mau
mendengarkan ajaran, jika orang tersebut tidak benar benar mau memberikan hidupnya
untuk menyelidiki firman Tuhan. Taruhannya adalah anda akan melahirkan iman yang
palsu.

Sabtu 3 September 2016

Seri #132 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:6 Bagian 4,Pengajar Sepeti LIdah yang Ditetapkan Untuk Mengatur
anggota tubuh kita

Nestle Greek New Testament 1904


kai hē glōssa pyr, ho kosmos tēs adikias, hē glōssa kathistatai en tois melesin hēmōn,
hē spilousa holon to sōma kai phlogizousa ton trochon tēs geneseōs kai phlogizomenē
hypo tēs geennēs.

Kemarin kita telah meriksa sebagian dari poin ketiga yang dari ayat 6, sekarang kita
akan memerika dua kata secara khusus, yaitu tois melesin hēmōn atau ‘anggota tubuh
kita’
‘melesin’ berasal dari kata ‘melos’ yang secara harafiah diartikan sebagai
seorang anggota [bagian]. Secara kiasan kata ini berfungsi untuk
menjelaskan kepribadian manusia. Paulus menggunakannya dalam hubungannya
dengan berbagai fungsi kepribadian manusia.
Kata ‘Melos’ juga digunakan di zaman kuno sebagai instrumen perang; sebagai cara
mengimplementasikan berbagai bagian dari kerja sebuah kapal, tetapi selain itu, kata
‘melos’ juga secara khusus merujuk kepada orang percaya sebagai bagian [ yang
mengatur] anggota tubuh Kristus sesuai dengan fungsinya [Ef 5:30].
TB: karena kita adalah anggota [melos] tubuh-Nya.
Jika kita melihat konteks dari pasal 3 ini, khususnya induk kalimat di ayat 1, maka jelas
sekali gambaran dari ‘ilustari ‘melos’ yang sebagai anggota yang khas, yang mengatur
bagian tubuh sesuai kekasannya. Misalnya semua anggota tubuh kita juga bertugas
mengatuh tubuh, tetapi sesuai dengan fungsinya, mata mengatur bagian penglihatan,
kaki mengatur bagian melangkah, lidah bagian berbicara, dlsb. Gambaran itu
sebenarnya justru memperjelas posisi dari pengajar di dalam anggota tubuh Kristus
yang posisinya khas.
karena kata ‘melos’ ini menempati posisi sebagai objek tidak langsung dari pengajar
sebagai induk kalimat di ayat 1, itulah sebabnya pengajar sebagai subjek utama,
digambarkan sebagai lidah [nominative.subjek] yang menempati posisi khas sebagai
yang memiliki otoritas khas. Semua itu hendak menjelaskan bagaimana Allah Berbicara
di ALkitab, harus melalui media pengajar yang benar

Maksudnya jelas, iika kualitasnya [panggilannya] bukanlah pengajar dia tidak boleh
pengajar. Lagi pula di efesus 4: 12 jelas sekali menjelaskan kata yang sama di ayat 1
dari Yakobus 3, bahwa hanya orang orang tertentu yang ditempakan sebagai pengajar.
Jadi arti ‘glōssa kathistatai en tois melesin hēmōn’ di sini digunakan sebagai gambaran
yang merujuk kepada pengajar yang memiliki posisi yunik di dalam anggota tubuh
Kristus sama seperti lidah di dalam anggota tubuh, demikian juga pengajar, dari ajaran
dialah pada akhirnya muncul sitem kendali yang akan mengatur tubuh kristus. Jika
jemaat ingin mendengar firman Allah, maka pengajar yang sungguh sungguh
mempelajari Alkitablah sarana yang digunakan oleh Allah.
Allahlah memang yang membuat orang berbicara, tetapi medianya adalah lidah. Allah
juga yang mengatur segala yang baik di dalam tubuh Kristus, tetapi medianya adalah
ajaran yang benar dari seorang pengajar yang berkualitas. Tetapi segala yang jahat
dan yang tidak adil tidak datang dari Allah, tetapi datang dari yang jahat, tetapi lidah
jugalah medianya. Artinya, jika pengajar tidak cakap mengajar, segala yang TIDAK
dikehendaki Allah akan muncul akibat tindakan pengajar karbitan
Sama seperti lidah, saat lidah mengucapkan yang baik, itu datang dari Allah, tetapi saat
lidah mengucapkan yang tidak baik, itu terjadi akibat ketiadaan kebenaran di mulutnya
pengajar
Sama seperti ‘daimon’ yang artinya jahat, Allah tidak menciptakan ‘daimon’, Allah hanya
menciptakan roh yang taat kepadanya, tetapi saat roh itu tidak taat kepada Allah, maka
dia disebut menjadi jahat [daimon] diapun mejadi roh jahat. Malaikat yang menjadi roh
jahat
Pengajarpun demikian, pengajar tidak diciptakan Allah untuk mengajarkan yang tidak
sesuai dengan kehendak Allah. Tetapi apakah pengajar bisa mengajarkan sesuatu
yang tidak benar? Bisa. Sama seperti adam-Hawa, mereka tidak diciptakan untuk tidak
taat, mereka diciptakan untuk menjadi taat. Tetapi bisakah mereka tidak taat? Bisa,
kenapa? Karena mereka mereka hanyalah mahluk ciptaan. Sesempurna apapun
ciptaan diciptakan, tetap saja mereka memiliki kualitas ciptaaan bukan pencipta. Karena
pengajar adalah ciptaan Allah, dia harus berfungsi sesuai dengan sifat dan watak Allah,
karena itu pengajar harus benar benar bergantung kepada Allah dengan cara
mengadikan diri untuk terus menerus menyelidiki firman Allah sehingga firman Allah
bisa dialami oleh jemaat dengan tepat.

Minggu 4 September 2016


Seri #133 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:6 bagian 5, Pengajar yang merangsang kelahiran rohani

Nestle Greek New Testament 1904


kai hē glōssa pyr, ho kosmos tēs adikias, hē glōssa kathistatai en tois melesin hēmōn,
hē spilousa holon to sōma kai phlogizousa ton trochon tēs geneseōs kai phlogizomenē
hypo tēs geennēs.

Gambaran yang sama terjadi kepada pengajar, dia seperti lidah, bisa mengutuk Tuhan,
tetapi juga bisa memuji Tuhan. Tetapi, meksi dia bisa mengutuk Tuhan, bukan berarti
Allah yang menciptakan sifat yang mengutuk itu. Allah tidak menciptakan mulut untuk di
satu sisi memuji Tuhan dan disisi lain mengutuk Tuhan. Allah menciptakan mulut hanya
untuk memuji Tuhan. Lalu kenapa mulut bisa mengutuk Tuhan? Karena kualitas ciptaan
[mulut-lidah] memiliki potensi untuk jatuh dalam dosa. Lidah memang diciptakan untuk
memuji Tuhan, tetapi lidah itu adalah ciptaan. Sebaik baiknya lidah diciptakan Tuhan,
dia tetap ciptaan, dimana sebagai ciptaan bisa jatuh dalam dosa.
Kalau pengajar digambarkan seperti lidah yang bisa mengutuk Tuhan, maka pengajar
harus hati hati dalam mengajar, karena itulah pengajar harus benar benar yang memiliki
karunia untuk mengajar dan mengabdikan dirinya untuk menyelidiki firman Tuhan.
Kemudian, Yakobus hendak menjelaskan potensi dari pengajar yang seperti lidah yang
selalu terbuka kesempatan, dan dapat disetiap waktu untuk menodai semua anggota
tubuh
Perhatikan yang digaris bahwai berikut:
hē spilousa holon to soma

kutipan di atas, bisa diterjemahkan sebagai berikut:

‘dia selalu dapat menodai seluruh tubuh’

Karena kata ’spilousa’ adalah present partisip, maka hal tersebut diletakkan yang
merujuk kepada apa yang sama dengan apa yang disebut dalam induk kalimat di ayat
1, artinya gambaran dari lidah yang menajiskan hanya anak kalimat yang diletakkan
sebagai gambaran yang merujuk kepada pengajar sebagai subjek dari induk kalimat.
‘spilousa’ artinya saya menajiskan. Kata ini serumpun dengan kata ‘spilóō’ yang artinya
noda. Secara kiasan kata ini hendak menjelaskan apa yang menajiskan, atau noda
rohani, jadi maksudnya jelas, pengajar yang tidak berkualitas, akan menodai tubuh
Kristus [gereja]

Dari kata ‘spilousa’, terlihat jelas, bagaimana Yakobus hendak menjelaskan potensi
pegajar yang seperti mulut yang dapat merangsang atau membakar cara kelahiran
seseorang secara rohani. Jadi Yakobus hendak menjelaskan bagaimana seseorang
bisa lahir menjadi keturunan yang benar di dalam Tuhan atau menjadi keturunan secara
daging, itu disebabkan ajaran dari pengajar. Seperti yang dijelaskan di Yakobus 1:23, di
mana orang yang tidak hidup dalam kebenaran digambarkan seperti orang yang
mengamati muka yang sebenarnya, di mana kata ‘sebenarnya’ diterjemahkan juga dari
kata ‘geneseos. Kata ini menyiratkan, sebagai keturunan yang tidak lahir dari Allah,
karena tidak melakukan Firman Tuhan.
Perhatikan kutipan yang digaris bawahi berikut:
kai phlogizousa ton trochon tēs geneseōs

Kutipan di atas bisa diterjemahkan sebagai berikut:

dan dia merangsang atlau membakar cara hidup kelahiran-keturunan


‘Phlogizousa’ artinya adalah saya terangsang, bisa juga diartikan sebagai api
yang membakar semangat, atau membakar. Jadi rangsangan atau semangat yang
membakar datang dari mulut pengajar yang digambarkan sebagai api.

Sedangkan ‘trochon’ arti harafiahnya adalah roda yang bekerja dengan cara
tertentu yang sudah dipolakan. Kata ini berasal dari kata ‘troxós’ yang awalnya
berasal dari kata ‘tréxō’ [untuk menjalankan]. Kata ‘troxos’ hendak menjelaskan
sebuah roda yang bergerak di jalur melingkar seperti roda yang sudah tersiklus.
Kata ini bisa juga secara kiasan untuk menjelaskan suatu rangkaian yang secara
melingkar, yang mewakili cara hidup yang sudah diatur, bisa juga diartikan
sebagai cara hidup yang mengikuti petunjuk tertentu.

Jadi kata ‘troxós’ bisa diartikan sebagi ‘siklus’ yang sudah terpolakan. Kata ini
hanya digunakan di Yakobus 3: 6, yang sedang menekankan dampak pengajar
karbitan yang bisa menciptakan siklus gaya hidup anggota tubuh Kristus yang
sudah terpolakan menjadi jahat. Pengajar yang tidak berkualtias digambarkan
seperti lidah yang memiliki sifat seperti api memiliki peran untuk melahirkan
siklus kehidupan yang sudah terpolakan [kebiasan] atau zona nyaman yang
sangat sulit untuk di ubah lagi karena telah menjadi patron atau cara hidup yang
sudah diatur oleh siklus tertentu yang sudah terbentuk, karena itulah kenapa
jemaat bisa memuji Tuhan dan mengutuk ciptaan. Karena itulah dari mulut yang
sama bisa keluar berkat dan kutuk.

Senin 5 September 2016


Seri #134 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:6 Lahirnya Keturunan, yang Digerakkan dari Tempat hukuman kekal

Nestle Greek New Testament 1904


kai hē glōssa pyr, ho kosmos tēs adikias, hē glōssa kathistatai en tois melesin hēmōn,
hē spilousa holon to sōma kai phlogizousa ton trochon tēs geneseōs kai phlogizomenē
hypo tēs geennēs.
Hari ini kita akan menyelesaikan pelajaran tentang ayat 6 ini:

Perhatikan baik baik frasa yang digaris bawahi di bawah ini

tēs geneseōs

kata ‘geneseōs’ yang digunakan di Alkitab selalu merujuk kepada kelahiran, atau
keturunan, jadi saat di katakan ‘trochon tēs geneseōs’ maka yang di maksudkan adalah
siklus kehidupan kelahiran atau keturuan secara rohani, atau pola terbentuknya
keturunan.

Saat di katakan ‘phlogizousa ton trochon tēs geneseōs’, maka hal itu hendak
menekankan pengajar yang memiliki kemampuan untuk mengerakkan, merangsang,
atau membakar semangat, seperti api yang punya potensi yang membakar kaya bakar,
demikianlah pengajar, dialah media untuk membuat pola siklus setiap kelahiran, atau
keturunan. Meski Allah yang mengaruniakan keturunan sejati, tetapi ajaran sejatilah
medianya, begitu juga sebaliknya, meski keturunan ‘campuran’ digerakkan dari neraka,
tetapi ajaran yang tidak sejatilah medianya

Apakah seseorang itu keturunan Allah atau keturunan iblis, apakah lahir dari Allah atau
lahir dari iblis, tidak bisa digambarkan secara matematis, tetapi Allah memberikan
gambaran, apakah seseorang itu keturunan Allah atau tidak. Seseorang itu menjadi
keturunan Allah atau tidak, berkaitan dengan kehendaknya sendiri, dan dapat di
katakan, hal itu juga karena disebabkan oleh kehendak dirinya sendiri, tetapi, meski hal
itu disebabkan oleh kehendak orang itu sendiri, tetap saja hal itu berhubungan dengan
pengajaran. Sebab, jika tidak ada yang mengajarkan yang salah di dunia ini tidak akan
mungkin ada orang yang bisa melakukan hal yang jahat.

Memang anggota tubuh Kristus potensial jatuh dalam dosa akibat dari dirinya sendiri
yang melakukan hal yang tidak berkenan kepada Allah, tetapi jika setiap kelahiran
berada dalam rangsangan atau digerakkan oleh ajaran yang benar setiap saat, maka
‘trochon’ atau siklus kehidupan kelahiran seseorang akan tercipta sesuai dengan
kehendak Allah. Tetapi jika ajaran tidak murni datang dalam Tuhan, maka terciptalah
keturunan keturunan yang ‘campuran’. Campuran, dalam arti, yang baik dan yang jahat
menyatu di dalam diri seseorang, dan hal itu menurut kehendak Allah tidak boleh
terjadi, tetapi meski itu tidak boleh menurut kehendak Allah tidak berarti hal itu tidak ada
dan tidak berarti hal itu tidak bisa terjadi. Kalau sesorang digerakkan oleh ajaran yang
tidak benar, maka hal itu bisa terjadi.

Perhatikan kalimat pendek terkahir yang digaris bawahi berikut ini

kai phlogizomenē hupo tēs geennēs


terjemahan frasa di atas, adalah sebagi berikut

‘Dan dia dapat dirangsang neraka’

‘phlogizomenē’ yang adalah kata kerja present middle or passive deponent Indicative,
berarti lidah atau mulut dapat mengerakkan neraka bagi kepentingan dirinya sendiri.
Kata ini juga bisa diartikan ‘terangsang, atau api semangat, atau dibakar.

‘hupo’ bisa diartikan sebagai ‘dengan’, atau ‘di bawah’. Kata preposisi ‘hupo’ dapat
diartikan ‘di bawah otoritas’ misalnya, seperti seseorang yang bekerja secara
langsung sebagai bawahan.

Sedangkan ‘geennēs’ secara harafiah sebenarnya merujuk kepada ‘géenna’ atau


‘lembah Hinim’ kata ‘geenna’ di transliterasi dari istilah Ibrani, ‘Gehinnom’ [lembah
Hinom], ‘geennes’ atau ‘gehenna’ adalah kata kiasan yang merujuk kepada
neraka yang juga disebut sebagai "lautan api" seperti yang digambarkan di kitab wahyu.

Kata kiasan ‘gehenna’ adalah tempat hukuman pasca kebangkitan setelah siksaan
atau penghakiman terakhir yang mengacu kepada tempat hukuman yang kekal dari
mereka yang tidak ditebus di mana mereka mengalami penghakiman ilahi untuk terakhir
kalinya.

Dari penjelasan di atas, dapat kita pahami bahwa ‘kai phlogizomenē hupo tēs geennēs’
hendak menjelaskan pengajaran yang tidak sejati yang digerakkan dari tempat terkutuk,
atau tempat hukuman kekal. Jika ajaran yang sejati digerakkan oleh kerajaan Allah,
maka ajaran yang tidak murni digerakkan dari tempat yang terkutuk atau dari tempat
hukuman yang kekal.

Selasa 6 September 2016

Seri #135 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:7 Bagian 1: Pengajar Seperti Lida yang Tidak Bisa Ditaklukkan oleh
Sifat Manusia yang Terhebat Sekalipun
Sebelumnya telah di katakan bahwa pengajar itu seperti lidah yang merangsang atau
membakar cara hidup kelahiran rohani, di mana lidah itu digerakkan dari tempat mahluk
yang tidak taat kepada Allah, dihukum. Sekarang di ayat 7 ini Yakobus melanjutkan
penjelasannya dengan menggambarkan lidah seperti sifat dari sifat yang buas.

Nestle Greek New Testament 1904” πᾶσα γὰρ φύσις θηρίων τε καὶ πετεινῶν ἑρπετῶν
τε καὶ ἐναλίων δαμάζεται καὶ δεδάμασται τῇ φύσει τῇ ἀνθρωπίνῃ, [7]

Transliterasi: pasa gar phusis thēriōn te kai peteinōn herpetōn te kai enaliōn damazetai
kai dedamastai tē phusei tē anthrōpinē, [7]

Ayat 7 ini masih bagian penjelasan kepada induk kalimat di ayat 1 [pengajar yang tidak
berkualitas] yang di gambarkan sebagai lidah di ayat 6.

Ayat 7 ini menjelaskan ayat 6, terlihat dari konteks kata ‘gar’ di frasa pertama di ayat 7
seperti yang di garis bawahi berikut:

‘pasa gar phusis thēriōn’

Frasa di atas bisa diterjemahkan sebagai berikut:

“semua sifat binatang liar”

Di frasa di atas, kata ‘gar’ sengaja diletakkan Yakobus untuk menjelaskan pernyataan
sebelumnya. Sebab fungsi kata ‘gar’ untuk memberikan penjelaskan kepada makna
yang sudah dibentuk oleh pernyataan sebelumnya.

Dalam frasa pertama Yakobus masih membatasi makna dari gambaran yang ingin
dijelaskan, sehingga kata ‘φύσις’ [phusis] yang artikan sebagai sifat yang melekat,
atau seperti sifat yang melekat kepada alam yang mendasari atau membentuk
seseorang masih dibatasi kepada sifat yang liar, sebab kata benda Θηρίων [thēriōn]
atau binatang buas atau binatang liar, dalam tata bahasa Yunani diubah menjadi kata
sifat.

Sehingga dalam frasa ini, Yakobus ingin menekankan sifat lidah yang lebih hebat dari
sifat binatang liar yang bisa ditaklukkan oleh sifat manusia, dan bahkan lebih dahsyat
dari sifat manusia.

Apa yang hendak di ajarkan dari gambaran binatang yang memiliki sifat liar tersebut?
Hal itu perlu kita periksa lebih lanjut.

Namun di penjelasan selanjutnya Yakobus masih hanya menyebutkan keliaran dari


binatang binatang, hal itu terlihat dari konteks kata konjugsi [penghubung] ‘te’ yang
berfungsi untuk menyebutkan jenis jenis lain dari sifat yang liar. Karena itu Yakobus
menyebutkan daftarnya, seperti πετεινῶν [peteinōn] atau burung- unggas, lalu ἑρπετῶν
[herpetōn] atau binarang merayap, seperti reptil, khususnya ular.

Tidak sampai di situ saja, Yakobus kembali melanjutkan daftar binatang yang sifatnya
liar. Kali ini Yakobus menyebutkan binatang yang ada di dalam air, itu sebabnya di
katakan, ἐναλίων [enalion] atau yang hidup di laut.

Dari frasa pertama, kita bisa melihat gambaran sifat liar binatang yang hendak
ditekankan Yakobus. Sebab Yakobus berkata, ‘semua sifat binatang yang liar; burung
ungas atau binatang merayap dan yang ada binatang yang ada di dalam air’

Sifat binatang liar itu bisa di jinakkan [damazetai] tetapi bukan saja berindikasi bisa
tetapi juga sudah bisa dijinakkan [dedamastai]. Pertanyaannya adalah, apakah yang
bisa dan yang sudah menjinakkan binatang binatang liar itu?

Yakobus mengatakan; [te phsei te anthrōpinē] sifat manusia. Dalam tata bahasa
Yunani, te phsei te anthrōpinē tidak hanya sekedar ingin menekankan sifat manusia
tetapi hendak memberikan pengertian dari kedua kata tersebut. Baik kata benda sifat
[phsei] juga kata sifat manusia [antrhopine].

Penekanan kepada kata benda sifat, dan kata sifat manusia hendak memberikan
pengertian yang sangat kaya akan makna.

Jika manusia biasanya digunakan sebagai kata benda, tetapi kali ini dia diletakkan
sebagai kata sifat. Dalam tata bahasa Indonesia, jika kita mengatakan ‘lidah manusia’,
maka yang ditekankan adalah lidah. Tetapi dalam tata bahasa Yunani ‘te phsei te
anthrōpinē, yan ditekankan adalah keduanya. Dari penekanan yang kuat kepada kedua
kata tersebut, Yakobus ingin memberikan kesadaran baru kepada lidah yang tidak bisa
ditaklukkan oleh sifat manusia yang paling kuat sekalipun.

Rabu 7 September 2016

Seri #136 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:7 Bag 2, Pengajar seperti Lidah yang Tidak Bisa Ditaklukkan Oleh
Sifat Manusia yang Terhebat Sekalipun
Nestle Greek New Testament 1904” πᾶσα γὰρ φύσις θηρίων τε καὶ πετεινῶν ἑρπετῶν
τε καὶ ἐναλίων δαμάζεται καὶ δεδάμασται τῇ φύσει τῇ ἀνθρωπίνῃ, [7]

Transliterasi: pasa gar phusis thēriōn te kai peteinōn herpetōn te kai enaliōn damazetai
kai dedamastai tē phusei tē anthrōpinē, [7]

Sebelumnya telah dijelaskan sekilas tentang sifat manusia yang tidak bisa menaklukkan
sifat buas pengajar yang digambarkan seperti lidah, sekarang kita akan memeriksa
kelanjutannya

Pertama, kata benda sifat manusia ditekankan, karena sifat lidah yang buas ingin
diperjelas. Di frasa awal ayat 6 ini telah ditekankan melalui gambaran dari sifat
binatang liar. Sifat binarang liar ini hendak memberikan penjelasan lebih detail kepada
lidah sebagai gambaran pengajar yang sudah dijelaskan di ayat sebelumnya, hal itu
telihat dari penggunaan kata [gar].

Sedangkan manusia, juga ditekankan, sehingga manusia diletakkan sebagi kata sifat,
di mana makna yang dibentuknya menjadi kuat sekali. Jika sifat yang adalah kata
benda disatukan dengan manusia yang seharusnya menggunakan kata benda, tetapi
diletakkan menjadi kata sifat, maka jelas, ayat 7 ini hendak menekankan sifat dari sifat
lidah buas sekali.

Perhatikan kutipan di bawah ini:

tē phusei tē anthrōpinē,

Umumnya dalam bahas Yunani kata manusia adalah kata benda, tetapi di ayat ini yang
digunakan bukan kata benda tetapi kata sifat, ini tentunya sedang menekankan sifat itu
sendiri. Sifat itu sendiri adalah adalah kata benda, dan kini ditekankan dengan kata sifat
manusia, sehingga terbentuklah idiom baru yang menekankan kuatnya sifat dari sifat
manusia itu.

Perhatikan penekanannya;

semua binatang bisa dijinakkan oleh sifat manusia’. Tetapi Yakobus menggunakan
tehnik makna yang kuat sekali dalam tata bahasa Yunani, di mana sifat manusia
dilipatgandakan dengan mengganti kata benda manusia menjadi kata sifat.
Pertama-tama Yakobus menekankan bahwa binatang liar itu bisa dijinakkan. Pada
tahap ini Yakobus masih menekankan ‘potensi’, tetapi kemudian, Yakobus menekankan
bahwa potensi itu sudah bisa menaklukkan sifat keliaran binatang, tetapi tidak sampai
disitu, Yakobus melipatgandakan kekuatan sifat itu, karena kata benda manusia
diubahnya menjadi kata sifat, sehingga sifat dari sifat manusialah yang hendak
ditekankannya. Jika terjemahan ayat 7 ini kita sisipkan maknanya, maka terjemahan itu
bisa menjadi seperti ini:

Sebab seluruh sifat binatang liar dan burung-burung, baik binatang melata dan yang di
laut, dapat dijinakkan dan dan telah dijinakkan oleh sifat dari sifat manusia.

Namun dari kata ‘gar’ di awal ayat 7 ini jelas sekali, bahwa yang ingin ditekankan oleh
yakobus bukanlah sifat dari manusia, tetapi lidah yang sangat buas yang tidak bisa
ditaklukkan oleh sifat dari sifat yang terkuat dari manusia, meski itu bisa menaklukkan
semua ciptaan Allah, tetapi sifat itu tidak berdaya saat menghadapi sifat buas lidah

Gambaran yang digunakan di atas, begitu kuat sekali, sehingga kita dapat menangkap
makna yang hendak disampaikan oleh Yakobus; Jika seorang pengajar yang tidak
berkualitas, diberikan kesempatan untuk mengajar, maka dampak jahat yang dibuatnya
tidak akan bisa dihentikan oleh siapapun, dia yang digerakkan dari tempat terkutuk,
akan membentuk patron keturunan ‘bimbang’, sehingga orang yang awalnya sudah
diberikan kuasa [eksousia] untuk menjadi anak anak Allah [teknon] tidak bisa terus
bertumbuh menjadi uios [anak dewasa] sehingga dia tidak bisa mengerti kebenaran.
Ibrani 5:13, berkata, “Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami
ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil”. Tidak mungkin saudara bisa
memiliki hidup yang tepat sesuai kehendak Allah jika saudara tidak memahami ajaran
yang benar, dan saudara tidak mungkin bisa memahami ajaran yang benar, jika yang
mengajarkan bukan pengajar yang benar.

Kamis 8 September 2016

Seri #137 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:8, Pengajar yg Tidak Berkualitas Otomatis Menciptakan Hukum


Ketidak adilan di Hidup Jemaat
Sekarang kita akan melihat, tujuan dari penekanan yang sangat kuat terhadap sifat
tersebut di ayat 8.

Nestle Greek New Testament 1904: τὴν δὲ γλῶσσαν οὐδεὶς δαμάσαι δύναται
ἀνθρώπων· ἀκατάστατον κακόν, μεστὴ ἰοῦ θανατηφόρου [8]

Transliterasi: tēn de glōssan oudeis damasai dunatai anthrōpōn; akatastaton kakon,


mestē iou thanatēphorou. [8]

Kalau di ayat 7 Yakobus sudah menekankan sifat dari sifat manusia dengan sangat
kuat, sekarang, di ayat 8, Yakobus memberikan pertentangan kepada sifat dari sifat itu.

Perhatikan frasa ini

tēn de glōssan

terjemahan frasa diatas adalah; ‘tetapi lidah itu’

Kita langsung dapat melihat adanya perlawanan yang kuat terhadap lidah itu, dari
penempatan kata penghubung ‘de’ di frasa pertama. Kata penghubung ini adalah
partikel berlawanan yang sudah umum ditempatkan dalam klausa,

Perlawanan apa yang hendak ditekankan oleh Yakobus?

Pertama, tidak seorangpun manusia yang berkuasa menjinakkannya

Perhatikan klausa berikut

tēn de glōssan oudeis damasai dunatai anthrōpōn

Yakobus mengatakan, tidak ada orang sama sekali [oudeís]. Kata ini menekankan
bahwa tidak ada manusia yang bisa mampu menjinakkan lidah. Tidak seorangpun
manusia yang bisa menjinakkan lidah [damasai], tidak seorangpun yang memiliki
kuasa [dunatai] itu. Tentu saja lidah hanyalah gambaran dari pengajar di ayat 1. karena
pengajar yang tidak sejati, persis seperti lidah jahat yang menyebabkan kekacauan
jemaat.

Jadi semua [oudeis] manusia [anthrōpōn] tidak bisa [dunatai] menjinakkan [damasai]
lidah [glossan].

Yakobus mengatakan, pengajar yang tidak sejati yang seperti lidah jahat yang
menciptakan ketidak stabilan [akatastaton], tidak stabil yang di maksud dalam arti,
adanya kegelisahan rohani, adanya ketidak stabilan kerohanian, secara rohani kata ini
hendak menjelaskan orang yang hampir masuk kepada kerohanian yang hampir hampir
anarkis.

Penggunaan kata anarkis ini hendak menjelaskan psikologi iman yang hampir
mendekati kacau balau, atau bisa juga dikatakan iman yang panik.

Penggunaan istilah istilah itu hendak memberikan gambaran iman yang sudah jauh
menyimpang dari kehendak Allah. Jadi ada keresahan rohani, karena di satu sisi dia
ingin bertobat, tetapi di sisi lain dia tidak bisa bertobat. Kata keresahan digunakan,
karena kata 'akatastaton’ serumpun dengan kata ‘akatástatos’ [resah]

Kenapa pengajar yang tidak berkualitas yang digambarkan sebagai lidah tidak bisa
dijinakkan oleh manusia? Yakobus menjawab, karena ajaran itu jahat [kakon].

‘kakon’ dari kata ‘Kakos’ adalah kata sifat, dari akar kata ‘kakía’ yang artinya
‘kejahatan batin’. Jadi kata ini hendak menekankan ‘kebusukan hati’ , busuk dalam
konotasi hati yang beracun. Jadi kata ini digunakan secara kiasan untuk menjelaskan
kejahatan yang keluar dari ajaran yang tidak berkualitas yang datang dari moral yang
busuk. Seperti sifat dari sifat lidah yang tidak bisa dijinakkan oleh manusia, penggunaan
kata ‘Kakos’ ini hendak menekankan kejahatan batin yang tidak mungkin bisa
disembuhkan oleh segala cara manusia.

Sekali seseorang disentuh ajaran yang tidak benar, orang itu akan sulit untuk kembali
kepada jalur kebenaran sejati. Itu sebabnya di Markus 9:42 di katakan, "Barangsiapa
menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil [mikros] yang percaya ini, lebih baik
baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke dalam
laut.

Jumat 9 September 2016

Seri #138 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:8-9, Dampak Dari Pengajar yang Digambarkan Seperti Lidah dan Cara
Menyembuhkannya

Kenapa ajaran yang tidak berkualitas yang digambarkan sebagai lidah tidak bisa
dijinakkan oleh sifat manusia? Karena dia penuh [meste] dengan racun [hiou] yang
mematikan [meste hiou thanatēphorou], tentu saja apa yang lahir dari sifat manusia
tidak bisa menjinakkannya.

Penggunaan kata sifat ‘meste’ yang diletakkan sebai subjek, hendak menekankan sifat
dari kepenuhannya yang mematikan, sedangkan penggunaan kata ‘hiou’ hendak
menekankan racun atau daya karat seperti daya dari sebuah panah beracun. Kata ini
hendak memberikan pengertian dari kuatnya daya yang jahat dari ajaran yang tidak
berkualitas.

Sedangkan penggunaan kata sifat ‘thanatēphorou’ hendak menekankan kematian


akibat persekutuan dengan ajaran yang tidak sempurna datang datang Allah. Hal itu
telihat dari ‘thanatēphorou’ yang terdiri dari dua kata, ‘thanatos’ dan ‘phero’. Thanatos
artinya, kematian. Sedangkan ‘phero’ artinya saya membawa bersekutu. Jadi kata ini
hendak menekankan kematian akibat masuk dalam persekutuan ajaran yang tidak
sejati.

Ketiga kata ‘meste’, hiou’ dan ‘thanatēphorou’ memberikan gambaran yang sangat kuat
sekali bahaya dari pengajar yang tidak berkualitas, bahaya dari banyaknya pengajar
[yang tidak menekankan kualitas], dia sangat berbahaya sekali, dia seperti lidah yang
tidak bisa dijinakkan oleh manusia, dia dipenuhi dengan racun yang mematikan yang
merusak otak iman orang percaya.

Hanya satu yang bisa menyembuhkannya, yaitu firman Kristus:

TB: Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus. [roma
10:17]

Hanya sifat Kristus yang bisa menyembuhkan dampak dari ajaran yang tidak benar,
karena itu seseorang harus diperdengarkan terus menerus perkataan Yesus yang
sejati, seseorang harus diajarkan kritis, apakah yang didengarkannya adalah benar
datang dari firman Kristus atau hanya kutipan kutipan ayat yang nampak rohani tetapi
mendatangkan maut.

Apakah dampak jahat yang diakibatkan oleh pengajar yang tidak berkualitas?

Pertama, di satu sisi, dia akan seperti orang di mana mulutnya mengeluarkan kata kata
berkat yang menyenangkan Tuhan dan Bapa kita

Nestle Greek New Testament 1904: ἐν αὐτῇ εὐλογοῦμεν τὸν Κύριον καὶ Πατέρα, καὶ ἐν
αὐτῇ καταρώμεθα τοὺς ἀνθρώπους τοὺς καθ’ ὁμοίωσιν Θεοῦ γεγονότας· [9]

Transliterasi: en autē eulogoumen ton Kurion kai Patera, kai en autē katarōmetha tous
anthrōpous tous kath’ homoiōsin Theou gegonotas; [9]
Hal yang pertama yang harus ditekankan adalah harus waspada, karena di satu sisi dia
seperti pribadi yang memuji atau mengeluarkan kata kata berkat kepada Allah, tetapi
itu hanya tampilan satu sisi. Inilah yang harus diwaspadai

Inilah yang umumnya menjangkiti orang percaya, karena di satu sisi memuji Tuhan,
tetapi di sisi lain justru melakukan yang kontradiksi dengan apa yang pertama
dilakukan.

Dari ayat 9 ini kita bisa melihat jelas, bagaimana kebenaran yang sesungguhnya.
Sebab dari ayat 9 ini, kita bisa melihat bahwa dampak jahatnya adalah adanya satu
sikap hidup, atau karakter yang berdiri di antara dua kubu yang saling bertentangan,
kubu yang pertama dari Allah, dan kubu yang kedua dari yang jahat. Inilah dampak dari
ajaran yang tidak sejati. Hal itu telihat dari kata reposisi ‘en’

Perhatikan kutipan berikut:

“en autē eulogoumen ton Kurion kai Patera”

Pengajar yang berkualitas yang digambarkan seperti lidah, dia digambarkan mengambil
posisi yang ada di kedua belah pihak

Pertama-tama dia mengeluarkan kata kata berkat [εeulogoumen] tentang Tuhan [ tohn
kurion] dan Bapa [Patera],

Tetapi itu hanya di satu sisi, di sisi lain masih ada karakter yang lain. Inilah dampak
terjahatnya. Jika kita jujur, lama kita telah hidup dalam opini [anggapan] yang kita
samakan dengan firman Tuhan, banyak orang hanya mengutip ayat firman Tuhan, lalu
mengartikannya sesuka hatinya dan merasa itu datang dari Allah, inilah strategi si
jahat, yang membuat orang percaya terbentuk menjadi pribadi yang bimbang

Sabtu 10 September 2016

Seri #139 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:9, Dampak Dari Ajaran yang Jahat

Nestle Greek New Testament 1904: ἐν αὐτῇ εὐλογοῦμεν τὸν Κύριον καὶ Πατέρα, καὶ ἐν
αὐτῇ καταρώμεθα τοὺς ἀνθρώπους τοὺς καθ’ ὁμοίωσιν Θεοῦ γεγονότας· [9]

Transliterasi: en autē eulogoumen ton Kurion kai Patera, kai en autē katarōmetha tous
anthrōpous tous kath’ homoiōsin Theou gegonotas; [9]
Kemarin, kita telah melihat, bagaimana sekilas kita telah mempelajari orang yang
memuliakan Tuhan dan Bapa kita [ton Kurion kai Patera] di satu sisi, tetapi melakukan
hal yang kontra dengan yang pertama di lakukan.

Mari kita melihat sekilas pengunaan kata ‘ton Kurion kai Patera’, tersebut, karena
secara tata bahasa Yunani idiom itu hendak menyampaikan makna yang perlu kita
pahami.

Penggunaan tata bahasa ‘ton Kurion kai Patera’ hendak menekankan Allah yang
memiliki sifat bapa atau ayah. Bapa atau ‘patera’ menggambarkan Allah sebagai ayah
rohani yang dari surgawi .

Allah adalah ayah seperti ayah biologis, Dialah sumber dari segala keturunan rohani
yang sejati. Dia adalah ayah kita yang menanamkan kehidupan sejati. Dari Dia [ayah]
lahir fisik kita untuk mempersiapakan karunia hidup kekal, dan dari Dia juga [ayah]
datang sumber kelahiran yang kedua [dilahirkan kembali] yang membuat kita menjadi
anak anak perjanjian.

Sebenarnya jika hidup kita hanya di sisi Allah itu sangat baik. Sebab kita lahir melalui
pengudusan Allah yang seperti Ayah menanamkan benih dirahim ibu, pun demikiand
engan orang percaya di desain Ayah kita [Allah] untuk menyerupai Bapa surgawi yaitu
mereka yang setiap kali menerima iman dari-Nya dan mematuhinya. Jadi jika kita hanya
taat di sisi Allah, sebenarnya kita akan menjadi keturunan yang kudus, inilah rencana
Allah,

Tetapi yang ditekankan di ayat 9 ini bukan itu, tetapi adanya pengotoran dari ajaran
yang tidak sejati yang membuat orang percaya terlahir dengan campuran sifat yang
jahat.

Pertama-tama, melalui kata proposes ‘ἐν’ [en] kita telah menjadi orang yang
menyenangkan hati Tuhan, tetapi di sisi lain kita juga ‘en Katarōmetha tous
anthrōpous’ [orang yang mengutuk rupa atau gambaran Allah]

Lihat yang digaris bawahi berikut:


en autē eulogoumen ton Kyrion kai Patera, kai en autē katarōmetha tous anthrōpous
tous kath’ homoiōsin Theou gegonotas;

Pertama-tama, kita telah menjadi en autē eulogoumen ton Kyrion kai Patera [di sisi
untuk memuji tuhan Ayah kita,] tetapi di sisi lain kita malah derdiri untuk en autē
katarōmetha tous anthrōpous [disisi yang mengutuki manusia]
Harusnya mengutuk manusia tidak boleh ada di sisi kita, atau kita tidak bisa di satu sisi
memuji Bapa sebagai sumber dari kelahiran rohani, tetapi di sisi lain mengutuki
manusia yang adalah gambar rupa Ayah kita tersebut.

Penggunaan kata ‘anthropos’ di sini bertujuan untuk menekankan manusia yang


diciptakan menurut gambar Allah sehingga tidak mungkin keturunan sejati memberkati
Ayahnya, tetapi sebaliknya mengutuk orang yang lahir dari Ayahnya.

Itu sebabnya selanjutnya Yakobus menggunakan kata ‘tous kath’ untuk


mengambarkan orang yang di satu sisi memuji Tuhan, tetapi di sisi lain dia melawan,
dengan cara turun ke sisi lain untuk melakukan hal yang terbalik dari yang pertama di
lakukannya.
Penggunaan preposisi, ’kath’ jelas untu mengatur dua kasus gramatikal. Kasus yang
pertama adalah sisi yang memuji Tuhan. Sedangkan kasus yang kedua adalah
mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa gambar Allah.

Dari yang sudah naik ke tempat yang ‘tinggi’ yaitu kemudian dia turun ketempat yang
rendah untuk melakukan hal yang jahat, di satu sisi dia naik untuk memuliakan Allah,
tetapi kepada ciptaan yang mirip atau serupa dengan Allah [homoiōsin] dia
mengutuknya. Itu sebabnya di ayat 9 di katakan ‘Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa
kita, dan dengan itu kita mengutuk manusia yang telah dibuat dalam rupa [homoíōsis]
Allah. Jelas sekali gambaran dari ayat 9 ini adalah watak kelahiran secara rohani yang
dikotori oleh ajaran yang tidak benar, sehingga kelahiran itu tidak murni, tidak sejati, dia
menjadi kelahiran yang kotor, karena wataknya tidak murni, di satu sisi mengaku
beribadah kepada Allah, tetapi disisi lain hidupnya bertolak belakang degan ajaran
Allah. Inilah dampak dari ajaran yang tidak sejati.

Minggu 11 September 2016

Seri #140 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:9 Seri Penutup, Dampak Dari Ajaran yang Jahat

Nestle Greek New Testament 1904: ἐν αὐτῇ εὐλογοῦμεν τὸν Κύριον καὶ Πατέρα, καὶ ἐν
αὐτῇ καταρώμεθα τοὺς ἀνθρώπους τοὺς καθ’ ὁμοίωσιν Θεοῦ γεγονότας· [9]

Transliterasi: en autē eulogoumen ton Kurion kai Patera, kai en autē katarōmetha tous
anthrōpous tous kath’ homoiōsin Theou gegonotas; [9]
Hari ini kita akan menyoroti aspek dari kata ‘gegonotas’ yang artinya Saya menjadi
terwujud.

kita telah mempelajari bahwa ‘gegonos’ dari kata ‘ginomai’ artinya adalah
muncul menjadi , sebuah transisi dari satu titik menjadi. Kata ‘ginomai’ adalah
berarti datang menjadi sesuatu.

Kita akan melihat keselarasannya dengan pasal 3:1

Di ayat 1, di katakan supaya jangan ‘menjadi’ pengajar. Kata menjadi di sana adalah
‘ginesthe’ dari kata ‘ginomai’. Kata ini sama dengan ‘menjadi’ [ayat 9] sifat yang jahat
yang mengutuki manusia yang diciptakan ‘menjadi’ rupa dan gambar Allah. Kata
menjadi di sana juga adalah ‘ginomai’ dalam bentuk perfek participle aktif

Sedangkan ‘ginomai’ di ayat 1 adalah kata kerja present imperative middle or passive
dari kata ‘ginomai’.

Di ayat 1 menekankan supaya jangan berpartisipasi atau bertindak menjadi pengajar,


kalau bukan memiliki karunia mengajar, maka di ayat 9 orang yang sudah sempurna
diciptakan menjadi rupa dan gambar Allah tidak boleh dikutuki.

Gambaran dari ayat 9 ini sebenarnya hendak menekankan bahwa, jika seseorang lahir
dari pengajar yang tidak berkualitas yang ‘menjadi’ pengajar, maka dia akan ‘menjadi’
mengutuki orang yang dilahirkan ‘menjadi’ rupa dan gambar Allah. Jadi, gambaran itu
hendak menekankan dampak dari ajaran yang lahir dari pengajar yang tidak sejati,
sehingga tercipta dua kepribadian. Istilah kepribadian ini tidak dilihat secara psikologis,
tetapi lebih kepada pribadi yang saling bertolak belakang di dalam satu ciptaan yang
sudah lahir dari Allah.

Di ayat 1 Yakobus menekankan supaya jangan ada yang menjadi [ginomai] mengajar
meski banyak. Kata ‘banyak’ yang dari kata ‘polus’ menekankan kuantitas, jadi istilah
banyak, dalam tata bahasa Yunani bermakna jangan menekankan kuantitas, atau
jangan menekankan jumlah orang, atau bisa juga bermakna positif, hanya orang yang
berkualitaslah yang boleh menjadi pengajar. Sebab meski banyak, tetapi tidak
berkualitas, dia akan menciptakan kepribdian yagn saling bertolak belakang [ayat 9]

‘menjadi’ pengajar, di ayat 1 berasal dari kata ‘ginoai’, di mana kata ini juga yang
digunakan di bagian terakhir di ayat 9, yang membentuk manusia ‘menjadi’ rupa dan
gambar Allah.
Kata ‘menjadi’ digunakan, karena kata ‘ginesthe’ artinya ‘muncul menjadi’, kata ini
hampir mirip dengan kata kerja ‘eimini’. Kalau ‘eimini’ artinya ‘menjadi’, maka kata kerja
‘ginethe’ artinya ‘muncul menjadi’. Misalnya muncul menjadi seorang pengajar. Atau
muncul menjadi seorang yang berkepribadian ganda [secara rohani-baik dan jahat].

‘Ginesthe’ berarti datang menjadi sesuatu, seperti menjadi seorang pengajar Firman
Allah yang untuk menandakan perubahan kondisi. Misalnya dia tidak bisa mengajar
dengan benar, tetapi dia ’menjadi’ pengajar. kalau seseorang yang tidak mampu
mengajar dengan benar, tetapi telah MENJADI pengajar, maka lahirlah dampak yang
jahat,

Senin 12 September 2016


Seri #141 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:10 Waspada Terhadap Ajaran

Sebelum membahas ayat 10 ini, perlu kita pahami, bahwa persoalan sebenarnya dari
kitab Yakobus ini adalah di mana ajaran pada saat itu masih ditekankan dari sudut
pandang Yahudisme. Inilah yang membuat pola perkembangan jemaat itu, mejadi tidak
sehat, ini yang ingin diluruskan oleh Yakobus. Hal ini juga terjadi dan disinggung di
kitab Ibrani:

FAYH: JANGANLAH kita terus-menerus mengulang ajaran dasar tentang Kristus.


Marilah kita lanjutkan kepada hal-hal lain dan mendewasakan pengertian kita,
sebagaimana yang wajar bagi orang Kristen yang dewasa. Tentu tidak perlu lagi
kita membicarakan betapa bodohnya usaha mendapat keselamatan melalui
perbuatan baik atau membicarakan keharusan beriman kepada Allah. Ibrani 6:1
Kitab Yakobus 3:1-12, menjelaskan hal itu dengan menggunakan gambaran yang pada
saat itu sudah sangat mereka pahami, karena tata bahasa yang menggunakan
gambaran gambaran sudah sangat mereka pahami dan juga sebagai kebiasaan
berbahasa bagi mereka.
Persoalnnya adalah, tata bahasa Yunani tersebut, yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia, menjadi lebih sulit kita pahami; karena kita tidak terbiasa dengan
kebudayaan dan juga bahasa bahasa gambaran yang mereka gunakan, dan juga
karena tata bahasa Indonesia hampir mustahil bisa mengikuti tata bahasa Yunaninya
yang kaya akan makna.
Di Yakobus 3:1, sudah dijelaskan bahwa yang menjadi penekanan dari perikop ini
adalah pengajaran. Pengajaran ini ini yang disimpulkan mulai ayat 9-11, terutama
penekananan terakhir di ayat 12.
Untuk melihat kesinambungannya, maka kita harus melihat lidah sebagai gambaran
dari ajaran yang kini dialihkan menjadi mulut yang mengeluarkan berkat dan kutuk,
sebagai gambaran dari ajaran yang di susupi oleh pengaruh yahudisme membuat
jemaat itu tidak bisa melakukan prinsip hukum kasih dengan tepat, sebab kasih kepada
Allah tidak selaras dengan kasih kepada sesama manusia.

Inti dari ajaran Kristus adalah kasih kepada Allah yang dibuktikan dengan kasih kepada
manusia [berkat kepaada Allah dan berkat juga kepada manusia], orang yang
mengasihi Allah pasti bisa mengasihi manusia. Tetapi gambaran dari dampak pengajar
yang digambarkan seperti lidah, ternyata tidak bisa melakukan prinsip kasih itu dengan
benar. Sekali lagi, itu karena dampak dari ajaran yang tidak sejati.
Sekarang untuk melihat pola makna yang igin ditekankan Yakobus di ayat 10, marilah
kita memeriksa bahasa Yunaninya.
Nestle Greek New Testament 1904: ἐκ τοῦ αὐτοῦ στόματος ἐξέρχεται εὐλογία καὶ
κατάρα. οὐ χρή, ἀδελφοί μου, ταῦτα οὕτως γίνεσθαι.

Transliterasi: ek tou autou stomatos exerchetai eulogia kai katara. ou chrē, adelphoi
mou, tauta houtōs ginesthai.

Perhatikan terjemahan berikut: Dari mulut yang sama keluar perkataan pujian [berkat]
dan perkataan kutuk, , saudara saudaraku, itu tidak tepat, cara yang demikian tidak
boleh menjadi ada.
Hal pertama yang harus kita perhatikan adalah; peralihan dari lidah, yang sekarang
digambarkan sebagai mulut. Pehatikan peralihannya dari ayat 3. Kekang di mulut kuda
– kemudi yang amat kecil yang dikendalikan juru mudi – lidah satu angota tubuh yang
kecil – api yang kecil – lidah disamakan dengan api – lidah yang tidak bisa dijinakkan
oleh sifat manusia - lidah yang tidak bisa dijinakkan oleh sifat manusia- sekarang
digambarkan sebagai mulut yang mengeluarkan berkat dan kutuk.
Perhatikan baik baik, di mana lidah itu tidak bisa dikendalikan oleh sifat manusia.
Penggunaan gambaran ini sebenarnya bisa kita pahami sebagai ajaran yang
bersumber dari taurat yang diberikan oleh Musa yang tidak bisa mengubah manusia
seturut dengan sempurna
Yohanes 1:17 sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan
kebenaran datang oleh Yesus Kristus. Ibrani 10:1, Di dalam hukum Taurat hanya
terdapat bayangan saja dari keselamatan yang akan datang, dan bukan hakekat
dari keselamatan itu sendiri. Karena itu dengan korban yang sama, yang setiap
tahun terus-menerus dipersembahkan, hukum Taurat tidak mungkin
menyempurnakan mereka yang datang mengambil bagian di dalamnya.
Kita harus waspada terhadap setiap ajaran yang kita dengarkan di zaman kita
sekarang, sebab banyak ajaran yang seolah oleh injil, tetapi injil yang lain, yang kulitnya
injil tetapi maknanya taurat, dari sumber ajaran ini akan keluar dua hakikat yang saling
berlawanan.

Selasa 13 September 2016


Seri #142 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:10 Pengajar yg Bernafaskan Taurat melahirkan Kutuk

Ketika ajaran tentang Kristus tidak disampaikan dengan tepat, maka ajaran itu menjadi
taurat yang membangkitkan rupa rupa keinginan daging [dosa].
Roma 7:8 Tetapi dalam perintah itu dosa mendapat kesempatan untuk
membangkitkan di dalam diriku rupa-rupa keinginan; sebab tanpa hukum Taurat
dosa mati.
Itulah yang membuat dari mulut yang sama keluar berkat dan kutuk. Dosa [kutuk]
menjadi berkuasa, karena ajaran dilandasarkan dengan semangat hukum taurat [1
Korintus 15:56] saat ajaran benafaskan semangat hukum taurat, dosa kembali
diperhitungankan [Roma 5:13], murka kembali bangkit, dan pelanggaran menjadi ada
[Roma 4:15], dosa kembali menjadi hidup [Roma 7:9] itulah yang membuat ajaran
berada di bawah kutuk [Galatia 3:10]
Kita bukan sedang mempertentangankan hukum taurat dengan injil, tetapi hendak
menjelaskan bahwa kebenaran tidak bisa menghidupkan, dan kebenaran tidak datang
dari taurat [Galatia 3:21]
Dari gambaran yang dijelaskan, terlihat jelas, bahwa penekanan dari ayat 10 ini adalah
ajaran yang bernafaskan taurat yang mengeluarkan dua sifat yang saling bertentangan.
Mari kita periksa pelan pelan, gambaran yang digunakan.
‘ek tou autou stomatos exerchetai’
Dari mulut yang sama keluar
Jika ajaran yang diterima benar benar dari injil sejati, dan datang dari Yesus sang
kebenaran, maka tidak mungkin ada keluar kutuk.yang ada hanyalah berkat.
Galatia 3:13, Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan
menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang digantung
pada kayu salib!"
Tetapi klausa di atas menekankan apa yang jahat yang keluar dari mulut. kata keluar
sengaja di tekankan dua kali untuk memberikan perhatian lebih kepada apa yang
keluar; pertama, dengan kata ‘ek’ [keluar] dan yang kedua adalah ‘exerxhetai’ [keluar].

Berarti ada sesuau yang keluar yang ditekankan, karena begitu penting. Yang
keluar yang ingin ditekankan bukan berkatnya dan bukan juga kutuknya, tetapi kenapa
kedua hal yang bertentangan itu bisa keluar dari mulut yang sama [stomatos].
Mulut yang diartikan di sini adalah ‘stomatos’, istilah ini mengacu kepada
kefasihan mulut dalam berbicara. Jadi, penekanannya, bukan mulutnya, tetapi
kefasihannya berkata-kata seperti mengajar. Dari klausa di atas, jelas sekali Yakobus
ingin menekankan sindiran kepada pengajar yang digambarkan fasih berbicara, tetapi
menjadi sumber dari adanya perkataan berkat yang berdampingan dengan perkataan
kutuk.
Yang ada adalah kutuk menguasai seseorang atau berkat yang menguasai seseorang.
Tidak boleh ada kutuk dan berkat menguasai seseorang secara bersamaan.
Perhatikan klausa di bawah ini:
“exerchetai eulogia kai katara”
keluar perkataan berkat dan perkataan kutuk
Perkataan berkat yang dimaksud diterjemahkan dari kata ‘Eulogia’ yang mengacu
kepada sifat Ilahi yang diturunkan dari ‘Bapa’ melalui Yesus Kristus.

Galatia 3:14 Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham
sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang
telah dijanjikan itu.
Dari konteks ayat 10 ini, jelas sekali bahwa tidak mungkin berkat dan kutuk
keluar dari sumber yang sama. Telah kita katakan bahwa pengajar di ayat 1 kembali di
analogikan seperti mulut di ayat 10. Dan tidak mungkin ajaran mengeluarkan berkat dan
kutuk. Tetapi fenomena itu sudah menjadi ada. Berarti ada yang salah dengan ajaran,
dan sudah pasti ajaran itu tidak datang dari Kristus.
Orang yang sudah masuk dalam perkembangan atau kepenuhan ajaran Kristus
[Ibrani 6:1] tidak mungkin mempunyai sifat yang demikian. Tetapi sebaliknya, orang
yang masih mengajarkan injil Yesus, dengan asas asas taurat, pasti memiliki sifat yang
demikian. Pasti dari padanya akan keluar kutuk. Bukan kutuk dan berkat tetapi kutuk.
Jadi meski di katakan dari sumber yang sama keluar kutuk dan berkat, bukan berarti itu
dari pandangan Allah. Memang itu ada, tetapi itu bukan karena pekerjaan Bapa. Karena
itulah di katakan, bahwa yang demikian tidak boleh terjadi. Berarti sudah terjadi, tetapi
yang jadi itu tidak datang dari Allah. Jadi meski di satu sisi dia mengeluarkan berkat.
Tetap saja itu tidak boleh disebut berkat. Karena tidak sejalan degan kehendak Allah,
pengajar yang digambarkan sebagai mulut yang mengeluarkan berkat dan kutuk sama
dengan kutuk dan berlawanan dengan berkat. Itulah dampak dari ajaran yang tidak
sejati

Rabu 14 September 2016


Seri #143 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:10, Mewaspadai Ajaran Sebagai Kesadaran akan Doa

Perhatikan baik baik; istilah berkat yang digunakan adalah ‘Katara’ yang berasal
dari dua kata. Yang pertama, adalah ‘Kata’ artinya, turun. Sedangkan yang kedua
adalah ‘ara’ artinya kutukan. Secara harafiah arti ‘katara’ adalah saya turun untuk
mengutuk. ‘kata’ adalah preposisi, yang mengatur dua kasus gramatikal. Jadi. Adanya
kata ‘turun’ karena sebelumnya naik. Hal ini memberikan gambaran dari dua hal yang
dilakukan tetapi yang saling bertentangan.

Di ayat 9, penggunaan istilah ‘kata’ telah digunakan untuk menjelaskan orang yang
disisi yang lebih tinggi mengeluarkan berkat [tetapi hanya ke sisi Alah], sedangkan
untuk manusia, dia turun [kata] dan laluh mengambil rupa menjadi kutukan [ara]
Jadi, makna dari “exerchetai eulogia kai katara” tidak sedang menekankan apa yang
keluar dari sumber yang sama, tetapi menekankan bahwa berkat dan kutuk yang keluar
dari mulut pasti berakhir menjadi kutuk. Berbeda jika sebaliknya; jika kita dikutuk [ara]
lalu naik [embaino] untuk memberkati, maka akan menjadi berkat. Karena kita dulu
adalah terkutuk di bawah kuasa dosa. Kalau konteks ini justru sebaliknya, dulu sudah
naik untuk menejadi berkat, tetapi lalu kemudian turun menjadi kutuk.

Selain itu perlu diketahui, bahwa istilah ‘Ara’ adalah doa untuk kejahatan, secara
spesifik dapat disebut sebagai ‘kutukan’ jadi defenisi kata ini lebih kepada doa kutukan.

Ada yang perlu kita perhatikan di poin ini, yaitu; bahwa doa tidak melulu dihubungkan
dengan tindakan khusus seperti masuk ke kamar lalu berdoa pribadi, atau seperti doa
yang umumnya telah kita pahami. Dari frasa ini, kita melihat bahwa doa juga mengacu
kepada gaya hidup, yang didasari oleh pertumbuhan rohani yang telah terbentuk
[patron], jadi dapat dikatakan, bahwa pertumbuhan rohani kita yang sudah terbentuk
adalah doa yang paling sempurna. Ini juga ditekankan oleh Yakobus, karena
pemahaman tentang doa yang sejati, harus menyentuh seluruh aspek hidup kita,
khusus perilaku hidup kita yang harus dibentuk sesuai dengan kehendak Bapa.

ini perlu ditekankan, supaya jangan kita terjebak perangkap, sebab jangan sampai kita
tertipu diri sendiri, meyakini sudah berdoa atau pendoa, padahal cara pertumbuhan
iman kita justru memiliki dua sisi yang saling bertentangan! Seperti anak yang dididik
oleh orang tuanya, bagaimana cara orang tua membentuk dan mendidik anaknya
demikianlah anak itu terbentuk, demikianlah jadinya anak itu, dan saat anak itu
terbentuk, maka apa yang sudah tebentuk di dalam diri anak itu, itulah doanya, itulah
hakekatnya.
Pertumbuhan rohani juga demikian, saat pertumbuhan kita seperti anak yang tidak
dibangun dengan ajaran Kristus yang sejati sejak kelahiran kita secara rohani, atau
kalau kita tidak terbentuk dengan kehendak Bapa, maka kita akan terbentuk dengan
kehendak yang jahat, dan saat kita sudah terbentuk itulah doa kita sebenarnya, jadi doa
tidak lagi dilihat sesederhana berdoa, tetapi lebih kepada seluruh aspek hidup yang
dengan hati hati diperiksa dan diletakkan di dalam injil Yesus, sebab kalau hal ini tidak
dipahami dengan tepat dan tidak dilakukan maka, hal itu bisa menghasilkan sisi doa
yang memberkati Allah, tetapi juga menghasilkan sisi doa yang mengutuki citra-gambar
Ayah [Bapa] kita.
Yakobus memberikan penekanan yang kuat yang wajib kita perhatikan. Pertama-tama
Yakobus memberikan penekanan khusus melalui frasa yang sangat pendek. Adapun
penekanan yang pertama adalah:
‘ou chere’,
‘tidak tepat’.
Apa yang dimaksud tidak tepat? Tentu saja mulut yang sudah terbentuk menjadi dua
kepribadian yang saling bertentangan. Ini dapat kita lihat dari diri biasanya yang di satu
sisi melakukan yang benar, tetapi disisi lain melakukan hal yang tidak benar. Proses
pendewasaan Keturunan rohani yang seperti itu tidak tepat menurut pandangan Allah.
Yakobus meminta kepada jemaat diperantauan dengan sangat, karena itu dia
meletakkan frasa khusus ‘adelphoi mou’ [saudara-saudaraku] untuk meminta jemaat itu
sadar, bahwa mereka telah lahir menjadi keturanan yang tidak kudus sesuai dengan
kehendak Allah. Mereka telah menjadi keturunan yang terbentuk menjadi anak anak
yang seperti anak anak Allah, tetapi justru mereka adalah anak si jahat, seperti di
katakan oleh Yesus:
TB,“Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan
bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam
kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia
berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala
dusta”. [Yohanes 8:44]

Kamis 15 September 2016


Seri #144 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:10, Ajaran yang tidak Sejati Menjadikan Kutuk ada

Dari kata ‘Ou’ yang artinya tidak, dan juga dari kata ‘chrē’ yang artinya perlu, tepat,
atau pas, kita bisa memahami bahwa penekanan istilah ketidaktepatan hendak
meniadakan pernyataan yang disertakan, yaitu, mulut yang sama, yang mengeluarkan
kata kata pujian berkat dan kutuk yang seharusnya tidak ada.
Dari sudut rencana Allah, hal itu harunya tidak ada, lalu kenapa hal itu ada? Karena
adanya ketidak tepatan dalam mempraktekkan ajaran yang sejati. Allah tidak
menghendaki anak-anaknya bertumbuh menjadi pribadi yang memiliki dua sisi yang
saling bertentangan, Allah mau ciptaanNya terbentuk menjadi pribadi yang selaras
dengan berkat, yang secitra dengan Bapa sebagai sumber dari segala berkat, maupun
bagi manusia yang dibuat sesuai dengan rupa dan gambarNya.
Tetapi ajaran yang tidak tepat, membuat dua karakter yang berbeda dan yang saling
bertentangan dan yang bisa menjadi terbentuk di dalam diri seseorang, dan yang sudah
terbentuk di dalam diri jemaat perantauan yang ditegor oleh Yakobus, yang seharusnya
tidak boleh menjadi ada menurut Tuhan.
Istilah ‘seharusnya tidak boleh menjadi ada’ ditekankan karena klausa terakhir dari ayat
10 ini menjelaskan demikian. Perhatikan kalimat pendek berikut:
“tauta houtōs ginesthai”

Cara yang demikian itu [mulut] menjadi ada


Kita telah mempelajari di atas, di mana frasa khusus ‘ou chare’ menekankan yang tidak
tepat. Frasa yang ditekankan inilah yang membentuk kalimat pendek di ayat 10 ini,
sehingga menjadi’ ‘cara yang demikian itu [mulut] tidak boleh menjadi [ada].
Ada beberapa yang perlu kita perhatikan di kalimat pendek di atas, Pertama,
penggunaan kata ‘tauta’ atau itu, merujuk kepada pola mulut yang telah terbentuk.
Sedangkan kata ‘houtōs’ hendak menjelaskan yang demikian [maksudnya mulut yang
sudah terbentuk diatas]. Karena kata ‘hautos’ ini adalah kata keterangan, maka kata
‘hautos’ sedang menerangkan mulut itu atau sesuai dengan deskripsi, yaitu; apa yang
di jelaskan dengan mulut.

Yang seperti mulut yang sudah dijelaskan di ataslah tidak boleh menjadi ada. Pehatikan
kata ‘ginesthai’ yang artinya ‘terwujud’, atau ‘lahir menjadi. ‘ginesthai’ dari kata
‘gínomai’,ingin menjelaskan apa yang muncul menjadi yang menandakan terjadinya
perubahan kondisi.
Allah ingin, setiap keturunan Allah, menjadi berkat, tidak boleh sebaliknya, atau di satu
sisi berkat di sisi lain kutuk, tetapi yang terjadi dampak ajaran saat itu membuat kutuk
justru menjadi ada. Allah mengatakan itu tidak boleh menjadi ada, tetapi hal itu telah
menjadi ada. Inilah yang kita sebut sebagai keturunan campuran.
Di ayat 6 kita telah mempelajari bahwa istilah ‘ton trochon tēs geneseōs’ berbicara
tentang terbentuknya siklus kehidupan kelahiran atau keturunan secara rohani, atau
pola terbentuknya keturunan.
Dalam terjemahan baru, apa yang disebut sebagai ‘roda kehidupan’ adalah ‘ton trochon
tes geneseos’. ‘trochon’ secara harafiah adalah ‘roda’ tetapi yang hendak ditekankan
dari kata ini bukanlah roda secara harafiah tetapi siklus roda, karena roda berputar
terus menerus mengikuti siklus yang sudah dibentuk. Sedangkan kata ’geneseos’
bukanlah ‘kehidupan’, tetapi ‘kelahiran’ atau ‘keturunan’. Jadi dari ayat 6 kita melihat
bagaimana orang yang dibentuk oleh ajaran yang digambarkan sebagai lidah yang
digerakkan dari tepat terkutuk [gehena] yang pada akihirnya melahirkan kutuk.
Rangsangan [phlogizousa] pengajar yang tidak tepat [ajaran] memiliki kemampuan
untuk merangsang, atau membakar semangat, seperti api yang juga disamakan dengan
lidah, inilah yang membentuk pola keturunan secara rohani menjadi kepribadian ganda,
yang saling bertentangan dan yang saling menetang, di mana hal itu diperingati oleh
Allah tidak boleh menjadi ada, tetapi tetap saja itu telah menjadi ada, tetapi kita
diberikan kesempatan [eksouisa] untuk menjadi keturunan yang dibentuk oleh ajaran
yang sejati sehingga kita hanya menjadi pribadi yang menjadi ada sesuai kehendak
Allah.
Karena itu Allah memberikan penjelasan detail kenapa keturunan Allah tidak boleh
memiliki kepribadian ganda. istilah kepribadian digunakan, bukan mengikuti bahasa
psikologi tetapi menurut ajaran FIrman Tuhan, di mana kita sebagai pribadi yang
dibentuk oleh Ayah kita [Allah]. Kita hanya boleh menjadi pribadi yang seturut dengan
citra dan rupa Allah. Dan itu hanya bisa terjadi, jika kita konsisten dengan ajaran
Kristus, ajaran Kristus itu adalah harta yang paling berharga, siapa yg tidak berjuang
untuk menemukannya tidak bisa menjadi berkat.

Jumat 16 September 2016


Seri #145 Belajar Kitab Yakobus
Senin 18 April 2016

Seri #1 Belajar Kitab Yakobus


Yakobus 3:11, Sumber Dari Ajaran seperti Mata Air

Ayat 11 menjelaskan tentang sumber, artinya bahwa di dalam iman yang benar
[sumbernya Kristus] tidak boleh mengeluarkan berkat dan kutuk
Nestle Greek New Testament 1904: μήτι ἡ πηγὴ ἐκ τῆς αὐτῆς ὀπῆς βρύει τὸ γλυκὺ
καὶ τὸ πικρόν;
Transliterasi: mēti hē pēgē ek tēs autēs opēs bruei to gluky kai to pikron?
Perhatikan terjemahan ayat 11 di atas, di bawah ini:
Dari lubang mata air sama, tidak boleh mengeluarkan air yang manis dan yang
pahit.
Untuk bisa memahami Ayat 11 ini dengan tepat, kita harus memahami; bahwa Yakobus
ingin memberikan gambaran dari sumber mata air itu, dengan tujuan supaya jangan
bertentangan dengan sumber mata air sejati. Karena itulah pertama tama, Yakobus
menggunakan kata ‘Mēti’, sebuah partikel interogatif, yang hendak menjelaskan bahwa
apapun yang bertentangan dengan apa yang diperintahkan tidak boleh sama sekali.
Kata ‘meti’ berasal dari dua kata, yang pertama adalah ‘mḗ’ artinya ‘tidak’, dan yang
kedua adalah ‘tís’ artinya ‘apapun’, kata ini diletakkan sebagai kata pertama di ayat 11
bukan suatu kebetulan, tetapi ingin menekankan apa yang tidak boleh dilakukan. Hal ini
menyiratkan apa yang sudah dijelaskan di ayat 10, yang sudah menjadi ada [mulut],
telah menjadi ada namun tidak sesuai dengan kehendak Allah [bapa] dan bahkan
dilarang keras menjadi ada.
Untuk memahami apa yang hendak ditekankan, kita perlu memahami tujuan dari
penggunaan gambaran dari mata air. Kata mata air diterjemahkan dari kata ‘pege’
yang secara harafiah bisa diartikan sebagai ’mata air, atau ‘aliran air’. Istilah itu
mengacu pada mata air yang pada zaman itu sebagai aliran air yg ditemukan,mata air
yg memancur.
Kiasan kata ‘pege’ [mata air] ini sebenarnya hendak menjelaskan sumber dari ajaran.
Jadi ayat 11 ini sedang menekankan gambaran ajaran yang seharunya sesuai dengan
sumbernya. Jika sumber ajarannya datang dari Allah maka tidak mungkin ada hal yang
kontras dalam kehidupan seseorang, kekontrasan itu digambarkan seperti air yang
manis [gluky] & air yang pahit [pikros].

Ajaran tentang sumber mata air, hanya megacu kepada dua hal, yang pertama guru
guru palsu dan yang kedua Yesus sebagai sumber dari ajaran sejati. Mengenai ajaran
yang tidak sejati, telah kita jelaskan berulang ulang, bahwa ayat 1-9 ini adalah
gambaran dari ajaran yang mengendalikan proses kelahiran seseorang, apakah akan
menjadi keturunan yang sesuai dengan kehendak Allah atau sebaliknya. Ajaran
pengajar pengajar palsu digambarkan sebagai mata air yang kering di 2 Petrus 2:17
TB: “Guru-guru palsu itu adalah seperti mata air [pege] yang kering, seperti kabut
yang dihalaukan taufan; bagi mereka telah tersedia tempat dalam kegelapan yang
paling dahsyat”.
Sedangkan ajaran yang sejati digambarkan sebagai mata air kehidupan di Wahyu
7:17
TB: “Sebab Anak Domba yang di tengah-tengah takhta itu, akan menggembalakan
mereka dan akan menuntun mereka ke mata [pege] air kehidupan. Dan Allah akan
menghapus segala air mata dari mata mereka."
Yesus sebagai sumber dari ajaran sejati di Yohanes 4:14 digambarkan sebagai air
yang manis, di mana kalau seseorang meminumnnya, maka dari dalam diri orang yang
meminum tersebut akan keluar mata air yang manis yang tidak pernah berhenti [bukan
yang manis dan yang pahit, atau yang pahit, hanya yang manis]
TB: tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan
haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan
menjadi mata [pege] air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai
kepada hidup yang kekal."
inilah yang ingin ditekankan oleh Yakobus di ayat 11, keturunan Allah ‘seharusnya’
tidak akan pernah berhenti, mengeluarkan mata air yang manis apabila dibentuk oleh
ajaran yang datang dari Yesus [mata air kehidupan], tetapi yang terjadi di jemaat itu
justru yang sebaliknya, anak anak [nepios] Allah [jemaat di perantauan ] telah
mengeluarkan dua sumber air yang saling kontras, air yang manis dan yang pahit, hal
itu telah menjadi ada di dalam jemaat, meski Allah melarang hal itu menjadi ada, artinya
bahwa kelahiran anak anak Allah di jemaat Yakobus tidak bertumbuh menjadi anak
anak dewasa [uios] tetapi hanya anak anak kecil yang masih setara dengan bayi
[nepios Ibrani 5:13] di mana gambaran dari kata ini hendak menekankan orang yang
tidak bisa memahami ajaran yang benar. Jika yang mengajarkan mengerti kebenaran,
yang mendengarkan juga akan mengerti, tetapi jika yang mengajarkan tidak mengerti
kebenaran? Jahat menjadi ada.

Sabtu 17 September 2016


Seri #146 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:11, Makna Mata Air

Yakobus mengatakan, bahwa dari mata air yang sama [autes], tidak boleh keluar [ek]
dua jenis rasa yang berbeda. Penggunaan kata ‘tēs autēs’, sebagai sebuah kata ganti
intensif, hendak merujuk kepada suber mata air yang mengalir, di mana Kata ini
menekankan satu sumber mata air. Gambaran yang ingin ditekankan adalah; dari mata
air, hanya ada satu lobang [opēs], untuk mengeluarkan juga satu jenis air tersebut.
Pada saat itu, mata air yang ditemukan dijadikan sebagai sumur untuk kebutuhan air.
Tetapi sebelum mata air itu itu dijadikan sumur, biasanya pada saat mata air itu
ditemukan, maka biasanya air itu akan menyembur [bruei] dari satu lobang. Dari lobang
yang ini tidak akan mungkin menyemburkan dua jenis rasa air. Perhatikan baik baik
argumen Yakobus ini; karena prinsip ini yang akan digunakan sebagai landasaran
untuk mengajukan kalimat tanya yang membutuhkan jawaban ‘tidak’ di ayat 12.
Pada saat itu, setiap mata arti yang ditemukan, maka rasa air yang ditemukan ada dua
jenis, yang pertama adalah rasa yang manis [gluky] dan yang kedua adalah rasa yang
pahit [pikros]
Di dalam PB, kata ‘pikros’ hanya digunakan sebanyak dua kali. Yang pertama, yaitu di
Yakobus 3: 11 yang merujuk kepada air yang pahit dan yang kedua adalah ayat 14
yang merujuk kepada perasaan yang pahit, atau sakit hati, atau iri hati.
Namun istilah air yang pahit ini sebenarnya dijelaskan Yakobus berdasarkan Keluaran
15:23, karena istilah air pahit pertama kali ditemukan pada saat bangsa Israel
bersungut sungut di Mara.
TB: Sampailah mereka ke Mara, tetapi mereka tidak dapat meminum air yang di
Mara itu, karena pahit rasanya. Itulah sebabnya dinamai orang tempat itu Mara”.
Untuk memastikan hal itu kita akan mengutip keluaran 15:23 dari Alkitab salinan tertua,
yaitu septuaginta [LXX] sebagai berikut: ἦλθον δὲ εἰς Μερρα καὶ οὐκ ἠδύναντο
πιεῖν ἐκ Μερρας, πικρὸν [pikron] γὰρ ἦν· διὰ τοῦτο ἐπωνομάσθη τὸ ὄνομα τοῦ τόπου
ἐκείνου Πικρία. Perhatikan yang di dalam kurung

Untuk menemukan benang merahnya dengan tepat, pertama-tama,yang harus kita


pahami adalah, semua bangsa Israel yang dibawah kepadang gurun juga disebut anak
anakNya [tetapi bukan anak anak yang bergantung-teknon], Allah adalah bapa mereka
yang menuntun mereka kepadang gurun dari Mesir. Ini perlu dipehatikan dengan baik
baik, karena gambaran dari penekankan ini memiliki implikasi gereja yang juga
dipanggil dari gelap. Inti yang ining ditekankan adalah, sangat banyak orang yang
bangga karena telah dipanggil dari gelap menjadi terang, tetapi kebanggaan mereka
ditaruh di dalam sikap hidup yang jahat, karena meski mengakui telah menjadi terang,
hidup mereka masih ada di dalam gelap, karena mereka tidak menjadi anak yang
bergantung [teknon] kepada Bapa.
Yehezkiel 20:10: Aku membawa mereka keluar dari tanah Mesir dan menuntun
mereka ke padang gurun.
1 Korintus 10:5: Tetapi sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian
yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun.
Tetapi setelah mereka dibawa keluar [eks], Allah ingin membentuk mereka menjadi
keturunan yang taat, karena itu Allah mengijinkan mereka di cobai. Allah mengijinkan
hal itu untuk melihat mereka apakah taat kepadaNya atau tidak
“Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak TUHAN,
Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud
merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam
hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak. Jadi Ia
merendahkan hatimu, membiarkan engkau lapar dan memberi engkau makan
manna, yang tidak kaukenal dan yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangmu,
untuk membuat engkau mengerti, bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi
manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN”. Ulangan 8:2-3
Itu sebabnya di Keluaran15: 22 Allah memerintahkan Musa menyuruh orang Israel
berangkat dari Laut Teberau, pergi ke padang gurun Syur. Tiga hari lamanya Allah
mengijinkan mereka berjalan di padang gurun itu dengan tidak mendapat air. Allah
mengijinkan mereka tidak minum, untuk membuat bangsa itu mengerti, bahwa mereka
hidup bukan dari makanan dan minuman saja, tetapi hidup dari mata air kehidupan, dari
segala yang diucapkan TUHAN [matius 4:4]. Mata air sebagai kata kiasan digunakan
untuk mengambarkan sumber dari ajaran sejati, yaitu Yesus, injil yang memberkati,
setiap pengajar harus memahami ini dengan tepat, karena hanya itu yang bisa
membentuk orang percaya menjadi anak anak yang bergantung [teknon] seutuhnya
pada Bapa

Minggu 18 September 2016


Seri #147 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:11 Mata Air Yang Mengeluarkan Air yang Manis

Tetapi bangsa itu justru memberontak kepada Allah, hanya karena mereka tidak
menemukan air yang bisa memuaskan dahaga mereka secara lahiriah, itulah sebabnya
tempat itu disebut ‘mara’, karena ‘mara’ artinya adalah pemberontakan. Sebab setelah
mereka sampai ke ‘mara’, mereka tidak dapat meminum air yang di Mara itu, karena
pahit rasanya. Karena air itu pahit, maka mereka memberontak kepada Alah dengan
cara bersungut-sungut kepada Musa, sebab kata mereka: "Apakah yang akan kami
minum?"
Dari gambaran air yang bisa memuaskan dahaga mereka secara lahiriah, Allah ingin
memberikan petunjuk rohani yang kekal terhadap mereka, sebab di ayat 22, Allahlah
yang memerintahkan Musa membawa mereka kepadang gurun syur, karena itulah
Musa berseru-seru kepada TUHAN, sebab Allah yang menuntun dia, dan Musa ingin
Allah memberikan petunjuknya, dan karena itulah TUHAN menunjukkan kepadanya
sepotong kayu; lalu Musa melemparkan kayu itu ke dalam air; sehingga air itu menjadi
manis. Di dalam PB, kata manis, yang diterjemakan dari kata ‘glukus’ hanya digunakan
sebanyak 4 kali, yaitu di Yakobus 3: 11,12 dan Wahyu 10:9,10. Yang artinya adalah
manis. Makna manis di sini adalah sumber mata air yang bisa diminum.
Di keluaran 15, Perubahan air yang pahit menjadi air yang manis dijadikan Allah
sebagai pelajaran rohani, supaya mereka dapat menjadi anak anak yang dewasa, yang
taat total kepada Allah melalui peraturannya, karena kejadian itulah [masa], TUHAN
memberikan ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturan kepada mereka. Dalam
aturan itu, Allah berfirman: "Jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan suara TUHAN,
Allahmu, dan melakukan apa yang benar di mata-Nya, dan memasang telingamu
kepada perintah-perintah-Nya dan tetap mengikuti segala ketetapan-Nya…maka”.
Dan Paulus menarik makna rohani yang diberikan Tuhan di keluaran 15: 22-26 dan
menyimpulkan kegenapannya di dalam Yesus kristus di 1 Korintus 10 : 4, sebab
Paulus mengatakan, ‘bahwa mereka semua minum minuman rohani yang sama,
minum dari batu karang rohani yang mengikuti mereka, di mana batu karang itu ialah
Kristus.

Wahyu 21:6 berkata: Firman-Nya lagi kepadaku: "Semuanya telah terjadi. Aku
adalah Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir. Orang yang haus akan Kuberi
minum dengan cuma-cuma dari mata [pege] air kehidupan”.
Jadi Allah mengijinkan mereka haus, supaya mereka dapat mehami kehausan rohani
yang hanya bisa dipenuhi oleh Allah. Inilah makna sumber mata air yang digunakan
Yesus sebagai media untuk menyelamatkan perempuan samaria di Yohanes14,
supaya perempuan itu bisa melihat sumber mata air yang kekal, itu sebabnya Yesus
berkata, “Berilah Aku minum! niscaya engkau telah meminta kepada-Nya dan Ia telah
memberikan kepadamu air hidup” “Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi,tetapi
barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk
selama-lamanya, air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam
dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal."
Melalui gambaran dari sumber mata air, Yakobus sebenarnya hendak meluruskan
kesesatan yang terjadi di jemaat karena pengaruh dari ajaran Yahudisme.
Pada saat itu ajaran Kristus belum mereka pahami dengan benar, dan wahyu Allah
mengenai perjanjian baru belum dipahami jemaat tersebut dengan utuh, sedangkan PL,
masih meraka pahami menurut aturan aturan Yahudisme, inilah yang diwaspadai oleh
Yakobus, di mana jemaat yang masih baru baru bertumbuh di dalam Krsitus, kini ingin
menjadi pengajar, karena banyak orang ingin menunjukkan kemampuan mereka untuk
mengajar tetapi dengan bernafaskan semangat yahudisme yang belum diterangi oleh
perkataan Krsitus, inilah yang dilurukan oleh Yakobus. Selama seseorang belum minum
dari mata air kehidupan yang kekal [Yesus] seseoang belum bisa mengeluarkan mata
air kehidupan [yang manis] dari dalam dirinya, selama seseoang masih dibawah ajaran
taurat, meski dia mengaku hidup di dalam Yesus, menerima injil maka dari dirinya akan
selalu keluar air yang pahit, karena dia masih hidup berdasarkan injil palsu [ Galatia 1 :
6], injil yang hanya luarnya adalah injil tetapi dalamnya adalah kuasa taurat, yang tidak
bisa membawa anak anak Allah kepada kesempurnaan Bapa.
Hanya ijil [perkataan Yesus] yang bisa menjadi bimbingan sejati untuk menjadi serupa
dan segambar dengan Allah. Bagai mana kita bisa menjadi anak yang bergantung
kepada Allah [teknon], jika kita tidak dimbing oleh guru sejati? Yesuslah guru sejati,
perkataannya adalah mata air yang memancarkan air yang manis.

Senin 19 September 2016


Seri #148 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:12, Tidak Bisa

ayat 12

Nestle Greek New Testament 1904


μὴ δύναται, ἀδελφοί μου, συκῆ ἐλαίας ποιῆσαι ἢ ἄμπελος σῦκα; οὔτε ἁλυκὸν γλυκὺ
ποιῆσαι ὕδωρ.

Transliterasi: mē dunatai, adelphoi mou, sukē elaias poiēsai ē ampelos suka? oute
halukon gluku poiēsai hudōr.

Perhatikan terjemahan di bawah ini:

Tidak dapat, saudara saudaraku, pohon ara bersifat zaitun menghasilkan Pohon anggur
berbuah ara? , yang asin tidak menghasilkan air manis

Harus kita akui, bahwa tata bahasa Yunani, mustahil untuk di transfer ke tata bahasa
Indonesia. Kalau saudara perhatikan terjemahan diatas, sepertinya kalimat tersebut
tidak umum [baku] dalam bahasa Indonesia, tetapi hal itu karena terjemahannya
diusahakan mengikuti pola yang mendekati tata bahasa Yunaninya.

Dari kata awal ayat 12 ini, sebenarnya kita sudah menemukan penekanan dari ayat 12
ini adalah ‘tidak dapat’, maksudnya, apa yang digambarkan itu tidak tepat dalam arti
tidak boleh harusnya ada. Jadi ayat 12 ini adalah kalimat bentuk tanya yang
membutuhkan jawaban ‘tidak’. Inilah salah satu jenis kalimat Tanya Yunani yang
dibentuk untuk menekankan sesuatu yang tidak boleh terjadi.

Kalau di ayat 11 Yakobus menekankan gambaran dari sumber mata air yang hanya
mengeluarkan satu jenis mata air, maka di ayat 12 ini Yakobus ingin menekankan
bahwa gambaran dari air yang asin yang tidak bisa menghasilkan air manis sebagai
ajaran yang tidak benar, tidak bisa [tidak mampu] menghasilkan pertobatan sejati.

Pertama-tama kita harus memperhatikan penekanan kata ‘tidak’ tersebut yang diikuti
dengan kata ‘mampu’. Dalam bahasa Yunaninya di katakan ‘Mē dunatai’,yang secara
harafiah artinya adalah ‘tidak mampu’, hal itu terlihat dari kata ‘me dunatai’ berasal dari
2 kata, ‘me’ artinya tidak, sedangkan ‘dunatai’ adalah kemampuan [daya].

Kata ‘dunatai’, merujuk kepada memampuan atau kebisaan [bisa], yang berasal dari
kata ‘dunamai’, artinya kebisaan [daya] atau kemampuan. kata ini serumpun dengan
kata ‘dunamis’ yang artinya kemampuan atau kekuatan. [bandingkan dengan kata
kuasa di kisah 1:8 yang menggunakan kata dunamis]

Dalam tata bahasa Yunaninya, kita dapat melihat, bagaimana penulis menekankan kata
‘tidak mampu’ terlebih dahulu, baru kemudian diikuti dengan frasa baru yaitu ‘adelphoi
mou’ atau ‘saudara-saudaraku’. Jadi jika terjemahannya mengacu kepada harafiahnya,
harusya seperti ini:

‘Tidak bisa saudara-saudaraku’ [me dunatai adelphoi mou].

Karea ‘me dunatai’ atau ’tidak bisa’ dalam tata bahasa Yunani diletakkan sebagai
bagian dari kalimat anya, maka kata ‘me dunatai’ dalam tata bahasa Indonesia bisa
juga diterjemahkan sebagai ‘bisakah atau mampukah’? Tetapi jawaban dari pertanyaan
tersebut sudah pasti tidak sama sekali! Isi kalimat itu sendiri telah memberikan
penjelasan bahwa jawabannya adalah tidak mampu sama sekali.

Jadi apapun bagian kalimat yang mengikuti frasa pertama dari ayat 12, pasti isinya
dibandingkan dengan penekanakan kepada ketidak mampuan sama sekali. Hal ini
memberikan kepada kita penekanan penjelasan yang sangat kuat terhadap ayat 11,
bahwa jika seseorang tidak keluar dari sumber ajaran sejati yang digambarkan sebagai
sumber mata air [pege] yang manis di ayat 11, yang dikutip dari keluaran 15:23 dan
keluaran 17:1-7, maka dia tidak akan bisa mengeluarkan mata air kehidupan dalam
hidupnya seperti yang ditekankan Yesus di Yohanes 4:14. dia tidak akan bisa menjadi
pohon ara yang berbuah seperti yang dijelaskan di ayat 12.
Selasa 20 September 2016
Seri #149 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:12, Tidak Mungkin Pohon Ara Bersifat Pohon Zaitun

Kemarin, kita telah membuat kesimpulan bahwa jika seseorang tidak berasal dari ajaran
sejati, dia tidak akan bisa menjadi pohon ara. Hari ini kita akan mempelajari kenapa
gambaran pohon ara itu dikatakan sebagai figurasi dari orang yang tidak mengalami
pertobatan sejati. Perhatikan kutipan Yunani berikut
Nestle Greek New Testament 1904
συκῆ ἐλαίας sukē
elaias pohon ara
bersifat zaitun
Ada beberapa gambaran yang sangat penting yang sangat perlu dijelaskan terlebih
dahulu, supaya kita bisa memahami penekanakan kepada konsep ketidakmampuan
yang ditekankan sebagai frasa pertama di ayat 12 tersebut.
Pertama, penekanan pohon ara yang digambarkan tidak mungkin bersifat zaitun
menghasilkan Pohon anggur berbuah ara.

Ada beberapa poin penting yang pelu kita periksa satu persatu dari poin pertama di
atas.

Kenapa gambaran pohon ara disindir tidak bisa bersifat zaitun dan tidak bisa
menghasilkan pohon anggur bersifat buah ara? Mari kita pelajari pelan-pelan.
Perhatikan bahasa Yunani yang disertai dengan arti kata berikut

Sukē [pohon ara] elaias [pohon zaitun] poiēsai [menghasilkan] ē ampelos [pohon
anggur] suka [buah ara]?

Dalam tata bahasa Yunani, kalimat pendek Yunani di atas adalah satu bagian yang
menjadi pertanyaan yang membutuhkan jawaban tidak. Kalimat Tanya ini di isi dengan
2 pernyataan sindiran negatif yang otomatis jawabannya adalah tidak.

Sindiran pertama adalah pohon ara disindir tidak bisa memilki sifat pohon zaitun. Tentu
saja, jawabannya adalah ‘tidak’. Kenapa tidak? Mari kita periksa dulu kenapa pohon ara
disindir tidak mungkin bisa bersifat pohon zaitun.

Pohon ara [sukē] sebagai kata benda nominatif yang diikuti dengan pohon zaitun
sebagai kata benda yang dijadikan sebagai akusatif. Tata bahasa Yunani ini hendak
menekankan makna sindiran dari pohon ara yang disindir tidak akan bisa memiliki sifat
pohon anggur.
Dalam prinsip bahasa Yunaninya, dua kata benda yang digandengan, maka kata benda
kedua diubah menjadi kata sifat. Sehingga pohon zaitun menjadi objek [sifat] dari pohon
ara hendak memberikan gambaran dari ketidak mungkinan yang sangat penting kita
pahami.

Di Alkitab, pohon ara [suke], difigurasikan sebagai anak anak Allah yang diberikan
kesempatan untuk berbuah, tetapi tidak juga berbuah, meski sudah diberikan
kesempatan. Kata ‘suke’ [pohon ara] yang dimaksud Yakobus adalah pohon ara liar
yang tumbuh deras di Palestina dan dibudidayakan. Pohon ara biasanya berbuah dan
matang pada bulan Juni dan kemudian panen pada bulan Agustus dan September.

Istilah Pohon Ara di PB hanya Digunakan Sebanyak 16 Kali, dan dari total 16 kali
penggunaannya, 14 kali kata ‘suke’ [pohon ara] digunakan secara kiasan dari lambang
hukuman Allah yang sudah dekat, karena orang yang dipanggil tidak berbuah. Dari
penggunaan gambaran pohon ara, kita menemukan bagian makna yang menekankan
orang yang tidak bisa menghasilkan pertobatan sejati yang digambarkan sebagai pohon
ara yang tidak berbuah. Perhatikan baik baik, bagaimana mungkin memiliki sifat dari
pohon zaitun, memiliki buah saja tidak. Artinya, tidak benar pengakuan sebagai anak
yang lahir dari ajaran Yesus yang di utus oleh Allah Bapa tetapi tidak mampu
menunjukkan buah pertobatan pertobatan sejati. Kalau anda seperti pohon ara yang
sudah siap siap dihukum Allah karena tidak berbuah, maka saudara tidak mungkin
datang dari ajaran Yesus, anda pasti lahir dari ajaran nabi palsu.

Rabu 21 September 2016


Seri #150 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:12, Gambaran dari Pohon Ara

Kemarin dibagian kesimpulan, kita telah mengatakan, bahwa tidak mungkin orang yang
mengaku lahir dari ajaran sejati Yesus, tetapi tidak mampu menunjukkan pertobatan
sejati. Kenapa harus disimpukan demikian? Mari kita pelajari
συκῆ ἐλαίας [Nestle Greek New Testament 1904]
sukē elaias
pohon ara bersifat zaitun
Mari kita fokuskan kembali ke kata ‘suke’ atau pohon ara. Gambaran dari pohon ara
selalu berhubungan dengan orang orang yang tidak tinggal di dalam ajaran sejati
Yesus.
Dari total 14 kali ayat yang mempelajari pohon ara sebagai figurasi dari orang yang
diberikan kesempatan untuk bertobat tetapi tidak bertobat, kita akan mengutip 4 ayat
sebagai sampel yang mewakili ke 14 ayat tersebut. Pengutipan 4 ayat saja, bukan
karena tidak ingin menampilkan ke 14 ayat tersebut, tetapi lebih kepada halaman yang
terbatas, jika harus memuat keseluruhan ayatnya.
Lukas 13:7 TB;Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Sudah tiga
tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya.
Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma!
Matius 21:19 TB; Dekat jalan Ia melihat pohon ara lalu pergi ke situ, tetapi Ia tidak
mendapat apa-apa pada pohon itu selain daun-daun saja. Kata-Nya kepada pohon
itu: "Engkau tidak akan berbuah lagi selama-lamanya!" Dan seketika itu juga
keringlah pohon ara itu.
Markus 11:13 TB’ Dan dari jauh Ia melihat pohon ara yang sudah berdaun. Ia
mendekatinya untuk melihat kalau-kalau Ia mendapat apa-apa pada pohon itu.
Tetapi waktu Ia tiba di situ, Ia tidak mendapat apa-apa selain daun-daun saja, sebab
memang bukan musim buah ara.
Lukas 13:6 TB; Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini: "Seorang mempunyai
pohon ara yang tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada
pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya.

Dari gambaran pohon ara yang tidak berbuah tersebutlah Yakobus menggunakannya
sebagai bagian dari kalimat tanya negatif sebagai kalimat sindiran dengan menekankan
kata tidak akan mampu. Artinya, Yakobus sedang mengatakan, tidak akan bisa pohon
ara bersifat zaitun, jangankan bersifat pohon zaitun, memiliki buah saja tidak. Arti
gambara itu sebenarnya adalah, tidak akan mungkin orang yang tidak memiliki buah
pertobatan sejati menjadi umat Allah, bagaimana mungkin dia menjadi umat Allah,
sebab dia tidak menghasilkan buah. Bandingkan dengan Yohanes 15:2
TB: Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting
yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah.
Dari total penggunaannya sebanyak 16 kali, secara signifikan 14 kali, digunakan untuk
menggambarkan orang yang tidak berbuah sejati dalam hidupnya.
Sebelum kita menyinggung pohon ara yang bersifat pohon zaitun, kita sudah dapat
makna baru dari gambaran pohon ara tersebut, yaitu, pertobatan yang tidak sejati.
Pertobatan sejati tidak akan bisa terjadi jika sumber ajaran datang dari pengajar yang
tidak berkualitas. Sebaliknya pengajar yang berkualitas mengerti, sumber dari
pertobatan sejati adalah perkataan Yesus, karena perkataan Yesus seperti sumber
mata air kehidupan [pege], perkataan Yesus seperti pohon anggur, di mana kita harus
menjadi cabangnya sebagai gambaran dari hidup berdasarkan ajarannya, bukan
menjadi pohon ara yang tidak berbuah, sebab gambaran dari pohon ara ini adalah
orang yang dihukum karena tidak berbuah, karena itulah Yesus menggunakan
gambaran dari pohon ara yang meski sudah di tanam di kebun anggurnya, tetap saja
tidak berbuah seperti yang di katakan Lukas 13:6, "Seorang mempunyai pohon ara
yang tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu,
tetapi ia tidak menemukannya”. Perkataan Yesus yang sejati adalah kunci untuk bisa
mengalami pertobatan sejati. Anda tidak akan bisa bertobat, kalau tidak hidup
berdasarkan ajaran sejati dari padaNya.

Kamis 22 September 2016


Seri #151 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:12, Gambaran dari Pohon Zaitun

Kemarin kita telah membahas gambaran dari pohon ara, sekarang kita akan
memfokuskan alasan dari pohon ara disindir tidak akan bisa memiliki sifat pohon zaitun.
Mari kita lihat sejenak bahasa Yunaninya
συκῆ ἐλαίας
sukē elaias
pohon ara bersifat zaitun
Kenapa pohon ara harus diterjemahkan bersifat pohon zaitun? karen dalam tata bahasa
Yunaninya menempatkan kedua kata Yunani tersebut sebagai kata benda, di mana
kata benda kedua dalam tata bahasa Yunani dimaksdukan sebagai kata sifat. Sehingga
dalam prinsip tata bahasanya, yang ingin dijelaskan adalah sifat dari pohon Arayang
tidak akan mungkin ada di dalam pohon zaitun. Ini sejalan dengan kesimpulan dari
idiom Lukas 13:6 yan mengatakan "Seorang mempunyai pohon ara yang tumbuh di
kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak
menemukannya”.
Perhatikan baik baik sindiran keras Yakobus. Bagaimana mungkin pohon Ara bisa
memiliki sifat pohon zaitun?
Untuk bisa memahami alur berpikir Yakobus, kita harus mengerti gambaran pohon
zaitun. Yang dimaksud bukan buah zaitun. Tetapi pohon zaitun. Kata ‘elaias’ hanya
digunakan dua kali di PB, pertama di Yakobus 3:12, dan yang satu lagi di Roma 11:17,
dan konteks serta pengunaan kata ini tidak merujuk kepada buah, tetapi pohonnya, lagi
pula, dalam penggunaannya, Alkitab tidak pernah merujuk kepada buah zaitun tetapi
kepada minyak zaitun. Jadi jelas yang dimaksud adalah pohon zaitun. Kenapa pohon
ara harus disindir tidak akan bisa bersifat pohon zaitun? Karena pohon zaitun adalah
gambaran umat Allah.
TB: Karena itu apabila beberapa cabang telah dipatahkan dan kamu sebagai tunas
liar telah dicangkokkan di antaranya dan turut mendapat bagian dalam akar pohon
zaitun yang penuh getah [Roma 11:17]
Dari Roma 11: 17 kita bisa melihat jelas, bahwa konteks dari kata ‘eleias’ itu digunakan
untuk menjelaskan orang yang dipanggil untuk menjadi anak anak [teknon] Allah. Ini
sejalan dengan Yohanes 1:12, di mana kita diberikan kesempatan untuk keluar dari
kegelapan dan berkesempatan menjadi anak anak [teknon] Allah.
Waktu kita menemukan istilah keluar [ek] di mana dari kata ini terbentuk kata gereja
[eklesia] karena gereja artinya orang yang dipanggil dari kegelapan menjadi terang,
maka kita bisa melihat ‘bayangannya’ di PL, di mana orang Israel dipanggil keluar [ek]
dari Mesis dan membawa mereka ke padang gurun, dan dengan maksud untuk melihat
apakah mereka taat kepada Allah.
Dari ayat 11 kita telah belajar penggunaan gambaran dari mata air yang diambil dari
keluaran 15, di mana bangsa Israel diijinkan Allah tidak minum berhari hari, supaya
mereka mengerti bawa jika secara jasmani mereka tidak minum akan membuat mereka
mati, maka mereka wajib-butuh sumber mata air kehidupan kekal supaya mereka tidak
mengalami kematian rohani karena kehausan firman Kristus
Dari konsep keluar dari kegelapan, Yohanes menggunakan kata ‘eksousia’ yang
berasal dari 2 kata, yang pertama adalah ‘ek’ artinya keluar. Dan yang kedua adalah
kata kerja ‘eimi’ yang artinya menjadi. Dari pengertian ini, Alkitab menggunakan
gambaran dari pohon anggur sebagai lambang dari anak anak Allah atau umat Allah
yang menjadi diberikan hak istimewa, tetapi untuk menjadikan seseorang memiliki hak
istimewa , Yohanes 1:12 mengatakan seseorang harus menjadi anak anak [teknon,
maknanya bergantung], tetapi seseorang baru bisa bergantung kepada Allah kalau
sudah terlebih dahulu keluar [ek] dari sifat sifat yang menghalangi seseorang menjadi
anak anak yang bergantung kepada [teknon] Allah, tetapi kalau seseorang
digambarkan menjadi pohon ara, jelas itu tidak bergantung kepada Allah, jika
seseorang disindir sebagai pohon ara yang yang tidak memiliki sifat pohon zaitun
sebagai gambaran dari bukan umat Allah sejati, jelas tidak mungkin orang yang tidak
berbuah [pohon ara] disebut sebagai umat Allah [pohon zaitun].
Tidak mungkin yang tidak berbuah bersumber dari firman Kristus, Firman Kristus pasti
menghasilkan buah sejati, sebab yang lahir dari Allah pasti selaras dengan sifat Allah,
tetapi ajaran yang menyerupai injil Kristus adalah kepalsuan injil yang tidak berbuah,
kita bisa saja mengaku umat Allah, tetapi kalau kita tidak bergantung sepenuhnya
kepada perkataan Kristus, kita seumpama pohon ara yang daunnya lebat tetapi tidak
berbuah. tidak mungkin hal itu Allah

Jumat 23 September 2016


Seri #152 Belajar Kitab Yakobus
Yakobus 3:12, Gambaran dari Pohon Zaitun

Kata ‘elaias’ atau pohon zaitun. dari kata ‘elaia’ artinya adalah pohon zaitun bukan
buah zaitun. Kata dasar ‘elaias’ dalam berbagai fungsi tata bahasanya digunakan
sebanyak 15 kali di PB. Makna kata ini hanya mengacu kepada beberapa hal. Pertama;
secara kolektif, mengacu kepada Bukit Zaitun, ini digunakan sebanyak 10 kali, dan
sisahnya adalah pohon zaitun.

secara kiasan ‘eleias’ umumnya mengacu kepada umat Allah, yang didiami oleh Roh
Kudus, dari makna kiasan inilah kita menemukan istilah diurapi, sebagai kiasan dari
pemenuhan Roh Kudus, makna kiasan itu digambarkan seperti minyak zaitun yang
mengurapi seseorang. makna itu terbentuk secara kiasan dari kiasan pohon zaitun
yang menghasilkan minyak sebagai gambaran dari umat Allah yang dipenuhi Roh
Kudus.

Tetapi jika pohon ara disindir tidak akan mungkin bersifat pohon zaitun, maka makna
yang ingin ditekankan adalah tidak mungkin orang yang tidak menunjukkan pertobatan
sejati sebagai umat Allah yang sejati. Kenapa tidak mungkin menjadi umat yang sejati?
karena sifat dari umat itu tidak lahir berdasarkan perintah dari Raja. Kita disebut umat
Allah karena kita harus tunduk kepada perintah Allah sebagai raja kita. Sedangkan kita
disebut sebagai anak, karena kita memiliki gen dari Bapa kita [pater]

Allah digambarkan sebagai Ayah karena dari dia datang segala yang baik dan yang
sempurna [Yak 1:17] dari karakter bapa kita itu, kita akan lahir menjadi ibadah yang
sejati [Yak 1:27], Bapa kita yang mengorbankan anaknya yang tunggal yang
difigurasikan oleh Abraham yang mempersembahkan ishak [Yak 2:21] supaya kita
dibenarkanNya, tetapi dengan cara percaya di dalam Yesus, bukan hanya percaya
tetapi mempercayakan diri kepada perkataan Yesus, sebab orang yang percaya pada
Yesus belum tentu mempercayakan diri kepada perkataanNya.

Itu sebabnya Yohanes 1: 12 berkata, hanya yang menerima Yesus, karena pada saat
itu orang mau menerima Yesus sebagai gurunya, hanya karena orang tersebut
mendengar ajaran Yesus. Murid murid saat itu mendengar perkataanNya yang
digambarkan Ibrani 4:12 seperti pedang bermata dua yang sangat tajam yang langsung
menghujam ke pikiran terdalam, sehingga ketahuan, apakah orang tersebut sebagai
anak anak Allah atau tidak
Di Yohanes 6-7 perkataan Kristus digambarkan sebagai makanan dan minuman sejati,
kepada yang haus secara jasmanis, Yesus menawarkan sumber mata air kehidupan,
sebab katanya: “barang siapa haus baiklah dia datang kepadaku dan minum… dari
dalam hatinya akan mengalir aliran aliran air kehidupan [Yoh 7:37-38], kepada murid
murid Yesus berkata, Akulah roti hidup [Yoh 6:48] dan bagi mereka yang tidak
mencintai firman yang sejati, meski mereka sudah menjadi murid, mereka justru
berkata, "Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?" [60], karena
setelah mereka mendengarnya, banyak murid murid justru meninggalkan Yesus [66],
tetapi bagi murid murid yang mau bergantung kepada perkataan Kristus, mereka
berkata, : "Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan
hidup yang kekal” [68]
Bagi mereka yang mau mengalami pertobatan sejati mereka taat menerima perkataan
Kristus yang keras itu, karena mereka tahu dari perkataan Kristuslah lahir pertobatan
sejati.
Inilah tujuan dari penggunaan gambaran dari pohon zaitun. Karena gambaran pohon
zaitun hendak menekankan umat Allah yang menerima roh kudus, dan karena dituntun
Roh kudus, pasti berbuah, itulah tanda dari orang yang lahir dari ajaran Kristus, tetapi
kalau seseorang tidak lahir dari ajaran Kristus yang sejati, orang tersebut akan seperti
air yang pahit, seperti pohon ara yang tidak berbuah, yang tidak mungkin memiliki sifat
pohon zaitun, itulah yang menyebabkan kenapa tidak bisa terjadi pertobatan sejati,
semua itu karena perkataan Kristus telah mulai disingkirkan dalam membangun iman.
Jadi frasa ‘suke elaias’ hendak menggambarkan orang yang tidak berbuah sejati dia
tidak mungkin umat Allah sejati, dia tidak mungkin bersumber dari ajaran sejati, dia
pasti lahir dari guru palsu.
Dan karena serakahnya guru-guru palsu itu akan berusaha mencari untung dari
kamu dengan ceritera-ceritera isapan jempol mereka. Tetapi untuk perbuatan
mereka itu hukuman telah lama tersedia dan kebinasaan tidak akan tertunda. 2
petrus 2:3

Sabtu 24 September 2016


Seri #153 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:12, Makna Pohon Anggur berbuah Ara?

Hari ini kita akan memeriksa klausa ‘menghasilkan pohon anggur berbuah ara’.
ποιῆσαι ἢ ἄμπελος σῦκα;
poiēsai ē ampelos suka?
Menghasilkan Pohon anggur berbuah ara?
Dari hari senin sampai jumat kita telah membahas bagian kalimat ayat 12 yang
mengatakan, “tidak dapat, saudara saudaraku, pohon ara bersifat zaitun…” sekarang
kita akan memeriksa kelanjutannya. kita akan memeriksa, alasan dari Yakobus
menggunakan istilah menghasilkan pohon anggur berbuah ara.
Dari penggunaan istilah pohon anggur, terlihat jelas, bahwa gambaran ini menekankan
ayat 11, yang menggunakan mata air sebagai gambaran dari ajaran sejati yang lahir
dari Yesus dan juga sebagai gambaran dari guru guru palsu. Karena secara kiasan
pohon anggur [ampelos] merujuk kepada dua hal yang saling bertentangan. Yang
pertama adalah pohon anggur yang benar, di mana ampelos difigurasikan secara
kiasan sebagai Yesus Kristus, yang disebut sebagai, pokok anggur yang benar
Yohanes 15:1 TB,"Akulah pokok anggur [ eampelos] yang benar dan Bapa-Kulah
pengusahanya.
Tetapi ini juga bisa digunakan secara simbolis dari orang yang tidak memiliki iman yang
benar; biasanya hal ini juga merujuk kepada Yudaisme yang berpura pura berbuah
[Wahyu 14: 18,10]. Jadi penggunaan gambaran dari pohon anggur ingin memberikan
makna yang luar biasa, hal itu dapat kita cek, dengan mengajukan pertanyaan,
misalnya; Kalau tidak berbuah [suke], apakah itu umat Allah? Tidak. Kalau tidak umat
Allah, apakah kita bisa menjadi bagian atau ranting pohon anggur yang benar? Tidak,
karena ranting pohon anggur yang benar yang tidak berbuah saja di potong [ Yoh 15:2].
Jadi, kalau jawabannya ‘tidak’, berarti bagian dari pokok anggur yang tidak benar,
sebagai gambaran dari orang yang berpura-pura beriman. Inilah yang menjadi titik
masalah di jemaat perantauan, karena mereka salah memaknai iman, karena itulah
banyak dari jemaat di perantauan salah tentang pokok pokok iman mulai dari pasal 1.

Yang ingin ditekankan dari kalimat di atas adalah, menghasilkan [poiēsai], dan kata
menghasilkan itu hendak di bandingkan dengan sumber mata air di ayat 11. Adapun
yang ingin ditekankan dari tujuan kata ini adalah, pohon ara sebagai simbol dari orang
yang tidak berbuah yang disindir tidak bersifat pohon zaitun sebagai gambaran dari
umat Allah, juga tidak akan menjadi bagian pohon anggur yang benar
Perhatikan konstruksinya dengan menjawab pertanyaan berikut:
P: Apakah pohon ara yang tidak berbuah memiliki sifat pohon zaitun?
J: Tidak mungkin, berbuah saja tidak
P: Apakah pohon ara yang tidak tidak berbuah bisa bersifat pohon zaitun
menghasilkan pohon anggur?
J 1: pohon ara yang tidak berbuah saja tidak memiliki sifat pohon zaitun apalagi
menghasilkan pohon anggur, itu tidak mungkin
J 2:” pohon ara yang berbuah seharusnya memiliki sifat pohon ara dan bisa
dibandingkan dengan pohon zaitun, dan harusnya, pohon ara menghasilkan buah
ara karena tidak mungkin pohon ara menghasilkan buah yang lain
P: apakah pohon ara yang tidak berbuah yang tidak memiliki sifat pohon zaitun
menghasilkan pohon anggur yang berbuah ara?
J: memiliki sifat pohon zaitun saja tidak mungkin, bahkan menghasilkan pohon
anggur saja tidak mungkin apalagi menghasilkan pohon anggur yang berbuah ara,
itu benar benar tidak mungkin sama sekali
Seharusnya pohon ara berbuah ara, tetapi pohon aranya tidak bebuah, maka bagaiman
mungkin dia digambarkan sebagai pohon zaitun sebagai gambaran dari umat Allah,
bagaimana mungkin orang yang tidak berbuah bisa menjadi bagian dari pohon anggur
yang benar? Tidak mungkin, yang pasti adalah, dia adalah bagian dari pohon anggur
yang tidak benar, dan pohon anggur yang tidak benar tidak mungkin menghasilkan
buah ara. Yang bisa menghasilkan buah ara adalah pohon ara, baru bisa memiliki sifat
pohon zaitun sebagai gambaran umat Allah, baru bisa menghasilkan pohon aggur yang
berbuah anggur dan bukan pohon anggur berbuah ara.
Penggunaan gambaran ini hendak menekankan tentang sumber, di ayat 11, karena
ayat 12 ini juga akan kembali menekankan tentang air yang asin yang tidak mungkin
menghasilkan air yang manis. Kita telah belajar gambaran dari sumber mata air, jika
sumber ajarannya adalah Krsitus, tidak akan terjadi cara kehidupan yang terbalik balik,
yang terjadi justru kehidupan yang seperti pohon ara yang pasti berbuah sehingga tidak
dihukum. Pasti akan memiliki sifat seperti pohon zaitun sebagai gambaran dari umat
Allah. Pasti hal itu karena menjadi bagian dari pokok anggur yang benar, dia pasti akan
menjadi cabang pokok anggur yang benar yang menghasilkan buah anggur, karena
sumbernya adalah mata air kekal, yaitu Perkataan sejati Kristus

Minggu 25 September 2016


Seri #154 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:12 Penutup

jika ajaran bersumber dari air kehidupan yang kekal [Yesus], maka dia akan menjadi
seperti pohon ara yang seharusnya berbuah banyak, bukan menjadi pohon ara yang
tidak berbuah. Dia seharusnya memiliki persamaan dengan sifat pohon zaitun sebagai
gambaran dari umat Allah, dan bukan sebaliknya, hanya berpura pura memiliki sifat
sifat pohon zaitun [umat yang palsu], tetapi tidak bersifat pohon zaitun asli alias tidak
umat Allah. Dia pasti menjadi bagian dari pokok anggur yang benar, tetapi kalau dia
tidak menjadi pokok anggur yang benar, artinya dia tidak mungkin seperti pokok
anggur yang menghasilkan buah anggur

Apabila ajaran memancarkan air yang pahit, maka dia akan seperti pohon ara yang
tidak berbuah, karena di satu sisi memiliki sifat yang sepertinya memuliakan Allah,
seperti pohon ara yang berdaun lebat, tetapi memiliki sisi yang tidak selaras dengan
sifat Allah, seperti pohon ara yang tidak berbuah.

Orang yang tidak diajarkan sumber ajaran sejati yang hanya datang dari perkataan
Kristus, maka dia akan menjadi kristen yang hanya bungkusnya Kristus tetapi isinya
taurat, dia akan tertawan kutuk. Sebab meski dia berusaha untuk hidup dalam berkat,
tetapi nafsu dosa yang digerakkan oleh kuasa taurat akan menjadikan injil menjadi injil
yang lain, inilah yang membuat ajaran akhirnya menjadi kutuk bagi keturunan Allah

terlihat jelas, bahwa pada akhirnya, digambarkan sebagai tidak mungkin [oute], artinya
Yakobus menyangkal, bahwa tidak mungkin orang yang memiliki sifat sifat yang kontras
degang sifat Allah lahir dari Allah. kalau injil tidak bisa mengubahkan orang menjadi
seperti kehendak Allah maka hal itu bukan injil sejati, karena itu ajaran harus
diperhatikand engan sangat hati hati, meski pengajar sedikit yang penting berkualitas
[ayat 1], meski kita membahasa satu ayat sampai satu minggu, tetapi kita benar benar
menemukan makna yang sejatinya dari maksud firman Tuhan itu, dari pada
menggunakan beribu ribu ayat yang tidak kita teliti sama sekali, sebab jika firman itu
tidak kita teliti, maka dia akan menjadi senjata yang akan dengan cepat membunuh kita
juga.

Jika sumbernya adalah mata air yang gersang sebagai gambaran dari guru guru yang
tidak benar, maka dari dalam dirinya akan keluar mata ait yang asin, dan mata air yang
asin di dalam diri, tidak akan bisa memiliki sifat manis, tidak mungkin. Itu mustahil
Jika garam menjadi asin, baru itu berfungsi, tetapi jika air yang menjadi asin, maka hal
itu tidak berguna sama sekali. Mungkinkah air yang asin menghasilkan air yang manis?
Tidak akan mungkin

Karena ayat 12 ini adalah sindiran yang ingin menekankan ayat 11, di mana kalimat
tanya didesain untuk memberikan jawaban tidak. Jadi air yang asin, tidak akan pernah
menghasilkan air yang manis. Air yang manis hanya keluar dari mata air yang manis
[pege]

Yesus adalah sumber mata air yang manis kekal, barang siapa memahami
perkataannya dan tiggal di dalamnya, maka dari dalam dirinya akan keluar mata air
mata air yang manis, sebaliknya, taurat adalah mata air pahit [gambaran dari kutuk],
barang siapa mengajarkannya, maka dari dalam dirinya akan keluar mata air yang asin,
dan dari dalam dirinya tidak akan mungkin menghasilkan air yang manis. Ajaran yang
tidak didasarkan kepada injil sejati, akan menjadikan seseorang terikat kepada kutuk
taurat, dan itu akan menjadi orang yang memilki dua sisi yang saling bertentangan, dan
dia tidak akan bisa menjadi umat Allah yang sejati. Tetapi orang yang lahir dari sumber
ajaran sejati, dia akan menjadi keturunan yang total kepada ajaran ajaran Kristus,
sehingga pribadinya benar benar selaras dengan firman Tuhan.

Senin 26 September 2016


Seri #155 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:13, Cara Memiliki Kebijaksanaan yg Terampil

Hari ini, kita akan mempelajari bagaimana seseorang bisa memiliki kebijaksanaan yang
terampil
Nestle Greek New Testament 1904
Τίς σοφὸς καὶ ἐπιστήμων ἐν ὑμῖν; δειξάτω ἐκ τῆς καλῆς ἀναστροφῆς τὰ ἔργα αὐτοῦ ἐν
πραΰτητι σοφίας.
kelembutan, kelembutan.
Transliterasi Tis sophos kai epistēmōn en hymin? deixatō ek tēs kalēs anastrophēs ta
erga autou en prautēti sophias.
Terjemahan: siapakah diantara kamu yang berakal budi yang terampil, baiklah dia
menunjukkan cara hidup yang baik melalui perbuatannya yang lahir dari hikmat yang
lemah lembut
Pada ayat 13 ini Yakobus memberikan petunjuk dalam hal, tata cara, supaya bisa
mengajar sesuai dengan standar injil yang sejati. Pertama tama Yakobus mengajukan
kalimat Tanya introgasi:
Τίς σοφὸς καὶ ἐπιστήμων ἐν ὑμῖν;
Tis sophos kai epistēmōn en hymin?
Siapaya yang berakal budi dan berpengertian di antara kamu?
Syarat yang harus dipenuhi untuk bisa mengajarkan kebenaran adalah seseorang
harus memiliki kebijaksanaan [sphos] dan terampil [epistemon] dalam kebijaksaan
tersebut.
Yang menjadi masalah adalah, saat itu muncul sikap yang merasa memiliki
kebijaksanaan yang terampil, tetapi tidak ditunjukkan wujud dari kebijaksanaan yang
tetat.
Istilah terampil [epistḗmōn] menekankan sifat yang benar-benar berpengetahuan, dan
itu didapatkan dari hasil pemahaman yang dikerjakan dengan jangka panjang. Jadi kata
‘epistemon’ hendak menekankan pemahaman yang mempuni yang sudah dibangun
dari pengetahuan yang dikerjakan sebelumnya [proses jangka panjang].

Kata ini digunakan Yakobus, berkaitan juga dengan cara dia mendapatkan hikmat
tersebut, karena Yakobus juga melakukan hal yang sama, di mana Yakobus terlebih
dahulu hati hati mempelajari tentang iman yang tertuju kepada Yesus Kristus, meriksa
cara hidup Yesus dengan pengamatan jangka panjang, baru setelah itu, dia
mewujudkan pengetahuannya yang memadai itu, dan baru kemudian bernani
mengajarkannya kepada jemaat.
Hal itu berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan oleh jemaat diperantauan, yang
merasa diri sudah bijaksana dan bisa mengajar hanya karena memiliki pengetahuan
yang bernafaskan doktrin yahudisme, tetapi tidak mengetahui cara hidup Yesus yang
sempurna, dan juga tidak mengetahui ajaran Yesus yang sejati. Ketidak pengenalan
mereka dengan ajaran Yesus membuat mereka tidak bisa mengajar sesuai dengan
syarat syarat yang tepat. Inilah yang ingin dijelaskan oleh Yakobus
Bagaimana supaya bisa memiliki kebijaksanaan yang tepat menurut pandangan
Krsitus?
Melalui cara hidup yang baik
δειξάτω ἐκ τῆς καλῆς ἀναστροφῆς
deixatō ek tēs kalēs anastrophēs
menunjukkannya dari cara hidup-perlikau yang baik

Jadi tanda yang perlu kita perhatikan adalah adanya terlebih dahulu perubahan cara
hidup yang baik. Perubahan cara hidup yang baik harus ditunjukkan [deixato]. Setelah
ditunjukkan, baru kemudian, perubahan hidup itu harus diwujudkan dengan cara hidup
yang baik [kales anastrophes]
Cara hidup [anastrophḗ] dibentuk dari dua kata. Kata yang pertama adalah ‘ana’ ,
artinya ‘ke atas’, dan dari kata yang kedua adalah ‘strepho’ artinya berbalik, atau
memutar balik. Kata ini secara kiasan untuk menjelaskan akfitifas melakukan
perubahan luar dari perilaku dari terjadinya keyakinan batin yang benar. Sedangkan
keyakinan batin [dari dalam] ditunjukkan oleh ‘kales’ [baik]. ‘kales’ adalah tanda lahiriah
dari batin yang baik. Batin yang baik, terlihat dari sikap lahiriah yang baik pula. Sikap
lahiriah yang baik menunjukkan cara hidup yang baik, cara hidup yang baik
menunjukkan orang yang memiliki kebijkasanaan yang tepat. Perhatikan baik baik, cara
Allah mengerjakan manusia yg ingin memiliki kebijaksanaan yang tepat, maukah
saudara mengerjakan tahapan tahapan tersebut?

Selasa 27 September 2016


Seri #156 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:13, Mewujukan Cara Hidup yang Baik

Di ayat 13, kita menemukan istilah ‘cara hidup yang baik’. Istilah ‘baik’ diterjemahkan
dari kata sifat ‘kales’. Kata sifat ’kales’ hendak menekanakan apa yang baik yang
mengilhami. Jadi yang baik inilah yang menjadi ilham yang memotivasi orang lain untuk
memeluk Kristus yang indah.
Dari gambaran ini kita mendapatkan satu petunjuk yang tepat, bahwa ajaran Kristus
yang sejati bisa menarik perhatihan orang, TETAPI jika pengajarnya menunjukkan cara
hidup yang baik. Cara hidup yang baik inilah yang menjadi daya tarik. Itulah sebabnya
Yesus berkata:
Matius 5:13
"Kamu adalah garam [halas] dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia
diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.
Matius 5:14
Kamu adalah terang [phos] dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin
tersembunyi.
Garam dan terang, adalah gambaran tentang inti yang sama yang ingin ditekankan,
yang menekankan tentang cara hidup yang baik akibat dari ajaran Kristus yang indah,
tidak mungkin orang dapat meyakini jalan Kristus sebagai keselamatan kekal, jika
praktek hidup ajarannya kacau balau. Gambaran garam adalah perumpamaan yang
menggambarkan tanah yang tidak baik yang membutuhkan garam supaya tanah itu
menjadi baik sehingga firman Allah bisa ditanam. Sedangkan cahaya, adalah gambaran
dari orang yang menerangi orang supaya bisa melihat kebenaran. Orang lain melihat
Allah melalui kita, kita adalah petujuk kepada Allah, seperti kota yang di atas gunung,
pasti terlihat oleh semua orang. Seperti ketika orang melihat kota Yerusalem di atas
gunung, dampaknya mereka akan melihat kota Allah. Seperti surat terbuka pasti akan
di baca orang.
Itulah sebabnya di katakan
TB: Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka
melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." [Matius
5:16]

Pertanyaannya adalah bagaimana cara hidup yang baik itu bisa terwujud?
Melalui perbuatanmu yang benar [ta erga autou]
Karena itu jugalah
1 Petrus 2:12 mengatakan, “Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-
bangsa bukan Yahudi, supaya apabila mereka memfitnah kamu sebagai orang durjana,
mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu [ergon] yang baik dan
memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka”
Di Yakobus 2:26, kita telah pelajari bahwa Iman tanpa Perbuatan SAMA seperti tubuh
tanpa roh alias mati. Tubuh tanpa roh [ soma choris pneumatos] demikianlah iman
tanpa perbuatan [pistis choris ergon]

Jika seseorang mengaku memiliki kebijaksanaan yang terampil tetapi tidak memiliki
cara hidup yang baik dari perbuatannya, maka pengakuannya terpisah dari cara
hidupnya, alias adalah mati. Dengan demikian, dia juga terpisah dari iman yang benar.
Bisa saja dia adalah orang beriman, tetapi dia hanya menyatu dengan iman yang
mitasi, iman yang mati. Sebaliknya dia pasti terpisah dari iman yang benar

Di sini sengaja digunakan kata ‘choris’ atau terpisah, yang digunakan di yakobus 2:16
untuk menjelaskan pengakuan yang mati alias tidak berguna untuk menjelaskan
pengakuan yang otomatis terlepas atau dipisahkan, akibat dari dampak cara hidup yang
tidak baik dan yang tidak terlihat dari perbuatan yang benar.

Dari pasal 3: 1-12, kita sudah mempelajari dengan sangat detail, bahwa ajaran yang
tidak datang dari kebijaksanaan yang tepat akan membentuk keturunan Allah yang
tidak sejati. Ajaran dari guru yang tidak memiliki kebijaksanaan yang tidak terampil,
menjadikan umat Allah memiliki kepribadian yang saling bertentangan, mulut yang
sama yang mengeluarkan yang baik sekaligus yang jahat, tetapi pada hakekatnya
adalah jahat.

Semua itu karena ajaran itu lahir dari kebijaksanaan yang tidak terampil, itulah yang
juga membentuk cara hidup yang tidak baik, itu jugalah yang mewujudkan perbuatan
yang tidak baik. Tetapi jika kita ingin mewujudkan cara hidup yang baik, kita harus
dibentuk oleh hikmat yang lahir dari kelemahlembuatan. Tanpa hikmat yang lahir dari
kelemahlembutan, tidak akan mungkin terwujud cara hidup yang baik

Rabu 28 September 2016


Seri #157 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:13, Memahami Kebijaksanaan yg Lemah-lembut

Kemarin kita telah mengatakan sekilas, bahwa tanpa hikmat yang lahir dari
kelemahlembutan, tidak akan mungkin terwujud cara hidup yang baik. Perhatikan frasa
terakhir berikut:
πραΰτητι σοφίας
prauteti sophias
kebijaksanaan yang lemahlembut
Perhatikan dengan seksama istialah kebijaksanaan [sofias], kebijaksanaan ini
menekankan seni menggunakan kebijaksanaan’. Ada orang yang mengaku bijaksana,
tetapi tidak memiliki seni dalam kebijaksanaan, ini tentu ironi. Kebijaksanaan itu sendiri
adalah seni. Kalau mengaku bijaksana, atau mau berperikau bijaksana tetapi tidak
memiliki seni dalam kebijaksanaan itu tentu lelucon
Penekanan istilah seni dalam kebijaksanaan tentu memiliki alasan yang kuat, karena
kebijkasanaan itu dihubungkan dengan kelemahlembutan [prauteti].
Apa yang di maksud dengan prauteti [kelemahlembutan]? Lalu, pengunaan frasa
‘prauteti sophias’ hendak menekankan apa? Kata ini hendak menekankan seni
kebijaksanaan yang datang dari yang Ilahi, yang diajarkan oleh Kristus yang adalah
Ilahi
Matius 11:29
Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut
[praus] dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.
Kata ‘prauteti’ yang serumpun dengan kata prautes dari akar kata ‘pra’ menekankan
kelemahlembuatan yang datang dari yang Ilahi. kelemahlembutan atau juga dapat
disebut sebagai ‘kekuatan yang lembut’ mengekspresikan kuasa dengan kelembutan.
Istilah lemah lembut dalam bahasa Indonesia adalah istilah kiasan, khusunya kata
lemah itu sendiri. Jika mengikuti istilah denotasinya harusnya adalah kekuatan yang
lembuat, atau kekuatan lembutan.

Karena konsep dari kata ini hendak menekankan kekuatan yang dari Allah yang tidak
dengan cara paksa tetapi kekuatan dengan cara yang lembut
Jika seorang ingin memiliki kebijaksanaan yang tepat, maka harus memiliki cara hidup
baik , dan jika ingin memiliki cara hidup yang baik, harus ditunjukkan melalui perbuatan
yang nyata. Dan jika inin perbuatan hidup yang baik terwujud, maka harus lahir dari
hikmat yang lahir dari kekuatan yang lembut.
Apa yang dimaksud dengan hikmat yang kekuatan yang lembut? Di atas telah di
sebutkan bahwa ‘prautes’ menekankan sumbernya yang Ilahi. Dengan demikian,
kehidupan harus dimulai dari inspirasi dari Tuhan atau firman Kristus sendiri dan wajib
diakhiri dengan arah dan pemberdayaan dari Kristus. Jika disebut arah, maka hikmat
yang benar harus dilihat dari Kristus. Dan jika disebut pemberdayaan, maka hikmat
harus diberdayakan menurut perkataan Kristus. Hal ini berarti berbicara tentang
kebajikan ilahi yang seimbang dan yang hanya dapat dioperasikan melalui iman sejati,
dan itu tidak lain tidak bukan bersumber dari ajaran Kristus sendiri.
Ada poin krusial yang perlu ditekankan, sering sekali para pengajar, dan banyak orang
kristen pada umumnya mengutip ayat, atau mengunakan firman Allah tanpa memuliai
dan bahkan tanpa mengakhirinya di dalam Yesus Kristus, sehingga firman itu tidak bisa
menjadi sumber kebijaksanaan yang tepat, tetapi justru menjadi kutuk yang hanya
mengurusi persoalan prinsip prinsip yang lahiriah saja.
Pada khotbah minggu kemarin, kita telah belajar firman yang diajarkan dengan prinsip
prinsip atau unsur unsur dunia tidak akan bisa membawa seseorang kepada
kebenaran. Setiap ajaran yang didasarkan pada prinsip prinsp lahiriah, hanya akan
menghasilkan iman yang palsu
Jika injil diajarkan dengan pirnsip atau unsur lahiriah, injil itu akan menjadi injil palsu
[Galatia 1:6]
Galatia 4:3 Demikian pula kita: selama kita belum akil balig [nephios], kita takluk
juga kepada roh-roh [stoixeian] dunia.
Perhatikan istilah roh roh di atas, dari kata ‘stoixeian’ kata itu sama dengan istilah unsur
unsur, jadi unsur unsur dunia, atau roh roh dunia adalah sama, dari kata yang sama
yaitu ‘stoixeian kosmos’ setiap ajaran yang didasarkan dengan hikmat yang lahir dari
‘stoixeian’, orang tersebut tidak akan mengenal kebenaran. Meski seseorang
merindukan kebijaksanaan yang terampil dari Alkitab, jika kebijksanaan itu diukur atau
dipirnsipkan dengan unsur unsur duniawi, maka kebijaksanaan yang diharapkan
menjadi tipuan bagi diri sendiri.

Kamis 29 September 2016


Seri #158 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:14, Memahami Kecemburuan yg Pahit

Kemarin kita telah menyebutkan sekilas, bahwa kebijaksanaan yang diharapkan dan
diyakini tanpa bersumber kepada ajaran sejati Kristus, maka hal itu akan menjadi tipuan
diri sendiri. Kenapa harus menggunakan istilah menipu diri sendiri? Ada beberapa hal
yang saling berkaitan yang perlu kita perhatikan di ayat 14 ini, sampai kita masuk dalam
poin membohongi diri sendiri di frasa terakhir 14:
Nestle Greek New Testament 1904
εἰ δὲ ζῆλον πικρὸν ἔχετε καὶ ἐριθείαν ἐν τῇ καρδίᾳ ὑμῶν, μὴ κατακαυχᾶσθε καὶ ψεύδεσθε
κατὰ τῆς ἀληθείας.
Transliterasi
ei de zēlon pikron echete kai eritheian en tē kardia hymōn, mē katakauchasthe kai
pseudesthe kata tēs alētheias.
Terjemahan: Tetapi, Jika kamu memiliki kecemburuan yang pahit, hati kalian ambisi-
persaingan, jangan bangga dan berbohong, kalian melawan kebenaran
Poin pertama yang sangat penting adalah kecemburuan yang pahit
εἰ δὲ ζῆλον πικρὸν ἔχετε
ei de zēlon pikron echete
Tetapi jika kalian memiliki kecemburuan yang pahit
Kecemburuan yang pahit berasal dari dua kata. Kata yang pertama adalah kata benda
‘zelon’ dari kata ‘zelos’. Kata ini adalah istilah yang meniru suara air menggelegak
untuk menjelaskan perasaan yang membakar emosi, perasaan batin mendidih, yang
mengambarkan persaingan yang tidak baik. Karena itulah di kata kedua menggunakan
kata ‘pikron’.
‘pikron’ artinya ‘pahit’ di Yakobus 3:11 kita sudah mempelajari gambaran dari air yang
pahit [pikron]. Jadi kata ini hanya digunakan dua kali di PB, yang merujuk kepada yang
pahit. Jika menggunakan gambaran air di ayat 11 maka hal itu merujuk kepada ajaran
yang tidak sejati yang berasal dari guru guru yang tidak memahami ajaran Kristus
dengen tepat yang digambarakan seperti mata air yang pahit. Sedangkan di ayat 13 ini
digambarkan sebagai persaingan yang pahit yang digambarkan seperti perasaan batin
yang mendidih untuk bersaing.

Tentu saja bersaing di sini berhubungan dengan ayat 11, karena ini menekankan para
pengajar yang bersaing keras untuk mendapatkan banyak pengikut, tetapi mereka tidak
sadar bahwa yang mereka lakukan itu digerakkan oleh kecemburuan pahit.
Dibagian terakhir di ayat 12 telah di katakan bahwa tidak mungkin mata air yang asin
mengeluarkan mata air yang manis. Hal ini menekankan sumber dari ajaran.
Sedangkan ayat 13, jelas sekali mengkritik orang yang merasa sudah bisa menjadi
orang yang memiliki akal budi yang tepat, padahal tidak bisa diperlihatkan dari sikap
hidup yang baik melalui perbuatan hidup. Tentu saja hal itu menjelaskan bawa ajaran
itu tidak bersumber dari kebenaran. Dan karena itulah di ayat 14 ini kecemburuan yang
pahit memenuhi hidup mereka
Beda beda tipis antara hati yang dipenuhi dengan perkataan Kristus yang kekal dengan
hati yang dipenuhi firman Allah yang tidak dimaknai Kristus. Beda beda tipis antara injil
dengan taurat. Beda beda tipis antara kasih karunia sejati dengan kasih karunia
karbitan. Beda beda tipis antara serigala berbulu domba dengan domba. Beda beda
tipis antara gugu guru yang benar dan guru guru yang palsu
Saudara saudaraku, kami ingin memberikan peringatan keras kepadamu, jika
perkataan Kristus yang mulia itu tidak saudara pahami dengan tepat, maka saudara
akan beroleh kutuk. Karena itu kita sangat berhati hati mengajar saudara, dan
memperingatkan saudara, bahwa ajaran yang menyerupai ajaran Kristus, sangat marak
menyusup di akhir jaman, sangat susah menemukan ajaran sejati.
2 Timotius 4:3
Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi
mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan
keinginan telinganya.
Ajaran ajaran palsu inilah yang membuat orang tidak lagi memiliki kesadaran kudus,
apakah dia dipenuhi dengan kecemburuan yang pahit atau motivasi yang kudus. Jika
di ayat 1 pengajar yang tidak berkualitas, berlomba-lomba menjadi pengajar, tentu saja
hal itu digerakkan oleh kecemburuan yang pahit, karena ingin berkembang menurut
prinsip prinsip duniawi. Tetapi jika saudara rendah hati, dan memberikan dirimu untuk
dikoreksi oleh perkataan Kristus, Roh kudus akan memberikan hikmat kepada saudara,
apakah dirimu dipenuhi dengan sifat cemburu yang pahit atau tidak. Secara lahiriah,
hal itu tidak akan mungkin bisa dibedakan, hanya mereka yang terlatih dengan
perkataan Krsitus yang bisa membedakannya, karena itu berikanlah dirimu dituntun
perkataan Kristus.

Jumat 30 September 2016


Seri #159 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:14, Memahami Hati yang Ambisi

Hari ini kita akan khusus untuk memeriksa istilah hati yang dipenuhi dengan ambisi
persaingan. Jika frasa pertama, Yakobus memperingatkan jangan memiliki
kecemburuahn yang pahit, maka bagian yang kedua yang saling berhubungan adalah
hati yang yang ambisi.
ἐριθείαν ἐν τῇ καρδίᾳ ὑμῶν,
eritheian en tē kardia hymōn,
hati kalian ambisi-persaingan,
Hati ambisi dari dua kata. Yang pertama adalah ‘kardian’ atau hati. Sedangkan yang
kedua adalah kata ‘eristheia’. Istilah ‘eritheía’ adalah ambisi, karena
persaingan untuk mencari pengikut. Perhatikan penekankan kepada PERSAINGAN
UTUK MENCARI PENGIKUT TERSEBUT, itulah yang membuat terjadi perseteruan.
Istilah eristheia’ digunakan 7 kali di PB yang merujuk kepada lahirnya sifat kepentingan
diri sendiri akibat pengaruh dari guru guru palsu.
Salah satu ayat yang terkenal yang mengajarkan tentang ‘eristheia’ yang berhubungan
dengan guru guru palsu adalah:
Filipi 1:17
tetapi yang lain karena kepentingan sendiri dan dengan maksud yang tidak ikhlas,
sangkanya dengan demikian mereka memperberat bebanku dalam penjara.
Ayat 17 ini dituliskan Paulus, akibat ambisi penginjilan dari guru guru palsu di Filipi
untuk yang memberitakan injil karena dengki kepadanya
TB: Ada orang yang memberitakan Kristus karena dengki dan perselisihan, tetapi
ada pula yang memberitakan-Nya dengan maksud baik. Filipi 1:17
Hal yang sama terjadi di jemaat Yakobus, Pada saat itu, jemaat di perantauan
dikelompok-kelompokkan. Hampir mirip dengan gereja sekarang yang ambisi utuk
mencari pengikut, sehingga menghalakan segala cara. Yang menyedihkan adalah,
ambisi yang jahat itu tidak disadari dan diklaim sebagai dorongan Roh kudus, padahal
tidak. Ini tentu adalah menipu diri sendiri, cuma tidak disadari. Karena merasa memiliki
kebijaksanaan yang tepat, padahal tidak, maka tidak sadar telah ditipu diri sendiri.

Sifat yang jahat ini, sulit untuk dideteksi, hanya perkataan Kristus yang sejatilah yang
bisa mendeteksinya. Sebaliknya, dengan ambisi itu, golongan golongan yang saling
bertentangan itu berlomba lomba bersaing untuk mencari pengikut. Itu sebabnya di
ayat 13 mereka merasa yakin sudah memiliki kebijaksanaan yang terampil padahal
tidak. Itulah yang mereka gunakan sebagai ambisi untuk mencari pengikut. Kalau sudah
begini, sulit dibedakan apakah ini mencari jiwa untuk kemuliaan Allah atau menjaring
manusia untuk kebinasaan.
Karena para pengajar itu tidak lahir dari hikmat yang datang dari kelemahlembuatan
atau hikmat yang dituntun Kristus yang berawal dari Kristus dan berakhir kepada
Kristus. Mereka tanpa kesadaran yang kudus, menggunakan hikmat yang duniawai
[tetapi seolah olah rohani] yang tidak berlandasakan keterampilan yang rohaniah untuk
memperbanyak pengikut mereka.
Penggunaan kata ‘eritheía’ dari kata ‘eritheuō’ secara harafiah adalah menyewa orang
untuk tujuan egois, seperti menyewa tentara bayaran untuk keuntungan diri sendiri, jadi
kata ini mengacu pada ambisi duniawi supaya mempunyai banyak pengikut [persaingan
yang egois].
Dalam yunani kuno penggunaan kata ‘eritheía’ merujuk kepada tentara bayaran
mencari keuntungan diri sendiri, bertindak untuk keuntungan sendiri, hal itu
menimbulkan perselisihan dan perselisihan itu menyebabkan ambisi yang egois.
Dalam zaman kita sekarang, di mana organisai gereja berjamur di mana-mana, kita sulit
menemukan mana yang mana yang memiliki motivasi yang kudus, atau yang mana
yang merupakan ambisi. Tetapi kita bisa merasakan bahwa gereja gereja tersebut
menghalkan segala cara untuk membuat gereja itu terlihat hidup dengan prinsip prinsip
lahiriah. Misalnya, menyewa artis untuk mendatangkan banyak orang. Ini sudah umum
dilakukan di gereja gereja besar. Apa tujuan artis dijaikan jadi bintang digereja?
Apakah gereja kekurangan waktu untuk memperdalam firman Tuhan? Apakah gereja
tidak ada lagi orang orang yang mengkhususkan dirinya untuk menyelidiki firman Tuhan
dan mengajarkannya? Tetapi demi pengikut yang banyak, cara yang jahat itupun
dihalalkan. Masih banyak cara cara yang jahat yang tidak disadari oleh gereja sebagai
cara yang ambisi dan egois menurut firman Tuhan. Jika seseorang menggunakan cara
cara yang demikian, bukankah terbukti bahwa gereja itu bukanlah lahir dari hikmat yang
sejati? Jika gereja hanya memfokuskan diri kepada prinsip prinsip yang lahiriah?
Bukankah gereja itu telah menjadi kegelapan?

Sabtu 1 Oktober 2016


Seri #160 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:14, Jangan Bangga, Berbohong melawan Kebenaran

Hari ini kita akan mempelajari klausa terakhir dari ayat 14 ini. Ada 3 kata yang ingin kita
selidiki yang membentuk satu pengeritan makna tentang orang yang tidak memiliki
kebijaksaan yang terampil. Ketika kata itu adalah kebanggaan lahiriah, kebohongan dan
perlawanan kepada kebenaran;
μὴ κατακαυχᾶσθε καὶ ψεύδεσθε κατὰ τῆς ἀληθείας.
mē katakauchasthe kai pseudesthe kata tēs alētheias.
jangan bangga dan berbohong, kalian melawan kebenaran
Kata pertama adalah larangan untuk berbangga yang salah, berasal dari dua kata, ’me
katakauxaomai’. Atau jangan bangga. Sedangkan kata ‘Katakauxáomai’ berasal
dari dua kata Yunani. Yang pertama adalah ‘Kata’ artinya menurut, atau turun ke titik.
Sedangkan kata yang kedua adalah ‘kauxáomai’ , artinya bermegah, atau berbicara
keras untuk membanggakan , atau melebih-meninggikan satu hal dengan
mengorbankan orang lain. Jadi kata ini memberikan kita pengertian; orang yang turun
ke satu titik tertentu untuk melakukan hal yang tidak baik alias mengorbankan orang
orang lain dengan cara bermegah atau melakukan kebanggaan lahiriah. Atau
mengorbankan orang lain dengan cara-menurut kemegahan yang lahiriah.
Misalnya jika seseorang berhasil membawa jiwa kegereja berdasarkan prinsip lahiriah
[artis], dan ada gereja yang tidak melakukan hal yang demikian, maka orang yang
berhasil membawa jiwa kegereja dengan prinsip lahiriah membanggakan dirinya, Ini
tentu menjadi kerugian bagi tata cara gereja yang benar. Sebab akan timbul opini yang
liar bahwa gereja yang banyak anggotanya adalah gereja yang sehat, sedangkan
gereja yang sedikit anggota jemaatnya adalah gereja yang tidak bertumbuh,
berdasarkan tata cara membawa jiwa dengan prinsip tertentu. Inilah dampak jahat dari
kebanggaan yang lahiriah itu.
Perhatikan baik baik, istilah tidak berbangga di masukkan dalam frasa yang sama
dengan berbohong, sehingga menjadi ‘jangan bangga dan berbohong [, mē
katakauchasthe kai pseudesthe], berarti kebanggaan itu memiliki nilai yang sama
dengan kebohongan. Artinya, kebanggaan itu lahir dari sifat yang memalsukan dan
menyesatkan.

Penggunaan istilah memalsukan dan menyesatkan bukan timbul secara tiba tiba,
melainkan dibentuk dari kata berbohong, di mana kata itu diartikan dari kata
‘pseúdomai’ dari kata ‘pseudo’ , artinya memalsukan, atau kebohongan. Kata itu
menekankan kesengajaan memalsukan yang menggambarkan penyesatan.
Jadi kalau ada orang yang mengajarkan, bahwa ajaran mereka datang dari
kebijaksanaan yang tepat, tetapi tidak mampu menunjukkan cara hidup yang baik
seturut ajaran Kristus, perbuatannya tidak menunjukkan iman yang hidup, hanya iman
yang dipenuhi dengan nafsu yang dikaitakan dengan prinsip prinsip lahiriah, juga tidak
lahir dari hikmat yang lemah lembut, maksudnya; kehidupan bukan terinspirasi dari
firman Kristus. Memang dari Alkitab, tetapi tanpa diterangi oleh ajaran Kristus yang
sejati, sehingga MESKI meski mengutip ribuan ayat, TETAPI selalu ditujukan kepada
prinsip yang lahiriah dan untuk hal yang kelihatan dan bukan pengharapan kekal,
sehingga tidak diakhiri dengan arah dan pemberdayaan dari Kristus, bukankan itu
adalah pembohongan? Bukankan itu adalah hikmat yang berdusta dan mewalan
kebenaran?
Itulah sebelumnya dipembahasan hari kamis, bahwa kebijaksanaan yang tidak
bersumber dari ajaran Kristus yang sejati akan boomerang yang menjadi tipuan diri
sendiri yang tidak disadari.
Tadi dikatakan bahwa pembohongan itu disengaja, lalu kemudian di katakan tipuan diri
sendiri yang tidak dipahami, apa yang ingin ditekankan? Maksudnya begini;
Adakah penjahat yang mengaku penjahat? Adakah pendusta yang mengaku pendusta?
Demikian juga dengan ajaran sesat, Adakah nabi palsu yang mengaku nabi palsu?
Jawaban atas semua itu adalah tidak, karena itulah kita sebutkan menipu diri sendiri.
Tipuan diri sendiri yang paling mematikan dan membinasakan sepangjang masa adalah
penipuan diri sendiri karena pikiran tidak diterangi oleh firman Tuhan. Banyak orang
tidak menyadari terjerat dengan ajaran nabi palsu, banyak orang tidak sadar menjadi
guru guru palsu, banyak orang terikat dengan kebijaksanaan yang palsu, banyak orang
mengaku mempunyai kebijaksanaan yang terampil tetapi hidupnya dipenuhi dengan
kecemburuan yang pahit, hati yang ambisi, dan tidak sadar telah berbangga yang jahat,
tidak sadar telah berbohong dan menipu kebenaran. Karena itu hati hatilah dengan
ajaran, periksa dengan baik baik, supaya hal itu tidak menjadi jerat yang
membinasakanmu.
Minggu 2 Oktober 2016
Seri #161 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:14 Penutup

Dibagian terakhir dari ayat 14 di katakan, melawan kebenaran. Apa yang hendak
dijelaskan dari frasa tersebut? ‘ kata tēs alētheias’ [kalian melawan kebenaran]
maksudnya apa? Kebenaran seperti apa yang hendak dijelaskan? Istilah kebenaran
berasal dari kata ‘aletheia’ dari kata ‘alēthḗs’ artinya benar, atau kebenaran. Kata ini
ini hendak menjelaskan fakta atau realitas yang berlawanan misanya jika dikatakan
benar, pasti ada yang salah. Dalam budaya Yunani kuno, ‘aletheia’ adalah sinonim
untuk "realitas " sebagai lawan dari ilusi , yaitu fakta . jika kebenaran adalah fakta,
maka kebohongan adalah ilusi. Maka jika ada orang merasa memiliki memiliki
kebijaksanaan yang terampil tetapi tidak hidup dalam kebenaran, berarti itu adalah ilusi
bukan fakta. Jika orang hidup dalam kebenaran, harus ada faktanya, harus
menunjukkan cara hidup yang baik tata cara hidup yang baik itu harus diwujudkan
melalui perbuatannya, dan tata cara hidup yang baik yang harus diwujdukan dari
perbuatan yang baik itu harus bersumber dari dari hikmat yang lemah lembut. Baru
setelah proses itu dilakukan barulah secara de fakto, orang itu hidup dalam kebenaran,
sehingga tidak sibut melawan kebenaran, sebaliknya jika hal itu tidak ada, apapun klaim
terhadap kebenaran adalah ilusi, dan itu melawan kebenaran.
Setiap orang yang menaklukkan ajarannya kepada unsur unsur dunia, dia tidak akan
bisa mengalami Yesus Kristus, Yesus kristus adalah warisan kita, dia adalah
kegenapan dari segala sesuatu, semua firman yang disampaikan Allah yang tidak
diperantarai oleh Yesus adalah bayangan sedangkan wujudnya adalah kristus [kolose
2:17]
Ibrani 10:1
Di dalam hukum Taurat hanya terdapat bayangan [skia] saja dari keselamatan yang
akan datang, dan bukan hakekat dari keselamatan itu sendiri.
Ibrani 8:5
Pelayanan mereka adalah gambaran dan bayangan [skia] dari apa yang ada di
sorga, sama seperti yang diberitahukan kepada Musa, ketika ia hendak mendirikan
kemah: "Ingatlah," demikian firman-Nya, "bahwa engkau membuat semuanya itu
menurut contoh yang telah ditunjukkan kepadamu di atas gunung itu."

Yesus kristus kita adalah perantara kita yang kekal, bukan berdasarkan peraturan-
peraturan [nomos] manusia [sarxinos], tetapi berdasarkan hidup yang tidak dapat
binasa. [Ibrani 7:16] Saat seseorang hidup dalam prinsip prinsip sarxinos, maka dia
menjadi hamba yang terikat kepada unsur unsur dunia. Tetapi hikmat yang lahir dari
‘prautes’ adalah hikmat yang sumbernya yang Ilahi, bukan yang duniawi. Hikmat yang
kehidupannya harus dimulai dari inspirasi dari Tuhan yang rohani dan bukan dari
prinsip atau unsur duniawi serta harus diakhiri dengan arah dan pemberdayaan dari
Kristus yang rohani juga, itulah yang bisa menuntun manusia kepada pertobatan yang
sejati, hanya itulah yang bisa menuntun orang kepada kebenaran.

2 Tim 2:25 dan dengan lemah lembut [prautes] dapat menuntun orang yang suka
melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk
bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran,

Yakobus 1:21 Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang
begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman [prautes] yang tertanam
di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.

Senin 03 Oktober 2016


Seri #162 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:15, Mewaspadai Hikmat yang tidak dari Surga

Pada ayat 13-14 kita telah belajar membedakan hikmat yang terampil yang lahir dari
ajaran Kristus yang tepat atau hikmat yang duniawi yang tidak lahir dari ajaran Kristus
yang setia, khususnya di ayat 14 telah dijelaskan, bahwa perasaan bijaksana, yang
mendorong berlomba lomba untuk menjadi pengajar [ayat 1] justru lahir dari dari ambisi
dan persaingan. Sekarang di ayat 15 ditekankan tentang jenis hikmat tersebut

Nestle Greek New Testament 1904: οὐκ ἔστιν αὕτη


ἡ σοφία ἄνωθεν κατερχομένη, ἀλλὰ ἐπίγειος, ψυχική, δαιμονιώδης

Transliterasi: ouk estin hautē hē sophia anōthen katerchomenē, alla epigeios,


psychikē, daimoniōdēs;

Terjemahan: Itu bukanlah kebijaksanaan yang turun dari atas, tetapi yang duniawi,
yang hewani [alami], yang jahat

Yang ingin ditekankan di ayat 15 ini adalah hikmat yang tidak terampil, atau hikmat
yang ambisius dan yang didorong persaingan justru tidak turun dari surga

Dalam tata bahasa Yunaninya pernyataan ‘ yang tidak turun dari surga’ hendak
menekankan kata ‘ouk’ [tidak] terlebih dahulu. Penekananan kata ’tidak’ tersebut utuk
memberikan arahan yang jelas, tentang jenis hikmat yang harus diwaspasi dari ciri
cirinya.

Perhatikan ungkapan ini ‘ouk estin haute’ atau itu bukanlah. Kata itu [haute] menunjuk
kepada perasaan memiliki hikmat yang terampil, padahal tidak. Sedangkan ‘estin’ atau
‘adalah’ digunakan untuk menekankan apa yang tidak ‘menjadi’ atau yang bukan
‘adalah’ hikmat sejati , sehingga kata tidak [ouk] menjadi ‘tidaklah’.

Ungkapan ‘itu bukanlah’ sedang menerangkan kebijaksanaan yang tidak benar, yaitu
hikmat yang tidak turun dari surga yang sangat berbahaya bagi iman. Banyak guru
guru disekitar kita merasa sudah bijaksana, dan mereka mengajar dengan ambisi dan
penuh persaingan untuk menjadi besar menurut ukuran duniawi, dan tanpa sadar
mereka telah mengajarkan injil yang palsu. Tentu saja hikmat yang demikian bukanlah
yang datang dari atas [‘anōthen’]

secara harafiah ‘anothen’ artinya adalah ‘atas’, dari kata ‘ano’ yang artinya ‘surga’.
Jadi kata ‘atas’ adalah konotasi dari surga. Jadi istilah ‘itu bukan kebijaksanaan yang
turun dari atas’, artinya bukan kebijaksanaan yang datang dari surga.

Dibagian terakhir dari klausa ini menggunakan kata ‘katerchomenē’ dari kata
‘katerchomai’ atau turun dari langit ke bumi. Jadi kata ‘katerchomenē’ juga ikut
menekankan kata hikmat yang ‘tidak’ dari surga yang kekal tersebut. Hal itu karena kata
‘katerchomenē’’ yang berasal dari dua kata; yang pertama adalah istilah ‘kata’ artinya
turun dari [atas ke bawah] dan dari kata yang kedua yaitu ‘erchomai’ artinya saya
datang. Itu sebabnya di bagian pertama di katakan, dia tidak datang dari surga. Jadi
jelas guru yang merasa bijaksana untuk bisa mengajar, tetapi berambisi dan penuh
persaingan, maka guru yang demikian tidak datang dari surga.

Hati-hatilah jemaat, ingat, Kristen bukanlah perkara murahan dan gampangan, Kristen
adalah kesejatian. Perhatikan baik baik, jika saudara merasa tidak perlu untuk hati hati
memeriksa keyakinanmu dengan sunguh sungguh maka diragukan bahwa saudara
mengerti tujuan dari seorang Kristen. Banyak orang Kristen seperti tempat sampah,
menampung apa saja yang didengarnya, dan dengan bangga menyaksikan apa yang
seolah oleh kebijaksanaan karena merasa itu datang dari Yesus padahal tidak. Karena
itulah kami mengingatkan saudara, hati hati dengan apa yang anda dengan dan yang
anda yakini, pastikan bahwa yang anda terima adalah berasal dari kebijaksanaan yang
dari surga

Selasa 04 Oktober 2016


Seri #163 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:15, Hikmat yg Tidak dari Surga itu Duniawi.

Di ayat 15 ini digunakan kata khusus untuk menekankan perlawanan yang sangat kuat
terhadap hikmat yang tidak datang dari surga:

‘alla epigeios, psychikē, daimoniōdēs’

Perhatikan kata ‘alla’ di atas. Penggunaan kata ‘alla’ selalu menekankan perlawanan
yang kuat. Misalnya kata ‘tapi’. kata ‘tapi’ pasti menjelaskan hal yang lain yang secara
bersamaan digunakan untuk menjelaskan pernyataan yang bertentangan.

Perhatikan terjemahan ayat 15 yang digaris bawahi berikut:

Itu bukanlah kebijaksanaan yang turun dari atas, tetapi yang duniawi, yang hewani
[alami], yang jahat

Jadi saat di katakan ‘bukan datang dari surga’, maka yang secara bersamaan dan
berlawanan dengan yang dari surga menggunakan kata ’alla’ [tetapi] untuk menekan
apa saja yang tidak datang dari surga tersebut

Karena kata ‘ Alla’ dari kata ‘allos’ yang artinya ‘lain’ yang secara harfiah berarti ‘ jika’
‘atau’ dan ‘di sisi lain’ maka kata ini di konteks ini sedang menekankan tiga yang saling
bertentangan dengan apa yang datang dari surga, yaitu yang duniawi, hewani [alami],
jahat

Yang pertama adalah yang duniawi. Yang dimaksud dengan yang duniawi adalah
‘epigeios’, artinya, apa yang ada di bumi, yang berlawanan dengan langit. Kata ini
dalam arti spiritual, melingkupi istilah duniawi, sebagai lawan kata surgawi.

‘Epígeios’ adalah kata sifat, yang berasal dari kata ‘epi’ artinya ‘pada’ atau ‘pas’ dan
dari kata ‘ge’ yang artinya bumi secara fisik’. Kata ini mengacu kepada prinsip-prinsip
kehidupan di bumi, yang mengacu pada kehidupan duniawi [fisik], yaitu realitas fisik
yang alami yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Saat di katakan bahwa hikmat yang tidak datang dari surga itu, duniawi, maka
penekankannya adalah prinsip prinsip kebijaksanaan yang duniawi. Jadi hikmat yang
dari surga itu, bukan berbicara prinsip prinsip yang ada di bumi, bukan mengacu
kepada kehidupan yang fisikal, bukan menekankan realitas fisik yang alami. Itu
sebabnya ajaran yang mengajarkan berkat yang lahiriah, atau janji janji kepada apa
yang sementara dan yang kelihatan, kita tentang dengan sangat keras sekali, karena
hikmat yang demikian adalah hikmat yang duniawi.
Di dalam ibrani 11: 1 di katakan bahwa iman adalah jaminan akan apa yang harapan
dan yang tidak kelihatan. Supaya saudara bisa melihat maknanya dengan tepat, akan
kita kutip teks aslinya:
Estin de pistis elpizomenōn hypostasis, pragmatōn elenchos ou blepomenōn.

Terjemahannya adalah: Di sisi yang lain, Iman adalah jaminan yang kita harapan, bukti
tindakan yang tidak terlihat

Maksudnya adalah, iman hanya menjamin yang tidak kelihatan dan yang menjadi
harapan. Dan segala Sesutu yang berdasarkan prinsip duniawi adalah yang kelihatan-
bukan harapan dan akan binasa, semua itu akan digoncangkan oleh Allah. Karena itu
jangan berakal budi yang bernafaskan hal hal yang kelihatan. Arahkanlah
pandanganmu kepada kekekalan. Ingat akan tiba waktunya masamu akan tiba,
tubuhmu akan tua, kesehatanmu akan menurun, tiba saatnya kematian akan
menjemputmu. Saat itu tiba, kamu akan mengerti tidak ada yang kelihatan yang abadi
semua akan anda tinggalkan. Karena itulah kita mengajar, jangan berakal budi
berdasakan prinsip prinsip duniawi.

Rabu 05 Oktober 2016


Seri #164 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:15, Hikmat yang Hewani

Kemarin kita telah memeriksa salah satu jenis hikmat yang duniawi. Sekarang kita akan
memeriksa sifat yang kedua, yaitu yang hewani.

hikmat yang hewani, atau ‘Psuchikos’ dalam terjemahan TB di katakana ’ dari nafsu
manusia ’. Jadi TB menekankan nafsu manusia. Tetapi dalam teks aslinya kata
‘psuchikos’ menekankan apa yang berisifat hewan, atau yang alami, dan yang lebih
seperti insting hewan. Arti di atas jangan salah dimaknakan, karena ‘psyxikós’ adalah
kata sifat, yang berasal dari kata ‘psyxḗ’ yaitu, "jiwa’ atau identitas alami. Jadi makna
kata ini menekankan apa yang berdasarkan insting yang alami sebagai lawan kata dari
iman.
Seperti hewan; Semua hewan menggunakan instingnya untuk hidup. Semua hewan
secara alami hidup berdasarkan insting.

Dari pengertian di atas. Kita mengerti bahwa hikmat yang dari atas tidak boleh
mengajarkan prinsip prinsip yang hewani yang mengandalkan insting yang alami.
Semua binatang punya jiwa, tetapi jiwanya akan lenyap suatu saat. Berbeda dengan
manusia, selain memiliki jiwa, manusia adalah mahluk roh. Saat jiwamu binasa, apa
yang terjadi dengan rohmu? Jika hikmat yang ada padmu hanyalah untuk jiwa yang
binasa secara alami, maka rohmu juga akan binasa. Hikmat yang berhubungan dengan
apa jiwani bukan datang dari atas. Itu sebabnya, jika seseorang menekankan janji Allah
kepada klaim klaim yang natural, seperti supaya sehat, dan pintar atau supaya sukses
kita tentang dengan keras. kenapa? Karena itu bukan hikmat sejati itu hikmat yang
naturalnya alami. Kalau dunia mengajarkan yang seperti itu, itu wajar karena hikmat
yang demikian datang dari dunia, tetapi hikmat yang datang dari Allah tidak boleh
melakukannya.

kekuatan lembutan.

Kalau anda menghubungkan janji Allah dengan yang kelihatan, maka prinsip hidupmu
masih hewani. Saudara masih melihat janji Allah berdasarkan aturan untuk hidup yang
sementara. Saudara masih memahami ajaran Yesus berdasarkan aturan hidup yang
akan binasa. Dalam khotbah tanggal 18 November telah di ajarkan, bahwa siapa yang
masih hidup berdasarkan prinsip hidup yang sementara, dia tidak akan mengerti
kebenaran. Dia seperti anak bayi [nephios] [Ibrani 5:13], dia pasti takluk kepada prinsip
prinsip dunia. [gal 4:3] yang dalam terjemahan TB di katakana roh roh dunia. Orang
orang yang demikian selalu menghubungkan janji Allah dengan apa yang sementara,
mata mereka belum disembuhkan dari prinsip dunia.
Jika saudara masih hidup dengan cara yang demikian, suatu saat, prinsip hidup itu
akan binasa, saudara tidak akan bisa hidup lebih dari 100 tahun lamanya. Akan tiba
saatnya mengalami hal yang menyakitkan. Akan tiba saatnya apa yang disayangi yang
kelihatan akan mengalami kesudahannya. Dan harapanmu akan lenyap. Tetapi jika
saudara menaruh kebijaksanaanmu kepada apa yang surgawi, maka saudara akan
focus untuk bagaimana menjadi manusia yang baru yang memiliki sifat Allah dalam
berbagai cobaan apapun
‘psyxikós’ yang alami biasanya menggambarkan alam aspek kemanusiaan, yaitu
perilaku yang dari bumi [keduniawian] sebagai kebalikan yang dari surga. ‘psyxikós’
juga dibuat berlawanan dengan pneumatikos [spiritual]. Semakin tinggi, aspek spiritual
[pneumatikos] manusia yang berkembang melalui iman, maka semakin menurun aspek
‘psyxikós [keduniawian]’ nya. Itu sebabnya hikmat yang surgawi selalu bertentangan
dengan hikmat yang datang dari aspek kemanusiaan. Karena hikmat yg dari surga tidak
akan pernah ambisi, tidak akan pernah bersaing, hikmat yang terampil selalu dituntun
oleh Roh kudus meski secara duniawi merugikan. Karena itu jangan nilai kami dari yg
duniawi dan hewani, nilai kami dengan surgawi, sehingga saudara tahu apakah kami
mengajarkan keselamatan atau yg sementara.

Kamis 06 Oktober 2016


Seri #165 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:15, Hikmat yang jahat

Yang ketiga adalah hikmat yang jahat, atau hikmat yang ‘daimoniódés.

Transliterasi: ouk estin hautē hē sophia anōthen katerchomenē, alla epigeios,


psychikē, daimoniōdēs;

Terjemahan: Itu bukanlah kebijaksanaan yang turun dari atas, tetapi yang duniawi,
yang hewani [alami], yang jahat

Istilah jahat di sini tidak dalam arti biasa, tetapi yang jahat yang satu sumber dari awal
kejahatan itu ada. Kejahatan pada mulanya ada karena, setan atau ‘devil’. Itu sebabnya
kata jahat itu juga disebut dengan ‘evil’ karena setan itu juga mengandung sifat jahat.
Jadi ‘daimoniódés’, artinya jahat karena bersumber dari kejahatan roh jahat yang
memberontak , sebab pemberontakan mereka karena ada niat jahat.

Di Yakobus 2: 19 kita telah mempelajari bahwa ada jenis iman yang memberontak.
karena aktifitas imannya menunjukkan ciri ciri yang jahat. Ciri cirinya adalah sama
seperti semua roh jahat yang memang percaya pada Allah, tetapi mereka semua
memberontak di bawah pimpinan setan. Sedangkan di ayat 15 ini jelas sekali bahwa
hikmat yang duniawi, yang hewani/alamiah, yang ‘daimoniodes’ adalah hikmat yang
pada hakekatnya memberontak kepada Allah. Jangan lupa bahwa di Yak 2:19 kita telah
belajar, bahwa tingkat iman roh jahat juga sampai pada taraf gemetar kepada Allah,
dulu dan juga sampai sekarang. Injil sinoptik menjelaskan, setiap kali roh jahat bertemu
Yesus mereka gentar, tetapi kegentaran mereka diselubungi yang jahat karena tetap
saja mereka tidak taat kepada Yesus. Mereka mampu mengalami betapa dahsyatnya
Allah, tetapi tetap saja mereka adalah jahat meski dekat dengan Allah

Sama seperti hikmat yang jahat, meski hikmat mereka jahat, mereka masih merasa
bijaksana, mereka masih mengajar, mereka masih berjuang untuk mengalami
kesuksesan di dalam Tuhan tetapi secara duniawi. Mereka berjuang untuk mencari
pengikut, karena itu mereka berlamba lomba untuk mengajar, mereka berambisi untuk
membangun menara babel di dunia ini.

Kami masih ingat dengan khotbah alm. Gembala dongani sitanggang, yang
mengajarkan untuk waspada dengan gereja yang duniawi yang ambisi membangun
kerajaan Allah menurut aturan duniawi, Ada gereja yang duniawi itu mengklaim harta
dunia mengalir ke pada mereka. Mereka mebangun gereja yang lahiriah dengan dana
yang sangat besar, mereka berlomba lomba menunjukkan mereka begitu besar.
Mereka mampu melakukan apa saja dengan prinsip duniawi, tetapi menyedihkan
mereka tidak sadar bahwa mereka melakukan itu berdasarkan prinsip yang sementara,
yang jiwani yang akan binasa.

Allah tidak mau kita seperti roh jahat yang mengalami kedahsyatan Allah tetapi tidak
tunduk kepada Allah. Sekiranya kita mempunya hikmat yang dari surga, maka tidak
akan mungkin kita meyakini prinsip hikmat yang duniawi yang lahiriah dan yang
‘daimonian’. Karena itu kita harus hati hati supaya jangan kita ditipu oleh si jahat.

Adalah jahat sekali, jika kita tidak tahu bahwa yang kita sangka baik padahal jahat,
hanya perkataan Kristus yang sejati yang bisa menyembuhkan pikiran saudara. Si jahat
menjerat saudara dengan tipuan
Efesus 6:11: Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat
bertahan melawan tipu muslihat Iblis;
Karena itu kita harus mengenakan semua senjata Allah supaya kita tidak bisa ditipu.
Tetapi bagaimana kita bisa menemukan semua senjata Allah dengan tepat dan lengkap
jika kita tidak cakap meneliti Alkitab? Bagaimana kita mengklaim sebagai anak anak
kerajaan sejati? Jika hidup kita hanya difokuskan untuk apa yang akan binasa?
Bukankah itu hikmat yang datang dari sijahat?

Jumat 07 Oktober 2016


Seri #166 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:16, Memahami Hati yang Ambisi

Hari ini kita akan melihat ciri ciri dari hikmat yang duniawi yang menandakan
pergolakan dan semua jenis perbuatan yang jahat.

Nestle Greek New Testament 1904: ὅπου γὰρ ζῆλος


καὶ ἐριθεία, ἐκεῖ ἀκαταστασία καὶ πᾶν φαῦλον πρᾶγμα.

Transliterasi: hopou gar zēlos kai eritheia, ekei akatastasia kai pan phaulon pragma.
Terjemahan: Di mana ada persaingan dan ambisi, disitu ada pergolakan dan semua
jenis perbuatan yang jahat.

Hikmat yang dijelaskan di ayat 15 masih kembali dikembangkan di ayat 16. Jadi kalau
di katakan, duniawi, hewani, atau jahat, maka ketiga kata itu perlu dipahami dari ajaran
yang merasa bijaksana sehingga penuh dengan persaingan yang ambisi.

Persaingan dan ambisi membuktikan bahwa ciri hikmat tersebut adalah tidak sejati. Di
dalam Tuhan tidak boleh ada ambisi dan persaingan. Jadi orang yang meyakini
memiliki kebijaksanaan yang terampil harus mematikan ambisi dan persaingan di dalam
dirinya. Mungkin saudara berkata, apakah ajaran ini juga tidak ambisius? Tidak, kami
mengajar saudara bukan karena ambisi, tetapi karena kami ingin mengajarkan
kebenaran kepada saudara, karena itu kami harus memeriksa dengan seksama dan
meneliti berulang ulang terlebih dahulu baru berani mengajarkannya, supaya saudara
tidak dipenuhi sifat ambisi dan sifat persaingan seperti yang dibiasakan oleh dunia.
Kami justru rindu saudara bersih dari pengaruh dunia, karena itu kami menyajikan
firman Kristus, karena hanya Firman Kristus yang bisa menyembuhkan saudara. Kami
tahu, jika saudara tidak di ajarkan dengan stantar hikmat yang terampil dari perkataan
Kristus, saudara tidak akan bisa sembuh dari dosa.

Kata ‘di mana’ [‘hopou’] sengaja ditekankan terlebih dahulu di ayat ini untuk
menjelaskan dengan jelas hikmat yang tidak datang dari surga yang memiliki ciri ciri
yang jahat, perhatikan terjemahan berikut:

Terjemahan: Di mana ada persaingan dan ambisi, disitu ada pergolakan dan
semua jenis perbuatan yang jahat.

Dalam tata bahasa Yunaninya, penyebutan ‘persaingan dan ambisi’ di ayat 16 ini tidak
bisa dilepaskan dari pernyataan sebelumnya yang membentuk ‘persaingan dan ambisi’
tersebut, yaitu yang duniawi, yang hewani, yang jahat. Itu sebabnya digunakan kata
‘gar’ [hopou gar zēlos kai eritheia]. ‘gar’ adalah kata sambung [konjungsi] yang artinya
‘untuk’, di mana arti kata ‘gar’ tersebut dibentuk oleh pernyataan sebelumnya, yaitu
pernyataan yang mendahului . sedangkan pernyataan yang mendahului adalah ayat 15,
berarti ayat 15 dimuat juga ‘untuk’ membentuk makna frasa ayat 16. Jadi persaingan
dan ambisi bukan dibentuk oleh hikmat yang dari surga, tetapi dari yang duniawi,
hewani [alami], jahat. Artinya dalam proses pendewasaan orang percaya, tidak boleh
mengadopsi tehnik tehnik hikmat yang duniawi, karena itu akan mengkotori kesucian
hikmat yang illahi.

Jika kita hanya memeriksa seca sekilas, hampir mustahil untuk bisa mengetahui
apakah ajaran ajaran disekitar kekristenan sejati atau ambisi persaingan. Tetapi dengan
memeriksa firman Tuhan dengan teliti, kita bisa mengetahui ciri-cirinya. Bisa saja
seseorang mengatakan memiliki kebijaksanaan, tetapi belum tentu kebijaksanaan itu
terampil, sebab hanya kebijaksanaan yang sejati yang datang dari ajaran Tuhan Yesus
yang sejati yang bisa membuat hikmat seseorang bisa terampil.

Karena itu, hati hati memeriksa setiap ajaran, meski ajaran itu secara lahiriah terlihat
bijaksana, tetapi jika hikmat itu bercirikan ambisi dan persaingan, maka sudah jelas
hikmat yang demikian tidak datang dari Allah, tetapi dari duniawi, hewani dan dari si
jahat.

Sabtu 08 Oktober 2016


Seri #167 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:16, membongkar manipulasi hikmat

Sulit untuk bisa melihat ajaran dari kebijaksanaan yang ambisi dan yang penuh
persaingan secara rohani.
Bagaimanakah cara yang tepat untuk melihat kebijaksanaan yang tidak sejati? caranya
adalah ‘pergolakan dan semua jenis perbuatan yang jahat’ harus dilihat dari sudut
pandang ‘hikmat’. Maksudnya adalah jika pergolakan dan semua jenis perbuatan yang
jahat dilihat dari pengakuan yang jahat, itu tidak perlu diperdebatkan karena semua
orang tahu itu, dan si jahat tidak akan menggunakan strategi itu untuk merusak iman
orang percaya. Tetapi jika semua pergolakan dan semua yang jahat justru lahir dari
ajaran yang mengaku hikmat itulah yang harus kita waspadai. Itulah yang dimaksud
dengan pergolakan yang justru lahir dari hikmat, tetapi hikmat yang mitasi.
Yang dilakukan si jahat adalah membuat orang percaya tidak sadar, tidak menyadari,
tidak memahami bahwa hikmat bisa melahirkan pergolakan dan semua jenis yang
jahat, itulah strateginya.
Maka strategi si jahat adalah mengaburkan sedemikian rupa antara persaingan-ambisi
dan hati yang menyala-nyala untuk Tuhan sebagai yang sulit untuk dibedakan, dengan
tujuan yang terselubung yaitu mengejar sukses. Prinsip yang dilakukan si jahat adalah;
Semua orang ingin sukses menurut prinsip duniawi, itulah kunci yang dimainkan. Jika
ada orang yang mengaku bijaksana lalu mengajarkan; supaya anda sehat, supaya
kaya, supaya doa di jawab, supaya terjadi mujizat, dlsb, pasti hampir semua akan
menerima yang demikian. Dengan demikian pekerjaan si jahat akan tersamarkan,
sebab akan timbul ilusi yang mengatkan: “kan yang mengjarkannya juga pdt, yang
mengajarkannya juga menggunakan alkitab, berdoa dan gerejanya sukses”. Tentu
kalau sudah demikian ajaran yang demikian akan diterima orang Kristen pada
umumnya, dan kebijaksanaan yang demikian akan gampang mempengaruhi orang.
Tetapi menurut ajaran Kristus, jika hikmat itu tidak lahir dari kekuatan yang lemah
lembut yang menggabarkan perkataan Kristus yang sejati, maka hikmat yang demikian
tidak datang dari surga pasti datang dari duniawi yang menyamar seperti hikmat
surgawi.

Telah kita pelajari, hikmat yang lahir dari kebijaksaan adalah gambaran dari ajaran yang
datang dari perkataan Kristus yang sejati, kalau seseorang tidak menyadari ini, maka
mereka tanpa sadar akan mengutip ayat ayat alkitab untuk ukuran sukses yang fana
dan akan segera binasa, inilah ciri dari persaingan yang egois dan ambisi.
Perhatikan baik baik bahasa yunani yang digaris bawahi untuk menangkap rahasia
maknanya:
hopou gar zēlos kai eritheia, ekei akatastasia kai pan phaulon pragma.

Terjemahan: Di mana ada persaingan dan ambisi, disitu ada pergolakan dan semua
jenis perbuatan yang jahat.

Dalam terjemahannya, makna penempatan ‘gar’ itu tidak bisa diterjemahkan, tetapi
maknanya dapat kita ketahui, bahwa persaingan dan ambisi adalah sifat dari hikmat
yang tidak datang dari surga.

Kata ‘gar’ [hopou gar zēlos kai eritheia]. adalah kata sambung yang bertujuan untuk
menjelaskan makana yang dibentuk oleh pernyataan sebelumnya, yaitu pernyataan
yang mendahului, yaitu hikmat yang duniawi, yang hewani, hikmat yang jahat. Inilah
yang tidak disadari begitu banyak orang Kristen yang membuat terjadinya berbagai
pergolakan di dalam gereja.
Jika kita tidak menyadari bawa tipuan guru palsu sebagai antek iblis datang dalam
bentuk ajaran, menggunakan alkitab, sukses secara duniawi, menggunakan prinsip
prinsip duniawai hewani, maka, kita terbuka lebah untuk ditupi olehnya. Tetapi Yakobus
mengajarkan dengan jelas sekali, jika sumber dari hikmat itu bukan kelemah lembutan
[berawal dan berakhir dari prinsip ajaran Kristus] maka hikmat yang demikian adalah
hikmat yang tidak dari surga, hikmat yang demikanlah yang membentuk ambisi dan
persaingan, itulah yang secara samar, dan penuh tipu daya melahirkan berbagai
gejolak & segala yang jahat.
Jika yang jahat berkata saya jahat, itu tidak soal, tetapi jika yang jahat menyamar
menjadi baik, itu menjadi rumit. Jika orang jahat tidak percaya kepada Allah, itu tidak
masalah, tetapi jika iblis tetap percaya kepada Allah itu, rumit. Jika orang jahat
mengaku percaya kepada Yesus itu juga masalah rumit, seperti itulah kinerja sijahat,
dia menggunakan tehnik tipuan, orang tidak sadar telah terjebak hikmat duniawi, telah
hidup dalam ambisi dan persaingan jahat, tetapi merasa melayani Tuhan inilah strategi
yang harus kita pahami dengan tepat.

Minggu 09 Oktober 2016


Seri #168 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:16 Penutup

Strategi ahli tipu [iblis] untuk merusak orang percaya adalah dengan menyamarkan
hikmat mitasi dengan hikmat sejati, makah terjadilah pergolakan.
Pegolakan atau ‘akatastasia’ bisa diartikan sebagai gangguan, atau revolusi. Tentu saja
istilah pergolakan, gangguan dan revolusi bukan secara denotasi yang merujuk kepada
pergolakan yang lahiriah, tetapi ini adalah kiasan rohani sebagai dampak dari ajaran
yang tidak sejati yang menciptakan kerohanian yang kebingungan.
Anda pernah melihat seseorang yang sepertinya rohani? Tetapi sebenarnya penuh
dengan kekacauan rohani? Inilah yang dimaksudkan Yakobus.
Istilah ‘akatastasia’ berasal dari tiga kata, yang pertama adalah huruf Yunani ‘Alpha’
yang artinya ‘tidak’. Selanjutnya dari kata kedua yaitu ‘Kata’ atau ‘down’ atau ‘turun’.
Dan kata ketiga, yaitu ‘stasis’ yang artinya ‘status’ yang secara harafiah diartikan
‘berdiri’. Jadi kata ini memberikan gambaran rohani dari istilah harafiahnya, di mana
seseorang secara rohani tidak bisa berdiri [tidak stabil], gelisah, mengalami gangguan.
‘akatastasía’ menimbulkan ‘keributan rohani kepada roh kita’, menimbulkan
kebingungan untuk bisa mencapai kesejataian. Akibatnya terjadi ketidakpastian dan
kekacauan rohani, inilah yang membuat seseorang puas dengan keadaannya. Penah
lihat seseorang yang sudah sangat lesu secara rohani tetapi cuek dengan keadannya?
Pernah lihat seseorang yang bangga sebagai orang Kristen tetapi kehidupannya sangat
ambudarul? Pernah lihat orang Kristen yang suka menggunakan ornamen ornamen
ksisten seperti salib dan lain sebagainya, tetapi hidupnya jauh daru ajaran Kristus?
Itulah yang dimaksud engan rasa puas yang menipu.
Istilah istilah di atas, jangan diartikan secara lahiriah, kata kata itu hanya bermakna
kiasan yang menggambarkan keadaan rohani seseorang, kerohanian yang tidak
stbabil. pasti menghasilkan lebih banyak ketidakstabilan rohani.

Ketidak stabilan rohani inilah yang menyebabkan terjadinya semua hal yang jahat.
Perhatikan ungkapan Yunaninya: ‘akatastasia kai pan phaulon pragma’[ pergolakan
dan semua jenis perbuatan yang jahat], jadi pergolakan dan semua jenis perbuatan
yang jahat adalah satu kesatuan yang saling mempengaruhi. Semua perbuatan yang
jahat dipengaruhi atau diakibatkan terjadinya kekacauan rohani, sehingga tidak bisa lagi
membedakan yang mana hikmat sejati yang mana hikmat mitasi, kalau sudah kacau,
maka tipuan si jahat berhasil, dan orang tidak lagi sadar telah melakukan berbagai hal
yang jahat.

Semua perbuatan yang jahat dari tiga kata Yunani yaitu: ‘pan phaulon pragma’. ‘pan’
artinya semua. Sedangkan ‘phaulon’ artinya tidak berharga, jahat, sedangkan ‘Pragma’
suatu hal [perbutan, tindakan]yang dilakukan secara teratur. Jadi penekanan ungkapan
‘pan phaulon pragma’ hendak menekankan semua yang tidak berhaga yang jahat yang
dilakukan secara teratur yang tidak disadari, karena dianggap datang dari
kebijaksanaan yang benar, padahal tidak.

Senin 10 Oktober 2016


Seri #169 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:17, Hikmat yang Murni yg dari Surga

Di ayat 15-16, telah dijelaskan ciri ciri hikmat yang tidak datang dari surga, dan
dampaknya, hal itu bertujuan untuk dibandingkan dengan hikmat dan ciri-cirinya yang
datang dari surga.
Nestle Greek New Testament 1904: ἡ δὲ ἄνωθεν σοφία πρῶτον μὲν ἁγνή ἐστιν,
ἔπειτα εἰρηνική, ἐπιεικής, εὐπειθής, μεστὴ ἐλέους καὶ καρπῶν ἀγαθῶν, ἀδιάκριτος,
ἀνυπόκριτος.
Transliterasi: hē de anōthen sophia prōton men hagnē estin, epeita eirēnikē, epieikēs,
eupeithēs, mestē eleous kai karpōn agathōn, adiakritos, anypokritos.

Terjemahan: Tetapi hikmat yang dari atas pertama dia benar benar murni, selanjutnya
pendamai,penadil, pentaat, penuh belaskasihan dan buah-buah yang baik, tidak
membeda-bedakan, tidak munafik.

Dalam tata Bahasa Yunaninya, penggunaan kata penghubung yang berlawanan ‘de’.
[He de anothen’], hendak menjelaskan perlawanan antara ciri ciri hikmat yang surgawi
dengan hikmat yang duniawi. Jika dalam terjemahan bahasa Indonesia di katakan,
‘tetapi hikmat yang dari atas’, maka pernyataan itu menjelaskan makna; bahwa itu
berlawanan dengan hikmat yang duniawi [Ay 15-16], hal itu terlihat dari kata ‘de’
tersebut

Apa yang ditekankan di klausa pertama dari ayat 17 ini? Hikmat yang dari surga,
adalah hikmat yang murni:
“hē de anōthen sophia prōton men hagnē estin”

“Tetapi hikmat yang dari atas pertama dia benar benar murni”
Perlu diketahui bahwa Yakobus ingin memberikan keterangan Superlative, tujuannya
untuk membandingkan tiga atau lebih perbandingan antara hikmat yang dari surga dan
hikmat yang dari dunia, itu sebabnya di gunakan kata ‘prōton’ . ‘prōton’, adalah kata
keterangan superlative, yang menerangkan sesuatu, dalam hal ini, menerangkan
tentang hikmat yang datang dari surga, secara berurutan. Penjelasan Yakobus secara
berurutan ditekankan kemudian dengan parikel disjungsi,yang berfungsi untuk
menyatakan perlawanan. Hal itu terlihat dari kata ‘men’:

“hē de anōthen sophia prōton men hagnē estin”

Dari klausa di atas, kita menemukan dua makna perlawanan untuk menjelaskan secara
gamblang tentang apa yang berlawanan; Pertama dari kata ‘de’, yang menekankan
hikmat yang surgawi yang bertentangan dengan hikmat yang duniawi, dan yang kedua
adalah ‘men’ sebagai bagian dari kata keterangan yang menjelaskan ciri-ciri yang benar
[hikmat] yang berkebalikan dengan ciri-ciriyang salah [hikmat palsu].

Kata ‘men’ itu sendiri artinya adalah ‘benar’, jadi dalam klausa ini, kata ‘men’ bertujuan
untuk menjelaskan ciri ciri hikmat surgawi yang benar yang dikontraskan dengan ciri
ciri hikmat yang duniawi yang salah, yang sudah dijelaskan di ayat 15. Jadi klausa
“tetapi hikmat yang dari atas pertama dia benar benar murni” secara tata Bahasa
Yunani memberikan makna yang sangat kaya kepada kita yang tidak dapat dijelaskan
jika hanya membaca terjemahan, baik terjemahan Bahasa inggris maupun terjemahan
Bahasa Indonesia. Karena itulah kita menguraikan sesuai dengan teks aslinya.

Di atas, telah di katakan bahwa hikmat yang dari surga itu murni. Apakah yang di
maksud dengan murni di sini?

Murni dari kata ‘hagnē’ yang bisa diartikan juga ‘suci’, kata ini berhubungan erat
dengan pengertian, sikap , sifat yang murni baik secara etis, atau ritual, seremonial.
Kata ini digunakan 8 kali di PB, yang selalu menjelaskan kemurnian perilaku akibat dari
kehidupan yang sempurna di dalam Kristus. Kata ‘hagne’ berasal dari kata ‘hagnós’
sebagai kata sifat yang serumpun dengan kata’ hagios’ [kudus-murni] di dalam dan luar
tubuh, karena tidak terkontaminasi , sampai ke pusat keberadaan seseorang. Jadi saat
di katakan, bahwa hikmat yang dari surga itu adalah murni, maka pernyataan itu
mensyaratkan kehati-hatian kepada hikmat , yang terkontaminasi, dengan cara focus
memandang hikmat yang murni. Apa yang tidak murni? Ajaran yang dicampurbaurkan
dengan prinsip hidup yang sementara, melalui prinsip lahiriah hukum taurat. Apa yang
terkontaminasi? Tentu saja hikmat, yang berdasarkan aturan aturan yang lahiriah. Jadi
jika seseorang ingin dibentuk di dalam Tuhan dengan tepat, maka dia harus waspada,
supaya jangan dibentuk oleh hikmat yang terkontaminasi, harus berjuang untuk bisa
dibentuk oleh hikmat yang murni.

Selasa 11 Oktober 2016


Seri #170 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:17, HANYA Hikmat Murni Sumber Ajaran Sejati

Pengajar muncul akibat adanya kesadaran sudah berhikmat. Tidak mungkin seseorang
mengajar kalau tidak merasa bijaksana. Tetapi apakah semua orang yang mengajar
lahir dari hikmat yang murni? Inilah yangmenjadi kunci jawabannya. Karena
kenyataannya, lebih banyak pengajaran-ajaran yang lahir dari hikmat yang
terkontaminasi dari pada hikmat yang murni [ay 13]. Karena itulah di ayat 1 dilarang
supaya jangan terlalu banyak pengajar, tujuannya jelas, supaya terhindar dari
kebijaksanaan yang terkontaminasi.

Ajaran muncul dari hikmat, tetapi jika hikmat terkontaminasi, maka anak anak Tuhan
tidak akan bisa menjadi manusia yang sempurna. Akibat ajaran yang lahir dari hikmat
yang terkontaminasi, ayat 9-12 menjelaskan dampaknya yang sangat jahat, di mana
terjadi kekacauan iman.

Hikmat yang terkontaminasi, menjadikan ajaran terkontaminasi, ajaran yang


terkontaminasi menjadikan perilaku anak anak Allah terkontaminasi, inilah strategi iblis
supaya orang yang dipanggil dari gelap tidak sanggup mencapi rencana kekal Allah.
Karena itulah di klausa ini digunakan kata ‘de’ dan kata ‘men’ supaya hikmat yang
murni itu bisa dibandingkan dengan hikmat yang tidak murni. Hikmat yang murni itu
tidak terkontaminasi. Dia benar benar adalah ajaran Kristus yang sejati. Dia tidak
dicampurbaurkan dengan taurat yang hanya mengatur kehidupan yang sementara, dia
tidak dicampurkan dengan prinsip prinsip yang lahiriah, yang alami yang duniawi, yang
tidak ditujukan untuk kehidupan yang sementara ini. Hikmat yang demikianlah [murni]
yang bisa membawa seseorang kepada kesempurnaan seperti yang dikehendaki oleh
Kristus

Setelah menjelaskan ciri yang pertama dari hikmat yang surgawi, maka kemudian
Yakobus melanjutkan dengan menekankan apa yang mendahuluinya. Karena itulah
Yakobus menggunakan kata ‘epeita’. Kata ini adalah kata keterangan dari dua kata,
‘epi’ artinya ‘pas’ dan ‘eita’ yang artinya ‘kemudian’, atau ‘untuk melanjutkan’. Berarti
yang menjadi poin krusial di ayat 17 ini adalah kata ‘hagne’ [murni’ karena dari kata
inilah Yakobus membentuk
pengertian klausa kedua. Maksudnya, makna yang ‘murni’ adalah acuan dari ciri ciri
selanjutnya dari hikmat yang surgawi. Jadi jika dalam terjemahan Bahasa Indonesia di
katakan “Tetapi hikmat yang dari atas pertama dia benar benar murni, selanjutnya
pendamai,penadil, penttaat, penuh kasih dan buah-buah yang baik, tidak
membedabedakan, tidak munafik”, maka makna Bahasa Yunaninya adalah, justru yang
murni itu adalah sebagai sumber, sedangkan semua ciri ciri hikmat yang surgawi,
bersumber dari kemurnian iman. Artinya jika hikmat tidak murni, maka tidak akan
pernah ada pendamai, penadil, pentaat. Dengan kata lain, kemurnian hikmat adalah
kunci dari ajaran yang sejati. Tanpa kemurnian hikmat, maka hikmat tidak akan bisa
menjadi pendamai, tidak akan bisa menjadi penadil, tidak akan bisa menjadi pentaat,
tidak akan bisa penuh kasih, tidak akabn bisa penuh buah buah yang baik, malahan
menjadi munafik dan membedabedakan. Karena itulah harus hati hati dengan hikmat,
apakah sejati atau mitasi..
Perhatikan klausa berikut: ‘epeita eirēnikē, epieikēs, eupeithēs,’
klausa ‘epeita eirēnikē, epieikēs, eupeithēs,’ digunakan untuk menjelaskan sifat yang
muncul dari sifat hikmat yang murni. Jika hikmat yang dari surga pasti murni. Maka sifat
yang murni pasti melahirkan tiga sifat yang pendamai, penadil, pentaat.
Perhatikan baik baik; ketiga sifat ini adalah satu klausa yang dibentuk oleh klausa
pertama, yaitu hikmat yang murni. Hikmat yang murni inilah yang membentuk ketiga
sifat tersebut, yang pendamai, yang penadil, yang pentaat.
Perhatikan , istilah ‘ eirēnikē’[pendamai] ‘ epieikēs’, [penadil], ‘eupeithēs’ [pentaat]
dibentuk oleh kata ‘epeite’. Epeite itu sendiri dari dua kata, yang pertama kata ‘epí’,
‘on’, [di atau pada] atau ‘fitting’ [tepat, sesuai] dan kata yang kedua adalah ‘eíta’, atau
‘then’, atau ‘to continue on’ [kemudian, untuk melanjutkan] jadi klausa ke dua ini
bermakna; sifat pendamai, penadil, pentaat dibentuk oleh hikmat yang murni tersebut,
artinya hanya hikmat yang murni yang bisa mendamaikan seseorang kepada Allah,
hanya hikmat yang sejati yang bisa menjadi Penadil yang bisa mengerjakan keadilan
melampaui keadilan biasa. Hanya hikmat yang murni yang bisa ‘rela -siap untuk
mematuhi’ Allah. Inilah rahasia kesejatian Kristen, saat saudara menemukan ajaran
yang sejati, saudara akan bisa benar benar beriman sejati.

Rabu 12 Oktober 2016


Seri #171 Belajar Kitab Yakobus
Yakobus 3:17 Hikmat Murni Jadi Pendamai-Penadil-Pentaat

Apa saja yang muncul dari hikmat yang murni? Salahsatunya adalah ‘peaceable’ atau
pendamai [eirēnikē]. Apa yang dimaksud dengan ‘peaceable’? pengertian ini dibentuk
dari kata ‘eirenike’ dari kata eirēnikós , arti kata ini adalah orang yang ditugaskan untuk
mendamaikan. Konsep mendamaikan di sini adalah istilah lain dari ajaran yang bisa
membawa manusia berdamai dengan Allah dengan tepat.

Seseorang bertugas mendamaikan karena dia terhubung atau berhubungan dengan


perdamaian [Allah adalah sumber perdamaian sejati], pendamai di sini jangan
disalahartikan, sebab sifat pendamai ini adalah ciri dari ajaran yang sejati, jadi makna
kata ini lebih kepada hikmat [ajaran] yang bisa mendamaikan orang dengan Tuhan.
Terhubung dengan pendamaian artinya adalah orang yang mendapat kasih karunia
sehingga dia menyatu dengan Allah. Karena dia menyatu dengan Allah, maka dia bisa
menjadi pendamai. Dalam hal ini yang diperdamaikan adalah mereka yang belum
menyatu dengan Tuhan. Jadi sifat mendamaikan ini terjadi karena mengetahui
kehendak Tuhan dengan tepat dan mentaatinya, maksudnya jelas; seseorang tidak
akan mungkin dibawah kepada Tuhan seturut kehendak Allah, jika hikmat itu tidak
datang dari surga, dan hikmat tidak akan bisa bersifat mendamaikan manusia berdosa
dengan Allah jika, hikmat itu tidak murni.

Mendamaikan di sini dalam arti rohani, yaitu hikmat yang memahami kehendak Tuhan
dan mentaatinya. Hikmat yang demikianlah yang bisa mendamaikan dosa seseorang
kepada Tuhan, sebaliknya hikmat yang mitasi, membuat perilaku iman menjadi kacau
balau [ay 3:10]

Kemudian, hikmat yang murni melahirkan ‘epieikés’. Kata ‘epieikes’ dalam berbagai
terjemahan kurang tepat, misalnya TB menterjemahkan ‘peramah’. KJV, NKJV, NLT
dan terjemahan yang lain mengartikan sebagai ‘gentle’ [lemah lembut], sedangkan
NIV dan REB mengartikannya sebagai ‘ considerate’ [penuh perhatian], sehingga
terjemahan ini menjadi kurang pas.

Hal ini disebabkan kata ‘epieikés’ yang sulit diterjemahkan, untuk bisa mengetahui arti
kata yang sebenarnya, maka perlu kita perlu memahami asal usul kata itu, kata
‘epieikes’ yang berasal dari kata ‘epi’ , artinya ‘pada’ atau ‘pas’ dan ‘eikos’ yang
artinya ‘adil’, ‘fair’ . jadi kata ini menjelaskan keadilan dalam arti benar-benar adil
dengan standar yang sangat ketat untuk menjaga semangat hukum Allah.

Jika ‘eirenike’ adalah pendamai, maka ‘epieikes’ adalah penadil. Jika ‘eirenike’ adalah
yang bertugas untuk mendamaikan, maka ‘epieikes’ adalah orang yang bertugas untuk
menadilkan.
Jadi kata ‘epieikḗs’ menjelaskan sifat yang lembut atau sifat penyantun untuk
mengerjakan keadilan melampaui keadilan biasa. Keadilan ini dibangun di atas niat
yang nyata dan benar-benar dipertaruhkan. Orang tidak akan bisa dibawa kepada
keadilan Allah yang sejati, jika ajaran tidak lahir dari hikmat yang murni. Banyak orang
frustasi tidak bisa menggapai kehendak Allah, jawabannya adalah karena ajaran yang
diterimanya tidak lahir dari hikmat yang murni.

Kemudian ‘eupeithēs’ ,artinya ‘rela -siap untuk mematuhi’. Kata ‘eupeithḗs’ Cuma satu
kali digunakan di PB, dari kata ‘eu’ artinya ‘baik’ , dan ‘peitho’, artinya ‘membujuk’ jadi
kata ini menjelaskan sifat yang mau rela dan siap mematuhi Allah, dan karena itulah dia
membujuk orang lain kepada yang baik yaitu yang dari Allah. Untuk bisa rela-siap
mematuhi Allah, ajaran harus lahir dari hikmat yang murni. Banyak orang ingin taat
kepada Allah, tetapi bertahun tahun dia menemukan dirinya tidak penah taat, asalannya
sederhana, dari sejak dia menjadi Kristen dia tidak pernah diajar dengan hikmat yang
murni, pengajarnya hanya mengutip alkitab dari kata orang lain, atau mengikuti ajaran
satu denominasi berdasarkan aturan aturan yang lahiriah, jika demikian bagaimana
mungkin dia bisa taat kepada Allah, itu tidak akan mungkin karena ajaran yang
diterimanya tidak lahir dari hikmat yang murni.

Waspadalah dengan hikmat yang menyerukan janji Allah yang sementara, itu adalah
ajaran yang lahir dari hikmat yang terkontaminasi, hati hati dengan hikmat yang
berdasarkan prinsip duniawai, insting-natural, semua itu adalah tehnik tipuan si jahat
untuk menyesatkan saudara, iman yang sejati tidak akan pernah timbul dari hikmat
yang demikian. Iman yang sejati hanya timbil dari hikmat yang murni, hikmat yang
murni inilah yang bisa menghasilkan ajaran yang bisa mendamaiakan, menadilkan,
mentaatkan seseorang kepada Kristus.

Kamis 13 Oktober 2016


Seri #172 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:17, Hikmat yg Murni Penuh Kasih dan Buah yg Baik

Frasa yang ketiga adalah, hikmat yang murni itu penuh dengan kasih sayang dan
buah yang baik

‘mestē eleous kai karpōn agathōn’


penuh dengan kasih sayang dan buah yang baik
klausa ini menjelaskan makna dari hikmat yang murni yang penuh dengan kasih
sayang dan buah yang baik, tetapi istilah itu tidak boleh dimaknai sembarangan. Apa
yang dimaksud dengan hikmat yang penuh dengan kasih sayang dan buah yang baik?
Pertama, mari kita periksa bagian pertama dari klausa ketiga ini, yaitu ‘meste eleous’.
‘mestē’ adalah kata sifat, artinya ‘penuh diisi dengan’. ’meste’ [penuh] ini masih sejajar
dengan tiga kata sifat di klausa kedua [pendamai,penadil,pentaat].
Sedangkan kata ‘eleous’ artinya adalah kasih sayang akibat dampak dari perjanjian
kekal. Apa yang dimaksud dengan kasih sayang akibat perjanjian kekal? Hal itu harus
kita periksa dari etimologi kata tersebut. Kata ‘eleuos’ diterjemahkan dari kata Ibrani
‘kheh'-sed’, dalam bahasa Yunaninya disebut ‘kataisxýnō’ artinya’ loyaliti terhadap
perjanjian’. Bisa juga diartikan perjanjian-kasih. Pemaknaan dari kata ‘eleous’ ini
adalah, kasih sebagai akibat dari kesetiaan kepada perjanjian Allah . jadi karena
merasakan nikmat [akibat] dari perjanjian Allah, maka dampaknya itu ditunjukkan
melalui kebaikan terhadap manusia, karena itulah diartikan dengan kasih sayang, jadi
kata ‘kasih sayang’ tidak dalam arti biasa, tetapi ajaran yang bersifat kasih sayang sejati
sebagai dampak dari kebaikan perjanjian Allah. jadi saat di katakan hikmat yang murni
itu penuh dengan kasih, hal itu berarti, sebuah ajaran yang mampu menyaingi orang
dengan kasih sejati, hanya jika ajaran itu datang dari hikmat yang murni. Itulah
sebabnya di ayat 14, hikmat yang tidak murni itu memiliki ciri ciri motif tersembunyi,
agenda terselubung yang dibungkus dengan semangat untuk berkembang secara
lahiriah, karena mereka juga mengajar untuk memperbanyak pengikut. Karena itulah
mereka disebut ambisi dan penuh persaingan. Tanpa hikmat yang murni, ajaran akan
melahirkan kasih yang tidak murni.

Bagian kedua dari klausa ini adalah;


‘kai karpōn agathon’
‘Dan buah-buah yang baik’
‘Karpos’ atau ‘buah’ digunakan sebagai kiasan orang yang menyatu dengan Kristus.
Karena itulah di katakana ‘karpon agathon’, karena kata ‘agathōn’ artinya baik,
maksudnya ‘baik’ di sini yang menjelaskan apa yang berasal dari Allah dan dapat
diberdayakan oleh Kristus dalam hidup, melalui iman yang sejati.
Kata ‘karpos’ sebenarnya digunakan di dalam kerangka pohon anggur yang berbuah
[Yoh 15:1], jadi kata ini hendak menjelaskan orang yang bersatu dengan Kristus , yaitu
orang percaya, yang juga digambarkan sebagai cabang pohon anggur, yang hidup
dalam persatuan dengan Kristus, untuk menghasilkan apa yang kekal [1 Yoh 4:17).
15:1"Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya.
15:2Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting
yang berbuah [karpos], dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah [karpos].
Istilah ‘buah buah yang baik’ [karpon agathon] sebenarnya satu kesatuan dengan
‘meste eleous’ [penuh kasih sayang], karena kedua hal itu adalah bagian dari satu
klausa yang ingin menjelaskan hikmat yang murni yang penuh dengan kasih sayang
dan buah buah yang baik. Jadi istilah ‘mestē eleous kai karpōn agathōn’ menjelaskan
satu hal yang terdiri dua bagian. Bagian yang pertama menjelaskan hikmat yang murni
yang bercirikan kasih sebagai dampak dari perjanjian dengan Allah. Sedangkan bagian
yang kedua adalah, hikmat yang murni yang pernuh dengan buah buah yang baik,
sebagai gambaran dari ajaran yang bisa membuat seseorang berbuah di dalam Kristus.
Jadi yang menjadi inti dari klausa ini bukan buah buah yang baik, bukan juga penuh
kasih, tetapi hikmat yang dari Allah yang murni, sebagai satu-satunya hikmat yang
menjadi dasar ajaran, sehingga bisa berdampak kasih yang tepat akibat terikat dengan
perjanjian kekal, dan juga bisa membuat manusia berbuah yang baik, semua itu hanya
bisa jika ajaran datang dari hikmat yang murni yang dari surga. Tanpa itu, apapaun
klaim terhadap ajaran ALkitab tidak akan bisa berdampak kasih yang tepat dan buah
yang baik, tetapi hanya akan menjadi mitasi dari kasih dan mitasi dari buah yang baik.

Jumat 14 Oktober 2016


Seri #173 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:17, Memahami Tidakbimbang & Tidak Ragu-raguan

Bagian yang terakhir dari ayat 17 ini adalah frasa terakhir yang menerangkan 2 kata
sifat, yaitu ‘adiakritos’ dan ‘anypokritos’. Dalam tata Bahasa Yunaninya, kedua kata ini
sengaja diletakkan sebagai frasa tersendiri. Yakobus sengaja menekankan kata
negatifnya dari pada kata positifnya. jika tujuannya hanya untuk menjelaskan sifat dari
hikmat yang surgawi yang lahir dari hikmat yang murni, maka seharusnya bukan ‘tidak
membeda-bedakan yang digunakan, melainkan ‘kata positif dari membedabedakan itu
[menyatukan atau mendamaikanl. Bukan kata ‘tidak munafik’nya yang digunakan tetapi
kata positif dari kata ‘munafik’ itu sendiri [kejujuran], tetapi karena Yakobus menyisipkan
makna tersendiri yang ingin dijelaskan di ayat 18, karena itulah dalam frasa tersendiri
kedua kata ini menggunakan kata negatif

Yang pertama adalah kata ‘adiakritos’, dari dua kata, yang pertama kata ‘alpha’ artinya
‘tidak’. Sedangkan kata yang kedua adalah ‘diakrino’ ‘membeda-bedakan’, atau
‘bimbang’. ‘Diakrino’ juga berasal dari 2 kata, yaitu “dia dan krino”. Kata Yunani dia
adalah preposisi [awalan] yang tujuannya untuk menjelaskan sifat yang menyimpang
ke sisi yang negatif, sedangkan ‘krino’ artinya, saya menilai, memutuskan, seperti
hakim yang membuat penilaian - baik positif atau negatif. Jadi penggunaan kata
‘adiakritos’ justru menjelaskan, bahwa ajaran yang datang dari hikmat yang murni tidak
menciptakan sifat keragu-raguan dalam iman untuk memutuskan yang sempurna,

Hikmat yang murni tidak menciptakan praktek hidup yang satu sisi untuk Tuhan,
sebagian lagi untuk dirinya sendiri. Tidak mengakibatkan pikiran ragu-ragu, untuk
melakukan firman Allah secara total.
Dalam tata Bahasa Yunani kata ‘alpha’ dimaknai sebagai ‘alpha-privative’, maksudnya
adalah, kata ‘tidak’ bertujuan menandakan adanya yang kurang [kekurangan]. Jadi
kata ‘adiakritos’ yang secara harafiah sebagai tidak membeda-bedakan’ sedang
menekankan apa yang masih kurang yaitu yang membeda-bedakan. Karena itu
dikatakan ‘tidak membedabedakan’.

Apa makna dari iman yang murni yang tidak membedabedakan? Maksudnya adalah,
jika mereka diajar oleh yang dipenuhi dengan hikmat yang murni yang dari surga,
mereka tidak akan mungkin menghornati orang kaya dan menghina orang miskin [Yak
2:3], mereka tidak akan membuat perbedaan yang jahat di rumah ibadah [Yak 2:5],
mereka tidak akan menghina orang miskin [Yak2:6], mereka tidak akan saling
memfitnah [yak 4:11], mereka tidak akan memeras karyawan mereka [Yak 5:4] mereka
tidak akan tidak akan saling mempersalahkan [Yak 5:9]. Itulah dampak dari hikmat yang
tidak murni. Dalam ibadah sejati, mereka akan menunjukkan dua sifat yang saling
bertentangan [Yak 3:10].

Yang terakhir adalah kata sifat ‘anypokritos’, yang berasal dari kata ‘alpha’ dan
‘hypokrínomai ‘ , artinya ‘tidak munafik’. Sedangkan kata ‘hypokrínomai’ itu sendiri
dari dua kata, ‘hypo’ [di bawah otoritas] dan kata yang kedua adalah ’krino’ atau saya
menilai, memutuskan, seperti hakim yang membuat penilaian - baik positif atau negatif.
Jadi saat di katakana tidak munafik, maka kata itu hendak menjelaskan kewaspasaan
kepada motif yang tersembunyi yang membuat seseorang tidak berada di dalam
otoritas yang sejati. Penggunaan kata alpha [tidak], bertujuan untuk menggambarkan
perilaku yang tulus, bebas dari agenda tersembunyi [motif egois, ayat 13-14], karena
itulah dapat diartikan sebagai tanpa kemunafikan yang rohani [tulus ikhlas].

Apakah yang dimaksud Yakobus dengan hikmat yang bebas dari agenda tersembunyi?
Seperti, perasaan sudah beribadah tetapi tidak menjaga lidahnya [Yak 1:26], merasa
beriman tetapi memandang muka [Yak 2:1], mengaku beriman hanya dari retorka saja
tanpa disetai dengan perbuatan yang nyata [yak 2:14-15], berlomba lomba jadi guru,
tetapi punya angenda tersembunyi yang egois [Yak 3;1], merasa bijaksana, tetapi
kebijaksanaannya tidak datang dari ajaran Yesus yang lemah lembut [yak 3:13], tentu,
semua itu adalah bentuk dari hikmat yang munafik, hikmat yang terselubung dan motif
jahat.

Karena kedua kata ‘adiakritos dan anypokritos’, sama sama dari kata dasar ’krino’ maka
kedua kata ini hendak diletakkan untuk membuat sebuah kesimpulan; bagaimana cara
memutuskan dengan benar atau salah secara rohani untuk bisa menjadi seseorang
yang lahir dari buah kebenaran atau sebaliknya menjadi buah dari kejahatan yang
berkamuflase sebagai buah kebenaran. Kedua kata ini dituliskan dalam bentuk
negative bukan secara kebetulan, karena penulisan kata yang menekankan
penggunaan kata ‘alpha’ tersebut hendak memberikan kesimpulan makna di ayat 18
sebagai penutup dari pasal ini. Kesimpulan dari hikmat yang murni ada di ayat 18, dan
itu dikembangkan dan dijelaskan berdasarkan dua frasa terakhir ayat 17, yaitu
membedabedakan dan motif yang terselubung. Keduanya adalah ciri dari hikmat yang
palsu. Sebagai kebalikan dari ajaran yang lahir dari buah kebenaran, seperti yang telah
kita pelajari di yak 1:6 dan Yak 2:4, kedua kata itu hendak memberikan peringan untuk
hati hati dengan hikmat yang palsu yang menyamar sedemikian rupa, yang pada
akhirnya melahirkan kebimbangan-kekacauan rohani untuk taat total kepada Tuhan.

Sabtu 15 Oktober 2016


Seri #174 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:18, Hikmat Murni adalah Buah Kebenaran

Apa yang dimaksud dengan buah kebenaran? Untuk memahami makna buah
kebenaran, kita harus melihat frasa terakhir ayat 17 [adiakritos, anypokritos], sebagai
ciri hikmat Murni
Nestle Greek New Testament 1904: καρπὸς δὲ δικαιοσύνης ἐν εἰρήνῃ σπείρεται τοῖς
ποιοῦσιν εἰρήνην.
Transliterasi: karpos de dikaiosynēs en eirēnē speiretai tois poiousin eirēnēn.

Terjemahan: Buah kebenaran ditaburkan di dalam damai untuk menghasilkan damai

Dalam bahasa Yunaninya istilah buah kebenaran [karpos de dikaiosynēs] digunakan


untuk diperlawankan dengan dua kata di ayat terakhir dari ayat 17, yaitu kata
‘adiakritos dan anypokritos’. Kedua kata ini menekankan kata ‘alpha’ yang
memaknakan apa yang kurang dari sebuah hikmat untuk dijelaskan di ayat 18,
sehingga menjadi hikmat yang lengkap, karena kata ‘de’ adalah kata penghubung yang
menjelaskan perlawanan.
Jadi ungkapan ‘buah kebenaran’ dalam tata bahasa yunaninya diselingi dengan kata
penghubung yang berlawanan [de] [karpos de dikaiosynēs] tujuannya untuk
dibandingkan dengan konsep buah ketidak benaran yaitu yang masih kurang dari
penggunaan kata ‘alpha’ tersebut, yaitu; yang membedabedakan dan yang munafik
sebagai ciri buah ketidakbenaran, itulah ciri ciri dari hikmat yang tidak murni, itulah
buah kejahatan sebagai perlawanan dari hikmat yang murni hasil atau buah dari
kebenaran.
Buah kebenaran adalah hikmat yang murni, ajaran surgawi sebagai gambaran dari
orang yang tinggal di dalam ajaran Kristus yang sejati. Sedangkan ‘dikaiosynēs’ atau
kebenaran, adalah konsep yang mengacu pada pembenaran Allah yang mengacu
kepada vonis pengadilan. Seperti putusan terakhir di dalam pengadilan, di mana hakim
mengatakan ‘benar’, karena adanya persetujuan peradilan, atau putusan dari hakim.
Jadi penekanan dari kata ‘dikaiosynes’ adalah adanya persetujuan Allah, mengacu
pada apa yang dianggap benar oleh Tuhan, maksdudnya hikmat yang dianggap benar
oleh Tuhan.

Dalam konteks ini, maka yang dibenarkan Allah adalah hikmat yang murni yang lahir
dari kasih karunia Kristus, yang dibenarkan Allah sendiri. Jadi, konsep buah
kebenaran, menekankan hasil dari wujud iman sejati. Karena itulah dikatakan buah
kebenaran .

Apa yang dimaksud dengan buah kebenaran ditaburkan di dalam damai?

Buah kebenaran ditaburkan di dalam damai atau ‘karpos de dikaiosynēs en eirēnē’


hendak menjelaskan hasilnya buah kebenaran akibat ditaburkan di dalam damai.
Hikmat yang murni adalah hikmat yang dari surga yang terjadi karena ditaburkan dalam
damai. Apa yang dimaksud dengan di taburkan dalam damai? Hal tersebut berkaitan
dengan istilah ‘eirēnē’ , kedamaian dalam arti ketenangan yang berasal dari kata ‘eirō’,
yang artinya bergabung, mengikatkan diri bersama dalam Allah, artinya; saat terjadi
keutuhan [menyatu] dalam Allah dengan tepat, atau ketika semua bagian ajaran
menyatu dengan kasih karunia Allah yang sejati, terjadilah buah kebenaran. Dengan
kata lain, hikmat yang murni hanya bisa terjadi jika seseorang menjadi bagian dari
kebenaran sejati [Kristus], lebih tepatnya menyatu dengan tepat dengan Kristus, baru
bisa menjadi buah kebenaran. Ditaburkan dalam damai, artinya, dia harus dia harus
mengikatkan dirinya kepada kasih karunia Allah secara utuh, dalam hal ini, berbicara
tentangan pemahaman yang tepat terhadap ajaran Kristus dan ketaatan total kepada-
Nya, inilah yang menghasilkan hikmat yang murni. Inilah yang disebut sebagai buah
kebenaran, itulah yang ditaburkan dalam damai.

Saat buah kebenaran ditaburkan dalam damai, maka pasti akan menghasilkan
damai. Jika kita pertentangkan dengan dua kata sifat di frasa terkahir ayat 17, yaitu
‘adiakritos dan anypokritos.’ Maka , ‘adiakritos’ memberikan penjelasan makna tentang
kebimbangan iman, artinya hikmat yang tidak murni menghasilkan kebimbangan atau
kekacauan iman [tidak bisa berdamai dengan Allah], sehingga tidak bisa diproses
sesuai dengan kehendak Allah, sebaliknya hikmat yang sejati justru menghasilkan
damai, dengan kata lain, iman yang murni menghasilkan damai, damai dalam arti
orang yang percaya yang mengalami perdamaian sejati dengan Allah, sehingga tidak
timbul lagi niat untuk bimbang terhadap keputusan Allah [krino], tetapi dengan tepat
mengikatkan dirinya dengan Allah, diproses dengan tepat menjadi sempurna sama
seperti Allah, dan itu terjadi jika ajaran datang dari hikmat yang murni, itulah buah
kebenaran.

Minggu 16 Oktober 2016


Seri #175 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 3:18 Penutup

Jika hikmat yang murni adalah buah kebenaran, maka hikmat yang tidak murni adalah
buah ketidak benaran. Jika hikmat yang murni yang datang dari surga menghasilkan
damai sejati dengan Allah, maka hikmat yang datang dari dunia menghasilkan damai
semu atau kebimbangan iman, sehingga tidak bisa berdamai total dengan Allah.

Jika buah kebenaran memberikan penjelasan makna terhadap frasa terakhir di ayat 17,
dengan demikian ‘anypokritos’, memberikan perluasan makna, bahwa hikmat yang
tidak murni sebagai buah ketidak benaran akan menghasilkan kemunafikan iman.
Demikian juga dengan ‘adiakritos’ karena kata ‘alpha memberikan penekanan pada apa
yang kurang, sehingga kalau dihubungkan dengan buah kebenaran, maka yang kurang
dari kata ‘adiakritos’ adalah ‘diakritos’ atau kebimbangan, dengan kata lain, jika hikmat
yang murni sebagai buah kebenaran menghasilkan kesetiaan total kepada
Allah[berdamai dengan Allah], maka yang hikmat yang tidak murni yang duniawi
sebagai buah dari ketidak benaran pasti menghasilkan iman yang bimbang.

Berdasarkan penggunaan kata ‘de’ di ayat 18, maka dapat dikatakan bahwa hikkmat
yang tidak murni, mengasilkan motif yang terselubung, [ay 14] sebaliknya iman yang
murni menghasilkan damai sejati.[ay 18]

Iman yang yang tidak dari surga datang dari prinsip duniawi, insting yang hewani, dan
dari si jahat, hikmat yang demikian ini penuh dengan ambisi dan persaingan
mengerjakan motif yang terselubung dan keragu-raguan iman

sebaliknya hikmat yang dari surga, cirinya adalah murni, sedangkan hikmat yang murni
itu bercirikan ajaran yang bisa sebagai pendamai, penadil, pentaat, artinya, ajaran
yang murni bisa mendamaikan dengan Allah, bisa menadilkan dengan Allah bisa
mentaatkan dengan Allah. Ajaran yang datang dari hikmat yang murni bisa melahirkan
kasih yang terikat degang perjanjian kekal Allah, serta bisa menghasilkan buah buah
yang baik kepada Allah.

Hikmat yang murni tidak membedakan dan tidak munafik, artinya, ajaran itu tidak ada
agenda terselubung, tidak ada motif yang jahat, tetapi benar benar ajaran yang murni
yang sesuai dengan kehendak Allah. Semua itu hanya bisa dikerjakan di dalam damai
[damai dalam arti menyatu dengan kehendak Allah], itulah buah kebenaran, itulah yang
bisa bisa menghasilkan orang yang bisa berdamai dengan Allah dengan tepat.
Sedangkan hikmat yang tidak datang dari atas, dia tercemar, dia bernafaskan prinsip
duniawi, isnting hewani, dan prinsip yang jahat, dia tidak bisa dikerjakan di dalam damai
tetapi di dalam kebimbangan, itulah buah kejahatan, dikerjakan tidak bisa untuk
mendamaikan orang dengan Allah, tetapi justru membuat orang menjadi musuh Allah
secara rohani.

Senin 24 Oktober 2016


Seri #183 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 4:1 Keinginan Jahat Yang Datang Dari Hedonisme

Yakobus ingin menjelaskan, sumber dari setiap perselisihan dan pertengkaran yang
terjadi di dalam jemaat saat itu bukan datang dari hikmat yang murni yang dari surga,
tetapi yang datang ‘hedonis’ di dalam anggota tubuh mereka. Untuk mencapai
tujuannya tersebut, Yakobus mengajukan pertanyaan:

Nestle Greek New Testament 1904:


Πόθεν πόλεμοι καὶ πόθεν μάχαι ἐν ὑμῖν; οὐκ ἐντεῦθεν, ἐκ τῶν ἡδονῶν ὑμῶν τῶν
στρατευομένων ἐν τοῖς μέλεσιν ὑμῶν;

Transliterasi: Pothen polemoi kai pothen machai en hymin? ouk enteuthen, ek tōn
hēdonōn hymōn tōn strateuomenōn en tois melesin hymōn?

Terjemahan: Darimanakah datangnya perselisihan dan darimanakah datangnya


pertengkaran di antara kamu? Bukankah dari sini, dari hedonismu yang berjuang di
dalam anggota-anggota tubuhmu?

Pertanyaan ini adalah pertanyaan imajiner, yang dijawab sendiri oleh Yakobus: “dari
hedonismu yang berjuang di dalam anggota-anggota tubuhmu?”
Pengaruh hikmat yang tercemar yang duniawai [saat itu] sangat memprihatinkan
sampai terjadi perselisihan [machai] dan pertengkaran [polemai]. Hikmat yang
tercemar, hikmat yang duniwai yang tidak dapat mengerjakan keselamatan, tetapi justru
membuahi kehedonisan.

Apa makna dari hedonis? Apa makna kehedonisan yang berjuang di dalam anggota
tubuh? Kata hedonis itu sendiri berasal dari kata yunani ‘hedone’, artinya adalah,
‘nafsu untuk mencari kesenangan-kenikmatan indera’. Kata ‘hedone’ berasal dari
kata ‘hēdos’ , artinya, mencari yang menyenangkan indera, jadi kata ‘hedons’
mengacu kepada apa yang menyenangkan alam fisik indera manusia. Jadi makna
‘hedons’ di sini tidak sama seperti pengertian hedonism pada umumnya diyakini banyak
orang secara umum, melainkan kehedonisan yang bertentangan dengan keinginan
Allah.

Ini adalah kebalikan dari iman sejati, yang selalu mencari apa yang menyenangkan
Allah, yang melawan alam fisik indera manusia, tetapi focus kepada harapan dan pada
apa yang tidak dilihat mata [Ibrani 11:1].

kata ‘hedons’ memiliki konotasi negatif yang kuat , yang mengacu pada kesenangan
atau keinginan tubuh (nafsu) dengan mengorbankan hal-hal yang rohaniah. Dari kata
‘hedone’ inilah akar dari istilah bahasa Inggris, ‘hedonisme’ atau ‘hedonistik’ terbentuk.
Perlu ditambahkan, bahwa kita harus waspada dengan kamuflase hedons yang
menyalahgunakan iman. Banyak orang menghubungkan doa dengan iman, supaya
mendapatkan apa yang menurut indera manusia. Inilah fenomena yang sudah
merajalela di dalam gereja.

Sedangkan sifat hedonis yang berjuang di dalam angota anggota tubuh artinya, sifat
hedonis yang berperang secara rohani untuk melawan rencanan dan kehendak Allah di
dalam tubuh kita. Kata berjuang itu sendiri berasal dari kata ‘strateúomai’. Kata ini
menekankan persaingan. Makna persaingan di sini tidak berarti buah kebenaran dan
buah daging saling bersaing, tetapi kehedonisan itu yang menang bersaing sehingga
muncul buah buah yang jahat seperti perselisihan dan pertengkaran. Jadi dalam hal ini
justru kebenaran tidak berbuah, dan telah disaingin oleh kehedonisan, sehingga tidak
lagi berkuasa.

Apa yang digunakan untuk bersaing di konteks ini? Hikmat yang tercemar, hikmat yang
duniawi, itulah yang digunakan sebagai alat perjuangan untuk mencapai keinginan yang
hedonis itu sendiri. Strategi iblis di sini sangat tingkat tinggi, sebab kehedonisan itu
dikaburkan, sebab sifat itu dipicu oleh hikmat [yang tercemar] itu sendiri. Sehingga
hanya sedikit orang yang sadar telah ditipu, karena merasa, toh juga ini ajaran dikutip
dari Alkitab, disampaikan pdt, dengan demikian seseorang akan dibutakan matanya
tanpa disadari.

Akibat hikmat duniawi yang menang berjuang di dalam pikiran, maka anggota anggota
tubuh pun dikuasai kehedonisan. Hikmat yang duniawi itulah yang mendorong hawa
nafsu untuk mencari kesenangan menurut prinsip dunia, itulah yang terjadi di dalam
tubuh orang yang dikuasai hikmat yang tercemar, itulah yang memicu peperangan
rohani dengan roh kita menjadi seperti pasangan yang tidak setia lagi kepada
sumbernya, dia menjadi seperti pasangan yang ingin berselingkuh tetapi tidak pernah
merasakan kepuasan.

Selasa 25 Oktober 2016


Seri #184 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 4:2 Keinginan yang Tidak Akan Terpuaskan

Hikmat yang tercemar akan mendorong kehedonisan untuk terus berjuang mencari
pemuasan di dalam anggota tubuh. Itulah yang akan dijelaskan Yakobus di ayat 2 ini

Nestle Greek New Testament 1904: ἐπιθυμεῖτε, καὶ οὐκ ἔχετε· φονεύετε καὶ ζηλοῦτε,
καὶ οὐ δύνασθε ἐπιτυχεῖν· μάχεσθε καὶ πολεμεῖτε. οὐκ ἔχετε διὰ τὸ μὴ αἰτεῖσθαι ὑμᾶς· [2]

Transliterasi: epithymeite, kai ouk echete; phoneuete kai zēloute, kai ou dynasthe
epitychein; machesthe kai polemeite. ouk echete dia to mē aiteisthai hymas; [2]

Terjemahan: Kamu mengingini, dan kamu tidak memperolehnya; kamu cemburu dan
kamu membunuh, dan kamu tidak mampu menggapainya; kamu bersengketa dan
bertengkar. Tetapi kamu tidak memperolehnya karena kamu tidak berdoa; [2]

Kehedonisan yang berjuang di dalam anggota-anggota tubuh bekerja menghasilkan


keinginan [jahat]. Keinginan ini seperti lingkaran setan, yan meminta tumbal pemuasan,
tetapi tidak pernah puas, itu sebabnya di Klausa pertama di katakan “Kamu mengingini,
dan kamu tidak memperolehnya” idiom klausa ini hendak menjelaskan sebuah
keinginan yang harus diperoleh [tetapi tidak juga dapat terpuaskan], di mana kalau tidak
diperolah, maka akan dilakukan segala cara supaya keinginan itu terpenuhi.

Apa yang dimaksud dengan keinginan? Keinginan atau ‘epithymeite’ dari


kata ‘epithyméō’ berasal dari kata dasar ‘ thymós’ , artinya ‘keinginan yang bergairah’.
Sifat yang demikianlah yang membuat seseorang ngotot untuk mencapai apa yang
diinginkannya, tetapi bersifat merusak dan jahat. Perlu ditambahkan, biasanya, sifat
ngotot ini, akan dimanifulasi, oleh hikmat yang tercemar, sehingga kengototan itu
biasanya mencari pembenaran. Semua itu digerakkan oleh ‘thymos’, atau gairah
keinginan jahat yang terfokus, yang biasanya berkamuflase di dalam roh keagamaan.
Kata ‘epi’ di depan kata ‘thymos’ yang artinya ‘pada’ menunjukkan gairah yang
terfokus pada keinginan. Sama seperti gairah kelaparan, maka saat gairah itu datang,
dia akan mencari cara supaya gairah itu terpuaskan.

Itu sebabnya di klausa kedua di katakan “kamu cemburu dan kamu membunuh, dan
kamu tidak mampu menggapainya”. Keinginan yang digerakkan oleh hedonis adalah
gairah yang ingin selalu dipuaskan, karena itulah mereka melakukan pembunuhan.
Tetapi tidak pernah bisa terpuaskan. Itulah sebabnya, meski mereka sudah melakukan
pembunuhan, rasa ingin itu tidak dapat digapai. Inilah ciri dari keinginan yang tidak
kudus, yang tidak pernah terpuaskan, berbeda dengan keinginan yang kudus. Meski
kita tidak mendapatkan, kita bisa mencapai kepuasan. Inilah keinginan iman.
Iman adalah harapan. Kita tidak mendapatkan apa yang kita harapkan. Sebab kalau
sudah kita dapatkan kita bukan lagi berharap. Tetapi kita puas. Inilah pekerjaan Roh
Kudus. Kita berdoa kepada Allah, keinginan kita untuk bertemu Yesus tidak kita alami
menurut aturan indra kita. Tetapi kita percaya sudah bertemu. Dan kita puas. Berbeda
dengan keinginan yang hedonis yang digerakkan oleh hikmat yang tercemar, saat
keinginan itu muncul, maka keinginan itu akan minta terus dipuaskan, tetapi meski
mencari pemuasan, dia tidak akan pernah puas.
Dari kata pembunuhan itu sendiri, jelas sekali bahwa keinginan itu bukan keinginan
yang dilakukan oleh orang yang diluar gereja [gereja yang menurut aturan hidup yang
sementara]. Artinya mereka tetap mengklaim sebagai umat Allah, dan tetapi beribadah,
tetapi menurut aturan aturan hidup yang akan binasa. Terlihat jelas, bahwa mereka
membenarkan pembunuhan itu sendiri. Karena itulah kata pembunuhan di sini dari kata
‘phoneúō’ yang berasal dari kata ‘phónos’, yaitu pembunuhan yang disengaja , dan
dibenarkan.
Keinginan yang digerakkan oleh hedonis yang ditutup dengan bungkus agama, adalah
salah satu bentuk kejahatan yang terselubung, seperti terjadi di jaman Tuhan Yesus,
sebab Yesus dibunuh dengan keinginan yang dibenarkan, murid murid juga dibunuh
dengan cara yang sama, yaitu keinginan hedonis, diselubungi agama lahiriah
sehingga membenarkan tindakan pembunuhan mereka. Hal yang sama juga terjadi di
zaman kegelapan, di mana gereja melakukan hukuman mati, kepada orang orang yang
berseberangan dengan keyakinan mereka, dan mereka membenarkan tindakan
mereka.di zaman Yakobus juga, para murid palsu itu membenarkan tindakan
pembunuhan mereka. Inilah bahaya terbesar dari agama, keinginan hedonis yang
terselubung, dibenarkan karena mereka tidak mengenal hikmat yang murni.
Rabu 26 Oktober 2016
Seri #185 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 4:2 Keinginan Lahiriah VS Keinganan Sejati

Yang ditekankan di ayat 2 ini bukanlah kecemburuan dan pembunuhan, bukan juga
persengketaan dan pertengkaran, tetapi keinginan yang tidak dapat tergapai, tidak
dapat dicapai, bukan berarti keinginan itu tidak dipuaskan tetapi, memang tidak bisa
dipuaskan. Jadi kehedonisan itu adalah sifat yang selalu mengingini tetapi tidak pernah
terpuaskan.
Nestle Greek New Testament 1904: ἐπιθυμεῖτε, καὶ οὐκ ἔχετε· φονεύετε καὶ ζηλοῦτε,
καὶ οὐ δύνασθε ἐπιτυχεῖν· μάχεσθε καὶ πολεμεῖτε. οὐκ ἔχετε διὰ τὸ μὴ αἰτεῖσθαι ὑμᾶς· [2]

Transliterasi: epithymeite, kai ouk echete; phoneuete kai zēloute, kai ou dynasthe
epitychein; machesthe kai polemeite. ouk echete dia to mē aiteisthai hymas; [2]

Terjemahan: Kamu mengingini, dan kamu tidak memperolehnya; kamu cemburu dan
kamu membunuh, dan kamu tidak mampu menggapainya; kamu bersengketa dan
bertengkar. Tetapi kamu tidak memperolehnya karena kamu tidak berdoa; [2]

Di frasa pertama di ayat 2 di katakan “kamu mengingini tetapi kamu tidak


memperolehnya”. Artinya hasrat untuk mengingini itu mendorong mereka untuk
melakukan apa saja supaya hasrat itu terpenuhi, karena itulah mereka cemburu dan
membunuh. Tetapi meski mereka cemburu dan membunuh, HASRAT itu juga tidak
mampu mereka puaskan. Karena itulah terus menerus lahir sengketa dan pertengkaran
yang tiada habis-habisnya.

Di bagian terakir dari ayat 2 ini dijelaskan bahwa hanya doa yang bisa memberikan
kepuasan kepada mereka. Perhatikan ungkapan ini: “ouk echete dia to mē aiteisthai
hymas;” perhatikan ‘titik koma’ yang di akhir klausa ini. Jadi uangkapan ‘Tetapi kamu
tidak memperolehnya karena kamu tidak berdoa;’ hendak memberikan penjelasan baru
tentang apa itu keinginan yang benar. Keinginan atau ‘echete’ yang lahiriah yang
menurut aturan hidup yang sementara, tidak akan pernah bisa memuaskan. Dan itu
tidak ada hubungannya dengan doa. Ingat doa, bukan untuk mendapatkan keinginan
apapun secara tata indra manusia.

Dalam pembahasan kali ini tidak akan muat kalau kita membicarakan doa dengan
panjang lebar, tetapi secara sekilas, dapat di katakan, bahwa doa bukan untuk mencari
pemenuhan apa yang terlihat secara kasat mat, tidak menurut perasaan manusia, tidak
berkatian apapun dengan hal hal yang dipikirkan oleh manusia. Doa bukan untuk anda
sembuh dari penyakit. Doa bukan utuk anda mengalami muzizat. Doa bukan untuk
anda diberkati. Jika anda berpikir demikian keinginan anda masih dalam tataran aturan
hidup yang sementara, dan itu tidak berhubungan dengan doa. Doa adalah meyantukan
diri dengan Allah, mengakui kedaulatan Allah dalam diri kita, dan berserah total sesuai
dengan kehendaknya. Kita secara manusia memang menginginkan kesembuhan, tetapi
doa tidak ditujukan untuk kesembuhan kita. Memang melalui doa, ada kalanya Allah
mengaruniakan kesembuhan supaya kita melihat ‘tanda’ Allah dibalik kesembuhan.
Tetapi doa bukan untuk kesembuhan. Banyak orang percaya meminta kesembuhan,
tetapi akhinya berakhir dengan kematin. Ada juga yang yang menerima kesembuhan,
tetapi doa hakekanya adalah supaya keingnan yang kudus di dalam diri kita
terpuaskan. Doa ibarat nafas, yang membuat roh kita tetap hidup, dengan doa kita
membuat roh kita melekat kepada Allah sehingga terpuaskan

Karena itulah di katakan ‘karena kamu tidak berdoa’. Artinya, saat seseorang berdoa
dengan doa yang benar, dia harus melepaskan diri dari semua keinginan yg
berhubungan dengan aturan lahiriah, yg berhubungan dengan keinginan menurut indra
manusia. Yang menjadi masalah adalah, banyak orang memahami doa dengan salah,
ini tentu disebabkan oleh ajaran yg lahir dari hikmat yang tercemar, itu sebabnya kita
menemukan orang yang begitu ngotot untuk mencapai janji janji Allah secara lahiriah.
Ini bukan ajaran yang sejati, seperti yang dijelaskan di ibrani 11, iman bukan soal
menerima janji yang sementara, karena para saksi iman, meski mereka mendapatkan
janji yang lahiriah, mereka mengganggap mereka masih berada di tempat yang asing,
mereka justru mengalihkan mata mereka ke Yerusalem baru, mereka mengarahkan
mata mereka kepada Yesus yang duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Bahkan dari
sekian banyak para saksi iman, mereka tidak mendapatkan apapun di dunia ini selain
dari penderitaan dan siksaan, tetapi mereka tidak pernah menagih janji Allah karena
mereka tahu, bahwa doa bukan untuk menagih apa yang terlihat, tetapi untuk
mententramkan roh kita sehingga mengalami kepuasan sejati, itulah iman sejati yang
menghasilkan keinginan sejati.

Kamis 27 Oktober 2016


Seri #186 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 4:3 Keinginan vs Doa


Di bagian terakhir dari ayat 2 di katakan, “mereka tidak mendapatkan karena mereka
tidak berdoa”. Uangkapan ini jangan disalah artikan, bukan berarti kalau mereka
berdoa mereka akan mendapatkan keinginan mereka.

Maksudnya adalah hanya jika mereka berdoa dengan benar maka keinginan yang
benar dari mereka akan bisa mereka dapatkan, tetapi ayat 3 menjelaskan bahwa
mereka tidak memahami hakikat doa dengan benar.

Kenapa hubungan doa dengan menerima keinginan harus dijelaskan dengan rinci?
Karena saat ini sudah terlalu mengkuatirkan ajaran dari nabi guru palsu yang di dorong
oleh hikmat yang terkontaminasi untuk mengklaim keinginan yang duniawi yang
dikamuflasekan dengan janji janji Allah. Ini harus kita waspadai dengan hati hati.

Di ayat 2 bagian terakhir itu tidak menjelaskan bagaimana supaya doa bisa menjadikan
keinginan doa terjawab, bukan itu maksudnya. Itu sebabnya di klausa terakhir ayat 2 ini
ada tanda baca “titik koma” artinya, bagian penjelasan makna dari keiginan yang bisa
didapatkan dari doa belum berhenti dijelaskan di klausa di ayat 2 terakhir, tetapi masih
dijelaskan di ayat 3.

Nestle Greek New Testament 1904: αἰτεῖτε καὶ οὐ λαμβάνετε, διότι κακῶς αἰτεῖσθε, ἵνα
ἐν ταῖς ἡδοναῖς ὑμῶν δαπανήσητε.[3]

Transliterasi: aiteite kai ou lambanete, dioti kakōs aiteisthe, hina en tais hēdonais
hymōn dapanēsēte.[3]Terjemahan: Kamu meminta dan kamu tidak menerima, sebab
kamu meminta dengan jahat, agar kamu puaskan untuk kehedonasianmu.[3]

Jika kita teliti memperhatikan ayat 2-3-4 kita akan menemukan bahwa ketika ayat ini
tidak menjelaskan bagaimana keinginan terpenuhi melalui doa. Memang di ayat 2 di
klausa terakhir di katakan “Tetapi kamu tidak memperolehnya karena kamu tidak
berdoa;” tetapi tanda baca “titik koma” memberikan penjelasan yang utuh, bahwa
penjelasan selanjutnya di ayat 3 justru menjelaskan kenapa keiginan itu tidak dipenuhi:

“Kamu meminta dan kamu tidak menerima, sebab kamu meminta dengan jahat, agar
kamu hamburkan untuk kesenanganmu.” [3]

Dan di ayat 4 juga, tidak ada penjelasan tentang bagaimana supaya keinginan itu
terpenuhi di dalam doa, yang dijelaskan justru kebalikannya, dimana keinginan itu
digambarkan sebagai seorang pasangan yang mencari pemuasan dengan cara
selingkuh:

“para pezinah, tidakkah kamu mengetahui bahwa persahabatan dengan dunia adalah
permusuhan dengan Allah? Maka, jika siapapun dia yang berniat menjadi sahabat
dunia, dia ditetapkan sebagai musuh Allah”.
Artinya jelas, keinginan yang dijelaskan di ayat 2 sampai ayat 4 ini adalah keinginan
yang jahat.

Jadi jika kita harus menghubungkan keinginan dengan doa di konteks ini, meskipun
sebenarnya konteks tidak mengijinkan hal itu, tetapi jika kita harus menghubungkan
antara keinginan dengan doa, maka hal itu harus dipandang dari sudut pandang Allah.
Artinya, Doa yang memberikan jawaban tidak boleh dipahami sebagai doa yang
memberikan jawaban yang dilihat dari realitas indra. Itu sebabnya di katakan “kamu
meminta tetapi kamu tidak menerima juga”. Jadi meminta yang benar dalam doa yang
benar bukan untuk mendapatkan apa yang kelihatan, meski secara daging, kita
cenderung mengingini apa yang menurut realitas indra kita baik. Tetapi itu adalah
pikiran kita, dan itu bertentangan dengan Allah. Itu sebabnya doa yang diajarkan oleh
Yesus diakhiri dengan pernyataan “jadilah kehendakmu”.
Jadi jika sebuah keinginan dalam doa dijawab oleh Allah maka keinginan itu haruslah
keinginan yang merindukan, bagaimana caranya supaya roh kita tertuntun untuk terus
on memahami tujuan sejati Allah dalam hidup. Doa bukan lagi untuk mendapatkan
kesenangan yg keluar dari tujuan Allah, dalam hubungannya dengan yang terlihat
secara fisik, dan apa yang berharga menurut dunia, tetapi untuk memuaskan keinginan
Allah.
Orang yang tidak mengerti makna keinginan sejati, tidak akan bisa memahami doa
yang sejati. Dan orang yang tidak bisa memahami doa yang sejati akan selalu
menyalahgunakan doa untuk memuaskan keinginan yang tidak sejati. Orang seperti ini
sama seperti pasangan yang picik, yang meski sudah memiliki pasangan, tetapi tidak
setia dan memilih untuk berjinah.
Orang yang tidak memahami makna keiginan yang sejati, dia pasti tidak akan mengerti
hubungan keinginan sejati dengan doa yang sejati. Orang yang tidak memehami doa
yang sejati, maka dia tidak akan mengerti bagaimana cara berdoa yang benar. Dan
orang yang tidak mengerti cara berdoa yang sejati, akan selalu berdoa untuk tataran,
aturan, prinsip prinsip hidup yang lahiriah, yang memuaskan kehedonisan. Orang
seperti itu adalah manusia picik. Dia seperti pasangan yang tidak setia

Jumat 28 Oktober 2016


Seri #187 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 4:4 Pezinah, Bersahabat dengan Dunia


Nestle Greek New Testament 1904: μοιχαλίδες, οὐκ οἴδατε ὅτι ἡ φιλία τοῦ κόσμου
ἔχθρα τοῦ Θεοῦ ἐστιν; ὃς ἐὰν οὖν βουληθῇ φίλος εἶναι τοῦ κόσμου, ἐχθρὸς τοῦ Θεοῦ
καθίσταται. [4:4]

Transliterasi: moichalides, ouk oidate hoti hē philia tou kosmou echthra tou Theou
estin? hos ean oun boulēthē philos einai tou kosmou, echthros tou Theou
kathistatai.[4:4]

Terjemahan: para pezinah, tidakkah kamu mengetahui bahwa persahabatan dengan


dunia adalah permusuhan dengan Allah? Maka, jika siapapun dia yang berniat menjadi
sahabat dunia, dia ditetapkan sebagai musuh Allah. [4:4]

Pengertian orang yang ‘berniat’ untuk menjadi sahabat dunia dibentuk dari
kata ‘boulomai’, artinya, merencanakan dengan tekad penuh. ‘boúlomai’ dapat juga
diartikan ‘berencana dengan tegas’ . ungkapan itu adalah istilah yang kuat yang
menggaris bawahi perencanaan yang bekerja keluar dari tujuan Allah.
Apa yang direncanakan? Bersahabat dengan dunia. Bersahabat dari kata sifat
‘philos’ artinya dunia dijadikan sebagai teman yang ramah. ’Philos’ artinya, seseorang
yang mejadikan dunia sebagai teman karena merasa hal-hal di dunia itu mahal dan
berharga.
Apa yang dimaksud dengan pezinah? Dari kata ‘moichalis’ yaitu, wanita yang sudah
menikah yang melakukan perzinahan. Biasanya dalam kosep agama Yahudi kata ini
digunakan untuk orang-orang yang menyembah kepada selain Allah yang benar.
Ulangan 32:21: Mereka membangkitkan cemburu-Ku dengan yang bukan Allah,
mereka menimbulkan sakit hati-Ku dengan berhala mereka. Sebab itu Aku akan
membangkitkan cemburu mereka dengan yang bukan umat, dan akan menyakiti
hati mereka dengan bangsa yang bebal.
Yang dimaksud dengan persahabatan di sini berasal dari kata ‘philia’, artinya,
Persahabatan, yang diakibatkan keinginan untuk mengasihi dengan hangat. Jadi saat
di katakan bersahabat dengan dunia [kosmos] maka ungkapan itu menjelaskan orang
yang memiliki keinginan untuk mengasihi dunia dengan hangat, karena itulah disebut
sebagai sahabat dunia [philia tou kosmou]

Ungkapan ini harus dikaitkan dengan keinginan di ayat 1-3, maksudnya bahwa
mengasihi dunia; cirinya adalah orang yang penuh dengan keinginan. Kemarin telah
kita katakan, kalau doa harus dihubungkan dengan doa, maka keinginan itu harus
dilihat dari sudut pandang Allah, dengan kata lain sebenarnya, orang yang sudah “on”
dengan Allah tidak lagi memiliki keinginan, tetapi keinginan Allah. Itu sebabnya di ayat 2
dan 3, doa itu tidak dijelaskan untuk memberikan jawaban buat orang yang penuh
dengan keinginan, tetapi justru di fonis sebagai orang yang salah berdoa untuk
disalahgunakan.
Karena itulah Yesus yang mengatakan
“Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang
mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu”.[1 Yohanes
2:15]
Mengasihi dunia atau bersahabat dengan dunia adalah kebalikan dari mengasihi
Yesus.
1 Korintus 16:22 Siapa yang tidak mengasihi Tuhan, terkutuklah ia. Maranata!
Siapa yang bersahabat dengan dunia , maka dia menjadikan dirinya terkutuk dan
membenci Allah.
Itu sebabnya di katakan ‘tidakkah kamu mengetahui bahwa persahabatan dengan dunia
adalah permusuhan dengan Allah?’
Mengasihi dunia sama dengan éxthra’ dengan Tuhan. éxthra’ atau musuh, terjadi
karena kebencian, atau karena permusuhan, dan permusuhan itu terjadi karena ada
keinginan. Karena itulah orang yang sudah di dalam Kristus, seharusnya sudah mati
dalam keinginan.
Galatia 2:20: namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan
Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam
daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan
menyerahkan diri-Nya untuk aku.
Jadi saat seseorang masih hidup dalam keinginan yang di dunia, maka saat itu juga dia
menjadi ‘kathistatai’’ atau ditetapkan. Jadi ungkapan yunani ‘echthros tou Theou
kathistatai’ Artinya dia ditetapkan menjadi musuh Allah. Kata ‘echthros’ itu sendiri
sebenarnya berasal dari kata ‘exthrós’, sebuah musuh, dalam arti ; seseorang secara
terbuka bermusuhan. 'exthros’, berarti permusuhan dengan Allah, tak terdamaikan saat
seseorang masih hidup dalam keinginannya sendiri.

Sabtu 29 Oktober 2016


Seri #188 Belajar Kitab Yakobus
Yakobus 4:5, Memahami Makna “Tanpa Tujuan” dan “Iri hati”.
Nestle Greek New Testament 1904
ἢ δοκεῖτε ὅτι κενῶς ἡ γραφὴ λέγει Πρὸς φθόνον ἐπιποθεῖ τὸ πνεῦμα ὃ κατῴκισεν ἐν
ἡμῖν;

Transliterasi: ē dokeite hoti kenōs hē graphē legei Pros phthonon epipothei to


pneuma ho katōkisen en hēmin?
Terjemahan: atau kamu berpikir bahwa tanpa tujuan kitab suci mengatakan dengan iri
hati Dia merindukan roh yang telah berdiam di dalam kita?

Ayat 5 ini bukan di kutip Yakobus secara langsung kepada ayat tertentu di PL,
melainkan menggunakan gambaran dari kiasan pasangan suami istri untuk
menjelaskan bahwa roh yang diletakkan Allah di dalam diri kita tidak dimaksudkan
untuk digunakan untuk mengasihi dunia, tetapi untuk mengasihi Allah. Jadi istilah “kitab
suci mengatakan” adalah kutipan tidak langsung. Apa isi perjanjian lama yang dikutip
Yakobus secara tidak langsung? Ada dua.
Pertama, adalah gambaran dari seorang suami yang dendam kepada istri karena tidak
setia
Yeremia 3:20 Tetapi sesungguhnya, seperti seorang isteri tidak setia terhadap
temannya, demikianlah kamu tidak setia terhadap Aku, hai kaum Israel,
demikianlah firman TUHAN.
Kedua, roh Allah yang dihembuskan Allah kepada manusia untuk taat kepadaNya.
Kejadian 2:7 ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah
dan menghembuskan nafas hidup [pneuma] ke dalam hidungnya; demikianlah
manusia itu menjadi makhluk yang hidup.
Kedua kutipan itu digabungkan Yakobus untuk membentuk satu pengertian tentang
tujuan manusia itu diciptakan, yaitu untuk setia kepada Allah. Karena itulah Yakobus
mengajukan kalimat interogasi: “atau kamu berpikir bahwa tanpa tujuan kitab suci
mengatakan dengan iri hati Dia merindukan roh yang telah berdiam di dalam kita?”

Kata “tanpa tujuan” dalam teks aslinya ditulis κενῶς [kenōs] yang bisa berarti “sia-sia”.
Bukan tanpa alasan, atau bukan tidak ada kebenarannya, atau bukan tidak ada artinya
kalau Alkitab mengatakan bahwa roh yang ditempatkan di dalam diri kita diingini-Nya
dengan sangat kuat.

istilah“dengan iri hati” adalah idiom yang meminjam gambaran dari pasangan yang
tidak mengingini pasangannya berjinah. Artinya, Tuhan tidak mengingini roh yang
ditaruh Tuhan di dalam diri manusia tidak setia kepada rencananya.

Apakah yang dimaksud “dengan iri hati Dia merindukan roh yang telah berdiam di
dalam kita”.

Pertama: istilah ‘iri hati’ dari kata ‘phthonon’ artinya bukan ‘cemburu’, tetapi ‘iri hati’
atau ‘dendam’

Nahum 1:2 TUHAN itu Allah yang cemburu dan pembalas, TUHAN itu pembalas
dan penuh kehangatan amarah. TUHAN itu pembalas kepada para lawan-Nya dan
pendendam kepada para musuh-Nya.

Tentu saja ungkapan ini adalah bentuk kiasan puitis yang berhubungan dengan proses
keselamatan itu secara menyeluruh yang menyangkut proses kejatuhan manusia
pertama kali, dan juga yang berhubungan degan iblis, itu sebabnya di ayat 7 di katakan
“Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari
padamu!” Yakobus 4:7.
juga yang berhubungan dengan Yesus, sebagai Adam kedua yang memberikan
anugerahnya yang dijelaskan di ayat 6 dan juga di aya 10.
kalau begitu Apakah makna dari “dengan iri hati Dia merindukan roh yang telah
berdiam di dalam kita”? Maknanya adalah; Allah tidak menghendaki roh yang dari Allah
itu menjadi binasa, seperti roh yang dari Allah dalam diri Lusifer yang binasa ke dalam
lautan api. Itulah sebabnya Ia sangat iri hati, jika sampai roh itu menjadi binasa. Itu
sebabnya Allah dendam, jangan sampai roh itu menjadi binasa. Ia bertindak demikian
sebab roh dalam diri manusia itu berasal dari diri-Nya [Pkh. 12:7]. Tuhan tidak
menghendaki roh manusia yang kekal itu tertaut pihak lain [iblis], Allah tidak mau roh
manusia itu binasa karena percintaan dunia. Ia cemburu kepada roh itu, dia tidak mau
pihak lain itu-dunia atau Iblis memilikinya.

Minggu 30 Oktober 2016


Seri #189 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 4:5 Penutup

Nestle Greek New Testament 1904:


ἢ δοκεῖτε ὅτι κενῶς ἡ γραφὴ λέγει Πρὸς φθόνον ἐπιποθεῖ τὸ πνεῦμα ὃ κατῴκισεν ἐν
ἡμῖν; [5]

Transliterasi: ē dokeite hoti kenōs hē graphē legei Pros phthonon epipothei to pneuma
ho katōkisen en hēmin?[5]

Terjemahan: atau kamu berpikir bahwa tanpa tujuan kitab suci mengatakan dengan iri
hati Dia merindukan roh yang telah berdiam di dalam kita?[5]

Hubungan orang percaya dengan Allah dapat dilihat dari hubungan suami istri, itu
sebabnya di efesus 5:32 Paulus menjelaskan makna sejati dari setiap aturan hubungan
pernikahan yang sementara, yang juga mengandung rahasia Ilahi.
TB: Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan
jemaat [efesus 5:32]
Jadi hubungan suami istri adalah gambaran dari hubungan Kristus dengan jemaat.
Kegagalan orang percaya untuk bisa memahami kehendak Allah dengan tepat, seperti
seorang pasangan yang gagal setia dalam pernikahannya. Itu sebabnya di ayat 4 di
katakan, “para pezinah”.
Seperti telah dijelaskan di Yakobus 3:15, ajaran yang mengadopsi pinsip prinsip
duniawi, mengandung motif yang jahat, ajaran yang tidak sejati ibarat pasanga yang
mempunya motif untuk tidak setia. Itu sebabnya kehedonisan yang di dorong oleh
hikmat yang tercemar itu [Yak 4:1], mencari pemuasan yang tidak pernah bisa
terpuaskan. Sama seperti seorang yang memiliki hasrat jahat untuk selalu berjinah.
Meski berganti ganti dengan pasangan yang lain, tetapi hasrat itu tidak akan pernah
terpuaskan. Sebaliknya Allah seperti suami, yang sangat iri hati, terhadap kesetiaan
pasangannya, dia tidak akan pernah rela pasangannya berjinah, demikianlah Allah,
dia merindukan Roh yang dihembuskan kepada kita itu setia kepadanya. Sama seperti
laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya,
sehingga keduanya itu menjadi satu daging” [Ef 5:31], Allah ingin roh manusia itu
menyatu dengan Rohnya, bukan menyatu dengan roh jahat [Yak 3:15, daimonions]

Jika pasangan suami istri yang menyatu secara daging bejanji saling setia sampai maut
memisahkan, namun aturan kesetiaan dalam pernikahan untuk bersatu dan saling setia
itu adalah tipologi dari hubungan antara Allah dengan umatnya. Jadi Yakobus 4:5
memberikan makna sejati terhadap penciptaan manusia, terhadap tujuannya,

Dengan menggunakan gambaran dari peraturan-peraturan hidup insani, yang tibanya


waktu dibaharui oleh aturan hidup yang rohani [Ibrani 9:10].

Jadi ayat 5 ini hendak menjelaskan gambaran yang ditipologikan dari peraturan-
peraturan manusia, khususnya aturan pasangan yang menikah, untuk menjelaskan
aturan yang berdasarkan hidup-Nya yang berkuasa dan yang tidak ada akhirnya.
Pikiran itulah yang ingin dijelaskan oleh Yakobus.

Yakobus ragu, jangan jangan, jemaat saat itu memiliki pikiran yang tidak benar,
Yakobus ragu, jangan jangan mereka tidak melihat tujuan rohani dari pernyataan kitab
suci yang mengatakan dengan iri hati Dia merindukan roh yang telah berdiam didalam
kita.

Jadi pernyataan ini berkaitan dengan istilah pejinah yang digunakan di ayat 4, artinya
ayat 5 ini menggunakan gambaran dari hubungan suami istri di mana istrinya
berselingkuh. Artinya idiom ‘roh yang telah berdiam di dalam kita’ bukan merujuk
kepada Roh Allah sendiri, sebab itu bertentangan dengan gambaran suami istri, tetapi
yang dimaksud dalam teks ini adalah roh manusia. Roh manusia adalah roh yang
diberikan Allah kepada manusia pada penciptaannya.
Senin 31 Oktober 2016
Seri #190 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 4:6 Rahmat yang diberikan Allah Luas

μείζονα δὲ δίδωσιν χάριν· διὸ λέγει Ὁ Θεὸς ὑπερηφάνοις ἀντιτάσσεται, ταπεινοῖς δὲ


δίδωσιν χάριν. [6]
Transliterasi: meizona de didōsin charin; dio legei HO Theos hyperēphanois antitassetai, tapeinois de
didōsin charin.[6]

Terjemahan: Tetapi rahmat yang diberikanNya luas; karena itu ia berkata Tuhan Allah melawan orang
sombong, tetapi orang orang yang rendah hati diberikan Rahmat.[6]

Apakah yang dimaksud dengan “tetapi rahmat yang diberikanNya luas; ?“[meizona de didōsin charin;]

Pertama, ada pertentangan antara “Namun rahmat yang diberikanNya luas;” dengan klausa terakhir
dari ayat 5, yaitu “dengan iri hati Dia merindukan roh yang telah berdiam di dalam kita?”, karena itulah
digunakan kata penghubung berlawanan ‘de’ [meizona de didōsin charin;]

Pertentangan itu terlihat jelas dari bentuk tanda tanya di ayat 5, di mana di dalam ayat
5, Yakobus memperingati orang yang mengganggap sepele kecemburuan Allah.
Dengan kata lain pertentangan itu adalah antara rahmat Allah yang besar dengan orang
yang menggagap sepi roh yang diberikan Allah
Kedua, yang dimaksud dengan rahmat yang besar adalah, rahmat yang lebih luas, dan
tidak sempit. Luas di sini menggunakan kata ‘meizona’ dari kata ‘megas’ artinya adalah
besar tetapi dalam arti luas. Jadi rahmat yang luas, tidak bermakna rahmat Allah
sangat besar, tetapi akan melewati-menjauhi orang yang mempunyai pikiran yang
berlawanan dengannya.

Artinya, jika ada orang yang mengganggap sepi kemurahan Allah, orang itu akan
ditinggalkan dan rahmatnya diberikan kepada orang yang lain, karena itulah di katakan
rahmatnya itu luas.

Makna dari kata ‘rahmat’ Allah sering kali disalahartikan. Rahmat dari kata ‘xáris’ dari
kata dasar ‘xar’ ‘artinya adalah ‘kebaikan’. Untuk bisa memahami kebaikan, maka
harus dimengerti terlebih dahulu bahwa kebaikan condong ke arah yang bermanfaat.
Jadi kalau seseorang menggangap sangat penting kasih karunia Allah, maja rahmat
Allah akan menjadi bermanfaat, tetapi apabila sepele kepada kerinduan Allah supaya
roh kita tidak binasa, maka rahmat Allah tidak akan bermanfaat bagi orang tersebut.
Dengan kata lain, rahmat Allah hanya bisa bermanfaat, kalau ada orang yang mau
memberikan dirinya di bawah pimpinan Tuhan.

“Rahmat yang diberikannya luas” artinya, Allah dengan bebas memperluas sendiri
kebaikannya, atau nikmat-Nya, atau kasih karunia, kepada mereka yang mendekat
juga kepadaNya, jika seseorang mencondongkan dirinya kepada Allah, baru Allah akan
memberkati mereka. Tetapi jika seseorang menggap sepi kesaksian Alkitab tentang
betapa Allah tidak menginginkan roh kita binasa, dan menganggap sepi kesaksian
Alkitab itu, maka bagi mereka rahmat Alah tidak berguna, dan saat itu rahmat Allah
diperluas [mejauh] dari mereka, itulah yang dimaksud dengan “rahmat yang
diberikannya luas”.

Selasa 01 November 2016


Seri #191 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 4:6 Tuhan Allah melawan orang sombong

μείζονα δὲ δίδωσιν χάριν· διὸ λέγει Ὁ Θεὸς ὑπερηφάνοις ἀντιτάσσεται, ταπεινοῖς δὲ δίδωσιν χάριν. [6]

Transliterasi: meizona de didōsin charin; dio legei HO Theos hyperēphanois antitassetai, tapeinois de
didōsin charin.[6]

Terjemahan: Tetapi rahmat yang diberikanNya luas; karena itu ia berkata Tuhan Allah melawan orang
sombong, tetapi orang orang yang rendah hati diberikan Rahmat.[6]

“karena itu ia berkata Tuhan Allah melawan orang sombong,” [dio legei HO Theos hyperēphanois
antitassetai,]

Perhatikan tanda baca “;” [titik koma] sebelum pernyataan “karena itu ia berkata Tuhan Allah melawan
orang sombong”, di atas, artinya; rahmat Allah yang diperluas dijelaskan lagi kemudian, ada makna lain
yang ingin ditekankan dari “rahmat yang diberikanNya yang luas”. Apa yang dijelaskan? Ada beberapa’

Pertama: Demi orang yang tidak menghargai rasa sakit hati Allah, Allah akan memberikan perlawanan.
Istilah “karena itu” atau ‘dio legei” artinya, karenanya, atau demi seseorang menganggap sepi
kemurahan Allah. Demi seseorang yang tidak menghargai rasa iri hati Allah, maka Allah akan
memberikan perlawanan. Mereka yang dilewati rahmat Allah dan diperluas kepada orang yang lain
adalah diakibatkan kesombongan. Karena seseorang tidak menghargai rahmatlah penyebab Allah
melawan mereka, dan sebaliknya orang yang menghargai rahmat Allah, maka bagi mereka Allah
memberikan rahmat. Apa yang dimaksud dengan menolak orang sombong? Ini berhubungan dengan
ayat 5 di mana ada sikap yang meremehkan tujuan roh kita untuk tujuan kekal, dengan kata lain bagi
mereka yang membelokkan rohnya untuk hidup yang duniawi mereka ditolak Allah mereka itulah yang
disebut orang sombong. Menolak artinya, ‘saya mengatur diri untuk menolak’ pengertian ini dibentuk
dari istilah Yunani, yatu; ‘antitássomai’ dari dua kata; yang pertama dari kata ‘anti’ artinya ‘berlawanan’
dan kata yang kedua yaitu kata ‘tasso’ artinya,’mengatur , agar’.

‘antitássomai’ adalah sebuah istilah militer yang sangat tua, digunakan untuk menempatkan seorang
prajurit dalam pleton khusus , untuk menyerang atau menolak. Sedangkan istilah Sombong dari kata
Yunani ‘hyperḗphanos’. Kata ini berasal dari dua kata. Yang pertama dari kata “hiper”, melebihi, lebih"
dan kata yang kedua adalah ‘phaínō’ , artinya ‘bersinar’ lebih-bersinar,. Jadi istila sombong di sini adalah
kata kiasan yang menjelaskan orang yang berusaha untuk menjadi melebihi sinar Allah atau melampau
ketetapan Allah.

Jadi makna dari menolak orang sombong, artinya Allah berlawanan dengan orang yang melampau
batasan rahmat Allah. Karena itulah Allah memperluas rahmatnya, karena batasan rahmat Allah telah
dilampaui.

Sebaliknya Allah melekat atau memberikan rahmatnya kepada orang yang rendah hati. Orang orang
yang rendah hati yang dimaksud adalah orang orang yang bergantung kepada Allah. Rendah hati di sini
dari kata sifat “tapeinos” yang secara kiasan di artikan sebagai, “rendah” makna kata rendah di ayat ini
lebih kepada kerendahan dalam menggambarkan orang yang tergantung pada Tuhan daripada diri
sendiri.

Dalam penjelasan klausa “rahmat yang diberikanNya luas”, dibuat pertentangan yang sangat kuat
antara orang yang sombong dengan orang yang rendah hati yang diberikannya rahmat. Berarti yang
sombong tidak diberikannya rahmat, sedangkan yang rendah hati diberikannya rahmat. Yang sombong
artinya yang tidak menghargai rahmat Allah, sedangkan yang rendah hati menerima rahmat Allah. Yang
sombong artinya menggagap sepi rahmat Allah sehingga ramhat Allah diperluas bagi orang yang rendah
hati yang menggangap kaya rahmat Allah.

Rabu 02 November 2016

Seri #192 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 4:7, Menundukkan diri Dibawah Pengaturan Allah, dan Melawan Iblis

ὑποτάγητε οὖν τῷ Θεῷ· ἀντίστητε δὲ τῷ διαβόλῳ, καὶ φεύξεται ἀφ’ ὑμῶν· [7]

Transliterasi: hypotagēte oun tō Theō; antistēte de tō diabolō, kai pheuxetai aph’ hymōn;[7]
Terjemahan: Karena itu tundukkanlah dirimu dibawah pengaturan Tuhan, lawanlah iblis, dan dia akan
lari daripadamu;[7]

Apa yang dimaksud dengan menundukkan diri dibawah pengaturan Tuhan? Ungkapan itu berasal dari
frasa Yunani, “hypotagēte oun tō Theō”.

hypotagēte berasal dari kata ‘hypotássō’, kata ini berasal dari dua kata. Yang pertama, adalah ‘hipo’
artinya ‘di bawah’ dan kata ‘Tasso’ , artinya mengatur di bawah pengaturan Tuhan. Jadi kata ini
hendak menekankan orang yang mau diatur dibawah rencna Tuhan, mau ditempatkan dibawah, tunduk
kepada Tuhan

Berbicara tentang rencana Tuhan, bukan pekerjaan murahan dan gampangan. Untuk bisa memahami
rencana Tuhan, seseorang harus mengorbankan seluruh hidupnya. Tanpa pengorbanan yang utuh,
seseorang tidak akan bisa memahami rencana Tuhan.

Sebelum seseorang bisa tuntuk kepada rencana, dia harus terlebih dahulu memahi rencana Allah,
rencana Allah dibentangkan dari kitab kejadian dan sampai kitab wahyu. Karena itu dibutuhkan
perjuangan yang sempurna untuk bisa benar benar bisa memahami rencana Allah baru bisa memiliki
kesadaran untuk tunduk kepada rencana Allah.

Banyak orang tidak sadar bahwa rencana Allah adalah membuktikan setan bersalah. Karena semua
kejatahan adalah akibat perencanaan dari setan. Karena setan memberontaklah maka dosa ada. Di
penjelasan hari ini tidak muat untuk menjelaskan hal itu, tetapi perencanaan Allah berhubungan
langsung, dengan pembuktian bahwa setan bersalah,

Karena perencanaan Allah berhubungan dengan pembuktian bahwa setan bersalah, itulah sebabnya
frasa selanjutnya dari ketundukan kepada rencana Allah diikuti dengan frasa kedua, yaitu “lawanlah
iblis,”.

Istilah “lawanlah iblis” berasal dari frasa Yunani, ?antistēte de tō diabolō”. ‘antistete berasal dari kata
‘anthístēmi’ dari dua kata. Yang pertama ‘Anti’ artinya melawan atau berlawanan. Yang kedua adalah ,
‘hístēmi’ artinya ‘berdiri’. Jadi kata ini menjelaskan tindakan mengambil sikap yang lengkap melawan
180 derajat. Jadi ‘anthístēmi’ artinya adalah menentang sepenuhnya, kata ini berarti tegas menyatakan
keyakinan pribadi.

Frasa “antistēte de tō diabolō”. Adalah pertentangan dengan frasa pertama yaitu “tunduklah kepada
rencana Allah”. kalau kepada Allah kita harus tunduk, maka kebalikannya adalah kepada iblis kita harus
melawan.

Siapakah lawan yang dimaksud? Iblis. Apa makna iblis? Iblis berasal dari kata ‘diabolos’ dari kata
‘diabállō’ , ‘fitnah’. Jadi makna dari kata iblis adalah pemfitnah. Jadi saat di katakan, “lawanlah iblis”
maka yang dilawan itu adalah tuduhan palsunya untuk menyakiti .
Diabolos dalam bahasa Yunani berarti "pemfitnah," yaitu seorang pendakwa, secara harfiah seseorang
yang membuat tuduhan untuk menghancurkan.

Banyak orang sudah punya kesadaran untuk melawan iblis, tetapi Cuma sedikit orang yang sadar bahwa
melawan iblis adalah membaharui pikirannya menjadi pikiran Kristus. Ingalah semua pikiran yang tidak
datang dari Yesus adalah tuduhan dan fitnah iblis. Inilah yang membuat seseorang bisa jatuh bangun,
karena tidak sadar ditipu terus menerus. Jika seseorang ingin melawan iblis, cara yang tepat adalah
mengoreksi semua pikiranya dari tipuan dengan cara menghidupi firman Kristus, jika itu sudah kita
lakulan baru kemudian iblis akan lari dari kita, dalam frasa Yunani di katakan “kai pheuxetai aph’ hymōn;
[dan dia akan lari darimu;]

lari [pheuxetai] artinya, pergi lari karena menghindar. Sedangkan maksud dari kata dari [aph’] adalah
‘jauh dari’. Jadi kata frasa “dan dia akan lari darimu” , hendak menjelaskan iblis yang akan pergi lari
karena menghindar, dan dia pergi jauh. Dia telah lari pergi jauh, karena pikiran kita sudah tidak ada lagi
di dimasuki oleh tipuan da fitnahnya.

Kamis 03 November 2016


Seri #193 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 4:8 Mendekat kepada Allah

ἐγγίσατε τῷ Θεῷ, καὶ ἐγγισεῖ ὑμῖν. καθαρίσατε χεῖρας, ἁμαρτωλοί, καὶ ἁγνίσατε καρδίας,
δίψυχοι. [8]

Transliterasi: engisate tō Theō, kai engisei hymin. katharisate cheiras, hamartōloi, kai
hagnisate kardias, dipsychoi. talaipōrēsate kai penthēsate kai klausate;[8]

Terjemahan: Mendekatlah kepada Allah, dan Dia akan mendekat kepadamu.


Bersihkanlah tanganmu, pendosa, dan sucikanlah hati kalian yang bimbang.[8]

Apa yang dimaksud dengan mendekatlah kepada Allah? Uangkapan ini berasal dari
frasa Yunani “engisate tō Theō”, eggízō dari kata ‘eggýs’ artinya ‘dekat’. Kata ini
bermakna telah menarik dekat [mendekati ]. kata ‘eggízō’ muncul 14 kali di PB yang
menyatakan ‘kedekatan yang ekstrim’.

Kedekatan yang ekstrim adalah kedekatan yang hanya bisa dilakukan oleh orang orang
yang benar benar telah mengalami kasih karunia Allah. Orang itu memiliki kesamaan
dengan Daud, Musa, Abraham, Yeremia, Elia, Elisa, dan masih banyak lagi yang
lainnya.
Banyak orang sudah merasa dekat dengan Allah tetapi mereka tidak menunjukkan
kedekatan yang ekstrim. Mereka hanya mendekat kepada Allah karena berkat berkat
Allah, karena untuk sehat, kaya, sukses dan untuk hal hal yang menyenangkan di dunia
ini, tetapi ketika cobaan datang seperti yang dialami Ayub, begitu banyak orang yang
berguguran, dan langsung menjauh dari Allah.

Dan hanya sedikit orang yang seperti Rahab. Rahab hanya mendengar dari jauh
tentang Allah dan dia langusng berani mempertaruhkan nyawanya, inilah iman sejati.
Sebaliknya begitu banyak orang yang setiap hari mendengar firman Allah, tetapi tidak
penah mentaatinya secara ekstrim.

Memang Allah adalah Allah yang memberikan kasih karunianya, tetapi kasih karunianya
membuttuhkan respon kita. Saat kita mendekat kepada Allah, maka Allah akan
mendekat kepada kita. [kai engisei hymin], saat kita mendekat kepada Allah, pasti Allah
akan mendekat kepada kita.

Tetapi untuk bisa mendekat kepada Allah kita harus memberishkan diri kita dari segala
dosa. Dalam ungkapan Yunaninya di aktakan “katharisate cheiras, hamartōloi”.
bersihkanlah tanganmu, dalam arti katharízō . - Membuat murni, bersih, menghapus
semua campuran [pembauran kotoran]. Pembauran kotoran itulah dosa. Dosa dari kata
hamartōlós adalah kata sifat dari kata benda, ‘hamartánō’ , artinya adalah orang yang
terang terangan berdosa.

kai hagnisate kardias, dipsychoi.

dan sucikanlah hati kalian yang bimbang.

Hati yang bimbang artinya adalah, mendua hati. Makna mendua hati ini merujuk kepada
istilah Yunani yaitu ‘dipsyxos’ yaitu ‘of two souls’ atau ‘dua jiwa’, atau juga ‘of two
selves’ atau ‘dua diri’, atau juga ‘double-minded’ [dua hati atau dua pikiran.]

‘dipsyxos’ adalah kata sifat, yang berasal dari kata Yunani ‘dis’ artinya ‘dua’ dan
‘psyxḗ’ , artinya ‘jiwa’ jadi baik istilah dua jiwa, dua diri, dua hati atau dua pikiran
adalah istilah kiasan bagi orang yang hatinya terbelah, terombang-ambing seperti
"spiritual skizofrenia.

Sedangkan menyucikan dari kata ‘hagnizo’ dari kata dasar ‘hagnos’ memurnikan yang
manyangkut hal moral, sermonial dan dan yang sebenarnya

Jumat 04 November 2016


Seri #194 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 4:9 Perkabungan Rohani

ταλαιπωρήσατε καὶ πενθήσατε καὶ κλαύσατε· ὁ γέλως ὑμῶν εἰς πένθος μετατραπήτω καὶ ἡ χαρὰ εἰς
κατήφειαν. [9]

Transliterasi: talaipōrēsate kai penthēsate kai klausate; ho gelōs hymōn eis penthos metatrapētō kai
hē chara eis katēpheian. [9]

Terjemahan: Akuilah sengsaramu dan berdukalah [berkabung] dan menangislah Tertawamu engkau
ubah ke dalam perkabungan, dan suka suka cita ke dalam kesedihan

[9]

Apa makna dari dorongan utuk mengakui kesalahan? Hal itu dibentuk dari kata ‘talaipōrēsate’ kata ini
adalah bentuk masa lampu, artinya akibat kesalahan di masa lampau, kata ini juga berbentuk inperatif,
artinya adalah sebuah dorongan untuk mengakui.

Kata talaipōrēsate dari kata ‘talaipōréō’ menimpa secara intens. Seseorang yang dalam keadaan
kondisi celaka, [sengsara] yang secara harfiah, menunjukkan penderitaan yang berkelanjutan. Jadi
makna dari kata ‘mengakui sengsara disini lebih kepada supaya masuk dalam pengakuan dosa yang
sejati, sebab dosa itu menimbulkan efek penderitaan yang berkelanjutan. Untuk bisa sembuh dari dosa,
harus ada kesadaran yang kudus untuk mengakui kesengsaraan rohani itu.

Dan berdukalah [kai penthēsate]

ini lebih kepada makna kiasan yang merujuk kepada perkabungan atas kematian. Kata ini berasal dari
kata ‘penthéō’, berduka atas kematian, jadi kata ini secara kiasan merujuk kepada duka atas kematian
rohani, kata ini menggambarkan orang yang seperti kehilangan harapan untuk selamanya, seperti kita
yang tidaka akan lagi mendapatkan harapan dengan orang yang sudah meninggal. Jadi kata ini
menekankan perkabungan ilahi, sebab dosa,pada hakekatnya mematikan roh kita sehingga tidak bisa
menyatu dengan Allah.

Dan menangislah [kai klausate;]

makna menangis ini dibentuk dari kata ‘penthéō’ menangis karena perkabungan atas kematian, jadi
kata ini menekankan manifetasi kesedihan yang sangat parah, ini menekankan kesedihalan atas
kehilangan kepemilikan yang tidak dapat lagi disembunyikan.

‘Tertawamu engaku ubah dengan perkabungan


[’ho gelōs hymōn eis penthos metatrapētō]

Arti ubah di ayat ini menggambarkan sikap hidup yang berbalik. Makna itu dibentuk dari kata kata
‘srtepho’ yang artinya adalah ‘mengubah [transisi]. Kata ini adalah kiasan untuk menjelaskan sikap
yang beralih ke arah yang berlawanan. Kata ‘strepho’ biasanya memiliki arti langsung ‘mengubah’ yang
menggambarkan perubahan dinamis [transisi] jadi makna klausa ‘‘Tertawamu engaku ubah dengan
perkabungan” menjelaskan perintah untuk bertobat dari kebahagiaan yang duniawi yang ditabur di
dalam sikap hidup yang tidak benar, di mana sikap itu ditandari dengan sikap perkabungan rohani.

Di dalam klausa ini ada kata ‘eis’ yang mensyiratkan penetrasi untuk mencapi hasil. Artinya tanda dari
orang yang ingin mencapai pertobatan sejati, harus ada tanda pertobatan yang sungguh sungguh, dia
harus masuk ke dalam [eis] kepada perkabungan rohani. Tidak ada orang yang mengaku bertobat, tetapi
melakukan kesenangan kesenanga yang lahiriah. Orang yang seperti itu tidak akan mungkin bisa
mencapi hasil pertobatan sejati.

Itu sebabnya di frasa terakhir di katakan ‘kai hē chara eis katēpheian’ [Dan sukacita kepada kesedihan]
di mana istilah kesedihan menandakan wajah yang tertunduk sebagai tanda kesedihan, kesuraman,
kekesalan. Artinya pertobatan sejati, harus diekspresikan dengan tepat.

Sabtu 05 November 2016


Seri #195 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 4:10-11, Rendah Hati & Jangan Menghakimi

ταπεινώθητε ἐνώπιον Κυρίου, καὶ ὑψώσει ὑμᾶς. [10]


Transliterasi: tapeinōthēte enōpion Kyriou, kai hypsōsei hymas. [10]
Rendah hatilah dihadapan Tuhan, dan Dia akan meninggikanmu [10]

‘tapeinōthēte enōpion Kyriou’ [rendah hatilah dihadapan Tuhan]


Bagaimana caranya rendah hati dihapadan TUhan? Dengan cara membuat diri kita
rendah dihadapan Tuhan, kata ini mengandung arti ‘mempermalukan, artinya ada
konsekwensi ‘harga diri’ yang direndahkan. Makna ini harus dilihat dari kata Yunaninya,
yaitu ‘tapeinóō, artinya dibuat mejadi rendah.

Jadi kerendahan hati yang benar dihadapan Tuhan [tapeinóō] haruslah kerendahan hati
yang benar, yang sepenuhnya bergantung kepada Allah, hal ini bisa terjadi, jika kita
sadar kita rendah di hadapan Tuhan, karena itu digunakan kata ‘kuriou’ atau Tuhan.
Allah adalah Tuan, pemilik hidup kita, jika kita mau sembuh dari dosa, kita harus siap
‘dipermalukan” posisi Allah yang tinggi’, karena kita ini tidak mempunya ha katas diri
kita, kita ini hambaNya. Jadi Kata ini menjelaskan untuk tidak bisa lagi bergantung
kepada diri sendiri, mengosongkan ego duniawi.

Kata ‘enṓpion’ memberikan pengertian bahwa, apa yang kita pandang berkebalikan
dengan apa yang Allah pangdang. Kata ‘enopion’ yang artinya ‘di mata [Allah]’ untuk
menjelaskan, supaya bagaimana segala sesuatu terjadi di bawah pengawasan Allah ,
yaitu sesuai dengan rencana-Nya dibangun di atas-Nya pengetahuan Allah yang
mutlak.

Itulah yang bisa membuat kita sembuh. Karena itulah di katakan, “Dia akan
meninggikan kamu”. Kata meninggikan, bermakna Allah mengangkat yang
tinggi,’hypsóō’ artinya meningkatkan tinggi ke status yang ilahi.

Μὴ καταλαλεῖτε ἀλλήλων, ἀδελφοί. ὁ καταλαλῶν ἀδελφοῦ ἢ κρίνων τὸν ἀδελφὸν αὐτοῦ


καταλαλεῖ νόμου καὶ κρίνει νόμον· εἰ δὲ νόμον κρίνεις, οὐκ εἶ ποιητὴς νόμου ἀλλὰ κριτής.
[11]
Transliterasi
Mē katalaleite allēlōn, adelphoi. ho katalalōn adelphou ē krinōn ton adelphon autou katalalei nomou kai
krinei nomon; ei de nomon krineis, ouk ei poiētēs nomou alla kritēs. [11]

Terjemahan: Jangan berbicara tentang yang jahat satu sama lain, saudara-saudara. Siapa menghakimi
saudaranya dengan cara berbicara yang jahat tentang saudaranya dia berbicara yang jahat tentang
hukum dan menjadi hakimnya hukum; jika kamu menghakimi hukum, maka kamu tidaklah pelaku
hukum melainkan hakimnya. [11]

Apa yang dimaksud dengan berbicara tentang yang jahat?

Ini berhubungan dengan fitnah. Kata ini diterjemahkan dari kata ‘katalaléō’ di mana kata ini berasal dari
dua kata. Yang pertama adalah ‘Kata’ artinya ‘turun’. Yang kedua adalah ‘laléō’ artinya ‘mengoceh
tentang’. Jadi makna kata ini sedang menjelaskan orang yang masuk ke dalam permusuhan dengan cara
mencaci, mengejek, mencemarkan nama baik dan memfitnah [menggunjing].

Pengertian inilah yang membentuk makna ayat 11 ini. Dari klausa ini, akan dijelaskan dua klausa. Klausa
selanjutnya adalah klausa yang panjang [ho katalalōn adelphou ē krinōn ton adelphon autou katalalei
nomou kai krinei nomon;], di mana di bagian terakhir dari klausa ini disertai degan tanda baca “titik
koma” artinya klausa ini masih dijelaskan di klausa terakhir.

Idiom [ungkapan] di klausa kedua ini menjelaskan orang yang menghakimi tetapi dengan cara berbicara
yang jahat, dengan cara menilai berdasarkan hal hal yang jahat. Seperti yang di katakan di klausa
pertama, bahwa makna ayat 11 ini dibentuk dari sifat jahat yang menilai saudaranya dengan cara yang
jahat. Dengan demikian, hal itu juga berarti mengatakan hukum itu jahat, dengan demikian menjadi
hakimnya hukum.

Minggu 05 November 2016


Seri #196 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 4:11 Memahami Menghakimi

Μὴ καταλαλεῖτε ἀλλήλων, ἀδελφοί. ὁ καταλαλῶν ἀδελφοῦ ἢ κρίνων τὸν ἀδελφὸν αὐτοῦ καταλαλεῖ
νόμου καὶ κρίνει νόμον· εἰ δὲ νόμον κρίνεις, οὐκ εἶ ποιητὴς νόμου ἀλλὰ κριτής. [11]

Transliterasi: Mē katalaleite allēlōn, adelphoi. ho katalalōn adelphou ē krinōn ton adelphon autou
katalalei nomou kai krinei nomon; ei de nomon krineis, ouk ei poiētēs nomou alla kritēs. [11]

Terjemahan: Jangan berbicara tentang yang jahat satu sama lain, saudara-saudara. Siapa menghakimi
saudaranya dengan cara berbicara yang jahat tentang saudaranya dia berbicara yang jahat tentang
hukum dan menjadi hakimnya hukum; jika kamu menghakimi hukum, maka kamu tidaklah pelaku
hukum melainkan hakimnya. [11]

Idiom ‘ho katalalōn adelphou ē krinōn ton adelphon autou’ tidak tepat jika diterjemahkan dengan
“Barangsiapa memfitnah saudaranya atau menghakiminya” [TB]. Tetapi harus “siapa yang menghakimi
saudaranya dengan mengatakan yang jahat tentang saudaranya”

Terjemahan TB yang mengatakan “ menghakiminya” [TB], telah membentuk makna yang keliru,
sehingga dalam Bahasa Indonesia ada ungkapan “jangan menghakimi”. Tentu saja ungkapan ini keliru,
dan ini sudah umum dan biasanya dijadikan tameng oleh mereka yang suka membentuk makna dari
terjemahan TB, sehingga, kalau kita menilai seseorang maka kita dianggap menghakimi.

Ada banyak yang harus dijelaskan dengan kesalahpahaman ini.

Yang pertama, jangan menghakimi bukan pernyataan yang dipahami sebagai pemahaman yang awam.

Dalam Yakobus 4: 11 ini, kata menghakimi [krinōn, dari kata krino] artinya adalah ‘menilai’, seperti
seorang juri dalam pengadilan, dia bertugas untuk menilai dan memutuskan. Dengan demikian,
pengertian jangan menghakimi, tentu tidak boleh dipahami secara sempit dan awam, karena itu sama
dengan memerintahkan untuk jangan menilai dan memutuskan. Jadi yang benar bukan “jangan
menghakimi” tetapi “Hakimilah”.
Yang benar adalah “jangan menghakimi dengan jahat” tetapi “hakimilah dengan jujur”. Jadi masalahnya
bukan dipenghakimannya, tetapi di caranya menghakimi.

Jadi akar masalahnya adalah jika ungkapan terjemahan dalam TB, dijadikan sebagai makna, hanya
berdasarkan ungkapan tanpa melihat konteksnya secara utuh, maka akan muncul kesalahan dalam
memaknai firman Tuhan

Misalnya

Matius 7:1 "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.

Jika ungkapan di atas, dikutip begitu saja, tentu akan membentuk makna yang liar, yang tidak
dimaksudkan oleh teks yang sejatinya. Padahal konteksnya adalah ayat

3 Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak
engkau ketahui? 4 Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan
selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu.

Jika kita menilai perncuri, tetapi kita pencuri, itu baru tidak boleh. Tetapi kalau kita bukan pencuri dan
kita menilai pencuri, itu justru diajarkan.

Yohanes 7:24 Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah dengan adil."

Berbicara tentang yang jahat tentang yang jahat atau menghakimi saudaranya

Menghakimi hokum [ei de nomon krineis]

Tidak ada yang boleh menghakimi hokum, karena hokum yang dari Allah sempurna, dan hokum itu
diberikan Allah. Siapa yang menghakimi hokum, dia sama dengan menghakimi Allah. Jadi ungkapan
menghakimi hokum, ungkapan untuk tidak menilai hokum yang dari Allah, apakah benar atau salah.
Sebab hal itu sama dengan menghakimi Allah. Dan itu tidak boleh. Itu sebabnya di katakan, “jika kamau
menghakimi hokum, kamu tidak pelaku hokum tetapi hakimnya hokum. Dengan kata lain kita menjadi
hakimnya Allah yang memberikan hokum. Seharunya Allahlah yang menjadi hakim kita, bukan kita yang
menghakimi Allah yang memberikan hokum. Sebab menghakimi hokum Allah sama dengan menghakimi
Allah.

Senin 06 November 2016


Seri #197 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 4:11-12 Makna Menghakimi dan Dampaknya

Nestle Greek New Testament:εἷς ἐστιν νομοθέτης καὶ κριτής, ὁ δυνάμενος σῶσαι καὶ
ἀπολέσαι· σὺ δὲ τίς εἶ, ὁ κρίνων τὸν πλησίον;[12]
Transliterasi: heis estin nomothetēs kai kritēs, ho dynamenos sōsai kai apolesai; sy de
tis ei, ho krinōn ton plēsion? [12]
Terjemahan: ada satu Pembuat Hukum dan Hakim, Dia berkuasa menyelamatkan dan
membinasakan; tetapi siapakah kamu, sehingga kamu menghakimi sesamamu? [ 12]
Di bagian terakhir di ayat 11, Makna dari ungkapan ‘menghakimi hukum” adalah
kebalikan dari ‘berbicara yang jahat tentang hukum dan menjadi hakimnya hukum’, itu
sebabnya di klausa terakhir di bagian awal ada kata pertentangan ‘de’, artinya,
ungkapan menghakimi hukum adalah kebalikan dari pelaku hukum.
Orang yang yang melakukan hukum tidak akan disebut sebagai orang yang
menghakimi hukum. Inilah yang dikembangkan di ayat 12 di mana, mereka yang
menghakimi hukum adalah orang yang menghakimi saudaranya dengan cara yang
lalim [fitnah] atau bertentangan dengan sifat sifat hukum Allah.
Di ayat 12, ada tiga bagian yang dijelaskan;
Pertama, “ada satu Pembuat Hukum dan Hakim”
Penekananan pembuat hukum dan hakim di frasa ini menjelaskan sifat dari hukum
Allah yang sempurna. Sebagai pembuat hukum, Allah membuatnya dengan sempurna.
Sedangkan sebagai hakim Allah menghakimi dengan adil [sempurna]
Kedua, “Dia berkuasa menyelamatkan dan membinasakan;”
Dibagian kedua, Allah dijelaskan sebagai Allah yang berkuasa menyelamatkan dan
membinasakan. Artinya adalah; sifat dari pembuat hukum yang sempurna dan hakim
yang sempurna itu, pada akhirnya akan bernilai menyelamatkan dan membinasakan.
Bagi mereka yang hidup seturut dengan hukum Allah, mereka tentu akan diselamatkan.

Bagi mereka yang tidak hidup seturut dengan hukum Allah pasti tidak akan
diselamatkan. Bagi mereka yang menghakimi dengan cara yang bertentangan dengan
sifat menghakimi yang benar, mereka tentu tidak akan diselamatkan. Tetapi bagi
mereka yang bisa menghakimi seperti Allah adil dalam menghakimi, maka, merekalah
yang akan diselamatkan oleh Allah.

Dibagian terakhir di ayat 11 di katkan “alla kritēs”.

Pertama, ‘krites’ artinya ‘a judge ruler’ atau hakim yang berkuasa atas hukum. Makna
hakim yang berkuasa atas hukum harus diperhatikan dari kata penghubung ‘alla’
sebagai kata perlawan yang kuat. Artinya hakim yang berkuasa atas hukum adalah
kebalikan dari orang yang tidak melakukan hukum. Jadi frasa terakhir [alla krites]
adalah orang yang tidak tunduk kepada hukum, karena hukum tidak berkuasa atas
dirinya, melainkan dirinya yang berkuasa atas hukum, artinya dia hidup diluar hukum, di
mana frasa terakhir ini [maka kamu tidak pelaku hukum melainkan hakimnya] dibentuk
oleh frasa pertama dari klausa ini, yaitu “jika kamu menghakimi hukum”
Dalam tata Bahasa Yunani, makna sejatinya tidaklah dibentuk oleh uangkapannya
tetapi konteks dari ungkapannya. Itu sebabnya klausa terakhir di ayat 12 yang
mengatakan “tetapi siapakah kamu, sehingga kamu menghakimi sesamamu?” bukan sedang
bermakna tidak boleh menghakimi, tetapi berbicara tentang ayat 11, di mana orang lain
menghakimi saudaranya tetapi dengan cara fitnah. Inilah yang menjadi masalahnya.
Jadi, ungkapan “tetapi siapakah kamu, sehingga kamu menghakimi sesamamu?” bukan
melarang tidak boleh menghakimi, tetapi bermakna tidak boleh menghakimi dengan
cara fitnah. Dengan kata lain, kita boleh menghakimi, asal dengan cara yang jujur dan
berpadanan dengan firman TUhan.
Yohanes 7:24: Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah
dengan adil."
Matius 7:2 Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan
dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.
Allah pasti menyelamatkan mereka yang menghakimi dengan sifat sifat Allah. Jika
seorang hidup di dalam hukum yang dibuat Allah, dan belajar menghakimi seperti Allah
menghakimi, tidak menghakimi dengan fitnah dan kejahatan, maka orang itu pasti
diselamatkan, karena Allah berkuasa menyelamatkan orang yang hidup seperti sifatNya
[ay 11]

Selasa 07 November 2016


Seri #198 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 4:13 Panduan Iman dalam hidup sehari hari

Nestle Greek New Testament:Ἄγε νῦν οἱ λέγοντες Σήμερον ἢ αὔριον πορευσόμεθα εἰς
τήνδε τὴν πόλιν καὶ ποιήσομεν ἐκεῖ ἐνιαυτὸν καὶ ἐμπορευσόμεθα καὶ κερδήσομεν· [13]
Transliterasi: Age nyn hoi legontes Sēmeron ē aurion poreusometha eis tēnde tēn polin
kai poiēsomen ekei eniauton kai emporeusometha kai kerdēsomen; [13]
Terjemahan: Sekarang saya memberikan panduan pada mereka yang mengatakan,
"Hari ini dan besok kami akan berangkat menuju kota itu, dan kami akan tinggal
setahun di sana, dan kami akan berdagang, dan kami akan menghasilkan
keuntungan."[13]
Ayat 13 ini adalah panduan iman dari Yakobus bagi jemaat yang ingin berdagang,
karena berdagang adalah profesi jemaat Yakobus diperantauan.
Sebelum memberikan inti dari panduan Yakobus ada beberapa poin terlebih dahulu
yang harus kita pahami di ayat 13 ini, baru kemudian panduan Yakobus itu kita
jelaskan di bagian akhir ayat 13 ini:
Pertama: “Hari ini dan besok kami akan berangkat menuju kota itu, dan kami akan
tinggal setahun di sana”
Bagian pertama ini Yakobus sedang menjelaskan jemaat yang merencanakan tinggal
di satu tepat [kota] dalam siklus waktu tertentu. Ada dua kata yang penting kita periksa
di ayat ini,
1.Kata “poreusometha” dari kata “poreúomai” dari kata “poros” [lorong], artinya,
bergerak sesuatu dari satu tujuan yang lain. Kata ini adalah kiasan untuk pergi atau
berangkat, di mana kata ini menekankan untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi
penekanan dari kata ini adalah pergi untuk mencapai tujuan.
2. Kata “eniauton” dari kata “ἐνιαυτός” [eniautos], yaitu tahun, untuk mengukur siklus
waktu. Kata ini menekankan kepergian kesatu tempat dalam siklus waktu. Jadi mereka
merencakan untuk pergi kesatu tempat [kota] dalam siklus waktu tertentu.

Kedua: merencanakan perdagangan untuk menghindari kerugian


Dalam siklus waktu itu, jemaat merencakana perjalanan dagang. Kata yang digunakan
adalah “ἐμπορευσόμεθα” [emporeusometha] dari kata “ἐμπορεύομαι” [emporeuomai]
yang artinya, Saya melakukan perjalanan untuk terlibat dalam perdagangan, atau lalu
lintas dalam membuat keuntungan bisnis.
“emporeúomai” adalah akar dari istilah bahasa Inggris, “emporium”, “tempat
untuk perdagangan” atau “untuk membuat keuntungan dengan bertukar”. Itu sebanya di
bagian frasa terakhir di katakan, “dan kami akan menghasilkan keuntungan".
“Κερδήσομεν” [kerdēsomen] dari kata dasar κερδαίνω [kerdainó], artinya adalah “saya
mendapatkan, memperoleh, atau menang, saya menghindari kerugian”.
“Kerdaínō” atau adalah istilah kuno untuk pedagang, istilah ini adalah kiasan untu
untuk bertukar untuk untung [perdagangan].
Dari kedua penjelasan itu, kita mengerti kenapa di bagian pertama di ayat 13, Yakobus
sudah mengatakan “Sekarang saya memberikan panduan...”. Apa yang dimaksud
Yakobus sebagai panduan di ayat ini? Yang ditekankan adalah perintah dari pemimpin
[dari yakobus].
Itu sebabnya di ayat 13 di kata pertama, Yakobus menggunakan kata Ἄγε” [age] dari
kata kerja “ἄγω” [ag'-o], yang bisa diartikan sebagai, Saya memimpin, membawa ,
panduan. Jadi ayat 13 ini adalah alasan perlunya Yakobus memberikan panduan, atau
kepemimpinan, sedangkan ayat 14 adalah isi dari panduannya.
Sebelum menjelaskan ayat 14, dapat disimpulkan, bahwa pada saat itu, pengajar
mereka sangat mereka hormati. Panduan dari pengajar mereka adalah suara dari
pemimpin yang harus mereka ikuti. Karena ketundukan kepada Firman Allah, dibuktikan
dengan ketaatan kepada pemimpin mereka
Ibrani 13:17: Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab
mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab
atasnya. Dengan jalan itu mereka akan melakukannya dengan gembira, bukan dengan
keluh kesah, sebab hal itu tidak akan membawa keuntungan bagimu.
Karena saat itu pengajar mereka benar benar mengerti ajaran Kristus dengan tepat,
mereka tidak pernah ragu untuk mendengarkan apa yang dikatakan gurunya, kerena
Yakobus juga tunduk pada Kristus.

Rabu 08 November 2016


Seri #199 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 4:14, Memahami Nafas Seperti Uap yang Singkat

Nestle Greek New Testament:οἵτινες οὐκ ἐπίστασθε τῆς αὔριον ποία ἡ ζωὴ ὑμῶν· ἀτμὶς
γάρ ἐστε ἡ πρὸς ὀλίγον φαινομένη, ἔπειτα καὶ ἀφανιζομένη· [14]
Transliterasi: hoitines ouk epistasthe tēs aurion poia hē zōē hymōn; atmis gar este hē
pros oligon phainomenē, epeita kai aphanizomenē;
Terjemahan: Siapa pun tidak tahu tentang hari esok, seberapa banyakkah hidupmu?
Nafasmu memang ada untuk sinar yang singkat, dan selanjutnya lenyap.[14]
Kemarin kita telah menjelaskan arti panduan Yakobus di ayat 13, sekarang kita akan
memeriksa panduannya. Apa panduan Yakobus?
Pertama: Siapa pun tidak tahu tentang hari esok [aurion].
Hari esok yang dimaksud bukan esok harinya, tetapi waktu selanjutnya, atau waktu ke
depan. Tidak ada seorangpun yang tahu siklus waktu. Jadi kata “aurion” menekankan
“apa yang akan terjadi”, artinya tidak ada yang tahu akan apa yang terjadi di dalam
waktu dengan tepat. Namun makna tepat ini hendak dipahami sebagai waktu untuk
dijaga hati hati untuk kerajaan Allah, karena momentum kita menyelesaikan pekerjaan
Tuhan adalah misteri.
Ibrani 10:37 "Sebab sedikit, bahkan sangat sedikit waktu lagi, dan Ia yang akan datang, sudah akan
ada, tanpa menangguhkan kedatangan-Nya.
Kedua. Bagi mereka yang merencanakan perjalan dalam siklus waktu, tetapi tidak
mengetahui akan apa yang terjadi, dalam artian tidak ada pertimbangan untuk membagi
waktu bagai kerajaan Allah, Maka hidup mereka tidak berarti. Inilah yang harus jadi
pertimbangan jemaat, waktu tinggal sedikit, dengan sedikit waktu itu, jemaat dituntut
untuk mengerjakan pekerjaan Allah. Dan kalau jemaat menghabiskan waktu untuk
urusan duniawi dan mengabaikan pekerjaan Ilahi, bukankah itu artinya sok tahu tentang
hari esok?
Ketiga, seberapa banyakkah hidupmu?
Untuk mengerti makna dari ungkapan di atas, kita harus memperhatikan frasa
Yunaninya yang mengatakan ““ποία ἡ ζωὴ ὑμῶν;” ”“ποῖος”, [poia hē zōē hymōn;].
“Poios” artinya adalah “apapun”. Kata ini berasal dari kata “πόσος” [posos] artinya “berapa
banyak”. Jika ungkapan “poia hē zōē hymōn, diartikan sesuai dengan kata “poia” maka
terjemahannya, harusnya bukan, “Apakah arti hidupmu?” seperti yang diterjemahkan oleh TB,
[meski ada bagian tersirat yang bermakna arti hidup] tetapi “seberapa banyakkah hidupmu? jadi
yang dipertanyakan adalah sisa hidup untuk Tuhan yang sangat singkat. Mengerjakan
pekerjaan Tuhan ini sangat singat singkat waktunya, kita tidak tahu kapan kita akan dipanggil
oleh Tuhan.
Hidup yang dipertanyakan adalah “ζωή” [Zoe] yaitu kehidupan, spiritual, terutama
kehidupan untuk masa depan surga. Kata “zoe” artinya, kehidupan di seluruh alam
semesta, tetapi yang berasal dan selalu ditopang oleh kehidupan dari Allah . jadi kata
“zoe” hendak menjelaskan cara hidup yang bergantung kepada Allah.
Keempat: Bagi mereka yang membuat perencanaan hidup seperti manusia duniawi,
maka “Nafas orang itu memang ada, tetapi adanya hanya untuk sinar yang singkat,
dan selanjutnya lenyap”
Ada beberapa bagian penting yang harus dijelaskan mengenai ungkapan “Nafasmu
memang ada untuk sinar yang singkat, dan selanjutnya lenyap.”
1. Nafas yang dimaksud adalah kata “atmis” yang juga diartikan sebagai “uap”. Jadi
makna nafas, dari pengertian “atmis” ini hendak menjelaskan kehidupan seseorang
yang seperti uap. Jadi saat di katakan nafasmu memang ada untuk sinar yang
singkat, maka gambaran nafas yang singkat itu dapat dilihat melalui gambaran uap
yang sekejap hilang dari pandangan mata saat seseorang bernafas. [cara ini hanya
berlaku bagi mereka yang tinggal di geografis yang dingin]. Tadi dikatakan bahwa
waktu mencari kerajaan Allah tinggal sedikit. Tetapi jangan lupa, bahwa jaya di
dunia ini juga sangat singkat, seperti uap yang kelua dari nafas, berlalu entah
kemana.

Kamis 09 November 2016


Seri #200 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 4:14, Memahami “Nafasmu memang ada untuk sinar yang singkat, dan
selanjutnya lenyap”.

Nestle Greek New Testament:οἵτινες οὐκ ἐπίστασθε τῆς αὔριον ποία ἡ ζωὴ ὑμῶν· ἀτμὶς
γάρ ἐστε ἡ πρὸς ὀλίγον φαινομένη, ἔπειτα καὶ ἀφανιζομένη· [14]
Transliterasi: hoitines ouk epistasthe tēs aurion poia hē zōē hymōn; atmis gar este hē
pros oligon phainomenē, epeita kai aphanizomenē;
Terjemahan: Siapa pun tidak tahu tentang hari esok, seberapa banyakkah hidupmu?
Nafasmu memang ada untuk sinar yang singkat, dan selanjutnya lenyap.[14]
Kemarin kita telah menjelaskan nomor 1, mengenai ungkapan “Nafasmu memang ada untuk sinar
yang singkat, dan selanjutnya lenyap”. Sekarang kita akan menjelaskan nomor 2.

2. “sinar yang singkat” yang dimaksud dibentuk dari dua kata Yunani, yaitu “oligon
phainomenē”. “oligon” artinya adalah “kecil, singkat, segera, waktu yang pendek,
atau derajat cahaya yang sedikit”. Jadi kata ini menggambarkan nafas yang seperti
uap yang singkat. Sedangkan kata “phainó” artinya adalah “Saya bersinar,
muncul menjadi jelas, atau muncul menunjukkan diri sebagai”. Jadi kata ini hendak
menjelaskan orang yang ingin menjadi. Jika dihubungkan dengan ayat 13, maka
tentu saja menjadi pedagang yang tidak merugi, tetapi beruntung, karena itu mereka
merencanakan untuk siklus waktu yang lama bedagang di satu kota tertentu, tetapi
tanpa sadar bahwa waktu untuk hidup yang kekal itu singkat. Dengan demikian
mereka tidak tahu bahwa cahaya dari keberuntungkan bisnis di didunia ini sangat
singkat. Meski beruntung dalam berdagang [dalam semua jenis profesi], tetapi
sinarnya hanya muncul sebentar, sinarnya hanya seperti nafas yang
menghembuskan uap, hilang sekejap, tidak berbekas.

1 Korintus 7:29 “Saudara-saudara, inilah yang kumaksudkan, yaitu: waktu telah


singkat!...”

3. Ungkapan “Nafasmu memang ada untuk sinar yang singkat” menjelaskan orang
yang ingin meraih sukses di dunia ini, tetapi lupa untuk meraih sukses surgawi
memerlukan waktu yang tidak sedikit tetapi banyak namun di waktu yang singkat.
Jika seorang telah menghabiskan waktunya untuk urusan urusan duniwai, dia pasti
akan kehilangan surga yang kekal. Seorang tidak akan mungkin mencapai harta di
dunia ini dan sekaligus harta di surga.

Banyak sekali orang yang asal mengutip alkitab, dan mulai mengklaim menjadi sukses
didunia dan disurga. Ini tidak benar. Alkitab mengajar :

“Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah
yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?” Lukas
16:11.

Untuk melihat keselarasan Yakobus ayat 14 ini dan juga dengan ajaran Tuhan Yesus di
injil sinoptis, maka sangat penting rasanya untuk menjelaskan ajaran Yesus tentang
mengorbankan harta duniawi untuk mencapai harta surgawi. Karena itu kita akan
mempelajarinya;

Apakah makna dari “siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang
sesungguhnya?” Terjemahan Alkitab Bahasa Indonesia yang Disederhanakan menjelaskan
lebih jelas sebagai berikut:

Orang yang tidak bisa diandalkan untuk mengurus hal-hal yang kecil, tidak bisa
diandalkan juga untuk mengurus hal-hal yang besar. Jadi, kalau kalian tidak bisa
dipercaya untuk mengurus kekayaan dunia, mana mungkin ada yang mau
mempercayakan kepadamu kekayaan surga?

Jangan dipelintir makna mengurus kekayaan dunia. Maksudnya bukan sukses dalam
kekayaan dunia. Akan dijelaskan besok.

Jumat 10 November 2016


Seri #201 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 414 Lanjutan Penjelasan Renungan Kamis

Nestle Greek New Testament:οἵτινες οὐκ ἐπίστασθε τῆς αὔριον ποία ἡ ζωὴ ὑμῶν· ἀτμὶς
γάρ ἐστε ἡ πρὸς ὀλίγον φαινομένη, ἔπειτα καὶ ἀφανιζομένη· [14]
Transliterasi: hoitines ouk epistasthe tēs aurion poia hē zōē hymōn; atmis gar este hē
pros oligon phainomenē, epeita kai aphanizomenē;
Terjemahan: Siapa pun tidak tahu tentang hari esok, seberapa banyakkah hidupmu?
Nafasmu memang ada untuk sinar yang singkat, dan selanjutnya lenyap.[14]

Ternyata perkara kecil di nats Lukas 16:11 berbicara mengenai harta dunia. Dan
perkara- besar berbicara mengenai ‘kerajaan Allah”.
Pokok dari perumpamaan dari nats yang kita selidiki ini membicarakan seorang
bendahara yang tidak jujur , yang tiba-tiba jadi “MURAH HATI”. Kenapa dia tiba-tiba
“MURAH HATI”? hal itu dikarenakan: ulah bendahara itu ketahuan menghamburkan
milik Tuannya, dan sedang dalam proses pemecatan, dan karena selama ini tidak
MENABUNG, -dihamburkan- hingga dia kesulitan, serta menolak mencangkul dan
mengemis, maka dia memutar otak, dan menemukan rencana untuk mendapatkan
tumpangan baginya kelak.
Karena pemecatan itu butuh waktu untuk diproses, lalu dia mengambil kesempatan
untuk mengubah jumlah-jumlah utang. Tujuan dari bendahara yang tidak jujur ini
adalah, “supaya mereka akan menerima aku ke dalam rumah-rumah mereka”, Mereka
ditawarkan untuk “menerima” surat utang, supaya nanti “mereka menerima aku”. Cara
itu sangat cerdik. Karena dia telah membantu para pengutang, dia bisa berharap untuk
dibantu setelah dipecat.
Gambaran dari perumpamaan ini adalah, seseorang harus mengorbankan harta dunia
untuk bisa mencapai harta sugawi. Harga dunia ini adalah miliki Allah, dan itu harus
dikorbankan untuk menunjukkan kita memiliki sifat belaskasihan seperti Allah
berbelaskasihan.

Dengan demikian dia telah memakai kekayaan bosnya [gambaran Allah] untuk
menyelamatkan dirinya. Melalui gambaran dari pengurangan utang sebagai tindakan
murah hati yang membawa penghormatan Allah, gambaran ini hendak mengajarkan
bahwa Allah seperti seorang Tuan yang tidak mungkin mengembalikan kemurahan,
atau menghukum bendahara yang murah hati, tetapi sebaliknya mereka yang
kedapatan seperti seorang bendaharan yang tidak hidup mengorbankan
[menghamburkan] hata Tuannya untuk hidup yang kekal, mereka tidak akan
mempertolah kehormatan. Harta di dunia ini adalah miliki Tuhan. Dan kita harus
mengorbankannya [menghamburkan] untuk bisa masuk kerajaan Allah. Bukan
sebaliknya mengumpulkannya supaya menjadi sukses di dunia ini.

Namun yang menjadi pokok PIKIRAN UTAMA dari perumpamaan ini adalah
KECERDIKAN MENGUNAKAN harta. Itu sebabnya kata Tuhan Yesus;
“Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak
dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari
pada anak-anak terang”
Kata “cerdik” [phronesis] berarti kemampuan untuk mengambil tindakan yang tepat
untuk situasi dan kondisi yang dihadapi. Tuhan Yesus mengeluh bahwa orang-orang
duniawi [seperti bendahara] cerdik dengan kalangan mereka sendiri [seperti orang-
orang yang berutang], sedangkan murid-murid kurang cerdik di dalam kalangan anak-
anak terang. Dengan bahasa itu Tuhan Yesus berbicara tentang urusan dunia dan
urusan Kerajaan Allah. Orang jarang menjadi cerdik untuk urusan kerajaan Allah. Yang
banyak terjadi adalah, orang berpikir dengan cara hidup yang biasa biasa saja, bahkan
cenderung di bawah biasa biasa, dia pasti masuk surga. Inilah mental neraka.
Itulah sebabnya jarang kita menemukan orang yang mau memberikan waktunya untuk
Tuhan dengan sungguh sungguh. Jarang sekali kita menemukan orang yang mau
sungguh sungguh untuk meneliti firman Allah, jarang sekali orang benar benar seperti
pedangan yang merencanakan waktunya untuk mencapai tujuan surgawi, yang banyak
adalah dengan biasa biasa, atau bahkan kamu kurang ajar, tetapi kasih karuniaNya
akan menyelamatkan, sangat menyedihkan.

Sabtu 11 November 2016


Seri #202 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 4:14 Lanjutan Penjelasan Renungan Kamis

Nestle Greek New Testament:οἵτινες οὐκ ἐπίστασθε τῆς αὔριον ποία ἡ ζωὴ ὑμῶν· ἀτμὶς
γάρ ἐστε ἡ πρὸς ὀλίγον φαινομένη, ἔπειτα καὶ ἀφανιζομένη· [14]
Transliterasi: hoitines ouk epistasthe tēs aurion poia hē zōē hymōn; atmis gar este hē
pros oligon phainomenē, epeita kai aphanizomenē;
Terjemahan: Siapa pun tidak tahu tentang hari esok, seberapa banyakkah hidupmu?
Nafasmu memang ada untuk sinar yang singkat, dan selanjutnya lenyap.[14]
Hari ini kita masih melanjutkan hubungan yakobus 4:14, dengan perkataan Yesus di
injil sinoptis untuk mengorbankan harta dunia ini demi mencapi harta surgawi.
" Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat
merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Lukas 6:9
Ketika seseorang dipilih Allah, maka dia diberikan kesempatan untuk menciptakan
harta di surga. Ciri-ciri seseorang yang hartanya di surga maka hatinya focus kepada
pekerjaan surga. Ayat 11 dari pasal 9 Injil Lukas berkata,
“Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.”
Lukas 16: 12 terjemahan Alkitab Versi Mudah Dibaca berkata,
“Dan kalau ternyata kamu tidak bisa dipercaya untuk mengurus harta yang sebenarnya
bukan milikmu— tetapi milik Allah, maka kamu tidak akan diijinkan memiliki apa pun
di surga”.
Upah di surga [keselamatan] ditentukan dengan keterlibatan total untuk proyek Allah,
dan jika seseroagn telah habis waktunya untuk membangun harta di dunia ini untuk
mencari untuk karena keingnan dunia, maka waktu untuk mencari harta surgawi
menjadi tidak ada. 1 Korintus 3:14 mengajar para murid cara membangun dengan
kualitas emas, permata dan perak, sehingga pekerjaannya tahan uji, dan akan
mendapat upah. Ibrani 10:35 mengajar untuk teguh percaya bahwa menderita untuk
pekerjaan Injil akan dibalas dengan upah besar yang menanti. Dalam 1 Korintus 9:23
Paulus melakukan segala sesuatu karena Injil, supaya mendapat bagian –upah- di
dalamnya.
Seorang murid tidak mungkin dikasihi Allah dan dan pada saat yang sama dipuji
oleh manusia. Tuhan Yesus mengajar, ". "Hai kamu, orang-orang yang tidak setia!
Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan
Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya
musuh Allah" [Yakobus 4:4]. Murid tidak mungkin bisa mengumpulkan harta di dunia
untuk kenyamanannya dan mengaku sebagai sahabat Allah, bukti seseorang murid
sejati Tuhan yesus terdeteksi dari bagaimana dia mengelola talenta yang Tuhan
anugerahkan dan focus untuk membangun harta di surga.
Dan Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan dengan
mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat
menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi." -Lukas 16:9
Kata “Persahabatan” dalam bahasa Yunani ditulis “φίλος” [philos]. Kata ini menunjukkan
pada persahabatan yang baik [positif], bukan yang jahat. Tentu lingkupnya bukan
sekadar teman biasa, tetapi sudah sampai tahap sahabat. Sahabat adalah seseorang
yang sangat dekat atau karib dengan kita, sehingga kita juga tidak ragu untuk
mengasihinya. Dari kata philos pun memiliki akar kata yang sama dengan kata phileo,
yaitu kasih terhadap sesama. Jadi, dua orang yang bersahabat adalah dua orang yang
memiliki hubungan yang baik.
Biasanya, kata persahabatan digunakan untuk sesama manusia. Namun kali ini, Yesus
mengajar pada murid-muridNya [ay.1] untuk mengikat persahabatan dengan mamon,
yang notabene adalah benda mati. Artinya, Yesus mengajarkan pada murid-muridnya,
untuk dapat memiliki hubungan yang baik dengan mamon. Yesus mau supaya murid-
murid-Nya cerdik dalam memakai Mamon di dunia ini, sehingga persahabatan-
persahabatan diikat yang akan memiliki dampak yang kekal. Artinya, harta harus
dikorbankan untuk mencapai hidup yang kekal, itulah sebabnya di katakan: Ikatlah
persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika
Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi." -
Lukas 16:9

Minggu 12 November 2016


Seri #203 Belajar Kitab Yakobus

Yakobus 4:14 Penutup Penjelasan Renungan Kamis

Nestle Greek New Testament:οἵτινες οὐκ ἐπίστασθε τῆς αὔριον ποία ἡ ζωὴ ὑμῶν· ἀτμὶς
γάρ ἐστε ἡ πρὸς ὀλίγον φαινομένη, ἔπειτα καὶ ἀφανιζομένη· [14]
Transliterasi: hoitines ouk epistasthe tēs aurion poia hē zōē hymōn; atmis gar este hē
pros oligon phainomenē, epeita kai aphanizomenē;
Terjemahan: Siapa pun tidak tahu tentang hari esok, seberapa banyakkah hidupmu?
Nafasmu memang ada untuk sinar yang singkat, dan selanjutnya lenyap.[14]
Apa yang kita pelajari dari ajaran Tuhan Yesus tentangan bendahara yang tidak
jujur dan dengan orang yang memiliki hidup seperti sinar yang singat dan yang
selanjutnya kenya?

Pertama: Bendahara yang tidak jujur yang dipuji oleh tuan itu, bukan karena
ketidakjujuran bendahara itu, melainkan kecerdikannya dalam mengikat persahabatan,
untuk mencapai keselamatan yang duniawi. Maknanya adalah kita harus mengikat
persahabatan dengan harta, dan mengorbankan sahabat itu untuk bisa mencapai
kehidupan yang kekal. Maksudnya harta harus kita gunakan sebagai alat membuat
harta di surga Sedangkan, Yakobus 4:14 mengajar kita untuk hati hati membangun
perencanaan, jangan sampai focus mencari untuk di dunia ini lalu sampai habis waktu
untuk mencapi hidup[zoe] yang kekal. Karena mencari hidup yang kekal membutuhkan
banyak perjuangan di waktu yang sangat singkat.

Kedua. Perumpamaan bendahara yang tidak jujur, seakan-akan, Dia sengaja


menggelitik para pengikut-Nya yang begitu terpukau pada soal kejujuran. Padahal
maksud dan tujuannya adalah bagaimana menjadikan mamon itu menjadi baik buat
pekerjaan Allah, bukan waktu Allah untuk harta didunia.

Sedangkan diYakobus 4:14 di katakan, “Siapa pun tidak tahu tentang hari esok,
seberapa banyakkah hidupmu? Nafasmu memang ada untuk sinar yang singkat, dan
selanjutnya lenyap.” artinya kita tidak tahu tentang momentum waktu kita, Kairos
Tuhan tinggal sedikit lagi, dan karena itu kita harus menggunakan waktu kita bukan
untuk focus mencari untung di dunia tetapi focus mencari untung di surga.
Masih banyak lagi ajaran Yesus tentang perlunya focus mencari harta di surga,
Perhatikan ayat ayat berikut:

 Lukas 16:12 Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan
menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?
 Matius 6:19 "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat
merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya.
 Matius 6:20 Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat
tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.
 Lukas 12:33 Juallah segala milikmu dan berikanlah sedekah! Buatlah bagimu pundi-
pundi yang tidak dapat menjadi tua, suatu harta di sorga yang tidak akan habis,
yang tidak dapat didekati pencuri dan yang tidak dirusakkan ngengat.
 "Kami ini telah meninggalkan segala kepunyaan kami dan mengikut Engkau." "Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Kerajaan Allah
meninggalkan rumahnya, istrinya atau saudaranya, orang tuanya atau anak-
anaknya, yang sekali-kali tidak akan menerima berlipat ganda pada saat ini dan
hidup kekal pada masa yang akan datang." " - Lukas 18:28,30

MEMBANGUN MEZBAH BAGI TUHAN


Mulai dari kitab Kejadian sampai kitab Wahyu banyak dituliskan mengenai
membangun Mezbah bagi Tuhan. Kata Mezbah pertama kali dituliskan dalam
Kejadian 8 ketika Nuh setelah keluar dari Bahtera, ia mendirikan mezbah bagi
Tuhan.

 Apa arti dan makna dari mezbah (altar)?

 Mezbah adalah tempat untuk penyembahan kepada Tuhan.

 Mezbah adalah tempat dimana terjadi komunikasi antara manusia dan


penciptaNya.

 Mezbah adalah tempat mempersembahkan korban kepada Tuhan.

 Mezbah adalah tempat dimana pujian dan doa dinaikkan kepada Tuhan

 Mezbah melambangkan kekudusan dan mewakili kehadiran Allah; tempat yang


lebih tinggi dimana pelayanan yang tidak bernoda dipersembahkan kepada
Allah

 Mezbah adalah tempat perlindungan dan penghiburan dari masalah di dunia ini.

 Mezbah adalah tempat Allah hadir dan memberikan berkatNya

TB: Kaubuatlah bagi-Ku mezbah dari tanah dan persembahkanlah di


atasnya korban bakaranmu dan korban keselamatanmu, kambing
dombamu dan lembu sapimu. Pada setiap tempat yang Kutentukan
menjadi tempat peringatan bagi nama-Ku, Aku akan datang kepadamu dan
memberkati engkau. (kel 20:24)

 Mezbah adalah tempat dimana doa syafaat (dengan airmata, tangisan) dinaikkan
untuk kesejahteraan orang lain sesuai yang diinspirasi oleh Roh Kudus.
TB: Dan inilah yang kedua yang kamu lakukan: Kamu menutupi mezbah
TUHAN dengan air mata, dengan tangisan dan rintihan, oleh karena Ia
tidak lagi berpaling kepada persembahan dan tidak berkenan menerimanya
dari tanganmu. (Mal 2:13)

 Mezbah pada masa dulu dibuat dari batu dengan menaruh binatang untuk
dipersembahkan sebagai korban syukur kepada Tuhan. Tetapi sekarang, Roma
12:1 menuliskan bahwa tiap hari kita harus mengorbankan di atas mezbah roh
kita, tubuh kita sebagai korban yang hidup dan kudus dan berkenan kepada
Allah.

TB: Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu,
supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup,
yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang
sejati.TB: Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan

Ada beberapa mezbah yang dibangun yang diceritakan ALkitab:


 Mezbah Nuh. Berbicara tentang pengucapan syukur (Kej. 8:20-21)  Allah
membuat janji kepada Nuh
 Mezbah Abraham berbicara tentang tempat Allah memberikan perjanjianNya
(Kej 15) Abraham membangun mezbah di tanah Kanaan (Kej 12:7,8; 13:4),
yakni tanah/bangsa yang jahat. Membangun mezbah berarti
memproklamirkan nama Tuhan, mendedikasikan tanah itu bagi Tuhan.
 Mezbah Ishak (Kej 26:24-25)
 Mezbah Yakub berbicara tentang tempat perjumpaan dengan Allah di saat krisis
(Kej. 28). Jalan bagi para malaikat. Kej 33:18-20 Yakub mendirikan mezbah dan
membuat pernyataan Allah Israel adalah Allah.
 Mezbah Musa berbicara tentang tempat pengampunan melalui korban bakaran.
Untuk masuk ke ruang suci HARUS melalui mezbah bakaran dan kolam
pembasuhan dahulu. Tidak bisa masuk ruang kudus sebelum mengalami
pengampunan dan pengudusan.
 Mezbah Yosua (yos 8:30-31; 9:27; 22:10-11,16,19,23,26,28-29,34)
 Mezbah Gideon (Hak 6:24-28-32; 13:20; 21:4)
 Mezbah Samuel (1 Sam 7:17)
 Mezbah Saul (1 Sam 14:35)
 Mezbah Daud (2 Sam 24:18,21,25) berbicara tentang tempat untuk memuji dan
menyembah Tuhan dengan ukupan.
 Mezbah Salomo ( 2 Taw 8:12)
 Mezbah Jeroboam (1 Raja 12:32-33;13:1)
 Mezbah Elia (1 Raja 18)
 Mezbah Zerubabel (Ezr 3:2-3)
 Mezbah Golgota yang menyempurnakan semua mezbah yang ada dalam
Perjanjian Lama. Jika dalam Perjanjian Lama yang dikorbankan adalah binatang
yang tidak bercela, maka di Mezbah Golgota yang dikorbankan adalah Yesus
Kristus sang anak domba Allah.
 Mezbah di Sorga (Wah 8:1-6).

Ada beberapa jenis mezbah yang bisa kita bangun:


 Mezbah pribadi (Luk 5:16, 1 Kor 6:19-20), tubuhmu adalah bait RK dan rohmu
adalah mezbahnya
 Mezbah keluarga
 Mezbah kelompok
 Mezbah gereja (Ibr 10:25)

Ingat harus ada sesuatu yang dikorbankan di atas mezbah. Mezbah tidak mungkin
kosong.

Bagaimana membangun mezbah?

 Putuskan dirimu dengan mezbah yang lain. Gideon sebelum mengalami


kemenangan, ia harus merobohkan dahulu mezbah yang dibangun untuk Baal.
 Pelihara agar koneksimu dengan Tuhan tetap ‘on’
 Taruh dan persembahkan waktu/potensi/hartamu/dirimu (Rom 12:1, 2 Sam
24:24). Ingat di halaman depan yang pertama ditemui adalah mezbah korban
bakaran. Tidak ada jalan bypass tanpa melewati mezbah korban bakaran
menuju meja sajian, menuju hadirat Tuhan dalam Ruang maha kudus (intimacy
with God). Spiritnya adalah memberi bukan menerima. Tetapi ajaibnya ketika
kita memberi, kita menerima dan penerimaan yang paling indah dating dari
memberi. Dunia  GIVE ME. Anak Tuhan  I GIVE ME  SACRIFICE.
 Harus ada kesatuan hati:
 Datang dalam nama Tuhan
 Datang dengan hati yang hancur (Wah 8:3-6)
 Dengan sepakat
 Datang dengan Iman (Maz 2:8)

Mari jemaat Tuhan di Voronez CA 24 no. 25, kita mulai membangun mezbah doa
bagi Tuhan dimulai bagi dirimu sendiri, di dalam keluarga, komunitas dan di
Gereja. Kiranya Tuhan berkenan atas korban bakaran umatNya. Amin

Soli Deo Gloria,

Gembala

Pdm. Jenny Setiawan, Se, M.Th

Yakobus 4:15 MENGETAHUI WAKTU TUHAN DENGAN TEPAT

ἀντὶ τοῦ λέγειν ὑμᾶς Ἐὰν ὁ Κύριος θελήσῃ, καὶ ζήσομεν καὶ
ποιήσομεν τοῦτο ἢ ἐκεῖνο.

Transliterasi: “anti tou legein hymas Ean ho Kyrios thelēsē, kai zesomen kai
poiesomen touto e ekeino”.

Terjemahan: “Sebaliknya, kamu harus selalu berkata, Jika Tuhan bersedia, dan
saya akan tinggal dan melakukan ini atau itu."

Apakah makna dari “Sebaliknya kamu harus selalu berkata jika Tuhan
bersedia”?

Ada beberapa yang harus kita perhatikan dengan seksama:

Pertama. Penggunaan kata “anti” yang adalah preposisi, yang artinya sebaliknya,
atau kebalikan yang sebelumnya. Apa yang hendak ditekankan dari yang
sebelumnya? Yaitu kebalikan dari Ayat 13. Di ayat 13 di katakan “…Hari ini dan
besok kami akan berangkat menuju kota itu, dan kami akan tinggal setahun di
sana, dan kami akan berdagang, dan kami akan menghasilkan keuntungan”. Itu
sebabnya di bagian awal ayat 13 itu di katakan “Sekarang saya memberikan
panduan pada mereka yang mengatakan”. Artinya, ayat 15 ini adalah kebalikan
dari ayat 13.

Kedua. Ayat 15 ini menyertakan konjungsi bersyarat yaitu kata “ean” yang
berasal dari dua kata, yaitu kata “ei” yang artinya “jika” dan kata “an” sebagai
partikel yang menunjukkan pernyataan kondisional. Makna yang ingin ditekankan
dari kata “an” ini adalah; Untuk bisa memulai perencanaan hidup yang sesuai
dengan waktu Tuhan, harus selalu memeriksa syarat melakukan perencanaan
terlebih dulu. Karena itu di katakan “jika”. Maknanya adalah; karena waktu
sangat singkat, maka untuk bisa melakukan apapaun harus terlebih dahulu
memeriksa syaratnya menurut cara Tuhan, supaya jangan terjebak di dalam
waktu dunia.

Ketiga. Ungkapan “Tuhan bersedia”. Dalam terjemaham TB, di katakan “jika


Tuhan menghendaki”. Tetapi dalam Bahasa Yunaninya, yang dipakai adalah kata
“thelese” dari kata “θέλω” [thelo], artinya “keinginan”, atau “saya bersedia”,
atau “sesuai dengan keiginan saya”. Itu sebabnya kita menterjemahkannya
menjadi “jika Tuhan bersedia”. Kata “thelo” digunakan untuk menekankan sebuah
kesediaan untuk terjadinya yang terbaik [optimal]. Kata “thelo” menggambarkan
Allah sedang menawarkan yang terbaik, yang menggambarkan manifestasi
kehadiran Allah, di mana orang bisa dinaungi Allah di dalam iman yang benar.

Jadi jika di katakan “jika Tuhan bersedia”, hal itu mensyaratkan cara yang
konprenhensif [menyeluruh] supaya bisa optimal menurut rencana Allah,
sehingga kita bisa tetap on the track [di jalur yang tepat] di dalam iman sejati.
Iman yang sejati sangat berhubungan erat dengan kesediaan Allah [thelo], hal itu
dapat kita perhatikan di 2 Kor 8: 5-7 dan Ibrani 10: 36-39

8:5Mereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harapkan.


Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian
oleh karena kehendak [thelema] Allah juga kepada kami. 8:6Sebab itu kami
mendesak kepada Titus, supaya ia mengunjungi kamu dan menyelesaikan
pelayanan kasih itu sebagaimana ia telah memulainya. 8:7Maka sekarang,
sama seperti kamu kaya dalam segala sesuatu, --dalam iman, dalam
perkataan, dalam pengetahuan, dalam kesungguhan untuk membantu, dan
dalam kasihmu terhadap kami--demikianlah juga hendaknya kamu kaya
dalam pelayanan kasih ini. [2 Korintus 8:5-7].

10:36 Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu


melakukan kehendak [thelema] Allah, kamu memperoleh apa yang
dijanjikan itu. 10:37"Sebab sedikit, bahkan sangat sedikit waktu lagi, dan Ia
yang akan datang, sudah akan ada, tanpa menangguhkan kedatangan-
Nya.10:38Tetapi orang-Ku yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia
mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya."10:39Tetapi kita
bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan binasa, tetapi orang-
orang yang percaya dan yang beroleh hidup. [Ibrani 10: 36-39]

Perhatikan kata kehendak yang diterjemehankan TB di atas, dari kata “thelema”


yang serumpun dengan kata “thelo”. Adapun penekanan dari kata itu adalah,
untuk bisa masuk dalam iman sejati, seseorang harus hidup sesuai dengan
KESEDIAAN TUHAN [thelo]. Kesediaan Tuhan, berhubungan dengan waktu.
Apakah kamu hidup dalam waktu Tuhan atau waktumu? Orang yang hidup dalam
waktunya sendiri, mengerjakan berdasarkan untung yang kasat mata. Sedangkan
orang yang hidup menurut waktu Tuhan mengerjakan berdasarkan momentum
Tuhan, di mana waktu itu tinggal sedikit, dan karena itu dia memeriksa kesediaan
Tuhan, karena dia Tahu, waktu untuk Tuhan tinggal sedikit saja. Bagimana cara
memeriksa kesediaan Tuhan? Dengan cara memeriksa dengan seksama apa yang
di katakan oleh Alkitab. Orang yang meneliti Alkitab denga bijaksana, dia akan
terhindar dari waktu dunia, dan dia akan bisa berjalan di dalam iman yang benar.
Untuk mengetahui “ Tuhan bersedia” atau tidak kita harus mengobarkan waktu
memeriksa perkataannya, karena itulah kita tidak boleh mengikut aturan dunia
dalam merencanakan hidup, meski kita bisa meraih sukses di dunia, tetapi
menurut waktu Tuhan, hal itu justru menghabiskan waktu Tuhan, sehingga kita
tertinggal.

Yakobus 4:15-16 BERTANYA KEPADA TUHAN Kebanggaan Jahat


VS

Kemarin, kita telah memriksa apa yang dimaksud dengan “Sebaliknya, kamu
harus selalu berkata, Jika Tuhan bersedia”, yaitu, orang yang hidup menurut
kesediaan Tuhan, yang selalu menyatakan rencana hidupnya tepat seperti firman
Tuhan, dan selalu memeriksa apakah Tuhan dan FirmanNya bersedia atau tidak,
karena dia tahu bahgaimana caranya supaya tidak ditelah oleh waktu dunia ini.
Sekarang kita akan membandingkan orang yang bertanya kepada Tuhan dan juga
dengan orang yang memiliki kebanggaan akan cara hidup yang jahat di ayat 16:

ἀντὶ τοῦ λέγειν ὑμᾶς Ἐὰν ὁ Κύριος θελήσῃ, καὶ ζήσομεν καὶ
ποιήσομεν τοῦτο ἢ ἐκεῖνο.[15]
Transliterasi: “anti tou legein hymas Ean ho Kyrios thelese, kai zesomen kai
poiesomen touto e ekeino”.[15]
Terjemahan: “Sebaliknya, kamu harus selalu berkata, Jika Tuhan bersedia,
dan saya akan tinggal dan melakukan ini atau itu.” [15]

Ketika di ayat 15 di katakan, “kamu harus selalu berkata”, [legeion], maka kata ini
ini digunakan untuk menyatakan suatu perbuatan yang terus-menerus atau
berulang kali secara aktif [kata kerja Present Infinitif aktif]. Artinya, dalam
memaknai kehidupan dalam segala hal, maka secara terus menerus dan berulang
ulang secara aktif, kita harus selalu beriman dengan cara yang benar, yaitu
dengan cara mempertanyakan, “apakah cara ini sesuai dengan kehendak
Tuhan?”, atau menanyakan dalam hati, “bersediakah Firman Tuhan, jika ini dan
itu saya kerjakan?” Pertanyaan di dalam hati kita harus kita periksa, apakah sudah
selaras firman Tuhan? Itulah cara Allah untuk merencakan kehidupan seturut
dengan rencanaNya.

Dalam TB di katakan, “kami akan hidup”, padahal dalam Bahasa Yunaninya di


katakan “kai zēsomen” [dan kami akan tinggal]. “kai” artinya adalah “dan”
sedangkan “zēsomen” artinya “saya tinggal”, jadi terjemahan yang tepat adalah
“dan saya akan tinggal”. Perhatikan kata “dan” tersebut. Hal itu harus dimaknai
juga, karena penggunaan kata “dan” itu adalah dampak dari kesediaan Tuhan.
Artinya, jika Tuhan bersedia, maka dia melangkah untuk tinggal. Makna dari
“tinggal” di sini merujuk kepada cara hidup yang selaras cara hidup yang
dikehendaki oleh Allah.

Itu sebabnya di ayat 14 di katakan “seberapa banyakkah hidupmu?” yang


dipertanyakan ayat 14 ini adalah hidup yang Allah kehendaki adalah tinggal
sedikit, karena itulah di ayat 15 di katakan “dan kami akan tinggal”, karena kata
tinggal itu hendak menekankan cara hidup, atau tinggal untuk hidup dalam
rencana Allah. Dalam arti, jika Allah menghendaki seseorang dalam
perencanaannya tinggal di satu kota tertentu, maka dia akan hidup seperti yang
Allah kehendaki, itu sebabnya istilah “tinggal” yang digunakan adalah kata
“zesomen” dari kada dasar “zao” yang serumpun dengan kata “zoe” [hidup], jadi
“Zao” artinya tinggal Untuk hidup menurut cara Tuhan, atau berdasarkan
kesediaan atau kehendak atau izin Tuhan. Itulah sebabnya dibagian frasa
terakhir di katakan “dan melakukan ini atau itu”. Artinya setelah Tuhan dulu
bersedia terlebih dahulu, atau setelah mengijinkan, baru kemudian kita bisa
tinggal untuk bisa hidup seperti yang Allah inginkan, dan baru kemudian bisa
melakukan ini dan itu, artinya ini dan itu, bukan lagi yang sesuka hati kita, tetapi
seperti kita diperintahkan oleh Tuhan; “lakukan ini, lakukan itu”. Itu sebabnya di
gunakan kata “kai” [dan] karena setelah DAN tinggal dulu untuk hidup seperti
kehendak Allah, ini dan itu baru bisa dilakukan tepat seperti rencana Allah.

νῦν δὲ καυχᾶσθε ἐν ταῖς ἀλαζονίαις ὑμῶν· πᾶσα καύχησις τοιαύτη πονηρά


ἐστιν. [16]

Transliterasi: nun de kauchasthe en tais alazoniais hymon; pasa kauchesis


toiaute ponera estin.[16]

Terjemahan: tapi sekarang kamu bangga dalam keangkuhanmu, semua


tindakan kebanggaan jenis seperti itu adalah jahat.[16]

Di dalam klauasa pertama di ayat 16 ini , Yakobus ingin memberikan kesimpulan


tentang cara hidup yang sudah dijelaskannya mulai ayat 13. Ada beberapa poin
penting yang harus kita perhatikan dengan seksama di klausa “tapi sekarang kamu
bangga dalam keangkuhanmu” ini.

Pertama. Penekanan pernyataan “tapi sekarang kamu bangga”, dari frasa Yunani
“nun de kauchasthe”. Ketiga kata di frasa ini menekankan 3 hal yang
bertentangan dengan perencanaan hidup yang dari Allah.

1. Kata “nun” adalah kata keterangan waktu yang artinya “sekarang”


sebagai hasil logis dari apa yang mendahului, maksudnya, mengingat
cara hidup yang telah terjadi sebelumnya, maka di katakanlah
“sekarang”. Artinya meski mereka telah membuat perencanaan yang
bertolak belakang dengan cara Tuhan mereka masih bangga akan
caranya itu. Karena itulah dikatakan sekarang. [bersambung]

Yakobus 4:16 BERTANYA KEPADA TUHAN Kebanggaan Jahat


VS

νῦν δὲ καυχᾶσθε ἐν ταῖς ἀλαζονίαις ὑμῶν· πᾶσα καύχησις τοιαύτη πονηρά ἐστιν. [16]

Transliterasi: nun de kauchasthe en tais alazoniais hymon; pasa kauchesis toiaute


ponera estin.[16]

Terjemahan: tapi sekarang kamu bangga dalam keangkuhanmu, semua tindakan


kebanggaan jenis seperti itu adalah jahat.[16]
Kemarin kita telah melihat nomor satu, sekarang kita akan memerika
nomor 2 dan nomor 3.

2. Kata “de” sebagai partikel berlawanan. Artinya, pernyataan “ tapi


sekarang kamu bangga, adalah kebalikan dari ayat 15 yaitu, “kamu harus
selalu berkata, Jika Tuhan bersedia, dan saya akan tinggal dan
melakukan ini atau itu”.

3. Kata “Kauchasthe” adalah kata kerja yang menjelaskan cara kinerja


hidup yang jahat. “Kauchasthe” dari kata “kauxáomai” menjelaskan cara
hidup yang membual, sebuah sudut pandang yang membanggakan
keberhasilan dari sisi materi.

Inilah yang ditekankan Paulus di 2 Kor 5:12,

“Dengan ini kami tidak berusaha memuji-muji diri kami sekali lagi kepada
kamu, tetapi kami mau memberi kesempatan kepada kamu untuk
memegahkan kami, supaya kamu dapat menghadapi orang-orang yang
bermegah [kauchaomai] karena hal-hal lahiriah dan bukan batiniah”.TB.

Kauxáomai berasal dari akar, “auxen” [leher], artinya memegang kepala tinggi-
tinggi [tegak], kata ini adalah sebagai kiasan kepada orang yang “percaya diri”, itu
sebabnya kata “kauxáomai” ini menjelaskan orang yang memiliki motivasi
berbangga dengan tujuan untuk membual. Artinya, ungkapan “tapi sekarang
kamu bangga” hendak menjelaskan sebuah cara hidup yang sudah sangat jauh
dari rencana Allah, tetapi dibangga-banggakan, itulah sebabnya, kata
“kauxaomai” tidak menggunakan kata sifat, tetapi kata kerja, karena hendak
menekankan perbuatan jahat yang dibanga-banggakan.

Sekarang kita akan memeriksa poin kedua.


Kedua. Apa yang hendak ditekankan dari uangkapan “bangga dalam
keangkuhanmu”? Untuk bisa memahami ungkapannya, kita harus mengerti, apa
yang dimaksud dengan keangkuhan di uangkapan ini. Kata ini berasal dari kata
“alazionis” dari kata “alazoneia”, artinya adalah menyombongkan diri,
menunjukkan arogansi hidup, atau membanggakan kesombongan.
Alazoneía adalah kata benda yang berasal dari “ale” artinya “mengembara”, kata
kiasan ini mulanya dibentuk dari seorang Dukun [tukang obat yang mengembara],
yang membanggakan obatnya karena yakin dapat menyembuhkan orang-orang
dari segala penyakit. Jadi istilah ini sedang menggambarkan cara hidup yang liar,
yang mengembara tetapi masih menyombongkan diri. Dari gambaran Dukun yang
mengembara untuk mencari obat, dan lalu menjadi bangga karena menemukan
obat untuk menyembuhkan segala penyakit, jelas sekali bawa gambaran dari kata
ini hendak menekankan orang yang memiliki materi, atau harta atau uang yang
bisa mengatasi berbagai persoalan hidup yang materi dan karena itu mereka
menjadi sombong, dan anggap sepele dengan cara kerja Tuhan. Itulah sebabnya
Yesus berkata:
Matius 19:23 Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke
dalam Kerajaan Sorga.
Lukas 18:24 Lalu Yesus memandang dia dan berkata: "Alangkah sukarnya
orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Markus 10:23 Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya di sekeliling-Nya
dan berkata kepada mereka: "Alangkah sukarnya orang yang beruang
masuk ke dalam Kerajaan Allah."
Markus 10:25 Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum dari pada
seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah."
Lukas 18:25 Sebab lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum
dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah."
Dari ungkapan “tapi sekarang kamu bangga dalam keangkuhanmu”, kita tentu
menjadi sadar, bahwa keberhasilan menurut Tuhan dengan keberhasilan menurut
dunia sangat berbeda sekali. Allah tidak penah menilai keberhasilan bersadarkan
hal-hal yan lahiriah. Jadi ini bukan tentang seberapa banyak materi yang sudah
saudara punya. Ini bukan berbicara tingkat atau ukuran hal hal yang lahiriah. Ini
murni berbicara tentang bagaimana seseorang benar benar hidup tepat seperti
yang dikehendaki oleh Allah. Pikiran duniawi tidak bisa memahami ini. Hanya Roh
kudus yang bisa memampukan seseorang dengan hati yang tulus dan murni, dan
dengan tekat yang bulat untuk mendengarkan firmanNya sunguh-sungguh. Tanpa
itu, seseorang tidak akan bisa mencapai kemegahan yang rohani yang sejati.
Yakobus 4:17 KEBANGGAAN JAHAT & Mengetahui Tetapi Tidak Melakukan

νῦν δὲ καυχᾶσθε ἐν ταῖς ἀλαζονίαις ὑμῶν· πᾶσα καύχησις τοιαύτη πονηρά ἐστιν. [16]

Transliterasi: nun de kauchasthe en tais alazoniais hymon; pasa kauchesis toiaute


ponera estin.[16]

Terjemahan: tapi sekarang kamu bangga dalam keangkuhanmu, semua tindakan


kebanggaan jenis seperti itu adalah jahat.[16]

Apa yang dimaksud dengan “semua tindakan kebanggaan jenis seperti itu
adalah jahat”

Pertama: Tindakan kebanggaan yang dimasud berasal dari kata Yunani


“kauchesis” dari kata “kaúxesis” artinya semua tindakan kebanggaan yang seperti
itu adalah berdampak negatif kepada anugerah Allah. Maksudnya, sesorang tidak
akan bisa mengerjakan anugerah Allah jika hidup dalam sikap kebanggaan yang
demikian.

Kedua: semua jenis [toiaute] dari kebanggaaan yang demikian adalah sama, yaitu
tidak bisa mengerjakan anugerah Allah dengan benar. Kita telah belajar di
Yakobus 2:19, bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati pada hakekatnya.
Artinya, saat kita mengaku beriman, tetapi memiliki cara hidup yang berdampak
negatif terhadap iman, maka iman kita mati. Karena itu, kita harus memeriksa
cara hidup kita hati hati kepada Firman Tuhan, supaya jangan kita memiliki dunia
tetapi kehilangan surga;
Markus 8:36 Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia
kehilangan nyawanya.
Lukas 9:25Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia
membinasakan atau merugikan dirinya sendiri?
Matius 16:26 Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi
kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti
nyawanya?
1 Korintus 7:31 pendeknya orang-orang yang mempergunakan barang-
barang duniawi seolah-olah sama sekali tidak mempergunakannya. Sebab
dunia seperti yang kita kenal sekarang akan berlalu.
Ketiga: semua jenis kebanggaan yang seperti itu adalah jahat. Jahat yang
dimaksud adalah “poneros” sifat yang pada akhirnya mendatangkan rasa sakit,
dana mendatangkan kesulitan yang melelahkan kepada kita. Kata ini hendak
menjelaskan, bahwa cara hidup yang demikian akan medatangkan penderitaan
rohani yang tak terelakkan akibat dampak dari kejahatan. Karena itu, marilah kita
jangan sombong dengan cara hidup kita, kalaupun kita melihat dengan kasat
mata, bahwa kesuksesan lahiriah itu sangat meringankan penderitaan kita, tetapi
hendaklah kita hidup dalam iman, bahwa pada akhirnya caa hidup lahiriah itu
akan mendatangkan kesusahan rohani yang membuat kita menderita menurut
Tuhan, baik waktu di bumi dan menderita selamanya setelah kematian.

εἰδότι οὖν καλὸν ποιεῖν καὶ μὴ ποιοῦντι, ἁμαρτία αὐτῷ ἐστιν. [17]
Transliterasi:eidoti oun kalon poiein kai mē poiounti, hamartia auto estin. [17]
Terjemahan: Oleh karena itu yang sudah mengetahui melakukan yang baik dan
tidak melakukannya, dia adalah berdosa. [17]
Kita akan menyelesaikan pembahasan kita di pasal 4 dengan mempelajari
kesimpulan Yakobus tentang hakikat dari perencanaan hidup. Untuk memahami
tujuan dari kesimpulan ini, kita perlu kiranya bertanya. Apakah yang dimaksud
Yakobus dengan “Oleh karena itu yang sudah mengetahui melakukan apa yang
baik tetapi tidak melakukannya”? Ada beberpa hal yang harus kita perhatikan
dengan seksama:

Pertama. Penekanan kata “mengetahui”.

Dalam tatabahasa Yunaninya, terlebih dahulu kata mengetahui ditekankan baru


kemudian kata “oleh karena itu”. Penekanan kata “mengetahui” ini untuk
menutup kesimpulannya tentang cara hidup benar, sehingga jemaat bisa kiranya
terlepas dari cara hidup yang salah yang sudah dijelaskan di ayat 16, sebab
berddampak mengerikan nanti di pasal 5. itulah sebabnya di katakan: “tapi
sekarang kamu bangga dalam keangkuhanmu, semua tindakan kebanggaan jenis
seperti itu adalah jahat.” Kata “Mengetahui” di ayat ini berasal dari kata “eidoti”
yang berarti “melihat dengan fisik mata”. “eido” adalah kata kiasan yang artinya
“mengerti atau memahami secara mendalam”, kata ini selaras dengan Yakobus
3:1, di mana kata ini menekankan pengetahuan yang benar. ‘Eidoti’ adalah kata
kerja perfect participle aktif, artinya, makna mengetahui di sini adalah, sudah
terlebih dahulu mendapatkan pengetahuan yang benar dan telibat
[berpartisipasi] untuk mengetahui pemahaman itu, karena itulah dalam
terjemahannya di katakan “yang sudah mengetahui”

Kedua: “mengetahui melakukan apa yang baik”.

Yang ditekankan dari klausa ini adalah “mengetahui melakukan”. Hal ini terlihat
dari bentuk kata kerja present infinitive dari kata “poiein” [melakukan] tersebut,
di mana bentuk kata kerja ini hendak menegaskan bahwa sudah diketahui untuk
melakukan terus menerus dan berulangkali, jadi dapat dimaknakan sebagai sudah
mengetahui melakukan apa yang baik secara berulang ulang dan terus menerus.
[bersambung].

Yakobus 4:17,5:1 Orang dosa lalu Meratapi Kemalangan rohani

εἰδότι οὖν καλὸν ποιεῖν καὶ μὴ ποιοῦντι, ἁμαρτία αὐτῷ ἐστιν. [17]
Transliterasi:eidoti oun kalon poiein kai mē poiounti, hamartia auto estin. [17]
Terjemahan: Oleh karena itu yang sudah mengetahui melakukan yang baik dan
tidak melakukannya, dia adalah berdosa. [17]

Kemarin, kita telah belajar tentang kata “poiein” [melakukan], dimana


penggunaan kata ini, memberartikan, bahwa Yakobus sudah menjelaskan
bagaimana cara melakukan apa yang baik pada saat itu. Baik yang dimaksud
adalah baik dalam arti layak menurut Tuhan [kalos].

Jadi saat di katakan “mengetahui melakukan apa yang baik”, berarti hal ini
berhubungan dengan perintah Allah mengenai cara hidup, artinya, mereka
mengerti, tidak baik merencanakan hidup hanya untuk meraih untung yang
lahiriah, sebab cara itu tidak baik atau tidak layak di hadapan Tuhan. Karena
itulah Allah memberikan petunjuk bagaimana cara hidup yang baik yang layak
kepada Tuhan. Itu sebabnya di katakan “kamu harus selalu berkata, Jika Tuhan
bersedia, dan saya akan tinggal dan melakukan ini atau itu”. Itulah yang
dimaksud dengan “mengetahui untuk melakukan apa yang baik”.

Ketiga: “dan tidak melakukannya”.

Inilah inti dari pesan Yakobus. Kalau sudah dijelaskan cara hidup yang baik, dan
setelah itu orang mengetahui cara hidup yang baik dalam arti layak bagi Allah,
tetapi setelah itu kalau seseorang tidak melakukan cara atau pengetahuan itu, dia
terjerat di dalam dosa. Itulah sebabnya digunakan kata kerja participle, artinya
apa yang sudah diketahui untuk dilakukan harusnya dilakukan. Tetapi kalau apa
yang sudah dijelaskan untuk dilakukan sehingga sudah tahu apa yang harus
dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan, dan lalu kemudian melakukan apa
yang seharusnya tidak dilakukan dan tidak melakukan apa yang seharusnya
dilakukan, maka dia adalah berdosa.

Ungkapan “dia adalah berdosa” [hamartia auto estin.] di sini menjelaskan


eksistensi diri. Untuk bisa memahami ungkapan “hamartia auto estin” maka kita
perlu sejenak memeriksa perkataan Yesus yang mengatakan “aku adalah jalan”
[ego eimi] di Yohanes 16:4.

“eimi” dan “estin” adalah sama sama kata kerja. Bedanya adalah, eimi, kata kerja
orang pertama, sedangkan “estin” adalah kata kerja orang ketiga tunggal. Saat
dikatakan “akulah jalan” [ego eimi], berarti Yesus [tunggal] satu-satunya hakekat
dari jalan keselamatan. Sedangkan kalau di katakan “dia adalah berdosa” berarti
semua orang berdosa;maksudnya semua orang yang tidak melakukan apa yang
yang layak [baik] menurut Allah, maka orang tersebut pada hakekatnya adalah
manusia dosa. berdosa maksudnya adalah hakekatnya. Artinya, penggunaan kata
kerja “estin” hendak menjelaskan eksistensinya. Jadi maknanya adalah, kalau
seorang sudah diajar cara menjalani hidup yang benar, tetapi tidak hidup benar,
memang orang itu adalah anak dosa. Itu sebabnya ungkapan “hamartia auto
estin” bisa juga diartikan sebagai “dia adalah dosa”. Kalau “ego eimi” artinya
Yesus eksistensinya adalah jalan. Maka “hamartia auto estin” artinya orang yang
sudah diajar tentang cara hidup yang layak bagi Tuhan, dan setelah orang itu
mengetahui dengan benar, dan ikut berpartisipasi dalam pengetahuan yang benar
itu, tetapi dia tidak hidup dalam cara hidup yang benar itu, maka eksistensi orang
tersebut adalah dosa. maksudnya Orang itu memang bukan anak Allah, tetapi
anak anak iblis. Dia bukan pilihan Allah yang setia kepadaNya, dia mungkin seperti
Yudas saja.

Sekarang di pasal 5:1, Yakobus memberikan panduan khusus kepada orang orang
yang hidupnya direncanakan untuk bekerja memiliki materi yang berlimpah
[plousioi]. Panduan ini sama dengan panduan yang diberikan Yakobus di ayat 13,
sebab di ayat 13, Yakobus juga berkata: “ Sekarang saya memberikan panduan
pada mereka yang mengatakan, "Hari ini dan besok kami akan berangkat menuju
kota itu, dan kami akan tinggal setahun di sana, dan kami akan berdagang, dan
kami akan menghasilkan keuntungan.”[13]

Ἄγε νῦν οἱ πλούσιοι, κλαύσατε ὀλολύζοντες ἐπὶ ταῖς ταλαιπωρίαις ὑμῶν ταῖς
ἐπερχομέναις.[5:1]
Transliterasi: Age nun hoi plousioi, klausate ololuzontes epi tais talaiporiais
humon tais eperchomenais.[5:1]
Terjemahan: Sekarang saya memberikan panduan kepada kaya, menangislah dengan meratap atas
kesulitan yang menyerangmu atasmu.[5:1]

Memang, orang yang memfokuskan hidupnya untuk mencapai materi yang


berlimpah, telah mencapai tujuan mereka itu, meski cara hidup mereka tidak
tepat seperti tuntunan Firman Allah, sebab di ayat 13 Yakobus telah memberikan
panduan kepada mereka. Itulah sebabnya di pasal 5:1 ini Yakobus kembali
meberikan panduannya kembali. [bersambung]

Yakobus 5:1 Meratapi Kemalangan rohani

Ἄγε νῦν οἱ πλούσιοι, κλαύσατε ὀλολύζοντες ἐπὶ ταῖς ταλαιπωρίαις ὑμῶν ταῖς
ἐπερχομέναις.[5:1]
Transliterasi: Age nun hoi plousioi, klausate ololuzontes epi tais talaiporiais
humon tais eperchomenais.[5:1]
Terjemahan: Sekarang saya memberikan panduan kepada yang kaya, menangislah dengan meratap
atas kesulitan yang menyerangmu atasmu.[5:1]

Panduan ini adalah adalah konsekwensi dari apa yang sudah dinasehatkanya
sebelumnya dipasal 4 khususnya ayat 16-17, itu sebabnya di bagian pertama ini
digunakan kata “nun”, sebagai dampak dari nasehatnya yang tidak didengarkan di
ayat 17. Perhatikan uangkapan ini “Age nun hoi plousioi” [sekarang saya
memberikan panduan kepada orang kaya], ungkapan ini menekankan dampak
negatif dari penyimpangan cara hidup mereka. Untuk melihat makna
penekankan kepada “menangislah dengan meratap” di panduan yang diberikan
Yakobus ini, pertama tama, terlebih dahulun kita melihat 2 dampak yang akan
terjadi, sehingga mereka wajib menangis dengan ratapan.

Pertama. Terjadi kesulitan hidup rohani [zoe].

Untuk memahami makna kesulitan ini, kita harus memeriksa Bahasa Yunani yang
digunakan, yaitu “talaiporiais” dari kata “talaipória”. Arti kata ini adalah kesulitan
atau penderitaan. Jadi yang dimaksud adalah; akan terjadi kesulitan untuk bisa
hidup [zoe] sesuai yang Allah inginkan. Seseorang akan mengalami kesusahan
untuk bisa hidup [zoe] sesuai dengan yang Allah kehendaki. Kata “talaiporía”
secara harfiah, menjelaskan kondisi yang sengsara atau kemalangan yang
berkelanjutan, akibat dari penderitaan hidup yang intens. Penderitaan hidup [zoe]
ini bukan penderitaan hidup yang lahiriah, tetapi kehidupan yang hampir hampir
tidak bisa lagi hidup seperti yang Allah kehendaki. Perhatikan baik baik,
penekankan kepada kata kondisi yang sengsara atau kemalangan akibat
penderitaan yang intens, artinya bahwa dampak dari kehidupan yang tidak
direncanakan di dalam Tuhan itu akan membuat seseorang mengalami
kemalangan rohani.

Kedua. “kesulitan hidup zoe itu datang menyerang”

Kesulitan untuk hidup zoe itu tidak terjadi secara biasa biasa, tetapi seperti
sebuah serangan yang frontal. Perhatikan penggunaan kata “eperchomenais”
dari kata “eperchomai”. Kata ini berarti mendekat dengan cara menyalip, atau
serangan yang datang. Jadi kata ini menekankan serangan yang datang menyalip
dan efek serangan itu tidak dapat dielakkan. Secara rohani, ini menjelaskan
kemalangan hidup, tidal bisa lagi hidup zoe, musibah rohani tidak lagi terelakkan.
Memang orang itu secara lahiriah akan menampilkan hiasan Kristen, tetapi roh
mereka telah mengalami kemangan yang mengerikan.

Setelah memperhatikan kedua poin di atas, kita dapat melihat dampak dari
perencanaan hidup yang bertolak belakang dengan rencana Allah, dan kita jadi
mengerti, kenapa yakobus berkata “menangislah dengan meratap”. Tetapi untuk
melihat derazat, atau tingkat perkabungan di ayat 1 ini, kita akan
membandingkannya dengan yakobus 4:9 terlebih dahulu

“Akuilah sengsaramu dan berdukalah [berkabung] dan menangislah


Tertawamu engkau ubah ke dalam perkabungan, dan suka suka cita ke
dalam kesedihan” [Yakobus 4:9]
Di ayat 9 yang ditekankan adalah ;

1. Berduka [ penthesate] yang secara kiasan merujuk kepada duka atas kematian
rohani, menggambarkan orang yang seperti kehilangan harapan untuk
selamanya.
2. kemudian menangis [klausate;]. menangis karena perkabungan yang
menekankan manifetasi kesedihan yang sangat parah, ini menekankan
kesedihalan atas kehilangan kepemilikan yang tidak dapat lagi disembunyikan.
3. ‘Tertawamu harus dibubah dengan perkabungan [’ho gelos hymon eis penthos
metatrapeto]. Ini adalah kiasan untuk menjelaskan sikap yang beralih ke arah
yang berlawanan. menjelaskan perintah untuk bertobat dari kebahagiaan yang
duniawi yang ditabur di dalam sikap hidup yang tidak benar. Tetapi di pasal
5:1, sudah tidak lagi “tawa diganti dengan perkabungan” tetapi tangisan
ditingkatkan menjadi ratapan. Artinya, ada dampak hidup yang lahiriah yang
mengakibatkan kemalagan rohani yang tidak bisa dihindarkan.
Istilah ratapan ini hanya digunakan sekali saja, yaitu di Yakobus 5:1, yaitu
“ololuzontes” dari kata “ololuzó” artinya “melolong”, atau “ratapan yang sangat
keras, jadi bukan lagi hanya menangis, tetapi menangis dengan sekeras kerasnya
dengan cara melonglong. Jadi, kata ini adalah istilah onomatopoetic, atau bunyi
yang menggambarkan kesedihan yang tidak lagi bisa terhiburkan, sebuah cara
untuk mengekspresikan kehilangan yang paling tinggi. Jadi ungkapan
“menangislah dengan meratap” adalah gambaran dari akan datangnya
kemalangan rohani, sehingga, disisa hidupnya yang tinggal sedikit, tidak lagi bisa
untuk bertobat sesuai dengan kehendak Allah. Itulah sebabnya di ayat 2, materi
meraka di ayat 2 diejek karena tidak bisa menyelamatkan mereka. Itulah dampak
rohani dari kehidupan yang menyimpang dari kehendak Allah. Kepada semua
orang yang mengaku Kristen, periksalah hidupmu sungguh sungguh, apakah
saudara sudah merencanakan hidup seturut rencana Allah atau tidak? Apakah
saudara masih bisa merasakan kebahagiaan rohani yang sejati bersama Yesus?
Ataukah hidupmu hanya kebahagiaan yang semua yang hanya di isi dengan
hiburan hiburan dunia semata? Bisakah saudara merasakan bagaimana
penderitaan roh karena tidak bisa lagi intim dengan rencana-kehendak Tuhan?
Bertobatlah.

YAkobus 5:1-3 Tidak tertolong lagi

ὁ πλοῦτος ὑμῶν σέσηπεν, καὶ τὰ ἱμάτια ὑμῶν σητόβρωτα γέγονεν, [Yakobus 5:2]
Transliterasi: ho ploutos humon sesepen, kai ta himatia hymon sētobrota
gegonen,[Yakobus 5:2]
Terjemahan: Kekayaanmu itu telah membusuk, dan jubahmu telah menjadi
makanan ngengat.[Yakobus 5:2]
Kekayaan mereka telah membusuk.

Makna membusuk di sini diterjemahkan dari kata “sesephon” dari kata “sepo”
yang secara kiasan berarti “membuat membusuk”. Artinya kekayaan yang
didapatkan dengan cara yang tidak benar [korup] pasti merugikan mereka.
Ungkapan ini dilanjutkan dengan bait yang kedua yang menekankan hal yang
sama, yaitu “Jubah mereka telah menjadi makan ngengat” [sétobrótos ]. Jubah
yang dimaksud adalah pakaian luar yang panjang [himation]. Ini adalah busana
luar yang biasa yang terbuat dari Wol dan dikenakan oleh orang orang kaya. Jadi
yang ditekankan dari kata ini adalah harganya yang mahal sehinggal bernilai
prestitius pada saat itu. Karena itulah jubah itu dibuat sebanding dengan
kekayaan mereka. Dari penggunaan kata “gegonen” dari kata “gínomai” Yakobus
ingin menekankan terjadinya perubahan, yang menyiratkan gerakan dari yang
dulu diandalkan sebaliknya menjadi kemalangan, karena tidak bisa lagi diandakan.
jadi saat di katakan Yakobus, “kekayaanmu itu telah membusuk, dan jubahmu
telah menjadi makanan ngengat”, artinya jelas, tidak ada lagi harapan bagi
mereka, karena mereka telah menikmati kesenangan dunia ini, mereka akan di
hokum Allah.Hal ini terlihat jelas dari ayat 3 dan 4

ὁ χρυσὸς ὑμῶν καὶ ὁ ἄργυρος κατίωται, καὶ ὁ ἰὸς αὐτῶν εἰς μαρτύριον ὑμῖν
ἔσται καὶ φάγεται τὰς σάρκας ὑμῶν ὡς πῦρ. ἐθησαυρίσατε ἐν ἐσχάταις
ἡμέραις. [Yakobus 5:3]
Transliterasi: ho chrusos humon kai ho arguros katiotai, kai ho ios auton eis
marturion humin estai kai phagetai tas sarkas humōn hōs pur. ethesaurisate
en eschatais hemerais.[Yakobus 5:3]
Terjemahan: Emas dan perakmu telah berkarat dan racunnya adalah kesaksian bagimu dan akan
memakan dagingmu seperti api. Kamu telah menyimpan kekayaan pada hari-hari terakhir.[Yakobus 5:3]

Emas dan perakmu telah berkarat

Emas [chrusos] pada saat itu digunakan sebagai simbol daya beli yang
mendalam. Sedangkan perak [Arguros] menjadi uang yang memiliki nilai daya beli
yang tinggi. Saat di katakan emas dan perakmu telah menjadi berkarat, maka
yang ditekankannya adalah bahwa emas dan perak yang telah mereka kumpulkan
telah menjadi noda bagi mereka. Itulah sebabnya di katakan “Emas dan perakmu
telah berkarat dan racunnya adalah kesaksian bagimu dan akan memakan
dagingmu seperti api”.

Racun yang dimaksud adalah “ios”, yang merujuk kepada karat besi tertentu yang
bisa menjadi racun panah. Gambaran ini hendak menjelaskan dampak dari
kemalangan rohani yang mereka akan alami di dunia ini. Sedangkan saksi yang
dimaksud dengan saksi adalah “marturion” yaitu bukti dalam kesaksian. Artinya,
harta yang telah mereka kumpulkan pasti alat bukti yang sangat kuat yang
mematikan kehidupan rohani mereka, itulah sebabnya di katakan “memakan
dagingmu seperti api. Dalam Alkitab, api sering digunakan secara kiasan, yang
merujuk kepada orang yang dilawan oleh Allah. Saat di katakan “memakan
dagingmu seperti api”, maka yang dimaksud adalah harta yanag mereka
kumpulkan itu telah menjadi pencobaan bagi mereka. Karena, kata “pur” selain
menjadi api, hal itu juga menjadi pencobaan yang melahap seseorang seperti api.

Itulah yang terjadi dengan mereka yang merencanakan hidupnya dengan


perencanaan yang lahiriah dan duniawi. Karena itulah di katakan dibagian terakhir
“meyimpang harta pada hari hari terakhir”. Yang dimaksud adalah “ésxatos” dari
kata “esxaton” yang merujuk kepada hal-hal di masa depan. Kata ini adalah akar
dari “eskatologi” yang menjelaskan tentang akhir zaman. Jadi di akhir zaman ini
[karena sekarang adalah masa dari akhir zaman] banyak orang yang mengaku
Kristen, tetapi merencanakan kehidupnnya deggan konsep yang lahiriah, yaitu
dengan menyimpan hartanya untuk kehidupan yang sementara. Itulah sebabnya
digunakan kata “ethesaurisate” dari kata “thésaurizó” artinya, menyimpan
dalam arti membangun atau menimbun untuk cara hidup yang lahiriah.

Matius 6:19 “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat


dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya”.

ἰδοὺ ὁ μισθὸς τῶν ἐργατῶν τῶν ἀμησάντων τὰς χώρας ὑμῶν ὁ ἀφυστερημένος ἀφ’
ὑμῶν κράζει, καὶ αἱ βοαὶ τῶν θερισάντων εἰς τὰ ὦτα Κυρίου Σαβαὼθ εἰσελήλυθαν.
Transliterasi: idou ho misthos ton ergaton ton amesanton tas choras hymon ho aphysteremenos aph’
humon krazei, kai hai boai ton therisanton eis ta ota Kuriou Sabaoth eiseleluthan.

Terjemahan: Lihatlah upah para pekerja yang menuai ladangmu telah kamu rampas dari teriaknya, dan
teriakan mereka yang menuai telah sampai ke telinga Tuhan yang pasti datang dengan bala tentara.

Misthos [upah] buruh [ergaton]


Lading yang dimaksud adalah “choras” dari kata “xora” yaitu tanah area yang
terbuka lebar dan luas, dalam dua kasus itu mengacu perkebunan orang kaya.

Pertama tama ditekankan dulu upah orang yang sudah bekerja bagi mereka.
Kemudian dilanjutkan bahwa upah dirampas

Upah yang dirampas

Yakobus menggunakan kata “apostereó” yang bisa diartikan sebagai menipu,


merampas yang mengakibatkan kekurangan dan kehilangan. Jadi kata ini
menjelaskan dampak dari akibat penahan atau pengurangan hak dari buruh saat
itu sehingga buruh itu menjadi kekurangan dan bahkan kehilangan hak mereka.
Jadi orang orang kaya saat itu bahkan sampai melakukan cara cara yang
bertentanga dengan ajaran Kristus yaitu dengan cara menipu [merampas] apa
yang menjadi hak milik orang lain.
Telah kamu rampas dari teriaknya.

Uangkapan ini sangat menarik, karena yakobus menggunakan ungkapan yang


tidak biasa. Jadi tidak dirampas dari mereka tetapi dirampas dari teriak mereka.

Untuk melihat terjemahan setepatnya ada beberapa yang harus kita perhatikan dari
uangkapan “ho aphusterēmenos aph’ humon krazei” ini;

Pertama. Kata “aphusterēmenos” artinya adalah merampas. Sedangkan “aph” dari kata
“apo ”artinya adalah dari. Sedangkan “humon” artinya kamu, sedangkan “krazei”
artinya teriak. Jadi frasa ini harus diterjemakan dengan kamu kamu rampas dari
teriaknya.

Kedua. “aphusterēmenos” adalah kata kerja perfect participle, artinya orang kaya itu
telah melakukan atau telah terlibat dalam merampas. Karena itu kita terjemahkan
menjadi “telah kamu rampas. Sedangkan “krazei” adalah kata kerja orang ketiga
tunggal, karena itu diterjemahkan menjadi terikanya. Jadi uangkapan ini memang
menjelaskan makna dari “merampas dari teriak”. Artinya Yakobus hendak menjelaskan
bahwa, orang kaya itu bukan saja merampas mereka, tetapi setelah pekerjanya menjerit
jerit meminta hak mereka, orang kaya itu juga tepat tidak memberikan hak mereka, dia
tetap merampas hak mereka.

Buruh itu berterik dengna hati yang tulus

Buruh itu memang benar benar berteriak dengan hati yang tulus, ini untuk
membedakan dengan mereka yang berterik tetapi dengan agenda yang busuk, sama
seperti demo demo yang terjadi di Indonesia, khusunya teriakan orang banyak yang
menuntut Ahok dipenjara. Tetapi teriakan ini adalah teriakan yang tulus, karena kata
yang digunakan adaah “boe” yang artinya teriakan yang tulus untuk minta tolong.

Dan teriakan mereka yang menuai “kai hai boai ton therisanton”

Artinya mereka bekerja tetapi sambil berteriak dengan tulus, tetapi mereka tetap harus
bekerja karena mereka harus berkerja untuk tetap bisa hidup.

Pasti datang degan bala tentara.

Pertama: Sabaoth adalah bentuk jamak dari “Sabaot ” artinya, tentara yang banyak. Oleh Alkitab selalu
diartikan dengan bala tentara. Kata ini Sabaot adalah transliterasi Yunani dari istilah Ibrani, Baah, yang
berarti “sebuah kerumunan tak terhitung” [tidak terbatas]. Sabaot sering diartikan sebagai “the Lord of
hosts” atau yang dalam Bahasa Indonesia sering diartikan sebagai “Tuhan semesta Allah”, tetapi makna
kata ini adalah Tuan, atau raja dengan bala tentara yang sangat banyak. Kata ini hanya digunakan dua
kali. Yang pertama di Ro 9:29 dan yang kedua di yakobus 4:5 yang bermakna, Tuhan akan datang dengan
kekuatan yang tidak terbatas untuk menghukum ketidakadilan.

Kedua. Eiselēluthan adalah kata kerja Present Indikatif Aktif yang Menyatakan waktu kini. Artinya Tuhan
akan datang secara terus-menerus dan berulang kali setiap terjadi ketidakadilan. Jadi saat orang kaya itu
merampas dari teriak mereka, dari kesungguhan hati buruh itu untuk jangan upah mereka dirampas
atau direkaya, tetapi setiap kali terjadi perampasan itu, maka Allah datang dengan kekuatan penuh
untuk mendatangkan malapetakan kepada orang kaya itu. Itulah sebabnya di ayat 1, orang kaya itu pasti
menangis dengan meratap, karena kekuatan Tuhan yang penuh telah menghancurkan kehidupan rohani
orang.

Khotbah: IMAN YANG BENAR Yakobus 2:14-26


A lkitab mendefinisikan iman sebagai dasar dari segala sesuatu yang

diharapkan dan bukti dari hal yang tidak kelihatan (Ibr. 11:1). Apabila masih
terdapat sedikit saja keraguan, Alkitab juga mengatakan, "Percayalah kepada
Allah" (Mrk. 11:22). Melalui iman kita menerima pengampunan dosa,
pembenaran, keselamatan, penyucian, terang dan kehidupan rohani, peneguhan,
pemeliharaan, pengangkatan, jalan masuk kepada Allah dan kehidupan kekal
dengan perhentian di surge. Tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada
Allah. Iman menimbulkan harapan, sukacita, dan damai sejahtera. Iman sejati
ditunjukkan oleh buah-buahnya, iman yang tidak disertai buah adalah mati; iman
mengatasi segala kesulitan dan menjadi perisai dan baju zirah melawan semua
bahaya (Yak. 2:21-25; Mat. 17:20; Ef. 6:16; I Tes. 5:8).

Inti dari surat Yakobus 2 terdapat dalam ayat 22. Kita tidak hanya mendengar
firman Tuhan tetapi juga merupakan pelaku firman. Firman Tuhan yang sudah
diberikan itu seharusnya tertanam dalam diri kita dan memberikan kita hidup
yang baru. Firman ini adalah yang kita taati dan ini adalah firman yang
membebaskan, hukum yang memperbaharui kita.

Ada satu pertanyaan yang sangat penting, yang diajukan oleh Yakobus pada ayat
yang ke- 14, yaitu iman yang seperti apakah yang menyelamatkan kita? Yakobus
dan Paulus memberikan jawaban mengenai hal ini dengan cara yang sama, hanya
iman sajalah yang dapat menyelamatkan kita. Pertanyaannya adalah bagaimana
iman tersebut menjadi nyata dalam kehidupan kita? Inilah yang ditanyakan oleh
Yakobus, iman seperti apa yang menyelamatkan? Iman yang dapat
menyelamatkan adalah iman yang ditunjukkan dalam bentuk percaya kepada
Tuhan. Dan bukti bahwa kita percaya ditunjukkan dalam perbuatan kita.

Yakobus ingin menyampaikan bahwa apabila kita memiliki iman namun kita tidak
perduli kepada saudara-saudari kita, maka hal tersebut tidak berguna. Bentuk
keperdulian kita tidak hanya berbicara mengenai materi namun juga bagaimana
kita menggunakan lidah kita. Yak 1: 19 : “Hai saudara-saudara yang kukasihi,
ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat
untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah.” Ini berarti apabila kita
mendendam, mengejek, berbuat kasar, maka iman kita adalah iman yang tidak
berguna. Apabila kita memiliki perilaku dan sifat yang tidak perduli kepada orang
lain, maka iman yang kita miliki adalah iman yang tidak berguna. Iman yang tidak
berguna bagi diri sendiri dan iman yang tidak berguna bagi orang lain.

Ada tiga macam iman. Yang pertama adalah iman yang bersifat pengetahuan. Kita
dapat melihat iman seperti ini dalam Yoh 2 ketika Yesus mengubah air menjadi
anggur. Mujizat pertama tersebut disaksikan oleh banyak orang namun kita juga
mengetahui bahwa tidak banyak yang percaya kepada-Nya. Kemudian iman yang
kedua adalah iman yang mempercayai kebenaran. Namun berhenti di situ. Inilah
yang dikatakan dalam Yak 2:19. Ini adalah dimana setan-setan percaya mengenai
Yesus dan yang tadi sudah disampaikan di atas. Tidak hanya setan-setan percaya
mengenai Yesus, mereka juga taat kepada perintah-Nya. Sebagai contoh adalah
ketika Yesus mengusir roh jahat yang bernama Legion. Setan-setan patuh dan
memasuki babi-babi tersebut (Markus 5). Kemudian ada iman yang ketiga. Tidak
hanya kita percaya dan yakin, melainkan iman yang cukup untuk kita dapat
menjalankannya. Iman yang ketiga inilah yang menyelamatkan kita.

Dalam Rm3:28, Paulus mengatakan, “Karena kami yakin, bahwa manusia


dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat.” Apakah
hal ini bertentangan dengan Yakobus 2: 24 yang mengatakan, “Jadi kamu lihat,
bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya
karena iman.”

Jawabannya adalah tidak bertentangan. Ketika kita memiliki iman yang


menyelamatkan, iman yang dapat membenarkan kita, membuat kita benar di
hadapan Allah, maka hal tersebut harus nyata dalam kehidupan kita sehari-hari.
Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa
perbuatan-perbuatan adalah mati. Adalah hal yang sia-sia apabila iman kita tidak
diwujudkan dalam tindakan kita. Kita tidak hanya mendengarkan firman Tuhan,
melainkan kita juga melaksanakan firman Tuhan dengan penuh ketaatan dan
konsisten.

Iman yang benar adalah iman yang mendengarkan firman Tuhan ; Iman itu
menerima firman Tuhan; dan iman itu dengan tekun melaksanakan firman Tuhan.

Ulangan 28 ayat 1-14 dengan jelas mengatakan apa yang akan terjadi kepada kita
apabila kita mendengarkan firman Tuhan, menerima firman Tuhan dan
melaksanakan firman Tuhan. Namun ulangan 28 ayat 15-45 dengan jelas juga
mengatakan apa yang akan terjadi apabila kita tidak mendengarkan firman Tuhan,
tidak menerima firman Tuhan, dan tidak tekun melaksanakan firman Tuhan.
Ulangan 28 mengenai berkat dan kutuk ini secara harafiah terjadi di masa lalu.
Namun secara metafora terjadi di masa kini.

Oleh karena itu, kita harus dengan sungguh-sungguh mempelajari kebenaran


firman Tuhan dan mengerjaan kebenaran tersebut sehingga kita memiliki iman
yang benar dan tidak akan terombang-ambing oleh arus jaman ini.

Tuhan Yesus memberkati.

By Antonius Art

Yakobus 5:4 Merampas Hak Orang Lain

ἰδοὺ ὁ μισθὸς τῶν ἐργατῶν τῶν ἀμησάντων τὰς χώρας ὑμῶν ὁ ἀφυστερημένος ἀφ’ ὑμῶν κράζει, καὶ
αἱ βοαὶ τῶν θερισάντων εἰς τὰ ὦτα Κυρίου Σαβαὼθ εἰσελήλυθαν.

Transliterasi: idou ho misthos ton ergaton ton amesanton tas choras hymon ho aphysteremenos aph’
humon krazei, kai hai boai ton therisanton eis ta ota Kuriou Sabaoth eiseleluthan.

Terjemahan: Lihatlah upah para pekerja yang menuai ladangmu telah kamu rampas dari teriaknya, dan
teriakan mereka yang menuai telah sampai ke telinga Tuhan yang pasti datang dengan bala tentaraNya.

P ada saat itu para buruh mengerjakan ladang atau “choras” atau tanah area yang terbuka

lebar dan luas milik perkebunan miliki orang kaya, tetapi upah buruh itu dirampas oleh orang kaya
tersebut. Cara orang kaya itu merampas dengan cara melakukan penipuan [apostereó] yang
mengakibatkan kekurangan dan kehilangan dari pihak buruh tersebut. Kata “apostereo” ini menjelaskan
dampak dari akibat penahan atau pengurangan hak dari buruh saat itu sehingga buruh itu menjadi
kekurangan dan bahkan kehilangan hak mereka sehingga mereka sangat menderita. Jadi orang orang
kaya saat itu melakukan cara cara yang bertentanga dengan ajaran Kristus, dengan cara menipu
[merampas] apa yang menjadi hak milik orang lain, meskipun mereka juga mengaku percaya Yesus.

Ungkapan yang digunakan Yakobus sangat menarik untuk diamati. Sebab di katakan “telah kamu rampas
dari teriaknya”. Ungkapan ini sangat menarik, karena Yakobus menggunakan ungkapan yang tidak biasa
yang hendak menekankan, bahwa tidak dirampas dari mereka tetapi dirampas dari teriak mereka.
Untuk melihat terjemahan setepatnya ada beberapa yang harus kita perhatikan dari ungkapan “ho
aphusterēmenos aph’ humon krazei” ini;

Pertama. Kata “aphusterēmenos” artinya merampas. Sedangkan “aph” artinya adalah dari. Lalu,
“humon” artinya kamu, sedangkan “krazei” artinya teriak. Jadi frasa ini harus diterjemakan dengan
kamu kamu rampas dari teriaknya.

Kedua. “aphusterēmenos” adalah kata kerja perfect participle, artinya orang kaya itu telah melakukan
atau telah terlibat dalam merampas. Karena itu, kita terjemahkan menjadi “telah kamu rampas.
Sedangkan “krazei” adalah kata kerja orang ketiga tunggal, karena itu diterjemahkan menjadi terikanya.
Jadi ungkapan ini memang menjelaskan makna dari “merampas dari teriak”. Artinya Yakobus hendak
menjelaskan bahwa orang kaya itu bukan saja merampas mereka, tetapi meski orang kaya itu melihat
penderitaan yang diakibatkannya, orang kaya itu juga tetap tidak memberikan hak mereka, dia tetap
merampas hak mereka. Jadi meski dari pihak buruh sudah meminta supaya mereka diperlakukan
dengan benar, tetap saja orang kaya itu melakukan cara cara yang merugikan para buruh untuk
mengeruk keuntungan sebanyak mungkin.

Buruh itu memang benar benar berteriak dengan hati yang tulus, hal ini ditekankan,
untuk membedakan dengan mereka yang berterik tetapi dengan agenda yang busuk,
sama seperti demo demo yang terjadi di Indonesia, khususnya teriakan orang banyak
yang menuntut Ahok dipenjara. Tetapi teriakan ini adalah teriakan yang tulus, karena
kata yang digunakan adaah “boe” yang artinya teriakan yang tulus untuk minta
tolong.
Para buruh itu, harus tetap bekerja meski mereka tetap meminta hak mereka, ini
sudah pasti diakibatkan kebutuhan yang harus mereka penuhi, itu sebabnya di katakan
“teriakan mereka yang menuai”. Artinya mereka bekerja tetapi sambil berteriak
dengan tulus, mereka tetap harus bekerja, sebab kalau tidak bekerja mereka dan
keluarga mereka akan mati. Dan teriak mereka yang tulus karena penderitaan yang
mereka alami pun sampai ketelinga Allah. Teriakan mereka telah menjadi doa
mereka. Ini adalah ungkapan yang menjelaskan bahwa, dalam penderitaan mereka,
Allah memperhatikan mereka.
Dan karena itu Allah Pasti datang degan bala tentara.

Pertama: “Sabaoth” adalah bentuk jamak dari “Sabaot ” artinya, tentara yang banyak. Oleh Alkitab
selalu diartikan dengan bala tentara. “Sabaot” adalah transliterasi Yunani dari istilah Ibrani, “Baah”,
yang berarti “sebuah kerumunan tak terhitung” [tidak terbatas]. Sabaot sering diartikan sebagai “the
Lord of hosts” atau yang dalam Bahasa Indonesia sering diartikan sebagai “Tuhan semesta Allah”, tetapi
makna kata ini adalah Tuan, atau raja dengan bala tentara yang sangat banyak. Kata ini hanya digunakan
dua kali di PB. Yang pertama di Ro 9:29 dan yang kedua di yakobus 4:5 yang bermakna, Tuhan akan
datang dengan kekuatan yang tidak terbatas untuk menghukum ketidakadilan.

Kedua. Eiseleluthan adalah kata kerja Present Indikatif Aktif yang Menyatakan waktu kini. Artinya Tuhan
akan datang secara terus-menerus dan berulang kali setiap terjadi ketidakadilan. Jadi saat orang kaya itu
merampas dari teriak mereka, dari kesungguhan hati buruh itu untuk jangan upah mereka dirampas
atau direkaya, tetapi setiap kali terjadi perampasan itu, maka Allah datang dengan kekuatan penuh
untuk mendatangkan malapetakan kepada orang kaya itu. Itulah sebabnya di ayat 1, orang kaya itu pasti
menangis dengan meratap, karena kekuatan Tuhan yang penuh telah menghancurkan kehidupan rohani
orang.

Yakobus 5:5 Bersenang senang dan bermewah mewahan

ἐτρυφήσατε ἐπὶ τῆς γῆς καὶ ἐσπαταλήσατε, ἐθρέψατε τὰς καρδίας ὑμῶν ἐν ἡμέρᾳ
σφαγῆς.

Transliterasi: etruphēsate epi tēs gēs kai espatalēsate, ethrepsate tas kardias humōn
en hēmera sphagēs.

Terjemahan: Kamu telah hidup untuk kesenangan di atas bumi dan hidup bermewah-
mewah. Kamu telah menggemukkan hatimu pada hari pengorbanan

P enghkuman Tuhan kepada orang kaya itu disebabkan hidup bermewah mewah di

dunia. Ditambah lagi dengan kemewahan mereka akibat perampasan hak orang lain.
Di ayat ini Yakobus Ingin memberikan gambaran dari kerusakan kerohanian seseorang
diakibatkan cara hidup yang bermewah mewah [trypháō], atau hidup yang bermanja
menurut aturan dunia. Standar hidup yang bermewah itu adalah kemewahan yang
tidak diperlukan atau tidak dibutuhkan [spataláō] dalam mengikut Tuhan. Artinya
tidak boleh ada pemborosan dan kemubaziran untuk hidup nyaman di dunia ini,
karena cara hidup yang demikian adalah wujud dari keserupaan dengan dunia.
Roma 12:2 Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah
oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah
kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang
sempurna.
Dibagian terakhir di katakan “Kamu telah menggemukkan hatimu pada hari
pengorbanan ”. Menggemukkan disini adalah kata kiasan yang menjelaskan orang yang
berkembang, melalui cara cara atau oleh unsur unsur nilai duniawi, jadi kata ini
menggambarkan perkembangan kerohanian seseorang ke arah yang jahat. Untuk
memahami ungkapan ini, kita perlu mengkaitkan Ungkapan “menggemukkan hatimu
pada hari pengorbanan” dengan 1 Samuel 2:11-36, di mana anak anak imam Eli
melakukan hal yang jahat di mata Tuhan, karena ayat 5 ini juga diungkapan menurut
gambaran yang dilakukan oleh anak anak imam Eli.
2:11 Lalu pulanglah Elkana ke Rama tetapi anak itu menjadi pelayan TUHAN di
bawah pengawasan imam Eli. 2:12 Adapun anak-anak lelaki Eli adalah orang-
orang dursila mereka tidak mengindahkan TUHAN, 2:13 ataupun batas
hak para imam terhadap bangsa itu. Setiap kali seseorang mempersembahkan
korban sembelihan, sementara daging itu dimasak, datanglah bujang imam
membawa garpu bergigi tiga di tangannya 2:14 dan dicucukkannya ke dalam
bejana atau ke dalam kuali atau ke dalam belanga atau ke dalam periuk.
Segala yang ditarik dengan garpu itu ke atas, diambil imam itu untuk dirinya
sendiri. Demikianlah mereka memperlakukan semua orang Israel yang datang
ke sana, ke Silo. 2:15 Bahkan sebelum lemaknya dibakar, bujang imam itu
datang, lalu berkata kepada orang yang mempersembahkan korban itu:
"Berikanlah daging kepada imam untuk dipanggang, sebab ia tidak mau
menerima dari padamu daging yang dimasak, hanya yang mentah
saja." 2:16 Apabila orang itu menjawabnya: "Bukankah lemak itu harus dibakar
dahulu, kemudian barulah ambil bagimu sesuka hatimu," maka berkatalah ia
kepada orang itu: "Sekarang juga harus kauberikan, kalau tidak, aku akan
mengambilnya dengan kekerasan."

Dari gambaran kisah anak anak Eli, dan apa yang dijelaskan Yakobus kita
mendapatkan persamaannya;
kalau anak anak Imam Eli memiliki ciri ciri berikut;
 Orang dursila yang tidak mengindahkan Tuhan
 Tidak mengindahka batas hak umat Allah
 Melakukan hanya untuk kepentinganan diri sendiri
 Bertindak sesuka hati
 Melakukan kekerasan, jika apa yang diinginkannya tidak di dapatkan.
Maka orang kaya itu juga memiliki ciri ciri berikut’
 Hidup hanya untuk mencari untung bagi diri sendiri

 Tidak mengindahkan kesediaan Tuhan

 Bangga atas cara hidupnya yang jahat

 Merampas hak orang lain

 Hidup bersenang senang dan bermewah mewah

Persamaan keduanya, memberikan kita gambaran rohani tentang ungkapan


“menggemukkan hati pada hari pengorbanan” adalah gambaran kerohanian yang
jahat, yang meski memiliki status sebagai anak Allah, atau pelayan Allah, tetapi sikap
hidupnya justru melayani dunia ini saja. Karena itulah di ayat 5 ini dYakobus
mengungkapkan mereka sebagai orang yang bersenang senang dan bermewah
mewahan.

Yakobus 5:6 DAMPAK YANG DIALAMI ORANG BENAR DAN MEMAHAMINYA

κατεδικάσατε, ἐφονεύσατε τὸν δίκαιον· οὐκ ἀντιτάσσεται ὑμῖν.

Transliterasi katedikasate, ephoneusate ton dikaion; ouk antitassetai humin.

Terjemahan: Kamu telah mengutuk, kamu telah membunuh orang benar, dia tidak bisa
melawanmu.

B anyak ajaran Kristen lahiriah yang mengajarkan bahwa orang benar tidak akan

mengalami penderitaan di dunia ini. Bahkan hari hari ini, umumnya, ajaran ajaran itu
selalu mengklaim dengan iman bahwa seseorang akan mencapai kedudukan tertentu,
mendapatkan posisi yang tinggi, dan akan dipromosikan.

Mari kita membuka mata rohani kita, bahwa ajaran Tuhan tidak pernah mengatakan
demikian. Hari ini kita akan belajar, bahwa justru kecenderungan hidup yang dialami
oleh orang benar mengalami penghukuman dan bahkan berakhir dengan kematian.
Sama seperti yang dialami oleh umat Allah diperantauan. Yakobus jelas jelas
mengatakan, mereka dikutuk-dihukum karena status mereka sebagai orang benar. Dan
mereka tidak bisa melawan. Mari kita perhatikan;

Pertama orang jahat [orang kaya ] mengutuk orang benar. Mengutuk dalam arti
bertindak sebagai hakim yang mengutuk orang lain [katadikazo]. Jadi dia bertindak
seolah olah seorang hakim, tetapi hakim yang jahat, dan memutuskan untuk
menghukum orang benar, dan apa yang dirancangkannya berhasil. Jadi kalau ada
keyakinan bahwa orang benar tidak akan mengalami pengutukan dan penghakiman
dari pihak orang jahat itu tidak benar. Sebaliknya Allah akan mengijinkan hal itu
semata mata untuk memurnikan orang benar.

Dalam perkara yang dihadapi Ahok, secara iman saya meyakini sesuai dengan ajaran
Tuhan, Ahok pasti diijinkan Tuhan untuk dihakimi dan dihukum oleh orang orang yang
tidak benar, dan hal itu sudah terjadi. Ahok mengalami ini semata mata untuk
memurnikan Ahok, karena Ahok adalah orang benar.

Itulah cara Allah memurnikan Ahok, dan itulah cara Allah untuk menurunkan para
malaikatNya untuk menghukum ketidak benaran.

B ahkan di katakan orang yang tidak benar itu membunuh orang benar. Bukan saja

membunuh orang benar, dia malah membenarkan tindakannya [phoneuo], dan


pembenaran dirinya berhasil di dunia ini. Pembenaran tindakan ini bisa jadi dalam
berbagai cara untuk menggangap tindakannya sebagai hal yang wajar, dan karena itu
dia melindungi dirinya dari keadilan di dunia ini dan dia berhasil. Dan umumnya
tindakan yang demikian berhasil di dunia ini.

Karena itu kita mengingaktkan umat Allah, bahwa kita adalah alat untuk menghukum
dunia. Tetapi penghukuman akan dunia tidak seperti yang dunia pikirkan melainkan
denga cara Allah. Bagaimana Allah datang dengan balatentaranya jika teriakan kita
tidak sampai kepada Allah? Bagaimana teriakan kita sampai kepada Allah kalau kita
tidak mengalami berbagai kesukaran dan aniaya dunia ini? Karena itulah didunia ini
orang benar diijinkan Tuhan dianiaya, tujuannya selain untuk memurnikan kita, tetapi
juga untuk mendatangkan murka Allah atas orang yang tidak benar.

Kenapa, Allah datang dengan kekuatan penuh? Alasannya adalah karena orang yang
ditindas, dihukum dan bahkan dibunuh itu adalah orang benar. Logika sederhananya,
kalau orang yang tidak benar dihukum itu adalah hal biasa. Tetapi kalau orang benar
ditindas, itulah cara Allah menghakimi dunia, sebab dalam penghakiman Allah,
terbukti orang orang benar itu ditindas dan karena itu secara rohani kekuatan Allah
akan datang untuk mematikan rohani seseorang.

Itu sebabnya difrasa terakhir di katkan “yang tidak bisa melawan mereka”. Dia tidak
memiliki kemampuan untuk membentengi diri atau melakukan perlawanana tau
serangan balik [antitássomai]. Hal ini mengajarkan bahwa apa yang dilakukan di bumi
akan dituai pada akhirnya. Tidak ada yang terlewat dari pandangan Allah. Meski
menurut pandangan dunia ini Allah seolah olah tidak bertindak, tetapi melampaui apa
yang kasat mata Allah bertindak dengan adil. Dan dalam hal ini kita harus beriman

Kita akan memeriksa Amsal 15:25 untuk kita Imani, bahwa Allah pasti berindak adil
dengan tepat, tatkala Amsal 15:25 mengatakan,” TB: Rumah orang congkak dirombak
TUHAN, tetapi batas tanah seorang janda dijadikan-Nya tetap.” Perhatikan metafora
di balik ungkapan perumpamaan di atas. Ayat ini bukan ungkapan harfiah, tetapi
merupakan perumpamaan mini, yang menunjuk di balik rumah dan janda kepada
prinsip umum bahwa Allah pada akhirnya akan memperbaiki kerusakan dunia ini,
merendahkan yang congkak dan mengupahi mereka yang dengan benar telah
menderita [bdk. Mat. 5:3]. Artinya pada akhirnya dalam penghakiman terakhir Allah,
Dia akan memberikan keadilan . Percayalah

Yakobus 5:7 KENAPA ORANG BENAR HARUS LAMA MENDERITA?

Yakobus 5:7

Μακροθυμήσατε οὖν, ἀδελφοί, ἕως τῆς παρουσίας τοῦ Κυρίου. ἰδοὺ ὁ γεωργὸς
ἐκδέχεται τὸν τίμιον καρπὸν τῆς γῆς, μακροθυμῶν ἐπ’ αὐτῷ ἕως λάβῃ πρόϊμον καὶ
ὄψιμον.

Transliterasi: Makrothumēsate oun, adelphoi, heōs tēs parousias tou Kuriou. idou ho
geōrgos ekdechetai ton timion karpon tēs gēs, makrothumōn ep’ autō heōs labē
proimon kai opsimon.

Terjemahan: karena itu, bersabarlah menderita saudara saudara sampai kedatangan


Tuhan! amatilah petani, dia menanti-nantikan buah yang terbaik dari tanah, dia lama
bersabar sampai dia menerimanya dari yang awal dan yang terakhir.
K ita telah belajar bahwa ternyata orang percaya, diijinkan Tuhan menderita

sebagai cara Tuhan untuk menghukum orang yang tidak benar. Sebab Allah harus
membuktikan dulu bahwa ada orang yang benar dianiaya, supaya dalam pengadilan
Allah, terbukti ada yang tidak benar. Dan bagaimanakah Allah bisa membuktikan
ketidakbenaran kalau tidak ada orang benar yang menderita? Dalam hal ini dibutuhkan
pikiran yang jernih dan iman yang sejati untuk bisa memahami kehendak dan rencana
Allah ini.

Sekarang kita akan memeriksa seberapa lamakah penderitaan itu? Logikanya adalah
sedikit orang yang benar, berarti banyak orang yang tidak benar. Dan karena banyak
orang yang tidak benar maka banyak juga penderitaan yang dialamai oleh orang yang
benar. Dan karena orang benar diijinkan Allah ditindas untuk membuktikan
penghukuman akan orang yang tidak benar dan akan yang jahat, Allah pasti
mengijinkan penderitaan itu terjadi dengan waktu yang lama. Itulah sebabnya di
katakan “karena itu, bersabarlah menderita saudara saudara sampai kedatangan
Tuhan!” Apa yang kita pelajari dari ajaran Tuhan ini?

Pertama, orang benar akan mengalami penderitaan yang lama [makrothuméō], kata
ini memberikan gambaran bahwa orang benar harus bertahan untuk menahan
amarah, menolak untuk membalas dengan kemarahan, memperpanjang waktu yang
lama. Artinya, orang benar benar akan mengalami penderitaan yang lama, dan dalam
hal ini orang benar harus memahami iman sebagai kesabaran untuk menahan
penderitaan di dunia ini.

J adi, iman sejati adalah menunjukkan kesabaran Ilahi [makrothuméō] dalam

menghadapai kesukaran di dunia ini, hal ini juga berarti menantikan kemaran Tuhan
pada akhirnya. Itulah sebabnya di katakan “sampai kedatangan Tuhan!”

Diayat 4 telah kita pelajari bahwa Tuhan akan datang dengan balatentara [kekuatan
penuh], tetapi di ayat 7 ini kita diminta bersabar sampai Tuhan datang.
Apa iman yang harus kita pahami dari ayat 4 dan ayat 7 ini?

Balatentara Tuhan yang datang dengan kekuatan penuh [ayat 4] bukan untuk menghentikan dampak
atau kesukaran yang lahiriah, tetapi menghukum kerohanian. Atau semacam bukti yang sudah lengkap
sehingga kerohanian seseorang dimatikan. Dalam hal ini mungkin saja seseorang masih saja disebut
Kristen, tetapi mereka sudah tidak lagi mampu bertobat
Sabar menanti Tuhan [7] artinya, Allah akan mengijinkan kita untuk waktu yang lama mengalami
aniaya dan kesukaran, karena hal itu dibutuhkan untuk menghukum dunia. Logikanya, tidak mungkin
ada orang yang dihukum hakim sebelum ada yang dirugikan oleh yang didakwa oleh jaksa. Harus ada
dulu bukti yang telah ditindas, baru ada yang dihukum oleh hakim. Dalam hal ini kita harus paham
bahwa, untuk keadilan Allah, kita harus bersabar sampai tetes darah terkahir [kematian].

Banyak orang yang menantikan kedatangan Tuhan tetapi dengan ajaran yang tidak tepat, kita sering
mendengar ajaran yang mengatakan “Tuhan sudah mau datang”, tetapi sedikit sekali orang yang saya
perhatikan dari yang mengatakan demikian, menguasai dirinya untuk hidup menderita, justru orang
yang mengajarkan demikian malahan memfokuskan dirinya untuk sukses menurut aturan dunia ini.
Harusnya kalau kita mengatakan “Tuhan sudah dekat” maka harunya hidup kita harus berpadanan
dengan cara mengikuti cara hidup Yesus yang menderita.

Kalau kita ingin mengambarkan Kedatangan Yesus dengan tepat, maka hal itu harus kita maknai dengan
jaga-jaga. Misalnya dengan gambaran dengan datangnya banjir Nuh. Dalam Luk:28-29, ditambahkan
analogi yang lain, yaitu hujan api dan belerang atas Sodom. Dari dua gambaran di atas jelaslah bahwa
Yesus menekankan kedatangannya dengan cara yang hidup yang tidak lagi boleh disamakan dengan cara
dunia, sama seperti dalam banjir Nuh, mereka hanya hidup untuk membuat perahu. Sama seperti dalam
Belerang Sodom dan Gomora, Lot harus melarikan diri dari tempatnya karena dibakar oleh api yang dari
Tuhan. Karena itu bertobatlah, kalau angkuh sekali untuk didik, makin dingin kasih, dan kalau selalu
menonjolkan hal-hal yang lahiriah, itu tanda seseorang tidak menantikan kedatangan Tuhan , itulah
tanda bahwa telah banyak orang Kristen mati secara rohani, mata rohani tertutup, pintu kasih karunia
telah ditutup, karena tipu daya kenikmatan dunia.

Yakobus 5:7 BELAJAR BERSABAR DARI PETANI

Μακροθυμήσατε οὖν, ἀδελφοί, ἕως τῆς παρουσίας τοῦ Κυρίου. ἰδοὺ ὁ γεωργὸς
ἐκδέχεται τὸν τίμιον καρπὸν τῆς γῆς, μακροθυμῶν ἐπ’ αὐτῷ ἕως λάβῃ πρόϊμον καὶ
ὄψιμον.

Transliterasi: Makrothumēsate oun, adelphoi, heōs tēs parousias tou Kuriou. idou ho
geōrgos ekdechetai ton timion karpon tēs gēs, makrothumōn ep’ autō heōs labē
proimon kai opsimon.

Terjemahan: karena itu, bersabarlah menderita saudara saudara sampai kedatangan


Tuhan! amatilah petani, dia menanti-nantikan buah yang terbaik dari tanah, dia lama
bersabar sampai dia menerimanya dari yang awal dan yang terakhir.

Dalam menantikan kedatangan Tuhan, Kita disuruh belajar mengamati petani.


“amatilah petani, dia menanti-nantikan buah yang terbaik dari tanah, dia lama
bersabar sampai dia menerimanya dari yang awal dan yang terakhir.”

Pertama tama kita disuruh belajar mengamati kesabaran seorang petani

• Perhatikan penekanakan kepada pengamatan [idou], berarti cara seorang petani


harus kita perhatikan dengan tepat

• Kita disuruh mempehatikan cara seorang petani berharap [ekdéxomai]. Seperti


seorang petani hasil yang terbaik, atau yang pada akhirnya hal yang dinantikan selama
dia bertani, dan mungkin tidak akan ada lagi masa seperti itu terjadi dalam
pengharapannya. Saya pernah melihat orang tua saya sangat puas dengan hasil
tomatnya, dan ayah saya pernah berkata, mungkin dia tidak akan penah lagi mencapai
hasil yang sebaik itu

• kita harus mengamati cara petani menantikan hasil yang paling berharga [timios]
dari buah yang ditanamnya. Artinya harapannya itu hanya sekali, dan kalau buah yang
terbaik itu dapat, maka sudah berakhir hasil yang terbaik dari tanah itu. Semua petani
mengetahui bahwa tanah, hanya akan memberikan hasil yang terbaik dari tanahnya
sekali untuk selamnaya dan tidak akan penah lagi masa terbaik itu datang dua kali
hanya sekali untuk selamanya

• Di katakan petani itu lama bersabar [makrothumōn], sampai pada akhirnya dia
menerima [lambano] dari tanahnya yang terbaik dari awal dia bertani sampai akhir dia
bertani di tanah itu.

• Dalam terjemahan asilnya, tidak ada istilah “hujan awal dan hujan akhir” seperti
yang diterjemahakan oleh TB, karena kata yang digunakan adalah “labē proimon kai
opsimon” [menerima yang awal dan yang terakhir] proimon artinya awal, sedangkan
opsimon artinya yang terakhir, artinya tidak ada kata hujan. Jadi ungkapan ini hanya
menjelaskan kesabaran seorang petani dalam menantikan hasil yang terbaik dari
tanahnya, di mana dalam bertani, hanya sekali untuk selamnya dari yang awal dari
bertani dan sampai yang terakhir dia bertani di tanah tersebut mendapatkan hasil
yang terbaik dari tanahnya.

kalau begitu, apa makna dari ungkapan karena itu, bersabarlah

menderita saudara saudara “sampai kedatangan Tuhan!”? lalu pelajaran apa yang
kita amati dari cara seorang petani menantikan hasil terbaik dari tanahnya kepada
penantian akan kedatangan Tuhan? Ini harus kita pahami dengan tetpat, karena
dengan cara yang demikinlah kita bisa menghidupi ajaran Kristus dengan tepat. Hal ini
sangat diperlukan untuk menangkal ajaran yang ditujukan untuk cara hidup yang
lahiriah yang biasanya tidak dipahami oleh kebanyakan orang yang mengaku Kristen;

• Kita harus percaya, dan terus berharap bahwa sekali untuk selamnya Tuhan akan
datang untuk memberikan hasil yang terbaik dari yang terbaik kepada penantian kita

• Kita harus percaya bahwa Tuhan akan memberikan upah yang terbaik kepada kita,
petani saja menantikan hasil yang paling berharga [timios] dari pohon yang
ditanamnya. Kita juga harus percaya bahwa Allah akan memberikan buah yang terbaik
kepada kita

• Kita harus lama bersabar seperti petani lama bersabar [makrothumōn], sampai
pada akhirnya, seperti seorang petani menerima [lambano] dari tanahnya yang terbaik
maka kita juga harus bersabar. Allah memberikan kita Buah Roh untuk dapat bersabar
yaitu Penguasaan diri [egkrateia]. Kita harus yakin bahwa Roh melatih kita seperti
seorang atlit yang mendisiplinkan tubuhnya [1 Kor 9:25]. 1 Petrus 4:7 mengatakan
Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu [egkratei] dan
jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa. Penguasan diri adalah tutup atau bungkus
dari semua sifat sifat buah roh itu. Tanpa penguasan diri maka kita tidak akan mampu
bersabar. Pengendalian diri, mencirikan kedewasaan Kristus [ Kis 24:25; Titus 1:8; II
Pet 1:6].

• Kita harus bersabar menantikan hasil yang terbaik dari ketekunan kita seperti
dalam hal bertani, hanya sekali untuk selamnya dari yang awal dari bertani dan
sampai yang terakhir dia bertani di tanah tersebut mendapatkan hasil yang terbaik
dari tanahnya. Kita juga demikian bahwa sekali untuk selamanya ketekunan kita akan
memberikan dampak yang terbaik di surga kekal.

Yakobus 5:8 MEMAHAMI BERSABAR DAN MENDERITA AKIBAT KEDATANGAN


TUHAN YANG DEKAT

μακροθυμήσατε καὶ ὑμεῖς, στηρίξατε τὰς καρδίας ὑμῶν, ὅτι ἡ παρουσία τοῦ Κυρίου
ἤγγικεν

Transliterasi: makrothumēsate kai humeis, stērixate tas kardias humōn, hoti hē


parousia tou Kuriou ēngiken

Terjemahan: kamu pun harus Bersabar dan harus meneguhkan hatimu, karena
kedatangan Tuhan sudah dekat.
K emarin kita telah mengamati seorang petani, dan dari kesabaran seorang petani

itu kita diingkatkan untuk lama bersabar [makrothumēsate]; [1] lama berharap bahwa
sekali untuk selamnya Tuhan akan datang . [2] lama terus percaya bahwa Tuhan akan
memberikan upah yang terbaik kepada kita,di Yerusalem baru. [3] lama bersabar
seperti petani untuk menerima [lambano] yang terbaik dari Allah. [4] lama Kita harus
bersabar menantikan hasil yang terbaik.
Karena itu kita harus meneguhkan hati [stērixate tas kardias] supaya kita bisa
bersabar. Ini berarti kita wajib memperbaiki ketegasan kita untuk teguh dalam
bersabar. Kita harus mengarahkan diri kita untuk bisa lama bersabar. Artinya harus
ada tindakan yang nyata untuk menopang, mendukung, menguatkan kesabaran kita.
Artinya, mengerjakan kesabaran adalah proyek yang sangat sulit dikerjakan, dan
karena itu perlu focus khusus, karena dengan hanya kita bisa meneguhkan diri, supaya
kita bisa sabar menderita.
Dalam ungkapan yunaninya, dijelaskan, bawah kita lama sabar menderita justru
karena kedatangan Tuhan sudah dekat. Artinya, Tuhan justru tidak datang seperti
yang disalah artikan banyak ajaran palsu. Karena banyak orang mengajarkan
kedatangan yang kedua dengan cara ajaran ajaran yang lahiriah. Tetapi di sini,
dijelaskan bawha kedatangan Tuhan itu justru berbanding lurus dengan lama kita akan
menderita, dan itu sebanya kita diperintahkan harus sabar, menguatkan hati kita
sampai sampai kita disuruh focus untuk membangun hati kita untuk bersabar. Artinya
saat kedatangan Tuhan datang, maka disaat yang bersamaan seseorang akan
membangun penguatan pikirannya utuk bisa lama menderita

S eseorang menderita justru KARENA [HOTI] Tuhan sudah dekat. Perhatikan

ungkapan ini dengan pikiran yang sehat. Harusnya kalau Tuhan sudah dekat, maka
tidak akan lagi kita lama menderita, tetapi ini sebaliknya kita akan lama menderita,
dan kita diminta bersabar, karena justru Tuhan sudah dekat. Inilah ajaran yang benar
tentang kedarangan Tuhan yang sudah dekat. Kalau begitu apa makna dari “Tuhan
sudah dekat” ungkapan ini dari bahasanYunani “hoti hē parousia tou Kuriou ēngiken”.
Perhatikan baik baik kita disuruh harus lama bersabar dan karena itu harus
meneguhkan hati tetapi justru karena Tuhan sudah dekat. Jika kita tidak memahami
makna dari uangkapan ini kita akan menyalah makna kedatangan Tuhan yang sudah
dekat. Ada beberpa hal yang harus kita perhatikan menyangkut hal ini;
Makna dari ungkapan ini adalah:
1. Kedatangan Tuhan [parausia] yang sudah dekat artinya, Allah datang untuk
memurnikan kita dengan mengijinkan perncobaan dan kesukaran hidup
untuk memurnikan kita, karena itulah digunakan kata “hoti” untuk
menjelaskan bahwa kedatangan Tuhan itu berkatian atau justru akan
mengakibatkan terjadinya penderitaan yang diakibatkan oleh orang orang
jahat didunia ini
2. Orang akan tiba pada penjemputan Allah, biasanya berakhir dengan
kematian. Ini juga seuai dengan konteks, dimana pada ayat sebelumnya
orang yang menderita itu sampai mati pada akhirnya.
3. Orang benar akan diijinkan untuk mengalami kesukaran dan biasanya
kesukaran ini membuat seseorang akan memiliki waktu yang lama untuk
mengalami penderitaan.
4. Sebuah keyakinan bahwa ternyata hidup bukan berjalan mulus seperti yang
dinginkan oleh manusia duniawai, tetapi semakin mengalami kemorosostan
lahiriah, dan dalam kemorosotan demi kemorosotan itu kita meyakini bahwa
tinggal sebentar lagi Tuhan sudah akan datang, jadi, supaya bisa mengalami
kedatangan Tuhan yang semakin dekat, atau kedatangan Tuhan yang sudah
dekat, seseorang harus mendekatkan diri kepada jalan hidup Yesus, dia
harus benar benar dekat kepada cara hidup Yesus [eggízō] harus telah
menarik cara hidup mendekati cara hidup Yesus. Mendekati atau “eggízō” di
digunakan sebanyak 14 kali dalam bentuk perfect [mood indikatif] yang
menjelaskan kedekatan yang ekstrim, artinya, supaya kedatangan Tuhan
semakin dekat, seseorang harus-wajib menderita sama seperti Yesus hidup
menderita.

Yakobus 5:8 BERLATIH CARA MENGAKTIFKAN KETEGUHAN PIKIRAN

μακροθυμήσατε καὶ ὑμεῖς, στηρίξατε τὰς καρδίας ὑμῶν, ὅτι ἡ παρουσία τοῦ Κυρίου
ἤγγικεν

Transliterasi: makrothumēsate kai humeis, stērixate tas kardias humōn, hoti hē


parousia tou Kuriou ēngiken

Terjemahan: kamu pun harus Bersabar dan harus meneguhkan hatimu, karena
kedatangan Tuhan sudah dekat.
K ita harus menyadari tipu daya si jahat, bahwa pikiran kita yang tidak selarah

dengan kehendak Allah adalah cara yang jitu yang digunakannya untuk membuat kita
tidak bisa lagi lama bersabar.

Untuk bisa sabar menderita dengan waktu yang lama, kita harus menguatkan hati atau
pikiran terdalam kita bahwa mengikut Yesus adalah menderita sama seperti Yesus
menderita, ini harus kita latih, supaya pikiran yang jahat tidak mendikte pikiran
Kristus di hati kita. Ini perlu kita pahami supaya pikiran kita jangan pikiran pikiran
yang salah mengendalikan pikiran yang benar .

Lalau bagaimana caranya supaya kita bisa menguatkan hati kita? kita perlu berlatih
menyeleraskan pikiran kita degan pikiran Yesus, pikiran kita harus kita latih untuk
kita ciptakan dari unsur keAllahan. Karena itulah penggunaan kata
meneguhkan[stērixate] yang digunakan bertujuan untuk memperbaiki ketegasan kita,
untuk teguh dalam bersabar, untuk mengarahkan diri kita lama bersabar. Artinya
harus ada tindakan yang nyata untuk menopang, mendukung, menguatkan kesabaran
kita.

Unsur KeAllahan ditekankan supaya kita sadar, kalau unsus atau pusat dari
keberadaan kita dikuasai si jahat, maka unsur keberadaan Allah tidak ada lagi di
dalam diri kita. Artinya harus ada satu perubahan [metamorphouste] atau
transformasi hati atau budi kita. Jadi supaya kita bisa meneguhkan hati kita, maka
hati kita atau Pikiran terdalam kita harus kita baharaui, artinya peneguhan hati kita
terjadi dengan cara pembaharuan pikiran menjadi pikiran kristus dimulai dari CARA
KITA menciptakan pikiran kristus setiap setiap hari. Amsal 4:23 terjemahan VMD
berkata,
Di atas segala-galanya, hati-hatilah terhadap yang kaupikirkan karena
pikiranmu mengendalikan hidupmu

H ari ini kita akan berlatih cara MENGAKTIFKAN KETEGUHAN PIKIRAN supaya

bisa tahan sabar dalam menghadapi kesukaran akibat orang orang jahat di
dunia ini. Latihlah petunjuk dibawah ini sesuai dengan cara anda memfokuskan
diri anda. Ingat, cara ini tidak harus persis sama, anda bisa melakukannya
sesuai dengan kebiasaan anda menyemangati diri anda;
Langkah langkah yang Anda adalah:

 Halpertama yang Anda lakukan adalah percayalah, rasakanlah kebahagiaan sejati,


dan beryukurlah karena darah Yesus telah membahagiakan anda

 Katakan hal dibawah ini (dalam hati terdalam dengan sangat kuat) :

 Hari ini saya sudah bahagia dan bersemangat apapun yang akan terjadi,
karena itu sudah seijin Tuhan untuk mendatangkan kebaikan bagi saya

 saya pasti kuat dalam Tuhan, apapun yang akan terjadi, saya akan sabar,
apapun cobaan yang akan datang

 Selama 1 menit pikiran Anda rileks dan fokus hanya kepada karya Yesus kepada
anda. Fokuslah kepada keberhasilan Yesus menebus anda, dan berbahagialah akan
hal itu

 Lakukan visualisasi dengan perasaan yang benar benar bahagia, sekitar 5 menit

 Bersyukuratas apa yang telah Anda capai atau yang telah Anda alami saat ini, ingat
akan apapun, bukan hanya hanya baik menurut pengamatan anda saja, tetapi akan
semua hal dan sambil mengucap syukurlaha mulut anda, beberapa kali untuk
menguatkan daya kuat hati anda

 Bayangkan atau katakan dalam hati dengan spesifik hal hal yang membuat Anda
bersyukur saat ini. Ingat, atas semuanya, bukan saja yang baik tetapi juga yang
menurut anda kurang baik. Lakukan selama 2 menit.

 Bayangkan Anda sudah mencapai apa yang Anda inginkan dengan penuh perasaan
bahagia. Lakukan selama 3 menit.

KUASA KESEPAKATAN MATIUS 18 : 19 – 20


D an lagi Aku berkata kepadamu : jika dua orang dari padamu di

dunia ini SEPAKAT MEMINTA APAPUN JUGA permintaan mereka akan


dikabulkan oleh BapaKu yang di sorga. Sebab dimana dua tiga orang
BERKUMPUL DALAM NAMAKU, disitu AKU ADA DI TENGAH-TENGAH
MEREKA.”

Kunci Keberhasilan hidup & Pelayanan


 tidak ditentukan pada Skill, Sistem, dan Program2 yang canggih
serta sumber-sumber yg kita miliki.
 Tuhan memberikan suatu KUNCI yang luar biasa untuk kita yaitu
KESEPAKATAN.
 Kebersamaan bukanlah keseragaman melainkan “menjadi”
bersama
 Kita seringkali hanya “doing together” tetapi tidak “being
together”
 Sepakat adalah tingkat hubungan tertinggi.

Di dalam Matius 18:19-20, kata Sepakat yang dimaksud dalam bahasa


Yunani “SUMFUNEO”. Dari situlah berasal kata SIMFONI, HARMONI,
ORKESTRA.

Mengapa Kesepakatan adalah hal yang penting bagi Tuhan?

1. Ada kuasa dalam kesepakatan, bahwa kesepakatan kita akan


menghasilkan persetujuan surga.

 Karena Allah kita adalah Allah yang sepakat.


 Manusia diciptakan dalam gambar dan rupa kesepakatan.
2. Kesepakatan adalah kunci utama untuk memberkati kita

“Nyanyian ziarah Daud. Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya,


apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun! Seperti
minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh
ke janggut Harun dan ke leher jubahnya. Seperti embun gunung
Hermon yang turun ke atas gunung-gunung Sion. Sebab ke sanalah
TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya”.
Mazmur 133:1-3

K ekristenan itu sederhana tidak perlu aneh-aneh. Ajaran Yesus

tentang Gereja tidak Rumit. GEREJA adalah Belajar SEPAKAT, Allah hanya
akan memerintahkan berkat turun ketempat-tempat yg ada Kesepakatan
& Kesehatian (Mazmur 133:1-3). Bagian Kita menjaga kesehatian &
Kesepakatan. Bagian Tuhan memerintahkan berkat turun

3. kesepakatan adalah kesatuan memotivasi

Kesepakatan berbicara Motivasi yang benar dan Hubungan yang


Benar.[Christianity is a True Releationship]. Kristus yang ditinggikan
dihati kita untuk kita dapat mengalirkan kasih di dalam hubungan Kepada
sesama.

4. Kesepakatan adalah tempat Allah bekerja dan menyatakan


kehendaknya.

Kesepakatan adalah jalan untuk kita mengetahui Kehendak Allah untuk


hidup dan pelayanan kita. Selama kita belum sepakat kita tidak akan
mengerti apa yang menjadi maunya Allah atas hidup dan Pelayanan kita
Bagaimana membangun Kebersamaan dan Kesepakatan ?

Filipi 2 : 1 - 5
Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada
persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, karena itu
sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati
sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak
mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia.

Filipi 2 : 1 - 5
Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap
yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-
tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi
kepentingan orang lain juga. Hendaklah kamu dalam hidupmu
bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam
kristus yesus.

Bagaimana membangun Kebersamaan dan Kesepakatan ?


1. KETULUSAN
Motivasi yang murni, keterbukaan, sehingga tidak ada “PRAKTEK
SIHIR” atau Manipulasi, atau intimidasi dan dominasi
2. KERENDAHAN HATI
Bersedia mengakui kesalahan. Bersedia mengampuni kesalahan
orang. Berfokus kepada SALIB KRISTUS
3. KEHAMBAAN
Bersedia melayani (memimpin adalah melayani). “Kita hanya berhak
untuk memimpin sampai batas anda bersedia melayani”.
Pengorbanan. “No Glory without Sacrifice, No Honor without
Suffering”

By Pdt. Ferdinand Ginting

Yakobus 5:9 Memahami Stenanazo


μὴ στενάζετε, ἀδελφοί, κατ’ ἀλλήλων, ἵνα μὴ κριθῆτε· ἰδοὺ ὁ κριτὴς πρὸ τῶν
θυρῶν ἕστηκεν.

Transliterasi: mē stenazete, adelphoi, kat’ allēlōn, hina mē krithēte; idou ho


kritēs pro tōn thurōn hestēken.

Terjemahan: saudara-saudara, janganlah stenazó, melawan satu sama lain, agar kamu tidak dihukum.
Lihatlah, Hakim telah berdiri di depan pintu!

D alam terjemahan di atas, sengaja di gunakan kata “stenazo”, karena

dalam bahasa Indonesia istilah “stenazo” ini sulit untuk di terjemahkan sesuai
dengan konteks ini. Umumnya dalam terjemahan Bahasa Indonesia kata ini
diterjemahkan bersungut sungut, padahal, kata “stenazo” artinya adalah
mengerang mengungkapkan kesedihan. Perhatikan, terjemahan TB berikut:
TB: Saudara-saudara, janganlah kamu bersungut-sungut dan saling
mempersalahkan, supaya kamu jangan dihukum. Sesungguhnya Hakim
telah berdiri di ambang pintu.
Kata “stenazo” tidak tepat diterjemahakn “bersungut-sungut”, karena
bersungut sungut dalam Bahasa Yunani adalah “gogguzo”. Sedangkan “stenazo”
adalah marah melampiaskan keinginan. Stenázō dari kata stenós, artinya
adalah “compressed” atau “ditekan”. Kata ini adalah kiasan yang
menggambarkan tekananan hidup. Konteks ayat ini jelas, orang jahat membuat
hidup tertekan, dan karena hal itu mereka mengerang akibat tekanan dari
orang orang jahat yang menindas mereka. Sederhananya, reaksi mereka adalah
akibat dari tekanan orang orang kaya yang jahat yang saat itu juga berstatus
orang Kristen.
Akibat dari tekanan orang kaya itu mereka melawan. Karena itu dalam frasa
selanjutnya di katakan “melawan Satu sama lain” [kat’ allēlōn,], kalau dalam
bagian klausa yang utuh, terjemahan bebasnya menjadi seperti ini, “saudara
saudara, jangan akibat tekanan mereka, saudara melampiaskan kemarahan
untuk melawan satu sama lain”.
Tetapi Yakobus dengan sangat tegas mengatakan, “jangan”, artinya tindakan
mereka untuk bereaksi tidak boleh. Kenapa reaksi mereka yang diakibatkan
tekanan itu tidak diijinkan? Karena reaksi mereka adalah reaksi ingin
membalas dengan cara cara yang tidak benar. Itu sebabnya digunakan kata
“kat’”.

k at’ atau “kata” adalah preposisi yang menjelaskan dua kasus gramatikal

yang saling berlawanan. Secara harfiah kata ini bisa diartikan turun melawan.
Kata turun itu secara kiasan otomatis menjelaskan, yang datang dari atas.
Karena itu dia digunakan sebagai preposisi yang mengatur dua kasus;

Kasus pertama. Ada yang satu pihak yang menekan pihak yang lain.
Itulah yang menindas orang benar.

Kasus yang kedua. orang benar yang saat itu turun untuk melawan orang
yang menindas mereka. Turun artinya dia ingin bertindak sama seperti
orang orang tidak benar bertindak. Tadi kita katakan ada dua kasus
gramatikal. Yang satu disisi yang jahat. Yang satu lagi disisi yang benar.
Jadi kalau di katakan “kata allelon” itu berarti, membalas dengan cara
cara yang jahat. Karena itu diterjemahkan turun untuk melawan secara
harfiah. Jadi turun melawan satu sama lain, menjelaskan orang yang
ingin membalas penindasan itu tetapi dengan cara cara orang jahat.

Jika orang jahat menindas orang benar, memang itulah sebenarnya habit
mereka, karena mereka bukan orang benar. Tetapi jika orang benar ingin
membalas orang jahat, itu tidak boleh, sebab mereka disebut orang benar
karena mereka hidup dengan prinsip kebenaran. Jadi “melawan satu sama
lain” baik menurut tata bahasanya, baik menurut konteksnya, tidak merujuk
kepada dua pihak, tetapi hanya kepada orang benar yang pada saat itu ingin
membalas kejahatan yang mereka alami tetapi dengan cara yang jahat karena
itu di katakan “jangan”. Jadi, arti jangan melawan satu sama lain adalah,
orang benar tidak boleh membalas kejahatan yang mereka alami. Orang benar
hanya boleh bertindak dengan cara cara yang benar. Jika orang benar ingin
menuntut kebenaran di bumi ini, hal itu bisa dengan mengikuti hukum yang
berlaku di negara di mana dia tinggal, hanya itulah cara yang diijinkan oleh
Tuhan, selain itu orang benar tidak boleh melawan satu sama lain dengan cara
cara yang tidak benar. Meski, kita menderita akibat tindakan dari orang orang
jahat di dunia ini kita tidak bisa membalas mereka dengan cara cara yang tidak
benar.

Yakobus 5:9-10 TAHU, BAHWA ALLAH MELIHAT & BELAJAR BERSABAR

μὴ στενάζετε, ἀδελφοί, κατ’ ἀλλήλων, ἵνα μὴ κριθῆτε· ἰδοὺ ὁ κριτὴς πρὸ τῶν
θυρῶν ἕστηκεν.

Transliterasi: mē stenazete, adelphoi, kat’ allēlōn, hina mē krithēte; idou ho


kritēs pro tōn thurōn hestēken.

Terjemahan: saudara-saudara, janganlah stenazó, melawan satu sama lain, agar kamu tidak dihukum.
Lihatlah, Hakim telah berdiri di depan pintu!

Peringatan supaya jangan “stezo” melawan itu sangat tegas, itu sebabnya
Yakobus jelas memberikan resikonya, yaitu “agar kamu tidak dihukum”.
Jangankan membalas, dalam yakobus 4:11, dijelaskan mengatakan yang jahat
saja tidak boleh terhadap orang lain.
Terjemahan: Jangan berbicara tentang yang jahat satu sama lain,
saudara-saudara. Siapa menghakimi saudaranya dengan cara berbicara
yang jahat tentang saudaranya dia berbicara yang jahat tentang
hukum dan menjadi hakimnya hukum; jika kamu menghakimi
hukum, maka kamu tidaklah pelaku hukum melainkan hakimnya.
[Yak 4:11].
Yakobus 4: 12 jelas mengatakan, “tetapi siapakah kamu, sehingga kamu
menghakimi sesamamu [dengan cara yang jahat]? Jadi seseorang tidak
boleh bertindak dengan cara yang kontra dengan hukum Allah. Karena
itulah di katakan “Lihatlah, Hakim telah berdiri di depan pintu!”. “berdiri
didepan pintu” atau dalam terjemahan TB yang mengatakan “diambang
pintu” adalah ungkapan yang mengkiaskan Allah maha melihat seperti
mengetahui rahasia sebuah rumah karena pintunya yang terbuka. Kata
ambang artinya adalah “balok yg melintang [antara dua tiang pintu atau
jendela]; kayu palang pintu. Jadi saat di katakan dia berdiri didepan
pintu, maka secara harfiah digambarkan, bahwa hakim telah berdiri
persisi di balok pintu. Artinya, Allah mengetahui dengan persis, karena
tidak ada yang tersembunyi bagi Allah dan sebagai Hakim Allah yang
melihat dengan jelas apa tindakan kita yang tidak benar, dan lalu pasti
akan mempersalahkan kita.
ὑπόδειγμα λάβετε, ἀδελφοί, τῆς κακοπαθείας καὶ τῆς μακροθυμίας τοὺς
προφήτας, οἳ ἐλάλησαν ἐν τῷ ὀνόματι Κυρίου.
Transliterasi: hupodeigma labete, adelphoi, tēs kakopatheias kai tēs
makrothumias tous prophētas, hoi elalēsan en tō onomati Kuriou.
Terjemahan: Hai saudara-saudaraku, ambillah contoh teladan penderitaan dan
kesabaran para nabi yang berbicara dalam nama Tuhan

K alau ada orang jahat yang membuat orang benar menderita, Yakobus di

ayat 9 sudah mengajarkan kita, bahwa kita tidak boleh membalas mereka, kita
tidak boleh bertindak dengan cara cara yang jahat, dan kita harus yakin bahwa
Allah maha melihat dan mengadili dengan maha mengetahui kebenarannya dan
maha mengadili dengan benar, karena itu kita hanya boleh diperintahkan untuk
menarik contoh hidup yang telah dipraktekkan oleh para nabi apabila kita
mengalami penderitaan.
Ada beberapa penyataan Yakobus yang perlu kita periksa degan seksama;
Pertama: Kita diperintahkan untuk merebut contoh model ketokohan
para nabi. Yang direbut adalah contoh atau model [hupodeigma ] gaya
hidupnya.
Kedua. Kita diperintahkan untuk mengambilnya [lambano]. Di ayat 7
telah dijelaskan, bahwa seorang petani harus lama bersabar dahulu,
sehingga dia menerima [lambano] hasil dari yangn terbaik dari tanahnya.
Tetapi di ayat 10 ini, bagaimana caranya kita bisa mengambil contoh
hidup para nabi tersebut?
 Dengan cara meneladani penderitaan dan kesabaran mereka.
Di ayat 10 ini kata yang ditekankan adalah supaya kita menerima contoh hidup
mereka. Itu sebabnya dua kata pertama yang ditekankan adalah “hupodeigma
labete” [menerima contoh modelnya]. Artinya ayat 10 ini memerintahkan orang
benar, meniru cara hidup para nabi. Apa yang ditiru?
 Penderitaan seperti maksudnya yang harus kita teladani?
Penderitaan yang dimaksud adalah pengalaman pahit akibat kejahatan, atau
penderitaan, atau kesusahan yang diakibatkan oleh manusia manusia yang
jahat, tetapi justru hal itu semakin membuat kita tekun di dalam Tuhan. Kata
yang digunakan adalah “kakopatheias” dari kata “kakopátheia” artinya
mengalami penderitaan yang buruk [sengsara] yang diakibatkan oleh manusia
yang hidup dengan perspektif duniawi, tetapi justru hal itu diijinkan oleh Allah
untuk mencapai tujuan Allah kepada umat pilihannya. [bersambung]

Yakobus 5:10 TAHU, BAHWA ALLAH MELIHAT & BELAJAR BERSABAR

ὑπόδειγμα λάβετε, ἀδελφοί, τῆς κακοπαθείας καὶ τῆς μακροθυμίας τοὺς


προφήτας, οἳ ἐλάλησαν ἐν τῷ ὀνόματι Κυρίου.
Transliterasi: hupodeigma labete, adelphoi, tēs kakopatheias kai tēs
makrothumias tous prophētas, hoi elalēsan en tō onomati Kuriou.
Terjemahan: Hai saudara-saudaraku, ambillah contoh teladan penderitaan dan
kesabaran para nabi yang berbicara dalam nama Tuhan

S elanjutnya Dengan cara meneladani penderitaan dan kesabaran

mereka.
Di ayat 10 ini kata yang ditekankan adalah supaya kita menerima contoh
hidup mereka. Itu sebabnya dua kata pertama yang ditekankan adalah
“hupodeigma labete” [menerima contoh modelnya]. Artinya, ayat 10 ini
memerintahkan orang benar meniru cara hidup para nabi. Apa yang
ditiru?
 Penderitaan mereka.
Penderitaan yang dimaksud adalah pengalaman pahit akibat kejahatan, atau
penderitaan, atau kesusahan yang diakibatkan oleh manusia manusia yang
jahat, yang justru semakin membuat kita tekun di dalam Tuhan. Kata yang
digunakan adalah “kakopatheias” dari kata “kakopátheia” artinya mengalami
penderitaan yang buruk [sengsara] yang diakibatkan oleh manusia yang hidup
dengan perspektif duniawi, tetapi justru hal itu diijinkan oleh Allah untuk
mencapai tujuan Allah kepada umat pilihannya.
 Dan kesabaran mereka.
Perhatikan baik baik ungkapan Yunaninya. Bukan bersabar untuk menderita,
tetapi penderitaan dan kesabaran. Maksud dari ungkapan ini adalah
penderitaan itu yang membuat mereka belajar bersabar. Jika tidak ada
penderitaan maka tidak mumgkin ada buah Roh kesabaran. Kesabaran
diterjemahkan dari kata “makrothumía” dari kata “Makros” [panjang] dan
“thumós “ [gairah] secara harfiah kata ini bisa diartikan sebagai lama
bergairah, tatapi makna dari ungkapan “lama bergariah” ini bukan denotative,
atau tidak bermakna harfiah seperti kata tersebut, tetapi makna kiasan yang
menggambarkan orang benar yang menunggu waktu yang cukup lama sebelum
mengekspresikan kemarahan akibat ditindas. Inilah yang membuat terjadi
kesabaran.
1 Petrus 4:1 Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani,
kamupun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang
demikian, --karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia
telah berhenti berbuat dosa [TB]

W aktu seseorang menderita, maka Tuhan mengajarkan lamanya

menanggung penderitaan itu membuat kita mencapai kesabaran. Inilah buah


Roh. Inilah tujuan dari pemurniaan. Seperti yang sudah kita pelajari di ayat 8-
9, bahwa penindasan orang jahat kepada orang benar bertujuan untuk
memurnikan, dan salah satu buah dari pemurniaan itu adalah buah kesabaran
[Galatia 5:22-23].
1 Petrus 2:19 Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan
kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung.
[TB]

Makrothumía, juga bisa diartikan sebagai Allah yang merancang kesabaran


orang percaya, untuk bisa menghasilkan pemahaman yang tepat kepada
kesabaran Allah. Pernyataan ini mohon diperiksa pelan pelan; apa itu
kesabaran Allah? Bagaimana kita bisa memahami kesabaran Allah? Allah
disebut sabar, karena semua manusia adalah pemberontak kepada Allah.
Manusia selalu memberontak kepada Allah meski Allah sudah menunjukkan
kebaikannya. Dan hanya karena Allah bersabarlah maka kita bisa berolah
keselamatan.
2 Petrus 3:15 Anggaplah kesabaran Tuhan kita sebagai kesempatan
bagimu untuk beroleh selamat, seperti juga Paulus, saudara kita yang
kekasih, telah menulis kepadamu menurut hikmat yang dikaruniakan
kepadanya.
Sifat Allah yang maha sabar itu hanya bisa kita terima jika kita juga seolah
olah diposisi Allah. Maksudnya seperti Allah lama bersabar supaya kita selamat,
maka harus banyak orang yang berbuat jahat kepada kita baru kita bisa disebut
sebagai orang sabar seperti Allah adalah Allah yang sabar. Apakah anda sudah
melihat cara Allah memurnikan anda untuk memiliki rupa dan gambarNya?
Memang, hanya Tuhan yang memiliki kesabaran yang sempurna, tetapi gambar
dari kesabaran Allah itu juga diciptakan di dalam kita, itu sebabnya Allah ingin
kita memiliki buah Roh kesabaran [Gal 5:22], tetapi bagaimanakah kesabaran
itu bisa diciptakan di dalam kita jika kita tidak mau hidup menderita di dunia?

Yakobus 5:11 UCAPAN BAHAGIA-BERKAT KARENA DAYA TAHAN DALAM


PENDERITAAN

ἰδοὺ μακαρίζομεν τοὺς ὑπομείναντας· τὴν ὑπομονὴν Ἰὼβ ἠκούσατε, καὶ τὸ τέλος
Κυρίου εἴδετε, ὅτι πολύσπλαγχνός ἐστιν ὁ Κύριος καὶ οἰκτίρμων.
Transliterasi: idou makarizomen tous hupomeinantas; tēn hupomonēn Iōb ēkousate, kai to telos Kuriou
eidete, hoti polusplanchnos estin ho Kurios kai oiktirmōn.

Terjemahan: lihatlah, kami mengucapkan berkat-bahagia bagi mereka yang bertahan; Kalian telah
mendengar daya Tahan Ayub, dan kalian telah melihat Tujuan akhirnya dari Tuhan, bahwa Tuhan itu
penuh rahmat dan penuh kasih

D i bagian terakhir di ayat 10 jelas di katakan, bahwa kita harus mengambil

contoh dari pada nabi yang menderita. Nabi siapakah yang dicontohkan oleh
Yakobus? Sebenarnya, semua nabi yang tertulis di Alkitab juga dirujuk oleh
Yakobus, karena di katakannya nabi nabi [prophētas-plural], tetapi secara
khusus Yakobus ingin menjelaskan daya Tahan Nabi Ayub dalam mengadapi
penderitaan.
Pertama, Yakobus memberikan penekanan supaya mereka memperhatikan
dengan seksama, supaya melihat dengan batin, supaya memperhatikan dengan
mata spiritual [Idou], jadi saat Yakobus berkata, “lihatlah”, di mana makna
dari penekanan kata ini hendak meminta jemaat untuk memperhatikan ucapan
berkat Yakobus dan para murid lainnya. Ini karena Yakobus sangat mengerti
dan sangat begitu menghargai mereka yang mampu bertahan dalam
penderitaan. Tentu saja hal itu karena alasan yang sangat kuat.
Kenapa ucapan berkat itu begitu penting? Apa yang harus kita pahami dari
penekanakn Yakobus kepada ucapan kebahagiaan itu? Ucapan bahagia berkat
maksudnya, sama seperti kita mengucapkan kata kata-ucapan bahagia kepada
orang yang sedang mengalami peristiwa bahagia, seperti menikah misalnya;
kita mengucapkan “selamat berbahagia ya”. Begitu juga kepada orang yang
tahan menderita, Yakobus dan para murid lainnya mengucapkan kata kata
berkat yang demikian.

M engucapkan kata berkat-bahagia [makarizomen] kepada orang benar

yang telah mampu bertahan adalah sesuatu yang sangat spesial, para murid
murid itu mengetahui hal itu begitu special dan menjadi perhatian yang
penting, karena ketahanan itu adalah sebagai hasil dari orang yang sudah
menikmati manfaat dari kesabaran Allah yang panjang.
Sekilas, makna dari pernyataan ini sulit kita pahami. Tetapi jika kita tahu
bahwa “makarios” secara harafiah yang artinya “panjang” atau
“diperpanjang”, maka kita menjadi mengerti, bahwa jika seseorang bisa
bertahan dalam penderitaan, itu karena Allah memperpanjang kualitas
kesabaran mereka. Karena itulah mereka benar benar sangat layak diberikan
ucapan selamat-berkat.
Di ayat 10 kita telah belajar, bahwa tujuan kita diijinkan Allah menderita
adalah supaya kita dimurnikan dan memiliki buah Roh kesabaran. Dan bagi
mereka yang mampu lama bersabar dalam penderitaan, maka itu pasti karena
Allah telah mengaruniakan kualitas kesabaran yang luar biasa kepada mereka.
Dan karena mereka telah menerima kasih karunia yang luar biasa, maka mereka
wajib diberikan ucapkan-ucapan berkat atau ucapan bahagia. Ini pasti ditiru
para murid dari Yesus Kristus yang mengucapkan kata kata berkat [makarios]
kepada mereka yang telah menderita oleh karena kebenaran;
"Berbahagialah [makarios] orang yang miskin di hadapan Allah, karena
merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah [makarios]
orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. Berbahagialah
[makarios]orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.
Berbahagialah [makarios]orang yang lapar dan haus akan kebenaran,
karena mereka akan dipuaskan. Berbahagialah [makarios]orang yang
murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. Berbahagialah
[makarios]orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.
Berbahagialah[makarios] orang yang membawa damai, karena mereka
akan disebut anak-anak Allah. Berbahagialah [makarios] orang yang
dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya
Kerajaan Sorga. Berbahagialah [makarios] kamu, jika karena Aku kamu
dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.
Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab
demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu." Matius 5:3-
12

Yakobus 5:11 BELAJAR DARI DAYA TAHAN AYUB DAN BERKAT YANG
DITERIMANYA

ἰδοὺ μακαρίζομεν τοὺς ὑπομείναντας· τὴν ὑπομονὴν Ἰὼβ ἠκούσατε, καὶ τὸ τέλος
Κυρίου εἴδετε, ὅτι πολύσπλαγχνός ἐστιν ὁ Κύριος καὶ οἰκτίρμων.
Transliterasi: idou makarizomen tous hupomeinantas; tēn hupomonēn Iōb ēkousate, kai to telos Kuriou
eidete, hoti polusplanchnos estin ho Kurios kai oiktirmōn.

Terjemahan: lihatlah, kami mengucapkan berkat bagi mereka yang bertahan; Kalian telah mendengar
daya Tahan Ayub, dan kalian telah melihat Tujuan akhirnya dari Tuhan , bahwa Tuhan itu penuh
rahmat dan penuh kasih

Y akobus mengingatkan daya Tahan Ayub kepada mereka, itu sebabnya di katakannya “kamu telah

mendengar daya tahan Yakub” [tēn hupomonēn Iōb ēkousate,] Yakobus merasa penting untuk
menjelaskan bahwa mereka telah mendengar degan tepat kisah hidup Ayub. Jadi mereka bukan hanya
mendengar, tetapi mereka telah mendegar dengan baik [akouo] sehingga mereka bukan hanya
mendengar tetapi sudah memahami dan paham apa yang mereka dengarkan [akouo]. mereka sudah
paham dengan tepat, bagaimana daya tahan Yakobus menghadapi penderitaan, dan mereka telah
melihat tujuan akhirnya penderitaan itu dari Tuhan.

Mereka juga telah melihat tujuan akhirnya dari Tuhan, maksudnya; bahwa
ketahanan Ayub itu menghasilkan kemurnian yang bahkan tidak pernah
dipikirkan oleh Ayub sekalipun. Inilah yang menjadi penekanan dari kisah Ayub.
Sebab melalui penderitaan itulah Ayub mendapatkan satu rahasia hubungan
yang luar biasa dengan Allah. Sebab setelah Ayub dimurnikan, kemudian dia
berkata,
“Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada
rencana-Mu yang gagal. Firman-Mu: Siapakah dia yang menyelubungi keputusan
tanpa pengetahuan? Itulah sebabnya, tanpa pengertian aku telah bercerita
tentang hal-hal yang sangat ajaib bagiku dan yang tidak kuketahui. Firman-Mu:
Dengarlah, maka Akulah yang akan berfirman; Aku akan menanyai engkau,
supaya engkau memberitahu Aku. Hanya dari kata orang saja aku mendengar
tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.Oleh sebab
itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu
dan abu." [Ayub 42:1-6]
Paling tidak, ada beberapa yang belum disadari Ayub dalam hidupnya
sebelumnya Ayub mengalami penderitaan, dan meskipun Allah telah
menyatakan bahwa; “tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian
saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan."” [ayub 1:8]
Ingat, meskipun sebelum mengalami penderitaan Ayub adalah seorang
 Yang tidak ada yang seperti dia dibumi
 Saleh dan jujur
 Takut akan Tuhan dan menjauhi kejatahan
Tetapi meski demikian-setelah dia mengalami penderitaan dan memiliki daya
Tahan utuk menderita, maka hasilnya adalah
 Ayub memiliki kesadaran baru, bahwa dia tahu, Allah sanggup
melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana Allah yang gagal.
Ingat segala sesuatu, jadi bukan hanya mencakup yang baik menurut
pandangan indra, tetapi dalam segala sesuatu [Roma 8:28] dan
khususnya penderitaan, semua itu adalah alat rencana Tuhan untuk
memurnikan.
 Ayub menjadi sadar bahwa dia tanpa pengertian bercerita tentang hal-
hal yang sangat ajaib dan yang tidak diketahuinya.
 Dia sadar, selama ini dia hanya mendengar tentang Allah dari orang
saja, tetapi sekarang matanya sendiri memandang ALlah.
 Kemudian Ayub mencabut perkataannya yang sebelumnya salah tentang
Allah dan dengan menyesal Ayub duduk dalam debu dan abu
[bertobat], itulah dampak dari orang yang diijinkan Tuhan menderita,
dan ketika Allah mengaruniakan ketahanan menderita, kita akan
mendapatkan kasih karunia yang tidak penah kita sadari.

Yakobus 5:11 MAKNA


“POLUSPLANCHNOS” DAN
“OIKTIRMŌN” DAN SYARAT MENGALAMINYA

ἰδοὺ μακαρίζομεν τοὺς ὑπομείναντας· τὴν ὑπομονὴν Ἰὼβ ἠκούσατε, καὶ τὸ τέλος
Κυρίου εἴδετε, ὅτι πολύσπλαγχνός ἐστιν ὁ Κύριος καὶ οἰκτίρμων.

Transliterasi: idou makarizomen tous hupomeinantas; tēn hupomonēn Iōb ēkousate, kai to telos Kuriou
eidete, hoti polusplanchnos estin ho Kurios kai oiktirmōn.

Terjemahan: lihatlah, kami mengucapkan berkat bagi mereka yang bertahan; Kalian telah mendengar
daya Tahan Ayub, dan kalian telah melihat Tujuan akhirnya dari Tuhan , bahwa Tuhan itu penuh
rahmat dan penuh kasih

H ari ini ada dua kata Yunani yang sangat sulit untuk diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, dan

karena itu kita wajib memperhatikan maknanya dalam konteks dan tata bahasanya, supaya kita bisa
menemukan maksud yang sebenarnya. Kedua kata itu diingatkan Yakobus dalam mengingat daya tahan
Ayub menghadapi penderitaan, itulah yang menjadi kunci untuk menemukan maknanya. Kedua kata itu
susah untuk diterjemahkan dalam kata yang baku, tetapi biasanya kata itu diartikan sebagai penuh
rahmat [polusplanchnos] dan penuh kasih [oiktirmōn].

Tetapi, harus ditekankan terlebih dahulu, bahwa makna kedua kata itu tidak
merujuk kepada terjemahan Bahasa Indonesia, meski di katakan “Tuhan itu
penuh rahmat dan penuh kasih. Maknanya harus kita hubungkan dengan konteks
dan susunan tata bahasanya.

Penuh rahmat dan penuh kasih sebenarnya dua istilah yang sedang
menekankan kesatuan makna tentang kasih Allah yang diberikan kepada
kritetia tertentu, apa maksud dari kriteria tertentu?

y ang pertama, yaitu, “penuh rahmat” [polusplagxnos], kata ini dalam tata

Bahasa Yunaninya menekankan Tuhan yang sangat penuh dengan kasih


sayang. Atau bisa juga disebut sebagai penyayang, atau juga biasanya disebut
dengan penuh dengan rahmat [polusplagxnos].
Istilah ini, berasal dari dua kata, yang pertama kata “polus” , [banyak] dan
yang kedua adalah “splágxnon”, [usus], kata ini adalah makna kiasan, sebuah
konotasi yang mengacu kepada kasih sayang yang penuh, seperti usus yang
penuh, demikianlah dengan “polusplagxnos” adalah gambaran atau konotasi
yang menggambarkan perasaan sayang yang penuh, tetapi untuk bisa
merasakan kasih sayang yang penuh, maka harus dalam keadaan [syarat]
berkondisi untuk dibelaskasihani.
Sedangkan kata yang kedua, yaitu “oiktírmōn” sebuah kata sifat, yang
berasal dari kata “oikteírō”, ungkapan yang menjelaskan orang yang
memenuhi kriteria untuk penuh rahmat. Artinya, orang yang mengalami
kasihan yang mendalam hanya diakibatkan ratapan penderitaan. Jadi
seseorang tidak akan mengalami “oiktírmōn” dari Tuhan, kalau kriterianya
tidak terpenuhi, yaitu tidak mengalami penderitaan . Jadi istilah penuh kasih
atau penuh belaskasihan, meski terjemahan ini sangat kurang memadai dengan
makna asilnya, tetapi dapat dikatakan, ini adalah berkat yang ditujukan kepada
orang yang mencari-Nya tetapi sedang dalam situasi sulit, itulah yang dimaksud
dengan “oiktirmos”. Singkatnya, orang yang tidak mengalami situasi sulit dan
tidak mengalami penderitaan, tidak akan mengalami belas kasihan yang penuh.
Orang tidak akan mengalami belas kasih yang penuh [oiktirmos], sebelum
menyadari bahwa Allah adalah pribadi yang penuh dengan belas kasihan
[polusplagxnos], maksudnya adalah, jika benar seseorang menyadari Allah itu
penuh dengan belas kasihan, maka orang akan hidup untuk mendapatkan
belaskasihan. Dan syarat belaskasihan adalah, keadaan kita harus memenuhi
untuk mendapatkan belas kasihan. Contohnya, jika kita melihat seseorang yang
berkekurangan makanan, maka kita pun memberikan rasa belaskasihan supaya
dia bisa makan. Demikin juga dengan “polusplagxnos” untuk menunjukkan
belaskasihannya yang penuh, maka seseorang harus dituntun untuk
mendapatkan belaskasihan itu. [bersambung]

Yakobus 5:11 MAKNA


“POLUSPLANCHNOS” DAN
“OIKTIRMŌN” DAN SYARAT MENGALAMINYA

ἰδοὺ μακαρίζομεν τοὺς ὑπομείναντας· τὴν ὑπομονὴν Ἰὼβ ἠκούσατε, καὶ τὸ τέλος
Κυρίου εἴδετε, ὅτι πολύσπλαγχνός ἐστιν ὁ Κύριος καὶ οἰκτίρμων.

Transliterasi: idou makarizomen tous hupomeinantas; tēn hupomonēn Iōb ēkousate, kai to telos Kuriou
eidete, hoti polusplanchnos estin ho Kurios kai oiktirmōn.

Terjemahan: lihatlah, kami mengucapkan berkat bagi mereka yang bertahan; Kalian telah mendengar
daya Tahan Ayub, dan kalian telah melihat Tujuan akhirnya dari Tuhan , bahwa Tuhan itu penuh
rahmat dan penuh kasih

A pa berkat penuh rahamat [polusplagxnos] dan penuh belas kasih [oiktirmos] yang diterima

Ayub? Untuk bisa melihatnya dengan tepat kita harus melihat kisahnya secara sekilas.

Pertama-tama, Allah mengijinkan iblis untuk menyentuhnya;

1: 12 Maka firman TUHAN kepada Iblis: "Nah, segala yang dipunyainya ada
dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu
terhadap dirinya." Kemudian pergilah Iblis dari hadapan TUHAN.

2: 6 Maka firman TUHAN kepada Iblis: "Nah, ia dalam kuasamu; hanya


sayangkan nyawanya."

Dan saat Ayub diijinkan untuk dicobai, maka syarat Allah menunjukkan
rahmatnya yang penuh telah terpenuhi [polusplagxnos], dan setelah Ayub
mengalami penderitaan, baru Allah memberikan belas kasih penuh [oiktirmos]

Apa belaskasihan Allah yang penuh itu?

 Ayub memiliki kesadaran baru, bahwa dia tahu, Allah sanggup


melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana Allah yang gagal.
Ingat segala sesuatu, jadi bukan hanya mencakup yang baik menurut
pandangan indra, tetapi dalam segala sesuatu [Roma 8:28] dan
khususnya penderitaan, semua itu adalah alat rencana Tuhan untuk
memurnikan.
 Ayub menjadi sadar bahwa dia tanpa pengertian bercerita tentang hal-
hal yang sangat ajaib dan yang tidak diketahuinya.
 Dia sadar, selama ini dia hanya mendengar tentang Allah dari orang
saja, tetapi sekarang matanya sendiri memandang ALlah.
 Kemudian Ayub mencabut perkataannya yang sebelumnya salah tentang
Allah dan dengan menyesal Ayub duduk dalam debu dan abu
[bertobat], itulah dampak dari orang yang diijinkan Tuhan menderita,
dan ketika Allah mengaruniakan ketahanan menderita, kita akan
mendapatkan kasih karunia yang tidak penah kita

YAKOBUS 5:12MEMAHAMI HAKIKAT SUMPAH DENGAN TEPAT

Nestle Greek New Testament 1904

Πρὸ πάντων δέ, ἀδελφοί μου, μὴ ὀμνύετε, μήτε τὸν οὐρανὸν μήτε τὴν γῆν μήτε
ἄλλον τινὰ ὅρκον· ἤτω δὲ ὑμῶν τὸ Ναὶ ναί, καὶ τὸ Οὒ οὔ, ἵνα μὴ ὑπὸ κρίσιν
πέσητε.

Transliterasi: Pro pantōn de, adelphoi mou, mē omnuete, mēte ton ouranon
mēte tēn gēn mēte allon tina horkon; ētō de humōn to Nai nai, kai to Ou ou,
hina mē hupo krisin pesēte.

Terjemahan: tetapi di semua tempat, saudara-saudaraku, janganlah bersumpah, tidak demi langit tidak
demi bumi, tidak demi sumpah yang lain; dan biarlah ya kamu itu adalah ya, dan tidak itu adalah tidak,
agar kamu jangan jatuh ke bawah penghakiman.

U mumnya dalam pemahaman awam di gereja gereja di Indonesia, ada

ajaran yang mengatakan, bahwa orang Kristen tidak boleh bersumpah. Apakah
pemahaman ini benar? Begitukah makna yang sebenarnya? Ada beberapa hal
yang harus kita pahami dengan tepat mengenai hakita sumpah;

Pertama: di setiap waktu dan tempat, kita harus konsisten berkata jujur. Di
dalam frasa Yunani pertama, tiga kata yang di gunakan; “pro panton de”.
bertujuan untuk menjelaskan konsistensi hidup benar di segala waktu,
maksudnya di dalam keadaan apapun tidak boleh seseorang bersumpah palsu.

Matius 5:33 Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek
moyang kita: Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu
di depan Tuhan. [TB]

Ke tiga kata ini secara kiasan bisa diartikan “tetapi disemua tempat”.
Penggunaan frasa ini berhubungan erat denga klausa terakhir di ayat 11 yaitu
“hoti polusplanchnos estin ho Kurios kai oiktirmōn” [bahwa Tuhan itu penuh
rahmat dan penuh kasih ]. Supaya seseorang mengalami kepenuhan rahmat
dan kepenuhan kasih Allah, seseorang harus memiliki sifat yang dari Allah,
yaitu sifat yang sama konsistensinya dalam segala waktu. Karena itulah
digunakan kata “de” di frasa pertama ayat 12 ini untuk menjelaskan syarat
mengalami kepenuhan rahmat dan kasih Allah, maksudnya; hanya orang yang
jujur dalam hidupnyalah yang bisa mengalami kepenuhan rahmat dan
kepenuhan kasih Allah, artinya, meski mengalami tekanan hidup dari orang
orang jahat, kejujuran adalah hal yang mutlak. Ini tentu masih berhubungan
erat dengan ayat 9 yang menjelaskan tekanan yang terjadi sehingga orang
benar ingin bereaksi akibat tekanan tersebut.

U ntuk mampu tidak bereaksi salah ketika datang tekanan dari orang orang

yang jahat maka kita harus memiliki kesadaran akan kejujuran yang tepat
dalam segala waktu, karena itu di katakan “tetapi di semua tempat”. Dua kata
dalam frasa pertama ini “pro panton” menekankan waktu. Yang pertama,
“pro”, bisa diartikan sebagai “tempat” namun kata tempat tersebut tidak
dalam arti denotasi, tetapi konotasi yang menjelaskan waktu. Sedangkan kata
yang kedua “panton” secara harfiah bisa diartikan sebagai semua, atau
keseluruhan. Sehingga dalam ungkapan bahasa Indonesia, sering dikatakan
“segala tempat”. Jadi frasa pertama ini ditekankan, untuk mendorong orang
orang percaya bertindak dengan prinsip yang sama [jujur] di setiap tempat, di
mana kata tempat hendak merujuk kepada keadaan yang tidak sesuai dengan
apa yang kita harapkan.
Arti Jangan bersumpah di sini harus di lihat dalam kalimat yang utuh yaitu:
“tetapi di semua tempat, saudara-saudaraku, janganlah bersumpah, tidak
demi langit tidak demi bumi, ataupun sumpah hal yang lain; dan biarlah ya
kamu itu adalah ya, dan tidak itu adalah tidak, agar kamu jangan jatuh ke
bawah penghakiman”. jadi maknanya bukan tidak boleh bersumpah, tetapi
tidak boleh mengucapkan sumpah demi tujuan yang curang atau motivasi jahat.
Hal ini tentunya sudah menjadi hal yang biasa ditemukan di kehidupan orang
Israel saat itu;
Matius 23:16 Celakalah kamu, hai pemimpin-pemimpin buta, yang
berkata: Bersumpah demi Bait Suci, sumpah itu tidak sah; tetapi
bersumpah demi emas Bait Suci, sumpah itu mengikat.
Dalam pengertian awam, sering kita mendengar orang Kristen berkata, orang
percaya tidak boleh bersumpah”, tentu ini tidak benar. Yang benar adalah,
orang Kristen boleh bersumpah, yang tidak boleh adalah orang Kristen
bersumpah palsu dengan menggunakan cara cara yang licik sehingga seolah
oleh motivasi hatinya yang jahat, sesuatu yang benar karena di bungkus dengan
sumpah palsu. [bersambung]

YAKOBUS 5:12MEMAHAMI KORIDOR SUMPAH

Nestle Greek New Testament 1904

Πρὸ πάντων δέ, ἀδελφοί μου, μὴ ὀμνύετε, μήτε τὸν οὐρανὸν μήτε τὴν γῆν μήτε
ἄλλον τινὰ ὅρκον· ἤτω δὲ ὑμῶν τὸ Ναὶ ναί, καὶ τὸ Οὒ οὔ, ἵνα μὴ ὑπὸ κρίσιν
πέσητε.

Transliterasi: Pro pantōn de, adelphoi mou, mē omnuete, mēte ton ouranon
mēte tēn gēn mēte allon tina horkon; ētō de humōn to Nai nai, kai to Ou ou,
hina mē hupo krisin pesēte.

Terjemahan: tetapi di semua tempat, saudara-saudaraku, janganlah bersumpah, tidak demi langit tidak
demi bumi, tidak demi sumpah yang lain; dan biarlah ya kamu itu adalah ya, dan tidak itu adalah tidak,
agar kamu jangan jatuh ke bawah penghakiman.

S umpah yang dimaksud di ayat ini berkaitan dengan sengketa yang terjadi

di antara jemaat. Ini berhubungan dengan orang orang kaya yang menindas
orang Kristen yang miskin saat itu, sehingga kasus itu dibawa kepengadilan.
Tentu saja ada dari pihak yang berperkara yang sedang bersaksi palsu, inilah
yang ingin ditekankan yakobus.
Dalam ungkapan bahasa Indonesia, terjemahan TB “janganlah kamu
bersumpah demi sorga maupun demi bumi atau demi sesuatu yang lain”, sering
disalahgunakan, seolah olah yang dimaksud “bersumpah atas nama, “apapaun
yang ada di bumi atau yang dilagit” sebenarnya bukan seperti pengertiannya.
Untuk memahami makna yang sebenarnya, kita harus memaknai terjemahan
“jangan bersumpah, tidak demi langit tidak demi bumi” dalam tatabahasa
Yunaninya.
Ada beberapa hal yang harus dijelaskan di ungkapan ini;
Pertama. “demi” dalam terjemahan bahasa Indonesia, jangan dimaknakan
menurut ungkapan tata bahasa Indonesia. Hal itu harus dilihat dalam maksud
penggunaan kata Yunaninya. Kata ini dalam bahasa Yunani adalah konjungsi
atau kata penhubung yang artinya adalah “dan” atau “kedua”. Jadi konjungsi
ini hendak menjelaskan derajat kesamaan yang dihubungkan kata “te”
tersebut. Itu sebabnya digunakan kata “mete”, yang berasal dari dua kata”
yang pertama adalah “me” yang artikan tidak atau jangan” sedangkan yang
kedua adalah “te” artinya “dan” atau “kedua”. Jadi ungkapan “jangan
bersumpah” sama penekanannya dengan “ tidak demi surga” sama juga dengan
“tidak demi bumi”. Artinya, ungkapan jangan bersumpah memiliki makna yang
sama dengan, “ tidak demi surga” “tidak demi bumi”, dan juga “tidak dengan
sumpah yang lain”.
Kedua. Dalam terjemahan bahasa Indonesia, kata “me” adalah “jangan”,
sehingga diterjemahkan menjadi “jangan bersumpah”. Tetapi “me” yang
kedua dan yang ketiga, dan yang keempat, dalam ungkapan bahasa
indonesianya lebih cocok diartikan “tidak” sehingga kita terjemahkan menjadi
“tidak demi langit tidak demi bumi tidak demi sumpah yang lain”. namun,
dalam tata bahasa Yunaninya, kata “jangan” dan maupun kata “tidak” itu,
memiliki penekanan nilai makna yang sama, sehingga makna yang dibentuk
adalah; ketiga penekanan itu menjelaskan hal yang sama terhadap aturan
sumpah. Dengan demikian, makna sejatinya menjadi kita temukan di kata
“me” keempat kalinya yaitu “tidak dengan sumpah yang lain”. Artinya,
sumpah yang dijelaskan di di sini adalah tidak boleh mengucapkan sumpah yang
melampaui batas sumpah yang benar. Inilah yang diajarkan oleh Tuhan Yesus;
33 Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang
kita: Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan
Tuhan. 34 Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali
bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah,
35 maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya, ataupun
demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar; 36 janganlah
juga engkau bersumpah demi kepalamu, karena engkau tidak berkuasa
memutihkan atau menghitamkan sehelai rambutpun. 37 Jika ya,
hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak.
Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat. Matius 5:33-37
Jadi, kita boleh bersumpah, asal kita bersumpah dalam koridor sumpah yang
diatur oleh Allah. Yang tidak boleh adalah melampaui batas batas sumpah.

YAKOBUS 5:12 MEMAHAMI SUMPAH YANG LAIN

Nestle Greek New Testament 1904

Πρὸ πάντων δέ, ἀδελφοί μου, μὴ ὀμνύετε, μήτε τὸν οὐρανὸν μήτε τὴν γῆν μήτε
ἄλλον τινὰ ὅρκον· ἤτω δὲ ὑμῶν τὸ Ναὶ ναί, καὶ τὸ Οὒ οὔ, ἵνα μὴ ὑπὸ κρίσιν
πέσητε.

Transliterasi: Pro pantōn de, adelphoi mou, mē omnuete, mēte ton ouranon
mēte tēn gēn mēte allon tina horkon; ētō de humōn to Nai nai, kai to Ou ou,
hina mē hupo krisin pesēte.

Terjemahan: tetapi di semua tempat, saudara-saudaraku, janganlah bersumpah, tidak demi langit tidak
demi bumi, tidak demi sumpah yang lain; dan biarlah ya kamu itu adalah ya, dan tidak itu adalah tidak,
agar kamu jangan jatuh ke bawah penghakiman.

K ata yang digunakan untuk “sumpah yang lain” di ayat ini berbeda dengan

kata yang digunakan untuk “jangan bersumpah”. Kata jangan bersumpah


digunakan kata “mē omnuete”, sedangkan sumpah yang lain kata yang
digunakan adalah “horkon”.
Horkon, bisa juga diartikan sebagai sumpah, tetapi makna yang dibentuk kata
ini bukan sumpahnya, tetapi menahan diri supaya jangan bersumpah. “horkon”
sebenarnya secara harfiah, artinya adalah “pagar pembatas”, kata ini mirip
dengan kata Horion yang artinya “batas, yaitu menahan diri. Jadi kata
“horkon” hendak menekankan supaya membuat batas yang jelas, supaya tidak
bersumpah melampai batas yang tetap, inilah makna sejatinya. Karena itu di
katakan [jangan] “ataupun sumpah yang lain. Artinya dalam segala hal, kita
harus memiliki batasan yang jelas, yaitu tidak boleh bersumpah melampaui
batasan kebenaran. Ini karena dalam pengadilan, sering sekali saksi,
bersumpah, tetapi merekaya kebenaran dengan ketidak benaran dan mencoba
memanipulasi pengadilan dengan sumpah yang kelihatan sangat luar biasa,
tetapi justru supaya bisa memanipulasi kebenaran
Jadi pengertian yang benar tentang sumpah, bukan tidak boleh mengucapkan
kata sumpah dalam pengadilan, bukan itu makna yang ditekankan, dapatlah
kita katakan, bahwa sumpah yang dimaksud di sini adalah larangan untuk
mengubah makna ya menjadi tidak, dengan cara manipulasi, yaitu dengan cara
mengucapkan sumpah yang kelihatannya benar, tetapi motivasi hatinya adalah
mengubah yang iya menjadi tidak. Itu sebabnya di katakan; “dan biarlah ya
kamu itu adalah ya, dan tidak itu adalah tidak”. Kebiasaan ini pernah
dipraktekkan oleh Petrus:
Markus 14:71 Maka mulailah Petrus mengutuk dan bersumpah: "Aku tidak
kenal orang yang kamu sebut-sebut ini!"
Dalam kehidupan sehari hari, sering kita melihat orang yang punya mental
berkata bohong dengan mengucapkan sumpah. Misalnya; “demi Tuhan, saya
jujur”, atau dalam ungkapan sehari hari, sering sekali, waktu diminta bertindak
jujur, langsung berkata “sumpah, saya tidak bohong”. Dalam ungkapan
kebiasaan orang Batak, ada orang yang suka bersumpah yang aneh, saat kita
memintai atau mencurigai kejujurannya, seperti “siseat rukkung” [kalau saya
bohong potong leher saya], atau “semate” [saya mati kalau berbohong]. Inilah
yang ditekankan oleh Yakobus, artinya banyak orang yang berdusta, tidak jujur,
melainkan kemunafikan yang dibungkus dengan kata kata yang kelihatan benar,
karena dibungkus dengan kata kata sumpah. Itulah sebabnya di katakan “dan
biarlah ya kamu itu adalah ya, dan tidak itu adalah tidak, agar kamu jangan
jatuh ke bawah penghakiman.”
Jatuh Kebawah penghakiman artinya bukan bermakna jatuh ke dalam
penghakiman. Makna ke “bawah” penghakiman itu dibentuk dari “pesēte” dari
kata daras “pipto” artinya jatuh di bawah. Kata ini juga bisa bermakna tidak
sempurna, kata ini selalu dimaknakan secara metaforis sebagai apa yang tidak
sempurna. Jadi saat di katakana jatuh kebawah penghakiman, maka seseorang
tidak dibenarkan Allah tetapi dipersalahkan Allah, karena tidak benar dalam
hokum Allah.
YAKOBUS 5:12 KENAPA ORANG YANG MENDERITA DISURUH BERDOA?

Nestle Greek New Testament 1904 Κακοπαθεῖ τις ἐν ὑμῖν; προσευχέσθω· εὐθυμεῖ τις;
ψαλλέτω.

Transliterasi Kakopathei tis en humin? proseuchesthō; euthumei tis? psalletō.

Terjemahan : siapa di antara kamu yang menderita kesusahan? Biarlah dia


berdoa! Siapa yang gembira? bernyanyilah!

K ita telah belajar bahwa orang benar memang pasti harus menderita di

dunia ini sebagai cara Allah memurnikannya, dan juga sebagai cara Allah untuk
menghukum ketidak-adilan orang benar. Sekarang kita akan belajar, bahwa
orang benar yang mengalami penderitaan-kesukaran, diperintahkan utuk
berdoa. Ada beberapa poin penting yang harus kita perhatikan dari ayat ini;
Pertama. Menderita [ kakopatheo] di ayat ini bukan penderitaan yang umum,
tetapi penderitaan-kesusahan karena sudah mentaati firman Tuhan. Memang
ketaatan kepada firman Tuhan memang berbanding lurus dengan banyak
kesukaran yang akan terjadi, karena kita tinggal di dalam dunia yang tidak adil.
Dalam konteks pasal 5 ini, tentu saja orang yang menderita itu, berkaitan
dengan orang kaya yang menindas mereka saat itu, dengan berbagai cara.
Kata menderita di situ dari kata 'kakopathéō', dari dua kata, yang pertama dari
kata Kakos atau jahat dan kata yang kedua adalah ‘pathos’ atau ‘sakit’. artinya
mereka mengalai kesakitan, karena dampak dari yang jahat. Kata ‘kakopatheo’
hendak menjelaskan orang yang mengalami kesulitan [penderitaan] yang secara
lahiriah tampaknya menjadi "kemunduran", padahal tidak, karena itu mereka
harus berdoa supaya Tuhan membuka pikiran mereka untuk mengerti bahwa
mereka benar-benar tidak mengalami kemunduran secara rohani. Melainkan
kemajuan. Kemajuan itu tentu saja menurut pandangan Allah, dan bukan cara
bepikir manusia. Kata ini digunakan sebanyak tiga kali, pertama di Yak 3:15,
lalu di 2 Timotius 4: 5
TB: Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita
[kakopatheo], lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah
tugas pelayananmu!
Dan terakhir di 2 Timotius 2:9
TB: Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita [kakopatheo],, malah
dibelenggu seperti seorang penjahat, tetapi firman Allah tidak
terbelenggu.
Jadi kata menderita di ayat ini merujuk kepada mereka yang mengalami
penindasan karena hidup benar. Logikanya, jika kita hidup benar, pasti karena
kita diperhadapkan dengan orang orang yang tidak benar. Jika kita bisa
menderita, itu karena orang jahat di dunia ini tidak mau hidup dengan cara
yang benar, sehingga kita menjadi korban dari ketidakbenaran hidup mereka.
Di katakan bahwa orang yang mengalami kesukaran-penderitaan baiklah dia
berdoa.
Jika kita teliti memperhatikan dipasal 4: 2-3-4 kita telah menemukan bahwa 3
ayat ini; di mana banyak orang berdoa meminta, tetapi keinginan mereka tidak
terpenuhi melalui doa. Artinya ada rahasia tentang doa yang sejati yang
kontra dengan doa yang lahiriah. Memang di ayat 2 di klausa terakhir di
katakan “Tetapi kamu tidak memperolehnya karena kamu tidak berdoa;” tetapi
tanda baca “titik koma” di teks aslinya memberikan penjelasan yang utuh,
bahwa penjelasan selanjutnya di ayat 3 justru menjelaskan kenapa keiginan itu
tidak dipenuhi di dalam doa:
“Kamu meminta dan kamu tidak menerima, sebab kamu meminta dengan
jahat, agar kamu hamburkan untuk kesenanganmu.” [3]
Dan di ayat 4 juga, tidak ada penjelasan tentang bagaimana supaya keinginan
itu terpenuhi di dalam doa, yang dijelaskan justru kebalikannya, doa tidak
dijawab, dimana keinginan itu digambarkan sebagai seorang pasangan yang
mencari pemuasan dengan cara selingkuh. doa yang lahiriah itu digambarkan
sebagi perjinahan, artinya banyak orang tidak sadar berdoa dengan keinginan
keinginan yang jahat, yang meski secara lahiriah mereka merasa mendapatkan
doa mereka, tetapi secara rohani, mereka “meminta tetapi tidak menerima
juga”.

YAKOBUS 5:13-14ORANG YANG MENDERITA MENGEKSPRESIKAN GAIRAH


UNTUK TETAP HIDUP KUDUS & ORANG SAKIT YANG MEMINTA DOA
Nestle Greek New Testament 1904 Κακοπαθεῖ τις ἐν ὑμῖν; προσευχέσθω· εὐθυμεῖ τις;
ψαλλέτω.

Transliterasi Kakopathei tis en humin? Proseuchesthō? euthumei tis? psalletō.

Terjemahan : siapa di antara kamu menderita kesusahan? berdoalah. Siapa


bergembira? bernyanyilah!

D oa sejati, tidak berhubungan dengan pengharapan yang kelihatan, bukan

juga untuk mendapatkan apa yang kelihatan menurut yang kasat mata, meski
secara daging, kita cenderung mengingini apa yang menurut realitas indra kita
baik. Tetapi itu adalah pikiran kita, dan itu bertentangan dengan Allah. Itu
sebabnya doa yang diajarkan oleh Yesus diakhiri dengan pernyataan “jadilah
kehendakMu”. JADI, Doa bukan dan tidak boleh dipahami untuk mendapatkan
kesenangan atau bahkan keinginan yg keluar dari tujuan Allah, dan tidak boleh
dimaknakan dalam hubungannya dengan yang terlihat secara fisik, dan apa
yang berharga menurut dunia, tetapi untuk memuaskan keinginan Allah. Itu
sebabnya di frasa kedua di katakan, “Siapa yang gembira? bernyanyilah!”

Apa makna dari pernyataan Yakobus mengenai siapa yang gembira?


Bernyanyilah! Gembira yang dimaksud adalah “euthyméō” dari kata “eu”
[baik] dan dari kata “thumós” [gairah]. Kata ini dalam konteksnya,
menunjukkan gairah positif karena hasil dari suatu tekanan hidup. Maksudnya,
tekanan hidup justru menimbulkan gairah hidup kudus. Jadi kata “euthumos”
bermakna untuk menghibur diri menjadi ceria. Jadi kata gairah di sini, tidak
seperti yang umumnya dipikirkan, melainkan mengacu kepada semangat yang
tinggi untuk menghadapi kesukaran dengan cara Tuhan. Itu sebabnya, gairah itu
di konteks ini dihubungkan dengan penderitaan yang dialami. Jadi orang benar
yang mengalami penderitaan, dia masuk dalam doa yang benar, tetapi bukan
hanya itu, dia juga memiliki gairah yang tinggi untuk menjalani hidupnya, dan
itu diekspresikan melalui nyanyian rohani kepada Tuhan yang telah
memurnikannya.
Nyanyian di sini seperti perayaan. Kata ini bisa diartikan sebagai bermazmur,
atau bernyanyi dengan alat music untuk membuat nyanyian. Kata ini diserap
dari budaya bermazmur dalam perayaan Yahudi. Dan sesuai dengan konteks di
ayat ini, maka jelas, makna yang ditekankannya adalah, orang yang megalami
kesukaran-penderitaan akibat ketidak benaran, orang itu harus berdoa, dan
bukan hanya berdoa, orang itu juga harus menunjukkan ekspresi gairah untuk
bersemangat dalam menghadapi kesukaran, dan ekspresi gairah itu harus
ditunjukkan melalui nyanyian rohani.

Nestle Greek New Testament 1904


ἀσθενεῖ τις ἐν ὑμῖν; προσκαλεσάσθω τοὺς πρεσβυτέρους τῆς ἐκκλησίας, καὶ
προσευξάσθωσαν ἐπ’ αὐτὸν ἀλείψαντες ἐλαίῳ ἐν τῷ ὀνόματι τοῦ Κυρίου.
Transliterasi; asthenei tis en humin? proskalesasthō tous presbuterous tēs ekklēsias, kai
proseuxasthōsan ep’ auton aleipsantes elaiō en tō onomati tou Kuriou.

Terjemahan: siapa diantara kamu yang menderita sakit? panggillah para tua-tua gereja, dan biarlah
mereka berdoa baginya seraya mengurapinya dengan minyak dalam Nama Tuhan

M akna ‘sakit’ di sini adalah; karena tidak tidak hidup dalam ajaran Kristus

yang benar. Sakit [astheneó] artinya di konteks ini adalah lelah. Jadi yang
diartikan di sini lelah lalu menjadi sakit karena tidak hidup benar. Dan dari
jawaban doa terhadap orang yang sakit itu di ayat 15, dan juga dari konteks
pasal 5 ini, makna ‘sakit’ di sini tidak merujuk kepada penyakit yang lahiriah,
meskipun bisa juga, akibat tidak hidup dalam kebenaran membuat seseorang
menjadi sakit tubuhnya. Tetapi konteks dari ayat ini merujuk kepada sakit
karena lelah secara rohani, akibat tidak tunduk kepada kebenaran. Ini tentunya
ditujukan kepada orang orang yang mengaku Kristen tetapi tidak hidup dalam
kebenaran. Khususnya kepada orang orang kaya yang mengumpulkan kekayaan
di dunia ini dengan cara cara yang lalim.
Kata sakit di ayat 14 ini memang bisa juga berdampak sakit tubuhnya, tetapi
dari konteksnya, dan juga dari kata sakit yang digunakan di ayat 15, di mana
kata ini cuma digunakan dua kali, yang pertama di ayat 15, dan yang kedua di
Ibrani 12:3, jelas makna dari sakit yang dimaksud adalah akibat tidak hidup
dalam kebenaran.

YAKOBUS 5:14ORANG YANG MENDERITA MENGEKSPRESIKAN GAIRAH


UNTUK TETAP HIDUP KUDUS & ORANG SAKIT YANG MEMINTA DOA
ἀσθενεῖ τις ἐν ὑμῖν; προσκαλεσάσθω τοὺς πρεσβυτέρους τῆς ἐκκλησίας, καὶ
προσευξάσθωσαν ἐπ’ αὐτὸν ἀλείψαντες ἐλαίῳ ἐν τῷ ὀνόματι τοῦ Κυρίου.
Transliterasi; asthenei tis en humin? proskalesasthō tous presbuterous tēs ekklēsias, kai
proseuxasthōsan ep’ auton aleipsantes elaiō en tō onomati tou Kuriou.

Terjemahan: siapa diantara kamu yang menderita sakit? panggillah para


tua-tua gereja, dan biarlah mereka berdoa baginya seraya mengurapinya
dengan minyak dalam Nama Tuhan
Seperti yang kita sebutkan sekilas kemarin, di ayat 15 dan juga di Ibrani 12:3,
kedua kata ini adalah merujuk kepada lemah karena tidak hidup dalam
kebearan.
TB: Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang
sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya
jangan kamu menjadi lemah[kamno] dan putus asa.
Sakit yang diartikan di sini adalah orang yang lemah karena tidak melakukan
kebenaran, sehingga menjadi lemah. Lemah inilah yang diartikan TB sebagai
orang sakit [kamno]
Jadi makna sakit di sini tidak merujuk kepada sakit fisik [meski juga bisa
berdampak sakit fisik], tetapi sakit karena tidak hidup dalam kebenaran.
Karena tidak hidup dalam kebenaran menjadi lemah secara rohani. Inilah
makna orang sakit [kamno]. Di konteks ini. Pertanyaannya adalah kenapa orang
sakit itu harus memanggil para penatua? Ini berhubungan erat dengan
pengertian yang benar tentang doa yang harus lahir dari iman. Di yakobus 2;26
telah dijelaskan tentang wujud iman. Di konteks ini wujud iman yang benar
adalah harus ada ada pengakuan dosa dari orang yang melakukan kejahatan
kepada yang ditindasnya.

K esadaran untuk mengkui dosa, akan menimbulkan adanya saling

mendoakan dan itulah yang melahirkan doa orang benar. Jadi doa orang yang
benar itu diwujudkan dengan doa yang saling mengaku dosa, dan lalu saling
mendoakan, baru hal itu menjadi Doa orang yang benar, setelah saling
mengaku dosa dan saling mendoakan, baru bisa muncul KEYAKINAN DALAM
DOA, baru kemudian bisa terjadi DOA YANG BESAR KUASANYA. Jadi seseorang
bisa disebut memiliki syarat sebagai orang yang benar, adalah; jika sadar telah
melakukan kejahatan, tetapi kemudian-lalu sadar, mengakui kejahatannya,
kemudian datang kepada orang yang dizaliminya, minta ampun atas
perbuatannya, lalu meminta didoakan, lalu mereka saling mendoakan. Konteks
dari ayat ini jelas, orang yang sakit karena tidak hidup dalam kebenaran datang
kepada para penatua, karena penatua itu menjadi media yang membuat
mereka berbalik kepada kebenaran. Artinya penatua itu menjadi mediator yang
mendamaikan mereka dengan orang yang ditindas orang yang sakit-lemah
karena ketidakhidupan dalam kebenaran.
Perhatikan penutupnya;
Saudara-saudaraku, jika ada di antara kamu yang menyimpang dari
kebenaran dan ada seorang yang membuat dia berbalik, ketahuilah,
bahwa barangsiapa membuat orang berdosa berbalik dari jalannya yang
sesat, ia akan menyelamatkan jiwa orang itu dari maut dan menutupi
banyak dosa. [5:19-20]

artinya, bagian pasal 5 ini dan juga khususnya ayt 12-18 adalah petunjuk untuk
membuat seseorang berbalik dari jalan yang tidak benar dan menjadi orang
benar. itulah intinya. artinya sudah terlebih dahulu ada orang benar yang
menderita akibat dari orang orang yang mengaku Kristen, sudah terlebih dahulu
ada penindasan orang orang kaya itu, baru kemudian, Karena mereka tidak
hidup dalam kebenaran, maka hal itu membuat mereka sakit-lelah secara
rohani dan karena itu mereka perlu datang kepada penatua untuk memediasi
mereka dengan orang orang yang sudah mereka tindas. jadi makna dari orang
sakit meminta doa artinya, adanya kesadaran untuk mengakui dosanya.

YAKOBUS 5:14 MAKNA LAMBANG MENDOAKAN DENGAN MINYA

ἀσθενεῖ τις ἐν ὑμῖν; προσκαλεσάσθω τοὺς πρεσβυτέρους τῆς ἐκκλησίας, καὶ


προσευξάσθωσαν ἐπ’ αὐτὸν ἀλείψαντες ἐλαίῳ ἐν τῷ ὀνόματι τοῦ Κυρίου.
Transliterasi; asthenei tis en humin? proskalesasthō tous presbuterous tēs ekklēsias, kai
proseuxasthōsan ep’ auton aleipsantes elaiō en tō onomati tou Kuriou.

Terjemahan: siapa diantara kamu yang menderita sakit? panggillah para tua-tua gereja, dan biarlah
mereka berdoa baginya seraya mengurapinya dengan minyak dalam Nama Tuhan

M endoakan orang sakit dengan minyak adalah lambang dari seorang abdi

Allah yang hidup dalam kebenaran yang mensimbolkan pertobatan orang yang
mau bertobat, karena minyak [elaion] adalah lambang seseorang diangkat
menjadi umat Allah yang dilambangkan dengan zaitun, sebab pohon zaitun
adalah lambang dari umat Allah, di mana minyak zaitun sebagai gambaran dari
urapan roh kudus yang mengangkat seseorang menjadi umat Allah [bandingkan
dengan Yakobus 3:12]
Jadi pengajaran doa di pasal 5 ini benar benar melalui pembuktian tata cara
hidup dalam kebenaran sejati, dan wujud dari hidup dalam kebenaran adalah,
melakukan langkah menghidupi iman yang sejati. Bukan iman yang mati.
Langkah langkah bagi hidup dalam kebenaran bagi mereka yang dahulu pura
pura sebagai umat Allah,atau tidak hidup dalam kebenaran, tetapi ingin
bertobat adalah, adanya kesadaran untuk mengakui dosanya dan meminta
ampun atas dosanya khususnya kepada orang orang yang dizaliminya. Itulah
sikap yang tepat dari orang yang mau masuk dalam kebenaran, dan itu
diwujudkan dengan meminta ampun kepada yang dizaliminya, lalu mereka
saling mengaku dosa.
jika seseorang tidak hidup dalam kebenaran [baca pasal 1-5],dan dia berdoa
mengklaim doa yang berkuasa karena dia yakin akan doanya, maka orang itu
tidak masuk kategori doa orang benar, dan tidak masuk kategori doa yang besar
kuasanya
Jika, seseorang tidak hidup dalam kebenaran dan belum mengakui dosa
dosanya selama ini, tetapi mengklaim doa yang berkuasa, maka hal itu adalah
penipuan. Yang benar, adalah seseorang yang dulu melakukan dosa dosa, maka
dia harus mengakui dosanya, dan kepada orang yang dizaliminya, dia harus
minta maaf, maka orang yang dizaliminya itu harus bersama dengan orang yang
berbuat dosa itu saling mendoakan, baru SETELAH hal itu menjadi Doa orang
yang benar, DAN SETELAH saling mengaku dosa dan saling mendoakan, baru
bisa terjadi keyakinan dalam doa lalu, baru kemudian terjadi apa yang kita
sebut sebagai ‘doa yang berkuasa.
Sebelum konstruksi di atas terjadi, maka klaim apapun terhadap setiap doa
yang berkuasa terhadap Yakobus 5, adalah pembohongan.
banyak orang kristen, setiap hari melakukan berbagai kejahatan, dan yang
paling keji adalah adanya ajaran yang secara masif, menyimpangkan
kebenaran, dengan ajaran ajaran yang lahiriah, tetapi paling ngotot dengan
DOA….

KAMULAH TERANG DUNIA

MATIUS 5: 14-16

“Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak
mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu
meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian
sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah
hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka
melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di
sorga." [TB]

Y esus tidak menyuruh kita untuk menjadi garam dan terang dunia. Dia tidak

mengatakan jadilah terang dunia. Sesungguhnya Dia mengatakan jika kita


adalah orang percaya yang benar, maka kitalah garam dan terang dunia. Yang
Yesus minta adalah agar terang kita itu bercahaya tidak ditutupi. Jika garam
bekerja dengan tidak kelihatan namun terasa, maka terang harus terlihat. Ini
berbicara tentang gaya hidup, kesaksian dari bagaimana kita hidup.

Apa saja fungsi dari terang?

 Menerangi yg gelap. Di tempat terang semua kelihatan


 Lighthouse; penuntun supaya tidak mengalami celaka.
Apa sifat dari terang?
1. Terang dan gelap tidak bisa bersatu.
Dimana ada terang, gelap menjadi tidak ada. Tidak bisa kita mengatakan
bahwa sekarang kita menjadi anak terang tapi kadang2 menjadi anak gelap.
2. Terang harus dinyatakan jangann ditutup-tutupi.
Banyak Kristen sekarang hanya ingin mendengar berita yang enak didengar
saja. Nabi2 palsu pada zzaman PL hanya memberitakan berita yang enak “ada
damai” “ada damai” tetapi kenyataanya tidak ada damai sejahtera. Sebaliknya
nabi2 yang sejati seperti Yeremia selalu menegur orang Israel sampai mereka
membuang Yeremia ke dalam perigi dan berkata “mengapa perkataanmu begitu
keras?” Terang harus bercahaya tidak boleh ditutup-tutupi. Terang yang
ditutupi akan mati (coba saja dengan lilin yang ditutup sehingga tidak ada
oksigen)
Hal apa yg bisa menutup terang?
a. Mat_6:23 jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika
terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu.
b. Luk_11:36 Jika seluruh tubuhmu terang dan tidak ada bagian yang
gelap, maka seluruhnya akan terang, sama seperti apabila pelita
menerangi engkau dengan cahayanya." Serahkanlah seluruh anggota
tubuhmu menjadi senjata kebenaran.
c. Ef 5:3 Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan
disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi
orang-orang kudus.
d. Ef. 5:4 Demikian juga perkataan yang kotor, yang kosong atau yang
sembrono--karena hal-hal ini tidak pantas--tetapi sebaliknya
ucapkanlah syukur.
Ef 5:8: Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu
adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak
terang, Paulus tidak mengatakan bahwa dahulu kamu terang sedikit
sekarang lebih terang. Tetapi dahulu kamu adalah kegelapan tetapi
sekarang adalah terang. Menjadi terang adalah ‘being’ bukan ‘doing’.

Dulu sebelum mengenal Yesus, keseluruhanmu adalah kegelapan. Dan setelah


mengenal Yesus, mengalami transformasi ‘ditransform’ bukan reformasi.

3. Terang mengatasi kegelapan


Terang menelanjangi kegelapan. Orang Kristen yg sejati tidak disukai oleh
orang yg suka dlm kegelapan (Ahok).
Joh 3:19-21:
Dalam hal apa kita bisa berfungsi menerangi kegelapan? Yaitu dengan
perbuatan yang baik:
 Words
1 Kor 1:21 21 (Oleh karena dunia, dalam hikmat Allah, tidak mengenal
Allah oleh hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan mereka yang
percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil.) . Roma 10:17 (Jadi, iman
timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus. )
 Walks: Mat 6:1-6

Dengan demikian kita memuliakan Bapa di surga.


4. Terang semakin dibutuhkan di tempat yg semakin gelap.
Seberapa kecilpun terang saudara, di tempat gelap sdr menjadi berguna. Kis
13:47 : Sebab inilah yang diperintahkan kepada kami: Aku telah menentukan
engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya
engkau membawa keselamatan sampai ke ujung bumi."
5. Hidup dalam terang adalah hidup dalam persekutuan sesama saudara.
 1Joh_1:7 Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada
di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang
lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala
dosa.
 1Joh_2:9 Barangsiapa berkata, bahwa ia berada di dalam terang,
tetapi ia membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan sampai
sekarang.
 1Joh_2:10 Barangsiapa mengasihi saudaranya, ia tetap berada di
dalam terang, dan di dalam dia tidak ada penyesatan.

6. Menjadi terang itu berarti berkorban.

Ada yang dibakar. Maukah kita mengorbankan: waktu, uang, harga diri,
kepandaian dll untuk kemuliaan Tuhan?
Bagaimana agar engkau tetap bercahaya? Harus terhubung dengan sumber
terang. Yesus adalah sumber terang.( Joh_8:12 Maka Yesus berkata pula
kepada orang banyak, kata-Nya: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut
Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai
terang hidup.")
Amin. Soli Deo Gloria,
Pdm. Jenny Setiawan, M.Th

Yakobus 5: 15 WASPADA DENGAN BERDOA DENGAN IMAN

Nestle Greek New Testament: καὶ ἡ εὐχὴ τῆς πίστεως σώσει τὸν κάμνοντα, καὶ
ἐγερεῖ αὐτὸν ὁ Κύριος· κἂν ἁμαρτίας ᾖ πεποιηκώς, ἀφεθήσεται αὐτῷ.
Transliterasi:kai hē euchē tēs pisteōs sōsei ton kamnonta, kai egerei auton ho Kurios; kan hamartias
ē pepoiēkōs, aphethēsetai autō.

Terjemahan: Dan doa iman akan menyelamatkan yang lelah itu, dan Tuhan
akan membangunkannya; Dan jika dia telah melakukan dosa, dia akan diampuni

D alam fenomena beragama Kristen di Indonesia, ada ajaran yang meyakini

bahwa jika kita berdoa dengan iman, atau doa yang lahir dari iman, maka
Tuhan akan menjawab doa kita. Ungkapan “doa lahir dari iman”, yang tanpa
sadar sebagai kesalahmaknaan dari Yakobus 5:15. begitu disukai, sehingga
ketika terjadi berbagai permasalahan, sering kali ungkapan “doa yang lahir dari
iman” dijadikan menjadi ayat sakti, dan bahkan sudah berubah menjadi sihir,
untuk mengklaim; 'bahwa jika seseorang percaya atau asal percaya saja, maka
doanya akan dikabulkan'. ini juga yang mendasari, kenapa sampai-sampai ada
ada gereja aliran pentakosta di tengerang mencantumkan slogan besar di
gerejanya, "ASAL PERCAYA SAJA, PASTI ADA-ADA SAJA".
Apakah seperti itu ajaran Tuhan Yesus? Alkitab berkata TIDAK.
Jika kita memaknai frasa pertama dari Yakobus 5:15 sesuai dengan terjemahan
yang tepat, sebenarnya tidak ada “doa yang lahir dari iman”. Yang tepat
adalah “doa iman”. “Doa iman” adalah terjemahan yang berasal dari frasa
Yunani “hē euchē tēs pisteōs”. “he euche” artinya “doa” atau dalam bahasa
Inggris biasa disertakan dengan artikel “the” [“the prayer”] “he” adalah artikel
depan atau kata depan, sedangkan “suche” adalah kata benda nominatif yang
artinya “doa”. “tes” juga kata depan, sedangkan “pisteos”, adalah kata benda
genitif yang berasal dari asal kata “pistis” yang artinya iman. Dalam tata
bahasa Yunani, kasus genitif adalah kasus kepemilikan atau sumber, dalam
artian, apabila terdapat 2 kata benda yang berurutan dalam satu frasa yang
sama, maka kata benda kedua harus diubah kedalam bentuk Genitif. Contoh:
“hē euchē tēs pisteōs” dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi “the
prayer of faith” [doa iman. 'The prayer' [doa] bertindak sebagai Nominatif,
sedangkan “of faith” [iman] bertindak sebagai Genitif. Artinya, doa di sini
sebagai subjeknya, sedangkan iman adalah sumbernya. Dengan kata sederhana,
jika seseorang ingin berdoa yang benar, maka harus terlebih dahulu bersumber
dari hidup dalam iman yang benar. Misalnya jika, di katakan “The map of
sailor” [bahasa Yunani: ho karte tou naute] maka hal itu bisa diartikan sebagai
“peta pelaut”. Jika kata petanya diganti dengan kata doa. Maka hal itu akan
menjadi “doa pelaut”. Artinya doa baru bisa disebut sebagai doa pelaut jika
seseorang berprofesi sebagai pelaut, dan jika pelautnya kita ganti menjadi kata
iman maka menjadi “doa iman” atau “doa beriman” atau “doa orang beriman”.
Artinya jika doa ingin disebut sebagi doa iman, maka harus terlebih dahulu
menjadi orang percaya-benar. Jadi kata iman disini, tidak merujuk kepada,
‘kalau kita berdoa menggunakan iman’, tetapi doa dari orang percaya atau
orang benar. Jadi, orang yang tidak percaya bisa saja dan umumnya
mengatakan saya “percaya”, tetapi orang percaya sejati atau orang beriman,
tidak ada kaitannya dengan pernyataan “saya percaya” atau “saya tidak
percaya”. Karena sebagai orang beriman, seluruh hidupnya adalah
kepercayaannya kepada Allah.
Penjelasan ini ditekankan sedemikian rupa, supaya hilang sugesti, atau ilusi
keyakinan yang palsu “berdoa dengan menggunakan iman”. Bahwa tidak benar,
kalau kita percaya maka doa kita akan dijawab, sebab jika kita sudah menjadi
orang yang percaya, maka keyakinan kita sudah melekat kepada status kita,
dan bukan karena kita meyakini dengan keyakinan otak pikiran kita, atau
Karena kita mengucapkan melalui mulut kita, maka doa kita menjadi dijawab,
yang benar adalah kita harus terelabih dahulu menjadi orang benar atau orang
percaya, maka baru bisa terjadi “doa iman”.
Hati-hati fenomena yang terjadi di Indonesia, dengan anggapan bawa jika doa
lahir dari sebuah keyakinan yang kuat dan keyakinan yang sungguh sungguh
maka, doa akan dijawab. Ini sungguh sungguh ajaran sesat. Karena itulah,
ungkapan ini harus kita pelajari degan sangat hati hati, karena menyangkut
semua fenomena doa dan iman. Ingat jika kita sudah menjadi orang percaya
atau orang yang sudah beriman, maka kita tidak mungkin di satu sisi berdoa
dengan iman, dan kadang berdoa tidak dengan iman. Yang benar adalah, orang
percaya [benar] selalu hidup dalam “doa iman” dalam kondisi apapun.

Yakobus 5: 15 MAKNA DOA IMAN

Nestle Greek New Testament: καὶ ἡ εὐχὴ τῆς πίστεως σώσει τὸν κάμνοντα, καὶ
ἐγερεῖ αὐτὸν ὁ Κύριος· κἂν ἁμαρτίας ᾖ πεποιηκώς, ἀφεθήσεται αὐτῷ.
Transliterasi:kai hē euchē tēs pisteōs sōsei ton kamnonta, kai egerei auton ho Kurios; kan hamartias
ē pepoiēkōs, aphethēsetai autō.

Terjemahan: Dan doa iman akan menyelamatkan yang lelah itu, dan Tuhan
akan membangunkannya; Dan jika dia telah melakukan dosa, dia akan diampuni

D i frasa ini, tidak ada padanan kata “yang” dan “lahir” seperti dalam

terjemahan TB [Alkitab Terjemahan Baru], dan dan konteksnya juga tidak


membicarakan doa yang lahir dari iman. Dari penelitian kita ini, kita menjadi
sadar, bahwa kita harus hati hati dalam mengutip terjemahan TB dalam
kaitannya dengan seluruh aspek hidup kita, supaya kita tidak salah
memaknainya dan dengan rendah hati harus belajar untuk mencari maknanya
dengan sungguh sungguh. Apa sebenarnya makna yang ingin disampaikan
penulis. Dan dari penjelasan di atas, istilah “doa yang lahir dari iman”
sebenarnya tidak ada. Yang benar adalah “doa iman”. Sekarang yang menjadi
tugas kita adalah, memaknai ungkapan “doa iman” dengan tepat. Karena jika
kita tidak sungguh sungguh rendah hati rindu mencari kebenarannya, maka
seluruh hidup kita akan terikat dibawah ilusi kepercayaan yang palsu, dan yang
tidak akan pernah kita sadari. Memang , dalam ungkapan baku bahasa
Indonesia, istilah “doa iman” jarang kita dengarkan, tetapi, harus diingat, hal
itu tidak baku, karena ungkapan itu tidak dibudayakan sesuai dengan
terjemahan aslinya. Itulah yang menjadi tugas kita, memaknai ungkapan “doa
iman” sesuai dengan makna tatabahasa Yunaninya.
Kenapa kita harus hati hati sekali dalam menterjemahkan ini? Karena ungkapan
doa yang lahir dari iman, telah mendorong doa yang tidak alkitabiah, sehingga
seolah olah, bahwa ada doa yang lahir dari iman dipikiran kita. padahal doa
tidak lahir dari iman pikiran kita, celakanya asumsi itu telah menciptkan
sebuah fenomena sihir tingkat tinggi, kalau seseorang menghadapi persolanan,
maka ada anggapan, jika percaya [beriman dipikiran], maka Tuhan akan
menjawab doa. Ini benar benar ilusi tingkat tinggi, ini adalah penipuan. Jika
seseorang sudah, merasa “dia bisa mengubah Tuhan, sesuai dengan apa yang
diyakininya, ini benar benar adalah sesuatu yang konyol. Inilah yang harus kita
sadari, karena timbulnya kesadaran inilah yang bisa menghentikan pengaruh
dari sihir ilusi keyakinan tersebut.
Kata lahir itu sendiri berasal dari istilah “gennao”, misalnya:
TB: Apa yang dilahirkan [gennao] dari daging, adalah daging, dan apa
yang dilahirkan [gennao] dari Roh, adalah roh. [Yohanes 3 : 6]
1 Yohanes 5:1 Setiap orang yang percaya, bahwa Yesus adalah Kristus,
lahir [gennao] dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi Dia yang
melahirkan [gennao], mengasihi juga Dia yang lahir dari pada-Nya.
Penggunaan kata lahir di Alkitab, selalu bermakna sumber, sedangkan doa
bukan bersumber dari iman. Sebab kalau timbul keyakinan bahwa doa yang
muzarab bersumber dari iman yang kuat, maka hal itu akan menciptakan
keyakinan yang konyol, sehingga seseorang bisa mengubah keadaan, asal dia
yakin. Itulah tipuannya. Karena itu, kita tekankan, bahwa “doa iman” bukan
lahir dari iman, tetapi sebagai wujud iman.
sangat berbeda sekali pengertian wujud dengan sumber. Jadi doa tidak datang
dari iman, tetapi wujud dari iman yang benar. Sama seperti kita lahir dari
Allah, namun kita bukan wujud Allah. Kita lahir dari ibu, tetapi kita bukan
wujud ibu. Doa juga bukan lahir dari iman tetapi, doa itu adalah wujud iman.
jadi yang ditekankan adalah, jika seseorang mau menghidupi doa iman, maka
dia harus mempraktekkan cara hidup dalam iman sejati. Artinya, doa iman itu
haruslah perwujudan dari bukti iman yang sejati, dan hanya doa yang
demikianlah yang dijawab oleh Tuhan. Karena itu periksalah seluruh hidupmu,
apakah hidupmu mencerminkan engkau orang beriman? Jika belum, ingatlah
ini, doamu tidak akan dijawab Tuhan, tetapi jika hidupmu mencerimankan
orang beriman, maka doamu telah menjadi doa iman an telah dijawab oleh
Tuhan, Cuma, jawaban Allah itu, selalau melampai indrawi manusia kita.

Yakobus 5: 15 WUJUD DOA IMAN

Nestle Greek New Testament: καὶ ἡ εὐχὴ τῆς πίστεως σώσει τὸν κάμνοντα, καὶ
ἐγερεῖ αὐτὸν ὁ Κύριος· κἂν ἁμαρτίας ᾖ πεποιηκώς, ἀφεθήσεται αὐτῷ.
Transliterasi:kai hē euchē tēs pisteōs sōsei ton kamnonta, kai egerei auton ho Kurios; kan hamartias
ē pepoiēkōs, aphethēsetai autō.

Terjemahan: Dan doa iman akan menyelamatkan yang lelah itu, dan Tuhan
akan membangunkannya; Dan jika dia telah melakukan dosa, dia akan diampuni

D ari kata penghubung “dan” [kai], dapat kita lihat, bahwa ungkapan “doa

iman” justru untuk menjelaskan perwujudan hidup dalam iman di ayat 14


sesuai dengan konteks permasalahannya, karena itu di katakan “dan doa iman
akan”, artinya setelah adanya perwujudan yang kongkrit dalam beriman, maka
proses penyelamatan Allah akan terjadi kepada seseorang.
Selain itu, wujud doa iman itu bukan akibat doa orang yang meminta doa,
doanya bukan dari orang yang sakit secara rohani, tetapi setelah penatua
mendoakan dan mengurapi dengan minyak dalam nama Tuhan. Jadi wujud doa
iman dalam konteks ini bukan doa orang yang sedang kelelahan-kesakitan
rohnya karena dosanya sendiri, sebab mereka tidak diperintahkan berdoa,
karena mereka belum dikuduskan akibat kejahatan yang mereka lakukan. Jadi
wujud hidup dalam iman, khususnya dalam konteks apabila seseorang
merampas hak orang lain, maka orang yang merampas hak itu harus pergi
kepada penatua. Itu adalah wujud iman yang kongkrit.
Memanggil para tua-tua bukan tanpa alasan, bukan juga karena penatua doanya
lebih hebat. Bukan juga karena penatua memiliki karunia doa. konteksnya
menjelaskan karena penatua berfungsi sebagai mediator yang mendamaikan
kedua belah pihak yang berperkara. Ini adalah langkah yang kongkrit untuk
hidup dalam iman yang benar. Dalam hal ini wujud doa iman adalah
mengadakan renkosiliasi seperti yang diajarkan oleh Tuhan Yesus;
“Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas
mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati
saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan
mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu

B kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.”Mat 5:23-24 TB.


erdamai dengan orang lain harus melalui mediator, seperti yang diajarkan
oleh Paulus di 1 korintus 6:1-6
Apakah ada seorang di antara kamu, yang jika berselisih dengan orang lain,
berani mencari keadilan pada orang-orang yang tidak benar, dan bukan pada
orang-orang kudus? 2 Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang kudus akan
menghakimi dunia? Dan jika penghakiman dunia berada dalam tangan kamu,
tidakkah kamu sanggup untuk mengurus perkara-perkara yang tidak berarti?
3 Tidak tahukah kamu, bahwa kita akan menghakimi malaikat-malaikat? Jadi
apalagi perkara-perkara biasa dalam hidup kita sehari-hari.4 Sekalipun
demikian, jika kamu harus mengurus perkara-perkara biasa, kamu menyerahkan
urusan itu kepada mereka yang tidak berarti dalam jemaat?5 Hal ini kukatakan
untuk memalukan kamu. Tidak adakah seorang di antara kamu yang berhikmat,
yang dapat mengurus perkara-perkara dari saudara-saudaranya?6 Adakah
saudara yang satu mencari keadilan terhadap saudara yang lain, dan justru
pada orang-orang yang tidak percaya?[TB]
Penatua berdoa seraya mengurapi dengan minyak, bukan dilakukan tanpa
makna, tetapi sebagai lambang pengudusan Roh kudus. Penggunaan minyak
zaitun mengurapi berhubungan dengan menguduskan [dikhususkan]. Minyak ini
bukan minyak urapan. Tetapi mengurapi dengan miyak zaitun. Kalau minyak
urapan dijelaskan di Keluaran 30, dicampur dari bahan bahan yang sudah
ditentukan, dan ketentuan itu mensahkan minyak urapan, serta tidak bisa
diproduksi oleh yang bukan iman yang ditentukan. Sedangkan ini bukan minyak
urapan. Tetapi mengurapi dengan minyak zaitun. Persamaan minyak urapan
dengan mengurapi dengan minyak adalah, sama sama lambang mengurapi
[dikhususkan] saat seseorang diurapi, maka dia dikhususkan. Tetapi
perbedaannya adalah, miyak urapan hanya bisa digunakan untuk mengurapi
para pelayan secara khusus [di PL], seperti para imam, nabi, raja, dan tidak
bisa digunakan kepada orang awam [baca keluaran 30], sedangkan mengurapi
dengan minyak zaitun digunakan sebagai lambang Roh kudus mengkhusukan,
dalam hal ini orang itu dikhususkan kepada keselamatan. [bersambung]

Yakobus 5: 15 MEMANGGIL MEDIATOR SEBAGAI WUJUD DOA IMAN YANG


MENYELAMATKAN

Nestle Greek New Testament: καὶ ἡ εὐχὴ τῆς πίστεως σώσει τὸν κάμνοντα, καὶ
ἐγερεῖ αὐτὸν ὁ Κύριος· κἂν ἁμαρτίας ᾖ πεποιηκώς, ἀφεθήσεται αὐτῷ.
Transliterasi:kai hē euchē tēs pisteōs sōsei ton kamnonta, kai egerei auton ho Kurios; kan hamartias
ē pepoiēkōs, aphethēsetai autō.

Terjemahan: Dan doa iman akan menyelamatkan yang lelah itu, dan Tuhan
akan membangunkannya; Dan jika dia telah melakukan dosa, dia akan diampuni

U ntuk menemukan wujud doa iman yang tepat di ayat ini, maka kita harus

memperhatikan kata doa yang digunakan mulai dari ayat 13-15. Di ayat 13-14,
kata doa yang digunakan adalah “proseuxasthōsan ” dari kata dasar
“proseuchomai”, yang artinya “saya berdoa”. Sedangkan doa dalam ungkapan
“doa iman” di ayat 15 dari kata “euchē ”, kata ini bukan doa biasa tetapi
bersumpah dalam doa. Bersumpah dalam doa ini masih berhubungan dengan
ayat 12, yaitu ketentuan sumpah yang benar. Tidak menjadikan ya menjadi
tidak dan tidak menjadi ya. Artinya, penatua itu bertugas sebagai mediasi yang
adil, dan apa yang benar dibenarkan penatua itu. Dan apa yang salah
dinyatakan salah oleh penatua itu. Sehingga keadilan ditegakkan. Jadi wujud
doa iman itu dalam konteks ini, adalah, keadilan ditegakkan, hak orang yang
dirampas dikembalikan. Dan orang yang merampas hak orang lain, mengakui
dosanya. Dan penatua bertindak dengan adil, dimana akhir dari mediasi itu,
penatua itu menutup mediasi itu dengan sumpah dalam doa, bahwa orang yang
telah datang untuk didoakan itu telah melakukan tanggungjawabnya, dan
untuk itu orang yang datang untuk didoakan itu akan diselamatkan. Karena
itulah digunakan minyak zaitun [elaion] sebagai lambang Roh kudus yang
mengurapi. Ini berbeda dengan minyak urapan. Jadi mengurapi dengan Minyak
zaitun adalah gambaran dari Roh kudus yang mengurapi, dalam konteks ini
untuk menyelamatkan orang tersebut.
Itulah wujud “doa iman”. Jadi bukan doa yang lahir dari iman yang entah
berantah, tetapi orang yang mau melakukan wujud dari iman sejati. Jadi kalau
ada orang yang mengaku Kristen, tetapi melakukan kejahatan, hidup dalam
kecurangan, mengabaikan perintah Kristus, orang tersebut tidak akan pernah
dijawab doanya. Meskipun orang tersebut, yakin seyakinnya, meski orang
tersebut mengklaim denga metode apapun, orang itu tetap bukan orang yang
hidup dalam wujud iman yang benar, orang tersebut, belum diselamatkan
Allah. Tetapi kalau seseorang menyadari kejahatannya, dan orang tersebut
ingat akan apa yang telah dilakukannya, dan dia lalu mengadakan perdamaian
di mana hamba Tuhan dijadikannya sebagai mediator seperti yang telah
diajarkan oleh Tuhan maka dia telah mewujudkan “doa iman”.
Doa sebagai wujud dari iman yang benar, pasti konsisten dengan kebenaran,
dan jika melakukan dosa atau kesalahan, konsisten untuk mengikuti ajaran
Tuhan, sadar dan mau melakukan cara Tuhan untuk melakukan perdamaian,
atau mediasi, atau usaha usaha untuk kembali kejalan yang benar, itulah wujud
dari iman yang benar, dan itu berarti telah terjadi doa iman, dan yang
demikianlah yang dijawab oleh Allah, dan doa yang demikianlah yang
menyelamatkan seseorang yang rohnya sakit-lelah. Karena itulah dikatakan
“Dan doa iman akan menyelamatkan yang lelah itu”. Perhatikan klausa ini;
“Dan doa iman akan menyelamatkan yang sakit itu”.
Perhatikan baik baik, di katakan “menyelamatkan”, dan bukan
menyembuhkan, karena fokusnya bukan tubuhnya tetapi jiwanya yang bisa
binasa. Kata menyelamatkan yang digunakan adalah “sosei” dari kata “sozo”.
Kata ini bisa diartikan menyelamatkan. Tetapi kata ini terutama selalu
digunakan untuk menyelamatkan dari hukuman dosa. Dan didukung konteks
ayat ini, jelas sekali bahwa ayat ini menyelamatkan seseorang dari tipu daya
dosa. Kata “sosei” adalah kata kerja future indicative active, artinya dalam
konteks ini adalah; seseorang akan mengalami doa yang menyelamatkan jika
dia telah masuk menghidupi doa iman. Orang itulah yang diselamatkan [sozo].
Dan bukan hanya diselamatkan tetapi orang itu akan bangkit dari kesakitan-
kelemahan rohaniah. Bangkit atau “egeiro” digunakan sebanyak 14 kali untuk
menjelaskan terjadi perubahan yang drastis. Jadi orang yang sudah melakukan
wujud doa iman, maka orang itu akan diselamatkan, dan dia akan mengalami
perubahan hidup yang drastis, dia akan bangkit dari keterpurukan. Dia
selamat, sekaligus mengalami kebangkitan rohaniah. Banyak orang berasumsi
berdoa dengan iman, tanpa sadar tidak pernah masuk dalam wujud doa iman
yang tepat, orang seperti itu tidak akan mungkin diselamatkan Roh Allah dari
kehancuran dan tidak mungkin mengalami keselamatan ilahi, jangankan
keselamatan, malahan rohnya tidak akan pernah mengalami kebangkitan,
melainkan menuju kematian rohaniah.

Yakobus 5: 15 UNGKAPAN “JIKA TELAH MELAKUKAN DOSA”

Nestle Greek New Testament: καὶ ἡ εὐχὴ τῆς πίστεως σώσει τὸν κάμνοντα, καὶ
ἐγερεῖ αὐτὸν ὁ Κύριος· κἂν ἁμαρτίας ᾖ πεποιηκώς, ἀφεθήσεται αὐτῷ.
Transliterasi:kai hē euchē tēs pisteōs sōsei ton kamnonta, kai egerei auton ho Kurios; kan hamartias
ē pepoiēkōs, aphethēsetai autō.

Terjemahan: Dan doa iman akan menyelamatkan yang lelah itu, dan Tuhan
akan membangunkannya; Dan jika dia telah melakukan dosa, dia akan diampuni

P erhatikan tanda baca titik koma di atas [;]. Dari tanda baca “;” tersebut,

kita tahu, bahwa pernyataan “dan jika dia telah melakukan dosa, dia akan
diampuni” justru untuk menjelaskan kalimat sebelumnya. Artinya kerendahan
hati untuk mau melakukan wujud doa iman yang tepat, atau dalam konteks ini
mengembalikan hak orang lain dengan cara pergi ke penatua untuk
menjadikannya mendiator, sehingga penatua tersebut yang menjadi mediator
yang adil, lalu ketika mereka berdoa bersama, penatua tersebut mengucapkan
sumpah dalam doanya, bahwa kewajiban orang tersebut telah dilakukan, dan
keadilan telah ditegakkan, maka dampaknya bukan saja orang tersebut
diselamatkan, dan bukan saja mengalami kebangkitan rohani, tetapi orang
tersebut diampuni dosa-dosanya
Memang jika kita melihat secara sekilas, kata “jika” di atas, seolah olah, dosa
yang dijelaskan belum tentu dilakukan. Namun itu hanya anggapan awam
dalam ungkapan bahasa Indonesia saja. Namun dalam tata bahasa Yunaninya,
kata “jika” tersebut berasal dari kata “kan”. Kata ini sebenarnya berasal dari
kata dasar “kai” [dan]. Kata dasar ini menjelaskan bawa terjemahan “jika” di
atas harus dimaknai dengan kata dasar “dan”. Artinya penjelasan “dan jika dia
telah melakukan dosa, dia akan diampuni” justru untuk mempertegas orang
yang diselamatkan dan yang sudah bangkit dari keterpurukan rohani.
Kata “kan” sebenarnya gabungan dari kata “kan” dan kata “ean”. “ean” adalah
patikel bersyarat yang berasal dari dua kata, yaitu “ei” [jika] dan “an” sebagai
pernyataan kondisional. Artinya, jika seseorang telah diselamatkan dan bangkit
dari keterpurukan, maka dosanyapun sudah diampuni. Dapat juga kita balik
dengan mengatakan, jika dosa seseorang telah diampuni, dia akan
diselamatkan dan bangkit dari keterpurukan. Dengan demikian frasa “Dan jika
dia telah melakukan dosa” sungguh jauh sekali dari pemaknaan bahasa
indonesia, sebab kalau frasa ini kita maknai dalam pemaknaan yang umum
dalam bahasa Indonesia, seolah olah orang yang diselamatkan dan bangkit dari
dosa belum tentu berdosa. Tetapi dalam tata bahasa Yunani, justru frasa itu
adalah penegasan bahwa orang yang sudah diselamatkan dan bangkit dari
penyakit rohaniah ini adalah orang yang berdosa. Jadi maksudnya, jika
seseorang sudah diselamatkan dan sudah bangkit dari keterpurukan rohaniah
orang itu berarti sudah pasti diampuni dosa-dosanya
Dalam fras terakhir, sengaja kata diampuni dipisahkan dengan tanda baca “,”.
[, aphethēsetai autō.] artinya, yang menjadi penekanan dari perlunya “doa
iman” diwujudkan bukan mengenai kesembuhan jasmaniah. Perhatikan dengan
seksama, bukan kesembuhan yang bersifat jasmaniah. Ini kita tekankan dengan
sangat kuat sekali, karena Yakobus 5:15 ini telah disalahgunakan utuk hal hal
yang bersifat inderawi, padahal konteks dari ayat ini supaya orang yang
melakukan kejahatan bisa diampuni dosa-dosanya. Karena itulah, kita tidak
terlalu memusingkan apakah seseorang disembuhkan atau tidak jasmaniahnya,
apakah seseorang mengalami kebangkitan secara lahiriah atau tidak, tidak
terlalu penting bagi kita, karena Tuhan tidak menekankan hal itu, yang kita
tahu, dunia juga mencarinya, dan Allah sebagai Allah yang maha bijak bahkan
memperhatikan burung burung di udara, jadi apapun yang diputuskan oleh
Allah, terhadap jalan hidup kita didunia ini, semua itu adalah kebaikan bagi
keselamatan kita. Yang Tuhan janjikan, jika seseseorang mau masuk dalam doa
iman yang sejati, menegakkan keadilan, kembali kepada kebenaran, dan
penatua menjadi saksi Allah yang bersumpah dalam doa, bahwa orang itu telah
menegakkan keadilan, orang itu bukan hanya diselamatkan dan dibangkitkan,
orang itu sudah diampuni dosa-dosanya.
Waspadalah terhadap orang orang yang mengaku Kristen, tetapi hidup diluar
hukum Kristus, menindas orang orang yang lemah, dan hidup untuk menumpuk
harta didunia ini dengan melanggar ketentuan ketentuan Allah, orang ini tidak
bisa diselamatkan dari kehancuran, orang seperti inilah sakit rohnya, tetapi
tidak sadar sedang sakit, orang seperti ini, kelelahan roh, tetapi tidak sadar
sadar sedang kelelahan, dan karena tidak sadar, ilusi sihirpun terus menerus
merusak rohanya, dan orang seperti ini tidak bisa mengerti dan tidak akan mau
dan bisa masuk dalam wujud doa iman. Namun jahatnya, meski orang yang
seperti itu tidak masuk dalam wujud doa iman, orang itu akan tetap merasa
orang yang beriman, karena secara lahiriah, dia juga mengalami
perkembangan. Karena itu masuklah dalam wujud pertobatan yang sejati,
dengan melakukan perintah perintah Kristus denga sempurna, maka saudara
akan akan diselamatkan, dan dosamu yang banyak itu akan diampuni.

Yakobus 5: 16 MEMPRAKTEKKAN WUJUD DOA IMAN DENGAN MENGAKU DOSA


DAN SALING MENDOAKAN

Nestle Greek New Testament 1904


ἐξομολογεῖσθε οὖν ἀλλήλοις τὰς ἁμαρτίας, καὶ προσεύχεσθε ὑπὲρ ἀλλήλων,
ὅπως ἰαθῆτε. πολὺ ἰσχύει δέησις δικαίου ἐνεργουμένη.

Transliterasi: exomologeisthe oun allēlois tas hamartias, kai proseuchesthe huper allēlōn, hopōs
iathēte. polu ischuei deēsis dikaiou energoumenē.

Terjemahan: oleh karena itu akuilah dosa seorang terhadap yang lain, dan saling mendoakanlah
seorang terhadap yang lain, supaya dapat disembuhkan. Permohonan kuat yang banyak dilakukan orang
yang benar, akan bekerja

A yat 16 ini adalah penjelasan yang lebih utuh terhadap ayat 15. Hal itu

terlihat jelas dari penggunaan kata penghubung “oun”. Kata “oun” biasanya
diartikan “karena itu” tetapi tujuan dari kata ini hendak menjelaskan
eksistensi sebelumnya di ayat 15 [doa iman] dengan apa yang dijelaskan
sesudahnya. Jadi dapat di katakan bahwa ayat 15 harus dipahami di dalam ayat
16.
Dalam klausa pertama di katakan “oleh karena itu akuilah dosa seorang
terhadap yang lain,” artinya, wujud dari doa iman harus dipraktekkan dalam
teknis saling mengakui dosa. Dengan demikian, doa iman, harus dibuktikan dan
diwujudkan dengan pengakuan dosa terhdap orang lain dan bukan kepada
Allah. Maksudnya ‘bukan kepada Allah’, bukan berarti kita tidak perlu
mengakui dosa kepada Allah, ini hanya ingin menyatakan, bahwa banyak orang
tidak mengerti dengan tepat ajaran Tuhan jika sudah melakukan kejahatan,
karena dalam pengertian yang tidak benar dia tidak hanya datang kepada Allah
dan hanya mengakui dosa-dosanya kepada Allah, tetapi kepada orang yang
dijahatinya, dia justru tidak melakukan perdamaian. Hal itu tentu tidak
diajarkan oleh Allah, dan itu tidak akan menyembuhkan kerohanian kita, yang
benar adalah, saat seseorang tersadar berlaku jahat pada orang lain, maka
yang wajib dilakukannya adalah berdamai dengan orang tersebut. Disinilah
tugas penatua memediasi. Dan hasil mediasi tersebutlah yang disumpahkan di
dalam doa yang bisa terjadi setelah ada tindakan saling mengaku dosa.

K ata kerja yang digunakan untuk mengakui dosa di sini adalah Preset

imperatif. Dalam bahasa Yunani modus Imperatif hanya dipakai untuk


menyatakan dorongan dan perintah. Karena itu di katakan “akuilah”. Dan
karena ini adalah penjelasan akan dorongan kepada orang yang kerohaniannya
sakit, maka yang bertidak aktif adalah orang yang melakukan kejahatan. Dari
orang yang melakukan kesalahanlah terlebih dahulu inisiatif, baru bisa terjadi
kondisi saling mendoakan. Dengan demikian “satu sama lain” harus dimaknai
dari inisiatif yang melakukan dosa terlebih dahulu seperti yang sudah
dicontohkan di ayat 15 yang datang untuk kepenatua supaya memediasi.
Kata kerja “mengakui” yang digunakan adalah “eksomologéō” dari dua kata,
yaitu “ek” [keluar] da “homologeo” [mengatakan hal yang sama], jadi
ungkapan mengakui dosa, merujuk kepada orang yang keluar terlebih dahulu
dari sifatnya yang jahat, dan lalu untuk bisa sepakat maka dia harus mengakui
dosanya. Jadi bukan hanya sekedar mengakui dosa, namun masih tetap
melakukan dosa yang sama. Hal itulah yang bisa membuat terjadinya “saling
mendoakanlah seorang terhadap yang lain”. Mendoakan disini lebih kepada
permintaan atau harapan orang yang mendoakan kepada Allah supaya orang
yang didoakan disembuhkan dari kerohanian yang sakit. Kata yang digunakan
adalah “euxomai”, dan kata ini jelas yang dimaksud bukan keyakinan di pikiran
yang dipusatkan, atau keinginan yang sangat kuat, tetapi harapan yang
dipanjatkan kepada Allah supaya orang yang didoakan disembuhkan Allah
karena orang tersebut sudah kembali ke jalan yang benar.
Dari penjelasan di atas, bahwa untuk bisa menghidup doa iman, adalah hal
yang masih jarang sekali dipratekkan, malahan yang marak adalah, orang
berbondong bondong berdoa bersama sama seperti doa antar denomiasi,
jaringan doa nasional, tetapi praktek untuk mengadalam mediasi sangat jarang
di prakttekkan. Malahan banyak gereja tidak konsisten melakukan ajaran
Tuhan, banyak juga gereja malahan melakukan tipu tipu tanpa pernah
melakukan mediasi untuk menegakkan keadilan dan memulihkan hak yang
dirugikan, tetapi yang anehnya mereka sangat ngotot dengan doa yang
mengklaim iman. Karena itu, jika saudara pernah melakukan kejahatan, dan
saudara tidak mengakui dosa itu dan menegakkan keadilan kepada orang lain,
apapun yang saudara doakan tidak akan dijawab Tuhan. Karena itu masuklah
dalam wujud doa iman, carilah penatua yang adil jika saudara pernah
merugikan orang lain, dan berdamailah dengannya, supaya rohmu sembuh.

Yakobus 5: 16MEMPRAKTEKKAN WUJUD DOA IMAN DENGAN MENGAKU DOSA


DAN SALING MENDOAKAN

Nestle Greek New Testament 1904


ἐξομολογεῖσθε οὖν ἀλλήλοις τὰς ἁμαρτίας, καὶ προσεύχεσθε ὑπὲρ ἀλλήλων,
ὅπως ἰαθῆτε. πολὺ ἰσχύει δέησις δικαίου ἐνεργουμένη.

Transliterasi: exomologeisthe oun allēlois tas hamartias, kai proseuchesthe huper allēlōn, hopōs
iathēte. polu ischuei deēsis dikaiou energoumenē.

Terjemahan: oleh karena itu akuilah dosa seorang terhadap yang lain, dan saling mendoakanlah
seorang terhadap yang lain, supaya dapat disembuhkan. Permohonan kuat yang banyak dilakukan orang
yang benar, akan bekerja

P raktek doa yang benar yang seharusnya digalakkan di gereja gereja di Indonesia adalah doa

mediasi, doa yang memediasi hubungan satu sama lain untuk menegakkan kebenaran dan keadilan dan
bukan sekedar jumlah orang yang berdoa yang banyak, dan juga bukan kuantitas doa yang banyak.
Bukan berarti berdoa bersama dengan jumlah orang yang banyak tidak perlu, bukan itu maksudnya.
Bukan juga berarti berdoa dengan kuantitas waktu yang diperbanyak tidak perlu. Semua itu perlu. Tetapi
yang menjadi kritik pada praktek doa di indonesia adalah, adanya satu mental ketiadaan untuk
menegakkan keadilan dan kebenaran dengan cara yang Tuhan ajarkan. Masih banyak gereja gereja yang
belum sadar, betapa pentingnya menegakkan nilai nilai keadilan, malahan banyak gereja tidak
menghargai nilai keadilan dan kebenaran Allah, tetapi setiap hari juga berdoa kepada Allah. Tidak sedikit
juga sekolah sekolah yang menamakan diri lembaga Kristen, tetapi sangat miskin dengan semangat
menegakkan keadilan. Tentu ini adalah ironi.
Namun hari ini kita belajar, bahwa jika gereja menggalakkan doa iman, doa itu yang akan berkerja. Tidak
ada satupun ayat alkitab untuk menyuruh kita secara jelas membangun doa seperti yang diajarkan oleh
Yakobus 5:16 ini. Banyak orang yang ngotot untuk membangun rumah doa, atau mezbab doa, tetapi
tidak ada satupun ajaran perjanjian baru yang tegas untuk membangun ruman atau menara doa. Banyak
juga orang sekarang yang mencoba memberkati kota dengan mengadakan doa secara massal seperti
yang dicontohkan oleh doa aras nasial, namun, tanpa menggangap hal itu tidak penting, tetapi PB tidak
pernah memberikan perintah yang begitu kuat akan hal itu. Namun hari ini, kita melihat, Yakobus 5:16
memberikan penegasan yang sangat kuat, bahwa yang harus dibangun adalah doa iman. Yang harus
dibangun adalah Permohonan kuat yang banyak dilakukan orang yang benar, itulah yang berkerja secara
efektif.

Tidak ada satupun ayat yang begitu tegas mengatakan bahwa jika “Permohonan kuat yang banyak
dilakukan orang yang benar, akan bekerja”. Hanya ayat ini. Karena orang benar disini merujuk kepada
pemulihan hubungan yang dimediasi para penatua dan yang juga menaikkan sumpah dalam doa, maka
jelas sekali, para penatua contoh nyata untuk membangun permohonan yang kuat. Bukan hanya yang
kuat, tetapi permohonan itu harus dilakukan secara berlimpah limpah.

Tidak ada satupun ayat yang mengajarkan untuk membangun menara doa
secara kuat dan melimpah limpah, tetapi gereja gereja sangat konsen
membangunnya. Menurut saya ini benar benar tidak tepat. Justru yang
diperintahkan oleh Allah dengan tegas diabaikan oleh para jemaat dan para
penatua.

Kenapa jemaat bisa mengabaikan hal ini? Tentu saja karena para pengajar di zaman sekarang, hampir-
hampir tidak pernah mengajarkannya, sehingga kebenaran yang sangat penting ini dianggap lalu. Jika
para pengajar menekankan ajaran ini, maka kita akan melihat gerakan untuk mengadakan doa iman
menjadi gaya hidup. Kita akan melihat orang yang pernah merugikan sesamanya, datang kepara hamba
Tuhan, dan meminta didamaikan, dan lalu kemudian, mediasi hamba Tuhan itu akan melahirkan satu
gerakan yang saling mendoakan, ini tentu akan menjadi sangat luar biasa, sebab Tuhan berkata, jika ini
dilakukan dengan permohonan yang kuat dan dilakukan dengan berimpah limpah, maka hal itu akan
berkerja secara efektif, sehingga banyak permulihan yang terjadi, banyak orang diselamatkan, banyak
terjadi kebangkitan rohani. Banyak orang disembuhkan dari roh yang sakit, dan dosa banyak orang akan
terbuka untuk diampuni oleh Tuhan. Semua itu baru bisa terjadi jika wujud dari doa iman menjadi gaya
hidup orang percaya. Selama doa iman tidak diwujudkan menjadi gaya hidup, maka doa orang benar
tidak akan pernah terjadi. Hanya doa imanlah yang menjadi kunci terjadinya doa orang benar, hanya doa
imanlah yang bisa mewujdukan keadilan ditegakkan. Hanya doa imanlah yang bisa mewujudkan terjadi
perdamaian yang sejati. Hanya doa imanlah yang membuka kesempatan untuk terjadinya penghapusan
dosa yang sudah terjadi dan yang banyak itu.

SIKAP KITA YANG MENENTUKAN PERTOLONGAN TUHAN


Yesaya 59:1

B ulan Desember adalah bulan dimana kita sibuk mempersiapkan hari Natal

dan Tahun Baru. Dalam menyongsong akhir tahun ini, perenungan kita adalah
bagaimana perjalanan hidup kita di sepanjang tahun 2016 ini. Apakah tahun ini
adalah tahun emas yang membawa banyak keberuntungan ? Atau apakah tahun
ini adalah tahun penuh dengan kesusahan dan kesulitan hidup, bahkan
kesedihan?.
Yesaya berkata dalam ayat ini, bahwa sebenarnya tangan Tuhan tidak kurang
panjang dan pendengaran Tuhan bukannya tidak tajam, sehingga Ia tidak
mendengar doa-doa kita. Dalam pasal 57 dan 58, Yesaya menjelaskan bahwa
sebenarnya Tuhan tidak menolong bangsa Yahudi karena dosa-dosa dan
pelanggaran serta kejahatan mereka, sehingga semua itu menjadi penghambat
dan penghalang dalam Tuhan menolong bangsa Israel saat itu. Dosa dan
perbuatan jahat menjadi penghambat kita ditolong Tuhan. Namun janji Tuhan
adalah, jika bangsa itu berbalik kepada Tuhan, maka Ia akan menolong mereka.
Bagaimana dengan kita? Untuk menerima pertolongan Tuhan, dilihat dari sikap
kita dalam hubungan kita dengan Tuhan. Kita bisa belajar dari beberapa tokoh
dalam alkitab.
Bagaimana sikap kita yang berkenan kepada Tuhan, agar kita dapat menerima
pertolongan-Nya dengan mukjizat dan kuasa-Nya?
1. Sikap seperti perempuan Kanaan (Matius 15:21-28)
Orang Kanaan adalah suku dan agama berbeda dari Tuhan Yesus. Perempuan
Kanaan bukan umat Tuhan. Namun perikop ini bercerita tentang perempuan
Kanaan yang sangat membutuhkan pertolongan Tuhan dalam menyembuhkan
anaknya yang sedang menderita sakit, dan siapapun tidak mampu
menyembuhkannya. Penderitaan anaknya membuat perempuan Kanaan ini
mencari pertolongan dari Tuhan Yesus, karena dia tahu bahwa Tuhan Yesus
mampu melakukan mukjizat sehingga dia sungguh percaya akan kesembuhan
anaknya.
Dia diabaikan oleh Yesus dan diusir oleh murid-murid Tuhan, bahkan dia dihina.
Mukjizat Tuhan bukan diperuntukkan bagi orang Kanaan. Tetapi dia tidak putus
asa, karena dia percaya dan beriman kepada Tuhan Yesus. Dia memiliki iman
yang kuat, dan tidak mudah mundur hanya oleh karena hinaan. Dia tetap
berseru kepada Tuhan Yesus seperti anak kecil yang merengek meminta sesuatu
dengan segala cara. Ujian iman oleh Tuhan Yesus kepada perempuan Kanaan ini
membuat Tuhan kagum dan akhirnya dengan perkataan firman, anak dari
perempuan Kanaan ini sembuh. Iman perempuan Kanaan begitu besar dan kuat,
sehingga dia memperoleh apa yang dimintanya yaitu anaknya sembuh dari
penderitaan sakit kerasukan.
2. Sikap seperti Bartimeus (Markus 10:46-52)
Bartimeus buta sejak lahir, dia memiliki kehidupan yang sulit, miskin dan
sendiri. Kesehariannya duduk di pinggir jalan untuk mengemis. Saat dia
mendengar bahwa Yesus mau lewat tempat dimanan dia berada, maka dia
punya pengharapan akan jamahan Tuhan. Dia tahu bahwa Yesus akan
menyembuhkannya dan membuat dia bisa melihat. Bagaimana sikapnya
terhadap perbuatan murid-murid Tuhan saat itu? Dia diusir oleh pengikut Yesus
bahkan dilarang untuk berseru. Namun Bartimeus yang percaya, tidak mundur.
Dia tidak kepahitan dengan perilaku murid-murid Tuhan terhadapnya. Dia tidak
minder dengan kecacatannya. Walaupun banyak penghalang dia datang kepada
Tuhan Yesus, dia tetap berseru sehingga terdengar oleh Yesus. Seruannya yang
membuat Tuhan Yesus memberikan mukjizat-Nya dan membuat Bartimeus
melihat. Iman Bartimeus yang terus menerus berseru kepada-Nya membuat ia
bisa melihat seperti yang dimintanya.
3. Sikap seperti perempuan yang sakit pendarahan (Lukas 8:43-48)
Di zaman dulu, perempuan yang sedang pendarahan atau haid adalah najis,
sehingga setiap perempuan yang sedang haid tidak diperkenankan berada
dalam komunitas rame. Tetapi perikop ini bercerita tentang seorang
perempuan yang sakit pendarahannya sudah 12 tahun. Dan sudah berobat
kemana-kemana tetapi belum bisa sembuh. Dia ingin datang kepada Tuhan
Yesus, tetapi dia tahu bahwa dia pasti dilarang dan dihalangi untuk bertemu
dengan Tuhan karena budaya najis. Saat Yesus melewati lokasi desa tersebut,
banyak yang mengelilingi Tuhan Yesus sehingga perempuan yang sakit
pendarahan ini tidak bisa mendekat kepada Tuhan, dan dia juga tidak mungkin
berseru dan memanggil Yesus, karena takut ketahuan. Namun dia tidak mudah
mundur. Dia beriman bahwa asal dia jamah jubah Tuhan Yesus maka dia pasti
akan sembuh. Sehingga dia berusaha menyusup dan berhasil menjamah jubah
Yesus, dan seketika itu juga dia sembuh.
Iman perempuan ini begitu kuat, sehingga Tuhan Yesus sendiri merasakan ada
kuasa yang berbeda yang keluar dari dalam diri-Nya. Ketika Yesus bertanya
siapa yang menjamah jubah-Nya, tidak ada yang mengaku. Karena itu dengan
rasa takut namun percaya, maka perempuan itu maju menghadap kepada Yesus
dan membuka keberadaannya tanpa ada rasa gengsi maupun malu. Imannya
tanpa gengsi, tidak malu dan tetap teguh beriman, maka dia mendapat
kesembuhan dari Tuhan.
Kesimpulan:
Dalam contoh ketiga tokoh diatas, adalah mereka yang memiliki iman yang kuat
yang dalam bahasa aslinya “pistis”, artinya suatu pernyataan yang kuat tentang
percaya (trust) kepada kuasa Tuhan Yesus yang mampu melakukan mukjizat
dan menjawab kebutuhan setiap orang percaya, tanpa melihat latar belakang
ataupun kedudukan. Sikap kita haruslah demikian. Memiliki iman yang kuat
akan kuasa Tuhan dalam menjawab segala kesusahan, kesulitan maupun sakit
penyakit kita. Datanglah kepada Tuhan Yesus dalam doa dan berserulah.
Ringkasan Khotbah Minggu 11 Desember 2016

Pdm. Dr. Shirley Lasut


Yakobus 5: 17 MAKNA ELIA MANUSIA BIASA

Nestle Greek New Testament 1904: Ἠλείας ἄνθρωπος ἦν ὁμοιοπαθὴς ἡμῖν, καὶ
προσευχῇ προσηύξατο τοῦ μὴ βρέξαι, καὶ οὐκ ἔβρεξεν ἐπὶ τῆς γῆς ἐνιαυτοὺς
τρεῖς καὶ μῆνας ἕξ·
Transliterasi: Ēleias anthrōpos ēn homoiopathēs hēmin, kai proseuchē prosēuxato tou mē brexai,
kai ouk ebrexen epi tēs gēs eniautous treis kai mēnas hex;

Terjemahan: Elia orang yang adalah memiliki perasaan menderita yang sama dengan kita, dan
dengan doa yang sunguh sungguh dia berdoa tidak turun hujan, dan hujan tidak turun ke bumi selama
tiga tahun dan enam bulan.

D alam terjemahan TB di katakan, “Elia adalah manusia biasa sama seperti

kita”. Istilah manusia biasa dalam TB kurang tepat, karena kata Yunani yang
digunakan adalah “homoiopathés” yang dibentuk dari dua kata, yaitu dari kata
“homoios” dan “paschó”. Kata “homoiopathes” itu sendiri artinya “memiliki
perasaan yang sama, atau perasaan dari kelemahan yang sama”. Namun makna
perasaan yang sama itu dibentuk dari dua kata, yaitu kata “homoios” yang
artinya “mirip atau menyerupai” dan dari kata “pascho” yang artinya
“mengelami pengalaman buruk” juga bisa diartikan “menderita” atau bisa juga
diartikan “diperlakukan dengan cara tertentu [cara yang tidak adil, atau cara
yang tidak benar]”. Karena itulah kita terjemahkan menjadi “memiliki
perasaaan menderita”.

Dalam Bahasa Inggris, umumnya istilah “momoipathes” diartikan sebagai “of


like nature”, tetapi kata nature itu tidak boleh diterjemahkan sebagai sifat
manusia, tetapi kodrat yang sama yang merujuk kepada penderitaan yang
mereka alami bersama. Artinya, saat di katakan “Elia orang yang adalah
memiliki perasaan menderita yang sama dengan kita”, itu berarti Elia adalah
orang yang memiliki penderitaan yang sama dengan mereka. Jadi, klausa “Elia
orang yang memiliki perasaan yang sama, didirujuk kepada orang benar yang
menderita karena kebenaran, atau diperlakukan tidak adil. Dan bukan kepada
orang yang mengaku percaya pada Kristus tetapi hidup tidak adil dan
merugikan orang lain. Seperti klaim orang yang mengaku umat Allah di kitab
Yakobus tetapi juga menindas dan bahkan membunuh orang benar seperti yang
dituliskan di ayat 6;

Terjemahan: Kamu telah mengutuk, kamu telah membunuh orang benar, dia
tidak bisa melawanmu. [Yak 5:6]

Sedangkan Elia, Dia juga mengalami penderitaan yang sama. dia ingin dibunuh
Raja Ahab dan juga istrinya Izebel karena Elia mengikuti perintah Allah dengan
tepat.

1 Raja-raja 19:2 TB: maka Izebel menyuruh seorang suruhan mengatakan


kepada Elia: "Beginilah kiranya para allah menghukum aku, bahkan lebih lagi
dari pada itu, jika besok kira-kira pada waktu ini aku tidak membuat nyawamu
sama seperti nyawa salah seorang dari mereka itu."

M eski pada saat itu hampir semua orang benar telah dibunuh, dan 100

orang nabi yang tersisa disembunyikan di dalam gua gua, dan tinggal Elia orang
benar yang tersisa di muka umum yang berani menegakkan keadilan, namun
dia tidak gentar untuk tetap mengikuti perintah Tuhan dengan tepat, dan
dalam kesukaran yang luar biasa itu, dia masih berdoa dengan keiginan yang
ditundukkan kepada keinginan Allah, dan ketundukan pada keinginan Allah yang
bedampak penderitaan yang amat sukar, namun ditaati oleh Elia dengan tepat.
Elia berani bersumpah dalam doanya, dan mengatakan “demi Tuhan”, itu
bukan karena meyakini keyakinan yang konyol. Konyol maksudnya, banyak
orang berdoa membuat klaim yang tidak sesuai dengan firman Allah, dan juga
bukan karena diperintahkan oleh Tuhan, tetapi karena dorongan hati sendiri
yang diklaim sebagai dorongan Roh kudus. Namun Elia, benar benar berdoa
sesuai dengan keiginan Allah, dan itu jelas karena Allah telah mengatakan
kepadanya bahwa tidak adakan ada hujan selama tiga tahun enam bulan.
Demikian juga saat hujan mau turun.

Bukan karena Elia, meyakini akan datang hujan, bukan juga karena sebelumnya
Elia percaya akan datang hujan, namun karena Allah telah mengatakan terlebih
dahulu kepadanya [1 raja raja 18: 1 ]; Artinya beda sekali pengertian orang
yang berdoa dengan percaya yang sering kali di katakan ‘berdoa dengan
iman’, dengan orang yang beriman berdoa. Berdoa dengan percaya umumnya
selalu disalah artikan, sebagai berdoa dengan memiliki keyakinan yang kuat.
Padahal hal ini tidak diajarkan oleh Alkitab. Sebaliknya berdoa sebagai wujud
orang beriman, inilah yang diajarkan oleh Alkitab. Dan meski menderita seperti
Elia atau seperti orang benar di jemaat Yakobus, tetapi mereka masih bisa
berdoa mengikuti kehendak Allah, mereka masih juga berdoa dengan cara
menundukkan diri kepada kehendak Allah sebagai wujud bawah mereka adalah
orang beriman.

Yakobus 5: 17 MAKNA DOA ELIA YANG SUNGGUH SUNGGUH

Nestle Greek New Testament 1904: Ἠλείας ἄνθρωπος ἦν ὁμοιοπαθὴς ἡμῖν, καὶ
προσευχῇ προσηύξατο τοῦ μὴ βρέξαι, καὶ οὐκ ἔβρεξεν ἐπὶ τῆς γῆς ἐνιαυτοὺς
τρεῖς καὶ μῆνας ἕξ·
Transliterasi: Ēleias anthrōpos ēn homoiopathēs hēmin, kai proseuchē prosēuxato tou mē brexai,
kai ouk ebrexen epi tēs gēs eniautous treis kai mēnas hex;

Terjemahan: Elia orang yang adalah memiliki perasaan menderita yang sama dengan kita, dan
dengan doa yang sunguh sungguh dia berdoa tidak turun hujan, dan hujan tidak turun ke bumi selama
tiga tahun dan enam bulan.

D alam terjemahan TB di katakana “ia telah bersungguh-sungguh berdoa”.

Makna ‘dengan doa yang sungguh sungguh Elia berdoa’ tidak merujuk kepada
kesungguhan yang tersokus dalam berdoa, juga tidak merujuk kepada sungguh
sungguh membulatkan diri berdoa seperti mata yang ditutup, atau berdoa
dengan hati yang sungguh sungguh dalam berdoa. Meski dalam berdoa aspek
aspek itu sangat perlu kita lakukan, tetapi bukan itu yang hendak ditekankan.
Sebab kalau itu yang ditekankan, maka banyak juga orang yang tidak hidupnya
benar, juga pada waktu sedang berdoa, berdoa dengan sungguh sungguh, tetapi
setelah berdoa, mereka kembali hidup tidak benar dan tidak adil. Jadi, Meski
unsur unsur di atas perlu kita terapkan dalam doa, tetapi yang ditekankan
bukan hal itu, tetapi keiginan yang sungguh untuk menundukkan diri pada
keinginan Allah.

Saat di katakana “kai proseuchē prosēuxato” maka hal itu merujuk kepada
kebulatan hati Elia untuk tunduk total kepada keinginan Allah. Artinya,
Keinginannya Elia, Elia tukar dengan keinginan Allah. Karena itulah digunakan
kata “prosēuxato”. Kata “prosēuxato” itu sendiri berasal dari kata dasar
“proseúxomai” dari dua kata. Kata yang pertama adalah “Pro” artinya adalah
“menuju” atau “pertukaran”. Dan kata yang kedua adalah “euxomai”, artinya
“berharap” atau “doa yang diharapkan” atau “diharapkan dalam doa” namun
makna diharapkan tersebut tidak boleh kita salah maknakan, namun harus
dirujuk sesuai dengan kata pertama tersebut, yaitu kata “pro” yang artinya
“menuju” atau “pertukaran”. Artinya, saat di katakan dengan doa yang
sungguh sungguh, hal itu berarti dia tunduk untuk menukarkan keinginannya
dengan keinginan Allah, seperti anjing tunduk kepada keinginan tuannya. Dia
siap berinteraksi dengan Allah, dengan terlebih dahulu menundukkan keinginan
manusiawinya [ide natural dari keinginan manusia] dan menukarnya dengan
keinginan Allah. Jadi secara harfiah, jika seseorang ingin berinteraksi dengan
Tuhan secara sunguh sungguh, maka dia harus beralih dari keinginan [ide
manusia] kepada atau untuk keinginan Allah. Jadi makna doa di sini adalah
terjadinya koneksi keinginan Allah kepada keinginan kita. Jangan dibalik. Bukan
keinginan kita dikoneksikan kepada keinginan Allah.

I nilah wujud dari doa iman. Jadi saat seseorang berdoa, dia tidak boleh

mencoba mengkoneksikan keinginan manusianya kepada Allah. Saat seseorang


berdoa dengan dasar keinginan manusia [ide manusiawi] maka itu bukan doa
iman. Itu bukan datang dari Allah. Sebab saat seseorang memahami doa dengan
sejati, maka doa itu adalah koneksi keinginan Allah menguasai atau
menundukkan keiginan kita dan bukan keiginan kita dikoneksikan dan lalu
menguasai atau dan menundukkan keinginan Allah.

Jadi saat di katakan “proseuche prosēuxato”. Maka hal itu merujuk kepada
keinginan yang bulat untuk bisa berdoa sesuai dengan keinginan Allah. Karena
itulah kata “proseuche prosēuxato” Dihubungkan dengan tidak turun hujan.
Sebab seharusnya jika doa itu adalah keinginan manusia, maka tidak akan
mungkin di doakan tidak turun hujan. Perhatikan apa yang dikatakan Elia di 1
raja-raja 17: 1 “tidak akan ada embun atau hujan pada tahun-tahun ini, kecuali
kalau kukatakan.” Maknanya jelas. Doa sejati tidak berhakekat ide manusiawi.
Tetapi ide Allah. itu menjungkarbalikkan pengharapan dan tata cara berpikir
dan berpengharapan manusia. Jadi jelas, doa yang sungguh sungguh bukan doa
yang terfokus, atau doa seperti doa malam suntuk, atau doa puasa, atau doa
yang berjam-jam, tetapi doa yang menundukkan diri kepada kehendak Allah.
Dan saat Allah berfirman, maka muncul ketaatan total kepada apa yang
dikatakan Allah, meski hal itu berdampak penderitaan.

Yakobus 5: 17 CONTOH WUJUD ORANG BENAR BERDOA

Terjemahan: Elia orang yang adalah memiliki perasaan menderita yang sama dengan kita, dan
dengan doa yang sunguh sungguh dia berdoa tidak turun hujan, dan hujan tidak turun ke bumi selama
tiga tahun dan enam bulan.

K arena konteks ini adalah doa orang benar, maka, Seperti khotbah Pdm.

Dr. Shirley Lasut yang mengutip Yesaya 59:1-2 dan juga dengan kaitannya
dengan 3 tokoh Alkitab di PB seperti perempuan Kanaan, Bartimeus dan
perempuan yang sakit pendarahan. Maka dapat dikatakan bahwa Ketiga tokoh
ini berkaitan langsung dengan wujud orang benar yang sudah mengerti keadilan
dan kebenaran Allah dengan tepat, dan doa mereka dijawab Allah, karena
mereka tidak seperti yang dikatakan Yesaya:
TB Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk
menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk
mendengar; 2 tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu
ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri
terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu.
Yesaya 59:1-2
Hari ini kita ingin menjelaskan apa kaitan konteks tokoh di atas dengan wujud
dari orang benar atau orang yang beriman yang berdoa. Karena itu, kita akan
khusus membahas perempuan Kanaan untuk bisa melihat wujud dari orang
benar berdoa dengan cara yang utuh. Memang sekilas, terjemahan TB mengenai
kisah perempuan Kanaan di kitab Matius 15:21-28 seolah olah memaknakan
bahwa seolah olah Yesus tidak peduli. Ini bukan lain karena terjemahan TB
yang tidak tepat yang mengatakan “Tetapi Yesus sama sekali tidak
menjawabnya” [23], tetapi terjemahan yang tepat adalah “Yesus tidak
menjawabnya”. Yesus tidak menjawabnya adalah frasa dari Bahasa Yunani “ho
de ouk apekrithē autē logon”. “Ho” adalah artikel atau kata depan, “de”
adalah kata sambung [konjungsi] berlawanan [negatif] lemah, artinya “tetapi”
sedangkan “ouk”, adalah kata keterangan yang artinya “tidak”, kemudian
“apekrithē” artinya “saya menjawab”. Lalu kata “aute” adalah kata ganti
orang, dan yang terakhir, “logon” artinya “kata atau ucapan”. Jadi, dari frasa
Yunani “ho de ouk apekrithē autē logon”. Tidak tepat kalau diterjemahkan
“Tetapi Yesus sama sekali tidak menjawabnya”. Dalam ungkapan yunaninya,
tidak ada kata padanan “sama sekali” yang tepat adalah “tetapi Yesus tidak
menjawabnya”. Kenapa Yesus tidak menjawabnya? Bukan karena Yesus tidak
peduli kepadanya, ada alasan yang kuat.
Pertama, saat itu Yesus ada diluar negeri Israel yang dianggap kafir oleh
bangsa Israel dan juga pada murid. Daerah Tirus dan Sidon, adalah daerah
paling utara dari palestina. Tujuan Yesus, jelas ingin menjangkau umat pilihan
Allah yang dari bangsa lain. Kalau kita bandingkan dengan Markus 7:25, jelas
bahwa manita itu disebut sebagai Bangsa Siro Fenisia. Matius mengganti nama
Siro Fenisia menjadi “wanita Kanaan” untuk membedakan perbedaan keyakinan
antara Bangsa Israel dan orang yang bukan Bangsa Israel yang dianggap kafir
oleh bangsa Israel. Tetapi meski sebagai bangsa yang dianggap kafir, bukan
berarti berita tentang pengharapan Mesianik tidak sampai kepada mereka,
mereka juga menantikan Mesias, seperti juga perempuan pezinah di kitab
Yohanes yang juga menantikan kedatangan Mesias. Itu sebabnya saat Wanita
Siro Fenisia itu mendengar Mesias telah datang, maka dia mengungkapkan
wujud imannya itu dengan berkata “anak Daud” yang artinya “Raja Mesias dari
keturunan Daud”. Perempuan itu juga mengakui bahwa Yesus adalah “Kurios”
[Tuhan] sebuah bukti wujud iman yang luar biasa, meski baru sekali dalam
seumur hidupnya mendengar dan melihat bahwa Mesias telah datang.
Disaat seorang wanita yang dicap kafir, tetapi, meskipun hanya satu kali saja
dan sekilas saja mendengar Mesias sudah datang, dia langsung menujukkan
wujud iman yang besar [megas] dalam arti kuat atau kokoh, karena kata megas
biasanya digunakan seperti angin yang kuat [megas] atau juga untuk bangunan
yang kuat atau tinggi [megas]. Yesus ingin menunggu reaksi keyakinan murid
murid yang berasumsi orang kanan dan diluar bangsa Israel tidak ambil bagian
dalam iman. Karena saat itu mayoritas masyarakat Israel tidak percaya, bahwa
bangsa lain, juga memperolah karunia Allah. Itulah yang mendasari murid
murid datang dan berkata kepada Yesus: "Suruhlah ia pergi, ia mengikuti kita
dengan berteriak-teriak." ini benar benar ironi. Murid murid yang setiap hari
bersama dengan Yesus, tetapi mereka justru menunjukkan iman mereka masih
iman yang kosong. Sedangkan seorang wanita yang dicap kafir, justru
menunjukkan iman yang kokoh
Kedua. Selain Yesus ingin menjangkau umat pilihan Allah yang diluar bangsa
Isael, Yesus juga ingin mengubah mindset iman para murid, sebab sampai saat
kejadian ini, para murid sudah berung ulang menunjukkan sikap iman yang
kosong, karena faktor satu kesombongan rohaniah, sebab merasa mereka saja
umat Allah, sedangkan diluar bagsa mereka adalah bagsa kafir. Perhatikan baik
baik. Orang yang mengganggap diri umat Allah, bangsa pilihan, dan dipilih
Yesus sendiri, menunjukkan sikap yang bertolak belakang dengan wujud iman
yang sejati, karena itulah Yesus membawa mereka keluar negeri untuk
mengubah sikap mereka, dan dengan ketentuan Allah mereka bertemu degan
wanita siro Fenisia, supaya mengalami wujud iman sejati. [Bersambung]
Jika plot dari Matius 15:21-28 kita konstruksi, maka pada waktu Yesus sedang
berjalan, wanita Kanaan itu terus menerus berteriak meminta tolong. Karena
itulah digunakan kata “ekrazen”, sebuah bentuk inperfek, artinya wanita itu
terus menerus berteriak meminta tolong. Saat wanita itu terus menerus
berteriak, pada saat itulah Yesus ingin melihat reaksi murid murid yang tidak
sadar berada dalam bahaya iman, karena menggangap bangsa mereka saja
sebagai pilihan Allah. Terbukti, kegusaran para murid sudah mencapai puncak,
karena itu mereka berkata “Suruhlah ia pergi, ia mengikuti kita dengan
berteriak-teriak”. Saat Yesus melihat para murid sudah menunjukkan wujud
iman yang salah, saat itulah Yesus memperbaiki iman mereka, karena itu Yesus
berkata, "Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel”.
Dalam teks aslinya, pada kata Israel, terdapat tanda “acute” atau “tirus”
sebagai aksen menaik dari kata itu. Tanda baca acute atau tirus adalah tanda
baca “?” jadi, kalimat itu menjadi kalimat tanya, sehingga dengan melihat
konteksnya, Tuhan Yesus sebenarnya justru sedang berbicara kepada murid
murid, karena murid murid sebelumnya menyuruh Yesus mengusir wanita itu.
Karena itu Yesus mengajukan pertanyaan. Artinya, terjemahan "Aku diutus
hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel. Bukan peryataan,
tetapi pertanyaan Yesus kepada murid murid. Jadi Yesus sebenarnya berkata
“"Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel?" itu
Yesus katakan, karena murid murid berkata “usir dia”.
Jadi pertanyaan Yesus ini adalah bahasa retorika, sebuah gaya bahasa ironi
yang menyindir murid murid. Dan saat Yesus, melihat murid murid dengan
tajam, dan dengan sebuah pertanyaan yang tepat, murid murid diam seribu
Bahasa. Sebaliknya, saat murid murid yang merasa umat pilihan Allah, bangsa
yang terpilih, dan murid murid pilihan Yesus sendiri, malu, dan diam seribu
Bahasa tanpa bisa berbuat apa apa, perempuan itu justru menunjukkan iman
sejati. Dia mendekat dan menyembah dan sambil berkata: "Tuhan, tolonglah
aku." Melihat wujud doa dari orang benar ini [wanita samaria], Yesus semakin
mendesak para murid yang sombong rohani itu, dengan mengatakan "Tidak
patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya
kepada anjing?"
Saat mengatakan demikian, Yesus terus menerus memandang murid murid. Ini
dilakukannya supaya murid murid bertobat. Sama seperti tanda baca kata
Israel, kata anjing juga disertai dengan tanda baca acute atau tirus, artinya
Bahasa retorika ironi ini justru adalah tanda tanya dan bukan tanda seru atau
sebuah pernyataan. Jadi terjemahan “"Tidak patut mengambil roti yang
disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing" bukan
pernyataan, bukan juga tanda seru, tetapi tanda tanya [?].
Yesus menanyakan hal itu kepada murid murid, karena dalam ungkapan
permusuhan bangsa Israel, orang Kanaan adalah orang kafir [anjing]. Kafir saat
itu disimbolkan dengan anjing. Dengan kata lain Yesus berkata, tidakkah patut
saya menjawab doa anjing [orang kafir] ini? Tidakkah patut saya menjawab doa
orang yang dianggap anjing ini? Tidakkah patut saya menjawab doa orang yang
dianggap kafir ini?
Perhatikan baik baik, wanita yang dianggap sebagai kafir dan diolok olok oleh
umat yang merasa diri pilihan sebagai anjing, justru menunjukkan wujud orang
beriman sejati, sedangkan murid murid, meski sudah menjadi murid, mereka
masih menunjukkan wujud orang yang tidak beriman, yang tidak memahami
keadilan dan kebenaran Allah dengan tepat, karena mereka masih berasumsi,
bahwa kebenaran Allah hanya diberikan kepada orang Israel. Murid murid tiap
hari bersama dengan Yesus, tetapi hati mereka degil, sedangkan perempuan
ini, dia hanya melihat sekali saja bahwa Yesus anak Daud lewat, langsung dia
percaya, karena itu dia berdoa dengan doa sejati; “Tuhan, Anak Daud”,
artinya perempuan itu menunjukkan wujud Iman yang sejati, karena dia
langsung mengakui Yesus adalah Tuhan sebagai Mesias yang datang dari
keturunan Daud.
Wanita itu menunjukkan iman yang sejati. Sebab dia mau menyembah Dia [25
], tetapi murid murid menunjukkan hati yang jahat, karena dipenuhi rasa
dengki dan amarah yang jahat. dan saat seorang yang tidak diduga
menunjukkan diri sebagai umat pilihat Allah dari pandangan Allah, sebaliknya
orang yang merasa datang dengan pikiran picik sebagai umat Allah tetapi dari
kaca mata manusia malah menunjukkan hati yang degil. Bahkan Markus 6:52
mencatat bahkan sampai sebelum peristiwa makan roti, murid-murid juga
belum juga mengerti, dan hati mereka tetap degil. Sebaliknya perempuan itu
justru terbukti imannya adalah iman yang hidup. Karena itulah Yesus menjawab
doanya: "Hai ibu imanmu kuat atau teguh atau besar [megas].
Sudahkah anda lihat wujud orang benar berdoa? Sungguh jauh dari patokan
patokan agamawi. Karena itu apakah anda orang benar? Apakah definisi orang
benar dalam pikiran anda masih seperti murid murid, atau orang benar dari
pandangan Allah? Apakah anda sudah melihat contoh orang benar yang
melampaui sekat sekat batasan aturan aturan manusia? Karena itu jadilah
orang benar, maka doamu pasti menunjukkan engkau hidup dalam iman yang
kuat atau iman yang teguh atau iman yang mengatasi dunia.

Yakobus 5: 17 MAKNA DAN DAMPAK DOA ELIA YANG


SUNGGUH SUNGGUH

Nestle Greek New Testament 1904: Ἠλείας ἄνθρωπος ἦν ὁμοιοπαθὴς ἡμῖν, καὶ
προσευχῇ προσηύξατο τοῦ μὴ βρέξαι, καὶ οὐκ ἔβρεξεν ἐπὶ τῆς γῆς ἐνιαυτοὺς
τρεῖς καὶ μῆνας ἕξ·
Transliterasi: Ēleias anthrōpos ēn homoiopathēs hēmin, kai proseuchē prosēuxato tou mē brexai,
kai ouk ebrexen epi tēs gēs eniautous treis kai mēnas hex;

Terjemahan: Elia orang yang adalah memiliki perasaan menderita yang sama dengan kita, dan
dengan doa yang sunguh sungguh dia berdoa tidak turun hujan, dan hujan tidak turun ke bumi selama
tiga tahun dan enam bulan.

B agian terakhir dari ayat ini mengatakan “dengan doa yang sunguh sungguh dia berdoa tidak turun

hujan, dan hujan tidak turun ke bumi selama tiga tahun dan enam bulan”. Jika kita melihat ayat 16 dan
ayat 17 dengan seksama, maka kita akan melihat bahwa doa Elia adalah perbandingan sekaligus contoh
nyata dari permohonan orang yang benar seperti yang dijelaskan di ayat 16. kalau dikatakan contoh
nyata, itu berarti, kehidupan orang benar itu, kira kira atau mirip mieip dengan cara dan implikasi doa
Elia. apakah yang dimaksud dengan permohonan orang benar? Seperti apakah contoh nyatanya? Apa
hubungannya dengan permohonan yang sungguh sungguh?

Permohonan orang benar [deesis] artinya ada sesuatu yang mendesak menurut kehendak Allah.
Mendesak bukan dalam arti keinginan manusia yang mendesak, tetapi harus segera terjadi menurut
kehendak Allah, seperti yang sudah digambarkan melalui doa Elia. Itulah sebabnya Allah datang kepada
Elia dan memberitahukan rencanaNya. Jadi saat di katakan “Permohonan kuat yang banyak dilakukan
orang yang benar, akan bekerja” yang dalam terjemahan TB di katakan, “Doa orang yang benar, bila
dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya. ” [16], maka hal itu merujuk kepada apa yang harus
terjadi menurut kehendak Allah, karena itu kata “deesis” yang digunakan untuk doa orang benar di ayat
16, merujuk kepada kehendak Allah.

Itulah doa yang bekerja. Sedangkan doa yang tidak mendesak seturut kehendak Allah, atau hanya doa
yang datang dari keinginan diri sendiri, maka doa tersebut tidak akan bekerja. Dalam Terjemahan TB di
katakan besar kuasanya, tetapi dalam teks asilnya, tidak menggunakan kuasa, [dunamis] tetapi
“energoumenē ” yaitu doa yang benar benar bekerja. Jadi doa yang mendesak karena harus digenapi
seturut kehendak Allah, itulah doa yang sungguh sungguh, dan doa yang demikianlah yang bekerja, di
mana akibat kehendak Allah yang harus segera dilaksanakan, maka diri kita juga harus ditundukkan
kepada kehendak Allah, meski hal itu akan mendatangkan berbagai kesukaran dalam hidup kita. Artinya,
sebuah doa yang sejati, yang benar benar yang ditundukkan kepada rencanan Allah bertolak belakang
dengan keinginan manusia.

S ecara manusiawi, tidak ada satu orang pun yang mau berdoa untuk tidak datang hujan apalagi

selama bertahun tahun, sebab hal itu akan berakibat kesengsaraan kepada masyarakat. Tetapi Yakobus
menekankan gambaran permohonan orang benar dari nabi Elia, berdampak terjadinya pergolakan di
masyarakat bahkan kepada Elia itu sendiri. Untuk melihat penderitaan secara manusiawi yang
berhubungan dengan akibat doa orang benar itu, kita akan melihat gambarannya dari doa Elia.

 Elia
harus bersembunyi di tepi sungai Kerit untuk menghindari pembunuhan
dan Elia terpaksa harus minum dari sungai itu untuk dapat bertahan hidup,
dan harus makan dari pemberian burung-burung gagak untuk bisa bertahan
hidup
 Sungai menjadi kering, dan Elia sampai harus pergi ke Sarfat yang termasuk
wilayah Sidon, dan harus menumpang hidup dari seorang janda
mencari sedikit air saja sangat susah, bahkan untuk sekedar minum dan
makan roti, Elia harus minta tolong kepada janda yang kekurangan
 Saking susahnya hidup akibat kekeringan, keluaga janda itu hanya tersisa
segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli dan
kalau itu sudah di makan mereka akan mati.
 Timbul penyakit kepada anak dari perempuan pemilik rumah itu, sakitnya itu
sangat keras sampai tidak ada nafasnya lagi.
 Terjadi kelapan berat di samaria
Orang yang ingin masuk ke dalam golongan orang yang memanjatkan
permohonan orang benar, yang ingin mengerjakan doa yang sunguh sunguh, dia
harus melepaskan semua cara berpikirnya yang duniwai, harus membuang
semua bentuk bentuk keyakinan yang mitasi, harus tahu bahwa hal itu akan
menggoncangkan semua bentuk zona nyaman manusia, akan terjadi pergolakan
yang sangat luar biasa. Artinya, tidak akan terjadi seperti yang dipikirkan atau
diasumsikan banyak orang. Tetapi justru akan menjungkarbalikkan cara berpikir
manusia yang pada umumnya. Artinya, permohonan yang dipanjatkan orang
benar, tidak boleh diyakini menurut prinsip hidup yang sementara, tetapi harus
dilihat dari rencana Allah dan dari ajaran Allah yang sejati di dalam Alkitab.

Yakobus 5: 18 DOA ORANG BENAR YANG MENGHASILKAN BUAH KEBENARAN

Nestle Greek New Testament 1904


καὶ πάλιν προσηύξατο, καὶ ὁ οὐρανὸς ὑετὸν ἔδωκεν καὶ ἡ γῆ ἐβλάστησεν τὸν
καρπὸν αὐτῆς.
Transliterasi: kai palin prosēuxato, kai ho ouranos hueton edōken kai hē gē
eblastēsen ton karpon autēs.
Terjemahan: Dan kemudian dia berdoa lagi, dan langit memberikan hujan, dan
bumi menghasilkan buahnya.
Makna “dan kemudian dia berdoa lagi” merujuk kepada cara doa yang pertama
yang dilakukan oleh Elia. Artinya lagi lagi Elia masuk dalam doa sejati,
menundukkan dirinya ide kemanusiaannya kepada kehendak Allah;
TB: Dan sesudah beberapa lama, datanglah firman TUHAN kepada Elia
dalam tahun yang ketiga: "Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada Ahab,
sebab Aku hendak memberi hujan ke atas muka bumi." 1 Raja raja 18:1.
Dalam jangka tiga Tahun, Elia tidak di catat berdoa, baru setelah lewat tiga
tahun enam bulan kemudia, Allah mengunjungi dia, dan di situ kembali dia
berdoa. Dari rentang waktu tiga tahun enam bulan, kita dapat mengamati
bahwa doa yang hendak ditekankan di sini bukan ditujukan kepada doa yang
umum dipanjatkan orang setiap harinya, tetapi sikap ketundukan total kepada
kehendak Allah dalam berdoa. Karena itulah dicatat dengan jelas bagaimana di
doa yang pertama, Elia mengatakan bahwa 3 tahun enam bulan, tidak akan
datang hujan. Dan setelah ketetapan Allah itu, kembali Allah datang dan
memerintahkan Elia, untuk menjumpai Ahab, karena hujan akan diturunkannya.
Jadi doa Elia, baik doa untuk hujan tidak turun dan untuk hujan turan
berhubungan erat dengan pernyataan: “Elia orang yang adalah memiliki
perasaan menderita yang sama dengan kita”, maksudnya, orang benar harus
berdoa bagi mereka, yang sekalipun sudah mendatangkan kesukaran hidup bagi
orang benar tersebut. Sama seperti, Elia, meski bangsa itu mendatangkan
kesukaran besar baginya, sampai sampai dia harus bersembunyi supaya tidak
dibunuh, namun ketundukannya bagi Allah, membuat Elia wajib berdoa juga
bagi mereka.
Jadi saat di katakan di ayat 16 bahwa , Permohonan kuat yang banyak
dilakukan orang yang benar, akan bekerja, hal itu berarti, orang benar harus
berdoa seturut dengan kehendak Allah. Orang benar harus berdoa bahkan bagi
mereka yang merancangkan kecelakaan. Itu sebabnya saat orang yang sudah
mengakui dosanya meminta perdamaian, di mana mereka dimediasi penatua
dan mereka saling mendoakan, maka orang benar harus berdoa bagi mereka,
supaya Tuhan memulihkan mereka, sama seperti Elia berdoa, supaya Tuhan
memulihkan bangsa Israel.
Jadi jika orang yang merancangkan kecelakaan saja kita doakan, apalagi orang
yang sudah mengakui dosanya, orang benar harus mendoakan mereka. Di ayat
18 di katakan “Dan kemudian dia berdoa lagi, dan langit memberikan hujan,
dan bumi menghasilkan buahnya.” kalimat terakhir adalah kalimat amsal
sebagai gambaran yang diambil dari tanah yang yang kembali menghasilkan
buahnya karena sudah turun hujan. Hal itu untuk menggambarkan orang yang
menerima kasih karunia supaya menghasilkan buah yang digambarkan seperti
tanah yang menyerap hujan yang turun dari langit supaya menghasilkan buah.

Artinya doa orang benar pada akhirnya selalu akan menghasilkan buah
kebenaran. Sama seperti Elia yang berdoa sebagai dampak dari terjadinya
rekonsiliasi, terjadinya perdamaian bangsa itu kepada Allah, dan keadilan dan
kebenaran ditegakkan, maka Allah memberikan simbol turunnya hujan sebagai
kebenaran telah berbuah. Karena itulah digunakan kata “buah” sebagai
gambaran, untuk menjelaskan, seperti langit yang memberikan hujan supaya
bumi menghasilkan buahnya, demikian juga dengan kebenaran Allah datang
dari surga supaya dibumi Allah mendapati buah kebenaran. “ungkapan bumi
menghasilkan buah, sering digunakan untk menjelaskan gambaran dari orang
yang mengalami keselamatan yang sejati. Seperti di Ibrani 6:7-8
Sebab tanah yang menghisap air hujan yang sering turun ke atasnya, dan
yang menghasilkan tumbuh-tumbuhan yang berguna bagi mereka yang
mengerjakannya, menerima berkat dari Allah; tetapi jikalau tanah itu
menghasilkan semak duri dan rumput duri, tidaklah ia berguna dan sudah
dekat pada kutuk, yang berakhir dengan pembakaran.

Yakobus 5: 18 KESIMPULAN MINGGU INI

Nestle Greek New Testament 1904


καὶ πάλιν προσηύξατο, καὶ ὁ οὐρανὸς ὑετὸν ἔδωκεν καὶ ἡ γῆ ἐβλάστησεν τὸν
καρπὸν αὐτῆς.
Transliterasi: kai palin prosēuxato, kai ho ouranos hueton edōken kai hē gē
eblastēsen ton karpon autēs.
Terjemahan: Dan kemudian dia berdoa lagi, dan langit memberikan hujan, dan
bumi menghasilkan buahnya.

S elama satu minggu, kita telah belajar dua ayat penting dari Yakobus pasal

5. Pada pelajaran ayat 17, kita telah belajar banyak makna penting yang harus
kita gali menurut tata Bahasa Yunaninya. Seperti istilah “Elia orang yang
adalah memiliki perasaan menderita yang sama dengan kita”, yang merujuk
kepada penderitaan yang dialami oleh Elia karena kesetiaannya kepada
perintah Tuhan, yang juga dialami oleh jemaat di Yakobus. Karena meski
mereka orang benar, banyak juga yang dari mereka ditindas, dan bahkan di
bunuh.

Kita juga telah belajar, bahwa makna “dengan doa yang sunguh sungguh dia
berdoa” tidak merujuk kepada orang yang berdoa dengan sungguh sungguh,
seperti yang umumnya kita lihat dalam kegiatan kegiatan keagamaan, di mana
orang begitu kusuk berdoa. Tetapi, merujuk kepada orang yang benar benar
menundukkan keiginan diri sendiri kepada keinginan Allah, sehingga yang Allah
kehendaki yang harus diikuti dengan tepat, meski itu mendatangkan
penderitaan bagi diri sendiri.

Doa yang sungguh sungguh sungguh ternyata menghasilkan fenomena yang


benar benar berbeda dari apa yang diharapkan manusia pada umumnya.
Misalnya ketika Elia berdoa seturut dengan kehendak Allah, yang Allah
perintahkan justru hujan tidak turun tiga tahun enam bulan. Tentu ini tidak
disukai oleh siapaun orangnya, tetapi justru hal itu yang diperintahkan oleh
Allah. Karena itu kita harus mulai menjernihkan hati kita supaya kudus dalam
menghampiri Allah ketika kita masuk dalam doa.

B ahkan di ayat 18 kita telah belajar, bahwa dengan sikap doa yang sama

yang dilakukan seperti di ayat 17, doa itu juga adalah penundukkan diri kepada
kedaulatan Allah, dan doa iman harus menundukkan diri kepada kehendak Allah
seperti yang dilakukan oleh Elia, dimana dia tunduk total kepada Allah, ketika
diperintahkan untuk berdoa supaya hujan turun.

Bahkan dalam contoh kongkrit orang benar berdoa, kita telah melihat
contohnya dari kisah tokoh Alkitab, yaitu wanita Samaria, yang justru menjadi
teladan orang benar berdoa. Dalam pelajaran kita itu, telah kita lihat, bahwa
murid murid yang umumnya dianggap sebagai orang yang benar benar berjuang
di sisi Yesus, tetapi justru menjadi batu sandungan bagi Yesus, karena wujud
iman mereka justru menunjukkan bahwa mereka belum mengerti bagaimana
menjadi orang benar.

Mereka masih memandang rendah orang yang berlainan bangsa dengan mereka,
dan mereka masih mengganggap hanya mereka sebagai umat pilihan Allah,
sebaliknya wanita yang dianggap kafir yang diolok-olok bangsa Israel di mana
mereka disamakan dengan anjing, justru adalah umat pilihan Allah yang
menunjukkan wujud iman yang kuat, atau kokoh, atau besar [megas] walaupun
hanya sekali saja bertemu dengan Tuhan Yesus. Padahal para murid murid
setiap hari bersama Yesus, hati mereka justru degil, dan mereka tidak mengerti
tentang hakikat iman yang benar

Dari pelajaran kita satu minggu ini, kita menjadi sadar, bahwa kita harus
sungguh sungguh belajar Alkitab, supaya kita menemukan kebenaran Tuhan
dengan tepat, sebab kebenaran itulah yang bisa menghantarkan kita kepada
wujud iman yang benar, dan hanya itu yang bisa membuat kita masuk dalam
wujud doa iman yang mengalahkan dunia.

PERGI & BERITAKANLAH

Lukas 2:20

Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan


memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar
dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah
dikatakan kepada mereka.

Matius 10:7-8

Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat.


Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati;
tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah
memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah
pula dengan cuma-cuma.

H ari ini di seluruh dunia orang merayakan Natal atau Christmas. Pohon Natal
dipasang, bahkan seakan berlomba mereka membuat pohon Natal yang
spektakuler, penuh dengan hiasan dan lampu. Lagu-lagu Natal diperdengarkan
meskipun kebanyakan tidak memiliki makna Natal. Para pengusaha mengambil
moment ini untuk mendapatkan untung dengan menjual pernak-pernik atau
ornament natal yang harganya tidak murah.

Apa arti natal bagi saudara? Mungkin sebagian berkata, ‘natal adalah kesempatan
untuk memiliki baju baru, sepatu baru’. Mungkin sebagian lagi berkata, ‘natal
adalah mengadakan pesta dengan membuat masakan dan kue-kue yang enak’.
Mungkin sebagian lagi berkata, ‘natal adalah saatnya menikmati liburan akhir
tahun’. Jika kita hanya berhenti pada eforia seperti itu, maka kita tidak ada
bedanya dengan mereka yang tidak mengenal Yesus.

Apa arti natal bagi Yesus? Bagi Yesus, natal adalah mewujudkan Kasih Allah
kepada dunia melalui diriNya sendiri (Yoh 3:16).

TB: Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya
kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.

M isi Yesus sudah jelas yakni ke bukit Golgotha untuk disalibkan guna

menebus dosa umat manusia. Dalam kurun waktu yang singkat sebelum Ia harus
naik ke kayu salib, Yesus mempersiapkan para pengikutNya dan memuridkan
mereka supaya misiNya dapat diteruskan sampai ke masa kita sekarang bahkan
sampai kedatanganNya yang kedua kali. Jadi jelas, dibalik sukacita natal yang
dikumandangkan oleh para malaikat di Efrata kepada para gembala, ada sebuah
tanggung jawab yang besar yang harus digenapi oleh Yesus.

Sekarang kita hidup di tahun 2016 sebentar lagi kita masuk ke tahun 2017.
Mungkin kedatangan Tuhan sudah tidak lama lagi. Perintah Tuhan dalam Matius
10:7-8 tetap berdengung:
“Pergi dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat. Sembuhkanlah orang
sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-
setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu
berikanlah pula dengan cuma-cuma.

Tidak ada dari kita yang sanggup membayar harga keselamatan yang
dianugerahkan Tuhan bagi kita. Kita peroleh dengan Cuma-Cuma, sebab itu kita
juga harus mau berkorban memberikan waktu, tenaga dan uang kita dengan
Cuma-Cuma. Di sekeliling kita masih begitu banyak orang yang belum mengenal
Yesus dan belum diselamatkan. Lebih dari 210 juta jiwa di Indonesia yang belum
mengenal Yesus. Ini adalah kesempatan besar bagi kita untuk menghadirkan
Kristus bagi mereka melalui hidup kita.

Apa yang harus kita beritakan?

 Kerajaan Sorga sudah dekat. Ada pengampunan dosa dan keselamatan


 Sembuhkanlah orang sakit;
 Bangkitkanlah orang mati;
 Tahirkanlah orang kusta;
 Usirlah setan-setan.
Bagaimana caranya?
 Berdoa.
Berdoa untuk 4 terbuka:
 Terbuka kesempatan untuk kita bisa menghadirkan Kristus
bagi mereka
 Terbuka pikiran mereka untuk menerima Firman
 Terbuka hati mereka untuk menerima Yesus
 Terbuka Surga bagi mereka.
 Bersaksi
 Bersaksi baik melalui ucapan dan perbuatan.
 Bangun hubungan
 Hindari perdebatan
 Gunakan sosmed
 Berkorban
Tidak ada yang instan. Proses membutuhkan pengorbanan. Mintalah agar
Tuhan berkenan untuk mempercayakan kepadamu jiwa-jiwa untuk menjadi
bagian tuaianmu.

Ingatlah dibalik sukacita Natal terdapat suatu tanggung jawab yang besar yang
Yesus percayakan kepada kita yakni Pergi dan memberitakan bahwa kerajaan
Sorga sudah dekat.

SELAMAT HARI NATAL. IMANUEL TUHAN BESERTA KITA.

Gembala.

Yakobus 5:19MENGEMBALIKAN PADA KEBENARAN

Nestle Greek New Testament 1904: Ἀδελφοί μου, ἐάν τις ἐν ὑμῖν πλανηθῇ ἀπὸ
τῆς ἀληθείας καὶ ἐπιστρέψῃ τις αὐτόν,
Transliterasi: Adelphoi mou, ean tis en humin planēthē apo tēs alētheias kai epistrepsē tis auton,

Terjemahan: saudara-saudaraku, jika ada di antara kamu yang tersesat dari kebenaran, dan ada yang
dapat mengembalikannya,

D ari kesimpulan surat Yakobus di pasal 5:19-20 ini, jelas sekali, bahwa

mengembalikan orang yang tersesat kepada kebenaran berhubungan dengan


tindakan orang benar yang melakukan rekonsiliasi. Jika kita memperhatikan
contoh kongkrit dari orang yang mengembalikan orang tersesat kepada
kebenaran, maka kita bisa memperhatikan apa yang sudah dilakukan oleh Elia,
di mana saat perlayanan Elia, dia membuat bangsa itu berbalik kepada Allah
melalui doa rekonsiliasi yang diadakannya.

‘...tampillah nabi Elia dan berkata: "Ya TUHAN, Allah Abraham, Ishak dan
Israel, pada hari ini biarlah diketahui orang, bahwa Engkaulah Allah di
tengah-tengah Israel dan bahwa aku ini hamba-Mu dan bahwa atas
firman-Mulah aku melakukan segala perkara ini. Jawablah aku, ya
TUHAN, jawablah aku, supaya bangsa ini mengetahui, bahwa Engkaulah
Allah, ya TUHAN, dan Engkaulah yang membuat hati mereka tobat
kembali." Lalu turunlah api TUHAN menyambar habis korban bakaran,
kayu api, batu dan tanah itu, bahkan air yang dalam parit itu habis
dijilatnya. Ketika seluruh rakyat melihat kejadian itu, sujudlah mereka
serta berkata: "TUHAN, Dialah Allah! TUHAN, Dialah Allah!" [1 Raja raja
18:36-39]

Sama seperti Elia, seperti yang diajarkan Yakobus, baik penatua, dan juga
orang benar melakukan rekonsiliasi, menjadi elemen yang genting yang
mendorong terjadinya pertobatan orang yang tersesat sehingga mereka kembali
kepada jalan yang benar.

D i frasa terakhir di katakan “dan ada yang dapat mengembalikannya”.

Modus kata kerja ‘mengembalikan’ yang digunakan adalah aorist subjunktif


aktif. Aorist artinya, adalah hal itu terjadi dimasa lampau. jadi, perbuatan
mengembalikan orang yang tersesat kembali ke kebenaran sudah pernah terjadi
dimasalampau. Sedangkan penggunaan Subjunktif digunakan untuk
mengekspresikan satu kata kerja sebagai ajakan atau desakan supaya orang
yang diajak itu juga mendapatkan kesempatan untuk melakukannya. Jadi apa
yang sudah diperbuat saat itu, yang sudah membuat orang yang tersesat
kembali kejalan yang benar, maka yang sudah dilakukan itu wajib dijadikan
sebagai dorongan sekaligus ajakan supaya orang yang belum melakukan hal itu,
juga bisa mengembalikan orang yang sudah tersesat sehingga beroleh
kesempatan untuk kembali kepada kebenaran. Bagaimanakah tatalaksana
mengembalikan orang sesat kepada kebenaran? Sesuai konteks ini, maka hal itu
sudah diajakan oleh Yesus melalui sebuah perumpamaan di Matius 18:11-14
Karena Anak Manusia datang untuk menyelamatkan yang hilang”
"Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba,
dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang
sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang
sesat itu? Dan Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jika ia berhasil
menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu dari
pada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat.
Demikian juga Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya
seorangpun dari anak-anak ini hilang." [TB]

Di ayat 15 dijelaskan tatalaksana dari perumpamaan tersebut. Yaitu apabila


saudara berbuat dosa, maka dia harus ditegor di bawah empat mata. inilah
yang dicontohkan di Yakobus 5, karena itulah orang yang tersesat itu datang
kepenatua, di mana kemudian dilakukan sumpah dalam doa seperti yang
dilakukan Elia, karena Elia juga berkata “demi Tuhan yang hidup” [1 Raja-raja
17:1]. Karena itulah kata doa di Yakobus 5:15 menggunakan kata “euchē ”,
yang artinya bersumpah dalam doa. Sumpah dalam doa inilah yang
menyelamatkan seseorang dari kesesatan. Karena melalui sumpah dalam doa
ini, orang benar itu telah bersumpah kepada Allah, bahwa orang yang
dahulunya sesat itu telah kembali kepada kebenaran. Inilah yang
menghapuskan dosa seseorang dihadapan Allah. Karena itulah Yesus mengajar
supaya mengampuni orang yang bersalah. Dan supaya kita bisa mengampuni
orang yang bersalah, maka orang yang bersalah harus terlebih dahulu datang
kepada kita. Sama seperti kita harus terlebih dahulu meminta ampun kepada
Tuhan, baru kemudian Tuhan mengampuni kita. Demikin juga orang yang
tersesat, saat dia datang untuk memohon maaf, kita mengampuninya,
dosanyapun dihapuskan Tuhan, dan diapun diselamatkan. Begitulah gambaran
dari mengembalikan orang sesat kepada jalan kebenaran.

Yakobus 5:19SIAPAKAH YANG TERSESAT

Nestle Greek New Testament 1904: Ἀδελφοί μου, ἐάν τις ἐν ὑμῖν πλανηθῇ ἀπὸ
τῆς ἀληθείας καὶ ἐπιστρέψῃ τις αὐτόν,
Transliterasi: Adelphoi mou, ean tis en humin planēthē apo tēs alētheias kai epistrepsē tis auton,
Terjemahan: saudara-saudaraku, jika ada di antara kamu yang tersesat dari kebenaran, dan ada yang
dapat mengembalikannya
S iapakah yang dimaksud dengan orang yang dikembalikan dari kesesatan

kepada kebenaran? Memang tidak disebutkan secara jelas siapa nama mereka,
tetapi golongan dan juga sifat dan matak mereka dijelaskan Yakobus dengan
jelas. Tentu saja mereka adalah orang orang yang disebut Yakobus kelelahan
secara rohaniah [14], merekalah juga dijelaskan Yakobus yang menindas orang
benar [ayat 6], mereka adalah orang orang yang mempunyai banyak uang, di
mana mereka, mengumpulkan uang itu dengan cara acara yang lalim [ayat 1].
Mereka inilah yang tersesat dari kebenaran.

Apakah pengertian tersesat dari kebenaran? Kata yang digunakan untuk


“tersesat” adalah “planethe” dari kata “planao” artinya menyimpang dari
jalan benar. Gambaran tersesat ini bisa kita hayati dari contoh balapan di
sirkuit. Jika kebenaran kita gambarkan seperti pembalap yang masih tetap di
jalur sirkuit, maka menyimpang dari kebenaran adalah orang yang keluar dari
jalur sirkuit. Mereka disebut tersesat, karena meski secara lahiriah mereka
adalah orang Kristen dan memiliki banyak materi, tetapi materi yang mereka
kumpulkan justru dengan cara cara yang melawan atau dan bertentangan
dengan hukum atau ajaran Tuhan, dan bahkan cara hidup mereka selalu
mencerminkan sikap yang melawan perintah Tuhan. Jika kita teliti, mulai dari
pasal 1, merekalah orang yang dimaksud yang terus menerus hidup diluar
hukum Kristus, meski secara lahiriah mereka juga menyebut diri umat Allah,
bahkan ada diantara mereka yang menjadi pimpinan jemaat. Sehingga kalau
kita klasifikasikan kesesatan mereka, maka dapat diuraikan sebagai berikut:

 Mereka adalah apa yang disebut dengan orang yang bimbang atau tidak taat
kepada hukum Tuhan secara konsisten [Yakobus 1:5-8]
 Mereka bermegah hanya karena berlimpah secara materi [Yakobus 1:9-11]
 Mereka hanya mendengarkan firman dan tidak melakukannya [Yak 1:19]
 Mereka memandang muka, merendahkan orang orang yang tidak memiliki
materi, mencari muka dengan orang orang yang segolongan dengan mereka,
sedangkan yang miskin, mereka rendahkan [ Yakobus 2:1-13]
 Mereka mengaku beriman, tetapi seperti tubuh yang menjadi tengkorang
karena tidak ada rohnya, demikian juga iman mereka, pengakuan mereka
hanyalan pengakuan iman yang mati. [Yakobus 2:14-26]
 Mereka jua berani berlomba lomba menjadi pengajar, meski mereka tidak
memahami apa yang mereka ajarkan, terlebih mereka tidak hidup di dalam
kebenaran. Tetapi dengan lancang mereka tetap mengajar. Merekalah yang
merusak seluruh tubuh Kristus [yakobus 3:1-12]
 Mereka adalah kelompok yang menyelesaikan masalah dengan kekerasan, yang
mempunya hikmat yang datang dari roh yang jahat [Yakobus 3:13-18]
 Merekalah yang selalu berantam untuk mencari keuntungan. Mereka juga
disebut sebagai orang orang yang hedonism, bahkan kehedonisan mereka
ucapkan dalam doa doa mereka [Yakobus 4:1-10]
 Mereka juga melakukan kecurangan, fitnah dan merekayasa hukum supaya
mereka menang dipengadilan [Yakobus 4:11-12]
 Mereka juga tidak mempedulikan hukum hukum Tuhan dalam berbisnis. Meski
mereka orang Kristen, semua hukum Tuhan mereka tabrak demi satu tujuan,
yaitu untung besar [Yakobus 4:13-17]
 Merekalah yang disebut sebagai orang yang kaya materi [Yakobus 5:1]

Merekalah yang pada akhirnya menyadari kejahatan mereka, karena dorongan


dari surat Yakobus, dan juga karena penatua dan orang benar saat itu menegor
mereka, karena itu mereka pada akhirnya mau bertobat, di mana penatua
memediasi mereka dengan orang benar yang mereka tindas, lalu kemudian
terjadi pendamaian, dan saat mereka mengakui kejahatan mereka, orang benar
pada saat itu melakukan sumpah, bahwa orang yang tersesat itu telah
bertobat, telah melakukan keadilan dan kembali kepada kebenaran.

Jika kita melihat dari klasifikasi dan uraian di atas, seharusnya kita
mendapatkan satu pelajaran penting, yaitu: jika ada orang yang sudah tersesat
atau melakukan yang jahat, jika dia ingin sunguh sungguh mau bertobat, maka
dia harus melakukan pendamaian atau rekonsiliasi terlebih dahulu. Ini penting
sekali, karena banyak orang jahat, tidak pernah mengadakan rekonsiliasi, dan
terus menerus merasa sebagai bagian dari orang orang kudus, meski dosa dosa
mereka tidak pernah mereka selesaikan. Yang benar adalah, orang yang
berbuat jahat kepada seseorang, harus meminta ampun dan menegakkan
keadilan dan kebenaran orang tersebut.

Yakobus 5:20GENTING: MENGEMBALIKAN PENDOSA


Nestle Greek New Testament 1904:γινώσκετε ὅτι ὁ ἐπιστρέψας ἁμαρτωλὸν ἐκ
πλάνης ὁδοῦ αὐτοῦ σώσει ψυχὴν αὐτοῦ ἐκ θανάτου καὶ καλύψει πλῆθος
ἁμαρτιῶν
Transliterasi: ginōskete hoti ho epistrepsas hamartōlon ek planēs hodou autou
sōsei psuchēn autou ek thanatou kai kalupsei plēthos hamartiōn.
Terjemahan: biarlah dia mengetahui bahwa mengembalikan pendosa dari
jalannya yang menyimpang, dia akan menyelamatkan jiwanya dari kematian
dan dia akan mentupi banyak dosa.

P enting sekali mengetahui dampak dari mengembalikan orang jahat kepada

jalan yang benar. Mendapatkan pengetahuan ini akan menciptakan satu


fenomena yang kudus, di mana orang benar akan berani menegor orang orang
sesat, supaya orang tersebut menyadari kesesatannya. Pengetahuan ini adalah
tiang kebenaran yang memungkinkan seseorang yakin dengan sangat teguh
bahwa dia telah memiliki standar yang tepat, apabila dia menemukan saudara
yang lain tersesat.

Di awal kalimat di ayat 20 ini di katakana “ginoskete”, kata ini adalah kata
kerja present imperative aktif, artinya ada satu dorongan dan petunjuk yang
aktif supaya dapat mengetahui dampak dari membawa orang yang tersesat
kembali kepada kebenaran. Karena itu di katakan; “biarlah dia mengetahui
bahwa mengembalikan pendosa dari jalannya yang menyimpang, dia akan
menyelamatkan jiwanya dari kematian dan dia akan mentupi banyak dosa.”
Hal itu berarti sebagai dorongan kepada orang yang sudah berjuang untuk
membuat orang tersesat kembali kepada kebenaran, dan juga bagi mereka
yang mau melakukannya, bahwa apa yang mereka lakukan itu benar benar
sangat genting sekali. Adalah sangat genting mengembalikan pendosa dari
jalannya yang menyimpang. Di jaman yang semakin rusak ini, gereja gereja
justru menganggap perintah ini sebagai hal yang sepele, padahal ini gentig.
K enapa begitu genting mengembalikan pendosa dari jalannya yang

menyimpang? Karena dengan mengembalikan orang yang tersesat kepada


kebenaran itu berarti kita membalikkan sifatnya yang melenceng akibat sifat
dosa yang melenceng menjadi sifat yang taat kepada firman Tuhan. Itu
sebabnya, dalam Bahasa Indonesia sengaja kita terjemakan kata hamartolon
menjadi “pendosa”, [biarlah dia mengetahui bahwa mengembalikan pendosa
dari jalannya yang menyimpang]. Kata dasar “hamartolon” adalah kata benda
yang dijadikan menjadi kata sifat, sehingga dalam terjemahan Bahasa
Indonesia, digunakan prefixs [awalan] “pen” untuk menyatakan makna yang
memiliki sifat tersebut pada bentuk dasarnya [pendosa]. Bentuk dasarnya
adalah kata benda “dosa”. Sehingga penggunaan awalan “pen” [menjadi
pendosa] bertujuan untuk menjelaskan kata benda dosa yang menjadi kata
sifat sehingga orang menjadi ditipu atau tertipu sifat dosa.

Sederhanya, pendosa, adalah sifat jahat, akibat ditipu oleh sifat dosa yang
jahat. Dosa adalah kata benda. Tetapi dosa itu memiliki sifat yang jahat.
Sehingga kalau ada orang yang ditipu sifat dosa, orang itu akan menjadi
tersesat. kalau seorang sudah tersesat, maka dia tidak akan bisa sampai kepada
tujuan yang sebenarnya. bisa saja orang tersesat, mempunyai niat untuk
ketujuan yang diigini, tetapi tetap dia tidak akan bisa sampai kepada tujuan
tersebut, karena dia tersesat.

kata menyimpang di ayat 20 ini berbeda dengan istilah tersesat di ayat 19.
Kalau di ayat 19 digunakan kata “planao” [tersesat] sedangkan di ayat 20 ini
adalah “plane” yang hendak menekankan pengembaraannya. Kalau di ayat 19
kata dasar “planao” dijadikan menjadi kata kerja, maka di ayat 20 kata dasar
“planao” dijadikan menjadi kata benda genitive, artinya menjadi miliknya.
Jadi jika orang bertindak sesat, itu karena dia telah menjadi milik kesesatan.
Atau bisa juga kita balik. Kesesatan telah menjadi miliknya, sebaliknya jalan
kebenaran bukanlah menjadi miliknya. Karena itulah kita sebut sangat genting.
Sangat genting memberitahukan seseorang itu tersesat. Meski ini bukan
pekerjaan yang gampang dilakukan, tetapi dengan pertolongan dan tuntunan
Roh kudus, dan apabila kita sungguh sungguh belajar Alkitab, kita akan bisa
menjadi orang yang bisa mengembalikan orang yang sesat kepada kebenaran.
Karena itu setiap hari, jemaat kita dorong untuk hati hati, dan teliti belajar
kepada kebenaran, supaya semua jemaat bisa menjadi alat Allah untuk
mengembalikan yang ditipu sifat dosa, kembali kepada kebenaran.

Yakobus 5:20 MENGEMBALIKAN ORANG SESAT KE JALAN KEBENARAN

Nestle Greek New Testament 1904:γινώσκετε ὅτι ὁ ἐπιστρέψας ἁμαρτωλὸν ἐκ


πλάνης ὁδοῦ αὐτοῦ σώσει ψυχὴν αὐτοῦ ἐκ θανάτου καὶ καλύψει πλῆθος
ἁμαρτιῶν
Transliterasi: ginōskete hoti ho epistrepsas hamartōlon ek planēs hodou autou
sōsei psuchēn autou ek thanatou kai kalupsei plēthos hamartiōn.
Terjemahan: biarlah dia mengetahui bahwa mengembalikan pendosa dari
jalannya yang menyimpang, dia akan menyelamatkan jiwanya dari kematian
dan dia akan mentupi banyak dosa.

A pakah dampak dari mengembalikan orang sesat kepada kebenaran.

Pertama. Orang yang mengembalikan orang sesat kepada jalan kebenaran,


mereka akan menyelamatkan jiwa pendosa itu dari kematian.

Ungkapan “mengembalikan orang sesat kepada jalan kebenaran” berhubungan


dengan memperingati orang yang berdosa, sehingga orang tersebut bertobat,
contoh mengembalikan orang sesat kepada kebenaran juga dijelaskan di Matius
18:15; “Dan apabila saudaramu berdosa terhadap engkau, pergi dan
tempelaklah dia antara engkau dan dia saja. Jika dia mendengarkanmu,
engkau telah mendapatkan saudaramu.” kata mendapatkan yang digunakan
adalah “kerdaino” yang maknanya adalah “memenangkannya. Konteks
memenangkan ini sama dengan ungkapan mengembalikan orang sesat kepada
jelan kebenaran. Hal itu sesuai dengan Ajaran Kristus yang mengharuskan
orang yang tersesat ditegor sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan [Mat
18:15-17], dan yang biasanya mempunya wewenang itu adalah orang yang
memiliki kepemimpinan dan kehidupan yang baik di dalam jemaat, dan dalam
tradisi kekristenan awal, hal itu biasanya dimiliki oleh penatua. Itulah sebabnya
di Yakobus 5:14 mereka memanggil penatua. Sehingga dalam konteks Yakobus,
penatua mungkin sudah terlebih dahulu menegor mereka yang tidak hidup
dalam wujud iman yang sejati. Terlebih setelah penatua itu sudah membaca
surat Yakobus ini. Jadi, Surat Yakobus dan juga tegoran dari para pemimpin
jemaatlah yang mendorong orang yang tidak hidup dalam iman sejati untuk
bertobat. Jadi Para penatua sebagai perwakilan jemaat memiliki otoritas.
Itulah sebabnya matius 18:18 dikatakan,
“Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Apa saja yang kamu ikat di bumi,
akan diikat di surga; dan apa saja yang kamu lepaskan di bumi, akan
dilepaskan di surga. TB
Ungkapan “apa saja yang kamu ikat di bumi, akan diikat di surga; dan apa saja
yang kamu lepaskan di bumi, akan dilepaskan di surga” adalah kebiasaan
Bangsa Israel yang menggunakan simbol-simbol untuk menunjukkan bahwa
seseorang dipercayakan untuk menerima jabatan kepemimpinan. Ungkapan di
atas dapat kita temukan dari Nabi Yesaya yang melukiskan ungkapan
kepemimpinan itu dalam diri Elyakim, seorang hamba yang dipercayakan
menduduki jabatan kepala rumah tangga menggantikan Sebna yang adalah
seorang penghambur uang kerajaan dengan membangun makam yang mewah
dan memahat rumahnya di bukit batu.
“Beginilah firman Tuhan, TUHAN semesta alam: "Mari, pergilah kepada
kepala istana ini, kepada Sebna yang mengurus istana, dan katakan: Ada
apamu dan siapamu di sini, maka engkau menggali kubur bagimu di sini,
hai yang menggali kuburnya di tempat tinggi, yang memahat kediaman
baginya di bukit batu? Sesungguhnya, TUHAN akan melontarkan engkau
jauh-jauh, hai orang! Ia akan memegang engkau dengan kuat-kuat dan
menggulung engkau keras-keras menjadi suatu gulungan dan
menggulingkan engkau seperti bola ke tanah yang luas; di situlah engkau
akan mati, dan di situlah akan tinggal kereta-kereta kemuliaanmu, hai
engkau yang memalukan keluarga tuanmu! Aku akan melemparkan
engkau dari jabatanmu, dan dari pangkatmu engkau akan dijatuhkan.
Maka pada waktu itu Aku akan memanggil hamba-Ku, Elyakim bin Hilkia:
Aku akan mengenakan jubahmu kepadanya dan ikat pinggangmu akan
Kuikatkan kepadanya, dan kekuasaanmu akan Kuberikan ke tangannya;
maka ia akan menjadi bapa bagi penduduk Yerusalem dan bagi kaum
Yehuda. Aku akan menaruh kunci rumah Daud ke atas bahunya: apabila ia
membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila ia menutup, tidak ada
yang dapat membuka. [TB, Yesaya 22:15-22]
Ungkapan di atas menjelaskan Peranan kepala rumah tangga kerajaan begitu
penting; penting karena merupakan orang pertama sesudah raja, dan mulia
karena dialah yang berhak membuka dan menutup pintu. Hanya melalui dia,
para tamu kerajaan diizinkan bertemu dengan raja. Otoritas kepemimpinan
diataslah yang diungkapan di PB khususnya di Matius 1:18, di mana seseorang
seperti Elyakim, seorang pelayan yang membuka atau menutup apakah
seseoranrg sudah kembali kepada kebenaran atau tidak dalam ketaatan dan
tanggungjawab yang luar biasa besar kepada raja [Yesus]. Bersambung.

Yakobus 5:20 MAKNA MENYELAMATKAN JIWa DARI KEMATIAN

Nestle Greek New Testament 1904:γινώσκετε ὅτι ὁ ἐπιστρέψας ἁμαρτωλὸν ἐκ


πλάνης ὁδοῦ αὐτοῦ σώσει ψυχὴν αὐτοῦ ἐκ θανάτου καὶ καλύψει πλῆθος
ἁμαρτιῶν
Transliterasi: ginōskete hoti ho epistrepsas hamartōlon ek planēs hodou autou
sōsei psuchēn autou ek thanatou kai kalupsei plēthos hamartiōn.
Terjemahan: biarlah dia mengetahui bahwa mengembalikan pendosa dari
jalannya yang menyimpang, dia akan menyelamatkan jiwanya dari kematian
dan dia akan mentupi banyak dosa.

Ungkapan "mengikat" dan "melepaskan" adalah ungkapan yang digunakan oleh


orang Yahudi yang dikonotasikan sebagai "melarang" dan "mengizinkan". Jadi ini
jelas berbicara tentang aturan-aturan dalam jemaat awal. Misalnya ketiga
Yesus memberikan tugas kepada para rasul tertentu, maka rasul itu menjadi
pemimpin dalam tugas yang diberikanNya. Misalnya Petrus, di katakan di
Matius 16:19 “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang
kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan didunia ini
akan terlepas di sorga" itu berarti, Petrus memiliki wewenang ilahi dalam hal
mengatur para Rasul untuk membangun gereja di masa awal berdirinya
[pimpinan]. Karena itulah sering kali kita membaca Petrus tampil sebagai
pimpinan dan juga seperti juru bicara. Misalnya di Kisah 2:14 “Maka bangkitlah
Petrus berdiri dengan kesebelas rasul itu, dan dengan suara nyaring ia berkata
kepada mereka. Artinya, apapun yang dikatakan Petrus yang saat perintah itu
diberikan, maka hal itu sudah mewakili suara para rasul atas perintah Yesus,
maka hal itu memiliki otoritas ilahi.

Sama halnya dengan ungkapan “Apa saja yang kamu ikat di bumi, akan diikat
di surga; dan apa saja yang kamu lepaskan di bumi, akan dilepaskan di surga”
di matius 18:18, istilah ini berhubungan dengan tata tertib jemaat. Artinya,
seseorang dapat dikucilkan kalau dia tidak bertobat dari tegoran sehingga
orang “terikat” pada dosa, sebaliknya seseorang diperbolehkan masuk lagi
keperkumpulan jemaat [dilepaskan dari pengucilan] apabila orang tersebut
sudah mengakui dosa atau kejahatannya dan kembali ke jalan yang benar.
Tetapi selanjutnya istilah itu juga dipakai sehubungan dengan keputusan yang
melarang [ajaran, tindakan], [mengikat], atau mengizinkannya [melepaskan]
pengampunan. Jadi ungkapan “Kunci Kerajaan Surga” melambangkan
kekuasaan untuk membuka, apakah seseorang diampuni atau tidak, dan
menutup apakah seseorang tetap pada dosanya atau tidak.

Konstruksinya sesuai konteks Yak. Pasl 5 seperti ini: kalau seseorang


melakukan kejatahan kepada orang benar. Maka orang tersebut berdosa kepada
orang benar, itu berarti orang benar memiliki otoritas untuk membuka dan
menutup apakah dosa orang itu tetap atau tidak. Karena itulah Yesus mengajar
kita di Matius 6:12 “ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga
mengampuni orang yang bersalah kepada kami”.

Yesus mengampuni kita karena kita datang minta ampun pada Yesus. Sama
juga, kita baru bisa menyatakan pengampunan terhadap seseorang kalau orang
itu datang minta ampun kepada kita. Itulah sebabnya di katakan Petrus,
“"Tuhan, berapa sering saudaraku berdosa terhadap aku dan aku
mengampuninya? Sampai tujuh kali?" [mat 18:21]. Dan gambaran dari sesorang
memberikan pengampunan itu dijelaskan di ayat 26; “"Tuan, bersabarlah
terhadap aku, dan aku akan membayar semuanya kepadamu!". Gambaran dari
perumpamaan di atas adalah, kita harus datang dulu memohon ampun kepada
Tuhan baru kita diampuni. Hal yang sama juga berlaku bagi orang yang sudah
berlaku jahat kepada orang benar. Orang itu harus datang terelebih dahulu
untuk minta ampun, baru terbuka kemungkinan untuk diampuni. Itu sebabnya
di ayat 29 di gambarkan; “Lalu dengan tersungkur di kakinya, sesama hamba itu
memohon kepadanya, seraya mengatakan, "Bersabarlah terhadap aku, dan aku
akan membayar semuanya kepadamu!" perhatikan baik baik kesimpulannya di
ayat 33; “Bukankah seharusnya engkau juga memberi sesamamu hamba
kemurahan, seperti aku juga telah memberi engkau kemurahan? Artinya, dosa
seseorang tidak akan diampuni Tuhan, jika dia tidak mengakui dosanya kepada
yang dijahatinya. Sebab dengan cara mengakui dosa kepada yang dijahati,
orang tersebut membuka pengampunan, sehingga apa yang di buka melalui
otoritas itu, dibuka juga di surga. Sebaliknya saat seseorang tidak datang untuk
mengakui dosa dosanya, maka dosanya itu tetap, karena di bumi orang yang
melakukan dosa belum datang meminta pengampunan. Jadi saat di katakan
“menyelamatkan jiwa dari kematian, itu berarti, orang benar telah membuka
pintu pengampunan saat orang itu datang meminta ampun, dan melalui otoritas
itu jugalah, Allah membebaskan jiwa orang tersebut dari kematian rohani.
Karena saat orang benar mengampuninya, Allah juga mengampuninya.
[bersambung].

Yakobus 5:20 MAKNA MENUTUPI BANYAK DOSA

Nestle Greek New Testament 1904:γινώσκετε ὅτι ὁ ἐπιστρέψας ἁμαρτωλὸν ἐκ


πλάνης ὁδοῦ αὐτοῦ σώσει ψυχὴν αὐτοῦ ἐκ θανάτου καὶ καλύψει πλῆθος
ἁμαρτιῶν
Transliterasi: ginōskete hoti ho epistrepsas hamartōlon ek planēs hodou autou
sōsei psuchēn autou ek thanatou kai kalupsei plēthos hamartiōn.
Terjemahan: biarlah dia mengetahui bahwa mengembalikan pendosa dari
jalannya yang menyimpang, dia akan menyelamatkan jiwanya dari kematian
dan dia akan mentupi banyak dosa.

D ampak kedua dari mengembalikan orang sesat kepada kebenaran,

Adalah; Menutupi banyak dosa. Menutupi banyak dosa artinya,


menyembunyikan dalam arti menjaga rahasia. Terjemahan menutupi itu sendiri
berasal dari kata dasar “kalupto” yang artinya menjaga rahasia, sebagai kiasan
untuk menutupi dari pengadilan Allah. Menjaga tetap rahasia sehingga tidak
dihukum Allah. Istilah ini adalah kiasanya untuk menjelaskan dampak dari
orang yang yang diampuni Allah, karena orang benar juga telah memgampuni
orang yang melakukan kejahatan tersebut.
Waktu penatua menegor dosa orang jahat tersebut, dan juga setelah dorongan
surat dari Yakobus dibacakan kepada jemaat, jemaat yang melakukan
kejahatan itu datang untuk meminta ampun. Lalu penatua memediasi mereka.
Setelah itu terjadi sumpah dalam doa atau disebut sebagai doa iman, artinya
proses proses pengegakan keadilan dan kebenaran telah dilakukan. Karena
itulah di ayat 16, orang jahat itu sudah mengakui dosanya, dan lalu dia
didoakan. Doa itulah sebagai permohonan orang benar [deesis] supaya dosa
orang itu dihapuskan. Artinya orang benar dengan otoritasnya, membuka
pengampunan terhadap dosa orang tersebut. Karena orang itu sudah komitmen
menegakkan keadilan dan kebenaran, dan dengan demikian, saat orang benar
membuka pengampunan, saat itulah dosa-dosa orang itu dihapuskan. Sebagai
gambaran dosa yang banyak dipahuskan, maka mulai dari pasal 1 dari kitab
Yakobus tercatat dosa-dosanya, tetapi kini ditutupi oleh pengampunan orang
benar, setelah orang jahat itu datang untuk berdamai;

 orang yang dulunya bimbang atau tidak taat kepada hukum Tuhan secara
konsisten [Yakobus 1:5-8] menjadi taat kembali
 Mereka yangn dulu bermegah karena berlimpah secara materi [Yakobus 1:9-
11] kita mau bermegah karena mau tunduk kepada perintah Tuhan dan
ketetapan Tuhan
 Mereka yang dulu menyebut diri sebagai orang Kristen dan yang hanya
mendengarkan firman Tuhan dan tidak melakukannya [Yakobus 1:19] tetapi
sekarang mau menjadi pelaku firman Tuhan
 Mereka yang dulunya memandang muka, yang dulunya merendahkan orang
orang yang tidak memiliki materi,yang dulunya hanya menghormati orang
orang yang punya kedudukan secara duniawi [ Yakobus 2:1-13] kini mereka
mau mengakui dosa mereka kepada orang orang yang miskin itu dan mereka
saling mendoakan
 Mereka yang dulunya hanya mengaku beriman, yang dulunya iman mereka
mati. [Yak 2:14-26] tetapi mereka kini mau masuk dalam iman yang hidup
 Mereka yang dulunya adalah kelompok yang menyelesaikan masalah dengan
kekerasan, yang dulunya mempunya hikmat yang datang dari roh yang jahat
[Yakobus 3:13-18] mereka kini menyelesaikan masalah dengan cara Tuhan,
dan tentu saja ini adalah hikmat yang datang datang dari surge
 Yang dulu selalu berantam untuk mencari keuntungan, yang hedonism, bahkan
kehedonisan diucapkan dalam doa doa mereka [Yak 4:1-10] kini mau tunduk
kepada kehendak Allah dan mereka kini masuk dalam doa iman
 Yang dulu melakukan kecurangan, fitnah dan merekaya hukum supaya
mereka menang dipengadilan [Yakobus 4:11-12] kini datang kepada penatua
untuk memediasi. Artinya mereka mau menghargai hukum Allah.
 Mereka yang dulu tidak mempedulikan hukum hukum Tuhan supaya
mendapatkan untjng besar [Yakobus 4:13-17] kini mereka mau kembali
memperdulikan hokum Kristus
 Merekalah yang dulunya orang yang kaya materi [Yakobus 5:1] dengan cara
menindas orang benar, mereka kini menyadari kejahatan mereka dan
mereka yang pada akhirnya mau bertobat dengan cara datang ke penatua,
di mana penatua memediasi mereka dengan orang benar yang mereka
tindas, lalu kemudian terjadi pendamaian, dan mereka saling mendoakan.
Dengan cara demikian dosanya yang banyak itu tersembunyi dari hukuman
Allah.

Yakobus 5:20 PENUTUP KITAB YAKOBUS

Nestle Greek New Testament 1904:γινώσκετε ὅτι ὁ ἐπιστρέψας ἁμαρτωλὸν ἐκ


πλάνης ὁδοῦ αὐτοῦ σώσει ψυχὴν αὐτοῦ ἐκ θανάτου καὶ καλύψει πλῆθος
ἁμαρτιῶν
Transliterasi: ginōskete hoti ho epistrepsas hamartōlon ek planēs hodou autou
sōsei psuchēn autou ek thanatou kai kalupsei plēthos hamartiōn.
Terjemahan: biarlah dia mengetahui bahwa mengembalikan pendosa dari
jalannya yang menyimpang, dia akan menyelamatkan jiwanya dari kematian
dan dia akan mentupi banyak dosa.

I nilah inti dari surat Yakobus; supaya orang dapat diselamatkan jiwanya dari

kematian. Sebagai penutup dari kitab Yakobus, jelas sekali yang menjadi
penekanan dari surat ini adalah keselamatan jiwa orang berdosa. Karena itulah
di ayat penutup ini, ditekankan bahwa inti dari surat ini adalah keselamatan
jiwa. Itulah sebabnya, kenapa makna doa di pasal 5 ini tidak kita tafsirkan
kepada jawaban kesembuhan tubuh orang sakit. Selain teks tidak
memperbolehkannya, kesimpulan dari Yakobus juga menekankan hal itu, yaitu
keselamatan jiwa pendosa.

Karena itulah juga digunakan kata “ginosko” untuk menekankan apa yang diketahui dengan tepat, bukan
asal diketahui, tetapi pengetahuan yang menjadi rujukan dari kesimpulan kitab ini. Artinya,
menyelamatkan jiwa dari kematian kepada keselamatan kekal melampaui pengharapan apapun, jadi
jelas, pengharapan harus dialamatkan kepada warisan Anak anak Allah yang dewasa [uios] yaitu
keselamatan jiwa kita, itu adalah inti dari berita injil. Sama seperti surat Yakobus yang juga bisa disebut
sebagai berita injil, tujuan surat Yakobus ini adalah supaya jiwa orang berdosa diselamatkan dari
kematian.

Sama juga seperti yang dilakukan oleh Elia di 1 raja raja 18:30, di mana dia
sudah sampai ke tahap ke 3 dalam menegor umat itu supaya bertobat. Sebab,
setelah memberitahukan penhukuman Tuhan atas kejatahan keluarga Ahab
terlebih dosa istrinya Izebel, mereka tetap tidak bertobat, dan malahan
mereka mau membunuh Elia. Itu sebebabnya Elia meminta umat itu menjadi
saksi “Kata Elia kepada seluruh rakyat itu: "Datanglah dekat kepadaku!" Maka
mendekatlah seluruh rakyat itu kepadanya. Lalu ia memperbaiki mezbah
TUHAN yang telah diruntuhkan itu.” [ 1 raja raja 18:30 ,dan ayat 39
menyebutkan, umat itu yang menjadi saksi yang mengatakan “Ketika seluruh
rakyat melihat kejadian itu, sujudlah mereka serta berkata: "TUHAN, Dialah
Allah! TUHAN, Dialah Allah!" ” artinya ada pertobatan terjadi. Dengan demikian
jiwa bagsa itu diselamatkan dari kematian rohani. Itu sebabnya Elia berdoa,
“Kemudian pada waktu mempersembahkan korban petang, tampillah nabi Elia
dan berkata: "Ya TUHAN, Allah Abraham, Ishak dan Israel, pada hari ini biarlah
diketahui orang, bahwa Engkaulah Allah di tengah-tengah Israel dan bahwa aku
ini hamba-Mu dan bahwa atas firman-Mulah aku melakukan segala perkara
ini. Jawablah aku, ya TUHAN, jawablah aku, supaya bangsa ini mengetahui,
bahwa Engkaulah Allah, ya TUHAN, dan Engkaulah yang membuat hati mereka
tobat kembali.” [36-37]

Dari keteladanan Elia membuat bangsa itu bertobat sehingga jiwa mereka
diselamatkan, dan dari dorongan surat Yakobus, dan juga dari tegoran para
penatau sebagai wakil orang benar saat itu, sehingga orang jahat bertobat,
mengakui dosa-sosanya, meminta ampun kepada orang yang sudah dijahatinya,
dan lalu didoakan, maka orang tersebut pun diampuni dosa-dosanya dan
jiwanya diselamakan. Bahkan dari perintah Tuhan Yesus yang mengatakan,

Karena Anak Manusia datang untuk menyelamatkan yang hilang”


"Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba,
dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang
sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang
sesat itu? Dan Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jika ia berhasil
menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu dari
pada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat.
Demikian juga Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya
seorangpun dari anak-anak ini hilang." [TB, Matius 18:11-14]
Menjadi jelas sekali, bahwa kita harus meniru keteladanan Ilahi ini, karena
banyak orang disekitar kita, yang merasa Kristen, tetapi hidup dalam
kebimbangan pada Tuhan, mereka berjinah kepada illah-illah lain. Tidak sedikit
juga yang menyebut diri Kristen, tetapi melecehkan perintah Tuhan, menindas
orang orang benar, hidup hanya untuk keuntungan yang duniawi. Bahkan tidak
sedikit yang menjadi guru guru palsu yang membawa umat Allah kepada
kebinasaan. Tugas kitalah untuk membebaskan mereka dari jiwa yang binasa.
Tugas kitalah untuk mengingatkan mereka, supaya kembali ke jalan yang
benar, sehingga jiwa mereka diselamatkan.

Anda mungkin juga menyukai