Anda di halaman 1dari 15

Mitos ”Garu- 1

Luku”

Mitos “Garu-Luku”atau Jaman Pembersihan Alam


dalam Tradisi Lisan Jawa

Oleh Sukatman1

1. Pendahuluan
Sekedar untuk menyamakan persepsi dan agar tidak terjadi salah
paham, ijinkan saya menegaskan konsep mitos. Mitos dalam tulisan ini
diartikan sebagai cerita yang bersifat simbolik dan suci yang mengisahkan
serangkaian kejadian nyata ataupun imajiner yang berisi asal-usul dan
perubahan alam raya dan dunia, dewa-dewa, kekuatan supranatural,
pahlawan, manusia, dan masyarakat tertentu yang berfungsi untuk (a)
meneruskan dan menstabilkan kebudayaan, (b) menyajikan petunjuk-petunjuk
hidup, (c) mengesahkan aktivitas budaya, (d) memberi makna hidup manusia,
dan (e) memberikan model pengetahuan untuk menjelaskan hal-hal yang
tidak masuk akal dan pelik (Sukatman, 2011).
Pada pembahasan ini diulas mengenai mitos “Garu-Luku”. Mitos
”Garu-Luku” adalah suatu kisah-simbolik yang menurut Jaya Baya dalam
ramalan ”Sabdo Palon”, di dunia ini akan terjadi proses pembersihan
terhadap umat manusia yang bertindak angkara murka. Kejadiannya melalui
seleksi alam dan tidak bisa dihindari, karena sudah menjadi kehendak Tuhan
Yang Mahakuasa, dan sebagai pertanda bahwa jagad ini ada yang mencipta.
Seperti kita ketahui bersama, berbagai bencana telah terjadi di
Indonesia dan dunia. Belum hilang dari ingatan kita, telah terjadi peristiwa (a)
Tsunami Banyuwangi, (b) Gempa Yogyakarta, (c) Gempa Cilacap, (d) Gempa
terbesar di dunia dan Tsunami Aceh ( 26 Desember 2004), (e) Banjir Panti-
Jember (2005), (f) Gempa Padang (30 September 2009), (g) Banjir Situ Gintung
(2010), Banjir Wasior (2010), Gempa dan Tsunami Kepulauan Mentawai
(2010), Banjir Pidie-Aceh (2011), dan sebagainya semuanya terjadi tahun 2000-
an.
Dalam skala yang lebih luas, bisa diingat Gempa India dan Pakistan,
Gempa Chili, Gempa Sichuan-Cina (2008), Gempa Selandia Baru (2011),
Gempa dan Tsunami Jepang (12 Maret 2011) yang menewaskan ribuan orang
dan meluluh-lantakkan Jepang. Masih hangat dan sedang terjadi revolusi di
Timur Tengah (Mesir, Tunisia, dan Libia) yang sedang memanas.
Jika direnungkan menjadikan hati kita bergetar dan sedih. Lalu muncul
pertanyaan: Apa kesalahan manusia, sampai-sampai Tuhan menurunkan
peringatan seperti ini? Tulisan ini mencoba mencermati perlambang-
perlambang yang diberikan Jaya Baya dalam tembang yang ia tulis ratusan
tahun yang lalu, yang perlu diketahui masyarakat.
1
Sukatman adalah tenaga edukatif Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas
Jember.

1
Mitos ”Garu- 2
Luku”

2. Datangnya Bencana Besar


Kejadian fenomenal tengah melanda Indonesia. Peristiwa besar yang
terjadi itu menurut Jaya Baya berupa (a) gunung berapi banyak meletus, banjir,
dan lahar yang merusak banyak desa, (b) ombak laut naik ke daratan
(tsunami), (c) sungai meluap bagai lautan, (d) hujan salah musim yang lebat
bercampur angin besar (puting beliung) merobohkan kayu-kayu dan hutan, (e)
gempa bumi besar dan bumi bengkah-merekah, (f) banyak kematian dan harta
benda rusak karena bencana alam, (g) orang “terantuk” (maksudnya terkena
masalah besar) atau “tersedak” saja mati (maksudnya kena serangan jantung).
Kapankah sebenarnya jaman pembersihan (Jaman ”Garu-Luku”)
dimulai? Menurut Jaya Baya, Jaman ”Garu-Luku” ini bertepatan dengan jaman
setelah Indonesia merdeka, kira-kira pada masa pemerintahan, presiden yang
suka perang atau ”Raja Asmara Kingkin” I—III, atau sekitar tahun 1957—
2059. Jaya Baya memberikan penjelasan dalam tembang kinanti “Sabdo Gaib”
sebagai berikut.

Sando Gaib

Wirayat kanthi daharu, Alkisah banyak huru-hara,


lelakone jaman wuri, kisah di jaman nanti,
kang bandhe jumeneng nata, yang akan menjadi pemimpin,
amengku buwana Jawi, menguasai tanah Jawa,
kusumo trahing narendra, turun darah raja terpuji,
kang sinung penggalih suci. yang selalu berpikir suci.

Ing mangke karsaning Hyang Agung, Nanti atas kehendak Hyang Agung,
taksih sinengker marmaning, masih tersembunyi,
akeh ingkang katambuhan, banyak yang mengetahui,
mung asipat kang ulah batin, jika dengan ulah batin,
sinung wruh dening Pangeran, selalu mengingat Tuhan,
iku kang saget mastani. itu jika orang lain menamai,

Dene wonten daharu, Dengan adanya huru-hara,


sasampune Hardi merapi, setelah Gunung Merapi,
gung kobar saking dahana, terbakar mengeluarkan api,
sigar tengahiro kadi, terbagi belah di tengahnya,
lepen mili toya lahar, sungai mengalir lahar,
ngalor ngetan njung pesisir. ke timur laut-pesisir.

Nyang amblese cilacap gunung, Saat amblasnya Gunung Cilacap,


sarto ing Maduro nagri, serta di negeri Madura
meh gatuk lan Surabaya, Hampir terhubung dengan Surabaya,
sabibariro tumuli, sebab-sebannya akan datang,
wiwit daharu lon lonan, mulai huru-hara perlahan,
saya lami saya ndadi. makin lama makin menjadi-jadi.

Pertanda mulainya jaman pembersihan itu berupa (a) gunung Cilacap


amblas, (b) gunung berapi banyak meletus, (c) Madura dan Surabaya (hampir)

2
Mitos ”Garu- 3
Luku”

terhubung, (d) setelah Surabaya dan Madura terhubung secara perlahan-lahan


akan terjadi perang besar merata di bumi, (e) keraton Yogyakarta tersingkir
dan keraton Solo terbenam air. Secara lengkap pertanda itu tertera dalam
ramalan “Sabdo Gaib” berikut.

Temah peperangan agung, Akhirnya ada peperangan besar,


rerusuh mratah sabumi, kerusuhan merata di bumi,
musuhe datan karuwan, musuhnya tidak menentu,
polahe jalmo keh asami, geraknya para manusia,
kadyo gabah tininteran, bagai gabah ditampi,
montang-manting rebut urip. pontang-panting rebut hidup.

Pepati atumpuk undung, Kematian bertumpuk-tumpuk,


desa-desa morat-marit, desa-desa berhamburan,
kutho-kutho karusakan, kota banyak kerusakan,
kraton kalih manggih kingkin, dua kerajaan berperang,
Solo sami kaleban toya, Solo terbenan air,
Ngayogyakarta sumingkir. Yogyakarta tersingkir.

Ratu murco sing kratonipun Raja pergi dari keraton


ngilang kalingan cecedis, menghilang terhalang lelembut,
sanget kang sangsara, sangat menderita,
wus karsaning memang sudah menjadi kehendak Tuhan,
Hyang Agung hya, yang Mahatahu kejadian.
gaibing ingkang lampah nenggih.

Jaya baya menegaskan akan banyak kejadian aneh-aneh, yaitu (a)


mahluk halus banyak membayang-bayangi hidup manusia, (b) sungai
mengering kehilangan lubuk, (c) tahun pastinya adalah 2007 Masehi. Pada
tahun-tahun itu di Jawa marak kejadian “ kesurupan” melanda anak di
sekolah. Itu suatu pertanda, akan terjadi peristiwa besar di kemudian hari,
seperti dalam kutipan berikut.

Duk wektu iki, sangkalane:


Waktu itu, tahun sandinya:
Dewa Hangasta Manggalaning Dzat,
Kedung ilang swantenipun, Dewa Hangasta Manggalaning Dzat,
Pasar gandhang kumandhangipun,
(1929 Saka/2007 Masehi)
Jim, lelembut, peri priyangan,
Mboten malih wonten kedhung, Lubuk sungai hilang suaranya,
Ananging sampun wonten jroning gedhung,
Pasar kehilangan gema-ramainya,
Tan tiningal dening pangripta,
Ananging saget karaosaken ing nala. Jin, mahluk halus, peri lelembut,
Tidak tinggal di sungai lagi,
Tetapi telah masuk ke rumah-rumah,
Tiada kelihatan oleh mata,
Tetapi dapat dirasakan hati-nurani.

3
Mitos ”Garu- 4
Luku”

3. Puncak Kejadian
Melihat sandi yang tertera dalam naskah ”Garu-Luku” puncak
pembersihan akan terjadi tahun dengan sandi ”Lawang Sapto Ngesthi Harjo”.
Jika ditafsirkan dengan rumus ”condrosengkolo” itu sama dengan tahun 1979
Saka atau 2057 Masehi. Benarkah demikian? Jika benar, era ini terjadi pada
masa pemerintahan Raja Asmara Kingkin III (Raja Suka Perang III). Era ini
merupakan era peralihan ke Jaman Kalasurata (Tahun 2060—2163). Menurut
Jaya Baya setelah Jaman Kalasurata, kerusakan di bumi semakin menjadi-jadi
sampai akhirnya dunia kiyamat (Lantip, 1965). Seperti apa jaman ”Garu-
Luku”? Mari kita simak perlambang Jaya Baya dalam ramalan ”Sabdo Palon”
berikut.

Hong Ilaheng Jati


Wukku Watu Karasani,
Alandhep Kumadasku, Nyurosalak Kes Kalesep
(”Kalis Bebaya Saking Selo-selaning Garu”)

Sanget-sangeting sangsara, Betul-betul sangat sengsara,


kang tumuwuh Tanah Jawi, yang terjadi di tanah Jawa,
sinengkalan tahunira: sandi tahunnya: Lawang sapta ngesti harja
Lawang sapta ngesthi harja. (1979 Saka/2057 Masehi)
Upami nyabrang kali prapteng tengah-tengahipun. Ibarat menyeberang sungai sampai di tengahnya.
Kaline banjir bandang jerone nyelepi jalmi, Sungai banjir bandang menenggelamkan manusia,
kathah sirna manungsa kathah pralaya. banyak tewas- manusia banyak meninggal.

Bebaya ingkang tumeka warata satanah Jawi, Bahaya yang datang merata setanah Jawa,
ginawe kang paring kodrat, sudah kehendak Yang Mahakuasa,
tan kena dipun singgahi, tiada biasa disembunyikan,
awit ing donya angger-anggeripun, sebab sudah menjadi takdir dunia,
kersaning Jawata kinarya amratandhani kehendak Tuhan sebagai pertanda
Jagad iku yekti ana kang akarya. Alam itu sungguh ada yang mencipta.

Warna-warna kang bebaya, Bermacam-macam bahayanya,


kang ngrusakaken Tanah Jawi, yang merusak tanah Jawa,
sagung tiyang nyambut karya semua manusia bekerja
pamedal mboten nyekapi. hasil tak mencukupi.
Priyayi kang brenti, Priyayi hidupnya miskin,
saudagar tuna sedarum, Saudagar rugi besar,
wong glidig ora mingsra, orang jual pracangan tak mencukupi,
wong tani ora nyakepi petani hasil tak mencukupi
pametune akeh sirna aneng ama. hasil bumi banyak dimakan hama.

Pada tahun 2057 akan terjadi kondisi yang kurang menyenangkan.


Tanah Jawa (Indonesia) akan melewati masa sulit, (a) ibaratnya menyeberang
sungai yang sedang banjir, tentu akan selalu terhanyut dan banyak kematian,
(b) bencana merata ke seluruh Indonesia, (c) pertanian sulit, (d) pedagang dan
saudagar selalu merugi, (e) penghasilan pekerja tak mencukupi. Semua itu,
telah menjadi kehendak Tuhan, sebagai pertanda bahwa alam ini ada yang
mencipta.

4
Mitos ”Garu- 5
Luku”

Bumi ilang berkatira, Bumi hilang berkahnya,


ama kathah kang ndhatengi hama banyak yang datang,
dalu kathah inkang ilang, malam banyak kehilangan,
cinolongan dening jalmi, dicuri oleh orang-orang,
resahnyo anglangkungi betul-betul sangat resah
karana rebut-rinebut, karena saling rebutan,
risak tataning sujalma, rusaknya tatanan manusia,
yen dalu grimis keh maling, saat malam gerimis banyak maling,
lamun rina kathah tiyang ambegal. saat siang hari banyak orang berandal.

Hera-heru sakehing jalmi, Terjadi huru-hara pada semua manusia,


rebutan ngupaya bukti, berebut mencari bukti,
tan ngetang anggering praja, tiada mematuhi aturan negara,
tan tahan perihing ati, tak tahan pedihnya hati,
ketungka prapteneki terhenti dengan datangnya
pageblug ingkang linangkung kematian masal yang banyak
wredin satanah Jawa, merata se tanah Jawa,
enjing sakit sore mati, pagi sakit sore mati,
sore sakit enjingnya pralaya. sore sakit paginya meninggal.

Kesandhung wae mati, Terantuk saja mati (terantuk masalah besar),


keselak banjur ngemasi, tersedak lalu tewas (serangan jantung),
udan barat salah mangsa, hujan angin salah musim
angin gung anggegirisi, angin besar menakutkan,
kayu gung brasta sami, kayu besar banyak roboh menimpa pepepohan binasa,
katempuh ing angin gung, terkena angin besar,
kathah rebah mblasah, banyak roboh binasa,
lepen-lepen samyo banjir, sungai-sungai banjir,
lamun tinom pan kadya samudra bena. jika dilihat bagai laut membenam.

Bumi tidak lagi subur dan membawa berkah. Huru hara terjadi
dimana-mana. Banyak orang melanggar aturan negara. Kematian masal
merata se Indonesia. Terantuk masalah besar, mati. Orang tersedak, serangan
jantung, mati. Hujan angin menakutkan, kayu besar banyak roboh, sungai-
sungai banjir meluap bagai lautan.
Ombak naik ke daratan (tsunami) merusak pesisir pantai. Masyarakat
yang tinggal di pantai ketakutan, batu-batu terhanyut oleh banjir gemuruh.
Hutan dan desa-desa rusak. Manusia banyak musnah, binatang piaraan
musnah. Gempa bumi, tanah retak menganga, macam-macam penyakit
mewabah, dan mahluk halus bagai “mencekik” manusia. Itu dilakukan oleh
Tuhan untuk membersihkan alam ini. Puncaknya, setengah penduduk
Indonesia musnah.
Alun minggah dharatan, Ombak naik ke daratan,
karya risak tepis wiring, merusak pesisir pantai,
geter manahing pra sujalmi gemetar hati para manusia
kang dumunung kanan kering, yang tinggal di sekitarnya,
kajeng-kajeng keh kentir kayu banyak terhanyut
kang tumuwuh pinggir laut sampai di pinggir laut,
sela sami mbrastha, batu-batu banyak merusak,
kabelabak katut keli, terhanyut terbawa banjir,
gumlundhung-gumludhug swaranira. menggelinding gemuruh suaranya.

Hardi Gung samya Gunung-gunung besar


kumbaya anggegirisi, membara menakutkan,
gumleger swaranira, suaranya gemuruh,
lahar wutah kanan-kiring lahar meluap kanan-kiri,
amlabar angelepi mengalir liar membanjiri

5
Mitos ”Garu- 6
Luku”
nunjang wana lan desa gung, merusak hutan dan desa-desa,
manungsa keh brastha, manusia banyak musnah,
kebo sapi samya gusis, kerbau sapi habis,
sirna gempang tan wonten mangga puliha. hilang-habis tidak ada yang kembali.

Lindhu ping pitu sedina, Gempa sehari tujuh kali,


karya risaking sujalmi, membuat rusaknya manusia,
sitinya samya anela, tanahnya banyak bengkah,
brekasakan sami ngeksi, mahluk halus banyak menyaksikan,
anjerat sagung sujalmi, mencekik banyak manusia,
manungsa pating gluruh, manusia terbirit-birit,
kathah kang nandhang raga, banyak yang luka-luka,
warna-warna ingkang sakit, bermacam-macam penyakitnya,
awis saras kathah kang prapteng pralaya. setelah sembuh banyak yang meninggal.

Miturut catira kuna, Menurut cerita kuno,


wecane jalma linuwih, petunjuk orang pintar,
kang wus kocap aneng jangka, kang telah dimaktup dalam ramalan,
manungsa sirna sepalih, manusia musnah setengahnya,
dene kang bisa urip yang masih hidup
yekti ana saratipun sungguh ada syarat
karya nulak bebaya, untuk menolak bahaya,
kalise bebaya yekti, agar terhindar petaka,
anetepana kang wineca para kuna. patuhlah petunjuk para leluhur kuno.

Kang kocap neng Jaya Baya, Yang tersebut oleh Jaya Baya,
manungsa urip manusia hidup
kadya rumput aneng wana, bagai rumput di ladang hutan,
yen wus tekan jaman akhir, bila telah datang jaman akhir,
kaluku ginaru sami, dibajak-digaru semua,
yekti kathak ingkang lebur, pasti banyak yang hancur,
lamun necep yuwana, bila dapat selamat,
luput ing salir kalir lepas dari aral melintang
garu luku bisa nlesep selanira. bisa masuk sela-selanya “garu-bajak”.

Para sira angupoyoa, Berupayalah kau semua,


sarana ingkang sejati, dengan jalan kesungguhan,
sahat ingkang sampurna, sampai bisa sempurna,
sampurna jatining urip, sempurna hidup sejati,
yen ora bisa oleh kaki jika tidak bisa anakku,
nyatakna ingkang satuhu buktikan betul-betul
kang nganti prapteng pralaya, sampai datangnya mati,
laya sajroning ngaurip, “mati” di dalam hidup,
hiya iku marganing kalis bebaya. itulah jalan menghindar dari petaka.

Akan tetapi manusia tidak perlu takut, jika ingin selamat syaratnya: (a)
menghindari petaka dengan “mati di dalam hidup” atau “tirakatan”; (b) selalu
mengingat Tuhan, yang merupakan asal mula dan tempat kembalinya
manusia, setelah mati; (c) Ingatlah: ketika raja jin tanah Jawa bernama “Sabdo
Palon” berunding dengan Sunan Kali Jaga dan Raja Brawijaya (Raden Patah),
ia tidak mau masuk Islam, ia akan masuk Islam 500 tahun lagi. Pertandanya:
akan membunuh banyak manusia yang tidak mau mematuhi agama, dan
gunung berapi memuntahkan lahar. Perhatikan paparan berikut.

Yen sira durung uninga, Jika kau belum tahu,


takona guru kang yekti, tanyalah guru sejati,
kang wus putus kawruhira, yang telah lengkap ilmunya,
kawruh mring kasedan jati, ilmu mati sempurna,
budha-budhine yekti, laku-budi telah tunggal sejati,
kang kok anut rinten dalu yang kau yakini siang-malam

6
Mitos ”Garu- 7
Luku”
ing dunungira, dimana ada-letaknya,
lawan asalira nguni, dan dari mana asalmu,
yen wus laya ing ngendi iku dunungira. jika telah mati kemana kembalimu.

Padha sira ngelingana, Ingatlah kamu semua,


carita ing nguni-nguni, cerita di masa lalu,
kang wus kocap serat babad, yang telah diceritakan dalam babad,
babad nagri Majapahit, babad negeri Majapahit,
nalika duk ing nguni, ketika pada masa lalu,
Brawijaya Sangha Prabu, Sang Raja Brawijaya,
prasamya pepanggihan saat mengadakan pertemuan
kalawan Jeng Sunan Kali, dengan Kanjeng Sunan Kali Jaga,
katiganya Sabdo Palon rencangira. teman ketiganya Sabdo Palon.

Sangha Prabu Brawijaya, Sang Raja Brawijaya


sabdanira manis, berkata dengan lembut,
nunten dhateng punakawan lalu abdi kesayangan
Sabdo Palon para karsi, Sabdo Palon diharapkan mau,
Jenengingsun puniki Aku sekarang ini
wus angrasuk agama Rassul, sudah memeluk agama Rassul,
keh takang pakenira, banyak sudah anjuran,
miliha agama suci, pilihlah agama suci,
luwih becik iku kang mulya. lebih baik begitu lebih mulia.

Raja jin tanah Jawa setelah menolak Brawijaya yang mengajak masuk
Islam, ia kembali ke alam halus. Ia tidak mau masuk Islam karena anak-cucu
dan rakyatnya juga belum memeluk Islam. Itu bukan kemauannya sendiri,
tetapi karena telah menjadi kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan itu tidak bisa
diubah.

Sabdo Palon matur nugel, Sabdo Palon memotong pembicaraan,


yen kawula mboten arsi, hamba ini tidak mau,
angrasuk agama Islam, memeluk agama Islam,
awit kula menika yekti sebab hamba ini betul-betul
Ratuning Danyang Jawi, Rajanya Danyang tanah Jawa,
momong marang anak putu, mengasuh semua anak cucu,
sagunging peri prayangan, semua peri alam halus,
kang dumunung Tanah Jawi. yang terletak di Tanah Jawa.
Wus pinasthi sayekti kula pisahan.

Kalawan Paduka Nata, Telah pasti saya berpisah pendapat,


wangsul mring jaman Kajiman mami, dengan Baginda Raja,
mung kula matur pitungkas: pulang ke alam jin negeri kami,
“mbejing ing sapungkur mami, jika telah datang waktunya
yen prapto kang wineca ari , genab lima ratus (500) tahun,
jangkep gangsal atus tahun, mulai hari ini,
awit dinten punika, saya ganti agama,
kula gantos ing agami, agama Budha saya sebar di tanah Jawa.
Agami Budhi kula sebar Tanah Jawa”.

Sinten tan purun angganggoa Siapa yang tidak mau mematuhi


yekti kita risak sami, pasti saya rusak semua,
sun ajaken putu kula kuajak cucu-cucuku
brekasaan rupi-rupi, bangsa lelembut warna-warni,
yen durung lega kang ati, jika belum lega hatiku,
yen durung lebur tempur, jika belum ada perang hancur-hancuran,
kula damel pratandha, saya gunakan sebagai pertanda,
praptaning tembayan mami, datangnya janji hamba,
Hardi Merapi yen anjeblug mili lahar. Gunung Berapi meletus mengalirkan lahar.

7
Mitos ”Garu- 8
Luku”

Sabdo Palon tidak mau masuk Islam, kecuali 500 tahun lagi. Janji itu
diucapkan raja jin tanah Jawa sejak raja Brawijaya beragaman Islam. Raja
Brawijaya yang dimaksud adalah Raden Patah, karena Raden Patah adalah
keturunan raja Brawijaya V. Jadi, kira-kira janji itu diucapkan tahun 1465 M.
Tahun 1965 tepat 500 tahun setelah janji itu diucapkan. Saat itu memang
banyak pembantaian PKI, yaitu orang-orang yang tidak mau beragama.
Berarti, sejak tahun 1965 raja Jin tanah Jawa telah masuk Islam, tetapi
pembantaian dan gunung meletus masih banyak memakan kurban. Barang
kali, masih banyak orang-orang yang beragama, tetapi perilakunya belum
mencerminkan ajaran agamanya.

Ngidul ngilen purug ira, Ke barat daya arahnya,


angganda banger ingkang warih, berbau mulai busuk airnya,
nggih punika wekdal kula ya itulah waktu hamba
wiwit anyebar agama Budhi, mulai menyebar agama Budha,
netepi janji mami menunaikan janji hamba,
anggere Kodrat satuhu kehendak kodrat jaman
karsaning Jawata, kehendak Tuhan,
sedaya gilir gumanti, semuanya ganti berganti,
mboten kenging alamun ingowahana. tidak akan bisa diubah.

Sabdo palon nuli mukhsa, Sabdo Palon lalu menghilang,


sakedhep mboten kaeksi, sekejap mata tidak kelihatan
wangsul mring jaman Kajiman. Pulang ke alam jin negerinya,
Langkung ngungun Shang Bupati, Sangat terheran-heran sang Bupati,
anjengger tan bisa angling, terduduk kelu
kang manah langkung getun, gerak tak mampu,
kaduwung salahira hatinya sangat merasa sesal,
amupus kersaning Dewaji, rasa menyesal pada kuasa Tuhan,
Kodrat sayekti tan kena owah. Takdir- betul-betul tak bisa diganti.

4. Nasihat Antisipasi
Dalam mengupayakan keselamatan dan datangnya pemerintahan yang
adil (ratu adil), Jaya Baya memberikan nasihat lewat tembang sinom.
Indonesia sekarang ini kurang terhormat di mata dunia karena (a) banyaknya
kegiatan (5M): mabuk-maling-melacur-madat-main judi, (b) hukum (hukum
agama dan negara) dirusak dan tidak ditaati lagi, (c) pejabat dan rakyatnya
memburu keuntungan pribadi, (d) cakrawala kebangsaannya tipis sekali.
Perhatikan tembang berikut.

Sesotyaning tanah Jawa, Permatanya tanah Jawa,


oncat saking embaneki hilang wahyunya
ewaning kang tatacara, rusaknya tatacara,
golongan patang prekawis, hal empat perkara (mabuk-maling-melacur-madat)
aluluh dadi siji, kumpul jadi satu,
ngrusak kasudiranipun, merusak kehormatannya,
nagoro tanpa tata, negara tanpa hukum,
mung mburu kasil pribadi, hanya memburu keuntungan pribadi,
tingaliro hamung tumuju sarukma. cakrawala kebangsaannya hanya sebesar rambut.

8
Mitos ”Garu- 9
Luku”

Kusumo taruna tama, Pemuda bunga bangsa,


mbek suci ngumala wening , jujur suci pikirnya jernih,
linuwaran dening Allah, dilepas oleh Allah,
wus matur denya piningit, telah usai masa pingitnya,
kinen anyapih sami, diperintah meredakan masa,
kang samyo gung perang pupuh, yang sedang perang besar,
nyirnakaeken durmala, memusnahkan kejahatan,
mamalaning Nungsa Jawi, penyakitnya tanah Jawa,
gyo tumindak nglakoni pakone Allah. segera bertindak menunaikan perintah Allah.

Ngrabaseng prang mung priyangga, Yang maju perang hanya para lelaki,
prasasat ngadu jalmi, bagai adu manusia,
prajurite mung Sirolah, prajuritnya hanya lelembut,
tutunggule langgeng aking, tamengnya selalu kering,
prandene kang sami, anehnya yang menyerang
mara mengsah kabarubuh, banyak yang roboh,
durhaka tutumpesan, kejahatan tertumpas.
tan lami pan sirep sami, Tak lama kemudian mereda
nantyaning ing jaman kereta raharja. menunggu jaman kejayaan.

Kondisi ini tidak akan selamanya begitu, Tuhan telah menyiapkan


manusia pilihan untuk menumpas kejahatan. Pada saatnya akan terjadi
“peperangan”. Peperangan melawan kejahatan, yang maju perang hanya laki-
laki. Tameng peperangan itu adalah “puasa-prihatin”, dan pada saatnya
kejahatan mereda, dan tertumpas.

Pan wus ilang malaningrat, Setelah hilang kejahatan di bumi,


sinalin tulusing becik, berganti tulus-baik,
lire murah sandhang tedho, adanya murah sandang-pangan,
durmala dursila ting, segala penyakit dan kejahatan habis,
enak atine sami, nyaman tenang hatinya,
wong Jowo sadayanipun semua orang Jawa
sawusnyo tentrem samyo, setelah itu semua tenteram,
nenggih Sang Satriyo suci, itulah Sang Satria suci,
pan jinunjung wong ngakathah madeg nata. Telah didudukung semua warga jadi pemimpinnya.

Ambawani tanah Jawa, Membuka tanah Jawa,


juluke Narpati, sebutannya panglima,
Kanjeng Sultan Herucakra Pemimpin pembaharu
ugi Kanjeng Ratu Adil, juga pemimpin Ratu Adil.
kawentar asmaneki, Terkenal namanya ini,
tekeng tanah sabrang kemput, sampai manca negara,
tuhu mustikeng janma, betul manusia pilihan,
nyata kasihing Widhi, yang cicintai Tuhan,
mila tansah pinuji mring wong sajagad. karenanya selalu dipuji orang sedunia.

Setelah jaman pembersihan, Indonesia akan mencapai masa gemilang.


Semua kejahatan habis. Siapakah tokoh penumpas kejahatan ini? Jaya Baya
tidak memberi tahu dengan jelas. Ciri-ciri umumnya (a) tokoh pembaharu, (b)
selalu memikirkan rakyatnya, (c) selalu berpikir suci, (d) sebutannya
“narpati” atau panglima perang. Jika pemimpin “ratu adil” itu diharapkan
datang, ada syaratnya. Syaratnya adalah pemimpin harus memperjuangkan

9
Mitos ”Garu- 10
Luku”

rakyat, tidak tinggi hati, tidak mementingkan diri sendiri, dan tidak
materialistis.

Dhuh Sang Hyang sanaking wang , Hai anak-cucuku semuanya,


monggo sami den titeni, ayo semua mencermati,
dora tanapi temennya, bohong apa sungguhan,
ujaring wirayat ghoib, bunyi nasehat gaib,
mugi saged netesi, semoga bisa menemukan,
yeku pitulungan agung, yaitu pertolongan besar,
nging kedah mawi srono, tetapi harus ada syaratnya,
sranane tobat mring Widhi, syaratnya taubat kepada Tuhan,
tobatiro mung suci manah raharja. taubatnya berhati suci berpikiran selamat.

Wirayat ghoib kang weco, Nasehat gaib yang terucap,


yekti nora cidra pasthi, pasti tidak bohong,
rawuhe Sri Herucokro, datangnya pemimpin Pembaruan,
lamun para pramugari, jika para pemegang,
kang ngasta pasuraning, kuasa di tanah Jawa,
tanah Jawi sami emut, semua ingat,
marang para kawulo, kepada rakyatnya,
nanging yen katungkul sami, tetapi kalau semua sombong,
salah wengweng rerebatan mas saloka. banyak salah duga-rebutan emas dan intan.

Yen mangkono pasthi gila, Jika seperti itu pasti jijik,


Herucokro Ratu Adil, Pembaharu-Ratu Adil,
nora teka malah lunga, tidak datang justru pergi,
sarwi nabdo nyupatani, serta berkata,
dhuh Allah mugi-mugi, Duh Gusti semoga,
maringi enget pukulun, memberi iman pada Hamba-Mu,
mring pra manggalaning praja, para penguasa negeri,
suci jujur eka kapti, suci jujur rukun,
yen mangkono Ratu Adil enggal prapta. jikalau begitu Ratu Adil akan cepat datangnya.

Jaya Baya menegaskan, bahwa ini bukan sembarang nasihat dan betul-
betul akan terjadi. Agar “pemimpin adil” itu cepat tercapai harus betul-betul
taubat kepada Tuhan yang didasari hati dan sifat: rukun, jujur, dan suci.

5. Bukti Mitos dalam Perlambang Sosial


Dalam kehidupan sehari-hari, sering ditemukan gejala yang tidak
wajar. Ketidakwajaran itu menurut tradisi budaya Jawa dimaknai sebagai
simbol atau pertanda yang memberitahukan “ajaran”, “pemberitahuan” atau
bahkan “peringatan” bagi manusia. Tradisi demikian telah hidup lama dalam
kehidupan orang Jawa. Sebagai contoh bila ada orang yang sakit keras, dan
perilakunya aneh-aneh tidak seperti biasanya, itu dimaknai orang itu sudah
dekat dengan ajalnya. Kemudian, orang Jawa “niteni” atau membuktikan
apakah tafsiran itu benar. Belakangan diketahui, setelah beberapa hari orang
yang sakit itu meninggal. Pola perilaku demikian itu akhirnya mentradisi, dan
menjadi keterampilan batin atau ilmu pengetahuan khas orang Jawa. Dari sini
berkembang mitos-mitos tentang isyarat alam atau perlambang. Berikut ini

10
Mitos ”Garu- 11
Luku”

contoh-contoh perlambang dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia, dan


sejumlah tafsiran dan pembuktiannya.
Perlambang berikut ini adalah perlambang yang dikumpulkan
berdasarkan pengalaman orang terdahulu, sampai dengan perlambang
kejadian terbaru yang ditemukan lewat pengamatan dan pengalaman sehari-
hari. Pada tahun 1960-an ditemukan gejala alam yang diduga merupakan
perlambang yang menyampaikan makna tertentu. Perlambang yang dimaksud
seperti ini.

(1)
(a) Wanita sudah punya anak masih suka memakai giwang anting-anting.
(b) Banyak wanita memakai gelung kondhe besar, sampai terlihat dari depan.
(c) Banyak pemuda yang mengenakan celana ketat, banyak pemudi
mengenakan rok ketat, dan rambutnya dipotong pendek.
(d) Banyak orang yang suka bunga semboja-bunga kuburan,
(e) Lagu ”Genjer-genjer pating keleler” (1960-an).

Apa yang terjadi dalam masyakat? Selang beberapa tahun baru bisa
dipahami. Makna perlambang sosial itu demikian: ”giwang anting” berasosiasi
dengan ”lagi nyawang, dan nganti-anti”. Maksudnya, sedang melihat dan
menunggu. Apa yang ditunggu? Yang ditunggu adalah ”konde besar dari
depan” atau masalah besar yang ada di depan. Kapan masalah itu datang?
Sudah dekat, yang disimbolkan dengan ”rok dan celana ketat”. Masalah besar
yang akan datang itu apa? Masalah besar itu adalah ”banyak orang kehilangan
kehormatan” yang disimbolkan dengan ”rambut yang dipotong”. Ternyata
bukan hanya kehilangan kehormatan saja, bahkan banyak yang mati, yang
disimbolkan dengan ”bunga semboja” atau bunga kububuran. Kata ”semboja”
berasosiasi dengan kata ”sembujung” (gambaran orang mati). Yang membuat
ngenas, banyak orang mati ”keleleran” (berserakan) dimana-mana.
Kongkritnya peristiwa itu merujuk pada peristiwa pembantaian tahun 1965
(jaman PKI).
Setelah peristiwa pembantaian tahun 1965, tahun 1970-an ditemukan
gejala sosial berikut ini.

(2)
(a) Banyak orang main ”kekehan” atau gangsing (1970-an).
(b) Banyak orang main yoyo, jurus ”keliling dunia” (1970-an).

Permainan ”kekehan” berasosiasi dengan kata ”akeh” (banyak). Baik


”Gangsing” maupun ”Yoyo” permainan itu berhubungan dengan ”berputar”.
Gaya permainan ”yoyo” yang terkenal, tahun 1970-an adalah ”keliling dunia”
yaitu gaya permainan melempar yoyo dan diputar-putar. Kata ”akeh”
(banyak), ”berputar”, dan ”keliling dunia” ini membawa berita bahwa sekitar
tahun 1970-an di Indonesia sudah mulai banyak orang memutar otak (belajar)
dan pergi berkeliling ke penjuru dunia.

11
Mitos ”Garu- 12
Luku”

Kemudian tahu 1980-an banyak orang memburu ular untuk dijual. Ular
biasanya dimaknai ”lidah bercabang”. Ini mengandung makna ”banyak
omong”, ”bicara bohong”, atau ”penjilat”. Ular yang biasanya ditakuti tetapi
justru diburu, apa maksudnya? Ternyata tahun 1984 banyak ”ular” (preman
dan penjahat) diburu dan dibunuh oleh penembak misterius (petrus).
”Kondhe besar kelihatan dari depan” seperti kondisi tahun 1960-an bermakna
”masalah besar akan datang di masa depan”.

(3)
(a) Banyak orang memburu ular untuk dijual (1980-an).
(b) Kathah tiyang ingkang sami gelungan kondhe ageng
ngantos ketingal saking ngajeng (1980--sekarang).

Apa yang yang terjadi saat Orde Baru runtuh? Tahun 1990-an sampai
menjelang tahun 2000-an banyak ditemukan (a) orang suka memancing
masalah (”nyalah-nyalah”), ini rupanya disimbolkan dengan ”banyak orang
hobi-tergila-gila memancing” (b) saat era reformasi banyak orang jadi pintar
ngomong komentar negara dan pemerintahan tidak ada ujung pangkalnya,
situasi itu dilambangkan dengan ”banyak orang tergila-gila memiara burung”
dan burung memang identik dengan ”ngoceh”, (c) ternyata di belakang hari
diketahui banyak politikus dan masyarakat hanya mementingkan diri sendiri
jiwa kebangsaanya kerdil bagai ”bonsai”, (d) juga orang mulai sulit
membedakan mana yang benar dan yang salah (sulit membedakan yang putih
dan yang hitam), jadinya abu-abu (klawu). Perlambang yang dimaksud
misalnya sebagai berikut.

(4)
(a) Banyak orang tergila-gila bonsai tanaman serut (1990-an).
(b) Banyak orang suka dengan warna ”abu-abu”, ”klawu”,
”bulu kera” (1990-an).
(c) Banyak orang tergila-gila memancing (1995-an).
(d) Banyak orang gila burung, memelihara burung (1995-an).

Tahun 1999 Orde Baru telah runtuh. Setelah pergantian pimpinan dari
era Orde Baru ke era reformasi banyak orang tergila-gila dengan (a) buah
”bentis” atau ”pace” untuk obat, (b) menanam bunga ”semboja Jepang”, dan
(c) menanam bunga euforbia. Gejala ini banyak ditemukan di sekitar tahun
2000—2006.

(5)
(a) Orang tergila-gila dengan buah ”bentis”, atau pace.
(b) Banyak orang tergila-gila menanam bunga semboja.
(c) Banyak orang tergila-gila menanam bunga euphorbia).

12
Mitos ”Garu- 13
Luku”

Ternya tak lama kemudian memang banyak orang terbentur masalah


dan bencana (”bentis” dalam bahasa Jawa artinya ’dibenturkan’). Bunga
”semboja” Jepang itu ternyata mengabarkan bahwa banyak orang mati. Ingat
peristiwa (a) Tsunami Banyuwangi, (b) Gempa Yogyakarta, (c) Gempa Cilacap,
(d) Gempa terbesar di dunia dan Tsunami Aceh ( 26 Desember 2004), (e) Banjir
Panti-Jember (2005), (f) Gempa Padang (30 September 2009), (g) Banjir Situ
Gintung (2010), Banjir Wasior (2010), Gempa dan Tsunami Kepulauan
Mentawai (2010), Banjir Pidie-Aceh (2011), dan sebagainya semuanya terjadi
tahun 2000-an. Dalam skala yang lebih luas bisa diingat Gempa India dan
Pakistan, Gempa Chili, Gempa Sichuan-Cina (2008), Gempa Selandia Baru
(2011), Gempa dan Tsunami Jepang (12 Maret 2011) yang menewaskan ribuan
orang dan meluluh-lantakkan Jepang. Dengan banyaknya orang mati,
kehilangan sanak saudara dan harta benda itu membuat orang ketakutan dan
stres atau pobia. Kondisi pobia itu berasosiasi dengan nama bunga
”euphorbia”).
Sekitar tahun 2007—2009 masyarakat tergila-gila dengan bunga
”gelombang cinta”, rambutnya disemir pirang, dan banyak orang suka
”dugem” sambil minum ekstasi. Banyak wanita rambut pendek (seperti lelaki)
meniru model rambut bintang film ”Ghost”. Ada apa dengan perlambang
berikut ini?

(6)
(a) Banyak orang tergila-gila menanam bunga ”gelombang cinta” (2000-an).
(b) Banyak orang suka ”dugem”, disco ”gedheg” (2000-an).
(c) Banyak orang rambutnya disemir pirang (2000-an).

Ternyata memang banyak orang gila keliaran di jalan-jalan. Banyak


orang rusak mentalnya karena mabuk dan ekstasi. Ini pertanda banyak orang
suka yang semu-semu atau kebohongan. Semu dan kebohongan itu
disimbolkan dengan ”suka menyemir rambut dengan warna pirang”.
Lalu mengapa kita suka meniru bule dengan warna rambut pirang?
Apakah ini pertanda kita telah banyak dipengaruhi dan dikuasai bule dalam
kehidupan kita? Kemungkinan, jawabannya: ya, karena di masyarakat banyak
ditemukan perlambang seperti berikut.

(7)
(a) Artis ibu kota dan masyarakat suka menikah dengan bule (2000-kini).
(b) Banyak orang memelihara tikus bule atau hamster ( 2010).
(c) Ada gejala, masyarakat kita lebih hormat, lebih tertarik dengan bule,
dan menganggap bule lebih pintar daripada bangsa sendiri (2000-kini.

Yang sangat mencurigakan banyaknya masyarakat memelihara tikus


bule (hamster). Apakah ini pertanda tikus-tikus bule sedang menggerogoti
kekeyaaan Nusantara? Lalu kenapa banyak pertambangan, perusahaan, dan
pekerja asing berkeliaran di Indonesia?

13
Mitos ”Garu- 14
Luku”

Kalau pemaknaan perlambang di atas benar, kapan datangnya


pengaruh dan dominasi bule dalam kehidupan sosial-pemerintahan kita?
Kemungkinan besar sudah dekat, yang disimbulkan dengan ”celana dan rok
ketat”, dan ”rambut pendek”. Atau, bahkan sudah terjadi (”wis teko”) karena
masyarakat banyak yang tergila-gila memelihara tokek. Kata ”tokek”
berasosiasi dengan kata bahasa Jawa ”teko”. Oleh karena itu, kita harus
berhati-hati dalam mengendalikan atau ”angon”. Kata ”sengon” berasosiasi
dengan ”sing ati-ati olehe angon”. Berhati-hati dalam ”angon” atau
mengendalikan negara ini. Mengapa harus berhati-hati? Hati-hati, karena
kejadian di belakang hari akan membuat bulu kuduk merinding, bagai melihat
”ulat bulu” yang jijik dan mengerikan.

(8)
(a) Kathah pemudi ingkang rambutipun sami dipun popol cekak (2000-an).
(b) Kathah pemuda ingkang sami ngangge clono singset (2010).
(c) Kathah pemudi ingkang ngangge rok singset (2010).
(d) Banyak orang tergila-gila memelihara ”tokek” (2010).
(e) Banyak orang tergila-gila menanam pohon ”sengon” (2010).
(f) Wabah ulat bulu melanda Probolinggo dan menjalar ke seluruh Jawa dan
Bali (2011)

Pertanyaannya: gejala di atas kebetulan saja ataukah memang demikian


adanya? Hanya Tuhan yang tahu. Sebagai bangsa yang bermartabat, kita perlu
waspada. Semoga kita selalu bisa mengatasi masalah yang diujikan oleh Tuhan
kepada kita. Jika kita ingin menjadi bangsa yang besar, maka ujian yang
diberikan oleh Tuhan, ujian yang besar pula. Selamat Berjuang! Semoga Tuhan
selalu menyertai bangsa kita!

6. Simpulan
Dalam mitos ”Garu-Luku” terdapat suatu nasihat-simbolik yang
menurut Jaya Baya di dunia ini akan terjadi proses pembersihan terhadap
umat manusia yang bertindak angkara murka. Kejadiannya melalui seleksi
alam dan tidak bisa dihindari, karena sudah menjadi kehendak Tuhan Yang
Mahakuasa, dan sebagai pertanda bahwa jagad ini ada yang mencipta. Mitos
seperti ini dalam budaya Jawa tidak harus langsung dipercaya, menurut
Endraswara (2003) lebih baik dibuktikan atau ”dititeni”.
Indonesia sekarang ini kurang terhormat di mata dunia karena (a)
banyaknya kegiatan 5M (mabuk, maling, melacur, madat, dan main judi), (b)
hukum (hukum agama dan negara) dirusak dan tidak ditaati lagi, (c) pejabat
dan rakyatnya memburu keuntungan pribadi, (d) cakrawala kebangsaannya
tipis sekali. Kondisi ini tidak akan selamanya seperti itu, karena Tuhan telah
menyiapkan manusia pilihan untuk menumpas kejahatan dan mengatasi
masalah yang ada. Keyakinan seperti ini tergolong dalam mitos ekhsatoik
(Mawene, 2006).

14
Mitos ”Garu- 15
Luku”

Setelah jaman pembersihan, Indonesia akan mencapai masa gemilang,


dan semua kejahatan habis. Siapakah tokoh penumpas kejahatan ini? Jaya
Baya tidak memberi tahu dengan jelas. Ciri-ciri umumnya (a) tokoh
pembaharu, (b) selalu memikirkan rakyatnya, (c) selalu berpikir suci, (d)
sebutannya “narpati” atau panglima. Jika pemimpin “ratu adil” itu diharapkan
datang, ada syaratnya. Syaratnya adalah pemimpin harus memperjuangkan
rakyat, tidak tinggi hati, tidak mementingkan diri sendiri, dan tidak
materialistis. Dalam kondisi sosial-politik Indonesia, mitos “Garu Luku”
berfungsi sebagai petunjuk hidup dan memberikan model pengetahuan untuk
menjelaskan hal-hal yang tidak masuk akal dan pelik. Pandangan tersebut
sesuai dengan pendapat Anna (2000). Semoga tulisan sederhana ini bisa
menambah wawasan dan kesiapan batin kita dalam menjalani hidup di masa
mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Anna. 2000. What is Myth? (On Line) (http://www.sacredtext.com/bos/bos576.htm


/mcap/Myth.htm Diakses 19 September 2003.

Endraswara, Suwardi. 2003. Falsfah Hidup Jawa. Tangerang: Cakrawala.

Lantip, Mbah.1965. Ramalan Jangka Jaya Baya: Kawedar. Yogyakarta: Pustaka Javanologi.

Mawene, Aleda. 2005. Mitos Amungme: Kajian Hermeneutika. Disertasi Tidak


Diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.

Ode, Robert A.1992. Myth and Mythology (On line). (http://www2.centenary.edu

Soebandhie, Ridwan. 1991. Pethikan Jongko Joyo Boyo. Ngayogyokarto: Koleksi Pribadi.

Soesetro, D. dan Arreif, Zein al. 2004. Menguak Rahasia Ramalan Jayabaya. Yogyakarta:
Media Pressindo.

Sukatman.2009. Butir-butir Tradisi Lisan: Pengantar Teori dan Pembelajarannya.


Yogyakarta: LaksBang Pressindo.

Sukatman. 2011. Mitos dalam Tradisi Lisan Indonesia. Jember: Center For Society Studies.

Sadieli, Telaumbanua. 2006. Mitos Asal-usul Kejadian dalam Hoho Masyarakat Nias-
Sumatra Utara. Disertasi Tidak Diterbitkan Malang: Program Pascasarjana
Universitas Negeri Malang.

Vaughan, Paula. 2002. What is Myth? (On Line)


(http://memorensis.net/anthromyth/paper/Myth.htm Diakses 14 Oktober
2003.

15

Anda mungkin juga menyukai