Anda di halaman 1dari 6

JANGKA JAYABAYA

TAHAPAN INDONESIA MENURUT RAMALAN JAYABAYA

Kemampuan meramalnya berasal dari kekuatan rohnya sendiri dan bukan dari kekuatan
gaib atau makhuk halus seperti jin dan teman-temannya.

Ramalan tentang jaman Kalajangga, Kalasakti, Kalajaya memang terbukti benar.


Berarti kita sekarang hidup pada jaman yang mana?

Menurut pandangan saya, ada beberapa tahapan menuju Indonesia Maju tahapan ini tidak
harus berurut.

Kalajangga (Jaman Pujangga)


Banyak yang mengibaratkan jaman ini adalah jaman di masa sebelum kemerdekaan, dimana
banyak muncul para pujangga yang melahirkan karya-karya besar seperti: Chairil Anwar,
Marah Rusli, Sultan Takdir Alisyahbana, dll.

Kalasakti (Jaman Kemerdekaan dan Orde Lama)


Jaman ini dianggap jaman yang mengiringi munculnya tokoh-tokoh sakti yang
memerdekakan Indonesia. Hanya dengan senjata bambu runcing mampu mendesak
pasukan penjajah hingga pemimpin bangsa bisa memerdekakan Indonesia.

Kalajaya (Jaman Orde Baru)


Jaman kestabilan dan keunggulan bangsa. Pertumbuhan ekonomi nasional bangkit dan
berkembang pesat. Namun bayangan para pejabat yang korupsi mulai menghantui, hingga
Indonesia mulai menumpuk hutang.

Kalabendu (Jaman reformasi)


Kala=jaman, bendu=marah, artinya dimana orang mudah marah, saling memaksakan
kehendak dan melakukan berbagai tindakan kekerasan. Di tengah situasi pelik, muncul
Satria Wirang yang mencoba mengarahkan Indonesia ke jalan yang benar. Satria Wirang
artinya tokoh yang sering terlunta-lunta akibat pemerintah terdahulu namun kemudian
bangkit sebagai pemimpin.

Kalasubha (Jaman sukaria)


Berkat doa rakyat yang teraniaya, akhirnya Sang Khaliq memberi awal kebahagiaan lewat
kemunculan Satrio Paningit yang membawa bangsa dari jurang kehancuran..

Kalasumbaga (Jaman Ketenaran)


Indonesia dipimpin figur yang membawa pengaruh tingkat dunia dan berjuluk Satrio Lelono
(artinya pemimpin yang sering melakukan lobi tingkat dunia) sehingga Indonesia makin
berpengaruh di mata dunia internasional.
Kalasutra (Jaman Kebijaksanaan)
Setelah ketenaran didapat, Indonesia memasuki jaman kebijaksanaan dan dipimpin Satrio
Pinandhito yaitu pemimpin yang berjiwa bagaikan seorang begawan atau ulama. Unsur
kebijaksanaan dan nilai moral Indonesia kuno digali kembali dan diterapkan dalam setiap
aspek pemerintahan sehingga Indonesia menjadi negara yang damai sejahtera.

Dan menurut saya sendiri kita saat ini berada pada Zaman Kalabendu (Jaman reformasi).
Dimana tanda – tandanya sudah sangat jelas.

"Penetapan zaman Kalabendu itu dari waktu mendiang Sultan Pakubuwono IV hingga zaman
kiamat kubro. Dan dalam sabda Prabu Jayabaya itu, dijelaskan bahwa Allah segera
menghukum manusia atas perbuatan-perbuatan yang dilanggarnya,"

Mengutip Serat Ronggowarsito bahwa nanti saatnya jaman Kalabendu akan berlalu sirna
dari Ibu pertiwi :

Mulyaning jenengan nata, ing kono raharjanira, karaton ing tanah Jawa, mamalaning bumi
sirna, sirep dur angkaramurka.
Atas izin Allah SWT, zaman Kalabendu akan hilang, berganti zaman dimana tanah
Jawa/Indonesia menjadi makmur, hilang kutukan bumi dan angkara murkapun mereda.

Marga sinapih rawuhnya, nata ginaib sanyata, wiji wijiling utama, ingaranan naranata, kang
kapisan karanya, adenge tanpa sarana, nagdam makduming srinata, sonya rutikedatonnya.
Kedatangan pemimpin baru tidak terduga, seperti muncul secara gaib, yang mempunyai
sifat-sifat utama.

Lire sepi tanpa srana, ora ana kara-kara, duk masih keneker Sukma, kasampar kasandhung
rata, keh wong katambehan ika, karsaning Sukma kinarya, salin alamnya, jumeneng sri
pandhita.
Datangnya tanpa sarana apa-apa, tidak pernah menonjol sebelumnya, pada saat masih
muda, banyak mengalami halangan dalam hidupnya, yang oleh izin Allah SWT, akan menjadi
pemimpin yang berbudi luhur.

Luwih adil paraarta, lumuh maring branaarta, nama Sultan Erucakra, tanpa sangakan
rawuhira, tan ngadu bala manungsa, mung sirollah prajuritnya, tungguling dhikir kewala,
mungsuh rerep sirep sirna.
Mempunyai sifat adil, tidak tertarik dengan harta benda, bernama Sultan Erucakra
(pemimpin yang memiliki wahyu), tidak ketahuan asal kedatangannya, tidak mengandalkan
bala bantuan manusia, hanya sirullah prajuritnya (pasukan Allah) dan senjatanya adalah se-
mata2 dzikir, musuh semua bisa dikalahkan.

Tumpes tapis tan na mangga, krana panjenengan nata, amrih kartaning nagara, harjaning
jagat sadaya, dhahare jroning sawarsa, denwangeni katahhira, pitung reyal ika, tan karsa
lamun luwiha.
Semua musuhnya dimusnahkan oleh sang pemimpin demi kesejahteraan negara, dan
kemakmuran semuanya, hidupnya sederhana, tidak mau melebihi, penghasilan yang
diterima.

Bumi sakjung pajegira, amung sadinar sawarsa, sawah sewu pametunya, suwang ing dalem
sadina, wus resik nir apa-apa, marmaning wong cilik samya, ayem enake tysira, dene murah
sandhang teda.
Pajak orang kecil sangat rendah nilainya, orang kecil hidup tentram, murah sandang dan
pangan.

Tan na dursila durjana, padha martobat nalangas, wedi willating nata, adil asing paramarta,
bumi pethik akukutha, parek lan kali Katangga, ing sajroning bubak wana, penjenenganin
sang nata.
Tidak ada penjahat, semuanya sudah bertobat, takut dengan kewibawaan sang pemimpin
yang sangat adil dan bijaksana.

Sebuah Pendahuluan.....

To be continued......

@NyiMasRuminah @Sundakiwari1 @SekarTa58984305 @NogoSosroAsli @sukanagapu

Lalu bagaimana kondisi zaman kalabendhu yang diramalkan Jayabaya? Atau lebih tepatnya
gambaran zaman kalabendhu dalam Ramalan Jayabaya. Berikut beberapa ciri atau tanda –
tanda yang sudah terjadi dan akan segera terjadi :

BANYAK BAPAK LUPA ANAK DAN KELUARGA BERCERAI BERAI


Zaman itu terjadi ketika batin manusia banyak tidak teguh, imannya mudah luluh, dan
pendiriannya gampang runtuh. Rakus serakah. Setiap saat dapat dibilang manusia hatinya
panas karena terbakar oleh nafsu angkara murka.

Selain itu, manusia juga hanya berpikir bagaimana lekas menjadi kaya, serta saling berlomba
hidup dalam kemewahan.

"Digambarkan juga dalam ramalan Jangka Jayabaya, banyak bapak lupa anak, anak melawan
orang tua, saudara melawan saudara, keluarga saling cidera, dan murid melawan guru,"
BANYAK ORANG KECIL MENCARI KESALAHAN PEJABAT
zaman Kalabendu juga digambarkan dengan banyak bawahan melawan atasan, orang kecil
mencari kesalahan orang besar, kemudian merebut jabatannya. Banyak orang berkhianat
terhadap kawan, bahkan terhadap saudaranya sendiri.

ORANG BERPENGARUH MUNCUL KARENA SUARANYA LANTANG DAN BERANI


Selain itu, Zaman Kalabendu juga digambarkan ketika ada hidangannya orang besar dan
orang kecil (Hiku lire sesuguhe si Hadjar marang ingsung) adalah "Kembang Seruni", yaitu
kata-kata samara dari kata seru dan berani. Dimana di zaman Kalabendu siapa yang bisa
mengeluarkan suara seru dan berani pasti orang itu akan mendapat pengaruh luar biasa,
tidak peduli ia berasal dari tingkatan apa, mempunyai cukup pengertian dan pengalaman
atau tidak

ORANG BERPANGKAT TAPI JAHAT, ORANG KECIL TERPENCIL


Dalam Jangka Jayabaya juga digambarkan pada zaman Kalabendu banyak orang berpangkat
makin jahat, orang kecil makin terpencil. Orang kecil banyak yang lupa asalnya. Banyak
wanita hilang rasa malunya, banyak laki-laki hilang kehormatannya.

Di zaman itu juga banyak bayi-bayi mencari ayahnya, banyak perempuan jalan di pinggir
jalan. Mungkin memang sudah menjadi kodrat Tuhan, Tanah Jawa mesti mengalami "wolak
waliking zaman (terjadi perubahan)."

PRESIDEN MENGANGKAT KAWAN JADI PEJABAT DENGAN CARA TAK ADIL


Ketika ada raja atau presiden mengangkat kawannya yang tidak adil, juga menjadi tanda
zaman Kalabendu. Selain itu, tanda lain ketika banyak pejabat makin jahat, penduduk makin
terpencil. Orang yang curang semakin garang, orang jujur semakin ajur.

"Orang mulia makin tersia-sia, orang jahat mendapat derajad. Yang jahat kelebihan berkat.
Suap makin meluap,"

Jika semua itu masih ada berarti masih berada di zaman Kalabendu. Namun jika semua itu
sirna maka akan memasuki zaman mulia, di mana Jawa akan makmur. Itu akan disertai
kemunculan Ratu Ginaib, artinya pemimpin yang menjadi utusan Tuhan yang
mengutamakan ketuhanan, perikemanusiaan dan perikeadilan

Bila diuraikan lebih detil maka seperti ini :


Zaman kalabendhu digambarkan dalam ramalan Jayabaya sebagai zaman kegelapan. Saat
itu berbagai bencana alam datang silih berganti tanpa disertai tanda-tanda terlebih dahulu.

Banjir bandang anak ngendi-ngendi.


Gunung Njeblug tan anjarwani, tan angimpeni,
gehtinge kepathi-pathi marang pandhita kang oleh pati geni,
marga wedi kapiyek wadine sapa sira sing sayekti.
(Banjir bandang di mana-mana.
Gunung meletus tidak dinyana-nyana,
tidak ada isyarat terlebih dahulu
sangat benci terhadap pendeta yang bertapa, tanpa makan dan tidur,
karena takut akan terbongkar siapa Anda sebenarnya).

Sedangkan pada kondisi sosial, Jayabaya meramalkan semua hal menjadi terbalik. Tata
kehidupan juga tak dipakai lagi. Karena semua saling menjatuhkan dan menindas satu sama
lain.

Pancen wolak-waliking zaman,


amenangi zaman edan,
ora udan ora kuman.
sing waras padha nggagas,
wong tani ditaleni,
wong dora padha ura-ura,
beja-bejane sing lali,
isih beja kang eling lan waspadha.

(Sungguh zaman gonjang-ganjing,


menyaksikan zaman gila,
tidak ikut gila tidak kebagian,
yang sehat pada olah pikir,
para petani pada dibelenggu,
para pembohong saling bersukaria,
beruntunglah bagi yang lupa,
masih beruntung yang ingat dan waspada).

Kondisi ini semakin lengkap karena para pemimpin negeri tak ada yang menepati janji.
Hukum dan kebenaran juga sudah tak bisa ditegakkan. Saat itulah, kekuasaan dan
kewibawaan para penguasa lenyap tidak.

Ratu ora nepati janji,


musna kuwasa lan prabawane,
akeh omah dhuwur kuda,
wong padha mangan wong,
kayu gligan lan wesi hiya padha doyan,
yen wengi padha ora bisa turu,

Sing edan padha bisa dandan,


sing abangkang padha bdias,
nggalang omah magrong-magrong.

Wong dagang barang sangsaya laris, bandhane ludes,


akeh wong mati kaliren gisining pangan,
akeh wong nyekel bendha ning uripe sengsara.

(Ratu tidak menepati janji,


kehilangan kekuasaan dan kewibawaan,
banyak rumah di atas kuda,
orang makan sesamanya,
kayu gelondong dan besi juga dimakan,
malam hari tidak bisa tidur,
yang gila bisa berdandan,
yang membangkang semua dapat membangun rumah gedung yang megah-megah,
orang yang berdagang barang semakin laris,
namun hartanya semakin habis,
banyak orang mati kelaparan di samping kelaparan,
banyak orang yang berharta namun kehidupannya sengsara).

Pada saat kekacauan itu, Jayabaya kemudian meramalkan akan muncul Satria Piningit.
Sosoknya digambarkan seperti Kresna, wataknya seperti Baladewa tegas dan tak gentar
dengan musuh. Satria Piningit ini bersenjata trisula yang dimaknai keadilan, kebenaran dan
kebijaksanaan yang akan membawa keluar dari zaman kalabendhu.

Selet-selet yen mbesuk ngancik tutuping tahun


sinungkalan dewa wolu, ngasta manggalaning ratu
bakal ana dewa ngejawantah
apengawak manungsa
apasurya padha betara Kresna
awatak Baladewa
agegem trisula wedha
jinejer wolak-waliking jaman

(Selambat-lambatnya kelak menjelang tutup tahun


akan ada dewa tampil berbadan manusia
berparas seperti Batara Kresna
Berwatak seperti Baladewa
bersenjata trisula weda
tanda datangnya perubahan zaman).

Banyak bapak lupa anak dan keluarga bercerai berai

Anda mungkin juga menyukai