Kemampuan meramalnya berasal dari kekuatan rohnya sendiri dan bukan dari kekuatan
gaib atau makhuk halus seperti jin dan teman-temannya.
Menurut pandangan saya, ada beberapa tahapan menuju Indonesia Maju tahapan ini tidak
harus berurut.
Dan menurut saya sendiri kita saat ini berada pada Zaman Kalabendu (Jaman reformasi).
Dimana tanda – tandanya sudah sangat jelas.
"Penetapan zaman Kalabendu itu dari waktu mendiang Sultan Pakubuwono IV hingga zaman
kiamat kubro. Dan dalam sabda Prabu Jayabaya itu, dijelaskan bahwa Allah segera
menghukum manusia atas perbuatan-perbuatan yang dilanggarnya,"
Mengutip Serat Ronggowarsito bahwa nanti saatnya jaman Kalabendu akan berlalu sirna
dari Ibu pertiwi :
Mulyaning jenengan nata, ing kono raharjanira, karaton ing tanah Jawa, mamalaning bumi
sirna, sirep dur angkaramurka.
Atas izin Allah SWT, zaman Kalabendu akan hilang, berganti zaman dimana tanah
Jawa/Indonesia menjadi makmur, hilang kutukan bumi dan angkara murkapun mereda.
Marga sinapih rawuhnya, nata ginaib sanyata, wiji wijiling utama, ingaranan naranata, kang
kapisan karanya, adenge tanpa sarana, nagdam makduming srinata, sonya rutikedatonnya.
Kedatangan pemimpin baru tidak terduga, seperti muncul secara gaib, yang mempunyai
sifat-sifat utama.
Lire sepi tanpa srana, ora ana kara-kara, duk masih keneker Sukma, kasampar kasandhung
rata, keh wong katambehan ika, karsaning Sukma kinarya, salin alamnya, jumeneng sri
pandhita.
Datangnya tanpa sarana apa-apa, tidak pernah menonjol sebelumnya, pada saat masih
muda, banyak mengalami halangan dalam hidupnya, yang oleh izin Allah SWT, akan menjadi
pemimpin yang berbudi luhur.
Luwih adil paraarta, lumuh maring branaarta, nama Sultan Erucakra, tanpa sangakan
rawuhira, tan ngadu bala manungsa, mung sirollah prajuritnya, tungguling dhikir kewala,
mungsuh rerep sirep sirna.
Mempunyai sifat adil, tidak tertarik dengan harta benda, bernama Sultan Erucakra
(pemimpin yang memiliki wahyu), tidak ketahuan asal kedatangannya, tidak mengandalkan
bala bantuan manusia, hanya sirullah prajuritnya (pasukan Allah) dan senjatanya adalah se-
mata2 dzikir, musuh semua bisa dikalahkan.
Tumpes tapis tan na mangga, krana panjenengan nata, amrih kartaning nagara, harjaning
jagat sadaya, dhahare jroning sawarsa, denwangeni katahhira, pitung reyal ika, tan karsa
lamun luwiha.
Semua musuhnya dimusnahkan oleh sang pemimpin demi kesejahteraan negara, dan
kemakmuran semuanya, hidupnya sederhana, tidak mau melebihi, penghasilan yang
diterima.
Bumi sakjung pajegira, amung sadinar sawarsa, sawah sewu pametunya, suwang ing dalem
sadina, wus resik nir apa-apa, marmaning wong cilik samya, ayem enake tysira, dene murah
sandhang teda.
Pajak orang kecil sangat rendah nilainya, orang kecil hidup tentram, murah sandang dan
pangan.
Tan na dursila durjana, padha martobat nalangas, wedi willating nata, adil asing paramarta,
bumi pethik akukutha, parek lan kali Katangga, ing sajroning bubak wana, penjenenganin
sang nata.
Tidak ada penjahat, semuanya sudah bertobat, takut dengan kewibawaan sang pemimpin
yang sangat adil dan bijaksana.
Sebuah Pendahuluan.....
To be continued......
Lalu bagaimana kondisi zaman kalabendhu yang diramalkan Jayabaya? Atau lebih tepatnya
gambaran zaman kalabendhu dalam Ramalan Jayabaya. Berikut beberapa ciri atau tanda –
tanda yang sudah terjadi dan akan segera terjadi :
Selain itu, manusia juga hanya berpikir bagaimana lekas menjadi kaya, serta saling berlomba
hidup dalam kemewahan.
"Digambarkan juga dalam ramalan Jangka Jayabaya, banyak bapak lupa anak, anak melawan
orang tua, saudara melawan saudara, keluarga saling cidera, dan murid melawan guru,"
BANYAK ORANG KECIL MENCARI KESALAHAN PEJABAT
zaman Kalabendu juga digambarkan dengan banyak bawahan melawan atasan, orang kecil
mencari kesalahan orang besar, kemudian merebut jabatannya. Banyak orang berkhianat
terhadap kawan, bahkan terhadap saudaranya sendiri.
Di zaman itu juga banyak bayi-bayi mencari ayahnya, banyak perempuan jalan di pinggir
jalan. Mungkin memang sudah menjadi kodrat Tuhan, Tanah Jawa mesti mengalami "wolak
waliking zaman (terjadi perubahan)."
"Orang mulia makin tersia-sia, orang jahat mendapat derajad. Yang jahat kelebihan berkat.
Suap makin meluap,"
Jika semua itu masih ada berarti masih berada di zaman Kalabendu. Namun jika semua itu
sirna maka akan memasuki zaman mulia, di mana Jawa akan makmur. Itu akan disertai
kemunculan Ratu Ginaib, artinya pemimpin yang menjadi utusan Tuhan yang
mengutamakan ketuhanan, perikemanusiaan dan perikeadilan
Sedangkan pada kondisi sosial, Jayabaya meramalkan semua hal menjadi terbalik. Tata
kehidupan juga tak dipakai lagi. Karena semua saling menjatuhkan dan menindas satu sama
lain.
Kondisi ini semakin lengkap karena para pemimpin negeri tak ada yang menepati janji.
Hukum dan kebenaran juga sudah tak bisa ditegakkan. Saat itulah, kekuasaan dan
kewibawaan para penguasa lenyap tidak.
Pada saat kekacauan itu, Jayabaya kemudian meramalkan akan muncul Satria Piningit.
Sosoknya digambarkan seperti Kresna, wataknya seperti Baladewa tegas dan tak gentar
dengan musuh. Satria Piningit ini bersenjata trisula yang dimaknai keadilan, kebenaran dan
kebijaksanaan yang akan membawa keluar dari zaman kalabendhu.